PEMBACAAN SURAH YASIN DALAM TRADISI CUCI KAMPUNG DI DESA MEKAR JATI KECAMATAN PENGABUAN KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT (STUDI LIVING QUR’AN) SKRIPSI Diajukan sebagai salah Satu persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1) dalam Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Oleh Rusma NIM : UT160099 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 2020
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PEMBACAAN SURAH YASIN DALAM TRADISI CUCI
KAMPUNG DI DESA MEKAR JATI KECAMATAN
PENGABUAN KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT
(STUDI LIVING QUR’AN)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah Satu persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Strata Satu (S.1) dalam Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir
Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama
Oleh
Rusma
NIM : UT160099
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2020
ii
iii
iv
MOTTO
“Ini adalah sebuah kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan
berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya
mendapatkan pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.”
(QS.Shad: 29).1
1 Kementrian Agama RI, Mushaf Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah, (Banyu Anyar: Abyan,
2014), 195.
v
ABSTRAK
Pembahasan skripsi ini dilatarbelakangi dari rasa keingintahuan penulis
terhadap kecenderungan masyarakat Desa Mekar Jati yang mengistimewakan satu
surah dalam Al-Qur‟an, yaitu mereka menjadikan pembacaan surah Yasin sebagai
amalan penting untuk dilakukan dalam tradisi cuci kampung. selain itu juga
keingintahuan mengenai pemahaman masyarakat Desa Mekar Jati terhadap
pembacaan surah Yasin. Sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian
lebih lanjut mengenai masalah tersebut. Dalam skripsi ini dilakukan penelitian
yang membahas mengenai pembacaan surah Yasin dalam tradisi cuci kampung,
melihat pada tanggapan masyarakat terhadap hadirnya Al-Qur‟an dalam
kehidupan sosial masyarakat.
Pembahasan dari penelitian ini fokusnya adalah yang terkait dengan proses
pelaksanaan tradisi cuci kampung dan kemudian apa keyakinan masyarakat
terhadap surah yang dibaca dalam tradisi cuci kampung, sejauh mana masyarakat
memahami surah Yasin, serta apa makna Qur‟ani dari kegiatan yang dilakukan
tersebut. penelitian yang penulis gunakan adalah field research yang melakukan
penelitian kualitatif dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan
pengumpulan data melalui: observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis yang
digunakan adalah deskriptif analitik serta landasan teori menggunkaan pendekatan
fenomenologi.
Hasil penelitian dalam penulisan skripsi ini yaitu tradisi cuci kampung
dilakukan setiap satu tahun sekali kegiatannya meliputi doa bersama untuk
memohon keselamatan agar terhindar dari segala musibah. Adapun masyarakat
berkeyakinan dengan membaca surah Yasin dalam tradisi cuci kampung diberikan
keberkahan, dapat terhindar dari kesulitan, dikabulkan segala hajat dan sebagai
penolak bala. Secara Qur‟ani kegiatan cuci kampung yang dilakukan oleh
masyarakat Desa Mekar Jati merupakan kegiatan yang bernilai ibadah, karena
dalam kegiatannya dilakukan kegiatan yang positif.
Kata Kunci: Surah Yasin, Cuci Kampung, Fenomenologi, Makna Qur’ani,
Ibadah.
vi
PERSEMBAHAN
Bismillahirrahmanirrahim
Rasa syukur yang sedalam-dalamnya penulis persembahkan kepada Allah SWT.
atas rahmat dan hidayahnya skripsi ini dapat terselesaikan.
Ku persembahkan skripsi ini kepada:
Untuk ayah Jais dan ibundaku Eliyanti (Alm), ibundaku (Juriah) tercinta, yang
telah berjasa bagiku, memberiku doa yang tak pernah putus untuk anak-anaknya,
serta selalu memberi semangat kepadaku dalam belajar.
Untuk kakek Yusuf dan Nenek Hamisah tercinta yang telah merawatku sejak kecil
dengan penuh kasih sayang.
Kakak Ismayana dan adikku Yulidawati, Abdul Ahdat terimakasih atas keiklasan
dan dukungan kalian menambah semangatku untuk maju dan membuat
termotivasi meraih kesuksesan.
Seluruh anggota keluarga besarku yang telah memberiku semangat untuk belajar
dan menimba ilmu, dengan terus berjuang dan pantang menyerah.
Sahabat-sahabatku terimakasih atas segala motivasi dan dukungan kalian.
Teman-teman seperjuangan IAT angkatan 2016, yang tidak pernah sungkan untuk
memberikan pertolongan dan sama-sama berjuang di UIN STS Jambi.
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT. yang maha „Alim, atas
rahmat dan karunia-nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Pembacaan Surah Yasin dalam Tradisi Cuci Kampung di
Desa Mekar Jati Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Barat (Studi
Living Qur’an)”.
Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw.
dan seluruh keluarga, para sahabat yang selalu beristiqomah dalam
memperjuangkan agama Islam. Semoga kita semua menjadi hamba-hamba pilihan
seperti mereka.
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat
akademik guna mendapat gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Al-Qur‟an
dan Tafsir (IAT) Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Universitas Islam Negeri
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi .
Selama penyusunan serta penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat
dukungan, masukan baik berbentuk ide ataupun saran dari bayak pihak. Maka dari
itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada pembimbing
I Bapak Dr. M. Ied Al Munir, M.Ag., M.Hum dan Ibu Sajida Putri M.Hum selaku
pembimbing II, serta Bapak Dr. S. Sagaf, MA selaku Pembimbing Akademik
(PA) yang telah membimbing dan memberikan arahan yang bermanfaat sehingga
selalu mendapatkan semangat baru.
Motivasi dan dorongan dari banyak pihak, dan akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Maka dari itu penulis memberikan terimakasih
sebanyak-banyaknya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Su‟aidi Asy‟ari, MA., Ph.D Selaku Rektor UIN Sulthan
Thaha Saifuddin Jambi.
2. Ibu Dr. Rofiqoh Ferawati, SE.M.EI, Bapak Dr. As‟ad Isma, M.Pd, bapak Dr.
Bahrul Ulum, S.Ag., MA selaku Wakil Rektor I, II, dan III UIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi.
viii
3. Bapak Dr. Abdul Halim, S.Ag., M.Ag selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan
Studi Agama UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
4. Bapak Dr. Masiyan, M.Ag selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik Fakultas
Ushuluddin dan Studi Agama UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
5. Bapak Dr. Edy Kusnadi, S.Ag., M.Phil Selaku wakil dekan II bidang
Administrasi Umum Perencanaan dan Keuangan Fakultas Ushuluddin dan
Studi Agama UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
6. Bapak Dr. M. Ied Al Munir, M.Ag., M.Hum selaku wakil dekan III bidang
Kemahasiswaan dan bidang Kerjasama luar Fakultas Ushuluddin dan Studi
Agama UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
7. Bapak Bambang Husni Nugroho, S.Th.I., M.H.I selaku ketua jurusan Ilmu Al-
Qur‟an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi.
8. Bapak dan Ibu Dosen UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi yang telah memberi
ilmu pengetahuan kepada penulis.
9. Bapak dan Ibu Pimpinan Perpustakaan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
beserta stafnya-stafnya.
10. Bapak Alwi S.Pd.I yang telah menyempatkan waktu-nya untuk membantu
penulis.
11. Bapak Khairudin S.Pd selaku Kepala Desa Mekar Jati yang telah memberikan
kemudahan kepada penulisan dalam memperoleh data di lapangan.
12. Sahabat- sahabat mahasiswa jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir angkatan
2016 yang telah meberikan motivasi kepada penulis.
B. Pemahaman Masyarakat Terhadap Pembacaan Surah Yasin
dalam Tradisi Cuci Kampung .........................................................65
C. Makna Qur‟ani Pembacaan Surah Yasin dalam Tradisi
Cuci Kampung ..............................................................................70
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................79
B. Saran ..............................................................................................80
DATAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
CURRICULUM VITAE
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Struktur Desa Mekar Jati ...................................................................21
Tabel 2.2 Letak Geografis Desa Mekar Jati .......................................................23
Tabel 2.3 Jumlah Penduduk Desa Mekar Jati ....................................................24
Tabel 2.4 Jumlah Penganut Agama di Desa Mekar Jati .....................................27
Tabel 2.5 Perkembangan Pendidikan di Desa Mekar Jati ...................................29
Tabel 2.6 Sarana Pendidikan di Desa Mekar Jati ...............................................30
Tabel 2.7 Lembaga Masyarakat Desa Mekar Jati ...............................................32
xii
PEDOMAN TRANSLITRRASI
A. Alfabet
Arab Indonesia Arab Indonesia
Th ط A ا
Zh ظ B ة
a„ ع T د
Gh ؽ Tsa س
F ف J ج
Q ق H ح
K ن kh ر
L ي D د
Dz M ر
R N ر
Z H ز
S W ش
A ء Sy ظ
Sh Y ص
Dh ض
B. Vokal dan Harakat
Arab Indonesia Arab Indonesia Arab Indonesia
I ا A ىب A ا
Aw ا A ا U ا
Ay ا U ا I ا
xiii
C. Ta Marbutah
Macam-macam transliterasi ta marbutoh:
1. Ta Marbutah yang mati atau mendapat harakat sukun maka translitersinya
adalah /h/.
Arab Indonesia
Shalah صلاح
Mir‟ah راح
2. Ta Marbutah hidup atau yang mendapat harakat fathah, kasrah dan dammah
maka transliterasinya adalah /t/.
Arab Indonesia
Wizarat Al-Tarbiyh زارح ازرث١خ
Mir‟at Al-Zaman راح اس
3. Ta Marbutah yang berharakat tanwin maka transliterasinya adalah
/tan/tin/tun.
Arab Indonesia
Fij‟atan فجئخ
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara luas yang kaya dengan keanekaragaman suku
dan budayanya. Di seluruh wilayah Indonesia jelas terbentang berbagai suku yang
memiliki kebudayaan masing-masing. Keberagaman kebudayaan tersebut
menjadikan adanya perbedaan warna hidup yaitu berbentuk tradisi yang berbeda-
beda. Tradisi yang ada tentunya tidak terlepas dari agama yang dianut oleh
masyarakat itu sendiri, Hal ini disebabkan dalam menjalankan kehidupan ini
tentunya manusia memerlukan ajaran yang mengatur kepercayaan dan peribadatan
serta aturan yang berhubungan dengan pergaulan manusia dengan manusia serta
manusia dengan alam sekitar. Agama merupakan sumber nilai kehidupan manusia
yang paling mendasar, Penjelasan mengenai urgensi agama bagi kehidupan
sebagai mana Ahsin Sakho Muhammad menyatakan bahwa sumber yang paling
bermutu adalah agama.2 Serta yang menjadi sumber nilai dari agama Islam adalah
Al-Qur‟an.
Kehadiran Al-Qur‟an sebagai kitab suci umat Islam dan dijadikan acuan
moral yang di dalamnya berisi petunjuk hidup, kabar gembira serta peringatan.
Al-Qur‟an dijadikan pegangan hidup manusia sampai akhir zaman, sebagaimana
telah diketahui dan diyakini bahwa Al-Qur‟an merupakan kitab shalihun li kulli
zaman wa makan (Al-Qur‟an berlaku pada setiap zaman dan tempat). Dan Al-
Qur‟an menunjukkan umat Islam kejalan yang lurus. Sebagimana terdapat dalam
firman Allah swt. Dalam QS. Al-Isra‟ ayat 9:
2Ahsin Sakho Muhammad, Keberkahan Al-Qur’an: Memahami Tema-Tema Penting
Kehidupan dalam Terang Kitab Suci, (Jakarta Selatan: PT Qaf: 2017), 13.
2
“Sesungguhnya Al-Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang
lebih Lurus dan memberi kabar gembira kepada orang Mukmin yang
mengerjakan kebajikan, bahwa mereka akan mendapat pahala yang besar”.
(QS. Al-Isra: 9).3
Sampai saat ini banyak keilmuan yang terus mengalami perkembangan
serta kemajuan, begitu dengan keilmuan tentang kajian Al-Qur‟an. terkait hal
tersebut Sahiron Syamsudin membagi objek kajian Al-Qur‟an menjadi 4 bagian,
pertama penelitian yang menjadikan teks Al-Qur‟an sebagai objek kajian, kedua
menjadikan hal di luar teks Al-Qur‟an sebagai objek kajian yaitu yang berkaitan
dengan kehadiran Al-Qur‟an, ketiga penelitian yang menjadikan pemahaman
masyarakat terhadap Al-Qur‟an sebagai kajian, keempat penelitian terkait respon
masyarakat terhadap teks Al-Qur‟an dan hasil penafsiran seseorang.4
Al-Qur‟an yang berkedudukan sebagai petunjuk bagi umat muslim
diwahyukan kepada Nabi Muhammad. Al-Qur‟an adalah kitab yang memiliki
banyak keutamaan salah satunya adalah membaca dan mengamalkannya
merupakan ibadah.5 Dengan alasan keutamaan tersebut maka tidak heran hadir
tradisi membaca Al-Qur‟an dikalangan masyarakat muslim. Selain itu dalam
lingkungan sosial masyarakat juga dapat kita temukan berbagai bentuk interaksi
masyarakat muslim dengan hadirnya Al-Qur‟an. Bentuk Respon mereka terhadap
Al-Qur‟an yang beragam itu dipengaruhi oleh cara berfikir dalam kehidupan
masyarakat.
Berbagai bentuk fenomena sosial yang terdapat di dalam kehidupan
masyarakat terkait respon mereka dengan adanya kehadiran Al-Qur‟an dapat
dilihat seperti pembacaan ayat Al-Qur‟an pada waktu tertentu, pembacaan ayat
Al-Qur‟an dalam prosesi tradisi tertentu, pemenggalan ayat-ayat Al-Qur‟an
dituliskan pada benda kemudian dijadikan sebagai jimat dan juga dijadikan
sebagai media pengobatan.6 Fenomena yang terdapat dalam kehidupan sosial
3 Kementrian Agama RI, Mushaf Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah, (Banyu Anyar: Abyan,
2014), 124. 4 Sahiron Syamsudin, ”Ranah-Ranah Penelitian dalam Studi Al-Qur‟an dan Hadis” dalam
Metodologi Penelitian Al-Qur’an dan Hadis, (Yogyakarta: TH.Press, 2007), xii-xiv. 5 Ibrahim Eldeeb, Be A Living Qur’an: Petunjuk Praktis Penerapan Ayat-Ayat Al-Qur’an
Dalam Kehidupan Sehari-hari, (Jakarta: Lintera Hati, 2009), 43. 6 Ibid., 6.
3
masyarakat tersebut merupakan kegiatan Living Qur’an. Sebagaimana
Muhammad Yusuf berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Living Qur’an
adalah respon sosial masyarakat terhadap Al-Qur‟an.7 Bagaimana reaksi dari
masyarakat dengan hadirnya Al-Qur‟an di tengah kehidupan mereka. Contohnya
adalah penggunaan ayat-ayat Al-Qur‟an sebagai pengobatan, hal ini merupakan
salah satu bentuk respon dari masyarakat terhadap hadirnya Al-Qur‟an. Hal ini
masyarakat dikarenakan Al-Qur‟an juga memiliki nama lain yaitu As-Syifa.
Terdapat tradisi kebudayaan yang dimiliki masyarakat Indonesia di dalam
prosesinya menjalankan kegiatan yang bercorak Islam namun di dalam prosesinya
juga tidak meninggalkan kebudayaan yang bercorak Hindu maupun Budha.
Dalam proses islamisasi kebudayaan ataupun mempertahankan tradisi kebudayaan
yang telah bercorak Islam Al-Qur‟an digunakan masyarakat sebagai tujuan
tertentu, Al-Qur‟an menjadi sebuah media pada kegiatan tertentu, ayat Al-Qur‟an
dijadikan sebagai penangkal diri artinya Al-Qur‟an dijadikan jimat oleh sebagian
umat muslim, dijadikan hiasan di dinding rumah maupun masjid, ayatnya
dibacakan kepada orang yang sakit, pembacaan ayat ataupun surah Al-Qur‟an
diajarkan di masjid-masjid, pondok pesantren dan bahkan pembacaan dilakukan di
dalam tradisi kebudayaan yang biasa masyarakat lakukan seperti trasi mandi safar,
tradisi cuci kampung, dan masih banyak tradisi yang dimiliki masyarakat dalam
prosesinya melakukan kegiatan pembacaan Al-Qur‟an.
Melihat beragam fenomena yang terjadi di kalangan masyarakat Islam
Indonesia terkait respon mereka dengan hadirnya Al-Qur‟an, sebagaimana yang
ada di kalangan masyarakat wilayah Dusun Beringin Desa Mekar Jati Kecamatan
Pengabuan Kabupaten Tanjung Barat ada beberapa tahapan prosesi tradisi yang
dilakukan dalam pelaksanaan cuci kampung, dalam prosesinya dilakukan kegiatan
pembacaan surah yang ada dalam Al-Qur‟an yaitu pembacaan surah Yasin dan
disertakan pembacaan doa tolak bala.
Pada masyarakat Indonesia pada umumnya memiliki kecenderungan
menjadikan beberapa surah dalam Al-Qur‟an sebagai surah pilihan, yang
kemudian pembacaan terhadapnya dilakukan secara rutin dan selanjutnya menjadi
7 Ibid., 389.
4
sebuah tradisi baik itu dalam prosesi adat istiadat maupun keagamaan. Seperti
halnya fenomena sosial yang terdapat dalam tradisi cuci kampung yang dilakukan
masyarakat Desa Mekar Jati. Desa ini merupakan salah satu desa di Kecamatan
Pengabuan, Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi. Desa ini mayoritas
ditempati oleh masyarakat bersuku Jawa yang memiliki berbagai macam bentuk
tradisi dan kebudayaan. Salah satu tradisi yang sampai sekarang masih dijalankan
masyarakat adalah tradisi cuci kampung ini. Di desa ini pelaksanaan tradisi cuci
kampung yang dilakukan pada setiap tahun dan dilaksanakan pada awal bulan
Muharam yang bertepatan dengan bulan suro, pelaksanaan tradisi ini dilakukan
dengan tujuan agar kampung terhindar dari bala, sebagai bentuk rasa syukur atas
segala kenikmatan yang telah diberikan oleh sang pencipta.
Tradisi adalah adat atau kebiasaan turun-temurun yang telah ada dari
leluhur, dan masih dijalankan oleh masyarkat.8 Bahkan dari tradisi tersebut
muncul banyak mitos dari kebiasaan yang telah menjadi rutinitas dan selalu
dilakukan kelompok masyarakat yang tergabung dalam satu bangsa. Tradisi cuci
kampung di Dusun Beringin ini dimulai ketika sebuah hutan belantara yang
kemudian dijadikan sebuah perkampungan artinya pelaksanaan tradisi cuci
kampung ini telah berlangsung sejak perkampungan itu ada. Di Desa Mekar Jati
Terdapat dua penyebab yang menjadi alasan dilaksanakannya cuci kampung,
pertama dilakukan ketika terdapat perilaku masyarakat yang menyalahi aturan
baik itu aturan agama ataupun aturan yang ada di Desa itu contoh adalah terdapat
perzinahan, Yang kedua dilakukan pada bulan Muharam yaitu merupakan tradisi
tahunan masyarakat.
Terdapat perbedaan pelaksanaan cuci kampung antara Desa Meka Jati
dengan desa lain. pada desa lain saat ini pelaksanakan cuci kampung hanya
dilakukan ketika terdapat perilaku menyimpang dari norma-norma yang ada pada
suatu desa atau norma agama, salah satu contohnya adalah terdapat perbuatan zina
yang dilakukan di suatu desa, maka akan dilakasanakan cuci kampung dengan
tujuan kampung tersebut terhindar dari segala hal yang tidak diinginkan.
8 Poerwadarminta WJS, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional: 2004), 278.
5
Sedangkan di Desa Mekar jati pelaksanaan tradisi cuci kampung dilaksanakan
bukan hanya ketika terdapat perilaku menyimpang, namun dilakukan juga pada
setiap tahun dalam artian cuci kampung ini sudah menjadi rutinitas yang menurut
masyarakat penting untuk dilaksanakan, pelaksanaan cuci kampung setiap tahun
ini mengikuti tradisi yang telah dilaksanakan oleh masyarakat perkampungan
terdahulu.
Prosesi berlangsungnya tradisi cuci kampung di Desa Mekar Jati dilakukan
pembacaan surah Yasin dengan maksud supaya diberi keselamatan dunia akhirat
dan kegiatan pembacaan surah ini tidak pernah dikecualikan dalam tradisi cuci
kampung di desa tersebut. Dalam hal ini dapat dilihat bagaimana respon mereka
terhadap terhadapAl-Qur‟an, serta dapat diketahui juga bahwa mereka memiliki
kecenderungan mengistimewakan satu surah Al-Qur‟an yang dijadikan amalan
penting dalam tradisi tersebut.
Pengkajian terhadap teks Al-Qur‟an yang hidup di dalam masyarakat,
seperti fenomena sosial yang terdapat dalam tradisi cuci kampung di Desa Mekar
Jati di mana dalam prosesinya terdapat pembacaan surah Yasin, Kajian Al-Qur‟an
seperti ini dikenal dengan istilah studi Living Qur’an.9 Objek kajian pada studi
Living Qur’an adalah fenomena sosial yang terdapat di lapangan dengan berbagai
macam bentuk respon masyarakat terhadap Al-Qur‟an itu sendiri. Penelitian
Living Qur’an dilakukan bukan untuk menghakimi kelompok tertentu, ataupun
mencari kebenaran agama melalui Al-Qur‟an tetapi pelitian ini mendahulukan
penelitian tentang tradisi yang ada di masyarakat dilihat dari persepsi kualitatif.10
Berdasarkan fenomena Living Qur’an yang penulis temukan dalam tradisi
masyarakat tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian. Selain itu juga
didorong oleh keingintahuan penulis tentang bagaimana pemahaman masyarakat
terhadap pembacaan surah Yasin sehingga mereka lebih memilih untuk membaca
surah tersebut dalam tradisi cuci kampung di Desa Mekar Jati Kecamatan
9 Haddy Shri Ahimsa-Putra, “The Living Qur’an: Beberapa Perspektif Antropologi“,
Jurnal, 20, No.1 (2012), 239. 10
M. Mansyur, Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis. Yogyakarta: TH. Press,
2007, 50.
6
Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Maka penulis tertarik untuk
mengangkat sebuah pembahasan skripsi “Pembacaan Surah Yasin dalam Tradisi
Cuci kampung di Desa Mekar Jati Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung
Jabung Barat (Studi Living Qur’an)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, penulis merumuskan
beberapa poin masalah yang akan dibahas pada tulisan ini :
1. Bagaimana proses pelaksanaan tradisi cuci kampung di Desa Mekar Jati?
2. Bagaimana pemahaman masyarakat Desa Mekar Jati terhadap pembacaan
surah Yasin dalam tradisi cuci kampung?
3. Bagaimana makna Qur‟ani dari pembacaan surah Yasin dalam tradisi cuci
kampung di Desa Mekar Jati?
C. Batasan Masalah
Berdasarkan judul yang telah penulis angkat agar pembahasan
permasalahan dalam penulisan skripsi tidak meluas dan tepat pada sasaran pada
pokok pembahasan, maka penulis membatasi pembahasan hanya berfokus pada
pembacaan surah Yasin yang digunakan pada tradisi cuci kampung yang di
laksanakan di Dusun Beringin Desa Mekar Jati Kecamatan Pengabuan Kabupaten
Tanjung Jabung Barat.
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan penulis dengan tujuan sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan tentang pelaksanaan tradisi cuci kampung di Desa Mekar Jati.
2. Mendeskripsikan tentang pemahaman masyarakat Desa Mekar Jati terhadap
pembacaan surah Yasin dalam tradisi cuci kampung.
3. Mendeskripsikan tentang makna Qur‟ani dari pembacaan surah Yasin dalam
tradisi cuci kampung di Desa Mekar Jati.
7
E. Metode Penelitian
Menjadi sebuah karya ilmiah tentu tidak akan bisa terlepas dengan adanya
metode, karena metode adalah cara yang teratur dan terpikir secara baik untuk
mencapai tujuan akhir.11
Selain itu metode juga dapat dikatakan sebagai cara kerja
yang diatur secara sistematis, sesuai logika, rasional dan terarah sehingga
mempermudah pelaksanaan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan yang di
tentukan.
Penelitian terkait pembahasan Pembacaan Surah Yasin dalam Tradisi Cuci
kampung di Desa Mekar Jati Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung
Barat ini merupakan jenis penelitian Living Qur’an yang dilakukan dengan
menggunakan metode penelitian kualitatif lapangan (field research) dan penelitian
kepustakaan (library research).12
Yang menjadi sumber utama dalam penelitian
ini adalah salah satu surah dalam Al-Qur‟an yang hidup dalam masyarakat di
Desa Mekar Jati berupa perilaku sebagai pemaknaan terhadap surah tersebut.
Sedangkan untuk data sekundernya adalah literatur-literatur pendukung sumber
primer.
1. Pendekatan Penilitian
Pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian Living Qur’an ini adalah
pendekatan fenomenologi. Penggunaan pendekatan fenomenologi ini berkaitan
dengan Living Qur’an karena yang menjadi objek pembahasan dalam penelitian
ini berhubungan erat dengan realita sosial yaitu tentang fenomena sosial yang
terdapat di dalam kehidupan masyarakat.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah salah satu dusun di Desa
Mekar Jati Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Tepatnya di
Dusun Beringin. Pemilihan lokasi ini dengan alasan bahwa daerah ini merupakan
daerah yang masih kental dengan kebudayaannya, serta di dalam tradisi yang
11
Nasarudin Baidan dan Erwati Aziz, Metodologi Khusus Penelitian Tafsir, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2016), 13. 12
Abdul Mustaqim, “Metode Penelitian Living Qur’an” dalam Penelitian Living Qur’an
dan Hadis, (Yogyakarta: Idea Press 2015), 71.
8
mereka lakukan setiap tahun salah satu surah Al-Qur‟an digunakan sebagai salah
satu kegiatan terpenting dalam prosesi tradisinya, serta mereka berasumsi bahwa
pembacaan surah ini sebagai pelindung dalam artian sebagai penangkal bala.
Fenomena yang ada pada masyarakat tersebut merupakan bentuk Living Qur’an
Dengan demikian penulis menganggap perlu untuk melakukan penelitian. Selain
itu penulis juga menggunakan pendekatan pustaka, buku berhubungan dengan
metode penelitian Al-Quran dan tafsir serta metode Living Qur’an untuk
menyelesaikan penelitian ini.
3. Subjek Penelitian
Subjek penelitian berpusat kepada segenap masyarakat dalam tradisi cuci
kampung yang memilki keyakinan terhadap surah Al-Qur‟an yang dibacakan
dalam prosesi tradisi cuci kampung di Desa Mekar Jati Kecamatan Pengabuan
Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
4. Sumber dan Jenis Data
Sumber data dalam penelitian ini yang pertama adalah Responden, yaitu
pelaku dalam tradisi cuci kampung. Yang kedua adalah Informan, mereka adalah
pihak yang bisa memberikan informasi terkait masalah yang akan diteliti.
Jenis data yang akan digunakan diantaranya data primer yaitu data yang
penulis temukan dari hasil wawancara dengan masyarakat yang melakukan tradisi
cuci kampung di Desa Mekar Jati Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung
Jabung Barat. Jenis data yang kedua adalah data sekunder yang didapat dan
dikumpulkan dari sumber yang telah ada berupa jurnal, artikel, buku-buku, dan
skripsi terdahulu yang berkaitan dengan penelitian.
5. Metode Pengumpulan Data
Untuk pengumpulan data dalam penelitian ini penulis menggunakan tiga
teknik diantaranya observasi, wawancara, dokumentasi sebagaimana dijelaskan
berikut ini:
Pertama, observasi (pengamatan) yaitu penulis terjun ke tempat penelitian
yang bertujuan untuk mendapat gambaran untuk awal penelitian. Dengan melihat
9
serta mengetahui keadaan yang ada di wilayah Desa Mekar Jati Kecamatan
Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Kedua, wawancara yaitu metode pengumpulan data dengan lisan. Sebelum
wawancara penulis menyiapkan pertanyaan yang sesuai dengan penggalian data
yang dibutuhkan dan kepada siapa pertanyaan itu ditujukan. Meskipun
pelaksanaan wawancara tidak semudah melakukan angket karena adanya
beberapa faktor seperti sulitnya bertemu dengan responden, harus menyediakan
waktu yang cukup lama, harus menjaga etika. Namun metode ini memiliki
keunggulan yaitu fleksibilitas dan rileks dalam prosesi pengumpulan data.
Ketiga, dokumentasi dilakukan peneliti dengan melakukan pengumpulan
data terbaru. Tokoh agama dan data penduduk di Desa Mekar Jati Kecamatan
Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Data tersebut didapatkan dari
kantor Desa Mekar Jati Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat
dan pihak yang terkait.
6. Metode Analisis Data
Dalam menganalisis data yang telah didapat dari hasil pengumpulan data,
peneliti menggunakan teknik analisis data deskriptif analisis (data-data yang
berkaitan dengan tema yang diteliti dikumpulkan dan diklarifikasi). Dengan
adanya klarifikasi data-data yang berkaitan dengan tema bertujuan agar
mendapatkan gambaran yang jelas tentang penggunaan ayat-ayat Al-Qur‟an bagi
masyarakat yang melaksanakan pembacaan surah Yasin dalam tradisi cuci
kampung di Desa Mekar Jati Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung
Barat. Penulis juga menggunakan analisis kualitatif untuk menganalisis hasil
penelitian yang didasarkan pada landasan teoritis yang telah dirancang, sehingga
dapat memperoleh kesimpulan.
F. Kerangka Teori
Teori merupakan suatu pernyataan sistematik yang bersifat logis dan abstrak
yang dianggap sebagai pengetahuan ilmiah.13
secara akademis penelitian ini
13
Damsar, Pengantar Teori Sosiologi, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), 5.
10
mendeskripsikan terkait penggunaan surah Yasin dalam prosesi tradisi cuci
kampung Desa Mekar Jati Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung
Barat. Sedangakan secara sosial penelitian ini memperkenalkan suatu tradisi yang
ada dalam fenomena kehidupan sosial masyarakat terkait respon mereka dengan
kehadiran Al-Qur‟an di kehidupan masyarakat muslim.
Berkembang pesatnya studi kajian Al-Qur‟an bisa kita lihat dari berbagai
metode yang ditawarkan untuk memahami ayat Al-Qur‟an. Perkembangan ini
seiring dengan berkembangnya ilmu, seperti sosiologi, antropologi, dan
hemeneutik. Kajian Living Qur’an merupakan penelitian yang tidak bisa berdiri
sendiri, karena yang dikaji di dalamnya adalah fenomena yang ada di lingkungan
sosial masyarakat maka dari itu perlunya adanya pendekatan ilmu sosial seperti
sosiologi, antropologi dan fenomenologi.
Muhammad Mansyur berpendapat bahwa definisi dari Living Qur’an ini
berawal dari Qur’an in everyday life.14
karena Living Qur’an pada dasarnya
berawal dari fenomena yang muncul dalam kehidupan masyarakat. Fenomena itu
seperti masyarakat yang membaca Al-Qur‟an pada waktu dan tradisi tertentu,
Selain itu Al-Quran senantiasa dihafal, menjadikan potongan ayat Al-Qur‟an
sebagai hiasan di masjid dan di rumah. Ahmad „Ubaydi juga berpendapat
demikian, bahwa Living Qur’an adalah al-Qur‟an yang hidup di masyarakat baik
iti berbentuk penggunaan dan pengamalan.15
Selain itu Muhamad Yusuf mengemukakan bahwa Living Qur’an
merupakan studi Al-Qur‟an yang mengkaji fenomena sosial yang ada dalam
kehidupan masyarakat. Maksud Muhamad Yusuf adalah kajiannya tidak pada
bidang dasar teks, melainkan mengkaji respon masyarakat pada wilayah tertentu
terhadap hadirnya Al-Qur‟an.
Kajian Living Qur’an juga bisa digunakan untuk kepentingan berdakwah,
hal ini bertujuan untuk mengarahkan muslim agar menggunakan Al-Qur‟an secara
maksimal. Kajian Living Qur‟an dalam kepentingan dakwah ini ditujukan untuk
14 M. Mansyur, Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis, (Yogyakarta: TH. Press,
2007), 38. 15 Ahmad „Ubaydi Hasbillah, Ilmu Living Qur’an-Hadis Ontologi,Epitimologi, dan
Aksiologi, (Tangerang Selatan Banten: Yayasan Wakaf Darus-Sunnah , 2019), 11.
11
mengarahkan pola pikir masyarakat sedikit demi sedikit diarahkan ke pemikiran
akademik berupa ranah kajian tafsir.16
Objek kajian dari Living Qur’an dapat diklarifikasi menjadi tiga kategori.
a. Jenis Living Qur’an kebendaan yang dikaji adalah kealaman atau kebendaan.
Jadi dalam hal ini tidak dikaji terkait perilaku, yang dikaji hanyalah benda yang
diyakini memiliki pengaruh atau kekuatan dan keyakinan tersebut berasal dari
Al-Qur‟an (terinspirasi dari Al-Qur‟an). Penilitian ini dilihat dari sisi model,
bentuk, dan kebendaanya bukan dari segi perilakunya. Contohnya adalah
kaligrafi, seni membaca Al-Qur‟an.
b. Jenis Living Qur’an Kemanusiaan yang dikaji adalah perilaku yang sifatnya
memanusiakan manusia, biasanya berkaitan dengan adab ataupun karakter
kepribadian muslim sebagaimana yang ada dalam Al-Qur‟an. Dalam kajian
jenis ini adalah perilaku perorangan ataupun kelompok, tidak melihat pada
model atau bendanya. Contohnya seperti praktik setoran hafalan Al-Qur‟an dan
membaca Al-Qur‟an.
c. Jenis Living Qur’an kemasyarakatan yang dikaji adalah aspek sosial
kemasyarakatan, nilai suatu budaya, makna budaya, tradisi dan adat yang
terinspirasi dari Al-Qur‟an. Contohnya gerakan menghafal Qur‟an, tradisi
selametan, tradisi yasinan.17
Penulis mengkategorikan penelitian ini dengan klarifikasi yang ada pada
poin ketiga yaitu kajian Living Qur’an yang mengacu pada aspek sosial
kemasyarakatan yang dalam kehidupan sosial mereka terdapat kegiatan membaca
surah Yasin dalam tradisi yang mereka miliki dan tradisi tersebut sampai saat ini
masih dijalankan oleh masyarakat.
Fenomena Living Qur’an merupakan fenomena sosial jadi jenis metode
penelitian yang digunakan adalah model penelitian sosial, maka dalam hal ini
16
M. Mansyur, Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis, (Yogyakarta: TH. Press,
2007), 38. 59. 17
Ahmad „Ubaydi Hasbillah, Ilmu Living Qur’an-Hadis Ontologi,Epitimologi, dan
Aksiologi, (Tangerang Selatan Banten: Yayasan Wakaf Darus-Sunnah , 2019), 63
12
metode yang lebih tepat digunakan adalah metode kualitatif. Adapun rancangan
yang perlu dipaparkan dalam penelitian kualitatif adalah:18
1. Menentukan lokasi penelitian serta memberikan gambaran atau memaparkan
alasan adanya fenomena Living Qur’an.
2. Pendekatan dan perspektif, dalam hal ini penenliti harus menyampaikan data
secara deskripsi dan detail. Ciri khusus dari penelitian adalah data yang
disajikan menggunakan perspektif emic, yaitu disamapaikan berdasarkan
deskripsi menurut bahasa dan cara pandang subyek penelitian.
3. Tektik pengumpulan data, peneliti memiliki cara bagaimana data penelitian
bisa didapatkan. Teknik yang bisa dilakukan seperti wawancara dan
dokumentasi.
4. Unit analisis data, merupakan satuan yang diteliti yang bisa berupa individu,
kelompok, benda.
5. Strategi pengumpulan data, yaitu peneliti mengatur strategi untuk mendapatkan
data seperti mencari responden.
6. Penyajian data, pada dasarnya terdiri atas hasil analisis data berupa cerita rinci
para informan sesuai dengan pandangan mereka apa adanya.
Penelitian Living Qur’an yang berangkat dari fenomena sosial yang ada
dalam masyarakat, maka diperlukan pendekatan ilmu lain untuk menyelesaikan
penelitian tersebut. pendektan yang bisa digunakan adalah pendekatan
fenomenologi. Namun bukan berarti hanya pendekatan itu saja yang bisa
digunakan dalam penelitian, ada beberapa pendektan yang bisa digunakan seperti
pendektan sosiologi, antropologi, psikologi.
Pendekatan fenomenologi pada umumnya ditandai dengan tiga ciri, yaitu
apoche, einfuhlung, dan eidetic vision. Epoche yaitu peneliti berusaha untuk
memahami kenyataan yang dihadapinya. Einfuhlung yaitu pemberian perhatian
penuh penghargaan besar terhadap realitas sosial yang diteliti. Eidetic vision yaitu
mengacu pada fenomenologi baik berupa kondisi sosial masyarakat.19
18
Abdul Mustaqim, “Metode Penelitian Living Qur’an” dalam Penelitian Living Qur’an
Pondok Pesantren Salafiyah Parappe Kec. Campalagian Kab. Polewali Mandar”, Skripsi
(Makassar: UIN Alauddin Makassar 2017), 133. 26 Abd. Mubarak, “Tradisi Yasinan di Masyarakat Pambusuang Kecamatan Balanipa
Kabupaten Polewali Mandar Sulawesi Barat”, Skripsi (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga 2006),
83.
16
Nida Elfemi dkk. Dengan artikel yang berjudul Fungsi Tradisi Upacara
Cuci Kampung di Desa Lubuk Pinang Kecamatan Lubuk Pinang Kabupaten
Mukomuko, pembahasannya tentang deskripsi pelaksanaan tradisi upacara cuci
kampung dan deskripsi fungsi upacara cuci kampung. Hasil dari penelitiannya
menyimpulkan bahwa pelaksanaan cuci kampung dilakukan pada bulan
Muharram dan pihak yang terlibat adalah tokoh masyarakat, ketua adat, dan
kepala dusun. Pelaksanaan upacara dilakukan di masjid. Fungsi dari upacara cuci
kampung untuk menghormati nenek moyang dengan tetap melestarikan tradisi
upacara cuci kampung ini karena telah menjadi tradisi.
Khamidah dalam skripsinya yang berjudul Nilai-Nilai Pendidikan Islam
dalam Tradisi Bersih Desa di Purbosari Kecamatan Seluma Barat Kabupaten
Seluma. Skripsi ini dibuat dengan dilatarbelakangi oleh adanya perbedaan
pandangan antara masyarakat Bengkulu dengan masyarakat bersuku Jawa yang
juga tinggal di bengkulu berkaitan dengan tradisi bersih desa, serta disana
dijelaskan mengenai sejarah prosesi dan nilai-nilai pendidikan Islam yang
terkandung dalam tradisi bersih desa di Purbosari Kecamatan Seluma Barat
Kabupaten Seluma.
Tehnik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif yang
bertujuan mengumpulkan data dan informasi dari kehidupan nyata kegunaannya
untuk memecahkan masalah-masalah praktis yang ada di suatu masyarakat. Dari
hasil penelitiannya disimpulkan bahwa sejarah awal tradisi bersih desa ini
mengikuti budaya Jawa karena warga desa Purbosari merupakan pindahan dari
Kabupaten Purwodadi, Boyolali dan Sragen. pelaksanaannya pertama kali
diselenggarakan pada tahun 1990. Susunan acara tradisi bersih desa yaitu
membersihkan lingkungan, rukyah masal, istigosah, tausiah, doa dan makan
bersama.27
Widayanti dalam skripsinya yang berjudul Pembacaan Surah Yasin dan Al-
Mulk dalam Penyelenggaraan Jenazah di Kecamatan Telaga Langsat Kabupaten
Hulu Sungai Selatan. Dalam skripsinya ia menjelaskan bahwa dalam
27 Khamidah, “Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Bersih Desa di Purbosari
Kecamatan Selumba Barat Kabupaten Selumba,” Skripsi (Bengkulu: IAIN Bengkulu, 2019).xi
17
penyelenggaraan jenazah di Kecamatan Telaga Langsat Kabupaten Hulu Sungai
Selatan, terdapat pembacaan Al-Qur‟an khususnya surah Yasin dan surah Al-Mulk
oleh masyarakat. Fokus penelitiannya pada dua permasalahan yaitu bagaimana
praktek pembacaan surah Yasin dan Al-Mulk dalam penyelenggaraan jenazah,
bagaimana pemaknaan masyarakat Kecamatan Telaga Langsat terhadap
pembacaan surah Yasin dan Al-Mulk dalam penyelenggaraan jenazah.
Hasil dari penelitannya bahwa membacakan surah-surah merupakan sebagai
harapan dari harapan dari setiap orang yang masih hidup kepada Allah Swt. Agar
Allah memberikan pengampunan dan dilapangkan kubur orang yang telah
meninggal.28
Berdasarkan terlihat dari Studi relevan ini bahwa belum ada kajian
membahas tentang Pembacaan surah Yasin dalam Tradisi Cuci kampung di Desa
Mekar Jati Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Karya itu
berbeda dengan karya yang penulis angkat, selain itu settingnya juga berbeda
dengan setting yang akan penulis lakukan penelitian.
H. Sistematika Penulisan
Penelitian berjudul “Pembacaan Surah Yasin dalam Tradisi Cuci Kampung
di Desa Mekar Jati Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat” ini
dibagi dalam beberapa bab, dan setiap bab tersebut terdiri atas beberapa sub bab
sebagaimana disebutkan berikut ini:
Bab I berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan
masalah, tujuan penelitian, kerangka teori, studi relevan, dan sistematika
penulisan.
Bab II berisi tentang gambaran umum lokasi penelitian. yaitu terkait sejarah
desa, visi misi dan tujuan desa, jumlah penduduk, dan sarana prasarana yang ada
di lokasi penelitian.
Bab III berisi tentang Pelaksanaan tradisi cuci kampung di Desa Mekar Jati.
Dalam bab ini menjelaskan tentang definisi tradisi cuci kampung, sejarah tradisi
28 Widayanti, “Pembacaan Surah Yasin dan Al-Mulk dalam Penyelenggaraan Jenazah di
Kecamatan Telaga Langsat Kabupaten Hulu Sungai Selatan”, Skripsi (Banjarmasin: IAIN
Antasari, 2016), v.
18
cuci kampung di Desa Mekar Jati, tata cara pelaksanaan cuci kampung, waktu
pelaksanaan cuci kampung, tujuan pelaksanaan cuci kampung, dan manfaat cuci
kampung.
Bab IV fenomena pembacaan surah Yasin dalam tradisi cuci kampung,
mencakup deskripsi surah Yasin, pemahaman masyarakat terhadap surah Yasin
yang digunakan dalam tradisi cuci kampung dan makna Qur‟ani dari pembacaan
surah Yasin dalam cuci kampung.
Bab V penutup, merupakan bagian akhir penelitian ini, berisikan
kesimpulan dan saran-saran.
19
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Desa
Desa Mekar Jati adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan
Pengabuan, Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Sebelum dibentuk menjadi sebuah
desa sendiri, Mekar Jati merupakan salah satu dusun yang termasuk bagian dari
Desa Senyerang Jati. Pada masa tersebut Senyerang Jati masih menjadi salah satu
desa yang ada di kecamatan Pengabuan, dan saat ini Desa Senyerang Jati telah
berubah status menjadi sebuah kecamatan yaitu kecematan Senyerang. Ketika
Senyerang masih berstatus sebagai Desa, dilakukan pemekaran Desa sehingga
terbagi menjadi dua desa, yaitu Desa Senyerang Jati dan Mekar Jati.
Penamaan Desa Mekar Jati merupakan hasil musyawarah bersama antara
tokoh masyarakat dan warga. Berdasarkan cerita dari sesepuh yang ada di Desa
Mekar Jati, nama Mekar Jati berasal dari bahasa Jawa. Desa Mekar Jati resmi
menjadi sebuah Desa Pada 13 April 2006 yang diresmikan oleh Dr. Ir. H. Safrial,
M.S. sebagai desa yang baru dibentuk, tentunya desa ini belum memiliki aparatur
desa maka dari itu masyarakat melakukan musyawarah untuk pembentukan
aparatur pemerintahan sementara di desa itu. Kegiatan tersebut dihadiri oleh
masyarakat Desa Mekar Jati dan aparatur pemerintah Kecamatan Pengabuan.
Berdasarkan dari hasil Musyawarah tersebut, maka disepakati seorang yang
terpilih sebagai pejabat sementara di Desa Mekar Jati.
Untuk periode pertama pejabat sementara Desa Mekar Jati adalah Sanusi.
kedudukan Sanusi sebagai pejabat sementara desa berlangsung selama satu tahun,
setelah itu dilanjutkan dengan kepala desa yang telah dipilih secara demokratis.
Sejak tahun 2008 kepala Desa Mekar Jati dipilih secara demokratis, sampai
terpilihnya kades saat ini, yaitu Khairudin, S.Pd.29
29
Data Desa Mekar Jati
20
Pada masa jabatan Sanusi sebagai pejabat sementara Desa Mekar Jati, Desa
ini dibagi menjadi 4 Dusun, yaitu Dusun Indragiri, Dusun Karya Tani, Dusun
Beringin dan Dusun Sido Makmur. Seiring berjalannya waktu Desa Mekar Jati
terus mengalami perkembangan, terdapat masyarakat dari dua dusun yang
menginginkan dibentuknya desa baru. yaitu dengan membagi dua Desa Mekar
Jati. Dua dusun tersebut yaitu Dusun Indra Giri dan Dusun Karya Tani. Setelah
dilakukan musyawarah sebanyak tiga kali, baru didapatkan hasil keputusan terkait
pembagian Desa Mekar Jati.
Musyawarah Pertama dan kedua hanya dihadiri oleh perwakilan masyarakat
dari empat dusun yang ada di Desa Mekar Jati, dan musyawarah ketiga dihadiri
oleh aparatur pemerintah Kecamatan Pengabuan dan masyarakat desa.30
kesepakatan yang diperoleh dari musyawarah tersebut adalah Desa Mekar Jati
dibagi menjadi dua Desa yaitu Desa Mekar Jati dan Desa Pasar Senin. jadi 4
dusun yang ada di Desa Mekar Jati dibagi menjadi dua bagian, yaitu Dusun
Indragiri dan Dusun Karya Tani masuk dalam bagian dari Desa Baru, Dusun
Beringin dan Dusun Sido Makmur masuk dalam bagian dari Desa Mekar Jati.
Peresmian pemekaran desa dilakukan Tepat Pada tanggal 28 Maret 2012 Maka
Desa Mekar Jati dibagi menjadi dua yaitu Desa Mekar Jati dan Desa Pasar
Senin.31
Setelah dikakukan pemekaran, sampai saat ini Desa Mekar Jati dibagi
menjadi empat dusun baru yaitu Dusun Beringin, Dusun Nibung Jaya, Dusun Sido
Makmur dan Dusun Sido Mulyo.
B. Profil Desa
Desa Mekar Jati adalah suatu desa yang masih mempertahankan
kebudayaan yang telah dimiliki sejak dulu, Contohnya dari segi budaya, pertanian,
dan segi agama. Berbagai kegiatan dilakukan untuk mempertahankan nilai dari
30 Khamdan, Warga Desa Mekar Jati, Wawancara Dengan Penulis, 10 Januari 2020,
Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Rekaman Audio. 31 Dokumen Desa Mekar Jati.
21
segala bagian. Sampai saat ini kegiatan yang masih dilakukan berbentuk tradisi
budaya, keagamaan maupun kegiatan sosial. Di Desa ini memiliki kegiatan yang
masih dijalankan oleh masyarakat yaitu selamatan, yasinan, tahlilan, pengajian,
dan upacara perkawinan.32
Tabel. 2.1
Struktur Desa Mekar Jati
KEPALA DESA
Khairudin, S.Pd
KETUA SEKSI
KESEJAHTERA
AN
Muh. Wisoto
KETUA
SEKSI
PELAYANAN
Maryono,SE
KETUA
SEKSI
PEMERINTAHAN
Sukati, S.Pd
KADUS
BERINGIN
Maulana, SH
KADUS
NIBUNG JAYA
Sapbani, SH
KADUS SIDO
MAKMUR
Purwoto
KADUS SIDO
MULYO
Asmuni
SEKERTARIS
DESA
Suryanto, S.Pd.I
KETUA
KEUANGAN
Harmoko
KETUA
PERENCANA
AN
Isnen
KAUR TATA
USAHA DAN
UMUM
C. Visi Misi Desa Mekar Jati
1. Visi
Visi secara etimologi merupakan kemampuan untuk melihat pada inti
masalah, memiliki pandangan atau wawasan kedepan.33
Maka visi sebagai suatu
gambaran tentang perencanaan keadaan masa depan yang diinginkan, dengan
memperhatikan kebutuhan serta potensi desa. Penyusunan Visi Desa Mekar Jati
dilakukan dengan pendekatan partisipatif, yaitu dengan melibatkan tokoh
masyarakat, BPD, tokoh agama, lembaga masyarakat dan masyarakat desa pada
ummnya. Adapun visi dari Desa Mekar Jati adalah:
32 Hasil Observasi Desa Mekar Jati pada 2 Januari 2020. 33 M. Subarna, et.al., Kamus Umum Bahasa Indonesia Lengkap, (Bandung: CV Pustaka
Grafika, 2012), 394.
22
a. Menuju Mekar Jati maju 2026.
b. Terwujudnya masyarakat Desa Mekar Jati yang berakhlak mulia, sehat,
sejahtera dan bermartabat dalam naungan pemerintahan desa yang demokratis
dan amanah.34
Melalui visi tersebut diharapkan masyarakat Desa Mekar Jati menemukan
gambaran kondisi masa depan yang lebih baik, serta sebagai gambaran keadaan
yang ingin dicapai dengan membandingkan dengan kondisi masyarakat saat ini.
Selain itu, diharapkan juga dengan adanya visi desa ini mampu memberikan arah
perubahan masyarakat yang lebih baik, menumbuhkan kesadaran masyarakat
untuk mengontrol perubahan yang terjadi maupun yang akan terjadi. Mendorong
masyarakat untuk meningkatkan kinerja yang lebih baik dari sebelumnya,
menumbuhkan kompetisi sehat pada anggota masyarakat.
2. Misi
Misi secara etimologi berarti utusan yang dikirim oleh suatu negara ke
negara lain untuk melakukan tugas khusus dalam bidangnya.35
Disini misi
memiliki kedudukan sebagai penunjang keberhasilan tercapainya sebuah visi desa.
Untuk mencapai sebuah visi dengan mempertimbangkan kebutuhan dan potensi
desa, pemerintah Desa Mekar Jati menyusun misi sebagai berikut:
a. Meningkatkan kualitas kehidupan beragama, sosial budaya dan ketentraman
masyarakat.
b. Meningkatkan kualitas pendidikan, kesehatan dan sumberdaya manusia.
c. Meningkatkan pembangunan ekonomi pedesaan, pariwisata, dan kesejahteraan
masyarakat.
d. Meningkatkan kualitas profesionalisme aparatur dalam tata kelola
pemerintahan, pembangunan dan pelayanan pada masyarakat.
34 Data Desa Mekar Jati. 35 M. Subarna, et.al., Kamus Umum Bahasa Indonesia Lengkap, (Bandung: CV Pustaka
Grafika, 2012), 258.
23
D. Gambaran Umum Kehidupan Sosial Masyarakat Desa Mekar Jati
Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat
1. Letak Geografis
Desa Mekar Jati adalah salah satu desa dari 10 desa yang terdapat di
Kecamatan Pengabuan. secara geografis Desa Mekar Jati memiliki luas wilayah
2.890,00 Hektar. Dan terdapat beberapa wilayah yang menjadi batas Desa Mekar
Jati yaitu:
Table 2.2
Letak Geografis Desa Mekar Jati
Batas Desa/Kelurahan Kecamatan
Sebelah Utara Madani Reteh
Sebelah Selatan Sungai Pengabuan Senyerang
Sebelah Timur Pasar Senin Pengabuan
Sebelah Barat Sungai Kayu Aro Senyerang
Kondisi topografi Desa Mekar Jati pada umumnya sama dengan desa
lainnya di Kecamatan Pengabuan Kecamatan Tanjung Jabung Barat, yang
memiliki iklim penghujan dan kemarau. Iklim tersebut sangat kuat pengaruhnya
terhadap aktivitas masyarakatnya, hal ini dikarenakan kondisi jalan di desa ini
belum memadai. Ada jalan yang telah dibangun dan masih ada juga jalan yang
belum dibangun, sehingga jika tiba musim hujan jalan yang ada di Desa Mekar
Jati sulit dilalui kendaraan. Selain itu, pola iklim yang ada di Desa Mekar Jati
memiliki pengaruh teradap pola pertanian masyarakat. Wilayah Desa Mekar Jati
memiliki 4 dusun, yang terdiri atas:
a. Kebun Kelapa : 887,70 Ha.
b. Kebun Pinang :123 Ha.
c. Lahan Permukiman : 30,00 Ha.
24
d. Lahan Pertanian : 730,00 Ha.
Adapun orbitasi/jarak Desa Mekar Jati Kecamatan Pengabuan Kabupaten
Tanjung Jabung Barat adalah:
a. Jarak dari Ibu Kota Kecamatan 10,00 km.
b. Jarak dari Ibu Kota Kabupaten 60,00 km.
c. Jarak dari Ibu Kota Provinsi 195,00 km.
2. Jumlah Penduduk
Sebagaimana diketahui, jumlah penduduk yang ada di Desa Mekar Jati
Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat pada tahun 2019
berkisar dengan jumlah penduduk laki-laki berjumlah 860 jiwa dan pada awal
tahun 2020 berjumlah 850 jiwa, untuk penduduk perempuan pada tahun 2019
berjumlah 769 jiwa, sedangkan di awal tahun 2020 penduduk perempuan
berjumlah 768 jiwa. Berdasarkan data jumlah penduduk yang ada, di Desa Mekar
Jati angka kematian lebih tinggi dari angka kelahiran. Pada tahun 2019 jumlah
penduduk 1.629 jiwa, pada tahun 2020 jumlah penduduk 1.618 jiwa.36
Lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.3
Jumlah Penduduk Desa Mekar Jati tahun 2019-2020
Jenis Kelamin Persentasi
Tahun Laki-laki Perempuan Jumlah Perkembangan
2019 860 Jiwa 769 Jiwa 1.629 Jiwa -1,16%
2020 850 Jiwa 768 Jiwa 1.618 Jiwa -0,13%
36 Dokumen Desa Mekar Jati
25
3. Mata Pencaharian
Masyarakat Desa Mekar Jati pada dasarnya memiliki mata pencaharian
sebagai petani, selain itu ada juga yang mata pencahariannya sebagai pedagang,
pegawai honorer, pertukangan dan lain sebagainya. Jenis Tanaman yang paling
dominan di Desa Mekar Jati adalah Kelapa dan Pinang. hasil panen buah Kelapa
dan Pinang dijual kepada penampung (pembeli), baik itu yang berada di Desa
Mekar Jati atau di luar desa Mekar Jati. Hal ini disebabkan Desa ini belum ada
tempat yang menampung (pembeli) hasil panen buah Kelapa, sehingga apabila
masyarakat telah melakukan panen buah Kelapa maka mereka menjualnya kepada
pembeli yang ada di Desa lain, atau mereka menjualnya langsung ke pada pembeli
yang ada di sekitar Kecamatan Pengabuan.
Untuk lebih jelasnya mengenai keadaan mata pencaharian masyarakat Desa
Mekar Jati dapat diperhatikan sebagai berikut:37
a. Bidan Swasta : 2 orang
b. Dukun Tradisional : 11 orang
c. Montir : 2 orang
d. Nelayan : 20 orang
e. Petani : 1.195 orang
f. Pegawai Negri Sipil : 1 orang
g. Pedagang Barang Klontong : 24orang
h. Perawat Swasta : 2 orang
i. Perangkat Desa : 10 orang
j. Wiraswasta : 85 orang
4. Keadaan Agama
Agama merupakan merupakan hal yang penting, karena agama yang
mengatur kehidupan manusia. agama yang dianut masyarakat Desa Mekar Jati
37 Dokumen Desa Mekar Jati.
26
Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat pada umumnya adalah
Islam. Hal ini dapat kita lihat dari pelaksanaan kegiatan keagamaan yang di
laksanakan oleh masyarakat desa, seperti peringatan hari besar Islam, pelaksanaan
upacara perkawinan, pemberian nama bayi dan lain sebagainya.38
Kegiatan ke-
Islaman masyarakat Desa Mekar Jati tidak luput dengan amalan yang dilakukan
oleh Nahdatul Ulama, karena mayoritas masyarakat merupakan warga Nahdatul
Ulama. Selain itu terdapat penduduk yang beragama selain Islam, mereka
merupakan petugas kesehatan di Desa Mekar Jati, terdiri atas satu KK,
Sebagaimana yang dikemukakan oleh tokoh agama di Desa Mekar Jati yakni
bapak Aminoto,S.Pd.I berikut ini:
[S]ejak kami lahir dan kami tinggal di Desa ini, semua penduduk Desa
Mekar Jati beragama Islam, tapi ada tiga orang yang beragama lain, mereka
itu petugas kesehatan yang melayani masyarakat desa, dan kemudian
menetap di desa ini sampai saat ini.39
Dapat dilihat, bahwa masyarakat Desa Mekar Jati Kecamatan Pengabuan
Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi, mayoritas beragama Islam.
Bahkan, di Desa Mekar Jati memiliki seorang Da‟i desa yang ditugaskan oleh
pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Untuk melakukan pengajian di
setiap RT yang termasuk bagian Desa Mekar Jati. Da‟i desa bukan hanya ada di
Desa Mekar Jati, tetapi dimiliki oleh setiap desa di Kabupaten Tanjung Jabung
Barat.40
Untuk lebih jelasnya, jumlah penganut sesuai dengan agama masing-masing
dapat dilihat pada tabel berikut ini:41
38 Observasi Desa Mekar Jati pada 28 Desember 2019. 39 Aminoto, Warga Desa Mekar Jati, Wawancara dengan Penulis, 6 Januari 2020,
Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Rekaman Audio. 40 Suryanto, Sekertaris desa Desa Mekar Jati, Wawancara dengan penulis, 9 Januari 2020,
Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Rekaman Audio. 41 Dokumen Desa Mekar Jati.
27
Tabel 2.4
Jumlah penganut agama di Desa Mekar Jati Kecamatan Pengabuan
Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi
No Agama Jenis Kelamin Jumlah
Penganut
Keterangan
Lk Pr
1. Islam 849 orang 768 orang 1.615 orang Ada
2. Kristen 1 orang 2 orang 3 orang Ada
3. Katolik - - - Tidak Ada
4. Budha - - - Tidak Ada
5. Hindu - - - Tidak Ada
Jumlah 1.618 orang
5. Sosial Ekonomi
Tinggi atau rendahnya perekonomian sangat tergantung pada mata
pencaharian, karena mata pencaharian menjadi hal yang paling mendasar dan
menjadi penentu untuk meneruskan roda kehidupan. Memiliki satu pencaharian
yang bisa mencukupi kebutuhan, maka akan lebih baik pula untuk menjalankan
kehidupan baik hal yang berhubungan dengan dunia ataupun akhirat. Sumber
pendapatan yang ada di Desa Mekar Jati kecamatan pengabuan adalah pertanian,
perkebunan, wiraswasta dan nelayan.
Berdasarkan aspek sosial, masyarakat yang tinggal di Desa Mekar Jati
Kecamatan Pengabuan memiliki rasa sosial yang tinggi. Persamaan kedudukan
sosial masyarakat tidak diukur oleh keadaan ekonomi dan kekuasaan seseorang,
tetapi diukur berdasarkan kriteria keagamaan.
28
6. Pendidikan
Pendidikan memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan
masyarakat. Karena dari proses pendidikan tersebut, dapat mengubah berbagai
macam kehidupan sosial masyarakat. Bentuk kehidupan sosial masyarakat bisa
diubah sesuai dengan semestinya. Masalah pendidikan harus mendapat perhatian
yang serius dari pihak-pihak yang terkait, untuk meningkatkan kualitas kualitas
pendidikan masyarakat.
Pada tahun 90-an kesadaran Masyarakat Desa Mekar Jati terhadap
pendidikan formal masih sangat kurang. Masih banyak masyarakat yang
beranggapan bahwa mereka kurang yakin dengan keadaan ekonomi yang kurang
mampu bisa membiayai sekolah hingga ke jenjang yang lebih tinggi, maka dari itu
mereka hanya bersekolah sampai jenjang sekolah dasar (SD). Dampak dari hal ini
adalah banyaknya anak-anak yang tidak melanjutkan pendidikan mereka setelah
sekolah dasar (SD). Namun pola pikir masyarakat mulai berubah seiring
berkembangnya zaman dan adanya himbauan dari pemerintaah pada tahun 2006
tentang pentingnya pendidikan bagi masyarakat, sehingga Masyarakat Desa
Mekar Jati mulai memiliki pandangan bahwa pendidikan merupakan hal yang
sangat penting untuk kehidupan kedepan, dan pendidikan itu bukan hanya di
khususkan untuk orang yang mampu saja, namun bagi setiap orang yang
berkemauan kuat menuntut ilmu. Bukti dari kesadaran masyarakat tersebut dilihat
sekarang ini banyak masyarakat yang menyekolahkan anak-anak mereka dari
pendidikan usia dini (PAUD), taman kanak-kanak (TK), ke sekolah menengah
pertama (SMP) atau madrasah tsanawiah (MTS), sekolah menengah atas (SMA)
atau madrasah aliah (MA), dan perguruan tinggi.
Untuk melihat perkembangan pendidikan yang ada di Desa Mekar Jati
Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat di awal tahun 2020
dapat dilihat pada table berikut ini:42
42 Data Desa Mekar Jati.
29
Table 2.5
Perkembangan Pendidikan di Desa Mekar Jati 2020
No Keterangan Jumlah Penduduk
1. Anak di TK 49 Orang
2. Sedang SD/Sederajat 136 Orang
3. Tamat SD/Sederajat 390 Orang
4. Tidak Tamat SD/Sederajat 38 Orang
5. Sedang SLTP/Sederajat 124 Orang
6. Tamat SLTP/Sederajat 140 Orang
7. Tidak Tamat SLTP/Sederajat 390 Orang
8. Tamat SLTA/Sederajat 204 Orang
9. Sedang D-2 2 Orang
10. Tamat D-3 3 Orang
11. Sedang S-1 23 Orang
12. Tamat S-1 31 Orang
13. Sedang S-2 2 Orang
Dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan sumberdaya manusia yang
ada di Desa Mekar Jati, maka diperlukan berbagai sarana dan prasarana yang
menunjang hal tersebut. Adapun lembaga pendidikan yang ada di Desa Mekar Jati
yaitu memiliki pendidikan formal SD/Sederajat berjumlah dua buah dan lembaga
pendidikan formal keagamaan berjumlah empat buah. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada table berukut:43
43 Data Desa Mekar Jati.
30
Table 2.6
Sarana Pendidikan di Desa Mekar Jati
No Nama Jumlah Status
Kepemilikan
Tenaga
pengajar
Jumlah
Siswa/I
1. Play Group 1 Pemerintah 5 35
2. Sekolah Dasar 2 Pemerintah 12 86
3. Sekolah Islam 2 Swasta 16 55
4. Raudatul Anfal 1 Swasta 7 65
5. Ibtidaiyah 2 Swasta 16 55
6. Aliayah 1 Swasta 9 45
7. Kesehatan
Selain pendidikan yang memiliki kedudukan yang sangat penting dalam
kehidupan masyarakat, kesehatan juga memiliki kedudukan yang tidak kalah
pentingnya, Karena kesehatan merupakan kunci dari segala kegiatan. Kesehatan
sangat dibutuhkan oleh setiap orang, begitu juga dengan masyarakat yang tinggal
di Desa Mekar Jati Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Adanya sarana dan prasarana kesehatan yang tersedia di Desa Mekar Jati
diharapkan dapat membantu kebutuhan yang dibutuhkan masyarakat. Seperti
layanan bersalin, imunisasi dan pengobatan lainnya. Sarana dan prasarana
kesehatan yang ada di Desa Mekar jati berupa dua unit Pos Yandu, satu unit
Puskesmas, satu unit Poliklinik/Balai Pengobatan, tempat persalinan (rumah
praktek Bidan) satu unit. Petugas kesehatan yang ada di Desa Mekar Jati
31
diantaranya tiga orang Dukun bersalin terlatih, tiga orang Bidan, dan dua orang
Perawat.
Desa ini memiliki kegiatan penyuluhan kesehatan bagi warga yang lansia,
dengan berbagai kegiatan yang telah di rancang oleh petugas kesehatan yang ada
di Desa, kader-kader kesehatan dan para petugas kesehtan dari Kecamatan
Pengabuan juga ikut serta dalam kegiatan tersebut, walaupun tidak pada setiap
kegiatan. Kegiatan yang diadakan tersebut meliputi pemeriksaan kesehatan secara
gratis, pembagian vitamin secara gratis dan senam bersama. kegiatan ini
dilakukan di puskesmas atau di dusun yang ada di Desa Mekar Jati.
8. Lembaga Kemasyarakatan
Dalam kehidupan kemasyarakatan Lembaga dapat digambarkan sebagai alat
yang memiliki fungsi dalam kehidupan masarakat.44
Lembaga masyarakat
terbentuk dari suatu ikatan hubungan sesama manusia dalam suatu masyarakat.
Ikatan hubungan tersebut memiliki hubungan erat dengan berlakunya suatu aturan
sebagai acuan dalam usaha memenuhi kebutuhan hidup, contohnya kebutuhan
akan pendidikan, ketentraman, keadilan.
Kehidupan sosial masyarakat Desa Mekar Jati Kecamatan Pengabuan
Kabupaten Tanjung Jabung Barat memiliki kesamaan dengan desa lain,
sebagaimana hukum alam bahwa manusia hidup di dunia tidak bisa sendiri.
Manusia diciptakan hidup bersama-sama, saling membutuhkan satu sama lain.
Kebersamaan yang diwarnai dengan berbagai perbedaan, baik itu perebedaan
agama, perbedaan ras, perbedaan bahasa, perbedaan warna kulit dan lain
sebagainya. Hal itu Tidak menjadi penghalang masyarakat untuk saling tolong
menolong satu sama lain, dan tidak menjadi alasan untuk tidak menjalin
silaturahim.
44
AbdulSyani, Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan (Jakarta: PT Bumi Aksara,2002),
75.
32
Lembaga masyarakat yang ada di Desa Mekar Jati Kecamatan Pengabuan
Kabupaten Tanjung Jabung Barat memiliki peran penting dalam cepatnya
pembangunan, baik itu secara fisik ataupun mental spiritual. Dengan adanya
organisasi maka diharapkan dapat mempererat tali silaturahim masyarakat Desa,
serta menjaga kekompakan masyarakat yang ada di Desa Mekar Jati. Kehadiran
lembaga masyarakat yang dimaksud antara lain:
a. Organisasi Pemuda/Pemudi : Karang Taruna, Kelompok Yasin
b. Organisasi Perempuan : Kelompok Yasinan, PKK, BKMT.
c. Organisasi Laki-Laki : Kelompok Yasinan, Nelayan, dan Tani.
Adapun perkembangan lembaga masyarakat dapat dilihat pada table berikut ini:
Tabel 2.7
Lembaga Masyarakat Desa Mekar Jati
No Organisasi Keberadaan
1. PKK Ada
2. RT Ada
3. Karang Taruna Ada
4. Kelompok Nelayan Ada
5. Kelompok Tani Ada
6 Badan Usaha Milik Desa Ada
33
BAB III
PELAKSANAAN TRADISI CUCI KAMPUNG DI DESA MEKAR JATI
A. Definisi Tradisi Cuci Kampung
Tradisi adalah adat kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang
masih dijalankan masyarakat.45
Tradisi ini merupakan penilaian atau tanggapan
dari masyarakat bahwa cara-cara yang telah ada sejak dulu merupakan cara yang
paling baik dan benar. Selain itu dapat juga dikatakan sebagai penerusan dari
sesuatu yang dimiliki sejak dulu (sejarah masa lampau) dalam hal-hal tertentu
baik itu berbentuk adat, bentuk tata kemasyrakatan yang telah dianggap memiliki
nilai paling baik untuk diteruskan. Secara umun diketahui bahwa cuci kampung
adalah upacara adat yang terdapat di sebuah perkampungan, dengan tujuan
pelaksaan agar masyarakat yang tinggal di kampung tersebut terhindar dari segala
hal yang tidak diinginkan.46
Berdasarkan definisi tersebut diketahui bahwa tradisi cuci kampung
merupakan tradisi yang dilakukan untuk menjauhkan segala bentuk bala yang bisa
membahayakan masyarakat kampung dan untuk memebersihkan perkampungan
tersebut dari pada tindakan atau tingkah laku masyarakat yang tinggal di kampung
itu sendiri. Terdapat anggota masyarakat Dusun Beringin Desa Mekar Jati
mengatakan bahwa :
[T]radisi Cuci Kampung merupakan salah satu tradisi yang masih berjalan
di Dusun ini, dilakukan sebagai bentuk usaha masyarakat agar terhindar
dari berbagai macam kejadian yang dapat membahayakan dan merugikan
masyarakat, serta ada cuci kampung yang dilakukan karena adanya
perilaku zinah, dan ada juga yang dilakukan setiap tahun, sebagai bentuk
tradisi tahunan di sini.47
45 M. Subarna, et.al., Kamus Umum Bahasa Indonesia Lengkap, (Bandung: CV Pustaka
Grafika, 2012), 46 Elon Suparlan, “Pelaksanaan Sanksi Adat Bagi Pelaku Zina di Kecamatan Seluma Utara
Kabupaten Seluma Perspektif Hukum Islam”, Jurnal Qiyas, 3, No.2, (2018). 169. 47
Alwi, Salah Satu Pemuka Adat Desa Mekar Jati, Wawancara dengan Penulis, 25 Januari
2020, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Rekaman Audio.
34
[C]uci kampung itu tradisi untuk menolak bala, membersihkan kampung
dari tingkah laku manusia yang melenceng, yang membuat kampung
tersebut tercemar oleh kelakukan orang yang tinggal di kampung itu
sendiri.48
Masyarakat meyakini dengan dilaksanakannya cuci kampung maka
kampung tersebut akan terhindar dari bala baik itu berbentuk wabah penyakit,
kebakaran, gagal panen, bencana dan lain sebagainya. Pada umumnya diketahui
masyarakat bahwa cuci kampung merupakan hukum adat yang ada pada
perkampungan dan pelaksanaan cuci kampung tersebut dilakukan ketika terdapat
warga kampung yang melakukan zina (asusila).
Contoh penerapan tradisi cuci kampung yang disebabkan oleh tindakan zina
(asusila) yang dilakukan warga kampung antara lain yaitu Desa Mekar Jati
Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi, Desa
Kayu Aro Kecamatan Senyerang Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi
dan Desa Sungai Jering Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat
Provinsi Jambi. Dari berbagai desa yang melaksanakan tradisi cuci kampung,
tentunya setiap desa memiliki kebijakan masing-masing dalam prosesi
pelaksanaan. Pada umumnya kebijakan tersebut mengikuti tradisi yang telah
dilakukan nenek moyang sebelumnya.
Selain tradisi cuci kampung sebagai hukum adat suatu daerah yang
dilaksanakan karena adanya tindakan asusila, tradisi cuci kampung juga
dilaksanakan sebagai bentuk tradisi tahunan masyarakat daerah tertentu.
Pelaksanan tradisi seperti ini dilakukan pada waktu-waktu yang telah ditentukan,
mengikuti apa yang telah dilaksanakan oleh nenek moyang sebelumnya. Pada
dasarnya Tujuan pelaksanaan cuci kampung ini juga tidak jauh berbeda dengan
tujuan pelaksanaan cuci kampung yang disebabkan oleh adanya tindakan asusila,
tujuannya dari pelaksanaan tradisi ini yaitu membersihkan kampung dari segala
hal yang sifatnya merusak dan sumbernya dari perilaku manusia yang tinggal di
kampung tersebut. Contohnya terhindar dari marabahaya, gagal panen, wabah
48
Mesijo, Salah Satu Pemuka Adat Desa Mekar Jati, Wawancara dengan Penulis, 2 Januari
2020, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Rekaman Audio.
35
penyakit, kebakaran dan lain-lain. Contoh daerah yang melaksanakan tradisi cuci
kampung setiap tahunnya adalah Desa Mekar Jati Kecamatan Pengabuan
Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi.
Pelaksanaan tradisi cuci kampung memiliki peran yang baik dalam
kehidupan sosial masyarakat. tradisi ini dinilai sangat baik untuk menjaga
ketentraman di sebuah perkampungan.49
Di tengah maraknya pergaulan bebas
yang ada di kalangan remaja saat ini, serta banyaknnya pengaruh dari
berkembangnya zaman terhadap kepribadian masyarakat.
B. Sejarah dan Perkembangan Tradisi Cuci Kampung di Desa Mekar Jati
Manusia sebagai mahluk ciptaan yang sempurna, memiliki dua kekayaan
yang paling utama yaitu akal dan budi atau umumnya disebut dengan pikiran dan
perasaan. Dari dua kekayaan tersebut menyebabkan munculnya berbagai tuntutan
hidup manusia, baik itu jasmani maupun rohani. Hal ini yang menjadi penyebab
manusia memiliki perbedaan dengan mahluk lain. Pada sisi lain akal dan budi
memungkinkan munculnya karya-karya manusia yang tentunya memiliki
perbedaan. Semua ini sebagai bukti bahwa manusia sebagai mahluk berbudaya.50
Budaya merupakan seluruh hasil usaha manusia dengan budi atau akal yang
dilakuakan dengan segenap jiwa. Budaya dapat dikatakan juga sebagai rasa,
tindakan dan karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan. Untuk mengatur
budaya memiliki kebudayaan sebagai suatu garis-garis pokok tentang perilaku
yang menetapkan peraturan-peraturan terkait apa yang harus dilakukan dan apa
yang dilarang dan lain sebagainya.51
Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, tentunya manusia tidak akan
pernah terlepas dari segala sesuatu yang berhubungan dengan kebudayaan. Maka,
Sebagai sesuatu yang tidak akan pernah terlepas dari kehidupan manusia tentunya
kebuadayaan ini memiliki fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat.
49 Elon Suparlan, “Pelaksanaan Sanksi Adat Bagi Pelaku Zina di Kecamatan Seluma Utara
Kabupaten Seluma Perspektif Hukum Islam”, Jurnal Qiyas, 3, No.2, (2018). 169. 50 Djoko Widagdho, Ilmu budaya dasar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), 18. 51 Jacobus Ranjabar, Sistem Sosiala Budaya Indonesia (Sebuah Pengantar), (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2006), 24.
36
dari Berbagai macam kebutuhan masyarakat yang memerlukan kepuasan, baik itu
di bidang spiritual maupun materiel. Kebutuhan masyarakat tersebut sebagian
besarnya terpenuhi oleh kebudayaan yang dimilki masyarakat itu sendiri.
Kebudayaan yang ada di kalangan masyarakat pada dasarnya berasal dari
hasil pemikiran bangsa, karena memiliki nilai dari zaman nenek moyang
sebelumnya. Masyarakat juga memiliki berbagai cara untuk mempertahankan
budaya yang dimiliki, ditengah banyaknya kebudayaan yang sudah ditinggalkan.
meskipun tidak ada aturan yang tertulis untuk yang tidak mengikuti kebudayaan
yang ada di suatu tempat.
Berkembangnya zaman menjadi salah satu penyebab adanya kebudayaan
masyarakat daerah yang ditinggalkan oleh masyarakat. Namun, tidak menutup
kemungkinan ada kebudayaan yang masih dilaksanakan masyarakat sampai saat
ini. Kebudayaan tersebut berbentuk tradisi tersebut seperti tradisi mandi tujuh
bulan, upacara adat perkawinan, tradisi cuci kampung dan lain sebagainya.
Sebagai kebudayaan yang masih bertahan di kehidupan sosial masyarakat,
tentunya tidak terlepas dari peran-peran orang yang berkaitan dengan kebudayaan
tersebut. Seperti halnya tradisi cuci kampung bisa bertahan dikarenakan adanya
peran dari orang yang mengontrol setiap pelaksanaan tersebut.
Tradisi cuci kampung merupakan salah satu bentuk budaya masyakat dan
tradisi ini dapat dikatakan sebagai salah satu aset bagi daerah masing-masing yang
melaksanakannya. Namun belum diketahui secara pasti siapa pencetus atau yang
pertama kali melakukan tradisi tersebut. Tradisi cuci kampung ini masih
dilaksanakan oleh salah satu dusun yang ada di Desa Mekar Jati Kecamatan
Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat, di Dusun ini memiliki dua bentuk
tradisi cuci kampung. Pertama cuci kampung dilakukan karena terdapat warga
yang berbuat asusila, yang kedua pelaksanaan cuci kampung dilakukan sebagai
bentuk tradisi tahunan.
Tradisi cuci kampung di Dusun Beringin tidak akan dilaksanakan begitu
saja, tanpa adanya yang membawa dan memulai tradisi tersebut. Tradisi ini
dibawa oleh pendatang dan kemudian bermukim di Dusun Beringin Desa Mekar
Jati. Pada awalnya Dusun Beringin Desa Mekar Jati Kecamatan Pengabuan
37
Kabupaten Tanjung Jabung Barat adalah hutan belantara, kemudian pada tahun
1941 terdapat sekolompok keluarga yang membuka hutan di daerah tersebut dan
mereka memilih untuk bermukim di wilayah tersebut.52
Kelompok keluarga yang
pertama kali bermukim di Dusun Beringin Desa Mekar Jati adalah kelompok
orang yang berasal dari Kalimantan yang ber-etnis Banjar serta yang menjadi
kepala keluarga adalah Sa‟al. bermukimnya mereka di wilayah tersebut tidak
dalam waktu yang lama, mereka bermukim di Dusun Beringin hanya dalam waktu
empat tahun dan kemudian mereka pulang ke-daerah asalnya yaitu Kalimantan.53
Pendatang dari luar daerah pada masa itu cukup banyak yang berpindah dari
daerahnya dan memilih untuk bermukim di Dusun Beringin Desa Mekar Jati.
Berpindahnya Sa‟al dari Dusun Beringin Desa Mekar jati Kecamatan Pengabuan
tepat pada tahun 1944. Sebelum berpindahnya Sa‟al dari dusun ini, dia
menyerahkan daerah yang telah di tempati dan lahan yang telah digarap kepada
warga lain, yang bernama Harun. Harun adalah salah satu orang dari kelompok
keluarga yang tinggal di dusun tersebut, ia juga merupakan warga pendatang
yang berasal dari Jawa Timur. Harun merupakan seorang yang ber-etnis Jawa dan
beliau adalah pembawa tradisi cuci kampung di dusun ini, baik itu tradisi cuci
kampung yang dilakukan karena sebab adanya perzinahan maupun cuci kampung
yang dilakukan setiap tahun.54
Penyerahan lahan milik Sa‟al kepada Harun tidak secara percuma, karena
untuk memiliki lahan tersebut Harun memberikan sejumlah uang dan emas
sebagai gantinya. Pada saat itu wilayah yang dimiliki oleh Sa‟al tidak terlalu luas,
karena bermukimnya Sa‟al disana hanya empat tahun. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Musman:
52 Alwi, Salah Satu Pemuka Adat Desa Mekar Jati, Wawancara dengan Penulis, 25 Januari
2020, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Rekaman Audio. 53 Musman, Pemuka Agama Desa Mekar Jati, Wawancara dengan Penulis, 29 Januari 2020,
Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Rekaman Audio. 54
Alwi, Salah Satu Pemuka Adat Desa Mekar Jati, Wawancara dengan Penulis, 25 Januari
2020, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Rekaman Audio.
38
[M]bah Harun ngakei duit karo emas. gawe ganti lahan seng wes di tebas
pak Sa’al, tapi jumlahnya iku orak faham aku. Lahan seng duwe pak Sa’al
ki rak luas, cuman neng daerah pangkal kono.55
Mbah Harun memberikan uang dan emas, untuk mengganti lahan yang
sudah di tebas pak Sa‟al, tapi jumlahnya itu saya juga kurang tau. Lahan
milik pak Sa‟al itu tidak luas, hanya di daerah pangkal (bagian pangkal
parit).
Tinggalnya Harun di Dusun Beringin selama dua tahun ketika itu dia
menjabat sebagai kepala kampung. Seiring berjalannya waktu, Pada tahun 1946
beliau kembali ke-daerah asalnya yaitu Jawa Timur.56
Sebelum Harun kembali
menyerahkan kedudukannya sebagai kepala kampung dan semua wilayah
miliknya kepada adik iparnya yang bernama Misiran. Pada masa itu segala urusan
diserahkan kepada Bapak Misiran begitu dengan segala tradisi yang telah dibawa
oleh Harun yaitu cuci kampung.
Habisnya masa jabatan Misiran sebagai kepala kampung Pada tahun 1967.
Selanjutnya digantikan oleh menantunya bernama Solikan. dia menjabat sebagai
kepala kampung di Dusun ini sejak tahun1967 hingga tahun 1971. Pada tahun
1971 barulah dimulai sistem pemerintahan Kadus. Saat itu Dusun ini masih
menjadi bagian Desa Senyerang Jati. Berdasarkan musyawarah bersama anatar
masyarakat, Yang terpilih menjadi kadus adalah Saparin. Dia merupakan menantu
dari bapak Misiran yang sebelumnya menjabat sebagai kepala kampung. Pada
tahun 2012 dilakukan pemekaran desa dan terbentuklah desa baru yaitu Desa
Mekar Jati dengan memiliki 4 dusun dan salah satunya Dusun Beringin dimana
tempat ini masih melaksnakan tradisi cuci kampung hingga saat ini. Setelah itu
dilakukan musyawarah dengan menjadikan Sanusi sebagai kepala Desa sementara
dan kedepannya dilakukan pemilihan secara demokratis. Meskipun sistem
pemerintahan yang ada di Dusun Beringin telah berubah yaitu tidak lagi
menggunakan sistem kepala kampung, tradisi cuci kampung tetap dijalankan
masyarakat hingga saat ini.
55
Musman, Pemuka Agama Desa Mekar Jati, Wawancara dengan Penulis, 29 Januari 2020,
Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Rekaman Audio. 56
Alwi, Salah Satu Pemuka Adat Desa Mekar Jati, Wawancara dengan Penulis, 25 Januari
2020, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Rekaman Audio.
39
Perkembangan dan kemajuan agama yang ada di Dusun Beringin Desa
Mekar Jati Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Barat tentunya tidak
terlepas dari peran para tokoh-tokoh agama yang ada di Dusun tersebut. Beberapa
tokoh agama yang berpengaruh di Dusun Beringin diantaranya:57
1. Mangun
2. Sahrul
3. Jamuladin
4. Samsudin
5. Pawiro
6. Kusni
Tradisi cuci kampung yang ada di Dusun Beringin Desa Mekar Jati telah
dilakukan masyarakat sejak kampung tersebut ada dan masih dilakukan sampai
saat ini. Sebagaimana yang dikatakan oleh Alwi :
[T]radisi cuci kampung di kampung ini sudah kami laksanakan sejak dulu,
bawaan dari pak harun orang yang bermukim di sini. Beliau asalnya dari
Jawa Timur, tapi untuk yang menciptakan, mencetuskan blm jelas.
pelakasanaan tradisi ini sudah secara turun temurun dan kami belum pernah
meninggalkan tradisi ini.58
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa tradisi cuci
kampung yang ada di Dusun Beringin Desa Mekar Jati ini dimulai sejak kampung
tersebut ada, serta menurut masyarakat Desa Mekar Jati, tradisi ini dibawa oleh
warga pendatang yang bersal dari Jawa Timur, Namun untuk pencetusnya tidak
diketahui secara pasti. pelaksanaan cuci kampung di Dusun Beringin Desa Mekar
Jati Kecamatan Pengabuan ini tidak mengalami perubahan yang begitu signifikan,
karena hanya masyarakat di Dusun ini yang melaksanakannya dan belum ada
tindakan pemerintah desa setempat untuk mengembangkannya secara terbuka atau
mengadakan secara serentak tradisi ini.
Pada awalnya nama dusun ini bukan Dusun Beringin Desa Mekar Jati, nama
sebelumnya adalah Parit Serun Desa Mekar Jati. Penamaan wilayah ini menjadi
57 Musman, Pemuka Agama Desa Mekar Jati, Wawancara dengan Penulis, 25 Januari
2020, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Rekaman Audio. 58
Alwi, Salah Satu Pemuka Adat Desa Mekar Jati, Wawancara dengan Penulis, 25 Januari
2020, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Rekaman Audio.
40
Serun termotivasi dari nama orang yang memiliki peran penting di wilayah
tersebut yaitu nama pak harun. beliau menjadi orang yang memilki peran penting
di wilayah tersebut karena beliau juga sebagai pembawa tradisi cuci kampung di
Desa Mekar Jati. Penamaan Dusun Beringin ini dilakukan setelah adanya
pemekaran Desa antara Desa Mekar Jati dan Desa Senyerang Jati. Namun, karena
sudah terbiasa masyarakat Desa Mekar Jati dan sekitarnya masih menyebut Dusun
Beringin ini sebagai Parit Serun.
C. Orang-Orang yang Terlibat dalam Tradisi Cuci Kampung
Terlaksananya sebuah kegiatan tentunya tidak akan terlepas dari pihak-
pihak yang mengikuti kegiatan tersebut, Begitu juga dengan pelaksanaan upacara
cuci kampung yang ada di Dusun Beringin Desa Mekar Jati Kecamatan
Pengabuan yang melibatkan berbagai Pihak dalam melaksanakan kegiatannya.
yang terlibat dalam tradisi cuci kampung di Dusun Beringin antara lain pemuka
agama, pemuka adat, dan seluruh masyarakat yang tinggal di lingkungan Dusun
Beringin.59
D. Persiapan dan Tata Cara Pelaksanaan Tradisi Cuci Kampung
Indonesia memiliki masyarakat yang mayoritas beragama Islam, maka tidak
terkecuali dalam kebudayaanya mereka menyisipkan berbagai bentuk kegiatan ke-
Islaman dalam ritual atau tradisi yang ada. Maka ini menjadi penyebab munculnya
akulturasi antara kebudayaan yang dimiliki masyarakat daerah dan Islam, seperti
tradisi cuci kampung yang terdapat di Dusun Beringin Desa Mekar Jati
Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Di sini, terdapat
akulturasi antara budaya masyarakat yang mayoritas bersuku Jawa dengan Islam.
Agar Pelaksanaan cuci kampung di Dusun Beringin Desa Mekar Jati
kegitannya berjalan dengan lancar dan mencapai tujuan yang diinginkan, maka
masyarakat menyiapkan beberapa hal sebagaimana berikut ini:60
59
Sapuan, Warga Desa Mekar Jati, Wawancara dengan Penulis, 15 Januari 2020,
Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Rekaman Audio. 60
Musman, Pemuka Agama Desa Mekar Jati, Wawancara dengan Penulis, 25 Januari
2020, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Rekaman Audio.
41
1. Dana, Pengumpulan dana dilakukan dengan cara iuran bersama (masyarakat)
yang tinggal di daerah tersebut. Biasanya 7 hari sebelum dilaksanakannya cuci
kampung terdapat seorang yang bertugas untuk mengumumkan ataupun
menghimbau masyarakat bahwa sebentar lagi akan memasuki bulan Suro,
maka akan dilaksanakannya cuci kampung. Dari himbawan tersebut
diharapkan masyarakat mempersiapkan dana untuk pelaksanaan cuci kampung,
pengambilan dana dari masyarakat tersebut dilakukan oleh seseorang yang
telah ditugaskan. Untuk cuci kampung yang dilakukan setiap tahun Masing-
masing KK memberikan uang sejumlah Rp.30.000 hingga Rp.50.000,
sementara untuk 5 Tahun sekali iuran tiap KK bertambah menjadi Rp.60.000
hingga Rp.70.000. penambahan dana ini digunakan untuk membeli Kambing,
untuk penambahan dana tersebut disesuaikan juga dengan dana yang
dibutuhkan untuk pelaksanaan tradisi cuci kampung.artinya melihat situasi
serta kondisnya.
2. Kambing, satu kambing disiapkan oleh masyarakat untuk disembelih dalam
prosesi cuci kampung. Tidak sembarang kambing yang disembelih dalam
tradisi cuci kampung ini, kambing yang dipilih memiliki kriteria tertentu
diantanya kambing tersebut memiliki kondisi yang sempurna, artinya tidak
memiliki cacat sedikit pun, lebih tepatnya Kambing yang digunakan sama
halnya dengan kriteria hewan yang disyaratkan untuk menjadi hewan kurban,
Selain itu kambing yang dipilih memiliki warna hitam dibagian perutnya
(seperti sabuk), kambing yang digunakan adalah kambing jantan. Pemilihan
kambing ini mengikuti apa yang telah dilakukan sejak dulu. Dalam pemilihan
kambing tidak sembarang orang yang bisa memilih kambing ini, kareana
menurut keterangan dari anggota masyarakat bahwa kambing tersebut dipilih
oleh orang yang masih memiliki hubungan darah dengan Harun, yaitu orang
yang membawa tradisi cuci kampung di Dusun ini.
3. Sesaji, kata sesaji merupakan kata yang sudah tidak asing lagi ketika kita
mendengarnya. apalagi dalam tradisi Islam Jawa setiap dilaksanakannya suatu
kegitan tradisi Jawa pada umumnya mereka mengadakan ritual keselamatan
atau wilujengan artinya utuk memohon diberikan keselamatan dalam hidup dan
42
diberikan kebahagiaan dengan menggunakan benda, makanan ubarampe
sebagai simbol penghayatan atas hubungannya dengan sang pencipta.61
Simbol-simbol yang ritual adalah bentuk ekspresi dari penghayatan atau
pemahaman dari realitas yang tidak terjangkau sehingga menjadi sangat dekat.
Artinya dengan simbol ritual tersebut maka akan merasa bahwa Allah selalu
hadir dan senantiasa terlibat. Bagi masyarakat Jawa sendiri, ritualitas sebagai
wujud pengabdian dan ketulusan menyembah Allah Swt. Sesaji sebagai
bentuk akumulasi budaya bersifat abstrak terkadang juga dijadikan sebagai
bentuk negosiasi spiritual, agar segala bentuk hal gaib diyakini tidak akan
membahayakan manusia. Ubarampe sebagai pelengkap ritual dalam tradisi
Jawa memiliki bahan-bahan pelengkap yang disiapkan, terdiri atas:
a. Pisang
Pisang disiapkan sebanyak dua sisir dan pisang yang digunakan adalah
pisang raja. Tetapi apibila pisang ini sulit untuk didapatkan maka bisa
menggunakan berbagai jenis pisang sebagai penggantinya. penggunaan pisang
raja sebagai salah satu pelengkap dengan alasan sebagai lambang dari
permohonan dikabulkannya doa menjadi orang yang berbudi luhur, memiliki
sifat adil, dan tidak ingkar janji.
Penggunaan pisang sebagai Ubarampe memiliki kaitan mengenai etika
kehidupan. Diharapkan dengan adanya penyajian pisang ini pelaku upacara
cuci kampung menyadari bahwa dirinya selama ini sudah berguna atau tidak
bagi orang lain. Etika kehidupan yang memiliki nilai sangat tinggi dapat dilihat
dari watak pisang yang bisa hidup dimana saja, selain itu ia menyesuaikan diri
dengan lingkungannya dan memiliki banyak manfaat bagi manusia. Semua
bagian pisang memiliki keguanaan buahnya mengandung vitamin C yang
bermanfaat bagi manusia, daunnya dapat digunakan sebagai bungkus makanan,
pohonnya (gedeboknya) dapat digunakan sebagai bahan pupuk, kulit batang
pisang bisa digunakan untuk kerajinan tangan seperti tempat tisu.
61 Muhammad Solikhin, Ritual dan Tradisi Islam Jawa, (Yogyakarta: PT.Suka Buku,
2010), 49.
43
b. Tumpeng
Tumpeng yang digunakan adalah tumpeng robyong, yang berbentuk
layaknya seperti kerucut. Pada bagian ujung tumpeng diletakkan cabe merah,
tumpeng robyong digunakan sebagai lambang kesejahteraan dan kesuburan.
Selain itu digunakan juga sega golong (nasi golong), sesaji ini dibuat sebanyak
9 buah kemudian diletakkan di sekeliling tumpeng yang telah disediakan.
Penggunakan sega ini merupakan salah satu pernak-pernik sesaji yang
tujuannya untuk memohon ataupun mengirim doa pada para leluhur agar dosa
serta kesalahan manusia yang tinggal di wilayah tersebut diampuni oleh yang
maha kuasa, serta diberikan perlindungan oleh yang maha kuasa.
c. Jenang
Jenang yang digunakan adalah jenang abang dan jenang putih Jenang
ini dikenal orang jawa dengan nama jenang Sengkolo. Kata sengkolo berasal
dari kata Morwakala (menghilangkan bala). Jenang Selongko sebagai wujud
kesungguhan doa, jenang ini diartikan sebagai satu kesatuan, yaitu
melambangkan di dalam kehidupan manusia tidak akan terlepas dari peran
orang tua, sebagai perantara hadirnya manusia kedunia ini, jenang ini
merupakan simbol pendekatan diri kepada tuhan.
Jenang ini memiliki bahan dasar yaitu beras dan santan, Walaupun
disebut dengan jenang merah dan putih, bukan berarti warnanya merah
sebagaimana yang warna merah cabe, tetapi merah yang dimaksud merupakan
warna yang berasal dari gula merah yang dicampurkan dengan jenang ketika
dimasak. Jenang merah ini memiliki nama lain yaitu jenang retha. Terdapat
juga jenang putih atau yang dikenal dengan Setha, warna yang dimiliki putih
bersih, yang merupakan hasil dari perpaduan antara beras dan santan kelapa.
Penyajian jenang ini dari masa kemasa terus mengalami perubahan, pada
zaman dulu diletakkan di daun pisang, namun sekarang ini sudah menggunkan
piring.
d. Ayam
Disiapkan satu ayam yang nantinya diolah menjadi ayam panggang,
kemudian diletakkan satu tempat dengan sesaji lainnya. Dalam pemilihan ayam
44
sendiri tidak memiliki kriteria yang khusus, namun untuk jenis ayam yang
digunakan adalah ayam kampung.
e. Beras dan bumbu masak
Beras dan bahan bumbu masak lainnya, bumbu masak lengkap dari