Page 1
PEMANFAATAN VCO (
MASSAGE DALAM PENYEMBUHAN LU
“Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna mencapai Gelar Sarjana Keperawatan”
PROGRAM STUDI
PEMANFAATAN VCO (VIRGIN COCONUT OIL) DENGAN TEKNIK
DALAM PENYEMBUHAN LUKA DEKUBITUS DERAJAT
PADA LANSIA
SKRIPSI
“Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna mencapai Gelar Sarjana Keperawatan”
Oleh :
Irawan Derajat Dewandono
NIM S10019
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2014
DENGAN TEKNIK
KA DEKUBITUS DERAJAT II
“Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna mencapai Gelar Sarjana Keperawatan”
1 KEPERAWATAN
Page 2
PEMANFAATAN VCO (
MASSAGE DALAM PENYEMBUHAN LU
“Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna mencapai Gelar Sarjana Keperawatan”
PROGRAM STUDI
i
PEMANFAATAN VCO (VIRGIN COCONUT OIL) DENGAN TEKNIK
DALAM PENYEMBUHAN LUKA DEKUBITUS DERAJAT
PADA LANSIA
SKRIPSI
“Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna mencapai Gelar Sarjana Keperawatan”
Oleh :
Irawan Derajat Dewandono
NIM S10019
ROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2014
) DENGAN TEKNIK
KA DEKUBITUS DERAJAT II
“Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna mencapai Gelar Sarjana Keperawatan”
1 KEPERAWATAN
Page 5
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Penulis mengucapkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, atas
segala rahmat, karunia, hidayah serta petunjuk yang telah dilimpahkan-Nya.
Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PEMANFAATAN
VCO (VIRGIN COCONUT OIL) DENGAN TEKNIK MASSAGE DALAM
PENYEMBUHAN LUKA DEKUBITUS DERAJAT II PADA LANSIA”
sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanaan ini dengan
lancar.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini,
masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna untuk
memperbaiki dan menyempurnakan penulisan skripsi selanjutnya. Ucapan rasa
terima kasih yang tidak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu
penulis dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini, sehingga dalam kesempatan
ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang
terhormat:
1. Ibu Dra. Agnes Sri Harti, M.Si, selaku ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta, yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis.
2. Ibu Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku ketua Prodi S-1
Keperawatan, yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada
semua mahasiswanya.
Page 6
v
3. Bapak Prof. Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd, selaku pembimbing I yang
telah memberikan bimbingan dan arahan penulis dengan penuh kesabaran,
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
4. Ibu Wahyuningsih Safitri, S.Kep., Ns., M.Kep dan Bapak Rendi Editya
Darmawan, S.Kep., Ns, selaku pembimbing IIyang juga telah
memberikan bimbingan dan arahan penulis dengan penuh kesabaran,
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
5. Kepala Panti Wredha St.Theresia Dharma Bhakti Kasih Surakarta dan
Kepala Panti Wredha Griya Sehat Bahagia (GSB) Karanganyar yang telah
memberikan izin terlaksananyapenelitian ini.
6. Perawat yang telah membantu peneliti sehingga terselesaikannya
penelitian ini dengan baik.
7. Bapak dan Ibu Dosen STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah
memberikan segenap ilmu dan pengalamannya kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Ayahanda serta Ibundaku tercinta, terima kasih atas do’a dan dukungan
yang senantiasa engkau berikan untuk keberhasilanku, serta segala
kesabaranmu dalam mendidik dan membesarkanku selama ini, aku sadar
tugas itu sangatlah berat bagimu, tapi dengan segala rasa kasih sayang dan
kesabaranmu, engkau mengantarkanku pada kelulusan ini. Kuhadiahkan
kelulusan ini padamu, meski itu tak sebanding dengan pengorbananmu
selama ini.
Page 7
vi
9. Semua keluarga besar saya Almh. Ibu Sri Siswanti, BA, Almh. Ibu Sri
Peni, S.E, Ibu Handayani T.R, S.Pd, serta kakak – kakakku tercinta Mas
Joenathan, Mas Hari, Mbak Anggraini Desi, Mbak Furi Ratih, Mas Surya
Aditya W, yang telah memberikan bantuan, doa dan dukungan, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.
10. Seseorang yang berada di sana yang saya sayangi dan saya cintai yang
memberikan dukungan moril dan motivasi sehingga membuat saya
semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Sahabat-sahabatku Pitriono, Aziz, Indro, Dayat, Joko, Yunuzul, Yuyun,
Rochmad, Rizky, A’al, Pandu, Feri dan Paulus yang telah banyak
memberikan bantuan, dorongan dan semangat kepadaku.
12. Teman-teman S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Angkatan 2010 yang telah berjuang menempuh skripsi bersamaku.
13. Responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini.
14. Semua pihak, yang tanpa mengurangi rasa terima kasih tidak dapat
disebutkansatu per satu.
Akhir kata penulis berharap semoga dengan do’a, motivasi, nasehat, dan
dukungan yang telah diberikan kepada penulis, dapat bermanfaat bagi penulis
untuk menjadi orang yang lebih baik, dan semoga dengan disusunnya karya
ilmiah ini, dapat memberikan manfaat kepada penulis khususnya, dan pembaca
pada umumnya.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Surakarta, 27 Juni 2014
Penulis
Page 8
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
SURAT PERNYATAAN iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI vii
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GRAFIK DAN BAGAN xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
ABSTRAK xvii
ABSTRACT xviii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 9
1.3 Tujuan Penelitian 9
1.3.1 Tujuan Umum 9
1.3.2 Tujuan Khusus 9
1.4 Manfaat Penelitian 10
1.4.1 Manfaat Teoritis 10
Page 9
viii
1.4.2 Manfaat Praktis 10
1.5 Keaslian Penelitian 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 16
2.1.1 Lanjut Usia (Lansia) 17
2.1.1.1 Pengertian Lanjut Usia 17
2.1.1.2 Perubahan Integumen Lanjut Usia 17
2.1.1.3 Permasalahan Lansia 18
2.1.2 Luka Dekubitus 19
2.1.2.1 Pengertian 19
2.1.2.2 Penyebab 20
2.1.2.3 Tahapan Luka Dekubitus 23
2.1.2.4 Lokasi Luka Dekubitus 24
2.1.2.5 Pathofisiologi Luka Dekubitus 26
2.1.2.6 Faktor Penyembuhan Luka 28
2.1.2.7 Fisiologi dan Fase Penyembuhan Luka 29
2.1.3 Massage 34
2.1.3.1 Pengertian 34
2.1.3.2 Jenis Massage 36
2.1.3.3 Teknik Massage 37
2.1.3.4 Efek Terapeutik atau Manfaat 38
Page 10
ix
2.1.4 VCO (Virgin Coconut Oil) 39
2.1.4.1 Pengertian 39
2.1.4.2 Kandungan 40
2.1.4.3 Manfaat VCO 42
2.1.4.4 Peran dan Kegunaan 45
2.2 Kerangka Berfikir 48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat Penelitian 49
3.2 Waktu Penelitian 49
3.3 Bentuk dan Strategi Penelitian 49
3.4 Sumber Data 50
3.4.1 Informan 50
3.4.2 Tempat dan Peristiwa 51
3.4.3 Observasi 51
3.4.4 Dokumen 51
3.5 Teknik Pengumpulan Data 52
3.5.1 Wawancara Mendalam 52
3.5.2 Observasi 53
3.5.3 Analisis dokumen 53
3.6 Teknik Sampling 54
3.7 Validitas Data 54
3.7.1 Trianggulasi Sumber 55
Page 11
x
3.7.2 Trianggulasi Metode 55
3.7.3 Trianggulasi Penelitian 55
3.7.4 Trianggulasi Teori 56
3.8 Analisa Data 56
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Diskripsi Wilayah Penelitian Data 58
4.1.1 Lokasi Penelitian 58
4.1.2 Tujuan Institusional Panti Wredha 61
4.1.3 Karakteristik Pasien 62
4.2 Sajian Data 64
4.2.1 Pengaruh Tindakan Massage Untuk Penyembuhan Luka Dekubitus
Derajat II 65
4.2.2 Pengaruh Pemberian Teknik Massage Dengan VCO (virgin coconut
oil) Untuk Penyembuhan Luka Dekubitus Derajat II 74
4.2.3 Kendala Penurunan Derajat Luka Dekubitus Melalui Teknik Massage
Dengan VCO (virgin coconut oil) 78
4.3 Temuan Studi 81
4.3.1 Pengaruh Tindakan Massage Untuk Penyembuhan Luka Dekubitus
Derajat II 82
4.3.2 Pengaruh Pemberian Teknik Massage Dengan VCO (virgin coconut
oil) Untuk Penyembuhan Luka Dekubitus Derajat II 83
Page 12
xi
4.3.3 Kendala Penurunan Derajat Luka Dekubitus Melalui Teknik Massage
Dengan VCO (virgin coconut oil) 83
4.4 Pembahasan
4.4.1 Pengaruh Tindakan Massage Untuk Penyembuhan Luka Dekubitus
Derajat II 84
4.4.2 Pengaruh Pemberian Teknik Massage Dengan VCO (virgin coconut
oil) Untuk Penyembuhan Luka Dekubitus Derajat II 86
4.4.3 Kendala Penurunan Derajat Luka Dekubitus Melalui Teknik Massage
Dengan VCO (virgin coconut oil) 89
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan 91
5.2 Implikasi Teori 93
5.3 Implikasi Praktik 94
5.4 Saran 95
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Page 13
xii
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1 : Tahapan Luka Dekubitus 24
GAMBAR 2 : Lokasi Dekubitus 26
Page 14
xiii
DAFTAR TABEL
TABEL 1 : Keaslian Penelitian 12
TABEL 2 : Karakteristik Pasien 63
Page 15
xiv
DAFTAR GRAFIK DAN BAGAN
BAGAN 1 : Alur Pathofisiologi Luka Dekubitus …………………. 27
BAGAN 2 : Fisiologi Penyembuhan Luka ………………………… 34
BAGAN 3 : Kerangka Berfikir ……………………………………. 48
BAGAN 4 : Model Analisis Jalinan ………………………………. 57
Page 16
xv
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 : Lembar Usulan Topik Penelitian
LAMPIRAN 2 : Lembar Pengajuan Judul Skripsi
LAMPIRAN 3 : Lembar Ijin Studi Pendahuluan
LAMPIRAN 4 : Lembar Oponent
LAMPIRAN 5 : Lembar Audience
LAMPIRAN 6 : Lembar Surat Permohonan Ijin Penelitian
LAMPIRAN 7 : Lembar Surat Pengantar Studi Pendahuluan
LAMPIRAN 8 : Lembar Surat Balasan Panti Wredha
LAMPIRAN 9 : Lembar Jadwal Penelitian
LAMPIRAN 10 : Lembar Laporan Angka Kejadian Kasus Dekubitus
LAMPIRAN 11 : Lembar Data Demografi Partisipan
LAMPIRAN 12 : Lembar Surat Pernyataan Berpartisipasi Sebagai Responden
LAMPIRAN 13 : Lembar Standar Pedoman Wawancara
LAMPIRAN 14 : Lembar Jadwal Panti Wredha
LAMPIRAN 15 : Prosedur Pencegahan Luka Dekubitus
LAMPIRAN 16 :StandarOperasional Prosedur Pemberian VCO dengan Massage
LAMPIRAN 17 : Lembar Observasi Respon Pasien Terhadap Massage
LAMPIRAN 18 : Lembar Observasi Penilaian Perkembangan Luka Dekubitus
LAMPIRAN 19 : Lembar Observasi Posisi Massage
LAMPIRAN 20 : Lembar Konsultasi
LAMPIRAN 21 : Lembar Foto Wawancara Peneliti
Page 17
xvi
LAMPIRAN 22 : Lembar Foto Kondisi Panti Wredha
LAMPIRAN 23 : Lembar Foto Perkembangan Luka Pasien I (L1)
LAMPIRAN 24 : Lembar Foto Perkembangan Luka Pasien II (L2)
LAMPIRAN 25 : Lembar Transkrip Wawancara Perawat I
LAMPIRAN 26 : Lembar Transkrip Wawancara Perawat II
LAMPIRAN 27 : Lembar Transkrip Wawancara Dokter L1
LAMPIRAN 28 : Lembar Transkrip Wawancara Dokter L2
Page 18
xvii
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2014
IrawanDerajatDewandono
Pemanfaatan VCO (Virgin Coconut Oil)
DenganTeknikMassageDalamPenyembuhanLuka DekubitusDerajat II
PadaPasienLansia
Abstrak
Dekubitusmerupakanmasalahdermatologi yang
sangatseriusterutamabagipasien yang harusdirawat lama dengan keterbatasan
aktivitas.Dekubitus terjadi pada area yang terlokalisirdenganjaringan yang
mengalaminekrosisdanbiasanyaterjadipadapermukaantulang yang menonjol,
sebagaiakibatdaritekanandalamjangkawaktu yang lama
menyebabkanpeningkatantekanankapiler. Dekubitus yang tidak diberikan
perawatan dapat mengakibatkan nekrosis jaringan. Pemanfaatan VCO (virgin
coconut oil)
denganteknikmassagediharapkandapatmeminimalisirterjadinyainfeksidandapatme
njaditerapipenyembuhanlukadekubitusderajat II.
Penelitianinibertujuanuntukmengetahuipengaruhmassagedalampenyembuhanluka
dekubitusderajat II, pengaruhpemberianmassagedengan VCO
untukpenyembuhanlukadekubtusderajat II,
mengetahuikendalapenurunanderajatlukadekubitusmelaluiteknikmassagedengan
VCO.
Desain penelitianCase Studydengan menggunakanmetodeanalisisjalinan.
Teknik pengambilan sampel yaitu purposive sampling dengan jumlah responden
dua orang lansia yang tinggal di Panti Wredha yang berbeda. Peneliti
menganalisis mengenai :tindakanmassage,
responpasienlansiaterhadaptindakanmassage,
perkembanganlukadekubitusdankendala yang ditemuisaatpenelitian.
Terapimassagedenganmetodeeffleurageberpengaruhpositifyaitumemberika
nsensasinyamanterhadapkeduapasienlansia. Terapimassagedengan VCO
memberikanperkembanganluka yang cukupsignifikan,
denganhasillukatampakkering, warnakecoklatan,
eritematampaksamardanjaringanlukamenutuptanpaadanyatanda-tandainfeksi.
Hambatan yang ditemuidalampenelitianyaituadanyanyeri yang
timbulpadaterapiminggupertama, terjadinyapenolakanpasienketikamassage,
pergerakanpasien yang tidakkooperatifmembuatmassageterasalebihrumit.
Terapimassagedengan VCO efektif dalam
meminimalisirterjadinyainfeksidandapatmenurunkanderajatlukadekubitus.
Page 19
xviii
Kata Kunci :Massage effleurage, VCO (Virgin Coconut Oil), Perkembangan luka
DaftarPustaka : 33 (2003-2013)
BACHELOR DEGREE PROGRAM IN NURSING SCIENCE
KUSUMA HUSADA SCHOOL OF HEALTH OF SURAKARTA
2014
Irawan Derajat Dewandono
The Utilization of Virgin Coconut Oil (VCO) with the Massage Technique to
Heal the Decubitus Ulcers of Level II in Elderly Clients
Abstract
Decubitus ulcer is one of serious dermatological problems to clients who
shall undergo prolonged care with limited activities. It occurs in the localized
area whose tissues undergo necrosis, frequently on the surface of protruding
bones, due to the prolonged pressures that cause the capillary pressure increase.
Decubitus ulcers which are not given care will result in tissue necrosis. The
utilization of Virgin Coconut Oil (VCO) with the massage technique is expected
to minimize the incidence of infection but can be a healing therapy for the
decubitus ulcers of Grade II.
The objectives of this research are to investigate : (1) the effect of the
massage management on the healing of the decubitus ulcers of Grade II; (2) the
effect of the massage management utilizing the VCO on the healing of the
decubitus ulcers of Grade II; and (3) the constraint to the decubitus ulcer grade
through the massage technique utilizing the VCO.
This research used the case study with flow method of analysis. The
samples of the research were taken by using the purposive sampling technique.
They consisted of two elderly respondents living in different nursing homes. The
analysis was focused on the massage intervention, the response of the elderly
clients to the massage intervention, the healing development of decubitus ulcers,
and constraints encountered during the research.
The result of the research shows that the massage therapy with
effleuragemethod has a positive effect. i.e. giving a comfort sensation to the
elderly clients. The massage therapy utilizing the VCO results in a fairly
significant healing development. The ulcers are dry and look brownish; the
erythema looks faint; and the wound tissues cover completely without any sign of
infection. The constraints encountered in the research are the occurrence of paints
in the first week therapy, the clients’ rejection toward the massage therapy, and
the uncooperative mobilization of the clients which make the massage therapy
seem complicated.
Thus, it can be concluded that the massage therapy utilizing the VCO is
effective to minimize the incidence of infection and can decrease the grade of the
decubitus ulcers.
Page 20
xix
Keywords: Effleurage massage, VCO (Virgin Coconut Oil),
healingdevelopment of decubitus ulcers
References: 33 (2003-2013)
Page 21
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan
yang maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya
jumlah sel-sel yang ada di dalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan
mengalami penurunan fungsi secara perlahan-lahan. Itulah yang dikatakan
proses penuaan. Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya,
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan
yang diderita (Constantinides 1994). Seiring dengan proses menua tersebut,
tubuh akan mengalami berbagai masalah kesehatan atau yang biasa disebut
dengan penyakit degeneratif (Maryam dkk. 2008).
Dalam beberapa dekade ini telah terjadi kenaikan yang substansial dari
populasi orang-orang yang berumur lebih dari 60 tahun, yang biasa disebut
kelompok usia lanjut (lansia). Kelompok ini merupakan segmen populasi
yang rawan di samping anak, yang memerlukan perhatian, termasuk masalah
kulit. Meskipun penyakit kulit tidak memberikan andil penting pada statistik
kematian, namun masalah kulit yang dihadapi kelompok ini cukup banyak
(Kabulrachman 2009).
Page 22
2
Menurut sumber PBB (2005) penduduk lansia di Indonesia tahun
2000, sebesar 16.156.000, angka ini akan bertambah menjadi 34.592.000
pada tahun 2025 dan 67.353.000 pada tahun 2050. Angka sebesar itu, tentu
akan memberikan dampak pada masalah kesehatan, termasuk kulit. Penuaan
merupakan proses alami yang terjadi pada semua makhluk hidup dan
menyangkut semua organ, termasuk kulit. Perubahan yang terjadi mudah
dilihat penampilannya, karena kulit merupakan organ yang paling luar
(Kabulrachman 2009).
Pergerakan yang terbatas merupakan perubahan yang berkaitan dengan
mobilisasi pada lansia. Seiring penuaan, serat otot akan mengecil. Kekuatan
otot berkurang seiring berkurangnya massa otot dan massa tulang. Lansia
yang tidak berolahraga dengan teratur akan mengalami kehilangan yang sama
dengan lansia yang tidak aktif (Potter & Perry 2009 dalam Ramlah 2011).
Penurunan fungsional yang dialami oleh lansia akan mempengaruhi kondisi
kesehatan fisik lansia seperti munculnya beberapa penyakit akibat penurunan
fungsi tersebut (Meiner & Lueckonette 2006 dalam Ramlah 2011).
Status fungsional ataupun penurunan fungsional yang terjadi pada
lansia lebih banyak merujuk pada kemampuan dan perilaku yang aman dalam
aktivitas harian atau ADL (Activity Daily Living) sangat penting untuk
menentukan kemandirian lansia (Potter & Perry 2009).Penyakit kronik dapat
menyebabkan kelemahan, ketidakmampuan, keterbatasan dan ketergantungan
pada lansia (Mauk 2010 dalam Ramlah 2011).Penurunan fungsi dan penyakit
Page 23
3
yang dialami oleh lansia, menyebabkan lansia mengalami kesulitan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari (Maurier & Smith 2005).
Peningkatan umur pada lansia sangat berkorelasi dengan
ketidakmampuan pada lansia (Springhouse 2002 dalam Ramlah
2011).Komplikasi dari imobilisasi dapat mengakibatkan komplikasi pada
system pernafasan misalnya penurunan ventilasi, atelektasis, dan pneumonia,
komplikasi endokrin dan ginjal, peningkatan dieresis, natriuresis, dan
pergeseran cairan ekstraseluler, intoleransi glukosa, hiperkalsemia dengan
kehilangan kalsium, batu ginjal serta keseimbangan nitrogen
negatif.Komplikasi gastrointestinal yang dapat timbul adalah anoreksia,
konstipasi dan luka tekan (ulkus dekubitus) (Rizka A dkk. 2009).
Luka dekubitus adalah suatu area yang terlokalisir dengan jaringan
yang mengalami nekrosis dan biasanya terjadi pada permukaan tulang yang
menonjol, sebagai akibat dari tekanan dalam jangka waktu yang lama
menyebabkan peningkatan tekanan kapiler (Suriadi 2004). Dekubitus
merupakan masalah yang sangat serius terutama bagi pasien yang harus
dirawat lama di rumah sakit dengan keterbatasan aktifitas Multiple and life
threatening medical complications dapat terjadi akibat dari timbulnya
dekubitus selama pasien dirawat dirumah sakit. Pasien dengan immobilisasi
yang berlangsung lama berpotensi besar untuk mengalami dekubitus
(Widodo 2007).
Di Indonesia pernah dilakukan survey di Rumah Sakit Sardjito
Yogyakarta tahun 2001. Dilaporkan dari 40 pasien tirah baring, 40%
Page 24
4
menderita luka dekubitus (Setyawan 2008 dalam Tarihoran 2010). Setiajati
(2001) melakukan survey di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta,
didapatkan 38,18% pasien mengalami luka tekan (Setyawan 2008 dalam
tarihoran 2010). Secara keseluruhan Indonesia, kejadian luka tekan dirumah
sakit 33% (Suriadi et al 2007 dalam Tarihoran 2010).
Ulkus tekan atau ulkus dekubitus, telah berpengaruh pada manusia
selama berabad-abad, dan manajemen penanganan ulkus dekubitus secara
menyeluruh sekarang menjadi masalah kesehatan nasional yang terkemuka.
Meskipun jaman sekarang telah mutakhir dan mengalami kemajuan di bidang
kedokteran, bedah, perawatan, dan pendidikan perawatan diri, dekubitus tetap
menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Hal ini terutama berlaku
untuk orang dengan gangguan sensasi, imobilitas berkepanjangan, atau usia
lanjut (Salcido 2012).
Infeksi merupakan komplikasi utama yang paling umum dari ulkus
tekan. Menyinggung organisme patologis dalam ulkus dekubitus terdapat
organisme anaerobik atau aerobik. Patogen aerobik umumnya yang berada di
semua ulkus dekubitus, sedangkan anaerob cenderung lebih sering berada
pada luka yang lebih besar (65 % di derajat III ke atas). Organisme yang
paling umum diisolasi dari ulkus tekanan adalah proteus mirabilis, group
Dstreptococcus, escherichia coli, Staphylococcus sp, Pseudomonas sp, dan
organisme corynebacterium. Pasien dengan bakteremia lebih cenderung
memiliki species Bacteroides dalam ulkus dekubitus mereka. Luka ini tidak
perlu dilihat secara rutin kecuali tanda-tanda infeksi sistemik yang hadir
Page 25
5
(misalnya, drainase berbau busuk, leukositosis, demam, hipotensi,
peningkatan denyut jantung, perubahan status mental) (Salcido 2012).
Akibat dari hal tersebut diatas, timbulnya dekubitus juga dapat
meningkatkan durasi lamanya tinggal di rumah sakit atau LOS (length of
stay) sehingga hal ini akan meningkatkan beban terutama biaya rawat inap
akan meningkat seiring dengan lamanya waktu tinggal di rumah sakit
(Widodo 2007).
Jika timbul dekubitus, keragaman terapi topikal menegaskan kenyataan
bahwa tidak ada satupun diantara semua terapi topikal yang secara nyata
lebih efektif daripada lainnya. Tindakan debridement mungkin diperlukan
untuk lesi dengan jaringan nekrotik yang rapuh. Kasur khusus (misalnya
kasur udara statis atau kasur air) mungkin diperlukan bagi pasien yang
kondisi umumnya sangat menurun (Harrison 1999).
Pada pemberian perubahan posisi tirah baring didapatkan angka
kejadian dekubitus sebanyak 13,3% dari 15 pasien, dengan stadium 1 pada
hari ke-7 perawatan dekubitus. Sedangkan pada penelitian pemberian
perubahan posisi lateral inklin 300 didapatkan angka kejadian dekubitus
sebanyak 1,4% dari 1000 pasien dengan stadium 1 pada hari ke 14
perawatan. Dekubitus terjadi karena kurangnya monitoring dan perawatan
kulit bagian yang tertekan, sehingga berdampak pada terjadinya gangguan
integritas kulit pada bagian yang tertekan. Perawat mempunyai peran penting
untuk mencegah terjadinya dekubitus. Tindakan yang biasa dilakukan adalah
memiringkan posisi tubuh ke kanan dan ke kiri. Hal itu bertujuan untuk
Page 26
6
mengurangi masa tekan pada area kulit tetapi tidak menjaga vaskularitas
kulit. Dalam penelitian diungkapkan, terapi pijat yaitu metode yang
digunakan untuk melancarkan sirkulasi darah dan membantu menjaga
vaskularitas kulit. Salah satu terapi pijat yaitu teknik massage punggung
yang mana merupakan teknik pijat effeleurages sekali atau dua kali sehari
efektif dalam mencegah perkembangan luka tekan. Sebuah studi percontohan
yang dilakukan oleh Van Den Bunt menunjukkan efek positif massage pada
pencegahan luka tekan (Prayadni KN dkk. 2012).
Dalam hal terapi pemijatan atau massage dibutuhkan lotion sebagai
pelumas dan pelembab kulit. Pelembab adalah bahan yang dioleskan di kulit
terdiri atas bahan yang bersifat oklusif, humektan, emolien, dan protein
rejuvenator (Draelos ZD 2000 dalam Fajar Waskito 2009) dengan tujuan
untuk menambah dan atau mempertahankan kandungan air dalam lapisan
korneum (Madison KC 2003 dalam Fajar Waskito 2009), sehingga kulit akan
terasa halus dan lembut. Karena efeknya inilah maka pelembab merupakan
salah satu produk perawatan kulit yang paling banyak dipakai di masyarakat
untuk mengatasi kulit kering (Loden M 2005 dalam Fajar Waskito 2009)
Menurut Rindegan (2004) pelembab yang ideal adalah pelembab yang
mampu melembutkan kulit dan melindunginya dari kerusakan. Umumnya
kosmetika pelembab terdiri dari berbagai minyak nabati, hewan maupun
sintesis yang dapat membentuk lemak permukaan kulit buatan untuk
melenturkan lapisan kulit yang kering dan kasar, dan mengurangi penguapan
Page 27
7
air dan sel kulit namun tidak dapat mengganti seluruh fungsi kegunaan dari
minyak kulit semula (Wasitaatmadja 1997 dalam Hasibuan 2011).
Virgin coconut oil adalah produk olahan kelapa yang aman dikonsumsi
oleh masyarakat dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Mutu VCO
ditentukan dari kandungan asam lemak rantai medium atau medium chain
fatty acid (MCFA) dan asam laurat (C12:0). Kandungan MCFA dan kadar
asam laurat dipengaruhi oleh varietas kelapa, tinggi tempat tumbuh, teknologi
proses VCO (Novarianto 2007 dalam Sari 2009).
VCO mengandung asam laurat yang tinggi (sampai 51%), sebuah
lemak jenuh dengan rantai karbon sedang (jumlah karbonnya 12) yang biasa
disebut Medium Chain Fatty Acid (MCFA). Di dalam tubuh manusia asam
laurat akan diubah menjadi monolaurin, sebuah senyawa monogliserida yang
bersifat antivirus, antibakteri, dan antiprotozoa (Fife 2004). MCFA mudah
diserap ke dalam sel kemudian ke dalam mitokondria, sehingga metabolisme
meningkat. Adanya peningkatan metabolisme maka sel-sel bekerja lebih
efisien membentuk sel-sel baru serta mengganti sel-sel yang rusak lebih cepat
(Inggita et al 2006 dalam Sari 2009).
VCO juga berfungsi sebagai antioksidan yang kuat, karena VCO
memiliki kandungan vitamin E dan polifenol. Tinggi rendahnya kandungan
Vitamin E dan polifenol dalam VCO sangat ditentukan oleh kualitas bahan
bakunya (kelapa) dan proses produksi yang digunakan. Secara umum, proses
produksi yang menerapkan penggunaan panas dapat menurunkan
Page 28
8
kadarVitamin E dan polifenol sekitar 25%. Bahkan dapat hilang sama sekali
dengan pemanasan yang berlebihan (Subroto 2006 dalam Sari 2009).
Menurut Sutarmi dan Hartin Rozalin (2005), VCO dapat menjadi
minyak pijat yang berguna mencegah infeksi kulit dan mengobati kulit yang
rusak serta menjadi lotion agar kulit lebih kenyal, lembab awet muda, serta
mencegah noda kehitaman. Selain itu, VCO dapat mempercepat lepasnya
lapisan kulit terluar sehingga kulit lebih halus, warna lebih merah, dan
bersinar. Minyak kelapa murni merupakan pelembab kulit alami karena
mampu mencegah kerusakan jaringan dan memberikan perlindungan
terhadap kulit tersebut.Minyak kelapa murni pun mampu mencegah
berkembangnya bercak-bercak dikulit akibat penuaan dan melindungi kulit
dari cahaya matahari.Bahkan minyak kelapa murni dapat memperbaiki kulit
yang rusak atau sakit. Oleh karena itu, penggunaan minyak kelapa murni
akan mampu menampilkan kulit lebih muda (Rindengan & Novarianto 2004
dalam Hasibuan 2011).
Harapan penelitian ini ingin membuktikan manfaat VCO (Virgin
Coconut Oil) dalam penyembuhan luka dekubitus derajat II karena VCO
mudah didapat, dan dapat digunakan sebagai penanganan luka dekubitus
derajat II pada penduduk di perkotaan maupun pedesaan terpencil, sehingga
peneliti tertarik mengambil judul Pemanfaatan VCO (Virgin Coconut Oil)
dalam Penyembuhan Luka Dekubitus Derajat II Pada Lansia.
Page 29
9
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana pengaruh massage untuk penyembuhan luka dekubitus derajat
II?
1.2.2 Bagaimana pengaruh pemberian teknik massage dengan VCO (Virgin
Coconut Oil) untuk penyembuhan luka dekubitus derajat II?
1.2.3 Bagaimana kendala penurunan derajat luka dekubitus melalui teknik
massage dengan VCO (Virgin Coconut Oil) ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pemanfaatan VCO (Virgin Coconut Oil) dengan
teknik massage untuk penyembuhan luka dekubitus.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menganalisis pengaruh massage untuk penyembuhan luka dekubitus
derajat II.
2. Menganalisis pengaruh pemberian massagedengan VCO (Virgin
Coconut Oil) untuk penyembuhan luka dekubitus derajat II.
3. Menganalisis kendala penurunan derajat luka dekubitus melalui teknik
massage dengan VCO (Virgin Coconut Oil).
Page 30
10
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Diharapkan dapat menambah referensi dan bahan masukan dalam
penanganan luka dekubitus derajat II dengan menggunakan VCO (Virgin
Coconut Oil) dengan teknik massage dalam penyembuhan luka dekubitus
derajat II.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan dapat menambah referensi dan bahan masukan
dalam penanganan luka dekubitus derajat II dengan menggunakan
VCO (Virgin Coconut Oil) dengan teknik massage.
2. Bagi Perawat
Diharapkan perawat dapat menambah pengetahuan baru dan
menerapkan dalam praktek di lapangan saat menangani luka dekubitus
derajat II dengan menggunakan VCO dengan teknik massage, serta
dapat diberikan kepada penduduk atau masyarakat sebagai bekal utama
atasi luka dekubitus derajat II.
3. Bagi Peneliti
a. Menjadi pengalaman berharga bagi penulis dan menambah
pengetahuan peneliti tentang pemberian VCO dengan teknik
massage dalam penyembuhan luka dekubitus derajat II.
b. Memberikan gambaran tentang penanganan luka dekubitus dengan
teknik massage menggunakan VCO (Virgin Coconut Oil).
Page 31
11
4. Bagi Peneliti Lain
Memotivasi peneliti lain untuk mengembangkan penelitian
tentang khasiat VCO (Virgin Coconut Oil).
5. Bagi Masyarakat
a. Dapat menambah pengetahuan masyarakat mengenai
penyembuhan luka dekubitus dengan menggunakan VCO (Virgin
Coconut Oil).
b. Dapat mendorong masyarakat lebih mandiri dalam mengobati luka
dekubitus dengan cara non farmakologi yang murah dan mudah
didapatkan.
6. Bagi Pembaca
Agar dapat semakin menambah wawasan dan ilmu yang dapat
berguna untuk diri sendiri dan masyarakat.
7. Bagi Institusi Pendidikan
a. Memberikan wacana tentang penanganan luka dekubitus dengan
menggunakan VCO (Virgin Coconut Oil) dengan teknik massage.
b. Dapat menjadi bahan kajian pengembangan penelitian.
c. Menambah wawasan dan sarana penerapan teori perkuliahan
Page 32
12
1.5 Keaslian Penelitian
Nama
Peneliti Judul Penelitian
Metode yang
Digunakan Hasil Penelitian
Ririn Sri
Handayani
EfektifitasPenggunaan
Virgin Coconut Oil
(VCO) Dengan
Massage Untuk
Pencegahan Luka
Tekan Grade I Pada
Pasien Yang Beresiko
Mengalami Luka
Tekan Di RSUD
Dr.Hj.Abdoel
Moeloek Provinsi
Lampung
Penelitian
kuantitatif
dengan desain
quasi eksperimen
postest only with
control
Hasil ujistatistik
diperoleh p value 0,033
(< α = 0,05) maka dapat
disimpulkan
adaperbedaan proporsi
kejadian luka tekan grade
I antara responden yang
diberiperawatan
pencegahan dengan VCO
dan tanpa VCO (ada
perbedaan yangsignifikan
terhadap kejadian luka
tekan grade I antara
responden yang
diberiperawatan
pencegahan dengan VCO
dan tanpa VCO). Dari
hasil analisis
diperolehnilai RR 0,733,
artinya responden yang
diberi perawatan dengan
VCO terlindungisebesar
0,733 kali dari kejadian
luka tekan grade I
dibandingkan
denganresponden yang
dirawat tanpa
Page 33
13
menggunakanVCO.
Nurdiana,
Tanto
Haryanto,
dan
Musfirah
Perbedaan Kecepatan
Penyembuhan Luka
Bakar Derajat II
Antara Perawatan
Luka Menggunakan
Virgin Coconut Oil
(Cocos nucifera) Dan
Normal saline Pada
Tikus Putih (Rattus
norvegicus)
Metode
penelitian yang
digunakan adalah
studi
eksperimental
post test dengan
kelompok
kontrol
Hasil penelitian
membuktikan bahwa
Rata-rata lama sembuh
luka bakar derajat II
dengan perawatan luka
menggunakan VCO
adalah 15 hari, perawatan
luka menggunakan
normal salin 15 hari,
sedangkan kontrol rata-
rata lama sembuh adalah
19 hari. Hasil uji statistik
one-way ANOVA dapat
disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan antara
kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol.
Adi Indra
Wijaya dan
Sri
Tasminatun
Pengaruh Pemberian
Berbagai Coconut Oil
Secara Topikal
Terhadap
Penyembuhan Luka
Bakar Kimiawi Pada
Kulit Tikus Putih
(Rattus norvegicus)
Terinduksi Asam
Sulfat
Diameter luka
diukur setiap
hari, waktu
sembuh dicatat,
dan persentase
penyembuhannya
dihitung dengan
Metode Morton.
Data waktu
sembuh
dianalisis
menggunakan
Hasil penelitian
membuktikan bahwa
pemberian coconut oil
(VCO, minyak RBD, dan
minyak klentik) secara
topikal memperpendek
waktu sembuh luka bakar
kimiawi dan
meningkatkan persentase
kesembuhan luka bakar
kimiawi setara dengan
Bioplacenton. Jenis
Page 34
14
metode Anova
dilanjutkan uji
Tukey,
sedangkan
persentase
kesembuhan
menggunakan
metode Kruskal
Wallis
dilanjutkan
dengan uji
Mann-Whitney.
coconut oil yang
menghasilkan waktu
sembuh paling cepat dan
persentase kesembuhan
yang tertinggi adalah
VCO (home
industry).VCOmerupakan
kelompok yang memiliki
presentase penyembuhan
tertinggi. Hal ini
dikarenakan kelompok
ini memiliki garis kurva
di posisi paling atas (hari
ke-11) dan mencapai nilai
persentase penyembuhan
100% dengan waktu
sembuh yang relatif cepat
(hari ke-28). Sedangkan
kelompok yang
mempunyai
perkembangan
peningkatan persentase
penyembuhan terendah
adalah kelompok kontrol.
Page 35
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Lanjut Usia
2.1.1.1 Pengertian Lanjut Usia
Lanjut usia adalah seorang laki-laki atau perempuan yang berusia
60 tahun atau lebih, baik yang secara fisik masih berkemampuan maupun
karena sesuatu hal tidak mampu lagi berperan aktif dalam pembangunan
(tidak potensial) (Depkes RI 2001).
Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun ke atas baik pria maupun
wanita, yang masih aktif beraktivitas dan bekerja ataupun mereka yang
tidak berdaya untuk mencari nafkah sendiri sehingga bergantung kepada
orang lain untuk menghidupi dirinya (Ineko 2012).
Menurut organisasi kesehatan dunia WHO lanjut usia terbagi
dalam empat tahapan, meliputi: usia pertengahan (middle age) 45-59
tahun, lanjut usia (ederly) 60–75 tahun, lanjut usia tua (old) 75–90 tahun,
dan usia sangat tua (very old) lebih dari 90 tahun (Nugroho 2008).
2.1.1.2 Perubahan Integumen Lansia
Integumen manusia merupakan 1/6 dari keseluruhan berat badan
dan merupakan hal yang sangat mudah sebagai indikator penuaan. Kulit
Page 36
17
sebagai bagian yang penting dan dinamis merupakan pelindung terhadap
bagian dalam tubuh dan kondisi luar yang sangat berperan dalam mengatur
cairan, elektronik dan protein, temperature, persepsi sensoris, dan
perlindungan imunitas. Penuaan merupakan fenomena multifaktorial,
dimana karena perubahan yang progresif dari dalam terkombinasi secara
sinergistik dengan pengaruh kumulatif lingkungan dapat mengakibatkan
gangguan struktur dan fungsi (Warouw 2009).
Perubahan kulit pada usia lanjut adalah berkurangnya sejumlah
kolagen dan serat elastin pada dermis sehingga terjadi penipisan kulit
dengan berakibatkan papilar dermis menjadi lebih datar pada dermo-
epidermal junction yang berakibatkan pula kelainan vaskular yang dapat
berakibatkan terjadi pressure ulcer serta statis dermatitis (Warouw 2009)
Menurut Nugroho (2008), Perubahan lansia pada sistem integumen
meliputi :
1. Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
2. Permukaan kulit cenderung kusam, kasar dan bersisik (karena
kehilangan proses keratinasi serta perubahan ukuran dan bentuk sel
epidermis).
3. Timbul bercak pigmentasi akibat proses melanogenesis yang tidak
merata pada permukaan kulit sehingga tampak bintik-bintik atau
noda cokelat.
4. Terjadi perubahan pada daerah sekitar mata tumbuhnya kerut-kerut
halus diujung mata akibat lapisan kulit menipis.
Page 37
18
5. Respon terhadap trauma menurun.
6. Mekanisme proteksi kulit menurun :
a. Produksi serum menurun
b. Produksi vitamin D menurun
c. Pigmentasi kulit terganggu
7. Kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu.
8. Rambut dalam hidung dan telinga menebal
9. Berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi
10. Pertumbuhan kuku lebih lambat
11. Kuku jari menjadi keras dan rapuh
12. Kuku menjadi pudar, kurang bercahaya
13. Jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang.
2.1.1.3 Permasalahan Lansia
Menurut Partini Sudirman dalam Sri Salmah (2010), masalah
utama yang dihadapi lansia pada umumnya adalah:
1. Biologi: kulit, rambut, gigi, penglihatan, mudah lelah, dan lamban.
2. Kesehatan: rentan terhadap berbagai penyakit
3. Psikis dan Sosial: kesepian, perasaan tidak berguna, kurang percaya
diri, dan harga diri.
Penderita usia lanjut yang kehilangan mobilitas menjadi sangat
peka untuk terjadinya ulkus dekubitus (pressure ulcer) yang banyak terjadi
karena berbaring lama. Dapat disertai dengan jaringan nekrosis hingga ke
Page 38
19
jaringan di bawahnya, otot, bahkan tulang. Penderita di atas 70 tahun
memiliki resiko dua kali lebih tinggi untuk terjadinya ulkus dekubitus.
Pada penderita yang karena proses ketuaan berbaring lama, terjadinya
ulkus dekubitus perlu mendapat perhatian, terutama pada perawatannya
(Warouw 2009).
2.1.2 Luka Dekubitus
2.1.2.1 Pengertian
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian dari jaringan
tubuh.Luka juga didefinisikan sebagai kerusakan fisik akibat dari
terbukanya atau hancurnya kulit yang menyebabkan ketidakseimbangan
fungsi dan anatomi kulit normal (Nagori and Solanki 2011).
Luka merupakan gangguan kontinuitas kulit, membran mukosa dan
tulang atau organ tubuh lain (Kozier 2004 dalam Setyoadi &
Sartika).Menurut Taylor (2007) luka merupakan suatu gangguan dari
kondisi normal pada kulit.Ketika luka, terjadi kerusakan kesatuan atau
komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan
yang rusak atau hilang (Setyoadi &Sartika 2010).
Dekubitus berasal dari bahasa latin decumbree yang berarti
merebahkan diri yang didefinisikan sebagai suatu luka akibat posisi
penderita yang tidak berubah dalam jangka waktu lebih dari 6 jam
(Sabandar 2008 dalam CT. Siregar 2010). Dekubitus adalah suatu daerah
kerusakan seluler yang terlokalisasi, baik akibat tekanan langsung pada
Page 39
20
kulit sehingga menyebabkan “iskemia tekanan”, maupun akibat kerusakan
gesekan sehingga menyebabkan stress mekanik terhadap jaringan.
Tekanan dan kekuatan gesekan akan mengganggu mikrosirkulasi jaringan
lokal, dan mengakibatkan hipoksia serta memperbesar pembuangan
metabolik yang dapat menyebabkan nekrosis (Chapman dan Chapman
1986 dalam Morisson 2003)
Luka Dekubitus, sinonimnya adalah pressure ulcer, bed sores, atau
pressure sore. Luka dekubitus adalah suatu area yang terlokalisir dengan
jaringan mengalami nekrosis yang biasanya terjadi pada bagian permukaan
tulang yang menonjol, sebagai akibat dari tekanan dalam jangka waktu
lama yang menyebabkan peningkatan tekanan kapiler (Suriadi 2004).
Luka Dekubitus atau Ulkus Dekubitalis adalah Ulserasi akibat tekanan
yang lama, biasanya terjadi pada pasien yang mengalami imobilitas
(Sudjatmiko 2007).
2.1.2.2 Penyebab
Menurut Suriadi (2004), penyebab dari luka dekubitus dapat
dibedakan menjadi dua faktor yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.
1. Faktor Ekstrinsik
a. Tekanan
Faktor tekanan, terutama sekali bila tekanan tersebut terjadi dalam
jangka waktu lama yang menyebabkan jaringan mengalami
iskemik.
Page 40
21
b. Pergesekan dan Pergeseran
Gaya gesekan adalah sebagai faktor yang menimbulkan luka
iskemik (Reichel 1958). Hal ini biasanya akan terjadi apabila
pasien di atas tempat tidur kemudian sering merosot, dan kulit
sering kali mengalami regangan dan tekanan yang mengakibatkan
terjadinya iskemik pada jaringan.
c. Kelembaban
Kondisi kulit pada pasien yang sering mengalami lembab akan
mengkontribusi kulit menjadi maserasi kemudian dengan adanya
gesekan dan pergeseran , memudahkan kulit mengalami kerusakan.
Kelembaban ini dapat akibat dari incontinensia, drain luka, banyak
keringat dan lainnya.
2. Faktor Intrinsik
a. Usia
Usia juga dapat mempengaruhi terjadinya luka dekubitus. Usia
lanjut mudah sekali untuk terjadi luka dekubitus. Hal ini karena
pada usia lanjut terjadi perubahan kualitas kulit dimana adanya
penurunan elastisitas, dan kurangnya sirkulasi pada dermis.
b. Temperatur
Kondisi tubuh yang mengalami peningkatan temperatur akan
berpengaruh pada temperatur jaringan. Setiap terjadi peningkatan
metabolisme akan menaikkan 1 derajat celcius dalam temperatur
jaringan. Dengan adanya peningkatan temperatur ini akan beresiko
Page 41
22
terhadap iskemik jaringan. Selain itu dengan menurunnya
elastisitas kulit, akan tidak toleran terhadap adanya gaya gesekan
dan pergeseran sehingga akan mudah mengalami kerusakan kulit.
Hasil penelitian didapatkan bahwa adanya hubungan yang
bermakna antara peningkatan temperatur tubuh dengan resiko
terjadinya luka dekubitus (Nancy Bergstrom dan Barbara Braden
1992 dalam Suriadi 2004).
c. Nutrisi
Nutrisi merupakan faktor yang dapat mengkontribusi terjadinya
luka dekubitus. Pada faktor ini ada juga yang masih belum
sependapat nutrisi sebagai faktor luka dekubitus. Namun sebagian
besar dari hasil penelitian mengatakan adanya hubungan yang
bermakna pada klien yang mengalami luka dekubitus dengan
malnutrisi. Individu dengan tingkat serum albumin yang rendah
terkait dengan perkembangan terjadinya luka dekubitus.
Hypoalbuminemia berhubungan dengan luka dekubitus pada
pasien yang dirawat (Allman et al. 1986 Bergstrom, Novel and
Braden 1988 dalam Suriadi 2004)
Adanya faktor lainnya dalah
1) Menurunnya persepsi sensori
2) Imobilisasi, dan
3) Keterbatasan aktivitas
Page 42
23
Ketiga faktor ini adalah dampak dari pada lamanya dan intensitas
tekanan pada bagian permukaan tulang yang menonjol.
2.1.2.3 Tahapan Luka Dekubitus
Salah satu cara yang paling awal untuk mengklasifisikan dekubitus
adalah dengan menggunakan sistem nilai atau tahapan (Potter 2006).
1. Tahap I
Eritema tidak pucat pada kulit utuh, lesi kulit yang diperbesar, kulit
tidak berwarna, hangat atau keras juga dapat menjadi indikator.
2. Tahap II
Hilangnya sebagian ketebalan kulit meliputi epidermis dan atau
dermis, ulkus superfisial dan secara klinis terlihat seperti abrasi lecet
atau lubang yang dangkal.
3. Tahap III
Hilangnya seluruh ketebalan kulit meliputi jaringan subkutan yang
rusak atau nekrotik yang mungkin akan melebar ke bawah, tapi tidak
melampaui yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan
sekitarnya.
4. Tahap IV
Hilangnya seluruh ketebalan kulit disertai dekstruksi ekstensif,
kerusakan jaringan atau kerusakan otot, atau struktur penyangga
seperti tendon, kapsul sendi, dll.
Page 43
24
Gambar 1.Tahapan Luka Dekubitus
Sumber : NPUAP courtesy of Prof. Hiromi Sanada, Japan
2.1.2.4 Lokasi Dekubitus
Menurut Morison (2003 : 96), Area tubuh yang beresiko tinggi
terhadap dekubitus :
1. Posisi Supinasi (Terlentang)
a. Oksiput
b. Skapula
c. Vertebra
d. Siku
e. Sakrum
f. Tumit
g. Ibu jari kaki
Page 44
25
2. Posisi Sims (Miring)
a. Telinga
b. Humerus bagian atas
c. Siku
d. Trokhanter Mayor
e. Paha
f. Tungkai bawah
g. Maleolus lateralis dan maleolus Medialis
h. Tumit
3. Posisi Pronasi (Tengkurap)
a. Siku
b. Daerah iga
c. Paha
d. Patela
e. Jari kaki
4. Posisi Semifowler (Setengah Duduk)
a. Oksiput
b. Skapula
c. Sakrum
d. Tuberositas iskhiadika
e. Tumit
f. Ibu jari kaki
Page 45
26
Gambar 2. Lokasi Dekubitus
Sumber : Moya J. Morisson (2003)
2.1.2.5 Pathofisiologi Luka Dekubitus
Luka dekubitus merupakan dampak dari tekanan yang terlalu lama
pada area permukaan tulang yang menonjol dan mengakibatkan
berkurangnya sirkulasi darah pada area yang tertekan dan lama kelamaan
Page 46
27
jaringan setempat mengalami iskemik, hipoksia, dan berkembang menjadi
nekrosis. Tekanan yang normal pada kapiler adalah 32 mmHg. Apabila
tekanan kapiler melebihi dari tekanan darah dan struktur pembuluh darah
pada kulit, maka akan terjadi kolaps. Dengan terjadi kolaps akan
menghalangi oksigenasi dan nutrisi ke jaringan, selain itu area yang
tertekan menyebabkan terhambatnya aliran darah. Dengan adanya
peningkatan tekanan arteri kapiler terjadi perpindahan cairan ke kapiler,
ini akan menyokong untuk terjadi edema dan konsekuensinya terjadi
autolisis. Hal lain juga bahwa aliran limpatik menurun ini juga menyokong
terjadi edema dan mengkontribusi untuk terjadi nekrosis pada jaringan
(Suriadi 2004).
Bagan 1. Alur pathofisiologi luka dekubitus
Tekanan yang terlokalisir
Peningkatan tekanan arteri kapiler pada kulit
Terhambatnya aliran darah
Iskemik
Nekrosis
Sumber : Suriadi (2004)
Page 47
28
2.1.2.6 Faktor Penyembuhan Luka
Menurut Suriadi (2004), faktor yang mempengaruhi pada
penyembuhan luka dapat dibagi menjadi dua faktoryaitu sistemik dan
faktor lokal :
1. Faktor Sistemik
a. Usia
Pada usia lanjut proses penyembuhan luka lebih lama
dibandingkan dengan usia muda. Faktor ini karena kemungkinan
adanya proses degenerasi, tidak adekuatnya pemasukan makanan,
menurunnya kekebalan, dan menurunnya sirkulasi.
b. Nutrisi
Faktor nutrisi sangat penting dalam proses penyembuhan luka.
Pada pasien yang mengalami penurunan tingkat diantaranya serum
albumin, total limfosit, dan transferin adalah merupakan resiko
terhambatnya proses penyembuhan luka. Selain protein, vitamin A,
E dan C juga mempengaruhi dalam proses penyembuhan luka.
Kekurangan vitamin A menyebabkan berkurangnya produksi
macrophag yang konsekuensinya rentan terhadap infeksi, retardasi
epitelialisasi, dan sintesis kolagen (Freiman et al 1970). Defisiensi
vitamin E mempengaruhi pada produksi kolagen (Pollack SV 1979
dan Brown RG 1969). Sedangkan defisiensi vitamin C
menyebabkan kegagalan fibroblast untuk memproduksi kolagen,
Page 48
29
mudahnya terjadi ruptur pada kapiler dan rentan terjadi infeksi
(Pollack SV 1984 dalam Suriadi 2004).
c. Insufisiensi Vascular
Insufisiensi vascular juga merupakan faktor penghambat pada
proses penyembuhan luka. Seringkali pada kasus luka ekstremitas
bawah seperti luka diabetik, dan pembuluh arteri dan atau vena
kemudian dekubitus karena faktor tekanan yang semuanya akan
berdampak pada penurunan atau gangguan sirkulasi darah.
d. Obat-obatan
Terutama sekali pada pasien yang menggunakan terapi steroid,
kemoterapi dan imunosupresi.
2. Faktor Lokal
a. Suplai darah
b. Infeksi
Infeksi sistemik atau lokal dapat menghambat penyembuhan luka.
c. Nekrosis
Luka dengan jaringan yang mengalami nekrosis dan eskar akan
dapat menjadi faktor penghambat untuk perbaikan luka.
d. Adanya benda asing pada luka
2.1.2.7 Fisiologi dan Fase Penyembuhan Luka
Menurut Suriadi (2004), Penyembuhan luka adalah suatu proses
yang kompleks dengan melibatkan banyak sel. Proses yang dimaksudkan
Page 49
30
disini karena penyembuhan luka melalui beberapa fase. Fase tersebut
meliputi : koagulasi, inflamasi, proliferasi, dan fase remodeling.
1. Fase Koagulasi
Pada fase koagulasi merupakan awal proses penyembuhan luka dengan
melibatkan platelet. Awal pengeluaran platelet akan menyebabkan
vasokonstriksi dan terjadi koagulasi. Proses ini adalah sebagai
hemostasis dan mencegah perdarahan yang lebih luas. Pada tahapan ini
terjadi adhesi, agregasi, dan degranulasi pada sirkulasi platelet di
dalam pembentukan gumpalan fibrin. Kemudian suatu plethora
mediator dan cytokin dilepaskan seperti transforming growth factor
beta(TGFB), platelet derived growth factor (PDGF), vascular
endothelial growth factor (VEGF), platelet activating factor (PAF),
dan insulinilke growth factor-1 (IGF-1), yang akan mempengaruhi
edema jaringan dan awal inflamasi. VEGF, suatu faktor permeabilitas
vaskuler, akan mempengaruhi extravasasi protein plasma untuk
menciptakan suatu struktur sebagai penyokong yang tidak hanya
mengaktifkan sel endotelial tetapi juga leukosit dan sel epithelial.
Untuk proses koagulasi ini ada manfaatnya, akan tetapi pada perlukaan
yang berat seperti luka bakar yang luas, akan berdampak negatif pada
suplai darah yaitu bila terjadi koagulasi dapat mengakibatkan iskemik
pada jaringan.
Page 50
31
2. Fase Inflamasi
Fase inflamasi mulainya dalam beberapa menit setelah luka dan
kemudian dapat berlangsung sampai beberapa hari. Selama fase ini,
sel-sel inflamatory terikat dalam luka dan aktif melakukan
penggerakan dengan lekosites (polymorphonuclearleukocytes atau
neuthropily). Yang pertama kali muncul dalam luka adalah neutrophil.
Mengapa neutrophil, karena densitasnya lebih tinggi dalam dalam
bloodstrem. Kemudian neutrophil akan memfagosit bakteri dan masuk
ke matriks fibrin dalam persiapan untuk jaringan baru. Kemudian
dalam waktu yang singkat mensekresi mediator vasodilatasi dan
cytokin yang mengaktifkan fibroblas dan keratinocytes dan mengikat
macrophag ke dalam luka. Kemudian macrophag memfagosit
pathogen, dan sekresi cytokin, dan growth factor seperti fibroblast
growth factor (FGF), epidermal growth factor (EGF), vascular
endothelial growth factor (VEGF), tumor necrosis factor (TNF-alpha),
interferon gamma (IFN-gamma) , dan interleukin-1 (IL-1), kimia ini
juga akan merangsang infiltrasi, proliferasi dan migrasi fibroblast dan
sel endotelial (dalam hal ini angiogenseis). Angiogenesis adalah suatu
proses dimana pembuluh-pembuluh kapiler darah yang baru mulai
tumbuh dalam luka setelah injury dan sangat penting perannya dalam
fase proliferasi. Fibroblast dan sel endothelial mengubah oksigen
molekular dan larut dengan superokside yang merupakan senyawa
penting dalam resistensi terhadap infeksi maupun pemberian isyarat
Page 51
32
oksidatif dalam menstimulasi produksi growth factor lebih lanjut.
Dalam proses inflamatory adalah suatu perlawanan terhadap infeksi
dan sebagai jembatan antara jaringan yang mengalami injury dan
untuk pertumbuhan sel-sel baru.
3. Fase Proliferasi
Apabila tidak ada infeksi dan kontaminasi pada fase inflamasi, maka
akan cepat terjadi fase proliferasi. Pada fase proliferasi ini terjadi
proses granulasi dan kontraksi. Fase proliferasi ditandai dengan
pembentukan jaringan granulasi dalam luka, pada fase ini macrophag
dan lymphocytes masih ikut berperan, tipe sel predominan mengalami
proliferasi dan migrasi termasuk sel epitelial, fibroblast, dan sel
endotelial. Proses ini tergantung pada metabolik, konsentrasi oksigen
dan faktor pertumbuhan. Dalam beberapa jam setelah injury, terjadi
epitelialisasi dimana epidermal yang mencakup sebagian besar
keratinocytes mulai bermigrasi dan mengalami stratifikasi dan
deferensiasi untuk menyusun kembali fungsi barrier epidermis. Pada
prosesini diketahui sebagai epitelialisasi, juga meningkatkan produksi
ekstraseluler matrik (promotes-ekstracelluler matrix atau disingkat
ECM), growth factor, sitokin dan angiogenesis melalui pelepasan
faktor pertumbuhan seperti keratinocyte growth factor (KGF). Pada
fase proliferasi fibroblast adalah merupakan elemen sintetis utama
dalam proses perbaikan dan berperan dalam produksi struktur protein
yang digunakan selama rekonstruksi jaringan. Secara khusus fibroblast
Page 52
33
menghasilkan sejumlah kolagen yang banyak. Fibroblast biasanya
akan tampak pada sekeliling luka. Pada fase ini juga terjadi
angiogenesis yaitu suatu proses di mana kapiler-kapiler pembuluh
darah yang baru tumbuh atau pembentukan jaringan baru (granulation
tissue). Secara klinis akan tampak kemerahan pada luka. Kemudian
pada fase kontraksi luka, kontraksi disini adalah berfungsi dalam
memfasilitasi penutupan luka. Menurut Hunt dan Dunphy (1969)
kontraksi adalah merupakan peristiwa fisiologi yang menyebabkan
terjadinya penutupan luka pada luka terbuka. Kontraksi terjadi
bersamaan dengan sintesis kolagen. Hasil dari kontraksi akan tampak
di mana ukuran luka akan tampak semakin mengecil atau menyatu.
4. Fase Remodeling atau Maturasi
Pada fase remodeling yaitu banyak terdapat komponen matrik.
Komponen hyaluronic acid, proteoglycan, dan kolagen yang
berdeposit selama perbaikan untuk memudahkan perekatan pada
migrasi seluler dan menyokong jaringan. Serabut-serabut kolagen
meningkat secara bertahap dan bertambah tebal kemudian disokong
oleh proteinase untuk perbaikan sepanjang garis luka. Kolagen
menjadi unsur yang utama pada matrik. Serabut kolagen menyebar
dengan saling terikat dan menyatu dan berangsur-angsur menyokong
pemulihan jaringan. Remodeling kolagen selama pembentukan skar
tergantung pada sintesis dan katabolisme kolagen secara terus
menerus.
Page 53
34
Bagan 2. Fisiologi Penyembuhan Luka
Injury
Hemostasis : Koagulasi, agregasi platelet
Inflamasi :Granulosites, macrophag, fagositosis
Fibroblast
Epitelialisasi
Sintesis kolagen dan kontraksi
Remodeling : adanya lisis dan sintesis kolagen
Peningkatan serabut kolagen
Penyembuhan luka
Sumber : Suriadi (2004)
2.1.3 Massage
2.1.3.1 Pengertian
Massage dalam bahasa Arab dan Perancis berarti menyentuh atau
meraba. Dalam bahasa Indonesia disebut sebagai pijat atau urut. Selain itu
massage dapat diartikan sebagai pijat yang telah disempurnakan dengan
ilmu-ilmu tentang tubuh manusia atau gerakan-gerakan tangan yang
mekanis terhadap tubuh manusia dengan mempergunakan bermacam-
macam bentuk pegangan atau teknik (Bambang 2012).
Page 54
35
Ahmad Rahim (1988: 1) mendefinisikan pemijatan (massage)
sebagai suatu perbuatan melulut tubuh dengan tangan (manipulasi) pada
bagian-bagian yang lunak, dengan prosedur manual atau mekanik yang
dilaksanakan secara metodis dengan tujuan menghasilkan efek fisiologis,
profilaktif, dan terapeutik bagi tubuh.
Massage dalam hal ini merupakan manipulasi dari struktur jaringan
lunak yang dapat menenangkan serta mengurangi stress psikologis dengan
meningkatkan hormon morphin endogen seperti endorphin, enkefalin dan
dinorfin sekaligus menurunkan kadar stress hormon seperti hormon
cortisol, norepinephrine dan dopamine (Best et al. 2008: 446). Secara
fisiologis, massage terbukti dapat menurunkan denyut jantung,
meningkatkan tekanan darah, meningkatkan sirkulasi darah dan limfe,
mengurangi ketegangan otot, meningkatkan jangkauan gerak sendi serta
mengurangi nyeri (Callaghan 1993).
Massage yang kuat pada area tonjolan tulang atau kulit yang
kemerahan dihindarkan. Penggunaan massage untuk mencegah luka tekan
masih kontroversial, mengingat tidak semua jenis massage bisa digunakan.
Namun massage di area tulang menonjol atau bagian kulit yang telah
menunjukkan kemerahan atau discolorisation patut dihindari karena hasil
biopsi post mortem pada jaringan yang di lakukan massage menunjukkan
adanya degenerasi jaringan, dan maserasi (Dyson 1978 dalam AHCPR
2008 dan Pieters et al 2005). Teknik massage yang diperbolehkan hanya
efflurage namun tidak untuk jaringan diatas tulang yang menonjol maupun
Page 55
36
yang telah menunjukkan kemerahan ataupun pucat. Lama waktu massage
yang digunakan masih bervariasi antara 15 menit (Ceichle 1958 dalam
Pieters 2005), dan 4 – 5 menit (Ellis & Bentz 2007). Massage umumnya
dilakukan 2 kali sehari setelah mandi (Ellis & Bentz 2007 dalam
Handayani 2010).
2.1.3.2 Jenis Massage
Menurut Bambang (2012), jenis massage terdiri atas :
1. Sport Massage (Massage Kebugaran)
Sport Massage (Massage Kebugaran) yaitu pijat yang dipakai dalam
lingkup sport saja dan bertujuan untuk membentuk serta memelihara
kondisi fisik para olahragawan agar tetap sehat dan bugar.
2. Remidial Massage (Massage Penyembuhan)
Remidial Massage (Massage Penyembuhan) yaitu pijat yang dilakukan
untuk memulihkan beberapa macam penyakit tanpa memasukkan obat
ke dalam tubuh dan bertujuan untuk meringankan atau mengurangi
keluhan atau gejala pada beberapa macam penyakit yang merupakan
indikasi untuk dipijat.
3. Cosmetic Massage
Cosmetic massage yaitu pijat yang dipakai dalam bidang pemeliharaan
kecantikan dan bertujuan untuk membersihkan serta menghaluskan
kulit dan menjaga agar kulit tidak lekas mengkerut.
Page 56
37
2.1.3.3 Teknik Massage
Ahmad Rahim (1988) mengemukakan manipulasi pokok
massageadalah:
1. Effleurage (menggosok), yaitu gerakan ringan berirama yang
dilakukan pada seluruh permukaan tubuh. Tujuannya adalah
memperlancar peredaran darah dan cairan getah bening (limfe).
2. Friction (menggerus), yaitu gerakan menggerus yang arahnya naik
danturun secara bebas. Tujuannya adalah membantu
menghancurkanmiogelosis, yaitu timbunan sisa-sisa pembakaran
energi (asam laktat) yang terdapat pada otot yang menyebabkan
pengerasan pada otot.
3. Petrissage (memijat), yaitu gerakan menekan kemudian meremas
jaringan. Tujuannya adalah untuk mendorong keluarnya sisa-sisa
metabolisme dan mengurangi ketegangan otot.
4. Tapotemant (memukul), yaitu gerakan pukulan ringan berirama yang
diberikan pada bagian yang berdaging. Tujuannya adalah mendorong
atau mempercepat aliran darah dan mendorong keluar sisa-
sisapembakaran dari tempat persembunyiannya.
5. Vibration (menggetarkan), yaitu gerakan menggetarkan yang
dilakukan secara manual atau mekanik. Mekanik lebih baik daripada
manual. Tujuannya adalah untuk merangsang saraf secara halus dan
lembut agar mengurangi atau melemahkan rangsang yang berlebihan
pada saraf yang dapat menimbulkan ketegangan.
Page 57
38
2.1.3.4 Efek Terapeutik atau Manfaat
1) Efek terapeutik atau manfaat massage
Menurut Bambang (2012) tujuan dari terapi massage yaitu :
a. Melancarkan peredaran darah terutama peredaran darah vena
(pembuluh balik) dan peredaran getah bening (air limphe).
b. Menghancurkan pengumpulan sisa-sisa pembakaran di dalam sel-
sel otot yang telah mengeras yang disebut miogelosis (asam laktat).
c. Menyempurnakan pertukaran gas-gas dan zat-zat di dalam jaringan
atau memperbaiki proses metabolisme.
d. Menyempurnakan pembagian zat-zat makanan keseluruh tubuh.
e. Menyempurnakan proses pencernaan makanan.
f. Menyempurnakan proses pembuangan sisa-sisa pembakaran
(sampah-sampah) ke alat-alat pengeluaran atau mengurangi
kelelahan.
g. Merangsang otot-otot yang dipersiapkan untuk bekerja yang lebih
berat, menambah tonus otot (daya kerja otot), efisiensi otot
(kemampuan guna otot) dan elastisitas otot (kekenyalan otot).
h. Merangsangi jaringan-jaringan saraf, mengaktifkan saraf sadar dan
kerja saraf otonomi (tak sadar).
i. Membantu penyerapan (absorbsi) pada peradangan bekas luka.
j. Membantu pembentukan sel-sel baru dalam perkembangan tubuh.
k. Membersihkan dan menghaluskan kulit.
Page 58
39
l. Memberikan perasaan nyaman, segar dan kehangatan pada tubuh.
m. Menyembuhkan atau meringankan berbagai gangguan penyakit
yang boleh dipijat.
2) Efek terapeutik ataumanfaat effleurage
Efek terapeutik atau efek penyembuhan dari efleurage ini antara
lain adalah :
a. Membantu melancarkan peredaran darah vena dan peredaran getah
bening / cairan limfe.
b. Membantu memperbaiki proses metabolisme.
c. Menyempurnakan proses pembuangan sisa pembakaran atau
mengurangi kelelahan.
d. Membantu penyerapan (absorpsi) oedema akibat peradangan
e. Relaksasi dan mengurangi rasa nyeri.
2.1.4 VCO (Virgin Coconut Oil)
2.1.4.1 Pengertian
Virgin Coconut Oil (VCO) adalah minyak kelapa murni yang
dibuat tanpa pemanasan atau dengan pemanasan minimal
(Handayani2010). Menurut Lanny (2012), VCO (Virgin Coconut Oil)
adalah Minyak kelapa murni yang proses produksinya tidak melalui
tahapan RBD (Refined, bleached, dan deodorized).Virgin Coconut Oil
(VCO) adalah minyak kelapa murni yang mempunyai khasiat ampuh
sebagai penyembuh aneka penyakit (Syah 2005).
Page 59
40
2.1.4.2 Kandungan
Minyak kelapa mengandung vitamin-vitamin yang larut dalam
lemak, yaitu vitamin A, D, E, dan K serta pro-vitamin A (karoten).Oleh
sebab itu, minyak ini sangat penting bagi metabolisme tubuh.Selain itu,
minyak kelapa mengandung sejumlah asam lemak jenuh dan asam lemak
tak jenuh.
Menurut Balai Penelitian tanaman kelapa dan palma lain Balitka
(2007), telah menghasilkan empat varietas kelapa dalam unggul, yaitu
Tenga, Palu, Bali dan Mapanget. Penelitian tersebut menganalisis tentang
kopra. Kopra adalah bahan baku bagi pembuatan minyak goreng dan
turunannya. Komposisi asam-asam lemak yang dianalisis dari kopra
keempat varietas tersebut tertinggi yaitu asam laurat 36,12 - 38,28%, asam
miristat 13,42 – 15,90%, asam kaprilat 8,78 – 11,10%, asam kaprat 6,38 –
8,08%, asam palmitat 6,48 – 7,95%, asam oleat 4,27 – 5, 26%, asam
stearat 1,76 – 2,54%, dan asam linoleat 1,44 – 1,66%. Dengan demikian,
hasil analisis minyak murni dari keempat varietas tersebut diperoleh rata-
rata asam lemak rantai sedang 56-57% dengan kadar asam laurat 43%.
Asam lemak rantai sedang lainnya yang mempunyai khasiat untuk
kesehatan adalah asam kaprat, asam oleat (Omega-9), dan asam linoleat
(Omega-6).
Syah (2005) dalam Lucida et al (2008) menyatakan VCO
mengandung 92% asam lemak jenuh yang terdiri dari 48 – 53 % asam
Page 60
41
laurat, 1,5 – 2,5 % asam oleat, asam lemak lainnya seperti 8% asam
kaprilat, dan 7% asam kaprat.
Menurut Soejobroto (dalam Sutarmi dan Rozaline 2005), minyak
kelapa sebenarnya memiliki banyak kelebihan, 50% asam lemak pada
minyak kelapa adalah asam laurat dan 7% asam kapriat. Kedua asam
tersebut merupakan asam lemak jenuh rantai sedang yang mudah
dimetabolisir dan bersifat antimikroba (anti virus, anti bakteri, dan anti
jamur) sehingga dapat meningkatkan imun tubuh (kekebalan tubuh) dan
mudah diubah menjadi energi.Dalam tubuh, asam laurat menjadi
monolaurin, sedangkan asam kapriat menjadi monokaprin.Selain itu,
ternyata hasil pecahan lemak jenuh rantai sedang jarang disimpan sebagai
lemak dan jarang menumpuk di pembuluh darah. Minyak kelapa memiliki
kadar asam lemak tidak jenuh ganda omega-3 eicosa-penta-einoic-acid
(EPA) dan docasa-hexaenoic acid (DHA) yang dapat menurunkan very
low density lipoprotein (VLDL) dan viskositas darah, menghambat
tromboksan, serta mencegah penyumbatan pembuluh darah. Asam lemak
pada minyak kelapa banyak mengandung MCFA (medium chain fatty
acid) yang berfungsi memperbaiki asam lemak tubuh secara sinergis
dengan asam lemak esensial. Dengan mengkonsumsi MCFA, bisa
meningkatkan efisiensi asam lemak esensial sebesar 100%. Kandungan
MCFA juga sama seperti air susu ibu (ASI), yaitu memberi gizi dan
melindungi tubuh dari penyakit menular dan penyakit degeneratif.
Page 61
42
2.1.4.3 Manfaat VCO
Price (2003) menyatakan jika menggunakan lotion biasa untuk
perawatan kulit, umumnya lotion menggunakan komponen air sehingga
ketika dipakai akan memberikan kesegaran sesaat namun ketika
kandungan airnya hilang karena penguapan, maka kulit menjadi kering.
Price (2003) juga menyatakan minyak kelapa yang diolah untuk
konsumsi sebagai minyak goreng akan kehilangan sebagian zat-zat aktif
yang dibutuhkan kulit karena pengolahan dengan pemanasan dan
penjernihan oleh karena itu jika dipakai sebagai bahan topikal untuk
perawatan kulit mengakibatkan terciptanya radikal bebas di permukaan
kulit dan menyebabkan kerusakan jaringan konektif. Hal demikian dapat
dihindari dengan memilih bahan topikal minyak kelapa yang diolah
dengan baik yaitu tanpa pemanasan suhu tinggi dan tidak dijernihkan
seperti pada VCO.
Pemanfaatan VCO (Virgin Coconut Oil) sebagai dasar krim
pelembab karena VCO banyak mengandung pelembab alami dan
antioksidan yang penting untuk perawatan kulit dan mampu menghasilkan
emulsi yang relatif stabil dan pH mendekati nilai yang diinginkan sebagai
bahan pelembab kulit (Nilansari 2006). Potter dan Perry (2005)
mengatakan setelah kulit dibersihkan gunakan pelembab untuk melindungi
epidermis dan sebagai pelumas tapi tidak boleh terlalu pekat.
Menurut Sutarmi dan Hartin Rozalin (2005), komponen minyak
kelapa terdiri dari asam lemak jenuh (90%) dan minyak tak jenuh (10%).
Page 62
43
Tingginya kandungan asam lemak jenuh menjadikan minyak kelapa
sebagai sumber saturated fat. Dalam minyak kelapa murni terdapat MCFA
(medium chain fatty acid). MCFA merupakan komponen asam lemak
berantai sedang yang memiliki banyak fungsi, antara lain mampu
merangsang reproduksi insulin sehingga proses metabolisme glukosa
dapat berjalan normal. Selain itu, MCFA juga bermanfaat dalam
mengubah protein menjadi sumber energi. Asam laurat dan asam lemak
jenuh berantai pendek, seperti asam kaprat, kaprilat, dan miristat yang
terkandung dalam minyak kelapa murni dapat berperan positif dalam
proses pembakaran nutrisi makanan menjadi energi. Fungsi lain dari zat
ini, antara lain sebagai antivirus, antibakteri, dan antiprotozoa.
Salah satu keistimewaan yang dimiliki lemak kelapa adalah
properti antikuman yang dimilikinya.Antikuman tersebut terdapat pada
MCFA. Semua asam lemak yang termasuk MCFA dan derivatnya (MGs :
Monoglyseride) memiliki kemampuan yang hebat sebagai antikuman.
Caprylic acid (C:8), capric acid (C:10), dan myristic acid (C:14) memiliki
kemampuan yang sangat baik dalam membasmi beragam spesies mikroba
dari kelompok bakteri, cendawan, ragi, serta virus.Sejumlah studi
membuktikan keampuhan asam laurat dalam mengatasi berbagai macam
kuman.Beberapa penelitian menyebutkan bahwa asam laurat adalah
antikuman berspektrum luas.Asam lemak dengan atom karbon berjumlah
12 ini memiliki kemampuan yang sangat baik dalam membasmi bakteri
dan virus berlapis lipid.Kemampuan yang handal tersebut terbentuk karena
Page 63
44
asam lemak rantai sedang ini dapat menembus ke tubuh mikroorganisme
sehingga dapat melumpuhkannya dengan sempurna. Berikut species
mikroorganisme yang dapat dibasmi oleh asam laurat :
1. Bakteri berlapis lipid :
a. Listeria monocylogenes
b. Helicobacter pylori
c. Haemophilus influenza
d. Staphilococcus aureus
e. Streptococcus agalodiae
f. Streptococcus strain A, B, F dan G
g. Sejumlah bakteri gram positif dan negatif
2. Virus berlapis lipid :
a. Virus cacar
b. HIV (Human Immunodeficiency Virus)
c. HSV (Herpes Simplex Virus)
d. Virus Sarcoma
e. Virus Syncylial
f. VSV (Vesicular Stomatitis Virus)
g. Virus visna
h. Humman lympholeopic virus tipe-1
i. Cytomegavirus
j. Epstein’s barr virus
k. Virus influenza
Page 64
45
l. Virus leukemia
m. Virus pneumonia
n. HVC (Hepatitis Virus C)
2.1.4.4 Peran dan Kegunaan
Menurut Bogadenta (2013) VCO berkhasiat untuk meningkatkan imun
tubuh, mencegah penuaan dini, membantu penyembuhan virus HIV,
mengendalikan diabetes, membantu menguatkan gigi, mempercepat proses
penyembuha luka, melawan berbagai infeksi dan virus, mencegah masalah
jantung.
Menurut Lanny (2012 : 166) Penyakit yang dapat disembuhkan dengan
terapi VCO adalah sebagai berikut :
1. Membantu mengatasi hiperlipidemia (hiperkolesterolemia dan
hipertrigliseridemia).
2. Membantu mengatasi diabetes tipe-2 dan komplikasi yang
ditimbulkannya.
3. Mempercepat penyembuhan penyakit yang disebabkan oleh kuman
baik ketika digunakan secara sistemik ataupun topikal.
4. Membantu pengikisan lemak tubuh bagi yang mengalami kelebihan
berat badan (over weight) dan obesitas.
5. Membantu menyehatkan jantung bagi penderita jantung koroner.
6. Membantu proses penyembuhan penyakit lever dan beberapa macam
penyakit ginjal.
Page 65
46
7. Menyembuhkan radang gusi dan infeksi pada rongga mulut.
8. Baik untuk dikonsumsi oleh bayi yang mengalami gizi buruk dan
malnutrisi lemak.
9. Membantu mencegah peradangan pasca operasi.
10. Memperlancar pencernaan dan membantu mengatasi gangguan perut.
11. Baik dikonsumsi oleh orang tua yang mengalami kesulitan makan.
12. Aman dikonsumsi oleh pasien pasca operasi atau menderita sakit lama
yang kesulitan mencerna lemak.
13. Bermanfaat untuk memasok energi lemak bagi pasien yang perlu
menjalani diet rendah proteinkarena VCO bebas protein.
14. Jika dioleskan pada kulit yang baru saja terbakar maka lukanya cepat
mengering dan tidak meninggalkan bekas yang mengganggu
keindahan kulit.
15. Jika dioleskan pada kulit yang mengalami atopik dermatitis maka
penyebaran penyakit tersebut dapat dihentikan.
16. Jika digunakan untuk perawatan kulit berjerawat, dapat menghindari
peradangan dan mencegah jerawat baru.
17. Menghaluskan kulit bersisik dan menua.
18. Jika dioleskan pada kulit kepala maka ketombe dapat hilang.
19. Konsumsi secara rutin pada penderita kanker dan HIV/AIDS dapat
meningkatkan kekebalan tubuhnya terhadap infeksi sekunder.
20. Bagi wanita hamil, suplementasi VCO dapat mencegah fatigue,
diabetes gestasional, serta membantu memperlancar proses persalinan.
Page 66
47
21. Bagi olahragawan, suplementasi VCO berguna untuk meningkatkan
performa latihan dan daya tahan tubuh selama menjalani latihan.
22. Menguatkan tulang dan memelihara kesehatan sendi.
23. Memiliki kekuatan untuk meningkatkan produksi T-Cell pada pasien
kanker sehingga perkembangan kanker dapat dihambat.
24. Berkhasiat sebagai anti tumor payudara. Konsumsi secara rutin dapat
mencegah tumor payudara dan bagi pasien yang telah memiliki tumor
payudara maka bermanfaat untuk menghentikan perkembangannya.
25. Mempercepat pertumbuhan jaringan dan pemulihan tulang rawan yang
mengalami trauma.
26. Jika digunakan sebagai minyak pijat pada bayi prematur dapat
mempercepat pertumbuhan bayi tersebut.
Page 67
48
2.2 KERANGKA BERFIKIR
Faktor Ekstrinsik :
Tekanan,
Pergesekandan
Pergeseran,
Kelembaban,
Faktor Intrinsik :
Usia, DekubitusDekubitus Penyembuhan
Temperatur , Derajat IDerajat II Luka
Nutrisi, Dekubitus
Faktor Lain :
Menurunnya
Persepsi sensori,
Imobilisasi,
Keterbatasan aktivitas
Asam laurat, asam miristat, VCO secara
asam kaprilat, asam kaprat, topikal Massage (effleurage)
asam palmitat, asam oleat, pada luka sekitar area luka
asam stearat, asam linoleat
Page 68
49
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Panti Wredha St.Theresia Dharma Bhakti
Kasih Surakarta dan Panti Wredha Griya Sehat Bahagia (GSB)Karanganyar.
Peneliti lebih memilih tempat penelitian di Panti Wredha, karena Panti
Wredha merupakan rumah perawatan khusus bagi pasien lansia. Hal ini
mempermudah peneliti untuk memperoleh responden pasien lansia.
3.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Maret 2014.
3.3 Bentuk dan Strategi Penelitian
Penelitian ini merupakan bentuk penelitian kualitatif deskriptif
dengan strategi atau desain “Case Study”dengan menggunakan informan
pasien lansia yang menderita dekubitus, perawat dan dokter, sertatindakan
perlakuan dengan pemberian VCO (Virgin Coconut Oil) dengan teknik
massage sebagai objek analisisnya. Luka dekubitus yang timbul akan
diberikan terapi VCO dengan massage 1 kali setiap harinya. Tujuan peneliti
dapat melihat manfaat dari terapi VCO tersebut dengan cara menganalisis
efek penyembuhan dan perubahan yang ditimbulkan. Keinginan peneliti,
VCO dengan massage dapat memberikan efek terapeutik dengan harapan
Page 69
50
terjadi penurunan derajat luka dekubitus bahkan luka akan sembuh atau
jaringan kulit kembali membaik.
3.4 Sumber Data
Pemahaman mengenai berbagai macam sumber data merupakan
bagian yang sangat penting bagi peneliti karena ketetapan memilih dan
menentukan ketetapan dan kekayaan data atau kedalaman informasi yang
diperoleh. Data tidak akan bisa diperoleh tanpa adanya sumber (Sutopo2006).
Adapun jenis sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
3.4.1 Informan
Pada penelitian kualitatif sumber data dari narasumber sangat
penting perannya sebagai bahan informasi dalam penyusunan laporan.
Dalam penelitian ini peneliti memilih informan yaitu pasien lansia dengan
dekubitus,karena seorang pasien tentunya lebih mengetahui kondisi yang
pasien rasakan (seperti pegal, kesemutan, nyaman, sakit atau nyeridll)
yang dapat menjadi informasi yang dibutuhkan peneliti. Sutopo
menuliskan bahwa informan bukan sekedar memberikan tanggapan pada
apa yang ditanyakan peneliti, tetapi informan bisa lebih memilih arah dan
selera dalam menyajikan informasi yang ia miliki (Sutopo2006).
3.4.2 Tempat dan Peristiwa
Page 70
51
Penelitian ini dilakukan dengan mengobservasi tempat perawatan
yaitu di kedua Panti Wredha. Tempat perawatan, dan terutama pada bed
atau tempat tidur pasien juga dapat mengakibatkan salah satu faktor
ekstrinsik penyebab terjadinya luka dekubitus, dikarenakan luka dekubitus
akan timbul apabila kelembaban, hygiene, tekanan, pergeseran dan
pergesekan dari kulit pasien ke bed atau tempat tidur pasien tidak
terpantau dengan baik.
3.4.3 Observasi
Penelitian ini dilakukan dengan mengobservasi lansia dengan
melihat dari beberapa segi faktor yang mempengaruhi timbulnya luka
dekubitus. Setelah itu peneliti juga melihat respon perkembangan dari luka
dekubitus setelah diberikan terapi VCO dengan massage dari hari pertama
sampai satu bulan ke depan yaitu hari ke-30.
Sutopo (2006) menuliskan bahwa teknik observasi digunakan
untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, aktivitas,
perilaku, tempat atau lokasi dan benda serta rekaman gambar. Beragam
benda atau alat sederhana yang terlibat dalam suatu peristiwa atau kegiatan
peneliti dapat menjadi sumber data yang penting (Sutopo2006).
3.4.4 Dokumen
Sumber data berupa dokumen atau arsip biasanya merupakan
bahan tertulis yang berhubungan dengan suatu peristiwa atau aktivitas
tertentu. Sumber yang telah disebutkan adalah rekaman tertulis, namun
juga bisa berupa gambar atau benda peninggalan (Sutopo2006).Pada
Page 71
52
penelitian ini tidak jauh berbeda dengan data yang disebutkan diatas,
karena dalam penelitian ini cara pengambilan datanya mengikuti alur dan
prosedur yang sudah ditetapkan diatas.Yang pertama lansia dengan
dekubitus sebagai obyek penelitianya, kedua data-data tersebut diperoleh
dari buku yang membahas tentang lanjut usia, dekubitus, massage dan
VCO (virgin coconut oil), dan jurnal penelitiaan yang mebahas tentang
VCO dan penerapannya dari berbagai macam luka pada kulit.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
3.5.1 Wawancara mendalam
Wawancara adalah tehnik pengumpulan data melalui proses tanya
jawab alisan yang berlangsung satu arah, artinya pertanyaan datang dari
pihak yang mewawancarai dan jawaban diberikan oleh yang
diwawancarai (Fatoni2006).
Sumber data yang sangat penting dalam penelitian kualitatif
adalah berupa manusia yang dalam posisi sebagai narasumber atau
informan. Untuk mengumpulkan informasi dari sumber data ini
diperlukan tehnik wawancara, yang dalam penelitian kualitatif khususnya
dilakukan dalam bentuk yang disebut wawancara yang mendalam(in-
depthinterviewieng). Teknik wawancara ini merupakan teknik yang
paling banyak digunakan dalam penelitian kualitatif (Sutopo2006).
3.5.2 Observasi
Page 72
53
Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan
melalui suatu pengamatan, dengan disertai dengan pencatatan-pencatatan
terhadap keadaan atau perilaku objek sasaran (Fatoni2006).Menurut
Sutopo (2006) observasi dibagi menjadi dua yaitu tak berperan dan
observasi berperan. Observasi berperan meliputi observasi berperan aktif,
dan observasi berperan penuh (Sutopo2006).
Pada penilitian ini pengolahan data termasuk kedalam observasi
berperan penuh. Karena jenis observasi ini diartikan bahwa peneliti
memang memiliki peran dalam lokasi studinya, sehingga benar-benar
terlibat dalam suatu kegiatan yang ditelitinya (Sutopo2006).
Observasi pada penelitian ini langsung dilakukan untuk
mengamati pasien lansiayang berada di Panti Wredha St.Theresia
Dharma Bhakti Kasih Surakarta dan Panti Wredha Griya Sehat Bahagia
(GSB) Karanganyar. Pada hal ini yang perlu diamati adalah lansia yang
mengalami luka dekubitus (derajat II). Pasien lansia dengan dekubitus
dilakukan pengkajian untuk mengetahui derajat kedalaman luka
dekubitus dan faktor penyebab yang memperparah kondisi luka
dekubitus tersebut.
3.5.3 Analisis dokumen
Studi dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan
mempelajari catatan-catatan mengenai suatu data (Fathoni2006).
Dokumen tertulis merupakan sumber data yang memiliki posisi penting
dalam peneliti kualitatif (Sutopo2006). Pada penelitian ini sumber data
Page 73
54
dokumen diperoleh dari buku dan jurnal mengenai VCO (virgin coconut
oil) dan pemanfaatanya untuk luka. Setalah dilakukan analisa dapat
dilihat hasilnya bahwa bagaimanakah peran dan pemanfaatan VCO pada
luka dekubitus yang sebenarnya.
3.6 Teknik Sampling
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan
purposive sampling. Purposive sampling merupakan teknik pengambilan
sampel bertujuan dilakukan tidak berdasarkan strata, kelompok, atau acak
tetapi berdasarkan pertimbangan atau tujuan tertentu (Saryono 2013).Pada
studi pendahuluan sebelumnya peneliti memperoleh jumlah pasien lansia
dekubitus yang berada di Panti Wredha St.Theresia Dharma Bhakti Kasih
Surakarta sebanyak 1 orang dan di Panti Wredha Griya Sehat Bahagia (GSB)
Karanganyar sebanyak 1 orang. Jumlah lansia yang menderita luka dekubitus
yang berada di kedua panti tersebut tersebut akan dilakukan pengkajian untuk
mengetahui kondisi luka dekubitus yang dialaminya. Pasien yang masuk
kriteria akan dijadikan sampel oleh peneliti.
3.7 Validitas Data
Data yang telah berhasil digali di lapangan studi, dikumpulkan dan
dicatat dalam kegiatan penelitian, harus diusahakan bukan hanya untuk
kedalam dan kemantapanya tetapi juga bagikemantapan dan kebenaranya.
Oleh karena itu setiap peneliti harus bisa memilih dan menentukan cara-cara
Page 74
55
yang tepat untuk mengembangkan validitas data yang diperolehnya.Dalam
penilitian kualitatif terdapat beberapa cara yang bisa dipilih untuk
pengembangan validitas data penelitian. Cara-cara tersebut antara lain bisa
berupa beberapa tehnik trianggulasi(triangulation) yaitu :
3.7.1 Trianggulasi Sumber
Teknik ini mengarakan peneliti agar di dalam mengumpulkan data,
peneliti wajib menggunakan beragam sumber data yang berbeda-beda
yang tersedia. Artinya, data yang sama atau sejenis akan lebih mantap
kebenaranya bila digali dari beberapa sumber data yang berbeda. Dengan
demikian apa yang diperoleh dari sumber yang satu, bisa lebih teruji
kebenaranya bilamana dibandingkan dengan data sejenis yang diperoleh
dari sumber lain yang berbeda, baik sumber sejenis atau sumber yang
berbeda jenisnya.
3.7.2 Trianggualsi Metode
Teknik trianggulasi ini dilakukan oleh seorang peneliti dengan cara
mengumpulkan data sejenis tetapi degan menggunakan teknik atau metode
pengumpulan data yang berbeda dan bahkan lebih jelas untuk diusahakan
mengarah pada sumber data yang sama untuk menguji kemantapan
informasinya.
3.7.3 Trianggulasi Penelitian
Trianggulasi penelitian adalah hasil penelitian baik data ataupun
simpulan mengenai bagian tertentu atau keseluruhannya yang bisa diuji
validitasnya dari beberapa peneliti yang lain. Dari pandangan dan tafsir
Page 75
56
yang dilakukan oleh beberapa peneliti terhadap semua informasi yang
berhasil digali dan dikumpulkan yang berupa catatan dan bahkan sampai
dengan simpulan-simpulan sementara, diharapkan bisa terjadipertemuan
pendapat yang pada akhirnya bisa lebih memantapkan hasil akhir
penelitian.
3.7.4 Trianggulasi Teori
Trianggulasi ini dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan
perspektif lebih dari suatu teori dalam membahas permasalahan yang
dikaji. Dalam melakukan triangulasi ini, peneliti wajib memahami teori-
teori yang digunakan dan keterikatanya dengan permasalahan yang diteliti
sehingga mampumenghasilkan simpulan yang mantap,bisa
dipertanggungjawabkan, dan benar-benar memiliki makna yang mendalam
serta bersifat multiperspektif. Meski demikian, dalam hal ini peneliti bisa
menggunakan suatu teori khusus yang di gunakan sebagai fokus utama
dari kajianya secara lebih mendalam dari pada teori yang lain juga yang
digunakan (Sutopo2006).
3.8 Analisa Data
Penelitian kualitatif proses analisis dilakukan sejak awal bersamaan
dengan proses pengumpulan data. Teknik analisis dalam penelitian bersifat
induktifyaitu teknik analisis yang tidak dimaksudkan melihat atau
membuktikan suatu prediksi atau suatu gambaran hipotesis penelitian, tetapi
simpulan dan teori yang dihasilkan terbentuk dari data yang dikumpulkan.
Page 76
57
Sifat analisis induktif menekankan pentingnya apa yang sebenarnya terjadi di
lapangan yang bersifat khusus berdasarkan karakteristik konteksnya. Dalam
penelitian ini analisis induktif yang digunakan adalah teknik analisis jalinan,
alur jalinannya adalah dari pengumpulan data yang memperoleh catatan
lengkap, kemudian peneliti menyusun reduksi data, lalu dikembangkan sajian
data, dan dari sajian data tersebut peneliti berusaha menarik simpulan
sementara dan diusahakan untuk diverifikasi kemantapannya dengan
melakukan pengumpulan data kembali, demikian seterusnya kegiatan
berulang secara berkelanjutan dengan menyusun reduksi data, sajian data, dan
menarik simpulan serta verifikasinya (Sutopo2006).Adapun model analisis
jalinan ini digambarkan dalam bagan sebagai berikut :
Bagan 4.Model Analisis Jalinan
proposal pengumpulan data penulisan laporan
pengumpulan data - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Reduksi data
Sajian data
Penarikan simpulan/
verifikasi
Sumber : Sutopo (2006)
Page 77
58
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Wilayah Penelitian
4.1.1 Lokasi Penelitian
4.1.1.1 Panti Wredha St.Theresia Dharma Bhakti Kasih Surakarta
Panti Wredha St.Theresia Dharma Bhakti Kasih Surakarta terletak
di Jalan Kalingga Utara Gang 6 Desa Bayan RT 07 RW 27 Kadipiro,
Kecamatan Banjarsari, Surakarta. Panti Wredha St.Theresia Dharma
Bhakti Kasih Surakarta berdiri sejak 12 Desember 2001 dengan surat
Pengesahan Yayasan SK.AHU-2938.AH.01.04 yang diresmikan oleh
Oeskop Ir.Soeharyo yaitu Pimpinan Gereja Seluruh Jawa Tengah, dengan
Notaris Ninoek Poernomo,SH. Panti Wredha St.Theresia Dharma Bhakti
Kasih Surakarta diketuai oleh Bapak Michael Prasetyo, SH dan
koordinator panti adalah Ibu Agustina Sri Haryanti Sumali, S.Pd.
Panti Wredha St.Theresia Darma Bhakti Kasih Surakarta
merupakan salah satu dari beberapa panti di Surakarta yang menerima
perawatan lansia yang terlantar. Panti Wredha St.Theresia Dharma Bhakti
Kasih Surakarta mempunyai luas area 10.000m2. Bangunan Panti Wredha
St.Theresia Dharma Bhakti Kasih Surakarta mempunyai fasilitas 7 kamar
tidur dibagian bangsal dan 22 kamar tidur dibagian VIP, 2 kamar isolasi,
11 KM/WC dibagian bangsal dan 22 KM/WC dibagian VIP, sebuah aula
kecil yang dapat menampung 150 orang dan sebuah aula besar yang dapat
Page 78
59
menampung 300 orang, selain itu mempunyai sebuah dapur, 2 ruang tv, 1
ruang makan, 1 kamar tamu, 1 ruang doa dan disetiap tepi kamar tidur
terdapat teras yang memadahi untuk duduk bersantai.
Kondisi disetiap kamar tidur bersih, rapi dengan ventilasi yang
cukup memadahi. Fasilitas disetiap kamar tidur mempunyai bed lengkap
dengan sprei, bantal, selimut, dan perlak pada tempat tidur. Fasilitas untuk
mandi cuci kakus (MCK) disediakan sabun, sikat gigi, odol, shampoo.
Bagi yang berkebutuhan khusus disediakan popok, kursi roda, kruk, cane,
walker, perlengkapan sibin dan pispot.
Terfokus pada kondisi pasien lansia dekubitus, yang pertama dilihat
adalah kebersihan tempat tidurnya, baik sprei, perlak, dan kondisi
kelembaban yang mempengaruhi terjadinya dekubitus. Kondisi pada sprei
perlak cukup bersih hanya saja sprei sedikit terlipat sehingga menunjang
terjadinya dekubitus, Suhu di kamar tidur tidak panas karena terdapat
ventilasi yang memadahi dan didalam ruangan disediakan kipas angin.
4.1.1.2 Panti Wredha Griya Sehat Bahagia (GSB) Karanganyar
Panti Wredha Griya Sehat Bahagia merupakan tempat perawatan
orang lanjut usia (lansia) dengan keadaan sehat maupun membutuhkan
perawatan khusus. Panti Wreda Griya Sehat Bahagia terletak di Jalan Nusa
Indah No.19, Kecamatan Palur, Kabupaten Karanganyar. Panti Wredha
Griya Sehat Bahagia (GSB) Palur Karanganyar berdiri sejak tahun 2002.
Tenanga kerja atau tenaga medis yang ada di Panti Wreda sejumlah 11
Page 79
60
orang 3 diantara lulusan SPK dan 7 lainya lulusan DIII Keperawatan, S1
Farmasi dan salah satu perawat sebagai koordinator dan hanya ada 1
dokter yang mempunyai hak milik tetap Panti Wredha. Semua aktifitas
dan kegiatan harian sudah terjadwal diprosedur tetap Panti Wredha.
Panti Wredha Griya Sehat Bahagia mempunyai luas bangunan 430
m2 dengan bangunan dua lantai. Panti Wredha Griya Sehat Bahagia dibagi
empat ruangan dengan nama ruangan yang berbeda-beda, yang pertama
Ruang Mawar, kedua Melati, ketiga Anggrek dan ke empat Flamboyan
kemudian dibagi menjadi tiga kelas yang berbeda-beda untuk fasilitasnya.
Pertama kelas VIP yaitu di Ruang Melati, di Ruang Melati terdapat 10
kamar masing-masing kamar hanya ditempati untuk satu pasien dengan
fasilitas didalamnya kamar ada TV 14 inchi, lemari dan tempat tidur yang
terbuat dari bahan sepringbed. Kedua adalah Ruang Mawar untuk kelas
satu yaitu dengan fasilitas 15 bed atau tempat tidur, di dalam ruangan
hanya terdapat satu TV dengan ukuran 21 inchi, dua lemari besar yang
terbuat dari kayuyang digunakan untuk menyipan baju pasien. Ketiga
adalah Ruang Anggrek, Ruang Anggrek dikhususkan untuk kelas dua, di
dalam kamar ada 15 bed atau tempat tidur, terdapat dua lemari dengan
ukuran sedang, kemudian satu kamar mandi, dan terdapat tiga meja untuk
meletakan barang-barang yang diperlukan oleh pasien. Keempat adalah
Ruang Flamboyant yang dikhususkan untuk kelas tiga, di dalam kamar
terdapat 15 bed atau tempat tidur pasien, terdapat dua lemari dengan
Page 80
61
ukuran besar, satu TV dengan ukuran 14 inchi, empat meja untuk menaruh
barang keperluan pasien, kemuadian dengan satu kamar mandi.
Kondisi untuk setiap kamar tidur dan ruang kumpul bersih, rapi
dengan ventilasi yang cukup memadahi. Fasilitas disetiap kamar tidur
mempunyai bed lengkap dengan sprei, bantal, selimut, dan perlak pada
tempat tidur. Fasilitas untuk mandi cuci kakus (MCK) disediakan sabun,
sikat gigi, odol, shampoo. Bagi yang berkebutuhan khusus disediakan
popok, kursi roda, kruk, cane, walker, perlengkapan sibin, dan pispot.
4.1.2 Tujuan Institusional Panti Wredha
4.1.2.1 Panti Wredha St.Theresia Dharma Bhakti Kasih Surakarta
Tujuan dari Panti Wredha St.Theresia Dharma Bhakti Kasih
Surakarta yaitu memperhatikan orang lanjut usia dengan kriteria lemah,
miskin, tersingkir, terlantar dan yang membutuhkan. Visi dari Panti
Wredha St.Theresia Dharma Bhakti Kasih Surakarta adalah dengan
semangat cinta kasih Allah kita berperan serta dalam melayani dan
membagi kasih kepada sesama yang lanjut usia atau yang membutuhkan
pertolongan untuk membuktikan kesaksian persaudaraan kristiani yang
sejati. Misi dari Panti Wredha St.Theresia Dharma Bhakti Kasih Surakarta
adalah untuk menjalin kerjasama dengan saudara-saudara para lanjut usia
agar mereka mengalami hidup yang penuh kasih dan perhatian dan masih
dihargai sebagai pribadi.
Page 81
62
4.1.2.2 Panti Wredha Griya Sehat Bahagia Karanganyar
Tujuan dari Panti Wredha Griya Sehat Bahagia (GSB) Palur
Karanganyar yaitu untuk meningkatkan kualitas hidup para orang lanjut
usia supaya mendapat kehidupan yang bahagia, aman dan nyaman. Visi
Misi dari Panti Wredha Griya Sehat Bahagia (GSB) adalah Cinta Kasih
dan Melayani.
4.1.3 Karakteristik Pasien
Pasien dalam penelitian ini adalah pasien lansia yang mengalami
luka dekubitus derajat II yang terdiri dari 2 orang lansia. Kedua lansia ini
berjenis kelamin perempuan yang dirawat di tempat yang berbeda.
1. Lansia 1 (L1)
Pasien pertama adalah Ny.G yang berusia 68 tahun yang telah dirawat
selama 8 tahun di Panti Wredha St. Theresia Dharma Bhakti kasih
Surakarta. Pasien tersebut mengalami kecacatan fisik dan mental
secara kongenital.
2. Lansia 2 (L2)
Pasien kedua adalah Ny.A yang berusia 75 tahun yang telah dirawat
selama 3 tahun di Panti Wredha Griya Sehat Bahagia (GSB) Palur,
Karanganyar. Pasien tersebut mengalami kelumpuhan pada
ekstremitas bagian bawah. Semua kegiatan Ny.A dibantu orang lain
dan alat.
Page 82
63
Adapun gambaran karakteristik pasien pada penelitian ini agar
lebih mudah dipahami dan dilihat oleh pembaca terlihat pada
tabel berikut ini :
Tabel 2. Karakteristik Pasien
Pasien Usia Jenis
Kelamin
Lama
dirawat
Tempat
Perawatan
Kondisi
L1 68 th Perempuan 8 th Panti Wreda
St.Theresia
Dharma
Bhakti
Kasih
Surakarta
Kecacatan
fisik dan
mental secara
kongenital
L2 75 th Perempuan 3 th Panti Wredha
Griya Sehat
Bahagia
Karanganyar
Kelumpuhan
pada
ekstremitas
bawah
Page 83
64
4.2 Sajian Data
Pemberian massage dengan Virgin Coconut Oil (VCO) untuk
mengatasi luka dekubitus derajat II dapat dilakukan tanpa adanya alergi
pada kulit lansia. Pemberian dilakukan selama 30 hari dan observasi
dilakukan setiap kali pada waktu pemberian massage dengan VCO.
Berdasarkan tindakan massage dengan VCO yang telah dilakukan
didapatkan beberapa data yang dapat dianalisis. Sajian data yang tertulis
pada penelitian ini memaparkan hasil observasi pada pasien lansia dengan
dekubitus derajat II dan salah satunya merupakan lansia dengan cacat
mental dan fisik (L1), sehingga untuk proses komunikasi pada lansia ini
dilakukan melalui observasi, berbeda dengan L2 yang dapat
berkomunikasi langsung dengan peneliti. Berikut ini adalah sajian data
dari peneliti mengenai pemanfaatan VCO (virgin coconut oil) dengan
teknik massage dalam penyembuhan luka dekubitus derajat II pada lansia
meliputi : (1) Pengaruh tindakan massage untuk penyembuhan luka
dekubitus derajat II, (2) Pengaruh pemberian teknik massage dengan VCO
(virgin coconut oil) untuk penyembuhan luka dekubitus derajat II, (3)
Kendala penurunan derajat luka dekubitus melalui teknik massage dengan
VCO (virgin coconut oil).
Page 84
65
4.2.1 Pengaruh tindakan massage untuk penyembuhan luka dekubitus
derajat II
Prosedur pemberian massage dilakukan dengan posisi pasien
senyaman mungkin (miringkan ke kanan atau ke kiri). Perawat berada di
sebelah kanan pasien saat pasien dimiringkan ke sebelah kiri dan begitu
juga sebaliknya. Setelah itu, melepas atau membuka baju daster bagian
punggung pasien kemudian mengambil VCO dengan menggunakan spuit
sebanyak 2 cc dan menyemprotkan perlahan pada bagian punggung.
Sebelum massage dimulai VCO dioleskan merata dan lembut dengan
menggunakan jari pada luka sampai minyak tersebut kering dengan tujuan
agar luka tidak becek, karena minyak terlalu banyak akan menghambat
pertumbuhan jaringan kulit pada luka. Setelah memastikan luka sudah
kering, baru dilaksanakan pemijatan di sekitar area luka dekubitus.
Pada penelitian ini teknik pemijatan yang digunakan adalah metode
effleurage (menggosok atau mengusap) dengan menggunakan kedua
telapak tangan secara bergantian antara kanan dan kiri. Pemijatan tersebut
dilakukan selama 4 menit dengan arah massage yang pertama adalah dari
bawah ke atas, yang kedua dari atas ke bawah, ketiga dari kanan ke kiri
dan yang terakhir dari kiri ke kanan. Massage dengan teknik effleurage
tersebut dilakukan oleh dua perawat yang berada di tempat yang berbeda.
Perawat I merupakan perawat yang berada di Panti Wredha St.Theresia
Dharma Bhakti Kasih Surakarta. Perawat II merupakan perawat yang
Page 85
66
berada di Panti Wredha Griya Sehat Bahagia Karanganyar. Perawat I
mengelola lansia 1 (L1) dan perawat II mengelola lansia 2 (L2).
Teknik massage yang dilakukan oleh perawat I dan perawat II
sudah sesuai prosedur, hanya saja terdapat perubahan dalam arah massage
pada perawat I yaitu dihari ke-5 sedangkan perawat II mengalami
perubahan arah massage dihari ke-12. Perubahan arah massage yang
dilakukan perawat I dan perawat II tertuang dalam hasil wawancara
peneliti dengan perawat sebagai berikut :
Perawat I :
“…emm ya itu menurut saya lukanya sudah menutup jadi ya saya
massage 2 arah dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas dengan
melewati luka tetapi tetap menggunakan 2 telapak tangan secara
bergantian…”
Perawat II :
“…tetep menggunakan kedua telapak tangan secara bergantian,
tapi hari ini ya cuma saya massage dari bawah ke atas, tapi ya tetap
pelan-pelan sambil lihat ekspresi pasien juga mas…masalahnya
kalau massage sesuai dengan aslinya ribet mas, ewuh”
Deskripsi dari hasil wawancara dengan perawat mengalami
perubahan dalam teknik massage dikarenakan perawat I beranggapan
bahwa luka pada pasien telah mengalami perbaikan dengan ditandai
adanya penutupan jaringan luka, sehingga perawat tidak menghiraukan
teknik massage yang sesuai prosedur. Sedangkan perawat II beranggapan
bahwa massage sesuai dengan prosedur terlalu rumit untuk diterapkan
kepada pasien yang mengalami luka dekubitus.
Page 86
67
Hasil observasi yang didapatkan peneliti bahwa perawat I dan II
menggunakan teknik massage effleurage dengan menggunakan kedua
telapak tangan antara tangan kanan dan kiri secara bergantian selama 4
menit. Perawat I melakukan teknik massage sesuai dengan prosedur pada
hari ke-1 sampai hari ke-4, menginjak hari ke-5 perawat I merubah arah
massage dengan tidak sesuai prosedur.Perawat I melakukan perubahan
arah massage dikarenakan luka sudah mengalami perbaikan dengan
ditandai jaringan luka menutup, dengan warna merah muda menandakan
pertumbuhan jaringan yang sehat. Sedangkan perawat II tidak
menggunakan prosedur massage pada hari ke-12 karena perawat II
menganggap prosedurnya terlalu rumit untuk diterapkan kepada pasien
yang mengalami luka dekubitus.
Kesimpulan yang diperoleh dari uraian di atas menunjukkan kedua
perawat mempunyai pendapat yang berbeda. Perawat I berpendapat bahwa
luka pada kulit lansia yang telah menutup membuat perawat memutuskan
untuk tidak melanjutkan teknik massage sesuai prosedur. Perawat II
berpendapat bahwa teknik massage sesuai prosedur membuat massage
yang dilakukan oleh perawat menjadi lebih “ribet” atau rumit.
Jarak antara area luka dengan area massage adalah hal yang harus
diperhatikan. Pengukuran jarak tersebut dimaksudkan untuk menghindari
adanya komplikasi dari cidera atau perlukaan yang ditimbulkan dari efek
massage bila terlalu dekat dengan luka tersebut. Pengukuran jarak antara
area yang akan dimassage dengan tepi luka tidak pernah dilakukan oleh
Page 87
68
perawat. Perawat hanya menggunakan perkiraan (feeling) untuk
melakukan pengukuran saat massage diaplikasikan kepada pasien. Kedua
perawat juga tidak melanggar kaidah pemijatan karena kedua perawat
melakukan terapi massage tanpa memijat area luka.
Hal tersebut tertuang di dalam hasil wawancara yang dilakukan
peneliti kepada perawat berikut ini.
Perawat I :
“Kalau jaraknya antara yang dimassage dengan tepi luka sih ya
nggak saya ukur mas ya seumpama saya kira-kira ya sekitar 2
sentimeteran mas, ya mungkin segitulah”
Perawat II :
“Untuk besar tekanan massage emm begini kalau massage
jaraknya ya sekitar 1 sentimeter mungkin mas, tadi masalahnya
saya kira-kira aja mas, ya yang penting nggak kena dilukanya
mas…”
Wawancara yang dilakukan didukung oleh hasil observasi yang
dilakukan oleh peneliti bahwa perawat I melakukan massage tanpa
melakukan pengukuran jarak dengan area tepi luka terlebih dahulu.
Perawat II melakukan hal yang sama yaitu melakukan massage tanpa
mengukur jarak antara area massage dengan tepi luka. Kedua perawat
dalam memperhitungkan jarak massage tanpa menggunakan alat ukur
seperti penggaris atau midline. Perawat I dan II melakukan massage hanya
mengandalkan feeling yang dilakukan dengan pelan, lembut, dan hati-hati
tanpa menyentuh area luka. Setelah luka terjadi perbaikan jaringan dengan
ditandai luka sudah mulai menutup, perawat I dan II sama-sama
melakukan massage dengan melewati tepat di area bekas luka, sehingga
Page 88
69
tidak ada jarak yang diperhitungkan antara area massage dengan luka
apabila luka sudah menutup. Perawat I pada hari ke-5 melakukan massage
pada seluruh area punggung pasien termasuk juga area luka. Hal tersebut
dilakukan karena pada hari ke-5 luka pasien sudah mengalami penutupan
jaringan dengan baik. Sedangkan perawat II melakukan massage pada
seluruh area punggung termasuk juga pada area luka pada hari ke-12,
dikarenakan kondisi luka pasien saat itu sudah membaik ditandai dengan
jaringan luka yang sudah menutup.
Berdasarkanhasil uraian diatas dapat diketahui perawat hanya
mengandalkan perkiraan dan tidak menggunakan alat ukur dalam
menghitung jarak antara area yang dimassage dengan tepi luka. Tetapi di
dalam massage pasien, perawat juga memperhatikan kaidah memijat yaitu
dengan menghindari perlukaan. Perawat I pada hari ke-5 melakukan
pemijatan tanpa adanya jarak dikarenakan kondisi luka yang sudah baik
ditandai dengan adanya penutupan jaringan. Perawat II pada hari ke-12
juga melakukan pemijatan diseluruh area punggung dan bekas luka karena
luka sudah terjadi perbaikan dengan ditandai adanya penutupan jaringan
kulit.
Besarnya tekanan yang diberikan oleh perawat merupakan salah
satu komponen terapeutik di dalam massage. Perawat I dan perawat II
setiap hari melakukan massage dengan menggunakan tekanan yang lembut
dan pelan. Kedua perawat tersebut dalam melakukan tekanan massage
hanya mengandalkan feeling atau perasaan. Tekanan massage yang
Page 89
70
diberikan oleh perawat I dan II dilakukan sambil melihat ekspresi pasien
yang dipijatnya. Hasil wawancara yang diperoleh dari perawat adalah
sebagai berikut :
Perawat I :
“Untuk tekanan sih ya nggak besar ya mas masalahnya ya nggak
menekan banget gitu, ya kayak pakai lotion anti nyamuk mas,
lembut pelan gitu mas. Terus kalo ekspresi pasien kesakitan kita ya
lebih pelankan lagi atau pilihan lain ya berhenti sebentar”
Perawat II : “Ya pelan, he’em pelan-pelan kan e… lukanya kan masih keliatan
merah banget takute malah nanti ada darahnya yang keluar mas,
jadinya harus lembut dan pelan-pelan banget kalo diibaratkan ya
kayak nyibin pasien. Ya main feeling aja menggunakan perasaan
sambil lihat ekspresi pasien juga”
Wawancara yang dilakukan didukung oleh hasil observasi yang
dilakukan oleh peneliti bahwa terdapat kesamaan dalam penekanan
massage yang diaplikasikan oleh perawat I dan perawat II. Tekanan
massage yang diterapkan oleh perawat I dan perawat II menggunakan
tekanan lembut dan pelan. Tekanan massage yang dilakukan sebenarnya
sama bila dilihat dari observasi peneliti, hanya saja yang membedakan
adalah cara mereka memperumpamakan tekanan yang mereka maksud.
Tekanan massage yang dilakukan oleh perawat I memperumpamakan
seperti halnya mengusap dan meratakan lotion anti nyamuk. Tekanan
massage yang dilakukan oleh perawat II seperti halnya mengusap minyak
angin pada permukaan kulit pada umumnya. Perawat I dan II melakukan
massage effleurage menggunakan perasaan dan memperhatikan
kenyamanan pasien yang dipijat. Sesuai dengan observasi peneliti bahwa
Page 90
71
kenyamanan diperoleh pasien diminggu kedua saat luka sudah mengalami
perbaikan jaringan.
Kesimpulan yang didapatkan dari hasil uraian diatas menunjukkan
bahwa dalam hal mengatur tekanan pemijatan yang diterapkan oleh
perawat I dan II adalah menggunakan tekanan yang lembut dan pelan.
Perawat telah menguasai teknik penekanan yang sesuai dengan prosedur
yang ada. Rangsangan penekanan massage yang dilakukan oleh perawat I
dan II memberikan hasil yang positif bagi pasien.
Respon pasien dapat diketahui dari tindakan Massage
yangdilakukan satu kali sehari dengan proses massage yang berlangsung
selama 4 menit setiap harinya. Pada pasien L1 massage dilakukan selama
26 hari perawatan. Sedangkan pada L2 massage dilakukan selama 30 hari
perawatan. Didalam setiap kali pemberian massage dengan VCO, pasien
L1 merasakan nyeri pada hari pertama sampai hari ke-3. Sedangkan pada
L2 merasa nyeri di hari pertama sampai hari ke-5. Berikut ini adalah hasil
wawancara dengan perawat dan pasien tentang nyeri yang dirasakan
pasien :
Perawat I :
“Tadi kelihatan nyeri mas, ya dilihat dari ekspresi pasien itu tadi
apabila dipijat kan langsung mengkerutkan dahi”
Perawat II :
“Ya tadi sih sempet ngeluh nyeri sih terus sekali-kali minta udah
udah berhenti sambil marah-marah, ya kita berhenti sebentar.
Setelah L2 kliatan enakan ya dilanjut lagi mas massage-nya sambil
diajak cerita. Dari ekspresinya saat dimassage juga mengkerutkan
dahi mas”
Page 91
72
Pasien II :
“Iya nyerilah masak ya nggak nyeri.”
Pasien L1 merasakan respon nyaman dari hari ke-4 sampai hari ke
26. Sedangkan pada pasien L2 sensasi nyaman dirasakan setelah hari ke-6.
Berikut ini hasil wawancara yang diperoleh dari pasien dan perawat
tentang respon nyaman pasien :
Perawat I :
“Hari ini pasien nampak tenang, santai, ya malah senyum tadi mas
itu ya kliatan nggak nyeri”
Perawat II :
“Responnya tadi ya L2 nampak ngantuk ya sesekali memejamkan
mata istilahnya ‘lier-lier’ mau tidur gitu mas dan tadi setelah
massage selesai L2 malah uda tidur mas”
Pasien II :
“Udah nggak nyeri, iya enak”
Hasil wawancara tersebut didukung oleh hasil observasi dari
peneliti, bahwa dalam minggu-minggu pertama L1 dan L2 merasakan
nyeri. L1 merasakan nyeri dengan skala 2 pada hari ke-1 sampai ke-3
dengan indikator L1 nampak mengkerutkan dahi dan nampak menggerak-
gerakkan punggung. Pada hari ke-4 L1 nampak nyeri hilang dengan
indikator wajah nampak tenang dan tidak banyak pergerakan yang
dilakukan untuk melokalisir nyeri. Pada hari-hari berikutnya L1 nampak
bisa tersenyum, L1 nampak mengantuk dan bahkan tertidur. Pada pasien II
(L2) merasakan nyeri skala 4 pada hari ke-1 sampai ke-3 ditandai dengan
respon verbal merintih, mengerutkan dahi dan bibir, skala 2 dirasakan
pada hari ke-4 dan hari ke-5 dengan indikator pasien nampak
Page 92
73
mengkerutkan dahi tetapi masih mau diajak berbicara. Sebelumnya
perawat sudah mengajarkan pada L2 untuk memilih dan menilai skala
nyeri yang dialaminya, akan tetapi L2 justru bingung dan tidak kooperatif.
Pada hari ke-6 L2 sudah tidak merasakan nyeri dengan indikator ekspresi
wajah tenang dan tidak mengeluh nyeri, bahkan dihari ke-19 L2
merasakan nyaman hingga mengantuk. Nyeri kembali dialami L2 saat hari
ke-23 sampai hari ke-25 dengan nyeri skala 2. Indikator nyeri skala 2
diketahui dari respon pasien yang mengkerutkan dahi dan nampak
melokalisir nyeri. Nyeri tersebut timbul karena timbulnya pustula (bintik-
bintik) pada kulit sekitar luka yang dilakukan massage.
Kesimpulan yang didapatkan dari hasil uraian di atas adalah kedua
pasien (L1 dan L2) mengalami nyeri diawal pemijatan. Nyeri yang
dirasakan saat kondisi luka masih terbuka dan lembab. Sensasi nyeri
dirasakan L1 pada hari ke-1 sampai hari ke-3 dan L2 merasakan nyeri dari
hari ke-1 sampai hari ke-5. Setelah luka dekubitus tertutup, kedua pasien
(L1 dan L2) merasakan sensasi nyaman dengan teknik massage yang
dilakukan oleh perawat. Kenyamanan yang dirasakan oleh kedua pasien
adalah perasaan tenang, rileks, mengantuk dan bahkan tertidur. Keadaan
ini terjadi pada hari ke 4 pada L1 dan hari ke 6 pada L2.
Page 93
74
4.2.2 Pengaruh pemberian teknik massage dengan VCO (virgin coconut oil)
untuk penyembuhan luka dekubitus derajat II
Pengukuran luka yang dilakukan oleh perawat I dan II
menggunakan mika bening yang diletakkan di atas luka setelah itu
digambar sesuai luas luka dekubitus tersebut dengan menggunakan spidol.
Setelah tergambar pada mika lalu perawat melakukan pengukuran pada
gambar tersebut. Spidol yang digunakan berwarna hitam menandakan
pengukuran di minggu pertama, spidol merah pada awal minggu ke-2,
spidol biru pada awal minggu ke-3 dan spidol hitam di awal minggu ke-4.
Hasil observasi dari dokter dan perawat bahwa keadaan luka L1
sebelum diberikan terapi massage dengan VCO adalah kondisi luka masih
lembab, berwarna putih, tanpa eritema, tidak ada pus (nanah), tidak
berbau, dan tidak oedema (bengkak). Panjang luka L1 adalah 5 cm dan
lebar luka dari L1 adalah 2,8 cm. Dokter menilai luka dari L1 masih
lembab dan berwarna putih dan butuh perawatan lebih lanjut. Sedangkan
keadaan luka dari L2 kondisi masih basah, berwarna merah segar, terdapat
eritema di sekitar luka, tidak ada pus (nanah), tidak berbau, dan tidak
oedema (bengkak). Panjang luka L2 adalah 4,8 cm dan lebar luka L2
adalah 3,2 cm. Dokter juga menilai luka L2 bahwa luka nampak merah
segar, nampak epidermisnya terkelupas dan nampak eritema disekitar
lukanya.
Page 94
75
Berikut ini adalah hasil wawancara yang diperoleh dari dokter dan
perawat.
Perawat I :
“Keadaan luka saat ini terlihat kondisi kulit lembab, warna luka
putih gitu tanpa pus,tidak berbau, tidak ada eritema disekitar luka,
panjang luka 5 cm dan lebarnya 2,8 cm”
Dokter :
“Lukanya L1 ini lecet, warna luka putih, kondisinya masih lembab
dan masih perlu perawatan untuk mengembalikan fungsi dan
struktur kulitnya.”
Perawat II :
“Ehmm kalo lukanya masih basah, terlihat lecet lapisan epidermis
terkelupas terus warnanya merah, merah-merahnya ya merah segar
gitu terus eritema kemerah-merahan sekitar itu 2 cm mengelilingi
tepi luka dan tersebar banyak di area punggung, tapi nggak ada
oedem dan nggak ada bau. Terus panjang luka tadi setelah diukur
4,8 cm dan lebar 3,2 cm”
Dokter :
“Lukanya pada L2 ini nampak merah segar, nampak epidermisnya
terkelupas, nampak eritema disekitar luka, tapi ini tidak bengkak
tidak ada pus jadi ini belum terjadi infeksi”
Berdasarkan hasil observasi peneliti pengukuran luka sebelum
diberikan massage dengan VCO, yaitu luka pada L1 tampak masih
lembab, berwarna putih, tanpa eritema, tidak ada pus (nanah), tidak
berbau, dan tidak oedema (bengkak). Panjang luka L1 adalah 5 cm dan
lebar luka dari L1 adalah 2,8 cm. Sedangkan keadaan luka dari L2 kondisi
masih tampak basah, tampak berwarna merah segar, terdapat eritema di
sekitar luka, tidak ada pus (nanah), tidak berbau, dan tidak oedema
(bengkak). Panjang luka L2 adalah 4,8 cm dan lebar luka L2 adalah 3,2cm.
Page 95
76
Kesimpulan dari hasil wawancara dan observasi di atas menunjukkan
bahwa luka sebelum diberikan VCO masih dalam kondisi luka yang
lembab dan masih terlihat parah.
Kondisi luka setelah diberikan VCO menunjukkan perkembangan
penyembuhan luka pada hari ke 8 pada pasien L1. Penyembuhan luka
dapat diketahui dari hasil wawancara sebagai berikut :
Perawat I :
“Lukanya kondisi kering, berwarna kecoklatan, tidak ada eritema,
hanya saja bekas luka belum memudar, panjang luka 4,9 cm dan
lebar 2,7 cm.”
Berikut ini ungkapan dokter pada hari ke 26 tentang perkembangan
penyembuhan luka pada pasien L1.
Dokter:
“Ya dihari ke dua puluh enam ya sudah bagus teksturnya sudah
bagus, sudah tidak ada luka terbuka, bekas luka sudah samar,
jaringan sudah membaik ya mungkin dengan pemberian VCO
sebagai antimikroba bisa membunuh kuman bakteri dan parasit
sehingga juga tidak muncul masalah infeksi”
Perkembangan proses penyembuhan luka juga terjadi pada L2.
Perkembangan penyembuhan luka pada L2 ini terjadi pada hari ke 9.
Berikut hasil wawancara yang menunjukkan proses perkembangan
penyembuhan luka pada L2 :
Perawat II :
“Hari ini lukanya kering, sudah menutup, warnanya kecoklatan
disisi tepi luka ditengah-tengah luka warnanya merah muda tapi
udah agak putih, eritema masih ada, terus untuk panjangnya 4,7 cm
dan lebar 3,1 cm”
Berikut ini ungkapan dokter pada hari ke 30 tentang perkembangan
penyembuhan luka pada pasien L2.
Page 96
77
Dokter :
“Lukanya L2 ini semakin hari semakin membaik, pustulanya yang
sempat timbul dihari 23 sudah hilang, mungkin kandungan anti
mikroba dan antioksidan yang berada didalam kandungan VCO ini
mampu menghindarkan dari infeksi dan dapat membantu perbaikan
jaringan. Ya dihari ke tiga puluh ini luka nampak sudah bagus
jaringannya sudah terdapat perbaikan istilahnya sudah menutup ya
memang kalo bekas luka kecoklatan ini lama untuk di observasi,
tapi dalam penelitian ini massage dengan VCO ada hasilnya, jadi
penelitian ini bermakna”
Hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti tentang
perkembangan penyembuhan luka dilakukan setiap hari dan pengukuran
luka dilakukan seminggu sekali oleh perawat. Observasi peneliti, yaitu
luka pada L1 tampak mengalami perbaikan, kondisi luka sudah tampak
kering, jaringan epidermis tampak sudah menutup, tekstur bekas luka
sudah halus sesuai dengan kulit normal, warna luka sudah samar
kecoklatan, panjang luka sudah ada perkembangan dari panjang 5 cm
menjadi 4,6 cm dan lebar luka juga mengalami perubahan ukuran dari
lebar 2,8 cm menjadi 2,4 cm serta tidak ada tanda-tanda infeksi yaitu tidak
ada panas (kalor), sensasi nyeri (dolor), tidak ada kemerahan (rubor), tidak
ada bengkak (tumor), dan tidak ada penurunan fungsi (fungsiolesia).
Sedangkan hasil observasi luka pada L2 pada hari ke-30, yaitu luka
tampak kering, tampak jaringan epidermis sudah menutup, eritema terlihat
samar-samar, tekstur bekas luka sudah halus sesuai kulit normal, tidak ada
bintik-bintik (pustula), panjang luka sebelumnya 4,8 cm menjadi 4,6 cm
dan lebar mengalami perubahan dari 3,2 cm menjadi 3 cm. Selain itu juga
tidak terdapat tidak ada tanda-tanda infeksi yaitu tidak ada panas (kalor),
Page 97
78
sensasi nyeri (dolor), tidak ada kemerahan (rubor), tidak ada bengkak
(tumor), dan tidak ada penurunan fungsi (fungsiolesia) hanya saja masih
meninggalkan bekas luka yang masih jelas.
Kesimpulan dari hasil wawancara dan hasil observasi menunjukkan
bahwa luka dekubitus yang dialami pasien L1 dan L2 telah mengalami
perkembangan penyembuhan luka setiap harinya. Tindakan massage
dengan VCO dapat menyembuhkan luka dekubitus yang dialami oleh
kedua pasien tersebut.
4.2.3 Kendala penurunan derajat luka dekubitus melalui teknik massage
dengan VCO (virgin coconut oil)
Berbagai kendala dialami oleh perawat I dan perawat II, kendala
yang dialami oleh perawat I adalah gerakan-gerakan pasien sehingga
mengubah posisi ketika dilakukan massage. Perubahan posisi ini
dikarenakan massage yang dilakukan kurang nyaman pada minggu
pertama, sehingga mengganggu proses massage yang dilakukan perawat.
Kendala yang dialami oleh perawat II adalah pasien merasakan nyeri,
marah dan meminta berhenti ditengah-tengah pemijatan karena timbulnya
bintik-bintik yang berada disekitar area luka.
Berikut ini adalah ungkapan kendala yang dialami perawat I dan II
dalam memberikan terapi massage dengan VCO :
Perawat I :
Page 98
79
“Ya kalau kendala ya tetep ada mas, cuma itu pasiennya kadang
merasa nyeri terus badannya digerak-gerakin jadi ya sedikit lebih
repot..........Kendalanya sih sebenernya nggak dipasien aja tapi
dipemijatannya ini mas, sebenere kalau mijet dari belakang gini ya
agak ribet, ya kekuk gitu mas”
Perawat II :
“Kendalanya ya sakit itu, nyeri pasien mengeluh nyeri dan sesekali
minta berhenti di tengah-tengah proses pemijatan, belum pasien
marah-marah jadi ya harus ekstra sabar mas.........Kalau kendala
hari ini ya itu mas timbul bintik-bintik itu disekitar area luka,
pasien juga nyeri tadi…”
Hasil observasi yang dilakukan peneliti dapat diketahui bahwa
kendala yang dialami perawat I dalam mengelola pasien L1 muncul pada
hari ke-1 sampai hari ke-3, yaitu pasien tampak melakukan gerakan-
gerakan yang mengganggu perawat dalam melakukan massage. Perubahan
posisi saat massage juga terjadi pada pasien L1 sehingga mempersulit
perawat dalam melakukan massage. Kendala yang dialami oleh perawat II
dalam mengelola L2 muncul pada hari ke-1 sampai hari ke-5, yaitu L2
tampak merasa nyeri dan meminta berhenti ditengah-tengah pemijatan.
Kendala berikutnya muncul pada hari ke-23, yaitu timbulnya bintik-bintik
kecil yang berada disekitar area luka.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dapat diketahui bahwa
perawat mengalami kendala pada saat massage berlangsung, yaitu berupa
gerakan-gerakan pasien yang tidak kooperatif dan perubahan posisi
massage. Kendala tersebut mempersulit keadaan perawat dalam
melakukan massage pada pasien L1. Sedangkan perawat II mengalami
kendala diminggu pertama pemijatan yaitu pasien mengeluh nyeri, marah
Page 99
80
dan bahkan meminta perawat untuk menghentikan terapi massage yang
dilakukannya serta timbulnya bintik-bintik disekitar area bekas luka pada
hari ke 23.
Berdasarkan berbagai kendala yang dialami perawat I dan II,
berikut ini adalah strategi atau cara yang telah dilakukan oleh perawat
dalam mengatasi kendala-kendala tersebut. Cara mengatasi kendala
tersebut tertuang pada hasil wawancara sebagai berikut :
Perawat I :
“Cara saya mensiasati ya saya minta sama lansia yang lain yang
ada di situ yang lagi nonton saya massage buat megangin
L1…....Ya untuk posisi hari ini memang agak beda sih mas,
masalahnya ya agak kekuk gitu kalo dari sebelah kanan pasien pas
pasien dimiringkan ke kiri. Ya jadi saya massage disebelah kiri
pasien pas pasiennya miring ke kiri ini tadi, ya saya ambil cara
praktisnya saja”.
Perawat II :
“Ya tadi saya hentikan sebentar massage saya terus L2 saya rayu-
rayu mas, saya bujuk supaya mau di massage lagi, terus saya tadi
juga udah mandu L2 buat tarik nafas dalam dari hidung dan
keluarkan lewat mulut pelan-pelan dan akhirnya L2 mau dipijat
selang beberapa menit kemudian......kalau soal bintiknya ya cuma
saya pelankan massage saya sambil sesuai jadwal rutin ya
dimandikan dijaga hygienisnya pasien”
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa cara
perawat mengatasi pasien yang selalu bergerak-gerak dan merubah posisi
massage, yaitu dengan meminta bantuan kepada lansia yang berada di
sekitar untuk memegangi L1 supaya tidak selalu bergerak dan tidak
mempersulit perawat dalam melakukan massage dengan VCO. Kendala
kedua dari perawat I dapat diatasi dengan cara perawat beralih tempat saat
melakukan massage, yaitu berada di sisi kiri pasien apabila posisi pasien
Page 100
81
dimiringkan ke kiri. Sedangkan perawat II mengatasi kendalanya dengan
cara membujuk dan meyakinkan pasien, jika pasien marah dan meminta
berhenti ditengah-tengah proses massage yang dilakukan oleh perawat.
Selain itu jika nyeri L2 timbul cara perawat II mengatasinya dengan cara
mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Perawat II dalam mengatasi
bintik-bintik yang timbul adalah dengan menjaga hygiene dan tetap
memberikan massage dengan VCO.
Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perawat dalam mengatasi
kendala yang muncul adalah dengan menerapkan tindakan mandiri
keperawatan. Seperti dalam mengatasi nyeri adalah dengan relaksasi nafas
dalam dan mengatasi gangguan kulit yang muncul tiba-tiba, yaitu dengan
cara menjaga hygiens pasien. Selain kedua hal tersebut tindakan
keperawatan juga dilakukan, seperti melakukan pendekatan secara
terapeutik saat pasien menolak tindakan perawat.
4.3 Temuan Studi
Studi kasus yang telah dilakukan terhadap kedua pasien lansia
menghasilkan beberapa temuan. Penerapan massage dengan menggunakan
VCO (virgin coconut oil) pada lansia menimbulkan beberapa perubahan
dan kendala yang muncul. Berikut ini adalah perubahan yang terjadi dalam
penerapan massage dengan VCO (virgin coconut oil) pada lansia :
Page 101
82
4.3.1 Pengaruh tindakan massage untuk penyembuhan luka dekubitus
derajat II
Temuan yang diperoleh dari aktivitas massage yang dilakukan oleh
perawat adalah perubahan massage ditemukan saat teknik massage yang
diterapkan oleh perawat dalam mengelola pasien. Perubahan arah massage
pada perawat I terjadi pada hari ke-5 sedangkan pada perawat II perubahan
arah massage terjadi pada hari ke-12. Perubahan arah massage ini terjadi
karena perawat beranggapan bahwa luka pada kulit lansia telah menutup
sehingga perawat tidak melanjutkan teknik massage sesuai prosedur.
Sedangkan Perawat II berpendapat bahwa teknik massage sesuai prosedur
membuat massage yang dilakukan menjadi lebih rumit.
Jarak saat massage yang dilakukan perawat tidak menyentuh area
luka dekubitus. Perawat melakukan massage pada seluruh bagian
punggung termasuk area luka, disaat kondisi luka pasien sudah membaik
atau jaringan luka yang sudah menutup.
Perawat I dan II menggunakan tekanan yang lembut dan pelan.
Perawat telah menguasai teknik penekanan yang sesuai dengan prosedur
yang ada. Rangsangan penekanan massage yang dilakukan oleh perawat I
dan II memberikan hasil yang positif bagi pasien.
Nyeri dirasakan saat kondisi luka masih terbuka dan lembab.
Sensasi nyeri dirasakan L1 pada hari ke-1 sampai hari ke-3 dan L2
merasakan nyeri dari hari ke-1 sampai hari ke-5. Setelah luka dekubitus
tertutup, kedua pasien (L1 dan L2) merasakan sensasi nyaman dengan
Page 102
83
teknik massage yang dilakukan oleh perawat. Kenyamanan yang dirasakan
oleh kedua pasien adalah perasaan tenang, rileks, mengantuk dan bahkan
tertidur.
4.3.2 Pengaruh pemberian teknik massage dengan VCO (virgin coconut oil)
untuk penyembuhan luka dekubitus derajat II
Luka dekubitus yang dialami pasien L1 dan L2 mengalami
perkembangan penyembuhan luka setiap harinya, ditandai dengan
perubahan ukuran panjang dan lebar yang semakin menyempit dari hari ke
hari serta luka yang semakin mengering. Luka dekubitus pada L1 sembuh
pada hari ke-8 dan luka pada L2 sembuh pada hari ke-9.
4.3.3 Kendala penurunan derajat luka dekubitus melalui teknik massage
dengan VCO (virgin coconut oil)
Perawat mengalami kendala pada saat massage berlangsung, yaitu
berupa gerakan-gerakan pasien yang tidak kooperatif dan perubahan posisi
massage. Kendala tersebut mempersulit keadaan perawat dalam
melakukan massage pada pasien L1. Sedangkan perawat II mengalami
kendala di minggu pertama pemijatan yaitu pasien mengeluh nyeri, marah
dan bahkan meminta perawat untuk menghentikan terapi massage yang
dilakukannya serta timbulnya bintik-bintik disekitar area bekas luka pada
hari ke-23.
Page 103
84
Perawat dalam mengatasi kendala yang muncul adalah dengan
menerapkan tindakan mandiri keperawatan. Seperti dalam mengatasi nyeri
adalah dengan relaksasi nafas dalam dan mengatasi gangguan kulit yang
muncul tiba-tiba, yaitu dengan cara menjaga hygiene pasien. Selain kedua
hal tersebut tindakan keperawatan juga dilakukan, seperti melakukan
pendekatan secara terapeutik saat pasien menolak tindakan perawat.
4.4 Pembahasan
4.4.1 Pengaruh tindakan massage untuk penyembuhan luka dekubitus
derajat II
1. Perubahan Massage
Perubahan arah massage yang dilakukan perawat dikarenakan
luka pada kulit lansia telah menutup sehingga perawat tidak
melanjutkan teknik massage sesuai prosedur. Sedangkan Perawat II
berpendapat bahwa teknik massage sesuai prosedur membuat massage
yang dilakukan menjadi lebih rumit. Menurut Bintari (2012) faktor-
faktor yang mempengaruhi kepatuhan perawat dengan standar
operasional prosedur adalah masa kerja, pendidikan, dan umur perawat
tersebut.
Masa kerja berpengaruh terhadap kepatuhan perawat dalam
melakukan tindakan dikarenakan semakin lama seseorang bekerja di
suatu tempat, maka orang tersebut akan cenderung untuk melakukan
tindakan sesuai dengan kehendaknya. Hal ini dilakukan karena orang
Page 104
85
tersebut telah merasa dekat dengan rekan kerja dan juga atasannya.
Pendidikan seorang perawat berdasarkan tingkatanya, semakin tinggi
pendidikannya maka akan semakin profesional dalam memutuskan
sebuah tindakan. Berdasarkan bertambahnya umur seseorang akan
menentukan tindakan yang sesuai prosedur dan lebih bijaksana, akan
tetapi juga dipengaruhi oleh perilaku orang tersebut.
2. Jarak
Jarak saat massage yang dilakukan perawat tidak menyentuh
area luka dekubitus. Perawat melakukan massage pada seluruh bagian
punggung termasuk area luka, disaat kondisi luka pasien sudah
membaik atau jaringan luka yang sudah menutup. Jarak massage tidak
disebutkan seberapa jauh pengukuran antara area luka dan area yang
dapat dimassage, tetapi massage boleh diberikan pada organ lain yang
sehat. Menurut Trisnowiyoto (2012) memilih organ yang sehat perlu
diperhatikan dalam memijat, organ yang mengalami luka merupakan
kontraindikasi untuk dimassage.
3. Tekanan
Perawat I dan II menggunakan tekanan yang lembut dan pelan.
Perawat telah menguasai teknik penekanan yang sesuai dengan
prosedur yang ada. Rangsangan penekanan massage yang dilakukan
oleh perawat I dan II memberikan hasil yang positif bagi pasien.
Menurut Trisnowiyanto (2012) menuliskan bahwa salah satu variasi
massage effleurage adalah gosokan dengan menggunakan telapak
Page 105
86
tangan dilakukan dengan tekanan yang lembut dan dangkal (superficial
stroking).
4. Respon
Keadaan luka dekubitus yang telah tertutup pada kedua pasien
(L1 dan L2) membuat kedua pasien merasa nyaman. Kenyamanan
yang dirasakan oleh kedua pasien adalah perasaan tenang, rileks,
mengantuk dan bahkan tertidur. Menurut Trisnowiyanto (2012) efek
dan kegunaan massage effleurage adalah dapat memberikan relaksasi
kepada pasien, memberikan sensasi nyaman dan mengurangi rasa
nyeri.
Respon nyaman pasien dirasakan dari sembuhnya luka
dekubitus yang berada di punggungnya tersebut. Luka yang telah
mengalami perkembangan setiap hari dan pada akhirnya menjadi
menutup akan menimbulkan perasaan yang berbeda dari sebelumnya
luka yang masih dalam kondisi lembab dan kemerahan.
4.4.2 Pengaruh pemberian teknik massage dengan VCO (virgin coconut oil)
untuk penyembuhan luka dekubitus derajat II
Keadaan luka dekubitus derajat II pada pasien lansia saat dilakukan
pengkajian luka pertama kali adalah kondisi luka basah, lecet (luka
superficial), warna luka merah segar, terdapat kemerahan (eritema).
Menurut Morisson (2003) luka dekubitus derajat II adalah luka yang
mengalami eritema yang tidak hilang saat dilakukan tekanan ringan
Page 106
87
dengan jari, adanya beberapa gangguan mikrosirkulasi, kerusakan
superficial, termasuk ulcerasi epidermal.
Luka dekubitus yang dialami oleh kedua pasien lansia (L1 dan L2)
mengalami perkembangan dan penyembuhan luka setelah diberikan terapi
massage dengan VCO. Sedangkan manfaat dari VCO itu sendiri adalah
sebagai pelumas saat massage, sebagai pelembab kulit agar tidak kering,
dan sebagai anti mikroba.
Menurut Sutarmi dan Rozaline (2005) menuliskan bahwa menurut
guru besar ilmu gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof. Dr.
Walujo S.Soejobroto MSc., SpG(K) bahwa minyak kelapa sebenarnya
memiliki banyak kelebihan , 50% asam lemak pada minyak kelapa adalah
asam laurat dan 75% asam kapriat. Kedua asam tersebut merupakan asam
lemak jenuh rantai sedang yang mudah dimetabolisir dan bersifat
antimikroba (antivirus, antibakteri dan antijamur) sehingga dapat
meningkatkan imun tubuh (kekebalan tubuh) dan mudah diubah menjadi
energi. Dalam tubuh, asam laurat menjadi monolaurin, sedangkan asam
kapriat menjadi monokaprin yang mudah diserap tubuh.
Selain itu, menurut Lingga (2012) salah satu keistimewaan yang
dimiliki lemak kelapa adalah property antikuman yang dimilikinya.
Antikuman tersebut terdapat pada MCFA. Semua asam lemak yang
termasuk MCFA dan derivatnya (MGs: Monoglyseride) memiliki
kemampuan yang hebat sebagai antikuman. Caprylic acid (C:8), capric
acid (C:10), dan myristic acid (C:14) memiliki kemampuan yang sangat
Page 107
88
baik dalam membasmi beragam spesies mikroba dari kelompok bakteri,
cendawan, ragi, serta virus.
Menurut Bogadenta (2013) VCO berkhasiat untuk meningkatkan
imun tubuh, mencegah penuaan dini, membantu penyembuhan virus HIV,
mengendalikan diabetes, membantu menguatkan gigi, mempercepat proses
penyembuhan luka, melawan berbagai infeksi dan virus, mencegah
masalah jantung.
Menurut Nilansari (2006) pemanfaatan VCO (virgin coconut oil)
sebagai dasar krim pelembab karena VCO banyak mengandung pelembab
alami dan antioksidan yang penting untuk perawatan kulit dan mampu
menghasilkan emulsi yang relative stabil dan pH mendekati nilai yang
diinginkan sebagai bahan pelembab kulit.
Perkembangan tersebut terbukti dengan keadaan luka yang semakin
membaik dengan indikator luka terjadi jaringan luka mengalami proliferasi
(penutupan jaringan), warna luka kecoklatan, tidak terjadi oedema, dan
terjadi penurunan ukuran panjang maupun lebar luka. Menurut Ekaputra
(2013) Fisiologi penyembuhan luka adalah adanya jaringan baru,
remodelling ekstraselluler dan penutupan jaringan luka.
Kandungan di dalam VCO diantaranya adalah asam laurat, asam
miristat, asam kapriat, asam kaprilat dan antioksidan. Beberapa kandungan
tersebut adalah zat antimikroba dan antioksidan yang berperan penting
dalam proses penyembuhan luka. Adanya zat-zat yang terkandung di
dalam VCO tersebut berperan sebagai antibiotik yang dapat membunuh
Page 108
89
bakteri pada luka, sehingga jaringan kulit pada luka dapat mengalami
perkembangan dalam proses penyembuhan tanpa adanya gangguan bakteri
yang hanya dapat memperburuk keadaan luka pasien.
4.4.3 Kendala penurunan derajat luka dekubitus melalui teknik massage
dengan VCO (virgin coconut oil)
1. Pergerakan pasien menolak massage
Pasien lansia I melakukan pergerakan yang mengganggu saat
perawat melakukan massage. Tindakan yang dilakukan oleh perawat
untuk mengatasi pergerakan pasien yang tidak teratur (menggerak-
gerakkan bahu dan tangan) yaitu dengan melakukan restrain, yang
dilakukan oleh lansia yang berada di sekeliling pasien. Menurut Kozier
(2004) restrain adalah alat atau tindakan pelindung untuk membatasi
gerakan atau aktifitas fisik klien atau bagian tubuh klien. Menurut
Riyadi dan Purwanto (2009) Restrain adalah terapi dengan
menggunakan alat-alat mekanik atau manual untuk membatasi
mobilitas fisik klien.
2. Marah-marah (penolakan massage)
Pasien lansia II merasa marah dengan melakukan penolakan
dan meminta berhenti saat perawat memberikan tindakan massage.
Adanya penolakan tersebut dikarenakan pasien merasa nyeri saat
perawat melakukan massage. Nyeri tersebut timbul karena bintik-
bintik yang sedang diolesi VCO. Adanya penolakan tersebut perawat
Page 109
90
memberikan bujukan dan membina hubungan saling percaya (BHSP)
kepada pasien lansia II tersebut dimana perawat menjelaskan tujuan
dari tindakan yang dilakukan. Akhirnya dengan bujukan dan BHSP
yang baik pasien tersebut mau dilakukan massage dengan kemauan
pasien sendiri. Menurut Stuart dalam Suryani (2005) menuliskan
bahwa membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan, dan
komunikasi terbuka. hubungan saling percaya merupakan kunci dari
keberhasilan hubungan terapeutik.
3. Nyeri
Perawat II mengalami kendala di minggu ketiga (hari ke 23)
pemijatan yaitu pasien mengeluhkan nyeri. Timbulnya bintik-bintik
kecil di area massage yang menjadi faktor nyeri bagi pasien. Perawat
dalam mengatasi nyeri yang muncul tersebut adalah dengan
mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Sesuai dengan teori yang
dituliskan Smeltzer & Bare (2002) menuliskan bahwa teknik relaksasi
nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam
hal ini perawat mengajarkan kepada klien atau pasien bagaimana cara
melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara
maksimal).
Page 110
91
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Penelitian yang berjudul “Pemanfaatan VCO (virgin coconut oil)
Dengan Teknik Massage Dalam Penyembuhan Luka Dekubitus Derajat II
Pada Lansia” ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
Massage yang diberikan kepada kedua pasien lansia adalah
massageeffleurage yaitu massage dengan teknik mengusap atau
menggosok. Adanya massageeffleurage dengan lembut dan pelan dapat
memberikan respon positif dan terapeutik kepada kedua pasien lansia yang
menerima terapi tersebut. Respon nyeri dirasakan pada minggu awal
karena adanya luka terbuka di dekat area massage. Nyeri tersebut hilang
pada luka dikarenakan luka sudah mengalami penutupan jaringan. Teknik,
tekanan, dan jarak antara area massage dengan luka merupakan komponen
dalam terbentuknya terapi massage yang baik. Adanya massage yang baik
menjadikan terapi berdampak positif bagi pasien lansia dalam mengatasi
nyeri. Efek positif dari massage tersebut adalah sensasi nyaman yang
dirasakan oleh pasien lansia. Kenyamanan yang dirasakan oleh kedua
pasien adalah perasaan tenang, rileks, mengantuk dan bahkan tertidur.
Pemberian teknik massage dengan VCOmenghasilkan kesimpulan
bahwa kondisi luka mengering, warna luka menjadi kecoklatan, struktur
luka menjadi lebih halus dan adanya perbaikan jaringan. Perbaikan
Page 111
92
jaringan tersebut ditandai dengan proses granulasi, proliferasi dan
kontraksi luka dengan indikator adanya penutupan jaringan pada luka
terbuka dan dimana ukuran luka akan tampak semakin mengecil atau
menyatu. Adanya proses perbaikan luka tersebut didukung oleh VCO
(virgin coconut oil), dengan adanya VCO dapat meminimalisir terjadinya
infeksi pada luka karena VCO mengandung senyawa antimikroba yaitu
asam laurat dan asam miristat.
Ada beberapa kendala yang ditemui perawat dalam melakukan
teknik massage dengan VCO (virgin coconut oil) adalah sebagai berikut :
Pertama, pergerakan pasien yang tidak kooperatif yang bergerak tiba-tiba
saatproses massageberlangsung sehingga perawat harus
melakukantindakan restrainkepada pasien dengan cara meminta bantuan
orang lain untuk memegangkan dan mengkondisikan pasien agar pasien
lebih tenang supaya mempermudah perawat dalam melakukan tindakan
massage.
Kedua, pasien merasakan nyeri, marah dan minta berhenti di
tengah-tengah proses massage berlangsung, sehingga perawat memberikan
teknik relaksasi nafas dalam kepada pasien lansia. Hal tersebut bertujuan
untuk mengurangi nyeri yang pasien rasakan. Selain itu perawat
melakukan BHSP (bina hubungan saling percaya) kepada pasien dengan
cara membujuk dan menjelaskan secara detail tindakan yang akan perawat
lakukan serta menjelaskan tujuan tindakan tersebut. BHSP dan bujukan
Page 112
93
dari perawat membuahkan hasil pada akhirnya pasien mau dilakukan
massage dengan kemauan pasien sendiri.
Ketiga, kendala yang muncul pada kulit lansia II yaitu timbulnya
bintik-bintik pada kulit area luka sehingga perawat lebih ekstra
memperhatikan kebutuhan hygiene pasien. Kebutuhan hygiene pasien
meliputi verbedent (menggangti sprei dan selimut pasien), mandi (sibin)
dan perawatan luka, serta melakukan massage dengan VCO secara rutin.
5.2. Implikasi Teori
Luka dekubitus merupakan suatu daerah kerusakan seluler yang
terlokalisir, baik akibat tekanan langsung pada kulit sehingga
menyebabkan “iskemia tekanan”, maupun akibat kerusakan gesekan
sehingga menyebabkan stress mekanik terhadap jaringan. Tekanan dan
kekuatan gesekan akan mengganggu mikrosirkulasi jaringan lokal, dan
mengakibatkan hipoksia serta memperbesar pembuangan metabolik yang
dapat menyebabkan nekrosis.
Pencegahan dan penatalaksanaan keperawatan yang baik akan
meminimalisir terjadinya dekubitus yang lebih parah. Penatalaksanaan
keperawatan pada pasien yang mengalami dekubitus derajat II adalah
memposisikan tirah baring yang dinamis, menjaga hygiene pasien, dan
melakukan peawatan luka seperti massage dengan menggunakan VCO
(virgin coconut oil) karena VCO mengandung senyawa anti mikroba yaitu
asam laurat dan asam miristat yang dapat mencegah terjadinya infeksi.
Page 113
94
Massage dengan menggunakan VCO merupakan suatu bentuk
asuhan keperawatan. Teknik massage yang digunakan adalah teknik
massage effleurage yaitu menggosok atau mengusap dengan kedua telapak
tangan dengan tekanan yang lembut dan pelan. Tujuan dalam massage
effleurage itu sendiri adalah untuk memperlancar peredaran darah,
membantu memperbaiki proses metabolisme, membantu penyerapan
(absorbsi) oedema akibat peradangan, relaksasi dan mengurangi nyeri. Hal
ini perawat melakukan terapi massage kepada klien dengan menggunakan
VCO sebagai pelumas, selain sebagai pelumas VCO mengandung senyawa
antimikroba yang dapat meminimalisisr terjadinya infeksi pada luka.
Adanya massage dengan menggunakan VCO merupakan tindakan invasive
yang mudah dan murah serta menghasilkan hasil yang positif yang dapat
dilakukan oleh perawat dalam menangani pasien luka dekubitus derajat II.
5.3. Implikasi Praktik
Pemberian teknik massage dengan VCO pada pasien dekubitus
derajat II sangat efektif untuk menurunkan derajat luka dekubitus yang
dialami pasien, dikarenakan VCO mengandung senyawa antimikroba yang
dapat meminimalisir terjadinya infeksi pada luka. Selain itu, massage
sendiri mempunyai manfaat untuk memperlancar peredaran darah,
membantu memperbaiki proses metabolisme, dan membantu penyerapan
(absorbsi) oedema akibat peradangan. Bukti penelitian mengatakn bahwa
adanya massage dengan menggonakan VCO dapat menghasilkan respon
Page 114
95
positif dan dapat menurunkan derajat luka dekubitus pada pasien. Massage
yang mudah dilakukan serta VCO yang mudah didapatkan membuat
tindakan ini sangatlah praktis untuk diaplikasikan kepada pasien yang
mengalami luka dekubitus derajat II.
5.4. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi penelitian di atas dapat diajukan
beberapa saran sebagai berikut :
1. Kepada Institusi Pendidikan Keperawatan
Sudah banyak literatur dan referensi dibidang kesehatan yang
membahas mengenai penanganan pasien dengan luka dekubitus yaitu
dengan menggunakan terapi farmakologi dan non farmakologi.
Massage dengan menggunakan VCO merupakan terobosan dan strategi
yang positif terhadap mengatasi luka dekubitus derajat II. Sehingga,
peneliti menyarankan agar penelitian ini dapat dijadikan referensi
sebagai terapi untuk penyembuhan dan menurunkan luka dekubitus
derajat II.
Selain itu, peneliti juga menyarankan supaya mahasiswa
berproaktif dalam melakukan mengembangkan penelitian dan
menjadikan VCO sebagai bahan kajian penelitian untuk penyembuhan
luka selain luka dekubitus.
2. Kepada Peneliti Lain
Page 115
96
Penelitian ini dapat dilanjutkan oleh peneliti lain dengan
mengubah beberapa metode penelitian. Peneliti menyadari bahwa
penelitian ini masih banyak kekurangan sehingga peneliti menyarankan
pada peneliti lain agar dapatmeneliti massage dengan VCO pada pasien
yang mengalami luka dekubitus derajat II dengan menggunakan
perbandingan oleh kelompok kontrol atau kelompok tanpa perlakuan.
Supaya dapat memperjelas dalam observasi dan analisa dengan dapat
memperoleh hasil yang maksimal.
3. Kepada Pelayanan Kesehatan
Peneliti menyarankan agar teknik massage dengan
menggunakan VCO dapat diberikan oleh perawat kepada pasien yang
mengalami luka dekubitus derajat II sebagai terapi penunjang untuk
penurunan derajat luka dekubitus.
4. Kepada Masyarakat
Masyarakat dapat menggunakan massage dengan VCO sebagai
perawatan sekaligus pengobatan untuk luka tekan derajat II dengan
prosedur pemijatan dan pemberian VCO yang tepat.
Page 116
DAFTAR PUSTAKA
Ambiyani, W 2013, ‘Pemberian Salep Ekstrak Daun Mengkudu (Morinda
citrifolia L) Meningkatkan Proses Regenerasi Jaringan Luka Pada Tikus
Putih Galur Wistar (Rattus Norvegicus) Jantan’, thesis magister,
Universitas Udayana, Denpasar.
Bogadenta, A 2013, Manfaat Air Kelapa dan Minyak Kelapa, Penerbit
Flashbooks, Yogyakarta.
Corwin, EJ 2009, Buku Saku Pathofisiologi, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Dewi, Prayadni dkk 2012, ‘Efektifitas Pemberian Masase Punggung Terhadap
Pencegahan Dekubitus Pada Pasien Tirah Baring Di RSUD Kajen
Kabupaten Pekalongan’, Kritikal Jurnal, diakses 5 Desember
2013,<http://www.scribd.com/doc/109322566/Kritikal-Jurnal-Kel-1-
Nova>
Ekaputra, E 2013, Evolusi Manajemen Luka, Penerbit CV. Trans Info Media,
Jakarta.
Fitriani, E 2012, ‘Tingkat Keberhasilan Terapi Masase Untuk Menyembuhkan
Cedera Lutut’, Skripsi Sarjana Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas
Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Fitriyani, N 2009, ‘Pengaruh Posisi Lateral Inklin 30 Derajat Terhadap kejadian
Dekubitus Pada Pasien Stroke Di Bangsal Anggrek I Rumah Sakit Dr.
Moewardi Surakarta’, Skripsi Keperawatan, Universitas Muhammadiyah
Surakarta, Surakarta.
Handayani, RS 2010, ‘Efektifitas Penggunaan Virgin Coconut Oil (VCO) Dengan
Massage Untuk Pencegahan Luka Tekan Grade I Pada Pasien Yang
Beresiko Mengalami Luka Tekan Di RSUD Dr.Hj.Abdoel Moeloek
Provinsi Lampung’, Tesis Program Magister Keperawatan,Universitas
Indonesia, Depok.
Hasibuan, SS 2011, ‘Penggunaan Minyak Kelapa Murni (VCO) Sebagai
Pelembab Dalam Sediaan Krim’, Skripsi Program Sarjana, Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Lingga, L 2012, Terapi Kelapa Untuk Kesehatan dan Kecantikan, Penerbit PT
Elex Media Komputindo, Jakarta.
Morison, MJ 2003, Manajemen Luka , Alih Bahasa Tyasmono A.F, EGC, Jakarta.
Page 117
Salcido, R 2012, ‘Pressure Ulcers and Wound Care’, Department of Physical
Medicine and Rehabilitation, University of Pennsylvania School of
Medicine, Philadelphia, diakses 25 Oktober 2013,
<http://emedicine.medscape.com/article/319284-overview>
Nugroho, HW 2008, Keperawatan Gerontik dan Geriatrik Edisi 3, EGC, Jakarta.
Nurdiana, Haryanto, T & Musfirah 2006, ‘Perbedaan Kecepatan Penyembuhan
Luka Bakar Derajat II Antara Perawatan Luka Menggunakan Virgin
Coconut Oil (Cocos nucifera) Dan Normal salin Pada Tikus Putih (Rattus
norvegicus)’,diakses5 Desember
2013,<http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&
cd=1&cad=rja&ved=0CCgQFjAA&url=http%3A%2F%2Felibrary.ub.ac.i
d%2Fbitstream%2F123456789%2F18039%2F1%2FPerbedaan-
kecepatanpenyembuhan-luka-bakar-derajat-II-antara-perawatan-luka-
menggunakanvirgin-coconut-Oil-%28Cocos-nucifera%29-dan-normal-
salin-pada-tikus-
putih%28Rattusnorvegicus%29strainwistar.pdf&ei=AH24Uu3gC4i3rAfbv
IDwCg&usg=AQjCNGcS2tgV3yMMHF0FqaXc7Z2XIbTng&bvm=bv.58
187178,d.bmk>
Pieper, B, Langemo, D, & Cuddigan, J 2009, ‘Pressure Ulcer Pain : A Systematic
Literature Review And National Pressure Ulcer Advisory Panel White
Paper’, National Center for Biotechnology Information (NCBI), U.S.
National Library of Medicine, diakses 2 Juli 2014,
<http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19246782>
Ramlah 2011, ‘Hubungan Pelaksanaan Tugas Kesehatan Dan Dukungan Keluarga
Dengan Pengabaian Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Kassi-Kassi
Makasar’, tesis magister, Universitas Indonesia, diakses 21 Oktober 2013,
<http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20281102-T%20Ramlah.pdf>
Riyadi, S dan Purwanto,T 2009, Asuhan Keperawatan Jiwa, Yogyakarta : Graha
Ilmu.
Sari, N 2009, ‘Efek Pemberian Virgin Coconut Oil (VCO) Terhadap Profil
Imunohistokimia Antioksidan Superoxide Dismutase (SOD) Pada Jaringan
Ginjal Tikus Diabetes Mellitus’, Skripsi Kedokteran Hewan, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Setyoadi & Sartika, DD 2010, ‘Efek Lumatan Daun Dewa (Gynura Segetum)
Dalam Memperpendek Waktu Penyembuhan Luka Bersih Pada Tikus
Putih’, Jurnal Keperawatan Soedirman, Volume 5, No.3, Malang.
Sudjatmiko 2007, Petunjuk Praktis Ilmu Bedah Plastik RekonstruksiEdisi 1,
Mahameru Offset Printing, Semarang.
Page 118
Suheri, ‘Gambaran Lama Hari Rawat Dalam Terjadinya Luka Dekubitus pada
Pasien Immobilisasi di RSUP Haji Adam Malik Medan’, Skripsi
Keperawatan, Universitas Sumatera Utara, Medan, diakses 20 Oktober
2013,<http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17133/4/Chapter%
20II.pdf>
Suriadi 2004, Perawatan Luka Edisi I, CV. Sagung Seto, Jakarta.
Sutarmi, & Rozaline, H 2005, Taklukan Penyakit Dengan VCO, Penebar
Swadaya, Jakarta.
Sutopo, HB 2006, Metodologi Penelitian Kualitatif (Dasar Teori dan Terapannya
dalam Penelitian), UNS Press, Surakarta.
Syah, ANA 2005, Virgin Coconut Oil Minyak Penakluk Aneka Penyakit, Agro
Media Pustaka, Jakarta.
Tamher, S & Noorkasiani 2009, Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan
Asuhan Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta.
Tarihoran, DET 2010, ‘Pengaruh Posisi Miring 30 Derajat Terhadap kejadian
Luka Tekan Grade I (Non Blanchable Erythema) Pada Pasien Stroke Di
Siloam Hospitals’, thesis magister, Universitas Indonesia
Rizka, A dkk 2009, ‘Imobilisasi pada Pasien Usia Lanjut: Pendekatan dan
Pencegahan Komplikasi’, Divisi Geriatri Department Ilmu Penyakit Dalam
FKUI RSCM, Jakarta, diakses 4 November 2013,
<http://www.papdijaya.org/images/file_berita/Imobilisasi.pdf>
Trisnowiyanto, B 2012, Ketrampilan Dasar Massage, Nuha Medika, Yogyakarta.
Trisnowiyoto, B 2011, Remidial Massage : Panduan Pijat Penyembuhan Bagi
Fisioterapis, Praktisi, dan Instruktur, Nuha Medika, Yogyakarta.
Utama, H 2009, Problematika Dermatologi Geriatri dan Penanganannya, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta.
Widodo, A 2007, ‘Uji Kepekaan Instrumen Pengkajian Risiko Dekubitus Dalam
Mendeteksi Dini Risiko Kejadian Dekubitus Di RSIS’, Jurnal Penelitian
Sains & Teknologi, Vol. 8, No. 1, diakses 21 Oktober 2013,
<http://publikasiilmiah.ums.ac.id:8080/xmlui/bitstream/handle/123456789
/403/4.%20ARIF%20WIDODO%20SIAP.pdf?sequence=1>
Wijaya, AI & Tasmiyatun, S 2009, ‘Pengaruh Pemberian Berbagai Coconut Oil
Secara Topikal Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Kimiawi Pada Kulit
Tikus Putih (Rattus norvegicus) Terinduksi AsamSulfat’, diakses 6
Page 119
Desember2013,<http://elibrary.ub.ac.id/bitstream/123456789/18039/1/Per
bedaankecpatanpenyembuhan-luka-bakar-derajat-II-antara-perawatan-
luka-menggunakan-virgin-coconut-Oil-(Cocos-nucifera)-dan-normal-salin-
pada-tikus-putih-(Rattus-norvegicus)-strain-wistar.pdf>