PEMBAHASAN A. Sejarah Ekonomi Islam Dengan hancurnya komunisme dan sistem ekonomi sosialis pada awal tahun 90-an membuat sistem kapitalisme disanjung sebagai satu-satunya sistem ekonomi yang sahih. Tetapi ternyata, sistem ekonomi kapitalis membawa akibat negatif dan lebih buruk, karena banyak negara miskin bertambah miskin dan negara kaya yang jumlahnya relatif sedikit semakin kaya. Dengan kata lain, kapitalis gagal meningkatkan harkat hidup orang banyak terutama di negara-negara berkembang. Bahkan menurut Joseph E. Stiglitz (2006) kegagalan ekonomi Amerika dekade 90-an karena keserakahan kapitalisme ini. Ketidakberhasilan secara penuh dari sistem-sistem ekonomi yang ada disebabkan karena masing-masing sistem ekonomi mempunyai kelemahan atau kekurangan yang lebih besar dibandingkan dengan kelebihan masing-masing. Kelemahan atau kekurangan dari masing-masing sistem ekonomi tersebut lebih menonjol ketimbang kelebihannya. Karena kelemahannya atau kekurangannya lebih menonjol daripada kebaikan itulah yang menyebabkan muncul pemikiran baru tentang sistem ekonomi terutama dikalangan negara-negara muslim atau negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam yaitu sistem ekonomi syariah. Negara-negara yang penduduknya mayoritas Muslim mencoba untuk mewujudkan suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist, yaitu sistem ekonomi Syariah yang telah berhasil membawa umat muslim pada zaman Rasulullah meningkatkan perekonomian di Zazirah Arab. Dari pemikiran yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist tersebut, saat ini sedang dikembangkan Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah di banyak negara Islam termasuk di Indonesia. Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah merupakan perwujudan dari
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PEMBAHASAN
A. Sejarah Ekonomi Islam
Dengan hancurnya komunisme dan sistem ekonomi sosialis pada awal tahun 90-an membuat
sistem kapitalisme disanjung sebagai satu-satunya sistem ekonomi yang sahih. Tetapi ternyata, sistem
ekonomi kapitalis membawa akibat negatif dan lebih buruk, karena banyak negara miskin bertambah
miskin dan negara kaya yang jumlahnya relatif sedikit semakin kaya.
Dengan kata lain, kapitalis gagal meningkatkan harkat hidup orang banyak terutama di negara-
negara berkembang. Bahkan menurut Joseph E. Stiglitz (2006) kegagalan ekonomi Amerika dekade 90-
an karena keserakahan kapitalisme ini.
Ketidakberhasilan secara penuh dari sistem-sistem ekonomi yang ada disebabkan karena
masing-masing sistem ekonomi mempunyai kelemahan atau kekurangan yang lebih besar dibandingkan
dengan kelebihan masing-masing. Kelemahan atau kekurangan dari masing-masing sistem ekonomi
tersebut lebih menonjol ketimbang kelebihannya.
Karena kelemahannya atau kekurangannya lebih menonjol daripada kebaikan itulah yang
menyebabkan muncul pemikiran baru tentang sistem ekonomi terutama dikalangan negara-negara
muslim atau negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam yaitu sistem ekonomi syariah.
Negara-negara yang penduduknya mayoritas Muslim mencoba untuk mewujudkan suatu sistem
ekonomi yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist, yaitu sistem ekonomi Syariah yang telah berhasil
membawa umat muslim pada zaman Rasulullah meningkatkan perekonomian di Zazirah Arab. Dari
pemikiran yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist tersebut, saat ini sedang dikembangkan Ekonomi
Syariah dan Sistem Ekonomi
Syariah di banyak negara Islam termasuk di Indonesia. Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi
Syariah merupakan perwujudan dari paradigma Islam. Pengembangan ekonomi Syariah dan Sistem
Ekonomi Syariah bukan untuk menyaingi sistem ekonomi kapitalis atau sistem ekonomi sosialis, tetapi
lebih ditujukan untuk mencari suatu sistem ekonomi yang mempunyai kelebihan-kelebihan untuk
menutupi kekurangan-kekurangan dari sistem ekonomi yang telah ada. Islam diturunkan ke muka bumi
ini dimaksudkan untuk mengatur hidup manusia guna mewujudkan ketentraman hidup dan kebahagiaan
umat di dunia dan di akhirat sebagai nilai ekonomi tertinggi. Umat di sini tidak semata-mata umat
Muslim tetapi, seluruh umat yang ada di muka bumi. Ketentraman hidup tidak hanya sekedar dapat
memenuhi kebutuhan hidup secara melimpah ruah di dunia, tetapi juga dapat memenuhi ketentraman
jiwa sebagai bekal di akhirat nanti. Jadi harus ada keseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan hidup di
dunia dengan kebutuhan untuk akhirat.
C. Sistem Ekonomi Islam
1. Definisi Ekonomi Islam
Tidak ada definisi ekonomi islam baku yang dapat digunakan sebagai pedoman umum, yang
menjadikan secara pasti perbedaan definisi ekonomi islam dengan ekonomi konvesional. Beberapa
ekonom muslim berusaha mendefinisikan, tetapi hal itu tidak terlepas dari konteks permasalahan-
permasalahan ekonomi yang mereka hadapi sehingga kesan yang terjadi ada perbedaan dalam
mendefinisikan “ekomomi islam” dari beberapa ekonom muslim sendiri. Oleh karena itu, perbedaan
pendefinisian lebih diartikan sebagai usaha para ekonom muslim untuk menjawab masalah ekonomi
yang ditangkapnya, sesuai dengan Al-Quran dan Hadist.
Muhammad Abdul Mannan mendefinisikan ekonomi islam sebagai upaya untuk
mengoptimalkan nilai islam dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Mannan mengatakan :
Ekonomi islam merupakan ilmu pengetahuan social yang mempelajari masalah-masalah
ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai islam. (Mannan, 1993 : 19)
Definisi Mannan hampir semakna dengan apa yang didefinisikan oleh M. M Metwally.
Metwally menekankan pada usaha dalam mempelajari masalah masyarakat islam dalam memenuhi
kebutuhanya :
Ekonomi islam dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari perilaku muslim (yang
beriman) dalam suatu masyarakat islam yang mengikuti Al-Quran, Hadist Nabi, Ijma dan
Qiyas. (Metwally, 1995 : 1)
Sementara itu, Hasanuzzaman mengatakan masalah pokok yang ada dalam perekonomian
yang menjadikan masalah besar bagi kehidupan nantinya adalah masalah ketidakadilan atau
distribusi. Hasanuzzaman menyatakan :
Ilmu ekonomi islam adalah pengetahuan dan aplikasi dari anjuran dan aturan syariah yang
mencegah ketidakadilan dalam pemperoleh sumber-sumberdaya material sehingga tercipta
kepuasan manusia dan memungkinkan mereka menjalankan perintah Allah dan masyarakat.
(Chapra, 2001 : 121)
Selain itu, ekonomi islam bisa ditinjau dari perilaku orang islam dalam memenuhi
kebutuhanya sehari-hari dari produksi hingga distribusi secara sistematis. Sebagaimana yang
dikatakan Khursid Ahmad :
Ekonomi islam adalah suatu usaha sistematis untuk memahami masalah ekonomi dan perlaku
manusia dalam hubunganya kepada persoalan tersebut menurut perspektif islam. (Chapra, 2001
: 121)
Sedangkan perbedaan masalah ekonomi yang dihadapi manusia disebabkan oleh kegiatan
manusia antar satu dengan yang lain berbeda karena perbedaan geografi, demografi dan ideologi.
Manusia tidak bisa mengefisienkan kegiatan ekonomi dalam satu konsep maka, upaya untuk
mengantisipasi hal tersebut hendaknya dikembalikan pada Al-Quran dan Hadist untuk menemukan
penyelesaian. Hal ini sebagaimana dikatakan Nejatullah Siddiqi :
Bahwa ekonomi islam adalah jawaban dari pemikir muslim terhadap tantangan-tantangan
ekonomi pada jamannya. Dalam upaya ini mereka dihantui oleh Al-Quran dan As-Sunnah, akal
dan pengalaman. (Chapra, 2001 : 121)
Menurut Arkham Khan, ekonomi islam berarti juga metode mengakomodasi berbagai faktor
ekonomi dengan melibatkan seluruh manusia yang mempunyai potensi yang berbeda guna
melibatkan sumber daya ekonomi yang ada di bumi. Ilmu ekonomi memusatkan pada studi tentang
kesejahteraan manusia yang dicapai dengan mengorganisasikan sumber daya atas dasar kerjasama
dan partisipasi.
Ilmu ekonomi islam bertujuan untuk melakukan studi terhadap kesejahteraan (falah) manusia
yang dicapai dengan mengorganisasikan sumber-sumber daya di bumi berdasarkan kerjasama
dan partisipasi. (Chapra, 2001 : 121)
Ekonomi Islam adalah ilmu yang memperlajari kegiatan-kegiatan manusia dalam
perekonomian di segala aspek kehidupan. Ekonomi islam lebih ditekankan sebagai sains yang
bertugas menyibak permasalahan-permasalahan manusia dalam mengimplementasikan ajaran islam
dalam perekonomian, sebagaimana Syed Nawad Haider Naqvi katakan :
Ekonomi islam adalah perwakilan perilaku kaum muslimin dalam suatu masyarakat muslim
tipikal ( Chapra, 2001 :121)
Berbeda dengan apa yang dikemukakan Umer Chapra, ekonomi islam merupakan
representasi Al-Quran dan Al-Hadist yang membangun kehidupan manusia dalam kehidupan yang
lebih baik dari konsep ekonomi manapun. Hal ini terjadi bila kebebasan manusia dalam
menyelenggarakan kebutuhan hidupnya didasarkan pedoman Al-Quran dan Al-Hadist. Definisi
Chapra sebagai berikut :
Ekonomi islam sebagai suatu cabang pengetahuan yang membantu merealisasikan
kesejahteraan manusia melalui suatu alokasi dan distribusi sumber-sumber daya langka yang
seirama dengan maqasid, tanpa mengekang kebebasan individu, menciptakan
ketidakseimbangan makroekonomi dan ekologi yang berkepanjangan, atau melemahkan
solidaritas keluarga dan social serta jaringan moral masyarakat. (Chapra, 2001 : 121)
Sejalan dengan definisi Umer Chapra, Louis Cantori menyatakan :
Ekonomi islam pada hakikatnya adalah suatu upaya untuk memformulasikan suatu ilmu
ekonomi yang berorientasi kepada manusia dan masyarakat yang tidak mengakui individualism
yang berlebih-lebihan sebagaimana dalam ekonomi klasik. (Chapra, 2001 : 121)
Munawar Iqbal menitik beratkan bahwa penyelenggaraan kebutuhan manusia harus
didasarkan pada aturan Al-Quran, dan lebih lanjutnya pedoman teknis dalam melakukan praktek
ekonomi harus merupakan derivasi dari aturan-aturan syariah yang ada dalam Hadist. Iqbal
mengemukakan :
Ekonomi islam adalah sebuah disiplin ilmu yang mempunyai akar dalam syariat islam. Islam
memandang wahyu sebagai sumber ilmu pengetahuan yang paling utama. Prinsip-prinsip dasar
yang dicantumkan dalam Al-Quran dan Hadist adalah batu ujian untuk menilai teori-teori baru
berdasarkan doktrin-doktrin ekonomi islam. Dalam hal ini himpunan hadist merupakan sebuah
buku sumber yang sangat berguna. (Rahardjo, 1999 : 22)
3. Prinsi-Prinsip Dasar Sistem Ekonomi Islam
a. Kebebasan Individu
Manusia mempunyai kebebasan untuk membuat suatu keputusan yang berhubungan
dengan pemenuhan kebutuhan hidupnya. Dengan kebebasan ini manusia dapat bebas
mengoptimalkan potensinya. Kebebasan manusia dalam Islam di dasarkan atas nilai-nilai tauhid
suatu nilai yang membebaskan dari segala sesuatu, kecuali Allah. Nilai tauhid akan membentuk
pribadi manusia yang berani dan kepercayaan diri karena segala sesuatu yang diperlakukan
hanya dipertanggungjawabkan sebagai pribadi di hadapan Allah. Firman Allah dalam surah An-
Nissa’ (4) ayat 85.
“Barang siapa memberikan syafa’at yang baik, niscaya ia akan memperoleh bagian
(pahala) dari padanya. Dan barang siapa yang memberi syafa’at buruk, niscaya ia akan
memikul bagian (dosa) dari padanya”
Tidak ada sesuatu apapun yang bisa membantu dirinya, kecuali dirinya sendiri. Dalam
surah Al-Muddastsir (74) ayat 38, Allah berfirman:
“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya”
Kebebasan manusia sebagai seorang hamba Allah merupakan modal utama bagi
seorang muslim untuk membentuk kehidupan ekonomi yang Islami. Tanpa kebebasan tersebut
seorang muslim tidak dapat melaksanakan kewajiban mendasar sebagai seorang khalifah.
b. Hak Terhadap Harta
Islam mengakui hak individu untuk memiliki harta. Hak pemilikan harta hanya
diperoleh dengan cara-cara sesuai dengan ketentuan Islam yang didasarkan atas kemaslahatan
masyarakat sehingga keberadaan harta akan menimbulkan sikap saling menghargai dan
menghormati. Hal ini dikarenakan harta hanyalah titipan Allah semata.
“Wahai orang-orang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesama dengan jalan
yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara
kamu. Dan janganlah membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu”. (QS An-Nissa’ (4) : 29)
c. Ketidaksamaan Ekonomi dalam Batas yang Wajar
Islam mengakui adanya ketidaksamaan ekonomi antar orang perorangan. Dalam hal
ini menentukan kehidupan manusia untuk lebih bisa memahami keberadaan dirinya sebagai
manusia yang satu dengan yang lain telah didesain oleh Allah untuk saling memberi dan
menerima.
Islam tidak mengajurkan kesamaan ekonomi, tetapi ia mendukung kesamaan sosial,
Islam tidak mengajurkan adanya perbedaan pemberlakuan antara sesamanya, satu dengan yang
lain mempunyai hak dan kewajiban ekonomi sama dalam meningkatkan kesejahteraannya.
Kesamaan sosial ini membentuk keharmonisan dalam kehidupan manusia. Tetapi tetap ada
perbedaan dalam kekayaannya. Tetapi kekayaan yang didapatnya jangan sampai hanya dipakai
sendiri saja. Seperti yang dijelaskan di QS Al-Hasyr (59) ayat 7:
“Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu”
Demikian juga kekayaan diberikan satu dengan yang lain berbeda manusia dianjurkan
tidak iri, seperti firman Allah di QS An-Nissa’ (4) ayat 32 berikut:
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian
kamu lebih banyak dari sebagian yang lain”
Manusia juga dianjurkan untuk bersikap adil dalam memenuhi hajat hidup
masyarakat, seperti yang tertera di QS Al-Araf (7) ayat 29:
“Katakanlah Tuhanku menyukai keadilan”
d. Jaminan Sosial
Setiap individu mempunyai hak untuk hidup dalam sebuah negara dan setiap warga
negara dijamin memperoleh kebutuhan pokoknya masing-masing. Memang menjadi tugas utama
bagi negara untuk menjamin warga negaranya, dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan
prinsip hak untuk hidup. Allah berfirman di QS adz-Dzaariyaat (51) ayat 19:
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang
miskin yang tidak mendapat bagian”
Dalam sistem ekonomi Islam negara mempunyai tanggung jawab untuk
mengalokasikan sumber daya alam guna meningkatkan kesejahteraan rakyat secara umum. Islam
memperhatikan masalah pengelolaan harta melalui pengaturan zakat, infaq, shodakoh, dan
sebagainya sebagai sarana untuk mendapatkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera.
e. Distribusi Kekayaan
Islam mencegah penumpukan kekayaan pada sekelompok kecil masyarakat dan
menganjurkan distribusi kekayaan kepada semua lapisan masyarakat. Antara satu orang dengan
orang lain sudah mempunyai batas rejeki yang telah ditentukan oleh Allah, maka usaha untuk
melakukan tindakan diluar jalan syariah merupakan perbuatan dzalim, seperti firman Allah di
QS Al-Baqarah (2) ayat 188:
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan
jalan yang batil. . .”
f. Larangan Menumpuk Kekayaan
Sistem ekonomi Islam melarang individu mengumpulkan harta kekayaan secara
berlebihan. Seorang muslim berkewajiban mencegah dirinya dan masyarakat supaya tidak
berlebihan dalam pemilikan harta, seperti firman Allah QS Al-Maidah (5) ayat 87:
“Hai orang-orang beriman janganlah kamu haramkan yang baik yang telah Allah halalkan
bagi kamu dan janganlah melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang melampaui batas”
Sikap sederhana dalam memiliki harta materi merupakan sikap manusia yang sehat.
Allah berfirman di QS Al-Maidah (5) ayat 90:
“Hai orang-orang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk)
berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan.
Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”
g. Kesejahteraan Individu dan Masyarakat
Islam mengakui kehidupan individu dan masyarakat saling berkaitan antara satu
dengan yang lain. Masyarakat akan menjadi faktor dominan dalam bentuk sikap individu
sehingga karakter individu banyak dipengaruhi oleh karakter masyarakat, demikian juga
sebaliknya.
Dalam Islam hubungan individu dan masyarakat ini berpengaruh besar untuk
membangun beradaban manusia di massa depan. Untuk itu mendapatkan peradaban yang baik
dalam membangun masyarakat, seperti firman Allah pada QS Al-Maidah (5) ayat 2:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah sesungguhnya Allah amat berat siksanya”
4. Nilai-Nilai Instrumental Sistem Ekonomi Islam
Tiap sistim ekonomi, menurut aliran pemikiran dan agama tertentu, memiliki nilai
instrumental tersendiri. Menurut Ahmad M.Syaefudin (A.M.Syaefudin,1984:66) dalam sistim
kapitalis nilai instrumentalnya adalah persaingan sempurna, kebebasan keluar masuk pasar tanpa
restriksi, bentuk pasar yang atomistic dan monopolistic. Dalam sistem Marxis nilai instrumentalnya
adalah perencanaan ekonomi yang bersifat sentral dan mekanistik, kepemilikan factor produksi oleh
kaum proletar secara kolektif. Dalam Sistem Ekonomi Islam, ada lima nilai instrumental yang
strategis yang mempengaruhi tingkah laku orang muslim, masyarakat dan pembangunan ekonomi
pada umumnya. Nilai-nilai instrumental tersebut adalah:
a. Zakat
Zakat merupakan salah satu dari lima nilai instrumental yang strategis dan sangat
berpengaruh pada tingkah laku ekonomi manusia dan masyarakat serta pembangunan ekonomi
umumnya. Tujuan zakat tidak sekedar menyantuni orang miskin secara konsumtif, tetapi
mempunyai tujuan yang lebih permanen yaitu mengentaskan kemiskinan.
Salah satu yang menunjang kesejahteraan hidup di dunia dan menunjang hidup di akherat
adalah adanya kesejahteraan sosial-ekonomi. Ini merupakan seperangkat alternatif untuk
mensejahterakan umat Islam dari kemiskinan dan kemelaratan. Untuk itu perlu dibentuk
lembaga-lembaga sosial Islam sebagai upaya untuk menanggulangi masalah sosial tersebut.
Sehubungan dengan hal itu, maka zakat dapat berfungsi sebagai salah satu sumber dana
sosial-ekonomi bagi umat Islam. Artinya pendayagunaan zakat yang dikelola oleh Badan Amil
Zakat tidak hanya terbatas pada kegiatan- kegiatan tertentu saja yang berdasarkan pada orientasi
konvensional, tetapi dapat pula dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan ekonomi umat, seperti
dalam program pengentasan kemiskinan dan pengangguran dengan memberikan zakat produktif
kepada mereka yang memerlukan sebagai modal usaha.
Zakat memiliki peranan yang sangat strategis dalam upaya pengentasan kemiskinan atau
pembangunan ekonomi. Berbeda dengan sumber keuangan untuk pembangunan yang lain, zakat
tidak memiliki dampak balik apapun kecuali ridha dan mengharap pahala dari Allah semata.
Namun demikian, bukan berarti mekanisme zakat tidak ada sistem kontrolnya. Nilai strategis
zakat dapat dilihat melalui:
(1) zakat merupakan panggilan agama. Ia merupakan cerminan dari keimanan seseorang.
(2) sumber keuangan zakat tidak akan pernah berhenti. Artinya orang yang membayar zakat,
tidak akan pernah habis dan yang telah membayar setiap tahun atau periode waktu yang
lain akan terus membayar.
(3) zakat secara empirik dapat menghapus kesenjangan sosial dan sebaliknya dapat
menciptakan redistribusi aset dan pemerataan pembangunan.
b. Pelarangan Riba
Dalam al-quran surat al-Baqara(2) ayat 275,276,278 dengan tegas dan jelas Allah
menyebut larangan riba. Larangan serupa juga ditemui pada al-Quran surah 3:130 dan surah 30
ayat 39.Di dalam surah –surah tersebut Allah dengan tegas melarang riba, walaupun
diungkapkan dengan berbagai macam cara yang berbeda. Dalam kepustakaan ekonomi Islam
disebutkan berbagai macam riba, namun dalam bab ini yang sangat relevan untuk dibicarakan
adalah Riba nasiah. Riba nasiah adalah riba dalam bentuk tambahan tambahan yang terjadi
dalam hutang-piutang berjangka waktu sebagai imbalan jangka waktu tersebut. Riba ini disebut
juga riba jahiliyah, karena dulu sering dilakukan di zaman jahiliyah. Riba nasiah dilarang karena
mengandung unsure eksploitasi manusia atas manusia. Kalau dikaji dengan teliti, riba nasiah ini
menghilangkan unsur tolong-menolong antar sesama.
Riba nasiyah ini mirip sekali dengan bunga yang dibebankan oleh bank. Banyak sekali
hli ahli dalam ekonomi yang menyatakan pendapat yang berbeda tentang kedua hal tersebut, ada
yang mengatakan bahwa bunga bank adalah haram,karena sama dengan riba nasiyah.Ada pula
yang mengatakan bahwa bunga bank ini adalah halal karena dipergunakan untuk kepentingan
umum. Oleh karena banyaknya perbedaan pendapat tersebut,untuk membedakanya,Bank
Pengmbangan Islam yang mulai berjalan sejak 20 Oktober 1975 mengganti istilah intrest
menjadi administration fee, yakni biaya yang dipergunakan untuk menggaji karyawan, dan
keperluan lain lain yang berhubungan dengan kegiatan bank tersebut.
c. Kerjasama Ekonomi
Kerjasama (cooperative) dalam ekonomi Islam adalah merupakan kontra dari kompetisi
bebas dari ekonomi kapitalis dan kediktatoran ekonomi sosialis. Doktrin kerjasama dalam
ekonomi Islam dapat meningkatkan kesejahteraan dan mencegah kesenjangan sosial, mencegah
penindasan ekonomi dan distribusi kekayaan yang tidak merata, melindungi kepentingan
ekonomi lemah. Dengan ekonomi yang berdasarkan kerjasama ini menghendaki organisasi
dengan prinsip syirkah, yang kuat membantu yang lemah. Qiradh atau syirkah dalam Islam jelas
berbeda dengan ekonomi non-Islami yang individualistis yang mengajarkan konflik antar
pesaing dan memenangkan yang terkuat, sehingga melahirkan usaha untuk memupuk kekayaan,
pemusatan kekayaan, pemusatan kekuatan dan ketidakadilan ekonomi, pertentangan antar kelas
dan akhirnya kejatuhan bangsa dan kebudayaan.
Kerjasama atau cooperation merupakan bentuk lain dari organiasi bisnis yang
berorientasi pada jasa yang dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi realisasi tujuan-
tujuan ekonomi. Kerjasama adalah gabungan individualisme dan kepedulian sosial yang terjalin
erat, yang bekerja demi kesejahteraan orang lain, sehingga memberikan harapan bagi
pengembangan daya guna seseorang.
Prinsip kerjasama dalam Islam terdapat dalam Qur`an Surat : al-Maidah ayat 2: