Top Banner
PEMAKNAAN ANGGOTA KOMUNITAS HIP HOP DI KOTA BATU TERHADAP KONSEP MISOGYNY DALAM MUSIK RAP Estu Widiyowati 105120203111002 Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya ABSTRAK Penelitian ini meneliti mengenai pemaknaan anggota komunitas hip hop di Kota Batu terhadap konsep misogyny dalam musik rap. Masalah yang akan diteliti ini oleh peneliti ini akan dikaji dengan menggunakan teori interaksionisme simbolik. dalam penelitian ini peneliti menggunakan paradigma interpretif dan metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif. sedangkan untuk teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik wawancara mendalam dan observasi partisipasi. sampel dalam penelitian ini diambil dari komunitas hip hop di Kota Batu dengan jumlah informan empat orang. untuk analisis data, peneliti menggunakan analisis data model interaktif Miles Huberman. PENDAHULUAN Musik rap, sebagai bagian atau salah satu elemen dari budaya hip hop, mengalami perkembangan antara tahun 1980an dan 1990an. Dari awal kemunculannya, musik rap selalu menjadi kontroversi, terkait dengan lirik liriknya yang bertema kekerasan, seks, dan materialisme (Taylor & Taylor, 2007). Musik rap, dianggap selalu identik dengan misogyny, yaitu rasa benci terhadap wanita. Melalui lirik liriknya, musik rap kerapkali menggunakan kata kata vulgar atau frontal yang ditujukan kepada wanita sebagai bentuk kebenciannya terhadap wanita. Dalam musik rap, terkait dengan misogyny, seringkali mengangkat hal hal yang meliputi, penghinaan dan mempermalukan wanita, ketidakpercayaan wanita, wanita sebagai objek seksual, legitimasi kekerasan terhadap wanita, dan perayaan prostitusi dan mucikari (Weitzer & Kubrin, 2009). Dalam mengungkap pemaknaan mengenai konsep misogyny serta sejauh mana pemaknaan tersebut dibawa dalam kehidupan sehari hari dapat menggunakan berbagai kajian, salah satunya ialah dengan menggunakan kajian ilmu komunikasi. Dalam konteks kajian komunikasi, pemahaman mengenai komunikasi sebagai fenomena pemaknaan akan berujung pada pemahaman atau penafsiran terhadap tindakan atau teks sebagai bagian dari proses pembentukan makna oleh manusia (Antoni, 2004, h. 327).
22

PEMAKNAAN ANGGOTA KOMUNITAS HIP HOP DI KOTA BATU TERHADAP KONSEP MISOGYNY DALAM MUSIK RAP

Apr 11, 2023

Download

Documents

MARETA HARLIA
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PEMAKNAAN ANGGOTA KOMUNITAS HIP HOP DI KOTA BATU TERHADAP KONSEP MISOGYNY DALAM MUSIK RAP

PEMAKNAAN ANGGOTA

KOMUNITAS HIP HOP DI

KOTA BATU TERHADAP

KONSEP MISOGYNY DALAM

MUSIK RAP

Estu Widiyowati –

105120203111002

Jurusan Ilmu Komunikasi

Universitas Brawijaya

ABSTRAK

Penelitian ini meneliti mengenai

pemaknaan anggota komunitas hip hop

di Kota Batu terhadap konsep misogyny

dalam musik rap. Masalah yang akan

diteliti ini oleh peneliti ini akan dikaji

dengan menggunakan teori

interaksionisme simbolik. dalam

penelitian ini peneliti menggunakan

paradigma interpretif dan metode yang

digunakan pada penelitian ini adalah

metode kualitatif. sedangkan untuk

teknik pengumpulan data dalam

penelitian ini, peneliti menggunakan

teknik wawancara mendalam dan

observasi partisipasi. sampel dalam

penelitian ini diambil dari komunitas hip

hop di Kota Batu dengan jumlah

informan empat orang. untuk analisis

data, peneliti menggunakan analisis

data model interaktif Miles Huberman.

PENDAHULUAN Musik rap, sebagai bagian

atau salah satu elemen dari budaya

hip hop, mengalami perkembangan

antara tahun 1980an dan 1990an.

Dari awal kemunculannya, musik rap

selalu menjadi kontroversi, terkait

dengan lirik – liriknya yang bertema

kekerasan, seks, dan materialisme

(Taylor & Taylor, 2007). Musik rap,

dianggap selalu identik dengan

misogyny, yaitu rasa benci terhadap

wanita. Melalui lirik – liriknya,

musik rap kerapkali menggunakan

kata – kata vulgar atau frontal yang

ditujukan kepada wanita sebagai

bentuk kebenciannya terhadap

wanita. Dalam musik rap, terkait

dengan misogyny, seringkali

mengangkat hal – hal yang meliputi,

penghinaan dan mempermalukan

wanita, ketidakpercayaan wanita,

wanita sebagai objek seksual,

legitimasi kekerasan terhadap wanita,

dan perayaan prostitusi dan mucikari

(Weitzer & Kubrin, 2009).

Dalam mengungkap

pemaknaan mengenai konsep

misogyny serta sejauh mana

pemaknaan tersebut dibawa dalam

kehidupan sehari – hari dapat

menggunakan berbagai kajian, salah

satunya ialah dengan menggunakan

kajian ilmu komunikasi. Dalam

konteks kajian komunikasi,

pemahaman mengenai komunikasi

sebagai fenomena pemaknaan akan

berujung pada pemahaman atau

penafsiran terhadap tindakan atau

teks sebagai bagian dari proses

pembentukan makna oleh manusia

(Antoni, 2004, h. 327).

Page 2: PEMAKNAAN ANGGOTA KOMUNITAS HIP HOP DI KOTA BATU TERHADAP KONSEP MISOGYNY DALAM MUSIK RAP

Studi komunikasi melalui

pendekatan budaya sudah ada di

Amerika Serikat melalui studi yang

dilakukan oleh Mead di Chicago

School. Mead merupakan seseorang

yang memiliki suatu pemikiran yang

original yang pada perkembangannya

merupakan cikal bakal lahirnya

“Teori Interaksi Simbolik” (Rogers,

1994, h.166). Mahzab Chicago

dipelopori oleh Herbert Blumer dan

mahasiswanya, Blumer melanjutkan

penelitian yang telah dilakukan oleh

Mead. Blumer melakukan

pendekatan kualitatif, yang mana

pendekatan tersebut meyakini

bahwasannya studi tentang manusia

tidak bisa disamakan dengan studi

terhadap benda mati dan lebih

mengarah terhadap pendekatan

interpretif (Ardianto, 2007, h. 135).

Dalam penelitian ini,

pendekatan interaksionisme simbolik

sebagai suatu pendekatan

komunikasi yang dapat digunakan

untuk menjelaskan mengenai

bagaimana pemaknaan anggota

komunitas hip hop di Kota Batu

terhadap konsep misogyny dalam

musik rap, sekaligus mengetahui

sejauh mana pemaknaan tersebut

dibawa dalam kehidupan sehari –

sehari anggota komunitas. Teori

interaksionisme simbolik berasumsi

bahwasannya individu tergerak untuk

bertindak berdasarkan makna yang

diberikannya pada orang, benda, atau

pikiran peristiwa. Makna – makna

tersebut diciptakan dalam bahasa

yang digunakan orang, baik untuk

berkomunikasi dengan orang lain

maupun dengan dirinya – sendiri,

atau pikiran pribadinya (West, 2008,

h. 99).

TEORI

INTERAKSIONISME SIMBOLIK Interaksi simbolik lahir pada

dua universitas yang berbeda,

University of Iowa dan University of

Chicago. Kedua mahzab tersebut

berbeda terutama pada

metodologinya. Mahzab Chicago,

yang dipelopori oleh Herbert Blumer

yang melanjutkan karya Herbert

Mead, memfokuskan pada

pendekatan terhadap teori sosial yang

menekankan pentingnya komunikasi

bagi kehidupan dan interaksi sosial

(West, Turner, 2008, h. 97). Blumer

melakukan pendekatan kualitatif,

dimana meyakini bahwa studi

tentang manusia tidak bisa

disamakan dengan studi terhadap

benda mati, dan para pemikir yang

ada di dalam mahzab Chicago

banyak melakukan pendekatan

interpretif berdasarkan rintisan

pikiran George Herbert Mead

(Ardianto & Anees, 2007, h. 135).

Esensi dari teori interaksi

simbolik ialah suatu aktivitas yang

merupakan ciri khas manusia, yakni

komunikasi atau pertukaran simbol

yang diberi makna (Mulyana, 2001,

h. 68). Interaksi simbolik berusaha

memahami perilaku manusia dari

sudut pandang subjek. Herbert

Blumer mengemukakan tiga premis

Page 3: PEMAKNAAN ANGGOTA KOMUNITAS HIP HOP DI KOTA BATU TERHADAP KONSEP MISOGYNY DALAM MUSIK RAP

utama yang mendasari teori interaksi

simbolik, yaitu (Kuswarno, 2008, h.

22 ):

1. Manusia bertindak terhadap

sesuatu berdasarkan makna –

makna yang ada pada sesuatu

itu bagi mereka.

2. Makna itu diperoleh dari hasil

interaksi sosial yang

dilakukan dengan orang lain.

3. Makna – makna tersebut

disempurnakan di saat proses

interaksi sosial sedang

berlangsung.

KOMUNIKASI RITUAL Dalam konsepsi ritual,

komunikasi dikaitkan dengan kata

sharing (saling berbagi), partisipasi,

asosiasi, pengikut, dan kepemilikan

akan keyakinan bersama. Definisi

tersebut merupakan buah eksploitasi

ide tradisional tentang identitas dan

akar kebersamaan ke dalam konsep

commonnes, communion, community,

dan communication. Pandangan

mengenai komunikasi sebagai ritual

tidak lagi ditujukan langsung pada

penyebarluasan pesan melalui suatu

ruang tertentu melainkan sebagai

bentuk pemeliharaan masyarakat

dalam suatu waktu, bukan suatu

tindakan menanamkan informasi

melainkan bentuk penghadiran suatu

keyakinan bersama (Carey, 1989, h.

18).

Berikut merupakan

karakteristik – karakteristik

mendasar dari komunikasi ritual:

1. Komunikasi ritual

berhubungan erat dengan

kegiatan berbagi,

berpartisipasi, berkumpul,

bersahabat, dan kepemilikan

akan keyakinan yang sama

(Carey, 1992, h. 18).

2. Proses komunikasi ritual,

Rothenbuhler dan Coman

(2005, h. 4), dengan merujuk

pada pandangan James W.

Carey, menekankan bahwa

sebagai salah satu bentuk dan

model dari komunikasi sosial,

proses komunikasi yang

terjadi dalam komunikasi

ritual bukanlah berpusat pada

transfer atau pemindahan

informasi, melainkan lebih

mengutamakan sharing atau

berbagai mengenai common

culture atau budaya bersama.

3. Komunikasi sebagai sebuah

kegiatan sakral dan keramat.

Pola komunikasi dalam

perspektif ritual ibarat sebuah

upacara suci atau sacred

ceremony dimana setiap

orang ikut mengambil bagian

secara bersama dalam

bersekutu atau berkumpul.

Yang lebih diutamakan

adalah soal kebersamaan

masyarakat dalam melakukan

doa, bernyanyi dan

seremonialnya (Radford,

2005, h. 15)

4. Penggunaan bahasa.

Penggunaan bahasa dalam

komunikasi ritual dilakukan

Page 4: PEMAKNAAN ANGGOTA KOMUNITAS HIP HOP DI KOTA BATU TERHADAP KONSEP MISOGYNY DALAM MUSIK RAP

secara artifisial dan simbolik.

Hal mana dapat terlihat dalam

wujud tarian, permainan,

kisah, dan tutur lisan (Carey,

1992, h. 19).

5. Keterlibatan komunikasi.

Komunikasi dalam perspektif

ritual diibaratkan sebagai

sebuah upacara suci dan

mengharuskan komunikan

untuk ikut mengambil bagian

secara bersama. Keterlibatan

komunikan seperti halnya

bermain di dalam suatu

drama suci (Radford, 2005, h.

15).

6. Pemilihan simbol

komunikasi. Penggunaan

simbol – simbol komunikasi

yang unik atau khas

merupakan salah satu ciri

yang menonjol dalam

komunikasi ritual. Simbol –

simbol komunikasi yang

digunakan tersebut tidak

dipilih oleh partisipan,

melainkan sudah tersedia

sejak turun – temurun

berdasarka tradisi budaya

yang bersangkutan (Carey,

1992, h. 54).

7. Ambiguitas pesan. Pesan

yang disampaikan dalam

komunikasi ritual biasanya

tersembunyi (latent),

membingungkan dan

bermakna ganda atau ambigu

(Carey, 1992, h. 54).

8. Media adalah pesan. Dalam

komunikasi ritual, McQuail

(2000, h. 54) mengatakan

bahwa “medium and message

are usually hard to separate”.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini secara

metodologi menggunakan model

penelitian kualitatif. Bogdan dan

Taylor, mendefinisikan metodologi

kualitatif sebagai prosedur penelitian

yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata – kata tertulis atau lisan

dari orang – orang dan perilaku yang

dapat diamati. Menurut mereka,

pendekatan ini diarahkan pada latar

dan individu tersebut secara holistik

(utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh

mengisolasikan individu atau

organisasi ke dalam variabel atau

hipotesis, tetapi perlu

memandangnya sebagai bagian dari

sesuatu keutuhan (Moleong, 2011, h.

4). Penelitian kualitatif bertujuan

untuk menjelaskan fenomena dengan

sedalam – dalamnya melalui

pengumpulan data sedalam –

dalamnya. Penelitian ini tidak

mengutamakan besarnya populasi

atau sampling bahkan populasi atau

samplingnya sangat terbatas.

Selanjutnya, terkait dengan

penelitian ini yang membahas

mengenai pemaknaan anggota

komunitas terhadap konsep misogyny

dan perilaku keseharian anggota

komunitas berdasarkan pemaknaan

tersebut, penelitian ini menggunakan

paradigma interpretif. Penelitian

interpretif adalah analisis sistematis

mengenai aksi sosial yang bermakna

Page 5: PEMAKNAAN ANGGOTA KOMUNITAS HIP HOP DI KOTA BATU TERHADAP KONSEP MISOGYNY DALAM MUSIK RAP

melalui observasi manusia secara

terperinci dan langsung dalam latar

alamiah, supaya dapat memperoleh

pemahaman dan interpretasi

mengenai cara orang menciptakan

dan mempertahankan dunia sosial

mereka. Paradigma interpretif

menetapkan realitas sosial sebagai

terdiri dari orang yang membentuk

makna dan menciptakan interpretasi

melalui interaksi sosial mereka sehari

– hari.

Dalam penelitian kualitatif

ini, pemilihan informan sebagai

sumber data primer dilakukan secara

purposive dan bersifat snowball

sampling. Teknik purposive

sampling adalah teknik pengambilan

sample dengan pertimbangan tertentu

seperti orang tersebut yang dianggap

paling tahu tentang apa yang peneliti

harapkan sehingga memudahkan

peneliti menjelajahi obyek atau

situasi sosial yang diteliti.

Teknik snowball sampling

merupakan teknik penentuan sample

yang awalnya berjumlah kecil,

kemudian berkembang selama

penelitian. Hal ini karena dari jumlah

sumber data yang sedikit tersebut

belum mampu memberikan data

yang memuaskan, sehingga perlu

untuk mencari orang lain lagi yang

dapat digunakan sebagai sumber

data. Proses ini baru berakhir apabila

penulis merasa data telah jenuh,

artinya penulis tidak lagi menemukan

sesuatu yang baru dari hasil

observasi (Moleong, 2011, h. 224).

Pemilihan sample yang

digunakan sebagai sumber data

primer dalam penelitian ini mengacu

pada pertimbangan – pertimbangan

sebagai berikut :

1. Anggota yang sudah aktif dalam

komunitas hip hop di Kota Batu

dalam kurun waktu minimal dua

tahun. Hal ini bertujuan untuk

memperoleh informan yang

benar – benar berkompeten

(memahami sejarah hip hop dan

hal – hal yang berkaitan dengan

komunitas).

2. Dalam komunitas hip hop di

Kota Batu terdiri dari beberapa

individu yang memiliki latar

belakang berbeda – dilihat dari

sisi keahlian yang dimiliki,

diantaranya b – boy dan rapper.

Terkait dengan tema penelitian,

sample yang digunakan ialah

anggota komunitas yang berlatar

belakang seorang rapper.

ANALISIS DATA

Dalam penelitian ini

menggunakan teknik analisis model

interaktif Miles Huberman. Menurut

Miles Huberman (dalam Sugiyono,

2005, h. 91) menjelaskan

bahwasannya aktivitas analisis data

kualitatif dilakukan secara interaktif

dan berlangsung secara terus –

menerus hingga tuntas, sehingga

datanya sudah jenuh. Aktivitas

analisis data model interaktif Miles

Huberman terdiri dari proses reduksi

data, penyajian data, dan penarikan

kesimpulan atau verifikasi.

Page 6: PEMAKNAAN ANGGOTA KOMUNITAS HIP HOP DI KOTA BATU TERHADAP KONSEP MISOGYNY DALAM MUSIK RAP

1. Reduksi Data. Reduksi data

merupakan bentuk analisis yang

menajamkan, menggolongkan,

mengarahkan, membuang yang

tidak perlu, dan mengorganisasi

data dengan cara sedemikian

rupa sehingga kesimpulan akhir

dapat diambil. Data yang

direduksi akan memberikan

gambaran yang lebih jelas, dan

mempermudah penulis untuk

melakukan pengumpulan data

selanjutnya, dan mencarinya bila

diperlukan.

2. Penyajian Data. Penyajian data

merupakan kegiatan ketika

sekumpulan data disusun,

sehingga memberi kemungkinan

akan adanya penarikan

kesimpulan dan pengambilan

tindakan. Dalam penulisan

kualitatif, penyajian data dapat

dilakukan dengan bentuk uraian

singkat, bagan, hubungan antar

kategori dan sejenisnya, tetapi

yang sangat sering digunakan

adalah teks yang bersifat naratif

(Sugiyono, 2005, h. 95).

3. Penarikan Kesimpulan atau

Verifikasi. Langkah yang

terakhir dilakukan dalam analisis

data kualitatif adalah penarikan

kesimpulan dan verifikasi.

Upaya penarikan kesimpulan

dilakukan peneliti secara terus –

menerus selama berada di

lapangan. Dari permulaan

pengumpulan data, peneliti

kualitatif mulai mencari arti

benda – benda, mencatat

keteraturan pola – pola (dalam

catatan teori), penjelasan –

penjelasan, konfigurasi –

konfigurasi yang mungkin, alur

sebab akibat, dan proposisi.

Kesimpulan – kesimpulan ini

ditangani secara longgar, tetap

terbuka dan skeptis, tetapi

kesimpulan sudah disediakan.

Mula – mula belum jelas, namun

kemudian meningkat menjadi

lebih rinci dan mengakar dengan

kokoh.

PEMBAHASAN

Konsep misogyny yang selalu

muncul dalam lagu – lagu rap

memiliki makna tertentu dalam diri

informan masing – masing. Dalam

hal ini, pemaknaan mengenai kosep

misogyny yang dimaksudkan ialah

bagaimana para informan memaknai

konsep misogyny dalam musik rap,

dan sejauh mana konsep misogyny

tersebut dimaknai dalam kehidupan

para informan. Penggalian makna

mengenai misogyny dalam hal ini

juga diikuti dengan pemaknaan

mengenai wanita bagi para masing –

masing informan.

Dalam melihat pemahaman

keempat informan terhadap konsep

misogyny, peneliti berangkat dari tiga

premis utama yang mendasari teori

interaksi simbolik yang dikemukakan

oleh Herbert Blumer (Kuswarno,

2008, h. 22), yakni (1) manusia

bertindak terhadap sesuatu

berdasarkan makna – makna yang

ada pada sesuatu itu bagi mereka, (2)

Page 7: PEMAKNAAN ANGGOTA KOMUNITAS HIP HOP DI KOTA BATU TERHADAP KONSEP MISOGYNY DALAM MUSIK RAP

makna itu diperoleh dari hasil

interaksi sosial yang dilakukan

dengan orang lain, (3) makna –

makna tersebut disempurnakan di

saat proses interaksi sosial sedang

berlangsung.

Makna Pesan berawal dari Pikiran

(Mind) Individu

Berdasarkan dari proses

wawancara yang dilakukan oleh

peneliti terhadap keempat informan

penelitian, peneliti memperoleh

beberapa pendefinisian mengenai

wanita. Pada dasarnya, keempat

informan memiliki anggapan yang

sama dengan anggapan masyarakat

pada umumnya mengenai wanita.

Masyarakat seringkali

mendefinisikan laki – laki dan

perempuan tidak secara alamiah,

namun lebih kepada

pengkonstruksian secara sosial. Laki

– laki pada umumnya digambarkan

sebagai makhluk yang kuat, tegas,

rasional, berkuasa, pemimpin dan

sebagainya, sedangkan wanita

digambarkan sebagai makhluk yang

lemah, emosional, dan lain

sebagainya.

Definisi mengenai wanita

tersebut, membawa atau

mengarahkan terhadap pendefinisian

atau pemaknaan mengenai konsep

misogyny, dilihat dari sudut pandang

keempat informan penelitian.

Misogyny seringkali muncul

dijadikan sebagai tema dalam suatu

lagu rap, tidak jarang misogyny juga

seringkali muncul dalam kehidupan

sehari – hari. Secara umum,

misogyny dimaknai sebagai perasaan

benci dari laki – laki terhadap

wanita, sebagai emosi yang meluap –

luap yang melambangkan

ketidaksukaan dan kemarahan

terhadap wanita. Perasaan benci

tersebut tidak semata – mata merasa

benci, namun terdapat beberapa

faktor di dalamnya sebagai penyebab

timbulnya rasa benci tersebut (Data

diolah peneliti dari hasil wawancara

dengan informan, 2014).

Faktor – faktor tersebut

diantaranya, pertama, misogyny

muncul ketika berada pada kondisi

yang tidak sepaham, tidak

sependapat, atau sesuai antara diri

pribadinya dengan seorang wanita.

Kedua, misogyny muncul ketika

berada pada keadaan terganggu,

merasa dibohongi, dikhianati, dan

dikecewakan. Ketiga, misogyny

muncul dikarenakan ego dari laki –

laki, yang mana terkait dengan

anggapan masyarakat, bahwasannya

laki – laki yang selalu digambarkan

sebagai sosok yang selalu kuat,

berkuasa, membuat laki – laki

terkadang sangat sulit, bahkan

“gengsi” untuk mengakui

kesalahannya di depan seorang

wanita, demi sebuah harga diri (Data

diolah peneliti dari hasil wawancara

dengan informan, 2014).

Misogyny, dalam suatu

kondisi atau situasi tertentu

berpeluang untuk memunculkan

suatu tindakan – tindakan yang

Page 8: PEMAKNAAN ANGGOTA KOMUNITAS HIP HOP DI KOTA BATU TERHADAP KONSEP MISOGYNY DALAM MUSIK RAP

berlatarbelakang pada rasa

pelampiasan. Kondisi atau situasi

yang dimaksud ialah ketika perasaan

benci tersebut muncul secara

berlebihan yang kemudian juga dapat

memunculkan suatu perasaan kesal,

jengkel, marah, dendam, dan lain –

lain, sehingga dapat mendorong

seseorang untuk bertindak lebih jauh

lagi dari sekedar benci. Tindakan –

tindakan yang dimaksud ialah

pertama, tindakan berupa kekerasan

secara verbal, misalnya penggunaan

bahasa yang kasar melalui lagu yang

ditujukan terhadap wanita. Kedua,

tindakan kekerasan secara fisik,

misalnya mengarah adanya

perlakuan – perlakuan kasar terhadap

wanita (Data diolah peneliti dari

hasil wawancara dengan informan,

2014).

Makna merupakan Hasil Interaksi

Sosial yang dilakukan dengan

Orang lain

Pandangan interaksi simbolik

sebagaimana yang telah dijelaskan

oleh Mulyana (2002, h. 70)

menyarankan bahwa perilaku

seseorang itu sewajarnya dipelajari

sebagai proses yang membentuk dan

mengatur perilakunya sendiri

sekaligus mempertimbangkan

harapan – harapan orang lain yang

menjadi mitra interaksi mereka.

Terkait dalam penelitian ini, individu

akan memiliki suatu ide yang

semakin kuat karena mendapat suatu

dukungan dari orang lain sehingga

membuat individu tersebut semakin

merasa yakin atas ide yang ia miliki.

Dukungan diperoleh individu dari

orang lain tidak hanya membuat ide

semakin kuat namun ideologi

individu tersebut bahkan bisa

berubah arah.

Dalam budaya hip hop, pada

umumnya, wanita seringkali

memiliki citra yang negatif dan

wanita juga seringkali dijadikan

sebagai “objek” lagu oleh para

rapper laki – laki. Dalam lagu – lagu

rap, pengangkatan tema mengenai

wanita seringkali dibarengi dengan

penggunaan kata – kata yang frontal,

fulgar, yang cenderung merendahkan

wanita. Dan terkait dengan gambaran

konsep misogyny dalam budaya hip

hop, terutama dalam musik rap,

mengarah pada penggambaran sikap

yang menghina dan mempermalukan

wanita, ketidakpercayaan wanita,

wanita sebagai objek seksual,

legitimasi kekerasan terhadap wanita,

dan perayaan prostitusi dan mucikari

(Data diolah peneliti dari hasil

wawancara dengan informan, 2014).

Beberapa hal tersebut secara

langsung berpengaruh kepada

keempat informan, yang mana

keempat informan tersebut

merupakan bagian dari budaya hip

hop, yang tidak lain merupakan

anggota dari komunitas hip hop di

Kota Batu. Seperti halnya didasarkan

pada premis kedua dari teori

interaksi simbolik, dimana makna

tidak muncul atau melekat pada

sesuatu atau suatu objek secara

alamiah, melainkan makna berasal

Page 9: PEMAKNAAN ANGGOTA KOMUNITAS HIP HOP DI KOTA BATU TERHADAP KONSEP MISOGYNY DALAM MUSIK RAP

dari hasil proses interakasi melalui

penggunaan bahasa. Penggunaan

bahasa yang terlihat pada lagu – lagu

rap, melalui proses interaksi,

memberikan pengaruh terhadap cara

pandang para rapper mengenai

bagaimana kedudukan wanita dalam

budaya hip hop, dan bagaimana

seharusnya wanita terhadap laki –

laki (Data diolah peneliti dari hasil

wawancara dengan informan, 2014).

Penggunaan bahasa yang

cenderung kasar dalam lagu rap,

seperti penggunaan bahasa slang

yang memiliki makna denotasi

negatif (ass, assh*le, b*tch, d*mn,

f*ck, f*cking, godd*mn,

motherf*cking, nigg*r, sh*t, dan lain

– lain) yang juga dikaitkan dengan

penggunaan tema tentang wanita,

membuat keempat informan

memiliki pandangan yang juga

sejalan dengan gambaran dari

budaya, dimana mereka menjadi

bagian dari budaya tersebut.

Termasuk mengenai konsep

misogyny. Misogyny dijadikan

sebagai suatu tanda “keaslian” untuk

beberapa rapper sebagai bukti bahwa

mereka ialah gangsta otentik.

Misogyny dalam budaya hip hop,

khususnya musik rap, mengacu pada

sudut pandang dalam melihat

kedudukan wanita yang lebih rendah

daripada laki – laki, sebagai cara

untuk menegaskan sisi maskulinitas

laki – laki. Wanita selayaknya harus

patuh dan tunduk terhadap laki – laki

(Data diolah peneliti dari hasil

wawancara dengan informan, 2014).

Gambaran wanita dan konsep

misogyny dalam budaya hip hop,

yang dapat dikatakan sejalan dengan

bagaimana pandangan informan

penelitian mengenai wanita dan

konsep misogyny, berpengaruh

terhadap kuatnya keyakinan atas

pandangan – pandangan yang

dikemukakan oleh informan

penelitian. Sehingga dalam hal ini

dapat berdampak pada adanya

perasaan yang menggambarkan

bahwasannya apa yang dikatakan

oleh informan penelitian tersebut,

mengenai wanita dan konsep

misogyny merupakan suatu

kebenaran. Dan secara lebih jauh,

pemahaman – pemahaman mengenai

wanita dan konsep misogyny tersebut

dibawa dalam keseharian informan

yang disesuaikan dengan pemaknaan

tersebut (Data diolah peneliti dari

hasil wawancara dengan informan,

2014).

Penyempurnaan Makna dalam

Proses Interaksi Sosial

Proses pemaknan yang telah

dilakukan oleh keempat informan

mengenai konsep misogyny

berpengaruh terhadap bagaimana

informan berinteraksi dengan orang

lain, yang dalam hal ini ialah wanita.

Hal tersebut, didasarkan pada hasil

wawancara dengan informan

penelitian, dapat dilihat pada suatu

bentuk tindakan – tindakan sebagai

wujud munculnya misogyny dalam

diri masing – masing informan.

Dapat dikatakan bahwa misogyny

Page 10: PEMAKNAAN ANGGOTA KOMUNITAS HIP HOP DI KOTA BATU TERHADAP KONSEP MISOGYNY DALAM MUSIK RAP

merupakan sebuah awal atau “pintu

masuk” terjadinya suatu kekerasan,

baik verbal maupun fisik. Bentuk –

bentuk tindakan tersebut terdiri dari,

pertama, berupa pembuatan lagu.

Kedua, tindakan – tindakan berupa

pembuatan lagu sekaligus bersamaan

dengan adanya tindakan – tindakan

kekerasan secara fisik.

Pertama, dalam hal lagu,

terlihat pada lagu yang yang berjudul

P*ki Horny. Lagu tersebut dibuat

sebagai bentuk dari rasa kebencian

terhadap wanita, dimana wanita

digambarkan semata sebagai objek

seksual atau semata sebagai pemuas

nafsu laki – laki saja. Dalam lirik

lagu tersebut juga menggunakan kata

– kata kasar, jorok, dan merendahkan

wanita dijadikannya sebagai simbol

atas kemarahan dan kebenciannya

terhadap wanita. Seperti terlihat pada

lirik berikut ini (Data diolah peneliti

dari hasil wawancara dengan

informan, 2014):

Kalo asik dugem dapat pria

langsung ngent*t

Cari kont*l besar dari

lulusannya mak erot

Ngira gadis baik – baik

nyatanya pelacur

Ngomongnya ngelantur

Ketemu langsung ngajak tidur

Rambut berantakan

dibilangnya gaul

Cari salon ternama masih

tetap melacur

Pasang body dugem bikin

kont*l semua ngac*ng

Loe hamil duluan dia cuma

bilang.. serem..

Hancur masa depan dibuat

obral mem*k doank

Keturunan anj*ng seks butuh

waktu luang

Tanpa uang tapi puas nikmat

yang mereka cari

Gak peduli kalau dia lagi

menstruasi

Lagu kedua yang berjudul

Big Boss, lirik – lirik yang ditulis

dalam lagu tersebut merupakan suatu

simbol atas kebenciannya pada

wanita. Lagu tersebut

menggambarkan wanita yang dapat

dengan mudah dibeli dengan uang

atau kekayaan. Dalam lagu ini wanita

disimbolkan sebagai “permata”.

Terlihat dalam liriknya sebagai

berikut (Data diolah peneliti dari

hasil wawancara dengan informan,

2014):

Punya banyak uang hidup

seperti raja

Punya sedikit uang hidup di

jalan raya

Diriku istimewa

Rumah besar dan megah

Banyak mobil mewah

bermilyar harganya

Ku tak peduli semua orang

berkata,

Yang penting hidupku penuh

foya – foya

Ku buang – buang uang

dimana – mana

Inilah aku “berhias permata”

Lagu ketiga berjudul Song

For Girl. Sekalipun lirik dalam lagu

ini tidak menggunakan kata – kata

yang terkesan frontal atau kasar,

Page 11: PEMAKNAAN ANGGOTA KOMUNITAS HIP HOP DI KOTA BATU TERHADAP KONSEP MISOGYNY DALAM MUSIK RAP

namun lagu ini tetap

menggambarkan suatu ekspresi

kebencian pada wanita. Melalui lagu

– lagu tersebut, wanita digambarkan

sebagai wanita “murahan”,

menggunakan segala cara untuk

mendapatkan perhatian dari laki –

laki. Terlihat dalam lirik lagunya

sebagai berikut (Data diolah peneliti

dari hasil wawancara dengan

informan, 2014):

Hey motherf*cking girl

Hey everybody sing a song

I like body girl

Don’t ever loving girl

I like body girl

Don’t ever loving girl

Terlalu lebay gayamu

berlagak sok artis

Memakai aksesoris berlebih

kayak selebritis

Hey dasar si cewek yang

selalu narsis

Pengennya jadi alay biar elo

tambah eksis

Percuma elo pengen beken

tapi elo kagak keren

Bikin semua tertawa.. wow

kasihan men..

Gemercikan tertawa

Terbayang kelakuanmu yang

pengen jadi cewek nomor

satu

Cewek – cewek sekarang sok

jual murah, sok jual tampang

Selanjutnya, lagu keempat,

berjudul Save Me B*tch. Lagu

tersebut menggambarkan kondisi

dikhianati oleh seorang wanita. Lirik

dalam lagu tersebut sekalipun

mengekspresikan suatu kemarahan,

kekecewaan, namun tetap tidak

menggunakan kata – kata yang kasar

atau sarkas. Terlihat pada liriknya

sebagai berikut (Data diolah peneliti

dari hasil wawancara dengan

informan, 2014) :

Dan kini semua telah terjadi

Semua telah berakhir

Tiada lagi harapan

Kembali tuk ulangi kisah

yang pernah ada

Dan tak usah kau sesali

Usah kau tangisi lagi

Karna telah ku ikhlaskan

maaf

Namun tak ku harap kau

kembali

Tak perlu air mata

Iringi rangkaian kata untuk

engkau yang hina

Selanjutnya, bentuk tindakan

kedua, yang berupa tindakan –

tindakan yang mengarah pada bentuk

– bentuk kekerasan fisik terhadap

wanita. Misogyny dapat

memunculkan sikap antipati terhadap

wanita yang mendorong munculnya

tindakan – tindakan lain, termasuk

kekerasan fisik, sebagai usaha yang

menggambarkan penghindaran,

menjauhkan diri, ataupun

pelampiasan atas hal – hal yang

dialami, atau atas suatu kondisi yang

bertentangan dengan diri pribadi.

Tindakan kekerasan sebagai wujud

dari munculnya misogyny terjadi

pada mantan kekasih, mantan istri,

dan anggota keluarga karena

dilatarbelakangi oleh kondisi yang

merasa dibohongi, dikecewakan, dan

sulit diatur (Data diolah peneliti dari

Page 12: PEMAKNAAN ANGGOTA KOMUNITAS HIP HOP DI KOTA BATU TERHADAP KONSEP MISOGYNY DALAM MUSIK RAP

hasil wawancara dengan informan,

2014).

Tindakan kekerasan fisik

terjadi karena dipengaruhi oleh

adanya nilai – nilai atau prinsip –

prinsip hidup dalam suatu budaya hip

hop, yang mana dalam suatu budaya

hip hop, dalam penyelesaian masalah

tidak mengenal suatu kompromi,

tidak mengenal siapapun yang

dihadapi. Terlebih laki – laki dengan

wanita. Pandangan mengenai laki –

laki sebagai makhluk yang berkuasa

atas wanita, membuat laki – laki

dituntut untuk bersikap sangat tegas

terhadap wanita, tidak ada toleransi

sedikitpun dan dalam bentuk apapun,

ketika wanita tersebut melakukan

suatu kesalahan, sehingga sangat

rentan sekali terjadi kekerasan fisik

terhadap wanita (Data diolah peneliti

dari hasil wawancara dengan

informan, 2014).

Misogyny dalam Musik Rap

sebagai Bentuk Komunikasi Ritual

Konsep misogyny dalam

budaya hip hop mengukuhkan bentuk

kekuasan laki – laki atas wanita.

dalam sudut pandang budaya hip

hop, seorang laki – laki memiliki

sebuah kontrol yang lebih kuat

daripada wanita, sehingga wanita

seringkali dipandang sebelah mata

oleh kaum laki – laki. Seorang laki –

laki dituntut untuk bersikap tegas

terhadap wanita, dan bentuk – bentuk

kekerasan terhadap wanita pun

seringkali diberlakukan, guna

mengukuhkan label “garis keras”

dalam budaya hip hop dan kekuasaan

laki – laki atas wanita. Bentuk –

bentuk kekerasan tersebut dapat

berupa lagu – lagu dengan diikuti

penggunaan kata – kata kasar yang

bertujuan untuk menghujat,

merendahkan, atau menghina wanita,

dan secara lebih jauh, bentuk –

bentuk kekerasan tersebut juga

berupa tindakan secara nyata (Data

diolah peneliti dari hasil wawancara

dengan informan, 2014).

Selanjutnya, untuk lebih

memahami konsep misogyny dalam

musik rap sebagai bentuk

komunikasi ritual, berikut ini

disajikan karakteristik – karakteristik

mendasar dari komunikasi ritual,

terkait dengan misogyny dalam

musik rap:

Pertama, komunikasi sebagai

kegiatan berbagi, berpartisipasi,

berkumpul, dan bersahabat.

Komunikasi ritual dipahami sebagai

kegiatan berbagi, berpartisipasi,

berkumpul, bersahabat, dan

kepemilikan keyakinan yang sama

(Carey, 1992, h. 18). Dalam praktik

komunikasi ritual, keberadaan

misogyny dalam budaya hip hop,

khususnya dalam elemen musik rap,

ditempatkan sebagai salah satu

konsepsi atau nilai yang terkandung

dalam budaya hip hop, termasuk

pada komunitas hip hop di Kota

Batu. Anggota komunitas yang

terdiri dari masing – masing individu

dengan latar belakang yang berbeda

kemudian menjadi satu kesatuan

karena adanya keyakinan yang sama,

Page 13: PEMAKNAAN ANGGOTA KOMUNITAS HIP HOP DI KOTA BATU TERHADAP KONSEP MISOGYNY DALAM MUSIK RAP

termasuk keyakinan mengenai suatu

nilai atau konsepsi yang terkandung

dalam budaya hip hop, yakni

misogyny. Misogyny, secara bersama,

dimaknai sebagai suatu perasaan

benci terhadap wanita sebagai akibat

dari suatu kondisi tidak sepaham atau

tidak sependapat, terganggu, kecewa,

dibohongi atau dikhianati. Misogyny

dapat dikatakan telah menjadi suatu

tradisi dalam budaya hip hop sebagai

bentuk pengukuhan atas kekuasaan

laki – laki terhadap wanita.

Pemaknaan misogyny, secara lebih

jauh, telah mengarahkan pada

munculnya tindakan – tindakan lain

dalam keseharian anggota komunitas,

yakni munculnya lagu – lagu yang

liriknya cenderung menghujat,

menghina, atau merendahkan wanita,

dan bentuk kekerasan secara fisik

yang dilakukan oleh anggota

komunitas terhadap wanita (teman,

istri, atau kekasih). Dan sebagai

bentuk kegiatan berbagi,

berpartisipasi, biasanya dalam suatu

event hip hop, untuk para rapper laki

– laki yang membawakan lagu – lagu

yang bertemakan misogini, dengan

keberanian penggunaan kata – kata

yang cenderung kasar, jorok, ataupun

merendahkan wanita, biasanya justru

akan mendapatkan “pujian” dari para

audiens. “Pujian” tersebut

tersampaikan melalui tindakan –

tindakan nonverbal yang dilakukan

oleh para audiens, seperti teriakan,

berjoget bersama, ataupun bernyanyi

bersama.

Kedua, proses komunikasi.

Rothenbuhler dan Coman (2005, h.

4), dengan merujuk pada pandangan

James W. Carey, menekankan bahwa

sebagai salah satu bentuk dan model

dari komunikasi sosial, proses

komunikasi yang terjadi dalam

komunikasi ritual tidak berpusat

pada transfer atau pemindahan

informasi, melainkan lebih

mengutamakan pada sharing atau

berbagi mengenai common culture

atau budaya bersama. Hal ini berarti

bahwa walaupun terjadi proses

transmisi pesan, akan tetapi tidak

menjadi tekanan atau fokus utama

dalam proses komunikasi ritual.

Misogyny dalam konteks praktek

komunikasi ritual pun demikian. Ia

lebih banyak menunjukkan upaya

berbagi budaya bersama, yakni

misogyny sebagai suatu tradisi

anggota komunitas hip hop di Kota

Batu, daripada proses transmisi

pesan dari satu komunitas kepada

komunitas hip hop yang lainnya.

Walaupun pada prinsipnya terdapat

unsur transmisi pesan yang

diutarakan terkait dengan konsep

misogyny dalam musik rap, namun

hal tersebut bukanlah suatu esensi

dari misogini dalam musik rap.

Proses yang terjadi lebih

mementingkan pada kualitas kosa

kata yang digunakan. Dalam musik

rap, seorang rapper dituntut untuk

pandai memainkan kosa kata, seperti

penggunaan majas, pengandaian atau

kiasan, dan juga tata letak kata,

sehingga lagu yang dihasilkan benar

Page 14: PEMAKNAAN ANGGOTA KOMUNITAS HIP HOP DI KOTA BATU TERHADAP KONSEP MISOGYNY DALAM MUSIK RAP

– benar dapat mewakili segala yang

dialami atau dirasakan oleh si

pembuat lagu tersebut, termasuk

mengenai penggambaran misogyny.

Ketiga, komunikasi sebagai

suatu kegiatan sakral dan keramat.

Pola komunikasi dalam perspektif

ritual diibaratkan seperti sebuah

upacara suci atau sacred ceremony

dimana setiap orang ikut mengambil

bagian secara bersama dalam

bersekutu dan berkumpul. Dalam hal

ini, yang lebih diutamakan adalah

mengenai kebersamaan masyarakat

dalam melakukan doa, bernyanyi,

dan seremonialnya (Radford, 2005,

h. 15). Misogyny dapat dikatakan

sebagai salah satu nilai atau konsepsi

yang terkandung dalam suatu budaya

hip hop yang sekaligus dapat

dikatakan sebagai salah satu tradisi

guna mengukuhkan status sosial laki

– laki yang lebih tinggi daripada

wanita. Bagi para pengikut budaya

hip hop, terlebih mereka yang berada

pada jalur rap, beranggapan

bahwasannya misogyny dapat

dikatakan sebagai suatu media untuk

menegaskan bahwa mereka, sebagai

kaum laki – laki memiliki kekuasan,

memiliki kontrol yang lebih kuat,

daripada wanita. Dan biasanya,

misogyny seringkali digambarkan,

baik dalam bentuk lagu, maupun

tindakan – tindakan lain yang

mengarah pada bentuk – bentuk

kekerasan secara fisik.

Penggambaran misogyny dalam lagu,

seringkali diikuti dengan penggunaan

kata – kata yang kasar, jorok, yang

bersikap merendahkan wanita.

Dalam suatu event hip hop, lagu –

lagu yang menampilkan tema – tema

yang berani (termasuk penggunaan

tema misogyny) dan juga disajikan

dengan permainan kata yang

berkualitas dalam lirik lagu, maka

akan lebih “diakui” oleh komunitas –

komunitas hip hop yang lain.

Keempat, penggunaan

bahasa. Penggunaan bahasa dalam

komunikasi ritual dilakukan secara

artifisial dan simbolik. Hal mana

dapat terlihat dalam wujud tarian,

permainan, kisah, dan tutur lisan

(Carey, 1992, h. 19). Misogyny

dalam budaya hip hop, seringkali

terlihat dalam lirik – lirik lagu rap.

Dalam penyampaian tema lagu,

termasuk tema lagu mengenai

misogyny, bahasa yang digunakan

adalah bahasa slang. Bahasa slang

merupakan varitas bahasa yang tidak

formal atau tidak baku dan seringkali

digunakan oleh kalangan atau

kelompok tertentu yang pada

umumnya sulit dimengerti oleh orang

biasa atau orang – orang yang berada

di luar kalangan atau kelompok

tersebut (Ardhani, 2010). Tidak

jarang juga dalam lirik – lirik lagu

tersebut juga menggunakan

permainan majas yang

memanfaatkan bahasa – bahasa

kiasan, yakni bahasa yang dipakai

untuk mengungkapkan sesuatu

dengan tidak menunjuk secara

langsung, terhadap objek yang dituju

(Ardhani, 2010). Sehingga dapat

disimpulkan bahwasannya

Page 15: PEMAKNAAN ANGGOTA KOMUNITAS HIP HOP DI KOTA BATU TERHADAP KONSEP MISOGYNY DALAM MUSIK RAP

penyampaian inti pesan dalam suatu

lagu tdak disampaikan secara

eksplisit. Setiap bahasa yang

digunakan tidak dapat diterjemahkan

secara kata per kata, tetapi juga harus

mengetahui rentetan kata – kata yang

mengikutinya, atau dengan kata lain,

dibutuhkan pemahaman secara

menyeluruh dalam

menginterpretasikan bahasa yang

disampaikan dalam lirik – lirik lagu

rap.

Kelima, keterlibatan

komunikan. Komunikasi dalam

perspektif ritual diibaratkan sebagai

sebuah upacara suci dan

mengharuskan komunikan untuk ikut

mengambil bagian secara bersama di

dalam suatu drama suci (Radford,

2005, h. 15). Keterlibatan komunikan

dalam setiap event hip hop, misalnya

keterlibatan dalam bentuk berdiri

untuk sekedar memberi teriakan,

berjoget bersama, atau mungkin

bernyanyi bersama, seringkali

terlihat pada saat lagu – lagu yang

dibawakan erat sekali dengan tema –

tema yang kontroversial, salah

satunya mengenai tema misogyny.

Terlebih lagi apabila dalam

pengemasan lagu tersebut, si

pembuat lagu sangat mampu atau

pandai dalam memainkan kosa kata

dalam lirik, sehingga

memperlihatkan kualitas dari lirik

lagu tersebut, maka akan semakin

banyak audiens bergabung sebagai

bentuk “support” ataupun sebagai

bentuk penghargaan atas kemampuan

si pembuat lagu. Sekalipun anggota

dari suatu komunitas hip hop yang

lain tidak ikut maju untuk berjoget

ataupun bernyanyi bersama, namun

kehadiran mereka pun tetap

menandakan suatu bentuk

keterlibatan ataupun suatu bentuk

sikap menghargai atas karya sesama

anggota komunitas hip hop.

Keenam, pemilihan simbol

komunikasi. Penggunaan simbol –

simbol komunikasi yang unik atau

khas merupakan salah satu ciri yang

menonjol dalam komunikasi ritual.

Simbol – simbol komunikasi yang

digunakan tersebut tidak dipilih oleh

partisipan, melainkan sudah tersedia

sejak turun – temurun berdasarkan

tradisi budaya yang bersangkutan

(Carey, 1992, h. 54). Terdapat

beberapa simbol komunikasi yang

seringkali digunakan para rapper

sebagai cerminan bahwa mereka

merupakan bagian dari budaya hip

hop dan sekaligus mencerminkan

aura “misogynist” yang melekat pada

diri mereka. Mereka para pengikut

budaya hip hop selalu identik dengan

pakaian yang serba “gombrong”.

Apabila dilihat dari sejarahnya,

budaya hip hop, khususnya elemen

musik rap, lahir di kalangan

masyarakat Kulit Hitam, yang secara

mayoritas, mereka memiliki sisi

kehidupan yang keras dan terkesan

“berandalan”. Tidak sedikit dari

mereka yang sering keluar – masuk

penjara karena kehidupannya yang

tidak jauh dari kriminalitas. Budaya

berpakaian “gombrong” dalam

budaya hip hop tersebut lahir dari

Page 16: PEMAKNAAN ANGGOTA KOMUNITAS HIP HOP DI KOTA BATU TERHADAP KONSEP MISOGYNY DALAM MUSIK RAP

“penjara”, karena seragam penjara

hanya mempunyai satu ukuran saja

yang memang kebanyakan dipakai

oleh para tahanan, termasuk mereka

yang berasal dari masyarakat Kulit

Hitam yang juga menjadi bagian dari

budaya hip hop.

Ketujuh, ambiguitas pesan.

Pesan yang disampaikan dalam

komunikasi ritual biasanya

tersembunyi (latent),

membingungkan dan bermakna

ganda atau ambigu (Carey, 1992, h.

54). Ambiguitas pesan sebagaimana

yang dimaksudkan oleh Carey

tersebut juga tampak dalam lirik –

lirik lagu rap. Bahasa yang

digunakan dalam setiap lirik lagu

seringkali menggunakan bahasa

kiasan. Dalam lirik lagu,

penyampaian tema misogyny tidak

dilakukan secara terang – terangan,

dibutuhkan kemampuan untuk

menginterpretasikan tiap – tiap bait

dalam lagu. Terkadang lagu dibuat

seperti layaknya percakapan antara

dua orang yang saling bermusuhan,

ataupun dikemas seperti layaknya

seseorang sedang “curhat” kepada

orang lain mengenai masalah yang

sedang di hadapi, dan seringkali juga

menggunakan sebutan objek – objek

lain untuk mewakili objek yang

dituju, misalnya sebutan “permata”,

“jalang” untuk menggantikan

sebutan “wanita” . Lirik – lirik lagu

juga selalu diwarnai dengan kata –

kata yang kasar, jorok, berupa

hujatan, sebagai ekspresi kemarahan.

Dalam hal ini, sangat memungkinkan

seseorang yang mendengarkan akan

memiliki interpretasi yang berbeda –

beda sekalipun inti pesan yang

disampaikan melalui lagu tersebut

dapat dipahami.

Kedelapan, media adalah

pesan. Dalam komunikasi ritual,

McQuail (2000, h. 54) mengatakan

bahwa “medium and message are

usually hard to separate”.

Pandangan McQuail ini terlihat pula

dalam konsep misogyny dalam

budaya hip hop, terutama musik rap.

pesan – pesan misogyny yang

disampaikan melalui lagu – lagu rap

akan menjadi sangat kuat dan

mengikat manakala dinyanyikan

pada suatu event hip hop. Sebaliknya

apabila pesan misogyny yang

dikemas dalam lagu – lagu rap

tersebut dinyanyikan pada

momentum lain di luar event hip hop

maka maknanya menjadi tidak

powerful. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwasannya event hip

hop – lah (dalam hal ini berperan

sebagai media) yang memberi andil

bagi kuatnya pesan – pesan misogyny

yang disampaikan dalam bentuk lagu

– lagu rap.

KESIMPULAN Dari data penelitian dapat

disimpulkan bahwasannya keempat

informan memiliki pandangan

mengenai wanita yang cenderung

mengarah pada sudut pandang

negatif. Didasarkan pada sisi

kedudukan atau status sosial, wanita

dianggap memiliki kedudukan yang

Page 17: PEMAKNAAN ANGGOTA KOMUNITAS HIP HOP DI KOTA BATU TERHADAP KONSEP MISOGYNY DALAM MUSIK RAP

lebih rendah, di bawah laki – laki.

Laki – laki memiliki gambaran

sebagai seseorang yang lebih

memiliki kekuasaan daripada wanita,

sehingga wanita seringkali dituntut

untuk selalu patuh dan tunduk di

bawah kuasa laki – laki. Keberadaan

wanita dianggap semata hanya

pelengkap, pemuas nafsu, atau objek

seksual bagi kaum laki – laki. Wanita

juga dianggap sebagai makhluk

materialistis, segala sesuatu selalu

diukur dengan nominal uang dan

selalu memikirkan kesenangan

sendiri, selain itu, wanita juga

dianggap sebagai pembawa

kehancuran bagi laki – laki, karena

wanita dapat mempengaruhi

sekaligus mendorong laki – laki

untuk melakukan perbuatan –

perbuatan yang bersifat negatif. Dan

hanya sedikit pandangan positif dari

informan penelitian mengenai

wanita. Wanita, dalam sudut pandang

positif, dianggap sebagai

penyemangat bagi laki – laki, dapat

memotivasi, dan mendorong laki –

laki untuk menjadi lebih baik.

Selanjutnya berdasarkan

proses pemaknaan keempat informan

terhadap konsep misogyny, peneliti

dapat menyimpulkan bahwasannya

definisi misogyny secara khusus,

dilihat dari sudut pandang subjek

penelitian, ialah suatu perasaan

benci, tidak suka, marah, emosi yang

meluap – luap yang ditujukan kepada

wanita, yang berawal dari kondisi

tidak sepaham atau tidak sependapat,

merasa dibohongi, dan dikecewakan.

Misogyny juga dapat muncul

dikarenakan adanya ego dari diri

pribadi laki – laki. Misogyny dalam

budaya hip hop dianggap sebagai

suatu bentuk upaya untuk

mengukuhkan kepemilikan

kekuasaan yang lebih kuat oleh laki –

laki. Dan dalam keseharian keempat

informan, praktik misogyny muncul

dalam bentuk baik kekerasan secara

verbal maupun kekerasan secara fisik

sebagai wujud dari sikap antipati dan

pelampiasan kemarahan. Kekerasan

secara verbal mengarah pada

pembuatan lagu yang dalam lirik –

liriknya diikuti dengan penggunaan

kata – kata yang kasar, keras, dan

frontal, yang menggambarkan suatu

sikap merendahkan wanita.

Sedangkan dalam bentuk kekerasan

secara fisik, terjadi pada lingkungan

pertemanan, percintaan, maupun

keluarga, dalam kehidupan informan.

PROPOSISI

Penelitian mengenai

pemaknaan anggota komunitas hip

hop di Kota Batu terhadap konsep

misogyny dalam musik rap ini

menghasilkan teori misogyny yang

berdasarkan pada tiga proposisi.

Proposisi pertama, konsep misogyny

dalam musik rap tidak semata untuk

menggambarkarkan aktivitas

“gangster” tetapi lebih kepada suatu

bentuk upaya untuk mengukuhkan

kepemilikan kekuasaan yang lebih

kuat oleh laki – laki.

Proposisi kedua, didasarkan

pada pemaknaan terhadap konsep

Page 18: PEMAKNAAN ANGGOTA KOMUNITAS HIP HOP DI KOTA BATU TERHADAP KONSEP MISOGYNY DALAM MUSIK RAP

misogyny dalam musik rap, misogyny

muncul dilatarbelakangi oleh empat

kondisi atau situasi sosial, yaitu

adanya perspektif negatif mengenai

wanita, kondisi tidak sepaham atau

tidak sependapat antara laki – laki

dan wanita, merasa dibohongi oleh

wanita, dan perasaan kecewa

terhadap wanita.

Proposisi ketiga, pemaknaan

konsep misogyny dalam kehidupan

sehari – hari ditampilkan dalam

bentuk kekerasan secara verbal

(melalui lagu rap) atau dalam bentuk

kekerasan secara fisik atau

kombinasi antara keduanya.

SARAN

Untuk penelitian selanjutnya, peneliti

memberikan saran mengenai

penggunaan metode etnografi kritis

sehingga dapat lebih mengetahui dan

memahami realitas – realitas yang

tersembunyi dalam dunia hip hop,

serta dapat memberikan solusi atas

adanya praktik – praktik misogyny

dalam dunia hip hop. Dan

mendatang, dapat dilakukan bentuk

penelitian serupa dengan

menggunakan pendekatan teori

kekerasan simbolik, sehingga dapat

memahami secara mendalam

mengenai bentuk – bentuk kekerasan

lain yang tidak terlihat wujudnya.

DAFTAR PUSTAKA

Antoni. (2004). Riuhnya

Persimpangan Itu: Profil dan

Pemikiran Para Penggagas

Kajian Ilmu Komunikasi.

Solo: Tiga Serangkai.

Ardhani. (2010). Analisis komponen

makna pada slang dalam

album Snoop Dogg “Malice

N Wonderland”. (Skripsi,

Universitas Diponegoro,

2010). Diakses dari

http://core.kmi.open.ac.uk/do

wnload/pdf/11725366.pdf

Ardian, Vicky. (2011). Subjek

perempuan dalam filsafat

menurut tiga filsuf laki – laki

berperspektif feminis.

(Skripsi, universitas

Indonesia, 2011). Diakses

dari

http://lib.ui.ac.id/file?file=dig

ital/20291626-S1387-

Vicky%20Ardian%20Amir%

20Harahap.pdf

Ardianto, E. & Anees, B.Q. (2007).

Filsafat ilmu komunikasi.

Bandung: Simbiosa

Rekatama Media.

Arif, S. (2008). Orientalis dan

diabolisme pemikiran. Jakarta: Gema

Insani.

Astuti, S. I. (2003). Cultural studies

dalam studi komunikasi:

suatu pengantar. MediaTor, 4

(1), 55 – 68.

Artika, M. D. (2014). Manajemen

komunikasi seorang social

climber (studi fenomenologi

pada perantau domestik yang

Page 19: PEMAKNAAN ANGGOTA KOMUNITAS HIP HOP DI KOTA BATU TERHADAP KONSEP MISOGYNY DALAM MUSIK RAP

menetap di Bali). Malang:

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Brawijaya.

Barker, C. (2004). Cultural studies

theory and practice. London:

SAGE Publications.

Bungin, B. (2010). Penelitian

kualitatif; komunikasi,

ekonomi, kebijakan publik,

dan ilmu sosial lainnya.

Jakarta: Kencana.

Carey, J. W. (1989). A cultural

approach to communication,

communication as culture:

Essays on Media and Society.

Boston: Unwin Hyman.

Carey, J. W. (1992). Communication

as culture: Essays on media

and society. Newyork:

Routledge

Case, H. (2009). Hip Hop Impact of

us History. Diakses pada 20

September 2014, dari

http://www.entertainmentsce

ne360.com/index.php/hip-

hop-impact-of-us-history-

17311/

Chang, J. (2005). Can’t stop won’t

stop: a history of the hip –

hop generation. New York:

St. Martin’s Press.

Cundiff, G. (2013). The influence of

rap and hip – hop music: an

analysis on audience

perceptions of misogynistic

lyrics. Elon Journal of

Undergraduate Research in

Communications, 4 (1), 1 – 4.

Cyssco, D.R. (2001). Kamus standar

lengkap: inggris – indonesia

dan indonesia – inggris.

Jakarta: Bhuana Ilmu

Populer.

Fatkhiyah, N. (2012). Hip hop

Indonesia sebagai majalah

online yang bersifat

edutainment. (Tugas Karya

Akhir, Universitas Indonesia,

2012). Diakses dari

lib.ui.ac.id/file?file=digital/20

281073...pdf

Fitri, Meyta, M. (2011). Pemaknaan

masyarakat terhadap

program Community

Oriented Policing (studi

interaksionisme simbolik di

Kecamatan Semampir Kota

Surabaya). Malang: Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Brawijaya.

Frangky. (2012). Pemaknaan

mengenai nilai – nilai

maskulinitas dan citra tubuh

dalam program komunikasi

pemasaran oleh laki – laki

homoseksual dan laki – laki

heteroseksual (studi kualitatif

pada program komunikasi

pemasaran l - men). (Skripsi,

Universitas Indonesia, 2012).

Diakses dari

Page 20: PEMAKNAAN ANGGOTA KOMUNITAS HIP HOP DI KOTA BATU TERHADAP KONSEP MISOGYNY DALAM MUSIK RAP

lib.ui.ac.id/file?file=digital/20

318867-S-PDF-

Frangky%20E.pdf

Fudhaili, A. (2012). Perempuan di

lembaran suci. Jakarta:

Kementrian Agama Republik

Indonesia.

Goodman, D. J. (2007). Teori

sosiologi modern. Jakarta:

Kencana Prenada Media

Group.

Griffin, EM. (2003). A first look at

communication theory. New

York: McGraw – Hill.

Idrus, Muhammad. (2009). Metode

penelitian ilmu-ilmu sosial.

Yogyakarta: Erlangga

Jones, J.L. Hegemonic rhythms: The

role of hip – hop music in 21st

century American Public

diplomacy. (Dissertation,

Clark Atlanta University,

2009). Diakses dari

http://digitalcommons.auctr.e

du/dissertations/94/

Kriyantono, R. (2007). Teknik

praktis riset komunikasi,

Jakarta: Kencana.

Kuswarno, E. (2008). Metode

penelitian komunikasi;

etnografi komunikasi suatu

pengantar dan contoh

penelitiannya. Bandung:

Widya Padjajaran.

McQuail, D. (2000). McQuail’s mass

comunication theory.

London: SAGE Publications.

Moleong, L. (2006). Metodologi

penelitian kualitatif. Bandung

: PT. Remaja Rosdakarya

Moleong, L. (2011). Metodologi

penelitian kualitatif. Bandung

: PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyana, D. (2001). Ilmu

komunikasi suatu pengantar.

Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Mulyana, D. (2002). Ilmu

komunikasi suatu pengantar.

Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Mulyana, D. (2008). Ilmu

komunikasi suatu pengantar.

Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Pamungkas, P.T. (2011). Memahami

konsep glokalisasi budaya

populer di indonesia: Studi

kasus glokalisasi budaya

musik rap dalam budaya lokal

jawa pada jogja hip hop

foundation. Diakses dari

https://www.scribd.com/doc/

57883788/Memahami-

Konsep-Glokalisasi-Budaya-

Populer-di-Indonesia-Studi-

Kasus-Glokalisasi-Budaya-

Musik-Rap-dalam-Budaya-

Lokal-Jawa-pada-Jogja-Hip-

hop-Foundati

Page 21: PEMAKNAAN ANGGOTA KOMUNITAS HIP HOP DI KOTA BATU TERHADAP KONSEP MISOGYNY DALAM MUSIK RAP

Poloma, Margareth, M. (2000).

Sosiologi kontemporer. Jakarta:

Rajawali Press.

Radford, G. (2005). On the

philosophy of communication.

Wadsworth, Belmont.

Rahayu, N.T. (2010). Teori interaksi

simbolik dalam kajian

komunikasi. Widyatama, 19

(1), 99 – 107.

Rahman, B. (2012). Diplomasi hip

hop sebagai diplomasi

budaya Amerika Serikat.

(Skripsi, Universitas

Indonesia, 2012). Diakses

dari

lib.ui.ac.id/file?file=digital/20

288841-S...pdf

Rogers, E. M. (1994). A history of

communication study: a

biographical approach. New

York: The Free Press.

Rothenbuhler, E. W., Coman, M.

(2005). The promise of media

anthropology. SAGE

Publications, Thousand Oaks.

Samovar, L. A., Porter, R. E.,

McDaniel, E. R. (2010)

Komunikasi lintas budaya:

Communication between

culture. Edisi 7. Jakarta:

Salemba Humanika.

Storey, J. (2007). Cultural studies

dan kajian budaya pop,

pengantar komprehensif teori

dan metode. Yogyakarta:

Jalasutra.

Sugiyono. (2005). Metode penelitian

kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2007). Metode penelitian

kuantitatif kualitatif dan

R&D. Bandung: Alfabeta.

Taylor, C. & Taylor, V. (2007). Hip

hop is now: an evolving

youth culture. Reclaiming

Children and Youth, 15 (4),

210 – 213.

Weitzer, R. & Kubrin, C.E. (2009).

Misogyny in rap music: a

content analysis of

prevalence and meanings. en

and Masculinities, 12 (1), 3 –

29.

West, R. & Lynn H.T. (2008).

Pengantar teori komunikasi:

analisis dan aplikasi.

Jakarta: Salemba Humanika.

West, R. & Lynn H.T. (2009).

Pengantar teori komunikasi:

analisis dan aplikasi.

Jakarta: Salemba Humanika.

Yanuarti, E. (2006). Semantic and

sociolinguistic analysis of

harsh diction in rap lyrics

according to rappers of

marstrack. (Skripsi, Binus

University, 2006). Diakses

dari

http://library.binus.ac.id/Thes

is/RelatedSubject/2006-2-

00898-IG

Page 22: PEMAKNAAN ANGGOTA KOMUNITAS HIP HOP DI KOTA BATU TERHADAP KONSEP MISOGYNY DALAM MUSIK RAP

Yoshikawa, M. 1987. The double –

swing model of intercultural

communication between the

East and the West, in Kincaid

(ed.): Communication theory:

Eastern and Western

Perspectives. London:

Academic Press inc. Harcourt

Brace Jovanovich College

Publishers.

Yunus, Muhammad. (2010).

Misogini dalam ayat Al –

Qur’an. Diakses pada 26 Juni

2014, dari

http://agama.kompasiana.com

/2011/01/25/misogini-dalam-

ayat-al-quran-337302.html