-
i
PEMAKNAAN KHARISMA KONGREGASI FRANSISKANES SANTA
ELISABETH DALAM RANGKA MENINGKATKAN SEMANGAT
PENDAMPINGAN TIM PASTORAL ORANG SAKIT DI RUMAH SAKIT
SANTA ELISABETH MEDAN
S K R I P S I
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama
Katolik
Oleh:
Riahukur M. Purba NIM : 031124012
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA
KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2009
-
ii
-
iii
-
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada
Allah Bapa yang Penuh Kasih
Persaudaraan Suster Fransiskanes St. Elisabeth dan Yayasan RSE,
Medan
Tim Pastoral Orang Sakit RSE, Medan dan Saudara-saudari yang
menderita sakit
Ayah dan Ibu serta Seluruh Keluarga yang penuh cinta
almamaterku,
dan
Saudara-saudari yang berkehendak baik.
-
v
MOTTO
“Allah Adalah Kasih”
(1Yoh 4:16 )
-
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya
tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah
disebut dalam kutipan
dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 10 Februari 2009
-
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas
Sanata Dharma: Nama : Riahukur M. Purba Nomor Mahasiswa : 031124012
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmah saya yang
berjudul: PEMAKNAAN KHARISMA KONGREGASI FRANSISKANES SANTA
ELISABETH DALAM RANGKA MENINGKATKAN SEMANGAT
PENDAMPINGAN TIM PASTORAL ORANG SAKIT DI RUMAH SAKIT
SANTA ELISABETH MEDAN
Beserta perangkat yang diperlakukan (bila ada). Dengan demikian
saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak
untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya
dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan
mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan
akademis tanpa perlu minta izin dari saya maupun memberi royalti
kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di
Yogyakarta Pada tanggal 17 April 2009 Yang menyatakan (Riahukur M.
Purba)
-
viii
ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah PEMAKNAAN KHARISMA KONGREGASI
FRANSISKANES SANTA ELISABETH DALAM RANGKA MENINGKATKAN SEMANGAT
PENDAMPINGAN TIM PASTORAL ORANG SAKIT DI RUMAH SAKIT SANTA
ELISABETH MEDAN. Pemilihan judul ini didasari oleh keprihatinan
penulis terhadap pendampingan Tim pastoral orang sakit bagi pasien
rawat inap di Rumah sakit St. Elisabeth (RSE), Medan. Fakta
menunjukkan bahwa pelaksanaan pendampingan Tim pastoral orang sakit
terhadap pasien di RSE Medan belum sepenuhnya disemangati oleh
kharisma kongregasi Fransiskanes St. Elisabeth (FSE). Pendampingan
yang dilakukan Tim pastoral orang sakit berjalan seadanya. Dan ada
kecenderungan bahwa pendampingan terhadap pasien sebatas urusan
Sakramen semata.
Keprihatinan di atas menjadi latar belakang penulisan skripsi
ini. Skripsi ini dimaksudkan untuk membantu Tim pastoral orang
sakit RSE untuk dapat memberikan pendampingan yang lebih baik. Oleh
karena itu, tim akan dibantu meningkatkan semangat pendampingan
terhadap pasien dengan memaknai kharisma kongregasi FSE, dengan
menggunakan katekese model Shared Christian Praxis (SCP). Model
katekese ini adalah katekese model dialog partisipatif. Tim akan
dituntun untuk sampai pada suatu refleksi yang dalam. Sejauh mana
Tim pastoral orang sakit RSE menyadari pentingnya pemaknaan
terhadap kharisma kongregasi FSE dalam pendampingan terhadap
pasien? Usaha apa yang harus dibuat untuk membantu Tim dalam
meningkatkan pemaknaan dan penghayatan terhadap kharisma kongregasi
FSE?
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode
deskriptif analitis berdasarkan pengalaman dan pengamatan penulis.
Penulis juga menggunakan data sekunder yang diperoleh dan hasil
wawancara dengan anggota Tim pastoral orang sakit di RSE. Selain
itu, penulis juga menggunakan studi pustaka untuk memperoleh
pemikiran-pemikiran maupun gagasan baru yang dapat mendukung untuk
meningkatkan semangat pendampingan Tim pastoral orang sakit RSE
sesuai dengan kharisma kongregasi.
Hasil akhir menunjukkan bahwa katekese model Shared Christian
Praxis terbukti berhasil membantu Tim pastoral orang sakit RSE
dalam meningkatkan semangat pendampingan terhadap pasien rawat inap
dengan memaknai kharisma kongregasi FSE. Dengan model katekese ini
mereka dapat merefleksikan pengalaman hidup dalam mendampingi
pasien.
-
ix
ABSTRACT
The title of this writing is FRANSISKANES SANTA ELISABETH
CONGREGATION CHARISMA IN INCREASING THE ASSISTANCE SPIRIT OF
PASTORAL TEAM FOR THE SICK IS SINT ELISABETH HOSPITAL MEDAN. The
choosing of this title is based on the writer’s concern towards the
assistance of the sick-pastoral Team in St. Elisabeth Hospital
(RSE), Medan. The fact is that the assistance given by
sick-pastoral Team to the patient in RSE has not been fully
inspired by the charism of the congregation of the Franciscans of
St. Elisabeth (FSE). It is not well-prepared and planed. Even,
there is tendency to see that assistance is merely a matter of
sacrament.
Taking this fact as a concern, the writer has been prompted and
eager to compose this writing. It is meant to be a help for the RSE
sick-pastoral Team that they may give a better assistance. By it,
the team will helped to enhance the spirit of assistance to the
patient by living out the charism of the congregation of FSE
through the Shared Christian Praxis (SCP) Model of catechism. This
model of catechism offers a participative dialog. The team will be
led to a deep reflection of their assistance. How far the RSE
sick-pastoral Team realizes the importance of living out the
charism of the congregation in assistance of the sick? What afford
should be made to help the Team in living out the charism of the
congregation of FSE.
In composing this writing, the writer uses the
descriptive-analytic method based on the writer’s experience and
observation. The writer also uses the secondary data and the
interview with the personnel of the FSE sick-pastoral care Team.
Beside that, the writer also uses literature study in which the
writer found new thoughts and ideas supporting the spirit of
assistance for RSE sick-pastoral Team according to the charism of
the congregation of FSE.
The final result shows that this Shared Christian Praxis Model
of catechism is very helpful for the RSE sick-pastoral Team to
enhance the spirit of assistance to the patient. Through this
catechism, the team is able to reflect their experience of life in
assistance of the patient.
-
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan
kasih-Nya yang
melimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul
“PEMAKNAAN KHARISMA KONGREGASI FRANSISKANES SANTA
ELISABETH DALAM RANGKA MENINGKATKAN SEMANGAT
PENDAMPINGAN TIM PASTORAL ORANG SAKIT DI RUMAH SAKIT
SANTA ELISABETH MEDAN”.
Penulisan skripsi ini diilhami oleh keterlibatan penulis sendiri
dalam
pendampingan terhadap orang sakit sebagai seorang anggota Tim
pastoral orang
sakit di Rumah Sakit St. Elisabeth (RSE) Medan. Sebagai seorang
anggota
persaudaraan FSE penulis merasa bahwa semangat pendampingan
terhadap orang
sakit (pasien) penting dan perlu ditingkatkan. Pasien tetap
dibantu agar tetap
beriman, mempunyai harapan dan mampu memaknai derita yang
dialami.
Tim pastoral orang sakit adalah orang yang secara khusus
mendampingi
pasien dalam segala keberadaan mereka. Suatu tugas yang tidak
mudah berhadapan
dengan berbagai macam pribadi dan situasi pasien maupun
keluarga. Pendamping
diharapkan tetap mempunyai semangat, kesabaran dan iman akan
Allah.
Penulis merasa penting memberi perhatian terhadap kekhasan
pelayanan di
RSE sesuai kharisma kongregasi FSE yaitu, “Daya kasih Kristus
yang
menyembuhkan..” terinspirasi dari Mat 25:35 “ ketika Aku sakit
kamu melawat aku”
(motto FSE dan RSE). Pemaknaan kharisma ini penting dalam
pendampingan
terhadap orang sakit.
Untuk meningkatkan semangat pendampingan Tim pastoral orang
sakit perlu
diadakan suatu usaha pendampingan terhadap Tim pastoral orang
sakit. Usaha
-
xi
pendampingan tersebut berupa katekese. Diharapkan dengan
pendampingan terhadap
Tim pastoral orang sakit ini, sungguh membantu mewujudkan
cita-cita pelayanan
RSE Medan.
Skripsi ini berhasil disusun tidak lepas dari dukungan dan
bantuan berbagai
pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu
penulis dengan hati
yang tulus mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dra. J. Sri Murtini, M. Si., selaku dosen pembimbing utama
yang telah
mendampingi, membimbing, memberikan perhatian dan sumbangan
pemikiran,
mengkritik, dan memotivasi penulis dalam proses penulisan
skripsi ini.
2. Dr. C. Putranta, S.J., selaku dosen Pembimbing Akademik yang
telah bersedia
mendampingi membimbing dan memotivasi penulis selama ini.
3. P. Banyu Dewa HS., S.Ag., M.Si., selaku dosen penguji III
yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk mempelajari keseluruhan isi dari skripsi
ini.
4. Segenap staf dosen dan karyawan Program Studi Ilmu Pendidikan
Kekhususan
Pendidikan Agama Katolik, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Ilmu
Keguruan
dan Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yang
mendidik,
membantu, dan memberi teladan yang baik bagi penulis selama
studi sampai
selesainya penulisan skripsi ini.
5. Dewan Pemimpin Umum Persaudaraan FSE, yang memberikan
kesempatan,
kepercayaan, perhatian dan segala dukungan selama kuliah
hingga
menyelesaikan skripsi ini.
6. Para Saudari FSE Komunitas Don Bosco Yokyakarta yang setia
mendoakan,
memberi perhatian, pengertian serta mendukung dengan berbagai
cara.
7. Seluruh persaudaraan FSE yang memberi perhatian dan dukungan
dengan
caranya masing-masing.
-
xii
8. Ayah, Ibu, Saudara-saudariku dan seluruh keluarga yang
sungguh mencintai,
mendoakan, memotivasi, menyapa serta meneguhkan penulis.
9. Teman-teman mahasiswa IPPAK USD, Yogyakarta.
10. Sahabat yang dikaruniakan Tuhan dalam hidup penulis yang
selalu setia
mendoakan dan mendukung dengan penuh cinta.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang
telah memberi
bantuan dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan, pemahaman dan
pengalaman
sehingga penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Karena
itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan
skripsi ini.
Akhirnya, semoga skripsi ini dapat memberikan banyak manfaat
bagi pembaca
sekalian.
Yogyakarta, 10 Februari 2009
-
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL.................................................................................................................
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING
.......................................................................
ii
PENGESAHAN...................................................................................................
iii
PERSEMBAHAN................................................................................................
iv
MOTTO
...............................................................................................................
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
..............................................................
vi
LEMBARAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN
AKADEMIS............................................. vii
ABSTRAK...........................................................................................................
viii
ABSTRACT.........................................................................................................
ix
KATA PENGANTAR
.........................................................................................
x
DAFTAR
ISI........................................................................................................
xiii
DAFTAR SINGKATAN
.....................................................................................
xviii
BAB I.
PENDAHULUAN...................................................................................
1
A. Latar Belakang
.......................................................................................
1
B. Rumusan Masalah
..................................................................................
8
C. Tujuan
Penulisan....................................................................................
8
D. Manfaat
Penulisan..................................................................................
9
E. Metode Penulisan
...................................................................................
9
F. Sistematika Penulisan
.............................................................................
10
BAB II. KETERLIBATAN KONGREGASI FRANSISKANES ST. ELISA-
BETH DALAM PENDAMPINGAN PADA ORANG SAKIT .......... 12
A. Sejarah Singkat Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth
(FSE)......... 13
1. Cikal Bakal Kongregasi FSE
........................................................... 13
2. Riwayat Singkat Pendiri Kongregasi FSE
....................................... 16
3. Misi Kongregasi FSE di Indonesia
.................................................. 19
B. Kharisma dan Spiritualitas
...................................................................
21
1. Kharisma
..........................................................................................
21
a. Arti Kharisma
...............................................................................
21
b. Kharisma Tarekat Religius
............................................................ 23
c. Kharisma Kongregasi FSE
............................................................ 24
-
xiv
2. Spiritualitas Dalam Lingkup Gereja
................................................ 28
a. Arti Spiritualitas
...........................................................................
28
b. Unsur-unsur Spiritualitas
..............................................................
29
c. Spiritualitas Tarekat Religius
........................................................ 33
3. Spiritualitas FSE Berdasarkan Semangat Fransiskan
...................... 35
a. Spiritualitas Fransiskan
.................................................................
35
b. Pengalaman St. Fransiskus Asisi Sebagai Cara Hidup
Mengikuti Yesus
...........................................................................
37
c. Spiritualitas FSE
...........................................................................
41
C. Perutusan Kongregasi FSE
...................................................................
45
1. Tugas Perutusan Gereja
...................................................................
46
2. Perutusan Kongregasi FSE
..............................................................
50
a. Karya Perutusan FSE
....................................................................
51
b. Karya-karya Kongregasi FSE di Indonesia
.................................. 52
c. Karya Pastoral di Rumah Sakit St. Elisabeth
................................ 54
BAB III. PENDAMPINGAN PASTORAL ORANG SAKIT DI RUMAH
SAKIT ST. ELISABETH
...................................................................
60
A. Situasi Hidup Orang Sakit Pada Umumnya
......................................... 60
1. Pengertian Sakit
...............................................................................
61
a. Sakit Dalam Pandangan Medis
...................................................... 61
b. Sakit Dalam Pedoman Etis dan Pastoral Rumah Sakit
Katolik (KWI) .…………………………………………............... 61
c. Sakit Menurut Pandangan Teologis
............................................... 62
d. Sakit Menurut St. Fransiskus dari
Asisi......................................... 63
2. Keadaan Orang Sakit
.......................................................................
64
3. Kebutuhan Orang Sakit
....................................................................
65
4. Tugas Hidup Orang Sakit
................................................................
66
B. Pendampingan Pastoral Bagi Orang Sakit Dalam
Gereja..................... 70
1. Pengertian Pastoral
..........................................................................
71
2. Pelayanan Pastoral
............................................................................
72
3. Pastoral Orang Sakit Bagian Tugas
Gereja....................................... 73
a. Pengertian Pastoral Orang Sakit
................................................... 74
b. Medan Pelayanan Pastoral Orang
Sakit........................................ 74
-
xv
c. Tujuan Pendampingan Pastoral Orang Sakit
............................... 77
d. Pentingnya Pendampingan Pastoral Orang Sakit
....................... 78
e. Peranan Pendampingan Pastoral Orang Sakit
............................. 80
C. Konsep Pendampingan Orang Sakit di Rumah Sakit St. Elisabeth
...... 80
1. Meneladani Semangat St. Fransiskus dari Asisi
............................... 82
a. Membawa Kedirian
.......................................................................
82
b. Persaudaraan Dalam Semangat Kerendahan Hati
......................... 82
c. Cinta Kasih
....................................................................................
83
d. Berdoa dan Mendoakan Saudara yang Sakit
................................. 85
e. Semuanya Untuk Kemuliaan dan Kehormatan Allah
................... 85
2. Meneladani St. Elisabeth Hongaria
................................................. 86
a. Penyerahan Diri Pada Allah
.......................................................... 87
b. Dekat Dengan Allah dan Sesama di Dalam Cinta ……….............
88
c. Berguru Pada Hati.
........................................................................
89
d. Menemukan Kristus Dalam Diri
Penderita.................................... 90
e. Kegembiraan Yang Sejati Cinta Kasih
......................................... 91
D. Faktual Pelaksanaan Pendampingan Tim Pastoral bagi Pasien
di
Rumah Sakit St. Elisabeth
...................................................................
93
1.Keberadaan Tim Pastoral Orang Sakit di Rumah Sakit
St. Elisabeth
.......................................................................................
93
a. Anggota Tetap
..............................................................................
93
b. Tenaga Volunteer
.........................................................................
94
2. Proses Pelaksanaan Pendampingan Pastoral Orang Sakit
................ 95
a. Proses Pendampingan Oleh Anggota Tetap
................................. 97
b. Proses Pendampingan Oleh Tenaga Volunteer
............................. 104
3. Prioritas Dalam Pendampingan di Rumah Sakit St. Elisabeth
......... 106
4. Kesulitan-kesulitan Yang Dialami oleh Tim Pastoral Orang
Sakit .. 107
a. Kesulitan Dari Pendamping Pastoral Sendiri
............................... 108
b. Kesulitan Dari Pihak Pasien dan Keluarga
................................... 108
c. Kesulitan Dari Pihak Rumah Sakit
............................................... 109
E. Penggunaan Sarana Dalam Pelaksanaan Pendampingan
..................... 111
1. Audio Pastoral
..................................................................................
111
2. Buku-buku Rohani
...........................................................................
112
-
xvi
3. Ruangan Ibadat
................................................................................
112
F. Refleksi Atas Pelaksanaan Pendampingan Pastoral
.............................. 112
G. Pendampingan Untuk Tim Pastoral Orang Sakit
................................. 115
1. Pentingnya Pendampingan Untuk Tim Pastoral Orang Sakit
.......... 115
2. Tujuan Pendampingan Terhadap Tim Pastoral Orang Sakit
........... 116
BAB IV. KATEKESE MODEL SCP (SHARED CHRISTIAN PRAXIS) SEBAGAI
USAHA UNTUK PEMAKNAAN KHARISMA KONGREGASI FSE DALAM PENDAMPINGAN
TIM PASTORAL ORANG SAKIT DI RUMAH SAKIT ST. ELISABETH MEDAN
.................................................................
118
A. Paham
Katekese....................................................................................
118
1. Pengertian katekese
..........................................................................
118
2. Tujuan katekese
................................................................................
121
3. Isi
katekese........................................................................................
123
B. Pemilihan Shared Christian Praxis (SCP) Sebagai Model
Katekese
Yang Sesuai Untuk Pendampingan Tim Pastoral Orang Sakit
............ 124
C. Shared Christian Praxis (SCP), Model Katekese Yang
Dipilih
Untuk Usaha pendampingan Tim Pastoral Orang Sakit
....................... 126
1. Pengertian Model Katekese SCP:
..................................................... 126
2. Langkah-langkah SCP
......................................................................
129
a. Langkah pendahuluan
....................................................................
129
b. Langkah pertama: Pengungkapan Pengalaman Hidup Faktual ....
129
c. Langkah kedua: Refleksi Kritis Atas Sharing Pengalaman
Hidup
Faktual
.........................................................................................
130
d. Langkah ketiga: Mengusahakan Supaya Tradisi dan Visi
Kristiani
lebih Terjangkau
...........................................................................
130
e. Langkah keempat: Interpretasi/Tafsir Dialektis Antara Tradisi
dan
Visi Kristiani Dengan Tradisi dan Visi Peserta
.............................. 131
f. Langkah kelima : Keterlibatan Baru Demi Makin Terwujudnya
Kerajaan Allah di Dunia
Ini............................................................
132
D. Usulan Program Katekese dan Contoh Persiapan Katekese
Untuk
Tim Pastoral Orang Sakit
.......................................................................
132
1. Latar Belakang dan Tujuan Pembuatan Program
............................ 133
2. Materi Program
................................................................................
133
-
xvii
3. Penjabaran Program Katekese
......................................................... 135
4. Contoh Persiapan Katekese
..............................................................
139
BAB V PENUTUP
............................................................................................
151
A. Kesimpulan
............................................................................................
151
B. Saran
.....................................................................................................
155
DAFTAR
PUSTAKA..........................................................................................
156
LAMPIRAN
.....................................................................................................
160
Lampiran 1 : Tuntunan Pertanyaan Wawancara
................................................. (1)
Lampiran 2 : Kisah dr. Eleanor Chesnut“Menjadi Pelayan Bagi
Sesama” ....... (2)
Lampiran 3 : Lagu Hymne Elisabeth
..................................................................
(3)
Lampiran 4 : Lagu Mars Elisabeth
.....................................................................
(4)
-
xviii
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab
Suci
Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat.
(Dipersembahkan kepada
Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen
Agama Republik
Indonesia dalam rangka PELITA). Ende: Arnoldus, 1978/1979, hal.
8.
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
AA :Apostolicam Actuositatem, Dekrit Konsili Vatikan II
tentang
Kerasulan Awam, 18 November 1965.
CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes
Paulus
UU kepada para Uskup, Klerus, dan segenap umat beriman
tentang
Katekese Masa Kini, 16 Oktober 1979.
EN : Evangelii Nuntiandi, Ajakan apostolik Paus Paulus VI
tentang
Pewartaan Injil dalam Dunia Modern, 8 Desember 1975.
GS : Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II
tentang
Gereja di Dunia Dewasa ini, 7 Desember 1965.
LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II
tentang
Gereja, 21 November 1964.
C. Singkatan Lain
Art : Artikel
AD III Reg : Anggaran Dasar Ordo Ketiga Regular
Ang. Tbula : Anggaran dasar tanpa bulla
Dep. Dokpen : Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI
-
xix
FSE : Fransiskanes Santa Elisabeth
Fioretti : ”Kuntum-kuntum kecil” (kisah hidup St. Fransiskus
Asisi).
IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
KWI : Konferensi Waligereja Indonesia
KHK : Kitab Hukum Kanonik
Konst. : Konstitusi
Kan : Kanon
MAWI : Majelis Wali Gereja Indonesia
OFM Cap : Ordo Fratrum Minorum Capusin
Psl : Pasal
PERDHAKI : Persatuan Dharma Karya Indonesia
Prodi : Program Studi
RSE : Rumah Sakit St. Elisabeth
SCP : Shared Ciristian Praxsis
St : Santo atau Santa
SEKAFI : Sekretariat Keluarga Fransiskan Indonesia
UGD : Unit Gawat Darurat
USD : Universitas Sanata Dharma
PKKI : Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengalaman sakit merupakan suatu realitas dalam kehidupan
manusia yang
tidak dapat disangkal sekaligus merupakan tanda kebakaan manusia
sebagai mahluk
ciptaan Tuhan. Pengalaman sakit bukanlah suatu pengalaman yang
mudah diterima
apalagi penyakit yang diderita bukan penyakit ringan tetapi
merupakan penyakit
serius. Dalam menghadapi situasi sakit, manusia mempunyai reaksi
yang berbeda-
beda sesuai dengan pengaruh pengalaman itu pada kehidupannya dan
bagaimana
seseorang bersikap terhadap pengalaman sakit itu. Menurut Kieser
“mereka yang
menderita sakit beraneka ragam, ada yang tanpa harapan, putus
asa, tak berdaya,
sengsara, hancur, hilang bentuk, sedih, sepi, aib dan malu”
(Kieser, 1996:325).
Penderitaan karena sakit merupakan beban dalam hidup, bila kita
tidak mampu
memaknai penderitaan itu.
Tidak ada manusia yang mengharapkan kemalangan atau penyakit.
Setiap
orang tentu mengharapkan diri atau keluarganya selalu sehat dan
bahagia, tetapi tentu
hal itu tidak mungkin. Selama manusia masih hidup di dunia ini,
manusia selalu
dihadapkan pada kenyataan hidup antara kebahagiaan dan
penderitaan. Dalam
kenyataan inilah manusia ditantang untuk melihat suatu realitas
dirinya yang
membutuhkan orang lain untuk menemani dengan setia.
Dua sisi kehidupan ini rasanya lengkap ketika melihat realitas
di sebuah
rumah sakit, yang menampilkan gambaran kehidupan manusia di
dunia ini. Di
dalamnya mencerminkan pengalaman manusia yang mengalami suatu
kegembiraan,
-
2
pergulatan dan pemberontakan, tawar menawar, ketegangan,
kecemasan, hingga
pengalaman yang sungguh menyedihkan. Suatu kegembiraan dapat
kita lihat ketika
sebuah keluarga menyambut seorang anak yang dirindukan lahir
dengan selamat, atau
melihat angota keluarga yang mengalami kesembuhan. Sebaliknya
ada suatu
pergulatan ketika melihat anggota keluarga yang sedang sakit dan
berjuang dalam
penderitaannya. Bahkan banyak pengalaman yang sungguh
menyedihkan ketika
harus melepas anggota keluarga karena meninggal dunia. Disadari
atau tidak,
pengalaman-pengalaman ini senantiasa mewarnai kehidupan setiap
orang selama
masih ada di dunia ini. Pengalaman sakit ternyata bukanlah suatu
hal yang mudah
diterima seperti ketika mengalami kegembiraan. Karena pada
umumnya orang yang
menderita sakit akan berontak, walaupun mereka merasa tidak
berdaya sedikitpun
(Kieser, 1996:325).
Ketika tertimpa penyakit setiap orang akan berusaha untuk sembuh
dengan
berbagai macam usaha. Salah satunya adalah mencari bantuan
perawatan medis di
rumah sakit, dengan harapan akan mendapat pelayanan lebih baik
dan memuaskan
dalam proses penyembuhan. Dalam hal ini, kehadiran karya
kesehatan atau rumah
sakit yang siap melayani akan sangat penting. Pelayanan sepenuh
hati sungguh
dibutuhkan oleh penderita karena mereka sepenuhnya tergantung
kepada bantuan
orang lain yang mencintai dan menemani mereka dalam situasi yang
rapuh itu.
Gereja senantiasa berpihak pada orang-orang yang menderita sama
dengan
teladan Yesus Kristus semasa hidup-Nya. Yesus memberikan
perhatian yang
istimewa pada orang-orang yang menderita dan menyembuhkan mereka
yang sakit.
Keberpihakan Gereja itu secara jelas dapat dilihat dalam Dokumen
Konsili Vatikan II
teristimewa dalam Gaudium et Spes, ”duka dan kecemasan
orang-orang zaman
-
3
sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita,
merupakan
kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus
juga” (GS, art.1).
Karya kesehatan merupakan suatu tugas perutusan Gereja yang
khusus
membantu orang-orang yang menderita sakit. Gereja senantiasa
memperhatikan
kebutuhan konkrit umatnya, teristimewa mereka yang sangat
membutuhkan bantuan.
Perutusan Gereja ini menjadi tugas perutusan setiap orang
Kristen demi suatu karya
keselamatan. Setiap orang berhak mendapat perlakuan yang
manusiawi dari
sesamanya dan penghargaan martabat sebagai mahluk ciptaan yang
mulia sekalipun
dalam keadaan yang kurang menguntungkan secara manusiawi. Tugas
perutusan
Gereja ini menjadi tugas perutusan lembaga-lembaga dalam Gereja
yang senantiasa
memperhatikan keprihatinan yang ada di tengah-tengah umat
manusia. Sebagai
pengikut Yesus Kristus semua harus terlibat dalam karya
keselamatan sesuai dengan
kemampuan dan bidang masing-masing.
Kongregasi Fransiskanes St. Elisabeth (FSE) Medan yang mengikuti
Yesus
Kristus lewat teladan St. Fransiskus dari Asisi dan St.
Elisabeth dari Hongaria, juga
ikut ambil bagian dalam tugas perutusan Gereja di berbagai
bidang kehidupan. Di
antaranya karya kesehatan (rumah sakit) yang menjadi prioritas
utama dalam
Kongregasi ini, yang sesuai dengan sejarah berdirinya bersama
keprihatinan Gereja
saat itu. Seluruh gerak hidup Kongregasi disemangati dan dijiwai
oleh Kharisma
Kongregasi yang ada dalam rumusan “ Daya Kasih Kristus Yang
Menyembuhkan
Orang-Orang Yang Kecil dan Menderita, Sampai Rela Wafat Di Kayu
Salib”
(Konst.FSE, 2000:7). Warisan ini terinspirasi dari Injil Matius
25:36, ”ketika Aku
sakit kamu melawat Aku”. Untuk menunjang karya ini Kongregasi
FSE mendirikan
-
4
Rumah Sakit St. Elisabeth (RSE) Medan yang terbuka bagi
masyarakat luas dan siapa
saja yang datang membutuhkan pelayanan.
Pelayanan di RSE Medan pada umumnya diwarnai dengan pelayanan
yang
berciri khas Katolik, terbuka dan menghormati siapa saja dan
secara khusus
memperhatikan semangat pelayanan yang ada dalam Kongregasi FSE
yang
diwariskan oleh ibu pendiri Sr.M. Mathilda Leenders, “Daya Kasih
Kristus Yang
Menyembuhkan...”. Pelayanan di RSE memadukan pelayanan secara
medis dan
pendampingan secara rohani. Hal ini sebagai penghormatan
terhadap pribadi pasien
yang bermartabat mulia, sekalipun situasi mereka kurang
menguntungkan.
Pendampingan ini dikenal dengan pastoral orang sakit yang biasa
disebut dengan
istilah Pastoral Care yang menjadi nilai tersendiri dalam
pelayanan di RSE Medan.
Pendampingan terhadap pasien selama perawatan menjadi kebutuhan
yang
penting baik oleh dokter, perawat, pegawai, maupun pastoral
orang sakit. Mengingat
situasi dan keadaan orang sakit yang sungguh membutuhkan
perhatian dan
pendampingan dalam hal rohani, maka penting pendampingan yang
khusus untuk
menemani, berempati dan mendengarkan mereka. Untuk itu dibentuk
suatu Tim
untuk mendampingi dan memperhatikan kebutuhan rohani orang sakit
yaitu Tim
Pastoral orang sakit, karena diyakini penyembuhan tidak cukup
dengan usaha medis
saja tetapi dibutuhkan sentuhan-sentuhan kasih (Melanie,
1989:231). Pendampingan
pastoral orang sakit terhadap pasien merupakan usaha pelayanan
yang seimbang
antara pelayanan medis dan aspek lain yang ada dalam diri
pasien, mis: hubungan
sosial, spiritual (hidup kerohanian) pasien. Penyembuhan yang
diusahakan tidak
cukup hanya pengobatan medis (fisik) namun harus memperhatikan
kebutuhan yang
lebih dalam yaitu kebutuhan rohani dan kebutuhan spiritual
walaupun segi ini kadang
-
5
terabaikan. Karena dengan penderitaan fisik, biasanya psikis,
relasi dan keberimanan
seseorang juga ikut terganggu. Penyembuhan yang diharapkan
adalah penyembuhan
yang utuh sebagai suatu penghormatan bagi martabat manusia. Tim
Pastoral orang
sakit hadir sebagai teman dalam pergulatan, penderitaan maupun
proses
penyembuhan. Ini merupakan medan pastoral yang meliputi seluruh
pribadi pasien.
Hal ini merupakan pesan-pesan KWI kepada Karya-karya Kesehatan
Katolik di
Indonesia (Hadisumarta, 1987:5).
Rumah Sakit St. Elisabeth Medan yang mempunyai motto “ketika Aku
sakit
kamu melawat Aku,” (Mat 25:36), senantiasa berusaha memberikan
pelayanan yang
terbaik sesuai dengan kharisma. Dalam hal ini memperhatikan
penyembuhan yang
menyeluruh bagi para pasien yang merindukan kesembuhan. Namun
dalam
perjalanan waktu ada fakta yang memperlihatkan bahwa
pengembangan pelayanan di
bidang medis lebih mendapat perhatian dari pada bidang
pendampingan pastoral
orang sakit.
Tim pastoral orang sakit bergerak dalam pelayanan pendampingan
orang sakit
senantiasa berusaha mendampingi dengan penuh perhatian dan
pengabdian, supaya
pasien tetap berpengharapan. Tim pastoral orang sakit sering
dihadapkan pada situasi
yang sulit. Misalnya pasien yang dalam penolakan terhadap
penyakit, tawar-menawar
dan berbagai reaksi yang lain. Berbagai situasi pasien itu
membutuhkan semangat
pendampingan yang penuh kesabaran, empati dan kesetiaan.
Berhadapan dengan situasi-situasi pasien yang sulit dan berat,
medorong Tim
pendamping Pastoral untuk tetap setia dalam tugas panggilan
perutusan mereka.
Tetapi disisi lain keadaan demikian sering mempengaruhi
kehidupan dan hidup
keberimanan Tim Pastoral orang sakit. Tidak jarang diantara
mereka ada yang jatuh
-
6
sakit, bahkan harus diopname, mungkin karena kelelahan atau
stres saat melakukan
pendampingan pada pasien atau keluarga pasien. Masalah-masalah
yang dihadapi
sedemikian kompleks. Kekurang seimbangan tenaga pastoral orang
sakit dengan
jumlah pasien yang harus didampingi adalah salah satu
penyebabnya. Selain itu,
anggota Tim kurang dipersiapkan untuk tugas pendampingan orang
sakit. Dituntut
kedewasaan dan kematangan pribadi dari seorang pendamping orang
sakit, sehingga
mampu menjadi pendamping yang setia untuk mendengarkan, sabar
dan berempati.
Tim Pastoral orang sakit perlu dipersiapkan, baik dari segi
pengetahuan dan
ketrampilan serta hal-hal yang mendukung untuk tugas
pendampingan mereka
terhadap orang sakit (pasien). Lebih penting lagi bahwa Tim
Pastoral orang sakit
perlu meningkatkan pemaknaan dan penghayatan terhadap kharisma
Kongregasi
yaitu, “Daya kasih Kristus yang menyembuhkan...” yang
terinspirasi dari Injil Mat
25:36, ”Ketika Aku sakit kamu melawat Aku”, dan sesuai dengan
keteladanan St.
Fransiskus Asisi dan St. Elisabeth Hongaria.
Situasi ini menuntut Tim pastoral orang sakit RSE Medan untuk
senantiasa
tekun menggali makna kharisma Kongregasi dalam tugas pelayanan
dan
pendampingan mereka kepada orang sakit. Semangat hidup dan
pendampingan
mereka dijiwai oleh semangat Yesus yang senantiasa hadir sebagai
penyembuh.
Kesembuhan yang sejati itu ada dan berasal dari Dia yang
memberikan daya-Nya
kepada setiap orang. Mengandalkan Allah dalam tugas pendampingan
akan
memampukan mereka senantiasa kuat dan setia dalam tugas
pelayanan dan
pendampingan sekalipun penuh pengorbanan dan tantangan. Daya
Kasih Kristus
yang menyembuhkan, pertama-tama harus dialami dalam dirinya
sendiri, sehingga
mereka mampu menghayati dalam kehidupan dan pendampingan kepada
pasien.
-
7
Yesus Kristus memberikan daya kasih-Nya kepada mereka dalam
setiap pengalaman
hidup. Maka Tim Pastoral orang sakit juga didorong untuk
mencintai orang-orang
yang menderita. Dalam hal ini mereka yang menderita sakit dan
yang dirawat di
rumah sakit.
Menyadari bahwa tugas sebagai pendamping orang sakit adalah
suatu
panggilan khusus maka dibutuhkan suatu relasi yang mendalam
dengan Tuhan
sehingga para pendamping orang sakit dapat membantu orang sakit
memaknai
penderitaannya dan memberi arti positif terhadap penderitaan
mereka (Melania,
1989:229). Tim Pastoral orang sakit di RSE harus berjuang
menggali lebih dalam
makna kharisma kongregasi untuk meningkatkan pemaknaan mereka
terhadap
kharisma kongregasi, sehingga mereka sungguh menghayati dan
menghidupi
pelayanan mereka dalam mendampingi orang sakit.
Tim Pastoral orang sakit kiranya membutuhkan hal-hal yang dapat
membantu
mereka untuk meningkatkan penghayatan dan pemaknaan tentang
kharisma
Kongregasi untuk pendampingan yang penuh persaudaraan dan cinta
yang tulus pada
pasien serta hidup keberimanan mereka terhadap Yesus Kristus
sebagai Gembala
utama. Maka dengan melihat kebutuhan dan keprihatinan ini,
penulis merasa
terpanggil untuk membantu Tim Pastoral orang sakit di RSE dalam
pemaknaan
Kharisma Kongregasi FSE dengan mengusulkan sebuah katekese model
SCP (Shared
Christian Praxis). Untuk tujuan ini penulis memberi judul pada
karya tulis ini:
PEMAKNAAN KHARISMA KONGREGASI FRANSISKANES SANTA
ELISABETH DALAM RANGKA MENINGKATKAN SEMANGAT
PENDAMPINGAN TIM PASTORAL ORANG SAKIT DI RUMAH SAKIT
SANTA ELISABETH MEDAN.
-
8
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah-masalah yang
akan dibahas
dalam skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa makna Kharisma Kongregasi FSE bagi Tim Pastoral Orang
Sakit di RSE
Medan ?
2. Sejauh mana Tim Pastoral Orang Sakit menyadari pentingnya
pemaknaan terhadap
kharisma Kongregasi FSE dalam pendampingan kepada pasien di RSE
Medan?
3. Upaya apa yang harus dibuat untuk membantu Tim Pastoral orang
sakit
meningkatkan penghayatan Kharisma Kongregasi FSE sehingga
dapat
mendampingi lebih baik?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah
:
1. Menemukan makna Kharisma Kongregasi FSE dalam pendampingan
orang sakit
yang menyembuhkan.
2. Menemukan gambaran pelayanan pendampingan Tim pastoral orang
sakit dalam
menghayati tugas mereka sesuai dengan Kharisma Kongregasi FSE
(Daya Kasih
Kristus yang menyembuhkan…).
3. Menemukan usaha yang dapat membantu Tim pastoral orang sakit
dapat
mendampingi pasien lebih baik.
4. Untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
pada Program
Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik,
Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
-
9
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini
adalah :
1. Bagi penulis sendiri merasa diperkaya dalam pengetahuan,
pengalaman,
khususnya pendampingan orang sakit sesuai dengan Kharisma
Kongregasi FSE.
2. Memberikan sumbangan bagi pelayanan Tim pastoral orang sakit
di RSE
Medan
3. Bagi para suster FSE yang berkarya dalam bidang kesehatan
lebih menyadari
tugas perutusan mereka
4. Bagi yayasan, direktur dan semua yang terkait dalam
kepengurusan yayasan RSE
Medan lebih menyadari pentingnya pendampingan Pastoral orang
sakit.
5. Untuk Karyawan dan karyawati RSE Medan, ambil bagian dalam
pendampingan
lewat tugas mereka
E. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan adalah metode deskriptif
analitis. Penulis
akan menggambarkan realitas lapangan melalui pengalaman penulis
dalam
keterlibatan dalam pendampingan orang sakit di rumah sakit, dan
wawancara yang
diadakan terhadap pendamping orang sakit, ditambah dengan data
sekunder yang
telah diperoleh sabelumnya. Keadaan aktual pemaknaan kharisma
kongregasi dalam
pastoral orang sakit di RSE Medan kemudian dianalisa berdasarkan
pemaparan isi
kajian pustaka yang dapat mendukung.
-
10
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini mengambil judul “Pemaknaan Kharisma Kongregasi
Fransiskanes
Santa Elisabeth Dalam Rangka Meningkatkan Semangat Pendampingan
Tim Pastoral
Orang Sakit di RSE Medan” yang diuraikan dalam lima bab:
BAB I. Pendahuluan
Bab pertama ini berisi pendahuluan yang menguraikan Latar
belakang,
Rumusan masalah, Tujuan penulisan, Manfaat penulisan, Metode
penulisan
dan Sistematika penulisan.
BAB II. Keterlibatan Kongregasi FSE Dalam Pendampingan Pada
Orang Sakit.
Pada bab ini Penulis akan memaparkan keterlibatan Kongregasi FSE
dalam
pelayanan pada orang sakit sesuai dengan kharisma dan
spiritualitas
Kongregasi. Pemaparan itu diawali dengan sejarah Kongregasi
hingga
aplikasi pastoralnya dalam pendampingan orang sakit, teristimewa
di RSE
yang merupakan salah satu karya perutusan Kongregasi FSE di
Indonesia.
BAB III. Pendampingan Pastoral Orang Sakit di Rumah Sakit St.
Elisabeth
Pada bab ini akan ditampilkan situasi hidup orang sakit dengan
segala
permasalahannya serta tugas hidup orang sakit. Kemudian
dilanjutkan
dengan suatu konsep pendampingan orang sakit dalam Gereja
dan
pendampingan Tim Pastoral orang sakit terhadap pasien di
RSE.
Ditampilkan juga fakta pelaksanaan pendampingan Tim Pastoral
orang sakit
bagi Pasien di RSE. Bagian terakhir bab ini akan diangkat
pentingnya suatu
pendampingan terhadap Tim pastoral orang sakit dalam
pemaknaan
kharisma kongregasi FSE sehingga dapat mendampingi pasien lebih
baik.
-
11
BAB IV. Katekese Model SCP (Shared Ciristian Praxsis) Sebagai
Usaha Untuk
Pemaknaan Kharisma Kongregasi FSE Dalam Pendampingan Tim
Pastoral
Orang Sakit di RSE Medan. Bab ini merupakan suatu usulan
program
dalam usaha pendampingan terhadap Tim Pastoral Orang Sakit di
RSE
Medan untuk pemaknaan kharisma kongregasi FSE, yang dirasa
cukup
signifikan dan efektif, yakni dengan Katekese model SCP
(Shared
Ciristian Praxsis).
BAB V. Penutup
Bab yang terakhir ini berisi kesimpulan dan saran terhadap
keseluruhan
penulisan skripsi.
-
12
BAB II
KETERLIBATAN KONGREGASI FRANSISKANES SANTA ELISABETH
DALAM PENDAMPINGAN PADA ORANG SAKIT
Setiap Kongregasi religius lahir dalam suatu konflik yang
menimbulkan
keprihatinan dalam setiap zamannya. Melihat situasi demikian
setiap pendiri Tarekat
religius di bawah inspirasi Roh Kudus, dikaruniai rahmat
istimewa (kharisma) untuk
ambil bagian dalam karya keselamatan Allah. Setiap pendiri
Tarekat religius
diundang untuk terlibat dalam tugas perutusan Gereja untuk karya
keselamatan sesuai
dengan karunia khusus yang dianugerahkan kepada mereka dan
diwariskan kepada
anggotanya.
Keprihatinan yang ada dalam setiap zaman mendorong pendiri untuk
bertindak
sesuai dengan nilai-nilai dan semangat yang dihidupi Yesus
Kristus sendiri. Hal ini
diwujudkan dalam keterlibatan setiap Tarekat religius dalam
tugas perutusan Gereja.
sesuai dengan kekhasan masing-masing Tarekat religius. Kharisma
yang
dianugerahkan mengundang mereka untuk melayani Kerajaan Allah
serta pengabdian
pada Kerajaan Allah (Darminta, 1999:209).
Mereka dianugerahi kharisma khusus dalam rangka pembangunan
jemaat dalam
tugas pelayanan Gereja kepada umat yang sungguh membutuhkan.
Demikian halnya
Kongregasi FSE yang merupakan salah satu Tarekat religius, turut
serta ambil bagian
dalam tugas perutusan Gereja sesuai dengan semangat Kongregasi
FSE.
Kelahiran Kongregasi FSE berawal dari suatu keprihatinan pendiri
(Sr.M.
Mathilda Leenders) terhadap orang-orang yang menderita pada
zamannya.
-
13
Pengalaman ini mendorong beliau untuk bersolider dengan mereka
yang menderita.
Hal ini menjadi latar belakang berdirinya Kongregasi FSE (Konst.
FSE, 2000:1).
Pelayanan yang diaplikasikan dalam karya-karya kongregasi FSE
selalu
didasarkan pada semangat pendiri dengan kharisma serta
spiritualitas yang telah
diwariskan kepada para suster FSE. Kharisma kongregasi menjadi
dasar dan
pedoman yang penting untuk dihayati dan dikembangkan dalam tugas
perutusan
Kongregasi FSE.
Rumah sakit St. Elisabeth menjadi salah satu karya Kongregasi
FSE yang
bergerak dalam pelayanan kesehatan masyarakat umum. Pelayanan
kepada orang
sakit menjadi perhatian yang besar dalam Kongregasi FSE,
mengingat semangat awal
berdirinya Kongregasi FSE adalah perhatian pada mereka yang
menderita sakit.
Orang sakit juga dipandang sebagai citra Allah dan mahluk yang
bermartabat tinggi
yang wajib mendapatkan perhatian dan cinta. Mereka merupakan
bagian tubuh
Gereja yang menderita dan layak mendapat perhatian khusus.
A. Sejarah Singkat Kongregasi Suster Fransiskanes Santa
Elisabeth (FSE)
Untuk mengenal lebih jauh Kongregasi FSE, maka pada bagian ini
akan
dipaparkan sejarah singkat Kongregasi FSE yang diawali dengan
cikal bakal
Kongregasi, riwayat singkat pendiri, dan akhirnya melihat misi
serta karya-karya
Kongregasi FSE di Indonesia.
1. Cikal Bakal Kongregasi FSE
Pada tahun 1878-1879, di kota Breda negeri Belanda perawatan
orang sakit
dari rumah ke rumah merupakan kebutuhan mendesak karena banyak
orang sakit
-
14
yang tinggal di rumah masing-masing terlantar tanpa mendapat
perawatan. Situasi ini
menggerakkan hati Mgr. Henricus van Beek (Uskup Breda) untuk
melakukan
sesuatu demi keselamatan orang-orang sakit yang terlantar itu.
Didukung oleh
semangat pelayanan yang tinggi dan tugasnya sebagai Uskup, ia
membutuhkan
keterlibatan dan uluran tangan dari orang-orang yang bersedia
mewujudkan
keinginannya melayani orang sakit dari rumah ke rumah.
Atas dasar kebutuhan dan keprihatinan tersebut, Mgr. Henricus
van Beek
mulai berunding dengan para “suster hitam” (karena memakai jubah
warna hitam)
dari Biara Antwerpen Belgia untuk kemungkinan mendirikan biara
di Keuskupan
Breda. Ketika perundingan belum selesai ada sesuatu hal yang
sulit untuk disepakati,
yakni biara tersebut memiliki cara hidup yang tertutup (clausura
ketat) tidak mungkin
untuk melakukan pelayanan dari rumah ke rumah. Kenyataan ini
mendorong Mgr.
Henricus van Beek meminta nasehat dari pemuka masyarakat dan
Dewan Paroki di
kota Breda. Setelah dipertimbangkan bersama, mereka menyampaikan
kepada Uskup
supaya mencari kongregasi pribumi yang anggotanya berasal dari
Belanda, yang
memiliki budaya dan bahasa yang sama. Dengan pertimbangan akan
lebih mudah
baik bagi suster yang merawat maupun bagi orang yang dirawat.
Mgr Henricus van
Beek memahami usul itu, tetapi ia dihadapkan pada kesulitan,
sebab zaman itu
semua kongregasi memiliki peraturan dan tradisi biara clausura
(pingitan) abadi yang
ketat (Wilfrida, 2008:1).
Kemungkinan besar tidak ada kongregasi yang bersedia menerima
karya
pelayanan merawat orang sakit dari rumah ke rumah. Pemuka
masyarakat dan Dewan
Paroki menyampaikan kepada Mgr. Henricus van Beek, bahwa mereka
mengenal
seorang suster bernama Sr.M. Mathilda Leenders dari Rumah Sakit
Haagdijk (yang
-
15
dimaksud adalah Kongregasi religius), yang diyakini memiliki
kemampuan untuk
menangani karya baru tersebut (Wilfrida, 2008:1).
Rumah Sakit Haagdijk yang kemudian disebut Biara Alles voor
Allen
didirikan oleh Moeder Theresia Saelmakers pada tahun 1826. Biara
ini secara khusus
membaktikan diri pada perawatan orang sakit di rumah sakit dan
memiliki corak
hidup yang khas yakni mengejar kesempurnaan hidup, dengan
menjunjung tinggi dan
mencintai secara mendalam anggaran dasar yang mengikat hidup
rohani dan
persaudaraan. Mereka akan mempertahankan keanggotaan
kongregasinya di atas
segala-galanya (Wilfrida, 2008:2).
Ketika Mgr. Henricus van Beek mengetuk pintu Biara Alles voor
Allen dan
meminta kepada pemimpin umum (Sr. Alfonse) untuk melayani orang
sakit dari
rumah ke rumah langsung ditolak karena situasi biara yang
sedemikian ketat. Bahkan
untuk membicarakan secara resmi lebih lanjut pun tidak bersedia
karena clausura
abadi. Pemimpin umum tidak yakin, para suster dapat
menyelaraskan usul yang baru
itu dengan Anggaran Dasar Ordo III Regular yang telah mereka
hidupi.
Mgr. Henricus van Beek menjelaskan, bahwa anggaran dasar
tidak
bertentangan dengan permintaannya. Mengenai cara hidup peniten
recolektin, akan
disesuaikan dengan karya pelayanan yang baru. Usulan ini tetap
ditolak. Akan tetapi,
Mgr. Henricus van Beek tidak putus asa, malah mendesak pemimpin
umum Alles
voor Allen supaya menerima karya pelayanan tersebut.
Sebagai biarawati yang taat pada Gereja, pemimpin umum
akhirnya
mempersilahkan Mgr. Henricus van Beek menanyakan langsung kepada
setiap suster
yang rela dan bersedia untuk diutus. Dengan satu syarat bahwa
tidak seorang pun
diharuskan menerima tugas perutusan itu. Untuk menghindari
bermacam-macam
-
16
cerita yang tidak berdasar mengenai pendirian kongregasi baru
maka kedua belah
pihak sepakat supaya dibuat satu surat resmi dengan isi sebagai
berikut:
Berhubungan dengan pendirian kongregasi suster-suster yang
bertujuan merawat orang sakit dari rumah ke rumah, Yang Mulia Mgr.
Henricus van Beek, telah mengajukan permohonan kepada Pemimpin Umum
Kongregasi “Alles voor Allen” yang berpusat di Rumah Sakit Swasta
(Gasthuis) di Breda, agar kiranya mereka bersedia menyerahkan
beberapa suster untuk memulai usaha tersebut. Setelah perembukan
bersama, diputuskan bahwa yang mulia Mgr. Henricus van Beek akan
bertanya kepada setiap suster mengenai kesediaannya untuk turut
memulai karya kasih itu. Sebagai syarat ditentukan bahwa tak
seorang pun dapat dipaksa atau diwajibkan atas nama ketaatan untuk
menerima penugasan ini. Orang yang bersangkutan hanya boleh secara
bebas memilih dan dengan demikian bersedia secara bebas juga
meninggalkan Kongregasi “Alles voor Allen”, tanpa menuntut hak
apapun dari Kongregasi tersebut. Mengenai dote yang telah dibawa
masuk ke kongregasi, Mgr. Henricus van Beek dan Pemimpin Umum
Kongregasi Alles voor Allen akan berunding di kemudian hari (Buku
100 tahun Alles voor Allen, 104-105).
Setelah Mgr. Henricus van Beek mendengar pendapat semua suster,
ternyata
hanya dua orang yang bersedia dalam rencana itu. Kedua suster
itu adalah Sr. M.
Mathilda Leenders dan Sr. M. Anna yang atas kehendaknya sendiri
meninggalkan
Kongregasi Alles voor Allen, sesuai dengan syarat-syarat yang
telah ditentukan. Surat
resmi ini ditanda tangani kedua suster tersebut pada tanggal 25
Juli 1880 (Wilfrida,
2008:3).
2. Riwayat Singkat Pendiri Kongregasi FSE
Sr. M. Mathilda Leenders lahir di Nijmegen 21 Desember 1825
dengan
nama Wilhelmina Leenders. Ayahnya bernama Adrianus Leenders dan
Ibunya
Gertrude Saes. Wilhelmina Leenders dibesarkan dalam keluarga
yang saleh dan taat
beragama. Sejak kecil orangtuanya memperkenalkan hidup
menggereja sehingga ia
tumbuh menjadi seorang yang beriman. Pendidikan dalam keluarga
membentuk
Wilhelmina Leenders tumbuh menjadi seorang pemberani. Ia
memiliki prinsip hidup
-
17
yang teguh, bijaksana, hati-hati, ramah dan peka pada situasi
lingkungan hidupnya
(Eddy Kristianto, 2008:5).
Wilhelmina Leenders terpanggil untuk memasuki hidup membiara
pada usia
26 tahun, usia yang cukup matang menentukan pilihan hidupnya.
Maka tepat pada
tanggal 12 September 1849, ia masuk biara Alles voor Allen,
dengan nama Sr. M.
Mathilda Leenders dan mengucapkan kaul kekal 26 Oktober
1851.
Biara Alles voor Allen adalah biara yang menganut cara hidup
Ordo III
Regular Santo Fransiskus Asisi sebagai peniten rekolektin.
Mereka menghayati hidup
religius dalam bentuk pengabdian total kepada Allah dan dunia,
dalam keheningan
dan kontemplasi. Mereka tinggal dalam clausura ketat, tidak
‘merasul’ ke luar kintal
biara (lingkungan biara). Hidup doa, matiraga, penitensi dan
kerja tangan sangat
dijunjung tinggi (Wilfrida, 2008:6).
Kehidupan religius sebagai peniten rekolektin di Biara Alles
voor Allen telah
memperkokoh pribadi dan membentuk hidup religius Sr. M. Mathilda
Leenders
menjadi seorang pengikut Fransiskus Asisi sebagai peniten
rekolektin. Ia memiliki
semangat hidup yang menekankan penyangkalan diri dan mati raga.
Menurutnya,
pandangan dan kehendak sendiri harus dikekang secara keras.
Dengan demikian
jiwa-jiwa akan tumbuh kuat, sehingga mampu menghadapi setiap
kesulitan yang ada.
Doa yang mendalam menjadi dasar bagi kehidupan religiusnya.
Dalam doanya ia
mampu melihat wajah Kristus dalam diri orang yang menderita.
Semangat hidupnya
itulah menjadi fundasi yang kokoh bagi generasi penerus
kongregasi (Wilfrida,
2008:7).
Ketika diminta untuk memulai karya baru Sr. M. Mathilda Leenders
telah
berusia 55 tahun. Suatu perjuangan untuk mengubah gaya hidup,
karena sudah
-
18
dibentuk dengan hidup religius peniten rekolektin di Biara Alles
voor Allen. Namun
keprihatinan untuk melayani orang sakit dari rumah ke rumah yang
ditawarkan Tuhan
lewat Mgr. Henricus van Beek, Uskup Breda sangat menggugah
hatinya. Ia
dihadapkan pada dua pilihan, tetap tinggal di dalam biara awal
atau menerima
tawaran Mgr. Henricus van Beek untuk pelayanan pada masyarakat
yang sangat
membutuhkan.
Sr. M. Mathilda Leenders memikirkan dan merenungkan secara
matang
dalam doanya. Akhirnya dalam keheningan ia menemukan jawaban
bahwa pelayanan
dari rumah ke rumah merupakan panggilan kedua dari Tuhan baginya
untuk
dilaksanakan segera. Maka pada tanggal 25 Juli 1880, Sr. M.
Mathilda Leenders dan
Sr. M. Anna, menandatangani surat yang menyatakan kerelaan
melepaskan diri dari
keanggotaan Biara Alles voor Allen. Empat hari kemudian tanggal
29 Juli 1880,
mereka meninggalkan Biara Alles voor Allen. Kedua suster ini
tinggal di sebuah
rumah sederhana di St. Janstraat, di belakang Gereja St.
Antonius Breda (Yubileum
FSE dalam bahasa Belanda, Wilfrida 2008:12).
Tiga hari kemudian, tepat 01 Agustus 1880, resmi berdiri
kongregasi baru
dengan nama “Kongregasi Religieuze Penitenten Recolectinen van
de Heilige
Franciscus van Asisi”. Sebagai Pelindung Kongregasi dipilih
“Santa Elisabeth dari
Hongaria”, karena santa ini diteladani Gereja Katolik sebagai
pencinta orang-orang
miskin dan menderita, khususnya orang-orang sakit.
Kemudian anggota Kongregasi baru itu memilih dan mengangkat Sr.
M.
Mathilda Leenders sebagai pemimpin umum pertama. Tidak lama
kemudian setelah
Kongregasi berdiri, dua orang suster datang dari Biara Alles
voor Allen untuk
-
19
membantu yakni Sr.Yuliana dan Sr. Berta. Namun setelah sembilan
bulan, kedua
suster terakhir ini kembali ke biara asal.
Sesuai dengan kharisma, tujuan dan cita-cita pertama pendirian
Kongregasi
baru, adalah “merawat orang sakit dari rumah ke rumah” maka cara
hidup peniten
rekolektin yang kontemplatif ketat, tidak mungkin lagi
dilaksanakan oleh Sr. M.
Mathilda Leenders. Namun demikian, penghayatan Anggaran Dasar
Ordo III
Regular St. Fransiskus Asisi sebagai peniten rekolektin, yang
dihidupi dari Biara
Alles voor Allen, tidak ditinggalkan. Tetapi Sr. M. Mathilda
Leenders bersama suster
yang lain menghayati dan menghidupinya secara baru dengan
menyusun aturan
hidup guna menyeimbangkan antara hidup doa dan kerja, sesuai
dengan karya
pelayanan yang dimulai. Sebagai peniten rekolektin, ia tetap
menaruh tekanan kuat
pada penyangkalan diri dan matiraga. Relasi dengan Tuhan selalu
diutamakan
sebagai sumber hidup religiusnya.
Kesibukan dalam pelayanan tidak menghalangi Sr. M. Mathilda
Leenders dan
para suster yang lain untuk mencari kekuatan Tuhan dalam doa dan
Perayaan
Ekaristi. Kesatuan dengan Tuhan dalam doa mendorong mereka rajin
dan bergembira
dalam melaksanakan karya pelayanan. Sr. M. Mathilda Leenders
menanamkan bahwa
pelayanan yang benar ádalah pelayanan yang mengandalkan daya
penyembuhan dari
Allah.
Daya penyembuhan Allah itu ditandai dengan kasih yang tulus dan
universal.
Ia melihat wajah Kristus dalam diri orang-orang sakit yang
dilayani. Karena ia
yakin, kekuatan penyembuhan tidak hanya bertumpu pada pengobatan
medis, tapi
terutama pada daya afeksi yang berasal dari Allah (lawatan
hati). Kharisma itulah
-
20
yang diwariskan oleh Sr.M. Mathilda Leenders untuk menjiwai
seluruh kehidupan
mereka.
3. Misi Kongregasi FSE di Indonesia
Cinta kasih Allah yang tumbuh dalam diri para suster yang
pertama di negeri
Belanda didorong untuk disebarkan dan dibagikan keseluruh dunia,
hingga sampai ke
Indonesia. Kerinduan misi ini mulai pada tahun 1922, saat itu
Mgr. Mathias Brans,
pemimpin misi OFM Cap di Sumatera, ingin mengembangkan misi
khususnya di
bidang kesehatan. Mgr. Mathias Brans, meminta tenaga ke Belanda
melalui Mgr.
Petrus Hopmans. Pilihan itu jatuh pada Kongregasi FSE Breda yang
sudah
berpengalaman dalam merawat orang sakit. Tawaran itu disambut
baik oleh Moeder
Asisia, selaku pemimpin umum Kongregasi FSE saat itu (Konst.
FSE, 2000:8).
Pada awalnya tawaran tersebut tidak dipedulikan oleh para
anggotanya,
mereka tidak ada yang mendaftarkan diri. Baru setelah 16 Juli
1924, ada empat orang
suster yang dikirim ke Indonesia untuk menjadi missionaris yaitu
; Sr. Pia, Sr.
Philotea, Sr. Gonzaga dan Sr. Antoninette. Para suster ini tiba
di Indonesia satu tahun
kemudian yaitu pada tanggal 29 September 1925 (Konst. FSE,
2000:8).
Di Indonesia mereka tinggal di sebuah rumah yang beralamat di
Jl. Kol.
Sugiono 8, Medan. Rumah ini dikontrakkan oleh Pastor de Wolf.
Setelah empat
bulan, mereka pindah ke Jl. Padang Bulan, yang sekarang dikenal
dengan Jl. S.
Parman, Kompleks SMA St. Tomas. Kemudian setelah beberapa bulan
mereka
mendirikan asrama dengan nama Internat Asisia tempatnya masih
satu lokasi dengan
tempat tinggal para suster. Asrama ini berfungsi untuk menampung
anak-anak
miskin dan terlantar. Para suster juga mendirikan Rumah sakit
dan susteran di Jl.
-
21
Imam Bonjol Medan. Pada tanggal 1 Februari 1934 mereka membangun
sebuah
rumah istirahat bagi penderita TBC di Berastagi (Konst. FSE,
2000:9).
Pada awalnya karya kesehatan berjalan dengan baik. Namun
dengan
kehadiran Jepang di Indonesia, khususnya di Medan, memberi
dampak yang kurang
baik. Salah satu dampaknya adalah Rumah sakit milik Kongregasi
harus diserahkan
kepada Jepang. Sedangkan para suster ditawan dan dimasukkan ke
dalam penjara
(Konst. FSE, 2000:10). Sekalipun di dalam penjara, para suster
tetap merawat orang
sakit dan menjalin relasi yang akrab dengan Tuhan. Penderitaan
yang dialami di
penjara membuat para suster banyak yang meninggal, antara lain
Sr. Philotea yang
adalah seorang suster missionaris pertama di Indonesia.
Memasuki tahun 1945 Jepang kalah dan perang berakhir. Maka pada
tahun
1947 RSE dikembalikan dan sejak itu RSE mulai beroperasi lagi.
Pada tahun 1950
FSE memulai kembali karyanya, banyak gadis setempat yang
berminat dan
menggabungkan diri. Kemudian calon-calon ini di kirim ke Belanda
untuk dibekali
pendidikan iman. Karena calon hari demi hari bertambah, akhirnya
pada tanggal 19
November 1955, Kongregasi memutuskan untuk mendirikan Novisiat
di Jl. Slamet
Riyadi 10, Medan (Konst. FSE, 2000:10).
B. Kharisma dan Spiritualitas
Pada bagian ini akan dipaparkan kharisma dan spiritualitas dalam
lingkup
Gereja Katolik. Secara khusus akan dibicarakan kharisma
Kongregasi FSE dan
spiritualitas Fransiskan yang merupakan inspirasi spiritualitas
Kongregasi FSE yang
menghidupi keteladanan St. Fransiskus dari Asisi.
-
22
1. Kharisma
a. Arti Kharisma
Kharisma berasal dari bahasa Yunani charisma, yaitu pemberian
karunia
secara pribadi untuk kepentingan umat beriman. Menurut Santo
Paulus, Kharisma
merupakan karunia (hadiah istimewa) atau anugerah Roh Kudus yang
luar biasa,
yang diberikan kepada orang beriman supaya membantu karya
keselamatan dan
melayani umat. Karunia atau anugerah itu bermacam-macam (1Kor
12:1-4, Rm.12).
Kharisma ialah bakat kemampuan baik yang sederhana maupun yang
luar biasa dan
dijiwai oleh Roh.
Karunia-karunia itu diwujudkan untuk perkembangan dan kemajuan
Gereja,
bukan hanya kegiatan atau kesibukan belaka, tetapi terutama pada
pengembangan
umat. Paulus menyatakan bahwa Gereja adalah Tubuh Kristus.
Komunitas Kristiani
merupakan kesatuan. Dalam komunitas Kristiani setiap anggota
mempunyai talenta
masing-masing, tetapi semua anggota adalah penting dan tubuh
komunitas
membutuhkan karya masing-masing. Setiap anggota melaksanakan
tugas pelayanan
lewat pewartaan iman Kristiani, kesaksian hidup, semangat
melayani. Dapat
dikatakan bahwa kharisma merupakan rahmat khusus yang diterima
oleh orang
tertentu maupun kelompok dalam bermacam-macam anugerah (1 Kor
12:11) yang
harus dikembangkan (Jacobs, 1997:19).
Konsili Vatikan II dalam Lumen Gentium secara spesifik
menjelaskan
kharisma sebagai berikut:
Kharisma-kharisma itu, entah yang amat menyolok, entah yang
lebih sederhana dan tersebar lebih luas, sangat sesuai dan berguna
untuk menanggapi kebutuhan Gereja, maka hendaknya diterima dengan
rasa syukur dan gembira. Namun kharisma-kharisma yang luar biasa
janganlah dikejar-kejar begitu saja; jangan pula terlalu banyak
hasil yang pasti diharapkan dari padanya untuk karya kerasulan (LG,
art. 12).
-
23
Dalam pelayanan setiap orang mampu bersikap dan bertindak
sebagai murid Kristus,
yang mau berjuang bersama sesamanya dalam segala aspek
kehidupan.
Kharisma merupakan anugerah kepada setiap pribadi atau suatu
kelompok.
Kelompok ini dapat menimba kelimpahan anugerah yang diberikan
pada seorang
tokoh. Kharisma juga dapat dimengerti sebagai anugerah Roh Kudus
yang diberikan
kepada perorangan atau kelompok untuk membangun jemaat, yang
disertai dengan
kemampuan untuk mewujudkannya dalam bentuk pelayanan (Darminta,
1983:14).
Dari penjabaran di atas dapat dipahami bahwa setiap orang
Kristen adalah
karismatis karena masing-masing menerima rahmat Allah dengan
cuma-cuma dengan
segala pemberian rohani dalam Roh Kudus, teristimewa keselamatan
dalam Yesus
Kristus dan hidup kekal. Setiap orang maupun kelompok
dianugerahi kemampuan
dalam Roh Kudus, sehingga mampu melakukan hal-hal yang sesuai
dengan
kebutuhan jemaat.
Kharisma yang dianugerahkan menuntut suatu pilihan bagi setiap
orang atau
kelompok yang menerimanya. Ada orang menanggapi kharisma yang
dianugerahkan
dengan hidup di tengah-tengah dunia ini sebagai seorang awam
yang
memperkembangkan jemaat. Ada juga orang menanggapi kharisma
dengan memilih
hidup sebagai seorang selibat. Dengan demikian orang tersebut
bergabung dalam
tarekat yang ia masuki yang tentunya memiliki kharisma khusus
yang dihidupi.
b. Kharisma Tarekat Religius
Dalam hidup selibat seseorang diikat oleh kesatuan dengan yang
lain dalam
suatu Tarekat (Kongregasi) yang mempunyai cita-cita yang sama
sesuai dengan
-
24
semangat pendiri Tarekat yang telah terlebih dahulu digerakkan
oleh Roh. Dalam hal
ini kharisma dimengerti sebagai berikut :
Daya kekuatan Allah dalam Roh sebagai daya cipta. Kharisma
merupakan daya kehidupan untuk melawan daya kematian dan
penghancuran. Kharisma merupakan kekuatan untuk menjalankan Misi
sesuai dengan Visi Tarekat. Sesuai dengan kebutuhan keadaan, Allah
menganugerahkan daya hidup ilahi-Nya. Kharisma memberikan kekhasan
dalam menjawab kebutuhan. Kharisma memberikan ciri khas dalam hidup
dan menjawab tantangan serta kebutuhan. Kharisma merupakan kekuatan
atau keunggulan jawaban Allah. Berdasarkan kharisma, setiap Tarekat
memberikan sumbangan khas dalam pelayanan terhadap kemanusiaan dan
kehidupan. Kekhasan dan keunggulan bukan berarti mengungguli yang
lain, melainkan melakukan pelayanan secara berbeda kualitatif,
melakukan pelayanan yang tidak dilakukan oleh pihak-pihak lain.
Dari sini terdapat salah satu pembentuk unsur khas dari kerohanian
Tarekat Religius. Dari sini akan muncul prinsip pengabdian
(Darminta, 1999:20). Secara umum dapat dikatakan bahwa kharisma
tarekat dianugerahi Roh
untuk pembangunan Gereja dan pelayanan misi dari Tuhan di dalam
Gereja. Secara
historis kharisma dianugerahkan kepada Gereja lewat orang
tertentu atau kelompok
tertentu untuk menjawab tantangan-tantangan hidup, supaya kuasa
Allah nampak
dalam kehidupan manusia. Maka kharisma dapat berkaitan dengan
misteri hidup
Allah dalam wujud konkretnya dalam hidup Yesus, sifat-sifat
ilahi yang nampak
dalam pribadi Yesus, tindakan-tindakan Allah dalam diri dan
hidup Yesus terhadap
banyak orang.
Dapat memberi kesan bahwa kharisma itu merupakan sebagian kecil
dari
seluruh aspek dan kekayaan hidup ilahi. Namun yang sebagian
kecil bagaikan
merupakan pintu masuk ke dalam seluruh misteri dan hakekat hidup
ilahi, yang
dinamis menyapa manusia demi keselamatan dunia. Bagaimanapun
juga kharisma
akan membawa dan menghantar orang ke dalam hidup mistik-kesatuan
manusia
dengan Allah serta membawa keputusan dan pilihan ’politis’ dalam
pengabdian dan
-
25
keterlibatan hidup bagi kepentingan sesama. Oleh karena itu
kharisma selalu
mempunyai ciri pengabdian atau pelayanan.
Pada zaman sekarang orang semakin menyadari bahwa sebagaimana
Gereja
dipanggil untuk melayani Kerajaan Allah, maka kharisma tidak
dapat tidak juga
tertuju kepada pengabdian kepada Kerajaan Allah. Boleh dikatakan
kalau demikian
kharisma merupakan pelayanan ilahi bagi manusia, supaya hidup
menurut nilai-nilai
Kerajaan Allah, sekaligus memperjuangkan terwujudnya hidup
berdasarkan Kerajaan
Allah (Darminta, 1999: 208).
c. Kharisma Kongregasi FSE
Sebagai Tarekat Religius, Kongregari FSE mempunyai warisan
kharisma
lewat pribadi pendiri. Karena itu kharisma Kongregasi senantiasa
terkait dengan
pendiri Kongregasi, yang telah menerima anugerah khusus dari
Tuhan dan alat
istimewa untuk karya penyelamatan di dunia. Dengan demikian
seluruh anggota
wajib menyesuaikan prilaku, cara melihat dan mendasarkan hidup
dan karya, cara
berpikir sesuai dengan apa yang telah diwariskan Pendiri.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa pada awalnya
Sr.M.
Mathilda Leenders yang atas permintaan Mgr. Henricus van Beek,
melayani orang-
orang sakit dan menderita dengan mengunjungi dari rumah ke
rumah. Di dalam relasi
dan keintimannya dengan Tuhan, ia merasa senasib dan
sependeritaan dengan orang-
orang yang menderita. Ia sungguh memahami dan mengerti
penderitaan masyarakat
sekitarnya (Konst. FSE, 2000:2). Motto hidupnya adalah, “ketika
Aku sakit kamu
melawat Aku” (Mat 25:36). Baginya Allah bukanlah sesuatu yang
jauh tak terhampiri
(transenden), tetapi Allah dialami sebagai yang dekat dan nyata
(imanen), bahkan
-
26
Allah dialami sebagai kesatuan dengan dirinya, dengan seluruh
keprihatinan dan
kepeduliannya (Konst. FSE, 2000:3). Kesatuan ini melahirkan
tindakan berbela rasa
dengan orang-orang sakit, sekaligus melihat Kristus yang
menderita dalam diri orang-
orang sakit dan mau melayani mereka yang menderita sebagai
saudara. Karena itu
dapat disimpulkan bahwa kharisma yang menjiwai pendiri lebih
mengarah pada
mistik serafika (memandang wajah Allah dari muka ke muka).
Mistik serafika ialah
menyatakan jiwa manusia yang mau membangun kesatuan
mesra/afektif dari hati ke
hati (Wilfrida, 2007:24).
Motto pendiri serta penghayatannya terhadap sabda itu diwariskan
kepada
Kongregasi FSE dan karya-karyanya. Motto pendiri semakin
memperjelas identitas
mereka sebagai Kongregasi peniten recolektin yang berkarya dalam
pelayanan
terhadap orang-orang miskin dan menderita khususnya yang
menderita sakit. Sebuah
pelayanan yang tidak hanya mengandalkan kekuatan fisik dari para
suster, tetapi
pertama-tama mengandalkan kekuatan Allah. Itulah mengapa
penginjil maupun
pendiri tidak merumuskan motto itu dengan, ”ketika Aku sakit
kamu mengobati
Aku”. Karena pendiri menyadari bahwa daya kekuatan penyembuhan
yang
sesungguhnya berasal dari Allah, bukan hanya tergantung
pengobatan medis. Isi dan
inti pokok yang mau diperlihatkan di sini adalah keyakinan iman
akan karya Allah.
Motto Kongregasi yang diwariskan pendiri itu kemudian dirumuskan
kembali
dalam kharisma Kongregasi yaitu: ”daya kasih Kristus yang
menyembuhkan orang-
orang kecil dan menderita, sampai rela wafat di kayu salib”
(Konst. FSE, 2000:6-7).
Unsur-unsur yang mendasar dari Kharisma di atas adalah sebagai
berikut :
-
27
Pertama; Kasih, hidup dan pelayanan seorang suster FSE mengalir
dari kasih
oleh kasih dan demi kasih Allah. Dengan kata lain dapat
dikatakan bahwa seluruh
hidup anggota FSE, merupakan ungkapan kasih Allah kepada
sesama.
Kedua; Penyembuhan dan Pengampunan, berarti kasih yang benar dan
sejati
merupakan suatu daya yang mengalirkan kesembuhan bagi orang
“sakit”. Oleh
karena itu seorang suster FSE diharapkan adalah orang yang
berkualitas penyembuh
baik bagi dirinya sendiri, bagi saudara sekongregasi,
sekomunitas dan bagi orang-
orang yang dilayani. Menjadi penyembuh bukan saja berarti bagi
penderita fisik,
tetapi juga bagi setiap orang yang menderita, baik secara fisik
maupun secara psikis.
Penyembuhan hati sangat erat terkait bahkan menyatu dengan
pengampunan. Oleh
sebab itu anggota FSE sejati adalah orang yang mampu mengampuni
dan sebaliknya
dengan rendah hati mau dengan rela minta diampuni dan rela
mengampuni.
Ketiga; Opsi orang kecil, berarti bahwa dalam pelayanan kasih
seorang
anggota FSE senantiasa mengutamakan orang-orang yang paling
membutuhkan.
Karena itu orang-orang kecil dan menderita menjadi prioritas
(option of the poor).
Dalam opsi ini seorang anggota FSE hadir sebagai hamba dan
menjadi hamba bagi
orang-orang yang dilayani. Hal ini dihayati dalam kesederhanaan
hidup.
Keempat; Salib, berarti hidup yang mengutamakan orang-orang
kecil dan
menderita serta selalu berpihak pada mereka menurut kemauan dan
usaha keras serta
pengorbanan yang tidak ringan. Atas dasar ini, menjadi korban
merupakan salah satu
ciri hidup anggota FSE. Seperti Yesus tabah menjalani dan
menerima salib,
demikian seorang anggota FSE dalam hidupnya rela berkurban
sambil
mengidentifikasikan diri dengan Kristus yang tersalib (Wilfrida,
2007:9-10).
-
28
Kharisma ini mau menggambarkan unsur kemuridan Suster FSE yang
mau
mengikuti Sang Guru. Mereka rela memperjuangkan kasih bagi yang
miskin dan
lemah sekalipun mereka sendiri harus berkorban dan menderita.
Karena kharisma
yang sejati tidak pernah terpisahkan dari salib, yaitu
menanggung derita karena
memperjuangkan manusia secara adikodrati, yang biasanya
ditentang oleh hidup
duniawi (Formator Junior FSE, 2006:4). Sifat dan ciri kharisma
ini kemudian
diwariskan secara turun-temurun dalam Kongregasi FSE.
Kemudian kharisma ini dipertajam dalam visi dan misi Kongregasi.
Visi itu
adalah: “Allah adalah Kasih, yang secara konkret menyapa umat
manusia khususnya
kaum tertindas dan menderita. Allah menghendaki agar semua orang
diselamatkan
dan dipersatukan menjadi umatnya” (Konst. FSE, 2000:6). Untuk
itu Kongregasi
dipanggil untuk dibentuk dalam Roh-Nya, disucikan lewat wafat
dan kebangkitan-
Nya, serta dipanggil secara pribadi untuk mengikuti Kristus (Rom
6:4-5), yang adalah
jalan, kebenaran dan hidup (Yoh14:6). Sedangkan misinya adalah:
“Merawat orang
sakit dan orang-orang yang memerlukan pertolongan serta bersedia
membagi kasih
kepada sesama dengan semangat pengosongan diri dan penuh
kegembiraan di dalam
melayani” (Konst. FSE, 2000:7-8).
2. Spiritualitas Dalam Lingkup Gereja
Pada bagian ini akan diuraikan spiritualitas dalam lingkup
Gereja yang di
awali dengan arti spiritualitas dilanjutkan dengan spiritualitas
menurut beberapa
tokoh dalam Gereja dan diakhiri dengan hubungan spiritualitas
dengan Tarekat
Religius.
-
29
a. Arti Spiritualitas
Kata, “spiritualitas” pertama-tama digunakan pada abad ke-17.
Spiritualitas
berasal dari kata Latin spiritus, yang berarti roh, jiwa dan
semangat. Dari kata Latin
ini terbentuk kata Prancis l,esprit dan kata bendanya
laspiritualite. Dari kata ini, kita
mengenal kata Inggris spirituality, yang dalam bahasa Indonesia
dikenal dengan kata
spiritualitas. Spiritualitas berarti hidup berdasarkan atau
menurut roh. Dalam
hubungan dengan Yang Transanden, roh itu adalah Roh Allah
sendiri. Spiritualitas
adalah hidup yang didasarkan pada pengaruh bimbingan Roh Allah.
Dengan
spiritualitas, manusia bermaksud memberi diri dan hidupnya
dibentuk sesuai dengan
semangat dan cita-cita Allah (Hardjana Agus, 2005:64).
Karena spiritualitas terasa begitu umum dan abstrak, agar
penghayatan
spiritualitas menjadi konkret dan jelas, maka dalam praktek
spiritualitas diwujudkan
dengan mengikuti jejak atau hodup tokoh-tokoh agama, para
pendiri agama atau para
pengikut agama yang dapat diteladani (Hardjana Agus,
2005:65).
Dapat disimpulkan bahwa pengertian dan makna spiritualitas,
yaitu
perwujudan harapan akan hidup Kristiani melalui Kristus dalam
Roh yang mengarah
pada suatu tujuan bersama. Spiritualitas digunakan untuk
melukiskan cara yang
berbeda yang menjadi sarana orang mengalami Yang Transanden.
Orang memupuk
hidup kristiani dalam Kristus sejauh iman merupakan akar hidup
yang dipahami
sebagai jawaban manusia atas rahmat Allah.
b. Unsur-unsur Spiritualitas
-
30
Secara sadar kita sebagai orang beriman sedang menghidupkan
warisan
rohani (spiritualitas) dalam situasi konkrit kita: di sini dan
saat ini. Berdasarkan
pengalaman, kita mengetahui dengan baik sekali bahwa cara
pandang, cara tafsir,
aturan (statuta atau konstitusi) sangat dipengaruhi oleh siapa
yang mengajar kita
(dengan berbagai bobot dan kualifikasi), bagaimana kita sendiri
mencoba mendalami
warisan rohani itu dan mengembangkannya dalam hidup sehari-hari,
bagaimana kita
mengkomunikasikan kepada sesama apa yang merupakan keyakinan
rohani kita, dan
lain sebagainya (Kristianto Eddy, 2005:11).
Spiritualitas yang diwariskan dan dilestarikan oleh seorang
tokoh kepada para
pengikutnya tidak berdiri sendiri. Dalam hal ini Darminta
(1999:10), menyatakan
bahwa terbentuknya spiritualitas terdiri dari beberapa unsur
yaitu:
1) Visi Keadaan Serta Visi ke Depan
Visi adalah penglihatan tentang keadaan yang ditandai oleh
gerakan perubahan.
Visi merupakan penglihatan arah atas arah baru perjalanan hidup
dengan segala
kebutuhan-kebutuhan untuk menciptakan kemanusiaan baru. Bila
dihubungkan
dengan visi kristiani, visi dapat dimengerti sebagai penglihatan
iman. Visi
menunjukkan arah hidup dari Allah, yang nampak dalam
kebutuhan-kebutuhan
baru, yang mendorong perlunya jawaban-jawaban yang sesuai dan
baru.
2) Misi
Misi hal yang harus dilakukan untuk menjawab situasi dan
mewujudkan masa
depan. Dalam hidup iman, misi adalah jawaban yang ditemukan
dalam peristiwa
-
31
dan keadaan dan diyakini sebagai kehendak dan pengutusan Allah.
Misi adalah
sesuatu yang harus diperjuangkan demi terwujudnya arah perubahan
yang
ditemukan dalam visi. Misi merupakan buah penemuan dari daya
daya imaginatif,
kreatif dan innovatif Allah, yang dianugerahkan kepada pendiri
Tarekat untuk
menjawab kebutuhan agar terwujud kemanusiaan dan kehidupan yang
lebih.
3) Pengalaman Akan Allah yang Melahirkan Model Mistik
Mistik adalah pengalaman akan Allah dalam Roh Kudus yang
membawa
Injil yaitu Yesus Kristus, sejalan dengan tantangan yang perlu
dijawab,
melahirkan pengalaman mistik para pendiri. Hidup mistik ialah
hidup kedalaman
manusia serta seluruh alam cipataan. Dari situlah akan nampak
sumbangan khas
hidup atau Tarekat Religius. Di dalam nya muncul prinsip
kebersamaan:
persatuan, persaudaraan, kesatuan hati dan budi, solidaritas dan
belas kasih.
Berdasarkan kemuridan dari Yesus, dapatlah disebut tiga model
mistik
sebagaimana dimiliki oleh Yesus Kristus yakni:
Pertama; Model kenyataan manusia sebagai gambaran dan rupa Allah
(Kej 1:26)
yang dinyatakan secara utuh dan sempurna oleh Yesus Kristus (Kol
1:15; 3:10;
Ibr 1: 3). Mistik Kecitraan inilah dalam teologi para Bapa
Gereja disebut mistik
Kerubika. Mistik kerubika ini disebut juga mistik intelektual,
yang
mengungkapkan kebenaran manusia dalam Allah. Manusia sebagai
manifestasi
Allah diharapkan mengenakan sifat-sifat Allah dan cara bertindak
Allah.
Kedua; Model kenyataan hubungan manusia dengan Allah yang
diungkapkan
dengan anak Allah atau milik Allah. Hidup keanakan pada Allah
Bapa inilah yang
dianugerahkan kepada para murid oleh Yesus (Mat 6:9-14; Luk 11:2
dan lain-
-
32
lain). Dalam tradisi para Bapa Gereja disebut mistik serafika,
mistik hati dan
afeksi. Fokus mistik ini adalah nilai persaudaraan, karena
sama-sama anak Bapa
yang sama. Dalam hubungan jiwa dan Allah sering disebut mistik
kemempelaian.
Ketiga; Model hidup yang terarah kepada pelaksanaan kehendak
Allah dalam
kehidupan yang intergral. Model ini sering disebut model mistik
hamba. Yesus
pun juga dimengerti sebagai Hamba (Mat 12:15b-21; Luk 4:16-21).
Dalam tradisi
para Bapa Gereja, mistik ini disebut mistik angelika, mistik
kehendak.
4) Kharisma
Kharisma adalah daya kekuatan Allah dalam Roh sebagai daya
cipta. Kharisma
merupakan daya kehidupan untuk melawan daya kematian dan
penghancuran.
Kharisma merupakan kekuatan untuk menjalankan misi sesuai visi.
Sesuai
dengan kebutuhan keadaan, Allah menganugerahkan daya hidup
ilahi-Nya.
Karisma memberikan cirikhas dalam hidup dan menjawab tantangan
serta
kebutuhan.
5) Pilihan Pola Hidup untuk Memperjuangkan Visi dan Misi
Pilihan-pilihan untuk membangun pola hidup religius baru
disertai dengan
pendalaman sejarah Tarekat serta riwayat hidup pendiri beserta
kharisma dan visi
pendiri. Pilihan pola hidup dikhususkan untuk memperjuangkan
visi dan misi
yang telah dipilih.
6) Sumbangan Khas Berdasarkan Kekuatan Dasar untuk
Menyampaikan
Pengabdian Kepada Gereja dan Umat Manusia.
-
33
Pangilan pada jalan kemuridan merupakan suatu undangan untuk
masuk
ke dalam dan terlibat dalam seluruh dinamika komunitas.
Berdasarkan semangat
dasar yang dimiliki dalam kharisma memberikan ciri khas dan
sumbangan khas
dalam hidup Gerja dan pelayanan pada umat manusia. Kekhasan atau
keunggulan
bukan berarti mengungguli yang lain, melainkan melakukan
pelayanan secara
berbeda kualitatif, melakukan pelayanan yang tidak dilakukan
oleh pihak-pihak
lain.
7) Inner Force dan Inner Fire
Perpaduan antara kebutuhan jaman, jawaban Allah serta pilihan
orang, yang
melahirkan model mistik, mengkristalisasikan dalam keyakinan
iman dasar.
Keyakinan dasar itulah yang merupakan daya juang asasi dari
Tarekat Religius.
Keyakinan dasar sebagai daya juang asasi merupakan Inner Force
untuk hidup
bertindak. Keyakinan dasar sebagai buah Inner Force dari Allah
yang
dianugerahkan akan berciri tiga macam secara asasi, sebagaimana
tiga mistik.
Inner Force yang merupakan kekuatan dasar kerohanian itu dapat
berupa sesuatu
doa, atau syahadat baik singkat atau panjang.
Inner Fire merupakan kekuatan untuk menimbulkan semangat dan
gairah
hidup serta pemurnian. Inner Fire sebagai penggerak, penyemangat
serta
memotivasi biasanya berupa trilogi, yang merupakan daya
penggerak semangat
juang dalam hidup. Trilogi sebagai semboyan merupakan rumus
singkat dari jiwa
dan semangat juang Tarekat dalam perjalanan dan pengabdian.
Trilogi itu dapat
dilihat dalam kerelaan menderita, kesetiaan dan kebesaran jiwa.
Inner Fire dalam
-
34
bentuk trilogi pada umumnya akan dirumuskan sesuai dengan mistik
yang
dimiliki, sejalan dengan Inner Force yang dianugerahkan
pula.
c. Spiritualitas Tarekat Religius
Dalam hubungan dengan Tarekat Religius, Darminta (1999:15),
melihat dan
mengemukakan hubungan erat antara spiritualitas dengan kharisma
(pendiri), serta
unsur-unsur yang ada dalam spiritualitas. Spiritualitas, atau
”inner force” yang
memberikan jiwa dan semangat (inner fire) sesuai dengan
kharisma, karena inner
force melekat dengan kharisma yang dianugerahkan. Spiritualitas
ini mencakup
pokok-pokok sebagai berikut:
1) Spiritualitas sebagai ‘Inner Force’ dan ‘Inner Fire.
Kharisma memiliki dimensi pendayaan dan penyemangatan.
Kharisma
merupakan kekuatan kedalaman hidup sekaligus kekuatan penggerak
hidup. Dengan
demikian kharisma memberikan model kedalaman, ketinggian, serta
keluasan hidup.
Kharisma merupakan kekuatan kedalaman hidup yang bersumber pada
Roh. Setiap
Tarekat religius memiliki kekuatan dasar, dalam hal ini sebagai
penentu kekhasan
kerohanian serta perjalanan hidup dan pengabdian.
2) Spiritualitas Fundamental
Spiritualitas fundamental, artinya spiritualitas yang sangat
berkaitan dengan
model mistik yang dimiliki. Dari sini terbentuk pusat hidup yang
menjadi dasar dan
arus perjalanan. Spiritualitas fundamental ini menyentuh
kenyataan awali
(principium) manusia, yang akan membentuk kualitas manusia dalam
Allah.
-
35
Spiritualitas ini akan bergerak dalam pilihan-pilihan
fundamental dalam hidup.
Karena itu spiritualitas ini akan membentuk kepribadian dalam
arti pancaran hidup
yang akan berpengaruh ke sekitar. Di sinilah daya dan obor hidup
mendapatkan arah
ke depan, karena kepribadian terutama adalah kenyataan diri yang
akan diwujudkan,
sekaligus kekuatan untuk mewujudkan. Kepribadian sesungguhnya
akan nampak
pada akhir serta tujuan.
3) Spiritualitas sebagai Kebatinan atau Interioritas
Spiritualitas ini menyangkut daya-daya batin serta jiwa manusia
sebagai
akibat ‘Inner Force’ dan Inner Fire’ di dalam model mistik yang
hidup di dalam diri
seseorang. Daya-daya batin ini merupakan kekuatan unutk
mempengaruhi dalam
pembentukan bangunan jiwa manusia. Dalam perjumpaan dan relasi
dengan sesama
ciptaan disebut keutamaan-keutamaan. Keutamaan-keutamaan itu
dapat dibagi
menjadi tiga, yaitu keutamaan teologal, keutamaan kardinal dan
keutamaan moral.
Sesuai dengan model mistik yang dimiliki oleh orang, maka akan
terjadi penekanan-
penekanan menenai keutamaan mana yang sentral, atau memberikan
konsistensi
gerak dalam hidup.
4) Spiritualitas Sosial-Historis yang Mengikuti Hukum
Inkarnasi
Spiritualitas merupakan perwujudan hidup Roh dalam kondisi
kemanusiaan.
Kondisi kema