Top Banner
PEMANFAATAN VC MASSAGE DALAM PE “Untuk memenuhi sa PROG CO (VIRGIN COCONUT OIL) DENG ENYEMBUHAN LUKA DEKUBITU PADA LANSIA SKRIPSI alah satu syarat ujian guna mencapai Gelar Sarjana Oleh : Irawan Derajat Dewandono NIM S10019 GRAM STUDI S-1 KEPERAWATA STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2014 GAN TEKNIK US DERAJAT II a Keperawatan” AN
119

PEMANFAATAN VCO

Mar 28, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PEMANFAATAN VCO

PEMANFAATAN VCO (

MASSAGE DALAM PENYEMBUHAN LU

“Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna mencapai Gelar Sarjana Keperawatan”

PROGRAM STUDI

PEMANFAATAN VCO (VIRGIN COCONUT OIL) DENGAN TEKNIK

DALAM PENYEMBUHAN LUKA DEKUBITUS DERAJAT

PADA LANSIA

SKRIPSI

“Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna mencapai Gelar Sarjana Keperawatan”

Oleh :

Irawan Derajat Dewandono

NIM S10019

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2014

DENGAN TEKNIK

KA DEKUBITUS DERAJAT II

“Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna mencapai Gelar Sarjana Keperawatan”

1 KEPERAWATAN

Page 2: PEMANFAATAN VCO

PEMANFAATAN VCO (

MASSAGE DALAM PENYEMBUHAN LU

“Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna mencapai Gelar Sarjana Keperawatan”

PROGRAM STUDI

i

PEMANFAATAN VCO (VIRGIN COCONUT OIL) DENGAN TEKNIK

DALAM PENYEMBUHAN LUKA DEKUBITUS DERAJAT

PADA LANSIA

SKRIPSI

“Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna mencapai Gelar Sarjana Keperawatan”

Oleh :

Irawan Derajat Dewandono

NIM S10019

ROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2014

) DENGAN TEKNIK

KA DEKUBITUS DERAJAT II

“Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna mencapai Gelar Sarjana Keperawatan”

1 KEPERAWATAN

Page 3: PEMANFAATAN VCO

ii

Page 4: PEMANFAATAN VCO

iii

Page 5: PEMANFAATAN VCO

iv

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Penulis mengucapkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, atas

segala rahmat, karunia, hidayah serta petunjuk yang telah dilimpahkan-Nya.

Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PEMANFAATAN

VCO (VIRGIN COCONUT OIL) DENGAN TEKNIK MASSAGE DALAM

PENYEMBUHAN LUKA DEKUBITUS DERAJAT II PADA LANSIA”

sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanaan ini dengan

lancar.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini,

masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna untuk

memperbaiki dan menyempurnakan penulisan skripsi selanjutnya. Ucapan rasa

terima kasih yang tidak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu

penulis dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini, sehingga dalam kesempatan

ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang

terhormat:

1. Ibu Dra. Agnes Sri Harti, M.Si, selaku ketua STIKes Kusuma Husada

Surakarta, yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis.

2. Ibu Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku ketua Prodi S-1

Keperawatan, yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada

semua mahasiswanya.

Page 6: PEMANFAATAN VCO

v

3. Bapak Prof. Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd, selaku pembimbing I yang

telah memberikan bimbingan dan arahan penulis dengan penuh kesabaran,

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

4. Ibu Wahyuningsih Safitri, S.Kep., Ns., M.Kep dan Bapak Rendi Editya

Darmawan, S.Kep., Ns, selaku pembimbing IIyang juga telah

memberikan bimbingan dan arahan penulis dengan penuh kesabaran,

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

5. Kepala Panti Wredha St.Theresia Dharma Bhakti Kasih Surakarta dan

Kepala Panti Wredha Griya Sehat Bahagia (GSB) Karanganyar yang telah

memberikan izin terlaksananyapenelitian ini.

6. Perawat yang telah membantu peneliti sehingga terselesaikannya

penelitian ini dengan baik.

7. Bapak dan Ibu Dosen STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah

memberikan segenap ilmu dan pengalamannya kepada penulis, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Ayahanda serta Ibundaku tercinta, terima kasih atas do’a dan dukungan

yang senantiasa engkau berikan untuk keberhasilanku, serta segala

kesabaranmu dalam mendidik dan membesarkanku selama ini, aku sadar

tugas itu sangatlah berat bagimu, tapi dengan segala rasa kasih sayang dan

kesabaranmu, engkau mengantarkanku pada kelulusan ini. Kuhadiahkan

kelulusan ini padamu, meski itu tak sebanding dengan pengorbananmu

selama ini.

Page 7: PEMANFAATAN VCO

vi

9. Semua keluarga besar saya Almh. Ibu Sri Siswanti, BA, Almh. Ibu Sri

Peni, S.E, Ibu Handayani T.R, S.Pd, serta kakak – kakakku tercinta Mas

Joenathan, Mas Hari, Mbak Anggraini Desi, Mbak Furi Ratih, Mas Surya

Aditya W, yang telah memberikan bantuan, doa dan dukungan, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.

10. Seseorang yang berada di sana yang saya sayangi dan saya cintai yang

memberikan dukungan moril dan motivasi sehingga membuat saya

semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Sahabat-sahabatku Pitriono, Aziz, Indro, Dayat, Joko, Yunuzul, Yuyun,

Rochmad, Rizky, A’al, Pandu, Feri dan Paulus yang telah banyak

memberikan bantuan, dorongan dan semangat kepadaku.

12. Teman-teman S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

Angkatan 2010 yang telah berjuang menempuh skripsi bersamaku.

13. Responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini.

14. Semua pihak, yang tanpa mengurangi rasa terima kasih tidak dapat

disebutkansatu per satu.

Akhir kata penulis berharap semoga dengan do’a, motivasi, nasehat, dan

dukungan yang telah diberikan kepada penulis, dapat bermanfaat bagi penulis

untuk menjadi orang yang lebih baik, dan semoga dengan disusunnya karya

ilmiah ini, dapat memberikan manfaat kepada penulis khususnya, dan pembaca

pada umumnya.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Surakarta, 27 Juni 2014

Penulis

Page 8: PEMANFAATAN VCO

vii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGESAHAN ii

SURAT PERNYATAAN iii

KATA PENGANTAR iv

DAFTAR ISI vii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GRAFIK DAN BAGAN xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

ABSTRAK xvii

ABSTRACT xviii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 9

1.3 Tujuan Penelitian 9

1.3.1 Tujuan Umum 9

1.3.2 Tujuan Khusus 9

1.4 Manfaat Penelitian 10

1.4.1 Manfaat Teoritis 10

Page 9: PEMANFAATAN VCO

viii

1.4.2 Manfaat Praktis 10

1.5 Keaslian Penelitian 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 16

2.1.1 Lanjut Usia (Lansia) 17

2.1.1.1 Pengertian Lanjut Usia 17

2.1.1.2 Perubahan Integumen Lanjut Usia 17

2.1.1.3 Permasalahan Lansia 18

2.1.2 Luka Dekubitus 19

2.1.2.1 Pengertian 19

2.1.2.2 Penyebab 20

2.1.2.3 Tahapan Luka Dekubitus 23

2.1.2.4 Lokasi Luka Dekubitus 24

2.1.2.5 Pathofisiologi Luka Dekubitus 26

2.1.2.6 Faktor Penyembuhan Luka 28

2.1.2.7 Fisiologi dan Fase Penyembuhan Luka 29

2.1.3 Massage 34

2.1.3.1 Pengertian 34

2.1.3.2 Jenis Massage 36

2.1.3.3 Teknik Massage 37

2.1.3.4 Efek Terapeutik atau Manfaat 38

Page 10: PEMANFAATAN VCO

ix

2.1.4 VCO (Virgin Coconut Oil) 39

2.1.4.1 Pengertian 39

2.1.4.2 Kandungan 40

2.1.4.3 Manfaat VCO 42

2.1.4.4 Peran dan Kegunaan 45

2.2 Kerangka Berfikir 48

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat Penelitian 49

3.2 Waktu Penelitian 49

3.3 Bentuk dan Strategi Penelitian 49

3.4 Sumber Data 50

3.4.1 Informan 50

3.4.2 Tempat dan Peristiwa 51

3.4.3 Observasi 51

3.4.4 Dokumen 51

3.5 Teknik Pengumpulan Data 52

3.5.1 Wawancara Mendalam 52

3.5.2 Observasi 53

3.5.3 Analisis dokumen 53

3.6 Teknik Sampling 54

3.7 Validitas Data 54

3.7.1 Trianggulasi Sumber 55

Page 11: PEMANFAATAN VCO

x

3.7.2 Trianggulasi Metode 55

3.7.3 Trianggulasi Penelitian 55

3.7.4 Trianggulasi Teori 56

3.8 Analisa Data 56

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Diskripsi Wilayah Penelitian Data 58

4.1.1 Lokasi Penelitian 58

4.1.2 Tujuan Institusional Panti Wredha 61

4.1.3 Karakteristik Pasien 62

4.2 Sajian Data 64

4.2.1 Pengaruh Tindakan Massage Untuk Penyembuhan Luka Dekubitus

Derajat II 65

4.2.2 Pengaruh Pemberian Teknik Massage Dengan VCO (virgin coconut

oil) Untuk Penyembuhan Luka Dekubitus Derajat II 74

4.2.3 Kendala Penurunan Derajat Luka Dekubitus Melalui Teknik Massage

Dengan VCO (virgin coconut oil) 78

4.3 Temuan Studi 81

4.3.1 Pengaruh Tindakan Massage Untuk Penyembuhan Luka Dekubitus

Derajat II 82

4.3.2 Pengaruh Pemberian Teknik Massage Dengan VCO (virgin coconut

oil) Untuk Penyembuhan Luka Dekubitus Derajat II 83

Page 12: PEMANFAATAN VCO

xi

4.3.3 Kendala Penurunan Derajat Luka Dekubitus Melalui Teknik Massage

Dengan VCO (virgin coconut oil) 83

4.4 Pembahasan

4.4.1 Pengaruh Tindakan Massage Untuk Penyembuhan Luka Dekubitus

Derajat II 84

4.4.2 Pengaruh Pemberian Teknik Massage Dengan VCO (virgin coconut

oil) Untuk Penyembuhan Luka Dekubitus Derajat II 86

4.4.3 Kendala Penurunan Derajat Luka Dekubitus Melalui Teknik Massage

Dengan VCO (virgin coconut oil) 89

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan 91

5.2 Implikasi Teori 93

5.3 Implikasi Praktik 94

5.4 Saran 95

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 13: PEMANFAATAN VCO

xii

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1 : Tahapan Luka Dekubitus 24

GAMBAR 2 : Lokasi Dekubitus 26

Page 14: PEMANFAATAN VCO

xiii

DAFTAR TABEL

TABEL 1 : Keaslian Penelitian 12

TABEL 2 : Karakteristik Pasien 63

Page 15: PEMANFAATAN VCO

xiv

DAFTAR GRAFIK DAN BAGAN

BAGAN 1 : Alur Pathofisiologi Luka Dekubitus …………………. 27

BAGAN 2 : Fisiologi Penyembuhan Luka ………………………… 34

BAGAN 3 : Kerangka Berfikir ……………………………………. 48

BAGAN 4 : Model Analisis Jalinan ………………………………. 57

Page 16: PEMANFAATAN VCO

xv

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 : Lembar Usulan Topik Penelitian

LAMPIRAN 2 : Lembar Pengajuan Judul Skripsi

LAMPIRAN 3 : Lembar Ijin Studi Pendahuluan

LAMPIRAN 4 : Lembar Oponent

LAMPIRAN 5 : Lembar Audience

LAMPIRAN 6 : Lembar Surat Permohonan Ijin Penelitian

LAMPIRAN 7 : Lembar Surat Pengantar Studi Pendahuluan

LAMPIRAN 8 : Lembar Surat Balasan Panti Wredha

LAMPIRAN 9 : Lembar Jadwal Penelitian

LAMPIRAN 10 : Lembar Laporan Angka Kejadian Kasus Dekubitus

LAMPIRAN 11 : Lembar Data Demografi Partisipan

LAMPIRAN 12 : Lembar Surat Pernyataan Berpartisipasi Sebagai Responden

LAMPIRAN 13 : Lembar Standar Pedoman Wawancara

LAMPIRAN 14 : Lembar Jadwal Panti Wredha

LAMPIRAN 15 : Prosedur Pencegahan Luka Dekubitus

LAMPIRAN 16 :StandarOperasional Prosedur Pemberian VCO dengan Massage

LAMPIRAN 17 : Lembar Observasi Respon Pasien Terhadap Massage

LAMPIRAN 18 : Lembar Observasi Penilaian Perkembangan Luka Dekubitus

LAMPIRAN 19 : Lembar Observasi Posisi Massage

LAMPIRAN 20 : Lembar Konsultasi

LAMPIRAN 21 : Lembar Foto Wawancara Peneliti

Page 17: PEMANFAATAN VCO

xvi

LAMPIRAN 22 : Lembar Foto Kondisi Panti Wredha

LAMPIRAN 23 : Lembar Foto Perkembangan Luka Pasien I (L1)

LAMPIRAN 24 : Lembar Foto Perkembangan Luka Pasien II (L2)

LAMPIRAN 25 : Lembar Transkrip Wawancara Perawat I

LAMPIRAN 26 : Lembar Transkrip Wawancara Perawat II

LAMPIRAN 27 : Lembar Transkrip Wawancara Dokter L1

LAMPIRAN 28 : Lembar Transkrip Wawancara Dokter L2

Page 18: PEMANFAATAN VCO

xvii

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA

2014

IrawanDerajatDewandono

Pemanfaatan VCO (Virgin Coconut Oil)

DenganTeknikMassageDalamPenyembuhanLuka DekubitusDerajat II

PadaPasienLansia

Abstrak

Dekubitusmerupakanmasalahdermatologi yang

sangatseriusterutamabagipasien yang harusdirawat lama dengan keterbatasan

aktivitas.Dekubitus terjadi pada area yang terlokalisirdenganjaringan yang

mengalaminekrosisdanbiasanyaterjadipadapermukaantulang yang menonjol,

sebagaiakibatdaritekanandalamjangkawaktu yang lama

menyebabkanpeningkatantekanankapiler. Dekubitus yang tidak diberikan

perawatan dapat mengakibatkan nekrosis jaringan. Pemanfaatan VCO (virgin

coconut oil)

denganteknikmassagediharapkandapatmeminimalisirterjadinyainfeksidandapatme

njaditerapipenyembuhanlukadekubitusderajat II.

Penelitianinibertujuanuntukmengetahuipengaruhmassagedalampenyembuhanluka

dekubitusderajat II, pengaruhpemberianmassagedengan VCO

untukpenyembuhanlukadekubtusderajat II,

mengetahuikendalapenurunanderajatlukadekubitusmelaluiteknikmassagedengan

VCO.

Desain penelitianCase Studydengan menggunakanmetodeanalisisjalinan.

Teknik pengambilan sampel yaitu purposive sampling dengan jumlah responden

dua orang lansia yang tinggal di Panti Wredha yang berbeda. Peneliti

menganalisis mengenai :tindakanmassage,

responpasienlansiaterhadaptindakanmassage,

perkembanganlukadekubitusdankendala yang ditemuisaatpenelitian.

Terapimassagedenganmetodeeffleurageberpengaruhpositifyaitumemberika

nsensasinyamanterhadapkeduapasienlansia. Terapimassagedengan VCO

memberikanperkembanganluka yang cukupsignifikan,

denganhasillukatampakkering, warnakecoklatan,

eritematampaksamardanjaringanlukamenutuptanpaadanyatanda-tandainfeksi.

Hambatan yang ditemuidalampenelitianyaituadanyanyeri yang

timbulpadaterapiminggupertama, terjadinyapenolakanpasienketikamassage,

pergerakanpasien yang tidakkooperatifmembuatmassageterasalebihrumit.

Terapimassagedengan VCO efektif dalam

meminimalisirterjadinyainfeksidandapatmenurunkanderajatlukadekubitus.

Page 19: PEMANFAATAN VCO

xviii

Kata Kunci :Massage effleurage, VCO (Virgin Coconut Oil), Perkembangan luka

DaftarPustaka : 33 (2003-2013)

BACHELOR DEGREE PROGRAM IN NURSING SCIENCE

KUSUMA HUSADA SCHOOL OF HEALTH OF SURAKARTA

2014

Irawan Derajat Dewandono

The Utilization of Virgin Coconut Oil (VCO) with the Massage Technique to

Heal the Decubitus Ulcers of Level II in Elderly Clients

Abstract

Decubitus ulcer is one of serious dermatological problems to clients who

shall undergo prolonged care with limited activities. It occurs in the localized

area whose tissues undergo necrosis, frequently on the surface of protruding

bones, due to the prolonged pressures that cause the capillary pressure increase.

Decubitus ulcers which are not given care will result in tissue necrosis. The

utilization of Virgin Coconut Oil (VCO) with the massage technique is expected

to minimize the incidence of infection but can be a healing therapy for the

decubitus ulcers of Grade II.

The objectives of this research are to investigate : (1) the effect of the

massage management on the healing of the decubitus ulcers of Grade II; (2) the

effect of the massage management utilizing the VCO on the healing of the

decubitus ulcers of Grade II; and (3) the constraint to the decubitus ulcer grade

through the massage technique utilizing the VCO.

This research used the case study with flow method of analysis. The

samples of the research were taken by using the purposive sampling technique.

They consisted of two elderly respondents living in different nursing homes. The

analysis was focused on the massage intervention, the response of the elderly

clients to the massage intervention, the healing development of decubitus ulcers,

and constraints encountered during the research.

The result of the research shows that the massage therapy with

effleuragemethod has a positive effect. i.e. giving a comfort sensation to the

elderly clients. The massage therapy utilizing the VCO results in a fairly

significant healing development. The ulcers are dry and look brownish; the

erythema looks faint; and the wound tissues cover completely without any sign of

infection. The constraints encountered in the research are the occurrence of paints

in the first week therapy, the clients’ rejection toward the massage therapy, and

the uncooperative mobilization of the clients which make the massage therapy

seem complicated.

Thus, it can be concluded that the massage therapy utilizing the VCO is

effective to minimize the incidence of infection and can decrease the grade of the

decubitus ulcers.

Page 20: PEMANFAATAN VCO

xix

Keywords: Effleurage massage, VCO (Virgin Coconut Oil),

healingdevelopment of decubitus ulcers

References: 33 (2003-2013)

Page 21: PEMANFAATAN VCO

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan

yang maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya

jumlah sel-sel yang ada di dalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan

mengalami penurunan fungsi secara perlahan-lahan. Itulah yang dikatakan

proses penuaan. Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses

menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk

memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya,

sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan

yang diderita (Constantinides 1994). Seiring dengan proses menua tersebut,

tubuh akan mengalami berbagai masalah kesehatan atau yang biasa disebut

dengan penyakit degeneratif (Maryam dkk. 2008).

Dalam beberapa dekade ini telah terjadi kenaikan yang substansial dari

populasi orang-orang yang berumur lebih dari 60 tahun, yang biasa disebut

kelompok usia lanjut (lansia). Kelompok ini merupakan segmen populasi

yang rawan di samping anak, yang memerlukan perhatian, termasuk masalah

kulit. Meskipun penyakit kulit tidak memberikan andil penting pada statistik

kematian, namun masalah kulit yang dihadapi kelompok ini cukup banyak

(Kabulrachman 2009).

Page 22: PEMANFAATAN VCO

2

Menurut sumber PBB (2005) penduduk lansia di Indonesia tahun

2000, sebesar 16.156.000, angka ini akan bertambah menjadi 34.592.000

pada tahun 2025 dan 67.353.000 pada tahun 2050. Angka sebesar itu, tentu

akan memberikan dampak pada masalah kesehatan, termasuk kulit. Penuaan

merupakan proses alami yang terjadi pada semua makhluk hidup dan

menyangkut semua organ, termasuk kulit. Perubahan yang terjadi mudah

dilihat penampilannya, karena kulit merupakan organ yang paling luar

(Kabulrachman 2009).

Pergerakan yang terbatas merupakan perubahan yang berkaitan dengan

mobilisasi pada lansia. Seiring penuaan, serat otot akan mengecil. Kekuatan

otot berkurang seiring berkurangnya massa otot dan massa tulang. Lansia

yang tidak berolahraga dengan teratur akan mengalami kehilangan yang sama

dengan lansia yang tidak aktif (Potter & Perry 2009 dalam Ramlah 2011).

Penurunan fungsional yang dialami oleh lansia akan mempengaruhi kondisi

kesehatan fisik lansia seperti munculnya beberapa penyakit akibat penurunan

fungsi tersebut (Meiner & Lueckonette 2006 dalam Ramlah 2011).

Status fungsional ataupun penurunan fungsional yang terjadi pada

lansia lebih banyak merujuk pada kemampuan dan perilaku yang aman dalam

aktivitas harian atau ADL (Activity Daily Living) sangat penting untuk

menentukan kemandirian lansia (Potter & Perry 2009).Penyakit kronik dapat

menyebabkan kelemahan, ketidakmampuan, keterbatasan dan ketergantungan

pada lansia (Mauk 2010 dalam Ramlah 2011).Penurunan fungsi dan penyakit

Page 23: PEMANFAATAN VCO

3

yang dialami oleh lansia, menyebabkan lansia mengalami kesulitan dalam

melakukan aktivitas sehari-hari (Maurier & Smith 2005).

Peningkatan umur pada lansia sangat berkorelasi dengan

ketidakmampuan pada lansia (Springhouse 2002 dalam Ramlah

2011).Komplikasi dari imobilisasi dapat mengakibatkan komplikasi pada

system pernafasan misalnya penurunan ventilasi, atelektasis, dan pneumonia,

komplikasi endokrin dan ginjal, peningkatan dieresis, natriuresis, dan

pergeseran cairan ekstraseluler, intoleransi glukosa, hiperkalsemia dengan

kehilangan kalsium, batu ginjal serta keseimbangan nitrogen

negatif.Komplikasi gastrointestinal yang dapat timbul adalah anoreksia,

konstipasi dan luka tekan (ulkus dekubitus) (Rizka A dkk. 2009).

Luka dekubitus adalah suatu area yang terlokalisir dengan jaringan

yang mengalami nekrosis dan biasanya terjadi pada permukaan tulang yang

menonjol, sebagai akibat dari tekanan dalam jangka waktu yang lama

menyebabkan peningkatan tekanan kapiler (Suriadi 2004). Dekubitus

merupakan masalah yang sangat serius terutama bagi pasien yang harus

dirawat lama di rumah sakit dengan keterbatasan aktifitas Multiple and life

threatening medical complications dapat terjadi akibat dari timbulnya

dekubitus selama pasien dirawat dirumah sakit. Pasien dengan immobilisasi

yang berlangsung lama berpotensi besar untuk mengalami dekubitus

(Widodo 2007).

Di Indonesia pernah dilakukan survey di Rumah Sakit Sardjito

Yogyakarta tahun 2001. Dilaporkan dari 40 pasien tirah baring, 40%

Page 24: PEMANFAATAN VCO

4

menderita luka dekubitus (Setyawan 2008 dalam Tarihoran 2010). Setiajati

(2001) melakukan survey di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta,

didapatkan 38,18% pasien mengalami luka tekan (Setyawan 2008 dalam

tarihoran 2010). Secara keseluruhan Indonesia, kejadian luka tekan dirumah

sakit 33% (Suriadi et al 2007 dalam Tarihoran 2010).

Ulkus tekan atau ulkus dekubitus, telah berpengaruh pada manusia

selama berabad-abad, dan manajemen penanganan ulkus dekubitus secara

menyeluruh sekarang menjadi masalah kesehatan nasional yang terkemuka.

Meskipun jaman sekarang telah mutakhir dan mengalami kemajuan di bidang

kedokteran, bedah, perawatan, dan pendidikan perawatan diri, dekubitus tetap

menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Hal ini terutama berlaku

untuk orang dengan gangguan sensasi, imobilitas berkepanjangan, atau usia

lanjut (Salcido 2012).

Infeksi merupakan komplikasi utama yang paling umum dari ulkus

tekan. Menyinggung organisme patologis dalam ulkus dekubitus terdapat

organisme anaerobik atau aerobik. Patogen aerobik umumnya yang berada di

semua ulkus dekubitus, sedangkan anaerob cenderung lebih sering berada

pada luka yang lebih besar (65 % di derajat III ke atas). Organisme yang

paling umum diisolasi dari ulkus tekanan adalah proteus mirabilis, group

Dstreptococcus, escherichia coli, Staphylococcus sp, Pseudomonas sp, dan

organisme corynebacterium. Pasien dengan bakteremia lebih cenderung

memiliki species Bacteroides dalam ulkus dekubitus mereka. Luka ini tidak

perlu dilihat secara rutin kecuali tanda-tanda infeksi sistemik yang hadir

Page 25: PEMANFAATAN VCO

5

(misalnya, drainase berbau busuk, leukositosis, demam, hipotensi,

peningkatan denyut jantung, perubahan status mental) (Salcido 2012).

Akibat dari hal tersebut diatas, timbulnya dekubitus juga dapat

meningkatkan durasi lamanya tinggal di rumah sakit atau LOS (length of

stay) sehingga hal ini akan meningkatkan beban terutama biaya rawat inap

akan meningkat seiring dengan lamanya waktu tinggal di rumah sakit

(Widodo 2007).

Jika timbul dekubitus, keragaman terapi topikal menegaskan kenyataan

bahwa tidak ada satupun diantara semua terapi topikal yang secara nyata

lebih efektif daripada lainnya. Tindakan debridement mungkin diperlukan

untuk lesi dengan jaringan nekrotik yang rapuh. Kasur khusus (misalnya

kasur udara statis atau kasur air) mungkin diperlukan bagi pasien yang

kondisi umumnya sangat menurun (Harrison 1999).

Pada pemberian perubahan posisi tirah baring didapatkan angka

kejadian dekubitus sebanyak 13,3% dari 15 pasien, dengan stadium 1 pada

hari ke-7 perawatan dekubitus. Sedangkan pada penelitian pemberian

perubahan posisi lateral inklin 300 didapatkan angka kejadian dekubitus

sebanyak 1,4% dari 1000 pasien dengan stadium 1 pada hari ke 14

perawatan. Dekubitus terjadi karena kurangnya monitoring dan perawatan

kulit bagian yang tertekan, sehingga berdampak pada terjadinya gangguan

integritas kulit pada bagian yang tertekan. Perawat mempunyai peran penting

untuk mencegah terjadinya dekubitus. Tindakan yang biasa dilakukan adalah

memiringkan posisi tubuh ke kanan dan ke kiri. Hal itu bertujuan untuk

Page 26: PEMANFAATAN VCO

6

mengurangi masa tekan pada area kulit tetapi tidak menjaga vaskularitas

kulit. Dalam penelitian diungkapkan, terapi pijat yaitu metode yang

digunakan untuk melancarkan sirkulasi darah dan membantu menjaga

vaskularitas kulit. Salah satu terapi pijat yaitu teknik massage punggung

yang mana merupakan teknik pijat effeleurages sekali atau dua kali sehari

efektif dalam mencegah perkembangan luka tekan. Sebuah studi percontohan

yang dilakukan oleh Van Den Bunt menunjukkan efek positif massage pada

pencegahan luka tekan (Prayadni KN dkk. 2012).

Dalam hal terapi pemijatan atau massage dibutuhkan lotion sebagai

pelumas dan pelembab kulit. Pelembab adalah bahan yang dioleskan di kulit

terdiri atas bahan yang bersifat oklusif, humektan, emolien, dan protein

rejuvenator (Draelos ZD 2000 dalam Fajar Waskito 2009) dengan tujuan

untuk menambah dan atau mempertahankan kandungan air dalam lapisan

korneum (Madison KC 2003 dalam Fajar Waskito 2009), sehingga kulit akan

terasa halus dan lembut. Karena efeknya inilah maka pelembab merupakan

salah satu produk perawatan kulit yang paling banyak dipakai di masyarakat

untuk mengatasi kulit kering (Loden M 2005 dalam Fajar Waskito 2009)

Menurut Rindegan (2004) pelembab yang ideal adalah pelembab yang

mampu melembutkan kulit dan melindunginya dari kerusakan. Umumnya

kosmetika pelembab terdiri dari berbagai minyak nabati, hewan maupun

sintesis yang dapat membentuk lemak permukaan kulit buatan untuk

melenturkan lapisan kulit yang kering dan kasar, dan mengurangi penguapan

Page 27: PEMANFAATAN VCO

7

air dan sel kulit namun tidak dapat mengganti seluruh fungsi kegunaan dari

minyak kulit semula (Wasitaatmadja 1997 dalam Hasibuan 2011).

Virgin coconut oil adalah produk olahan kelapa yang aman dikonsumsi

oleh masyarakat dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Mutu VCO

ditentukan dari kandungan asam lemak rantai medium atau medium chain

fatty acid (MCFA) dan asam laurat (C12:0). Kandungan MCFA dan kadar

asam laurat dipengaruhi oleh varietas kelapa, tinggi tempat tumbuh, teknologi

proses VCO (Novarianto 2007 dalam Sari 2009).

VCO mengandung asam laurat yang tinggi (sampai 51%), sebuah

lemak jenuh dengan rantai karbon sedang (jumlah karbonnya 12) yang biasa

disebut Medium Chain Fatty Acid (MCFA). Di dalam tubuh manusia asam

laurat akan diubah menjadi monolaurin, sebuah senyawa monogliserida yang

bersifat antivirus, antibakteri, dan antiprotozoa (Fife 2004). MCFA mudah

diserap ke dalam sel kemudian ke dalam mitokondria, sehingga metabolisme

meningkat. Adanya peningkatan metabolisme maka sel-sel bekerja lebih

efisien membentuk sel-sel baru serta mengganti sel-sel yang rusak lebih cepat

(Inggita et al 2006 dalam Sari 2009).

VCO juga berfungsi sebagai antioksidan yang kuat, karena VCO

memiliki kandungan vitamin E dan polifenol. Tinggi rendahnya kandungan

Vitamin E dan polifenol dalam VCO sangat ditentukan oleh kualitas bahan

bakunya (kelapa) dan proses produksi yang digunakan. Secara umum, proses

produksi yang menerapkan penggunaan panas dapat menurunkan

Page 28: PEMANFAATAN VCO

8

kadarVitamin E dan polifenol sekitar 25%. Bahkan dapat hilang sama sekali

dengan pemanasan yang berlebihan (Subroto 2006 dalam Sari 2009).

Menurut Sutarmi dan Hartin Rozalin (2005), VCO dapat menjadi

minyak pijat yang berguna mencegah infeksi kulit dan mengobati kulit yang

rusak serta menjadi lotion agar kulit lebih kenyal, lembab awet muda, serta

mencegah noda kehitaman. Selain itu, VCO dapat mempercepat lepasnya

lapisan kulit terluar sehingga kulit lebih halus, warna lebih merah, dan

bersinar. Minyak kelapa murni merupakan pelembab kulit alami karena

mampu mencegah kerusakan jaringan dan memberikan perlindungan

terhadap kulit tersebut.Minyak kelapa murni pun mampu mencegah

berkembangnya bercak-bercak dikulit akibat penuaan dan melindungi kulit

dari cahaya matahari.Bahkan minyak kelapa murni dapat memperbaiki kulit

yang rusak atau sakit. Oleh karena itu, penggunaan minyak kelapa murni

akan mampu menampilkan kulit lebih muda (Rindengan & Novarianto 2004

dalam Hasibuan 2011).

Harapan penelitian ini ingin membuktikan manfaat VCO (Virgin

Coconut Oil) dalam penyembuhan luka dekubitus derajat II karena VCO

mudah didapat, dan dapat digunakan sebagai penanganan luka dekubitus

derajat II pada penduduk di perkotaan maupun pedesaan terpencil, sehingga

peneliti tertarik mengambil judul Pemanfaatan VCO (Virgin Coconut Oil)

dalam Penyembuhan Luka Dekubitus Derajat II Pada Lansia.

Page 29: PEMANFAATAN VCO

9

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana pengaruh massage untuk penyembuhan luka dekubitus derajat

II?

1.2.2 Bagaimana pengaruh pemberian teknik massage dengan VCO (Virgin

Coconut Oil) untuk penyembuhan luka dekubitus derajat II?

1.2.3 Bagaimana kendala penurunan derajat luka dekubitus melalui teknik

massage dengan VCO (Virgin Coconut Oil) ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pemanfaatan VCO (Virgin Coconut Oil) dengan

teknik massage untuk penyembuhan luka dekubitus.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Menganalisis pengaruh massage untuk penyembuhan luka dekubitus

derajat II.

2. Menganalisis pengaruh pemberian massagedengan VCO (Virgin

Coconut Oil) untuk penyembuhan luka dekubitus derajat II.

3. Menganalisis kendala penurunan derajat luka dekubitus melalui teknik

massage dengan VCO (Virgin Coconut Oil).

Page 30: PEMANFAATAN VCO

10

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Diharapkan dapat menambah referensi dan bahan masukan dalam

penanganan luka dekubitus derajat II dengan menggunakan VCO (Virgin

Coconut Oil) dengan teknik massage dalam penyembuhan luka dekubitus

derajat II.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan dapat menambah referensi dan bahan masukan

dalam penanganan luka dekubitus derajat II dengan menggunakan

VCO (Virgin Coconut Oil) dengan teknik massage.

2. Bagi Perawat

Diharapkan perawat dapat menambah pengetahuan baru dan

menerapkan dalam praktek di lapangan saat menangani luka dekubitus

derajat II dengan menggunakan VCO dengan teknik massage, serta

dapat diberikan kepada penduduk atau masyarakat sebagai bekal utama

atasi luka dekubitus derajat II.

3. Bagi Peneliti

a. Menjadi pengalaman berharga bagi penulis dan menambah

pengetahuan peneliti tentang pemberian VCO dengan teknik

massage dalam penyembuhan luka dekubitus derajat II.

b. Memberikan gambaran tentang penanganan luka dekubitus dengan

teknik massage menggunakan VCO (Virgin Coconut Oil).

Page 31: PEMANFAATAN VCO

11

4. Bagi Peneliti Lain

Memotivasi peneliti lain untuk mengembangkan penelitian

tentang khasiat VCO (Virgin Coconut Oil).

5. Bagi Masyarakat

a. Dapat menambah pengetahuan masyarakat mengenai

penyembuhan luka dekubitus dengan menggunakan VCO (Virgin

Coconut Oil).

b. Dapat mendorong masyarakat lebih mandiri dalam mengobati luka

dekubitus dengan cara non farmakologi yang murah dan mudah

didapatkan.

6. Bagi Pembaca

Agar dapat semakin menambah wawasan dan ilmu yang dapat

berguna untuk diri sendiri dan masyarakat.

7. Bagi Institusi Pendidikan

a. Memberikan wacana tentang penanganan luka dekubitus dengan

menggunakan VCO (Virgin Coconut Oil) dengan teknik massage.

b. Dapat menjadi bahan kajian pengembangan penelitian.

c. Menambah wawasan dan sarana penerapan teori perkuliahan

Page 32: PEMANFAATAN VCO

12

1.5 Keaslian Penelitian

Nama

Peneliti Judul Penelitian

Metode yang

Digunakan Hasil Penelitian

Ririn Sri

Handayani

EfektifitasPenggunaan

Virgin Coconut Oil

(VCO) Dengan

Massage Untuk

Pencegahan Luka

Tekan Grade I Pada

Pasien Yang Beresiko

Mengalami Luka

Tekan Di RSUD

Dr.Hj.Abdoel

Moeloek Provinsi

Lampung

Penelitian

kuantitatif

dengan desain

quasi eksperimen

postest only with

control

Hasil ujistatistik

diperoleh p value 0,033

(< α = 0,05) maka dapat

disimpulkan

adaperbedaan proporsi

kejadian luka tekan grade

I antara responden yang

diberiperawatan

pencegahan dengan VCO

dan tanpa VCO (ada

perbedaan yangsignifikan

terhadap kejadian luka

tekan grade I antara

responden yang

diberiperawatan

pencegahan dengan VCO

dan tanpa VCO). Dari

hasil analisis

diperolehnilai RR 0,733,

artinya responden yang

diberi perawatan dengan

VCO terlindungisebesar

0,733 kali dari kejadian

luka tekan grade I

dibandingkan

denganresponden yang

dirawat tanpa

Page 33: PEMANFAATAN VCO

13

menggunakanVCO.

Nurdiana,

Tanto

Haryanto,

dan

Musfirah

Perbedaan Kecepatan

Penyembuhan Luka

Bakar Derajat II

Antara Perawatan

Luka Menggunakan

Virgin Coconut Oil

(Cocos nucifera) Dan

Normal saline Pada

Tikus Putih (Rattus

norvegicus)

Metode

penelitian yang

digunakan adalah

studi

eksperimental

post test dengan

kelompok

kontrol

Hasil penelitian

membuktikan bahwa

Rata-rata lama sembuh

luka bakar derajat II

dengan perawatan luka

menggunakan VCO

adalah 15 hari, perawatan

luka menggunakan

normal salin 15 hari,

sedangkan kontrol rata-

rata lama sembuh adalah

19 hari. Hasil uji statistik

one-way ANOVA dapat

disimpulkan bahwa

terdapat perbedaan antara

kelompok perlakuan dan

kelompok kontrol.

Adi Indra

Wijaya dan

Sri

Tasminatun

Pengaruh Pemberian

Berbagai Coconut Oil

Secara Topikal

Terhadap

Penyembuhan Luka

Bakar Kimiawi Pada

Kulit Tikus Putih

(Rattus norvegicus)

Terinduksi Asam

Sulfat

Diameter luka

diukur setiap

hari, waktu

sembuh dicatat,

dan persentase

penyembuhannya

dihitung dengan

Metode Morton.

Data waktu

sembuh

dianalisis

menggunakan

Hasil penelitian

membuktikan bahwa

pemberian coconut oil

(VCO, minyak RBD, dan

minyak klentik) secara

topikal memperpendek

waktu sembuh luka bakar

kimiawi dan

meningkatkan persentase

kesembuhan luka bakar

kimiawi setara dengan

Bioplacenton. Jenis

Page 34: PEMANFAATAN VCO

14

metode Anova

dilanjutkan uji

Tukey,

sedangkan

persentase

kesembuhan

menggunakan

metode Kruskal

Wallis

dilanjutkan

dengan uji

Mann-Whitney.

coconut oil yang

menghasilkan waktu

sembuh paling cepat dan

persentase kesembuhan

yang tertinggi adalah

VCO (home

industry).VCOmerupakan

kelompok yang memiliki

presentase penyembuhan

tertinggi. Hal ini

dikarenakan kelompok

ini memiliki garis kurva

di posisi paling atas (hari

ke-11) dan mencapai nilai

persentase penyembuhan

100% dengan waktu

sembuh yang relatif cepat

(hari ke-28). Sedangkan

kelompok yang

mempunyai

perkembangan

peningkatan persentase

penyembuhan terendah

adalah kelompok kontrol.

Page 35: PEMANFAATAN VCO

16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Lanjut Usia

2.1.1.1 Pengertian Lanjut Usia

Lanjut usia adalah seorang laki-laki atau perempuan yang berusia

60 tahun atau lebih, baik yang secara fisik masih berkemampuan maupun

karena sesuatu hal tidak mampu lagi berperan aktif dalam pembangunan

(tidak potensial) (Depkes RI 2001).

Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun ke atas baik pria maupun

wanita, yang masih aktif beraktivitas dan bekerja ataupun mereka yang

tidak berdaya untuk mencari nafkah sendiri sehingga bergantung kepada

orang lain untuk menghidupi dirinya (Ineko 2012).

Menurut organisasi kesehatan dunia WHO lanjut usia terbagi

dalam empat tahapan, meliputi: usia pertengahan (middle age) 45-59

tahun, lanjut usia (ederly) 60–75 tahun, lanjut usia tua (old) 75–90 tahun,

dan usia sangat tua (very old) lebih dari 90 tahun (Nugroho 2008).

2.1.1.2 Perubahan Integumen Lansia

Integumen manusia merupakan 1/6 dari keseluruhan berat badan

dan merupakan hal yang sangat mudah sebagai indikator penuaan. Kulit

Page 36: PEMANFAATAN VCO

17

sebagai bagian yang penting dan dinamis merupakan pelindung terhadap

bagian dalam tubuh dan kondisi luar yang sangat berperan dalam mengatur

cairan, elektronik dan protein, temperature, persepsi sensoris, dan

perlindungan imunitas. Penuaan merupakan fenomena multifaktorial,

dimana karena perubahan yang progresif dari dalam terkombinasi secara

sinergistik dengan pengaruh kumulatif lingkungan dapat mengakibatkan

gangguan struktur dan fungsi (Warouw 2009).

Perubahan kulit pada usia lanjut adalah berkurangnya sejumlah

kolagen dan serat elastin pada dermis sehingga terjadi penipisan kulit

dengan berakibatkan papilar dermis menjadi lebih datar pada dermo-

epidermal junction yang berakibatkan pula kelainan vaskular yang dapat

berakibatkan terjadi pressure ulcer serta statis dermatitis (Warouw 2009)

Menurut Nugroho (2008), Perubahan lansia pada sistem integumen

meliputi :

1. Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak.

2. Permukaan kulit cenderung kusam, kasar dan bersisik (karena

kehilangan proses keratinasi serta perubahan ukuran dan bentuk sel

epidermis).

3. Timbul bercak pigmentasi akibat proses melanogenesis yang tidak

merata pada permukaan kulit sehingga tampak bintik-bintik atau

noda cokelat.

4. Terjadi perubahan pada daerah sekitar mata tumbuhnya kerut-kerut

halus diujung mata akibat lapisan kulit menipis.

Page 37: PEMANFAATAN VCO

18

5. Respon terhadap trauma menurun.

6. Mekanisme proteksi kulit menurun :

a. Produksi serum menurun

b. Produksi vitamin D menurun

c. Pigmentasi kulit terganggu

7. Kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu.

8. Rambut dalam hidung dan telinga menebal

9. Berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi

10. Pertumbuhan kuku lebih lambat

11. Kuku jari menjadi keras dan rapuh

12. Kuku menjadi pudar, kurang bercahaya

13. Jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang.

2.1.1.3 Permasalahan Lansia

Menurut Partini Sudirman dalam Sri Salmah (2010), masalah

utama yang dihadapi lansia pada umumnya adalah:

1. Biologi: kulit, rambut, gigi, penglihatan, mudah lelah, dan lamban.

2. Kesehatan: rentan terhadap berbagai penyakit

3. Psikis dan Sosial: kesepian, perasaan tidak berguna, kurang percaya

diri, dan harga diri.

Penderita usia lanjut yang kehilangan mobilitas menjadi sangat

peka untuk terjadinya ulkus dekubitus (pressure ulcer) yang banyak terjadi

karena berbaring lama. Dapat disertai dengan jaringan nekrosis hingga ke

Page 38: PEMANFAATAN VCO

19

jaringan di bawahnya, otot, bahkan tulang. Penderita di atas 70 tahun

memiliki resiko dua kali lebih tinggi untuk terjadinya ulkus dekubitus.

Pada penderita yang karena proses ketuaan berbaring lama, terjadinya

ulkus dekubitus perlu mendapat perhatian, terutama pada perawatannya

(Warouw 2009).

2.1.2 Luka Dekubitus

2.1.2.1 Pengertian

Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian dari jaringan

tubuh.Luka juga didefinisikan sebagai kerusakan fisik akibat dari

terbukanya atau hancurnya kulit yang menyebabkan ketidakseimbangan

fungsi dan anatomi kulit normal (Nagori and Solanki 2011).

Luka merupakan gangguan kontinuitas kulit, membran mukosa dan

tulang atau organ tubuh lain (Kozier 2004 dalam Setyoadi &

Sartika).Menurut Taylor (2007) luka merupakan suatu gangguan dari

kondisi normal pada kulit.Ketika luka, terjadi kerusakan kesatuan atau

komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan

yang rusak atau hilang (Setyoadi &Sartika 2010).

Dekubitus berasal dari bahasa latin decumbree yang berarti

merebahkan diri yang didefinisikan sebagai suatu luka akibat posisi

penderita yang tidak berubah dalam jangka waktu lebih dari 6 jam

(Sabandar 2008 dalam CT. Siregar 2010). Dekubitus adalah suatu daerah

kerusakan seluler yang terlokalisasi, baik akibat tekanan langsung pada

Page 39: PEMANFAATAN VCO

20

kulit sehingga menyebabkan “iskemia tekanan”, maupun akibat kerusakan

gesekan sehingga menyebabkan stress mekanik terhadap jaringan.

Tekanan dan kekuatan gesekan akan mengganggu mikrosirkulasi jaringan

lokal, dan mengakibatkan hipoksia serta memperbesar pembuangan

metabolik yang dapat menyebabkan nekrosis (Chapman dan Chapman

1986 dalam Morisson 2003)

Luka Dekubitus, sinonimnya adalah pressure ulcer, bed sores, atau

pressure sore. Luka dekubitus adalah suatu area yang terlokalisir dengan

jaringan mengalami nekrosis yang biasanya terjadi pada bagian permukaan

tulang yang menonjol, sebagai akibat dari tekanan dalam jangka waktu

lama yang menyebabkan peningkatan tekanan kapiler (Suriadi 2004).

Luka Dekubitus atau Ulkus Dekubitalis adalah Ulserasi akibat tekanan

yang lama, biasanya terjadi pada pasien yang mengalami imobilitas

(Sudjatmiko 2007).

2.1.2.2 Penyebab

Menurut Suriadi (2004), penyebab dari luka dekubitus dapat

dibedakan menjadi dua faktor yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.

1. Faktor Ekstrinsik

a. Tekanan

Faktor tekanan, terutama sekali bila tekanan tersebut terjadi dalam

jangka waktu lama yang menyebabkan jaringan mengalami

iskemik.

Page 40: PEMANFAATAN VCO

21

b. Pergesekan dan Pergeseran

Gaya gesekan adalah sebagai faktor yang menimbulkan luka

iskemik (Reichel 1958). Hal ini biasanya akan terjadi apabila

pasien di atas tempat tidur kemudian sering merosot, dan kulit

sering kali mengalami regangan dan tekanan yang mengakibatkan

terjadinya iskemik pada jaringan.

c. Kelembaban

Kondisi kulit pada pasien yang sering mengalami lembab akan

mengkontribusi kulit menjadi maserasi kemudian dengan adanya

gesekan dan pergeseran , memudahkan kulit mengalami kerusakan.

Kelembaban ini dapat akibat dari incontinensia, drain luka, banyak

keringat dan lainnya.

2. Faktor Intrinsik

a. Usia

Usia juga dapat mempengaruhi terjadinya luka dekubitus. Usia

lanjut mudah sekali untuk terjadi luka dekubitus. Hal ini karena

pada usia lanjut terjadi perubahan kualitas kulit dimana adanya

penurunan elastisitas, dan kurangnya sirkulasi pada dermis.

b. Temperatur

Kondisi tubuh yang mengalami peningkatan temperatur akan

berpengaruh pada temperatur jaringan. Setiap terjadi peningkatan

metabolisme akan menaikkan 1 derajat celcius dalam temperatur

jaringan. Dengan adanya peningkatan temperatur ini akan beresiko

Page 41: PEMANFAATAN VCO

22

terhadap iskemik jaringan. Selain itu dengan menurunnya

elastisitas kulit, akan tidak toleran terhadap adanya gaya gesekan

dan pergeseran sehingga akan mudah mengalami kerusakan kulit.

Hasil penelitian didapatkan bahwa adanya hubungan yang

bermakna antara peningkatan temperatur tubuh dengan resiko

terjadinya luka dekubitus (Nancy Bergstrom dan Barbara Braden

1992 dalam Suriadi 2004).

c. Nutrisi

Nutrisi merupakan faktor yang dapat mengkontribusi terjadinya

luka dekubitus. Pada faktor ini ada juga yang masih belum

sependapat nutrisi sebagai faktor luka dekubitus. Namun sebagian

besar dari hasil penelitian mengatakan adanya hubungan yang

bermakna pada klien yang mengalami luka dekubitus dengan

malnutrisi. Individu dengan tingkat serum albumin yang rendah

terkait dengan perkembangan terjadinya luka dekubitus.

Hypoalbuminemia berhubungan dengan luka dekubitus pada

pasien yang dirawat (Allman et al. 1986 Bergstrom, Novel and

Braden 1988 dalam Suriadi 2004)

Adanya faktor lainnya dalah

1) Menurunnya persepsi sensori

2) Imobilisasi, dan

3) Keterbatasan aktivitas

Page 42: PEMANFAATAN VCO

23

Ketiga faktor ini adalah dampak dari pada lamanya dan intensitas

tekanan pada bagian permukaan tulang yang menonjol.

2.1.2.3 Tahapan Luka Dekubitus

Salah satu cara yang paling awal untuk mengklasifisikan dekubitus

adalah dengan menggunakan sistem nilai atau tahapan (Potter 2006).

1. Tahap I

Eritema tidak pucat pada kulit utuh, lesi kulit yang diperbesar, kulit

tidak berwarna, hangat atau keras juga dapat menjadi indikator.

2. Tahap II

Hilangnya sebagian ketebalan kulit meliputi epidermis dan atau

dermis, ulkus superfisial dan secara klinis terlihat seperti abrasi lecet

atau lubang yang dangkal.

3. Tahap III

Hilangnya seluruh ketebalan kulit meliputi jaringan subkutan yang

rusak atau nekrotik yang mungkin akan melebar ke bawah, tapi tidak

melampaui yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan

sekitarnya.

4. Tahap IV

Hilangnya seluruh ketebalan kulit disertai dekstruksi ekstensif,

kerusakan jaringan atau kerusakan otot, atau struktur penyangga

seperti tendon, kapsul sendi, dll.

Page 43: PEMANFAATAN VCO

24

Gambar 1.Tahapan Luka Dekubitus

Sumber : NPUAP courtesy of Prof. Hiromi Sanada, Japan

2.1.2.4 Lokasi Dekubitus

Menurut Morison (2003 : 96), Area tubuh yang beresiko tinggi

terhadap dekubitus :

1. Posisi Supinasi (Terlentang)

a. Oksiput

b. Skapula

c. Vertebra

d. Siku

e. Sakrum

f. Tumit

g. Ibu jari kaki

Page 44: PEMANFAATAN VCO

25

2. Posisi Sims (Miring)

a. Telinga

b. Humerus bagian atas

c. Siku

d. Trokhanter Mayor

e. Paha

f. Tungkai bawah

g. Maleolus lateralis dan maleolus Medialis

h. Tumit

3. Posisi Pronasi (Tengkurap)

a. Siku

b. Daerah iga

c. Paha

d. Patela

e. Jari kaki

4. Posisi Semifowler (Setengah Duduk)

a. Oksiput

b. Skapula

c. Sakrum

d. Tuberositas iskhiadika

e. Tumit

f. Ibu jari kaki

Page 45: PEMANFAATAN VCO

26

Gambar 2. Lokasi Dekubitus

Sumber : Moya J. Morisson (2003)

2.1.2.5 Pathofisiologi Luka Dekubitus

Luka dekubitus merupakan dampak dari tekanan yang terlalu lama

pada area permukaan tulang yang menonjol dan mengakibatkan

berkurangnya sirkulasi darah pada area yang tertekan dan lama kelamaan

Page 46: PEMANFAATAN VCO

27

jaringan setempat mengalami iskemik, hipoksia, dan berkembang menjadi

nekrosis. Tekanan yang normal pada kapiler adalah 32 mmHg. Apabila

tekanan kapiler melebihi dari tekanan darah dan struktur pembuluh darah

pada kulit, maka akan terjadi kolaps. Dengan terjadi kolaps akan

menghalangi oksigenasi dan nutrisi ke jaringan, selain itu area yang

tertekan menyebabkan terhambatnya aliran darah. Dengan adanya

peningkatan tekanan arteri kapiler terjadi perpindahan cairan ke kapiler,

ini akan menyokong untuk terjadi edema dan konsekuensinya terjadi

autolisis. Hal lain juga bahwa aliran limpatik menurun ini juga menyokong

terjadi edema dan mengkontribusi untuk terjadi nekrosis pada jaringan

(Suriadi 2004).

Bagan 1. Alur pathofisiologi luka dekubitus

Tekanan yang terlokalisir

Peningkatan tekanan arteri kapiler pada kulit

Terhambatnya aliran darah

Iskemik

Nekrosis

Sumber : Suriadi (2004)

Page 47: PEMANFAATAN VCO

28

2.1.2.6 Faktor Penyembuhan Luka

Menurut Suriadi (2004), faktor yang mempengaruhi pada

penyembuhan luka dapat dibagi menjadi dua faktoryaitu sistemik dan

faktor lokal :

1. Faktor Sistemik

a. Usia

Pada usia lanjut proses penyembuhan luka lebih lama

dibandingkan dengan usia muda. Faktor ini karena kemungkinan

adanya proses degenerasi, tidak adekuatnya pemasukan makanan,

menurunnya kekebalan, dan menurunnya sirkulasi.

b. Nutrisi

Faktor nutrisi sangat penting dalam proses penyembuhan luka.

Pada pasien yang mengalami penurunan tingkat diantaranya serum

albumin, total limfosit, dan transferin adalah merupakan resiko

terhambatnya proses penyembuhan luka. Selain protein, vitamin A,

E dan C juga mempengaruhi dalam proses penyembuhan luka.

Kekurangan vitamin A menyebabkan berkurangnya produksi

macrophag yang konsekuensinya rentan terhadap infeksi, retardasi

epitelialisasi, dan sintesis kolagen (Freiman et al 1970). Defisiensi

vitamin E mempengaruhi pada produksi kolagen (Pollack SV 1979

dan Brown RG 1969). Sedangkan defisiensi vitamin C

menyebabkan kegagalan fibroblast untuk memproduksi kolagen,

Page 48: PEMANFAATAN VCO

29

mudahnya terjadi ruptur pada kapiler dan rentan terjadi infeksi

(Pollack SV 1984 dalam Suriadi 2004).

c. Insufisiensi Vascular

Insufisiensi vascular juga merupakan faktor penghambat pada

proses penyembuhan luka. Seringkali pada kasus luka ekstremitas

bawah seperti luka diabetik, dan pembuluh arteri dan atau vena

kemudian dekubitus karena faktor tekanan yang semuanya akan

berdampak pada penurunan atau gangguan sirkulasi darah.

d. Obat-obatan

Terutama sekali pada pasien yang menggunakan terapi steroid,

kemoterapi dan imunosupresi.

2. Faktor Lokal

a. Suplai darah

b. Infeksi

Infeksi sistemik atau lokal dapat menghambat penyembuhan luka.

c. Nekrosis

Luka dengan jaringan yang mengalami nekrosis dan eskar akan

dapat menjadi faktor penghambat untuk perbaikan luka.

d. Adanya benda asing pada luka

2.1.2.7 Fisiologi dan Fase Penyembuhan Luka

Menurut Suriadi (2004), Penyembuhan luka adalah suatu proses

yang kompleks dengan melibatkan banyak sel. Proses yang dimaksudkan

Page 49: PEMANFAATAN VCO

30

disini karena penyembuhan luka melalui beberapa fase. Fase tersebut

meliputi : koagulasi, inflamasi, proliferasi, dan fase remodeling.

1. Fase Koagulasi

Pada fase koagulasi merupakan awal proses penyembuhan luka dengan

melibatkan platelet. Awal pengeluaran platelet akan menyebabkan

vasokonstriksi dan terjadi koagulasi. Proses ini adalah sebagai

hemostasis dan mencegah perdarahan yang lebih luas. Pada tahapan ini

terjadi adhesi, agregasi, dan degranulasi pada sirkulasi platelet di

dalam pembentukan gumpalan fibrin. Kemudian suatu plethora

mediator dan cytokin dilepaskan seperti transforming growth factor

beta(TGFB), platelet derived growth factor (PDGF), vascular

endothelial growth factor (VEGF), platelet activating factor (PAF),

dan insulinilke growth factor-1 (IGF-1), yang akan mempengaruhi

edema jaringan dan awal inflamasi. VEGF, suatu faktor permeabilitas

vaskuler, akan mempengaruhi extravasasi protein plasma untuk

menciptakan suatu struktur sebagai penyokong yang tidak hanya

mengaktifkan sel endotelial tetapi juga leukosit dan sel epithelial.

Untuk proses koagulasi ini ada manfaatnya, akan tetapi pada perlukaan

yang berat seperti luka bakar yang luas, akan berdampak negatif pada

suplai darah yaitu bila terjadi koagulasi dapat mengakibatkan iskemik

pada jaringan.

Page 50: PEMANFAATAN VCO

31

2. Fase Inflamasi

Fase inflamasi mulainya dalam beberapa menit setelah luka dan

kemudian dapat berlangsung sampai beberapa hari. Selama fase ini,

sel-sel inflamatory terikat dalam luka dan aktif melakukan

penggerakan dengan lekosites (polymorphonuclearleukocytes atau

neuthropily). Yang pertama kali muncul dalam luka adalah neutrophil.

Mengapa neutrophil, karena densitasnya lebih tinggi dalam dalam

bloodstrem. Kemudian neutrophil akan memfagosit bakteri dan masuk

ke matriks fibrin dalam persiapan untuk jaringan baru. Kemudian

dalam waktu yang singkat mensekresi mediator vasodilatasi dan

cytokin yang mengaktifkan fibroblas dan keratinocytes dan mengikat

macrophag ke dalam luka. Kemudian macrophag memfagosit

pathogen, dan sekresi cytokin, dan growth factor seperti fibroblast

growth factor (FGF), epidermal growth factor (EGF), vascular

endothelial growth factor (VEGF), tumor necrosis factor (TNF-alpha),

interferon gamma (IFN-gamma) , dan interleukin-1 (IL-1), kimia ini

juga akan merangsang infiltrasi, proliferasi dan migrasi fibroblast dan

sel endotelial (dalam hal ini angiogenseis). Angiogenesis adalah suatu

proses dimana pembuluh-pembuluh kapiler darah yang baru mulai

tumbuh dalam luka setelah injury dan sangat penting perannya dalam

fase proliferasi. Fibroblast dan sel endothelial mengubah oksigen

molekular dan larut dengan superokside yang merupakan senyawa

penting dalam resistensi terhadap infeksi maupun pemberian isyarat

Page 51: PEMANFAATAN VCO

32

oksidatif dalam menstimulasi produksi growth factor lebih lanjut.

Dalam proses inflamatory adalah suatu perlawanan terhadap infeksi

dan sebagai jembatan antara jaringan yang mengalami injury dan

untuk pertumbuhan sel-sel baru.

3. Fase Proliferasi

Apabila tidak ada infeksi dan kontaminasi pada fase inflamasi, maka

akan cepat terjadi fase proliferasi. Pada fase proliferasi ini terjadi

proses granulasi dan kontraksi. Fase proliferasi ditandai dengan

pembentukan jaringan granulasi dalam luka, pada fase ini macrophag

dan lymphocytes masih ikut berperan, tipe sel predominan mengalami

proliferasi dan migrasi termasuk sel epitelial, fibroblast, dan sel

endotelial. Proses ini tergantung pada metabolik, konsentrasi oksigen

dan faktor pertumbuhan. Dalam beberapa jam setelah injury, terjadi

epitelialisasi dimana epidermal yang mencakup sebagian besar

keratinocytes mulai bermigrasi dan mengalami stratifikasi dan

deferensiasi untuk menyusun kembali fungsi barrier epidermis. Pada

prosesini diketahui sebagai epitelialisasi, juga meningkatkan produksi

ekstraseluler matrik (promotes-ekstracelluler matrix atau disingkat

ECM), growth factor, sitokin dan angiogenesis melalui pelepasan

faktor pertumbuhan seperti keratinocyte growth factor (KGF). Pada

fase proliferasi fibroblast adalah merupakan elemen sintetis utama

dalam proses perbaikan dan berperan dalam produksi struktur protein

yang digunakan selama rekonstruksi jaringan. Secara khusus fibroblast

Page 52: PEMANFAATAN VCO

33

menghasilkan sejumlah kolagen yang banyak. Fibroblast biasanya

akan tampak pada sekeliling luka. Pada fase ini juga terjadi

angiogenesis yaitu suatu proses di mana kapiler-kapiler pembuluh

darah yang baru tumbuh atau pembentukan jaringan baru (granulation

tissue). Secara klinis akan tampak kemerahan pada luka. Kemudian

pada fase kontraksi luka, kontraksi disini adalah berfungsi dalam

memfasilitasi penutupan luka. Menurut Hunt dan Dunphy (1969)

kontraksi adalah merupakan peristiwa fisiologi yang menyebabkan

terjadinya penutupan luka pada luka terbuka. Kontraksi terjadi

bersamaan dengan sintesis kolagen. Hasil dari kontraksi akan tampak

di mana ukuran luka akan tampak semakin mengecil atau menyatu.

4. Fase Remodeling atau Maturasi

Pada fase remodeling yaitu banyak terdapat komponen matrik.

Komponen hyaluronic acid, proteoglycan, dan kolagen yang

berdeposit selama perbaikan untuk memudahkan perekatan pada

migrasi seluler dan menyokong jaringan. Serabut-serabut kolagen

meningkat secara bertahap dan bertambah tebal kemudian disokong

oleh proteinase untuk perbaikan sepanjang garis luka. Kolagen

menjadi unsur yang utama pada matrik. Serabut kolagen menyebar

dengan saling terikat dan menyatu dan berangsur-angsur menyokong

pemulihan jaringan. Remodeling kolagen selama pembentukan skar

tergantung pada sintesis dan katabolisme kolagen secara terus

menerus.

Page 53: PEMANFAATAN VCO

34

Bagan 2. Fisiologi Penyembuhan Luka

Injury

Hemostasis : Koagulasi, agregasi platelet

Inflamasi :Granulosites, macrophag, fagositosis

Fibroblast

Epitelialisasi

Sintesis kolagen dan kontraksi

Remodeling : adanya lisis dan sintesis kolagen

Peningkatan serabut kolagen

Penyembuhan luka

Sumber : Suriadi (2004)

2.1.3 Massage

2.1.3.1 Pengertian

Massage dalam bahasa Arab dan Perancis berarti menyentuh atau

meraba. Dalam bahasa Indonesia disebut sebagai pijat atau urut. Selain itu

massage dapat diartikan sebagai pijat yang telah disempurnakan dengan

ilmu-ilmu tentang tubuh manusia atau gerakan-gerakan tangan yang

mekanis terhadap tubuh manusia dengan mempergunakan bermacam-

macam bentuk pegangan atau teknik (Bambang 2012).

Page 54: PEMANFAATAN VCO

35

Ahmad Rahim (1988: 1) mendefinisikan pemijatan (massage)

sebagai suatu perbuatan melulut tubuh dengan tangan (manipulasi) pada

bagian-bagian yang lunak, dengan prosedur manual atau mekanik yang

dilaksanakan secara metodis dengan tujuan menghasilkan efek fisiologis,

profilaktif, dan terapeutik bagi tubuh.

Massage dalam hal ini merupakan manipulasi dari struktur jaringan

lunak yang dapat menenangkan serta mengurangi stress psikologis dengan

meningkatkan hormon morphin endogen seperti endorphin, enkefalin dan

dinorfin sekaligus menurunkan kadar stress hormon seperti hormon

cortisol, norepinephrine dan dopamine (Best et al. 2008: 446). Secara

fisiologis, massage terbukti dapat menurunkan denyut jantung,

meningkatkan tekanan darah, meningkatkan sirkulasi darah dan limfe,

mengurangi ketegangan otot, meningkatkan jangkauan gerak sendi serta

mengurangi nyeri (Callaghan 1993).

Massage yang kuat pada area tonjolan tulang atau kulit yang

kemerahan dihindarkan. Penggunaan massage untuk mencegah luka tekan

masih kontroversial, mengingat tidak semua jenis massage bisa digunakan.

Namun massage di area tulang menonjol atau bagian kulit yang telah

menunjukkan kemerahan atau discolorisation patut dihindari karena hasil

biopsi post mortem pada jaringan yang di lakukan massage menunjukkan

adanya degenerasi jaringan, dan maserasi (Dyson 1978 dalam AHCPR

2008 dan Pieters et al 2005). Teknik massage yang diperbolehkan hanya

efflurage namun tidak untuk jaringan diatas tulang yang menonjol maupun

Page 55: PEMANFAATAN VCO

36

yang telah menunjukkan kemerahan ataupun pucat. Lama waktu massage

yang digunakan masih bervariasi antara 15 menit (Ceichle 1958 dalam

Pieters 2005), dan 4 – 5 menit (Ellis & Bentz 2007). Massage umumnya

dilakukan 2 kali sehari setelah mandi (Ellis & Bentz 2007 dalam

Handayani 2010).

2.1.3.2 Jenis Massage

Menurut Bambang (2012), jenis massage terdiri atas :

1. Sport Massage (Massage Kebugaran)

Sport Massage (Massage Kebugaran) yaitu pijat yang dipakai dalam

lingkup sport saja dan bertujuan untuk membentuk serta memelihara

kondisi fisik para olahragawan agar tetap sehat dan bugar.

2. Remidial Massage (Massage Penyembuhan)

Remidial Massage (Massage Penyembuhan) yaitu pijat yang dilakukan

untuk memulihkan beberapa macam penyakit tanpa memasukkan obat

ke dalam tubuh dan bertujuan untuk meringankan atau mengurangi

keluhan atau gejala pada beberapa macam penyakit yang merupakan

indikasi untuk dipijat.

3. Cosmetic Massage

Cosmetic massage yaitu pijat yang dipakai dalam bidang pemeliharaan

kecantikan dan bertujuan untuk membersihkan serta menghaluskan

kulit dan menjaga agar kulit tidak lekas mengkerut.

Page 56: PEMANFAATAN VCO

37

2.1.3.3 Teknik Massage

Ahmad Rahim (1988) mengemukakan manipulasi pokok

massageadalah:

1. Effleurage (menggosok), yaitu gerakan ringan berirama yang

dilakukan pada seluruh permukaan tubuh. Tujuannya adalah

memperlancar peredaran darah dan cairan getah bening (limfe).

2. Friction (menggerus), yaitu gerakan menggerus yang arahnya naik

danturun secara bebas. Tujuannya adalah membantu

menghancurkanmiogelosis, yaitu timbunan sisa-sisa pembakaran

energi (asam laktat) yang terdapat pada otot yang menyebabkan

pengerasan pada otot.

3. Petrissage (memijat), yaitu gerakan menekan kemudian meremas

jaringan. Tujuannya adalah untuk mendorong keluarnya sisa-sisa

metabolisme dan mengurangi ketegangan otot.

4. Tapotemant (memukul), yaitu gerakan pukulan ringan berirama yang

diberikan pada bagian yang berdaging. Tujuannya adalah mendorong

atau mempercepat aliran darah dan mendorong keluar sisa-

sisapembakaran dari tempat persembunyiannya.

5. Vibration (menggetarkan), yaitu gerakan menggetarkan yang

dilakukan secara manual atau mekanik. Mekanik lebih baik daripada

manual. Tujuannya adalah untuk merangsang saraf secara halus dan

lembut agar mengurangi atau melemahkan rangsang yang berlebihan

pada saraf yang dapat menimbulkan ketegangan.

Page 57: PEMANFAATAN VCO

38

2.1.3.4 Efek Terapeutik atau Manfaat

1) Efek terapeutik atau manfaat massage

Menurut Bambang (2012) tujuan dari terapi massage yaitu :

a. Melancarkan peredaran darah terutama peredaran darah vena

(pembuluh balik) dan peredaran getah bening (air limphe).

b. Menghancurkan pengumpulan sisa-sisa pembakaran di dalam sel-

sel otot yang telah mengeras yang disebut miogelosis (asam laktat).

c. Menyempurnakan pertukaran gas-gas dan zat-zat di dalam jaringan

atau memperbaiki proses metabolisme.

d. Menyempurnakan pembagian zat-zat makanan keseluruh tubuh.

e. Menyempurnakan proses pencernaan makanan.

f. Menyempurnakan proses pembuangan sisa-sisa pembakaran

(sampah-sampah) ke alat-alat pengeluaran atau mengurangi

kelelahan.

g. Merangsang otot-otot yang dipersiapkan untuk bekerja yang lebih

berat, menambah tonus otot (daya kerja otot), efisiensi otot

(kemampuan guna otot) dan elastisitas otot (kekenyalan otot).

h. Merangsangi jaringan-jaringan saraf, mengaktifkan saraf sadar dan

kerja saraf otonomi (tak sadar).

i. Membantu penyerapan (absorbsi) pada peradangan bekas luka.

j. Membantu pembentukan sel-sel baru dalam perkembangan tubuh.

k. Membersihkan dan menghaluskan kulit.

Page 58: PEMANFAATAN VCO

39

l. Memberikan perasaan nyaman, segar dan kehangatan pada tubuh.

m. Menyembuhkan atau meringankan berbagai gangguan penyakit

yang boleh dipijat.

2) Efek terapeutik ataumanfaat effleurage

Efek terapeutik atau efek penyembuhan dari efleurage ini antara

lain adalah :

a. Membantu melancarkan peredaran darah vena dan peredaran getah

bening / cairan limfe.

b. Membantu memperbaiki proses metabolisme.

c. Menyempurnakan proses pembuangan sisa pembakaran atau

mengurangi kelelahan.

d. Membantu penyerapan (absorpsi) oedema akibat peradangan

e. Relaksasi dan mengurangi rasa nyeri.

2.1.4 VCO (Virgin Coconut Oil)

2.1.4.1 Pengertian

Virgin Coconut Oil (VCO) adalah minyak kelapa murni yang

dibuat tanpa pemanasan atau dengan pemanasan minimal

(Handayani2010). Menurut Lanny (2012), VCO (Virgin Coconut Oil)

adalah Minyak kelapa murni yang proses produksinya tidak melalui

tahapan RBD (Refined, bleached, dan deodorized).Virgin Coconut Oil

(VCO) adalah minyak kelapa murni yang mempunyai khasiat ampuh

sebagai penyembuh aneka penyakit (Syah 2005).

Page 59: PEMANFAATAN VCO

40

2.1.4.2 Kandungan

Minyak kelapa mengandung vitamin-vitamin yang larut dalam

lemak, yaitu vitamin A, D, E, dan K serta pro-vitamin A (karoten).Oleh

sebab itu, minyak ini sangat penting bagi metabolisme tubuh.Selain itu,

minyak kelapa mengandung sejumlah asam lemak jenuh dan asam lemak

tak jenuh.

Menurut Balai Penelitian tanaman kelapa dan palma lain Balitka

(2007), telah menghasilkan empat varietas kelapa dalam unggul, yaitu

Tenga, Palu, Bali dan Mapanget. Penelitian tersebut menganalisis tentang

kopra. Kopra adalah bahan baku bagi pembuatan minyak goreng dan

turunannya. Komposisi asam-asam lemak yang dianalisis dari kopra

keempat varietas tersebut tertinggi yaitu asam laurat 36,12 - 38,28%, asam

miristat 13,42 – 15,90%, asam kaprilat 8,78 – 11,10%, asam kaprat 6,38 –

8,08%, asam palmitat 6,48 – 7,95%, asam oleat 4,27 – 5, 26%, asam

stearat 1,76 – 2,54%, dan asam linoleat 1,44 – 1,66%. Dengan demikian,

hasil analisis minyak murni dari keempat varietas tersebut diperoleh rata-

rata asam lemak rantai sedang 56-57% dengan kadar asam laurat 43%.

Asam lemak rantai sedang lainnya yang mempunyai khasiat untuk

kesehatan adalah asam kaprat, asam oleat (Omega-9), dan asam linoleat

(Omega-6).

Syah (2005) dalam Lucida et al (2008) menyatakan VCO

mengandung 92% asam lemak jenuh yang terdiri dari 48 – 53 % asam

Page 60: PEMANFAATAN VCO

41

laurat, 1,5 – 2,5 % asam oleat, asam lemak lainnya seperti 8% asam

kaprilat, dan 7% asam kaprat.

Menurut Soejobroto (dalam Sutarmi dan Rozaline 2005), minyak

kelapa sebenarnya memiliki banyak kelebihan, 50% asam lemak pada

minyak kelapa adalah asam laurat dan 7% asam kapriat. Kedua asam

tersebut merupakan asam lemak jenuh rantai sedang yang mudah

dimetabolisir dan bersifat antimikroba (anti virus, anti bakteri, dan anti

jamur) sehingga dapat meningkatkan imun tubuh (kekebalan tubuh) dan

mudah diubah menjadi energi.Dalam tubuh, asam laurat menjadi

monolaurin, sedangkan asam kapriat menjadi monokaprin.Selain itu,

ternyata hasil pecahan lemak jenuh rantai sedang jarang disimpan sebagai

lemak dan jarang menumpuk di pembuluh darah. Minyak kelapa memiliki

kadar asam lemak tidak jenuh ganda omega-3 eicosa-penta-einoic-acid

(EPA) dan docasa-hexaenoic acid (DHA) yang dapat menurunkan very

low density lipoprotein (VLDL) dan viskositas darah, menghambat

tromboksan, serta mencegah penyumbatan pembuluh darah. Asam lemak

pada minyak kelapa banyak mengandung MCFA (medium chain fatty

acid) yang berfungsi memperbaiki asam lemak tubuh secara sinergis

dengan asam lemak esensial. Dengan mengkonsumsi MCFA, bisa

meningkatkan efisiensi asam lemak esensial sebesar 100%. Kandungan

MCFA juga sama seperti air susu ibu (ASI), yaitu memberi gizi dan

melindungi tubuh dari penyakit menular dan penyakit degeneratif.

Page 61: PEMANFAATAN VCO

42

2.1.4.3 Manfaat VCO

Price (2003) menyatakan jika menggunakan lotion biasa untuk

perawatan kulit, umumnya lotion menggunakan komponen air sehingga

ketika dipakai akan memberikan kesegaran sesaat namun ketika

kandungan airnya hilang karena penguapan, maka kulit menjadi kering.

Price (2003) juga menyatakan minyak kelapa yang diolah untuk

konsumsi sebagai minyak goreng akan kehilangan sebagian zat-zat aktif

yang dibutuhkan kulit karena pengolahan dengan pemanasan dan

penjernihan oleh karena itu jika dipakai sebagai bahan topikal untuk

perawatan kulit mengakibatkan terciptanya radikal bebas di permukaan

kulit dan menyebabkan kerusakan jaringan konektif. Hal demikian dapat

dihindari dengan memilih bahan topikal minyak kelapa yang diolah

dengan baik yaitu tanpa pemanasan suhu tinggi dan tidak dijernihkan

seperti pada VCO.

Pemanfaatan VCO (Virgin Coconut Oil) sebagai dasar krim

pelembab karena VCO banyak mengandung pelembab alami dan

antioksidan yang penting untuk perawatan kulit dan mampu menghasilkan

emulsi yang relatif stabil dan pH mendekati nilai yang diinginkan sebagai

bahan pelembab kulit (Nilansari 2006). Potter dan Perry (2005)

mengatakan setelah kulit dibersihkan gunakan pelembab untuk melindungi

epidermis dan sebagai pelumas tapi tidak boleh terlalu pekat.

Menurut Sutarmi dan Hartin Rozalin (2005), komponen minyak

kelapa terdiri dari asam lemak jenuh (90%) dan minyak tak jenuh (10%).

Page 62: PEMANFAATAN VCO

43

Tingginya kandungan asam lemak jenuh menjadikan minyak kelapa

sebagai sumber saturated fat. Dalam minyak kelapa murni terdapat MCFA

(medium chain fatty acid). MCFA merupakan komponen asam lemak

berantai sedang yang memiliki banyak fungsi, antara lain mampu

merangsang reproduksi insulin sehingga proses metabolisme glukosa

dapat berjalan normal. Selain itu, MCFA juga bermanfaat dalam

mengubah protein menjadi sumber energi. Asam laurat dan asam lemak

jenuh berantai pendek, seperti asam kaprat, kaprilat, dan miristat yang

terkandung dalam minyak kelapa murni dapat berperan positif dalam

proses pembakaran nutrisi makanan menjadi energi. Fungsi lain dari zat

ini, antara lain sebagai antivirus, antibakteri, dan antiprotozoa.

Salah satu keistimewaan yang dimiliki lemak kelapa adalah

properti antikuman yang dimilikinya.Antikuman tersebut terdapat pada

MCFA. Semua asam lemak yang termasuk MCFA dan derivatnya (MGs :

Monoglyseride) memiliki kemampuan yang hebat sebagai antikuman.

Caprylic acid (C:8), capric acid (C:10), dan myristic acid (C:14) memiliki

kemampuan yang sangat baik dalam membasmi beragam spesies mikroba

dari kelompok bakteri, cendawan, ragi, serta virus.Sejumlah studi

membuktikan keampuhan asam laurat dalam mengatasi berbagai macam

kuman.Beberapa penelitian menyebutkan bahwa asam laurat adalah

antikuman berspektrum luas.Asam lemak dengan atom karbon berjumlah

12 ini memiliki kemampuan yang sangat baik dalam membasmi bakteri

dan virus berlapis lipid.Kemampuan yang handal tersebut terbentuk karena

Page 63: PEMANFAATAN VCO

44

asam lemak rantai sedang ini dapat menembus ke tubuh mikroorganisme

sehingga dapat melumpuhkannya dengan sempurna. Berikut species

mikroorganisme yang dapat dibasmi oleh asam laurat :

1. Bakteri berlapis lipid :

a. Listeria monocylogenes

b. Helicobacter pylori

c. Haemophilus influenza

d. Staphilococcus aureus

e. Streptococcus agalodiae

f. Streptococcus strain A, B, F dan G

g. Sejumlah bakteri gram positif dan negatif

2. Virus berlapis lipid :

a. Virus cacar

b. HIV (Human Immunodeficiency Virus)

c. HSV (Herpes Simplex Virus)

d. Virus Sarcoma

e. Virus Syncylial

f. VSV (Vesicular Stomatitis Virus)

g. Virus visna

h. Humman lympholeopic virus tipe-1

i. Cytomegavirus

j. Epstein’s barr virus

k. Virus influenza

Page 64: PEMANFAATAN VCO

45

l. Virus leukemia

m. Virus pneumonia

n. HVC (Hepatitis Virus C)

2.1.4.4 Peran dan Kegunaan

Menurut Bogadenta (2013) VCO berkhasiat untuk meningkatkan imun

tubuh, mencegah penuaan dini, membantu penyembuhan virus HIV,

mengendalikan diabetes, membantu menguatkan gigi, mempercepat proses

penyembuha luka, melawan berbagai infeksi dan virus, mencegah masalah

jantung.

Menurut Lanny (2012 : 166) Penyakit yang dapat disembuhkan dengan

terapi VCO adalah sebagai berikut :

1. Membantu mengatasi hiperlipidemia (hiperkolesterolemia dan

hipertrigliseridemia).

2. Membantu mengatasi diabetes tipe-2 dan komplikasi yang

ditimbulkannya.

3. Mempercepat penyembuhan penyakit yang disebabkan oleh kuman

baik ketika digunakan secara sistemik ataupun topikal.

4. Membantu pengikisan lemak tubuh bagi yang mengalami kelebihan

berat badan (over weight) dan obesitas.

5. Membantu menyehatkan jantung bagi penderita jantung koroner.

6. Membantu proses penyembuhan penyakit lever dan beberapa macam

penyakit ginjal.

Page 65: PEMANFAATAN VCO

46

7. Menyembuhkan radang gusi dan infeksi pada rongga mulut.

8. Baik untuk dikonsumsi oleh bayi yang mengalami gizi buruk dan

malnutrisi lemak.

9. Membantu mencegah peradangan pasca operasi.

10. Memperlancar pencernaan dan membantu mengatasi gangguan perut.

11. Baik dikonsumsi oleh orang tua yang mengalami kesulitan makan.

12. Aman dikonsumsi oleh pasien pasca operasi atau menderita sakit lama

yang kesulitan mencerna lemak.

13. Bermanfaat untuk memasok energi lemak bagi pasien yang perlu

menjalani diet rendah proteinkarena VCO bebas protein.

14. Jika dioleskan pada kulit yang baru saja terbakar maka lukanya cepat

mengering dan tidak meninggalkan bekas yang mengganggu

keindahan kulit.

15. Jika dioleskan pada kulit yang mengalami atopik dermatitis maka

penyebaran penyakit tersebut dapat dihentikan.

16. Jika digunakan untuk perawatan kulit berjerawat, dapat menghindari

peradangan dan mencegah jerawat baru.

17. Menghaluskan kulit bersisik dan menua.

18. Jika dioleskan pada kulit kepala maka ketombe dapat hilang.

19. Konsumsi secara rutin pada penderita kanker dan HIV/AIDS dapat

meningkatkan kekebalan tubuhnya terhadap infeksi sekunder.

20. Bagi wanita hamil, suplementasi VCO dapat mencegah fatigue,

diabetes gestasional, serta membantu memperlancar proses persalinan.

Page 66: PEMANFAATAN VCO

47

21. Bagi olahragawan, suplementasi VCO berguna untuk meningkatkan

performa latihan dan daya tahan tubuh selama menjalani latihan.

22. Menguatkan tulang dan memelihara kesehatan sendi.

23. Memiliki kekuatan untuk meningkatkan produksi T-Cell pada pasien

kanker sehingga perkembangan kanker dapat dihambat.

24. Berkhasiat sebagai anti tumor payudara. Konsumsi secara rutin dapat

mencegah tumor payudara dan bagi pasien yang telah memiliki tumor

payudara maka bermanfaat untuk menghentikan perkembangannya.

25. Mempercepat pertumbuhan jaringan dan pemulihan tulang rawan yang

mengalami trauma.

26. Jika digunakan sebagai minyak pijat pada bayi prematur dapat

mempercepat pertumbuhan bayi tersebut.

Page 67: PEMANFAATAN VCO

48

2.2 KERANGKA BERFIKIR

Faktor Ekstrinsik :

Tekanan,

Pergesekandan

Pergeseran,

Kelembaban,

Faktor Intrinsik :

Usia, DekubitusDekubitus Penyembuhan

Temperatur , Derajat IDerajat II Luka

Nutrisi, Dekubitus

Faktor Lain :

Menurunnya

Persepsi sensori,

Imobilisasi,

Keterbatasan aktivitas

Asam laurat, asam miristat, VCO secara

asam kaprilat, asam kaprat, topikal Massage (effleurage)

asam palmitat, asam oleat, pada luka sekitar area luka

asam stearat, asam linoleat

Page 68: PEMANFAATAN VCO

49

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Panti Wredha St.Theresia Dharma Bhakti

Kasih Surakarta dan Panti Wredha Griya Sehat Bahagia (GSB)Karanganyar.

Peneliti lebih memilih tempat penelitian di Panti Wredha, karena Panti

Wredha merupakan rumah perawatan khusus bagi pasien lansia. Hal ini

mempermudah peneliti untuk memperoleh responden pasien lansia.

3.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Maret 2014.

3.3 Bentuk dan Strategi Penelitian

Penelitian ini merupakan bentuk penelitian kualitatif deskriptif

dengan strategi atau desain “Case Study”dengan menggunakan informan

pasien lansia yang menderita dekubitus, perawat dan dokter, sertatindakan

perlakuan dengan pemberian VCO (Virgin Coconut Oil) dengan teknik

massage sebagai objek analisisnya. Luka dekubitus yang timbul akan

diberikan terapi VCO dengan massage 1 kali setiap harinya. Tujuan peneliti

dapat melihat manfaat dari terapi VCO tersebut dengan cara menganalisis

efek penyembuhan dan perubahan yang ditimbulkan. Keinginan peneliti,

VCO dengan massage dapat memberikan efek terapeutik dengan harapan

Page 69: PEMANFAATAN VCO

50

terjadi penurunan derajat luka dekubitus bahkan luka akan sembuh atau

jaringan kulit kembali membaik.

3.4 Sumber Data

Pemahaman mengenai berbagai macam sumber data merupakan

bagian yang sangat penting bagi peneliti karena ketetapan memilih dan

menentukan ketetapan dan kekayaan data atau kedalaman informasi yang

diperoleh. Data tidak akan bisa diperoleh tanpa adanya sumber (Sutopo2006).

Adapun jenis sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

3.4.1 Informan

Pada penelitian kualitatif sumber data dari narasumber sangat

penting perannya sebagai bahan informasi dalam penyusunan laporan.

Dalam penelitian ini peneliti memilih informan yaitu pasien lansia dengan

dekubitus,karena seorang pasien tentunya lebih mengetahui kondisi yang

pasien rasakan (seperti pegal, kesemutan, nyaman, sakit atau nyeridll)

yang dapat menjadi informasi yang dibutuhkan peneliti. Sutopo

menuliskan bahwa informan bukan sekedar memberikan tanggapan pada

apa yang ditanyakan peneliti, tetapi informan bisa lebih memilih arah dan

selera dalam menyajikan informasi yang ia miliki (Sutopo2006).

3.4.2 Tempat dan Peristiwa

Page 70: PEMANFAATAN VCO

51

Penelitian ini dilakukan dengan mengobservasi tempat perawatan

yaitu di kedua Panti Wredha. Tempat perawatan, dan terutama pada bed

atau tempat tidur pasien juga dapat mengakibatkan salah satu faktor

ekstrinsik penyebab terjadinya luka dekubitus, dikarenakan luka dekubitus

akan timbul apabila kelembaban, hygiene, tekanan, pergeseran dan

pergesekan dari kulit pasien ke bed atau tempat tidur pasien tidak

terpantau dengan baik.

3.4.3 Observasi

Penelitian ini dilakukan dengan mengobservasi lansia dengan

melihat dari beberapa segi faktor yang mempengaruhi timbulnya luka

dekubitus. Setelah itu peneliti juga melihat respon perkembangan dari luka

dekubitus setelah diberikan terapi VCO dengan massage dari hari pertama

sampai satu bulan ke depan yaitu hari ke-30.

Sutopo (2006) menuliskan bahwa teknik observasi digunakan

untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, aktivitas,

perilaku, tempat atau lokasi dan benda serta rekaman gambar. Beragam

benda atau alat sederhana yang terlibat dalam suatu peristiwa atau kegiatan

peneliti dapat menjadi sumber data yang penting (Sutopo2006).

3.4.4 Dokumen

Sumber data berupa dokumen atau arsip biasanya merupakan

bahan tertulis yang berhubungan dengan suatu peristiwa atau aktivitas

tertentu. Sumber yang telah disebutkan adalah rekaman tertulis, namun

juga bisa berupa gambar atau benda peninggalan (Sutopo2006).Pada

Page 71: PEMANFAATAN VCO

52

penelitian ini tidak jauh berbeda dengan data yang disebutkan diatas,

karena dalam penelitian ini cara pengambilan datanya mengikuti alur dan

prosedur yang sudah ditetapkan diatas.Yang pertama lansia dengan

dekubitus sebagai obyek penelitianya, kedua data-data tersebut diperoleh

dari buku yang membahas tentang lanjut usia, dekubitus, massage dan

VCO (virgin coconut oil), dan jurnal penelitiaan yang mebahas tentang

VCO dan penerapannya dari berbagai macam luka pada kulit.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

3.5.1 Wawancara mendalam

Wawancara adalah tehnik pengumpulan data melalui proses tanya

jawab alisan yang berlangsung satu arah, artinya pertanyaan datang dari

pihak yang mewawancarai dan jawaban diberikan oleh yang

diwawancarai (Fatoni2006).

Sumber data yang sangat penting dalam penelitian kualitatif

adalah berupa manusia yang dalam posisi sebagai narasumber atau

informan. Untuk mengumpulkan informasi dari sumber data ini

diperlukan tehnik wawancara, yang dalam penelitian kualitatif khususnya

dilakukan dalam bentuk yang disebut wawancara yang mendalam(in-

depthinterviewieng). Teknik wawancara ini merupakan teknik yang

paling banyak digunakan dalam penelitian kualitatif (Sutopo2006).

3.5.2 Observasi

Page 72: PEMANFAATAN VCO

53

Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan

melalui suatu pengamatan, dengan disertai dengan pencatatan-pencatatan

terhadap keadaan atau perilaku objek sasaran (Fatoni2006).Menurut

Sutopo (2006) observasi dibagi menjadi dua yaitu tak berperan dan

observasi berperan. Observasi berperan meliputi observasi berperan aktif,

dan observasi berperan penuh (Sutopo2006).

Pada penilitian ini pengolahan data termasuk kedalam observasi

berperan penuh. Karena jenis observasi ini diartikan bahwa peneliti

memang memiliki peran dalam lokasi studinya, sehingga benar-benar

terlibat dalam suatu kegiatan yang ditelitinya (Sutopo2006).

Observasi pada penelitian ini langsung dilakukan untuk

mengamati pasien lansiayang berada di Panti Wredha St.Theresia

Dharma Bhakti Kasih Surakarta dan Panti Wredha Griya Sehat Bahagia

(GSB) Karanganyar. Pada hal ini yang perlu diamati adalah lansia yang

mengalami luka dekubitus (derajat II). Pasien lansia dengan dekubitus

dilakukan pengkajian untuk mengetahui derajat kedalaman luka

dekubitus dan faktor penyebab yang memperparah kondisi luka

dekubitus tersebut.

3.5.3 Analisis dokumen

Studi dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan

mempelajari catatan-catatan mengenai suatu data (Fathoni2006).

Dokumen tertulis merupakan sumber data yang memiliki posisi penting

dalam peneliti kualitatif (Sutopo2006). Pada penelitian ini sumber data

Page 73: PEMANFAATAN VCO

54

dokumen diperoleh dari buku dan jurnal mengenai VCO (virgin coconut

oil) dan pemanfaatanya untuk luka. Setalah dilakukan analisa dapat

dilihat hasilnya bahwa bagaimanakah peran dan pemanfaatan VCO pada

luka dekubitus yang sebenarnya.

3.6 Teknik Sampling

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan

purposive sampling. Purposive sampling merupakan teknik pengambilan

sampel bertujuan dilakukan tidak berdasarkan strata, kelompok, atau acak

tetapi berdasarkan pertimbangan atau tujuan tertentu (Saryono 2013).Pada

studi pendahuluan sebelumnya peneliti memperoleh jumlah pasien lansia

dekubitus yang berada di Panti Wredha St.Theresia Dharma Bhakti Kasih

Surakarta sebanyak 1 orang dan di Panti Wredha Griya Sehat Bahagia (GSB)

Karanganyar sebanyak 1 orang. Jumlah lansia yang menderita luka dekubitus

yang berada di kedua panti tersebut tersebut akan dilakukan pengkajian untuk

mengetahui kondisi luka dekubitus yang dialaminya. Pasien yang masuk

kriteria akan dijadikan sampel oleh peneliti.

3.7 Validitas Data

Data yang telah berhasil digali di lapangan studi, dikumpulkan dan

dicatat dalam kegiatan penelitian, harus diusahakan bukan hanya untuk

kedalam dan kemantapanya tetapi juga bagikemantapan dan kebenaranya.

Oleh karena itu setiap peneliti harus bisa memilih dan menentukan cara-cara

Page 74: PEMANFAATAN VCO

55

yang tepat untuk mengembangkan validitas data yang diperolehnya.Dalam

penilitian kualitatif terdapat beberapa cara yang bisa dipilih untuk

pengembangan validitas data penelitian. Cara-cara tersebut antara lain bisa

berupa beberapa tehnik trianggulasi(triangulation) yaitu :

3.7.1 Trianggulasi Sumber

Teknik ini mengarakan peneliti agar di dalam mengumpulkan data,

peneliti wajib menggunakan beragam sumber data yang berbeda-beda

yang tersedia. Artinya, data yang sama atau sejenis akan lebih mantap

kebenaranya bila digali dari beberapa sumber data yang berbeda. Dengan

demikian apa yang diperoleh dari sumber yang satu, bisa lebih teruji

kebenaranya bilamana dibandingkan dengan data sejenis yang diperoleh

dari sumber lain yang berbeda, baik sumber sejenis atau sumber yang

berbeda jenisnya.

3.7.2 Trianggualsi Metode

Teknik trianggulasi ini dilakukan oleh seorang peneliti dengan cara

mengumpulkan data sejenis tetapi degan menggunakan teknik atau metode

pengumpulan data yang berbeda dan bahkan lebih jelas untuk diusahakan

mengarah pada sumber data yang sama untuk menguji kemantapan

informasinya.

3.7.3 Trianggulasi Penelitian

Trianggulasi penelitian adalah hasil penelitian baik data ataupun

simpulan mengenai bagian tertentu atau keseluruhannya yang bisa diuji

validitasnya dari beberapa peneliti yang lain. Dari pandangan dan tafsir

Page 75: PEMANFAATAN VCO

56

yang dilakukan oleh beberapa peneliti terhadap semua informasi yang

berhasil digali dan dikumpulkan yang berupa catatan dan bahkan sampai

dengan simpulan-simpulan sementara, diharapkan bisa terjadipertemuan

pendapat yang pada akhirnya bisa lebih memantapkan hasil akhir

penelitian.

3.7.4 Trianggulasi Teori

Trianggulasi ini dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan

perspektif lebih dari suatu teori dalam membahas permasalahan yang

dikaji. Dalam melakukan triangulasi ini, peneliti wajib memahami teori-

teori yang digunakan dan keterikatanya dengan permasalahan yang diteliti

sehingga mampumenghasilkan simpulan yang mantap,bisa

dipertanggungjawabkan, dan benar-benar memiliki makna yang mendalam

serta bersifat multiperspektif. Meski demikian, dalam hal ini peneliti bisa

menggunakan suatu teori khusus yang di gunakan sebagai fokus utama

dari kajianya secara lebih mendalam dari pada teori yang lain juga yang

digunakan (Sutopo2006).

3.8 Analisa Data

Penelitian kualitatif proses analisis dilakukan sejak awal bersamaan

dengan proses pengumpulan data. Teknik analisis dalam penelitian bersifat

induktifyaitu teknik analisis yang tidak dimaksudkan melihat atau

membuktikan suatu prediksi atau suatu gambaran hipotesis penelitian, tetapi

simpulan dan teori yang dihasilkan terbentuk dari data yang dikumpulkan.

Page 76: PEMANFAATAN VCO

57

Sifat analisis induktif menekankan pentingnya apa yang sebenarnya terjadi di

lapangan yang bersifat khusus berdasarkan karakteristik konteksnya. Dalam

penelitian ini analisis induktif yang digunakan adalah teknik analisis jalinan,

alur jalinannya adalah dari pengumpulan data yang memperoleh catatan

lengkap, kemudian peneliti menyusun reduksi data, lalu dikembangkan sajian

data, dan dari sajian data tersebut peneliti berusaha menarik simpulan

sementara dan diusahakan untuk diverifikasi kemantapannya dengan

melakukan pengumpulan data kembali, demikian seterusnya kegiatan

berulang secara berkelanjutan dengan menyusun reduksi data, sajian data, dan

menarik simpulan serta verifikasinya (Sutopo2006).Adapun model analisis

jalinan ini digambarkan dalam bagan sebagai berikut :

Bagan 4.Model Analisis Jalinan

proposal pengumpulan data penulisan laporan

pengumpulan data - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Reduksi data

Sajian data

Penarikan simpulan/

verifikasi

Sumber : Sutopo (2006)

Page 77: PEMANFAATAN VCO

58

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Wilayah Penelitian

4.1.1 Lokasi Penelitian

4.1.1.1 Panti Wredha St.Theresia Dharma Bhakti Kasih Surakarta

Panti Wredha St.Theresia Dharma Bhakti Kasih Surakarta terletak

di Jalan Kalingga Utara Gang 6 Desa Bayan RT 07 RW 27 Kadipiro,

Kecamatan Banjarsari, Surakarta. Panti Wredha St.Theresia Dharma

Bhakti Kasih Surakarta berdiri sejak 12 Desember 2001 dengan surat

Pengesahan Yayasan SK.AHU-2938.AH.01.04 yang diresmikan oleh

Oeskop Ir.Soeharyo yaitu Pimpinan Gereja Seluruh Jawa Tengah, dengan

Notaris Ninoek Poernomo,SH. Panti Wredha St.Theresia Dharma Bhakti

Kasih Surakarta diketuai oleh Bapak Michael Prasetyo, SH dan

koordinator panti adalah Ibu Agustina Sri Haryanti Sumali, S.Pd.

Panti Wredha St.Theresia Darma Bhakti Kasih Surakarta

merupakan salah satu dari beberapa panti di Surakarta yang menerima

perawatan lansia yang terlantar. Panti Wredha St.Theresia Dharma Bhakti

Kasih Surakarta mempunyai luas area 10.000m2. Bangunan Panti Wredha

St.Theresia Dharma Bhakti Kasih Surakarta mempunyai fasilitas 7 kamar

tidur dibagian bangsal dan 22 kamar tidur dibagian VIP, 2 kamar isolasi,

11 KM/WC dibagian bangsal dan 22 KM/WC dibagian VIP, sebuah aula

kecil yang dapat menampung 150 orang dan sebuah aula besar yang dapat

Page 78: PEMANFAATAN VCO

59

menampung 300 orang, selain itu mempunyai sebuah dapur, 2 ruang tv, 1

ruang makan, 1 kamar tamu, 1 ruang doa dan disetiap tepi kamar tidur

terdapat teras yang memadahi untuk duduk bersantai.

Kondisi disetiap kamar tidur bersih, rapi dengan ventilasi yang

cukup memadahi. Fasilitas disetiap kamar tidur mempunyai bed lengkap

dengan sprei, bantal, selimut, dan perlak pada tempat tidur. Fasilitas untuk

mandi cuci kakus (MCK) disediakan sabun, sikat gigi, odol, shampoo.

Bagi yang berkebutuhan khusus disediakan popok, kursi roda, kruk, cane,

walker, perlengkapan sibin dan pispot.

Terfokus pada kondisi pasien lansia dekubitus, yang pertama dilihat

adalah kebersihan tempat tidurnya, baik sprei, perlak, dan kondisi

kelembaban yang mempengaruhi terjadinya dekubitus. Kondisi pada sprei

perlak cukup bersih hanya saja sprei sedikit terlipat sehingga menunjang

terjadinya dekubitus, Suhu di kamar tidur tidak panas karena terdapat

ventilasi yang memadahi dan didalam ruangan disediakan kipas angin.

4.1.1.2 Panti Wredha Griya Sehat Bahagia (GSB) Karanganyar

Panti Wredha Griya Sehat Bahagia merupakan tempat perawatan

orang lanjut usia (lansia) dengan keadaan sehat maupun membutuhkan

perawatan khusus. Panti Wreda Griya Sehat Bahagia terletak di Jalan Nusa

Indah No.19, Kecamatan Palur, Kabupaten Karanganyar. Panti Wredha

Griya Sehat Bahagia (GSB) Palur Karanganyar berdiri sejak tahun 2002.

Tenanga kerja atau tenaga medis yang ada di Panti Wreda sejumlah 11

Page 79: PEMANFAATAN VCO

60

orang 3 diantara lulusan SPK dan 7 lainya lulusan DIII Keperawatan, S1

Farmasi dan salah satu perawat sebagai koordinator dan hanya ada 1

dokter yang mempunyai hak milik tetap Panti Wredha. Semua aktifitas

dan kegiatan harian sudah terjadwal diprosedur tetap Panti Wredha.

Panti Wredha Griya Sehat Bahagia mempunyai luas bangunan 430

m2 dengan bangunan dua lantai. Panti Wredha Griya Sehat Bahagia dibagi

empat ruangan dengan nama ruangan yang berbeda-beda, yang pertama

Ruang Mawar, kedua Melati, ketiga Anggrek dan ke empat Flamboyan

kemudian dibagi menjadi tiga kelas yang berbeda-beda untuk fasilitasnya.

Pertama kelas VIP yaitu di Ruang Melati, di Ruang Melati terdapat 10

kamar masing-masing kamar hanya ditempati untuk satu pasien dengan

fasilitas didalamnya kamar ada TV 14 inchi, lemari dan tempat tidur yang

terbuat dari bahan sepringbed. Kedua adalah Ruang Mawar untuk kelas

satu yaitu dengan fasilitas 15 bed atau tempat tidur, di dalam ruangan

hanya terdapat satu TV dengan ukuran 21 inchi, dua lemari besar yang

terbuat dari kayuyang digunakan untuk menyipan baju pasien. Ketiga

adalah Ruang Anggrek, Ruang Anggrek dikhususkan untuk kelas dua, di

dalam kamar ada 15 bed atau tempat tidur, terdapat dua lemari dengan

ukuran sedang, kemudian satu kamar mandi, dan terdapat tiga meja untuk

meletakan barang-barang yang diperlukan oleh pasien. Keempat adalah

Ruang Flamboyant yang dikhususkan untuk kelas tiga, di dalam kamar

terdapat 15 bed atau tempat tidur pasien, terdapat dua lemari dengan

Page 80: PEMANFAATAN VCO

61

ukuran besar, satu TV dengan ukuran 14 inchi, empat meja untuk menaruh

barang keperluan pasien, kemuadian dengan satu kamar mandi.

Kondisi untuk setiap kamar tidur dan ruang kumpul bersih, rapi

dengan ventilasi yang cukup memadahi. Fasilitas disetiap kamar tidur

mempunyai bed lengkap dengan sprei, bantal, selimut, dan perlak pada

tempat tidur. Fasilitas untuk mandi cuci kakus (MCK) disediakan sabun,

sikat gigi, odol, shampoo. Bagi yang berkebutuhan khusus disediakan

popok, kursi roda, kruk, cane, walker, perlengkapan sibin, dan pispot.

4.1.2 Tujuan Institusional Panti Wredha

4.1.2.1 Panti Wredha St.Theresia Dharma Bhakti Kasih Surakarta

Tujuan dari Panti Wredha St.Theresia Dharma Bhakti Kasih

Surakarta yaitu memperhatikan orang lanjut usia dengan kriteria lemah,

miskin, tersingkir, terlantar dan yang membutuhkan. Visi dari Panti

Wredha St.Theresia Dharma Bhakti Kasih Surakarta adalah dengan

semangat cinta kasih Allah kita berperan serta dalam melayani dan

membagi kasih kepada sesama yang lanjut usia atau yang membutuhkan

pertolongan untuk membuktikan kesaksian persaudaraan kristiani yang

sejati. Misi dari Panti Wredha St.Theresia Dharma Bhakti Kasih Surakarta

adalah untuk menjalin kerjasama dengan saudara-saudara para lanjut usia

agar mereka mengalami hidup yang penuh kasih dan perhatian dan masih

dihargai sebagai pribadi.

Page 81: PEMANFAATAN VCO

62

4.1.2.2 Panti Wredha Griya Sehat Bahagia Karanganyar

Tujuan dari Panti Wredha Griya Sehat Bahagia (GSB) Palur

Karanganyar yaitu untuk meningkatkan kualitas hidup para orang lanjut

usia supaya mendapat kehidupan yang bahagia, aman dan nyaman. Visi

Misi dari Panti Wredha Griya Sehat Bahagia (GSB) adalah Cinta Kasih

dan Melayani.

4.1.3 Karakteristik Pasien

Pasien dalam penelitian ini adalah pasien lansia yang mengalami

luka dekubitus derajat II yang terdiri dari 2 orang lansia. Kedua lansia ini

berjenis kelamin perempuan yang dirawat di tempat yang berbeda.

1. Lansia 1 (L1)

Pasien pertama adalah Ny.G yang berusia 68 tahun yang telah dirawat

selama 8 tahun di Panti Wredha St. Theresia Dharma Bhakti kasih

Surakarta. Pasien tersebut mengalami kecacatan fisik dan mental

secara kongenital.

2. Lansia 2 (L2)

Pasien kedua adalah Ny.A yang berusia 75 tahun yang telah dirawat

selama 3 tahun di Panti Wredha Griya Sehat Bahagia (GSB) Palur,

Karanganyar. Pasien tersebut mengalami kelumpuhan pada

ekstremitas bagian bawah. Semua kegiatan Ny.A dibantu orang lain

dan alat.

Page 82: PEMANFAATAN VCO

63

Adapun gambaran karakteristik pasien pada penelitian ini agar

lebih mudah dipahami dan dilihat oleh pembaca terlihat pada

tabel berikut ini :

Tabel 2. Karakteristik Pasien

Pasien Usia Jenis

Kelamin

Lama

dirawat

Tempat

Perawatan

Kondisi

L1 68 th Perempuan 8 th Panti Wreda

St.Theresia

Dharma

Bhakti

Kasih

Surakarta

Kecacatan

fisik dan

mental secara

kongenital

L2 75 th Perempuan 3 th Panti Wredha

Griya Sehat

Bahagia

Karanganyar

Kelumpuhan

pada

ekstremitas

bawah

Page 83: PEMANFAATAN VCO

64

4.2 Sajian Data

Pemberian massage dengan Virgin Coconut Oil (VCO) untuk

mengatasi luka dekubitus derajat II dapat dilakukan tanpa adanya alergi

pada kulit lansia. Pemberian dilakukan selama 30 hari dan observasi

dilakukan setiap kali pada waktu pemberian massage dengan VCO.

Berdasarkan tindakan massage dengan VCO yang telah dilakukan

didapatkan beberapa data yang dapat dianalisis. Sajian data yang tertulis

pada penelitian ini memaparkan hasil observasi pada pasien lansia dengan

dekubitus derajat II dan salah satunya merupakan lansia dengan cacat

mental dan fisik (L1), sehingga untuk proses komunikasi pada lansia ini

dilakukan melalui observasi, berbeda dengan L2 yang dapat

berkomunikasi langsung dengan peneliti. Berikut ini adalah sajian data

dari peneliti mengenai pemanfaatan VCO (virgin coconut oil) dengan

teknik massage dalam penyembuhan luka dekubitus derajat II pada lansia

meliputi : (1) Pengaruh tindakan massage untuk penyembuhan luka

dekubitus derajat II, (2) Pengaruh pemberian teknik massage dengan VCO

(virgin coconut oil) untuk penyembuhan luka dekubitus derajat II, (3)

Kendala penurunan derajat luka dekubitus melalui teknik massage dengan

VCO (virgin coconut oil).

Page 84: PEMANFAATAN VCO

65

4.2.1 Pengaruh tindakan massage untuk penyembuhan luka dekubitus

derajat II

Prosedur pemberian massage dilakukan dengan posisi pasien

senyaman mungkin (miringkan ke kanan atau ke kiri). Perawat berada di

sebelah kanan pasien saat pasien dimiringkan ke sebelah kiri dan begitu

juga sebaliknya. Setelah itu, melepas atau membuka baju daster bagian

punggung pasien kemudian mengambil VCO dengan menggunakan spuit

sebanyak 2 cc dan menyemprotkan perlahan pada bagian punggung.

Sebelum massage dimulai VCO dioleskan merata dan lembut dengan

menggunakan jari pada luka sampai minyak tersebut kering dengan tujuan

agar luka tidak becek, karena minyak terlalu banyak akan menghambat

pertumbuhan jaringan kulit pada luka. Setelah memastikan luka sudah

kering, baru dilaksanakan pemijatan di sekitar area luka dekubitus.

Pada penelitian ini teknik pemijatan yang digunakan adalah metode

effleurage (menggosok atau mengusap) dengan menggunakan kedua

telapak tangan secara bergantian antara kanan dan kiri. Pemijatan tersebut

dilakukan selama 4 menit dengan arah massage yang pertama adalah dari

bawah ke atas, yang kedua dari atas ke bawah, ketiga dari kanan ke kiri

dan yang terakhir dari kiri ke kanan. Massage dengan teknik effleurage

tersebut dilakukan oleh dua perawat yang berada di tempat yang berbeda.

Perawat I merupakan perawat yang berada di Panti Wredha St.Theresia

Dharma Bhakti Kasih Surakarta. Perawat II merupakan perawat yang

Page 85: PEMANFAATAN VCO

66

berada di Panti Wredha Griya Sehat Bahagia Karanganyar. Perawat I

mengelola lansia 1 (L1) dan perawat II mengelola lansia 2 (L2).

Teknik massage yang dilakukan oleh perawat I dan perawat II

sudah sesuai prosedur, hanya saja terdapat perubahan dalam arah massage

pada perawat I yaitu dihari ke-5 sedangkan perawat II mengalami

perubahan arah massage dihari ke-12. Perubahan arah massage yang

dilakukan perawat I dan perawat II tertuang dalam hasil wawancara

peneliti dengan perawat sebagai berikut :

Perawat I :

“…emm ya itu menurut saya lukanya sudah menutup jadi ya saya

massage 2 arah dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas dengan

melewati luka tetapi tetap menggunakan 2 telapak tangan secara

bergantian…”

Perawat II :

“…tetep menggunakan kedua telapak tangan secara bergantian,

tapi hari ini ya cuma saya massage dari bawah ke atas, tapi ya tetap

pelan-pelan sambil lihat ekspresi pasien juga mas…masalahnya

kalau massage sesuai dengan aslinya ribet mas, ewuh”

Deskripsi dari hasil wawancara dengan perawat mengalami

perubahan dalam teknik massage dikarenakan perawat I beranggapan

bahwa luka pada pasien telah mengalami perbaikan dengan ditandai

adanya penutupan jaringan luka, sehingga perawat tidak menghiraukan

teknik massage yang sesuai prosedur. Sedangkan perawat II beranggapan

bahwa massage sesuai dengan prosedur terlalu rumit untuk diterapkan

kepada pasien yang mengalami luka dekubitus.

Page 86: PEMANFAATAN VCO

67

Hasil observasi yang didapatkan peneliti bahwa perawat I dan II

menggunakan teknik massage effleurage dengan menggunakan kedua

telapak tangan antara tangan kanan dan kiri secara bergantian selama 4

menit. Perawat I melakukan teknik massage sesuai dengan prosedur pada

hari ke-1 sampai hari ke-4, menginjak hari ke-5 perawat I merubah arah

massage dengan tidak sesuai prosedur.Perawat I melakukan perubahan

arah massage dikarenakan luka sudah mengalami perbaikan dengan

ditandai jaringan luka menutup, dengan warna merah muda menandakan

pertumbuhan jaringan yang sehat. Sedangkan perawat II tidak

menggunakan prosedur massage pada hari ke-12 karena perawat II

menganggap prosedurnya terlalu rumit untuk diterapkan kepada pasien

yang mengalami luka dekubitus.

Kesimpulan yang diperoleh dari uraian di atas menunjukkan kedua

perawat mempunyai pendapat yang berbeda. Perawat I berpendapat bahwa

luka pada kulit lansia yang telah menutup membuat perawat memutuskan

untuk tidak melanjutkan teknik massage sesuai prosedur. Perawat II

berpendapat bahwa teknik massage sesuai prosedur membuat massage

yang dilakukan oleh perawat menjadi lebih “ribet” atau rumit.

Jarak antara area luka dengan area massage adalah hal yang harus

diperhatikan. Pengukuran jarak tersebut dimaksudkan untuk menghindari

adanya komplikasi dari cidera atau perlukaan yang ditimbulkan dari efek

massage bila terlalu dekat dengan luka tersebut. Pengukuran jarak antara

area yang akan dimassage dengan tepi luka tidak pernah dilakukan oleh

Page 87: PEMANFAATAN VCO

68

perawat. Perawat hanya menggunakan perkiraan (feeling) untuk

melakukan pengukuran saat massage diaplikasikan kepada pasien. Kedua

perawat juga tidak melanggar kaidah pemijatan karena kedua perawat

melakukan terapi massage tanpa memijat area luka.

Hal tersebut tertuang di dalam hasil wawancara yang dilakukan

peneliti kepada perawat berikut ini.

Perawat I :

“Kalau jaraknya antara yang dimassage dengan tepi luka sih ya

nggak saya ukur mas ya seumpama saya kira-kira ya sekitar 2

sentimeteran mas, ya mungkin segitulah”

Perawat II :

“Untuk besar tekanan massage emm begini kalau massage

jaraknya ya sekitar 1 sentimeter mungkin mas, tadi masalahnya

saya kira-kira aja mas, ya yang penting nggak kena dilukanya

mas…”

Wawancara yang dilakukan didukung oleh hasil observasi yang

dilakukan oleh peneliti bahwa perawat I melakukan massage tanpa

melakukan pengukuran jarak dengan area tepi luka terlebih dahulu.

Perawat II melakukan hal yang sama yaitu melakukan massage tanpa

mengukur jarak antara area massage dengan tepi luka. Kedua perawat

dalam memperhitungkan jarak massage tanpa menggunakan alat ukur

seperti penggaris atau midline. Perawat I dan II melakukan massage hanya

mengandalkan feeling yang dilakukan dengan pelan, lembut, dan hati-hati

tanpa menyentuh area luka. Setelah luka terjadi perbaikan jaringan dengan

ditandai luka sudah mulai menutup, perawat I dan II sama-sama

melakukan massage dengan melewati tepat di area bekas luka, sehingga

Page 88: PEMANFAATAN VCO

69

tidak ada jarak yang diperhitungkan antara area massage dengan luka

apabila luka sudah menutup. Perawat I pada hari ke-5 melakukan massage

pada seluruh area punggung pasien termasuk juga area luka. Hal tersebut

dilakukan karena pada hari ke-5 luka pasien sudah mengalami penutupan

jaringan dengan baik. Sedangkan perawat II melakukan massage pada

seluruh area punggung termasuk juga pada area luka pada hari ke-12,

dikarenakan kondisi luka pasien saat itu sudah membaik ditandai dengan

jaringan luka yang sudah menutup.

Berdasarkanhasil uraian diatas dapat diketahui perawat hanya

mengandalkan perkiraan dan tidak menggunakan alat ukur dalam

menghitung jarak antara area yang dimassage dengan tepi luka. Tetapi di

dalam massage pasien, perawat juga memperhatikan kaidah memijat yaitu

dengan menghindari perlukaan. Perawat I pada hari ke-5 melakukan

pemijatan tanpa adanya jarak dikarenakan kondisi luka yang sudah baik

ditandai dengan adanya penutupan jaringan. Perawat II pada hari ke-12

juga melakukan pemijatan diseluruh area punggung dan bekas luka karena

luka sudah terjadi perbaikan dengan ditandai adanya penutupan jaringan

kulit.

Besarnya tekanan yang diberikan oleh perawat merupakan salah

satu komponen terapeutik di dalam massage. Perawat I dan perawat II

setiap hari melakukan massage dengan menggunakan tekanan yang lembut

dan pelan. Kedua perawat tersebut dalam melakukan tekanan massage

hanya mengandalkan feeling atau perasaan. Tekanan massage yang

Page 89: PEMANFAATAN VCO

70

diberikan oleh perawat I dan II dilakukan sambil melihat ekspresi pasien

yang dipijatnya. Hasil wawancara yang diperoleh dari perawat adalah

sebagai berikut :

Perawat I :

“Untuk tekanan sih ya nggak besar ya mas masalahnya ya nggak

menekan banget gitu, ya kayak pakai lotion anti nyamuk mas,

lembut pelan gitu mas. Terus kalo ekspresi pasien kesakitan kita ya

lebih pelankan lagi atau pilihan lain ya berhenti sebentar”

Perawat II : “Ya pelan, he’em pelan-pelan kan e… lukanya kan masih keliatan

merah banget takute malah nanti ada darahnya yang keluar mas,

jadinya harus lembut dan pelan-pelan banget kalo diibaratkan ya

kayak nyibin pasien. Ya main feeling aja menggunakan perasaan

sambil lihat ekspresi pasien juga”

Wawancara yang dilakukan didukung oleh hasil observasi yang

dilakukan oleh peneliti bahwa terdapat kesamaan dalam penekanan

massage yang diaplikasikan oleh perawat I dan perawat II. Tekanan

massage yang diterapkan oleh perawat I dan perawat II menggunakan

tekanan lembut dan pelan. Tekanan massage yang dilakukan sebenarnya

sama bila dilihat dari observasi peneliti, hanya saja yang membedakan

adalah cara mereka memperumpamakan tekanan yang mereka maksud.

Tekanan massage yang dilakukan oleh perawat I memperumpamakan

seperti halnya mengusap dan meratakan lotion anti nyamuk. Tekanan

massage yang dilakukan oleh perawat II seperti halnya mengusap minyak

angin pada permukaan kulit pada umumnya. Perawat I dan II melakukan

massage effleurage menggunakan perasaan dan memperhatikan

kenyamanan pasien yang dipijat. Sesuai dengan observasi peneliti bahwa

Page 90: PEMANFAATAN VCO

71

kenyamanan diperoleh pasien diminggu kedua saat luka sudah mengalami

perbaikan jaringan.

Kesimpulan yang didapatkan dari hasil uraian diatas menunjukkan

bahwa dalam hal mengatur tekanan pemijatan yang diterapkan oleh

perawat I dan II adalah menggunakan tekanan yang lembut dan pelan.

Perawat telah menguasai teknik penekanan yang sesuai dengan prosedur

yang ada. Rangsangan penekanan massage yang dilakukan oleh perawat I

dan II memberikan hasil yang positif bagi pasien.

Respon pasien dapat diketahui dari tindakan Massage

yangdilakukan satu kali sehari dengan proses massage yang berlangsung

selama 4 menit setiap harinya. Pada pasien L1 massage dilakukan selama

26 hari perawatan. Sedangkan pada L2 massage dilakukan selama 30 hari

perawatan. Didalam setiap kali pemberian massage dengan VCO, pasien

L1 merasakan nyeri pada hari pertama sampai hari ke-3. Sedangkan pada

L2 merasa nyeri di hari pertama sampai hari ke-5. Berikut ini adalah hasil

wawancara dengan perawat dan pasien tentang nyeri yang dirasakan

pasien :

Perawat I :

“Tadi kelihatan nyeri mas, ya dilihat dari ekspresi pasien itu tadi

apabila dipijat kan langsung mengkerutkan dahi”

Perawat II :

“Ya tadi sih sempet ngeluh nyeri sih terus sekali-kali minta udah

udah berhenti sambil marah-marah, ya kita berhenti sebentar.

Setelah L2 kliatan enakan ya dilanjut lagi mas massage-nya sambil

diajak cerita. Dari ekspresinya saat dimassage juga mengkerutkan

dahi mas”

Page 91: PEMANFAATAN VCO

72

Pasien II :

“Iya nyerilah masak ya nggak nyeri.”

Pasien L1 merasakan respon nyaman dari hari ke-4 sampai hari ke

26. Sedangkan pada pasien L2 sensasi nyaman dirasakan setelah hari ke-6.

Berikut ini hasil wawancara yang diperoleh dari pasien dan perawat

tentang respon nyaman pasien :

Perawat I :

“Hari ini pasien nampak tenang, santai, ya malah senyum tadi mas

itu ya kliatan nggak nyeri”

Perawat II :

“Responnya tadi ya L2 nampak ngantuk ya sesekali memejamkan

mata istilahnya ‘lier-lier’ mau tidur gitu mas dan tadi setelah

massage selesai L2 malah uda tidur mas”

Pasien II :

“Udah nggak nyeri, iya enak”

Hasil wawancara tersebut didukung oleh hasil observasi dari

peneliti, bahwa dalam minggu-minggu pertama L1 dan L2 merasakan

nyeri. L1 merasakan nyeri dengan skala 2 pada hari ke-1 sampai ke-3

dengan indikator L1 nampak mengkerutkan dahi dan nampak menggerak-

gerakkan punggung. Pada hari ke-4 L1 nampak nyeri hilang dengan

indikator wajah nampak tenang dan tidak banyak pergerakan yang

dilakukan untuk melokalisir nyeri. Pada hari-hari berikutnya L1 nampak

bisa tersenyum, L1 nampak mengantuk dan bahkan tertidur. Pada pasien II

(L2) merasakan nyeri skala 4 pada hari ke-1 sampai ke-3 ditandai dengan

respon verbal merintih, mengerutkan dahi dan bibir, skala 2 dirasakan

pada hari ke-4 dan hari ke-5 dengan indikator pasien nampak

Page 92: PEMANFAATAN VCO

73

mengkerutkan dahi tetapi masih mau diajak berbicara. Sebelumnya

perawat sudah mengajarkan pada L2 untuk memilih dan menilai skala

nyeri yang dialaminya, akan tetapi L2 justru bingung dan tidak kooperatif.

Pada hari ke-6 L2 sudah tidak merasakan nyeri dengan indikator ekspresi

wajah tenang dan tidak mengeluh nyeri, bahkan dihari ke-19 L2

merasakan nyaman hingga mengantuk. Nyeri kembali dialami L2 saat hari

ke-23 sampai hari ke-25 dengan nyeri skala 2. Indikator nyeri skala 2

diketahui dari respon pasien yang mengkerutkan dahi dan nampak

melokalisir nyeri. Nyeri tersebut timbul karena timbulnya pustula (bintik-

bintik) pada kulit sekitar luka yang dilakukan massage.

Kesimpulan yang didapatkan dari hasil uraian di atas adalah kedua

pasien (L1 dan L2) mengalami nyeri diawal pemijatan. Nyeri yang

dirasakan saat kondisi luka masih terbuka dan lembab. Sensasi nyeri

dirasakan L1 pada hari ke-1 sampai hari ke-3 dan L2 merasakan nyeri dari

hari ke-1 sampai hari ke-5. Setelah luka dekubitus tertutup, kedua pasien

(L1 dan L2) merasakan sensasi nyaman dengan teknik massage yang

dilakukan oleh perawat. Kenyamanan yang dirasakan oleh kedua pasien

adalah perasaan tenang, rileks, mengantuk dan bahkan tertidur. Keadaan

ini terjadi pada hari ke 4 pada L1 dan hari ke 6 pada L2.

Page 93: PEMANFAATAN VCO

74

4.2.2 Pengaruh pemberian teknik massage dengan VCO (virgin coconut oil)

untuk penyembuhan luka dekubitus derajat II

Pengukuran luka yang dilakukan oleh perawat I dan II

menggunakan mika bening yang diletakkan di atas luka setelah itu

digambar sesuai luas luka dekubitus tersebut dengan menggunakan spidol.

Setelah tergambar pada mika lalu perawat melakukan pengukuran pada

gambar tersebut. Spidol yang digunakan berwarna hitam menandakan

pengukuran di minggu pertama, spidol merah pada awal minggu ke-2,

spidol biru pada awal minggu ke-3 dan spidol hitam di awal minggu ke-4.

Hasil observasi dari dokter dan perawat bahwa keadaan luka L1

sebelum diberikan terapi massage dengan VCO adalah kondisi luka masih

lembab, berwarna putih, tanpa eritema, tidak ada pus (nanah), tidak

berbau, dan tidak oedema (bengkak). Panjang luka L1 adalah 5 cm dan

lebar luka dari L1 adalah 2,8 cm. Dokter menilai luka dari L1 masih

lembab dan berwarna putih dan butuh perawatan lebih lanjut. Sedangkan

keadaan luka dari L2 kondisi masih basah, berwarna merah segar, terdapat

eritema di sekitar luka, tidak ada pus (nanah), tidak berbau, dan tidak

oedema (bengkak). Panjang luka L2 adalah 4,8 cm dan lebar luka L2

adalah 3,2 cm. Dokter juga menilai luka L2 bahwa luka nampak merah

segar, nampak epidermisnya terkelupas dan nampak eritema disekitar

lukanya.

Page 94: PEMANFAATAN VCO

75

Berikut ini adalah hasil wawancara yang diperoleh dari dokter dan

perawat.

Perawat I :

“Keadaan luka saat ini terlihat kondisi kulit lembab, warna luka

putih gitu tanpa pus,tidak berbau, tidak ada eritema disekitar luka,

panjang luka 5 cm dan lebarnya 2,8 cm”

Dokter :

“Lukanya L1 ini lecet, warna luka putih, kondisinya masih lembab

dan masih perlu perawatan untuk mengembalikan fungsi dan

struktur kulitnya.”

Perawat II :

“Ehmm kalo lukanya masih basah, terlihat lecet lapisan epidermis

terkelupas terus warnanya merah, merah-merahnya ya merah segar

gitu terus eritema kemerah-merahan sekitar itu 2 cm mengelilingi

tepi luka dan tersebar banyak di area punggung, tapi nggak ada

oedem dan nggak ada bau. Terus panjang luka tadi setelah diukur

4,8 cm dan lebar 3,2 cm”

Dokter :

“Lukanya pada L2 ini nampak merah segar, nampak epidermisnya

terkelupas, nampak eritema disekitar luka, tapi ini tidak bengkak

tidak ada pus jadi ini belum terjadi infeksi”

Berdasarkan hasil observasi peneliti pengukuran luka sebelum

diberikan massage dengan VCO, yaitu luka pada L1 tampak masih

lembab, berwarna putih, tanpa eritema, tidak ada pus (nanah), tidak

berbau, dan tidak oedema (bengkak). Panjang luka L1 adalah 5 cm dan

lebar luka dari L1 adalah 2,8 cm. Sedangkan keadaan luka dari L2 kondisi

masih tampak basah, tampak berwarna merah segar, terdapat eritema di

sekitar luka, tidak ada pus (nanah), tidak berbau, dan tidak oedema

(bengkak). Panjang luka L2 adalah 4,8 cm dan lebar luka L2 adalah 3,2cm.

Page 95: PEMANFAATAN VCO

76

Kesimpulan dari hasil wawancara dan observasi di atas menunjukkan

bahwa luka sebelum diberikan VCO masih dalam kondisi luka yang

lembab dan masih terlihat parah.

Kondisi luka setelah diberikan VCO menunjukkan perkembangan

penyembuhan luka pada hari ke 8 pada pasien L1. Penyembuhan luka

dapat diketahui dari hasil wawancara sebagai berikut :

Perawat I :

“Lukanya kondisi kering, berwarna kecoklatan, tidak ada eritema,

hanya saja bekas luka belum memudar, panjang luka 4,9 cm dan

lebar 2,7 cm.”

Berikut ini ungkapan dokter pada hari ke 26 tentang perkembangan

penyembuhan luka pada pasien L1.

Dokter:

“Ya dihari ke dua puluh enam ya sudah bagus teksturnya sudah

bagus, sudah tidak ada luka terbuka, bekas luka sudah samar,

jaringan sudah membaik ya mungkin dengan pemberian VCO

sebagai antimikroba bisa membunuh kuman bakteri dan parasit

sehingga juga tidak muncul masalah infeksi”

Perkembangan proses penyembuhan luka juga terjadi pada L2.

Perkembangan penyembuhan luka pada L2 ini terjadi pada hari ke 9.

Berikut hasil wawancara yang menunjukkan proses perkembangan

penyembuhan luka pada L2 :

Perawat II :

“Hari ini lukanya kering, sudah menutup, warnanya kecoklatan

disisi tepi luka ditengah-tengah luka warnanya merah muda tapi

udah agak putih, eritema masih ada, terus untuk panjangnya 4,7 cm

dan lebar 3,1 cm”

Berikut ini ungkapan dokter pada hari ke 30 tentang perkembangan

penyembuhan luka pada pasien L2.

Page 96: PEMANFAATAN VCO

77

Dokter :

“Lukanya L2 ini semakin hari semakin membaik, pustulanya yang

sempat timbul dihari 23 sudah hilang, mungkin kandungan anti

mikroba dan antioksidan yang berada didalam kandungan VCO ini

mampu menghindarkan dari infeksi dan dapat membantu perbaikan

jaringan. Ya dihari ke tiga puluh ini luka nampak sudah bagus

jaringannya sudah terdapat perbaikan istilahnya sudah menutup ya

memang kalo bekas luka kecoklatan ini lama untuk di observasi,

tapi dalam penelitian ini massage dengan VCO ada hasilnya, jadi

penelitian ini bermakna”

Hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti tentang

perkembangan penyembuhan luka dilakukan setiap hari dan pengukuran

luka dilakukan seminggu sekali oleh perawat. Observasi peneliti, yaitu

luka pada L1 tampak mengalami perbaikan, kondisi luka sudah tampak

kering, jaringan epidermis tampak sudah menutup, tekstur bekas luka

sudah halus sesuai dengan kulit normal, warna luka sudah samar

kecoklatan, panjang luka sudah ada perkembangan dari panjang 5 cm

menjadi 4,6 cm dan lebar luka juga mengalami perubahan ukuran dari

lebar 2,8 cm menjadi 2,4 cm serta tidak ada tanda-tanda infeksi yaitu tidak

ada panas (kalor), sensasi nyeri (dolor), tidak ada kemerahan (rubor), tidak

ada bengkak (tumor), dan tidak ada penurunan fungsi (fungsiolesia).

Sedangkan hasil observasi luka pada L2 pada hari ke-30, yaitu luka

tampak kering, tampak jaringan epidermis sudah menutup, eritema terlihat

samar-samar, tekstur bekas luka sudah halus sesuai kulit normal, tidak ada

bintik-bintik (pustula), panjang luka sebelumnya 4,8 cm menjadi 4,6 cm

dan lebar mengalami perubahan dari 3,2 cm menjadi 3 cm. Selain itu juga

tidak terdapat tidak ada tanda-tanda infeksi yaitu tidak ada panas (kalor),

Page 97: PEMANFAATAN VCO

78

sensasi nyeri (dolor), tidak ada kemerahan (rubor), tidak ada bengkak

(tumor), dan tidak ada penurunan fungsi (fungsiolesia) hanya saja masih

meninggalkan bekas luka yang masih jelas.

Kesimpulan dari hasil wawancara dan hasil observasi menunjukkan

bahwa luka dekubitus yang dialami pasien L1 dan L2 telah mengalami

perkembangan penyembuhan luka setiap harinya. Tindakan massage

dengan VCO dapat menyembuhkan luka dekubitus yang dialami oleh

kedua pasien tersebut.

4.2.3 Kendala penurunan derajat luka dekubitus melalui teknik massage

dengan VCO (virgin coconut oil)

Berbagai kendala dialami oleh perawat I dan perawat II, kendala

yang dialami oleh perawat I adalah gerakan-gerakan pasien sehingga

mengubah posisi ketika dilakukan massage. Perubahan posisi ini

dikarenakan massage yang dilakukan kurang nyaman pada minggu

pertama, sehingga mengganggu proses massage yang dilakukan perawat.

Kendala yang dialami oleh perawat II adalah pasien merasakan nyeri,

marah dan meminta berhenti ditengah-tengah pemijatan karena timbulnya

bintik-bintik yang berada disekitar area luka.

Berikut ini adalah ungkapan kendala yang dialami perawat I dan II

dalam memberikan terapi massage dengan VCO :

Perawat I :

Page 98: PEMANFAATAN VCO

79

“Ya kalau kendala ya tetep ada mas, cuma itu pasiennya kadang

merasa nyeri terus badannya digerak-gerakin jadi ya sedikit lebih

repot..........Kendalanya sih sebenernya nggak dipasien aja tapi

dipemijatannya ini mas, sebenere kalau mijet dari belakang gini ya

agak ribet, ya kekuk gitu mas”

Perawat II :

“Kendalanya ya sakit itu, nyeri pasien mengeluh nyeri dan sesekali

minta berhenti di tengah-tengah proses pemijatan, belum pasien

marah-marah jadi ya harus ekstra sabar mas.........Kalau kendala

hari ini ya itu mas timbul bintik-bintik itu disekitar area luka,

pasien juga nyeri tadi…”

Hasil observasi yang dilakukan peneliti dapat diketahui bahwa

kendala yang dialami perawat I dalam mengelola pasien L1 muncul pada

hari ke-1 sampai hari ke-3, yaitu pasien tampak melakukan gerakan-

gerakan yang mengganggu perawat dalam melakukan massage. Perubahan

posisi saat massage juga terjadi pada pasien L1 sehingga mempersulit

perawat dalam melakukan massage. Kendala yang dialami oleh perawat II

dalam mengelola L2 muncul pada hari ke-1 sampai hari ke-5, yaitu L2

tampak merasa nyeri dan meminta berhenti ditengah-tengah pemijatan.

Kendala berikutnya muncul pada hari ke-23, yaitu timbulnya bintik-bintik

kecil yang berada disekitar area luka.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dapat diketahui bahwa

perawat mengalami kendala pada saat massage berlangsung, yaitu berupa

gerakan-gerakan pasien yang tidak kooperatif dan perubahan posisi

massage. Kendala tersebut mempersulit keadaan perawat dalam

melakukan massage pada pasien L1. Sedangkan perawat II mengalami

kendala diminggu pertama pemijatan yaitu pasien mengeluh nyeri, marah

Page 99: PEMANFAATAN VCO

80

dan bahkan meminta perawat untuk menghentikan terapi massage yang

dilakukannya serta timbulnya bintik-bintik disekitar area bekas luka pada

hari ke 23.

Berdasarkan berbagai kendala yang dialami perawat I dan II,

berikut ini adalah strategi atau cara yang telah dilakukan oleh perawat

dalam mengatasi kendala-kendala tersebut. Cara mengatasi kendala

tersebut tertuang pada hasil wawancara sebagai berikut :

Perawat I :

“Cara saya mensiasati ya saya minta sama lansia yang lain yang

ada di situ yang lagi nonton saya massage buat megangin

L1…....Ya untuk posisi hari ini memang agak beda sih mas,

masalahnya ya agak kekuk gitu kalo dari sebelah kanan pasien pas

pasien dimiringkan ke kiri. Ya jadi saya massage disebelah kiri

pasien pas pasiennya miring ke kiri ini tadi, ya saya ambil cara

praktisnya saja”.

Perawat II :

“Ya tadi saya hentikan sebentar massage saya terus L2 saya rayu-

rayu mas, saya bujuk supaya mau di massage lagi, terus saya tadi

juga udah mandu L2 buat tarik nafas dalam dari hidung dan

keluarkan lewat mulut pelan-pelan dan akhirnya L2 mau dipijat

selang beberapa menit kemudian......kalau soal bintiknya ya cuma

saya pelankan massage saya sambil sesuai jadwal rutin ya

dimandikan dijaga hygienisnya pasien”

Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa cara

perawat mengatasi pasien yang selalu bergerak-gerak dan merubah posisi

massage, yaitu dengan meminta bantuan kepada lansia yang berada di

sekitar untuk memegangi L1 supaya tidak selalu bergerak dan tidak

mempersulit perawat dalam melakukan massage dengan VCO. Kendala

kedua dari perawat I dapat diatasi dengan cara perawat beralih tempat saat

melakukan massage, yaitu berada di sisi kiri pasien apabila posisi pasien

Page 100: PEMANFAATAN VCO

81

dimiringkan ke kiri. Sedangkan perawat II mengatasi kendalanya dengan

cara membujuk dan meyakinkan pasien, jika pasien marah dan meminta

berhenti ditengah-tengah proses massage yang dilakukan oleh perawat.

Selain itu jika nyeri L2 timbul cara perawat II mengatasinya dengan cara

mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Perawat II dalam mengatasi

bintik-bintik yang timbul adalah dengan menjaga hygiene dan tetap

memberikan massage dengan VCO.

Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perawat dalam mengatasi

kendala yang muncul adalah dengan menerapkan tindakan mandiri

keperawatan. Seperti dalam mengatasi nyeri adalah dengan relaksasi nafas

dalam dan mengatasi gangguan kulit yang muncul tiba-tiba, yaitu dengan

cara menjaga hygiens pasien. Selain kedua hal tersebut tindakan

keperawatan juga dilakukan, seperti melakukan pendekatan secara

terapeutik saat pasien menolak tindakan perawat.

4.3 Temuan Studi

Studi kasus yang telah dilakukan terhadap kedua pasien lansia

menghasilkan beberapa temuan. Penerapan massage dengan menggunakan

VCO (virgin coconut oil) pada lansia menimbulkan beberapa perubahan

dan kendala yang muncul. Berikut ini adalah perubahan yang terjadi dalam

penerapan massage dengan VCO (virgin coconut oil) pada lansia :

Page 101: PEMANFAATAN VCO

82

4.3.1 Pengaruh tindakan massage untuk penyembuhan luka dekubitus

derajat II

Temuan yang diperoleh dari aktivitas massage yang dilakukan oleh

perawat adalah perubahan massage ditemukan saat teknik massage yang

diterapkan oleh perawat dalam mengelola pasien. Perubahan arah massage

pada perawat I terjadi pada hari ke-5 sedangkan pada perawat II perubahan

arah massage terjadi pada hari ke-12. Perubahan arah massage ini terjadi

karena perawat beranggapan bahwa luka pada kulit lansia telah menutup

sehingga perawat tidak melanjutkan teknik massage sesuai prosedur.

Sedangkan Perawat II berpendapat bahwa teknik massage sesuai prosedur

membuat massage yang dilakukan menjadi lebih rumit.

Jarak saat massage yang dilakukan perawat tidak menyentuh area

luka dekubitus. Perawat melakukan massage pada seluruh bagian

punggung termasuk area luka, disaat kondisi luka pasien sudah membaik

atau jaringan luka yang sudah menutup.

Perawat I dan II menggunakan tekanan yang lembut dan pelan.

Perawat telah menguasai teknik penekanan yang sesuai dengan prosedur

yang ada. Rangsangan penekanan massage yang dilakukan oleh perawat I

dan II memberikan hasil yang positif bagi pasien.

Nyeri dirasakan saat kondisi luka masih terbuka dan lembab.

Sensasi nyeri dirasakan L1 pada hari ke-1 sampai hari ke-3 dan L2

merasakan nyeri dari hari ke-1 sampai hari ke-5. Setelah luka dekubitus

tertutup, kedua pasien (L1 dan L2) merasakan sensasi nyaman dengan

Page 102: PEMANFAATAN VCO

83

teknik massage yang dilakukan oleh perawat. Kenyamanan yang dirasakan

oleh kedua pasien adalah perasaan tenang, rileks, mengantuk dan bahkan

tertidur.

4.3.2 Pengaruh pemberian teknik massage dengan VCO (virgin coconut oil)

untuk penyembuhan luka dekubitus derajat II

Luka dekubitus yang dialami pasien L1 dan L2 mengalami

perkembangan penyembuhan luka setiap harinya, ditandai dengan

perubahan ukuran panjang dan lebar yang semakin menyempit dari hari ke

hari serta luka yang semakin mengering. Luka dekubitus pada L1 sembuh

pada hari ke-8 dan luka pada L2 sembuh pada hari ke-9.

4.3.3 Kendala penurunan derajat luka dekubitus melalui teknik massage

dengan VCO (virgin coconut oil)

Perawat mengalami kendala pada saat massage berlangsung, yaitu

berupa gerakan-gerakan pasien yang tidak kooperatif dan perubahan posisi

massage. Kendala tersebut mempersulit keadaan perawat dalam

melakukan massage pada pasien L1. Sedangkan perawat II mengalami

kendala di minggu pertama pemijatan yaitu pasien mengeluh nyeri, marah

dan bahkan meminta perawat untuk menghentikan terapi massage yang

dilakukannya serta timbulnya bintik-bintik disekitar area bekas luka pada

hari ke-23.

Page 103: PEMANFAATAN VCO

84

Perawat dalam mengatasi kendala yang muncul adalah dengan

menerapkan tindakan mandiri keperawatan. Seperti dalam mengatasi nyeri

adalah dengan relaksasi nafas dalam dan mengatasi gangguan kulit yang

muncul tiba-tiba, yaitu dengan cara menjaga hygiene pasien. Selain kedua

hal tersebut tindakan keperawatan juga dilakukan, seperti melakukan

pendekatan secara terapeutik saat pasien menolak tindakan perawat.

4.4 Pembahasan

4.4.1 Pengaruh tindakan massage untuk penyembuhan luka dekubitus

derajat II

1. Perubahan Massage

Perubahan arah massage yang dilakukan perawat dikarenakan

luka pada kulit lansia telah menutup sehingga perawat tidak

melanjutkan teknik massage sesuai prosedur. Sedangkan Perawat II

berpendapat bahwa teknik massage sesuai prosedur membuat massage

yang dilakukan menjadi lebih rumit. Menurut Bintari (2012) faktor-

faktor yang mempengaruhi kepatuhan perawat dengan standar

operasional prosedur adalah masa kerja, pendidikan, dan umur perawat

tersebut.

Masa kerja berpengaruh terhadap kepatuhan perawat dalam

melakukan tindakan dikarenakan semakin lama seseorang bekerja di

suatu tempat, maka orang tersebut akan cenderung untuk melakukan

tindakan sesuai dengan kehendaknya. Hal ini dilakukan karena orang

Page 104: PEMANFAATAN VCO

85

tersebut telah merasa dekat dengan rekan kerja dan juga atasannya.

Pendidikan seorang perawat berdasarkan tingkatanya, semakin tinggi

pendidikannya maka akan semakin profesional dalam memutuskan

sebuah tindakan. Berdasarkan bertambahnya umur seseorang akan

menentukan tindakan yang sesuai prosedur dan lebih bijaksana, akan

tetapi juga dipengaruhi oleh perilaku orang tersebut.

2. Jarak

Jarak saat massage yang dilakukan perawat tidak menyentuh

area luka dekubitus. Perawat melakukan massage pada seluruh bagian

punggung termasuk area luka, disaat kondisi luka pasien sudah

membaik atau jaringan luka yang sudah menutup. Jarak massage tidak

disebutkan seberapa jauh pengukuran antara area luka dan area yang

dapat dimassage, tetapi massage boleh diberikan pada organ lain yang

sehat. Menurut Trisnowiyoto (2012) memilih organ yang sehat perlu

diperhatikan dalam memijat, organ yang mengalami luka merupakan

kontraindikasi untuk dimassage.

3. Tekanan

Perawat I dan II menggunakan tekanan yang lembut dan pelan.

Perawat telah menguasai teknik penekanan yang sesuai dengan

prosedur yang ada. Rangsangan penekanan massage yang dilakukan

oleh perawat I dan II memberikan hasil yang positif bagi pasien.

Menurut Trisnowiyanto (2012) menuliskan bahwa salah satu variasi

massage effleurage adalah gosokan dengan menggunakan telapak

Page 105: PEMANFAATAN VCO

86

tangan dilakukan dengan tekanan yang lembut dan dangkal (superficial

stroking).

4. Respon

Keadaan luka dekubitus yang telah tertutup pada kedua pasien

(L1 dan L2) membuat kedua pasien merasa nyaman. Kenyamanan

yang dirasakan oleh kedua pasien adalah perasaan tenang, rileks,

mengantuk dan bahkan tertidur. Menurut Trisnowiyanto (2012) efek

dan kegunaan massage effleurage adalah dapat memberikan relaksasi

kepada pasien, memberikan sensasi nyaman dan mengurangi rasa

nyeri.

Respon nyaman pasien dirasakan dari sembuhnya luka

dekubitus yang berada di punggungnya tersebut. Luka yang telah

mengalami perkembangan setiap hari dan pada akhirnya menjadi

menutup akan menimbulkan perasaan yang berbeda dari sebelumnya

luka yang masih dalam kondisi lembab dan kemerahan.

4.4.2 Pengaruh pemberian teknik massage dengan VCO (virgin coconut oil)

untuk penyembuhan luka dekubitus derajat II

Keadaan luka dekubitus derajat II pada pasien lansia saat dilakukan

pengkajian luka pertama kali adalah kondisi luka basah, lecet (luka

superficial), warna luka merah segar, terdapat kemerahan (eritema).

Menurut Morisson (2003) luka dekubitus derajat II adalah luka yang

mengalami eritema yang tidak hilang saat dilakukan tekanan ringan

Page 106: PEMANFAATAN VCO

87

dengan jari, adanya beberapa gangguan mikrosirkulasi, kerusakan

superficial, termasuk ulcerasi epidermal.

Luka dekubitus yang dialami oleh kedua pasien lansia (L1 dan L2)

mengalami perkembangan dan penyembuhan luka setelah diberikan terapi

massage dengan VCO. Sedangkan manfaat dari VCO itu sendiri adalah

sebagai pelumas saat massage, sebagai pelembab kulit agar tidak kering,

dan sebagai anti mikroba.

Menurut Sutarmi dan Rozaline (2005) menuliskan bahwa menurut

guru besar ilmu gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof. Dr.

Walujo S.Soejobroto MSc., SpG(K) bahwa minyak kelapa sebenarnya

memiliki banyak kelebihan , 50% asam lemak pada minyak kelapa adalah

asam laurat dan 75% asam kapriat. Kedua asam tersebut merupakan asam

lemak jenuh rantai sedang yang mudah dimetabolisir dan bersifat

antimikroba (antivirus, antibakteri dan antijamur) sehingga dapat

meningkatkan imun tubuh (kekebalan tubuh) dan mudah diubah menjadi

energi. Dalam tubuh, asam laurat menjadi monolaurin, sedangkan asam

kapriat menjadi monokaprin yang mudah diserap tubuh.

Selain itu, menurut Lingga (2012) salah satu keistimewaan yang

dimiliki lemak kelapa adalah property antikuman yang dimilikinya.

Antikuman tersebut terdapat pada MCFA. Semua asam lemak yang

termasuk MCFA dan derivatnya (MGs: Monoglyseride) memiliki

kemampuan yang hebat sebagai antikuman. Caprylic acid (C:8), capric

acid (C:10), dan myristic acid (C:14) memiliki kemampuan yang sangat

Page 107: PEMANFAATAN VCO

88

baik dalam membasmi beragam spesies mikroba dari kelompok bakteri,

cendawan, ragi, serta virus.

Menurut Bogadenta (2013) VCO berkhasiat untuk meningkatkan

imun tubuh, mencegah penuaan dini, membantu penyembuhan virus HIV,

mengendalikan diabetes, membantu menguatkan gigi, mempercepat proses

penyembuhan luka, melawan berbagai infeksi dan virus, mencegah

masalah jantung.

Menurut Nilansari (2006) pemanfaatan VCO (virgin coconut oil)

sebagai dasar krim pelembab karena VCO banyak mengandung pelembab

alami dan antioksidan yang penting untuk perawatan kulit dan mampu

menghasilkan emulsi yang relative stabil dan pH mendekati nilai yang

diinginkan sebagai bahan pelembab kulit.

Perkembangan tersebut terbukti dengan keadaan luka yang semakin

membaik dengan indikator luka terjadi jaringan luka mengalami proliferasi

(penutupan jaringan), warna luka kecoklatan, tidak terjadi oedema, dan

terjadi penurunan ukuran panjang maupun lebar luka. Menurut Ekaputra

(2013) Fisiologi penyembuhan luka adalah adanya jaringan baru,

remodelling ekstraselluler dan penutupan jaringan luka.

Kandungan di dalam VCO diantaranya adalah asam laurat, asam

miristat, asam kapriat, asam kaprilat dan antioksidan. Beberapa kandungan

tersebut adalah zat antimikroba dan antioksidan yang berperan penting

dalam proses penyembuhan luka. Adanya zat-zat yang terkandung di

dalam VCO tersebut berperan sebagai antibiotik yang dapat membunuh

Page 108: PEMANFAATAN VCO

89

bakteri pada luka, sehingga jaringan kulit pada luka dapat mengalami

perkembangan dalam proses penyembuhan tanpa adanya gangguan bakteri

yang hanya dapat memperburuk keadaan luka pasien.

4.4.3 Kendala penurunan derajat luka dekubitus melalui teknik massage

dengan VCO (virgin coconut oil)

1. Pergerakan pasien menolak massage

Pasien lansia I melakukan pergerakan yang mengganggu saat

perawat melakukan massage. Tindakan yang dilakukan oleh perawat

untuk mengatasi pergerakan pasien yang tidak teratur (menggerak-

gerakkan bahu dan tangan) yaitu dengan melakukan restrain, yang

dilakukan oleh lansia yang berada di sekeliling pasien. Menurut Kozier

(2004) restrain adalah alat atau tindakan pelindung untuk membatasi

gerakan atau aktifitas fisik klien atau bagian tubuh klien. Menurut

Riyadi dan Purwanto (2009) Restrain adalah terapi dengan

menggunakan alat-alat mekanik atau manual untuk membatasi

mobilitas fisik klien.

2. Marah-marah (penolakan massage)

Pasien lansia II merasa marah dengan melakukan penolakan

dan meminta berhenti saat perawat memberikan tindakan massage.

Adanya penolakan tersebut dikarenakan pasien merasa nyeri saat

perawat melakukan massage. Nyeri tersebut timbul karena bintik-

bintik yang sedang diolesi VCO. Adanya penolakan tersebut perawat

Page 109: PEMANFAATAN VCO

90

memberikan bujukan dan membina hubungan saling percaya (BHSP)

kepada pasien lansia II tersebut dimana perawat menjelaskan tujuan

dari tindakan yang dilakukan. Akhirnya dengan bujukan dan BHSP

yang baik pasien tersebut mau dilakukan massage dengan kemauan

pasien sendiri. Menurut Stuart dalam Suryani (2005) menuliskan

bahwa membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan, dan

komunikasi terbuka. hubungan saling percaya merupakan kunci dari

keberhasilan hubungan terapeutik.

3. Nyeri

Perawat II mengalami kendala di minggu ketiga (hari ke 23)

pemijatan yaitu pasien mengeluhkan nyeri. Timbulnya bintik-bintik

kecil di area massage yang menjadi faktor nyeri bagi pasien. Perawat

dalam mengatasi nyeri yang muncul tersebut adalah dengan

mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Sesuai dengan teori yang

dituliskan Smeltzer & Bare (2002) menuliskan bahwa teknik relaksasi

nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam

hal ini perawat mengajarkan kepada klien atau pasien bagaimana cara

melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara

maksimal).

Page 110: PEMANFAATAN VCO

91

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Penelitian yang berjudul “Pemanfaatan VCO (virgin coconut oil)

Dengan Teknik Massage Dalam Penyembuhan Luka Dekubitus Derajat II

Pada Lansia” ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

Massage yang diberikan kepada kedua pasien lansia adalah

massageeffleurage yaitu massage dengan teknik mengusap atau

menggosok. Adanya massageeffleurage dengan lembut dan pelan dapat

memberikan respon positif dan terapeutik kepada kedua pasien lansia yang

menerima terapi tersebut. Respon nyeri dirasakan pada minggu awal

karena adanya luka terbuka di dekat area massage. Nyeri tersebut hilang

pada luka dikarenakan luka sudah mengalami penutupan jaringan. Teknik,

tekanan, dan jarak antara area massage dengan luka merupakan komponen

dalam terbentuknya terapi massage yang baik. Adanya massage yang baik

menjadikan terapi berdampak positif bagi pasien lansia dalam mengatasi

nyeri. Efek positif dari massage tersebut adalah sensasi nyaman yang

dirasakan oleh pasien lansia. Kenyamanan yang dirasakan oleh kedua

pasien adalah perasaan tenang, rileks, mengantuk dan bahkan tertidur.

Pemberian teknik massage dengan VCOmenghasilkan kesimpulan

bahwa kondisi luka mengering, warna luka menjadi kecoklatan, struktur

luka menjadi lebih halus dan adanya perbaikan jaringan. Perbaikan

Page 111: PEMANFAATAN VCO

92

jaringan tersebut ditandai dengan proses granulasi, proliferasi dan

kontraksi luka dengan indikator adanya penutupan jaringan pada luka

terbuka dan dimana ukuran luka akan tampak semakin mengecil atau

menyatu. Adanya proses perbaikan luka tersebut didukung oleh VCO

(virgin coconut oil), dengan adanya VCO dapat meminimalisir terjadinya

infeksi pada luka karena VCO mengandung senyawa antimikroba yaitu

asam laurat dan asam miristat.

Ada beberapa kendala yang ditemui perawat dalam melakukan

teknik massage dengan VCO (virgin coconut oil) adalah sebagai berikut :

Pertama, pergerakan pasien yang tidak kooperatif yang bergerak tiba-tiba

saatproses massageberlangsung sehingga perawat harus

melakukantindakan restrainkepada pasien dengan cara meminta bantuan

orang lain untuk memegangkan dan mengkondisikan pasien agar pasien

lebih tenang supaya mempermudah perawat dalam melakukan tindakan

massage.

Kedua, pasien merasakan nyeri, marah dan minta berhenti di

tengah-tengah proses massage berlangsung, sehingga perawat memberikan

teknik relaksasi nafas dalam kepada pasien lansia. Hal tersebut bertujuan

untuk mengurangi nyeri yang pasien rasakan. Selain itu perawat

melakukan BHSP (bina hubungan saling percaya) kepada pasien dengan

cara membujuk dan menjelaskan secara detail tindakan yang akan perawat

lakukan serta menjelaskan tujuan tindakan tersebut. BHSP dan bujukan

Page 112: PEMANFAATAN VCO

93

dari perawat membuahkan hasil pada akhirnya pasien mau dilakukan

massage dengan kemauan pasien sendiri.

Ketiga, kendala yang muncul pada kulit lansia II yaitu timbulnya

bintik-bintik pada kulit area luka sehingga perawat lebih ekstra

memperhatikan kebutuhan hygiene pasien. Kebutuhan hygiene pasien

meliputi verbedent (menggangti sprei dan selimut pasien), mandi (sibin)

dan perawatan luka, serta melakukan massage dengan VCO secara rutin.

5.2. Implikasi Teori

Luka dekubitus merupakan suatu daerah kerusakan seluler yang

terlokalisir, baik akibat tekanan langsung pada kulit sehingga

menyebabkan “iskemia tekanan”, maupun akibat kerusakan gesekan

sehingga menyebabkan stress mekanik terhadap jaringan. Tekanan dan

kekuatan gesekan akan mengganggu mikrosirkulasi jaringan lokal, dan

mengakibatkan hipoksia serta memperbesar pembuangan metabolik yang

dapat menyebabkan nekrosis.

Pencegahan dan penatalaksanaan keperawatan yang baik akan

meminimalisir terjadinya dekubitus yang lebih parah. Penatalaksanaan

keperawatan pada pasien yang mengalami dekubitus derajat II adalah

memposisikan tirah baring yang dinamis, menjaga hygiene pasien, dan

melakukan peawatan luka seperti massage dengan menggunakan VCO

(virgin coconut oil) karena VCO mengandung senyawa anti mikroba yaitu

asam laurat dan asam miristat yang dapat mencegah terjadinya infeksi.

Page 113: PEMANFAATAN VCO

94

Massage dengan menggunakan VCO merupakan suatu bentuk

asuhan keperawatan. Teknik massage yang digunakan adalah teknik

massage effleurage yaitu menggosok atau mengusap dengan kedua telapak

tangan dengan tekanan yang lembut dan pelan. Tujuan dalam massage

effleurage itu sendiri adalah untuk memperlancar peredaran darah,

membantu memperbaiki proses metabolisme, membantu penyerapan

(absorbsi) oedema akibat peradangan, relaksasi dan mengurangi nyeri. Hal

ini perawat melakukan terapi massage kepada klien dengan menggunakan

VCO sebagai pelumas, selain sebagai pelumas VCO mengandung senyawa

antimikroba yang dapat meminimalisisr terjadinya infeksi pada luka.

Adanya massage dengan menggunakan VCO merupakan tindakan invasive

yang mudah dan murah serta menghasilkan hasil yang positif yang dapat

dilakukan oleh perawat dalam menangani pasien luka dekubitus derajat II.

5.3. Implikasi Praktik

Pemberian teknik massage dengan VCO pada pasien dekubitus

derajat II sangat efektif untuk menurunkan derajat luka dekubitus yang

dialami pasien, dikarenakan VCO mengandung senyawa antimikroba yang

dapat meminimalisir terjadinya infeksi pada luka. Selain itu, massage

sendiri mempunyai manfaat untuk memperlancar peredaran darah,

membantu memperbaiki proses metabolisme, dan membantu penyerapan

(absorbsi) oedema akibat peradangan. Bukti penelitian mengatakn bahwa

adanya massage dengan menggonakan VCO dapat menghasilkan respon

Page 114: PEMANFAATAN VCO

95

positif dan dapat menurunkan derajat luka dekubitus pada pasien. Massage

yang mudah dilakukan serta VCO yang mudah didapatkan membuat

tindakan ini sangatlah praktis untuk diaplikasikan kepada pasien yang

mengalami luka dekubitus derajat II.

5.4. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi penelitian di atas dapat diajukan

beberapa saran sebagai berikut :

1. Kepada Institusi Pendidikan Keperawatan

Sudah banyak literatur dan referensi dibidang kesehatan yang

membahas mengenai penanganan pasien dengan luka dekubitus yaitu

dengan menggunakan terapi farmakologi dan non farmakologi.

Massage dengan menggunakan VCO merupakan terobosan dan strategi

yang positif terhadap mengatasi luka dekubitus derajat II. Sehingga,

peneliti menyarankan agar penelitian ini dapat dijadikan referensi

sebagai terapi untuk penyembuhan dan menurunkan luka dekubitus

derajat II.

Selain itu, peneliti juga menyarankan supaya mahasiswa

berproaktif dalam melakukan mengembangkan penelitian dan

menjadikan VCO sebagai bahan kajian penelitian untuk penyembuhan

luka selain luka dekubitus.

2. Kepada Peneliti Lain

Page 115: PEMANFAATAN VCO

96

Penelitian ini dapat dilanjutkan oleh peneliti lain dengan

mengubah beberapa metode penelitian. Peneliti menyadari bahwa

penelitian ini masih banyak kekurangan sehingga peneliti menyarankan

pada peneliti lain agar dapatmeneliti massage dengan VCO pada pasien

yang mengalami luka dekubitus derajat II dengan menggunakan

perbandingan oleh kelompok kontrol atau kelompok tanpa perlakuan.

Supaya dapat memperjelas dalam observasi dan analisa dengan dapat

memperoleh hasil yang maksimal.

3. Kepada Pelayanan Kesehatan

Peneliti menyarankan agar teknik massage dengan

menggunakan VCO dapat diberikan oleh perawat kepada pasien yang

mengalami luka dekubitus derajat II sebagai terapi penunjang untuk

penurunan derajat luka dekubitus.

4. Kepada Masyarakat

Masyarakat dapat menggunakan massage dengan VCO sebagai

perawatan sekaligus pengobatan untuk luka tekan derajat II dengan

prosedur pemijatan dan pemberian VCO yang tepat.

Page 116: PEMANFAATAN VCO

DAFTAR PUSTAKA

Ambiyani, W 2013, ‘Pemberian Salep Ekstrak Daun Mengkudu (Morinda

citrifolia L) Meningkatkan Proses Regenerasi Jaringan Luka Pada Tikus

Putih Galur Wistar (Rattus Norvegicus) Jantan’, thesis magister,

Universitas Udayana, Denpasar.

Bogadenta, A 2013, Manfaat Air Kelapa dan Minyak Kelapa, Penerbit

Flashbooks, Yogyakarta.

Corwin, EJ 2009, Buku Saku Pathofisiologi, Edisi 3, EGC, Jakarta.

Dewi, Prayadni dkk 2012, ‘Efektifitas Pemberian Masase Punggung Terhadap

Pencegahan Dekubitus Pada Pasien Tirah Baring Di RSUD Kajen

Kabupaten Pekalongan’, Kritikal Jurnal, diakses 5 Desember

2013,<http://www.scribd.com/doc/109322566/Kritikal-Jurnal-Kel-1-

Nova>

Ekaputra, E 2013, Evolusi Manajemen Luka, Penerbit CV. Trans Info Media,

Jakarta.

Fitriani, E 2012, ‘Tingkat Keberhasilan Terapi Masase Untuk Menyembuhkan

Cedera Lutut’, Skripsi Sarjana Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas

Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.

Fitriyani, N 2009, ‘Pengaruh Posisi Lateral Inklin 30 Derajat Terhadap kejadian

Dekubitus Pada Pasien Stroke Di Bangsal Anggrek I Rumah Sakit Dr.

Moewardi Surakarta’, Skripsi Keperawatan, Universitas Muhammadiyah

Surakarta, Surakarta.

Handayani, RS 2010, ‘Efektifitas Penggunaan Virgin Coconut Oil (VCO) Dengan

Massage Untuk Pencegahan Luka Tekan Grade I Pada Pasien Yang

Beresiko Mengalami Luka Tekan Di RSUD Dr.Hj.Abdoel Moeloek

Provinsi Lampung’, Tesis Program Magister Keperawatan,Universitas

Indonesia, Depok.

Hasibuan, SS 2011, ‘Penggunaan Minyak Kelapa Murni (VCO) Sebagai

Pelembab Dalam Sediaan Krim’, Skripsi Program Sarjana, Universitas

Sumatera Utara, Medan.

Lingga, L 2012, Terapi Kelapa Untuk Kesehatan dan Kecantikan, Penerbit PT

Elex Media Komputindo, Jakarta.

Morison, MJ 2003, Manajemen Luka , Alih Bahasa Tyasmono A.F, EGC, Jakarta.

Page 117: PEMANFAATAN VCO

Salcido, R 2012, ‘Pressure Ulcers and Wound Care’, Department of Physical

Medicine and Rehabilitation, University of Pennsylvania School of

Medicine, Philadelphia, diakses 25 Oktober 2013,

<http://emedicine.medscape.com/article/319284-overview>

Nugroho, HW 2008, Keperawatan Gerontik dan Geriatrik Edisi 3, EGC, Jakarta.

Nurdiana, Haryanto, T & Musfirah 2006, ‘Perbedaan Kecepatan Penyembuhan

Luka Bakar Derajat II Antara Perawatan Luka Menggunakan Virgin

Coconut Oil (Cocos nucifera) Dan Normal salin Pada Tikus Putih (Rattus

norvegicus)’,diakses5 Desember

2013,<http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&

cd=1&cad=rja&ved=0CCgQFjAA&url=http%3A%2F%2Felibrary.ub.ac.i

d%2Fbitstream%2F123456789%2F18039%2F1%2FPerbedaan-

kecepatanpenyembuhan-luka-bakar-derajat-II-antara-perawatan-luka-

menggunakanvirgin-coconut-Oil-%28Cocos-nucifera%29-dan-normal-

salin-pada-tikus-

putih%28Rattusnorvegicus%29strainwistar.pdf&ei=AH24Uu3gC4i3rAfbv

IDwCg&usg=AQjCNGcS2tgV3yMMHF0FqaXc7Z2XIbTng&bvm=bv.58

187178,d.bmk>

Pieper, B, Langemo, D, & Cuddigan, J 2009, ‘Pressure Ulcer Pain : A Systematic

Literature Review And National Pressure Ulcer Advisory Panel White

Paper’, National Center for Biotechnology Information (NCBI), U.S.

National Library of Medicine, diakses 2 Juli 2014,

<http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19246782>

Ramlah 2011, ‘Hubungan Pelaksanaan Tugas Kesehatan Dan Dukungan Keluarga

Dengan Pengabaian Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Kassi-Kassi

Makasar’, tesis magister, Universitas Indonesia, diakses 21 Oktober 2013,

<http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20281102-T%20Ramlah.pdf>

Riyadi, S dan Purwanto,T 2009, Asuhan Keperawatan Jiwa, Yogyakarta : Graha

Ilmu.

Sari, N 2009, ‘Efek Pemberian Virgin Coconut Oil (VCO) Terhadap Profil

Imunohistokimia Antioksidan Superoxide Dismutase (SOD) Pada Jaringan

Ginjal Tikus Diabetes Mellitus’, Skripsi Kedokteran Hewan, Institut

Pertanian Bogor, Bogor.

Setyoadi & Sartika, DD 2010, ‘Efek Lumatan Daun Dewa (Gynura Segetum)

Dalam Memperpendek Waktu Penyembuhan Luka Bersih Pada Tikus

Putih’, Jurnal Keperawatan Soedirman, Volume 5, No.3, Malang.

Sudjatmiko 2007, Petunjuk Praktis Ilmu Bedah Plastik RekonstruksiEdisi 1,

Mahameru Offset Printing, Semarang.

Page 118: PEMANFAATAN VCO

Suheri, ‘Gambaran Lama Hari Rawat Dalam Terjadinya Luka Dekubitus pada

Pasien Immobilisasi di RSUP Haji Adam Malik Medan’, Skripsi

Keperawatan, Universitas Sumatera Utara, Medan, diakses 20 Oktober

2013,<http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17133/4/Chapter%

20II.pdf>

Suriadi 2004, Perawatan Luka Edisi I, CV. Sagung Seto, Jakarta.

Sutarmi, & Rozaline, H 2005, Taklukan Penyakit Dengan VCO, Penebar

Swadaya, Jakarta.

Sutopo, HB 2006, Metodologi Penelitian Kualitatif (Dasar Teori dan Terapannya

dalam Penelitian), UNS Press, Surakarta.

Syah, ANA 2005, Virgin Coconut Oil Minyak Penakluk Aneka Penyakit, Agro

Media Pustaka, Jakarta.

Tamher, S & Noorkasiani 2009, Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan

Asuhan Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta.

Tarihoran, DET 2010, ‘Pengaruh Posisi Miring 30 Derajat Terhadap kejadian

Luka Tekan Grade I (Non Blanchable Erythema) Pada Pasien Stroke Di

Siloam Hospitals’, thesis magister, Universitas Indonesia

Rizka, A dkk 2009, ‘Imobilisasi pada Pasien Usia Lanjut: Pendekatan dan

Pencegahan Komplikasi’, Divisi Geriatri Department Ilmu Penyakit Dalam

FKUI RSCM, Jakarta, diakses 4 November 2013,

<http://www.papdijaya.org/images/file_berita/Imobilisasi.pdf>

Trisnowiyanto, B 2012, Ketrampilan Dasar Massage, Nuha Medika, Yogyakarta.

Trisnowiyoto, B 2011, Remidial Massage : Panduan Pijat Penyembuhan Bagi

Fisioterapis, Praktisi, dan Instruktur, Nuha Medika, Yogyakarta.

Utama, H 2009, Problematika Dermatologi Geriatri dan Penanganannya, Balai

Penerbit FKUI, Jakarta.

Widodo, A 2007, ‘Uji Kepekaan Instrumen Pengkajian Risiko Dekubitus Dalam

Mendeteksi Dini Risiko Kejadian Dekubitus Di RSIS’, Jurnal Penelitian

Sains & Teknologi, Vol. 8, No. 1, diakses 21 Oktober 2013,

<http://publikasiilmiah.ums.ac.id:8080/xmlui/bitstream/handle/123456789

/403/4.%20ARIF%20WIDODO%20SIAP.pdf?sequence=1>

Wijaya, AI & Tasmiyatun, S 2009, ‘Pengaruh Pemberian Berbagai Coconut Oil

Secara Topikal Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Kimiawi Pada Kulit

Tikus Putih (Rattus norvegicus) Terinduksi AsamSulfat’, diakses 6

Page 119: PEMANFAATAN VCO

Desember2013,<http://elibrary.ub.ac.id/bitstream/123456789/18039/1/Per

bedaankecpatanpenyembuhan-luka-bakar-derajat-II-antara-perawatan-

luka-menggunakan-virgin-coconut-Oil-(Cocos-nucifera)-dan-normal-salin-

pada-tikus-putih-(Rattus-norvegicus)-strain-wistar.pdf>