Pemanfaatan Potensi Umbi PorangSebagai Bahan Tepung Bernilai
Ekonomis Tinggi
Indonesia memiliki banyak sekali tanaman penghasil bahan pangan
kaya pati yang dapat dijadikan bahan baku pangan pokok. Secara
umum, terdapat dua sumber bahan baku pati di Indonesia yakni sumber
pati mayor dan minor. Sumber pati mayor antara lain beras, jagung,
gandum, sorgum, singkong, kentang, ubi jalar, talas dan sagu.
Sedangkan sumber pati minor terdiri dari berbagai macam umbi
seperti kimpul, garut, suweg, uwi, ganyong dan porang. Pemanfaatan
sumber pati minor masih sangat sidikit untuk dikomersialisasikan di
Indonesia. Salah satu yang berpotensi untuk dikembangkan dari
sumber pati minor tersebut adalah umbi porang.Porang merupakan
komoditi tanaman yang termasuk famili Araceae dan merupakan
tumbuhan semak (herba) dengan umbi tunggal di dalam tanah. Porang
banyak tumbuh di hutan karena hanya memerlukan penyinaran matahari
50-60 persen sehingga sangat cocok untuk tanaman di bawah naungan.
Porang yang hanya memerlukan tanah kering berhumus dengan pH 6-7,
umbi batangnya berada di dalam tanah dan umbi inilah yang dipungut
hasilnya. Tanaman yang di Madura disebut kruwu ini mempunyai
kandungan polysacharida (glucomanan) tertinggi (sekitar 35
persen).
Gambar 1. Tananaman Porang
Gambar 2. Umbi PorangTanaman porang merupakan tanaman asli
daerah tropis. Menurut (Widjanarko, dkk: 2006) daerah penghasil
porang di Jawa yaitu Nganjuk, Madiun, Bojonegoro, Jember, dan
Banyuwangi sebanyak lebih dari 2000 ton (sekitar 3 ton per hektar).
Salah satu sifat khas tanaman porang adalah mempunyai toleransi
yang tinggi terhadap lingkungan yang ternaungi melalui mekanisme
dormansi, sehingga tanaman ini tumbuh baik di pekarangan dan
kawasan hutan. Tanaman porang dapat beradaptasi di dataran rendah
hingga ketinggian lebih dari 1.000 m diatas permukaan laut (dpl).
Tanaman tersebut membutuhkan suhu harian rata-rata 25o C 35o C,
curah hujan tahunan antara 1.000 - 1.500 mm. Ketinggian optimal
untuk menghasilkan produksi umbi yang baik adalah 100 - 600 m dpl.
Sedangkan intensitas cahaya yang diperlukan 60 - 70 %. Pada
prinsipnya tanaman porang dapat tumbuh di berbagai jenis tanah
terutama yang bertekstur lempung berpasir dan bersih dari
alang-alang. Tetapi untuk menghasilkan umbi yang optimal, tanaman
porang menghendaki tanah yang subur dan tidak becek. Naungan yang
ideal untuk tanaman porang adalah jenis jati, mahoni, sono, dan
lain-lain. Prinsipnya ada naungan serta terhindar dari kebakaran.
Tingkat kerapatan naungan minimal 40% sehingga semakin rapat
semakin baik.Umbi porang mengandung glukomannan atau biasanya
disebut dengan mannan yang merupakan polimer dari D-mannosa dan
D-glukosa. Berdasarkan bentuk ikatannya, glukomanan mempunyai
bentuk ikatan -1,4 dan -1,6 glikosida. Kadar manan umbi porang yang
tumbuh di Indonesia berkisar antara 14-35 %. Umbi porang sangat
jarang digunakan untuk konsumsi langsung karena mengandung kristal
kalsium oksalat yang menyebabkan rasa gatal, sehingga sering dibuat
gaplek atau tepung. Tepung mannan merupakan tepung yang dibuat dari
umbi porang yang mempunyai kandungan glukomannan lebih tinggi dari
pada komponen lain yang terdapat dalam tepung tersebut.
Gambar 2. Struktur GlukomannanSaat ini, umbi porang belum
dimanfaatkan oleh industri di Indonesia atau masyarakat secara luas
sebagai bahan tambahan atau fungsional produk makanan. Hal ini
disebabkan masyarakat belum dapat mengolah umbi porang tersebut
menjadi bahan pangan yang praktis untuk dimakan. Selama ini
masyarakat Indonesia pada umumnya mengolah porang hanyai sampai
menjadi chips saja. Sebaliknya industri yang memanfaatkan
glukomanan sebagai bahan baku atau bahan tambahan justru mengimpor
tepung glukomanan (konjac flour) dari Jepang.Padahal harga porang
dari petani hanya Rp. 3000 per kilogram, jika dijadikan chip, harga
jualnya menjadi Rp. 26.000 per kilogram, sedangkan jika diolah
lebih lanjut menjadi tepung glukomanan, nilai ekonomisnya jauh
meningkat, harga jualnya Rp. 20.000/100 gram. Mempertimbangkan
kondisi tersebut, pengolahan tepung glukomanan dari umbi porang
sebagai bahan baku utama produk pangan alternatif seperti mie
rendah kalori dinilai sangat potensial sebagai solusi dalam
meningkatkan pendapatan masyarakat serta melepaskan ketergantungan
Indonesia akan gandum dan tepung terigu impor secara perlahan dalam
produksi mie.Produksi tepung glukomanan dari umbi porang tergolong
sederhana. Umbi porang mentah yang telah dikupas kemudian dicuci
dan diiris tipis (untuk hasil yang baik dapat dislicedengan mesin)
lalu dikeringkan dengan sinar matahari (12 jam 24 jam) atau dapat
juga dikeringkan dengan menggunakan pengering oven dalam waktu
kurang lebih 24 jam. Umbi porang yang telah teriris iris tipis dan
kering disebut dengan chips.Chipsini kemudian ditepungkan dengan
cara di haluskan dengan mesindisk millatau menggunakan blender.
Terdapat kandungan kalsium oksalat yang cukup tinggi dalam tepung
umbi porang yang bila dikonsumsi dapat menimbulkan gatal gatal di
lidah dan di kulit manusia sehingga tepung glukomanan harus
dimurnikan terlebih dahulu sebelum dipisahkan
glukomanannya.Pemurnian tepung porang dari kalsium oksalat dapat
dilakukan dengan maserasi bertahap menggunakan etanol 40 %, 60 %
dan 80 %. Tepung porang yang dicuci dengan memaserasi tepung porang
dengan etanol konsentrasi rendah 40% akan melarutkan senyawa polar
yang terkandung dalam bahan seperti kalsium oksalat, protein, pati,
dan abu. Sedangkan maserasi pada etanol 60 % dan 80 % akan
melarutkan lemak yang terkandung pada tepung (Widjanarko, 2011).
Kemudian tepung dikeringkan kembali di oven pada suhu 40C selama 40
menit dan kemudian dipisahkan antara glukomanan dan senyawa
pengotor yang tidak diinginkan berdasarkan berat jenis sehingga
dihasilkan tepung glukomanan murni. Harga tepung glukomanan
berkisar antara Rp 20.000/100 gram. Walaupun tergolong mahal, namun
hanya diperlukan sedikit glukomanan sebagai bahan pengental makanan
ataupun dalam pembuatan mie, hal ini dikarenakan sifat glukomanan
yang memiliki daya absorbsi air yang tinggi yakni dapat menampung
air kurang lebih 100 kali dari beratnya dalam air. Dengan tekstur
yang lebih baik, maka produk-produk yang menggunakan bahan dari
tepung glukomanan memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi.
Menurut Arifin (2011) dalam Widjanarko (2011), tepung porang dari
umbi porang (Amorphallus oncophyllus) memiliki kandungan nutrisi
sebagai berikut : air 6,8 %, glukomanan 64,98 %, pati 10,24 %,
protein 3,42 % , lemak 0 %, serat berat 5,9 % dan Kalsium Oksalat
sebesar 0 %.
Gambar 3. Proses pembuatan tepung glukomanan dari umbi
porang