PEMANFAATAN RESIDU PLTU TANJUNG B JEPARA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI ELEKTROLISIS PLASMA NON- TERMAL SEBAGAI SOLUSI ABRASI PANTAI DI JEPARA OLEH MUHAMMAD IMAM RAIS, 1006680386, UNIVERSITAS INDONESIA BIDANG SOSEKLING/SDA ABSTRAK Indonesia adalah salah satu Negara kepulauan terbesar di dunia. Garis pantai yang sangat panjang mencapai lebih kurang 81.000 km menempatkan Indonesia di posisi kedua garis pantai terpanjang di dunia setelah Kanada. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita memanfaatkan potensi wilayah pesisir yang terdapat di seluruh wilayah Indonesia. Namun, setiap pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir dapat menyebabkan perubahan ekosistem dengan skala tertentu. Pemanfaatan dengan tidak mempertimbangkan prinsip ekologi bisa menyebabkan turunnya mutu lingkungan dan berlanjut dengan terjadinya kerusakan ekosistem wilayah pesisir. Salah satu kerusakan yang ditimbulkan adalah abrasi. Abrasi merupakan suatu perubahan bentuk pantai atau erosi pantai yang disebabkan ketidakseimbangan interaksi dinamis pantai, baik akibat faktor alam maupun non alam (ulah manusia). Abrasi dapat mengakibatkan kerugian besar dengan rusaknya wilayah pantai dan pesisir dengan segala kehidupan yang ada di wilayah tersebut. Salah satu masalah abrasi di Indonesia adalah abrasi pantai di Jepara. Abrasi pantai yang mengganggu dan mengancam serta merusak kelestarian lingkungan pantai ini semakin diperparah dengan adanya pembuangan brine water dari residu
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PEMANFAATAN RESIDU PLTU TANJUNG B JEPARA
MENGGUNAKAN TEKNOLOGI ELEKTROLISIS PLASMA NON-TERMAL
SEBAGAI SOLUSI ABRASI PANTAI DI JEPARA
OLEH MUHAMMAD IMAM RAIS, 1006680386, UNIVERSITAS INDONESIA
BIDANG SOSEKLING/SDA
ABSTRAK
Indonesia adalah salah satu Negara kepulauan terbesar di dunia. Garis pantai yang sangat panjang
mencapai lebih kurang 81.000 km menempatkan Indonesia di posisi kedua garis pantai terpanjang di
dunia setelah Kanada. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita memanfaatkan potensi wilayah pesisir
yang terdapat di seluruh wilayah Indonesia. Namun, setiap pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir
dapat menyebabkan perubahan ekosistem dengan skala tertentu. Pemanfaatan dengan tidak
mempertimbangkan prinsip ekologi bisa menyebabkan turunnya mutu lingkungan dan berlanjut dengan
terjadinya kerusakan ekosistem wilayah pesisir. Salah satu kerusakan yang ditimbulkan adalah abrasi.
Abrasi merupakan suatu perubahan bentuk pantai atau erosi pantai yang disebabkan
ketidakseimbangan interaksi dinamis pantai, baik akibat faktor alam maupun non alam (ulah manusia).
Abrasi dapat mengakibatkan kerugian besar dengan rusaknya wilayah pantai dan pesisir dengan segala
kehidupan yang ada di wilayah tersebut. Salah satu masalah abrasi di Indonesia adalah abrasi pantai di
Jepara. Abrasi pantai yang mengganggu dan mengancam serta merusak kelestarian lingkungan pantai ini
semakin diperparah dengan adanya pembuangan brine water dari residu PLTU Tanjung B Jepara secara
langsung ke laut. Hal tersebut akan meningkatkan permukaan air laut meningkat. Selain itu, brine water
yang memiliki tingkat garam yang lebih tinggi dari air laut akan menyebabkan air laut menjadi tercemar.
Oleh karena itu, dibutuhkan solusi untuk menyelesaikan masalah ini. Karya tulis ini bertujuan untuk
meningkatkan produksi klorin dengan penerapan teknologi elektrolisis plasma non-termal. Elektrolisis
tersebut menggunakan brine water dari PLTU Tanjung B, Jepara, sebagai sumber yang dielektrolisis.
Gagasan ini ditulis dengan analisis potensi dari tidak termanfaatkannya brine water. Berdasarkan Jurnal
Melián-Martel, 2011 , diketahui bahwa brine water jika dielektrolisis akan menghasilkan gas klorin dan
soda api (NaOH) sebagai produk utamanya. Jumlah klorin yang dihasilkan ini akan berpotensi menjadi
lebih banyak jika menggunakan teknologi plasma non-termal. Hal ini berdasarkan pada percobaan
Mizuno dkk (2003) yang dapat menghasilkan hidrogen delapan kali lebih banyak dengan menggunakan
elektrolisis plasma daripada menggunakan elektrolisis biasa. Saat mulai terbentuknya plasma, arus listrik
yang dibutuhkan menurun secara signifikan sehingga daya listrik yang digunakan juga berkurang. Kedua
hal tersebut menyebabkan elektrolisis plasma non-termal dengan menggunakan brine water akan
menghasilkan klorin yang lebih banyak dengan penggunaan listrik yang lebih efisien daripada elektrolisis
biasa. Oleh karena potensi klorin yang dihasilkan sangat besar, maka diperlukan pengelolaan mandiri
untuk mengaplikasikan gagasan ini, yaitu dengan membangun pabrik klor-alkali.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Air garam yang digunakan saat ini pada umumnya dibuat dengan mencampurkan air tawar dengan
garam (NaCl) (Asahimas Chemical, 2012). Namun sekarang ini, air tawar / fresh water sudah menjadi
krisis di dunia, termasuk di Indonesia. Di Pulau Jawa sendiri yang penduduknya mencapai 65% total
penduduk Indonesia, hanya tersedia 4,5% potensi air tawar (Pusat Perpustakaan dan Penyebaran
Teknologi Pertanian. 2012). Penulis melihat adanya potensi sumber elektrolisis selain air garam, yaitu
brine water. Diketahui bahwa hasil elektrolisis brine water akan menghasilkan klorin yang jauh lebih
besar (main product) daripada air laut dengan hidrogen sebagai by product-nya (Abdel-Aal et al., 2010).
Brine water adalah air yang memiliki kadar garam yang lebih tinggi daripada air laut (Schlumberger,
2012). Kandungan garam pada brine water yaitu lebih dari 50 g/L, sedangkan air laut mengandung 30-50
g/L (Astle dan Weast, 1982).
Mengingat potensi pemanfaatan brine water sangat besar, penulis melihat peluang untuk
memanfaatkan air tersebut dari hasil limbah buangan PLTU di Indonesia. “Semakin banyak PLTU di
Indonesia yang umumnya berada dekat pantai, semakin banyak brine water yang tidak termanfaatkan.
Padahal, biaya untuk proses desalinasi itu sangat mahal (Marwati, 2010)”. Salah satu PLTU yang
menghasilkan residu brine water adalah PLTU Tanjung Balai B, Jepara, Jawa Tengah, yaitu sebesar 60%
dari air laut yang digunakan . Penulis Memilih PLTU tersebut karena melihat adanya potensi industri di
Jepara, yaitu industri klor-alkali, selain industri mebel dan ukir yang menjadi ikon kota tersebut.
Teknologi yang digunakan untuk memproduksi klorin saat ini, yaitu elektrolisis biasa, membutuhkan
daya yang sangat besar. Dibutuhkan daya listrik sebesar 3400 kWh untuk memproduksi satu ton klorin
(Melián-Martel et al., 2011). Oleh karena itu, penulis melihat adanya teknologi lain untuk memproduksi
klorin dengan daya yang lebih sedikit daripada elektrolisis biasa. Teknologi tersebut adalah elektrolisis
plasma non-termal.
Studi mengenai produksi klorin dengan menggunakan elektrolisis plasma belum pernah dilakukan.
Selama ini, baru diteliti pemanfaatan elektrolisis plasma dengan air laut untuk memproduksi gas
hidrogen. Berdasarkan Jurnal Abdel-Aal et al., 2010, diketahui bahwa elektrolisis plasma dengan
menggunakan air laut akan menghasilkan efektivitas yang jauh lebih tinggi karena air laut mengandung
NaCl yang konduktivitasnya tinggi. Teknologi plasma diketahui dapat menghasilkan gas hidrogen
delapan kali lebih banyak dari elektrolisis biasa pada proses produksi hidrogen dengan menggunakan air
(Mizuno et al., 2003). Selain itu, semakin meningkatnya tegangan yang digunakan maka plasma yang
terbentuk akan semakin banyak, yang membuat produktivitas hidrogen meningkat dan konsumsi energi
menurun (Saksono et al., 2012). Berdasarkan hal tersebut, penulis berasumsi jika menggunakan
elektrolisis plasma, jumlah klorin yang diproduksi akan semakin meningkat dan efisien.
Tujuan
1. Mempelajari potensi residu brine water PLTU Tanjung Balai B, Jepara, Jawa Tengah untuk
memproduksi gas klorin
2. Mempelajari penggunaan teknologi plasma non-termal untuk meningkatkan jumlah gas klorin yang
diproduksi dan meningkatkan efisiensi penggunaan listrik
3. Mengurangi potensi abrasi pantai di daerah Jepara dengan memanfaatkan residu brine water PLTU
Tanjung Balai B Jepara yang selama ini dibuang begitu saja ke laut
Manfaat
1. Membuka wawasan pihak PLTU Tanjung Balai B, Jepara bahwa residu brine water yang selama ini
dibuang begitu saja dapat dimanfaatkan untuk memproduksi gas klorin
2. Memberikan solusi tentang produksi gas klorin yang lebih produktif dari segi jumlah dan yang lebih
efisien dari segi penggunaan listrik
3. Membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar dengan
melakukan produksi klorin dari residu brine water PLTU Tanjung B Jepara
Telaah Pustaka
Penulisan gagasan ini berdasarkan jurnal Saksono et al., 2012, yang menerangkan bahwa dengan
elektrolisis plasma non-termal dapat menghasilkan produk 8 kali lebih banyak dari elektrolisis biasa dan
juga potensi brine water dari PLTU Tanjung B Jepara yang tidak termanfaatkan (Marwati, 2010)
Metode Penulisan
Metode penulisan ini bersumber dari gagasan penulis yang melihat potensi brine water untuk
menghasilkan klorin dan juga penggunaan metode elektrolisis yang menghasilkan lebih banyak produk.
Ide-ide penulis tersebut dibuktikan dan dikembangkan dengan jurnal-jurnal yang ada.
ISI
Analisis Situasi
Pada era globalisasi saat ini, banyak industri menggunakan klorin (Cl2) sebagai salah satu bahan baku
dasarnya, contohnya pada industri desinfektan, plastik, kertas, dan lain- lain (Hasan, 2006). Lebih dari
50% barang-barang kimia yang komersil menggunakan klorin sebagai bahan dasarnya (World Chlorine
Council, 2012). Salah satu teknologi biasa yang digunakan untuk menghasilkan klorin adalah melalui
elektrolisis air garam/saline water. Para pelaku industri penghasil klorin atau biasa disebut industri klor-
alkali lebih memilih air garam daripada air laut karena banyaknya pengotor pada air laut yang dapat
mempengaruhi produk (Melián-Martel et al., 2011). Elektrolisis air garam merupakan teknologi
pemecahan molekul-molekul air garam menjadi atom-atom penyusunnya. Teknologi ini diterapkan
berdasarkan teori yang dikembangkan oleh Michael Faraday yang menjelaskan hubungan kuantitatif
antara jumlah arus listrik yang dilewatkan pada sel elektrolisis dengan jumlah zat yang dihasilkan pada
elektroda. Teori yang dinyatakan oleh Faraday antara lain:
1. Jumlah zat yang dihasilkan di elektroda sebanding dengan jumlah arus listrik yang melalui sel
2. Bila sejumlah tertentu arus listrik melalui sel, jumlah mol zat yang berubah di elektroda adalah
konstan tidak bergantung jenis zat
Adapun reaksi elektrolisis biasa tersebut dari air garam untuk menghasilkan klorin (Cl2) dengan
menggunakan arus listrik yang mengalir melalui air garam adalah sebagai berikut (Abdel-Aal et al., 2010)