PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI MANDI HAMIL TUJUH BULAN DI DESA KERAYA, KEC. KUMAI, KAB. KOTAWARINGIN BARAT, KALIMANTAN TENGAH Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Nunuk Rima Aini NIM 11140340000001 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020 M / 1441 H
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI MANDI
HAMIL TUJUH BULAN DI DESA KERAYA, KEC. KUMAI, KAB.
KOTAWARINGIN BARAT, KALIMANTAN TENGAH
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Nunuk Rima Aini
NIM 11140340000001
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2020 M / 1441 H
ii
PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT DALAM TRADISI MANDI
HAMIL TUJUH BULAN DI DESA KERAYA, KEC. KUMAI, KAB.
KOTAWARINGIN BARAT, KALIMANTAN TENGAH
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Nunuk Rima Aini
NIM 11140340000001
Pembimbing
Dasrizal, MIS
19850724 201503 1 003
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2020 M / 1441 H
iii
PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH
Skripsi yang berjudul PEMBACAAN AL-FĀTIḤAH AMPAT
DALAM TRADISI MANDI HAMIL TUJUH BULAN DI DESA
KERAYA, KEC. KUMAI, KAB. KOTAWARINGIN BARAT,
KALIMANTAN TENGAH telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah
Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta pada tanggal 31 Maret 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada
Program Studi Ilmu Al- Qur’an dan Tafsir.
Sidang Munaqasyah
Jakarta, 29 Juli 2020
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,
kita tidak ada daya dan upaya.17 Membaca basmalah juga
dianjurkan ketika bagian tubuh terasa sakit. Sebagaimana
disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
(2202) sebagai berikut:
ثني أبو الطاهر، وحرملة بن يحيى، قال: أخب رنا ابن وهب، أخب رني يونس، حدن عثمان بن أبي العا عن ابن شهاب، أخب رني نافع بن جب ير بن مطعم، ع
، أنه شكا إلى رسول ده في جسده الله صلى الله عليه و الث قفي سلم وجعا ي من م: ضع يدك على الذي تألم منذ أسلم ف قال له رسول الله صلى الله عليه وسل
جد الله وقدرته من شر ما أ ب جسدك، وقل باسم الله ثلثا، وقل سبع مرات أعوذ وأحاذر.
“Telah menceritakan kepadaku Abū At-Thāhir, dan Harmalah
bin Yaḥya berkata: Telah mengabarkan kepada kami Ibnu
Wahab, telah mengabarkan kepadaku Yūnus, dari Ibnu Syihāb,
telah mengabarkan kepadaku Nāfi’ bin Jubair bin Muth‘im, dari
‘Utsmān bin Abī al-‘Ash al-Tsaqafi, bahwa dia mengadukan
kepada Rasulullah Saw. suatu penyakit yang dideritanya sejak
ia masuk Islam. Maka Rasulullah Saw. bersabda kepadanya:
“Letakkan tanganmu pada bagian tubuhmu yang terasa sakit,
lalu ucapkan bismillah tiga kali. Setelah itu ucapkan tujuh
kalimat: (Aku berlindung kepada Allah dan kekuasaan-Nya dari
segala kejahatan yang saya dapatkan dan saya waspadai)”.18
Selain membaca basmalah, membaca Ummul Kitab yakni surah
al-Fātiḥah secara utuh dapat pula untuk meruqyah orang yang
sedang sakit. Sebagaimana disebutkan dalam hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhārī (5007) sebagai berikut:
ث نا هشا ث نا وهب، حد د بن المث نى، حد ثني محم ، عن معبد، م، عن محمد حد، قال: كنا في مسير لنا ف ن زل اءت جارية، ف قالت:عن أبي سعيد الخدري نا، ف
17M. Quraish Shihab, Al-Lubab: Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-surah Al-
Qur’an (Tangerang: Lentera Hati, 2012), 3-5..
18Abu al-Husain Muslim bin al-Ḥajjāj bin Muslim al-Qusayrī al-Naisabūrī, al-Jāmi‘
al- Shaḥīh li Muslim, juz 4(Beirut: Dar Ihya` at-Turats al-Arabi), 2202.
29
اق؟ ف قام معها رجل ما كنا إن سي د الحي سليم، وإن ن فرنا غيب، ف هل منكم ر ية، ف رقاه ف ب رأ، فأمر له بثلثين ش نأب نه بر ا رجع ق لن ق ا له: اة، وسقانا لب نا، ف لم
ية أو كنت ت رقي؟ قال: ل، ما رق يت إ ل بأم الكتاب، ق لنا: ل أكنت تحسن رق ئا حتى نأت ا قدمن ي أو نسأل النبي صلى اللتحدثوا شي ا المدينة ه عليه وسلم، ف لم
ية؟ اقسمو ذكرناه للنبي صلى الله عليه وسلم ف قال: "وما ك ا ان يدريه أن ها رق واضربوا لي بسهم"
“Telah menceritakan kepadaku Muḥammad bin al-Mutsannā’,
menceritakan kepada kami Wahab, menceritakan kepada kami
Hisyām, dari Muḥammad, dari Ma‘bad, dari Abu Sa‘īd al-
Khudrī yang menceritakan bahwa ketika kami berada dalam
suatu perjalanan, tiba-tiba datanglah seorang budak perempuan
muda, lalu ia berkata, “Sesunggunya pemimpin kabilah terkena
sengatan binatang beracun, sedangkan kaum lelaki kami sedang
tidak ada di tempat. Adakah di antara kalian yang dapat
meruqyah?” Maka bangkitlah seorang laki-laki dari kalangaan
kami bersamanya, padahal kami sebelumnya tidak pernah
memperhatikan bahwa dia dapat meruqyah (pengobatan dengan
jampi). Kemudian lelaki itu meruqyahnya, dan ternyata
pemimpin kabilah sembuh, maka pemimpin kabilah
memerintahkan agar memberinya upah berupa tiga puluh ekor
kambing dan memberi kami minum laban. Ketika lelaki itu
kembali, kami bertanya kepadanya, “Apakah kamu dapat
meniqyah atau kamu pandai meruqyah?” Ia menjawab, “Tidak,
aku hanya meruqyah dengan membaca Ummul Kitab”. Kami
berkata, “Janganlah kalian membicarakan sesuatu pun sebelum
kita sampai dan bertanya kepada Rasulullah”. Ketika tiba di
Madinah, kami menceritakan hal itu kepada Nabi Saw., dan
beliau menjawab, “Siapakah yang memberitahukan kepadanya
bahwa al-Fātiḥah adalah ruqyah? Bagi-bagikanlah dan
berikanlah kepadaku satu bagian darinya!...”.19
Keutamaan surah al-Fātiḥah lainnya yakni apabila surah ini
tidak dibacakan dalam salat, maka tidak sah salatnya seseorang
tersebut. Hal ini sesuai dengan apa yang disebutkan dalam hadis
19Muḥammad bin Ismā‘īl bin Ibrāḥīm al-Ja‘fī al-Bukhārī, al-Jāmi‘ al-Shaḥīh al-
34Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Terjemah dan Tajwid, 605.
35Dibaca sebanyak tiga kali.
37
merupakan surah yang berisi tentang pengajaran untuk
menyandarkan diri dan memohon perlindungan kepada Allah
SWT. Terutama dalam menghadapi kejahatan jin dan setan,
yang sering merayu dan menjerumuskan dalam kedurhakaan,
agar pembaca atau pemohonnya selalu berada dalam
pengawasan dan pemeliharaan Allah SWT.36
Pesan moral yang dapat diambil dalam surah al-Nās ini
adalah hadirkanlah secara terus menerus Allah dalam jiwa
supaya terhindar dari jebakan musuh yang tidak terlihat dan
selalu mengancam yaitu setan dan perilaku manusia yang
berwatak setan.37
Rasulullah Saw. pernah memberitahukan tentang bacaan yang
paling utama ketika akan meminta perlindungan. Bacaan tersebut
adalah dua surah perlindungan yakni surah al-Falaq dan surah al-
Nās. Sebagaimana yang tertera dalam hadis sebagai berikut:
ث نا أب ث نا الوليد قال حد ى رو الوزاعي عن يحي و عم عن محمود بن خالد قال حدد بن إب راهيم بن الحارث عن س أبي عبد الله عن ابن عاب بن أبي كثير عن محمهن ي أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال ل ه: يا ابن عابس أل أخب رك الول لله، قال: قل أعوذ برب بأفضل ما ي ت عوذ به المت عو ذون؟ قال: ب لى يا رس الفل و قل أعوذ برب الناس هات ين السورت ين.
“Dari Maḥmūd bin Khālid, Al-Walīd menceritakan kepada
kami, Abū ‘Amr Al-Auza‘I menceritakan kepada kami dari
Yahya bin Abī Katsīr, dari Muḥammad bin Ibrāhīm bin Al-
Hārits Abū ‘‘Abdullāh , dari Ibnu ‘Abīs Al-Juhannī, bahwa
orang-orang yang memohon perlindungan?” Ibnu ‘Abīs
menjawab: “Tentu wahai Rasulullah.” Beliau lalu bersabda:
“Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai
Subuh”, dan Katakanlah “Aku berlindung kepada Tuhan (yang
memelihara dan menguasai) manusia, itulah dua surah
perlindungan.”38
Suatu riwayat juga menyebutkan apabila Rasulullah Saw.
sedang sakit, maka beliau membaca al-Mu‘awwiżatain (surah al-
Falaq dan al-Nās) atas dirinya. Berikut ini adalah hadis yang
menjelaskan mengenai hal tersebut, yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhārī (5016) sebagai berikut:
ث نا عبد الله بن يوسف، أخب رنا مالك، عن ابن ش هاب، عن عروة، عن حدها: يه وسلم كان إذا اشتكى رسول الله صلى الله عل أن »عائشة رضي الله عن
ا اشتد و فث، ف لم رأ عليه وأمس ي قرأ على ن فسه بالمعو ذات وي ن بيده جعه كنت أق رجاء ب ركتها.
“Telah menceritakan kepada kami ‘‘Abdullāh bin Yūsuf, telah
mengabarkan kepada kami Malik, dari Ibnu Syihāb, dari
‘Urwah, dari ‘Aisyah r.a. bahwa apabila Rasulullah Saw. sakit,
beliau membaca al-Mu‘awwiżatain (surah al-Falaq dan al-Nās)
atas dirinya, lalu meniupkannya. Ketika sakitnya semakin
parah, aku membacakan untuk beliau al-Mu‘awwiżatain dan
aku sapukan tangan beliau ke tubuhnya untuk mengharapkan
keberkahannya”.39
Hikmah yang dapat diambil dari kedua surah di atas, yaitu
manusia lemah berhadapan dengan makhluk-makhluk jahat yang
tersembunyi seperti setan, sihir, dan kedengkian. Maka, manusia
perlu berhati-hati jangan sampai terjebak olehnya. Untuk
menghadapinya, kita perlu pula meminta perlindungan Allah SWT.
38Muḥammad Nashiruddīn Al-Bānī, Derajat Hadis-hadis dalam Tafsir Ibnu Katsir,
terj. ATC Mumtaz Arabia, jil. 3, 817.
39Muḥammad bin Ismā‘īl bin Ibrāḥīm al-Ja‘fī al-Bukhārī, Jāmi‘ al-Shaḥīh al-Bukhārī,
Juz 6, 5016.
39
Hadirkanlah secara terus menerus Allah dalam jiwa supaya
terhindar dari jebakan musuh yang tidak terlihat dan selalu
mengancam yaitu setan dan perilaku manusia yang berwatak setan.
Maka dari itu, alangkah baiknya jika ibu yang sedang
mengandung membacakan kedua surah tersebut, agar diberikan
perlindungan oleh Allah SWT. dari segala makhluk-makhluk jahat,
seperti setan bahkan perilaku buruk manusia yang tidak pernah
terduga akan mengancam keselamatan ibu dan bayi yang
dikandung.
4. Surah Al-Baqarah
Surah al-Baqarah merupakan surah ke-2 dalam al-Qur’an.
Surah ini terdiri dari 286 ayat dan termasuk golongan surah
Madaniyah. Surah ini juga merupakan surah dengan jumlah ayat
terbanyak dalam al-Qur’an. Terdapat beberapa ayat dalam surah
ini yang memiliki keutamaan dan sering dibacakan ketika berdzikir
dan berdo’a, yaitu al-Baqarah ayat 255 (Ayat Kursi), al-Baqarah
ayat 285-286, dan al-Baqarah ayat 1-5.
a. Al-Baqarah ayat 255 (Ayat Kursi)
ت و لهۥ ما في ٱلسمخذهۥ سنة ول ن وم
ٱلله ل إله إل هو ٱلحي ٱلقيوم ل تأ
ذي يشفع عندهۥ إل بإذنهۦ ي علم ما ب ين أيديهم وما وما في ٱلرض من ذا ٱل ت و ول يحيطون بشيء م ن علمهۦ إل بما شا ء وسع كرسيه ٱلسم
خلفهم وهو ٱلعلي ٱل
٤٥٥عظيم وٱلرض ول ي ئ ودهۥ حفظهما“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus
mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak
tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi.
Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-
Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka
dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui
40
apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-
Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah
tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha
Tinggi lagi Maha Besar”.40 (Q.S. Al-Baqarah: 255)41
Ayat Kursi memiliki banyak keutamaan, salah satunya
adalah apabila ayat Kursi dibacakan ketika hendak tidur,
maka Allah akan menjaga agar tidak didekati oleh setan
hingga pagi. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Bukhārī
(0505) sebagai berikut:
د ب ث نا عوف، عن محم ثم: حد رة ن سيرين، عن أبي هري وقال عثمان بن الهي لني رسول الله صلى الله اة ه وسلم بحفظ زك علي رضي الله عنه، قال: وك
عل يحثو من الطعام فأخذ إلى ته، ف قلت: لرف عنك رمضان، فأتاني آت، ف، ف قال: إذا أويت إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم، ف قص الحديث
رأ آي ، لن ي زال معك من الله ح فراشك فاق ان افظ، ول ي قربك شيط ة الكرسي م: صدقك وهو كذوب، ذاك حتى تصب ، وقال النبي صلى الله عليه وسل
شيطان.“Dan berkata ‘Utsmān bin Al-Haitsam: Telah
memberitahukan kepadaku ‘Auf, dari Muḥammad bin Sīrīn,
dari Abī Hurairah, berkata: “Rasulullah pernah menugaskan
kepadaku untuk menjaga harta zakat di bulan Ramadhan,
Lalu pada suatu hari ada seseorang yang menyusup hendak
mengambil makanan, maka aku pun menyergapnya seraya
berkata, “Aku benar-benar akan menyerahkanmu kepada
Rasulullah Saw”. Lalu ia bercerita dan berkata, “Jika kamu
hendak beranjak ke tempat tidur maka bacalah ayat kursi,
niscaya Allah akan senantiasa menjagamu dan syetan tidak
akan mendekatimu hingga pagi”. Maka Nabi Saw. pun
40Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Terjemah dan Tajwid, 43.
41Dibaca sebanyak tiga atau tujuh kali untuk mengusir jin dan setan.
41
bersabda: “Ia telah berkata benar padamu, padahal ia adalah
pendusta. Si penyusup tadi sebenarnya adalah syetan”.42
Rasulullah Saw. juga pernah bersabda bahwa siapa saja
yang membaca ayat Kursi setiap kali usai melaksanakan salat,
maka tidak ada sesuatu yang bisa menghalanginya untuk
masuk surga sampai ia meninggal. Sabda Rasulullah Saw.
tersebut tertera dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-
Nasā’ī (9848) sebagai berikut:
ث نا م د بن حمير قال: حد ث نا محم د بن زياد حد ، عن أبي أمامة قال: حمة الكرسي في دبر كل صل قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من ق رأ آية نة إل أن يموت. مكتوبة لم يمن عه من دخول ال
“Telah memberitahukan kepada kami Muḥammad bin
Himyar, ia berkata: Telah memberitahukan kepada kami
Muḥammad bin Ziyād, dari Abī Umāmah, ia berkata:
Rasulullah Saw. bersabda: “Barang siapa yang membaca
ayat Kursi setiap kali usai melaksanakan salat, maka tidak
ada sesuatu yang bisa menghalanginya untuk masuk surga
hingga ia wafat”.43
b. Al-Baqarah ayat 285-286
كل ءامن بٱلله ومل ئكتهۦ ءامن ٱلرسول بما أنزل إليه من رب هۦ وٱلمؤمنون
سلهۦ وقالوا سمعنا وأطعنا غفرانك رب نا وكتبهۦ ورسلهۦ ل ن فر ق ب ين أحد م ن ر ها ٤٢٥وإليك ٱلمصير ل يكل ف ٱلله ن فسا إل وسعها لها ما كسبت وعلي
نا رب نا رب نا ل ت ؤاخذنا إن نسينا أو أخطأ
نا إصرا ما ٱكتسبت ول تحمل علي
42Muḥammad bin Ismā‘īl bin Ibrāḥīm al-Ja‘fī al-Bukhārī, Jāmi‘ al-Shaḥīh al-Bukhārī,
Juz 6, 5010.
43Aḥmad bin Syu’aib bin ‘Alī bin Sinān bin Bakr bin Dīnār Abū ‘Abdillah, Sunan al-
Irawan, Deby. Penduduk Desa Keraya. Diwawancarai oleh Nunuk Rima
Aini, Keraya, 25 Desember 2019, Kalimantan Tengah.
Juliani. Partisipan dan Pelaksana. Diwawancarai oleh Nunuk Rima Aini,
Keraya, 26 November 2019, Kalimantan Tengah.
Kurnia. Bidan Kampung. Diwawancarai oleh Nunuk Rima Aini, Keraya,
19 September 2019, Kalimantan Tengah.
Kuswanti. Partisipan dan Pelaksana. Diwawancarai oleh Nunuk Rima
Aini, Keraya, 27 November2019, Kalimantan Tengah.
Masransyah. Pelaksana dan partisipan. Diwawancari oleh Nunuk Rima
Aini, Keraya, 19 September 2019, Kalimantan Tengah.
Mia. Pelaksana. Diwawancari oleh Nunuk Rima Aini, Keraya, 05
Desember 2019, Kalimantan Tengah.
Minah. Partisipan dan Pelaksana. Diwawancarai oleh Nunuk Rima Aini,
Keraya, 26 November 2019, Kalimantan Tengah.
Mu’in, Abdul. Penduduk Desa Keraya. Diwawancarai oleh Nunuk Rima
Aini, Keraya, 25 Desember 2019, Kalimantan Tengah.
Mulyati, Sri. Bidan Kampung. Diwawancarai oleh Nunuk Rima Aini,
Keraya, 28 November 2019, Kalimantan Tengah.
Sanariyah. Bidan Kampung. Diwawancari oleh Nunuk Rima Aini, Keraya,
23 November 2019, Kalimantan Tengah.
Syahdan. Pemimpin Bacaan. Diwawancarai oleh Nunuk Rima Aini,
Keraya, 28 November 2019, Kalimanatan Tengah.
Syahwan. Partisipan. Diwawancarai oleh Nunuk Rima Aini, Keraya, 27
November 2019, Kalimantan Tengah.
128
129
Lampiran 1
SURAT IZIN PENELITIAN
130
Lampiran 2
PANDUAN WAWANCARA
A. Dengan Pemimpin Bacaan
1. Apakah Bapak pernah mengikuti atau memimpin pembacaan
dalam pelaksanaan mandi hamil tujuh bulan?
2. Bagaimana sejarah tradisi mandi hamil tujuh bulan di Keraya?
3. Mengapa setiap usia kehamilan mencapai tujuh bulan diadakan
mandi-mandi?
4. Dimanakah tempat untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?
5. Apakah ada waktu khusus untuk melaksanakan mandi hamil tujuh
bulan?
6. Apakah semua warga mengikuti acara mandi hamil tujuh bulan
tersebut?
7. Apakah ada batasan untuk tamu undangan yang hadir?
8. Bagaimana cara pelaksanaannya?
9. Apa saja perlengkapan yang digunakan dalam mandi hamil tujuh
bulan?
10. Siapa saja yang terlibat dalam proses mandi hamil tujuh bulan
tersebut?
11. Apa saja surah yang dibaca dalam mandi hamil tujuh bulan di
Keraya?
12. Mengapa hanya surah-surah itu yang dibaca?
13. Bagaimana jika surah-surah itu tidak dibaca dalam tradisi tersebut?
14. Apa manfaat dari pembacaan surah-surah tersebut bagi anda yang
membacakan dan yang dibacakan?
15. Bagaimana praktik pembacaannya?
16. Apakah semua undangan ikut membacakan?
131
17. Apakah Bapak hafal dengan surah/ayat yang dibacakan?
18. Apakah Bapak mengerti dengan arti atau makna dari surah/ayat
yang dibacakan?
19. Bagaimana Bapak memaknai al-Qur’an secara umum?
20. Apakah Bapak terbiasa membaca al-Qur’an?
21. Mengapa Bapak membaca al-Qur’an?
22. Dalam kegiatan keagamaan apa saja terdapat pembacaan al-
Qur’an?
B. Dengan Bidan Kampung
1. Bagaimana sejarah tradisi mandi hamil tujuh bulan di Keraya?
2. Mengapa setiap usia kehamilan mencapai tujuh bulan diadakan
mandi-mandi?
3. Dimanakah tempat untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?
4. Apakah ada waktu khusus untuk melaksanakan mandi hamil tujuh
bulan?
5. Apakah semua warga mengikuti acara mandi hamil tujuh bulan
tersebut?
6. Apakah ada batasan untuk tamu undangan yang hadir?
7. Bagaimana cara pelaksanaannya?
8. Apa persiapan yang dilakukan ketika akan melaksanakan mandi
hamil tujuh bulan?
9. Apa saja perlengkapan yang digunakan dalam mandi hamil tujuh
bulan?
10. Apakah ada makna tersendiri dari perlengkapan yang digunakan
tersebut?
11. Apa manfa’at atau tujuan dari diadakannya mandi hamil tujuh
bulan?
132
C. Dengan Partisipan dan Pelaksana
1. Apakah Bapak/Ibu pernah mengikuti atau melaksanakan tradisi
mandi hamil tujuh bulan?
2. Bagaimana sejarah tradisi mandi hamil tujuh bulan di Keraya?
3. Mengapa setiap usia kehamilan mencapai tujuh bulan diadakan
mandi-mandi?
4. Dimanakah tempat untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?
5. Apakah ada waktu khusus untuk melaksanakan mandi hamil tujuh
bulan?
6. Apakah semua warga mengikuti acara mandi hamil tujuh bulan
tersebut?
7. Apakah ada batasan untuk tamu undangan yang hadir?
8. Bagaimana cara pelaksanaannya?
9. Apa saja perlengkapan yang digunakan dalam mandi hamil tujuh
bulan?
10. Apa saja surah yang dibacakan dalam mandi hamil tujuh bulan di
Keraya?
11. Mengapa hanya surah-surah itu yang dibaca?
12. Bagaimana jika surah-surah itu tidak dibaca dalam tradisi
tersebut?
13. Apa manfaat dari pembacaan surah-surah tersebut bagi anda yang
membacakan dan yang dibacakan?
14. Bagaimana praktik pembacaannya?
15. Apakah semua undangan ikut membacakan?
16. Apakah Bapak/Ibu hafal dengan surah/ayat yang dibacakan?
17. Apakah Bapak/Ibu mengerti dengan arti atau makna dari
surah/ayat yang dibacakan?
18. Bagaimana Bapak/Ibu memaknai al-Qur’an secara umum?
133
19. Apakah Bapak/Ibu terbiasa membaca al-Qur’an?
20. Mengapa Bapak/Ibu membaca al-Qur’an?
21. Dalam kegiatan keagamaan apa saja terdapat pembacaan al-
Qur’an?
D. Dengan Sesepuh kampung
1. Apakah Bapak pernah mengikuti pelaksanaan tradisi mandi hamil
tujuh bulan?
2. Bagaimana sejarah tradisi mandi hamil tujuh bulan di Keraya?
3. Apa saja surah yang dibacakan dalam mandi hamil tujuh bulan di
Keraya?
4. Mengapa hanya surah-surah itu yang dibaca?
5. Bagaimana jika surah-surah itu tidak dibaca dalam tradisi tersebut?
6. Apa manfaat dari pembacaan surah-surah tersebut bagi anda yang
membacakan dan yang dibacakan?
7. Bagaimana praktik pembacaannya?
8. Apakah semua undangan ikut membacakan?
9. Apakah Bapak hafal dengan surah/ayat yang dibacakan?
10. Apakah Bapak mengerti dengan arti atau makna dari surah/ayat
yang dibacakan?
11. Dalam kegiatan keagamaan apa saja terdapat pembacaan al-
Qur’an?
E. Pertanyaan tambahan untuk informan yang fasih membaca al-
Quran
1. Menurut Bapak/Ibu, apakah bacaan al-Qur’an masyarakat desa
Keraya sudah baik atau belum baik?
2. Kesalahan apa yang sering Bapak/Ibu ketika masyarakat Desa
Keraya membaca al-Qur’an?
134
3. Kapan Bapak/Ibu mengetahui baik atau tidaknya bacaan al-Qur’an
tersebut?
135
Lampiran 3
DAFTAR INFORMAN
1. Nama : Syahdan
Umur : 51 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Nelayan
Sebagai : Pemimpin Bacaan
2. Nama : Masyransyah
Umur : 46 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Nelayan
Sebagai : Partisipan
3. Nama : Muḥammad Fadhli
Umur : 61 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Nelayan
Sebagai : Partisipan
4. Nama : Sanariyah
Umur : 54 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Sebagai : Bidan Kampung
5. Nama : Kurnia
Umur : 65 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
136
Sebagai : Bidan kampung
6. Nama : Syahwan, S.Pd.I
Umur : 42 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Kepala Sekolah MTS Desa Keraya
Sebagai : Partisipan
7. Nama : Kuswanti
Umur : 38 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Guru
Sebagai : Partisipan / Pelaksana
8. Nama : Nor Aidin
Umur : 45 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Sebagai : Partisipan / Pelaksana
9. Nama : Juliani
Umur : 58 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pengajar TKA/TPA Desa Keraya
Sebagai : Partisipan / Pelaskana
10. Nama : Minah
Umur : 34 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Sebagai : Partisipan / Pelaksana
11. Nama : Sri Mulyati
137
Umur : 57 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Sebagai : Bidan Kampung
12. Nama : H. Arbain
Umur : 70 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Nelayan
Sebagai : Sesepuh Desa
13. Nama : Mia
Umur : 25 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Sebagai : Pelaksana
14. Nama : Abdul Mu’in
Umur : 57 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Nelayan
Sebagai : Partisipan
15. Nama : Deby Irawan
Umur : 28 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Dosen
Sebagai : Partisipan
138
Lampiran 4
DOKUMENTASI
Kegiatan pembacaan al-Fātiḥah Ampat dan pelaksanaan mandi hamil tujuh bulan
139
Wawancara dengan beberapa warga
140
141
Lampiran 5
TRANSKIP WAWANCARA
Identitas Informan 1
Nama : Bapak Syahdan
Umur : 51 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Nelayan
Sebagai : Pemimpin Bacaan
1. Pertanyaan:
“Apakah Bapak pernah mengikuti atau memimpin pembacaan dalam pelaksanaan
mandi hamil tujuh bulan?”
Jawaban:
“Ya, pernah.”
2. Pertanyaan: “Bagaimana sejarah atau awal mula adanya mandi hamil tujuh bulan di Desa
Keraya?”
Jawaban:
“Sejarahnya dari zaman dulu turun temurun dari leluhur kita dan dari kakek-kakek
kita.”
3. Pertanyaan:
“Mengapa setiap usia kehamilan mencapai tujuh bulan diadakan mandi-mandi?”
Jawaban:
“Mungkin sejarahnya dari warisan orang tua zaman dulu.”
4. Pertanyaan:
“Dimanakah tempat untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”
Jawaban:
“Misalnya seseorang itu memiliki rumah berarti kegiatan mandi-mandinya
dilaksanakan di rumahnya. Tetapi biasanya di halaman rumah dibuatkan tempat
untuk melaksanakan mandi-mandi. Tempat pemandian tersebut terbuat dari enam
batang kayu, lalu dikelilingi dengan benang, lalu terdapat daun-daunan seperti daun
kelapa atau mayang-mayangan yang digantung di setiap sudutnya. Kemudian
terdapat pohon kelapa dan pohon pisang yang juga diletakkan di sudut-sudut tempat
pemandian. Dindingnya ditutupi dengan kain, ada yang hanya sebagian ditutupi
dengan kain dan ada juga yang tidak. Kain tersebut hanya sebagai pelindung, kalau
benang mungkin memiliki sejarah kenapa digunakan untuk mengelilingi tempat
pemandian. Tetapi kita tidak mengetahui apa maknanya. Benangnya tersebut
berwana kuning, atau juga bisa menggunakan tali-talian. Mungkin barang-barang yang digunakan itu memiliki sejarahnya masing-masing mengapa harus digunakan di
dalam ritual tersebut, tetapi kita tidak mengetahuinya.”
5. Pertanyaan:
“Apakah ada waktu khusus untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”
Jawaban:
“Kalau sudah memasuki usia tujuh bulan kata orang tua zaman dulu, jangan ketika
awal bulan, ketika akhir bulan saja kata orang tua zaman dulu. Karena ada adabnya,
maka dari itu laksanakanlah mandi-mandi ketika akhir bulan. Akhir bulan tersebut
sekitar tanggal 16, 17, sampai dengan tanggal 20 dan seterusnya. Kata orang tua
142
zaman dulu terdapat perhitungan tersendri jika ingin melaksanakan mandi hamil
tujuh bulan. Jangan ketika awal bulan.”
6. Pertanyaan:
“Apakah semua warga mengikuti acara mandi hamil tujuh bulan tersebut?”
Jawaban: “Iya mengikuti. Banyak warga yang menghadiri acara tersebut.”
7. Pertanyaan:
“Apakah ada batasan untuk tamu undangan yang hadir?”
Jawaban: “Tidak ada, siapapun yang ingin hadir dipersilahkan hadir. Jika diundang maka dia
hadir, tapi jika tidak pun biasanya juga bisa ikut menyaksikan.”
8. Pertanyaan:
“Bagaimana proses atau langkah-langkah pelaksanaan mandi hamil tujuh bulan di
Desa Keraya?”
Jawaban:
“Dari orang tua kita zaman dulu, ketika hendak melaksanakan mandi hamil tujuh
bulan harus mengumpulkan warga atau masyarakat desa. Ketika masyarakat sudah
berkumpul di rumah shahibul hajat, pengantin perempuan dan laki-laki pun duduk
bergandengan dan siap untuk melaksanakan mandi-mandi. Serta terdapat anak-anak
yang membawa lilin-lilin dan beras, serta kelapa. Sebelum kedua pengantin keluar
rumah, dibacakan rawi barzanji terlebih dahulu. Setelah pembacaan rawi barzanji
selesai, disambung membaca shalawat tiga kali, lalu berdiri membaca maulud barzanji. Setelah itu pengantin yang akan dimandikan keluar ke halaman rumah
sambil diiringi shalawat, dan ditaburi dengan beras kuning. Jadi mungkin dibacakan
sholawat ketika turun naiknya itu supaya mendapatkan keberkahan dan syafaat
Rasulullah. Setelah keluar rumah, barzanji masih terus dibaca sampai selesai,
mengiringi proses mandi-mandi di halaman rumah. Ketika mandi-mandi di halaman
sudah selesai dan baca barzanji pun sudah selesai, dilanjut dengan membaca do’a
barzanji. Lalu pengantin memasuki rumah sambil diiringi lagi dengan sholawat dan
taburan beras kuning. Setelah memasuki rumah keduanya duduk berdampingan, dan
di hadapan keduanya terdapat hidangan yang bermacam-macam. Begitulah adat dari
para leluhur kita dari dulu. Setelah itu barulah dibacakan do’a Hadarat atau do’a
Arwah Rasul dan do’a Selamat. Setelah itu barulah dihidangkan jamuan-jamuan dari
tuan rumah untuk para masyarakat yang hadir.”
9. Pertanyaan: “Apa saja perlengkapan yang digunakan dalam madi hamil tujuh bulan?”
Jawaban:
“Pertama yang harus disiapkan itu adalah mayang yang masih tertutup dan mayang
yang sudah terbuka, satu buah kelapa yang sudah dikupas untuk dibelah nanti,
setelah itu kelapa yang baru bertunas satu buah, dan satu buah lagi kelapa tapi saya
lupa namanya. Nah, lalu yang harus disiapkan adalah pohon kelapa dan pohon
pisang yang mana jika mandi-mandi sudah selesai dilakukan maka kedua pohon ini
harus ditanamkan. Hal ini sebagai tanda “Oh pohon ini adalah tanda aku ketika
mandi-mandi dulu.” Jika si anak nanti sudah lahir dan besar, biasanya ia diberi tahu
yang mana pohon kelapa yang pernah dipakai ketika pelaksaan mandi-mandi orang tuanya. Setelah itu terdapat pula air do’a barzanji yang sudah dibacakan. Do’a
barzanji tersebut dibacakan ke dalam air ketika sebelum acara dimulai untuk
dicampurkan ke dalam air pemandian pengantin. Ada juga yang dibacakan ketika
sudah selesai barzanji. Tetapi kebanyakan yang sudah dilakukan itu do’a barzanji
dibacakan ke dalam air sebelum acara dimulai. Jadi, do’a barzanji itu dibacakan
143
mengikuti petuah-petuah leluhur kita, yang kemungkinan ada kisah tersendiri
mengapa harus do’a barzanji yang dibacakan untuk air yang akan dicampurkan ke
dalam air yang digunakan untuk mandi-mandi.”
10. Pertanyaan:
“Siapa saja yang terlibat dalam proses mandi hamil tujuh bulan tersebut?”
Jawaban: “Warga atau masyarakat desa, orang yang memimpin pembacaan, ibu yang
mengandung dan suaminya, bidan kampung tiga orang dan anak-anak yang
membawa lilin-lilin.”
11. Pertanyaan:
“Adakah pembacaan al-Qur’an dalam tradisi mandi hamil tujuh bulan tersebut?”
Jawaban:
“Ada, pertama-tama membaca surah al-Fātiḥah terlebih dahulu, kemudian membaca
surah al-Ikhlas tiga kali, surah al-Falaq satu kali, surah al-Nas satu kali, bisa juga
ditambah dengan surah al-Baqarah ayat 1-5, setelah itu baru membaca ayat Kursi
atau al-Baqarah ayat 255. Kemudian dapat ditambah dengan membaca ayat al-
Qur’an yang lain, tergantung permintaan dari shohibul hajat.”
12. Pertanyaan:
“Mengapa hanya surah-surah itu yang dibaca?”
Jawaban:
“Niatnya untuk penghormatan kepada Allah, agar apa yang kita niatkan ketika
melaksanakan acara ini sampai kepada Allah. Khususnya niat dari yang memiliki niat atau acara.”
13. Pertanyaan:
“Bagaimana jika surah-surah itu tidak dibaca dalam tradisi tersebut?”
Jawaban:
“Jika tertinggal, kita kan memulainya dari mengucapkan bismillah. Apapun
perbuatan kita harus menanamkan bismillah dan shalawat jangan sampai tertinggal.
Apalagi al-Fātiḥah Ampat jangan sampai tertinggal. Misalnya jika bismillah,
shalawat tertinggal ketika kita berdo’a maka istilah kasarnya do’a kita jadi tidak
sempurna. Kalau untuk masalah diterima atau tidaknya do’a kan kita tidak tahu.
Tetapi yang pasti do’a kita tidak sempurna. Ketika membaca al-Fātiḥah biasanya
diakhiri dengan kata “Aamiin”. Ketika kata itu diucapkan, maka disitulah Rasulullah
membenarkan al-Fātiḥah tersebut. Surah al-Ikhlas jika kita baca sebanyak tiga kali maka sama dengan membaca setengah dari al-Qur’an, iya kan? Adapun istilah al-
Fātiḥah Ampat itu ada yang mengatakan diambil dari dalam kitab, tetapi saya tidak
tahu nama kitab tersebut. Intinya dari guru ke guru seperti itulah istilah yang
diajarkan, yaitu al-Fātiḥah Ampat. Kalau untuk sejarah mengapa disebut dengan
istilah tersebut, saya kurang tau pasti.”
14. Pertanyaan:
“Apa manfaat dan tujuan dari pembacaan surah-surah tersebut bagi anda yang
membacakan dan yang dibacakan?”
Jawaban:
“Sejarah dari leluhurnya memang seperti itu, agar mudah melahirkan, diberi
keselamatan dan kesehatan untuk ibu dan calon anaknya. Tergantung dari niat atau keinginan tuan rumahnya itu.”
15. Pertanyaan:
“Bagaimana praktik pembacaannya?”
Jawaban:
“Yang membaca terlebih dahulu adalah pemimpin bacaannya, kemudian baru diikuti
oleh warga yang hadir.”
144
16. Pertanyaan:
“Apakah semua undangan ikut membacakan?”
Jawaban:
“Pokoknya siapapun yang mendengar pasti ikut membaca. Karena ada pemimpin
bacaannya kan? Jadi, ya siapapun yang mendengar pemimpin bacaan mulai
membacakan maka dia pasti juga mengikuti. Akan tetapi, kebanyakan yang
membacakan adalah bapak-bapak, sedangkan ibu-ibu biasanya di dapur atau di
halaman rumah.”
17. Pertanyaan:
“Apakah Bapak hafal dengan surah/ayat yang dibacakan?”
Jawaban: “Iya, hafal.”
18. Pertanyaan:
“Apakah Bapak mengerti dengan arti atau makna dari surah/ayat yang dibacakan?”
Jawaban:
“Sebenarnya saya kurang faham, hanya saja seperti yang saya jelaskan tadi ketika
ingin berdo’a al-Fātiḥah Ampat jangan sampai ketingggalan.”
19. Pertanyaan:
“Bagaimana Bapak memaknai al-Qur’an secara umum?”
Jawaban:
“Kitab suci umat Islam. Fungsinya untuk Imam, maksudnya sebagai petunjuk
kehidupan kita.”
20. Pertanyaan:
“Apakah Bapak terbiasa membaca al-Qur’an?”
Jawaban:
“Terbiasa.”
21. Pertanyaan:
“Mengapa Bapak membaca al-Qur’an?”
Jawaban:
“Karena memang seharusnya al-Qur’an setiap hari harus dibaca. Sebenarnya kan
seperti itu. Jadi, saya memang membaca al-Qur’an karena menjalankan perintah
tersebut. Meskipun artinya saya tidak begitu mengerti, yang penting kan tajwidnya
dan panjang pendek bacaannya bagus, iya kan. Mungkin sebagian orang memang
membaca al-Qur’an untuk mendapatkan pahala, tetapi dapat pahala atau tidaknya kan itu urusan Allah, jadi yang penting baca saja al-Qur’annya. Apalagi al-Qur’an itu
kan yang kita ketahui setiap satu hurufnya jika dibaca ada nilai kebaikannya.”
22. Pertanyaan:
“Dalam kegiatan keagamaan apa saja terdapat pembacaan al-Qur’an?”
Jawaban:
“Sebenarnya dalam kegiatan apapun al-Qur’an itu harus dibaca, mislanya kalau di
tempat kita ini dalam acara Tasmiyahan, di dalamnya terdapat pembacaan al-Qur’an
juga.”
Identitas Informan 2
Nama : Bapak Masransyah
Umur : 46 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Nelayan
Sebagai : Partisipan
1. Pertanyaan:
145
“Apakah Bapak pernah mengikuti atau menghadiri pelaksanaan mandi hamil tujuh
bulan?”
Jawaban:
“Pernah dan biasa mengikuti.”
2. Pertanyaan:
“Bagaimana sejarah atau awal mula adanya mandi hamil tujuh bulan di Desa
Keraya?”
Jawaban:
“Tradisi ini kan berasal dari nenek moyang kita yang dulunya beragama Hindu.
Setelah Islam masuk, adat istiadat itu tetap ada atau berkembang. Hanya saja
sekarang di dalam adat istiadat ini terdapat pembacaan al-Qur’an, pembacaan rawi, dan do’a-do’a Islam. Berbeda dengan dulu yang dibacakan itu mantra-mantra. Akan
tetapi terdapat salah satu bagian dari adat istiadat ini yang tidak saya sukai, yaitu
ketika memberikan sesajen atau makanan ke laut. Kenapa harus memberikan sesajen
atau makanan ke laut? Hal tersebut terkesan seperti mengundang sesuatu atau
makhluk yang lain. Seandainya diberikan atau disedekahkan ke anak yatim piatu,
pasti ada manfaatnya. Jadi jika kita mengadakan tradisi tersebut, aqidah kita harus
kuat, jangan sampai muncul yang dua dari yang satu (Allah). Hal ini kembali juga
kepada niat dari masing-masing tuan rumah yang melaksanakan tradisi atau adat
istiadat tersebut.”
3. Pertanyaan:
“Mengapa setiap usia kehamilan mencapai tujuh bulan diadakan mandi-mandi?”
Jawaban:
“Kalau mandi-mandi tujuh bulan tersebut sesuai dengan tradisi kita orang pesisir
pantai. Jadi, tradisi budaya kita jika sudah memasuki usia tujuh bulan kehamilan
memang diharuskan melaksanakan mandi-mandi. Jadi memang sudah mengikuti dan
melanjutkan tradisi yang sudah ada saja alasannya.”
4. Pertanyaan:
“Dimanakah tempat untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”
Jawaban:
“Di depan rumah ataupun di samping rumah sebelah kanan kalau memang ada ruang
atau halaman untuk melaksanakan tradisi mandi-mandi tersebut. Lalu dibuat
semacam tempat yang dikelilingi dengan pancang atau kayu yang dipasang menjadi
empat penjuru, setelah itu diikat dengan tali-tali di sekelilingnya, setelah itu ditutupi dengan kain kuning. Kain kuning tersebut semacam lambang dari suatu kecerahan,
dengan harapan supaya pengantin yang melaksanakan mandi-mandi memiliki
kehidupan yang cerah secerah kain kuning tersebut. Tradisinya dari dulu memang
seperti itu. Biasanya mandi-mandi tersebut dilaksanakan di rumah pengantin
perempuannya.”
5. Pertanyaan:
“Apakah ada waktu khusus untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”
Jawaban:
“Yang jelas ketika usia kehamilan sudah memasuki tujuh bulan, maka dilaksanakan
mandi-mandi. Nah, kemungkinan kalau tradisi kita disini menyesuaikan dengan hari
apa yang baik, bulan apa yang baik untuk melaksanakan mandi-mandi tersebut. Tetapi semua hari itu sebenarnya baik. Hanya saja pasti terdapat hari-hari yang lebih
baik untuk melaksanakannya.”
6. Pertanyaan:
“Apakah semua warga mengikuti acara mandi hamil tujuh bulan tersebut?”
Jawaban:
146
“Tergantung, jika memang niat dari yang punya acara mengundang seluruh keluarga
maka lebih baik lagi. Intinya yang diundang pertama itu keluarga, kalau memang ada
kerabat atau sahabat kita yang lain, kalau mau diundang ya kita undang, begitu.
Lebih bagus juga kan kalau seperti itu.”
7. Pertanyaan:
“Apakah ada batasan untuk tamu undangan yang hadir?”
Jawaban:
“Tidak ada.”
8. Pertanyaan:
“Bagaimana cara pelaksanaannya?”
Jawaban: “Coba tanyakan dengan nini Anjang Sanar saja kalau mengenai pelaksanaan mandi-
mandinya beliau lebih tahu.”
9. Pertanyaan:
“Mengapa hanya Al-Fātiḥah Ampat yang dibaca?
Jawaban:
“Pertama kita harus membaca surah al-Fātiḥah, bertawasul dulu. Bertawassul itu
artinya kita meminta syafaatnya Nabi. Jika yang kita harapkan keberkahan dan
keselamatan ya memang harus dibacakan seperti itu.”
10. Pertanyaan:
“Bagaimana jika surah-surah itu tidak dibaca dalam tradisi tersebut?”
Jawaban: “Saya rasa jika tidak dibaca, mungkin manfaatnya tidak ada. Kemungkinan bisa
mudharat yang akan kita dapatkan. Letak kemudharatannya pada bentuk apa atau
ibaratnya seperti membuat hidup kita susah senang, hal tersebut diri kita sendiri yang
akan merasakannya nanti.”
11. Pertanyaan:
“Apa manfaat dari pembacaan surah-surah tersebut bagi anda yang membacakan dan
yang dibacakan?”
Jawaban:
“Tujuannya untuk ibadah, mencari keberkahan karena di dalam al-Qur’an terdapat
banyak keberkahan. Kemudian untuk kebaikan ibu dan anak yang dikandung, serta
supaya diberikan keturunan-keturunan yang baik.”
12. Pertanyaan: “Bagaimana praktik pembacaannya?”
Jawaban:
“Adapun yang pertama memulai adalah pemimpin bacaannya, baru kemudian diikuti
oleh para jama’ah.”
13. Pertanyaan:
“Apakah semua undangan ikut membacakan?”
Jawaban:
“Biasanya laki-laki saja. Sedangkan ibu-ibu seringnya duduk di dapur, tidak di ruang
tamu. Tetapi tidak menutup kemungkinan untuk ikut membacakan juga.”
14. Pertanyaan:
“Apakah ada syarat tertentu untuk menjadi pemimpin bacaan?”
Jawaban:
“Yang jelas kan orang yang paham dengan agama dan mengerti maksud dan tujuan
dari acara atau niat dari tuan rumah tersebur.”
15. Pertanyaan:
“Apakah Bapak hafal dengan surah/ayat yang dibacakan?”
Jawaban:
147
“Hafal, karena surahnya pendek.”
16. Pertanyaan:
“Apakah Bapak mengerti dengan arti atau makna dari surah/ayat yang dibacakan?”
Jawaban:
“Harusnya kita memang harus memahami makna atau arti dari al-Fātiḥah Ampat
yang dibacakan tersebut. Pada dasarnya semua surah-surah tersebut dimaksudkan
untuk mencari keberkahan. Kalau surah al-Ikhlas tentang ketauhidan, dengan adanya
ketauhidan tersebut mungkin harapannya supaya keturunan-keturunannya menjadi
lebih baik.”
17. Pertanyaan:
“Bagaimana Bapak memaknai al-Qur’an secara umum?”
Jawaban:
“Al-Qur’an itu kitab Allah. Wajib kita mempelajari dan mengetahui isi di dalamnya.
Suatu kewajiban bagi kita seorang Muslimuntuk mempelajari dan mengetahui
maksud dan tujuannya.”
18. Pertanyaan:
“Apakah Bapak terbiasa membaca al-Qur’an?”
Jawaban:
“Terbiasa.”
19. Pertanyaan:
“Mengapa Bapak membaca al-Qur’an?”
Jawaban: “Pertama, kita membaca al-Qur’an untuk ketenangan hati dan jiwa, kemudian untuk
memotivasi diri kita untuk menjadikan diri kita lebih baik.”
20. Pertanyaan:
“Dalam kegiatan keagamaan apa saja terdapat pembacaan al-Qur’an?”
Jawaban:
“Setelah usia kehamilan sembilan bulan sepuluh hari, maka lahirlah seorang anak.
Setelah anak tersebut lahir terdapat pembacaan al-Qur’an juga. Dibacakan surah
Yūsuf jika anaknya laki-laki, jika anaknya perempuan maka dibacakan surah
Maryam. Surah an-Nisa pun baik juga untuk dibacakan. Dengan harapan jika
anaknya laki-laki, tingkah lakunya kelak seperti Nabi Yūsuf. Jika anaknya
perempuan diharapkan perilakunya kelak seperti Siti Maryam. Dalam acara
Tasmiyahan juga ada pembacaan al-Qur’an. Ketika pengajian biasanya dibacakan surah Ali Imran, di dalamnya semacam diceritakan tentang keluarga Imran, tentang
masalah kesholehan, masalah ketauhidan, ketaqwaan, semuanya ada disitu. Lalu
biasanya tradisi kita disini sebelum mengadakan pernikahan pasti mengadakan
khataman al-Qur’an terlebih dahulu atau batamat.”
21. Pertanyaan:
“Menurut Bapak, apakah bacaan al-Qur’an masyarakat Desa Keraya sudah baik atau
belum baik”?
Jawaban:
“Yang baik ada, hanya saja perlu adanya pembinaan lagi yang lebih baik. Kalau
seperti santri TPA yang dididik oleh guru, bacaannya masih memenuhi standar.
Kalau bapak-bapak atau ibu-ibunya kebanyakan bisa membaca al-Qur’an tetapi harus lebih ditingkatkan lagi.”
22. Pertanyaan:
“Bagaimana kriteria bacaan al-Qur’an yang sudah baik dan belum baik menurut
Bapak?”
Jawaban:
148
“Kalau yang sudah baik pastinya pertama-tama harus paham makharijul huruf-nya,
bisa membedakan yang mana alif dan yang mana ba, atau yang mana alif dan yang
mana hamzah, mereka harus paham itu. Setelah mengenal makharijul huruf, ilmu
tajwidnya juga harus paham, hukum-hukum bacaannya. Jika kita paham itu semua
maka otomatis memudahkan kita ketika membaca al-Qur’an. Kan seperti itu. Nah,
kalau kesalahan yang banyak terjadi ketika membaca al-Qur’an di desa kita ini
adalah di makharijul huruf-nya, dan tajwidnya.”
23. Pertanyaan: “Kapan Bapak mengetahui baik atau tidaknya bacaan al-Qur’an tersebut?”
Jawaban:
“Biasanya setiap kegiatan pengajian anak yang baru dilahirkan, disitulah saya mendengar banyak yang kurang memahami bacaan. Ketika tadarusan juga saya
sering mendengar kurang baik bacaannya.”
Identitas Informan 3
Nama : Bapak Muḥammad Fadhli Umur : 61 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Nelayan
Sebagai : Partisipan
1. Pertanyaan:
“Pernahkah anda mengikuti pelaksanaan mandi hamil tujuh bulan di Desa Keraya?
Jawaban:
“Pernah.”
2. Pertanyaan:
“Bagaimana sejarah atau awal mula adanya mandi hamil tujuh bulan di Desa
Keraya?”
Jawaban:
“Tradisi ini turun menurun dari nenek, datuk kita yang dulu. Hanya saja tradisi
mandi hamil disini khusus untuk ibu yang sudah mengandung selama tujuh bulan,
berbeda dengan orang Jawa yang mandi hamilnya dari tiga bulan, empat bulan, bahkan lima bulan pun ada.”
3. Pertanyaan:
“Adakah pembacaan al-Qur’an dalam tradisi mandi hamil tujuh bulan tersebut?”
Jawaban:
“Ada, kata orang kita zaman dulu disebut dengan Kepala Do’a, yaitu al-Fātiḥah, al-
Ikhlas, al-Falaq dan al-Nas.”
4. Pertanyaan:
“Apa manfaat dan tujuan dari pembacaan surah-surah tersebut?”
Jawaban:
“Kita niatkan untuk bayi dan pengantin atau kedua calon orang tuanya. Hal ini sudah
menjadi tradisi kita. Apabila tidak kita laksanakan, maka akan timbul permasalahan atau kejadian-kejadian yang tidak kita inginkan.”
5. Pertanyaan:
“Bisakah anda membacakan ayat al-Qur’an yang digunakan dalam salah satu
rangkaian dari tradisi mandi hamil tujuh bulan tersebut?”
Jawaban:
“Bisa.”
149
Identitas Informan 4
Nama : Ibu Sanariyah
Umur : 54 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Sebagai : Bidan Kampung
1. Pertanyaan:
“Bagaimana sejarah mandi hamil tujuh bulan di Desa Keraya?”
Jawaban:
“Kita hanya mengikuti orang tua zaman dulu, nenek kakek kita zaman dulu, tidak tau
pasti seperti apa awal adanya mandi hamil tujuh bulan ini.”
2. Pertanyaan:
“Mengapa setiap usia kehamilan mencapai tujuh bulan diadakan mandi-mandi?”
Jawaban:
“Tradisi orang zaman dahulu memang seperti itu. Tetapi biasanya ketika usia kehamilan tujuh bulan itu banyak gangguan, maka harus dimandikan.”
3. Pertanyaan:
“Dimanakah tempat untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”
Jawaban:
“Biasanya di rumah pengantin perempuan, tapi boleh di tempat pengantin laki-laki,
asalkan keturunannya (Nenek moyang) dibawa.”
4. Pertanyaan:
“Apakah ada waktu khusus untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”
Jawaban:
“Kalau sudah memasuki bulan ketujuh kehamilan, harus ketika akhir bulan, tepatnya
tanggal 17 baru bisa dilaksanakan mandi hamil tujuh bulan. Tidak boleh ketika awal bulan.”
5. Pertanyaan:
“Apakah semua warga mengikuti mandi-mandi hamil tujuh bulan tersebut?”
Jawaban:
“Semua warga pasti diundang jika ingin mengadakan mandi hamil tujuh bulan.”
6. Pertanyaan:
“Apakah ada batasan untuk tamu undangan yang hadir?”
Jawaban:
“Tidak, semua boleh hadir.”
7. Pertanyaan:
“Bagaimana tahapan-tahapan pelaksanaan mandi hamil tujuh bulan?”
Jawaban: “Yang harus disiapkan adalah kue empat puluh macam dalam dua tempat besar,
lengkap dengan pisang, juga nasi kuning yang di tengah-tengahnya diletakkan telur,
dan diletakkan di tengah rumah. Bentangkan kasur untuk tempat duduk kedua
pengantin. Lalu terdapat beras dan lilin di dalam tujuh buah gelas, perintahkan anak-
anak tujuh orang yang berumur tujuh tahun untuk membawa gelas tersebut sambil
mengiringi pengantin yang akan turun ke halaman rumah untuk mandi-mandi.
Kemudian disusul dengan bidan kampung sambil membawa mayang, dua buah
kelapa yang muda dan kecil, dan satu buah kelapa yang tua sambil digendong
sebagai lambang dari anaknya, sambil membawa payung, dan membawa keranjang
untuk tempat baju ganti. Semuanya keluar ke halaman rumah sambil mengelilingi
tempat pemandian sebanyak tiga kali. Tempat pemandiannya digantungi bunga di setiap penjurunya. Setelah berkeliling sebanyak tiga kali, kedua pengantin duduk
150
berdampingan, barulah bidan kampung membelah kelapa yang dibawa tersebut.
Kemudian kelapa disentuhkan ke perut si ibu yang mengandung sambil dihitung
sebanyak tujuh kali, barulah kemudian dilemparkan ke tanah. Jika kedua kelapa
terlentang maka berarti anaknya perempuan, dan jika kedua kelapa tertutup maka
berarti anaknya adalah laki-laki. Kelapa dilemparkan secara bergiliran oleh kepala
bidan kampung dan pengiring bidan kampung sebanyak dua orang. Jadi, bidan
kampung ada tiga orang, satu sebagai kepala bidan kampung dan dua orang lagi
sebagai pengiringya. Setelah itu pengantinnya dikelilingi oleh mayang, kemudian
barulah bidan kampung menyemburkan air do’a yang dibacakan oleh masyarakat di
rumah pengantin sebanyak tiga kali. Setelah itu mayang dipukulkan lagi kepada
pengantin secara pelan sebanyak tiga kali, kemudian barulah mayang dipukulkan ke kendi yang di atasnya terdapat kelapa sebanyak tiga kali. Lalu terdapat benang
kuning yang panjang dibentangkan di depan kedua pengantin, kemudian kedua
pengantin melangkahkan kakinya melewati benang tersebut. Jika pengantin
perempuan melangkahkan kaki kanan terlebih dahulu, maka pengantin laki-laki juga
melangkahkan kaki kanan terlebih dahulu, begitu pula sebaliknya. Setelah benang
tersebut dilewati oleh kedua pengantin, benang tersebut diangkat ke atas
mengelilingi tubuh kedua pengantin, setelah itu diletakkan kembali di depan
keduanya. Hal tersebut dilakukan sebanyak tiga kali secara berturut-turut. Setelah itu
pengantin diminumkan air do’a melalui benang tersebut, yang mana tetesan air dari
benang itulah yang diminum oleh pengantin. Adapun tujuan dari melewati atau
melangkahi benang tersebut adalah agar si ibu melahirkan dengan selamat. Setelah itu pengantin pun mandi. Setelah selesai mandi, pengantin mengganti pakaian
mereka di tempat pemandian tersebut, dan masuk ke dalam rumah. Ketika pengantin
sudah masuk ke dalam rumah, kedua pengantin duduk bersebelahan dan memakan
kue di dalam dua tempat besar yang telah disediakan di depan mereka. Mereka tidak
memakan semua kue tersebut, melainkan hanya boleh mencicipi satu persatu dari
empat puluh macam kue tersebut. Setelah itu barulah mengadu burung. Setelah
mengadu burung, ustadz atau tokoh agama membacakan do’a dan diikuti oleh
masyarakat yang hadir. Setelah itu masyarakat menikmati hidangan yang disediakan
oleh tuan rumah. Terdapat satu hal yang tidak boleh dilakukan oleh pengantin yaitu
memakan lagi kue-kue empat puluh macam yang disebutkan di atas. Karena ketika
melahirkan nanti calon ibu akan merasakan kesakitan yang luar biasa. Hal ini sudah
terjadi dengan diri saya sendiri. Ketika itu bidan kampung memberitahu kepada saya agar jangan memakan kue lagi, namun pada saat itu ada seorang anak kecil yang
ingin meminta kue tersebut, lalu saya memberikan kue yang diinginkannya, akan
tetapi saya pun juga ikut memakan kuenya lagi, padahal bidan kampung sudah
memberitahu saya agar tidak memakannya lagi. Karena kejadian itu, saya merasa
sangat kesakitan ketika melahirkan anak pertama. Kalau di zaman sekarang kan
sudah ada sesar, kalau zaman dulu belum ada karena tidak ada dokter yang bisa. Jadi
ketika saya melahirkan rasanya sakit sekali.”
8. Pertanyaan:
“Apa persiapan yang dilakukan ketika akan melaksanakan mandi hamil tujuh
bulan”?
Jawaban: “Bermacam-macam yang harus disiapkan, diantaranya kue-kue, lilin untuk dibawa
oleh anak-anak, perlengkapan untuk mandi-mandi, membuat tempat pemandian
untuk kedua pengantin, membuat jamuan untuk tamu undangan, menyiapkan segala
sesuatu untuk diberikan ke laut dan ke darat, dan yang paling penting adalah kedua
pengantin sudah siap memakai kain untuk mandi-mandi.”
9. Pertanyaan:
151
“Apa saja perlengkapan yang digunakan dalam mandi hamil tujuh bulan?”
Jawaban:
“Perlengkapan sebelum mandi itu kasur untuk pengantin duduk, jangan lupa dua
burung-burungan yang terbuat dari daun benipah dan air semangkuk, kue empat
puluh macam dalam dua tempat besar, lengkap dengan pisang, juga nasi kuning yang
di tengah-tengahnya diletakkan telur, kue pamali juga seperti cucur, cincin, nasi
kuning, dan bingka tidak boleh tertinggal, diletakkan di tengah rumah. Sisanya
beragam kue-kue lainnya. Pencokan juga harus ada, yang isinya bermacam-macam
buah, diletakkan di dalam tempat yang besar juga. Kalau untuk mandi-mandinya,
sediakan air di dalam dua tempat yang besar untuk pemandiannya, di dalam air itu
ada bunga, terus juga siapkan air do’a barzanji, dan air keturunan. Lalu beras dan lilin dalam tujuh gelas, satu mayang kelapa yang masih tertutup, benang kuning, dua
buah kelapa yang muda dan kecil, dan satu buah kelapa yang tua sambil digendong
untuk anaknya, payung, keranjang untuk tempat baju ganti, dan baju ganti untuk
pengantin, serta telur ayam kampung untuk dipasangkan di atas tempat pemandian.
Siapkan juga dua buah kursi untuk tempat duduk pengantin. Kemudian untuk
membuat tempat pemandiannya, sediakan empat buah kayu untuk membuat tiang
pemandian, tujuh buah kain panjang, dan kain untuk membuat dinding pemandian,
kembang ayunan, serta lilipan yang terbuat dari daun benipah. Kalau untuk
pemberian, sediakan satu telur ayam kampung dalam tempurung kelapa yang
beralaskan tiga buah daun keladi, untuk pemberian ke laut. Siapkan daun pucuk yang
sudah dibentuk menjadi segi empat, lalu diisi dengan satu telur ayam kampung dan sekepal nasi, untuk pemberian ke darat.”
10. Pertanyaan:
“Apakah ada makna tersendiri dari perlengkapan yang digunakan tersebut”?
Jawaban:
“Kalau kue pamali memang tidak boleh tertinggal, karena kalau tertinggal ditakutkan
ada kejadian yang tidak baik. Makanya kue itu dinamakan kue pamali. Kalau
mayang yang masih tertutup di dalam tempatnya itu nanti digunakan untuk
menghitung waktu melahirkan. Kalau mayang tersebut sudah kering, berarti waktu
melahirkan sudah dekat. Buah kelapa muda yang sudah dikupas itu untuk melihat
apakah anaknya perempuan atau laki nantinya ketika dibelah dan dilemparkan.
Apalagi ketika pemberian, segala sesuatu yang sudah disiapkan harus diberikan
untuk penghormatan kepada yang ada di laut dan yang ada di darat, kalau tidak diberikan nanti ditakutkan ada yang mengganggu bayi yang ada di dalam kandungan
dan ibu yang mengandung. Kalau air do’a barzanji sebagai simbol permohonan
kepada Allah SWTuntuk keselamatan ibu dan anaknya. Sedangkan perlengkapan
yang lain itu memang disuruh oleh orang tua zaman dulu, saya tidak tau lagi apa
maknanya.”
11. Pertanyaan:
“Apa manfaat atau tujuan dari mandi hamil tujuh bulan tersebut?”
Jawaban:
“Ya itu tadi manfaatnya agar pengantin selamat melahirkan, dan tidak sakit ketika
melahirkan.”
Identitas Informan 5 Nama : Ibu Kurnia
Umur : 65 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Bidan Kampung
Sebagai : Bidan Kampung
152
1. Pertanyaan:
“Bagaimana sejarah atau awal mula adanya mandi hamil tujuh bulan di Desa
Keraya?”
Jawaban:
“Tradisi itu adalah kebiasaan atau turun menurun dari nenek moyang, leluhur kita.
Seperti itu.”
2. Pertanyaan:
“Apa saja yang harus disiapkan sebelum melaksanakan tradisi mandi hamil tujuh
bulan di Desa Keraya dan bagaimana tata cara pelaksanaannya?”
Jawaban:
“Tepung umbang, tepung pulut ketupat, nasi manis, dodol, dan kuenya dua tempat besar yang isinya bermacam-macam kue. Terdapat kue cucur, nasi manis, kue lapis,
dan tujuh macam warna kue cucur. Memandikan pengantin menggunakan mayang,
gayung, bunga, sambil membaca bacaan. Bacaan yang dibaca ada yang terdiri dari
ayat-ayat al-Qur’an. Pertama membaca al-Fātiḥah, kemudian membaca al-Ikhlas
sebanyak tiga kali. Barulah air dari mayang dipercikkan ke pengantin.”
3. Pertanyaan:
“Apa manfaat atau tujuan dari mandi hamil tujuh bulan tersebut?”
Jawaban:
“Agar si ibu melahirkan dengan selamat dan sehat.”
Identitas Informan 6
Nama : Syahwan, S.Pd.I
Umur : 42 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Kepala Sekolah MTS
Sebagai : Partisipan
1. Pertanyaan:
“Apakah Bapak pernah mengikuti pelaksanaan mandi hamil tujuh bulan?”
Jawaban:
“Pernah melihat dan mengikuti.”
2. Pertanyaan:
“Bagaimana sejarah mandi hamil tujuh bulan di Desa Keraya?”
Jawaban:
“Nah, kalau mengenai sejarahnya, kemungkinan besar saya tidak mengetahui,
mengapa awalnya ada mandi-mandi tersebut. Kita hanya mengikuti adat istiadat dari
nenek moyang kita saja. Termasuk memecahkan telur, memecahkan kelapa, saya
tidak tahu mengenai masalah tersebut.”
3. Pertanyaan:
“Mengapa setiap usia kehamilan mencapai tujuh bulan diadakan mandi-mandi?”
Jawaban:
“Kalau di dalam proses pembentukan ruh, ketika ruh ditiupkan ke dalam janin kan ketika janin berumur empat puluh hari, Iya kan? Nah, pada umur tujuh bulan bayi itu
sudah berbentuk lengkap anggota tubuhnya diberikan oleh Allah. Disitulah hadis
menekankan dan menganjurkan hendaklah kamu memperbanyak do’a dan
bersedekah ketika kehamilanmu berumur tujuh bulan. Supaya apa? Supaya kelak
ketika anak itu lahir menjadi anak yang sholeh sholehah, itu tujuannya. Nah,
hubungannya dengan mandi-mandi inilah yang perlu kita cari bersama. Apa
korelasinya atau kaitannya dengan hadis tersebut. Adapun yang bisa menjawab itu
semua adalah bidan kampungnya. Bahkan hanya kehamilan pertama yang dimandi-
153
mandi, tapi kehamilan kedua dan ketiga tidak. Kalau kehamilan ketiga mungkin
berdoa saja, tapi tidak seramai kehamilan pertama. Hal tersebut yang bisa menjawab
adalah bidan kampung atau leluhur desa ini. Kalau seperti kita yang masih muda ini,
tidak ada bayangan sama sekali.”
4. Pertanyaan:
“Dimanakah tempat untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”
Jawaban:
“Kalau yang sering dilakukan di desa ini biasanya di rumahnya masing-masing. Ada
yang melaksanakan di halaman rumahnya atau di samping rumah. Ada juga yang
melaksanakan di teras dapur belakang rumahnya yang agak tertutup. Pertama,
tergantung kepada bidan kampung inginnya dimana. Kedua, tergantung pengantin yang akan mandi-mandi. Jika dia mengerti tentang hukum adat dan agama, pasti bisa
menyesuaikan agar tidak terlalu banyak orang yang melihat ketika mandi-mandi
berlangsung. Agar auratnya tidak terlihat banyak orang. Jadi, bagaimana caranya
adat istiadat tetap dilaksanakan, tetapi hukum agama tidak dikesampingkan juga.”
5. Pertanyaan:
“Apakah ada waktu khusus untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”
Jawaban:
“Kebanyakan masyarakat desa memiliki waktu khusus untuk melaksanakan mandi-
mandi. Memilih hari, jam, kata orang mencari pelangkah. Mencari pelangkah itu
berarti mereka membuka penukilan orang tua terdahulu. Biasanya mencari atau
melihat di bulan Arabnya, tanggalnya, dan harinya. Tidak sembarangan. Intinya menurut keyakinan mereka tidak ada salahnya memilih hari, jam yang bagus. Pada
dasarnya tetap memohon kepada yang Kuasa juga, kepada Allah ta’ala. Rangkaian
adat yang harus dilewati memang harus seperti itu. Begitu kira-kira yang saya tahu.
Termasuk pernikahan, seperti itu juga. Sebenarnya Allah menciptakan hari pasti baik
semuanya, hanya saja di dalam hadis Nabi banyak dikatakan bahwa bulan itu ada
yang dimuliakan. Empat bulan yang dimuliakan Rasulullah ialah Rajab, Sya’ban,
Ramadhan dan Syawal.”
6. Pertanyaan:
“Apakah semua warga mengikuti acara mandi hamil tujuh bulan tersebut?”
Jawaban:
“Tidak, tidak harus. Yang utama itu pastinya yang diundang. Tapi seperti kalangan
tokoh-tokoh, sesepuh-sesepuh desa pasti datang. Karena dia yang memimpin acara tersebut, termasuk memimpin do’a dan sebagainya. Jika orang umum ingin hadir
berarti hadir, kalau tidak berarti tidak. Tapi mereka biasanya hadir bukan karena
acara mandi-mandi tersebut, justru untuk menghormati undangan tetangga, dan ikut
mendoakan. Itulah yang utamanya.”
7. Pertanyaan:
“Apakah ada batasan untuk tamu undangan yang hadir?”
Jawaban:
“Tidak ada, terserah tuan rumah saja, siapa yang mau diundang.”
8. Pertanyaan:
“Bagaimana cara pelaksanaannya?”
Jawaban: “Yang saya tau biasanya ketika mandi-mandi sudah selesai, dilanjutkan dengan
membaca barzanji atau membaca asyraqal. Kemudian membaca syair-syair shalawat
Nabi, shalawat nariyah, seperti itu. Yang pasti tidak ketinggalan di desa kita ini
adalah memabaca asyraqal atau barzanji tersebut. Kemudian terakhir ditutup dengan
do’a halarat dan do’a selamat. Tetapi sebelum membaca barzanji pasti terlebih
dahulu membaca al-Fātiḥah Ampat. Jadi, terlepas dari lantunan-lantunan syair-syair
154
habsyi, asyraqal, barzanji, kemudian sebagian ayat-ayat suci al-Qur’an itu
dibacakan, seperti surah al-Fātiḥah Ampat tersebut pasti dibacakan.”
9. Pertanyaan:
“Apa saja surah yang dibaca dalam mandi hamil tujuh bulan di Desa Keraya?”
Jawaban:
“Kalau kata orang sini membaca al-Fātiḥah Ampat, yaitu surah al-Fātiḥah, al-Ikhlas,
al-Falaq, dan al-Nas. Itu saja yang dibaca di awal sebelum membaca asyraqal.”
10. Pertanyaan:
“Mengapa hanya surah-surah tersebut yang dibaca?”
Jawaban:
“Al-Fātiḥah Ampat itu hampir setiap acara atau hajatan, nikahan, walimatul khitan, tasmiyahan, mandi-mandi itu tidak pernah ditinggal. Kenapa? Al-Fātiḥah itu kan
artinya pembuka, iya kan? Apabila kita membaca al-Fātiḥah maka nilai pahalanya
sama ini dengan seperti kita membaca keseluruhan al-Qur’an. Bukan berarti kita
jadinya tidak membaca al-Qur’an, hanya baca al-Fātiḥah saja. Hanya saja
perbandingannya dan saking utamanya surah al-Fātiḥah ini. Padahal surah pertama
yang turun bukan surah al-Fātiḥah, tapi Iqra’ surah al-‘Alaq. Tapi begitu tingginya
kedudukan surah al-Fātiḥah ari keseluruhan al-Qur’an hingga terdapat kajian
mengenai rahasia surah al-Fātiḥah. Di dalam surah al-Fātiḥah itu terdapat tujuh
macam huruf hijaiyah yang tidak ada, dan tujuh huruf tersebut adalah nama-nama di
antara nama neraka. Adakah huruf Kho’ dalam surah al-Fātiḥah? Tidak ada kan.
Adakah huruf Tsa’ dalam surah tersebut? Tidak ada juga. Nama neraka salah satunya apa? Tsaqor. Nah, itulah salah satu contoh dari rahasia al-Fātiḥah. Makanya al-
Fātiḥah tersebut sangat istimewa selalu dibaca dalam setiap kegiatan terutama
hajatan. Al-Fātiḥah kalau tidak kita baca dalam sholat, sah tidak? Haaa tidak kan.
Itulah contoh betapa pentingnya surah al-Fātiḥah. Kemudian surah yang lain yang
mengiringi surah al-Fātiḥah, surah al-Ikhlas, al-Falaq, dan al-Nas. Kedua surah ini
juga disebut dengan al-Mu’awwizatain. Barang siapa membaca al-Ikhlas sebanyak
satu kali, disebutkan dalam hadis Nabi, maka ia seperti membaca sepertiga al-
Qur’an. Apabila dibaca sebanyak tiga kali, lima kali, dan seterusnya maka seperti
mengkhatamkan al-Qur’an. Kenapa? Nah, kedudukan surah al-Ikhlas lebih dahsyat
lagi. Meskipun pendek ayatnya, karena al-Ikhlas berhubungan dengan tauhid,
keimanan seseorang, ke-Esaan Tuhan. Nah, makanya setiap do’a dan acara itu
dibacakan al-Fātiḥah Ampat tadi. Surah yang kedua juga tidak kalah pentingnya. Karena dalam penjelasannya surah al-Falaq dan surah al-Nas itu berhubungan
dengan kejahatan jin, kejahatan dengki, dan manusia. Bukankah golongan yang
diciptakan Allah itu yang jahat ada dari kalangan jin dan manusia. Makanya surah-
surah itu penting sekali untuk dibacakan.”
11. Pertanyaan:
“Bagaimana jika surah-surah itu tidak dibaca dalam tradisi tersebut?”
Jawaban:
“Kalau tidak dibaca pun sebenarnya tidak ada yang mewajibkan membaca surah-
surah tersebut. Di acara mandi-mandi ini pun juga tidak ada. Tetapi karena
kedudukannya tersebut yang menyebabkan orang-orang membacanya. Meskipun jika
tidak dibaca sebenarnya tidak masalah, akan tetapi dalam adab-adab berdo’a kan Rasulullash menganjurkan. Awali dengan al-Fātiḥah, awali dengan qul huwallahu
ahad, al-Falaq, al-Nas. Kemudian awali juga dengan shalawat. Karena betapa
mulianya kedudukan surah-surah tersebut. Itulah yang biasanya menjadi alasan
orang-orang membacakan al-Fātiḥah Ampat tersebut.”
12. Pertanyaan:
155
“Apa manfaat dari pembacaan surah-surah tersebut bagi anda yang membacakan dan
yang dibacakan?”
Jawaban:
“Al-Fātiḥah Ampat mengandung permohonan dan perlindungan dari kejahatan, iya
kan? Kejahatan jin dan manusia. Nah, terutama jin yang paling suka mengganggu
ibu hamil apalagi bayi, ada jin-jinnya. Dengan harapan kita membaca al-Fātiḥah
Ampat itu Allah akan melindungi dari perbuatan jin-jin yang jahat. Biasanya ada
yang diganggu, maka dari itu harapan kita jangan sampai terganggu dengan
kejahatan-kejahatan jin maupun manusia.”
13. Pertanyaan:
“Bagaimana praktik pembacaannya?”
Jawaban:
“Membacanya bersama-sama. Diawali terlebih dahulu oleh pemimpin bacaan, lalu
diikuti oleh warga yang hadir. Jama’ah yang hadir pun setidaknya ikut mengaminkan
do’a-do’a yang dibaca oleh pemimpin bacaan tersebut. Dalam hadis Nabi disebutkan
bahwa jika lebih banyak yang hadir ketika berdo’a maka do’a tersebut akan cepat
dikabulkan. Karena setidaknya ada satu orang yang do’anya mustajab di antara do’a
orang-orang yang hadir tersebut. Pasti ada satu orang yang khusyuk ketika berdo’a,
maka ialah yang mewakili semua orang yang hadir.”
14. Pertanyaan:
“Apakah semua undangan ikut membacakan?”
Jawaban: “Biasanya kalau di desa ini, ibu-ibu dan bapak-bapak berdo’a bersama. Hanya saja
kebanyakan yang memimpin do’a tersebut dari kalangan bapak-bapaknya.”
15. Pertanyaan:
“Apakah ada syarat tertentu untuk menjadi pemimpin bacaan?”
Jawaban:
“Yang pasti memahami dan menguasai apa yang harus dibaca tersebut. Misalnya
barzanji harus dibacakan oleh ahlinya. Tidak mungkin kita serahkan kepada yang
bukan ahlinya. Maka dari itu kita tunjuk yang menguasai itu semua untuk memimpin
pembacaan tersebut, yang mampu memimpin, dan membacakan do’a-do’anya. Dan
sudah pasti bacaannya harus bagus, karena memimpin berarti membawa yang lain
dalam membaca al-Qur’an, barzanji, dan membaca do’a tersebut.”
16. Pertanyaan: “Apakah Bapak hafal dengan surah/ayat yang dibacakan?”
Jawaban:
“Pasti hafal semua, karena ayatnya pendek-pendek saja. Hanya saja bagus tidaknya
bacaan yang menjadi hal yang utama.”
17. Pertanyaan:
“Apakah Bapak mengerti dengan arti atau makna dari surah/ayat yang dibacakan?”
Jawaban:
“Seperti yang sudah saya jelaskan di awal. Kira-kira begitulah maknanya.”
18. Pertanyaan:
“Bagaimana Bapak memaknai al-Qur’an secara umum?”
Jawaban: “Jadi al-Qur’an itu adalah kitab yang paling mulia yang pernah Allah turunkan di
dunia ini. Jadi kitab-kitab sebelum al-Qur’an terhapuskan atau tidak terpakai sebab
turunnya al-Qur’an. Saking mulianya al-Qur’an itu membawa rahmatan lil ‘alamin,
kitab terdahulu tidak berlaku karena disempurnakan di dalam al-Qur’an. Jadi al-
Qur’an itu kitab yang teramat mulia dan tidak lekang dimakan zaman sampai kapan
pun, hingga akhir zaman. Kemudian al-Qur’an adalah kitab yang sebagai petunjuk
156
umat manusia. Siapa yang berpegang kepada al-Qur’an maka hidupnya akan selamat
di dunia dan di akhirat. Siapapun orangnya. Nah, perkara orang itu beriman atau
tidak itu bukan urusannya, intinya Allah menurunkan al-Qur’an secara umum yaitu
kitab umat manusia, bukan umat Islam saja.”
19. Pertanyaan:
“Apakah Bapak terbiasa membaca al-Qur’an?”
Jawaban:
“Kadang-kadang.”
20. Pertanyaan:
“Mengapa Bapak membaca al-Qur’an?”
Jawaban: “Karena al-Qur’an itu sebagai obat, terutama obat untuk hati dan jiwa kita. Jadi
terkadang ketika hati kita sedang galau, maka bacalah al-Qur’an. Karena al-Qur’an
itu pengobat hati, penenang hati. Selain itu dengan membaca al-Qur’an insya Allah
kita akan mendapatkan berkah kebaikan. Dalam hadis juga dikatakan barang siapa
membaca al-Qur’an di rumahnya, maka rumahnya akan bercahaya tembus ke langit
di hadapan Allah, bukan di hadapan makhluk.”
21. Pertanyaan:
“Dalam kegiatan keagamaan apa saja terdapat pembacaan al-Qur’an?”
Jawaban:
“Wah, banyak itu. Hampir setiap acara atau kegiatan di desa, acara keluarga, acara
tetangga, pasti membaca al-Fātiḥah Ampat tersebut, bisa dipastikan. Entah itu acara haulan, tahlilan, shalawatan ibu-ibu, hari-hari besar Islam pasti dibacakan. Kemudian
acara tasmiyahan, acara selamatan khitanan, pasti dibacakan al-Qur’an. Orang
mendirikan rumah baru juga pasti dibacakan al-Qur’an, karena betapa mulianya ayat-
ayat al-Qur’an tersebut. Barulah dilanjtkan dengan membaca do’a, do’a papun yang
diminta oleh tuan rumah, maka itulah yang dibaca.”
Identitas Informan 7
Nama : Ibu Kuswanti
Umur : 38 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Guru
Sebagai : Partisipan / Pelaksana
1. Pertanyaan:
“Apakah Ibu pernah mengikuti atau melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”
Jawaban:
“Pernah, biasanya ketika kehamilan anak pertama.”
2. Pertanyaan:
“Bagaimana sejarah mandi hamil tujuh bulan di Keraya?”
Jawaban:
“Awal sejarahnya kurang tau, hanya saja dasarnya dari orang tua zaman dulu memang setiap usia kehamilan mencapai tujuh bulan harus ada mandi-mandi. Hal ini
seperti semacam tradisi atau adat istiadat. Tapi dalam agama mungkin seperti
syukuran atas usia kehamilan yang sudah menginjak tujuh bulan.”
3. Pertanyaan:
“Mengapa setiap usia kehamilan mencapai tujuh bulan diadakan mandi-mandi?”
Jawaban:
“Supaya diberi keselamatan oleh Allah. Memang seharusnya kita tidak menganggap
mandi-mandi ini yang bisa memberi keselamatan kepada kita, hal itu kesannya
157
seperti meminta kepada yang lain. Kalau kita menganggap ada pertolongan selain
Allah kan tidak boleh. Nah, hanya saja sebagai bentuk rasa syukur saja sebenarnya.
Tetapi memang setiap kita sebagai ibu-ibu yang sedang hamil tujuh bulan anak
pertama pasti melaksanakan mandi tujuh bulan tersebut. Kalau kehamilan kedua dan
ketiga biasanya ada mandi hamil tujuh bulan, tetapi tidak seperti kehamilan pertama
lagi. Kalau kehamilan ketiga itu disebut dengan mandi baya’, ada pembacaan do’a
juga, dan niatnya syukuran juga. Intinya mengikuti apa yang orang tua kita
perintahkan.”
4. Pertanyaan:
“Dimanakah tempat untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”
Jawaban: “Kebanyakan pelaksanaan dilakukan di rumah pengantin perempuan. Mandinya di
halaman rumah dan disediakan tempat khusus yang dialasi, diberi atap, dan dinding.
Biasanya dilihat oleh banyak orang. Nah, ketika dilihat banyak orang inilah
sebenarnya kurang nyaman, karena dulu apapun yang diperintahkan orang tua pasti
kita turuti saja. Kita memakai kain setinggi dada, sedangkan orang-orang melihat
kita yang sedang mandi. Rasanya tidak nyaman mandi-mandi di tempat terbuka.
Seharusnya tidak usah dilihat, tapi namanya tradisi disini memang seperti itu
pelaksanaannya.”
5. Pertanyaan:
“Apakah ada waktu khusus untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”
Jawaban: “Iya dihitung. Menghitung usia kehamilannya itu menurut bulan Islam, contohnya
ketika kehamilan sudah memasuki usia tujuh bulan, kita lihat bulan Islamnya, lalu
kita lihat tanggalnya yang mana yang kira-kira baik menurut orang tua untuk
melaksanakan mandi-mandi. Yang jelas kita tidak bisa mengubah bulannya kalau
sudah pas tujuh bulan, hanya saja tanggal pelaksanaannya dicari yang bagus. Tetapi
ada juga orang tua yang beranggapan jika usia tujuh bulan jatuh pada bulan yang
tidak bagus, maka mandi-mandinya dilaksanakan pada bulan selanjutnya. Contohnya
bulan kesebelas pada bulan Islam yaitu bulan Dzulqo’dah, menurut orang tua bulan
itu tidak bagus. Jadi pelaksanaannya bisa diundur ke bulan selanjutnya karena ingin
mencari bulan yang bagus untuk pelaksanaan mandi-mandi tersebut. Selama si ibu
belum melahirkan, maka bisa dicari bulan yang lebih baik. Padahal sebenarnya
semua bulan bagus saja kan? Tapi disini ada anggapan bulan yang tidak bagus, hari yang tidak bagus. Padahal semuanya menurut saya bagus.”
6. Pertanyaan:
“Apakah semua warga mengikuti acara mandi hamil tujuh bulan tersebut?”
Jawaban:
“Tidak juga, tidak semua menghadiri. Semua warga memang diundang, akan tetapi
pasti ada yang hadir dan ada juga yang tidak hadir. Kebanyakan dari kalangan ibu-
ibu yang hadir.”
7. Pertanyaan:
“Apakah ada batasan untuk tamu undangan yang hadir?”
Jawaban:
“Tidak dibatasi, terserah kita saja.”
Jawaban:
8. Pertanyaan:
“Mengapa hanya al-Fātiḥah Ampat yang dibaca?”
Jawaban:
“Empat surah itu dianggap ada keutamaan di dalamnya. Bukan berarti menyepelekan
surah-surah yang lain, tetapi memang empat surah itu dianggap ada keistimewaan
158
tersendiri. Bahkan ada sebutannya juga yaitu al-Mu’awwizatain. Makanya surah-
surah tersebut dibacakan. Intinya dalam surah al-Falaq misalnya untuk memohon
perlindungan dari kejahatan malam, kejahatan wanita-wanita sihir. Kalau surah al-
Nas itu untuk minta perlindungan dari kejahatan manusia. Mungkin karena itu
makanya dibacakan. Sebenarnya seperti surah al-Ikhlas disebutkan katakanlah Allah
itu satu, tidak ada Tuhan selain Allah. Akan tetapi dalam rangkaian pelaksanaan
mandi-mandi tersebut ada yang namanya bebari-bari, hal ini semacam meminta
pertolongan kepada selain Allah. Tetapi di awal tetap dibacakan surah al-Ikhlas
juga.”
9. Pertanyaan:
“Bagaimana jika surah-surah itu tidak dibaca dalam tradisi tersebut?”
Jawaban:
“Harus ada surah al-Fātiḥah untuk mengawali sebagai pembuka sebelum membaca
yang lain. Seperti kita berdo’a pasti diawali dengan al-Fātiḥah Ampat. Kalau
misalnya tidak dibaca sepertinya kurang lengkap. Atau sepertinya mungkin do’anya
tidak sampai kepada Allah.”
10. Pertanyaan:
“Apa manfaat dari pembacaan surah-surah tersebut bagi anda yang membacakan dan
yang dibacakan?”
Jawaban:
“Ada manfaatnya, seperti kita memperoleh ketenangan karena kita sudah memohon
berserah diri kepada Allah dalam meminta keselamatan, meminta perlindungan sampai anak kita nanti lahir. Semoga anak kita menjadi anak yang sholeh dan
sholehah. Makanya ayat-ayat tersebut dibaca.”
11. Pertanyaan:
“Bagaimana praktik pembacaannya?”
Jawaban:
“Bersama-sama. Biasanya diawali oleh yang memimpin bacaan, lalu barulah diikuti
oleh orang-orang yang hadir. Biasanya ketika membaca barzanji dan do’a itu
menggunakan buku. Kalau untuk al-Fātiḥah Ampat pasti semua sudah hafal. Hanya
saja bacaannya bagus atau tidak, tetapi tidak dikhususukan atau diwajibkan bagus
bacaannya untuk orang-orang yang hadir tersebut.”
12. Pertanyaan:
“Apakah semua undangan ikut membacakan?”
Jawaban:
“Biasanya hanya bapak-bapak yang membacakan.”
13. Pertanyaan:
“Apakah ada syarat tertentu untuk menjadi pemimpin bacaan?”
Jawaban:
“Harus ada. Yang jelas bacaannya harus bagus. Seperti Unggal Adan biasanya sudah
dianggap mampu untuk memimpin. Apalagi beliau sekarang sudah menjadi imam
tetap dan pengurus masjid di desa kita ini.”
14. Pertanyaan:
“Apakah Ibu hafal dengan surah/ayat yang dibacakan?”
Jawaban: “Alhamdulillah hafal, karena biasa dibacakan.”
15. Pertanyaan:
“Apakah Ibu mengerti dengan arti atau makna dari surah/ayat yang dibacakan?”
Jawaban:
“Seperti yang sudah Ibu jelaskan, kira-kira seperti itu pemahaman Ibu mengenai arti
atau makna dari surah-surah tersebut.”
159
16. Pertanyaan:
“Bagaimana Ibu memaknai al-Qur’an secara umum?”
Jawaban:
“Al-Qur’an adalah pedoman hidup. Meskipun kita belum banyak mengetahui isinya,
tetapi setiap hari kita berusaha untuk mempelajari isi-isi al-Qur’an, selalu
mengamalkannya dalam kehidupan. Sedikit-sedikit berusaha kehidupan sehari-hari
kita berpedoman dengan apa yang ada di dalam al-Qur’an. Bukannya sok sholeha,
tetapi kita harus berusaha memperbaiki diri. Misalnya ketika kita sudah membaca
ayat ini, kemudian tahu artinya, ooh ternyata seperti ini.”
17. Pertanyaan:
“Apakah Ibu terbiasa membaca al-Qur’an?”
Jawaban:
“Alhamdulillah terbiasa ja, ketika hamil pun Ibu memperbanyak baca al-Qur’an.
Sampai-sampai Ibu mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an atau surah yang baik untuk
dibaca agar diberi kemudahan melahirkan. Ada juga ayat yang dibaca ketika
kesakitan melahirkan. Dulu Ibu pernah menuuliskan apa saja ayat-ayat dan surah
yang harus dibaca, tetapi sekarang Ibu sudah lupa menyimpannya dimana.”
18. Pertanyaan:
“Mengapa Ibu membaca al-Qur’an?”
Jawaban:
“Ingin mendapatkan petunjuk pastinya. Karena Ibu ingin sedikit-sedikit mempelajari
al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Membiasakan diri hidup berpedoman dengan isi-isi yang ada dalam al-Qur’an.”
19. Pertanyaan: “Dalam kegiatan keagamaan apa saja terdapat pembacaan al-Qur’an?”
Jawaban:
“Ketika Tasmiyahan atau memberi nama bayi yang sudah lahir. Batajak rumah itu
pasti diawali dengan al-Fātiḥah Ampat. Seperti beayun anak ketika usia anak
berumur tujuh hari pasti dibacakan al-Qur’an juga. Ketika anak berumur tiga hari ada
juga yang langsung dibacakan al-Qur’an. Kalau anaknya laki-laki maka dibacakan
surah Yūsuf, kalau perempuan surah Maryam. Tujuan dibacakan surah-surah
tersebut agar anak-anaknya sholeh sholehah. Selain kegiatan keagamaan, biasanya
ibu-ibu yang hamil juga dianjurkan membaca al-Qur’an. Kalau ingin anaknya
perempuan maka hendaknya sering membaca surah Maryam, kalau ingin anaknya laki-laki maka hendaknya sering membaca surah Yūsuf, begitu kata orang tua kita
zaman dulu. Tapi menurut Ibu itu tidak terbukti, karena ketika Ibu mengandung anak
kedua Ibu sering baca surah Maryam, karena Ibu ingin anak Ibu nanti perempuan.
Sampai dengan hampir lahiran Ibu membaca surah Maryam, padahal Ibu sudah tau
dari hasil USG bahwa anak Ibu adalah laki-laki. Tapi tetap dibacakan terus surah
Maryam, karena saking inginnya anak perempuan. Memang ada sebagian yang
terbukti, tapi ketika posisi Ibu yang membacakan itu tidak terbukti, Allah
berkehendak lain. Tapi ketika Ibu mengandung anak ketiga, barulah dikasih
perempuan. Sebenarnya anak pertama juga dibacakan surah Yūsuf dan surah
Maryam. Karena anak pertama itu sebenarnya Ibu tidak begitu menginginkan harus
anak laki-laki atau perempuan. Makanya Ibu baca saja kedua-duanya.”
20. Pertanyaan:
“Menurut Ibu, apakah bacaan al-Qur’an masyarakat Desa Keraya sudah baik atau
belum baik?”
Jawaban:
“Rata-rata menurut Ibu semua bisa membaca al-Qur’an. Kebanyakan bisa,
dibandingkan jika dilihat dari segi anak-anaknya dengan desa lain, Alhamdulillah di
160
Desa Keraya sudah banyak yang bisa baca al-Qur’an. Tetapi ada juga yang msih
kurang dalam segi tajwidnya. Tapi rata-rata bisa saja membaca al-Qur’an.”
21. Pertanyaan:
“Kesalahan apa yang sering Ibu temui ketika masyarakat Desa Keraya membaca al-
Qur’an?”
Jawaban:
“Kalau di Desa Keraya ini kebanyakan kurang dalam penyebutan huruf atau
makharijul huruf-nya. Kalau panjang pendek bacaan insya Allah rata-rata bagus.”
22. Pertanyaan: “Kapan Ibu mengetahui baik atau tidaknya bacaan al-Qur’an tersebut?”
Jawaban: “Dalam acara shalawatan ibu-ibu biasanya ada pembacaan rawi-rawi. Nah, disitulah
terkadang terdengar makharijul huruf-nya masih kurang. Meskipun panjang
pendeknya rata-rata sudah bagus, akan tetapi makharijul huruf-nya masih kurang.”
Identitas Informan 8 Nama : Ibu Nor Aidin
Umur : 45 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga / Ketua Pengajian Ibu-ibu
“Apakah Ibu pernah mengikuti atau melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”
Jawaban:
“Pernah, ketika mengandung anak pertama.”
2. Pertanyaan:
“Bagaimana sejarah mandi hamil tujuh bulan di Desa Keraya?”
Jawaban:
“Tidak tau. Yang pasti mengikuti adat istiadat dari orang tua zaman dulu.”
3. Pertanyaan: “Mengapa setiap usia kehamilan mencapai tujuh bulan diadakan mandi-mandi?”
Jawaban:
“Sudah menjadi adat dari dulu. Dari zaman dulu, datuk, nenek moyang.”
4. Pertanyaan:
“Dimanakah tempat untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”
Jawaban:
“Di halaman rumah bisa, di teras rumah juga bisa. Tergantung keinginan dari orang
yang akan melaksanakan mandi-mandi, mau mandi di rumah atau mau mandi di
halaman rumah. Kalau di halaman rumah ada tempat pemandiannya, namanya
andang-andang. Andang-andang tersebut terbuat dari kayu, bagian atasnya
dilindungi oleh kain berwarna kuning, di samping andang-andang diikatkan tali-talian dan juga bermacam-macam kain. Kayu digunkan sebagai tiang andang-
andang, di setiap sudut kayu diletakkan pohon tebu, dan pohon kelapa yang masih
berbuah.”
5. Pertanyaan:
“Apakah ada waktu khusus untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”
Jawaban:
“Waktu pelaksanaannya ketika akhir bulan, ada pula ketika pertengahan bulan, dan
ada pula ketika awal bulan. Tetapi lebih baik ketika akhir bulan, karena sudah
161
hampir penuh satu bulan. Ada pula yang melaksanakan mandi-mandi ketika sudah
memasuki bulan ke-delapan, bahkan ada yang sudah memasuki bulan kesembilan.
Jadi, melaksanakan mandi-mandinya ketika ada kesempatan saja. Siapa tau sedang
sibuk dengan pekerjaan, jadi mandinya nanti saja ketika sudah memasuki bulan
kesembilan. Ada yang seperti itu katanya.”
6. Pertanyaan:
“Apakah semua warga mengikuti acara mandi hamil tujuh bulan tersebut?”
Jawaban:
“Tergantung siapa saja yang diundang, kalau memang diundang kita hadir, kalau
tidak diundang ya tidak hadir. Sekalipun itu tetangga di samping rumah. Tetapi
biasanya yang banyak hadir adalah ibu-ibu daripada bapak-bapaknya.”
7. Pertanyaan:
“Apakah ada batasan untuk tamu undangan yang hadir?”
Jawaban:
“Tidak ada.”
8. Pertanyaan:
“Bagaimana cara pelaksanaannya?”
Jawaban:
“Harus ada bebari-bari ke laut dan ke darat. Seperti memberi ke Datuk Buaya itu
harus. Seperti istilah orang tua zaman dulu kita bebari-bari tersebut untuk memberi
tau kepada datuk-datuk kita bahwa kita akan melaksanakan mandi-mandi hamil dan
meminta airnya untuk dimandikan nanti. Kalau kita tidak bebari-bari ditakutkan ada gangguan terhadap ibu dan anak yang dikandungnya. Apalagi kita ini keturunan suku
Bugis, di desa kita ini kebanyakan keturunan suku Bugis. Lalu ketika mandi-mandi
nanti ada satu buah kelapa yang sudah dikupas kulitnya untuk dibelah menjadi dua
bagian nanti. Kelapa ini berfungsi untuk melihat apakah anak yang dikandung
perempuan atau laki-laki. Ketika kelapa dilemparkan lalu kemudian terbuka
keduanya, maka anaknya nanti adalah perempuan. Ketika kelapa dilemparkan lalu
kemudian tertutup keduanya, maka anaknya nanti adalah laki-laki. Kelapa itu dibelah
di atas kepala pengantin dan airnya diminumkan ke pengantin yang dialirkan melalui
kepalanya. Hal ini dipercaya agar si ibu melahirkan dengan lancar sederas air kelapa
yang mengalir melalui kepalanya tersebut. Setelah mandi-mandi selesai, pengantin
kembali memasuki rumah diiringi dengan pemukulan gong oleh salah satu bidan
kampung. Pemukulan gong tersebut sebagai pertanda bahwa ritual mandi-mandi tersebut sudah selesai. Ketika pengantin memasuki rumah, di belakang mereka ada
tujuh orang anak-anak sambil membawa tujuh buah gelas yang berisi beras dan lilin.
Ketika pengantin turun ke halaman untuk melaksanakan mandi-mandi juga diiringi
oleh anak-anak tersebut. Lalu, ada juga kelapa yang tadinya dipangku oleh kedua
pengantin ketika mandi-mandi berlangsung dibawa masukjuga ke dalam rumah
sambil digendong oleh kedua bidan kampung. Ketika kedua pengantin sudah masuk
ke dalam rumah, di depan keduanya terdapat dua buah tempat besar yang berisi
empat puluh macam kue-kue. Semua kue tersebut harus dicicipi oleh kedua
pengantin, dan jangan sampai ada yang tertinggal. Setelah itu, satu buah tempat kue
diserahkan kepada keluarga pengantin untuk dibagikan kepada warga-warga yang
hadir. Sedangkan satu buah tempat lagi diserahkan kepada bidan kampung untuk dibawa pulang.”
9. Pertanyaan: “Apa saja perlengkapan yang digunakan atau yang harus disiapkan ketika akan
melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”
Jawaban:
162
“Empat puluh macam kue-kue dalam dua tempat besar disediakan di dalam rumah.
Di antara dari bermacam-macam kue tersebut adalah kue cucur, kue cincin, dodol,
dan nasi manis. Kata orang tua zaman dulu, kue empat puluh macam tersebut disebut
dengan kue perabut, jadi bermacam-macam kuenya. Selain itu, di dalamnya ada kue
serAbī dengan bermacam-macam warna, seperti warna kuning, merah, hijau, dan
putih. Lalu ada enceng karok, keripik, dan kue-kue lainnya hingga mencapai jumlah
empat puluh. lalu di dalamnya juga ada pencok, yang mana pencok tersebut diperjual
belikan dan dihargai berapapun harganya kepada warga yang hadir dalam acara
tersebut. Pencok tersebut harus hAbīs dijual. Selain makanan-makanan di atas,
terdapat tujuh buah gelas yang berisi beras dan lilin. Lalu teradapat sebuah keris
yang harus dibawa ketika bebari-bari ke laut dan ke darat. Adapun yang menyimpan keris tersebut adalah sesepuh yang ada di desa kita. Apanbila keris tersebut tidak
dibawa, maka keris tersebut harus direndam di dalam air yang mana air tersebut akan
dimandikan ke kedua pengantin, itulah yang dinamakan dengan air keturunan. Kalau
peralatan untuk orang yang mandi-mandi di halaman rumah, harus disediakan
mayang, dan air bunga untuk dimandikan. Bunga yang digunakan ada tujuh macam,
akan tetapi bukan tujuh macam warna. Jadi bunga apa saja dan warna apa saja
asalkan berbeda jenisnya. Memandikan pengantin menggunakan gayung. Lalu
disediakan juga sebuah cermin ketika mandi-mandi agar anak yang dikandung
cantik. Disediakan juga satu buah kelapa yang sudah dikupas kulitnya untuk dibelah
menjadi dua bagian nanti. Kelapa ini berfungsi untuk melihat apakah anak yang
dikandung perempuan atau laki-laki. Lalu disediakan juga dua buah kelapa yang nanti akan dipangku oleh kedua pengantin. Kelapa yang dipangku pengantin
perempuan diberi kalung-kalungan. Sedangkan kelapa yang dipangku oleh pengantin
laki-laki dikalungkan benang. Kelapa yang dipangku itu melambangkan calon anak
yang akan lahir nanti. Kelapa yang dipangku oleh pengantin laki-laki adalah kelapa
yang sudah bertunas. Sedangkan kelapa yang dipangku oleh pengantin perempuan
adalah kelapa yang masih muda. Lalu ada juga satu buah kelapa yang diletakkan di
atas gantang. Gantang adalah semacam guci yang tidak ditutup, dan terbuat dari
kayu. Gantang tersebut dipercaya berasal dari warisan keturunan nenek moyang.
Lalu ada sebiji telur yang nanti akan diinjak oleh kedua pengantin, setelah itu
telurnya diusapkan ke perut ibu hamil agar ketika melahirkan nanti dilancarkan.
Intinya semua yang dilakukan dalam mandi-mandi itu maknanya bagus dan untuk
kebaikan semuanya. Setelah mandi-mandi selesai, pengantin kembali memasuki rumah diiringi dengan pemukulan gong oleh salah satu bidan kampung. Pemukulan
gong tersebut sebagai pertanda bahwa ritual mandi-mandi tersebut sudah selesai.
Adapun beberapa macam air yang digunakan untuk mandi-mandi dicampurkan ke
dalam air yang berisi bunga, yaitu air keturunan dan air do’a barzanji. Nanti juga ada
mayang yang digantung di jendela kamar pengantin. Mungkin gunanya agar tidak
ada gangguan dan sebagai pertanda bahwa si Ibu hamil tersebut sudah melaksanakan
mandi-mandi. Dikatakan bahwa yang suka mengganggu biasanya adalah makhlus
halus.”
12. Pertanyaan:
“Apakah ada makna tersendiri dari perlengkapan yang digunakan atau proses yang
dilakukan tersebut”?
Jawaban:
“Seperti yang sudah Ibu jelaskan tadi, air kelapa yang diminumkan agar lancar ketika
melahirkan, bercermin supaya anaknya cantik, kelapa yang sudah dikupas untuk
mengetahui apakah anaknya laki-laki atau perempuan, kelapa yang dipangku oleh
pengantin untuk melambangkan si calon anak, dan telur yang diinjak lalu diusapkan
163
agar si Ibu hamil mudah melahirkan. Intinya semua peralatan dan semua yang
dilakukan itu maknanya baik.”
10. Pertanyaan:
“Apa manfaat atau tujuan dari mandi hamil tujuh bulan tersebut?”
Jawaban:
“Tujuannya agar ketiak melahirkan tidak ada gangguan atau kesusahan. Ditakutkan
anaknya nanti menangis dan cacat, maka diadakan mandi-mandi tersebut. Mandi-
mandi ini sebagai lambang permohonan kepada yang Kuasa, supaya diselamatkan
dan dimudahkan ketika melahirkan.”
11. Pertanyaan:
“Mengapa hanya al-Fātiḥah Ampat itu yang dibaca?”
Jawaban:
“Pada dasarnya sudah biasa dibacakan dan tidak pernah ada yang lain yang
dibacakan selain surah-surah tersebut. Berarti memang itu yang harus dibaca, tetapi
jika seandainya ada surah lain yang bisa dibacakan, lebih bagus lagi. Tetapi yang
biasa dibacakan hanya al-Fātiḥah Ampat. Begitulah sepengetahuan Ibu. Biasanya
juga kalau mau ada pembacaan al-Qur’an khusus tergantung dari permintaan yang
punya acara.”
12. Pertanyaan:
“Bagaimana jika surah-surah itu tidak dibaca dalam tradisi tersebut?”
Jawaban:
“Harus, harus dibaca. Namanya juga kepala do’a. Kalau tidak dibaca jadi tidak lengkap dan bisa saja do’a yang kita panjatkan ketika acara mandi-mandi ini tidak
sampai kepada Allah.”
13. Pertanyaan:
“Apa manfaat dan tujuan dari pembacaan surah-surah tersebut bagi anda yang
membacakan dan yang dibacakan?”
Jawaban:
“Untuk melengkapi dari do’a yang kita panjatkan, supaya sampai do’a yang sudah
kita bacakan tersebut.”
14. Pertanyaan:
“Bagaimana praktik pembacaannya?”
Jawaban:
“Biasanya yang memimpin bacaan yang memulai terlebih dahulu, barulah dikuti oleh orang-orang yang hadir.”
15. Pertanyaan:
“Apakah semua undangan ikut membacakan?”
Jawaban:
“Tidak, biasanya laki-laki saja. Kalau ibu-ibu tidak ikut membacakan karena di
halaman semua.”
16. Pertanyaan:
“Apakah ada syarat tertentu untuk menjadi pemimpin bacaan?”
Jawaban:
“Pastinya harus yang paham dengan agamadan harus yang baik bacaannya.
Meskipun paham agama tapi tidak bagus bacaannya nanti salah maknanya.”
17. Pertanyaan:
“Apakah Ibu hafal dengan surah/ayat yang dibacakan?”
Jawaban:
“Hafal pastinya karena biasa dibacakan. Apalagi ayat-ayatnya pendek.”
18. Pertanyaan:
“Apakah Ibu mengerti dengan arti atau makna dari surah/ayat yang dibacakan?”
164
Jawaban:
“Nah, saya tidak tahu.”
19. Pertanyaan:
“Bagaimana Ibu memaknai al-Qur’an secara umum?”
Jawaban:
“Al-Qur’an adalah penuntun hidup, sebagai penyejuk hati. Setiap kita dihadapkan
pada masalah bacalah al-Qur’an, pasti membuat kita tenang. Karena pada dasarnya
kitab suci al-Qur’an yang kita baca itu adalah kitab yang paling suci.”
20. Pertanyaan:
“Apakah Ibu terbiasa membaca al-Qur’an?”
Jawaban: “Alhamdulillah terbiasa. Kalau ada waktunya biasanya setelah sholat Maghrib dan
sholat Shubuh.”
21. Pertanyaan:
“Mengapa Ibu membaca al-Qur’an?”
Jawaban:
“Untuk kehidupan kita sehari-hari saja, untuk menuntun hidup kita makanya harus
dibaca. Apalagi yang namanya surah al-Mulk, istilahnya untuk mempermudah
keluarnya ruh umat dan membantu kita di alam kubur nanti. Surah al-Waqi’ah untuk
membantu kehidupan umatnya agar tidak banyak melarat hidupnya, nyaman
hidupnya di dunia dan di akhirat. Setiap hari Jum’at juga membaca surah al-Kahfi
untuk dunia akhirat. Semua itu Ibu tau dari buku Risalah Do’a, di dalamnya dijelaskan keutamaan surah-surah tersebut.”
22. Pertanyaan:
“Dalam kegiatan keagamaan apa saja terdapat pembacaan al-Qur’an?”
Jawaban:
“Ketika acara begunting atau tasmiyahan. Orang ketika baru melahirkan dibacakan
al-Qur’an juga. Kalau anaknya perempuan dibacakan surah Maryam, kala anaknya
laki-laki dibacakan surah Yūsuf. Manfaatnya mungkin agar anaknya berahlak baik
seperi Siti Maryam, baik juga seperti Nabi Yūsuf. Selain di kegiatan keagamaan,
ketika si ibu masih mengandung dibacakan juga surah Maryam dan surah Yūsuf.
Kalau kita menginginkan anak perempuan, maka bacakan surah Maryam. Begitu
pula ketika kita menginginkan anak laki-laki maka bacakan surah Yūsuf. Tetapi
selain kedua surah tersebut, bisa juga dibacakan surah-surah yang lain agar anak yang dikandung menjadi anak yang sholeh sholeha. Orang sebelum melaksanakan
pernikahan juga ada pembacaan-al-Qur’an, namanya batamat atau khataman al-
Qur’an. Surah yang dibaca adalah surah al-Dhuha sampai dengan surah al-Nas.”
23. Pertanyaan:
“Menurut Ibu, apakah bacaan al-Qur’an masyarakat Desa Keraya sudah baik atau
belum baik”?
Jawaban:
“Kalau yang Ibu dengar-dengar selama ini masih banyak yang belum baik
bacaannya. Kalau ditanya apakah masih harus diperbaiki ya memang harus
diperbaiki. Baik bacaan itu kan berarti baik tajwidnya, kelancarannya. Tapi disini
masih ada juga yang terbata-bata ketika membaca al-Qur’an.”
24. Pertanyaan:
“Kesalahan apa yang sering Ibu temui ketika masyarakat Desa Keraya membaca al-
Qur’an?”
Jawaban:
165
“Makharijul huruf biasanya yang masih banyak kesalahan. Selain itu panjang
pendeknya juga masih ada kesalahan. Tapi kebanyakan yang salah itu pada
makharijul huruf-nya.”
25. Pertanyaan: “Kapan Ibu mengetahui baik atau tidaknya bacaan al-Qur’an tersebut?”
Jawaban:
“Ketika shalawatan ibu-ibu, tepatnya ketika pembacaan rawi biasanya Ibu
mendengar. Ketika kita membaca rawi pun makharijul huruf-nya harus benar.
Karena pada dasarnya bacaannya sama-sama berbahasa Arab.”
Identitas Informan 9
Nama : Ibu Juliani
Umur : 58 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga / Pengajar TKA/TPA
Sebagai : Partisipan / Pelaksana
1. Pertanyaan:
“Apakah Ibu pernah mengikuti atau melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”
Jawaban:
“Pernah.”
2. Pertanyaan:
“Apa saja surah yang dibaca dalam mandi hamil tujuh bulan di Keraya?”
Jawaban:
“Yang Ibu tau ketika sebelum memulai barzanji pasti mebaca al-Fātiḥah Ampat.
Bisa juga ditambah dengan ayat kursi atau surah yang lain. Tergantung pemimpin
bacaannya saja.”
3. Pertanyaan:
“Mengapa hanya al-Fātiḥah Ampat itu yang dibaca?”
Jawaban:
“Sebenarnya Nenek dulu pernah membawa Kakek berobat, lalu diberi air tawar atau
air do’a. Kata yang mengobati, kalau mau meminum airnya jangan lupa membaca al-Fātiḥah Ampat. Ternyata al-Fātiḥah Ampat itu surah al-Fātiḥah, al-Ikhlas, al-Falaq,
dan al-Nas. Berarti mungkin ke-empat surah ini ada keutamannya. Nah, kalau dalam
mandi-mandi Nenek kurang begitu mengetahui, artinya hanya mengikuti tradisi dari
orang tua zaman dulu saja.”
4. Pertanyaan:
“Bagaimana jika surah-surah itu tidak dibaca dalam tradisi tersebut?”
Jawaban:
“Nenek kurang mengetahuinya.”
5. Pertanyaan:
“Apa manfaat dari pembacaan surah-surah tersebut bagi anda yang membacakan dan
yang dibacakan?”
Jawaban:
“Untuk keselamatan pastinya apalagi untuk ibu hamil, itu saja yang Nenek tahu.”
6. Pertanyaan:
“Bagaimana praktik pembacaannya?”
Jawaban:
“Pemimpin bacaannya terdahulu yang membaca, setelah itu baru diikuti oleh warga
yang hadir.”
7. Pertanyaan:
166
“Apakah semua undangan ikut membacakan?”
Jawaban:
“Biasanya bapak-bapak saja yang membacakan. Kalau Ibu-ibu kebanyakan di
halaman rumah, atau di dapur.”
8. Pertanyaan:
“Apakah ada syarat tertentu untuk menjadi pemimpin bacaan?”
Jawaban:
“Pastinya mengerti dengan apa yang dibacakan, dan baik bacaannya. Kalau tidak
baik bacaannya nanti salah-salah maknanya. Iya kan?”
9. Pertanyaan:
“Apakah Ibu hafal dengan surah/ayat yang dibacakan?”
Jawaban:
“Iya hafal.”
10. Pertanyaan:
“Apakah Ibu mengerti dengan arti atau makna dari surah/ayat yang dibacakan?”
Jawaban:
“Nenek kurang tahu. Setahu Nenek al-Ikhlas isinya tentang ketauhidan.”
11. Pertanyaan:
“Bagaimana Ibu memaknai al-Qur’an secara umum?”
Jawaban:
“Iman kita. Al-Qur’an itu iman kita umat Islam. Makanya Nenek mengajar di TPA
sambil mengingatkan anak-anak harus bisa mengaji atau membaca al-Qur’an.”
12. Pertanyaan:
“Apakah Ibu terbiasa membaca al-Qur’an?”
Jawaban:
“Alhamdulillah Nenek terbiasa membacanya.”
13. Pertanyaan:
“Mengapa Ibu membaca al-Qur’an?”
Jawaban:
“Kalau yang Nenek rasa dengan membaca al-Qur’an dan mengajarkannya hidup itu
rasanya berkah. Apalagi katanya kalau kita tidak membaca al-Qur’an di rumah kita,
maka rumah kita seperti kuburan.”
14. Pertanyaan:
“Dalam kegiatan keagamaan apa saja terdapat pembacaan al-Qur’an?”
Jawaban:
“Maulid, Isra’ Mi’raj, tasmiyahan, batamat al-Qur’an atau khataman al-Qur’an
biasanya sebelum menikah. Ketika orang batajak rumah atau ingin mendirikan
rumah juga ada membaca surah Yāsīn.”
15. Pertanyaan:
“Menurut Ibu, apakah bacaan al-Qur’an masyarakat Desa Keraya sudah baik atau
belum baik?”
Jawaban:
“Rasanya banyak yang tidak baik. Ibu-ibu yang sering membawakan sya’ir atau
shalawat juga. Maksud saya kan cobalah kita yang sudah tua yang masih rajin
bershalawat ini, kita benarkan bacaan kita. Karena kalau kita salah membaca berarti salah juga maknanya, iya kan? Tidak nyaman ketika berangkat bershalawat kemana-
mana tetapi bacaan kita tidak baik. Jadi, kebanyakan belum pas atau belum baik
bacaannya.”
16. Pertanyaan:
“Kesalahan apa yang sering Ibu temui ketika masyarakat Desa Keraya membaca al-
Qur’an?”
167
Jawaban:
“Kebanyakan di makharijul huruf-nya, contoh huruf ha kecil dibaca ha besar.
Kebanyakan di makharaijul huruf-nya kesalahannya.”
17. Pertanyaan: “Kapan Ibu mengetahui baik atau tidaknya bacaan al-Qur’an tersebut?”
Jawaban:
“Ketika bersahalawat pasti ada pembacaan rawi, disitulah terlihat bacaannya baik
atau tidak.”
Identitas Informan 10
Nama : Usu Minah
Umur : 34 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Sebagai : Partisipan / Pelaksana
1. Pertanyaan:
“Apakah Ibu pernah mengikuti pelaksanaan mandi hamil tujuh bulan?”
Jawaban:
“Pernah.”
2. Pertanyaan: “Bagaimana sejarah mandi hamil tujuh bulan di Keraya?”
Jawaban:
“Namanya kita ini orang-orang baru zaman sekarang, jadi tidak tau sejarahnya
bagaimana. Jadi mengikuti apa yang dikatakan orang tua saja.)
3. Pertanyaan:
“Mengapa setiap usia kehamilan mencapai tujuh bulan diadakan mandi-mandi?”
Jawaban:
“Biasanya kalau tidak dilaksanakan kata orang akan ada gangguan, susah
melahirkan, tapi itu mitos saja sebenarnya. Tapi kadang-kadang kata orang gara-gara
tidak mandi-mandi makanya anaknya diganggu, lama keluarnya dan lainnya. Karena
tidak mandi katanya seperti itu.”
4. Pertanyaan:
“Dimanakah tempat untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”
Jawaban:
“Di rumah. Bisa dilaksanakan di rumah lperempuannya, bisa juga di rumah laki-
lakinya. Biasanya di halaman rumah dibuatkan tempat pemandiannya. Tempatnya
terbuat dari kayu, dindingnya dari kain kuning, dihiasi dengan anyaman kepala
kurung dan lain-lain. Setiap sudutnya digantungkan mayang. Begitulah setau saya.”
5. Pertanyaan:
“Apakah ada waktu khusus untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”
Jawaban:
“Waktu memandikannya itu setelah sholat Dzhuhur. Tanggalnya mengambil si akhir bulan antara akhir bulan ketujuh dan awal bulan kedelapan kehamilan. Tidak bisa
kalau dilaksanakan di awal bulan ketujuh.”
6. Pertanyaan:
“Apakah semua warga mengikuti acara mandi hamil tujuh bulan tersebut?”
Jawaban:
“Tidak, warga diundang hanya saja tidak diharuskan banyak yang hadir. Kalau
undangannya sedikit juga tidak apa-apa. Kalau mau ramai juga tidak apa-apa.”
7. Pertanyaan:
168
“Apakah ada batasan untuk tamu undangan yang hadir?”
Jawaban:
“Tidak, bebas saja.”
8. Pertanyaan:
“Bagaimana cara pelaksanaannya?”
Jawaban:
“Keluar ke halaman rumah untuk mandi-mandi, setelah mandi-mandi selesai masuk
kembali ke dalam rumah. Setelah itu mencicipi semua kue satu per satu. Keunya ada
empat puluh macam. Setelah sudah selesai semua rangkaian acara, barulah undangan
yang sudah menimati hidangan yang telah disediakan oleh tuan rumah. Hanya itu
saja yang saya tau.”
9. Pertanyaan:
“Mengapa hanya al-Fātiḥah Ampat itu yang dibaca?”
Jawaban:
“Kalau tidak diwajibkan mungkin sudah menjadi kebiasaan dari orang-orang tua
zaman dulu membaca surah itu. Kalau wajib berarti diharuskan.”
10. Pertanyaan:
“Bagaimana jika surah-surah itu tidak dibaca dalam tradisi tersebut?”
Jawaban:
“Kenapa ya, kalau sudah menjadi kebiasaan pasti dibacakan. Memang tidak bisa
tertinggal karena memang begitu rangkaian pembacaannya. Tidak lengkap saja
mungkin.”
11. Pertanyaan:
“Apa manfaat dari pembacaan surah-surah tersebut bagi anda yang membacakan dan
yang dibacakan?”
Jawaban:
“Pada dasarnya untuk meminta keselamatan saja mungkin. Supaya lancar ketika
melahirkan.”
12. Pertanyaan:
“Bagaimana praktik pembacaannya?”
Jawaban:
“Dibacakan bersama-sama dan diawali oleh pemimpin bacaannya.”
13. Pertanyaan:
“Apakah semua undangan ikut membacakan?”
Jawaban:
“Setahu Usu, hanya laki-laki saja yang membacakan di ruang tamu, para perempuan
di dapur dan di halaman rumah saja.”
14. Pertanyaan:
“Apakah ada syarat tertentu untuk menjadi pemimpin bacaan?”
Jawaban:
“Pastinya harus mengerti agama dan bisa membaca apa yang harus dibacakan.”
15. Pertanyaan:
“Apakah Ibu hafal dengan surah/ayat yang dibacakan?”
Jawaban:
“Hafal.”
16. Pertanyaan:
“Apakah Ibu mengerti dengan arti atau makna dari surah/ayat yang dibacakan?”
Jawaban:
“Saya kurang mengerti.”
17. Pertanyaan:
“Bagaimana Ibu memaknai al-Qur’an secara umum?”
169
Jawaban:
“Al-Qur’an adalah kitab suci yang berisi petunjuk untuk kehidupan kita.”
18. Pertanyaan:
“Apakah Ibu terbiasa membaca al-Qur’an?”
Jawaban:
“Kadang-kadang membaca al-Qur’an.”
19. Pertanyaan:
“Mengapa Ibu membaca al-Qur’an?”
Jawaban:
“Selain karena kitab suci, agar hati kita tenang juga, agar terlindungi terjaga, dan
agar dapat pahala juga.”
20. Pertanyaan:
“Dalam kegiatan keagamaan apa saja terdapat pembacaan al-Qur’an?”
Jawaban:
“Orang ketika Tasmiyahan, Isra’ Mi’raj, betamat atau khataman al-Qur’an sebelum
menikah. Ketika anak baru lahir juga mengaji atau dibacakan al-Qur’an kata orang
sini. Kalau perempuan dibacakan surah Maryam agar sifatnya seperti Siti Maryam
katanya, kalau laki-laki dibacakan surah Yūsuf agar sifatnya seperti Nabi Yūsuf.
Sebenarnya surah Yūsuf dan Maryam juga dibacakan ketika Ibu masih mengandung,
itu pun kalau Ibunya rajin. Jadi kalau ingin anaknya perempuan, maka rajin-rajinlah
membaca surah Maryam, kalau ingin anaknya laki-laki baca surah Yūsuf.”
Identitas Informan 11
Nama : Ibu Sri Mulyati
Umur : 57 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Sebagai : Bidan Kampung
1. Pertanyaan:
“Apakah Ibu pernah mengikuti atau melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”
Jawaban: “Pernah.”
2. Pertanyaan:
“Bagaimana sejarah mandi hamil tujuh bulan di Keraya?”
Jawaban:
“Mengikuti orang zaman dulu sjaa mungkin. Tradisi orang kita sini sudah menjadi
kebiasaan masih kita ikuti, padahal kalau mau dibuang tradisi ini juga tidak apa-apa.
Tapi kita sekarang masih melaksanakan tradisi tersebut.”
3. Pertanyaan:
“Mengapa setiap usia kehamilan mencapai tujuh bulan diadakan mandi-mandi?”
Jawaban:
“Iya karena menurut orang zaman dulu sudah menjadi tradisi. Sudah menjadi kebiasaan kita setiap hamil pertama usia tujuh bulan harus mandi-mandi. Hanya saja
ketika mengandung anak ketiga namanya mandi baya’.”
4. Pertanyaan:
“Dimanakah tempat untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”
Jawaban:
“Bebas saja tempatnya dimana. Biasanya di halaman atau di samping rumah.”
5. Pertanyaan:
“Apakah ada waktu khusus untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”
170
Jawaban:
“Kalau orang yang mandi-mandi pasti ketika tepat memasuki tujuh bulan dan harus
akhir bulan. Kalau kata orang itu biasanya ketika memasuki bulan kedelapan bisa
juga dilaksanakan mandi-mandi. Perhitungan bulannya mengikuti bulan kita Islam.”
6. Pertanyaan:
“Apakah semua warga mengikuti acara mandi hamil tujuh bulan tersebut?”
Jawaban:
“Bebas siapa saja yang ingin hadir. Yang pasti diundang adalah keluarga-keluarga
kita.”
7. Pertanyaan:
“Apakah ada batasan untuk tamu undangan yang hadir?”
Jawaban:
“Tidak ada. Terserah kita mau sebanyak apa.”
8. Pertanyaan:
“Bagaimana cara pelaksanaannya?”
Jawaban:
“Bidan kampung yang memandikannya ada tiga orang. pertama yang memandikan
adalah kepala bidan kampung terlebih dahulu, barulah kita yang menjadi pengiring.
Yang mengiringi boleh dari keluarga kita sendiri. Setelah dimandikan dan ditampung
tawari, pengantin dibebaskan untuk mandi lagi sendiri. Setelah itu baru memasuki
rumah ketika pengantin sudah berganti pakaian di tempat pemandian tersebut.
Setelah itu mereka duduk di atas kasur, dan dibacakan do’a selamat. Setelah selesai barulah semuanya menyantap hidangan yang telah disediakan. Terutama memakan
kue yang ada di dalam dua tempat besar. Tetapi zaman sekarang sudah tidak sulit
lagi kalau untuk masalah kue, yang penting ada pulut, nasi manis, sudah cukup.
Terserah kita saja.”
9. Pertanyaan: “Apa saja perlengkapan yang digunakan atau yang harus disiapkan ketika akan
melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”
Jawaban:
“Mayang yang masih tertutup untuk dipecahkan nanti, mayang yang sudah mekar,
kelapa yang sudah dikupas satu buah untuk dibelah menjadi dua bagian di atas
kepala pengantin, sedangkan air kelapanya diminumkan kepada kedua pengantin.
Setelah itu kelapa yang bertunas satu buah, dan kelapa yang masih muda satu buah. Air yang digunakan untuk mandi adalah air bunga, tujuh macam bunga, dan tampung
tawar. Air yang dicampurkan ke dalam air bunga tersebut adalah air do’a barzanji
dan air keturunan. Air do’a barzanji tersebut dibacakan sebelum acara mandi-mandi
dimulai. Kalau tidak ada laki-laki yang bisa membacakan, maka perempuan pun bisa
membacakan do’a barzanji tersebut. Dengan adanya air do’a barzanji tersebut
diharapkan pengantin diberikan keselamatan.”
10. Pertanyaan: “Apa manfaat atau tujuan dari mandi hamil tujuh bulan tersebut?”
Jawaban:
“Untuk menyelamatkan kita saja. Pokoknya mudah-mudahan diberikan keselamatan
ketika melahirkan.”
11. Pertanyaan:
“Mengapa hanya al-Fātiḥah Ampat itu yang dibaca?”
Jawaban:
“Supaya selamat saja mungkin. Al-Fātiḥah Ampat memang biasa kita bacakan, tidak
boleh tidak.”
171
12. Pertanyaan:
“Bagaimana jika surah-surah itu tidak dibaca dalam tradisi tersebut?”
Jawaban:
“Kalau tidak dibaca boleh juga, tapi sebaiknya dibaca. Ketika melakuka apapun
harus membaca surah al-Fātiḥah, qul huwallahu ahad, al-Falaq, dan al-Nas tersebut.
Ketika mau tidur pun harus dibaca.”
13. Pertanyaan:
“Apa manfaat dari pembacaan surah-surah tersebut bagi anda yang membacakan dan
yang dibacakan?”
Jawaban:
“Agar selamat saja. Memohon perlindungan kepada Allah.”
14. Pertanyaan:
“Bagaimana praktik pembacaannya?”
Jawaban:
“Dibaca bersama-sama, tetapi diawali oleh pemimpin bacaan terlebih dahulu.”
15. Pertanyaan:
“Apakah semua undangan ikut membacakan?”
Jawaban:
“Biasanya laki-laki yang membacakan.”
16. Pertanyaan:
“Apakah Ibu hafal dengan surah/ayat yang dibacakan?”
Jawaban: “Hafal.”
17. Pertanyaan:
“Apakah Ibu mengerti dengan arti atau makna dari surah/ayat yang dibacakan?”
Jawaban:
“Saya tidak begitu mengerti.”
18. Pertanyaan:
“Dalam kegiatan keagamaan apa saja terdapat pembacaan al-Qur’an?”
Jawaban:
“Tasmiyahan pasti ada, batamat juga kan memang al-Qur’an yang dibacakan, ketika
melahirkan juga dibacakan al-Qur’an. Kalau anaknya perempuan surah Maryam,
kalau laki-laki surah Yūsuf. Manfaatnya mungkin supaya diberi keselamatan. Sudah
menjadi tradisi kita sejak lama. Biasanya dibacakan selama tiga malam atau tujuh malam. Kalau ketika kita sedang hamil dan mampu membacakan surah-surah
tersebut, maka lebih baik lagi. Kalau ingin anaknya perempuan baca surah Maryam,
kalau mau anak laki-laki baca surah Yūsuf.”
Identitas Informan 12 Nama : Bapak H. Arbain
Umur : 70 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Nelayan
Sebagai : Sesepuh kampung
1. Pertanyaan:
“Apakah Bapak pernah mengikuti pelaksanaan mandi hamil tujuh bulan?”
Jawaban:
“Pernah.”
2. Pertanyaan:
“Bagaimana sejarah mandi hamil tujuh bulan di Keraya?”
172
Jawaban:
“Kalau mengenai sejarah ini wallahu a’lam. Dulu saya belum pernah mendapatkan
atau menemukan mandi-mandi pada zaman Rasulullah. Jadi istilahnya mandi-mandi
ini hanya adat istiadat daerah kita saja. Adapun asalnya dari Banjar atau
darimananya saya tidak begitu tau. Namun sebenarnya tidak salah juga. Kalau di
aliran lain sudah pasti dianggapnya bid’ah mandi-mandi tersebut. Tapi kan bid’ah itu
ada dua, yaitu bid’ah hasanah dan bid’ah dhalalah. Yang mana hasanah itu artinya
mendatangkan kebaikan, sedangkan dhalalah artinya ditolak. Tapi menurut saya
mandi-mandi itu baik saja dan tidak mungkin menjadi salah. Kalau kata orang
sebagian bid’ah itu karena tidak ada hadisnya. Sedangkan kita tidak berani
mengatakan bid’ah karena kita tidak hafal beribu-ribu hadis. Jadi jangan sembarangan ikut-ikutan mengatakan bid’ah kalau kita tidak hafal banyak hadis.
Mungkin saja sebenarnya ada di dalam hadis, hanya saja kita belum menemukannya.
Intinya kalau sesuatu yang kita perbuat itu tidak menyalahi agama apalagi di
dalamnya ada dibacakan al-Fātiḥah, al-Ikhlas, maka tidak mungkin menjadi masalah.
Bahkan itu dianjurkan apalagi ketika anak masih di dalam kandungan. Seharusnya
ketika anak masih ada dalam kandungan hendaknya dibacakan surah Muḥammad,
surah Yūsuf, surah Maryam. Diniatkan saja untuk dihadiahkan kepada bayi yang
dikandung. Nanti kita tidak repot lagi ketika anak tersebut sudah lahir, karena dia
sudah banyak tau. Kenapa? Karena banyak Alim Ulama yang seperti itu. Ibunya
membacakan surah-surah tersebut, apalagi dibantu oleh suaminya diniatkan untuk
bayi yang dikandung. Yang diutamakan untuk dibaca secara terus menerus adalah surah Muḥammad. Pokoknya pasti anaknya jadi sholeh.”
3. Pertanyaan:
“Apa saja surah yang dibaca dalam mandi hamil tujuh bulan di Keraya?”
Jawaban:
“Biasanya di awalnya saja dibacakan al-Fātiḥah Ampat, yaitu surah al-Fātiḥah, al-
Ikhlas, al-Falaq, dan al-Nas. Kalau sudah melahirkan juga ada dibacakan surah
Yūsuf untuk anak laki-laki. Surah Maryam untuk anak perempuan. tapi lebih baik
lagi jika dibacakan ketika bayi masih di dalam kandungan seperti yang sudah saya
katakana tadi surah Muḥammad, surah Yūsuf dan surah Maryam. Karena orang Alim
Ulama ketika masih di dalam kandungan selalu dibacakan surah-surah tersebut.
Kalau ketika sudah lahir baru dibacakan surah-surah tersebut si bayi sudah banyak
gangguan, tidak seperti masih di dalam kandungan tidak gangguan. Tapi orang-orang zaman sekarang sudah tidak banyak yang seperti itu. Maklum lah zaman sekarang
ini. Kenapa kita bacakan surah-surah tersebut? Supaya anak kita bisa seperti Nabi
Muḥammad, Nabi Yūsuf, dan Siti Maryam.”
4. Pertanyaan:
“Mengapa hanya surah-surah itu yang dibaca?”
Jawaban:
“Istilahnya hanya sebagai permintaan kita saja. Itu kan istilahnya sebagai awal do’a.
Do’a itu kalau tidak diawali dengan shalawat dan al-Fātiḥah tersebut artinya kurang
mantap. Adat istiadat dari orang zaman dulu juga al-Fātiḥah Ampat tidak bisa
ditinggal.”
5. Pertanyaan: “Bagaimana jika surah-surah itu tidak dibaca dalam tradisi tersebut?”
Jawaban:
“Kalau tidak dibacakan lalu mengawalinya dengan apa? Berarti kalau tidak dibaca
ketika di awal biasanya mau serba ringkas. Ibaratkan kalau makanan itu kurang
bumbunya. Tidak banyak yang didapatkan begitu istilahnya. Kalau tidak dibacakan
lalu diganti dengan apa? Berarti membaca bismillah saja begitu? Langsung begitu?
173
Memang tidak menjadi perangka wajib, tetap baiknya dibacakan. Pokoknya al-
Fātiḥah itu untuk segala-galanya. Kalau tidak dibacakan al-Fātiḥah penyerahan kita
terhadap Allah itu kurang, kata orang itu kurang adab kepada Allah, Rasulullah, dan
para sahabatnya. Tetapi kalau sudah dibacakan al-Fātiḥah Ampat maka lengkaplah
sudah.”
6. Pertanyaan:
“Apa manfaat dari pembacaan surah-surah tersebut bagi anda yang membacakan dan
yang dibacakan?”
Jawaban:
“Sebagai permintaan. Jadi niat atau permintaannya kembali kepada yang punya
acara. Intinya mengharap atas rahmat-Nya.” “Pertanyaan:
“Bagaimana praktik pembacaannya?”
Jawaban:
“Biasanya diawali oleh yang memimpin bacaan, barulah yang lain mengikuti. Al-
Fātiḥah satu kali, qul huwallahu ahad empat kali, sempurnanya itu dibaca sebanyak
empat kali, qul a’udzubirobbil falaq satu kali, qul a’udzubirabbinnas satu kali.
Tetapi kalau masing-masing surah dibaca sebanyak tiga kali maka akan semakin baik
lagi. Tergantung kita yang membacakan. Kalau saya banyak bumbunya jadi tidak
bisa diikuti. Zaman sekarang maunya semua bacaan itu pendek, ringkas agar tidak
terlalu lama katanya. Kalau saya lebih suka bacaan yang lebih panjang. Kenapa?
Rasanya berdo’a menjadi lebih nikmat di hadapan yang Kuasa.”
7. Pertanyaan:
“Apakah semua undangan ikut membacakan?”
Jawaban:
“Kalau seseorang itu mendengar, maka pasti ikut membacakan. Kalau tidak berarti
tidak ikut membacakan.”
8. Pertanyaan:
“Apakah Bapak hafal dengan surah/ayat yang dibacakan?”
Jawaban:
“Hafal karena biasa kita bacakan ketika sholat.”
9. Pertanyaan:
“Apakah Bapak mengerti dengan arti atau makna dari surah/ayat yang dibacakan?”
Jawaban: “Kalau ingin lebih mengetahui maknanya itu cari di tafsir. Saya tidak begitu tahu
juga bagaimana penjelasannya. Hanya sekedarnya saja. Memang alangkah baiknya
kalau kita tau maknanya, tetapi kalau kita bukan orang yang terpelajar dan tidak
sekolah, jadi sulit. Misalnya surah al-Ikhlas, qul huwallahu ahad, katakanlah Allah
itu satu, menunjukkan keesaan Tuhan. Al-Fātiḥah juga diibaratkan al-Qur’an
terhimpun dalam satu surah tersebut. Seperti dalam hadis dikatakan apabila kamu
hendak tidur maka bacalah al-Fātiḥah sekian banyaknya, artinya sama dengan
mengkhatamkan al-Qur’an. Berarti banyak makna, tujuan dan manfaat di dalamnya.”
10. Pertanyaan:
“Dalam kegiatan keagamaan apa saja terdapat pembacaan al-Qur’an?”
Jawaban: “Kalau kita ingin menambahkan maka banyak acara yang dibacakan al-Qur’an.
Tasmiyahan juga ada pembacaan al-Qur’annya. Pokoknya setiap acara apa saja entah
itu membaca surah Yāsīn dan lain-lain, intinya adalah untuk mengharap rahmat-
Nya.”
Identitas Informan 13
174
Nama : Ibu Mia
Umur : 25 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Sebagai : Pelaksana
1. Pertanyaan:
“Apakah Ibu pernah mengikuti atau melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”
Jawaban:
“Pernah.”
2. Pertanyaan:
“Bagaimana sejarah mandi hamil tujuh bulan di Keraya?”
Jawaban:
“Mengikuti tradisi orang zaman dulu, meskipun sebenarnya jika saya tidak mandi-
mandi pun tidak apa-apa juga.”
3. Pertanyaan: “Mengapa setiap usia kehamilan mencapai tujuh bulan diadakan mandi-mandi?”
Jawaban:
“Karena tradisi saja. Kebanyakan keluarga saya yang sudah mulai modern
pemikirannya tidak melaksanakan mandi-mandi. Tapi alhamulillah lancar-lancar
saja ketika melahirkan.”
4. Pertanyaan:
“Dimanakah tempat untuk melaksanakan mandi hamil tujuh bulan?”
Jawaban:
“Di halaman rumah. Mandi-mandinya di halaman rumah, tetapi kalau untuk
pembacaan do’a dan lain sebagainya di dalam rumah. Di halaman rumah itu
dibuatkan tempat pemandiannya lagi. Tempatnya terbuat dari kain perca yang disambung lalu dibuat membentuk dinding, lalu diberi tanaman seperti kelapa yang
baru tumbuh, dan lain-lain seperti pohon pisang dan lain sebagainya.”
5. Pertanyaan:
“Apakah semua warga mengikuti acara mandi hamil tujuh bulan tersebut?”
Jawaban:
“Biasanya pasti antusias warga itu besar. Karena acara ini termasuk jarang
dilaksanakan.”
Pertanyaan:
“Apakah ada batasan untuk tamu undangan yang hadir?”
Jawaban:
“Tidak ada batasan.”
6. Pertanyaan: “Bagaimana cara pelaksanaannya?”
Jawaban:
“Rangkaian acaranya itu, pertama sebelum keluar ke halaman rumah seingat saya
duduk menghadapi kue-kue pamali terlebih dahulu. Setelah itu ada tujuh orang anak
berbaris di belakang kami, setelah itu barulah kami keluar ke halaman rumah menuju
tempat pemandian. Selain anak-anak tersebut ada dua orang bidan kampung, dan dua
orang ibu-ibu yang memegang kelapa. Kalau ketika mandi-mandi dilaksanakan,
seingat saya pertama yang dilakukan adalah meminum air keturunan yang jumlahnya
sekitar tujuh macam air, tergantung kita punya berapa keturunan. Karena keturunan
saya banyak dari Ayah saya, kalau dari Ibu saya tidak ada.”
7. Pertanyaan:
175
“Apa persiapan yang dilakukan ketika akan melaksanakan mandi hamil tujuh
bulan”?
Jawaban:
“Pertama yang harus disiapkan adalah kue-kuenya empat puluh macam. Lalu kalau
kami sebagai pengantinnya lebih mempersiapkan hal-hal seperti pakaiannya saja.
Pakaian yang digunanakan itu bebas tetapi biasanya memakai kain jarik dan dilapisi
dengan kain kuning. Kenapa memakai kain kuning, karena memang sudah menjadi
ciri khas daerah kita disini, kerajaan kita disini kan kerajaan Istana Kuning. Lalu di
kelapanya diukir gambar wayang, karena kami adalah keturunan suku Bugis jadi
harus diukir dengan gambar wayang. Lalu siapkan juga pakaian untuk dipakai
setelah mandi-mandi selesai.”
8. Pertanyaan: “Apa manfaat atau tujuan dari mandi hamil tujuh bulan tersebut?”
Jawaban:
“Kalau saya sendiri menanggapinya lebih seperti kita mengucapkan rasa syukur saja.
Jadi untuk bersyukur saja, bukan karena ritualnya. Hanya saja acara ini lebih seperti
ke syukuran saja, karena usia kehamilan sudah mencapai tujuh bulan. Kata orang
kalau usia kehamilan di bawah usia tujuh bulan itu beresiko, jadi bersyukur saja
bahwa anak kita akan segera lahir.”
9. Pertanyaan:
“Mengapa hanya al-Fātiḥah Ampat itu yang dibaca?”
Jawaban: “Mungkin karena kebanyakan apapun yang kita lakukan pasti al-Fātiḥah Ampat itu
sering dibaca, seperti dalam ttahlilan, selamatan, pasti dibaca.”
10. Pertanyaan:
“Bagaimana jika surah-surah itu tidak dibaca dalam tradisi tersebut?”
Jawaban:
“Mungkin tidak ada pengaruhnya, karena yang penting itu ucapan rasa syukur kita
kepada Tuhan saja.”
11. Pertanyaan:
“Apa manfaat dari pembacaan surah-surah tersebut bagi anda yang membacakan dan
yang dibacakan?”
Jawaban:
“Mungkin untuk kelancaran sepertinya dan keselamatan serta ucapan rasa syukur itu menurut saya. Karena saya selamat ketika melahirkan mungkin bisa saja karena
dibacakan surah-surah itu juga, karena surah-surah itu turunnya dari Allah, jadi bisa
jadi membawa keselamatan ketika saya melahirkan. Ibarat kata itu adalah do’a kita
kepada Allah. Meskipun tidak hanya surah itu saja yang dibaca dalam acara tersebut,
dan kita juga tidak tau do’a kita yang mana yang dikabulkan oleh Allah. Tapi baik
saja kalau al-Fātiḥah Ampat tersebut kita baca.”
12. Pertanyaan:
“Apakah Ibu hafal dengan surah/ayat yang dibacakan?”
Jawaban:
“Hafal dong.”
13. Pertanyaan: “Apakah Ibu mengerti dengan arti atau makna dari surah/ayat yang dibacakan?”
Jawaban:
“Dulu saya tau, tapi sekarang saya sudah tidak ingat.”
14. Pertanyaan:
“Apakah Ibu terbiasa membaca al-Qur’an?”
Jawaban:
176
“Alhamdulillah, ketika mengandung pun saya membaca al-Qur’an. Biasanya
membaca surah Maryam.”
15. Pertanyaan:
“Mengapa Ibu membaca al-Qur’an?”
Jawaban:
“Kalau sebelum lahiran saya membaca al-Qur’an surah Maryam karena kata orang
tua kalau ingin anaknya perempuan maka baca surah itu. Tetapi saya sebenarnya
tidak begitu yakin dengan hal ini. Karena sudah menjadi ketentuan Allah anak kita
mau perempuan atau laki-laki. Selain membaca surah Maryam, saya juga membaca
surah Yāsīn. Karena diajari orang seperti itu. Biasanya setiap malam Jum’at saya
membaca surah Yāsīn untuk almarhumah Nenek saya, jadi sekalian baca Yāsīn terus ditiupkan ke air, lalu kita minum airnya supaya anak kita pintar katanya. Tidak ada
salahnya untuk kita laksanakan, karena hal yang kita lakukan itu baik. Nah, setelah
melahirkan ada pembacaan al-Qur’an lagi sambil memanggil orang-orang untuk
membacakannya. Kalau anaknya perempuan baca surah Maryam, kalau laki-laki
baca surah Yūsuf. Mungkin menurut orang sini dibacakan surah-surah tersebut agar
anak-anaknya sholeh sholeha. Tapi menurut saya agar anak kita dari kecil terbiasa
mendengarkan al-Qur’an saja. Jadi tidak begitu berpengaruh pada psikologi si anak.
Karena yang saya lihat di sini tidak semua anak yang dibacakan surah-surah itu
ketika kecil, ketika ia sudah besar menjadi apa yang diharapkan dari pembacaan
surah-surah tersebut. Kalau hanya dibacakan ketika ia kecil pastinya tidak akan
berpengaruh, kecuali dibacakan terus menerus sampai ia besar.”