TEMBAKAU Tembakau merupakan salah satu komoditi tanaman yang banyak ditanam oleh petani di Indonesia. Peran tembakau bagi masyarakat cukup besar, hal ini disebabkan aktivitas produksi dan pemasarannya yang melibatkan peran sejumlah masyarakat. Tanaman tembakau tersebar di seluruh Nusantara dan mempunyai kegunaan yang beragam antara lain sebagai biopestisida dan insektisida, pengawet bambu petung, pembersih luka dan terutama sebagai bahan baku pembuatan rokok (Primasari, 2010). Salah satu tanaman tembakau lokal yang berkembang di Indonesia adalah tembakau Madura. Tembakau Madura mempunyai mutu spesifik yaitu berupa aroma yang khas, sehingga tembakau ini sangat dibutuhkan oleh pabrik rokok sebagai bahan baku utama rokok maupun sebagai racikan atau campuran rokok kretek untuk meningkatkan mutu (Istiana, 2007). Ciri tembakau Madura yang khas, menjadikan permintaan akan tembakau Madura meningkat. Namun ada kendala yang dihadapi dalam produksi tembakau Madura yaitu bibit tembakau yang diusahakan petani masih heterogen karena tembakau bisa melakukan penyerbukan secara silang. Hal itu bisa disebabkan oleh tidak ada pengawasan terhadap benih atau bibit yang dibawa masuk dari luar Madura, dan sistem penangkaran benih belum standard terkoordinasi. Permasalahan ini bisa teratasi dengan perbanyakan tanaman secara vegetatif melalui kultur jaringan. Kultur jaringan merupakan suatu teknik isolasi bagian tanaman, seperti jaringan, organ atau embrio, lalu dikultur pada medium buatan yang steril sehingga bagian
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
TEMBAKAU
Tembakau merupakan salah satu komoditi tanaman yang banyak ditanam oleh petani
di Indonesia. Peran tembakau bagi masyarakat cukup besar, hal ini disebabkan aktivitas
produksi dan pemasarannya yang melibatkan peran sejumlah masyarakat. Tanaman tembakau
tersebar di seluruh Nusantara dan mempunyai kegunaan yang beragam antara lain sebagai
biopestisida dan insektisida, pengawet bambu petung, pembersih luka dan terutama sebagai
bahan baku pembuatan rokok (Primasari, 2010).
Salah satu tanaman tembakau lokal yang berkembang di Indonesia adalah tembakau
Madura. Tembakau Madura mempunyai mutu spesifik yaitu berupa aroma yang khas,
sehingga tembakau ini sangat dibutuhkan oleh pabrik rokok sebagai bahan baku utama rokok
maupun sebagai racikan atau campuran rokok kretek untuk meningkatkan mutu (Istiana,
2007).
Ciri tembakau Madura yang khas, menjadikan permintaan akan tembakau Madura
meningkat. Namun ada kendala yang dihadapi dalam produksi tembakau Madura yaitu bibit
tembakau yang diusahakan petani masih heterogen karena tembakau bisa melakukan
penyerbukan secara silang. Hal itu bisa disebabkan oleh tidak ada pengawasan terhadap benih
atau bibit yang dibawa masuk dari luar Madura, dan sistem penangkaran benih belum
standard terkoordinasi. Permasalahan ini bisa teratasi dengan perbanyakan tanaman secara
vegetatif melalui kultur jaringan. Kultur jaringan merupakan suatu teknik isolasi bagian
tanaman, seperti jaringan, organ atau embrio, lalu dikultur pada medium buatan yang steril
sehingga bagian tanaman tersebut mampu bergenerasi dan berdiferensiasi menjadi tanaman
lengkap (Winata, 1987 dalam Zulkarnain, 2009).
Kultur jaringan adalah memperbanyak jaringan pada suatu medium yang sesuai
dengan ruangan yang aseptis dan ruangan yang terkontrol. Umumnya penanaman jaringan ini
ditujukan untuk perbanyakan, maka kultur jaringan dapat disamakan dengan mikropropagasi
(perbanyakan secara mikro).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kultur jaringan, antara lain : genotipe tanaman
donor, suber eksplan (asal sumber eksplan dan umur), medium kultur (komposisi), keadaan
kondisi kultur (kondisi aseptik).
Salah satu kesulitan dalam kultur jaringan tanaman adalah kebutuhan nutrisi untuk
pertumbuhan optimum sangat berbeda pada tiap spesies, sehingga tidak ada media yang dapat
direkomendasikan untuk semua tanaman. Penelitian – penelitian yang intensif pada kultur
jaringan selama 50 tahun terakhir telah banyak mengembangkan media, beberapa diantaranya
telah digunakan secara luas dalam kultur jaringan saat ini. Bahan kimia dalam media
biasanya ditentukan, artinya hanya hara tertentu yang dimasukkan ke dalam media, atau
media dapat juga mengandung bahan tambahan kompleks seperti air kelapa atau jus jeruk
yang mengandung zat pengatur tumbuh.
Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.
Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan metode kultur jaringan
secara umum sangat tergantung pada jenis media. Media tumbuh pada kultur jaringan sangat
besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta bibit yang
dihasilkannya. Oleh karena itu, macam-macam media kultur jaringan telah ditemukan
sehingga jumlahnya cukup banyak. Nama-nama media tumbuh untuk eksplan ini biasanya
sesuai dengan nama penemunya. Media tumbuh untuk eksplan berisi kualitatif komponen
bahan kimia yang hampir sama, hanya agak berbeda dalam besarnya kadar untuk tiap-tiap
persenyawaan.
Media yang digunakan biasanya berupa garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain
itu diperlukan juga bahan tambahan seperti agar-agar, gula, arang aktif, bahan organik dan
lain-lain. Zat pengatur tumbuh yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenis maupun
jumlahnya. Medium yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca.
Medium yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf
agar tidak terjadi kontaminasi dari bakteri maupun cendawan. Komposisi media yang
digunakan dalam kultur jaringan dapat berbeda jenis dan konsentrasinya. Perbedaan
komposisi media dapat mengakibatkan perbedaan pertumbuhan dan perkembangan eksplan
yang ditumbuhkan secara invitro.
Formulasi media kultur jaringan pertama kali dibuat berdasarkan komposisi larutan
yang digunakan untuk hidroponik, khususnya komposisi unsur-unsur makronya. Unsur-unsur
hara diberikan dalam bentuk garam-garam anorganik. Koposisis media dan perkembangan
formulasinya didasarkan pada jenis jaringan, organ dan tanaman yang digunakan serta
pendekatan dari masing-masing peneliti. Beberapa jenis sensitif terhadap konsentrasi
senyawa makro tinggi atau membutuhkan zat pengatur tertentu untuk pertumbuhannya. Pada
periode tahun 1930an, formulasi media terutama ditujukan untuk menumbuhkan akar, tuber
dan kambium. Media untuk penumbuhan akar yang dikembangkan oleh White 1934, pertama
White menggunakan media yang berisi garam anorganik, yeast ekstrak dan sucrose, tetapi
kemudian yeast ekstrak digantikan dengan 3 macam vitamin B, yaitu pyridoxine, thiamine
dan nicotinic acid.
Macam-macam media :
1. Media Knop
Dapat juga digunakan untuk menumbuhkan kalus wortel. Kultur kalus,
biasanya ditumbuhkan pada media dengan kosentrasi garam-garam yang rendah
seperti dalam kultur akar dengan penambahan suplemen seperti glucosa, gelatine,
thiamine, cysteine-HCl dan IAA (Dodds and Roberts).
2. Media White
Dikembangkan oleh Hildebrant untuk keperluan kultur jaringan tumor bunga
matahari, ditemukan bahwa unsur makro yang dibutuhkan kultur tersebut, lebih tinggi
dari pada yang dibutuhkan oleh kultur tembakau. Unsur F, Ca, Hg dan S pada media
untuk tumor bunga matahari ini, sama dengan media untuk jaringan normal yang
dikembangkan kemudian. Konsentrasi NO3- dan K+ yang digunakan Hildebrant ini
lebih tinggi dari media white, tetapi masih lebih rendah dari pada media-media lain
yang umum digunakan sekarang.
3. Media Knudson dan media Vacin and Went
Media ini dikembangkan khusus untuk kultur anggrek. Tanaman yang ditanam
di kebun dapat tumbuh dengan baik dengan pemupukan yang hanya mengandung N
dari Nitrat. Knudson pada tahun 1922, menemukan penambahan 7.6 mM NH4+
disamping 8.5 mM NO3-, sangat baik untuk perkencambahan dan pertumbuhan biji
anggrek. Penambahan NH4+ ternyata dibutuhkan untuk perkembangan protocorm.
Media Nitsch & Nitsch, menggunakan NO3- dan K+ dengan kadar yang cukup tinggi
untuk mengkulturkan jaringan tanaman artichoke Jerussalem. Penambahan
ammonium khlorida sebanyak 0.1 mM, menghasilkan pertumbuhan jaringan yang
menurun.
Pertumbuhan sel dari jaringan suatu organ dibandingkan dengan jaringan
tumor tanaman Venca rosea (Catharanthus roseus), menunjukkan bahwa penambahan
ammonium ke dalam media White yang sudah dimodifikasi, mempunyai
pertumbuhan yang lebih baik. Konsentrasi NO3-, NH4
-, K+ dan H2PO4- yang diperoleh,
hampir sama dengan yang dikembangkan oleh Miller.
4. Media Murashige & Skoog (media MS)
Merupakan perbaikan komposisi media Skoog, terutama kebutuhan garam
anorganik yang mendukung pertumbuhan optimum pada kultur jaringan tembakau.
Media MS mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3 dan 29 mM N dalam bentuk
NH4+. Kandungan N ini, lima kali lebih tinggi dari N total yang terdapat pada media
Miller, 15 kali lebih tinggi dari media tembakau Hildebrant, dan 19 kali lebih tinggi
dari media White. Kalium juga ditingkatkan sampai 20 mM, sedangkan P, 1.25 mM.
Unsur makro lainnya konsentrasinya dinaikkan sedikit. Pertama kali unsur-unsur
makro dalam media MS dibuat untuk kultur kalus tembakau, tetapi komposisi MS ini
sudah umum digunakan untuk kultur jaringan jenis tanaman lain. Media MS paling
banyak digunakan untuk berbagai tujuan kultur pada tahun-tahun sesudah penemuan
media MS, sehingga dikembangkan media-media lain berdasarkan media MS
tersebut, antara lain media :
a. Lin & Staba, menggunakan media dengan setengah dari komposisi unsur
makro MS, dan memodifikasi : 9 mM ammonium nitrat yang seharusnya
10mM, sedangkan KH2PO4 yang dikurangi menjadi 0.5 Mm, tidak 0.625 mM.
Larutan senyawa makro dari media Lin & Staba, kemudian digunakan oleh
Halperin untuk penelitian embryogenesis kultur jaringan wortel dan juga
digunakan oleh Bourgin & Nitsch (1967 dalam Gunawan 1988) serta Nitsch &
Nitsch (1969 dalam Gunawan 1988) dalam penelitian kultur anther.
b. Modifikasi media MS yang lain dibuat oleh Durzan et alI (1973 dalam
Gunawan 1988) untuk kultur suspensi sel white spruce dengan cara
mengurangi konsentrasi K+ dan NO3-, dan menambah konsentrasi Ca2
+ nya.
c. Chaturvedi et al (1978) mengubah media MS dengan menurunkan konsentrasi
NO3-, K+, Ca2
+, Mg2+ dan SO4
-2 untuk keperluan kultur pucuk Bougainvillea
glabra.
Senyawa-senyawa di dalam media MS dapat terjadi pengendapan
persenyawaan, ini terlihat jelas pada media cair. Kebanyakan dari persenyawaan yang
mengendap adalah fosfat dan besi, kemudian dalam jumlah yang lebih sedikit adalah
Ca, K, N, Zn dan Mn. Senyawa paling sedikit adalah senyawa yang mengandung
unsur C, Mg, H, Si, Mo, S, Ca dan Co. Setelah tujuh hari dibiarkan, maka kira-kira
50% dari Fe dan 13% dari PO4+, mengendap (Dalton et al, 1983). Pengendapan unsur-
unsur tersebut mungkin tidak penting, karena unsur-unsur tersebut masih tersedia bagi
jaringan tanaman dan pengaruh pengendapannya belum diketahui. Untuk mengatasi
pengendapan Fe, Dalton dan grupnya menganjurkan supaya konsentrasi Fe dikurangi
sampai 1/3 dengan EDTA yang tetap.
5. Media Gamborg B5 (media B5)
Pertama kali dikembangkan untuk kultur kalus kedelai dengan konsentrasi
nitrat dan amonium lebih rendah dibandingkan media MS. Untuk selanjutnya media
B5 dikembangkan untuk kultur kalus dan suspensi, serta sangat baik sebagai media
dasar untuk meregenerasi seluruh bagian tanaman.. Pada masa ini media B5 juga
digunakan untuk kultur-kultur lain. Media ini dikembangkan dari komposisi PRL-4,
media ini menggunakan konsentrasi NH4+ yang rendah, karena konsentrasi yang lebih
tinggi dari 2 mM menghambat pertumbuhan sel kedelai. Fosfat yang diberikan setelah
1 mM, Ca2+ antara 1-4 mM, sedangkan Mg2
+ antara 0.5-3 mM (Gamborg et al, 1968).
6. Media Schenk & Hildebrant (media SH)
Merupakan media yang juga cukup terkenal, untuk kultur kalus tanaman
monokotil dan dikotil. Konsentrasi ion-ion dalam komposisi media SH sangat mirip
dengan komposisi pada media Gamborg dengan perbedaan kecil yaitu level Ca2+,
Mg2+, dan PO4
-3 yang lebih tinggi. Schenk & Hildebrant mempelajari pertumbuhan
jaringan dari 37 jenis tanaman dalam media SH dan mendapatkan bahwa: 32 % dari
spesies yang dicobakan, tumbuh dengan sangat baik, 19% baik, 30% sedang, 14%
kurang baik, dan 5% buruk pertumbuhannya. Tetapi karena zat tumbuh yang
diberikan pada tiap jenis tanaman tersebut berbeda. Media SH ini cukup luas
penggunaannya, terutama untuk tanaman legume.
7. Media WPM (Woody Plant Medium)
Yang dikembangkan oleh Lioyd & Mc Coen pada tahun 1981, merupakan
media dengan konsentrasi ion yang lebih rendah dari media MS. Media diperuntukkan
khusus tanaman berkayu, dan dikembangkan oleh ahli lain, tetapi sulfat yang
digunakan lebih tinggi dari sulfat pada media WPM. Saat ini WPM banyak digunakan
untuk perbanyakan tanaman hias berperawakan perdu dan pohon-pohon.
8. Media N6
Media N6 mempunyai ciri perbandingan NH₄⁺ dan NO₃⁻ yang jauh
perbandinganya. Amonium yang diberikan dalam bentuk (NH₄)SO₄ hanya sebanyak
363 mg/l, sedangkan KNO₃ 2830 mg/l.
Pada umumnya media kultur jaringan dibedakan menjadi media dasar dan media
perlakuan. Resep media dasar adalah resep kombinasi zat yang mengandung hara esensial
(makro dan mikro), sumber energi dan vitamin. Dalam teknik kultur jaringan dikenal puluhan
macam media dasar. Penamaan resep media dasar pada umumnya diambil dari nama
penemunya atau peneliti yang menggunakan pertama kali dalam kultur khusus dan
memperoleh suatu hasil yang penting artinya.
Beberapa media dasar yang banyak digunakan antara lain:
a) Media dasar Murhasige dan skoog (1962) yang dapat digunakan untuk hampir semua
jenis kultur, terutama pada tanaman herbaceous.
b) Media dasar B5 untuk kultur sel kedelai, alfafa, dan legume lain.
c) Media dasar White (1934) yang sangat cocok untuk kultur akar tanaman tomat.
d) Media dasar Vacin dan Went yang biasa digunakan untuk kultur jaringan anggrek.
e) Media dasar Nitsch dan Nitsch yang biasa digunakan dalam kultur tepung sari
(pollen) dan kultur sel.
f) Media dasar schenk dan Hildebrandt (1972) atau media SH yang cocok untuk kultur
jaringan tanaman-tanaman monokotil.
g) Medium khusus tanaman berkayu atau Woody Plant Medium (WPM)
h) Media N6 untuk serealia terutama padi.
Komposisi Media Kultur Jaringan
1. Hara anorganik
Ada 12 hara mineral yang penting untuk pertumbuhan tanaman dan beberapa
hara yang dilaporkan mempengaruhi pertumbuhan in vitro. Untuk pertumbuhan
normal dalam kultur jaringan, unsure-unsur penting ini harus dimasukkan dalam
media kultur. Perbandingan 5 media pada Tabel 12.1 memperlihatkan bahwa unsur
esensial ini dimasukkan pada masing-masing media tapi konsentrasinya berbeda
karena diberikan dalam bentuk yang berbeda.
2. Hara organik
Tanaman yang tumbuh dalam kondisi normal bersifat autotrof dan dapat
mensintesa semua kebutuhan bahan organiknya. Meskipun tanaman in vitro dapat
mensintesa senyawa ini, diperkirakan mereka tidak menghasilkan vitamin dalam
jumlah yang cukup untuk pertumbuhan yang sehat dan satu atau lebih vitamin mesti
ditambahkan ke media. Thiamin merupakan vitamin yang penting, selain itu asam
nikotin, piridoksin dan inositol biasanya ditambahkan.
Selain bahan organik tersebut, bahan kompleks seringkali ditambahkan,
termasuk ekstrak ragi, casein hydrolysate, air kelapa, jus jeruk, jaringan pisang, dan
lain – lain. Penambahan bahan kompleks ini menghasilkan media yang tak terdefinisi.
Dengan penelitian yang cukup, semestinya bahan kompleks ini dapat diganti dengan
zat tertentu, mungkin tambahan suatu vitamin atau asam amino.
3. Sumber Karbon
Tanaman dalam kultur jaringan tumbuh secara heterotrof dan karena mereka
tidak cukup mensintesa kebutuhan karbonnya, maka sukrosa harus ditambahkan ke
dalam media. Sumber karbon ini menyediakan energi bagi pertumbuhan tanaman dan
juga sebagai bahan pembangun untuk memproduksi molekul yang lebih besar yang
diperlukan untuk tumbuh.
Biasanya sukrosa pada konsentrasi 1 – 5% digunakan sebagai sumber karbon
tapi sumber karbon lain seperti glukosa, maltosa, galaktosa dan laktosa juga
digunakan. Ketika sukrosa diautoklaf, terjadi hidrolisis untuk menghasilkan glukosa
dan fruktosa yang dapat digunakan lebih efisien oleh tanaman dalam kultur.
4. Agar
Umumnya jaringan dikulturkan pada media padat yang dibuat seperti gel
dengan menggunakan agar atau pengganti agar sperti Gelrite atau Phytagel.
Konsentrasi agar yang digunakan berkisar antara 0.7 – 1.0%. Pada konsentrasi tinggi
agar menjadi sangat keras, sedikit sekali air yang tersedia, sehingga difusi hara ke
tanaman sangat buruk. Agar dengan kualitas tinggi seperti Difco BiTek mahal
harganya tapi lebih murni, tidak mengandung bahan lain yang mungkin mengganggu
pertumbuhan. Pengganti lain seperti gelatin kadang – kadang digunakan pada lab
komersial.
Gel sintetis diketahui dapat menyebabkan hyperhidration (vitrifikasi) yang
merupakan problem fisiologis yang terjadi pada kultur. Untuk mengatasi masalah ini,
produk baru bernaman Agargel telah diproduksi ole Sigma. Produk ini merupakan
campuran agar dan gel sintetis dan menawarkan kelebihan kedua produk sekaligus
mengurangi problem vitrifikasi. Produk ini dapat dibuat di lab dengan mencampurkan
1 g Gelrite (Phytagel) dengan 4 g agar sebagai agen pengental untuk 1 L media.
5. pH
pH media biasanya diatur pada kisaran 5.6 – 5.8 tapi tanaman yang berbeda
mungkin memerlukan pH yang berbeda untuk pertumbuhan optimum. Jika pH lebih
tinggi dari 6.0, media mungkin menjadi terlalu keras dan jika pH kurang dari 5.2, agar
tidak dapat memadat.
6. Zat Pengatur Tumbuh
Pada media umumnya ditambahkan zat pengatur tumbuh. Zat pengatur
tumbuh adalah senyawa organik komplek alami yang disintesis oleh tanaman tingkat
tinggi, yang berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
7. Air
Air distilata biasanya digunakan dalam kultur jaringan, dan banyak lab
menggunakan aquabides (air destilata ganda). Beberapa lab, dengan alasan ekonomi,
menggunakan air hujan, tapi ini menyebabkan sulit mengontrol kandungan bahan
organik dan non-organik pada media.
Hormon adalah bahan organik yang disintesa pada jaringan tanaman. Hormon
diperlukan dalam konsentrasi yang rendah untuk mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Banyak molekul sintetis organik yang telah dikenal memiliki
aktivitas serupa hormon. Senyawa sintetis dan hormon yang secara alami ada, dikenal dengan
sebutan zat pengatur tumbuh.
Kultur jaringan merupakan manipulasi pertumbuhan tanaman dalam kondisi yang
terkontrol dengan baik dan auksin serta sitokinin berperan penting dalam manipulasi ini.
Kebanyakan eksplan menghasilkan sejumlah (endogenus) auksin dan sitokinin. Dalam kultur
jaringan, tambahan (exogenous) zat pengatur tumbuh diberikan untuk memperoleh efek
pertumbuhan. Sebagai panduan umum, auksin atau sitokinin atau keduanya ditambahkan ke
dalam kultur untuk memperoleh respon pertumbuhan.
Hormon tumbuhan adalah suatu senyawa organik yang disintesis dalam satu bagian
tumbuhan dan diangkut ke bagian lain, yang dalam konsentrasi yang sangat rendah dapat
mengakibatkan respon fisiologi.
Hormon tumbuhan (phytohormones) secara fisiologi adalah penyampai pesan antar
sel yang dibutuhkan untuk mengontrol seluruh daur hidup tumbuhan, diantaranya
perkecambahan, perakaran, pertumbuhan, pembungaan dan pembuahan. Sebagai tambahan,
hormon tumbuhan dihasilkan sebagai respon terhadap berbagai faktor lingkungan kelebihan
nutrisi, kondisi kekeringan, cahaya, suhu dan stress baik secara kimia maupun fisik. Oleh
karena itu ketersediaan hormon sangat dipengaruhi oleh musim dan lingkungan.
Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organic komplek alami yang disintesis oleh
tanaman tingkat tinggi, yang berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Dalam kultur jaringan, ada dua golongan zat pengatur tumbuh yang sangat penting adalah
sitokinin dan auksin. Zat pengatur tumbuh ini mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis
dalam kultur sel, jaringan dan organ. Interaksi dan perimbangan antara zat pengatur tumbuh
yang diberikan dalam media dan yang diproduksi oleh sel secara endogen, menentukan arah
perkembangan suatu kultur. Penambahan auksin atau sitokinin eksogen, mengubah level zat
pengatur tumbuh endogen sel. Level zat pengatur tumbuh endogen ini kemudian merupakan
trigerring factor untuk proses-proses yang tumbuh dan morfogenesis. Selain auksin dan
sitokinin, gliberelin dan persenyawaan-persenyawaan lain juga ditambahkan dalam kasus-
kasus tertentu.
Pada umumnya dikenal lima kelompok hormon tumbuhan: auxins, cytokinins,
gibberellins, abscisic acid and ethylene. Namun demikian menurut perkembangan riset
terbaru ditemukan molekul aktif yang termasuk zat pengatur tumbuh dari golongan
polyamines seperti putrescine or spermidine.
1. Auksin
Auksin digunakan secara luas dalam kultur jaringan untuk merangsang kalus,
suspensi sel dan organ. Pemilihan jenis auksin dan konsentrasi, tergantung dari : Tipe
pertumbuhan yang dikehendaki, level auksin endogen, kemampuan jaringan
mensintesa auksin dan golongan zat tumbuh lain yang ditambahkan.
Auksin alamiah adalah Indola Acetic Acid (IAA), Level auksin dalam eksplan,
tergantung dari bagian tanaman yang diambil dan jenis tanamannya. Selain itu juga
dipengaruhi oleh musim dan umur tanamannya. Dalam kultur in vitro ada sel-sel yang