Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Pada 2008, pemerintah menjual dua seri Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau Sukuk Negara, yaitu IFR-0001 dan IFR-0002. Seri IFR-0001 memiliki jangka waktu tujuh tahun dan IFR-0002 selama sepuluh tahun tahun. Sukuk berakad ijarah sale and lease back ini dijual dengan nilai nominal per unit Rp. 1 juta dan pembelian minimal 1.000 unit atau Rp. 1 miliar. Penjualan sukuk Negara lebih ditujukan ke investor institusi bukan ritel, seperti dana pensiun, perbankan, atau manager investasi, baik local maupun asing. Penerbitan Sukuk Negara atau Obligasi Syari’ah Negara RI didasarkan pada UU 19/2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara. Untuk menerbitkan SBSN, pemerintah melalui Menteri Keuangan dapat meminta fatwa atau pernyataan kesesuaian SBSN dengan prinsip-prinsip syariah dari lembaga yang memiliki kewenangan mengeluarkan fatwa. Apabila penerbitannya di dalam negeri, lembaga yang berwenang mengeluarkan fatwa ialah Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Sedangkan apabila penerbitan SBSN di luar negeri, fatwa dapat dimintakan kepada lembaga syariah internasional yang ditentukan berdasarkan hasil kesapakatan. Tujuan fatwa ialah untuk mendapatkan Syariah Compliance Endorsement/ SCE dalam penerbitan SBSN. Hukum Pasar Modal dan Bursa Efek 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Pada 2008, pemerintah menjual dua seri Surat Berharga Syariah Negara
(SBSN) atau Sukuk Negara, yaitu IFR-0001 dan IFR-0002. Seri IFR-0001 memiliki
jangka waktu tujuh tahun dan IFR-0002 selama sepuluh tahun tahun. Sukuk
berakad ijarah sale and lease back ini dijual dengan nilai nominal per unit Rp. 1
juta dan pembelian minimal 1.000 unit atau Rp. 1 miliar. Penjualan sukuk Negara
lebih ditujukan ke investor institusi bukan ritel, seperti dana pensiun, perbankan,
atau manager investasi, baik local maupun asing. Penerbitan Sukuk Negara atau
Obligasi Syari’ah Negara RI didasarkan pada UU 19/2008 tentang Surat Berharga
Syariah Negara.
Untuk menerbitkan SBSN, pemerintah melalui Menteri Keuangan dapat
meminta fatwa atau pernyataan kesesuaian SBSN dengan prinsip-prinsip syariah
dari lembaga yang memiliki kewenangan mengeluarkan fatwa. Apabila
penerbitannya di dalam negeri, lembaga yang berwenang mengeluarkan fatwa ialah
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Sedangkan apabila
penerbitan SBSN di luar negeri, fatwa dapat dimintakan kepada lembaga syariah
internasional yang ditentukan berdasarkan hasil kesapakatan. Tujuan fatwa ialah
untuk mendapatkan Syariah Compliance Endorsement/ SCE dalam penerbitan
SBSN.
SBSN diterbitkan dengan tujuan untuk membiayai Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) termasuk membiayai pembangunan proyek.
Kewenangan menerbitkan SBSN untuk tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 berada pada Pemerintah. Kewenangan dilaksanakan oleh Menteri.
SBSN diterbitkan dalam bentuk warkat atau tanpa warkat, serta dapat
diperdagangkan melalui bursa atau di luar bursa. Penjualan SBSN ada yang
diarahkan bagi pembeli dari kalangan perusahaan, da ada juga SBSN retail yang
khusus diarahkan bagi dari kalangan individu/perseorangan.
Dan penerbitan SBSN dengan cara Sale and Lease Back diatur dalam
“Fatwa No. 71 /DSN-MUI/VI/2008 tentang Sale and Lease Back”.
Hukum Pasar Modal dan Bursa Efek1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana mekanisme dasar penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)?
2. Bagaimana bentuk mekanisme penjualan/pembelian SBSN?
3. Bagaimana pengaturan dan pengawasan SBSN?
4. Apa perbedaan SBSN dengan Surat Utang Negara (SUN)?
C. Tujuan
1. Untuk memahami dan mengetahui mekanisme penerbitan SBSN.
2. Untuk mengetahui bentuk penjualan/pembelian SBSN.
3. Untuk mengetahui pengaturan dan pengawasan SBSN.
4. Untuk mengetahui perbedaan SBSN dengan Surat Utang Negara (SUN).
Bab II
Pembahasan
A. Penerbitan SBSN dan Pengaturannya
Untuk menerbitkan SBSN, pemerintah melalui menteri keuangan dapat
meminta fatwa atau pernyataan kesesuaian SBSN dengan prinsip-prinsip syariah
dari lembaga yang memiliki kewenangan mengeluarkan fatwa. Apabila
Hukum Pasar Modal dan Bursa Efek2
penerbitannya di dalam negeri, lembaga yang berwenang mengeluarkan fatwa ialah
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Sedangkan apabila
penerbitan SBSN di luar negeri, fatwa dapat dimintakan kepada lembaga syariah
internasional yang ditentukan berdasarkan hasil kesepakatan. Tujuan fatwa ialah
untuk mendapatkan Syariah Compliance Endorsement /SCE dalam penerbitan
SBSN.1
Berdasarkan (Pasal 8) Undang-Undang Surat Berharga Syariah Negara No.
19 Tahun 2008, ketentuan umum penerbitan SBSN adalah sebagai berikut :
1. Penerbitan SBSN harus terlebih dahulu mendapat persetujuan DPR pada saat
pengesahan APBN yang diperhitungkan sebagai bagian dari nilai bersih
maksimal surat berharga Negara yang akan diterbitkan oleh pemerintah dalam
satu tahun anggaran.
2. Menteri berwenang menetapkan komposisi surat berharga Negara dalam rupiah
maupun valuta asing, serta menetepkan komposisi surat berharga Negara dalam
bentuk SUN maupun SBSN dan hal-hal lain yang diperlukan untuk menjamin
penerbitan surat berharga Negara secara hati-hati.
3. Dalam hal-hal tertentu, SBSN dapat diterbitkan melebihi nilai bersih maksimal
yang telah disetujui DPR dan selanjutnya dilaporkan sebagai perubahan APBN
dan/atau disampaikan dalam laporan realisasi anggaran tahun yang
bersangkutan.
SBSN diterbitkan dalam bentuk warkat atau tanpa warkat, serta dapat
diperdagangkan melalui bursa atau di luar bursa. Penjualan SBSN ada yang
diarahkan bagi pembeli dari kalangan perusahaan, dan ada juga SBSN retail yang
khusus diarahkan bagi pembeli dari kalangan individu/perseorangan.
SBSN diterbitkan dengan tujuan membiayai APBN, termasuk membiayai
pembangunan proyek-proyek Pemerintahan RI.2 Penerbitan SBSN dilakukan
berdasarkan akad, yaitu perjanjian tertulis yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia. Akad dalam penerbitan SBSN tersebut dapat berupa akad : a. Ijarah, b.
Mudarabah, c. Musyarakah, d. Ishtisna.
1 . Burhanuddin S., 2011, Hukum Surat Berharga Syariah Negara dan Pengaturannya, cetakan ke-1, Rajawali Pers, Jakarta, Hal. 63.
2 . Iswi Harianto dan R. Serfianto D.P, 2010, Buku pintar Hukum Bisnis Pasar Modal, cetakan ke-1, Visimedia , Jakarta Selatan, hal. 360.
Hukum Pasar Modal dan Bursa Efek3
Berikut ini beberapa jenis SBSN.
a. SBSN Ijarah, yang yang diterbitkan berdasarkan akad Ijarah.
b. SBSN Mudarabah, yang diterbitkan berdasarkan akad Mudarabah.
c. SBSN Musarakah, yang diterbitkan berdasarkan akad Musarakah.
d. SBSN Istishna, yang diterbitkan berdasarkan akad Istishna’.
e. SBSN yang diterbitkan berdasarkan akad lainnya sepanjang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah; dan
f. SBSN yang diterbitkan berdasarkan kombinasi dari dua atau lebih dari akad
sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf e.
Kombinasi akad SBSN antara lain dapat dilakukan antara Mudarabah dengan
Ijarah, Musyarakah dengan Ijarah, dan Istishna’ dengan Ijarah.3
1.Mekanisme Dasar Penerbitan SBSN
SBSN merupakan instrumen surat berharga yang diterbitkan berdasarkan
akad dalam penerbitan SBSN berfungsi sebagai landasan yang akan digunakan
dalam melakukan transaksi (underlying transaction). Dari berbagai jenis akad yang
paling lazim digunakan adalah perpaduan antara akad jual beli (al-bai’) dan sewa
menyewa (al-ijarah).
Dalam masyarakat berkembang suatu asset untuk kemudian pembeli
menyewakan kembali asset kepada penjual (sale and lease back). Oleh karena itu,
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut, diperlukan aturan sale and lease
back yang sesuai dengan prinsip syariah. Akad yang digunakan dalam model
transaksi sale and lease back adalah perpaduan antara akad jual beli (al-bai’)
dengan sewa menyewa (al-ijarah) yang harus dilaksanakan secara terpisah.
Melalui akad al-bai’, pembeli boleh berjanji kepada pemilik untuk menjual
kembali kepadanya asset yang dibelinya sesuai dengan kesepakatan.4 Asset yang
telah dibeli tersebut kemudian dapat disewakan kepada pihak lain hingga jangka
waktu tertentu untuk mendapatkan keuntungan berupa berupa imbalan (‘ujrah).
Selama masa sewa atau jatuh tempo, asset tersebut dapat dijual kembali kepada
pihak lain, termasuk kepada pemiliknya.
3 . Adrian Sutedi, 2009, Aspek Hukum Obligasi dan Sukuk, Cetakan ke-1, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 154.
4 . Burhanuddin S., 2011, Hukum Surat Berharga Syariah Negara dan Pengaturannya, cetakan ke-1, Rajawali Pers, Jakarta, Hal. 65.
Hukum Pasar Modal dan Bursa Efek4
Dalam rangka penerbitan SBSN, pemerintah boleh melakukan transaksi
dengan perusahaan penerbit SBSN (Special Purpose Vehicle/ SPV) yang
didirikannya atau dengan pihak lain yang ditunjuk oleh pemerintah. Transaksi
tersebut harus didasarkan pada akad tertentu yang akan digunakan sesuai dengan
tujuannya, yaitu :
a. Apabila pemerintah ingin mendapatkan keuntungan tertentu (margin) melalui
penjualan assetnya, maka akad yang digunakan adalah jual beli (al-bai’).
b. Untuk mendapatkan imbalan sewa (‘ujrah) maka akadnya adalah ijarah.
c. Untuk mendapatkan imbalan berupa bagi hasil (Profit sharing), maka akad yang
digunakan adalah syirkah dengan berbagai macam modelnya.
Pengalaman selama ini, penerbitan SBSN telah dilakukan melalui
perusahaan penerbit (Special Purpose Vehicle/ SPV) yang menggunakan skema
SBSN ijarah-sale and lease back. Melalui skema ini, pemerintah akan melakukan
perjanjian jual beli dengan perusahaan penerbit SBSN terhadap barang milik
Negara sebagai objek atas hak manfaat (beneficial title) bukan hak kepemilikan
(legal title). Karena dengan hak manfaat tersebut memungkinkan pemerintah untuk
menyewa asset yang telah dijualnya. Untuk mendanai pembelian barang milik
Negara, perusahaan penerbit SBSN diberi kewenangan mengeluarkan /menerbitkan
SBSN untuk ditawarkan kepada para investor melalui agen penjual yang telah
ditunjuk. Dalam hal ini, perusahaan penerbit SBSN juga sekaligus dapat bertindak
sebagai wali amanat bagi investor selama menjadi pemegang SBSN.
Penerbitan instrument keuangan syariah memerlukan adanya akad tertentu
sebagai landasan transaksi (underlying transaction), yang ketentuan dan
mekanismenya berbeda dengan transaksi keuangan pada umumnya. Begitu pula
dalam hal penerbitan SBSN sebagai salah satu instrument keuangan syariah. Untuk
keterangan lebih lanjut, berikut ini adalah contoh penerbitan SBSN dengan