PEMAHAMAN MASYARAKAT PESISIR TERHADAP MANFAAT HUTAN MANGROVE (Studi Kasus di Desa Randusanga Kulon, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah) Skripsi Diajukan kepada Fakultas llmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Oleh Irfan Zam Zami NIM 1112015000074 JURUSAN TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2019 M
112
Embed
PEMAHAMAN MASYARAKAT PESISIR TERHADAP MANFAAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46614/1/IRFAN... · i ABSTRAK Irfan Zam Zami, 2019,“Pemahaman Masyarakat Pesisir
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PEMAHAMAN MASYARAKAT PESISIR
TERHADAP MANFAAT HUTAN MANGROVE
(Studi Kasus di Desa Randusanga Kulon, Kecamatan Brebes,
Kabupaten Brebes, Jawa Tengah)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas llmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Irfan Zam Zami
NIM 1112015000074
JURUSAN TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2019 M
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
i
ABSTRAK
Irfan Zam Zami, 2019,“Pemahaman Masyarakat Pesisir Terhadap Manfaat
Hutan Mangrove (Studi Kasus Di Desa Randusanga Kulon, Kecamatan Brebes,
Kabupaten Brebes)”,Skripsi, Jurusan Pendidikan IPS, Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Pembimbing : Dr.Sodikin,
M.Si
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan metode deskriptif
kualitatif. Pengambilan data masyarakat setempat teknik pengumpulan datanya
menggunakan teknik observasi, penyebaran kuesioner / angket penelitian, dan
dokumentasi. Pelaksanaan pengumpulan data mangrove dilakukan dengan metode
observasi lapangan (data primer) yang bertujuan untuk mengetahui kerapatan jenis i
(Di), frekuensi jenis i (Fi), dan penutupan jenis i (Ci) dilakukan dengan menggunakan
metode transek, yaitu membuat garis transek sepanjang 100 meter atau 500 meter
dengan lebar 10 meter sampai 20 meter. Pada setiap transek yang telah dibentuk pada
masing-masing stasiun pengamatan dibuat plot ukuran bertingkat masing-masing 10
m x 10 m untuk tingkat pohon; 5 m x 5 m untuk tingkat pancang/anakan; dan 1 m x 1
m untuk tingkat semaian, kemudian dicatat seluruh jenis dan jumlah pohon mangrove
yang tumbuh dalam luasan plot tersebut.
Secara umum kondisi ekosistem mangrove di lokasi penelitian mengalami
kerusakan dalam kategori “sedang” akibat konversi lahan hutan mangrove menjadi
tambak atau kolam ikan, vegetasi mangrove yang ditemukan di lokasi penelitian
didominasi oleh jenis Rhizophora yaitu Rhizophora Mucronata,RhizophoraApicculta,
Rhizophora Stylosa, Bruguiera Gymnorrhiza dan Avicennia Alba berukuran besar
mendominasi kawasan ini dan tumbuh secara alami. Pemahaman masyarakat
setempat dalam memahami manfaat hutan mangrove sangat beragam, namun yang
paling dominan adalah bahwa mereka memahami manfaat hutan mangrove sebagai
tempat yang baik untuk budidaya berbagai jenis organisme perairan seperti ikan,
kepiting, kerang-kerangan, dan sebagainya.
Kata Kunci : Pemahaman, Masyarakat Pesisir, Manfaat Hutan Mangrove
ii
ABSTRACT
Irfan Zam Zami, 2019, "Understanding of Coastal Communities Against the
Benefits of Mangrove Forests (Case Study in Randusanga Kulon Village, Brebes
District, Brebes Regency)", Skripsi, Social Sciences Education Department,
Faculty of Tarbiyah and Teacher Training, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Advisor: Dr.Sodikin, M.Sc.
This study uses a qualitative approach, with qualitative descriptive methods.
Retrieval of local community data collection techniques using observation
techniques, distributing questionnaires / research questionnaires, and documentation.
The implementation of mangrove data collection is done by field observation method
(primary data) which aims to determine the density of type i (Di), frequency type i
(Fi), and closure of type i (Ci) is carried out using the transect method, which is
making 100 transect lines meters or 500 meters with a width of 10 meters to 20
meters. At each transect that has been formed at each observation station a multi-size
plot of 10 m x 10 m is made for the tree level; 5 m x 5 m for sapling / sapling levels;
and 1 m x 1 m for seedling level, then all types and numbers of mangrove trees are
recorded in the plot area.
In general, the condition of mangrove ecosystems in the study area was
damaged in the "moderate" category due to the conversion of mangrove forest into
fishponds or fish ponds, the mangrove vegetation found in the study area was
dominated by Rhizophora species namely Rhizophora Mucronata, Rhizophora
Apicculta, Rhizophora Stylosa, Bruguiera Gymnorrhiza and Large-sized Avicennia
Alba dominates this region and grows naturally. The understanding of the local
community in understanding the benefits of mangrove forests is very diverse, but the
most dominant is that they understand the benefits of mangrove forests as a good
place for cultivating various types of aquatic organisms such as fish, crabs, shellfish,
and so on.
Keywords: Understanding, Coastal Society, Benefits of Mangrove Forest
iii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokaatuh
Puji syukur Alhamdulillah penulis persembahkan kehadirat Allah Swt,. Atas
segala berkat dan rahmat serta nikmat Allah Swt akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pemahaman Masyarakat Pesisir
Terhadap Manfaat Hutan Mangrove (Studi Kasus Di Desa Randusanga Kulon,
Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah)”. Sholawat serta salam
penulis sampaikan kepada Rasulullah Muhammad Saw , Rasul penuntun umat ahir
zaman di dunia hingga akhirat, kepada segenap keluarga, sahabat beliau, para tabi’in,
para tabi’ittabi’in, dan orang-orang yang memelihara hadis dan mengikuti sunah
beliau.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan
sebuah karya ilmiah, oleh sebab itu penulis selalu mengharapkan kritik atau saran
yang bersifat membangun dari semua pihak. Selesainya skripsi ini tidak lepas dari
bantuan banyak pihak, sehingga pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati
dan penuh rasa hormat penulis menghaturkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah mendukung atau memberikan bantuan moril atau
materil baik langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini hingga
selesai, terutama kepada yang terhormat :
1. Ibu Prof. Dr. Amany Burhanuddin Lubis, Lc., M.A selaku Rektor UIN Jakarta.
2. Ibu Dr. Sururin, M.Ag selaku Dekan FITK UIN Jakarta.
3. Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd selaku Ketua Jurusan Tadris IPS
Tabel 4.1 Kriteria baku kerusakan mangrove......................................................47
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Desa Randusanga Kulon........................................53
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan yang Ditamatkan...................54
Tabel 4.4 Kepadatan Penduduk Desa Randusanga Kulon...................................54
Tabel 4.5 Jenis Rumah di Desa Randusanga Kulon…………………………....55
Tabel 4.6 Jumlah Ternak Desa Randusanga Kulon Menurut Jenisnya………...56
Tabel 4.7 Mengetahui Keberadaan Mangrove di Desa Setempat………………57
Tabel 4.8 Mengetahui Tanaman Mangrove…………………………………….58
Tabel 4.9 Mengetahui Jenis-Jenis Mangrove…………………………………..58
Tabel 4.10 Mengetahui Lokasi Hutan Mangrove di Desa Setempat…………….59
Tabel 4.11 Hutan Mangrove Sangat Pentng Bagi Kehidupan Warga Pesisir……59
Tabel 4.12 Hutan Mangrove Dapat Menjadi Penyeimbang Ekosistem Pesisir….60
Tabel 4.13 Hutan Mangrove Dapat Mencegah Abrasi Pantai…………………...60
Tabel 4.14 Hutan Mangrove Dapat Meminimalisir Volume Gelombang Pasang
Air Laut………………………………………………………………61
Tabel 4.15 Hutan Mangrove Dapat Menjadi Habitat yang Baik Untuk Budidaya
Perikanan…………………………………………………………….62
Tabel 4.16 Hutan Mangrove Dapat Menahan Terjangan Badai…………………62
ix
Tabel 4.17 Aparatur Desa Telah MensosialisasikanWarga Untuk Melestarikan
Hutan Mangrove……………………………………………………….63
Tabel 4.18 Menebang Pohon Mangrove Secara Berlebihan Dapat Merusak
Ekosistem Pesisir…………………………………………………….64
Tabel 4.19 Membuka Lahan Hutan mangrove Untuk Dijadikan Tambak Atau
Tempat Rekreasi Dapat Menimbulkan kerusakan lingkungan......... .64
Tabel 4.20 Selalu Melakukan Reboisasi Setelah Melakukan Penebangan Pohon
Mangerove……………………………………………………………65
Tabel 4.21 Selalu Mengikuti Kegiatan Menanam Bibit Mangrove yang Diadakan
Oleh Pemerintah atau Desa Setempat………………………………..66
Tabel 4.22 Hutan Mangrove Dapat Menghasilkan Kayu Untuk Digunakan
Sebagai Kayu Bangunan, Pembuatan Perahu, dan Kayu Bakar……..67
Tabel 4.23 Hutan Mangrove Dapat Menjadi Tempat Hidup Beragam Jenis
Burung……………………………………………………………….68
Tabel 4.24 Hutan Mangrove Dapat Menjadi habitat Yang Baik Untuk Berbagai
Jenis Ikan Tertentu…………………………………………………..68
Tabel 4.25 Hutan Mangrove Dapat Menjadi Tempat Yang Baik Untuk Budidaya
Kepiting……………………………………………………………..69
Tabel 4.26 Hutan Mangrove Dapat Menjadi Habitat Untuk Kerang- kerangan...70
Tabel 4.27 Kondisi Hutan Mangrove Yang Baik, Secara fisik Dapat Berfungsi
Sebagai Pelindung Pantai Dari Intrusi Air Laut……………………..71
Tabel 4.28 Hutan Mangrove Dapat Menjaga Maupun Meningkatkan Kesuburan
Perairan………………………………………………………………71
x
Tabel 4.29 Hutan Mangrove Dapat Menjadi Tempat Mencari Makan, Tempat
Budidaya, Dan Tempat Pemijahan Berbagai Jenis Organisme
Perairan………………………………………………………………72
Tabel 4.30 Hutan Mangrove Memiliki Potensi Untuk Dimanfaatkan Dimasa
Mendatang…………………………………………………………...73
Tabel 4.31 Hutan Mangrove Memiliki Keanekaragaman Hayati Yang Tinggi…74
Tabel 4.32 Hasil Analisis Instrumen Penelitian.....................................................77
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 2 Peralatan Penelitian
Lampiran 3 Surat Izin Kepada Responden
Lampiran 5 Angket Penelitian
Lampiran 6 Dokumentasi
Lampiran 7 Lembar Uji Referensi
Lampiran 8 Biodata Peneliti
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia sejak dahulu dikenal dengan negara kepulauan yang telah lama
menjadi lintasan jalur perdagangan negara asing karena letaknya yang strategis.
Berdasarkan letak geografisnya yang sangat menguntungkan, yakni Indonesia
terletak diantara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik dan terletak diantara
benua Asia dan Australia yang membuat negara Indonesia berada pada posisi
silang lalulintas perdagangan dan pelayaran negara lain di dunia. Disamping itu
juga Indonesia dapat dengan mudah mendapat pengaruh berbagai kebudayaan dan
peradaban dari negara luar sehingga tidak heran jika Indonesia memiliki sumber
daya manusia yang beraneka ragam baik suku, ras, agama dan budayanya. Di
sektor sumberdaya alamnya Indonesia juga sangat kaya-raya akan sumber daya
alamnya, yang bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat
Indonesia sepanjang waktu, dengan tetap menjaga kelestariannya agar selalu
terjaga dengan baik.
Secara astronomis Negara Indonesia terletak diantara 6˚ garis lintang utara
sampai dengan 11˚ garis lintang selatan dan terletak diantara 95˚ garis bujur timur
sampai dengan 141˚ garis bujur timur, dengan letak astronomisnya tersebut maka
Indonesia memiliki beberapa keunggulan tersendiri dibandingkan dengan negara
lain, dengan letak astronomisnya juga menjadikan Indonesia beriklim tropis, yang
membuat aneka macam tanaman atau tumbuhan dapat tumbuh dan berkembang
dengan baik. Oleh karena itu, banyak diantara ribuan macam jenis tumbuhan dan
hewan yang dapat dimanfaatkan guna untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
2
Indonesia juga merupakan negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang
panjang. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki keunggulan tersendiri
disamping kekayaan sumberdaya alam yang melimpah Indonesia juga unggul
dalam hal transportasi lautnya yang merupakan jalur strategis untuk sarana
hubungan bilateral, multilateral, sampai proses distribusi perdagangan jalur laut
dan yang lainnya. Kondisi seperti ini seharusnya dapat dimanfaatkan secara
optimal oleh masyarakat Indonesia, namun justru sebaliknya masyarakat Indonesia
belum bisa memanfaatkannya secara optimal.
Potensi kelautan Indonesia sangat besar dan beragam, yakni memiliki 17.508
pulaudengan panjang garis pantai 81.000 km dan 5,8 juta km2 laut atau
sebesar 70% dari luas total Indonesia. potensi tersebut tercermin dari besarnya
keanekaragaman hayati, potensi budidaya perikanan pantai, laut dan
pariwisata bahari, tetapi sayangnya baru sebagian kecil saja potensi yang
dimanfaatkan.1
Kondisi yang terjadi ahir-ahir ini ialah masalah kerusakan ekosistem pesisir
yang menjadi masalah yang harus segera ditangani oleh kita bersama mengingat
wilayah ini adalah wilayah yang secara langsung terkena dampak atau pengaruh
dari aktivitas manusia dan masalah ini turut menjadi sorotan masyarakat global.
Ekosistem perairan pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan
mempunyai kekayaan habitat beragam, di darat maupun di laut serta saling
berinteraksi. Selain mempunyai potensi besar wilayah pesisir juga merupakan
ekosistem yang mudah terkena dampak kegiatan manusia. Umumnya kegiatan
pembangunan secara langsung maupun tidak langsung berdampak merugikan
terhadap ekosistem perairan pesisir.2
Salah satu dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan pembangunan
yang dilakukan manusia terjadi diwilayah pesisir adalah kerusakan hutan
mangrove yang sekarang semakin merebak di sejumlah kawasan pantai Indonesia
akibat dampak negtatif yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia yang tidak
1 Syamsir Salam dan Amir Fadilah, Sosiologi Pembangunan : Pengantar Studi Pembangunan
Lintas Sektoral, (Jakarta : Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), Cet. I, h. 164. 2 Ibid., h. 158.
3
memperhatikan kelestarian ekosistem pesisir, padahal Indonesia memiliki luas
hutan mangrove yang besar dan termasuk dalam salah satu yang terbesar dari
sekian negara di dunia yang memiliki hutan mangrove. “dari sekitar 15.900 juta ha
hutan mangrove yang terdapat di dunia, 27% atau 4.293 juta ha berada di
Indonesia”.3
Karena kegiatan manusia yang semakin tidak memperhatikan kelestaarian
lingkungan, ahir-ahir ini justru dari jumlah tersebut terus mengalami kerusakan
beberapa persen sehingga dapat diperkirakan sudah berapa hektar kerusakan hutan
mangrove yang terjadi di sejumlah wilayah pesisir dari daerah-daerah yang ada di
wilayah Indonesia sekarang ini. Penyusutan luas hutan mangrove yang terjadi di
Indonesia banayak yang mengamatinya sehingga dari beberapa hasil pengamatan
itu dapat memperkirakan berapa besar penyusutan luas hutan mangrove di
Indonesia.
Hasil penafsiran potret udara dan survei lapangan yang menyatakan
bahwa luas hutan mangrove di Indonesia tahun 1982 sekitar 4.251.011 ha.
Hasil penafsiran 1991 dari Citra Landsat MSS liputan tahun 1986-1991
(luas areal liputan hutan 150 juta ha) dan data referensi lainnya seperti
peta RePPort, data SPOT, dan potret udara yang dilakukan , luas hutan
mangrove diseluruh wilayah Indonesia diperkirakan seluas 3.735.250 ha.
Artinya, luas mangrove di Indonesia telah mengalami degradasi sekitar
13% atau 515.761 ha dalam waktu kurang lebih 11 tahun.4
Sehingga jelaslah jika saat ini degradasi hutan mangrove di Indonesia semakin
bertambah luas. Penyebab kerusakan hutan mangrove itu sendiri seharusnya segera
diatasi oleh pemerintah dan masyarakat setempat agar kelestarian hutan mangrove
terjaga sehingga ekosistem pesisir menjadi seimbang kembali. Memang sampai
sekarang kerusakan hutan mangrove menjadi tugas yang harus diselesaikan
3Amran Saru, Potensi Ekologis dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove Di Wilayah Pesisir,
(Bogor: PT Penerbit IPB Press, 2014), Cet. I, h. 1
4 Ibid., h. 1.
4
bersama-sama antara pihak pemerintah dan masyarakat setempat untuk
meminimalisir faktor penyebaab kerusakan hutan mangrove .
Penyebab kerusakan mangrove: (1) pencemaran, (2) konversi hutan
mangrove yang kurang memperhatikan faktor lingkungan, dan (3)
penebangan yang berlebihan. Pencemaran bisa terjadi akibat tumpahan
minyak atau logam berat . Konversi lahan hutan mangrove biasanya
digunakan untuk budi daya perikanan (tambak), pertanian (sawah,
perkebunan), jalan raya, industri, produksi garam, pemukiman,
pertambangan, dan penggalian pasir.5
Wilayah pesisir sebagai wilayah yang dinamis memiliki ciri khas dan
keunikan sendiri karena terdiri dari beberapa ekosistem yang menyusunnya. “Di
wilayah pesisir terdapat empat ekosistem yang khas, yang merupakan tempat
hidup yang berbeda bagi biota laut yaitu estuari, terumbu karang, mangrove, dan
lamun.”6Dari keempat ekosistem pesisir tersebut terdapat hutan mangrove sebagai
hutan khas kawasan pesisir apabila dialihkan fungsinya sebagai kawasan
komersial atau perumahan maka sudah diketahui dari keempat ekosistem khas
tersebut berkurang satu ekosistem pesisir yaitu mangrove, sehingga mangrove
merupakan penyeimbang ekosistem pesisir yang merupakan cirri khas dari
ekosistem pesisir itu sendiri. “Allah SWT telah menciptakan bumi seisinya dengan
proporsional dan seimbang. Sebagai bagian dari komponen ekosistem, manusia
diharapkan mampu memelihara keseimbangan ekosistem tersebut. Segala sesuatu
yang berada dalam ekosistem ini terkait satu dengan yang lainnya”7.
Pengawasan yang signifikan perlu dilakukan oleh kementrian kelautan dan
perikanan pada kawasan pesisir ini sehingga dalam pengelolaannya kedepan
berjalan dengan baik sehingga dapat meminimalisir kerusakan ekosistem pesisir
khususnya keempat ekosistem yang khas dari kawasan ini sebagai akibat dari
5Ibid., h.56.
6Asriyana dan Yuliana, Produktivitas Perairan (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), cet I, h.83 7 Fahma Wijayanti, Biologi Konservasi : Integrasi Teori Konservasi Modern Dengan
Konservasi Alam Mennurut Islam (Ciputat : UIN Press, 2015), cet I, h. 181.
5
kegiatan eksploitasi sumberdaya pesisir yang berlebihan dan tidak bertanggung
jawab seperti alih fungsi hutan mangrove menjadi lahan pemukiman, kawasan
komersial, tambak dan sebagainya.
Untuk kepentingan pengelolaan, batas kearah darat suatu wilayah pesisir
ditetapkan dalam dua macam, yaitu wilayah perencanaan ( planning zone) dan
batas untuk wilayah pengaturan (regulation zone) atau pengelolaan keseharian
(day-to-day management). Batas wilayah perencanaan sebaiknya meliputi
meliputi seluruh daerah daratan dimana terdapat kegiatan manusia
(Pembangunan) yang dapat menimbulkan dampak secara nyata terhadap
lingkungan dan sumberdaya di wilayah pesisir dan lautan, sehingga batas
wilayah perencanaan lebih luas dari wilayah pengaturan.8
Dalam pengelolaan kawasan pesisir tentu pemerintah telah menetapkan
batasan wilayah yang berguna untuk membatasi aktivitas manusia dengan
ekosistem yang ada di wilayah pesisir, namun semakin bertambahnya jumlah
populasi penduduk Indonesia yang menyebabkan bertambahnya kebutuhan
penduduk terutama bertambahnya kebutuhan primer penduduk yang terdiri dari
sandang (busana/pakaian), pangan (makanan), dan papan (tempat tinggal)
membuat wilayah pesisir ini menjadi sebuah wilayah yang sering sekali
dimanfaatkan untuk dieksploitasi untuk memenuhi kebutuhan mereka yang tidak
memikirkan dampak buruk yang ditimbulkan akibat mengeksploitasi sumberdaya
wilayah pesisir ini untuk kepentingan komersial atau kepentingan pribadi saja,
padahal agama islam telah mengajarkan umatnya untuk mengelola atau
memanfaatkan sumberdaya alam yang telah Allah sediakan secara arif dan
bijaksana sehingga tidak menimbulkan kerusakan di muka bumi ini yang sangat
dilarang oleh Allah.
Al-Quran juga telah menjelaskan bahwa dengan sifat dasarnya yang
seimbang dan terukur, maka sebenarnya semua kerusakan yang terjadi di
muka bumi adalah akibat ulah perbuatan manusia, “Telah tampak kerusakan
di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya
8Syamsir Salam dan Amir Fadilah, Sosiologi Pembangunan : Pengantar Studi Pembangunan
Lintas Sektoral, h. 158-159.
6
Allah merasakan kepada mereka sebagai dari (akibat) perbuatan mereka
agar mereka kembali ( ke jalan yang benar )”.9
Di beberapa daerah di Indonesia yang memiliki garis pantai yang terdapat
kerusakan ekosistem mangrove-nya misalnya di daerah pantai utara Jawa Tengah
juga terjadi masalah kerusakan hutan mangrove sebagai akibat dari alih fungsi
hutan mangrove menjadi kawasan komersial atau perumahan sebagai bukti
mislanya yang terjadi Kabupaten Brebes yang terletak di garis pantai utara Jawa
Tengah yang beberapa Kecamatannya berbatasan langsung dengan garis pantai
utara Jawa Tengah misalnya Kecamatan Losari, Tanjung, Bulakamba, Wanasari,
dan Kecamatan Brebes, sehingga dampak dari kerusakan hutan mangrove dapat
dirasakan langsung oleh masyarakat yang tinggal di beberapa desa yang termasuk
dalam lima kecamatan ini.
Berdasarkan data dari Departemen Kehutanan Provinsi Jawa Tengah tahun
2006, kondisi kerusakan hutan mangrove yang terjadi di beberapa kabupaten atau
kota di pantai utara Jawa Tengah yang terlihat pada Tabel 1.1
Tabel 1.1
Tingkat Kerusakan Mangrove Di Wilayah Pantura Jawa Tengah10
2 Kota Tegal 37,095 770,500 4.215,000 3,280 Minakhorba
99/00
3 Pemalang 1.549,000 54,900 41.487,500 12,000 Rehab area
model
9 Fahma Wijayanti, Biologi Konservasi : Integrasi Teori Konservasi Modern Dengan
Konservasi Alam Mennurut Islam. h. 181. 10 Departemen Kehutanan , ( Provinsi Jawa Tengah: Laporan Akhir Inventarisasi dan
Identifikasi Mangrove Wilayah Balai Pengelolaan DAS Pemali Jratun, 2006), hal. II - 15
7
Tabel 1.1 Lanjutan
4 Kab.
Pekalongan
30,000 - - - Reboisasi
mangrove di
kawasan
pantai
5 Kota
Pekalongan
6,100 - - - Reboisasi
mangrove di
alur sungai
6 Batang 2,500 - 20,000 1,200 Tanggul,
Reboisasi,
Minakhorba
2000
7 Kendal 217,000 2,900 668,600 124,080 Minakhorba
2000
8 Demak 145,500 7,700 37,000 4,100 Minakhorba
2001
9 Jepara 86,000 85,000 - - Rehab dan
Reboisasi
Pantai
10 Pati 3,100 5,000 6,450 4,505 Minakhorba
2000
11 Rembang 15,775 491,250 33,750 103,715 Pembangunan
Hutan Bakau
Jumlah 2.910,070 1.344,650 45.702,500 249,880
Dari informasi yang terdapat pada tabel 1.1 dapat diketahui berapa besar
tingkat kerusakan hutan mangrove per- ha di 11 kota atau kabupaten yang ada di
wilayah pantai utara provinsi Jawa Tengah pada tahun 2006 yang tergolong dalam
beberapa tingkat kerusakan yakni sekitar 249.880 ha mengalami rusak berat,
sekitar 45.702 ha termasuk kerusakan sedang, dan sekitar 1.344,650 ha termasuk
dalam kondisi baik atau normal.
8
Sejauh ini pemerintah mengadakan beberapa upaya dalam rangka
menyelamatkan hutan mangrove dari segala macam bentuk kerusakan yang
dilakukan oleh ulah tangan manusia dalam berbagai bentuk untuk kepentingan
komersial atau untuk areal pemukiman, namun beberapa program yang
diperkenalkan atau disosialisasikan ke masyarakat yang bertujuan untuk
mengenalkan akan pentingnya manfaat hutan mangrove belum sepenuhnya
dipahami oleh semua lapisan masyarakat Indonesia terutama yang ada di daerah
pedesaan. Tentunya ada perbedaan antara masyarakat perkotaan dan masyarakat
pedesaan dalam memahami setiap program yang dilakukan pemerintah setempat
dalam upaya menjaga ekosistem pesisir khususnya hutan mangrove dari kerusakan
yang menimbulkan banyak kerugian bagi masyarakat yang ada di sekitarnya.
Berbagai macam upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan sejumlah
organisasi tertentu seperti program penanaman beberapa ribu bibit pohon
mangrove di sejumlah kawasan yang kondisi hutan mangrove-nya rusak ahir-ahir
ini juga banyak diberitakan di media masa. Situs berita online, blog dan media
internet lainnya juga menjadi media pemerintah dalam mensosialisasikan kondisi
hutan mangrove Indonesia. Sebagai masyarakat perkotaan tentunya tidak merasa
kesulitan dalam mengakses informasi tersebut karena rata-rata masyarakat
perkotaan sudah memiliki akses jaringan Internet yang cukup baik walaupun itu
tidak menjamin kesadaran masyarakat perkotaan akan pentingnya hutan mangrove
lebih baik, namun sebaliknya apakah masyarakat pedesaan dapat mengetahui
informasi yang diberitakan oleh pemerintah mengenai kondisi hutan mangrove
Indonesia melalui beberapa media sehingga semua masyarakat pedesaan dapat
mengetahuinya?
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas, bahwasanya terdapat
beberapa masalah pengelolaan sumberdaya kelautan yang harus segera mendapat
penanganan dari berbagai pihak baik itu pemerintah dan semua anggota
masyarakat termasuk didalamnya adalah masalah kerusakan hutan mangrove
9
sebagai masalah yang serius mengingat hutan mangrove memiliki banyak sekali
manfaat bagi kehidupan masyarakat pesisir bahkan masyarakat global, akan tetapi
pemahaman masyarakat terutama masyarakat pesisir terhadap manfaat dari hutan
mangrove masih dipertanyakan sehingga peneliti tertarik untuk melakukan sebuah
penelitian tentang “PEMAHAMAN MASYARAKAT PESISIR TERHADAP
MANFAAT HUTAN MANGROVE” yang memilih studi pada Desa Randusanga
Kulon, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes karena penduduknya sebagian besar
adalah petani tambak dan lokasinya tidak jauh dari pesisir pantai utara laut jawa
yang terdapat beberapa tumbuhan mangrove-nya.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
dapat diidentifikasi beberapa masalah, yaitu :
1. Kerusakan ekosistem pantai turut menjadi masalah global yang harus segera
diatasi
2. Maraknya kerusakan hutan mangrove di wilayah pesisir pantai perairan
Indonesia
3. Kurangnya pemahaman masyaakat mengenai manfaat hutan mangrove
4. Kurangnya partisipasi masyarakat dalam melestarikan hutan mangrove
C. BATASAN MASALAH
Karena keterbatasan dana dan waktu, maka penelitian ini hanya dilakukan di
Desa Randusanga Kulon, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa
Tengah. Kemudian penelitian ini dilakukan hanya untuk mengetahui gambaran
tentang manfaat hutan mangrove bagi warga masyarakat di Desa Randusanga
Kulon dan mengingat keterbatasan wawasan penulis, maka dalam penelitian ini
hanya mengkaji manfaat hutan mangrove secara umum saja.
10
D. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan batasan
masalah yang telah dipaparkan diatas, maka tersusunlah beberapa rumusan
masalah untuk memperjelas permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini
dan untuk lebih rincinya maka akan diuraikan dalam bentuk pertanyaan sebagai
berikut :
1. Bagaimana kondisi ekosistem mangrove di Desa Randusanga Kulon?
2. Bagaimana kondisi sosial ekonomi warga Randusanga Kulon?
3. Bagaimana pemahaman warga Desa Randusanga Kulon terhadap manfaat
hutan mangrove?
E. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui kondisi ekosistem mangrove di Desa Randusanga Kulon
b. Untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat Randusanga Kulon
c. Untuk menggambarkan pemahaman warga Randusanga Kulon terhadap
manfaat hutan mangrove.
F. MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat yang dapat dikemukakan
dalam dua sisi yaitu :
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis
sekurang-kurangnya bagi dunia pendidikan yaitu pada materi pelajaran
geografi pada jenjang pendidikan SMP dan SMA pada pokok bahasan
tentang Biosfer dan Lingkungan Hidup.
b. Manfaat Praktis
11
1. Bagi Masyarakat
Dengan adanya penelitian ini maka secara tidak langsung dapat
menjadi sarana sosialisasi kepada masyarakat setempat tentang manfaat
hutan mangrove yang dapat memberikan setidaknya sedikit pengetahuan
tentang manfaat hutan mangrove kepada masyarakat setempat sehingga
diharapkan masyarakat dapat menjaga kelestarian hutan mangrove.
2. Bagi Pemerintah
Dengan adanya penelitian ini maka diharapkan dapat memberikan
manfaat untuk pemerintah Kabupaten Brebes setidaknya sebagai bahan
masukan untuk membantu pemerintah setempat dalam mengadakan
program-program atau kebijakan-kebijakannya misalnya kebijakan atau
program yang berkaitan dengan lingkungan hidup khususnya yang
berkaitan dengan program pemerintah yang diadakan sebagai upaya
pelestarian hutan mangrove di wilayah pesisir .
3. Bagi Warga Desa Randusanga Kulon
Dengan diadakannya penelitian ini maka hasilnya diharapka dapat
member sedikit gambaran kepada anggota perangkat-perangkat Desa
Randusanga Kulon mulai dari Kepala Desa dan beserta staf-stafnya
hingga lapisan masyarakat mengenai pentingnya menjaga kelestarian
hutan mangrove.
4. Bagi Peneliti
Dapat memberi wawasan peneliti dan sebagai sarana belajar
peneliti tentang pentingnya hutan mangrove bagi kehidupan warga
khususnya yang berada di wilayah pesisir maupun warga masyarakat
pada umumnya dan penelitian ini sekaligus dijadikan sebagai syarat
untuk memenuhi tugas ahir perkuliahan dan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar S1 jurusan pendidikan ilmu pengetahuan sosial
konsentrasi geografi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
12
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Makna Pemahaman
Sebelum kita mengartikan sebuah kata atau makna dari sebuah kata
alangkah baiknya kita meninjau dari sisi asal usulnya (etimologi) dan setelah itu
kita tinjau dari sisi penjelas sebuah kata, istilah, atau konsep (terminologi)
sehingga mempermudah kita dalam mengartikan sebuah kata. Maka dari itu
ditinjau secara etimologi, pemahaman berasal dari kata paham yang menurut
kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) berarti pengertian, pendapat, pikiran,
aliran, pandangan dan mengerti benar sedangkan arti pemahaman itu menurut
kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah “proses, cara, perbuatan
memahami atau memahamkan”.1
Pemahaman secara terminologi dapat kita ketahui salah satunya melalui
pendapat Sadiman, menutrutnya “pemahaman adalah suatu kemampuan
seseorang dalam mengartikan, menerjemahkan atau menyatakan sesuatu dengan
caranya sendiri tentang pengetahuan yang telah diterimanya”.2
Pengetahuan adalah sesuatu atau semua yang diketahui dan dipahami atas
dasar kemampuan kita berfikir, merasa, maupun mengindra, baik
diperoleh secara sengaja maupun tidak sengaja. Pengetahuan merupakan
keseluruhan keterangan dan ide yang terkandung dalam pernyataan-
pernyataan yang dibuat mengenai sesuatu gejala / peristiwa, baik yang
bersifat alamiah, sosial, maupun individual. Jadi merupakan substantif
yang terkandung dalam ilmu, dan sering disebut fakta.3
1 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
(Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2008), h. 345. 2Ikromullah Ramadhan,”pemahaman masyarakat pedesaan terhadap asuransi syariah,”
(Skripsi s1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2015), h. 17. 3Maufur, Filsafat Ilmu, (Bandung : CV. Bintang WarliArtika, 2008), Cet. Ke-1, h.26.
13
Dalam pengertian pemahaman secara terminologi ini dapat dilihat bahwa
sebenarnya pemahaman itu tidak lepas dari sebuah pengetahuan yang telah
diterima baik itu diterima oleh individu maupun diterima oleh kelompok atau
masyarakat tertentu melalui beberapa cara atau melalui kemampuan yang
dimiliki individu atau kelompok tersebut dalam menerimanya atau sekedar
meresponnya, sehingga pemahaman itu masih ada keterkaitan dengan
pengetahuan. Pengembangan dari teori Hiebert dan Carpenter tentang
pemahaman menjelaskan bahwa masyarakat dapat memahami suatu hal dapat
dikategorikan menjadi tiga yaitu:
1. Pemahaman pasif, pemahaman ini adalah pemahaman yang paling
rendah, yaitu pemahaman yang sekedar tahu saja mengenai suatu hal
dan sadar mengenai pentingnya suatu hal
2. Pemahaman aktif, pemahaman ini adalah pemahaman yang tidak
sekedar tahu dan sadar tetapi juga diaplikasikan dalam kehidupannya
3. Pemahaman transenden, pemahaman ini adalah pemahaman tertinggi
yaitu pemahaman yang tidak sekedar tahu, sadar, dan diaplikasikan
dalam kehidupannya tetapi juga dapat memberikan pemahamannya
kepada orang lain atau dapat mentransfer pemahaman tersebut kepada
orang lain4.
Keterkaitan antara pemahaman dan pengetahuan membuat keduanya
menjadi sebuah keterpaduan sehingga adanya pemahaman itu berasal dari
sebuah pengetahuan. Pemahaman dapat dicapai ketika suatu individu atau
kelompok memperoleh pengetahuan tentang suatu hal sehingga dapat
diaplikasikan dalam bentuk aksi atau reaksi nyata / keterampilan dalam
menjalani kehidupan sehari-hari. Pemahaman seseorang atau kelompok sangat
sangat berpengaruh terhadap timbulnya rasa kesadaran seseorang atau
kelompok tertentu tentang sesuatu misalnya tentang kelestarian lingkungan,
cinta tanah air, dan sebagainya, karena “kesadaran (=awareness) mengandung
pengertian mengetahui sesuatu atau tahu bersikap yang seharusnya, yang
4 Ikromullah Ramadhan, “Pemahaman….”, h. 69-70
14
didukung oleh persepsi atau informasi”.5 Dalam kaitannya dengan manfaat
hutan mangrove, seseorang akan mengetahui beberapa manfaat hutan mangrove
yang begitu penting peranannya untuk menjaga stabilitas ekosistem pesisir yang
akhirnya dari pengetahuan tersebut timbul rasa kesadaran untuk menjaga
kelestarian hutan mangrove.
Secara tingkatan pengetahuan dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Pengetahuan teoritis, yakni pengetahuan tentang informasi tertentu
( seperti; bahwa sesuatu terjadi, sesuatu itu memang demikian adanya,
sesuatu yang dikatakan memang benar), jadi hanya berupa data dan
informasi saja, belum mendalam, merupakan pengetahuan ilmiah yang
belum mendalam.
b. Pengetahuan praktis, yakni berkaitan dengan keterampilan atau
keahlian dan kemahiran teknis dalam melakukan sesuatu yang
mendasarkan pada pengetahuan yang telah dijadikan pedoman bagi
kebanyakan orang.
c. Pengetahuan tentang atau mengenai sesuatu, yakni pengetahuan yang
diperoleh melalui pengalaman atau pengenalan pribadi.
d. Pengetahuan ilmiah adalah segenap hasil pemahaman manusia yang
diperoleh dengan menggunakan metode ilmiah, dan telah memenuhi
persyaratan tertentu.6
Dari tingkatan pengetahuan tersebut menunjukkan jika pengetahuan
seseorang memiliki tingkatan tersendiri sesuai dengan tingkat pemahaman yang
dimilikinya, sehingga semakin banyak individu atau kelompok memperoleh
suatu pengetahuan tentunya semakin banyak juga hal yang dapat dipahaminya
walaupun belum tentu dapat diterapkan atau diaplikasikan sepenuhnya kedalam
kehidupan sehari-hari.
Pemahaman secara etimologi dan terminologi dapat didefinisikan sebagai
sebuah proses yang tidak hanya mengutamakan aspek kognitif atau
pengetahuan semata melainkan sebuah proses olah fikir yang dilakukan
5 Kusdwiratri Setiono, ed., Manusia,Kesehatan, dan Lingkungan, (Bandung : PT. Alumni,
2007), Cet. Ke-2, h. 97. 6Ibid., h. 28-29.
15
seseorang yang bersumber dari sebuah pengetahuan, pengalaman, kejadian
atau fakta yang telah diterima yang kemudian dapat diaplikasikan kedalam
bentuk perbuatan atau tindakan atau dapat juga di transfer atau diterangkan
kembali kepada orang lain.
2. Masyarakat Pesisir
Masyarakat pesisir dalam ilmu bahasa Indonesia disebut dengan kata
majemuk yang artinya bahwa masyarakat pesisir adalah suatu kesatuan kata
yang memiliki arti dan definisi sendiri7, karena terdiri atas dua kata yang
memiliki arti dan definisi yang berbeda maka akan di jelaskan satu persatu
dalam tinjauan etimologi dan terminologi untuk mendefinisikan apa pengertian
msyarakat pedesaan tersebut.
a) Masyarakat
Masyarakat dalam bahasa inggris berarti society yangberasal dari kata
latin socius , berarti “kawan”. Istilah masyarakat sendiri berasal dari akar
kata arab syaraka yang berarti “ikut serta, berpartisipasi”.8Dalam kamus
besar bahasa Indonesia (KBBI) kata masyarakat dartikan sebagai
sekumpulan orang yang hidup bersama pada suatu tempat atau wilayah
dengan ikatan aturan tertentu atau segolongan orang yang mempunyai
kesamaan tertentu.9 Maka jika ada sekumpulan orang atau beberapa orang
berada dalam satu tempat tertentu belum tentu kita sebut sebagai masyarakat,
mengingat bahwa dalam pengertian masyarakat dijelaskan selain adanya
sekumpulan orang yang menempati wilayah tertentu juga dijelaskan adanya
ikatan atau aturan tertentu inilah yang membedakan bahwa sekumpulan
orang itu merupakan kategori masyarakat atau bukan.
7 Ikromullah Ramadhan,”pemahaman….”, h. 19. 8 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, ( Jakarta: Rineka cipta, 2013), h. 116. 9 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), h.
924.
16
Menurut J.L. Gillin dan J.P Gillin dalam buku mereka Cultural
Sociology yang merumuskan masyarakat atau society adalah “…….the
largest grouping in wich common customs, traditions, attitudes, and
feelings of unity are operative”. Unsur grouping dalam definisi itu
menyerupai unsur “kesatuan hidup” dalam deffinisi kita, unsur common
customs dan traditions adalah unsur “adat-istiadat” dan “kontinuitas”
dalam definisi kita, serta unsur common attitudes and feelings of unity
sama dengan unsur “Identitas bersama”.10
Dari beberapa penjelasan tentang definisi masyarakat diatas, dapat kita
ketahui bahwa masyarakat adalah sekumpulan orang / manusia yang secara
bersama saling berinteraksi secara berkelanjutan dan menempati suatu wilayah
tertentu dan memiliki kesamaan tertentu yang membentuk suatu kesatuan
hidup seperti kesamaan aturan-aturan yang mengatur pola tingkah laku
anggotanya (adat-istiadat, norma, hukum, dan aturan-aturan knusus lainnya)
yang menjadi sebuah ciri atau identitas bersama.
b) Pesisir
Pesisir dalam ilmu geografi berkaitan dengan suatu wilayah tertentu yang
ada hubungannya dengan laut. Sehubungan dengan itu, “wilayah pesisir
merupakan wilayah yang unik dengan karakter yang spesifik, artinya bahwa
wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat dinamis dengan perubahan-
perubahan biologis, kimiawi dan geologis yang sangat cepat”11. Wilayah pesisir
adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. “Apabila ditinjaau
dari garis pantai (coast line), suatu wilayah pesisir (pantai) memiliki dua
macam batas (boundaries), yaitu batas yang sejajar garis pantai (long shore)
dan batas tegak lurus terhadap garis pantai (cross shore)”12.
10 Koentjaraningra, Pengantar…., h. 118. 11 Rudianto, “Analisis Restorasi Ekosistem Wilayah Pesisir Terpadu Berbasis Co-
Management : Studi Kasus Di Kecamatan Ujung Pangkah dan Kecamatan bungah Kabupaten
Gresik”, Research Journal Of Life Science,Vol.1, 2014, h. 54. 12Mulyadi S, Ekonomi Kelautan, (Jakarta : Raja grafindo Persada, 2007), h. 1.
17
Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara daratan dan lautan
yang secara langsung mendapat pengaruh pasang dan surut air laut. Wilayah
pesisir ini memiliki banyak sekali peranan dan manfaat bagi masyarakat yang
berada di sekitarnya, sebagai daerah yang memiliki banyak potensi baik dari
segi ekonomi, sosial budaya bahkan untuk kepentingan pertahanan dan
kemanan wilayah, pesisir memiliki empat pola perkembangan tersendiri yaitu
diantaranya :
1) Daerah kota pantai , kota pantai umumnya berkembang karena adanya
potensi ekonomi, strategi pertahanan dan sebagai pusat
pemerintahan.
2) Daerah desa pantai, pemukiman umumnya berorientasi kearah laut
karena usaha utama dari hasil laut. Biasanya perkembangan daerah
terbangun terpencar-pencar di tepi pantai sesuai dengan potensi
kebutuhan masyarakat. Sedikitnya ada tiga macam perkembangan di
daerah pantai yang mempunyai hubungan dengan kegiatan sosial
ekonomi masyarakatnya, yaitu: a. desa pantai yang jauh dari pesisir
yang umumnya mempunyai cirri orientasi masyarakat bercocok
tanam, sebagai buruh atau pedagang, peternakan; b. desa pantai
yang dekat ke laut, tetapi tidak langsung berpesisir, orientasi
masyarakat, umumnya perikanan darat (empang) dan mengolah
hasil laut lainnya seperti garam dan kerajinan, bertani dan
peternakan, buruh atau pegawai negeri; c.desa pantai yang berpesisir,
orientasi kegiatan sosial ekonomi masyarakatnya pada perikanan
laut, perikanan empang, bertani sambilan, buruh.
3) Pantai pusat kegiatan rekreasi, yaitu suatu kawasan rekreasi yang
memanfaatkan potensi alam daerah pantai
4) Pantai untuk kegiatan khusus, yaitu suatu penggunaan fungsi
daerah pantai untuk kepentingan kegiatan-kegiatan khusus bagi
yang berorientasi kepada ekonomi dan ataupun pemerintahan.”13
Dengan demikian dapat diartikan bahwa masyarakat pesisir adalah
sekumpulan orang / manusia yang secara bersama saling berinteraksi secara
berkelanjutan dan menempati suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan
13 Ibid., h. 101-102.
18
dan memiliki kesamaan tertentu yang membentuk suatu kesatuan hidup seperti
kesamaan aturan-aturan yang mengatur pola tingkah laku anggotanya (adat-
istiadat, norma, hukum, dan aturan-aturan knusus lainnya) yang menjadi sebuah
ciri atau identitas bersama.
3. Hutan Mangrove
Hutan dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai
“tanah yang luas yang ditumbuhi pohon-pohon (biasanya tidak dipelihara
orang)”14, dan kata mangrove sendiri merupakan kata yang berasal dari bahasa
asing namun masyarakat Indonesia banyak yang menyebutnya sebagai tanaman
bakau atau hutan bakau, akan tetapi penyebutan hutan bakau ini sebenarnya
kurang sesuai untuk menyebut hutan mangrove karena istilah bakau tersebut
hanya digunakan untuk menyebutkan salah satu genus dari vegetasi mangrove
yaitu Rhizopora, sedangkan dalam vegetasi mangrove terdiri dari banyak genus
dari berbagai jenisnya.
Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa portugis mangue
dan bahasa Inggris grove. Dalam bahasa inggris, kata mangrove
digunakan untuk menyebut komunitas tumbuhan yang ada di daerah
pasang surut yang berupa individu- individu spesies khas pantai yang
menyusun komunitas di daerah itu. Dalam bahasa portugis, kata
mangrove digunakan untuk menyatakan individu spesies tumbuhan,
sedangkan kata mangue digunakan untuk menyatakan komunitas
tumbuhan tersebut. Menurut FAO, kata mangrove digunakan untuk
individu jenis tumbuhan tertentu yang komunitas tumbuhannya hidup di
daerah pasang surut15.
Terdapat beberapa pendapat yang mendefinisikan hutan mangrove yang
sekiranya dapat menambah pengetahuan kita tentang hutan mangrove salah
satunya pendapat dari Nontji yang menyatakan bahwa “mangrove adalah
14 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
h.534.
15 A. Fatchan, Geografi Tumbuhan Dan Hewan, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013), Cet.
Ke-1 , h.114.
19
berbagai macam komunitas pesisir tropik yang didominasi oleh beberapa jenis
pohon dan semak yang mampu tumbuh di air asin”.16
Beberapa pendapat tentang definisi hutan mangrove memang hampir rata-rata
mengatakan jika keberadaan hutan mangrove itu tidak jauh dari letak pesisir
pantai, “Secara umum hutan mangrove didefinisikan sebagai tipe hutan yang
tumbuh pada derah pasang surut (terutama pantai yang terlindung, laguna,
muara sungai) yang tergenang pada saat pasang dan bebas genangan pada saat
surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam”17. Pendapat
lain juga ada yang mengatakan jika “hutan mangrove adalah hutan yang
tumbuh di muara sungai, didaerah pasang surut atau tepi laut. Tumbuhan
mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan
yang hidup di darat dan di laut. Umumnya mangrove mempunyai sistem
perakaran yang menonjol yang disebut akar nafas (Pneumatofor)”18. Dari
beberapa penjelasan diatas dapat diketahui jika hutan mangrove adalah area
tanah yang luas yang ditumbuhi oleh berbagai macam komunitas pesisir tropik
yang tumbuh dan berkembang pada daerah muara sungai dan daerah pasang
surut air laut. Di Indonesia, hutan mangrove dapat berkembang dengan baik
karena Indonesia merupakan negara dengan iklim tropis yang sangat
mendukung pertumbuhan dan perkembangan hutan mangrove.
Vegetasi mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang
tinggi, dengan jumlah jenis tercatat sebanyak 202 jenis yang 89
diantaranya adalah jenis pohon. Mangrove di Indonesia terbagi kedalam
empat famili yaitu Rhizophoraceae (Rhizhophora, Bruguiera, dan
h.100. 17 Heru Setiawan, “Status Ekologi Hutan Mangrove Pada Berbagai Tingkat Ketebalan”,
JurnalPenelitian Kehutanan Wallacea, Vol. 2, 2013, h. 105. 18Edi Mulyadi, dkk.,”Konservasi Hutan Mangrove Sebagai Ekowisata”, Jurnal Ilmiah Teknik
Lingkungan, Vol.1, 2010, h.52.
20
Ceriops), Soneraticeae (Soneratia), Aviceniaceae (Avicenia), dan
Meliaceae (Xylocarpus)19
Dengan keanekaragaman yang tinggi tersebut, membuktikan bahwa
sebenarnya hutan mangrove di Indonesia dapat berkembang dengan baik,
mengingat banyaknya sungai-sungai di Indonesia yang bermuara ke laut lepas
yang merupakan salah satu pendukung dari perkembangan ekosistem
mangrove, dimana semakin banyaknya sungai yang bermuara kelaut tersebut
membawa endapan material berupa lumpur atau yang lainnya yang bermanfaat
untuk mangrove sebagai sumber nutrisi makanan yang diserap oleh akar-akar
mangrove. “Terdapat tiga syarat utama yang mendukung berkembangnya
ekosistem mangrove di wilayah pantai yaitu air payau, tenang dan endapan
lumpur yang relatif datar. Sedangkan lebar hutan mangrove sangat bervariasi
yang dipengaruhi oleh tinggi rendahnya pasang surut serta jangkauan air pasang
di kawasan pantai tersebut”20, dari ketiga syarat utama yang mendukung
perkembangan ekosistem mangrove tersebut, negara Indonesia telah
memilikinya, sehingga diperkirakan “luas hutan mangrove yang ada di
Indonesia mencapai kurang lebih 20 hektar”21.
Selain dari tiga syarat utama pendukung perkembangan mangrove, ada
beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mangrove. “Menurut para
ahli bakau dijumpai banyak faktor yang memberi pengaruh terhadap
penyebaran dan pertumbuhan bakau. Berbagai faktor tersebut secara garis besar
dapat digolongkan menjadi dua, yakni faktor intern dan faktor ekstern”22.
Faktor Intern merupakan faktor dari tumbuhan mangrove itu sendiri, “yakni
19 Helmi Wahyudi, ”Potensi Sumberdaya Lamun Dan Mangrove Sebagai penunjang
Ekowisata Di Pulau Harapan Dan Pulau Panggang Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu,”
(Skripsi S1 Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 2008), h. 5. 20 A. Fatchan, Geografi Tumbuhan Dan Hewan, h. 117. 21Rivay Ontorael, “Kondisi Ekologi Dan Pemanfaatan Sumberdaya Mangrove Di Desa
Tarohah Selatan Kecamatan Beo selatan Kabupaten Kepulauan Talaud”, Jurnal Ilmiah Platax , Vol.1,
2012, h. 8.
22 A.Fatchan, Geografi Tumbuhan Dan Hewan, h. 120.
21
terkait dengan kemampuan genetika dan perkembang biakan tanaman serta
aktivitas tanaman bakau sendiri seperti terkait dengan genetika atau spesiesnya,
kemampuan adaptasi, kemampuan perkawinan silang, kemampuan mutasi dan
modifikasi, serta kemampuan melakukan penyebaran dari jenis tanaman bakau
atau mangrove yang bersangkutan”.23 Sedangkan faktor ekstern merupakan
faktor yang berasal dari diluar tanaman mangrove, adapun menurut beberapa
ahli bakau menyebutkan beberapa faktor fisik geografis yang berperan penting
terhadap penyebaran dan pertumbuhan mangrove diantaranya :
a. Faktor fisiografi pantai
Fisiografi pantai dapat mempengaruhi komposisi, distribusi spesies dan
keberadaan serta luas hutan mangrove. Diketahui bahwa pada pantai yang
landai, komposisi ekosistem mangrove lebih beragam jika dibandingkan
dengan pantai yang terjal. Hal ini disebabkan karena pantai landai
menyediakan ruang yang lebih luas untuk tumbuhnya mangrove sehingga
distribusi spesies menjadi semakin luas dan lebar24
Dari faktor fisiografi pantai dapat diketahui jika lokasi pantai yang berada
atau berbatasan dengan daerah dataran tinggi atau daerah pegunungan membuat
pantai tersebut sedikit tingkat keragaman vegetasi mangrovenya, berbeda
halnya jika lokasi pantai terletak di daerah dataran rendah yang menjadikan
pantai itu landai sehingga endapan-endapan yang dibawa oleh aliran arus sungai
yang merupakan unsur hara sebagai nutrisi tanaman mangrove dengan mudah
menyebar secara merata ke dasar akar-akar mangrove sehingga memudahkan
pertumbuhan dan perkembangan mangrove hingga ahirnya sangat membantu
tanaman mangrove untuk melakukan reproduksi bahkan melakukan
perkawinan silang antar vegetasi karena distribusi nutrisi yang merata.
23 ibid., h. 120. 24 Ibid., h. 121.
22
b. Faktor pasang surut
Ketika air pasang dan surut yang terjadi di pantai ternyata berpengaruh
juga terhadap penyebaran dan pertumbuhan mangrove, yang menjadikan
komunitas mangrove menjadi lebih asri dan beragam jenisnya.
Pasang surut suatu pantai yang terjadi di kawasan hutan mangrove sangat
menentukan zonasi, pertumbuhan, dan penyebaran kehidupan mangrove.
Dalam konsdisi seperti itu menjadikan komunitas hewan serta ikan yang
mampu hidup dan berasosiasi dengan ekosistem mangrove menjadi lebih
bagus dan beragam jenisnya25.
Di pantai yang lndai biasanya ketika air pasang dengan mudah
membasahi bahkan menggenangi mangrove terutama pada bagian akarnya,
sehingga kadar garam akan meningkat dan ini menyebabkan pengaruh
distribusi spesies yang ada di sekitar kawasan ekosistem mangrove.
c. Gelombang dan Arus
Gelombang dan arus laut merupakan fenomena yang tidak asing lagi
terjadi di daerah pantai, saat gelombang tinggi yang dibawa oleh arus laut
membuat daerah pantai rawan akan terjadinya abrasi atau pengikisan yang
disebabkan oleh air laut akibat gelombang yang tinggi kemudian
menghempas ke tepian pantai. Namun demikian, gelombang dan arus yang
menimpa suatu pantai dapat berpengaruh pada keberadaan mangrove.
Gelombang dan arus laut yang terjadi di pantai terkait dengan keberadaan
mangrove dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Gelombang dan arus dapat merubah struktur dan fungsi ekosistem
mangrove
2. Gelombang dan arus juga berpengaruh langsung distribusi spesies
mangrove, misalnya buah mangrove atau sering disebut sebagai
rhizhophora terbawa gelombang dan arus sampai menemukan media
yang cocok atau yang sesuai untuk mencapai dan dapat ahirnya
tumbuh.
25ibid., h. 121-122
23
3.Gelombang dan arus berpengaruh tidak langsung terhadap
sedimentasipantai dan pembentukan padatan dan endapan tanah pasir
di muara sungai. Proses sedimentasi semacam itu menimbulkan
berbagai padatan sedimentasi pasir, hal ini merupakan substrat yang
baik untuk menunjang pertumbuhan mangrove.
4.Gelombang dan arus laut yang menerpa pantai dapat mempengaruhi
daya tahan organisme akuatik di area pantai, ia melalui transportasi
nutrient-nutrient (unsur hara sebagai “makanan” mangrove) penting
bagi mangrove ke laut26.
d. Iklim
Telah kita ketahui bahwa iklim sangat berpengaruh terhadap kehidupan
baik tumbuhan, hewan bahkan manusia. “Iklim dapat diartikan rata-rata dari
cuaca dalam periode yang panjang, pada setiap tempat, cuaca hari demi hari
selalu berubah setelah 1 tahun perubahan tersebut biasanya membentuk pola
siklus tertentu setelah beberapa tahun (missal 30 tahun atau lebih) dari rata-
rata tiap nilai unsur-unsur cuaca akan mencerminkan sifat atmosfer yang
dikenal sebagai iklim”27. Sebagai salah satu penopang sebuah kehidupan
iklim terdiri atas beberapa unsur fisik diantaranya terkait dengan sinar
matahari atau cahaya, suhu, curah hujan, kelembapan, angin dan sebagainya.
Berkaitan dengan keberadaan serta pertumbuhan mangrove, unsur-unsur
fisik iklim tersebut adalah sebagai berikut :
1. Cahaya
Cahaya berpengaruh terhadap fotosintesis, respirasi, fisiologi, dan
struktur fisik mangrove; intensitas, kualitas, lama (mangrove adalah
tumbuhan long day plants yang membutuhkan intensitas cahaya yang
tinggi sehingga sesuai untuk hidup di daerah tropis) pencahayaan
mempengaruhi pertumbuhan mangrove; laju pertumbuhan tahunan
mangrove yang berada di bawah naungan sinar matahari lebih kecil dan
26 ibid., h. 122-123
27 Andri Noor Ardiansyah, Klimatologi Umum, (Ciputat: UIN JAKARTA PRESS, 2013), Cet.
ke-1, h. 13
24
sedangkan laju kematian adalah sebaliknya; “cahaya berpengaruh
terhadap perbungaan dan germinasi dimana tumbuhan yang berada di
luar kelompok (gerombol) akan menghasilkan lebih banyak bunga karena
mendapat sinar matahari lebih banyak daripada tumbuhan yang
berada di dalam gerombol”.28
2. Curah Hujan
Seperti halnya tumbuhan pada umumnya, tumbuhan mangrove juga
dipengaruhi oleh curah hujan, Indonesia sebagai negara beriklim tropis
memiliki curah hujan yang tinggi di beberapa daerah seperti misalnya di
pulau Jawa, Sumatera, Papua/ Irian Jaya dan sebagainya. Curah hujan
memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan
mangrove. “(1) Jumlah, lama, dan distribusi hujan mempengaruhi
perkembangan tumbuhan mangrove; (2) Curah hujan yang terjadi
mempengaruhi kondisi udara, suhu air, salinitas air dan tanah; (3) Curah
hujan optimum pada suatu lokasi yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
mangrove adalah yang berada pada kisaran 1500-3000 mm/tahun”29.
3. Suhu
Suhu merupakan salah satu unsur iklim juga, dan memiliki peranan
penting bagi suatu kehidupan. Sebagai salah satu unsur iklim, “suhu
secara fisis dapat didefinisikan sebagai tingkat derajat panas dinginnya
suatu benda. Makin cepat gerakan molekul, makin tinggi suhunya.”30Bagi
kehidupan tanaman mangrove, suhu memberikan pengaruh penting dalam
proses penyerbukan atau reproduksi dan pertumbuhan.
28 A.Fatchan, Geografi Tumbuhan Dan Hewan, h. 124. 29 Ibid., h.124.
30 Andri Noor Ardiansyah, Klimatologi Umum, h. 16.
25
Diketahui bahwa suhu udara senantiasa memberikanpengaruh bagi
tumbuhan mangrove sebagai berikut : (1) suhu berperan penting
dalam proses fisiologis (fotosintesis dan respirasi), (2) produksi daun
baru Avicennia marina terjadi pada suhu 18-20˚C dan jika suhu lebih
tinggi maka reproduksi menjadi berkurang, (3) Rhizophora stylosa,
ceriops, Excocaria, Lumnitzera tumbuh optimal pada suhu 26-28˚C,
(4) Bruguiera tumbuh optimal pada suhu 27˚C, dan xylocarpus
tumbuh optimal pada suhu 21-26˚C.31
Sehingga peranan suhu bagi kelangsungan hidup tanaman mangrove
terlihat jelas pengaruhnya terhadap proses fotosintesis
(penyerbukan/reproduksi), proses respirasi (pernafasan pada tumbuhan),
hingga proses pertumbuhan optimal tanaman mangrove. Di suatu tempat
yang memiliki suhu tinggi tentu jenis tanaman mangrove-nya berbeda
dengan tempat yang memiliki suhu sedang atau rendah.
4. Angin
Angin merupakan unsur iklim dan senantiasa memberi dampak atau
pengaruh pada kehidupan mahluk hidup. Pengaruh yang ditimbulkan bisa
positif dan bisa negatif. Pengaruh positif dapat dilihat ketika angin itu
tidak membahayakan mahluk hidup misalkan pada tumbuhan angin dapat
berperan sebagai penghantar serbuk sari ke kepala putik pada saat proses
penyerbukan atau reproduksi dan sebagainya.
Angin merupakan gerakan atau perpindahan massa udara dari suatu
tempat ke tempat lain secara horizontal. Perpindahan massa udara ini
disebabkan oleh perbedaan tekanan udara secara horizontal.
Perbedaan tekanan udara diakibatkan oleh perbedaan suhu diantara
dua tempat. Suhu udara rendah memiliki tekanan udara tinggi dan
sebaliknya suhu udara tinggi memiliki tekanan rendah.32
Angin dapat juga memberikan dampak negatif bagi mahluk hidup
misalkan ketika terjadi angin topan, putting beliung , dan angin fohn yang
31 A.Fatchan, Geografi Tumbuhan Dan Hewan,h. 124. 32 Andri Noor Ardiansyah, Klimatologi Umum, h. 49.
26
bersifat panas kering yang apabila mengenai daun tumbuhan maka
tumbuhan itu menjadi menguning daunnya dan ahirnya kering.
Sebagaimana diketahui bahwa angin memberikan pengaruh bagi
tumbuhan mangrove, pengaruh tersebut diantaranya: “(1) angin
mempengaruhi terjadinya gelombang dan arus, (2) angin merupakan agen
polinasi dan diseminasi biji sehingga membantu terjadinya proses
reproduksi tumbuhan mangrove”. Di daerah pantai tidak asing lagi jika
kita sering melihat terjadinya gelombang pasang maupun surut ini
dipengaruhi oleh angin yang mana gelombang pasang atau surut tersebut
sangat bermanfaat bagi perkembangan hutan mangrove karena daerah
inilah yang baik untuk habitat tumbuhan mangrove tersebut. Angin juga
membantu proses reproduksi tumbuhan mangrove karena saat angin
bertiup membantu dalam proses penyerbukan yaitu membawa serbuk sari
(sel kelamin jantan) kemudian jatuh diatas kepala putik (sel kelamin
betina) yang nantinya akan menjadi buah baru dalam siklus reproduksi
mangrove.
5. Salinitas atau Kadar Garam
Salinitas atau kadar garam air laut diketahui juga memiliki pengaruh
bagi tumbuhan mangrove . Air laut yang memiliki kadar garam yang
menggenangi akar-akar mangrove pada saat pasang terjadi ternyata
memberikan pengaruh bagi perkembangan tanaman mangrove, pengaruh
tersebut diantaranya:
a. Salinitas optimum yang dibutuhkan mangrove untuk tumbuh
berkisar antara 10-30 ppt, b. salinitas secara langsung dapat
mempengaruhi laju pertumbuhan dan zonasi mangrove, hal ini
terkait dengan frekuensi penggenangan, c. salinitas air akan
meningkat jika pada siang hari cuaca panas dan dalam keadaan
pasang, d. salinitas air tanah lebih rendah dari salinitas air.33
33 A.Fatchan, Geografi Tumbuhan Dan Hewan,h. 125.
27
Salinitas air laut tersebut juga memberikan manfaat bagi tanaman
mangrove untuk tumbuh optimal dan membuat zonasi tertentu pada
tanaman mangrove. Pada saat air laut pasang yaitu ketika posisi bulan
dekat dengan bumi atau ketika bulan purnama maka permukaan air laut
akan naik di belahan bumi tertentu dan permukaan air laut surut di
belahan bumi tertentu pada saat posisi bulan jauh dengan bumi. “Jika
posisi bumi, bulan dan matahari berada pada satu garis lurus, terjadi
pasang tertinggi di salah satu sisi bumi, sedangkan sisi lainnya terjadi air
surut”.34 Kondisi demikian merupakan salah satu faktor pendukung
pertumbuhan dan perkembangan vegetasi mangrove karena salinitas air
laut sampai pada akar-akar mangrove ketika pasang terjadi dan diserap
langsung oleh akar mangrove sebagai nutrisi untuk perkembangan
tanaman mangrove tersebut.
4. Manfaat Hutan Mangrove
Manfaat dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai
“guna” dan bisa juga “laba / untung”. Dengan demikian manfaat hutan
mangrove merupakan nilai guna atau keuntungan yang diperoleh masyarakat
dari berbagai macam komunitas pesisir tropik yang tumbuh dan berkembang
pada daerah muara sungai dan daerah pasang surut air laut.
Sebagai ekosistem khas pesisir, hutan mangrove yang selama ini kita
jumpai di pantai terlihat oleh masyarakat biasa-biasa saja tanpa memberi kesan
apapun, apa lagi memberi mafaat untuk kita. Sebagian lapisan elemen
masyarakat khususnya di sekitar lokasi penelitian misalnya di Kab. Brebes, ada
yang memanfaatkan hutan mangrove sebagai kawasan ekowisata tepatnya di
Desa Kaliwlingi dan Dusun Sigempol, Desa Randusanga Kulon, Kecamatan
Brebes, Kabupaten Brebes, dan yang lainnya. Beberapa penelitian yang
34 Amran Saru, Potensi Ekologis dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove Di Wilayah Pesisir,
(Bogor: PT Penerbit IPB Press, 2014), Cet. I, h. 24.
28
berusaha meneliti tentang manfaat hutan mangrove ahirnya memperoleh
beberapa manfaat yang ada pada hutan mangrove salah satunya yaitu penelitian
yang dilakukan oleh Prof. Dr. Amran Saru , ST, M.Si di Kabupaten Barru,
Sulawesi Selatan, menjelaskan bahwa setidaknya ada beberapa kategori
manfaat hutan mangrove bagi warga setempat yaitu :
1) Manfaat Langsung
Nilai manfaat langsung ekosistem mangrove yang dapat langsung
dirasakan atau dimanfaatkan oleh warga setempat secara ekonomis untuk
memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan warga setempat dari
hasil hutan mangrove baik berupa hasil hutan, keberadaan fauna sekitar yang
berasosiasi dengan hutan mangrove, atau sebagainya. Adapun nilai manfaat
langsung dijabarkan sebagai berikut:
a) Manfaat Kayu, Pemanfaatan hasil hutan mangrove khususnya kayu
di lokasi penelitian umumnya digunakan untuk kayu bangunan, tiang
atau patok parit, pembuatan pintu air di tambak, pembuatan perahu
atau sampan, dan kayu bakar. b) Manfaat arang,Apabila dijumpai
pohon yang mati karena usia tua ranting pohon mangrove yang jatuh,
kayunya bisa digunakan untuk pembuatan arang, c) Manfaat bibit
mangrove, Buah yang matang akan berubah menjadi kecambah pada
pohon induk dan tumbuh dalam semaian tanpa istirahat. Selama waktu
ini semaian akan memanjang dan akan mengalami perubahan distribusi
berat kearah ujung, buah kemudian lepas ke perairan atau ke substrat,
lalu tumbuh sebagi bibit mangrove, d) Manfaat burung, Salah satu
komponen ekosistem mangrove yang hidup berasosiasi dengan
mangrove dibagian batang dan daun mangrove adalah burung, e)
Manfaaat kelelawar, Kelelawar (hewan mamalia) pada siang hari
sangat banyak dijumpai bergelantungan di pohon mangrove, dimalam
hari mereka akan terbang keluar pulau untuk mencari makan ditempat
lain, kemudian menjelang subuh mereka akan kembali ke tempat
hunian semula, f) Manfaat ikan, Daerah penangkapan ikan biasanya
berada di sekitar hutan mangrove atau dengan jarak tertentu dari garis
pantai, g) Manfaat udang, Daerah penangkapan udang biasanya
dilakukan disekitar ekosistem mangrove, h) Manfaat kepiting,
Penangkapan kepiting bisa dilakukan pada musim timur karena kondisi
perairan relatif lebih tenang atau pada kondisi air pasang naik karena
pada kepiting biasanya dalam keadaan berisi (dagingnya padat), i)
Manfaat kerang-kerangan, Daerah penangkapan kerang-kerangan
29
biasanya dilakukan di sekitar hutan mangrove, biasanya kerang-
kerangan dengan mudah dapat dikumpulkan pada saat air surut, j)
Manfaat tambak, Masyarakat biasanya menanam mangrove
disepanjang garis pantai kearah laut. Jika mangrove tersebut tumbuh
menjadi pohon yang besar dan diperkirakan sudah dapat berfungsi
untuk melindungi pantai dari abrasi, pohon mangrove yang berada
dibelakang kearah darat akan ditebang untuk dijadiakan tambak.35
2) Manfaat tidak langsung
Manfaat tidak langsung merupakan nilai guna ekosistem mangrove
secara tidak langsung dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat setempat.
Manfaat tidak langsung hutan mangrove merupakan manfaat yang berkaitan
dengan lingkungan sekitar dan keasrian ekosistem pesisir. Keberadaan hutan
mangrove secara tidak langsung memberikan kontribusi terhadap kelestarian
lingkungan baik secara fisik maupun ekobiologi. “Jika ekosistem mangrove
berada dalam kondisi yang baik, secara fisik mangrove dapat berfungsi
sebagai pelindung pantai dari gelombang, badai angin topan, dan intrusi air
laut”.36 Hutan mangrove yang tumbuh subur hingga menjadi pohon-pohon
besar akan kuat dan kokoh di pesisir pantai sebagai penahan gelombang air
laut bahkan jika tsunami terjadi dapat meminimalisir terjangan gelombang
yang hendak kearah pemukiman warga setempat.
Secara ekologis, hutan mangrove dapat menghasilkan bahan organik
yang berasal dari guguran daun atau serasah mangrove. Selanjutnya
mikroorganisme melalui proses decomposer (penguraian) dapat
merubah bahan-bahan organik tersebut menjadi unsur anorganik
seperti N dan P yang merupakan komponen hutan yang dibutuhkan
untuk mempertahankan maupun meningkatkan kesuburan perairan37.
Dengan adanya hutan mangrove kesuburan perairan menjadi terjaga
karena serasah hutan mangrove dapat menyuburkan perairan dan dapat
menjadi bahan makanan organisme yang berada disekitar perairan yang
35 Ibid., h. 88-93.
36Ibid., h. 97.
37Ibid., h. 98.
30
terdapat hutan mangrove. Oleh karena itu, “secara ekologis dan biologis
hutan mangrove dapat berfungsi sebagai tempat mencari makan (feeding
ground), tempat membesarkan anak (nursery ground), dan tempat pemijahan
(spawing ground) berbagai jenis organisme perairan”38.
3) Manfaat Pilihan
Hutan mangrove selain memiliki manfaat langung dan manfaat tidak
langsung juga memiliki manfaat pilihan, “Manfaat pilihan adalah suatu
bentuk pemanfaatan potensi ekosistem mangrove pada masa mendatang
dengan memperhitungkan manfaat atau nilai keanekaragaman hayati
ekosistem mangrove yang dianalisis menggunakan metode Benafit
Transfer”39. Mengacu pada standar manfaat tidak langsung hutan mangrove
menurut Ruitenbeek dengan nilai standar biodiversity sekitar US$15 per
hektar per tahun. Maka perhitungan manfaat pilihan hutan mangrove yang
ada di suatu kawasan pesisir dapat dihitung dengan rumus Manfaat
biodiversity = US$15/ha/tahun x Luas x KRT-US$ (KRT= Kurs Rupiah
Terhadap Dolar). Misalkan di suatu kecamatan x pada tahun y memiliki luas
hutan mangrove 10 ha, kemudian kurs rupiah terhadap dolar saat itu 10.000,
Maka dapat diketahui manfaat pilihan hutan mangrove di kecamatan x pada
tahun y = US$ 15 x 10 x 10.000 = US$ 1.500.000.
B. Definisi Operasional
Definisi operasional ini dimaksudkan untuk membatasi makna dari setiap
variabel yang akan dibahas, beberapa variabel tersebut diantaranya:
1. Pemahaman didefinisikan sebagai sebuah proses yang tidak hanya
mengutamakan aspek kognitif atau pengetahuan semata melainkan sebuah
proses olah fikir yang dilakukan seseorang yang bersumber dari sebuah
38Ibid., h. 98-99. 39Ibid., h. 99.
31
pengetahuan, pengalaman, kejadian atau fakta yang telah diterima yang
kemudian dapat diaplikasikan kedalam bentuk perbuatan atau tindakan atau
dapat juga di transfer atau diterangkan kembali kepada orang lain.
2. Masyarakat adalah sekumpulan orang / manusia yang secara bersama saling
berinteraksi secara berkelanjutan dan menempati suatu wilayah tertentu dan
memiliki kesamaan tertentu yang membentuk suatu kesatuan hidup seperti
kesamaan aturan-aturan yang mengatur pola tingkah laku anggotanya (adat-
istiadat, norma, hukum, dan aturan-aturan knusus lainnya) yang menjadi sebuah
ciri atau identitas bersama.
3. Pesisir merupakan wilayah peralihan antara daratan dan lautan yang secara
langsung mendapat pengaruh pasang dan surut air laut.
4. Masyarakat pesisir adalah sekumpulan orang / manusia yang secara bersama
saling berinteraksi secara berkelanjutan dan menempati suatu wilayah peralihan
antara daratan dan lautan dan memiliki kesamaan tertentu yang membentuk
suatu kesatuan hidup seperti kesamaan aturan-aturan yang mengatur pola
tingkah laku anggotanya (adat-istiadat, norma, hukum, dan aturan-aturan
knusus lainnya) yang menjadi sebuah ciri atau identitas bersama.
5. Hutan mangrove adalah area tanah yang luas yang ditumbuhi oleh berbagai
macam komunitas pesisir tropik yang tumbuh dan berkembang pada daerah
muara sungai dan daerah pasang surut air laut.
6. Manfaat hutan mangrove merupakan nilai guna atau keuntungan yang diperoleh
masyarakat dari berbagai macam komunitas pesisir tropik yang tumbuh dan
berkembang pada daerah muara sungai dan daerah pasang surut air laut.
32
C. Bahasan Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan
Sebagai bahan rujukan atau untuk membuktikan bahwa adanya keterkaitan
antara penelitian ini dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
dan untuk menghindari manipulasi data baik dari jurnal ilmiah, skripsi, tesis dan
sebagainya, uraian berikut akan membahas hasil penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini, seperti terlihat pada
Tabel 2.1
Tabel 2.1
Hasil Penelitian yang Relevan
No Judul/Penul
is
Sumber/
Tahun
Hasil
Penelitian
Persamaan Perbedaan
1. Nilai Manfaat
Mangrove
Sebagai
Pelestarian
Lingkungan
Hidup Di
Desa Olaya
Kecamatan
Parigi
Kabupaten
Parigi
Moutong,
Sulawesi
Tengah.
Ditulis oleh
Evi Aflaha
Jurnal
Ilmiah,
UNTAD
tahun
2014
diterbitkan
oleh e-
journal
Geo-
Tadulako
Pengetahuan
masyarakat
tentang hutan
mangrove
dalam kategori
sangat
mendukung.
Meneliti
tentang
manfaat
mangrove
bagi
masyarakat
setempat.
Perbedaan
lokasi
penelitian dan
teknik analisis
vegetasi
mangrove.
33
Tabel 2.1 (Lanjutan)
2. Partisipasi
Masyarakat
Pesisir Dalam
Pengelolaan
Ekosistem
Hutan
Mangrove
Berkelanjutan
Di Kabupaten
Indramayu.
Ditulis Oleh
Iwang Gumilar
Jurnal
Akuatika
Volume
III, No.2,
Septembe
r, 2012.
Partisipasi
masyarakat
dalam
pelestarian
lingkungan
meningkat.
Menganalisis
persepsi dan
partisipasi
masyarakat
dalam
pelestarian
ekosistem
hutan
mangrove
Perbedaan
lokasi
penelitian
dan metode
penelitian.
3. Keberadaan
Mangrove dan
Produksi Ikan
Di Desa
Grinting,
Kecamatan
Bulakamba,
Kabupaten
Brebes. Ditulis
oleh Edi Fajar
Prahastianto.
Skripsi,
Institut
Pertania
n Bogor
tahun
2010.
Keberadaan
mangrove di
lokasi
penelitian
sebagian besar
didominasi
oleh jenis
Rhizophora
mucronata
Meneliti
tentang
kondisi
ekosistem
mangrove.
Perbedaan
variabel
dan metode
penelitian.
34
D. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan sebuah informasi yang menjelaskan secara
garis besar alur logika berjalannya sebuah penelitian biasanya dapat berupa
gambar atau diagram dan sebagainya, kerangka pemikiran dalam penelitian ini
akan di jelaskan seperti terlihat pada Gambar 2.1
Gambar 2.1
Manfaat Hutan mangrove
Pemahaman Masyarakat Pesisir
Indikator pemahaman:
1. Pengetahuan
2. Kesadaran
3. Partisipasi/ keikutsertaan
Presentase (%)
35
Kerangka pemikiran pada gambar diatas dapat dijelaskan bahwa garis lurus
(vertikal) pertama menunjukkan jika tujuan dari penelitian ini adalah melihat
bagaimana pemahamann masyarakat pesisir terhadap manfaat hutan mangrove,
Kemudian garis vertikal kedua menunjukkan bahwa indikator dari pemahaman
sekaligus sebagai indikator untuk angket penelitian nantinya dalam penelitian ini
terbagi dalam tiga indikator utama yaitu 1) Pengetahuan tentang manfaat hutan
mangrove, 2) Kesadaran akan pentingnya hutan mangrove bagi warga setempat,
dan 3) Partisipasi atau keikutsertaan dalam hal melestarikan hutan mangrove.
Ketiga indikator tersebut selanjutnya digunakan untuk menyusun beberapa
pernyataan dalam kisi-kisi angket yang kemudian dibentuk beberapa pernyataan
atau pertanyaan dalam angket penelitian yang nantinya disebarkan ke beberapa
warga di lokasi penelitian untuk di isi. Proses berikutnya yaitu hasil angket
dianalisis untuk mengetahui berapa presentase pemahaman masyarakat pesisir baik
di tinjau dari pengetahuan, kesadaran, dan partisipasi terhadap manfaat hutan
mangrove .
Dengan adanya kerangka pemikiran tersebut memudahkan peneliti dalam
menyelesaikan penyusunan laporan hasil penelitian, misalnya dalam penyusunan
indikator angket, pembuatan kisi-kisi angket penelitian memerlukan kerangka
pemikiran dan sekaligus agar tujuan dari penelitian ini tidak melenceng atau
melebar ke pembahasan yang diluar judul atau tema dalam penelitian ini. Selain
itu, kerangka pemikiran juga memperjelas bagaimana proses dari sebuah penelitian
itu dilakukan sehingga dapat memudahkan pembaca dalam melihat tujuan dari
sebuah hasil karya atau penelitian seseorang, karena dalam sebuah karya ilmiah
kerangka pemikiran biasanya terlihat dengan jelas semua variabel dan
indikatornya, namun kerangka pemikiran hanya sebuah penjelasan sementara atau
hanya gambaran umum saja dari sebuah penelitian untuk menunjukkan ada atau
tidaknya korelasi antara variabel yang hendak di teliti.
36
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan metode
deskriptif kualitatif. “Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian
naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural
setting)”1. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang “ditujukan untuk
mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik
fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia”2.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat Penelitian ini dilakukan di Desa Randusanga Kulon, Kecamatan
Brebes, Kabupaten Brebes. Kabupaten Brebes merupakan suatu daerah otonom
di provinsi Jawa Tengah terletak disepanjang pantai utara Laut Jawa pada titik
koordinat 6˚4̍ -7˚21̍ Lintang Selatan dan antara 108˚ 41̍ - 109˚ 11̍ Bujur Timur.
Memanjang ke selatan Kabupaten Brebes berbatasan dengan wilayah
Karesidenan Banyumas, sebelah timur berbatasan dengan Kota Tegal dan
Kabupaten Tegal, dan sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat.
Desa Randusanga kulon terletak pada koordinat 06˚49̍ 19̎ garis Lintang Selatan
dan 109˚03̍ 57̎ garis Bujur Timur.
Desa Randusanga Kulon merupakan sebuah Desa yang berada di
Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes. Kecamatan Brebes secara geografis
terletak di sebelah tenggara Kabupaten Brebes, sebelah utara berbatasan dengan
Laut Jawa, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Jatibarang, sebelah
1 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung : Alfabeta, 2013), Cet. ke-16, h. 14
2 Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan, ( Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2012),
Cet. ke-8, h. 72
37
barat berbatasan dengan Kecamatan Wanasari, dan sebelah timur
berbatasan dengan Kota dan Kabupaten Tegal. Desa Randusanga Kulon
letaknya dekat dengan garis pantai Laut Jawa bagian Utara, secara umum
gambaran lokasi penelitian seperti terlihat pada Gambar 3.1
Peta Lokasi Penelitian
Gambar 3.1
Secara umum tempat penelitian merupakan area tambak sebagai tempat
budidaya berbagai jenis ikan dan budidaya rumput laut sebagai komoditas
utama warga Desa Randusanga Kulon. Pemukiman warga tersebar di beberapa
titik, sebagian pola pemukiman penduduk memanjang mengikuti akses jalan
yang biasa dilalui oleh warga “pemukiman penduduk di dataran rendah
umumnya memanjang sejajar dengan rentangan jalan raya yang menembus desa
38
yang bersangkutan”3. Desa Randusanga Kulon terbagi atas 3 pedukuhan yakni
dukuh Sigempol, Sikubur, dan Bajang Sari.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilakukan bertahap mulai dari perencanaan,
observasi ke tempat penelitian, pengumpulan data, hingga penyusunan laporan
hasil penelitian. Adapun tahap-tahap dalam penelitian seperti ditunjukkan Tabel
3.1
Tabel 3.1
Tahapan Penelitian
Kegiatan Waktu Pelaksanaan (Bulan)
Oktober
2018 Nov-18
Desember
2018 Januari 2019
Pembuatan proposal
penelitian 2
Observasi lokasi penelitian 10
Meminta izin penelitian
kepada kepala Desa 15
Wawancara dengan kepala
Desa 16
Meminta dokumentasi
dengan staf perangkat
desa terkait tentang kondisi
sosial, ekonomi warga
8
Observasi vegetasi
mangrove 11
Menyebarkan angket
penelitian 5
Pengumpulan data 7
Penyusunan Laporan 20
*Keterangan: Bagian yang diarsir merupakan tangal pelaksanaan tahapan
penelitian.
3 N. Daljoeni, Geografi Kota dan Desa, (Yogyakarta : Penerbit Ombak, 2014), Cet. 2, h. 58
39
C.Bahan dan Alat
1. Bahan :
- Peta RBI Lembar Brebes (1309-313) tahun 2000
- Data Monografi Desa Randusanga Kulon tahun 2015
- Kerjas kerja
- Angket penelitian
2. Alat :
- Roll meter
- Meteran plastik (panjang 1-3 meter)
- Tali transek ukuran 10 m x 10 m
- Alat tulis menulis (pensil, pulpen, buku, dan lain-lain)
- Global Positioning System (GPS)
- Kamera digital
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah “wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek/ subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.Adapun sumber
lain yang menyatakan bahwa “populasi adalah keseluruhan objek penelitian
yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuhan-tumbuhan, gejala-
gejala, nilai tes, atau peristiwa-peristiwa sebagai sumberdaya yang memiliki
karakteristik tertentu di dalam susatu penelitian”4 . Berdasarkan konsep ini
maka dapat ditegaskan bahwa popolasi dalam penelitian ini adalah warga
4 S Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, ( Bandung : PT. Remaja Rosda Karya,
2013), Cet. ke-8, h. 118
40
masyarakat pesisir desa Randusanga kulon dan kawasan mangrove yang
terdapat di pesisir desa Randusanga kulon.
2. Sampel
Sampel adalah “sebagai bagian dari populasi, sebagai contoh (monster)
yang diambil dengan menggunakan cara tertentu”5. Dalam penelitian ini
menggunakan sampling purposive, yaitu “teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu. misalnya akan melakukan penelitian tentang kualitas
makanan, maka sumber datanya adalah orang yang ahli makanan, atau
penelitian tentang kondisi politik di suatu daerah, maka sampel sumber datanya
adalah orang yang ahli politik”6.
Berdasarkan konsep tersebut, maka sampel dalam penelitian ini dipilih
sampelnya adalah ketua RT setempat yang berada di sekitar lokasi kawasan
Hutan mangrove dan beberapa warga yang berdomisili di sekitar kawasan
ekosistem mangrove, karena ketua RT merupakan orang yang berpengaruh
terhadap lingkungan setempat. Dari sumber data Badan Pusat Statistik (BPS)
kecamatan Brebes tahun 2016 diketahui “jumlah Rukun Tetangga desa
Randusanga Kulon ada 30”7, namun peneliti menetapkan sampel dalam
penelitian ini adalah Kepala Desa setempat, dan ketua RT, serta beberapa
warga yang tinggal di sekitar kawasan ekosistem hutan mangrove.
E. Jenis dan Sumber Data
Peneliti dalam penelitian ini menggunakan dua jenis sumber data yaitu data
primer dan data sekunder. Sumber data primer dalam penelitian ini peneliti
menggunakan angket penelitian, sedangkan data sekundernya yaitu berupa data-
data penunjang yang dikumpulkan dari beberapa sumber, pertama yaitu dari profil
5 Ibid., h. 121.
6 Sugiyono, Metode….., h.124
7 Kecamatan Brebes Dalam Angka 2016
41
desa yang didapat dari kantor Balai Desa Randusanga Kulon, kemudian dari buku-
buku karangan penulis lainnya yang berkaitan dengan penelitian, artikel-artikel
yang berhubungan dengan materi penelitian, atau jurnal ilmiah yang berkaitan
dengan materi penelitian ini.
F. Teknik Pengumpulan Data
Pengambilan data masyarakat setempat teknik pengumpulan datanya
menggunakan teknik observasi, penyebaran kuesioner / angket penelitian, dan
dokumentasi.“Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
responden untuk dijawabnya”.8 Disamping itu, peneliti menggunakan teknik
dokumentasi agar data-data yang didapat dari ketiga teknik pengumpulan data
tersebut lebih kredibel, dengan didukung oleh foto-foto dan sebagainya. “Hasil
penelitian juga akan semakin kredibel apabila didukukung oleh foto-foto atau
karya tulis akademik dan seni yang telah ada. Photographs provide strikingly
deskriptive data, are often used to understant the subjektive and is product are
frequelty analyzed inductive”.9
Pelaksanaan pengumpulan data mangrove dilakukan dengan metode observasi
lapangan (data primer) yang bertujuan untuk mengetahui kerapatan jenis i (Di),
frekuensi jenis i (Fi), dan penutupan jenis i (Ci) dilakukan dengan menggunakan
metode transek, yaitu membuat garis transek sepanjang 100 meter atau 500 meter
dengan lebar 10 meter sampai 20 meter. Pada setiap transek yang telah dibentuk
pada masing-masing stasiun pengamatan dibuat plot ukuran bertingkat masing-
masing 10 m x 10 m untuk tingkat pohon; 5 m x 5 m untuk tingkat
pancang/anakan; dan 1 m x 1 m untuk tingkat semaian, kemudian dicatat seluruh
jenis dan jumlah pohon mangrove yang tumbuh dalam luasan plot tersebut.
Untuk lebih jelasnya akan di sajikan dalam Gambar 3.2
8 Ibid., h. 199. 9 Ibid., h. 330.
42
Bagan transek cuplikan vegetasi mangrove di lapangan
C
garis rintis
10 m
C
10 m
Gambar 3.2
Keterangan :
Petak A : Sub-plot untuk semaian, ukuran 1 m x 1 m
Petak B : Sub-plot untuk pancang/anakan, ukuran 5 m x 5 m
Petak C : Sub-plot untuk pohon, ukuran 10 m x 10 m
G. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua macam yaitu analisis
data angket penelitian dan analisis data mangrove di lokasi penelitian. Teknik
analisis data angket menggunakan teknik analisis presentase sebagai berikut:
1. Teknik Analisis Data Vegetasi Mangrove
Data vegetasi mangrove yang diperoleh dari lapangan selanjutnya dianalisis
untuk mengetahui kerapatan jenis i (Di), frekuensi jenis i (Fi), dan penutupan
jenis i (Ci), dengan rumus sebagai berikut:
B
BB
B
A
A
43
1. Kerapatan jenis i (Di) adalah jumlah tegakan jenis i dalam satu unit area ,
dengan rumus : 𝐷𝑖 =ni
A dan RDi =
ni
∑n x100%
Keterangan : Di = kerapatan jenis i (indiv/m²),
ni = Jumlah total tegakan jenis i,
A = Luas total area pengamatan sampel (m²),
RDi = Kerapatan relatif jenis i (%)
∑n = Jumlah total tegakan seluruh jenis.10
2. Frekuensi jenis i (Fi) adalah peluang jenis i dalam plot, dapat dihitung
dengan rumus: 𝐹𝑖 =Pi
∑p dan RFi=
Fi
∑F , dengan Keterangan :
Fi = Frekuensi jemis i, pi = Jumlah plot ditemukannya jenis i, ∑p = Jumlah
total plot yang diamati, Rfi = Frekuensi relatif jenis i(%), ∑F = Jumlah
frekuensi seluruh jenis11
3. Penutupan jenis i (Ci) adalah luas penutupan jenis i dalam plot yang
dihitung dengan rumus : 𝐶𝑖 =∑BA
A dan 𝑅𝐶𝑖 =
Ci
∑C
Keterangan : Ci = Penutupan jenis i dalam satu unit area
A = Luas total plot (m²)
∑C = Jumlah penutupan dari semua jenis
RCi = Penutupan relatif jenis i (%)
DBH = Lingkar batang (m)
BA = 𝜋𝐷𝐵𝐻2 / 4.12
10 Amran Saru, Potensi Ekologis dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove Di Wilayah Pesisir,
(Bogor: PT Penerbit IPB Press, 2014), Cet. I, h. 109 11 Ibid.,
12 Ibid., h. 110
44
2. Teknik Analisis Data Angket Penelitian
Data-data yang diperoleh dari proses penyebaran angket selanjutnya
diolah dan dianalisis untuk mendapatkan informasi dari angket tersebut. Setelah
data terkumpul dari hasil pengedaran angket kepada responden dan siap di olah
maka proses selanjutnya adalah data diinput secara bertahap ke dalam sebuah
tabel sebelum dilakukannya analisis data secara kualitatif. Beberapa penulis
mendefinisikan proses ini sebagai proses tabulasi data adapun pengertian
tentang tabulasi data yaitu “tabulasi adalah proses menempatkan data dalam
bentuk tabel dengan cara membuat tabel yang berisikan data sesuai dengan
kebutuhan analisis”13
Proses berikutnya setelah semua data sudah tersusun dalam sebuah tabel
maka proses berikutnya adalah menganalisis data secara kualitatif. Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisis persentase, rumus
persentase yang digunakan adalah sebagai berikut:
𝑷 =𝐟
𝐍 X 100%
Dengan keterangan sebagai berikut:
P = angka persentase.
f = frekuensi yang sedang dicari presentasinya.
N = Number of Cases (Jumlah frekuensi/ banyaknya individu).14
13Ihat Hatimah,Rudi Susilana, dan Nur Aedi, Penelitian Pendidikan, (Bandung : UPI PRESS,
2007), Cet I, h. 198
14 Anas Sudjono, Pengantar Statistik Pendidikan , (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada,
2014), cet. ke-25, h. 43
45
H. Kisi-kisi Instrumen Penelitian
Kisi-kisi instrumren penelitian merupakan langkah awal dalam menyusun
sebuah angket penelitian, dengan mengacu pada variabel-variabel yang sudah di
tetapkan oleh peneliti sehingga diharapkan dapat membantu mempermudah
peneliti dalam menyusun angket penelitian. Beberapa kisi-kisi instrumen dalam
penelitian ini di tunjukkan pada Tabel 3.2
Tabel. 3.2
Kisi-kisi angket penelitian
No. Variabel Indikator Nomor Soal
1. Pemahaman
masyarakat
pesisir
a.Mengetahui keberadaan hutan
mangrove di desa setempat
1-4
b.Menyadari pentingnya peranan
hutan mangrove bagi warga setempat
5-10
c.Ikut serta dalam melestarikan hutan
mangrove di desa setempat
11-15
2.
Manfaat
Hutan
Mangrove
a. Manfaat Langsung 16-20
b. Manfaat tidak langsung 20-23
c. Manfaat pilihan 24-25
46
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran umum Desa Randusanga Kulon
Kondisi fisik wilayah penelitian secara umum dapat digambarkan sebagai
berikut. Secara administratif, Desa Randusanga Kulon adalah salah satu desa yang
ada di Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes. Sebagian besar desa Randusanga
Kulon merupakan areal tambak yakni sekitar 50% dari total luas wilayah desa
Randusanga Kulon. Tambak-tambak tersebut dimiliki oleh warga setempat yang
sebagian besar bermata pencaharian menjadi petani tambak. Walaupun tidak
semua warga setempat bermata pencaharian menjadi petani tambak, ada yang
berprofesi sebagai nelayan, petani sawah, pegawai negeri/ swasta, dan sebagainya.
Desa Randusanga Kulon memliki luas wilayah sekitar 1.365 Ha dan terletak 2
meter diatas permukaan laut (2m dpl), yang secara astronomis terletak pada titik
koordinat 06˚ 49̍ 19̎ garis lintang selatan dan 109˚ 03̍ 57̎ garis bujur timur. Desa
Randusanga Kulon secara geografis memiliki batas wilayah yaitu di sebelah utara
berbatasan langsung dengan Laut Jawa, di sebelah selatan berbatasan dengan
Kelurahan Limbangan, dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Randusanga
Wetan, serta di sebelah barat berbatasan dengan Desa Kedunguter.
B. Kondisi ekosistem Mangrove di Desa Randusanga Kulon
Kawasan hutan mangrove di lokasi penelitian berupa sekumpulan mangrove
yang tumbuh dan berkembang pada tanah timbul seluas ± 400 ha. Kondisi
ekosistem mangrove di Desa Randusanga kulon mengalami kerusakan pada
tingkat kerusakan “sedang” hal ini berdasarkan ukuran kriteria baku kerusakan
mangrove. Penilaian tingkat kerusakan mangrove dilakukan melalui pendekatan
parameter penutupan atau kerapatan mangrove. Kriteria tingkat kerusakan
didasarkan pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.201 Tahun
47
2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove seperti
terlihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1
Kriteria baku kerusakan mangrove1
Kriteria Penutupan(%) Kerapatan(Pohon/ha)
Baik Sangat Padat ≥ 75 ≥ 1.500
Sedang ≥ 50 − < 75 ≥ 1.000 − < 1500
Rusak Jarang < 50 < 1.000
Vegetasi mangrove yang ditemukan di lokasi penelitian didominasi oleh jenis
Rhizophora yaitu Rhizophora Mucronata, Rhizophora Apicualta, Rhizophora
Stylosa, Bruguiera Gymnorrhiza dan Avicennia Alba berukuran besar
mendominasi kawasan ini dan tumbuh secara alami. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Suedy dkk yang menyatakan bahwa “Vegetasi
mangrove yang ada di desa Randusanga Kulon didominasi oleh jenis
Rhizophoraceae.”2Vegetasi mangrove dengan jenis Rhizophora Mucronata
ditunjukkan pada gambar 4.1
1 Amran Saru, Potensi Ekologis dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove Di Wilayah Pesisir,
(Bogor: PT Penerbit IPB Press, 2014), Cet. I, h. 215.
2S.W.A Suedy, dkk., “Keanekaragaman Flora Hutan Mangrove di Pantai randusanga Brebes
Berdasarkan Bukti Palinologinya”Prosiding Seminar Nasional, Purwokerto, 16 September 2006, h.4.
48
Gambar 4.1 Rhizophora Mucronata
Deskripsi : Pohon dengan ketinggian mencapai 27 m, jarang melebihi 30 m.
Batang memiliki diameter hingga 70 cm dengan kulit kayu berwarna gelap hingga
hitam dan terdapat celah horizontal. Akar tunjang dan akar udara yang tumbuh
dari percabangan bagian bawah. Daun berkulit. Gagang daun berwarna hijau,
Bentuk daun : elips melebar hingga bulat memanjang. Ujung: meruncing.
Pemanfaaatan: Kayu digunakan sebagai bahan bakar dan arang. Tanin dari
kulit kayu digunakan untuk pewarnaan, dan kadang-kadang digunakan sebagai
obat dalam kasus hematuria (perdarahan pada air seni). Kadang-kadang ditanam di
sepanjang tambak untuk melindungi pematang. Vegetasi mangrove dengan jenis
Rhizophora Apiculata ditunjukkan pada gambar 4.2
Gambar 4.2 Rhizophora Apiculata
Deskripsi : Pohon dengan ketinggian mencapai 30 m dengan diameter batang
mencapai 50 cm. Memiliki perakaran yang khas hingga mencapai ketinggian 5
meter, dan kadang-kadang memiliki akar udara yang keluar dari cabang. Kulit
kayu berwarna abu-abu tua dan berubah-ubah. Daun Berkulit, warna hijau tua
dengan hijau muda pada bagian tengah dan kemerahan di bagian bawah. Gagang
daun panjangnya 17-35 mm dan warnanya kemerahan,Bentuk: elips menyempit.
Ujung: meruncing, tak bertangkai. Buah kasar berbentuk bulat memanjang hingga
seperti buah pir. Tumbuh pada tanah berlumpur, halus, dalam dan tergenang pada
49
saat pasang normal. Tidak menyukai substrat yang lebih keras yang bercampur
dengan pasir. Menyukai perairan pasang surut yang memiliki pengaruh masukan
air tawar yang kuat secara permanen. Percabangan akarnya dapat tumbuh secara
abnormal karena gangguan kumbang yang menyerang ujung akar. Kepiting dapat
juga menghambat pertumbuhan mereka karena mengganggu kulit akar anakan.
Tumbuh lambat, tetapi perbungaan terdapat sepanjang tahun.
Pemanfaatan : Kayu dimanfaatkan untuk bahan bangunan, kayu bakar dan
arang. Kulit kayu berisi hingga 30% tanin (per sen berat kering). Cabang akar
dapat digunakan sebagai jangkar dengan diberati batu. Seringkali ditanam di
pinggiran tambak untuk melindungi pematang. Sering digunakan sebagai tanaman
penghijauan. Vegetasi mangrove dengan jenis Rhizophora Stylosa ditunjukkan
pada gambar 4.3
Gambar 4.3 Rhizophora Stylosa
Deskripsi : Pohon dengan satu atau banyak batang, tinggi hingga 10 m. Kulit
kayu halus, bercelah, berwarna abu-abu hingga hitam. Memiliki akar tunjang
dengan panjang hingga 3 m, dan akar udara yang tumbuh dari cabang bawah.
Daun berkulit, berbintik teratur di lapisan bawah, gagang daun berwarna hijau,
panjang gagang 1-3,5 cm, bentuk: elips melebar, ujung: meruncing, gagang kepala
bunga seperti cagak, masing-masing menempel pada gagang individu yang
panjangnya 2,5-5 cm. Tumbuh pada habitat yang beragam di daerah pasang surut:
50
lumpur, pasir dan batu. Menyukai pematang sungai pasang surut, tetapi juga
sebagai jenis pionir di lingkungan pesisir atau pada bagian daratan dari mangrove.
Penyebaran : Di Taiwan, Malaysia, Filipina, sepanjang Indonesia, Papua New
Guinea dan Australia Tropis. Tercatat dari Jawa, Bali, Lombok, Sumatera,
Sulawesi, Sumba, Sumbawa, Maluku dan Irian Jaya.Umumnya dimanfaatkan
warga setempat diambil kayunya sebagai bahan bangunan, kayu bakar, dan arang.
Vegetasi mangrove dengan jenis Bruguiera Gymnorrizha ditunjukkan pada
gambar 4.4
Gambar 4.4 Bruguiera Gymnorrizha
Deskripsi : Pohon yang selalu hijau dengan ketinggian kadang-kadang
mencapai 30 m. Kulit kayu permukaannya halus hingga kasar, berwarna abu-abu
tua sampai coklat (warna berubah-ubah). Akarnya seperti papan melebar ke
samping di bagian pangkal pohon, juga memiliki sejumlah akar lutut. Daun
berkulit, berwarna hijau pada lapisan atas dan hijau kekuningan pada bagian
bawahnya dengan bercak-bercak hitam (ada juga yang tidak). Bentuk : elips
sampai elips-lanset dengan jung meruncing. Bunga bergelantungan dengan
panjang tangkai bunga antara 9-25 mm, letak bunga di ketiak daun, menggantung.
Buah melingkar spiral, bundar melintang, panjang 2-2,5 cm. Merupakan jenis yang
dominan pada hutan mangrove yang tinggi dan merupakan ciri dari perkembangan
tahap akhir dari hutan pantai, serta tahap awal dalam transisi menjadi tipe vegetasi
51
daratan. Tumbuh di areal dengan salinitas rendah dan kering, serta tanah yang
memiliki erosii yang baik. Jenis ini toleran terhadap daerah terlindung maupun
yang mendapat sinar matahari langsung. Mereka juga tumbuh pada tepi daratan
dari mangrove, sepanjang tambak serta sungai pasang surut dan payau.
Penyebaran: Afrika Timur dan Madagaskar hingga Sri Lanka, Malaysia dan
Indonesia menuju wilayah Pasifik Barat dan Australia Tropis. Pemanfaatan:
Bagian dalam hipokotil dimakan (manisan kandeka), dicampur dengan gula.
Kayunya yang berwarna merah digunakan sebagai kayu bakar dan untuk membuat
arang. Vegetasi mangrove dengan jenis Avicennia Alba ditunjukkan pada gambar
4.5
Gambar 4.5 Avicennia Alba
Deskripsi: Belukar atau pohon yang tumbuh menyebar dengan ketinggian
mencapai 25 m. Kumpulan pohon membentuk sistem perakaran horizontal dan
akar nafas yang rumit. Permukaan daun halus, bagian atas hijau mengkilat,
bawahnya pucat. Bentuk daun lanset (seperti daun akasia) kadang elips, dengan
ujung meruncing. Bentuk bunga seperti trisula dengan gerombolan bunga
(kuning) hampir di sepanjang ruas tandan. Letak: di ujung/pada tangkai bunga.
Bentuk buah seperti kerucut/cabe/mente, dan berwarna hijau muda kekuningan.
Habitat mangrove di lokasi pantai yang terlindung, juga di bagian yang lebih asin
di sepanjang pinggiran sungai yang dipengaruhi pasang surut, serta di sepanjang
garis pantai. Mereka umumnya menyukai bagian muka teluk. Akarnya dilaporkan
52
dapat membantu pengikatan sedimen dan mempercepat proses pembentukan
daratan.
Penyebaran : Ditemukan di seluruh Indonesia. Dari India sampai Indo Cina,
melalui Malaysia dan Indonesia hingga ke Filipina. Pemanfaatan : Batang pohon
digunakan untuk kayu bakar dan bahan bangunan bermutu rendah, buah dapat
dimakan.
Vegetasi mangrove diamati pada transek yang terbuat dari tali plastik atau
rafia dengan luas 100m² (10 x 10 m). Lokasi pengamatan dan penelitian di desa
Randusanga Kulon tepatnya di sekitar muara Kali Kamal yang terdapat saluran-
saluran air (kanal) menuju tambak warga setempat dengan luas lahan sekitar ±4 ha
yang terbagi atas 4 (empat) kanal yaitu kanal I,II,III dan kanal IV.
Vegetasi mangrove tingkat pohon pada untuk kanal I, II, III, dan IV berturut-
turut diperoleh jumlah tegakan dengan rata-rata sebanyak 15, 25, 20, dan 30
individu tiap luas pengamatan. Vegetasi mangrove tingkat anakan pada kanal I, II,
III, dan IV diperoleh jumlah tegakan rata-rata sebanyak 20, 30, 25, dan 40 individu
tiap luas pengamatan. Dan vegetasi mangrove tingkat semai pada kanal I, II, III,
dan IV diperoleh jumlah tegakan rata-rata sebanyak 200, 145, 250, dan 450
individu tiap luas pengamatan. Kondisi vegetasi mangrove di lokasi penelitian
dapat dilihat pada gambar 4.6
Gambar 4.6 Jumlah tegakan rata-rata vegetasi mangrove tiap kanal
(Individu/100m²)
Pohon
Kanal IV30
Kanal I15
Kanal II25
Kanal III20
Anakan
Kanal I20
Kanal II30
Kanal III25
Kanal IV40
Semai
Kanal I200
Kanal II145
Kanal III250
Kanal IV450
53
C. Kondisi Sosial Ekonomi Warga Desa Randusa Kulon
Kondisi sosial dan kependudukan merupakan salah satu faktor yang sangat
penting sekali dalam pengelolaan sumber daya pesisir salah satunya pengelolaan
ekosistem mangrove, karena “daerah hutan bakau merupakan suatu tempat yang
bergerak, di mana tanah lumpur dan daratan secara terus menerus dibentuk oleh
tumbuhan-tumbuhan yang kemudian secara perlahan-lahan berubah menjadi semi
daratan”3 maka butuh pengelolaan yang efisien dan berkelanjutan dari pemerintah
atau penduduk lokal.
Kondisi sosial masyarakat dapat memberikan gambaran tentang tingkat
kesejahteraan warga setempat, ketersediaan tenaga kerja, pengembangan sumber
daya manusia, serta agama dan budaya dari masyarakat setempat. Penyebaran
penduduk di lokasi penelitian hampir merata dengan jumlah total penduduk Desa
Randusanga Kulon sebanyak 7.178 jiwa4. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin
dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2
Jumlah Penduduk Desa Randusanga Kulon Menurut Jenis Kelamin
No. Desa Laki - Laki Perempuan Jumlah
1 Randusanga Kulon 3.636 3.542 7.178
Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan bahwa jumlah penduduk dengan jenis
kelamin laki-laki lebih banyak dari jumlah penduduk dengan jenis kelamin
perempuan. Penduduk di lokasi penelitian pada umumnya bekerja sebagai petani
tambak, nelayan, petani rumput laut, petani sawah, dan pedagang. Tingkat
pendidikan warga Desa Randusanga Kulon dapat dilihat pada tabel 4.3
3Sahala Hutabarat dan Stewart M. Evans, Pengantar Oseanografi,(Jakarta : UI PRESS, 2008)
Cet. 2, h. 137
4BPS Kecamatan Brebes Dalam Angka 2018
54
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan yang Ditamatkan5
Tdk/Blm
Tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SLTA
Tamat
Universitas
2. 254 1. 782 1. 051 1. 099 376
Berdasarkan tabel 4.3, dapat diketahui jika rata-rata penduduk desa
Randusanga Kulon Tidak/ Belum tamat Sekolah Dasar, hal ini menunjukkan
korelasi dengan hasil penelitian bahwa rata-rata penduduk setempat hanya
memahami manfaat hutan mangrove sebagai tempat budidaya organisme perairan
seperti ikan, kepiting, kerang-kerangan dan sebagainya karena beberapa faktor
salah satunya adalah faktor pendidikan yang masih minim, sehingga warga belum
memahami secara keseluruhan tentang manfaat ataupun fungsi dari keberadaan
hutan mangrove. Tingkat kepadatan penduduk Deda Randusanga Kulon dapat
dilihat pada Tabel 4.4
Tabel 4.4
Kepadatan Penduduk Desa Randusanga Kulon6
Desa Randusanga
Kulon
Luas
(Km²)
Jumlah
Penduduk
Kepadatan Penduduk
(Per Km²)
1.365 7.178 5,26
Dari tabel 4.4 , apat dilihat bahwa penduduk menyebar dengan merata dengan
kepadatan per km sekitar 5,26. Kondisi ekonomi suatu desa dapat dilihat dari segi
infrastruktur dan rumah penduduk setempat apakah sudah memenuhi kelayakan
atau masih butuh perbaikan, keadaan rumah penduduk Desa Randusanga Kulon
dapat dilihat pada Tabel 4.5.
5 Proyeksi Penduduk BPS Kec. Brebes 2016
6BPS 2018
55
Tabel 4.5
Jenis Rumah Di Desa Randusanga Kulon7
Desa
Randusanga
Kulon
Rumah
Tembok
Rumah
Sebagian Tembok Rumah Kayu
Jumlah 793 334 333
Berdasarkan Tabel 4.5, kita dapat melihat kondisi ekonomi warga yang masih
minim, dari tabel tersebut menunjukkan masih adanya rumah penduduk yang di
tembok namun hanya sebagian, bahkan masih adanya rumah penduduk yang
belum di tembok atau masih memakai rumah kayu. Padahal potensi produksi
rumput laut Desa Randusanga Kulon cukup baik dan sudah saatnya untuk
dikembangkan seperti yang diungkapkan oleh Indah Dewi Mulyani dan Ari
Kristina bahwa “rumput laut di Desa Randusanga kota Brebes mulai
dibudidayakan ahir tahun 2012 dengan jenis rumput laut yaitu Gracilaria,
budidaya rumput laut menjadi pilihan utama petani karena memberikan
keuntungan yang lebih baik jika dibandingkan dengan budidaya ikan tambak”8 .
Selain rata-rata bermata pencaharian sebagai petani tambak, petani rumput
laut dan nelayan, warga setempat juga memiliki mata pencaharian lain karena
“pola hidup nelayan sedikit banyak diliputi oleh ketidak pastian penghasilan
karena aktivitas penangkapan ikan sangat tergantung pada alam”9, maka
masyarakat setempat memperoleh penghasilan dengan beternak unggas, dan
7 BPS Kecamatan Brebes 2016
8 Indah Dewi Mulyani dan Ari Kristina, ”Pengaruh Harga Pasar Terhadap Produksi Rumput
Laut Di Kota Brebes : Studi Kasus Di Desa Randusanga Kota Brebes”, Prosiding Seminar Nasional,
Brebes, 25 Agustus 2018, h. 71.
9Syamsir Salam dan Amir Fadhilah, Sosiologi Pedesaan, (Jakarta : Lembaga Penelitian UIN
Jakarta, 2008), Cet. I, h. 3
56
hewan ternak lainnya seperti sapi potong dan domba. Jumlah ternak di Desa
Randusanga Kulon menurut jenisnya dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6
Jumlah Ternak Desa Randusanga Kulon Menurut Jenisnya10
Desa
Randusanga
Kulon
Sapi Potong Kambing/
Domba Itik/Bebek
Ayam
(Buras,Petelur,
Pedaging)
Jumlah 23 1.126 450 27. 107
Berdasarkan Tabel 4.6, kita dapat melihat bahwa hasil ternak warga
masyarakat setempat paling banyak adalah beternak ayam dari berbagai jenis
mulai dari jenis ayam buras, ayam petelur, sampai ayam jenis pedaging mencapai
±27.107 ekor. Kondisi cuaca di desa Randusanga Kulon memang cocok untuk
budidaya unggas, atau hewan ternak lainnya seperti domba, sapi potong, bebek/itik
selain dari budidaya ikan dan udang atau rumput laut, dari tebel 4.5 terlihat bahwa
jumlah ternak kambing di desa Randusanga Kulon sekitar 1.126 ekor. Jumlah
itik/bebek mencapai 450 ekor, seperti yang kita ketahui bahwa Kabupaten Brebes
terkenal dengan makanan khas nya yaitu telor asin yang dihasilkan oleh bebek
sebelum melalui proses pengolahan dan sebagai bagian desa di kecamatan Brebes,
desa Randusanga Kulon memiliki potensi untuk budidaya itik karena banyak nya
aliran sungai-sungai kecil yang merupakan habitat yang baik untuk bebek/itik.
Jumlah sapi potong di desa Randusanga Kulon relatif sedikit hanya sekitar 23 ekor
saja, kondisi ini bisa saja disebabkan karena kurangnya lahan sawah penyedia
rumput untuk makanan pokok sapi, dan karena sebagian besar lahan di desa
Randusanga Kulon merupakan tambak.
10 BPS Kecamatan Brebes 2016
57
D. Analisis Hasil Angket Penelitian
Setelah mengedarkan angket penelitian untuk mendapatkan data lapangan
(data primer) atau data asli yang langsung didapatkan dari beberapa responden di
lokasi penelitian, selanjutnya data yang diperoleh dari angket diolah dan dianalisis
secara kualitatif dengan menggunakan teknik analisis presentase. Deskripsi
pengetahuan warga tentang keberadaan mangrove yang ada di lokasi penelitian
seperti terlihat pada Tabel 4.7
Tabel 4.7
Mengetahui Keberadaan Mangrove di Desa Setempat
Alternatif Jawaban F %
Sangat Setuju 1 3
Setuju 29 97
Kurang Setuju - 0
Tidak Setuju - 0
Jumlah 30 100%
Berdasarkan Tabel 4.7, terlihat bahwa responden yang menjawab sangat
setuju hanya sekitar 3% saja, kemudian yang menjawab setuju sekitar 97%, lalu
yang mejawab kurang setuju 0%, dan yang menjawab tidak setuju 0%. Dari hasil
angket tersebut menunjukkan jika responden rata-rata telah mengetahui tentang
keberadaan mangrove di tempat tinggalnya atau di Desa Randusanga Kulon.
Gambaran pengetahuan warga tentang tanaman mangrove seperti terlihat pada
Tabel 4.8
58
Tabel 4.8
Mengetahui Tanaman Mangrove
Alternatif Jawaban F %
Sangat Setuju 1 3
Setuju 29 97
Kurang Setuju - 0
Tidak Setuju - 0
Jumlah 30 100%
Berdasarkan Tabel 4.8, terlihat bahwa responden yang menjawab sangat
setuju hanya sekitar 3% saja, kemudian yang menjawab setuju sekitar 97%, lalu
yang mejawab kurang setuju 0%, dan yang menjawab tidak setuju 0%.Dari hasil
angket tersebut menunjukkan jika responden rata-rata telah mengetahui tentang
tanaman mangrove yang ada di tempat tinggalnya. Deskripsi pengetahuan warga
setempat tentang jenis-jenis managrove terlihat pada Tabel 4.9
Tabel 4.8
Mengetahui Jenis-Jenis Mangrove
Alternatif Jawaban F %
Sangat Setuju - 0
Setuju 3 10
Kurang Setuju 10 33
Tidak Setuju 17 57
Jumlah 30 100%
Berdasarkan Tabel 4.9, terlihat bahwa responden yang menjawab sangat
setuju 0% saja, kemudian yang menjawab setuju sekitar 10%, lalu yang mejawab
kurang setuju sekitar 33%, dan yang menjawab tidak setuju sekitar 57%. Dari hasil
angket tersebut menunjukkan jika masih sedikit responden yang mengetahui jenis-
59
jenis mangrove atau responden rata-rata tidak mengetahui tentang jenis-jenis
tanaman mangrove yang ada di tempat tinggalnya. Deskripsi pengetahuan warga
tentang lokasi hutan mangrove yang ada di Desa setempat terlihat pada Tabel 4.10
Tabel 4.10
Mengetahui Lokasi Hutan Mangrove di Desa Setempat
Alternatif Jawaban F %
Sangat Setuju 1 3
Setuju 25 83
Kurang Setuju 2 7
Tidak Setuju 2 7
Jumlah 30 100%
Berdasarkan Tabel 4.10, terlihat bahwa responden yang menjawab sangat
setuju 3% saja, kemudian yang menjawab setuju sekitar 83%, lalu yang mejawab
kurang setuju sekitar 7%, dan yang menjawab tidak setuju sekitar 7%. Dari hasil
angket tersebut menunjukkan jika responden rata-rata telah mengetahui lokasi
hutan mangrove yang ada di tempat tinggalnya. Deskripsi pemahaman warga
setempat tentang pentingnya hutan mangrove bagi kehidupan warga pesisir terlihat
pada Tabel 4.11
Tabel 4.11
Hutan Mangrove Sangat Penting bagi Kehidupan Warga Pesisir
Alternatif Jawaban F %
Sangat Setuju 1 3
Setuju 27 90
Kurang Setuju 2 7
Tidak Setuju - 0
Jumlah 30 100%
60
Berdasarkan Tabel 4.11, terlihat bahwa responden yang menjawab sangat
setuju 3%, kemudian yang menjawab setuju sekitar 90%, lalu yang mejawab
kurang setuju 7%, dan yang menjawab tidak setuju 0%. Dari hasil angket tersebut
menunjukkan responden rata-rata setuju jika hutan mangrove sangatlah penting
bagi kehidupan mereka sebagai warga pesisir. Deskripsi pemahaman warga
setempat tentang salah satu fungsi hutan mangrove yaitu sebagai penyeimbang
ekosistem pesisir terlihat pada Tabel 4.12
Tabel 4.12
Hutan mangrove Dapat Menjadi Penyeimbang Ekosistem Pesisir
Alternatif Jawaban F %
Sangat Setuju 1 3
Setuju 19 64
Kurang Setuju 10 33
Tidak Setuju - 0
Jumlah 30 100%
Berdasarkan Tabel 4.12, terlihat bahwa responden yang menjawab sangat
setuju 3%, kemudian yang menjawab setuju sekitar 64%, lalu yang mejawab
kurang setuju sekitar 33%, dan yang menjawab tidak setuju 0%. Dari hasil angket
tersebut menunjukkan responden setuju jika hutan mangrove dapat menjadi
penyeimbang ekosistem pesisir, meskipun ada beberapa yang kurang setuju.
Deskripsi pemahaman warga setempat tentang salah satu fungsi hutan mangrove
yaitu dapat mencegah abrasi pantai terlihat pada Tabel 4.13
Tabel 4.13 Hutan Mangrove Dapat Mencegah Abrasi Pantai
Alternatif Jawaban F %
Sangat Setuju 1 3
Setuju 11 37
Kurang Setuju 15 50
Tidak Setuju 3 10
Jumlah 30 100%
61
Berdasarkan Tabel 4.13, terlihat bahwa responden yang menjawab sangat
setuju hanya sekitar 3% saja, kemudian yang menjawab setuju sekitar 37%, lalu
yang mejawab kurang setuju 50%, dan yang menjawab tidak setuju 10%. Dari
hasil angket tersebut menunjukkan responden rata-rata kurang setuju jika hutan
mangrove dapat mencegah abrasi pantai, dan hanya beberapa responden saja yang
setuju.
Responden rata-rata belum memahami apa saja fungsi hutan mangrove itu
padahal “secara ekologis ekosistem mangrove mempunyai beberapa fungsi penting
bagi wilayah pesisir, diantaranya sebagai penahan erosi dan abrasi pantai akibat
hempasan ombak”11. Deskripsi pemahaman warga setempat tentang salah satu
fungsi hutan mangrove yaitu hutan mangrove dapat meminimalisir volume
gelombang pasang air laut terlihat pada Tabel 4.14
Tabel 4.14
Hutan Mangrove Dapat Meminimalisir Volume Gelombang Pasang Air Laut
Alternatif Jawaban F %
Sangat Setuju 1 3
Setuju 10 33
Kurang Setuju 16 54
Tidak Setuju 3 10
Jumlah 30 100%
Berdasarkan Tabel 4.14, terlihat bahwa responden yang menjawab sangat
setuju 3%, kemudian yang menjawab setuju sekitar 33%, lalu yang mejawab
kurang setuju 54%, dan yang menjawab tidak setuju 10%. Dari hasil angket
tersebut menunjukkan responden rata-rata kurang setuju jika hutan mangrove
dapat meminimalisir volume gelombang pasang air laut, hanya beberapa
responden saja yang setuju, dan ada pula responden yang tidak setuju. Deskripsi
11Helmi Wahyudi, ”Potensi Sumberdaya Lamun dan Mangrove Sebagai Penunjang Ekowisata
Di Pulau Harapan dan Pulau Panggang, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu”, Skripsi pada
Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan IPB Bogor, Bogor, 2008, h. 5.
62
pemahaman warga setempat tentang salah satu fungsi hutan mangrove yaitu
sebagai habitat yang baik untuk budidaya perikanan terlihat pada Tabel 4.15
Tabel 4.15
Hutan Mangrove Dapat Menjadi Habitat yang Baik Untuk Budidaya
Perikanan
Alternatif Jawaban F %
Sangat Setuju 18 60
Setuju 9 30
Kurang Setuju - 0
Tidak Setuju 3 10
Jumlah 30 100%
Berdasarkan Tabel 4.15, terlihat bahwa responden yang menjawab
sangat setuju 60%, kemudian yang menjawab setuju sekitar 30%, lalu yang
mejawab kurang setuju 0%, dan yang menjawab tidak setuju 10%.
Dari hasil angket tersebut menunjukkan responden rata-rata sangat
setuju jika hutan mangrove dapat menjadi habitat yang baik untuk budidaya
perikanan, ada pula beberapa responden yang setuju, dan sedikit responden
yang tidak setuju. Deskripsi pemahaman warga setempat tentang salah satu
fungsi hutan mangrove yaitu hutan mangrove dapat menahan terjangan badai
terlihat pada Tabel 4.16
Tabel 4.16 Hutan Mangrove Dapat Menahan Terjangan Badai
Alternatif Jawaban F %
Sangat Setuju - 0
Setuju 11 37
Kurang Setuju 16 53
Tidak Setuju 3 10
Jumlah 30 100%
63
Berdasarkan Tabel 4.16, terlihat bahwa responden yang menjawab sangat
setuju 0%, kemudian yang menjawab setuju sekitar 37%, lalu yang mejawab
kurang setuju 53%, dan yang menjawab tidak setuju 10%. Dari hasil angket
tersebut menunjukkan responden rata-rata kurang setuju jika hutan mangrove
dapat menahan terjangan badai, adapula beberapa responden yang setuju, dan
sedikit responden yang tidak setuju. Deskripsi tentang sosialisasi telah yang
dilakukan oleh pihak desa setempat kepada warga terkait menjaga kelestarian
hutan mangrove terlihat pada Tabel 4.17
Tabel 4.17
Aparatur Desa Telah Mensosialisasikan Warga Untuk Melestarikan
Hutan Mangrove
Alternatif Jawaban F %
Sangat Setuju 2 7
Setuju 22 73
Kurang Setuju 6 20
Tidak Setuju - 0
Jumlah 30 100%
Berdasarkan Tabel 4.17, terlihat bahwa responden yang menjawab sangat
setuju 7%, kemudian yang menjawab setuju sekitar 73%, lalu yang mejawab
kurang setuju 20%, dan yang menjawab tidak setuju 0%. Dari hasil angket tersebut
menunjukkan responden rata-rata setuju jika aparatur desa telah mensosialisasikan
agar warga melestarikan hutan mangrove meskipun ada pula beberapa responden
yang kurang setuju.
Hal ini berarti menunjukkan bahwa dari pihak aparat desa setempat telah
mengenalkan atau mensosialisasikan kepada masyarakat agar masyarakat setempat
turut melestarikan hutan mangrove. Deskripsi tentang pemahaman warga setempat
bahwa menebang pohon mangrove secara berlebihan dapat merusak ekosistem
pesisir terlihat pada Tabel 4.18
64
Tabel 4.18
Menebang Pohon Mangrove Secara Berlebihan Dapat Merusak
Ekosistem Pesisir
Alternatif Jawaban F %
Sangat Setuju 1 3
Setuju 27 90
Kurang Setuju 2 7
Tidak Setuju - 0
Jumlah 30 100%
Berdasarkan Tabel 4.18, terlihat bahwa responden yang menjawab sangat
setuju 3%, kemudian yang menjawab setuju sekitar 90%, lalu yang mejawab
kurang setuju 7%, dan yang menjawab tidak setuju 0%. Dari hasil angket tersebut
menunjukkan responden rata-rata setuju jika menebang pohon mangrove secara
berlebihan dapat merusak ekosistem pesisir. Deskripsi tentang pemahaman warga
setempat bahwa konversi lahan mangrove menjadi tambak atau tempat rekreasi
dapat menimbulkan kerusakan lingkungan terlihat pada Tabel 4.19
Tabel 4.19
Membuka Lahan Hutan Mangrove Untuk Dijadikan Tambak Atau
Tempat Rekreasi Dapat Menimbulkan Kerusakan Lingkungan
Alternatif Jawaban F %
Sangat Setuju 5 17
Setuju 9 30
Kurang Setuju 16 53
Tidak Setuju - 0
Jumlah 30 100%
Berdasarkan Tabel 4.19, terlihat bahwa responden yang menjawab sangat
setuju 17%, kemudian yang menjawab setuju sekitar 30%, lalu yang mejawab
kurang setuju 53%, dan yang menjawab tidak setuju 0%. Dari hasil angket tersebut
65
menunjukkan responden rata-rata kurang setuju jika membuka lahan hutan
mangrove untuk dijadikan tambak atau tempat rekreasi dapat menimbulkan
kerusakan lingkungan, ada pula beberapa responden yang setuju, dan sedikit
responden yang sangat setuju. Deskripsi tentang pemahaman warga setempat
bahwa warga setempat selalu melakukan reboisasi setelah melakukan penebangan
pohon mangrove terlihat pada Tabel 4.20
Tabel 4.20
Selalu Melakukan Reboisasi Setelah Melakukan Penebangan
Pohon Mangrove
Alternatif Jawaban F %
Sangat Setuju - 0
Setuju 11 37
Kurang Setuju 16 53
Tidak Setuju 3 10
Jumlah 30 100%
Berdasarkan Tabel 4.20, terlihat bahwa responden yang menjawab sangat
setuju 0%, kemudian yang menjawab setuju sekitar 37%, lalu yang mejawab
kurang setuju 53%, dan yang menjawab tidak setuju 10%. Dari hasil angket
tersebut menunjukkan responden rata-rata kurang setuju jika selalu melakukan
reboisasi setelah penebangan pohon mangrove, ada pula beberapa responden yang
setuju, dan sedikit responden yang tidak setuju.
Selain reboisasi, warga setempat juga harus diperkenalkan dengan konsep
Silvofishery, “Silvofishery adalah salah satu usaha yang mempunyai tujuan ganda
secara ekologi dan ekonomi, secara ekologi melaksanakan rehabilitasi hutan
mangrove dan usaha peningkatan ekonomi dengan memberikan lapangan kerja
bagi masya melalui budidaya perikanan”12. Deskripsi tentang pemahaman warga
setempat bahwa warga setempat selalu mengikuti kegiatan menanam bibit
12Adinda Arimbi Saraswati, Konsep Pengelolaan Ekosistem Pesisir (Studi Kasus kecamatan
Ulu Jami, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah), Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol. 3, 2004, h. 208
66
mangrove yang diadakan oleh pemerintah atau pihak desa setempat terlihat pada
Tabel 4.21
Tabel 4.21
Selalu Mengikuti Kegiatan Menanam Bibit Mangrove yang Diadakan
Oleh Pemerintah atau Desa Setempat
Alternatif Jawaban F %
Sangat Setuju 2 7
Setuju 9 30
Kurang Setuju 19 63
Tidak Setuju - 0
Jumlah 30 100%
Berdasarkan Tabel 4.21, terlihat bahwa responden yang menjawab sangat
setuju 7%, kemudian yang menjawab setuju sekitar 30%, lalu yang mejawab
kurang setuju 63%, dan yang menjawab tidak setuju 0%. Dari hasil angket tersebut
menunjukkan responden rata-rata kurang setuju jika selalu mengikuti kegiatan
menanam bibit mangrove yang diadakan oleh pemerintah atau desa setempat, ada
pula beberapa responden yang setuju, dan sedikit responden yang sangat setuju.
Hal ini menunjukkan jika responden kebanyakan tidak mengikuti kegiatan
menanam bibit mangrove yang diadakan oleh pemerintah atau desa setempat,
Penelitian yang dilakukan oleh Erny Poedjirahardjoe yang mengungkapkan
“Rehabilitasi mangrove di Pantai Utara Pulau Jawa telah dilakukan sejak tahun
1980-an. Namun demikian tidak semua kawasan yang direhabilitai berhasil dengan
baik. Banyak kendala secara nyata dapat dilihat, antara lain adayna penebangan
kayu yang belum saatnya dimanfaatkan, juga pergeseran kawasan karena dibangun
67
tambak, sehingga areal mangrove menjadi sempit”13 membuktikan bahwa
memang kenyataan di lapangan secara nyata tidak semua kebijakan dalam rangka
rehabilitasi berjalan dengan baik. Deskripsi pemahaman warga setempat tentang
salah satu manfaat hutan mangrove yaitu manfaat kayu terlihat pada Tabel 4.22
Tabel 4.22
Hutan Mangrove Dapat Menghasilkan Kayu Untuk Digunakan Sebagai
Kayu Bangunan, Pembuatan Perahu, Dan Kayu Bakar
Alternatif Jawaban F %
Sangat Setuju 2 7
Setuju 22 73
Kurang Setuju 6 20
Tidak Setuju - 0
Jumlah 30 100%
Berdasarkan Tabel 4.22, terlihat bahwa responden yang menjawab sangat
setuju 7%, kemudian yang menjawab setuju sekitar 73%, lalu yang mejawab
kurang setuju 20%, dan yang menjawab tidak setuju 0%. Dari hasil angket tersebut
menunjukkan responden rata-rata setuju jika hutan mangrove dapat menghasilkan
kayu untuk dijadikan bermacam–macam fungsi dan kegunaan misalnya dijadikan
untuk kayu bangunan, untuk pembuatan perahu atau sampan, dan digunakan untuk
kayu bakar, meskipun ada pula beberapa responden yang kurang setuju.
Hasil angket tersebut sesuai dengan pernyataan yang dikemukaan oleh Rivay
Ontorael, Adnan Wantasen, dan Ari Rondonuwu yang mengungkapkan bahwa
“secara umum hutan mangrove digunakan untuk kayu bakar dan bahan-bahan
bangunan, sehingga hutan mangrove banyak memberikan manfaat yang besar bagi
13Erny Poedjirahardjoe,”Dendogram Zonasi Pertumbuhan Mangrove Berdasarkan Habitatnya
Di Kawasan Rehabilitasi Pantai Utara Jawa Tengah Bagian Barat”, Jurnal Ilmu Kehutanan, Vol. 1,
2007, h. 12.
68
umat manusia”14. Deskripsi pemahaman warga setempat tentang salah satu
manfaat hutan mangrove yaitu dapat menjadi tempat hidup beragam jenis burung
terlihat pada Tabel 4.23
Tabel 4.23
Hutan Mangrove Dapat Menjadi Tempat Hidup Beragam Jenis Burung
Alternatif Jawaban F %
Sangat Setuju 1 3
Setuju 28 94
Kurang Setuju 1 3
Tidak Setuju - 0
Jumlah 30 100%
Berdasarkan Tabel 4.23, terlihat bahwa responden yang menjawab sangat
setuju 3%, kemudian yang menjawab setuju sekitar 94%, lalu yang mejawab
kurang setuju 3%, dan yang menjawab tidak setuju 0%. Dari hasil angket tersebut
menunjukkan responden rata-rata setuju jika hutan mangrove dapat menjadi
tempat hidup atau habitat beragam jenis burung, meskipun ada pula beberapa
responden yang kurang setuju. Deskripsi pemahaman warga setempat tentang
salah satu manfaat hutan mangrove yaitu dapat menjadi habitat yang baik untuk
beragam jenis ikan tertentu terlihat pada Tabel 4.24
Tabel 4.24
Hutan Mangrove Dapat Menjadi Habitat yang Baik Untuk
Berbagai Jenis Ikan Tertentu
Alternatif Jawaban F %
Sangat Setuju 1 3
Setuju 29 97
Kurang Setuju - 0
Tidak Setuju - 0
Jumlah 30 100%
14Rivay Ontorael, Adnan Wantasen, dan Ari Rondonuwu, “Kondisi Ekologi dan Pemanfaatan
Sumberdaya Mangrove di Desa Tarohan Selatan Kecamatan Beo Selatan Kabupaten Kepulauan
Talaud”, Jurnal Ilmiah Platax, Vol. I, 2012, h.8.
69
Berdasarkan Tabel 4.24, terlihat bahwa responden yang menjawab sangat
setuju 3%, kemudian yang menjawab setuju sekitar 97%, lalu yang mejawab
kurang setuju 0%, dan yang menjawab tidak setuju 0%. Dari hasil angket tersebut
menunjukkan responden rata-rata setuju jika hutan mangrove dapat menjadi
habitat yang baik untuk berbagai jenis ikan tertentu, tidak ada responden yang
kurang setuju dan tidak ada responden yang tidak setuju. Deskripsi pemahaman
warga setempat tentang salah satu manfaat hutan mangrove yaitu dapat menjadi
habitat yang baik untuk budidaya kepiting terlihat pada Tabel 4.25
Tabel 4.25
Hutan Mangrove Dapat Menjadi Tempat yang Baik Untuk
Budidaya Kepiting
Alternatif Jawaban F %
Sangat Setuju 1 3
Setuju 29 97
Kurang Setuju - 0
Tidak Setuju - 0
Jumlah 30 100%
Berdasarkan Tabel 4.25, terlihat bahwa responden yang menjawab sangat
setuju 3%, kemudian yang menjawab setuju sekitar 97%, lalu yang mejawab
kurang setuju 0%, dan yang menjawab tidak setuju 0%. Dari hasil angket tersebut
menunjukkan responden rata-rata setuju jika hutan mangrove dapat menjadi
tempat yang baik untuk kepiting tumbuh dan berkembang biak atau dapat menjadi
tempat yang baik untuk budidaya kepiting, tidak ada responden yang kurang setuju
atau tidak setuju dengan hal tersebut.
Deskripsi pemahaman warga setempat tentang salah satu manfaat hutan
mangrove yaitu dapat menjadi habitat yang baik untuk beragam jenis ikan tertentu
terlihat pada Tabel 4.26
70
Tabel 4.26
Hutan Mangrove Dapat Menjadi Habitat Untuk Kerang-Kerangan
Alternatif Jawaban F %
Sangat Setuju 1 3
Setuju 29 97
Kurang Setuju - 0
Tidak Setuju - 0
Jumlah 30 100%
Berdasarkan Tabel 4.26, terlihat bahwa responden yang menjawab sangat
setuju 3%, kemudian yang menjawab setuju sekitar 97%, lalu yang mejawab
kurang setuju 0%, dan yang menjawab tidak setuju 0%. Dari hasil angket tersebut
menunjukkan responden rata-rata setuju jika hutan mangrove dapat menjadi
habitat bagi kerang-kerangan yang dapat dimanfaatkan langsung pada musim
tertentu oleh masyarakat setempat untuk diolah menjadi beragam jenis makanan
untuk dikonsumsi, tidak ada reponden yang kurang setuju dan tidak ada responden
yang tidak setuju.
Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang di lakukan oleh Abner
Widoyo Motoku, Syukur Umar, dan Bau Toknok yang menjelaskan bahwa
“Biasanya masyarakat berkelompok untuk mengambil kerang yang ada di hutan
mangrove. Kerang yang diambil dari hutan mangrove kemudian dijual
menggunakan ukuran kati yang ditetapkan oleh masyarakat setempat. Harga satu
kati kerang berkisar Rp.5000 yang telah dibersihkan dari kulitnya”15. Deskripsi
pemahaman warga setempat tentang salah satu peranan hutan mangrove yaitu
sebagai pelindung pantai dari intrusi air laut terlihat pada Tabel 4.27
15 Abner Widoyo Motoku, Syukur Umar, dan Bau Toknok, Nilai Manfaat Hutan mangrove Di
Desa Sausu Peore Kecamatan Sausu Kabupaten Parigi Moutong, Warta Rimba, Vol. 2, 2014, h. 98.
71
Tabel 4.27
Kondisi Hutan Mangrove yang Baik, Secara Fisik Dapat Berfungsi
Sebagai Pelindung Pantai dari Intrusi Air Laut
Alternatif Jawaban F %
Sangat Setuju 1 3
Setuju 19 64
Kurang Setuju 10 33
Tidak Setuju - 0
Jumlah 30 100%
Berdasarkan Tabel 4.27, terlihat bahwa responden yang menjawab sangat
setuju 3%, kemudian yang menjawab setuju sekitar 64%, lalu yang mejawab
kurang setuju 33%, dan yang menjawab tidak setuju 0%. Dari hasil angket tersebut
menunjukkan responden rata-rata setuju jika hutan mangrove yang dalam kondisi
yang baik, secara fisik dapat berfungsi sebagai pelindung pentai dari intrusi air
laut, meskipun ada pula beberapa responden yang kurang setuju, dan sedikit
responden yang sangat setuju. Deskripsi pemahaman warga setempat tentang salah
satu peranan hutan mangrove yaitu dapat menjaga maupun meningkatkan
kesuburan perairan terlihat pada Tabel 4.28
Tabel 4.28
Hutan Mangrove Dapat Menjaga Maupun Meningkatkan
Kesuburan Perairan
Alternatif Jawaban F %
Sangat Setuju - 0
Setuju 14 47
Kurang Setuju 16 53
Tidak Setuju - 0
Jumlah 30 100%
Berdasarkan Tabel 4.28, terlihat bahwa responden yang menjawab sangat
setuju 0%, kemudian yang menjawab setuju sekitar 47%, lalu yang mejawab
kurang setuju 53%, dan yang menjawab tidak setuju 0%. Dari hasil angket tersebut
72
menunjukkan responden rata-rata kurang setuju jika hutan mangrovedapat
menjaga maupun meningkatkan kesuburan perairan, meskipun ada pula beberapa
responden yang setuju dan perbedaan persentase keduanya tidak begitu besar.
Hal tersebut sesuai denga hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Iwang bahwa “Menurut mereka mangrove sering menyebabkan pengolahan lahan
tambak menjadi lebih susah, banyak sersah dilingkungan kolam, timbul proses
pembusukan karena banyaknya sersah, timbul penyakit, dan tempat tinggal burung
yang dianggap hama untuk udang atau ikan budidaya”16. Deskripsi pemahaman
warga setempat tentang salah satu manfaat hutan mangrove yaitu dapat menjadi
tempat untuk mencari makan, budidaya, dan pemijahan organisme perairan terlihat
pada Tabel 4.29
Tabel 4.29
Hutan Mangrove Dapat Menjadi Tempat Mencari Makan, Tempat
Budidaya, dan Tempat Pemijahan Berbagai Jenis Organisme Perairan
No. Alternatif Jawaban F %
23. Sangat Setuju 4 13
Setuju 27 77
Kurang Setuju 3 10
Tidak Setuju - 0
Jumlah 30 100%
Berdasarkan Tabel 4.29, terlihat bahwa responden yang menjawab sangat
setuju 13%, kemudian yang menjawab setuju sekitar 77%, lalu yang mejawab
kurang setuju 10%, dan yang menjawab tidak setuju 0%. Dari hasil angket tersebut
menunjukkan responden rata-rata setuju jika hutan mangrove dapat menjadi
tempat mencari makan, tempat budidaya, dan tempat pemijahan berbagai jenis
16Iwang Gumilar,Partisipasi Masyarakat Pesisir Dalam Pengelolaan Ekosistem Hutan
Mangrove Berkelanjutan Di Kabupaten Indramayu, Jurnal Akuatika, Vol.3, 2012, h. 203
73
organisme perairan, beberapa responden sangat setuju, dan sedikit responden yang
kurang setuju.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sumber Daya Pesisir dan Laut di Tanjung Lesung, Banten yang
menyatakan bahwa “keberadaan ekosistem mangrove memberikan manfaat bagi
ekosistem perairan pesisir antara lain sebagai daerah mencari makan (Feeding
Ground), pemijahan (Spawning Ground), dan pembesaran berbagai biota (Nursery
Ground)”17. Oleh karena itu keberadaan ekosistem mangrove sangat mendukung
budidaya bermacam jenis organisme perairan tertentu.
Deskripsi pemahaman warga setempat tentang salah satu manfaat pilihan
hutan mangrove yaitu hutan mangrove memiliki potensi untuk dimanfaatkan
dimasa yang akan datang terlihat pada Tabel 4.30
Tabel 4.30
Hutan Mangrove Memiliki Potensi Untuk Dimanfaatkan
Dimasa Mendatang
Alternatif Jawaban F %
Sangat Setuju - 0
Setuju 22 73
Kurang Setuju 8 27
Tidak Setuju - 0
Jumlah 30 100%
Berdasarkan Tabel 4.30, terlihat bahwa responden yang menjawab sangat
setuju 0%, kemudian yang menjawab setuju sekitar 73%, lalu yang mejawab
17 Restu Nur Afiati, dkk., Karbon Stok Dan Struktur Komunitas Mangrove Sebagai Blue
Carbon (Banten : Balitbang Kelautan & perikanan, Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia, 2013), h.2.
74
kurang setuju 27%, dan yang menjawab tidak setuju 0%. Dari hasil angket tersebut
menunjukkan rata-rata responden setuju jika hutan mangrove memiliki potensi
yang yang dapat dimanfaatkan dimasa yang akan datang, namun demikian ada
beberapa responden kurang setuju dengan hal tersebut.
Hal ini tentu menjadi edukasi tersendiri bagi warga setempat untuk menjaga
potensi yang dimiliki oleh hutan mangrove yang berada di desa setempat yang
dapat dimanfaatkan dimasa yang akan datang dari ancaman kerusaakan dan
penebangan liar. Para pemuda dan pemudi yang akan menjadi generasi penerus
tentu harus memahami dan tahu tentang hal ini, karena merekalah yang kelak akan
mengelola atau menikmati hasil dari manfaat-manfaat yang dihasilkan oleh hutan
mangrove yang ada di desanya. Deskripsi pemahaman warga setempat tentang
salah satu manfaat pilihan hutan mangrove yaitu hutan mangrove memiliki
keanekaragaman hayati yang tinggi terlihat pada Tabel 4.31
Tabel 4.31
Hutan Mangrove Memiliki Keanekaragaman Hayati yang Tinggi
Alternatif Jawaban F %
Sangat Setuju 1 3
Setuju 21 70
Kurang Setuju 8 27
Tidak Setuju - 0
Jumlah 30 100%
Berdasarkan Tabel 4.31, terlihat bahwa responden yang menjawab sangat
setuju 3%, kemudian yang menjawab setuju sekitar 70%, lalu yang mejawab
kurang setuju 27%, dan yang menjawab tidak setuju 0%. Dari hasil angket tersebut
menunjukkan jika rata-rata responden setuju jika hutan mangrove memiliki
75
keanekaragaman hayati yang tinggi, namun demikian ada beberaapa responden
yang kurang setuju, dan sedikit responden yang sangat setuju.
Pengetahuan responden terhadap manfaat hutan mangrove tentu sangat
berpengaruh dalam mengisi setiap pernyataan yang ada dalam angket ini terutama
pengetahuan tentang manfaat pilihan yang dimiliki hutan mangrove ini. Sebagai
penduduk lokal sudah semestinya menjaga dan melestarikan hutan mangrove yang
memiliki keanekaragaman tinggi, karena “keanekaragaman mangrove bukan
hanya karena kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungannya, tetapi tidak
terlepas juga ada campur tangan manusia untuk memelihara”18
E. Hasil Uji Instrumen
a. Uji Validitas Instrumen Penelitian
Uji validitas dalam instrumen penelitian ini dilakukan dengan beberapa
cara, yang pertama dengan menyebarkan angket kepada 30 responden
kemudian data yang diperoleh dari penyebaran angket tersebut dianalisis
dengan Microsoft Excel dan SPSS 16, untuk mengetahui korelasi positif antara
sebuah item dengan kriterium / skor total (Corrected Item- Total) yang
merupakan korelasi antara skor item dengan skor total item. “Biasanya syarat
minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah kalau r =0,3, jadi kalau
korelasi antara butir dengan skor total kurang dari 0,3 maka butir dalam
instrumen tersebut tidak valid”19. Data hasil uji instrumen dalam penelitian ini
di tunjukkan pada Gambar.4.7
18 Darmadi, wahyudin dan Alexander, “Struktur Komunitas Vegetasi Mangrove Berdasarkan
Karakteristik Substrat Di Muara Harmin Desa Cangkring Kecamatan Cantigi Kabupaten Inramayu”,
Jurnal Perikanan dan Kelautan,Vol. 3, 2012, h. 348. 19 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung : Alfabeta, 2013), Cet. ke-16, h. 188
76
Gambar 4.7 Hasil Uji Instrumen Penelitian
Berdasarkan Gambar 4.7 Menunjukkan data yang terkumpul dari 30
responden yang memiliki koefisien korelasi 25 ( Jumlah butir instrumen 25),
maka terdapat 25 koefisien korelasi. Hasil analisis instrumen penelitian
ditunjukkan pada tabel 4.32.
77
Tabel 4. 32 Hasil Analisis Instrumen Penelitian
No. Butir Instrumen Koefisien Korelasi Keterangan
1 0,37 Valid
2 0,34 Valid
3 0,35 Valid
4 0,43 Valid
5 0,57 Valid
6 0,43 Valid
7 0,62 Valid
8 0,66 Valid
9 0,85 Valid
10 0,46 Valid
11 0,45 Valid
12 0,66 Valid
13 0,67 Valid
14 0,52 Valid
15 0,55 Valid
16 0,57 Valid
17 0,56 Valid
18 0,53 Valid
20 0,73 Valid
21 0,67 Valid
22 0,58 Valid
23 0,66 Valid
24 0,74 Valid
25 0,34 Valid
Sumber: Data Primer yang diolah
78
Dari tabel 4.32 menunjukkan bahwa keseluruhan butir instrumen
berjumlah 25 butir dan dari terlihat hasil koefisien korelasi yang menjunjukkan
jika semua angka koefisien korelasi berada diatas / lebuh dari 0,3 maka dari 25
instrumen semuanya valid. Validitas item ditunjukkan dengan adanya korelasi
atau dukungan terhadap item total (skor total), perhitungan dilakukan dengan
cara mengkorelasikan antara skor item dengan skor total item. Bila kita
menggunakan lebih dari satu faktor berarti pengujian validitas item dengan cara
mengkorelasikan antara skor item dengan skor faktor, kemudian dilanjutkan
mengkorelasikan antara skor item dengan skor total faktor (penjumlahan dari
beberapa faktor). Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada
kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh
kuesioner tersebut.
Suatu tes dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggi jika tes tersebut
menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang tepat dan
akurat sesuai dengan maksud dikenakannya tes tersebut. Suatu tes
menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan diadakannya pengukuran
dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah.
Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran.
Suatu alat ukur yang valid dapat menjalankan fungsi ukurnya dengan tepat,
juga memiliki kecermatan tinggi. Arti kecermatan disini adalah dapat
mendeteksi perbedaan-perbedaan kecil yang ada pada atribut yang diukurnya.
79
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis dapatkan dari observasi atau
pengamatan dan penyebaran angket penelitian, maka penulis dapat memperoleh
beberapa kesimpulan yaitu:
1. Secara umum kondisi ekosistem mangrove di lokasi penelitian mengalami
kerusakan dalam kategori “sedang” akibat konversi lahan hutan mangrove
menjadi tambak atau kolam ikan, vegetasi mangrove yang ditemukan di
lokasi penelitian didominasi oleh jenis Rhizophora yaitu Rhizophora