PELUANG PENERAPAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DALAM PERSPEKTIF TAKAFUL AL-IJTIMA’I (STUDI PADA PT JAMSOSTEK) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (SE. Sy) Oleh : M Rahadiatno Adi Putro NIM : 105046201717 KONSENTRASI ASURANSI SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HDAYATULLAH JAKARTA 2011 M/1432H
149
Embed
PELUANG PENERAPAN SISTEM JAMINAN SOSIAL … · PELUANG PENERAPAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DALAM PERSPEKTIF TAKAFUL AL-IJTIMA’I (STUDI PADA PT JAMSOSTEK) Skripsi . Diajukan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PELUANG PENERAPAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DALAM
PERSPEKTIF TAKAFUL AL-IJTIMA’I
(STUDI PADA PT JAMSOSTEK)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (SE. Sy)
Oleh :
M Rahadiatno Adi Putro
NIM : 105046201717
KONSENTRASI ASURANSI SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HDAYATULLAH
JAKARTA
2011 M/1432H
PELUANG PENERAPAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DALAM
PERSPEKTIF TAKAFUL AL-IJTIMA’I
(STUDI PADA PT JAMSOSTEK)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Syarat Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh :
M RAHADIATNO ADI PUTRO
NIM. 105046201717
Di bawah bimbingan
Pembimbing
Dr. Alimin Mesra, M.Ag
NIP. 196908252000031001
KONSENTRASI ASURANSI SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HDAYATULLAH
JAKARTA
2011 M/1432H
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 02 Mei 2011
M. Rahadiatno Adi Putro
iv
KATA PENGANTAR
السالمعليكمورحمةهللاوبركاته
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memperindah kehidupan dengan
melimpahkan kasih sayang, kenikmatan, dan kemudahan tiada bertepi. Sholawat dan
salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, dengan kasih
sayangnya terhadap hamba Allah juga mahluk lainnya memancar bagai pancaran
sinar matahari yang tiada terputus menerangi bumi. Atas nikmat nya dan karunianya
yang maha sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul
PELUANG PENERAPAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DALAM
PERSPEKTIF TAKAFUL AL-IJTIMA’I (STUDI KASUS DI PT JAMSOSTEK)
Penulis merasa bahagia dan bersyukur serta bangga dengan selesainya studi
dan skripsi ini, tetapi kebahagian dan kebanggaan itu tidak akan tercapai tanpa doa,
dukungan dan ketulusan yang penuh dari semua pihak. Oleh karna itu penulis
menyampaikan banyak terima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, ayahanda Rulof dan ibunda Ananda dengan
ketulusan dan keikhlasan beliau memberikan kasih sayang serta dorongan
baik moril maupun materil guna keberhasilan dan kebahagiaan anak mu ini,
tanpa ayah dan ibunda penulis tidak akan berarti apa-apa.
2. Bapak Prof.Dr.H. Muhammad Amin Suma, MA,SH,MM sebagai Dekan
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah
beserta para pembantu dekannya.
v
3. Ketua program studi Muamalat ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag dan bapak
Mu’min Rauf, M.Ag, selaku sekertaris jurusan yang telah banyak dan
meluangkan waktu hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik.
4. Bapak Dr. Alimin Mesra, M.Ag selaku pembimbing, yang telah banyak sekali
meluangkan waktunya ditengah aktifitas-aktifitasnya yang sangat padat, serta
sabar dalam memberikan nasihat, pengarahan, solusi, bimbingan, sekaligus
motifasi yang begitu berguna bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Kepada Keluarga Besar Ayah Dr. Musfari Haroen dan Ibu Amitha Haroen
yang telah penulis anggap sebagai orang tua penulis sendiri dan juga kepada
Paman-paman Penulis kepada Bapak Jerry Tobing, Ronny Tobing, dan Roy
Tobing yang juga sangat memberikan dorongan moril dan materil sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
6. Ibu deva, Mas Jatmiko serta mas Yanto selaku Supervisor Divisi Perencanaan
dan Pengembangan dan Operasi PT Jamsostek, yang senantiasa memberikan
waktunya yang begitu luar biasa kepada penulis, sehingga diberi kemudahan
dalam memberikan data perusahaannya. Makasaih banyak bu.
7. Para dosen yang telah mendidik dengan baik hingga penulis dapat
menyelesaikan studi di Program Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah.
8. Untuk adinda yang tersayang Annisa Fathih Kurnia, terima kasih banyak atas
dorongan moril dan doa yang selalu diberikan selama ini hingga Penulis bisa
juga menyelesaiakan skripsi ini.
vi
9. Semua sahabat-sahabat penulis, yaitu: Aswin Suhendra, Zarkens, Gilang, Eko
Arisandi, Riki Mirsa Putra, Chandra, asmuni, humaidi, ahmad patih, Wendy,
Zoel, Tons, Fardan, Firdaus, yang senantiasa tak lupa juga memberikan
motivasi sekaligus dorongan untuk tetap semangat, hingga penulis bisa
menyelesaikan skripsi ini dan penulis berharap persahabatan kita bukan cuma
ketika di kampus aja, tetapi jika kita semua sudah sukses kita masih tetap
bersahabat. Semoga saja. AMIN…..…
10. Semua teman-teman seperjuangan yaitu temen-temen Muamalat Ekonomi
Islam angkatan 2005 yang ikut merasakan betapa banyak pengorbanan kita
saat membuat skripsi ini. Semoga kita semua di berikan pekerjaan yang kita
cita-citakan semua. AMIN….
11. Tak lupa kepada seluruh temen seperjuangan Komunitas Pencari Kebenaran
Agar masalah yang di kaji tidak melebar dan lebih terfokus, penulis
membatasi dalam hal penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional PT
Jamsostek dan hubungannya dengan takaful al-ijtima’i.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan
Berdasarkan pokok permasalahan yang telah penulis rumuskan diatas,
ada beberapa tujuan yang ingin penulis capai, diantaranya:
1. Untuk mengetahui Peluang Penerapan Sistem Jaminan Sosial
Nasional di PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)
terutama dalam jaminan sosial kepada Masyarakat yang
membutuhkan.
2. untuk mengetahui apa saja program-program dan Kendala–
Kendala Penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional oleh PT
Jamsostek.
3. Untuk mengetahui hubungan antara penerapan Sistem Jaminan
Sosial Nasional dengan takaful al-ijtima’i.
2. Manfaat Penelitian
a. Penelitian yang dilakukan ini dapat menambah khasanah pengetahuan
mengenai Peluang Penerapan SJSN ditinjau dalam takaful al-ijtima’i
(Studi Kasus di PT Jamsostek ).
9
b. Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada Seluruh
Masyarakat Indonesia, pihak jamsostek, praktisi dan akademisi yang
membahas tentang SJSN, serta para buruh atau pekerja.
D. Studi Review Terdahulu
Dalam penulisan skripsi ini penulis menyertakan studi review terdahulu hasil
penelitian terdahulu mengenai Peluang Penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional,
diantaranya :
1. Saidi, Jurusan Muamalat Ekonomi Islam, Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005. “Tinjauan ekonomi Islam
terhadap mekanisme pengelolaan dana pensiun (Studi Kasus pada dana
pensiun karyawan jamsostek)”. Penelitian ini menggunakan metode
gabungan yaitu studi kepustakaan dan studi lapangan. Dalam penelitian ini
membahas mengenai Tinjauan ekonomi islam terhadap mekanisme
pengelolaan dana pensiun di PT Jamsostek. Belum menjelaskan tentang
peluang penerapan sistem jaminan sosial nasional secara menyeluruh
dalam perspektif Takaful Al Ijtima’i di PT Jamsostek.
2. Yuyun Fitrianingsih, Jurusan Muamalat Ekonomi Islam, Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005. “Tinjuan hukum
Islam Terhadap Pengelolaan dana pensiun karywan PT jamsostek”.
Penelitian ini menggunakan metode gabungan yaitu studi kepustakaan dan
studi lapangan. Dalam penelitian ini hanya membahas mengenai Tinjauan
10
hukum islam secara umum mengenai pengelolaan dana pensiun karyawan
di PT Jamsostek . Belum menjelaskan tentang peluang penerapan sistem
jaminan sosial nasional secara menyeluruh dalam perspektif Takaful Al
Ijtima’i di PT Jamsostek.
3. Ahmad Yunus, Jurusan Muamalat Ekonomi Islam, Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004. “Pandangan Hukum
Islam tentrang peranan Jamsostek (Upaya meningkatkan kesejahteraan
Masyarakat)”. Penelitian ini menggunakan metode gabungan yaitu studi
kepustakaan dan studi lapangan. Dalam penelitian ini hanya membahas
mengenai pandangan umum hukum islam tentang peranan PT Jamsostek
dalam upaya meningkatkan kesejahteraaan masyarakat. Belum
menjelaskan tentang peluang penerapan sistem jaminan sosial nasional
secara menyeluruh dalam perspektif Takaful Al Ijtima’i di PT Jamsostek.
4. Woro Hapsari, Jurusan Muamalat Ekonomi Islam, Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004. “Tinjauan Ekonomi Islam
terhadap mekanisme pengelolaan dana PT Jamsostek”. Penelitian ini
menggunakan metode gabungan yaitu studi kepustakaan dan studi
lapangan. Dalam penelitian ini hanya membahas mengenai tinjauan umum
dari Ekonomi Islam mengenai mekanisme pengelolaan dana jaminan
sosial di PT Jamsostek. Belum menjelaskan tentang peluang penerapan
sistem jaminan sosial nasional secara menyeluruh dalam perspektif
Takaful Al Ijtima’i di PT Jamsostek.
11
5. Randhy Novadinata, Jurusan Muamalat Ekonomi Islam, Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006. “Perjanjian kerjasama
anatara PT Jamsostek dengan pelaksanaan pelayanan kesehatan dalam
perspektif hukum islam”. Penelitian ini menggunakan metode gabungan
yaitu studi kepustakaan dan studi lapangan. Dalam penelitian ini hanya
membahas mengenai pandangan hukum islam terhadap proses perjanjian
kerja sama antara PT Jamsostek dengan Pihak pelaksana pelayanan
kesehatan jaminan sosial dalam perspektif hukum islam. Belum
menjelaskan tentang peluang penerapan sistem jaminan sosial nasional
secara menyeluruh dalam perspektif Takaful Al Ijtima’i di PT Jamsostek.
Berdasarkan penelitian penulis, secara khusus sampai saat ini belum ada yang
membahas tentang Peluang Penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional ditinjau
dalam konsep Takaful Al-Ijtima’i (Studi Kasus di PT Jamsostek). Atas dasar itu,
Penulis tertarik untuk melakukan penelitian di PT Jamsostek dalam hal Penerapan
SJSN ditinjau dalam konsep takaful al-ijtima’i.
E. Metode Penelitian
1. Persiapan Penelitian
Dalam persiapan penelitian ini penulis terlebih dahulu melakukan
survey mengenai problematika yang hendak akan dijadikan sebagai bahan
untuk pembuatan judul skripsi. Selanjutnya peneliti menyusun proposal
12
penelitian yang di dalamnya telah ditentukan rumusan dan batasan masalah
tujuan dan manfaat penelitian, studi riview, kerangka teori, landasan
penelitian dan kajian pustaka, menentukan metode penelitian beserta
sampel dan instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini.
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan bersifat deskriptif, yakni penelitian yang
menggambarkan data informasi yang berdasarkan pada fakta yang
diperoleh di lapangan.7 Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yakni
penelitian yang menghasilkan deskripsi berupa kata-kata atau lisan dari
fenomena yang diteliti atau dari orang-orang yang berkompeten
dibidangnya.8 Guna untuk mengetahui peluang penerapan sistem jaminan
sosial nasional di Pt Jamsostek dalam perspektif Takaful Al Ijtima’i.
3. Objek Penelitan
Dalam penelitian ini, penulis memilih tempat penelitian di Kantor
Pusat Jamsostek Jl. Jend. Gatot Subroto No. 79 Jakarta Selatan 12930 Tlp.
(021) 5207797 (Hunting 20 Lines) Fax. (021) 5202310 guna untuk
menganalisa bagaimana peluang penerapan sistem jaminan sosial nasional
dalam perspektif takaful al ijtima’i di PT Jamsostek.
7 Suharsimi Ari kunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta : PT. Renika Cipta, 1993), cet ke-2, h.
309 8 Lexy. J. Moeloeng, Metode Penlitian Kualitatif, (bandung : PT. Remaja Rosda Karya,
2001) h. 3
13
4. Sumber Data
Dalam Penelitian ini sumber data dibagi menjadi dua kategori :
a. Data Primer
Yaitu data yang diperoleh langsung dari pihak yang terkait seperti
PT Jamsostek Persero, yang meliputi wawancara.
b. Data Sekunder
Yaitu data yang diperoleh dari laporan-laporan atau data-data yang
merupakan hasil dari library research, dengan teknik studi
dokumentasi terhadap sumber-sumber buku yang dijadikan acuan
dalam menelaah suatu penelitian.
5. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan permasalahan yang diangkat, maka dalam
pengumpulan data skripsi ini, penulis menggunakan penelitian sebagai
berikut :
1. Studi Dokumen atau Pustaka : dalam hal ini penulis mengadakan
penelitian yang ada kaitannya dengan penulisan skripsi ini, yang
dilakukan dengan membaca dan mempelajari teori-teori yang ada
hubungannya dengan masalah pokok-pokok pembahasan melalui buku-
buku catatan kuliah, skripsi terdahulu, buku, majalah, artikel, hasil
seminar, internat dan media lainnya yang berhubungan dengan
penelitian ini.
14
2. Wawancara, dalam hal ini untuk mendapatkan data-data dan informasi
tentang peluang penerapan sistem jaminan sosial nasional dalam
perspektif takaful al ijtima’i (studi kasus di PT Jamsostek), dengan
menggunakan teknik pengumpulan data yang melalui : Interview yaitu
dengan melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terlibat dalam
penelitian, baik secara langsung maupun tidak langsung.
6. Teknik Analisis Data
Data atau informasi yang diperoleh dalam penelitian ini akan
disajikan secara kualitatif dengan pendekatan yang bersifat deskritif-
analisis, yaitu metode untuk memberikan pemecahan masalah dengan
mengumpulkan data, menyusun atau mengklasifikasikan, menganalisis dan
menginterprestasikan dengan tujuan memberikan gambaran yang
sistematis, faktual, aktual, akurat mengenai fakta-fakta dan kegiatan yang
berkaitan dengan peluang penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional di PT
Jamsostek. Analisa data dilakukan secara menyeluruh dan merupakan satu
kesatuan (holistic), metode yang demikian ditempuh mengingat penelitian
ini tidak mementingkan kuantitas datanya, akan tetapi lebih mementingkan
pada bagaimana peluang penerapan sistem jaminan sosial nasional dalam
perspektif takaful al ijtima’i di PT Jamsostek.
15
7. Teknik Penulisan Laporan
Adapun teknik penulisan dalam penulisan skripsi ini adalah
menggunakan “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas dan Hukum UIN
Syarif Hidayatulah Jakarta 2007”.
.
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun menjadi lima bab, masing-masing bab terdiri dari
beberapa sub bab, diawali dengan pendahuluan dan diakhiri dengan kesimpulan
serta saran-saran yang dianggap perlu. Adapun penyusunan skripsi ini adalah
sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Didalam Bab ini akan dijelaskan mengenai dan menguraikan
tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan dan Pembatasan
Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Studi Review Skripsi
Terdahulu, Metode Penelitian Skripsi, pedoman penulisan skripsi,
teknik penulisan skripsi dan juga Sistematika Penulisan skripsi.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL
NASIONAL DAN TAKAFUL AL-IJTIMA’I
Didalam Bab ini akan dijelaskan mengenai dan menguraikan
tentang teori mengenai tinjauan umun tentang sistem jaminan sosial
nasional yang meliputi sejarah sistem jaminan sosial nasional,
16
definisi sistem jaminan sosial nasional, landasan hukum sistem
jaminan sosial nasional, prinsip sistem jaminan sosial nasional,
ruang lingkup sistem jaminan sosial nasional. Dan tinjauan umum
takaful al ijtima’i yang meliputi Takaful Al Ijtima’i pada masa
Rasulullah SAW, Takaful Al Ijtima’i pada masa Khulafa Ar-
Rasyidun
BAB III GAMBARAN UMUM PT JAMSOSTEK PERSERO
Didalam Bab ini akan dijelaskan mengenai dan menguraikan
tentang kondisi internal PT Jamsostek Persero yang meliputi
Sejarah PT Jamsostek Persero, visi dan misi PT Jamsostek Persero,
nilai-nilai budaya kerja PT Jamsostek Persero, struktur organisasi
PT Jamsostek Persero, tata kelola perusahaan PT Jamsostek
Persero, produk dan program jaminan sosial di PT Jamsostek
Persero
BAB IV ANALISA PELUANG PENERAPAN SISTEM JAMINAN
SOSIAL NASIONAL DALAM PERSPEKTIF TAKAFUL AL-
IJTIMA’I DI PT JAMSOSTEK PERSERO
Didalam Bab ini akan membahaskan mengenai dan menguraikan
tentang Peluang Penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional Di PT
Jamsostek Persero, Kendala-Kendala Penerapan Sistem Jaminan
17
Sosial Nasional Di PT Jamsostek Persero, Relasi Sistem Jamian
Sosial Nasional di PT Jamsostek dengan takaful al-ijtima’i.
BAB V PENUTUP
Bab ini memberikan penerangan tentang intisari (kesimpulan) dari
hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya, serta saran-saran yang
sekiranya dapat dijadikan suatu bahan pertimbangan dan kontribusi
pemikiran.
18
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL
DAN TAKAFUL AL-IJTIMA’I
A. Tinjauan Umum Sistem Jaminan Sosial Nasional
1. Sejarah Sistem Jaminan Sosial Nasional
Jaminan Sosial muncul pada abad ke-19 di Jerman yang kemudian
menyusul di Inggris1. Di Jerman yang memelopori adalah Otto van Bismarck,
kanselir Jerman pada periode 1883-1889. Pada konsep Bismarck
dikemukakan bahwa pemberian jaminan sosial yang lebih dikenal dengan
sistem asuransi sosial diberikan pada hubungan industrial antara pemberi
kerja dengan pekerja. Dan dengan konsep ini, Jerman merupakan Negara yang
pertama kali menerapkan sistem asuransi sosial.
Sistem Jerman ini segera diikuti oleh Negara-negara lainnya di
belahan bumi lainnya. Salah satunya adalah Amerika tepatnya pada masa
presiden Franklin Delano Roosevelt membuat Undang-undang tentang
Jaminan Sosial yaitu Social Security Act 19352. Undang-undang ini memuat
program-program untuk menanggulangi resiko-resiko hari tua, kematian, dan
cacat; dan kemudian juga memberikan asuransi kesehatan. Program-program
1 Bambang Purwoko MA PhD, Jaminan Sosial dan Sistem Penyelenggaraannya: Pandangan &
Gagasan,( Jakarta : Meganet Dutatama Unggul, 1999), hal 3
2 Sentanoe Kertonegoro, Prospek Global Jaminan Sosial Tahun 2000 an, (Jakarta: Yayasan Tenaga
Kerja Indonesia, 1996), hal 4
19
federal ini dikenal dengan OASDHI (Old-Age, Survivors, Disability, and
Health Insurance).
Di Perancis, Jaminan Sosial atau “securite sosiale” merujuk pada
asuransi sosial seperti asuransi kesehatan dan hari tua. Tak hanya itu, Negara
ini juga memiliki apa yang disebut dengan “protection social” yang meliputi
bantuan sosial, pelayanan sosial, serta sistem jaminan tingkat pendapatan
minimum guna menunjang kemandirian3.
Di Inggris, yang menjadi tonggak sejarahnya adalah konsep Beveridge
(1942) tentang jaminan sosial yang lebih bersifat makro yakni memberikan
santunan minimum yang diperuntukkan bagi proteksi orang miskin termasuk
orang jompo4. Dalam UU tersebut juga disebutkan bahwa orang miskin secara
hukum berhak memperoleh jaminan-jaminanlain dalam bentuk konsesi yang
pembiayaannya menjadi beban APBN karena dikaitkan dengan sistem
perpajakan.
Menurut Rowntree (1941), bahwa masalahnya bukan terletak pada
sistem asuransi sosial maupun program-program demogrant tetapi kemiskinan
yang terjadi di eropa di sebabkan karena rendah nya upah pekerja dan
terbatasnya kemampuan keuangan Negara. Oleh karena itu, program dan
masalah ketenagakerjaan yang berhubungan dengan pengupahan harus
3 Emir Soendoro, Jaminan Sosial solusi bangsa Indonesia Berdikari, (Jakarta: DInov ProGRESS
Indonesia, 2009), hal 38
4 Bambang Purwoko MA PhD, Jaminan Sosial dan Sistem Penyelenggaraannya: Pandangan &
Gagasan,( Jakarta : Meganet Dutatama Unggul, 1999), hal 3
20
dituntaskan. Karena upah sebagai faktor determinan terutama bagi program
hari tua. Masalah itu seperti ketidakpastian ekonomi yang diwujudkan dalam
bentuk upah minimum tidak lain merupakan masalah universal.
Memperhatikan rigidnya pengertian antara jaminan sosial dan asuransi
sosial, maka yang jelas bahwa antara jaminan sosial dan asuransi sosial bukan
sesuatu yang dapat dibandingkan karena asuransi sosial merupakan satu
komponen jaminan sosial.
Baldwin dan Fakingham pada tahun 1994 mengemukakan bahwa
sistem asuransi sosial bukanlah merupakan suatu supra sistem untuk
pengentasan kemiskinan termasuk untuk penanggulangan resiko Pemutusan
Hubungan Kerja. Oleh karena itu sistem asuransi sosial lebih merupakan visi
sosial yang dilandaskan pada solidaritas pembeeri kerja untuk dapat memikul
resiko secara bersama-sama.
Menurut Kay dan Morris pada tahun 1984, telah mempelopori
sebelumnya bahwa asuransi sosial bukan merupakan safety net, karena
keterbatasan lingkup penyertaan dan jumlah manfaat yang diberikan. Maka
perlu program penunjang guna melengkapi dari apa yang didapat melalui
program dasar sistem asuransi sosial.5
Sementara Creedy dan Disney pada tahun 1985 mengatakan bahwa
santunan pada sistem asuransi sosial sangat terikat untuk hal-hal yang bersifat
5 Bambang purwoko, jaminan sosial dan sistem penyelenggaraannya pandangan dan gagasan (
Jakarta meganet dutatama, 1999) hal 5
21
darurat misalnya sakit, kecelakaan kerja, dan meninggal dunia. Oleh
karenanya program tabungan wajib boleh jadi dikaitkan dengan santunan
kematian seperti hal nya yang telah dilaksankan oleh PT. Jamsostek (Persero)
dalam hal THT-AK 1978-1991. Dalam hal terjadi pengangguran massal,
maka solusinya menjadi porsi program demogrant yaitu semacam
unemployment benefits yang bersumber dari keuangan Negara, karena
sewaktu pekerja masi aktif bekerja dimana yang bersangkutan menjadi objek
pajak. Dan sebaliknya pada saat tidak bekerja lagi sehubungan dengan
kebijaksanaan ekonomi yang terlalu ketat, maka bergantian Negara
memberikan kewajibannya kepada yang bersangkutan dalam bentuk
unemployment benefit.
Purwoko pada tahun 1994 mengutarakan bahwa sistem asuransi sosial
sebenarnya merupakan alat fiskal bagi pemerintah terhadap pemberi kerja
yang dijadikan sebagai objek pungut melalui lembaga yang ditunjuk. Secara
filosofi dikatakan bahwa pemberi kerja dalam hal menggunakan pekerja untuk
kepentingannya, maka pemberi kerja diwajibkan oleh UU untuk membayar
iuran kompensasi pekerja. PT. Jamsostek (Persero) merupakan salah satu
institusi yang ditunjuk.6
Berdasarkan hasil studi empirik tersebut di atas, akhirnya dapat
dikemukakan bahwa antara program demogrant, bantuan sosial, dan asuransi
6 Bambang purwoko, jaminan sosial dan sistem penyelenggaraannya pandangan dan gagasan (
Jakarta meganet dutatama, 1999) hal 6
22
sosial pada prinsipnya saling melengkapi. Asuransi sosial adalah suatu sistem
proteksi untuk dapat memenuhi atau paling tidak mampu menciptakan
demand for economics security sehubungan dengan masalah economics
insecurity. Sedangkan sistem asuransi sosial dari segi aspek hukum
merupakan alat fiskal sehingga peranannya lebih bersifat sebagai tax
institution. Dari segi pelembagaan, maka asuransi sosial sebagai monopoli
pemerintah dalam hal menyelenggarakan proteksi dasar. Karena program
proteksi dasar harus dimonopoli oleh hanya satu badan yang ditunjuk oleh
pemerintah agar terjadi pemerataan pembagian resiko secara simultan.7
2. Definisi Sistem Jaminan Sosial Nasional
Jaminan sosial dapat diberi pengertian yang luas sehingga sering
diartikan sebagai kesejahteraan sosial. Di Indonesia kesejahteraan sosial telah
diatur dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan
pokok kesejahteraan sosial. Pasal 2 dari Undang-Undang tersebut menyatakan
bahwa kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan
sosial material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan,
kesusilaan, ketentraman lahir-batin, yang memungkinkanbagi setiap warga
Negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani, dan
7 Bambang Purwoko MA PhD, Jaminan Sosial dan Sistem Penyelenggaraannya: Pandangan &
Gagasan, (Jakarta : Meganet Dutatama Unggul, 1999), hal 5
23
sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan
menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia.
Dalam ruang lingkup yang luas tersebut, jaminan sosial dimaksudkan
untuk mencegah dan mengatasi keterbelakangan, ketergantungan,
ketelantaran, serta kemiskinan pada umumnya. Dalam pengetian yang luas ini,
jaminan sosial mengandung berbagai unsur diantaranya adalah sebagai
berikut:8
1) Bantuan sosial
Berbagai program yang diselenggarakan oleh pemerintah
dalam hal ini dapat departemen sosial untuk memberikan bantuan bagi
korban bencana alam, panti asuhan untuk para lanjut usia, anak yatim
piatu, dan fakir miskin, rehabilitasi penderita cacat, rehabilitasi
berbagai penyandang ketunaan. Pembiayaan bantuan sosial bersumber
dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
2) Asuransi Sosial
Berbagai program yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk
memberikan perlindungan bagi tenaga kerja dan keluarganya terhadap
resiko-resiko yang timbul dari pekerjaannya, seperti sakit, kecelakaan,
hari tua, pemutusan hubungan kerja, dan meninggal dunia.
8 Sentanoe Kertonegoro, Sistem Dan Program Jaminan Sosial Di Negara-Negara Asean, (Jakarta,
yayasan tenaga kerja indonesai,1998) hal.3
24
Pembiayaan asuransi sosial bersumber dari iuran pekerja dan pemberi
kerjanya.
Secara khusus jaminan sosial pada umumnya diartikan dalam
pengertian yang lebih sempit. Dalam pengertian sempit ini jaminan sosial
diartikan sebagai program perlindungan dan kesejahteraan bagi tenaga kerja
terhadap resiko-resiko sakit, kecelakaan, hari tua, pemutusan hubungan kerja
dan kematian yang dapat mengakibatkan penderitaan dan kesulitan ekonomis
bagi diri dan keluarganya. Perlindungan tersebut dilakukan oleh pemerintah
dengan pembiayaan yang ditanggung oleh tenaga kerja sendiri dan pengusaha
atau pemberi kerjanya.
Setiap program yang diselenggarakan oleh pemerintah selalu bersifat
dasar dan minimal untuk kepentingan rakyat banyak, terutama bagi mereka
yang kurang mampu untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, seperti
perumahan sederhana, pengobatan puskesmas, kredit usaha tani, kredit usaha
kecil, dan sebagainya. Demikian juga dengan jaminan sosial dimaksudkan
untuk memberikan perlindungan dan kesejahteraan dasar dan minimal saja.
Selain itu, pelaksanaannya dilakukan secara wajib bagi seluruh tenaga kerja
dan pengusaha pemberi kerjanya.
Sifat dasar, minimal, dan wajib diambil dengan tujuan agar jaminan
sosial dapat merata dan meluas kepesertaannya dengan pembiayaan yang
25
dapat terjangkau oleh segenap lapisan tenaga kerja dan pemberi kerjanya.
Bagi mereka yang menginginkan kemanfaatan yang lebih besar dapat
memperolehnya melalui program dan lembaga lainnya seperti asuransi, dana
pensiun, bank. Dengan kemanfaatan dasar yang lebih besar. Pada gilirannya,
jaminan sosial akan mendorong industri asuransi, dana pensiun, dan lembaga
keuangan lainnya.
Sehubungan dengan pengertian pengertian tersebut diatas, berbagai
definisi dirumuskan baik secara formal perundang-undangan maupun secara
literatur. Definisi yang ada dalam Undang-Undang no. 3 Tahun 1992 tentang
jaminan sosial tenaga kerja merumuskan jaminan sosial tenaga kerja sebagai
sesuatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang
sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang, dan
pelayanan sebagai akibat dari peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga
kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal
dunia. Dalam definisi ini, jaminan sosial memberikan empat program
perlindungan utama yaitu jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan
kematian, jaminan pemeliharaan kesehatan.
Definisi dari ILO yang tercantum dalam Konvensi ILO no. 102 Tahun
1952 mengenai Jaminan Sosial (Standar Minimal) menyatakan Bahwa
jaminan sosial adalah perlindungan yang diberikan masyarakat untuk para
anggotanya, melalui seperangkat instrumen public, terhadap kesulitan
26
ekonomis dan sosial yang disebabkan karena terhentinya atau turunnya
penghasilan yang diakibatkan karena sakit, hamil, kecelakaan kerja,
pengangguran, cacat, hari tua, dan kematian, pemberian perawatan medis, dan
pemberian subsidi bagi keluarga yang mempunyai anak. Dalam definisi ini
terkandung sembilan cabang kemanfaatan jaminan sosial yaitu :9
1) Perawatan medis
2) Tunjangan sakit
3) Tunjangan pengangguran
4) Tunjangan hari tua
5) Tunjangan kecelakaan kerja
6) Tunjangan keluarga
7) Tunjangan kehamilan
8) Tunjangan cacat
9) Tunjangan ahli waris.
Semua tunjangan diatas kecuali perawatan medis, dibayarkan secara
tunai. Kecelakaan kerja dan kehamilan juga mengandung perawatan medis.
Tunjangan keluarga bisa meliputi berbagai unsur kemanfaatan, baik tunai
maupun barang dan jasa.
Rincian atau pengelompokan program atau kemanfaatan bias
dilakukan dengan berbagai cara dan kombinasi. Misalnya, perawatan medis,
9 Organisasi Perburuhan Internasional, K102 Konvensi ILO No.102 Tahun 1952 mengenai standar
minimal jaminan sosial (Jakarta: organisasi perburuhan internasional,2008) hal.10
27
kehamilan, dan persalinan dapat menjadi jaminan pelayanan kesehatan.
Tunjangan hari tua, cacat, ahli waris bias menjadi pensiun (hari tua, cacat,
janda-dua/yatim-piatu). Tunjangan kecelakaan kerja dan cacat menjadi
jaminan kecelakaan kerja.
Oleh karena itu Asosiasi Jaminan Sosial Internasional dalam
konstitusinya menggolongkan cabang-cabang jaminan sosial sebagai berikut :
a) Asuransi kecelakaan kerja dan/atau penyakit akibat kerja
b) Asuransi sakit dan/atau kehamilan
c) Asuransi hari tua dan/atau cacat dan/atau ahli waris
d) Asuransi pengangguran
e) Tunjangan keluarga.
Liputan cabang-cabang tersebut juga berbeda antara Negara yang satu
dengan yang lainnya. Jamsostek , misalnya tidak meliputi asuransi
pengangguran dan tunjangan keluarga, selain itu asuransi sakit tidak
memberikan tunjangan tunaikarena dianggap menimbulkan penyalahgunaan,
tetapi berupa pelayanan medis.10
Dalam Undang Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional no.
40 tahun 2004 yang di godok dan di sah kan oleh dewan perwakilan rakyat,
sistem jaminan sosial nasional di definisikan sebagai berikut,
10
Sentanoe kertonegoro. Sistem dan program Jaminan sosial di Negara ASEAN (Jakarta yayasan
tenaga kerja Indonesia 1998) hal 5.
28
Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk
menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar
hidupnya yang layak.
Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara
penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan
penyelenggaraan jaminan sosial.
Asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang
bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan
perlindungan atas resiko sosial ekonomi yang menimpa peserta
dan/atau anggota keluarganya.
Tabungan wajib adalah simpanan yang bersifat wajib bagi peserta
program jaminan sosial.
Bantuan iuran adalah iuran yang dibayar oleh Pemerintah bagi
fakir miskin dan orang mampu sebagai peserta program jaminan
sosial.11
3. Landasan Hukum Sistem Jaminan Sosial Nasional
Yang menjadi landasan hukum pelaksanaan sistem jaminan sosial
nasional ada beberapa aspek yang melandasi nya mulai dari Undang-Undang
11
Undang Undang Negara Republik Indonesia No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional.
29
dasar sampai kepada Undang-Undang khusus yang membahas sistem jaminan
sosial nasional berikut yakni:
a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
1) Bab XIV Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial Pasal 34
a) Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara
b) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial nasional bagi
seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan
tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan
c) Negara bertanggung jawab ataspenyediaan fasilitas pelayanan
kesehatan dan penyediaan fasilitas umum yang layak
d) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur
dalam undang-undang.
b. Undang-Undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 1992 tentang jaminan
sosial tenaga kerja Bab 2 penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja
1) Pasal 3
a) Untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja
diselenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja yang
pengelolaannya dapat dilaksanakan dengan mekanisme asuransi
b) Setiap tenaga kerja berhak atas jaminan sosial tenaga kerja
2) Pasal 4
30
a) Program jaminan sosial sebagaimana dimaksud dalam pasal 3
wajib dilakukan oleh setiap perusahaan bagi tenaga kerja yang
melakukan pekerjaan didalam hubungan kerja sesuai dengan
ketentuan Undang-undang ini
b) Program jaminan sosial tenaga kerja bagi tenaga kerja yang
melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah
c) Persyaratan dan tata cara penyelenggaraan program jaminan
sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.
d) Pasal 5
Kebijakan dan pengawasan umum program jaminan sosial tenaga
kerja ditetapkan dengan peraturan pemerintah
c. Undang-undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2004 tentang sistem
jaminan sosial nasional Bab 1 ketentuan umum sistem jaminan sosial
nasional
1) Pasal 1
a) Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial
untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
31
b) Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara
penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan
penyelenggaraan jaminan sosial.
c) Asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana
yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan
perlindungan atas resiko sosial ekonomi yang menimpa peserta
dan/atau anggota keluarganya.
d) Tabungan wajib adalah simpanan yang bersifat wajib bagi peserta
program jaminan sosial.
e) Bantuan iuran adalah iuran yang dibayar oleh Pemerintah bagi
fakir miskin dan orang mampu sebagai peserta program jaminan
sosial.
2) Bab 2 asas, tujuan, dan prinsip penyelenggaraan sistem jaminan
sosial pasal 2
Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas
kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Pasal 3
Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan
jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi
setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.
32
4. Prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional
Dalam konsep perlindungan sosial yang komprehensif dan
berkelanjutan, terdapat 2 prinsip penting yang diajukan oleh ILO (ILO,
Extending Social Security to All, 2010). Dua prinsip tersebut antara lain
adalah sebagai berikut
1. Universalitas (Universality)
Prinsip ini menekankan pada hak seluruh penduduk untuk
mendapatkan kepastian akses perlindungan sosial dalam sebuah sistem
jaminan sosial yang efektif. Universal berarti akses perlindungan sosial
tersebut diselenggarakan berbasis hak penduduk (right-based scheme). Hal ini
merupakan prinsip yang fundamental dan mendasari seluruh aspek
pengembangan sistem jaminan sosial.
Mengingat kepesertaannya yang juga mencakup penduduk
miskin/tidak mampu/tidak bekerja/cacat yang tidak memiliki kemampuan
untuk membayar iuran maka hendaknya sistem ini diselenggarakan oleh
negara. Prinsip universalitas jugalah yang mendasari agar penyelenggaraan
jaminan sosial tidak boleh lepas dari tanggung jawab negara.
Konsekuensi prinsip universalitas yang harus diemban oleh negara,
khususnya bagi negara yang memiliki keterbatasan sumberdaya (fiskal dan
infrastruktur) adalah menetapkan desain manfaat dasar (basic package of
benefit) kepada kelompok penduduk miskin/tidak mampu/tidak bekerja/cacat
33
sebagai program perlindungan yang menjadi prioritas utama. Dilain sisi,
memberikan manfaat dan akses jaminan sosial yang seluas-luasnya kepada
kelompok penduduk lain yang memiliki kemampuan membayar iuran. 12
2. Progresivitas (Progressiveness)
Sebagai sebuah instrumen publik yang memiliki karakteristik investasi
dibidang modal sosial (social capital) dan modal manusia yang produktif,
sistem jaminan sosial harus diselenggarakan secara berkelanjutan dan tidak
boleh berhenti pada tingkat manfaat dasar saja (basic benefit). Manfaat dasar
merupakan langkah awal yang menjadi fondasi pengembangan sistem jaminan
sosial. Prinsip progrevisitas menjelaskan bahwa konsep universalitas tidak
berarti memberikan keseragaman manfaat kepada seluruh penduduk
(uniformity).
Pemerintah wajib, sesuai dengan tahapan perkembangan ekonominya,
memperluas cakupan perlindungan kepada seluruh kelompok penduduk dan
tingkat manfaat perlindungan (sebagaimana terlihat pada gambar 6 diatas).
Prinsip progresivitas ini mengamanahkan agar sistem jaminan sosial
diselenggarakan secara sistemik dan rasional sehingga mampu menjawab
prioritas kebutuhan dasar dan disaat bersamaan memungkinkan tercapainya
mobilitas masyarakat ke tingkat manfaat yang lebih tinggi (basic banefit
coverage ke intermediate benefit coverage) dan peningkatan manfaat
12
Organisasi perburuhan internasional, Perlindungan sosial diIndonesia persiapan pengembangan agenda (Jakarta, Organisasi perburuhan internasional,2008) hal.24
34
perlindungan dasar sesuai dengan kemampuan daya beli penduduk dan tingkat
pertumbuhan ekonomi bangsa.
Tidak adanya prinsip progresivitas berimplikasi pada tidak adanya
proses monitoring kepada para penduduk yang menerima BLT tersebut
sehingga bantuan tersebut tidak membantu penduduk hingga menjadi mandiri
dan berpindah ke cakupan manfaat yang lebih tinggi.
Bila ditelaah lebih lanjut, prinsip jaminan sosial yang diajukan oleh
ILO belum mencakup prinsip-prinsip SJSN yang sebagaimana diamanahkan
dalam UU 40/2004. Sembilan prinsip UU SJSN yang diamanahkan dalam
UU nomor 40 dalam pasal 4 tahun 2004 adalah sebagai berikut
a. Kegotong-royongan;13
Prinsip ini diwujudkan dalam mekanisme gotong- royong dari
peserta yang mampu kepada peserta yamg kurang mampu dalam bentuk
kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat; peserta yang berisiko rendah
membantu yang berisiko tinggi; dan peserta yang sehat membantu yang
sakit. Melalui prinsip kegotongroyongan ini jaminan sosial dapat
menumbuhkan keadalan sosial bagi keseluruhan rakyat Indonesia.
b. Nirlaba;
Pengelolaan dana amanat tidak dimaksudkan mencari laba (nirlaba)
bagi Badan Penyelenggara Jaminan sosial, akan tetapi tujuan
13
Undang Undang Negara Republik Indonesia No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional.
35
utamapenyelenggaraan jaminan sosial adalah untuk memenuhi sebesar-
besarnya kepentingan peserta. Dana amanat, hasil pengembangannya, dan
surplus anggaran akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan
peserta.
c. Keterbukaan;
Kegiatan manajemen dalam pengelolaan dana jaminan sosial
harus mengedepankan prinsip keterbukaan. Hal ini dikarenakan dana
jaminan sosial merupakan dana iuran peserta yang wajib dikelola dengan
baik serta mengedepankan prinsip transparansi dalam pengelolaannya.
d. Kehati-hatian;
Prinsip ini wajib dijalankan oleh manajemen dalam hal
pengelolaan dana jaminan sosial.
e. Akuntabilitas;
f. Portabilitas;
Jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang
berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal
dalam wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia.
g. Kepesertaan bersifat wajib;
Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta
sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh
rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat
dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama
36
dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal
dapat menajdi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem
Jaminan Sosial Nasional dapat mencakup seluruh rakyat.
h. Dana Amanat
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan titipan kepada
badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka
mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta. Prinsip hasil
pengelolaan Dana Jaminan Sosial Nasional dalam Undang-Undang ini
adalah hasil berupa dividen dari pemegang saham yang dikembalikan untuk
kepentingan peserta jaminan sosial.
Dalam Undang-Undang ini diatur penyelenggaraan Sistem Jaminan
Sosial Nasional yang meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja,
jaminan pensiun, jaminan hari tua, dan jaminan kematian bagi seluruh
penduduk melalui iuran wajib pekerja. Program-program jaminan sosial
tersebut diselenggarakan oleh beberapa Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dalam Undang-Undang ini
adalah transformasi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang sekarang
telah berjalan dan dimungkinkan membentuk badan penyelenggara baru
sesuai dengan dinamika perkembagan jaminan sosial.
37
i. Hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk
pengembangan program dan untuk sebesar-besarnya kepentingan
peserta.14
5. Ruang lingkup Sistem Jaminan Sosial Nasional
Dalam ruang lingkup sistem jaminan sosial nasional ada beberapa
variabel yang dapat dijadikan patokan dalam pembahasan ini pertama
konvensi ILO organisasi perburuhan internasional no 102 pada tahun 1952
mengenai standar minimal jaminan sosial, yang di laksanakan di Jenewa.
Dalam konvensi yang dilakukan pada tanggal 4 juni 1952 ini telah
merumuskan dan mengesahkan hal hal yang berkenaan dengan jaminan sosial
yang dalam pembahasan kali ini penulis akan mengungkapkan sembilan ruang
lingkup jaminan sosial sebagai berikut.15
1. Layanan kesehatan
2. Tunjangan sakit
3. Tunjangan untuk pengangguran
4. Tunjangan hari tua
5. Tunjangan kecelakaan kerja
6. Tunjangan keluarga
14
Undang Undang Negara Republik Indonesia No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional.
15
Organisasi perburuhan internasional. K102-Konvensi ILO No.102 Tahun 1952 standar minimal
jaminan sosial. Kantor perburuhan internasional, Jakarta, 2008
38
7. Tunjangan persalinan
8. Tunjangan kecacatan
9. Tunjangan ahli waris
Dari uraian di atas dapat kita telaah sebenarnya dalam konvensi
internasonal telah di sepakati oleh negara-negara internasional mengenai
pentingnya peran Negara dalam memberikan jaminan sosial bagi warga
negaranya.
Dalam deklarasi universal mengenai hak asasi manusia di artikel ke 22
yang menyatakan bahwa Everyone, as a member of society, has the right to
social security. Dan artikel ke 25 yang menyatakan Everyone has the right to
a standard of living adequate for the health and well-being of himself and of
his family, including food, clothing, housing and medical care and necessary
social services, and the right to security in the event of unemployment,
sickness, disability, widowhood, old age or other lack of livelihood in
circumstances beyond his control
Dalam hal ini siapa saja yang menerima jaminan sosial juga di bagi
dalam klasifikasi menjadi delapan golongan yaitu.16
1. Pekerja sektor formal Pegawai Negeri Sipil
2. Pekerja sektor formal pegawai swasta
3. Pekerja sektor informal
16
Achmad Subianto, Sistem Jaminan sosial nasional pilar penyangga kemandirian perekonomian bangsa (Jakarta: gibbon groups publication,2010)hal.71
39
4. Pengangguran
5. Orang lanjut usia
6. Anak anak
7. Orang cacat
8. Orang fakir miskin
Dinamika pembangunan bangsa Indonesia telah menumbuhkan
tantangan berikut tuntutan penanganan berbagai persoalan yang belum
terpecahkan. Salah satunya adalah penyelenggaraan jaminan sosial bagi
seluruh rakyat, yang diamanatkan dalam Pasal 28 ayat (3) mengenai hak
terhadap jaminan sosial dan Pasal 34 ayat (2) Undang- Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun1945. Jaminan sosial juga dijamin dalam Deklarasi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak asasi Manusia Tahun 1948 dan
ditegaskan dalam Konvensi ILO Nomor 102 Tahun 1952 yang menganjurkan
semua negara untuk memberikan perlindungan minimum kepada setiap tenaga
kerja. sejalan dengan ketentuan tersebut, Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia dalam TAP Nomor X/MPR/2001 menugaskan Presiden
untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam rangka memberikan
perlindungan sosial yang menyeluruh dan terpadu.
Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya merupakan program
Negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan
40
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini, setiap penduduk
diharakan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila tejadi
hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan,
karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan,
memasuki usia lanjut, atau pensiun.
Selama beberapa dekade terakhir ini, Indonesia telah menjalankan
beberapa program jaminan sosial. Undang-Undang yang secara khusus
mengatur jaminan sosial bagi tenaga kerja swasta adalah Undang-Undang
Nomor 3 tahun 1992 tenang Jaminan Tenaga Kerja (JAMSOSTEK), yang
mencakup program jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan kecelakaan
kerja, jaminan hari tua dan jaminan kematian.
Untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS), telah dikembangkan program
Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN) yang dibentuk
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun1981 dan program Asuransi
Kesehatan (ASKES) yang diselenggarakan berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 69 Tahun 1991 yang bersifat wajib bagi PNS/Penerima
Pensiun/Perintis Kemerdekaan/Veteran dana anggota keluarganya.
Untuk prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian
Republik Indonesia (POLRI), dan PNS Departemen Pertahanan/TNI/POLRI
beserta keluarganya telah dilaksanakan program Asuransi Sosial Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) sesuai dengan Peraturan Pemrintah
41
Nomor 67 Tahun 1991 yang merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah
Nomor 44 Tahun 1971. 17
Berbagai program tersebut diatas baru mencakup sebagian kecil
masyarakat. Sebagian besar rakyat belum memperoleh perlindungan yang
memadai. Disamping itu, pelaksanaan berbagai program jaminan sosial
tersebut mampu memberikan perlindungan yang adil dan memadai kepada
para peserta sesuai dengan manfaat program yang menjadi hak peserta.
Sehubungan dengan hal di atas, dipandang perlu menyusun Sistem
Jaminan Nasional yang mampu mensinkronisasikan penyelenggaraan
berbagai bentuk jaminan sosial yang dilaksanakan oleh beberapa
penyelenggara agar dapat menjangkau kepesertaan yang lebih luas serta
memberikan manfaat yang lebih besar bagi setiap peserta.
B. Tinjauan Umum Takaful Al-Ijtima’i
Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam islam dan dikenal dengan Takaful
Al Ijtima’i memang belum pernah ada yang membahasnya secara baku dalam
ekonomi islam, akan tetapi dapat dilihat dari studi empiris sistem perekonomian
yang di lakukan dalam masa Nabi Muhammad saw dan Khulafaur Rasyidin
17
Emir Soendoro, jaminan sosial solusi bangsa berdikari (Jakarta: dinov Progress Indonesia, 2009) hal.87
42
hingga seterusnya yang sedikit banyak menyinggung hal-hal yang berkaitan
dengan jaminan sosial kepada masyarakat muslim saat itu.18
Dalam perjalanannya, perkembangan jaminan sosial Islam mengalami
pasang surut mengikuti perkembangan masyarakat islam pada waktu itu karena
memberlakukan jaminan sosial juga bergantung pada tingkat kesejahteraan
Negara pada saat masa pemerintahan berlangsung karena ini menyangkut juga
dengan kondisi keuangan Negara pada saat itu. Sedangkan Kondisi keuangan
negara pada masa awal pemerintahan Islam tergantung kepada pendapatan
negara. Dan pemasukan negara pada masa Islam didapat dari berbagai instrumen
pemasukan negara.
Instrumen utama dalam pemasukan negara pada masa pemerintahan awal
Islam adalah zakat, ghanimah, ushr dan lain-lainnya. Sedangkan alokasi dana
pemasukan negara akan dimasukkan kepada pos-pos yang telah ditetapkan
sebelumnya. Seperti dilihat dalam tabel berikut ini :
Tabel Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara Islam
Penerimaan Pengeluaran
Jenis Regulasi
Zakat Kebutuhan Dasar
Kharaj Kesejahteraan Sosial
Jizyah Pendidikan & Penelitian
Ushr Infrastruktur (Fasilitas Publik)
18
M syakir sula, Asuransi Syariah Live and general konsep dan operasional (Jakarta: gema insane press,2004) hal33
43
Jenis Sukarela Dakwah & Propaganda Islam
Infak-Shadaqah Adminstrasi Negara
Wakaf Pertahanan dan Keamanan
Hibah-hadiah
Jenis Kondisional
Khums
Pajak (Nawaib)
Keuntungan BUMN (Mustaghlah/fay’)
Lain-lain
Sumber : Analisis Teoritis Ekonomi Islam, Ali Sakti
Menurut tabel diatas, dapat dilihat bahwa setiap pemasukan negara telah
dianggarkan untuk posnya masing-masing. Diantaranya adalah untuk
kesejahteraan sosial masyarakat. Kesejahteraan sosial merupakan salah satu pos
anggaran penting, karena berkaitan dengan salah satu fungsi negara yakni
menjadi katalisator bagi warga negara untuk mencapai kesejahteraannya.19
Negara memaksimalkan pemberdayaan sumber daya yang dimiliki untuk
kesejahteraan sebesar-sebesarnya warganya. Dimana negara dapat menyediakan
fasilitas-fasilitas vital bagi warga, utamanya pangan, pakaian, perumahan,
kesehatan dan variabel apapun yang masuk menjadi kebutuhan dasar warga.
Kesemuanya ditujukan untuk menjaga dan meningkatkan kondisi keimanan
warga, dengan begitu tidak ada hambatan-hambatan ekonomi yang dapat
19
Ali Sakti, Analisis teoritis Ekonomi Islam : Jawaban atas Kekacauan ekonomi
modern(.Jakarta:2007),hal 364
44
memposisikan warga negara pada satu kondisi dimana hubungannya dengan
Allah Swt terganggu.
Jelas terlihat bahwa jaminan sosial atau takaful al-ijtima’i telah
dilaksanakan dalam masa awal pemerintahan islam. Maka dalam penulisan
skripsi ini penulis akan mencoba Takaful Al Ijtima’I secara empiris dari masa
Rasulullah SAW sampai fase Khulafaur Rasyidin karena pada fase periode ini
lah kita dapat intisari Jaminan Sosial Dalam Islam yang di praktekan pada masa
itu.
1. Takaful Al-Ijtima’i Pada Masa Rasulullah SAW
Pada masa Rasulullah Sistem Jaminan Sosial Nasional memang belum
baku di praktekan sebagai suatu sistem baku yang tersusun secara sistematis
sebagai suatu sistem jaminan sosial yang di selenggarakan oleh Negara atau
pemerintahan pada masa Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW sesungguhnya mengajarkan pada kita ummat nya
menerapkan instrument zakat sebagai bagian dari jaminan sosial dalam Islam
atau Takaful Al Ijtima’I, karena dalam fungsi zakat ini ada upaya saling
membantu sesama ummat muslim yang memiliki harta yang berlebihan untuk
menzakatkan hartanya untuk dapat di kelola oleh amil untuk di salurkan kepada
delapan asnaf zakat20
. Seperti Firman Allah Swt dalam Al-Qur’an pada QS. At-
Taubah ayat 60 yaitu :
20
Euis Amalia, sejarah pemikiran ekonomi islam dari masa klasik hingga kontemporer. (Gramata
publishing, depok 2010) hal. 75
45
Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-
orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang,
untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan,
sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha
mengetahui lagi Maha Bijaksana[647].
Praktik jaminan sosial dalam islam pada masa Rasulullah dapat kita lihat
pada kebijakan ekonomi Rasulullah yang mendirikan Baitul Maal, pada masa itu
semua hasil penghimpunan kekayaan Negara harus dikumpulkan terlebih dahulu
dan kemudian di keluarkan sesuai dengan kebutuhan negara. Sumber pemasukan
baitul maal terdiri dari :
a) Kharaj
b) Zakat
c) Khums
d) Jizyah
e) Kaffarah
f) Harta waris dari orang yang tidak menjadi ahli waris21
21
Euis Amalia, sejarah pemikiran ekonomi islam dari masa klasik hingga kontemporer. (Gramata
publishing, depok 2010) hal. 78
46
Dari sumber pendapatan Negara yang dikumpulkan di baitul maal
tersebut dialokasikan untuk penyebaran islam, pendidikan, kebudayaan, ilmu
pengetahuan, infrastruktur, armada perang, keamanan, dan penyediaan layanan
kesejahteraan sosial.
Rasulullah SAW juga menetapkan berbagai bentuk sedekah, baik yang
bersifat wajib maupun sukarela, terhadap para individu yang memiliki harta
kekayaan yang banyak untuk membantu para anggota masyarakat yang tidak
mampu.22
Pada masa Rasulullah sumber sumber pengeluaran Negara yang
berubungan dengan jaminan sosial dapat meliputi beberapa hal yang di ambil
dari dana yang telah dikumpulkan oleh baitul maal seperti penyaluran zakat dan
ushr kepada yang berhak menerimanya sesuai ketentuan Alquran termasuk para
pemungut zakat, bantuan untuk para musafir (dari daerah fadak), bantuan untuk
orang yang belajar agama, pembayaran untuk kaum muslim yang menjadi budak,
pembayaran denda atas mereka yang terbunuh secara tidak sengaja oleh pasukan
muslim, pembayaran hutang orang yang meninggal dalam keadaan miskin,
pembayaran tunjangan untuk orang miskin, tunjangan untuk sanak saudara
Rasulullah, persediaan darurat (sebagian dari pendapatan Khaibar).
22
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.( Raja Grafindo Persada, Jakarta
2004). Hal. 36
47
2. Takaful Al-Ijtima’i Pada Masa Abu Bakar ash Shiddiq
Dalam upayanya meningkatkan kesejahteraan umat, Abu Bakar sangat
memperhatikan keakuratan zakat, sehingga tidak terjadi kelebihan atau
kekurangan pembayarannya. Dalam mendistribusikan harta baitul maal Abu
Bakar menerapkan prinsip kesamarataan memberikan jumlah yang sama kepada
semua sahabat Rasulullah SAW.23
Dengan demikian, selama masa pemerintahan Abu Bakar ash-Shiddiq,
harta Baitul Mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang lama karena
langsung didistribusikan kepada seluruh kaum muslimin, bahkan ketika Abu
Bakar ash-Shiddiq wafat, hanya ditemukan satu dirham dalam perbendaharaan
negara. Seluruh kaum muslimin diberikan bagian yang sama dari hasil
pendapatan negara. Apabila pendapatan meningkat, seluruh kaum muslimin
mendapat manfaat yang sama dan tidak ada seorang pun yang dibiarkan dalam
kemiskinan. Kebijakan tersebut berimplikasi pada peningkatan aggregate
demand dan aggregate supply yang pada akhirnya akan menaikkan total
pendapatan nasional, di samping memperkecil jurang pemisah antara orang-
orang yang kaya dengan yang miskin.24
23
Euis Amalia, sejarah pemikiran ekonomi islam dari masa klasik hingga kontemporer. (Gramata
publishing, depok 2010) hal. 89
24 Adiwarman azwar karim, sejarah pemikiran ekonomi islam. (Raja grafindo persada, Jakarta 2004.)
Hal. 58
48
3. Takaful Al-Ijtima’I Pada Masa Umar Ibn Khattab
Pada masa umar ibn khattab ini dapat dikatakan masa dimana sudah
mengenal istilah jaminan sosial secara baku karena pada masa pemerintahan nya
di bentuk departemen khusus yang bertugas langsung menangani jaminan sosial,
dikarenakan wilayah ekspansi islam pada masa nya berkembang cukup pesat
sampai ke wilayah romawi dan Persia, perkembangan wilayah yang cukup pesat
ini yang membuat pendapatan Negara naik cukup signifikan.
Setelah melakukan musyawarah dengan para pemuka sahabat, Khalifah
Umar ibn al-Khattab mengambil keputusan untuk tidak menghabiskan harta
Baitul Mal sekaligus, tetapi dikeluarkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan
yang ada, bahkan di antaranya disediakan dana cadangan.
Dalam hal pendistribusian harta Baitul Mal, sekalipun berada dalam
kendali dan tanggung jawabnya, para pejabat Baitul Mal tidak mempunyai
wewenang dalam membuat suatu keputusan terhadap harta Baitul Mal yang
berupa zakat dan ushr. Kekayaan negara tersebut ditujukan untuk berbagai
golongan tertentu dalam masyarakat dan harus dibelanjakan sesuai dengan
prinsip-prinsip Alquran.
Harta Baitul Mal dianggap sebagai harta kaum muslimin, sedangkan
Khalifah dan para amil hanya berperan sebagai pemegang amanah. Dengan
demikian, negara bertanggung jawab untuk menyediakan makanan bagi para
janda, anak-anak yatim, serta anak-anak terlantar; membiayai penguburan orang-
49
orang miskin; membayar utang orang-orang yang bangkrut; membayar uang
diyat untuk kasus-kasus tertentu, seperti membayar diyat prajurit Shebani yang
membunuh seorang Kristiani untuk menyelamatkan nyawanya; serta
memberikan pinjaman tanpa bunga untuk tujuan komersial, seperti kasus Hind
binti Ataba. Bahkan, Umar pernah meminjam sejumlah kecil uang untuk
keperluan pribadinya.
Untuk mendistribusikan harta Baitul Mal, Khalifah Umar ibn al-Khattab
mendirikan departemen yang dianggap perlu, dalam konteks ini ada beberapa
departemen yang behubungan dengan pembahasan ini, yaitu
a. Departemen Pelayanan Militer. Departemen ini berfungsi untuk
mendistribusikan dana bantuan kepada orang-orang yang terlibat
dalam peperangan. Besarnya jumlah dana bantuan ditentukan oleh
jumlah tanggungan keluarga setiap penerima dana.
b. Departemen Kehakiman dan Eksekutif. Departemen ini bertanggung
jawab terhadap pembayaran gaji para hakim dan pejabat eksekutif.
Besarnya gaji ini ditentukan oleh dua hal, yaitu jumlah gaji yang
diterima harus mencukupi kebutuhan keluarganya agar terhindar dari
praktek suap dan jumlah gaji yang diberikan harus sama dan kalaupun
terjadi perbedaan, hal itu tetap dalam batas-batas kewajaran.
50
c. Departemen Pendidikan dan Pengembangan Islam. Departemen ini
mendistribusikan bantuan dana bagi penyebar dan pengembang ajaran
Islam beserta keluarganya, seperti guru dan juru dakwah.
d. Departemen Jaminan Sosial. Departemen ini berfungsi untuk
mendistribusikan dana bantuan kepada seluruh fakir miskin dan
orang-orang yang menderita.25
Sebagai perealisasian salah satu fungsi negara Islam, yakni fungsi
jaminan sosial, Khalifah Umar membentuk sistem diwan yang menurut pendapat
terkuat, mulai dipraktekkan untuk pertama kalinya pada tahun 20 H. Dalam
rangka ini, ia menunjuk sebuah komite nassab ternama yang terdiri dari Aqil bin
Abi Thalib, Mahzamah bin Naufal, dan Jabir bin Mut’im untuk membuat laporan
sensus penduduk sesuai dengan tingkat kepentingan dan golongannya. Daftar
tersebut disusun secara berurutan dimulai dari orang-orang yang mempunyai
hubungan kekerabatan dengan Nabi Muhammad saw, para sahabat yang ikut
berperang dalam Perang Badar dan Uhud, para imigran ke Abysinia dan
Madinah, para pejuang perang Qadisiyyah atau orang-orang yang menghadiri
perjanjian Hudaibiyah, dan seterusnya. Kaum wanita, anak-anak dan para budak
juga mendapat tunjangan sosial.
25
Adiwarman azwar karim, sejarah pemikiran ekonomi islam. Raja grafindo persada, Jakarta 2004.
Hal. 62
51
Jumlah tunjangan yang diberikan kepada masing-masing golongan untuk
setiap tahunnya berbeda-beda. Secara umum, jumlah tunjangan yang diberikan
kepada mereka adalah sebagai berikut:
Tabel Penerima Tunjangan Jaminan Sosial
NO. Penerima Jumlah
1. Aisyah dan Abbas ibn Abdul Mutthalib Masing-masing 12.000 dirham
2. Para istri Nabi selain Aisyah Masing-masing 10.000 dirham
3. Ali, Hasan, Husain, dan para pejuang Badar Masing-masing 5.000 dirham
4. Para pejuang Uhud dan migran ke Abysinia Masing-masing 4.000 dirham
5. Kaum Muhajirin sebelum peristiwa Fathul Makkah Masing-masing 3.000 dirham
6.
Putra-putra para pejuang Badar, orang-orang yang memeluk Islam
ketika terjadi peristiwa fathul Makkah, anak-anak kaum Muhajirin
dan Anshar, para pejuang perang Qadisiyyah, Uballa, dan orang-
orang yang menghadiri perjanjian Hudaibiyah
Masing-masing 2.000 dirham.
Sumber : Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Adiwarman Karim
Orang-orang Mekkah yang bukan termasuk kaum Muhajirin mendapat
tunjangan 800 dirham, warga Madinah 25 dinar, kaum muslimin yang tinggal di
Yaman, Syiria dan Irak memperoleh tunjangan sebesar 200 hingga 300 dirham,
serta anak-anak yang baru lahir dan yang tidak diakui masing-masing
memperoleh 100 dirham. Di samping itu, kaum muslimin memperoleh tunjangan
pensiun berupa gandum, minyak, madu, dan cuka dalam jumlah yang tetap.
Kualitas dan jenis barang berbeda-beda di setiap wilayah. Peran negara yang
turut bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan makanan dan pakaian
52
bagi setiap warga negaranya ini merupakan hal yang pertama kali terjadi dalam
sejarah dunia26
.
Di antara alokasi pengeluaran dari harta Baitul Mal tersebut, dana pensiun
merupakan pengeluaran negara yang paling penting. Prioritas berikutnya adalah
dana pertahanan negara dan dana pembangunan.
Seperti yang telah dijelaskan, Khalifah Umar menempatkan dana pensiun
di tempat pertama dalam bentuk rangsum bulanan (arzaq) pada tahun 18 H, dan
selanjutnya pada tahun 20 H dalam bentuk rangsum tahunan (atya). Dana
pensiun ditetapkan untuk mereka yang akan dan pernah bergabung dalam
kemiliteran. Dengan kata lain, dana pensiun ini sama halnya dengan gaji reguler
angkatan bersenjata dan pasukan cadangan serta penghargaan bagi orang-orang
yang telah berjasa. Beberapa orang yang telah berjasa diberi pensiun kehormatan
(sharaf) seperti yang diberikan kepada para istri Rasulullah atau para janda dan
anak-anak pejuang yang telah wafat. Nonmuslim yang bersedia ikut dalam
kemiliteran juga mendapat penghargaan serupa.
Dana ini juga meliputi upah yang dibayarkan kepada para pegawai sipil.
Sejumlah penerima dana pensiun juga ditugaskan untuk melaksanakan kewajiban
sipil tetapi mereka dibayar bukan untuk itu. Khalifah Umar sebagai ahli Badr
juga terpilih sebagai penerima penghargaan sebesar 5.000 dirham. Sejak saat itu,
ia tidak meminta apa-apa (upah atau gaji) lagi dari Baitul Mal. Orang-orang yang
26
Adiwarman azwar karim, sejarah pemikiran ekonomi islam. Raja grafindo persada, Jakarta 2004.
Hal. 65
53
tidak ikut dalam kegiatan militer, seperti orang Mekkah, orang-orang desa
(petani, peternak dan sebagainya), pedagang, dan pengrajin, tidak mendapat dana
pensiun tersebut.
Sistem administrasi dana pensiun dan rangsum dikelola dengan baik.
Dalam setahun, dana pensiun dibayarkan dua kali, sedangkan pemberian
rangsum dilakukan secara bulanan. Administrasi dana pensiun terdiri dari dua
bagian, bagian pertama berisi catatan sensus dan jumlah yang telah menjadi hak
setiap penerima dana dan bagian kedua berisi laporan pendapatan. Dana tersebut
didistribusikan melalui seorang arif yang masing-maisng bertanggung jawab atas
sepuluh orang penerima dana.
Angkatan bersenjata terdiri dari pasukan berkuda dan prajurit. Pasukan
berkuda dipersenjatai dengan pelindung, pedang dan tombak atau pelindung,
anak panah, dan busur panah. Kehebatan dari pasukan ini terletak pada
kemampuan mobilisasi yang sangat tinggi, keteguhan hati dan kesabarannya.
Pasukan selalu diberi perbekalan dan peralatan dengan baik dan perjalanan
panjang dilakukan dengan menggunakan unta. Awalnya, pasukan mendirikan
perkemahan yang dibangun dengan menggunakan pohon-pohon palem tetapi
setelah itu, Umar menginstruksikan untuk membangun tempat permanen atau
distrik. Kemudian, markas-markas militer dibangun di Bashra, Kufah, Fastal,
Qairawan dan lain-lain. Markas besar militer juga dibangun di beberapa tempat
54
lainnya. Pengeluaran untuk hal-hal ini termasuk bagian dari pengeluaran untuk
pertahanan negara.
Kehakiman ditangani oleh hakim sipil yang biasa disebut hakim atau
qazis yang ditunjuk oleh Umar dan bersifat independen dan terpisah dari
pemerintahan. Khalifah Umar merupakan pemimpin pertama dalam Islam yang
menetapkan gaji untuk para hakim dan membangun kantornya terpisah dari
kantor eksekutif. Ia juga membangun sistem administrasi pemerintahan Islam
dan membagi daerah-daerah taklukan ke dalam satu organisasi pemerintahan
yang tertata rapih, sehingga memungkinkan para wakilnya di daerah
mengembangkan berbagai sumber daya di wilayahnya masing-masing.
Dalam sistem administrasi pemerintahannya tersebut, Khalifah Umar
menetapkan perbaikan ekonomi di bidang pertanian dan perdagangan sebagai
prioritas utama. Untuk mencapai tujuan tersebut, di Mesir, Syiria, Irak, dan
Persia Selatan telah dilakukan pengukuran ladang demi ladang dan penilaiannya
dilakukan secara seragam. Catatan hasil survei pengukuran tanah-tanah tersebut
membentuk sebuah catalog otentik yang selain menggambarkan luas daerah juga
mendeskripsikan secara terperinci kualitas tanah, produksi alam, karakter, dan
sebagainya. Jaringan kanal-kanal telah dibangun di Babilonia dan di sekitar
daerah sungai Tigris dan Eufrat di bawah pengawasan para petugas khusus.
Untuk memfasilitasi komunikasi langsung antara Mesir dengan Arab, Khalifah
Umar memfungsikan kembali sebuah kanal di antara sungai Nil dan Laut Merah
55
yang telah lama tidak terpakai. Pembangunan jaringan ini selesai dalam waktu
kurang dari satu tahun. Pembangunan kanal-kanal tersebut tidak hanya
mempermudah pelayaran kapal-kapal yang memuat padi-padian dari Mesir
berlayar ke Yanbu dan Jeddah sehingga sangat membantu ketika terjadi bencana
kelaparan pada tahun 18 H tetapi juga harga jual padi-padian tersebut turun
secara permanen di pasar Madinah dan Mekkah.27
Selain itu, Khalifah Umar memperkenalkan sistem jaga malam dan patroli
serta mendirikan dan mensubsidi sekolah-sekolah dan masjid-masjid di seluruh
wilayah negara. Ia juga menjamin orang-orang yang melakukan ibadah haji dan
para pengembara dapat menikmati fasilitas air dan tempat peristirahatan di
sepanjang jalan antara Mekkah dan Madinah, di samping membangun depot
makanan dan gudang tempat penyimpanan persediaan dan perlengkapan yang
dibutuhkan.
Seperti halnya yang dilakukan oleh Rasulullah saw, Khalifah Umar
menetapkan bahwa negara bertanggung jawab membayarkan atau melunasi utang
orang-orang yang menderita pailit atau jatuh miskin, membayar tebusan para
tahanan muslim, membayar diyat orang-orang tertentu, serta membayar biaya
perjalanan para delegasi dan tukar menukar hadiah dengan negara lain. Dalam
perkembangan berikutnya, setelah kondisi Baitul Mal dianggap cukup kuat, ia
27
Adiwarman azwar karim, sejarah pemikiran ekonomi islam. (Raja grafindo persada, Jakarta 2004).
Hal. 74
56
menambahkan beberapa pengeluaran lain dan memasukkannya ke dalam daftar
kewajiban negara, seperti memberi pinjaman untuk perdagangan dan konsumsi.
4. Pengeluaran Baitul Maal dan Kebijakan Fiskal Mengenai Sistem
Jaminan Sosial Dalam Islam Pada Awal Masa Pemerintahan Islam
a. Penyediaan Layanan Kesejahteraan Sosial
Sebagian dana Baitul Mal yang digunakan Rasulullah untuk mengatasi
kelaparan yang menimpa orang-orang fakir dan miskin. Penerimaan ini,
seperti yang akan diuraikan, terdiri atas ghanimah, khums, zakat, kharaj, dan
jizyah.
Zakat diwajibkan kepada setiap orang yang telah dapat mencukupi
kebutuhannya dalam satu tahun atau dengan kata lain setiap orang yang
mempunyai harta sampai tingkat nisab (batas kena pajak), seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya.
Bagaimana zakat dibayarkan untuk berbagai kegiatan yang disebutkan
di atas telah dijelaskan pada bagian penerimaan dana Baitul Mal. Di sini
hanya akan ditunjukkan gambaran dan indikator jumlah pendapatan minimal
yang dapat dikenai zakat pada masa permulaan Islam untuk memperlihatkan
bagaimana jika penghasilan seseorang tidak mencapai tingkat ini, Baitul Mal
akan memperlakukannya secara berbeda. Setiap sumber dana Baitul Mal
57
digunakan untuk tujuan masing-masing yang spesifik. Sebagai contoh,
penerimaan zakat hanya dapat digunakan untuk:28
1. Menyantuni fakir miskin
2. Menampung tuna wisma
3. Membayar gaji para pengumpul zakat
4. Melunasi utang orang-orang yang tidak mampu membayar
utangnya
5. Menolong orang-orang yang baru masuk Islam
6. Membebaskan budak, dan
7. Melaksanakan aktivitas pekerjaan umum
Khums juga digunakan untuk pengeluaran yang khusus seperti halnya
zakat. Zakat atas tanah di wilayah taklukan yang diperoleh tanpa peperangan
hanya digunakan untuk hal-hal yang dianggap Rasulullah paling tepat. Namun
zakat atas tanah di wilayah taklukan yang jatuh ke tangan kaum muslimin
melalui peperangan hanya digunakan untuk kepentingan kaum muslimin.
Demikian pula, Rasulullah membagi penerimaan Baitul Mal untuk memenuhi
kebutuhan harian kaum muslimin. Ketika melakukan pembagian, Rasulullah
membagi setiap orang yang berhak dengan jumlah yang sama.
28
Adiwarman azwar karim, sejarah pemikiran ekonomi islam. (Raja grafindo persada, Jakarta 2004).
Hal. 147
58
Dalam beberapa kesempatan Rasulullah memberi hadiah kepada utusan yang
datang yang ingin memeluk agama Islam. Pembagian hadiah ini adalah sebagai
berikut:29
1. Tiap anggota utusan Bani Murrah yang jumlahnya 13 orang menerima sepuluh
ons perak, kecuali Harits bin Auf menerima 12 ons
2. Tiap anggota utusan Tsa'labah menerima 5 ons perak
3. Bisr bin Muawiyah bin Tawr dari suku Bani Buka diberi beberapa domba betina
4. Tiap anggota utusan dari Bani Hanifa yang jumlahnya 13 sampai 19 orang diberi
5 ons perak
5. Utusan dari Tujib yang jumlahnya 16 orang, masing-masing menerima hadiah
yang jumlahnya lebih besar daripada yang pernah diberikan kepada utusan lain
Berbagai hadiah yang telah disebutkan diberikan melalui Bilal yang
diperintahkan Rasulullah untuk menangani tugas ini. Bilal juga ditugaskan
untuk membantu orang-orang miskin. Orang-orang yang membutuhkan yang
datang kepada Nabi diperintahkan menemui Bilal untuk mendapatkan
pakaian dan makanan. Bilal bahkan diperintahkan jika terjadi kekurangan
anggaran untuk mencari pinjaman dan mencarikan makanan bagi yang
membutuhkan. Oleh karena itu, setelah Rasulullah meninggal dunia,
Fatimah mencari Bilal, begitu pula halnya cucu Rasulullah, Hasan.
29
Adiwarman azwar karim, sejarah pemikiran ekonomi islam. (Raja grafindo persada, Jakarta 2004).
Hal. 149
59
Seperti yang telah dijelaskan sebelum ini, pada masa pemerintahan
Khalifah Umar bin al-Khattab pernah dilakukan sensus terhadap kaum
muslimin dan dengan data tersebut Khalifah Umar menetapkan besaran
pajak tanah taklukan yang dibagikan kepada setiap kaum muhajirin, Anshar,
keluarga Rasul dan lainnya sebagai berikut:
Untuk setiap istri Rasulullah dan pamannya, Abbas, Umar
menetapkan 10.000 dirham pertahun kecuali untuk Aisyah yang ditetapkan
sebesar 12.000 diham serta Juwairiyah dan Safiyah yang mesing-masing
menerima 6.000 dirham, Mujahid perang Badar serta putra Ali, Hasan dan
Husein, menerima 5.000 dirham, orang yang pertama masuk Islam tetapi
tidak ikut berperang di Badar menerima 4.000 dirham, Abdullah bin Umar
dan anak-anak Muhajirin dan Anshar tertentu menerima 2.000 dirham, setiap
penduduk Mekkah 800 dirham, untuk yang lainnya antara 300 sampai 400
dirham, bagi para istri Muhajirin dan Anshar 200, 300, 400, 600, dan 1.000
dirham tergantung beberapa hal.30
Pembagian di atas diperbaharui pada masa pemerintahan Ali bin
Abi Thalib. Bagian dana baitul mal dibagi secara merata pada setiap orang
berdasarkan kategori yang sama yang dilakukan oleh Rasulullah. Namun
pembagian seperti ini dan pertanyaan atas keadilannya menyebabkan banyak
30
Adiwarman azwar karim, sejarah pemikiran ekonomi islam. (Raja grafindo persada, Jakarta 2004).
Hal. 150
60
sahabat yang merasa keberatan dan menarik dukungannya kepada Ali dan
bergabung dengan Muawiyah.
Ali bin Abi Thalib juga membagi dana baitul mal kepada para fakir
miskin nonmuslim sama halnya dengan fakir miskin muslim. Suatu hari,
Khalifah Ali bertemu dengan pengemis buta lalu menanyakan keadaannya.
Pengemis itu mengatakan bahwa dia seorang Nasrani. Lalu Ali
memerintahkan agar biaya hidup orang tersebut ditanggung oleh Baitul Mal.
Contoh di atas memperlihatkan bahwa pada masa awal
pemerintahan Islam, nisab atau pendapatan minimal setiap penduduk baik
muslim ataupun nonmuslim dijamin negara. Tingkat pendapatan minimal ini
dicapai dengan mensinergikan kapabilitas produksi dengan partisipasi kerja.
Dalam kondisi keterbatasan kapabilitas, kekurangan seseorang ditutupi
dengan dana dari khums, zakat dan kharaj. Masing-masing dana ini
dirancang untuk pengeluaran khusus. Khums digunakan untuk penyebaran
dakwah Islam dan persediaan perang, di samping untuk menjamin
pemenuhan kebutuhan bagi yang berpendapatan di bawah batas minimal.
Gaji pengumpul zakat diambil dari dana zakat. Setelah menutupi seluruh
pengeluaran Baitul Mal, kharaj dibagikan kepada setiap muslim. Jelasnya,
pengeluaran besar dan terpenting atas setiap penerimaan yang disebutkan di
atas adalah untuk menjamin kesejahteraan sosial (social welfare) serta
penyediaan pelayanan publik.
61
BAB III
GAMBARAN UMUM PT. JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA
(PERSERO)
A. Sejarah Pendirian PT JAMSOSTEK (PERSERO)
Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tangung jawab
dan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada
masyarakat. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan Negara, Indonesia seperti
halnya berbagai Negara berkembang lainnya, mengembangkan program jaminan
sosial berdasarkan funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh
peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal.
Sejarah terbentuknya PT Jamsostek (Persero) mengalami proses yang
panjang, dimulai dari UU No.33/1947 jo UU No.2/1951 tentang kecelakaan kerja,
Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No.48/1952 jo PMP No.8/1956 tentang
pengaturan bantuan untuk usaha penyelenggaraan kesehatan buruh, PMP No.15/1957
tentang pembentukan Yayasan Sosial Buruh, PMP No.5/1964 tentang pembentukan
Yayasan Dana Jaminan Sosial (YDJS), diberlakukannya UU No.14/1969 tentang
Pokok-pokok Tenaga Kerja, secara kronologis proses lahirnya asuransi sosial tenaga
kerja semakin transparan.
Setelah mengalami kemajuan dan perkembangan, baik menyangkut landasan
hukum, bentuk perlindungan maupun cara penyelenggaraan, pada tahun 1977
62
diperoleh suatu tonggak sejarah penting dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah
(PP) No.33 tahun 1977 tentang pelaksanaan program asuransi sosial tenaga kerja
(ASTEK), yang mewajibkan setiap pemberi kerja/pengusaha swasta dan BUMN
untuk mengikuti program ASTEK. Terbit pula PP No.34/1977 tentang pembentukan
wadah penyelenggara ASTEK yaitu Perum Astek.
Tonggak penting berikutnya adalah lahirnya UU No.3 tahun 1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK). Dan melalui PP No.36/1995
ditetapkannya PT Jamsostek sebagai badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga
Kerja. Program Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi
kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian
berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian
atau seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat risiko sosial.1
Selanjutnya pada akhir tahun 2004, Pemerintah juga menerbitkan UU Nomor
40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, yang berhubungan dengan
Amandemen UUD 1945 dengan perubahan pada pasal 34 ayat 2, dimana Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah mengesahkan Amandemen tersebut, yang kini
berbunyi: "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat
kemanusiaan". Manfaat perlindungan tersebut dapat memberikan rasa aman kepada
1 PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja PERSERO, Annual Report Laporan Tahunan 2009 (Jakarta: PT
Jaminan Sosial Tenaga Kerja PERSERO, 2009), Hal.6.
62
pekerja sehingga dapat lebih berkonsentrasi dalam meningkatan motivasi maupun
produktivitas kerja.
Kiprah Perseroan yang mengedepankan kepentingan dan hak normative
Tenaga Kerja di Indonesia terus berlanjut. Sampai saat ini, PT Jamsostek (Persero)
memberikan perlindungan 4 (empat) program, yang mencakup Program Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi seluruh tenaga kerja dan keluarganya.
Dengan penyelenggaraan yang makin maju, program Jamsostek tidak hanya
bermanfaat kepada pekerja dan pengusaha tetapi juga berperan aktif dalam
meningkatkan pertumbuhan perekonomian bagi kesejahteraan masyarakat dan
perkembangan masa depan bangsa.
Sebagai penyelenggara jaminan sosial untuk tenaga kerja, PT Jamsostek
(Persero) bekerja keras untuk menjadi penyelenggara jaminan sosial yang dapat
dipercaya oleh stakeholders dan publik.
1) Terpercaya
Mendapatkan kepercayaan dari pemangku kepentingan/ stakeholder
merupakan hal penting bagi PT Jamsostek (Persero). Wujud dari
kepercayaan peserta adalah opini yang positif terhadap JAMSOSTEK,
kemauan dari pengusaha untuk mengikutsertakan karyawannya dalam
program JAMSOSTEK serta kepercayaan publik terhadap
62
JAMSOSTEK sebagai lembaga yang bersih dan dikelola dengan
profesional.
2) Unggul dalam pelayanan
PT Jamsostek (Persero) senantiasa berusaha memberikan pelayanan
yang unggul kepada tenaga kerja maupun kepada pengusaha. Untuk
memberikan keunggulan layanan ini, PT Jamsostek (Persero)
mengedepankan pada pelayanan yang mudah diakses, ramah, cepat,
dapat diandalkan dan akurat. Kemudahan akses dilakukan dengan
memberikan jaringan distribusi kantor cabang dan kantor pelayanan
dan melalui teknologi informasi (e-mail, website, call center).
Pembenahan proses secara berkesinambungan dilakukan untuk
menjamin bahwa proses yang dilakukan oleh PT Jamsostek (Persero)
dapat memuaskan seluruh peserta JAMSOSTEK. Untuk memantau
tingkat keunggulan dalam pelayanan, secara berkala PT Jamsostek
(Persero) melakukan pengukuran kepuasan pelanggan.
3) Manfaat optimal
PT Jamsostek (Persero) memberikan benefit kepada peserta melalui
produk utamanya dan produk tambahan. Manfaat produk Jaminan Hari
Tua (JHT) diupayakan agar dapat memberikan tingkat pengembalian
bagi peserta dengan nilai diatas bunga deposito perbankan. Akses
62
kepada peserta untuk melakukan check saldo JHT juga dikembangkan
melalui kerjasama dengan industri perbankan (dalam proses).
Pemberian manfaat optimal Program JK, JKK dan JPK dilakukan
dengan cara meningkatkan nilai jaminan dan kemudahan akses kepada
program ini, yaitu melalui peningkatan jumlah kerjasama dengan
berbagai entitas kesehatan. Selain itu produk tambahan berupa
program Peningkatan Kesejahteraan Peserta (PKP). Program ini
dilakukan dengan menyisihkan sebagian surplus PT Jamsostek
(Persero) menjadi bagian tersendiri yang ditujukan untuk peserta
JAMSOSTEK.2
Tujuan negara adalah memberikan kesejahteraan bagi warga negaranya.
Melalui berbagai instrumen, Negara berusaha mewujudkan cita-cita ini. Jaminan
sosial merupakan salah satu dari instrumen tersebut. Konvensi ILO tahun 1952 (No.
102) mendefinisikan Jaminan Sosial sebagai perlindungan yang diberikan masyarakat
untuk para anggotanya – melalui seperangkat instrumen publik - terhadap kesehatan
ekonomis dan sosial yang disebabkan terhentinya atau turunnya penghasilan yang
diakibatkan karena sakit, hamil, kecelakaan kerja, pengangguran, cacat, hari tua, dan
kematian; pemberian perawatan medis; serta pemberian subsidi bagi keluarga yang
mempunyai anak.
2 PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja PERSERO, Annual Report Laporan Tahunan 2009 (Jakarta: PT
Jaminan Sosial Tenaga Kerja PERSERO, 2009), Hal.8
62
PT Jamsostek (Persero) didirikan oleh pemerintah Indonesia untuk
menyelenggarakan perlindungan jaminan sosial bagi kelompok penduduk tenaga
kerja. Bentuk perlindungan jaminan sosial yang dilakukan PT Jamsostek (Persero)
adalah dengan menggunakan mekanisme provident fund/tabungan (Jaminan Hari
Tua/JHT) dan asuransi sosial (Jaminan Kecelakaan Kerja/JKK, Jaminan Kematian/JK
dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan/JPK). Sebagai organisasi yang bergerak dalam
industri jaminan sosial, maka perlindungan yang diberika bersifat dasar. Dasar
diartikan sebagai perlindungan inti kepada tenaga kerja. Selain daripada itu, tenaga
kerja dengan kemampuan keuangan lebih mempunyai pilihan untuk menambah
perlindungan kepada asuransi komersial diluar program JAMSOSTEK.
1. Stakeholder dalam PT Jamsostek (Persero)
PT Jamsostek (Persero) mempunyai tiga stakeholder penting diantaranya
adalah sebagai berikut
a) Tenaga Kerja
PT Jamsostek (Persero) mempunyai kewajiban untuk memberikan
layanan yang memuaskan kepada peserta JAMSOSTEK. Melalui ke-empat
produknya, yakni Jaminan Hari Tua, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan
Kematian dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, PT Jamsostek (Persero)
memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dari risiko hari tua, kematian,
kecelakaan kerja serta ganggunan kesehatan. Selain untuk tenaga kerja, PT
62
Jamsostek (Persero) juga memberikan perlindungan kepada keluarga dari para
tenaga kerja melalui produk pelayanan kesehatan. Saat ini yang ditanggung
adalah tenaga kerja, istri/suami dan 3 (tiga) orang anak tenaga kerja.
b) Pengusaha
Pengusaha mempunyai kepentingan dan kewajiban memberikan
perlindungan jaminan sosial yang layak kepada karyawannya. Kepesertaan di
dalam perlindungan jaminan sosial dipercaya memberikan ketenangan bagi
pekerja dan berujung pada peningkatan produktivitas karyawan.
PT Jamsostek (Persero) ditunjuk oleh pemerintah RI sebagai mitra
bagi pengusaha (disektor formal, swasta dan BUMN) untuk
menyelenggarakan jaminan sosial bagi karyawannya. Sistem jaminan sosial
untuk sektor formal yang dianut di Indonesia menggunakan pola kontribusi
dari peserta/ contributory based. Dengan pola ini, tenaga kerja dan pengusaha
mempunyai kewajiban untuk memberikan iuran kepada PT Jamsostek
(Persero) dengan besaran yang berbeda. Untuk menyelenggarakan jaminan
sosial tersebut, diperlukan mekanisme untuk mengumpulkan iuran,
pembayaran jaminan, perubahan data tenaga kerja, dan berbagai aktivitas
lainnya.
Akses yang mudah kepada PT Jamsostek (Persero) merupakan salah
satu Key Success Factor (KSF) dalam industri ini. Langkah selanjutnya
62
adalah membangun akses secara elektronik maupun fisik, diantaranya melalui
jaringan on-line, website, pendirian kantor cabang, outlet di seluruh wilayah
Indonesia.
c) Negara
Program JAMSOSTEK memberikan manfaat secara sosial dan
ekonomis kepada negara. Secara sosial program JAMSOSTEK memberikan
manfaat dalam wujud pemerataan pendapatan baik secara vertikal maupun
horizontal. Pemerataan vertical berupa transfer antar golongan pendapatan,
yakni dari golongan pendapatan tinggi kepada golongan pendapatan rendah.
Hal ini terjadi melalui mekanisme penerimaan manfaat golongan pendapatan
rendah yang secara proporsional lebih tinggi dibandingkan dengan golongan
pendapatan tinggi. Sementara pemerataan horizontal terjadi melalui transfer
antar generasi/umur, yakni dari generasi pekerja berumur muda kepada
generasi pekerja tua, yang sakit, atau meninggal dunia. 3
Secara ekonomi PT Jamsostek (Persero) memberikan manfaat kepada
negara melalui dana yang dihimpun. Saat ini program JAMSOSTEK
menggunakan sistem pendanaan yang akan memupuk dana relatif besar.
Tahun 2009 dana investasi terkumpul sebesar Rp80,7 triliun. Dana tersebut
digunakan untuk membiayai pembangunan dan aktivitas ekonomi di
3 PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja PERSERO, Annual Report Laporan Tahunan 2009 (Jakarta: PT
Jaminan Sosial Tenaga Kerja PERSERO, 2009), Hal.9
62
Indonesia. Mekanisme pembiayaan dilakukan melalui pembelian obligasi
Negara, obligasi perusahaan (BUMN dan Swasta) dan pembiayaan melalui
pasar modal ataupun direct investment.
B. VISI DAN MISI
1. Visi
Visi PT Jamsostek (Persero) adalah Menjadi lembaga jaminan sosial
tenaga kerja terpercaya yang unggul dalam pelayanan dan
memberikan manfaat optimal bagi seluruh peserta dan keluarganya.
2. Misi
Misi PT Jamsostek (Persero) Sebagai badan penyelenggara jaminan
sosial tenaga kerja yang memenuhi perlindungan dasar bagi tenaga kerja
serta menjadi mitra terpercaya bagi;
1) Tenaga Kerja: Memberikan perlindungan yang layak bagi tenaga
kerja dan keluarga.
2) Pengusaha: Menjadi mitra terpercaya untuk memberikan
perlindungan kepada tenaga kerja dan meningkatkan produktivitas.
3) Negara: Berperan serta dalam pembangunan.
62
C. Tujuan, Nilai, dan Filosofi PT Jamsostek
1. Tujuan
Untuk memberikan perlindungan dasar kepada tenaga kerja dan
keluarganya dalam menghadapi risiko sosial ekonomi pada saat berkurang
atau hilangnya sebagian menghasilan karena kecelakaan kerja, mencapai usia
tua, meninggal, atau sakit.
2. Nilai-nilai
a) Komitmen dan integritas yang tinggi, dengan tanggung jawab yang
besar
b) Mendahulukan kepuasan dan kepentingan peserta
c) Kejujuran dan kreativitas
d) Kerjasama kelompok yang dinamis dan harmonis
e) Perbaikan dan pembelajaran yang terus menerus
f) Kepercayaan dan saling menghormati
g) Kepemimpinan yang efektif
h) Sadar biaya
i) Berbasis pada kompetensi
3. Filosofi Jamsostek
a. Jamsostek dilandasi filosofi kemandirian dan harga diri untuk
mengatasi resiko sosial ekonomi. Kemandirian berarti tidak tergantung
orang lain dalam membiayai perawatan pada waktu sakit, kehidupan
62
dihari tua maupun keluarganya bila meninggal dunia. Harga diri
berarti jaminan tersebut diperoleh sebagai hak dan bukan dari belas
kasihan orang lain.
b. Agar pembiayaan dan manfaatnya optimal, pelaksanaan program
Jamsostek dilakukan secara gotong royong, dimana yang muda
membantu yang tua, yang sehat membantu yang sakit dan yang
berpenghasilan tinggi membantu yang berpenghasilan rendah.
D. Struktur Organisasi
Organisasi PT Jamsostek (Persero) terdiri atas unit kerja Kantor Pusat dan
Kantor Daerah. Unit kerja Kantor Pusat terdiri atas unit kerja di bawah Direktur
Utama dan 6 (enam) Direktorat. Unit kerja Kantor Daerah terdiri atas Kantor Wilayah
(Kanwil) dan Kantor Cabang (Kacab).
Kantor Pusat PT Jamsostek (Persero) berkedudukan di Jakarta, dengan
Kanwil dan Kacab yang tersebar di seluruh Indonesia. Sampai dengan Desember
2009, jumlah Kantor PT Jamsostek (Persero) adalah sebagai berikut:
• Kantor Pusat : 1 Kantor
• Kantor Wilayah : 8 Kantor
• Kantor Cabang : 121 Kantor
62
Di samping kantor tersebut di atas, Perseroan juga membuka 3(tiga) Kantor
Unit Pelayanan baru yang berlokasi di wilayah Damas Raya, Belitung dan
Purbalingga.
Jumlah karyawan PT Jamsostek (Persero) pada akhir Desember 2009
sebanyak 3.046 orang, dengan perincian:
* Kantor Pusat : 358 orang
* Kantor Daerah : 2.688 orang
Bagan struktur organisasi Kantor Pusat PT Jamsostek (Persero) sesuai Surat
Keputusan Direksi No. KEP/190/082007 tanggal 1 Agustus 2007 tentang Struktur
Organisasi dan Tata Kerja PT Jamsostek (Persero) adalah sebagai berikut:
Kanwil berada di bawah koordinasi Direksi, dipimpin oleh seorang Kepala
Kanwil. Kanwil mempunyai fungsi dan tanggung jawab untuk merencanakan,
mengarahkan, mengoordinasikan, dan mengendalikan kegiatan operasional Kantor
wilayah dan Kantor cabang yang ada di bawahnya.
62
62
E. Tata Kelola Perusahaan
Sebagai perusahaan yang menjadi tumpuan harapan jutaan pekerja di
Indonesia, penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik di PT Jamsostek (Persero)
merupakan hal yang tidak dapat ditawar atau ditunda-tunda. Menengok ke
pengalaman dan citra Perseroan di masa lalu, maka semakin terasa betapa pentingnya
serta manfaat tata kelola perusahaan tersebut bagi Jamsostek.
Untuk itu, Manajemen telah menempatkan kebijakan Good Corporate
Governance, berikut penerapannya, sebagai salah satu kerangka utama
pengembangan Perseroan di masa depan. Pengembangan dan penerapan tata kelola
perusahaan yang mengacu pada best-practice standards di lingkungan kerja
Jamsostek diharapkan dapat memenuhi kepentingan segenap stakeholder secara
seimbang, selain juga membuka peluang bagi pertumbuhan jangka panjang yang
berkesinambungan bagi Perseroan.
Jamsostek memiliki komitmen dalam mengimplementasikan tata kelola
perusahaan yang mengacu pada standar praktik terbaik. Perseroan berinteraksi
dengan para pemangku kepentingan yang berlandaskan pada upaya untuk
menumbuhkembangkan kepercayaan, saling pengertian dan goodwill. Hal ini hanya
dapat ditempuh jika Perseroan menjunjung tinggi asas keterbukaan, akuntabilitas,
tanggung jawab, independen dan adil dalam berinteraksi dengan para pemangku
kepentingan, yang merupakan prinsip dasar dari Tata Kelola Perusahaan yang Baik
guna menunjang pencapaian visi Jamsostek untuk menjadi lembaga penyelenggara
62
jaminan sosial tenaga kerja terpercaya dengan mengutamakan pelayanan prima dan
manfaat yang optimal bagi seluruh peserta.
Pelaksanaan GCG pada PT Jamsostek (Persero) diawali pada tahun 2004 yang
ditandai dengan pemetaan GCG oleh Konsultan Sofyan Djalil & Partner (SDP) dan
pembangunan infrastruktur GCG yang diformalkan melalui Keputusan Direksi PT
Jamsostek (Persero) tahun 2007 yang diperbaharui pada tahun 2009 disesuaikan
dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas No.: 40 tahun 2007 dan Anggaran Dasar
PT Jamsostek (Persero).
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) merupakan organ tertinggi di
Perseroan dalam proses pengambilan keputusan. RUPS memiliki wewenang
untuk mengangkat dan memberhentikan anggota Dewan Komisaris dan Direksi,
menyetujui resolusi penting Perseroan, serta memutuskan melalui voting,
sehubungan dengan hal-hal yang membutuhkan keputusan mayoritas pemegang
saham.
2. Dewan Komisaris
Tugas Dewan Komisaris adalah melakukan pengawasan terhadap
kebijakan Direksi dalam melaksanakan pengurusan perusahaan serta memberi
nasehat kepada Direksi termasuk pelaksanaan Rencana Jangka Panjang
62
Perusahaan, Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan serta ketentuan-ketentuan
Anggaran Dasar dan Keputusan RUPS dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.4
a) Komposisi Dewan Komisaris
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik
Negara Republik Indonesia No. KEP-228/MBU/2008 tanggal 14 Nopember
2008 terjadi pergantian Komisaris Utama dari Bp. Wahyu Hidayat kepada
Bapak Bambang Subianto. SK Menteri Negara BUMN ini tidak mencabut SK
terdahulu No. KEP-14/ MBU2007 tanggal 16 Pebruari 2007 tentang
pemberhentian dan pengangkatan anggota-anggota Dewan Komisaris PT
Jamsostek (Persero), sehingga komposisi Dewan Komisaris Perseroan adalah
sebagai berikut:
1) Komisaris Utama : Bambang Subianto
2) Komisaris : Herry Purnomo
3) Komisaris : Drs. Sjukur Sarto, MS
4) Komisaris : Hariyadi BS. Sukamdani
5) Komisaris : Rekson Silaban
4 PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja PERSERO, Annual Report Laporan Tahunan 2009 (Jakarta: PT
Jaminan Sosial Tenaga Kerja PERSERO, 2009), Hal.114
62
b) Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris
Berdasarkan SK No. KEP/03/DEKOM/052009, Dewan Komisaris
mempunyai tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris adalah sebagai
berikut:
1) Senantiasa mematuhi peraturan perundang-undanga yang berlaku,
Anggaran Dasar Perseroan dan Keputusan-keputusan RUPS.
2) Beritikad baik dan dengan penuh tanggung jawab dalam menjalankan
tugas untuk kepentingan dan usaha Perseroan.
3) Melaksanakan kepentingan Perseroan dan bertanggung jawab pada
RUPS.
4) Pengawasan tidak boleh berubah menjadi pelaksanaan tugas-tugas
eksekutif kecuali dalam perseroan tidak mempunyai seorangpun
anggota direksi dengan ketentuan: Pertama, Dalam waktu selambat-
lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah terjadi kekosongan Anggota
Direksi, Dewan Komisaris harus memanggil RUPS untuk
pengangkatan Anggota Direksi. Kedua, Dalam melakukan tindakan
pengurusan dimaksud, bagi Dewan Komisaris berlaku semua
ketentuan mengenai hak, wewenang dan kewajiban Direksi terhadap
Perseroan dan pihak ketiga.
5) Pengawasan dilakukan tidak hanya dengan memberikan atau tidak
memberikan persetujuan atas tindakan-tindakan Direksi yang
62
memintakan persetujuan Dewan Komisaris, tetapi pengawasan
dilakukan secara proaktif yang mencakup semua aspek bisnis
Perseroan.
c) Komite di bawah Dewan Komisaris
Pembentukan Komite – komite di bawah koordinasi Dewan Komisaris
adalah didasari oleh Surat Keputusan Menteri BUMN No. KEP-117/M-
MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002. Adapun beberapa Komite tersebut adalah
sebagai berikut:
1) Komite Audit
Sejak tahun 1999, Dewan Komisaris telah membentuk Komite Audit
yang ditetapkan dengan Keputusan Dewan Komisaris No.
KEP/01/DEKOM/0699 tanggal 24 Juni 1999.
a) Independensi
i. Memiliki integritas yang baik dan pengetahuan serta pengalaman
kerja yang cukup di bidang pengawasan pemeriksaan.
ii. Tidak memiliki kepentingan keterkaitan pribadi yang dapat
menimbulkan dampak negatif dan konflik kepentingan terhadap
BUMN yang bersangkutan; dan
iii. Mampu berkomunikasi secara efektif.
62
b) Kewenangan
Berdasarkan surat tertulis dari Dewan Komisaris, Komite Audit
dapat mengakses catatan atau informasi tentang karyawan, dana, asset
serta sumber daya lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan
tugasnya.
Komite Audit berwenang untuk menyampaikan usulan kepada
Dewan Komisaris untuk mengajukan calon Auditor Eksternal kepada
RUPS untuk ditetapkan. Komite Audit melalui Dewan Komisaris
wajib menyampaikan kepada RUPS alasan pencalonan tersebut dan
besarnya honorarium/imbal jasa yang diusulkan untuk Auditor
Eksternal tersebut.
c) Tugas Komite Audit
Komite Audit bertugas untuk:
1. Membantu Dewan Komisaris untuk memastikan efektivitas sistem
pengendalian intern dan efektifitas pelaksanaan tugas auditor
eksternal dan auditor internal.
2. Menilai pelaksanaan kegiatan serta hasil audit yang dilaksanakan
oleh Biro Pengawasan Intern maupun Auditor Eksternal.
3. Memberikan rekomendasi mengenai penyempurnaan sistem
pengendalian internal serta pelaksanaannya.
62
4. Memastikan telah terdapat prosedur review yang memuaskan
terhadap segala informasi yang dikeluarkan Perseroan.
5. Melakukan identifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian
Dewan Komisaris serta tugas-tugas Dewan Komisaris lainnya.
Dewan Komisaris dapat memberikan penugasan lainnya kepada
Komite Audit berupa namun tidak terbatas pada:
a) Melakukan penelaahan atas informasi mengenai perusahaan, serta
Rencana Jangka Panjang, Rencana Kerja dan Anggaran Perseroan,
Laporan Manajemen dan informasi lainnya.
b) Melakukan penelaahan atas ketaatan Perusahaan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berhubungan dengan kegiatan Perseroan.
c) Melakukan penelaahan atas pengaduan yang berkaitan dengan Perseroan.
d) Mengkaji kecukupan fungsi audit internal termasuk jumlah Auditor,
rencana kerja tahunan dan penugasan yang telah dilaksanakan.
e) Mengkaji kecukupan pelaksanaan audit eksternal termasuk di dalamnya
perencanaan audit dan jumlah Auditornya.
2) Komite Manajemen Risiko
a) Independensi
i. Tidak memiliki kepentingan keterkaitan pribadi yang dapat
menimbulkan dampak negatif dan konflik kepentingan terhadap
BUMN yang bersangkutan; dan
62
ii. Mampu berkomunikasi secara efektif.
b) Kewenangan
Komite Manajemen Risiko merupakan Komite Dewan Komisaris
yang membantu Dewan Komisaris dalam memberikan masukan tentang
kebijakan manajemen risiko, antisipasi serta penanganannya dalam
rangka pelaksanaan tugas Dewan Komisaris dalam memberikan nasihat
serta masukan kepada Direksi.
c) Tugas dan tanggung jawab
1. Menyusun rencana kerja yang diperlukan dalam melakukan aktivitas
pengelolaan manajemen risiko.
2. Melakukan kajian dan memberikan masukan kepada Dewan
Komisaris terkait dengan identifikasi dan penilaian risiko yang
dihadapi Perseroan yang meliputi namun tidak terbatas pada faktor
risiko yang timbul akibat perubahan kondisi ekonomi, perubahan
sosial politik, perubahan kebijakan Pemerintah dan/atau adanya
regulasi baru yang mempengaruhi kegiatan operasional dan kinerja
Perseroan.
3. Memberikan masukan kepada Dewan Komisaris terkait dengan
kebijakan internal Perseroan dimana berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan/atau Anggaran Dasar.
62
Direksi dalam melaksanakan kebijakan tersebut harus
memperoleh pendapat dan/atau persetujuan Dewan Komisaris
seperti faktor risiko yang timbul akibat perubahan struktur
organisasi, diversifikasi usaha, pembentukan anak perusahaan,
penghapusan atau pelepasan aset Perseroan, pengajuan pinjaman
jangka panjang, investasi yang material dan penyertaan pada
perusahaan lain.
4. Memberikan masukan kepada Dewan Komisaris terkait dengan
Kebijakan Internal Perseroan yang secara signifikan dan material
akan berpengaruh pada kinerja Perseroan seperti namun tidak
terbatas pada faktor risiko yang timbul akibat:
a) Perubahan Teknis dan Prosedur Pelayanan.
b) Perubahan sistem teknologi yang digunakan.
c) Kebijakan investasi dan kerjasama komersial.
d) Kebijakan di bidang sumber daya manusia sepertirekrutmen,