PEMANFAATAN SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA CANGKANG SAWIT UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR SEBAGAI PENGAWET MAKANAN ALAMI Juni Prananta Direktur Eksekutif JINGKI institute (Making Applied Technology Work For Marginal People) Alumnus Teknik Kimia Universitas Malikussaleh Lhokseumawe Kelapa dan sawit telah ditanam hampir di seluruh Indonesia dan luas arealnya terus meningkat. Pada tahun 2004 luas areal perkebunan kelapa serta sawit baru masing-masing adalah 3.334.000 Ha untuk kelapa dan 4.580.250 Ha untuk kelapa sawit (Kompas, Juni 2007). Sejak tahun 1988 Indonesia menduduki urutan pertama sebagai negara yang memiliki areal kebun kelapa terluas di dunia. Dari seluruh luas areal perkebunan kelapa, sekitar 97,4 % dikelola oleh perkebunan rakyat yang melibatkan sekitar 3,1 juta keluarga petani Sisanya sebanyak 2,1 % dikelola perkebunan besar swasta dan 0,5 % dikelola perkebunan besar negara (Palungkun, 2001). Kabupaten Aceh Utara terkenal sebagai penghasil kelapa dan kelapa sawit yang potensial di Provinsi NAD. Luas lahan dua hasil pertanian (kelapa dan kelapa sawit) dari kedua kabupaten tersebut mencapai 110.000 Ha dengan total produksi 120.000 ton per tahun (BPS NAD, 2006). 1
47
Embed
PEMANFAATAN SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA CANGKANG SAWIT UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR
Kelapa dan sawit telah ditanam hampir di seluruh Indonesia dan luas arealnya terus meningkat. Pada tahun 2004 luas areal perkebunan kelapa serta sawit baru masing-masing adalah 3.334.000 Ha untuk kelapa dan 4.580.250 Ha untuk kelapa sawit
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PEMANFAATAN SABUT DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA CANGKANG SAWIT UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR
SEBAGAI PENGAWET MAKANAN ALAMI
Juni Prananta
Direktur Eksekutif JINGKI institute (Making Applied Technology Work For Marginal People)
Alumnus Teknik Kimia Universitas Malikussaleh Lhokseumawe
Kelapa dan sawit telah ditanam hampir di seluruh Indonesia dan luas arealnya
terus meningkat. Pada tahun 2004 luas areal perkebunan kelapa serta sawit baru
masing-masing adalah 3.334.000 Ha untuk kelapa dan 4.580.250 Ha untuk kelapa
sawit (Kompas, Juni 2007). Sejak tahun 1988 Indonesia menduduki urutan pertama
sebagai negara yang memiliki areal kebun kelapa terluas di dunia. Dari seluruh luas
areal perkebunan kelapa, sekitar 97,4 % dikelola oleh perkebunan rakyat yang
melibatkan sekitar 3,1 juta keluarga petani Sisanya sebanyak 2,1 % dikelola
perkebunan besar swasta dan 0,5 % dikelola perkebunan besar negara (Palungkun,
2001). Kabupaten Aceh Utara terkenal sebagai penghasil kelapa dan kelapa sawit
yang potensial di Provinsi NAD. Luas lahan dua hasil pertanian (kelapa dan kelapa
sawit) dari kedua kabupaten tersebut mencapai 110.000 Ha dengan total produksi
120.000 ton per tahun (BPS NAD, 2006).
Adanya potensi sumber daya alam yang sangat besar ini hendaknya dapat
dikembangkan dan dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan petani kelapa dan
sawit. Namun saat ini masih ada beberapa kendala yang menyebabkan pendapatan
petani masih rendah. Kendalanya adalah pengolahan lahan yang masih bersifat
tradisional dan kurangnya industri pengolahan hasil (industri hilir). Masalah di atas
menyebabkan petani tidak mempunyai alternatif lain untuk memasarkan kelapa serta
sawitnya dalam bentuk bahan baku (raw material).
Dengan adanya ilmu pengetahuan dan teknologi maka beberapa hasil samping
pertanian kelapa serta sawit seperti tempurung, sabut, serta cangkang sawit dapat
diolah menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi, seperti arang
tempurung kelapa yang sangat potensial untuk diolah menjadi arang aktif. Dengan
1
meningkatnya produksi arang aktif yang menggunakan bahan dasar tempurung kelapa
maka akan mengakibatkan terjadinya pencemaran udara karena adanya penguraian
senyawa-senyawa kimia dari tempurung kelapa pada proses pirolisis. Pada proses
pirolisis juga dihasilkan asap cair, tar dan gas-gas yang tak terembunkan. Asap cair
yang merupakan hasil sampingan dari industri arang aktif tersebut mempunyai nilai
ekonomi yang tinggi jika dibandingkan dengan dibuang ke atmosfir. Asap cair
diperoleh dari pengembunan asap hasil penguraian senyawa-senyawa organik yang
terdapat dalam kayu sewaktu proses pirolisis.
Berbagai jenis kayu dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan asap
cair, seperti yang telah dilakukan oleh Tranggono dkk. (1996) dalam penelitiannya
yang memanfaatkan berbagai jenis kayu di Indonesia sebagai bahan dasar pembuatan
asap cair. Untuk mendapatkan asap yang baik sebaiknya menggunakan kayu keras
seperti kayu bakau, kayu rasamala, serbuk dan gergajian kayu jati serta tempurung
kelapa sehingga diperoleh produk asapan yang baik (Astuti, 2000).
Penggunaan asap cair terutama dikaitkan dengan sifat-sifat fungsional asap
cair, diantaranya adalah sebagai antioksidan, antibakteri, antijamur, dan potensinya
dalam pembentukan warna coklat pada produk. Asap cair dapat diaplikasikan pada
bahan pangan karena dapat berperan dalam pengawetan bahan pangan. Cara
pengawetan tradisional biasanya dilakukan dengan pengasapan. Beberapa teknik
pengasapan dapat dilakukan pada temperatur di atas 70 oC kemudian bahan diasap
langsung di atas sumber asap. Saat ini sedang dikembangkan metode pengawetan
yang lain yaitu menggunakan metode pengasapan asap cair dengan mencelupkan
bahan pada larutan asap atau menyemprotkan larutan asap pada bahan kemudian
produk dikeringkan (Girard, 1992)
Pengasapan telah lama dikenal sebagai salah satu tahapan dalam pengolahan
produk pangan. Tujuan semula dari pengasapan adalah menghambat laju kerusakan
produk. Namun dalam perkembangannya tujuan pengasapan tidak hanya itu, tetapi
lebih ditujukan untuk memperoleh kenampakan tertentu pada produk asapan dan
citarasa asap pada bahan makanan. Astuti (2000) mengemukakan bahwa penggunaan
asap cair lebih menguntungkan daripada menggunakan metode pengasapan lainnya
karena warna dan citarasa produk dapat dikendalikan, kemungkinan menghasilkan
2
produk karsinogen lebih kecil, proses pengasapan dapat dilakukan dengan cepat dan
bisa langsung ditambahkan pada bahan selama proses. Pengasapan diperkirakan akan
tetap bertahan pada masa yang akan datang karena efek yang unik dari citarasa dan
warna yang dihasilkan pada bahan pangan.
Tanaman kelapa (Cocos nucifera L) merupakan salah satu tanaman yang
termasuk dalam famili Palmae dan banyak tumbuh di daerah tropis, seperti di
Indonesia. Tanaman kelapa membutuhkan lingkungan hidup yang sesuai untuk
pertumbuhan dan produksinya. Faktor lingkungan itu adalah sinar matahari,
temperatur, curah hujan, kelembaban, dan tanah (Palungkun, 2001).
Kelapa
Kelapa dikenal sebagai tanaman yang serbaguna karena seluruh bagian
tanaman ini bermanfaat bagi kehidupan manusia serta mempunyai nilai ekonomis
yang cukup tinggi.
Salah satu bagian yang terpenting dari tanaman kelapa adalah buah kelapa.
Buah kelapa terdiri dari beberapa komponen yaitu kulit luar (epicarp), sabut
(mesocarp), tempurung kelapa (endocarp), daging buah (endosperm), dan air kelapa
(Palungkun, 2001). Adapun komposisi buah kelapa disajikan pada tabel 1.1 berikut.
Tabel 1.1 Komposisi buah kelapa
Bagian buah Jumlah berat (%)
Sabut
Tempurung
Daging buah
Air kelapa
35
12
28
25
(Palungkun 2001)
3
Komponen-komponen penyusun buah kelapa disajikan pada gambar 2.1 berikut ini :
Keterangan Gambar :1. Kulit luar (epicarp) 2. Sabut (mesocarp)3. Tempurung (endocarp)4. Daging buah (endosperm)5. Air kelapa
Tempurung Kelapa
Tempurung kelapa merupakan bagian buah kelapa yang fungsinya secara
biologis adalah pelindung inti buah dan terletak di bagian sebelah dalam sabut dengan
ketebalan berkisar antara 3–6 mm. Tempurung kelapa dikategorikan sebagai kayu
keras tetapi mempunyai kadar lignin yang lebih tinggi dan kadar selulosa lebih
rendah dengan kadar air sekitar enam sampai sembilan persen (dihitung berdasarkan
berat kering) dan terutama tersusun dari lignin, selulosa dan hemiselulosa (Tilman,
1981).
Tabel 1.2 Komposisi kimia tempurung kelapa (Suhardiyono, 1988)
Komponen Persentase
Selulosa
Hemiselulosa
Lignin
Abu
Komponen ekstraktif
Uronat anhidrat
Nitrogen
Air
26,6 %
27,7 %
29,4 %
0,6 %
4,2 %
3,5 %
0,1 %
8,0 %
Apabila tempurung kelapa dibakar pada temperatur tinggi dalam ruangan
yang tidak berhubungan dengan udara maka akan terjadi rangkaian proses peruraian
penyusun tempurung kelapa tersebut dan akan menghasilkan arang selain destilat, tar
4
Gambar 2.1 Penampang membujur buah kelapa
dan gas (Anonim, 1983). Destilat ini merupakan komponen yang sering disebut
sebagai asap cair.
Tempurung kelapa termasuk golongan kayu keras dengan kadar air sekitar
enam sampai sembilan persen (dihitung berdasar berat kering), dan terutama tersusun
dari lignin, selulosa dan hemiselulosa. Data komposisi kimia tempurung kelapa
disajikan pada tabel 1.2
Sabut kelapa
Sabut kelapa merupakan bagian yang cukup besar dari buah kelapa, yaitu 35 %
dari berat keseluruhan buah. Sabut kelapa terdiri dari serat dan gabus yang
menghubungkan satu serat dengan serat lainnya. Serat adalah bagian yang berharga
dari sabut. Setiap butir kelapa mengandung serat 525 gram (75 % dari sabut), dan
gabus 175 gram (25 % dari sabut).
Sawit
Kelapa sawit (Elleis Guinensis) merupakan salah satu sumber minyak nabati
yang penting di Indonesia. Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80 % pericarp dan
20 % yang di lapisi dengan cangkang.
Hasil dari pada pengolahan kelapa sawit selanjutnya dapat digunakan dalam berbagai
bidang terutama industri makanan, kosmetik, sabun, cat, bahkan akhir-akhir ini
sedang di galakkan penggunaannya dari minyak kelapa sawit sebagai bahan baku
pembuatan bahan bakar alternative.
Kelapa sawit mengandung lebih kurang 67 % daging buah kelapa sawit
(brondolan), 23 % janjangan kosong (tandan), dan 10 % air (penguapan). Di dalam
daging diperoleh kadar minyak mentah (Crude Oil) sekitar 43 %, biji 11 %, dan
ampas 13 %, dalam biji mengandung inti sekitar 5 %, cangkang 5 %, dan air 1 %.
(Naibaho, 1996) Industri Kelapa sawit mulai dirintis di Indonesia oleh seorang
kebangsaan Belgia yang telah belajar banyak di afrika yang bernama Addrian Hallet
yang mengusahakan perkebunan kelapa sawit di Sungai Liput Aceh Tamiang dan di
Pulau raja (Asahan) pada tahun 1911. Dan ternyata industri kelapa sawit sangat
5
cocok untuk dikembangkan di Indonesia karena memiliki kawasan tropis yang luas
yang sesuai dengan kondisi alam yang cocok untuk tanaman kelapa sawit.
Komoditas kelapa sawit yang merupakan salah satu dari komoditas andalan
pada subsektor perkebunan yang menunjukkan perkembangan yang sangat pesat.
Sampai saat ini, kelapa sawit telah diusahakan dalam bentuk perkebunan dan pabrik
pengolahan kelapa sawit. Hasil utama dari pengolahan kelapa sawit yaitu Crude Palm
Ketaren, S., 1986, Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan, UI-Press, Jakarta.
Kopkhar, SM, 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, Penerbit UI Press, Jakarta.
Maga, J.A. 1987, Smoke in Food Processing, CRC Press, Inc., Boca Raton, Florida.
Palungkun, R., 2003, Aneka Produk Olahan Kelapa, Cetakan ke Sembilan, Penebar Swadaya, Jakarta.
28
Panshin, A.J., 1950, Forest Product, Their Sources, Production and Utilization, McGraw Hill Inc., 46-51, 251-253, 263-266..
Poole, F.C., and Poole, K.S.,1997, Chromatography Today, Elsevier, Amsterdam.
Pszczola, D.E., 1995, Tour Highlight Production and Uses of Smoke Based Flavors, Food Tech, 49 (1) : 70 – 74.
Ruswanto, Darmadji, P. dan Raharjo, S., 2000, Potensi Pencoklatan Asap Cair dari Kayu Karet Hasil Reaksi dengan Beberapa Asam Amino, Seminar Nasional Industri Pangan, Yogyakarta.
Suhardiyono, L., 1988, Tanaman Kelapa, Budidaya dan Pemanfaatannya, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 153-156.
Tahir, I., 1992, Pengambilan Asap Cair secara Destilasi Kering pada Proses pembuatan Karbon Aktif dari Tempurung Kelapa, Skripsi, FMIPA Ugm, Yogyakata.
Tilman, D., 1981, Wood Combution : Principles, Processes and Economics, Academics Press Inc., New York, 74-93.
Vartuli,J.C., Malek, A., Roth, W.J., Kersge, C.T. and McCullen, S.B, 2001, The Sorption of As-Synthesized and Calcined MCM-41 and MCM-48, Microporous, Mesoporous Materials, 44, 691-694.
Vogel, A.I., 1990, Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro, Edisi 5, Revisi oleh G. Svehla, Terjemahan Seyiono dan H. Pudjaatmaka, Kalman Media Pusaka, Jakarta.
Wazyka, A., Darmadji, P. dan Raharjo, R., 2000, Aktivitas Antioksidan Asap Cair Kayu Karet dan Redestilatnya Terhadap Asam Linoleat, Seminar Nasional Industri Pangan, Yogyakarta.
Wulandari, K.R., Darmadji, P. dan Santoso, U., 1999, Sifat Antioksidatif Asap Cair Hasil Redistilasi Selama Penyimpanan, Prosiding Seminar Nasional Pangan, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta
Yuwanti, S., Darmadji, P. dan Tranggono, 1999, Potensi Pencoklatan Fraksi-fraksi Asap Cair Tempurung Kelapa, Prosiding Seminar Nasional Pangan, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.
29
30
Ikan segar pada saat awal perlakuan
Perendaman ikan dalam larutan asap cair selama 3 menit