Top Banner
TUGAS AKHIR (607408A) PEMANFAATAN OLI BEKAS SEBAGAI FUEL PENGGANTI OXY ACETYLENE PADA PROSES REFORMING DI ROOF KERETA DENGAN MATERIAL SUS 304 SERTA MENGETAHUI DAMPAK PENGGUNAANNYA TERHADAP STUKTUR MIKRO DAN HARDNESS MATERIAL SUS 304 MOHAMMAD YUSUF YULIANSYAH NRP. 0715040036 Dosen Pembimbing M. Miftachul Munir., S.T, MT Bachtiar., S.ST, MT PROGRAM STUDI TEKNIK PENGELASAN JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA SURABAYA 2019
85

PEMANFAATAN OLI BEKAS SEBAGAI FUEL PENGGANTI ...repository.ppns.ac.id/2507/1/0715040036 - Mohammad Yusuf...1 TUGAS AKHIR (607408A) PEMANFAATAN OLI BEKAS SEBAGAI FUEL PENGGANTI OXY

Oct 23, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 1

    TUGAS AKHIR (607408A)

    PEMANFAATAN OLI BEKAS SEBAGAI FUEL PENGGANTI OXY ACETYLENE PADA PROSES REFORMING DI ROOF KERETA DENGAN MATERIAL SUS 304 SERTA MENGETAHUI DAMPAK PENGGUNAANNYA TERHADAP STUKTUR MIKRO DAN HARDNESS MATERIAL SUS 304

    MOHAMMAD YUSUF YULIANSYAH

    NRP. 0715040036

    Dosen Pembimbing M. Miftachul Munir., S.T, MT Bachtiar., S.ST, MT

    PROGRAM STUDI TEKNIK PENGELASAN

    JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL

    POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA

    SURABAYA

    2019

  • i

    TUGAS AKHIR (607408A)

    PEMANFAATAN OLI BEKAS SEBAGAI FUEL PENGGANTI OXY ACETYLENE PADA PROSES REFORMING DI ROOF KERETA DENGAN MATERIAL SUS 304 SERTA MENGETAHUI DAMPAK PENGGUNAANNYA TERHADAP STUKTUR MIKRO DAN HARDNESS MATERIAL SUS 304

    MOHAMMAD YUSUF YULIANSYAH

    NRP. 0715040036

    Dosen Pembimbing

    M. Miftachul Munir., S.T, MT

    Bachtiar., S.ST, MT

    PROGRAM STUDI TEKNIK PENGELASAN

    JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL

    POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA

    SURABAYA

    2019

  • ii

  • vii

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah Hirabbil’alamiin, Puji syukur atas kehadirat Allah SWT

    yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat

    menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul : PEMANFAATAN OLI BEKAS

    SEBAGAI FUEL PENGGANTI OXY ACETYLENE PADA PROSES

    REFORMING DI ROOF KERETA DENGAN MATERIAL SUS 304 SERTA

    MENGETAHUI DAMPAK PENGGUNAANNYA TERHADAP STUKTUR

    MIKRO DAN HARDNESS MATERIAL SUS 304

    Penyusunan tugas akhir ini merupakan salah satu persyaratan akademis

    untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST) pada progam studi D4

    Teknik Pengelasan, Jurusan Teknik Banguna Kapal, Politeknik Perkapan Negeri

    Surabaya.

    Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar

    besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penyusan tugas akhir ini

    diantaranya:

    1. Kedua Orang Tua tercinta, Bapak Usman Subandi dan Ibu Miani, serta

    keluarga besar yang tak henti mencurahkan doa, perhatian, kasih

    sayang, dukungan, dorongan dan semangat selama masa perkuliahan

    dan penyusunan tugas akhir ini.

    2. Bapak Ir. Eko Julianto, M.Sc., FRINA. selaku Direktur Politeknik

    Perkapalan Negeri Surabaya.

    3. Bapak Ruddianto, S.T., M.T., MRINA. selaku Ketua Jurusan Teknik

    Bangunan Kapal, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.

    4. Bapak Muhammad Ari , S.T., M.T selaku Ketua Program Studi Teknik

    Pengelasan, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.

    5. Bapak Mukhlis, S.T., M.T. selaku Koordinator Tugas Akhir Program

    Studi Teknik Pengelasan, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.

    6. Bapak Mohammad Miftachul Munir S.T., M.T. dan

    Bapak Bachtiar, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing. Beliau yang

    selalu membimbing, mengarahkan, memberikan solusi dari setiap

    permasalahan yang dihadapi penulis dalam penelitian ini

  • viii

    7. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya

    yang memberikan banyak ilmu dan bapak-bapak teknisi Bengkel

    Konstruksi serta Laboratorium Uji Bahan PPNS yang telah membantu

    penulis selama pengerjaan tugas akhir.

    8. Pembimbing OJT Bapak Kus Drajat, Bapak Andra, Bapak Bambang

    dan Bapak Suthoni yang telah membantu dan mendukung penulis

    melakukan penelitian ini.

    9. Dr. H Muhaeni Soewito sekeluarga yang telah memberikan fasilitas

    selama penulis melakukan studi di Politeknik Perkapalan Negeri

    Surabaya.

    10. Keluarga D4 Teknik Pengelasan angkatan 2015 yang telah memberikan

    semangat, motivasi, canda tawa serta bantuan moral, materi selama

    masa perkuliahan dan penyusunan tugas akhir.

    11. Saudari Shinta Ayu Widyanti yang selalu memberikan motivasi,

    semangat dalam menjalani masa perkuliahan dan penyusan tugas akhir.

    Semoga Allah SWT selalu mengkaruniakan mengganti sesuatu yang lebih

    baik dari yang pernah diberikan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa

    penyusunan tugas akhir ini jauh dari kesempurnaan, dikarenakan keterbasan ilmu

    pengetahuan. Untuk itu kritik dan saran sangat diperlukan agar penelitian

    selanjutnya bias lebih baik lagi.

    Demikian tugas akhir ini dibuat semoga dapat menjadi manfaat bagi

    pembaca. Semoga Allah SWT selalu meridhoi, Aamiin

    Surabaya, 19 Agustus 2019

    Penulis

  • ix

    PEMANFAATAN OLI BEKAS SEBAGAI FUEL PENGGANTI OXY

    ACETYLENE PADA PROSES REFORMING DI ROOF KERETA

    DENGAN MATERIAL SUS 304 SERTA MENGETAHUI DAMPAK

    PENGGUNAANNYA TERHADAP STUKTUR MIKRO DAN HARDNESS

    MATERIAL SUS 304

    ABSTRAK

    Pelumas merupakan produk yang tidak dapat dipisahkan dari dari

    kehidupan masyarakat dikarenakan saat ini penggunaan mesin begitu marak di

    masyarakat mulai dari kebutuhan rumah tangga hingga kebutuhan industri.

    Namun masalah pasca penggunaan dari oli juga harus diperhatikan oleh semua

    pihak, dikarenakan sifat oli yang sulit untuk dilakukan proses pendaurulangan.

    Pada umumnya pendaurulangan oli hanya dilakukan untuk penggunaan ulang dari

    oli tersebut. Dampak dari limbah oli sendiri sangat berbahaya karena sifat oli yang

    mudah meresap ke tanah jika langsung dibuang ke tanah, limbah oli juga dapat

    berpotensi mencemari air tanah ditempat oli tersebut dibuang. Penelitian ini

    bertujuan mencari metode untuk membuat alat yang dapat memanfaatkan limbah

    oli, ini merupakan upaya dalam daur ulang limbah oli.. Dan diharapkan dari

    penelitian ini dapat membuat alat yang dapat memanfaatkan limbah oli bekas pada

    bidang fabrikasi. Dan didapat informasi bahwa reforming dengan bahan bakar ini

    dapat dijadikan sebagai pengganti reforming konvensional yang menggunakan

    oxy acetylene. Nilai kekerasan dan struktur mikro dari material stainless steel 304

    tidak mengalami perubahan setelah proses reforming dengan bahan bakar oli.

    Kata Kunci : Austenitic Stainless Steel, Reforming, Oxy Acetylene,

    wasted oil, Hardness

  • x

    HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

  • xi

    UTILIZATION OF USED OIL AS A FUEL REPLACING OXY

    ACETYLENE ON THE REFORMING PROCESS IN THE

    TRAIN ROOF USING MATERIAL SUS 304 AND KNOWING

    THE IMPACT OF THE USE OF THE MICRO STUCTURE

    AND HARDNESS MATERIAL SUS 304

    ABSTRACT

    Lubricant is a product that can not be separated from people's lives because

    currently the use of machines is so prevalent in society ranging from household

    needs to industrial needs. However, the problem of post-use of oil must also be

    considered by all parties, due to the nature of oil which is difficult to do the

    recycling process. In general, oil recycling is only done for reuse of the oil. The

    impact of oil waste itself is very dangerous because of the nature of oil that is

    easily absorbed into the ground if it is discharged directly to the ground, oil waste

    can also potentially contaminate ground water where the oil is discharged. This

    research aims to find a method to make tools that can utilize oil waste, this is an

    effort in recycling oil waste. And it is hoped that from this research it can make

    tools that can utilize used oil waste in the fabrication field. And the information

    obtained that reforming with this fuel can be used as a substitute for conventional

    reforming that uses oxy acetylene. The hardness and microstructure value of

    stainless steel 304 material did not change after the reforming process with oil

    fuel.

    Keywords : Austenitic Stainless Steel, Reforming, Oxy Acetylene,

    wasted oil, Hardness

  • xii

    HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

  • xiii

    DAFTAR ISI

    LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................. iii

    PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ............................................................................... v

    KATA PENGANTAR ..................................................................................................... vii

    ABSTRAK ........................................................................................................................ ix

    ABSTRACT ....................................................................................................................... xi

    DAFTAR ISI................................................................................................................... xiii

    DAFTAR TABEL ........................................................................................................... xv

    DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... xvii

    BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

    1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1

    1.2 Perumusan Masalah .................................................................................................. 2

    1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................................... 2

    1.4 Batasan Masalah ....................................................................................................... 3

    1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................................... 3

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 5

    2.1 Proses Reforming ...................................................................................................... 5

    2.2 Pelumas ..................................................................................................................... 7

    2.2.1 Fungsi pelumas pada kendaraan ........................................................................ 7

    2.2.2 Sifat-sifat fisik ................................................................................................... 9

    2.2.3 Jenis-jenis minyak pelumas ............................................................................. 10

    2.3 Austenite Stainless Steel .......................................................................................... 13

    2.3.1 Spesifikasi stainless steel tipe 304 ................................................................... 14

    2.4 Destructive Test ..................................................................................................... 15

    2.4.1 Metallography (mikro etsa) ............................................................................. 15

    2.4.2 Hardness test .................................................................................................... 16

    2.5 Penelitian Terdahulu .............................................................................................. 19

    BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... 21

    3.1 Alir Metodologi Penelitian..................................................................................... 21

    3.2 Alur Penelitian ........................................................................................................ 23

    3.2.1 Identifikasi masalah ......................................................................................... 23

    3.2.2 Studi lapangan .................................................................................................. 23

    3.2.3 Studi literatur ................................................................................................... 23

    3.2.4 Pengumpulan data ............................................................................................ 23

    3.2.5 Desain alat ........................................................................................................ 23

  • xiv

    3.2.6 Penentuan alat dan bahan ................................................................................. 29

    3.2.7 Rancang bangun ............................................................................................... 33

    3.2.8 Pengisian bahan bakar ...................................................................................... 33

    3.2.9 Pengukuran temperatur .................................................................................... 34

    3.2.10 Uji coba pada spesimen .................................................................................. 35

    3.2.11 Pengujian microetsa & hardness pada material ............................................. 36

    BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 39

    4.1 Unit Alat.................................................................................................................. 39

    4.2 Reforming ................................................................................................................ 40

    4.2.1 Proses reforming .............................................................................................. 40

    4.2.2 Hasil reforming ............................................................................................... 41

    4.3 Pengujian................................................................................................................. 43

    4.3.1 Hardness test .................................................................................................... 43

    4.3.2 Struktur mikro .................................................................................................. 48

    4.3.3 Pencapaian suhu yang dihasilkan alat .............................................................. 53

    4.4 Estimasi biaya alat .................................................................................................. 53

    BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 57

    5.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 57

    5.2 Saran ...................................................................................................................... 57

    DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 59

    LAMPIRAN A ................................................................................................................. 61

    LAMPIRAN B ................................................................................................................. 63

  • xv

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Spesifikasi Pelumas Motor Bensin ....................................................... 11

    Tabel 2.2 Karakteristik minyak pelumas baru dan bekas ...................................... 12

    Tabel 2.3 Komposisi Kimia Stainless Steel 304 .................................................. 14

    Tabel 2.4 Spesifikassi Stainless Steel 304 ............................................................. 14

    Tabel 2.5 Mechanical Properties Stainless Steel 304 ........................................... 14

    Tabel 2.6 Penelitian serta Jurnal Terdahulu ........................................................... 19

    Tabel 4.1 Nilai kekerasan spesimen A5X, A6X, A5Y dan A6Y ........................... 43

    Tabel 4.2 Nilai kekerasan spesimen B5X, B6X, B5Y dan B6Y ............................ 44

    Tabel 4.3 Nilai kekerasan spesimen C5X, C6X, C5Y dan C6Y ............................ 45

    Tabel 4.4 Nilai kekerasan spesimen D5X, D6X, D5Y dan D6Y ........................... 45

    Tabel 4.5 Nilai kekerasan spesimen Sebelum Proses Reforming .......................... 46

  • xvi

    HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

  • xvii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Diagram Fasa Fe-Cr ............................................................................. 6

    Gambar 2.2 Skema Korosi Antar Butir ................................................................... 6

    Gambar 2.3 Jenis-Jenis Pengujian Hardness .......................................................... 17

    Gambar 2.4 Identasi Vickers Hardness Test .......................................................... 18

    Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian (Flowchart) ................................................. 21

    Gambar 3.2 General Design alat ............................................................................ 24

    Gambar 3.3 Torch Design ...................................................................................... 26

    Gambar 3.4 Ilustrasi Modifikasi Nozzle ................................................................. 26

    Gambar 3.5 Ilustrasi Posisi Pipa Kapiler .............................................................. 26

    Gambar 3.6 Ilustrasi Modifikasi tabung pompa air sebagai fuel tank ................... 27

    Gambar 3.7 Ilustrasi Fuel Tank Frame ................................................................. 28

    Gambar 3.8 Cutting Torch ..................................................................................... 29

    Gambar 3.9 Pipa Kapiler ........................................................................................ 29

    Gambar 3.10 Kompresor Udara ............................................................................. 30

    Gambar 3.11 Selang OAW .................................................................................... 30

    Gambar 3.12 Tabung Pompa Air ........................................................................... 31

    Gambar 3.13 Kran .................................................................................................. 31

    Gambar 3.14 Flow Meter ....................................................................................... 32

    Gambar 3.15 Besi Siku .......................................................................................... 32

    Gambar 3.16 Thermometer ................................................................................... 33

    Gambar 3.18 Cutting Plan ..................................................................................... 35

    Gambar 3.19 Ilustrasi uji coba ............................................................................... 36

    Gambar 3.20 Titik Pengambilan Data Uji Struktur Mikro .................................... 37

    Gambar 3.21 Titik-titik Pengambilan Nilai Kekerasan ......................................... 37

  • xviii

    Gambar 4.1 Hasil Akhir Alat ................................................................................. 39

    Gambar 4.2 Hasil Reforming pada material .......................................................... 41

    Gambar 4.3 Titik Pengambilan Nilai Kekerasan pada material ............................ 43

    Gambar 4.4 Grafik nilai kekerasan spesimen BM, A5X, A6X, A5Y dan A6Y ... 44

    Gambar 4.5 Grafik nilai kekerasan spesimen BM, B5X, B6X, B5Y dan B6Y .... 44

    Gambar 4.6 Grafik nilai kekerasan spesimen BM, C5X, C6X, C5Y dan C6Y .... 45

    Gambar 4.7 Grafik nilai kekerasan specimen BM, D5X, D6X, D5Y dan D6Y ... 46

    Gambar 4.8 Grafik nilai kekerasan material sebelum proses reforming ................ 47

    Gambar 4.9 Foto Mikro Spesimen sebelum Proses Reforming ............................. 48

    Gambar 4.10 Foto Mikro Spesimen Reforming Bahan Bakar A ........................... 49

    Gambar 4.11 Foto Mikro Spesimen Reforming Bahan Bakar B ........................... 50

    Gambar 4.12 Foto Mikro Spesimen Reforming Bahan Bakar C ........................... 51

    Gambar 4.13 Foto Mikro Spesimen Reforming Bahan Bakar D ........................... 52

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Pelumas adalah zat kimia yang umumnya cairan, yang diberikan di antara dua

    benda bergerak untuk mengurangi gaya gesek. Pelumas umumnya terbuat dari

    minyak mineral dan digunakan baik pada kendaraan maupun mesin-mesin.

    Perkembangan berbagai industri juga dapat meningkatkan jumlah konsumsi

    pelumas, akibatnya kebutuhan pelumas Indonesia dari tahun ke tahun juga terus

    mengalami peningkatan. Hal inipun dapat berbanding lurus dengan banyaknya

    limbah pelumas yang dihasilkan. Limbah pelumas menjadi persoalaan yang akan

    mengganggu keberlangsungan lingkungan jika tidak diolah lebih lanjut.

    Menurut Hasyim, Pelumas bekas atau limbah pelumas mengandung logam

    berat, kotoran seperti abu, aspal, air, dan pengotor lain yang terbentuk di dalam

    mesin selama proses pelumasan. Adanya kontaminan dalam limbah pelumas,

    salah satunya adalah logam berat yang jika dibuang ke lingkungan tanpa didaur

    ulang akan membahayakan bagi ekosistem, baik tanah maupun air karena sifat

    non biodegradable.

    Viskositas pada pelumas bekas memiliki nilai yang lebih rendah jika

    dibandingkan dengan pelumas baru, jika dibuang sembarangan ke tanah maka

    akan membuat tanah lebih mudah menyerap pelumas yang dimana ini akan

    berdampak pada daya serap tanah terhadap air. Pemanfaatan kembali pelumas

    bekas juga dapat mengurangi peluang tercemarnya lingkungan akibat pelumas

    yang dibuang sembarangan. Beberapa waktu terakhir terdapat temuan bahwa

    limbah oli dapat dijadikan sebagai media bakar yaitu pemanfaatan limbah oli

    sebagai bahan bakar diesel, pemanfaatan limbah oli sebagai bahan bakar heater

    air maupun heater ruangan, dan pemanfaatan limbah oli sebagai bahan bakar pada

    kompor.

    Dari uraian diatas peneliti menemukan sebuah ide untuk merancang dan

    membuat alat yang mana alat tersebut dapat digunakan pada pemanfaatan limbah

    oli. Yang diharapkan pemanfaatan limbah oli ini juga dapat mengurangi biaya dari

    penggunaan acetylene dikarenakan harga limbah oli yang murah dan mudah

    didapat.

  • 2

    1.2 Perumusan Masalah

    Adapun masalah yang didapatkan dari latar belakangdi atas :

    1. Bagaimana pengaruh variasi fuel yang digunakan pada alat terhadap

    struktur mikro dan kekerasan SUS 304 ?

    2. Bagaimana pengaruh variasi tekanan udara yng digunakan pada alat

    terhadap struktur mikro dan kekerasan SUS 304 ?

    3. Bagaimana pengaruh rasio oli dan tekanan udara yng digunakan pada alat

    terhadap struktur mikro dan kekerasan SUS 304 ?

    4. Apakah oli bekas dapat menjadi media pengganti acetylene pada proses

    reforming ?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Berdasarkan perumusan masalah diatas maka tujuan penelitian antara lain:

    1. Mengetahui pengaruh variasi fuel yang digunakan pada alat terhadap

    struktur mikro dan kekerasan SUS 304

    2. Mengetahui pengaruh variasi tekanan udara yng digunakan pada alat

    terhadap struktur mikro dan kekerasan SUS 304

    3. Mengetahui pengaruh rasio oli dan tekanan udara yng digunakan pada alat

    terhadap struktur mikro dan kekerasan SUS 304

    4. Mengetahui apakah oli bekas dapat menjadi media pengganti acetylene

    pada proses reforming

  • 3

    1.4 Batasan Masalah

    Karena banyaknya permasalahan yang dapat dikembangkan pada Tugas

    Akhir ini, maka untuk menghindari agar masalah tidak melebar, permasalahan

    hanya dibatasi pada bagian berikut :

    1. Alat ukur yang digunakan untuk mengetahui suhu yang dapat dihasilkan

    pada pembakaran oli bekas dengan Thermo Gun atau Thermometer

    Digital.

    2. Oli yang digunakan merupakan oli bekas sepeda motor dan diasumsikan

    bahwa semua oli bekas sama.

    3. Percobaan dilakukan pada plat SUS 304 dengan ketebalan 3 mm.

    4. Variasi fuel yang dimaksud ialah :

    a. Oli bekas yang di filtrasi.

    b. Oli bekas yang di filtrasi ditambah bahan tambah dengan range

    penambahan 20-30%.

    c. Oli bekas yang di distilasi .

    d. Oli bekas yang di distilasi ditambah bahan tambah dengan range

    penambahan 10-20%.

    5. Bahan tambah yang digunakan ialah Pertalite.

    6. Tekanan udara yang digunakan ialah 5 bar & 6 bar.

    7. Rasio oli dan udara yang digunakan ialah 1:250 dan 1:500

    1.5 Manfaat Penelitian

    Dengan penelitian ini dapat diambil manfaat sebagi berikut :

    1. Manfaat bagi mahasiswa.

    Mahasiswa dapat menambah wawasan dan mengaplikasikan ilmu

    pemanfaatan limbah oli pada bidang pengelasan.

    2. Manfaat bagi umum.

    Sebagai ilmu pengetahuan dan literatur tentang proses daur ulang oli

    mesin bekas.

  • 4

    HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

  • 5

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Proses Reforming

    Proses reforming adalah sebuah metode yang bertujuan melakukan

    perubahan bentuk pada benda kerja dengan cara material (logam) terlebih dahulu

    dipanaskan tetapi tidak melebihi temperature rekristalisasi dari material yang

    dipanaskan, kemudian diberi gaya luar sehingga material dapat dibentuk sesuai

    dengan yang diharapkan. Teknik reforming dapat dilakukan dengan dua cara yaitu

    pemanasan garis (line heating )atau pemanasan setempat (spot heating). Proses

    reforming dapat dilaksanakan untuk memperoleh bentuk yang lebih teliti (toleransi

    kecil), penampang permukaan (surface finished) yang lebih halus dan sifat-sifat

    fisik tertentu lainnya.

    Heat treatment atau perlakuan panas merupakan suatu proses yang

    digunakan pada logam guna untuk mengubah sifat fisis dari logam tersebut.

    Dengan heat treatment yang baik dan tepat dapat pula mengurangi tegangan sisa

    dalam logam serta dapat memperbaiki sifat mekanik logam tersebut.

    Menurut Rifa’i, Proses reforming sendiri termasuk dalam perlakuan panas

    dimana panas yang diberikan kepada plat tidak boleh melebihi temperatur 475oC

    (sesuai Process Intruction), dikarenanakan pada temperatur sekitar 500 – 800 oC

    menyebabkan material austenitic stainless steel rentan akan terjadinya

    pengendapan karbida yang dapat menyebabkan korosi batas butir.

    Surdia dan Saito mengatakan bahwa korosi antar butir disebabkan oleh

    presipitasi karbida Cr pada batas butir, yang menyebabkan daerah tersebut

    kekurangan Cr di dekatnya, dari daerah tersebut korosi dimulai. Dalam keadaan

    tertentu karbida Cr sendiri kena korosi. Karbida Cr berpresipitasi pada daerah

    temperatur (500-900)oC, dan pada (600-800)

    oC nilai presipitasi paling tinggi.

    Dengan fasa yang terjadi ditunjukkan pada Gambar 2.1 seperti berikut.

  • 6

    Gambar 2.1 Diagram Fasa Fe-Cr (Rifa’i)

    Rifa’i mengatakan bahwa bila baja didinginkan perlahan-lahan atau

    dibiarkan selama beberapa waktu pada ± 6500C, karbon mengendap membentuk

    karbida krom (Cr23C6) dalam bentuk presipitat halus pada batas butir.

    Pembentukan kromium karbida yang terkonsentrasi pada batas butir akan

    menghilangkan/mengurangi sifat perlindungan kromium pada daerah tengah butir,

    sehingga akan dengan mudah terserang oleh korosi seperti ditunjukkan pada

    Gambar 2.2

    Gambar 2.2 Skema Korosi Antar Butir (Rifa’i)

  • 7

    2.2 Pelumas

    Pelumas atau biasa disebut oli merupakan sejenis cairan yang berfungsi

    untuk melindungi , membersihkan dan sebagai pelicin pada bagian dalam mesin.

    Kode yang digunakan pada pelumas adalah berupa huruf SAE yang merupakan

    singkatan dari Society of Automotive Engineers. Kemudian hurus SAE ini diikuti

    oleh angka yangdimana angka tersebut menunjukkan tingkat kekentalan dari

    pelumas tersebut. SAE 40 atau SAE 15W-50, semakin besar angka yang

    mengikuti Kode oli menandakan semakin kentalnya oli tersebut. Sedangkan huruf

    W yang terdapat dibelakang angka awal, merupakan singkatan dari Winter. SAE

    15W-50, berarti oli tersebut memiliki tingkat kekentalan SAE 10 untuk kondisi

    suhu dingin dan SAE 50 pada kondisi suhu panas. Dengan kondisi seperti ini, oli

    akan memberikan perlindungan optimal saat mesin start pada kondisi ekstrim

    sekalipun. Sementara itu dalam kondisi panas normal, idealnya oli akan bekerja

    pada kisaran angka kekentalan 40-50 menurut standar SAE

    2.2.1 Fungsi Pelumas pada Kendaraan

    Perbedaan mendasar antara oli mesin dan transmisi serta diferensial

    adalah oli mesin harus 'menelan' unsur-unsur sisa hasil pembakaran berupa

    karbon, asam, dan zat pengotor lainnya. Karena itu, oli mesin setelah

    melewati masa pakai tertentu akan mengalami perubahan warna menjadi

    hitam. Selain fungsi pelumasan, oli mesin juga bertugas membersihkan sisa

    pembakaran yang bertumpuk pada dinding blok silinder. Oli mesin harus

    mempunyai sifat-sifat dasar sebagai berikut:

    Lubricant oli mesin bertugas melumasi permukaan logam yang saling

    bergesekan satu sama lain dalam blok silinder. Caranya dengan membentuk

    semacam lapisan film yang mencegah permukaan logam saling bergesekan

    atau kontak secara langsung.

    Coolant pembakaran pada bagian kepala silinder dan blok mesin

    menimbulkan suhu tinggi dan menyebabkan komponen menjadi sangat

    panas. Jika dibiarkan terus maka komponen mesin akan lebih cepat

    mengalami keausan. Oli mesin yang bersirkulasi di sekitar komponen mesin

  • 8

    akan menurunkan suhu logam dan menyerap panas serta memindahkannya ke

    tempat lain.

    Sealant oli mesin akan membentuk sejenis lapisan film di antara piston dan

    dinding silinder. Karena itu oli mesin berfungsi sebagai perapat untuk mencegah

    kemungkinan kehilangan tenaga. Sebab jika celah antara piston dan dinding

    silinder semakin membesar maka akan terjadi kebocoran kompresi.

    Detergent kotoran atau lumpur hasil pembakaran akan tertinggal dalam

    komponen mesin. Dampak buruk 'peninggalan' ini adalah menambah hambatan

    gesekan pada logam sekaligus menyumbat saluran oli. Tugas oli mesin adalah

    melakukan pencucian terhadap kotoran yang masih 'menginap'.

    Pressure absorbtion oli mesin meredam dan menahan tekanan mekanikal

    setempat yang terjadi dan bereaksi pada komponen mesin yang dilumasi.

    Kekentalan oli mesin Viskositas atau tingkat kekentalan oli mesin

    menunjukkan ketebalan atau kemampuan untuk menahan aliran cairan. Sifat oli

    jika suhunya panas akan mudah mengalir dengan cepat alias encer. Sebaliknya

    jika suhu oli dingin maka akan sulit mengalir atau mudah mengental. Meski

    demikian setiap merek dan jenis oli mempunyai tingkat kekentalan yang telah

    disesuaikan dengan maksud dan tujuan penggunaannya. Karena itu ada oli yang

    sengaja dibuat kental atau encer sesuai kebutuhan pemakai.Tingkat viskositas oli

    dinyatakan dalam angka indeks kekentalan. Semakin besar angkanya maka

    berarti kian kental olinya. Dan sebaliknya juga kalau angka indeksnya semakin

    mengecil tentu olinya bertambah encer.

    Raharjo mengatakan bahwa Setelah pemakaian dalam jangka waktu

    tertentu, akibat panas dan tekanan yang tinggi, oli tersebut tidak lagi memenuhi

    persyaratan sehingga harus diganti dengan yang baru. Seiring dengan

    perkembangan di bidang transportasi dan industri, pemakaian minyak pelumas

    makin meningkat. Meningkatnya kebutuhan minyak pelumas berarti juga makin

    banyak minyak pelumas bekas yang dibuang. Hal ini akan menimbulkan

    kekhawatiran adanya pencemaran lingkungan apabila minyak pelumas dibuang

    di sembarang tempat.

  • 9

    2.2.2 Sifat-sifat fisik

    Sifat-sifat fisik minyak, termasuk pelumas, secara umum meliputi:

    1. Specific Gravity dan Degrees API

    Spesific gravity merupakan perbandingan berat dari volume bahan bakar dibagi

    dengan berat air pada volume yang sama dan diukur pada temperatur yang sama.

    Derajat API merupakan standard industri yang secara luas digunakan untuk

    mengukur spesific gravity dari bahan bakar cair.

    2. Nilai Kalor (Heating Value)

    Nilai kalor adalah kalor yang dihasilkan oleh pembakaran sempurna satu

    satuan berat bahan bakar padat atau cair atau satu satuan volume bahan bakar

    gas, pada keadaan baku. Nilai kalor atas (high heating value) adalah kalor yang

    dihasilkan oleh pembakaran sempurna satu satuan berat bahan bakar padat atau

    cair atau satu satuan volume bahan bakar gas, pada tekanan tetap dan temperatur

    25 ºC, apabila semua air yang mula-mula berwujud cair setelah pembakaran

    mengem-bun menjadi cair kembali.

    Nilai kalor bawah (low heating value) adalah kalor yang besarnya sama

    dengan nilai kalor atas dikurangi kalor yang diperlukan oleh air yang terkandung

    dalam bahan bakar dan air yang terbentuk dari pembakaran bahan bakar untuk

    menguap pada 25 ºC dan tekanan tetap.

    3. Flash dan fire point

    Titik nyala (flash point) dari suatu cairan bahan bakar adalah temperature

    minimum fluida pada waktu uap yang keluar dari permukaan fluida langsung

    akan terbakar dengan sendirinya oleh udara di sekililingnya disertai kilatan

    cahaya. Titik nyala api (fire point) adalah temperatur di atas permukaan fluida

    pada waktu uap yang keluar akan terbakar secara kontinyu bila nyala api

    didekatkan padanya.

    4. Kekentalan (viscosity)

    Satuan dari viskositas dalam system cgs adalah poise (1 poise = 1

    gr/sec.cm). Viskositas menunjukkan tingkat kekentalan dari bahan

  • 10

    bakaViskositas merupakan karakteristik bahan bakar cair yang sangat penting

    dalam proses pembakaran, terutama pada proses pengabutan.

    2.2.3 Jenis-jenis minyak pelumas

    Berdasarkan bahan bakunya, minyak pelumas di alam dapat dibedakan

    menurut bahan dasar yang digunakan yaitu :

    1. Minyak pelumas dari tumbuhan / Binatang

    Gemuk (lemak binatang) telah dikenal sejak zaman dahulu untuk

    melumasi roda pedati. Jenis pelumas ini kurang cocok untuk industri karena

    jumlahnya terbatas, mudah teroksidasi, tidak stabil, dan harganya relatif

    mahal.

    2. Minyak pelumas sintetis

    Jenis minyak ini dipakai sebagai pengganti petroleum karena keterbatasan

    sifat minyak petroleum, antara lain karena teroksidasi pada suhu antara 100-

    125oC. Minyak pelumas sintetis digunakan pada peralatan khusus yang

    memerlukan pelumasan dengan daya sangga lebih kuat atau pelumasan pada

    suhu tinggi. Minyak pelumas juga mempunyai beberapa kelebihan

    dibandingkan dengan minyak pelumas petroleum yaitu memiliki kekentalan

    terhadap suhu rendah, lebih mudah larut dan tahan api.

    3. Minyak pelumas dari minyak bumi (mineral)

    Minyak bumi terbentuk sebagai hasil akhir dari penguraian bahan-bahan

    organik (sel-sel jaringan hewan/tumbuhan laut) yang tertimbun selama

    berjuta tahun di dalam tanah, baik di daerah daratan maupun di daerah lepas

    pantai. Minyak bumi bergerak perlahan-lahan ke atas, jika gerakan ini

    terhalang oleh batuan yang tidak berpori terjadi penumpukkan (akumulasi)

    minyak dalam batuan tersebut. Minyak mentah (crude oil) sebagian besar

    tersusun dari senyawa-senyawa hidrokarbon jenuh (alkana), ataupun

    hidrokarbon tak jenuh (Alkana, alkuna dan alkediena) sangat sedikit

  • 11

    dikandung oleh minyak bumi, sebab mudah mengalami adisi menjadi alkana.

    Minyak bumi yang berasal dari fosil organisme akan mengandung senyawa

    logam dalam jumlah yang sangat kecil. Minyak mentah dipisahkan menjadi

    sejumlah fraksi-fraksi melalui proses distilasi (penyulingan) yaitu cara

    pemisahan berdasarkan perbedaan titik didih dan berbagai komponen yang

    menyusun campuran .

    Minyak pelumas mineral memiliki keunggulan sebagai berikut :

    a. Teruji keandalannya dalam kondisi pemakaian normal.

    b. Mampu memenuhi semua unsur perlindungan yang diperlukan mesin.

    c. Harga yang lebih murah dibandingkan minyak pelumas sintetis.

    Adapun spesifikasi minyak pelumas motor bensin dapat dilihat pada

    Tabel 2.1.

    Tabel 2.1 Spesifikasi Pelumas Motor Bensin

  • 12

    Minyak pelumas yang telah digunakan dalam waktu cukup lama akan

    mengalami perubahan komposisi atau susunan kimia, selain itu juga akan

    mengalami perubahan sifat fisis, maupun mekanis. Hal ini disebabkan karena

    pengaruh tekanan dan suhu selama penggunaan dan juga kotoran-kotoran yang

    masuk ke dalam minyak pelumas itu sendiri. Minyak pelumas bekas yang

    dikeluarkan dari peralatan biasanya dibuang begitu saja bahkan ada yang

    dimanfaatkan kembali tanpa melalui proses daur ulang yang benar. Oleh karena

    itu akan lebih aman dan tepat apabila minyak pelumas bekas dapat diolah

    kembali. Karakteristik minyak pelumas baru dan bekas dapat dilihat pada

    Tabel 2.2.

    Parameter Menurut

    Penelitian

    Densitas

    (gr/cm3) ASTM D289

    Viscositas

    (cp) ASTM D2393

    Prasaji, dkk Baru : 0,866 Baru : 58,879

    Bekas : 0,868 Bekas : 55,857

    Owallabi, dkk Baru : 0,90 Baru : 92,80

    Bekas : 0,91 Bekas : 21,10

    Tabel 2.2 Karakteristik minyak pelumas baru dan bekas

  • 13

    2.3 Austenite Stainless Steel

    Austenite stainless steel merupakan salah satu jenis stainless steel dari

    sekin jenis stainless steel yang ada. Tipe Austenite stainless steel ini memiliki

    kandungan Chromium (Cr) tinggi yaitu 16-26% dan mengandung paling

    sedikitnya 8% Nickle (Ni). Jenis Baja ini paling umum digunakan dalam dunia

    industri. Sifat Weldability yang paling baik dengan proses pengelasan umumnya.

    (Rifa’i,2018)

    Stainless steel tipe 304 adalah AISI 304 ini mempunyai struktur kubus

    satuan bidang (face center cubic) dan merupakan baja dengan ketahanan korosi

    tinggi. Komposisi unsur – unsur pemadu yang terkandung dalam stainless steel

    tipe 304 akan menentukan sifat mekanik dan ketahanan korosi. Stainless steel

    tipe 304 mempunyai kadar karbon sangat rendah 0,08%. Kadar kromium

    berkisar 18%-20% dan nikel 8%-11% Seperti terlihat pada Tabel 2.1. Kadar

    kromium cukup tinggi membentuk lapisan Cr2O3 yang protektif untuk

    meningkatkan ketahanan korosi. Komposisi karbon rendah untuk meminimalisai

    sensititasi akibat proses pengelasan. Kromium adalah unsure pembentuk ferrite,

    yang berarti penambahan kromium (Cr) menstabilkan struktur BCC besi. Jumlah

    minimum kromium sekitar 12% penting untuk membentuk lapisan anti korosi

    stabil yang berguna untuk melindungi baja dari atmospheric corrosion. Nikel

    adalah unsur penstabil austenite, yang berarti penambahan nikel pada besi

    paduan memicu perubahan struktur kristal dari BCC (ferritic) ke FCC

    (austenitic).

    Austenite Stainless Steel digunakan dalam aplikasi yang memanfaatkan

    ketahanan korosi, kekuatan, atau keduanya. Austenite Stainless Steel jauh lebih

    unggul dari baja carbon yang bersifat korosif dan memiliki kekuatan yang

    sebanding. Austenite Stainless Steel diaplikasikan pada hasil produksi yang

    bersentuhan langsung dengan makanan, minuman, obat-obatan dan cocok pada

    lingkungan suhu rendah. (Lippold J.C., Kotecki D.J. 2005)

  • 14

    2.3.1 Spesifikasi Stainless steel tipe 304

    Stainless steel tipe 304 memiliki komposisi kimia seperti pada Tabel

    2.1, Stainless steel tipe 304 dapat mengikuti sesuai dengan standart yang ada

    pada Tabel 2.2 mechanical propertiesnya pada Tabel 2.3 adalah menurut

    temperature ruangan dari Stainless steel tipe 304.

    Tabel 2.1 Komposisi Kimia Stainless Steel 304

    Sumber : (AK Steel, 2007)

    Tabel 2.2 Spesifikassi Stainless Steel 304

    Type 304

    AMS 5513

    ASTM A 240

    ASTM A 666

    Sumber : (AK Steel, 2007)

    Tabel 2.3 Mechanical Properties Stainless Steel 304

    Sumber : (AK Steel, 2007)

    Komposisi Type 304%

    Carbon 0,08

    Maganese 2,00

    Phosphorus 0,045

    Sulfur 0,030

    Silicon 0,75

    Chromium 18.00-20.00

    Nickel 8.00-12.00

    Nitrogen 0.10

    Iron Balance

    Type 304

    UTS

    ksi (MPa)

    0,2% YS

    ksi (MPa)

    90 (621) 42 (290)

  • 15

    2.4 Destructive Test

    Pada penelitian ini dibutuhkan beberapa pengujian untuk mendapatkan data

    yang digunakan untuk mendukung tercapainya tujuan penelitian. Pengujian

    merusak yang dilakukan menjadi tinjauan pendukung untuk memberikan

    informasi mengenai metode mana yang mampu memberikan laju korosi terkecil

    namun juga baik dari segi yang lain. Berikut merupakan pengujian merusak yang

    dilakukan pada penelitian ini.

    2.4.1 Metallography (mikro etsa)

    Metalografi merupakan suatu metode untuk menyelidiki struktur logam

    dengan menggunakan mikroskop optis dan mikroskop elektron. Sedangkan

    struktur yang terlihat pada mikroskop disebut mikrostruktur. Pengamatan

    tersebut dilakukan terhadap specimen yang telah diproses sehingga bisa diamati

    dengan pembesaran tertentu. Untuk mikroskop elektron order perbesaran

    adalah 500-3000 kali sedangkan untuk mikroskop optik order perbesaran

    adalah 100-1000 kali.

    Agar permukaan logam dapat diamati secara Metalografik, maka terlebih

    dahulu dilakukan persiapan sebagai berikut :

    1. Pemotongan Specimen

    Pada tahap ini, diharapkan spesimen dalam keadaan datar, sehingga

    memudahkan dalam pengamatan.

    2. Grinding dan Polishing

    Tahap grinding dan polishing ini bertujuan untuk membentuk permukaan

    spesimen agar rata. Grinding dilakukan dengan cara menggosok spesimen

    pada mesin hand grinding yang diberi kertas gosok dengan ukuran grid

    yang paling kasar (grid 320) sampai yang paling halus. Sedangkan

    polishing sendiri dilakukan dengan menggosokkan specimen diatas mesin

    polishing machine yang dilengkapi dengan kain wol yang diberi serbuk

    alumina. Panambahan serbuk alumina ini bertujuan untuk lebih

    mengahaluskan permukaan spesimen sehingga akan lebih mudah dilakukan

    metalografi.

  • 16

    3. Etsa (Etching)

    Proses etsa ini pada dasarnya adalah proses korosi atau mengorosikan

    permukaan spesimen yang telah rata karena proses grinding dan polishing

    menjadi tidak rata lagi. Ketidakrataan permukaan spesimen ini

    dikarenakan kecepatan pelarutan yang berbeda, sehingga meninggalkan

    bekas permukaan dengan orientasi sudut yang berbeda pula. Pada

    pelaksanaannya, proses etsa ini dilakukan dengan cara mencelupkan

    spesimen pada cairan etsa dimana tiap jenis logam mempunyai masing-

    masing cairan etsa /etching reagent.

    Setelah permukaan spesimen dietsa, maka spesimen tersebut siap untuk

    diamati di bawah mikroskop dan pengambilan foto Metallography. Pengamatan

    Metalografi pada dasarnya adalah melihat perbedaan intensitas sinar pantul

    permukaan logam yang dimasukkan ke dalam mikroskop sehingga terjadi gambar

    yang berbeda (gelap, agak terang, terang). Dengan demikian apabila seberkas

    sinar dikenakan pada permukaan spesimen maka sinar tersebut akan dipantulkan

    sesuai dengan orientasi sudut permukaan bidang yang terkena sinar. Semakin

    tidak rata permukaan, maka semakin sedikit intensitas sinar yang terpantul ke

    dalam mikroskop.

    2.4.2 Hardness test

    Hardness Test adalah pengujian untuk mengetahui nilai kekerasan

    sebuah material untuk menahan penekanan permukaan di bawah kondisi

    pengujian standard atau menerima beban tanpa mengalami deformasi

    plastis yaitu tahan terhadap identasi, goresan, aus dan abrasi.

    Ada beberapa metode pengujian kekerasan yang digunakan untuk

    menguji kekerasan logam, yaitu :

    1. Metode Pengujian Kekerasan Brinell

    2. Metode Pengujian Kekerasan Vickers

    3. Metode Pengujian Kekerasan Rockwell

  • 17

    Dari ketiga metode yang tersebut di atas, yang biasanya digunakan

    hanya dua saja, yaitu Brinell dan Vickers. Gambar 2.3 dibawah ini

    menjelaskan jenis pengujian kekerasan dan cara menghitung besarnya nilai

    kekerasan.

    Gambar 2.3 Jenis-Jenis Pengujian Hardness

    Tujuan dari pengujian Hardness yaitu :

    Mengevaluasi ketahanan material terhadap penekanan permanen.

    Mengevaluasi pengaruh perlakuan panas terhadap kekerasan.

    Memperkirakan kuat tarik sebuah marerial.

    Kekerasan suatu bahan merupakan sifat mekanik yang penting, karena

    kekerasan dapat digunakan untuk mengetahui sifat mekanik yang lain, yaitu

    strenght (kekuatan). Karena nilai kekuatan tarik yang dimiliki suatu material

    dapat dikonversi dari kekerasannya. Semakin tinggi nilai kekerasannya

    semakin tinggi pula kekuatan tariknya. Namun konversi ini hanya berlaku

    rumusannya hanya pada carbon steell dan low alloy steel. Untuk stainless steel

    yang termasuk pada baja paduan tinggi maka konversi ini tidak berlaku

    sehingga perlu dibuktikan secara langsung dengan uji kekerasan.

  • 18

    Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada metode pengujian

    kekerasan vickers adalah sebagai berikut :

    1) Spesimen harus memenuhi persyaratan yaitu : Permukaan harus rata

    dan halus dan dapat di tumpu dengan baik dan permukaan horizontal

    2) Identor yang di gunakan adalah intan yang berbentuk piramid yang

    beralas bujur sangkar dengan sudut puncak antara dua sisi yang

    berhadapan adalah 136o seperti pada Gambar 2.4.

    3) Pada dasarnya semua beban bisa digunakan, kecuali untuk plat yang

    tipis harus digunakan beban yang ringan.

    4) Nilai kekerasan pengujian ini dinyatakan dalam satuan DPH (Vickers

    Diamond Pyramid Hardness) yang di hitung berdasarkan diagonal

    identasi dengan persamaan sebagai berikut :

    ..................................................................... (2.1)

    Dimana : P = Gaya Tekan (kgf) d = diagonal identasi (mm)

    Gambar 2. 4 Identasi Vickers Hardness Test

  • 19

    2.5 Penelitian Terdahulu

    Untuk mempermudah mengambil kesimpulan dalam penelitian dan

    sebagai referensi pendukung dalam pembuatan alat yang akan rancang bangun,

    penulis memiliki beberapa hasil penelitian dari tugas akhir mapun jurnal yang

    dapat digunakan seperti ditunjukkan pada Tabel 2.6 berikut:

    Tabel 2.6 Penelitian serta Jurnal Terdahulu

    Peneliti Judul Penelitian Tujuan Penelitian Hasil Penelitian Wahyu Putro

    Raharajo

    Pemanfaatan Oli

    Bekas Dengan

    Pencampuran Minyak Tanah

    Sebagai Bahan

    Bakar Pada

    Atomizing Burner

    Pemanfaatan oli bekas

    sebagai bahan bakar pada

    atomizing burner dengan penambahan minyak

    tanah (10%, 20%,30%

    dan 40%) pada oli bekas,

    kebutuhan udara pada pembakaran di supply

    oleh blower udara

    dengan debit udara 8m

    3/s.

    Temperatur nyal

    api tertinggi

    diperoleh pada campuran 30%

    minyak tanah

    yang

    menghasilkan nyala api

    1388oC pada

    tengah api.

    Ariawan Wahyu

    Pratomo

    Rancang Bangun

    Burner Berbahan

    Bakar Oli Bekas Untuk Pengecoran

    Kuningan

    Merancang burner

    dengan mekanisme

    pemecah dan penghalus butiran bahan bakar

    dengan pengaturan rasio

    volume oli bekas dan udara (1:1, 1:2, 1:3, 1:4)

    pada tekanan tertentu

    (3,4,5,6,7 bar), sehingga mempermudah terjadinya

    pengabutan

    (atomizing)dan

    pembakaran yang baik.

    Temperatur

    nyala api

    maksimum (1280

    oC) terjadi

    pada tekanan

    udara 7 bar dengan rasio oli

    bekas dan udara

    1:3.

  • 20

    HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

  • 21

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    3.1 Alir Metodologi Penelitian

    Metode dalam penelitian ini dapat dilihat dalam flow chart pada Gambar 3.1

    Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian (Flowchart)

    A

  • 22

    A

    Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian (Flowchart)

    Running

    alat

    Running alat

    pada spesimen

  • 23

    3.2 Alur Penelitian

    Adapun alur penelitian sesuai dengan flow chat diatas dapat diperjelas

    sesuai berikut :

    3.2.1 Identifikasi Masalah

    Identifikasi masalah merupakan langkah awal dimana dapat

    menentukan tujuan serta pemikiran diadakannya penelian ini. Tahapan

    ini berawal dari pemikiran serta pengamatan yang terjadi pada waktu

    tertentu sehingga diadakan penelitian yang dapat diketahui tujuan serta

    memberi manfaat bagi pihak-pihak tertentu dengan adanya penelitian

    ini.

    3.2.2 Studi Lapangan

    Tahap studi lapangan ini merupakan pengamatan secara

    langsung mengenai masalah yang terkait. Dalam hal ini pengamatan

    secara langsung mesin serta proses reforming. Pada pengamatan ini

    didapatkan suatu gambaran langsung proses reforming.

    3.2.3 Studi Literatur

    Tahapan selanjutnya merupakan tahapan studi literatur. Dimana

    tahapan ini merupakan pengumpulan literatur-literatur yang berkaitan

    dengan masalah yang dihadapi pada pengamatan lapangan khusus nya

    pada parameter-parameter yang digunakan untuk proses pengerjaan

    reforming dan pengolahan oli bekas.

    3.2.4 Pengumpulan Data

    Tahap ini merupakan tahapan dimana mengumpulkan semua

    data yang berkaitan dengan studi lapangan maupun literatur yang

    berkaitan dengan reforming, limbah oli serta material stainless steel tipe

    304.

  • 24

    3.2.5 Desain Alat

    Tahap ini merupakan tahapan dimana dilakukan penggambaran desain

    alat dengan menggunakan software AUTOCAD berdasarkan hasil perhitungan

    dan penentuan dimensi alat dan komponen pendukung yang akan digunakan.

    Proses pembuatan desain diawali dengan membuat sketsa 2D menggunakan

    pensil kemudian hasil sketsa akan digambar pada software AUTOCAD dengan

    fitur 2D yang nantinya akan dikonversi menjadi gambar 3D/solid. Setelah

    setiap komponen dari alat sudah tergambar maka akan diakukan proses

    assembly menjadi satu bagian utuh. Hasil dari proses ini adalah desain 3D alat

    secara utuh. Setelah itu proses desain dilanjutkan dengan membuat detail

    drawing dari tiap komponen alat. Dari detail drawing harus ditentukan bagian

    komponen yang harus dilakukan proses machining dan komponen mana yang

    harus dilakukan pengadaan/pemesanan komponen siap rakit. Pembuatan detail

    drawing ini berguna untuk memperjelas pada saat melakukan proses perakitan

    dan proses machining.

    1. General Design Alat

    Berikut merupakan desain alat secara umum yang akan ditampilkan

    pada Gambar 3.2. Dimana pada Gambar 3.2 menampilkan gambar desain

    alat yang terdiri dari desain torch, desain fuel tank serta desain fuel tank

    frame berikutnya akan diperjelas pada gambar selanjutnya untuk detail dari

    tiap desain.

    Gambar 3.2 General Design alat

  • 25

    2. Torch design

    Pada desain torch ini, torch yang digunakan merupakan cutting torch

    with 90o head, torch akan dimodifikasi sedemikin rupa sehingga dapat

    mengatomisasi oli dengan baik. Atomisasi sendiri merupakan hal yang

    sangat penting dalam suatu pembakaran, bahan bakar akan lebih mudah

    terbakar jika sudah mengalami fase atomisasi. Proses atomisasi pada alat ini

    ditunjang dengan semburan dari udara bertekanan ke outlet oli pada nozzle.

    Modifikasi yang dilakukan pada alat ini yaitu :

    a. Memodifiksi jalur inlet yang semula jalur oksigen diubah menjadi

    jalur untuk udara bertekanan yang dimana udara bertekanan

    tersebut berasal dari kompresor udara.

    b. Membuat jalur untuk aliran oli. Pada penambahan jalur ini akan

    menggunakan pipa kapiler, dimana pipa tersebut memanfaatkan

    jalur inlet dari acetylene sebagai jalur inlet kemudian pipa kapiler

    akan diposisikan sedemikian rupa (seperti pada Gambar 3.3 yang

    berwarna merah) hingga masuk ke nozle torch.

    c. Mekanisme dari pipa kapiler ke nozzle. Pada nozzle bagian bawah

    akan dilubangi sedemikian rupa yang dimana lubang tersebut

    akan digunakan untuk peletakan pipa kapiler (diilustrasikan pada

    Gambar 3.4). Peletakan pipa kapiler pada bagian tersebut

    bertujuan agar terjadi efek venturi. Efek venturi sendiri

    dibutuhkan karena akan menjadi jalan masuk oli ke nozzle yang

    notabene nozzle tersebut dialiri udara bertekanan.

    d. Penambahan pipa kapiler berukuran ¾" pada ujung nozzle sebagai

    jalur outlet dari api yang dihasilkan oleh alat. Pipa kalpiler

    tersebut juga berfungsi sebagai pemanas dari hasil atomisasi

    bahan bakar agar lebih mudah terbakar. Pemosisian pipa kapiler

    tersebut memiliki sudut 135o (diilustrasikan pada Gambar 3.5).

  • 26

    Gambar 3.3 Torch Design

    Gambar 3.4 Ilustrasi Modifikasi Nozzle

    Gambar 3.5 Ilustrasi Posisi Pipa Kapiler

  • 27

    3. Fuel Tank Design

    Pada bagian fuel tank merupakan modifikasi dari tabung pompa air yang

    berkapasitas 18 liter. Tabung pompa air ini dipilih karena dapat menampung

    oli dengan jumlah yang ideal yaitu kurang lebih 18 liter serta tabung ini

    memiliki desain yang dapat mempermudah dalam proses instalasinya pada alat.

    Tabung ini akan dimodifikasi sedemikian rupa sehingga dapat ditambahkan

    kran pengatur aliran bahan bakar dan wadah pengendap sebagai penampung

    material pengotor yang mungkin terbawa oleh bahan bakar dan masuk ke

    dalam tangki bahan bakar. Untuk gambaran modifikasi akan diilustrasikan

    pada Gambar 3.6 berikut.

    Gambar 3.6 Ilustrasi Modifikasi tabung pompa air sebagai fuel tank

  • 28

    4. Fuel Tank Frame

    Fuel tank frame digunakan untuk menyangga sekaligus sebagai pilar dari

    fuel tank, fuel tank diposisikan tinggi karena pada alat ini memanfaatkan gaya

    grafitasi sebagai daya dorong untuk aliran bahan bakar. Fuel tank frame sendiri

    terbuat dari tiga profil L yang memiliki panjang 2 meter serta dipasang penguat di

    bagian tengah dan atas frame, cincin ini sebagai penghubung antar profil serta

    tempat dudukan dari fuel tank yang akan diilustrasikan pada Gambar 3.7 berikut.

    Gambar 3.7 Ilustrasi Fuel Tank Frame

  • 29

    3.2.6 Penentuan Alat dan Bahan

    Tahap ini merupakan tahapan dimana penentuan alat dan bahan yang

    akan digunakan dalam proses pembuatan alat yang disesuai dengan desain yang

    telah ditentukan. Adapun bahan dan alatnya sebagai berikut

    a. Torch

    Torch yang digunakan merupakan torch untuk oxy acetylene cutting

    dengan tipe 90o head. Seperti yang ditunjukkan Gambar 3.8 berikut

    :

    b. Pipa Kapiler

    Pipa kapiler yang digunakan merupakan pipa kapiler dengan ukuran

    outside diameter 2 mm. Dimana pipa kapiler ini akan digunakan

    sebgai jalur dari oli. Seperti yang ditunjukkan Gambar 3.9 berikut :

    Gambar 3.8 Cutting Torch

    Gambar 3.9 Pipa Kapiler

  • 30

    c. Kompresor

    Kompresor digunakan sebagai pemasok udara bertekanan yang

    dibutuhkan oleh alat. Seperti yang ditunjukkan Gambar 3.10 berikut

    d. Selang OAW

    Selang ini digunakan sebagai media penyalur udara dari kompresor

    ke alat serta penyalur oli dari tangki menuju ke alat. Seperti yang

    ditunjukkan Gambar 3.11 berikut :

    Gambar 3.10 Kompresor Udara

    Gambar 3.11 Selang OAW

  • 31

    e. Tabung Pompa Air

    Tabung Pompa Air digunakan sebagai tangki bahan bakar yang

    dimana tabung yang digunakan yaitu tabung pompa air yang

    berukuran 18 liter. Seperti yang ditunjukkan Gambar 3.12 berikut :

    f. Kran

    Kran digunakan sebagai pengatur aliran bahan bakar pada tangki

    bahan bakar. Seperti yang ditunjukkan Gambar 3.13 berikut :

    Gambar 3.12 Tabung Pompa air

    Gambar 3.13 Kran

  • 32

    g. Flow meter Oksigen

    Flow meter ini digunakan sebagai alat ukur debit aliran udara dari

    kompresor yang digunakan pada alat, Seperti yang ditunjukkan

    Gambar 3.14 berikut

    h. Besi siku

    Besi siku digunakan sebagai pilar pada fuel tank frame. Besi siku

    yang digunakan berukuran 20x20x3. Seperti yang ditunjukkan

    Gambar 3.15 berikut :

    Gambar 3.15 Besi Siku

    Gambar 3.14 Flow meter

  • 33

    i. Thermo gun / Thermometer Digital

    Thermo gun / thermometer digital digunakan untuk mengukur suhu

    api yang dihasilkan oleh alat. Seperti yang ditunjukkan Gambar

    3.16 berikut :

    3.2.7 Rancang Bangun

    Tahap ini merupakan tahapan lanjut setelah tahap desain alat dan tahap

    penentuan bahan. Selanjutnya adalah pengadaan alat dan bahan yang

    dibutuhkan untuk mendukung pembuatan alat. Melakukan proses machining

    pada komponen yang telah ditentukan, serta perakitan alat. Melakukan uji

    kinerja pada alat, jika masih terdapat kesalahan maka harus dilakukan

    perbaikan, modifikasi, agar tiap-tiap komponen bekerja sebagaimana

    seharusnya.

    3.2.8 Pengisian Bahan Bakar

    Tahap ini merupakan tahapan dimana setelah alat selesai dirakit sesuai

    dengan desain maka alat akan diisi oleh bahan bakar yang dimana bahan bakar

    yang akan digunakan terdiri dari empat jenis yaitu :

    1. Bahan Bakar A

    Bahan bakar A merupakan bahan bakar yang terbuat dari campuran

    hasil sulingan oli dengan Pertalite. Yang dimana penambahan

    pertalite ini bertujuan untuk memperbesar daya bakar dari Bahan

    Bakar A. Dimana Bahan Bakar A ini memiliki kandungan Pertalite

    10-20%.

    Gambar 3.16 Thermometer

  • 34

    2. Bahan Bakar B

    Bahan bakar B merupakan bahan bakar yang terbuat dari oli bekas

    motor yang dilakukan proses penyulingan. Hasil penyulingan oli

    tersebut peneliti sebut dengan Bahan Bakar B

    3. Bahan Bakar C

    Bahan bakar C merupakan bahan bakar yang terbuat dari campuran

    oli dengan Pertalite. Yang dimana penambahan pertalite ini bertujuan

    untuk memperbesar daya bakar dari Bahan Bakar C. Dimana Bahan

    Bakar C ini memiliki kandungan Pertalite 20-30%.

    4. Bahan Bakar D

    Bahan bakar D merupakan bahan bakar yang terbuat dari oli bekas

    motor yang dilakukan proses penyaringan dan pengendapan.

    3.2.9 Pengukuran Temperatur

    Tahap ini merupakan tahapan dimana pengukuran dilakukan pada alat.

    Pengukuran ini meliputi Temperatur yang dapat dicapai oleh tiap tiap varian

    bahan bakar. Apakah tiap-tiap varian bahan bakar tersebut dapat mencapai suhu

    yang disyaratkan dalam process instruction yaitu 475oC. Prosedur pengujian alat

    adalah sebagai berikut :

    1) Tangki diisi dengan bahan bakar

    2) Menghidupkan kompresor

    3) Mengatur perbandingan udara dan bahan bakar dengan kran pengatur

    4) Melakukan penyalaan dengan api setelah bahan bakar sudah

    terkabutkan pada ujung nozzle

    5) Mengukur suhu nyala api dengan thermometer digital ataupun thermo

    gun setelah nyala api kontinyu

    Pengujian dilakukan dengan variasi parameter sebagai berikut :

    1) Bahan bakar (A, B, C dan D).

    2) Tekanan udara ( 5 dan 6 bar).

    3) Perbandingan campuran antara bahan bakar dan udara (1:250, 1:500).

  • 35

    3.2.10 Uji Coba pada Spesimen

    Setelah melakukan pengukuran nyala api pada alat selanjutnya dilanjutkan

    dengan uji coba pada spesimen yang dimana spesimen yang digunakan ialah

    stainless steel tipe 304. Sebelum mekakukan pengujian maka harus menentukan

    cutting plan material sebelum material dipotong untuk membagi sesuai ukuran

    dari tiap-tiap spesimen uji. Material akan dibagi menjadi beberapa bagian untuk

    pengujian dan ditunjukkan pada Gambar 3.18 berikut:

    Gambar 3.18 Cutting Plan

  • 36

    Ilustrasi uji coba pada material akan ditunjukkan pada Gambar 3.19

    berikut :

    3.2.11 Pengujian Microetsa & Hardness pada Material

    Untuk mengetahui bagaimana dampak dari penggunaan oli bekas pada

    proses reforming baik yang dilakukan filtrasi maupun yang dilakukan distilasi

    pada stainless steel 304 maka akan dilakukan pengujian pada spesimen penelitian.

    Jenis pengujian yang dilakukan termasuk pengujian yang merusak atau

    destructive test.

    1. Mikro Etsa

    Pengujian struktur mikro ini dilakukan untuk mengetahui apakah

    terdapat unsur karbon dari oli yang masuk ke dalam material. Pengujian

    struktur mikro ini juga digunakan sebagai bukti pendukung dan bukti

    visual pada penelitian ini.

    Pada pengujian ini setiap spesimen akan diambil titik sample yang

    berdekatandengan daerah pemanasan oleh alat lalu akan dilakukan uji

    struktur mikro menggunakan mikroskop kemudian dibandingkan dengan

    stuktur mikro dari stainless steel tipe 304 yang tidak mengalami

    pemanasan tersebut, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.20 berikut

    ini

    Gambar 3.19 Ilustrasi uji coba

  • 37

    Gambar 3.20 Titik Pengambilan Data Uji Struktur Mikro

    2. Micro Hardness test

    Pengujian hardness ini dilakukan untuk mengetahui apakah penggunaan

    dari oli bekas pada reforming akan berdampak pada kekerasan stainless steel 304.

    Pengujian kekerasan ini juga digunakan sebagai bukti pendukung dan bukti visual

    pada penelitian ini. Pada dasarnya kekerasan merupakan kemampuan suatu

    material untuk menerima beban tanpa mengalami deformasi plastis yaitu terhadap

    identasi, tahan terhadap goresan, tahan terhadap aus, tahan terhadap pengikisan

    (abrasi).

    Pada penelitian ini hardness test dilakukan dengan metode Vickers, dengan

    pengambilan 3 titik, yakni 3 titik pada bagian permukaan spesimen yang dekat

    dengan sumber panas seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.3 kemudian

    dibandingkan dengan nilai kekerasan dari stainless steel tipe 304 yang tidak

    mengalami pemanasan tersebut. dimana procedure hardness test mengacu pada

    ASTM E384. Vickers hardness methode digunakan dengan daya 1 gf sampai 1000

    gf.

    Daerah

    pemanasan Titik

    pengambilan

  • 38

    Gambar 3.21 Titik-titik Pengambilan Nilai Kekerasan

    Titik

    pengambilan

    Daerah

    pemanasan

  • 39

    BAB 4

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 UNIT ALAT

    Setelah melakukan perancangan serta pembangunan atau pembuatan

    alat untuk reforming dengan media bahan bakar oli maka hasil akhir alat ialah

    seperti yangdi tunjukkan pada Gambar 4.1 dibawah ini

    Gambar 4.1 Hasil Akhir Alat

  • 40

    4.2 REFORMING

    4.2.1 Proses Reforming

    Proses reforming dilakukan dengan mengacu pada Process

    Instruction reforming (bisa dilihat pada Lampiran). Proses reforming

    dilakukan pada material stainless steel 304 yang memiliki ketebalan 3

    mm. Proses reforming ini menerapkan variasi bahan bakar (oli bekas),

    tekanan udara serta rasio perbandingan udara dengan oli. Berikut

    merupakan kodefikasi dari variabel – variabel tersebut.

    Kodefikasi Bahan Bakar

    A : Hasil sulingan oli yang ditambahkan bahan bakar motor

    10 – 20%

    B : Oli yang telah dilakukan proses penyulingan

    C : Oli bekas yang ditambahkan bahan bakar motor 20 – 30%

    D : Oli bekas yang telah dilakukan proses penyaringan

    Kodefikasi tekanan udara

    5 : tekanan udara kompresor 5 bar

    6 : tekanan udara kompresor 6 bar

    Kodefikasi rasio perbandingan udara dan oli

    X : rasio 250 (udara) : 1 (oli)

    Y : rasio 500 (udara) : 1 (oli)

  • 41

    4.2.2 Hasil Reforming

    Setelah proses reforming dengan alat yang berbahan bakar oli bekas pada

    material stainless steel tipe 304 maka hasil yang didapatkan ialah seperti Gambar

    4.2 berikut ini

    Oli bekas 100%

    5 bar

    1:250

    Oli bekas 100%

    6 bar

    1:250

    Oli bekas 100%

    5 bar

    1:500

    Oli bekas 100%

    6 bar

    1:500

    Oli bekas 70%

    Pertalite 30%

    5 bar

    1:250

    Oli bekas 70%

    Pertalite 30%

    6 bar

    1:250

    Oli bekas 70%

    Pertalite 30%

    5 bar

    1:500

    Oli bekas 70%

    Pertalite 30%

    6 bar

    1:500

    Destilated oil

    100%

    5 bar

    1:250

    Destilated oil

    100%

    6 bar

    1:250

    Destilated oil

    100%

    5 bar

    1:500

    Destilated oil

    100%

    6 bar

    1:500

    Destilated oil

    80%

    Pertalite 20%

    5 bar

    1:250

    Destilated oil

    80%

    Pertalite 20%

    6 bar

    1:250

    Destilated oil

    80%

    Pertalite 20%

    5 bar

    1:500

    Destilated oil

    80%

    Pertalite 20%

    6 bar

    1:500

    Gambar 4.2 Hasil reforming pada material

    Pada hasil diatas terlihat perbedaan dari penggunaan tiap - tiap bahan

    bakar pada proses reforming. Pada baris pertama yang merupakan material yang

    dilakukan proses reforming dengan menggunakan bahan bakar oli yang hanya

  • 42

    dilakukan penyaringan terlihat material tersebut menghitam. Pada dua kolom baris

    pertama sebelah kiri terlihat memiliki warna hitam yang lebih pekat jika

    dibandingkan dua kolom baris pertama sebelah kanan ini mengindikasikan bahwa

    rasio 1:500 lebih baik dari pada rasio 1:250 karena pada rasio 1:500 lebih banyak

    udara yang bercampur dengan bahan bakar. Pada bahan bakar ini juga sulit untuk

    mencapai suhu reforming.

    Pada baris kedua yang merupakan material yang dilakukan proses

    reforming dengan menggunakan bahan bakar oli yang ditambahkan bahan bakar

    nampak warna hitam mengalami penurunan yang drastis jika dibandingkan

    dengan baris pertama. Warna hitam yang sedikit ini mengindikasikan pembakaran

    bahan bakar C lebih baik dari pada bahan bakar D. Pada dua kolom baris pertama

    sebelah kiri terlihat memiliki warna hitam yang lebih pekat jika dibandingkan dua

    kolom baris pertama sebelah kanan ini mengindikasikan bahwa rasio 1:500 lebih

    baik dari pada rasio 1:250 karena pada rasio 1:500 lebih banyak udara yang

    bercampur dengan bahan bakar.

    Pada baris ketiga yang merupakan material yang dilakukan proses

    reforming dengan menggunakan bahan bakar dari hasil penyulingan oli bekas

    nampak warna hitam mengalami penurunan yang drastis jika dibandingkan

    dengan baris kedua. Warna hitam yang sedikit dan cenderung sangat sedikit ini

    mengindikasikan pembakaran bahan bakar B lebih baik dari pada bahan bakar C.

    Pada dua kolom baris pertama sebelah kiri terlihat memiliki warna hitam yang

    lebih pekat jika dibandingkan dua kolom baris pertama sebelah kanan ini

    mengindikasikan bahwa rasio 1:500 lebih baik dari pada rasio 1:250 karena pada

    rasio 1:500 lebih banyak udara yang bercampur dengan bahan bakar.

    Pada baris keempat yang merupakan material yang dilakukan proses

    reforming dengan menggunakan bahan bakar dari hasil penyulingan oli bekas

    yang kemudian ditambah bahan bakar nampak hasilnya cenderung identik dengan

    baris ketiga. Hasil yang identik ini mengindikasikan penambahan bahan bakar

    motor pada bahan bakar hasil penyulingan oli ini tidak terlalu berdampak pada

    hasil . Pada dua kolom baris pertama sebelah kiri terlihat memiliki warna hitam

    yang lebih pekat jika dibandingkan dua kolom baris pertama sebelah kanan ini

  • 43

    mengindikasikan bahwa rasio 1:500 lebih baik dari pada rasio 1:250 karena pada

    rasio 1:500 lebih banyak udara yang bercampur dengan bahan bakar

    4.3 Pengujian

    Pengujian yang dilakukan pada penelitian ini adalah pengujian kekerasan

    (hardness test) dan pengujian stuktur mikro

    4.3.1 Hardness test

    Pengujian kekerasan dilakukan dengan metode Vicker, dengan

    menggunakan beban sebesar 500 gf dan waktu identasi selama 10 detik. Setiap

    spesimen dilakukan identasi sebanyak 3 titik, yaitu 3 titik di daerah yg dekat

    dengan daerah pemanasan yg berjarak 0.1 mm dari permukaan yg dipanaskan

    Ilustrasi daerah identasi akan ditunjukan seperti

    pada Gambar 4.3 berikut ini

    Gambar 4.3 Titik-titik Pengambilan Nilai Kekerasan

    Hasil dari pengujian kekerasan

    Data yang diperoleh dari hasil pngujian akan digunakan untuk mengetahui

    akan digunakan untuk mengetahui besar nilai kekerasan pada material yang

    telah dilakukan proses forming. Semua data hasil pengujian kekerasan akan

    dijelaskan pada tabel dan gambar dibawah.

    a. Spesimen hasil reforming bahan bakar A

    Berikut ini adalah hasil pengujian kekerasan pada specimen BM, A5X,

    A6X, A5Y dan A6Y. Nilai kekerasan akan ditunjukan pada Tabel 4.1

    berikut

    Daerah

    pemanasan

    Titik pengambilan

  • 44

    Tabel 4.1 Nilai kekerasan spesimen BM, A5X, A6X, A5Y dan A6Y

    BM A5X A6X A5Y A6Y

    I 201,1 208,4 203,5 200,2 210,9

    II 212,5 204,7 209,7 212,2 206,5

    III 215,8 205,6 210,3 199,6 210,3

    Sumber : Hasil penelitian, 2019

    Grafik nilai kekerasan pada spesimen BM, A5X, A6X, A5Y dan A6Y dapat

    dilihat dari Gambar 4.4 berikut :

    Gambar 4.4 Grafik nilai kekerasan spesimen BM, A5X, A6X, A5Y dan A6Y

    b. Spesimen hasil reforming bahan bakar B

    Berikut ini adalah hasil pengujian kekerasan pada spesimen BM, B5X,

    B6X, B5Y dan B6Y. Nilai kekerasan akan ditunjukan pada Tabel 4.2

    berikut

    Tabel 4.2 Nilai kekerasan spesimen BM, B5X, B6X, B5Y dan B6Y

    BM B5X B6X B5Y B6Y

    I 201,1 193,1 197,6 199,6 203,2

    II 212,5 218,8 215,1 206,5 216,1

    III 215,8 200,2 203,2 209 195,6

    Sumber : Hasil penelitian, 2019

    50

    65

    80

    95

    110

    125

    140

    155

    170

    185

    200

    215

    230

    245

    BM A5X A6X A5Y A6Y

    I

    II

    III Nil

    ai K

    eker

    asan

    (H

    V)

    GRAFIK NILAI KEKERASAN SPESIMEN BM, A5X, A6X, A5Y dan A6Y

  • 45

    Grafik nilai kekerasan pada spesimen B5X, B6X, B5Y dan B6Y dapat dilihat

    dari Gambar 4.5 berikut :

    Gambar 4.5 Grafik nilai kekerasan spesimen BM, B5X, B6X, B5Y dan B6Y

    c. Spesimen hasil reforming bahan bakar C

    Berikut ini adalah hasil pengujian kekerasan pada spesimen C5X, C6X,

    C5Y dan C6Y. Nilai kekerasan akan ditunjukan pada Tabel 4.3 berikut

    Tabel 4.3 Nilai kekerasan spesimen BM, C5X, C6X, C5Y dan C6Y

    BM C5X C6X C5Y C6Y

    I 201,1 212,8 193,1 206,8 188,9

    II 212,5 194,7 210 194,5 210,6

    III 215,8 209 208,4 213,5 214,1

    Sumber : Hasil penelitian, 2019

    Grafik nilai kekerasan pada spesimen BM, C5X, C6X, C5Y dan C6Y dapat

    dilihat dari Gambar 4.6 berikut :

    50

    65

    80

    95

    110

    125

    140

    155

    170

    185

    200

    215

    230

    245

    BM B5X B6X B5Y B6Y

    I

    II

    III

    Nil

    ai K

    eker

    asan

    (H

    V)

    GRAFIK NILAI KEKERASAN SPESIMEN BM, B5X, B6X, B5Y dan B6Y

  • 46

    Gambar 4.6 Grafik nilai kekerasan spesimen BM, C5X, C6X, C5Y dan C6Y

    d. Spesimen hasil reforming bahan bakar D

    Berikut ini adalah hasil pengujian kekerasan pada spesimen D5X, D6X,

    D5Y dan D6Y. Nilai kekerasan akan ditunjukan pada Tabel 4.4 berikut

    Tabel 4.4 Nilai kekerasan spesimen BM, D5X, D6X, D5Y dan D6Y

    BM D5X D6X D5Y D6Y

    I 201,1 209,7 210,6 218,8 216,1

    II 212,5 217,8 211,6 199,3 204,1

    III 215,8 203,5 199,6 206,2 199,6

    Sumber : Hasil penelitian, 2019

    Grafik nilai kekerasan pada specimen BM, D5X, D6X, D5Y dan D6Y dapat

    dilihat dari Gambar 4.7 berikut :

    50

    65

    80

    95

    110

    125

    140

    155

    170

    185

    200

    215

    230

    245

    BM C5X C6X C5Y C6Y

    I

    II

    III

    Nil

    ai K

    eker

    asan

    (H

    V)

    GRAFIK NILAI KEKERASAN SPESIMEN BM, C5X, C6X, C5Y dan C6Y

  • 47

    Gambar 4.7 Grafik nilai kekerasan spesimen BM, D5X, D6X, D5Y dan D6Y

    Dari hasil pengujian pada seluruh spesimen dapat dilihat bahwa pengaruh

    variasi bahan bakar (Bahan bakar A,B,C dan D), variasi tekanan udara (tekanan

    udara 5 bar dan 6 bar) serta variasi rasio oli dengan udara ( rasio 1:250 dan 1:500)

    yang diterapkan tidak berdampak pada kekerasan material stainless steel 304. Ini

    dapat dilihat dari nilai kekerasan spesimen spesimen yang tidak berbeda jauh jika

    dibandingkan dengan nilai kekerasan material yang belum dilakukan proses

    reforming. Karena pada Stainless steel austenitic convensional (seperti tipe 301,

    302, 303, 304, 305, 308, 309, 310, 316, dan 317) tidak dapat dikeraskan dengan

    perlakuan panas, tetapi akan mengeras akibat cold working.

    50

    65

    80

    95

    110

    125

    140

    155

    170

    185

    200

    215

    230

    245

    BM D5X D6X D5Y D6Y

    I

    II

    III

    Nil

    ai K

    eker

    asan

    (H

    V)

    GRAFIK NILAI KEKERASAN SPESIMEN BM, D5X, D6X, D5Y dan D6Y

  • 48

    4.3.2 Struktur Mikro

    Pengujian Foto Mikro dilakukan untuk mengetahui struktur pada

    spesimen apakah ada perubahan jika dibandingkan dengan struktur mikro

    material sebelum proses reforming dengan media bahan bakar A, B, C

    maupun D. Hasil foto mikro dapat dilihat pada Gambar 4.9 – Gambar 4.13

    berikut ini

    Pembesaran

    200X

    I

    II

    III

    Gambar 4.9 Foto Mikro Spesimen sebelum Proses Reforming

  • 49

    Foto mikro dari material yang telah dilakukan proses reforming dengan

    bahan bakar A (hasil sulingan oli + 30% bahan bakar)

    Pembesaran

    100X 200X

    A5X

    A6X

    A5Y

    A6Y

    Gambar 4.10 Foto Mikro Spesimen Reforming Bahan Bakar A

    Dari sajian gambar struktur mikro diatas dapat dlilihat bahwa struktur

    mikro tidak mengalami perubahan yang signifikan jika dibandingkan

    dengan struktur mikro material yang belum dilakukan proses reforming

  • 50

    Foto mikro dari material yang telah dilakukan proses reforming dengan

    bahan bakar B (hasil sulingan oli)

    Pembesaran

    100X 200X

    B5X

    B6X

    B5Y

    B6Y

    Gambar 4.11 Foto Mikro Spesimen Reforming Bahan Bakar B

    Dari sajian gambar struktur mikro diatas dapat dlilihat bahwa struktur

    mikro tidak mengalami perubahan yang signifikan jika dibandingkan

    dengan struktur mikro material yang belum dilakukan proses reforming.

  • 51

    Foto mikro dari material yang telah dilakukan proses reforming dengan

    bahan bakar C (oli + 20% bahan bakar).

    Pembesaran

    100X 200X

    C5X

    C6X

    C5Y

    C6Y

    Gambar 4.12 Foto Mikro Spesimen Reforming Bahan Bakar C

    Dari sajian gambar struktur mikro diatas dapat dlilihat bahwa struktur

    mikro tidak mengalami perubahan yang signifikan jika dibandingkan

    dengan struktur mikro material yang belum dilakukan proses reforming.

  • 52

    Foto mikro dari material yang telah dilakukan proses reforming dengan

    bahan bakar D (oli bekas)

    Pembesaran

    100X 200X

    D5X

    D6X

    D5Y

    D6Y

    Gambar 4.13 Foto Mikro Spesimen Reforming Bahan Bakar D

    Dari sajian gambar struktur mikro diatas dapat dilihat bahwa struktur

    mikro tidak mengalami perubahan yang signifikan jika dibandingkan

    dengan struktur mikro material yang belum dilakukan proses reforming.

  • 53

    4.3.3 Pencapaian suhu yang dihasilkan alat

    Untuk memenuhi persyaratan minimum proses reforming maka alat harus

    dapat menghasilkan panas minimum 475oC, ini sesuai dengan suhu yang

    tercantum pada Process Instruction : Reforming of Stainless Steel Frame on Roof.

    Berikut merupakan gambar bukti capaian suhu yang dapat dicapai oleh oli bekas.

    Gambar 4.14 Capaian suhu alat berbahan bakar oli bekas

    Dari sajian gambar diats dapat dilihat bahwa alat berbahan bakar oli bekas dapat

    memenuhi kriteria suhu minimum yang disyaratkan oleh Process Instruction :

    Reforming of Stainless Steel Frame on Roof yaitu 475oC sehingga alat berbahan

    bakar oli bekas ini dapat menggantikan oxy acetylene pada proses reforming.

    4.4 Estimasi biaya alat

    Perbandingan estimasi pada alat oxy acetylene dan alat oli bekas. Berikut

    merupakan tabel dari perbandingan harga pada pada alat oxy acetylene dan alat oli

    bekas. Perbandingan estimasi biaya dapat dlihat pada Tabel 4.9 dan 4.10 dibawah

    ini

  • 54

    Tabel 4.9 Estimasi biaya Oxy acetylene

    Oxy Acetylene

    Nama Harga Satuan Kebutuhan Satuan Total Harga

    Tabung

    oksigen Rp750.000 Unit 1 Unit Rp750.000

    Tabung

    acetylene Rp1.500.000 Unit 1 Unit Rp1.500.000

    Regulator

    oksigen Rp199.000 Unit 1 Unit Rp199.000

    Regulator

    acetylene Rp230.000 Unit 1 Unit Rp230.000

    Selang Rp30.000 meter 5 meter Rp150.000

    Torch Rp315.000 Unit 1 Unit Rp315.000

    (Consumable)

    Oksigen Rp30.000 Tabung 0.2 Tabung Rp6.000

    (Consumable) Acetylene

    Rp350.000 Tabung 0.2 Tabung Rp70.000

    Total Biaya Rp3.220.000

    Sumber: Dokumen Pribadi

    Tabel 4.10 Estimasi biaya oli bekas

    Nama Harga Satuan Kebutuhan Satuan Total Harga

    Tabung

    pompa air Rp175.000 Unit 1 Unit Rp175.000

    Profil L Rp86.000 Unit 1 Unit Rp86.000

    Selang Rp30.000 meter 5 meter Rp150.000

    Torch Rp315.000 Unit 1 Unit Rp315.000

    Shock drat,

    pipa kapiler,

    kran dsb

    Rp150.000 unit 1 unit Rp150.000

    Kompresor Rp1.190.000 Unit 1 Unit Rp1.190.000

    (Consumable)

    Oli Bekas Rp1.500 liter 5 liter Rp7.500

    (Consumable)

    Pertalite Rp7.800 liter 2 liter Rp15.600

    Total Biaya Rp2.089.100

    Sumber: Dokumen Pribadi

    Data-data pada tabel diatas didapatkan dari marketplace per tanggal

    21 Agustus 2019. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa penggunaan dari oli bekas

    lebih murah dan menguntungkan karena pada biaya pengadaan part - part alat oli

    bekas lebih murah yakni dengan harga Rp 2.087.000, sedangkan untuk pengadaan

    alat oxy acetylene memerlukan biaya sebesar Rp 3.220.000, selisih dari pengadaan

    kedua alat ini yakni sekitar Rp 1.00.000. Sedangkan pada estimasi biaya bahan

  • 55

    bakar per-harinya terlihat harga bahan bakar oli bekas jauh lebih murah yakni

    hanya dengan harga Rp 23.100 untuk memenuhi kebutuhan alat dalam sehari.

    Sedangkan untuk kebutuhan bahan bakar pada oxy acetylene diperlukan biaya

    sebesar Rp 76.000 untuk memenuhi kebutuhan bahn bakar alat dalam sehari. Dari

    uraian tersebut menunjukan bahwa dari segi perhitungan biaya reforming dengan

    bahan bakar oli bekas dapat menggantikan reforming dengan oxy acetylene karena

    biaya yang diperlukan lebih sedikit.

  • 56

    HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

  • 57

    BAB 5

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan

    Dari hasil penyajian data serta analisa hasil pengujian dapat ditarik

    kesimpulan antara lain

    1. Variasi bahan bakar oli bekas yang digunakan pada reforming tidak

    berdampak pada struktur mikro dan nilai kekerasaan material stainless

    steel 304.

    2. Variasi tekanan udara yang digunakan pada reforming tidak berdampak

    pada struktur mikro dan nilai kekerasaan material stainless steel 304.

    3. Variasi rasio oli bekas & udara yang digunakan pada reforming tidak

    berdampak pada struktur mikro dan nilai kekerasaan material stainless

    steel 304.

    4. Reforming berbahan bakar oli bekas ini dapat dijadikan sebagai pengganti

    proses reforming konvensional yang menggunakan oxy acetylene. Karena

    suhu yang dihasilkan oleh oli bekas dapat memenuhi kebutuhan suhu pada

    proses reforming yang memerlukan suhu 475oC. Dan pada estimasi biaya

    penggunaan oli bekas lebih muran jika dibandingkan dengan oxy acetylene

    pada proses reforming.

    5.2 Saran

    Dalam pengerjaan tugas akhir ini masih terdapat kekurangan-kekurngan

    sehingga nantinya dapat menjadi bahan evaluasi dan dapat dikembangkan

    lebih baik lagi. Beberapa saran yang perlu diperhatikan untuk dapat mencapai

    hasil yang lebih maksimal, antara lain:

    1. Menambah variasi takaran bahan bakar motor pada oli.

    2. Menambah variasi rasio oli dan udara.

    3. Mengaplikasikan refoming berbahan bakar oli bekas pada material selain

    autenitic stailess steel.

  • 58

    HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

  • 59

    DAFTAR PUSTAKA

    AK Steel. 2007. 304/304L Stainless Steel.pdf.

    Hasyim,U.H., 2016. Review Kajian Adsorbsi dalam Pelumas Bekas dan Prospek

    Pemanfaatan sebagai Bahan Bakar. Jurnal Konversi - Universitas

    Muhammadiyah Jakarta, 5 (1),11-16.

    Lippold J.C., Kotecki D.J. 2005. Welding Metallurgy and Weldability of Stainless

    Steel, Wiley.

    Pratomo,A.W., 2012. Rancang Bangun Burner Berbahan Bakar Oli Bekas untuk

    Pengecoran Kuningan. Jurnal Rekayasa Mesin-Politeknik Negeri Semarang,

    6 (4),112-115.

    Raharjo,W.P., 2009. Pemanfaatan Oli Bekas dengan Pencampuran Minyak Tanah

    sebagai Bahan Bakar pada Atomizing Burner. Jurnal Penelitian Sains &

    Teknologi Universitas Sebelas Maret Surakarta, 10 (2), 156-168.

    Rifa’i, Miftachul Jannah Umza. 2018. Pengaruh proses reforming pada

    sambungan Resistance Spot Welding material SUS 201 dn Sus 304 terhadap

    struktur mikro, laju korosi dan nilai kekerasan. Politeknik Perkapalan

    Negeri Surabaya

    SURDIA, T., SAITO, S., 1992, Pengetahuan Bahan Tehnik, cetakan kedua, PT.

    Pradnya Paramita, Jakarta.

  • 60

  • 61

    LAMPIRAN A

    PROCESS INSTRUCTION : REFORMING OF STAINLESS STEEL

    FRAME ON ROOF

  • 62

  • 63

  • 64

  • 65

    LAMPIRAN B

    MILL CERTIFICATE

  • 66

  • 67

  • 68