Top Banner
52

PELITA - ccrjournal.com

Oct 15, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PELITA - ccrjournal.com
Page 2: PELITA - ccrjournal.com
Page 3: PELITA - ccrjournal.com
Page 4: PELITA - ccrjournal.com

Karakteristik proses dekafeinasi kopi Robusta dalam reaktor kolom tunggal dengan pelarut etil asetat

101

Diterima (Recieved) : 27 Juli (July) 2009.1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman No. 90, Jember, Indonesia.2) Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor, Indonesia.*) Alamat penulis (Corresponding Author) : [email protected].

Pelita Perkebunan 2009, 25(2), 101—125

Karakteristik Proses Dekafeinasi Kopi Robusta dalam ReaktorKolom Tunggal dengan Pelarut Etil Asetat

Decaffeination Process Characteristic of Robusta Coffee in Single Column ReactorUsing Ethyl Acetate Solvent

Sukrisno Widyotomo1*), Sri-Mulato1), Hadi K. Purwadaria2), dan A. M. Syarief2)

Ringkasan

Kopi diminum oleh konsumen bukan sebagai sumber nutrisi melainkan sebagaiminuman penyegar. Untuk penikmat kopi yang memiliki toleransi tinggi, kafeinakan membuat tubuh menjadi lebih segar dan hangat. Tingginya kadar kafein didalam biji kopi diduga dapat menyebabkan beberapa keluhan terutama bagi penikmatkopi yang memiliki toleransi rendah terhadap kafein. Salah satu upaya perluasanpasar adalah melalui diversifikasi produk biji kopi rendah kafein. Dekafeinasimerupakan suatu proses pengurangan kandungan kafein di dalam suatu bahanpertanian. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia bekerjasama dengan InstitutPertanian Bogor telah berhasil mengembangkan reaktor kolom tunggal untuk prosesdekafeinasi biji kopi. Tulisan ini membahas karakteristik proses dekafeinasibiji kopi dalam reaktor kolom tunggal dengan menggunakan pelarut etil asetat(C4H8O2). Perlakuan yang diterapkan adalah suhu pelarut dan waktu pelarutan.Suhu pelarut yang digunakan sebanyak 5 tingkat, yaitu 50—60OC, 60—70OC,70—80OC, 80—90OC dan 90—100OC, sedangkan waktu pelarutan sebanyak 6 tingkat,yaitu 2 jam, 4 jam, 6 jam, 8 jam, 10 jam, dan 12 jam. Biji kopi yang digunakanadalah jenis Robusta yang telah diklasifikasikan dalam 4 kelompok ukuran, yaitulebih kecil dari 5,5 mm (A4), antara 5,5 mm dan 6,5 mm (A3), antara 6,5 mm dan7,5 mm (A2), dan lebih besar dari 7,5 mm (A1). Hasil penelitian menunjukkanbahwa semakin kecil ukuran biji kopi dan semakin tinggi suhu pelarut etil asetat,maka proses dekafeinasi akan berlangsung lebih cepat. Untuk biji kopi berukuranlebih kecil dari 5,5 mm, proses dekafeinasi dengan pelarut etil asetat 10% dapatdilakukan selama 8—10 jam pada suhu 90—100OC atau 12 jam pada suhu 60—70OCagar diperoleh kadar kafein 0,3%. Uji organoleptik menunjukkan bahwa perlakuanpelarutan dengan etil asetat 90—100OC mengakibatkan citarasa seduhan kopiterdekafeinasi mengalami penurunan dengan nilai aroma, flavor, bitterness danbody masing-masing 1,9.

Page 5: PELITA - ccrjournal.com

102

Summary

Consumers drink coffee not as nutrition source, but as refreshment drink.For coffee consumers who have high tolerance for caffeine, coffee may warm upand refresh their bodies. High caffeine content in coffee beans may cause severalcomplaints to consumers who are susceptible to caffeine. One of the efforts, forcoffee market expansion is product diversification to decaffeinated coffee. Decaffeinationprocess is one of process to reduce caffeine content from agricultural products.Indonesian Coffee and Cocoa Research Institute in collaboration with Bogor Agri-cultural University has developed a single column reactor for coffee beans decaffeination.The aim of this research is to study process characteristic of coffee decaffeinationin single column reactor using ethyl acetate (C4H8O2) solvent. Treatments applicatedin the research were time and temperature process. Temperature treatment were50—60OC, 60—70OC, 70—80OC, 80—90OC and 90—100OC. Time treatment were2 h, 4 h, 6 h, 8 h, 10 h, and 12 h Size of Robusta coffee beans used were less than5.5 mm (A4), between 5.5 mm and 6.5 mm (A3), between 6.5 mm and 7.5 mm(A2), and more than 7.5 mm (A1). The result showed that decaffeination processwith ethyl acetate solvent will be faster when its temperature was higher andsmaller bean size. For bean size less than 5,5 mm, decaffeination process by 10%ethyl acetat can be done 8—10 hours in 90—100OC solvent temperature or 12hours in 60—70OC solvent temperature for 0.3% caffein content. Organoleptic testshowed that 90—100OC temperature solvent treatment decreased coffee flavor,which aroma, bitterness and body values were 1.9 each .

Key words : Coffee, caffeine, decaffeination, quality, single column.

PENDAHULUAN

Kopi diminum oleh konsumen bukansebagai sumber nutrisi melainkan sebagaiminuman penyegar. Biji kopi secara alamimengandung berbagai jenis senyawa volatilseperti aldehida, furfural, keton, alkohol, es-ter, asam format, dan asam asetat. Kafein(C8H10N4O2) atau 1,3,7 trimetil 2,6dioksipurin merupakan salah satu senyawaalkaloid yang sangat penting yang terdapatdi dalam biji kopi. Kadar kafein yang terdapatdalam secangkir teh sebesar 40–50 mg,sedangkan dalam secangkir kopi kadar kafeinyang terkandung dapat mencapai 80–100 mg(Hicks et al., 1996).

Kadar kafein yang terdapat di dalam bijikopi Robusta antara 1,50–2,72% basis berat

kering (bk), sedangkan di dalam bijikopi Arabika sebasar 0,94–1,59% bk(Clifford, 1985a). Spiller (1999)melaporkan bahwa kafein yang ter-kandung di dalam biji kopi keringRobusta dan Arabika masing-masingsebesar 1,16–3,27% bk, dan 0,58–1,7%bk, sedangkan kafein yang terkandungdi dalam biji kopi sangrai sebesar2% bk untuk kopi Robusta, dan 1% bkuntuk kopi Arabika. Menurut Sivetz &Desrosier (1979), kafein adalah senyawakimia hasil metilasi xanthin denganbentuk dasar heterosiklis yang memilikisifat pharmakologi, sehingga kafein jugadikenal dengan nama 1,3,7 trimetilxanthin (Hadiyanto, 1994). Ensmingeret al. (1995) melaporkan bahwa

Page 6: PELITA - ccrjournal.com

Karakteristik proses dekafeinasi kopi Robusta dalam reaktor kolom tunggal dengan pelarut etil asetat

103

tingginya kadar kafein di dalam biji kopididuga akan menyebabkan beberapakeluhan kesehatan, terutama bagi penikmatkopi yang memiliki toleransi rendahterhadap kafein, sedangkan untuk penikmatkopi yang memiliki toleransi tinggi, kafeinakan membuat tubuh menjadi lebih segardan hangat. Salah satu upaya perluasanpasar produk melalui diversifikasi produkadalah produk biji kopi rendah kafein.

Dekafeinasi merupakan suatu prosespengurangan kandungan kafein di dalamsuatu bahan pertanian. Dekafeinasi biji kopibiasanya dilakukan sebelum proses pe-nyangraian, dan kopi bubuk dapatdikatakan terdekafeinasi jika memilikikadar kafein antara 0,1—0,3% (Charley &Weaver, 1998). Katz (1997) melaporkanbahwa proses dekafeinasi pertama kalidilakukan di Jerman pada tahun 1990dengan menggunakan pelarut kloroform,benzene, dan metil klorida. Namun,pelarut tersebut ternyata dapat bersifatracun (toksin). Proses dekafeinasi yangdilakukan di Swiss menggunakan pelarutair yang dibuat jenuh dengan gula daripeptida. Pada industri pangan, prosesdekafeinasi dapat dilakukan denganmenggunakan pelarut air, organik, dananorganik (Toledo, 1999). Daya larutkafein dalam pelarut sintetik relatif tinggi,namun dengan alasan harga, potensi polusiling-kungan, dan pengaruh negatif terhadapkesehatan menyebabkan pelarut sintetikharus digunakan secara cermat (Clarke &Macrae, 1989; Katz, 1997).

Selama ini, teknologi proses deka-feinasi bersumber dari teknologi imporsehingga hal tersebut menyebabkan harga

kopi rendah kafein di dalam negeri sangatmahal dan kemungkinan berdampak padamenurunnya minat untuk minum kopi (Sri-Mulato et al., 2004). Penelitian jangkapanjang proses produksi kopi rendah kafeindengan memanfaatkan sumber daya lokalyang telah dilakukan Pusat Penelitian Kopidan Kakao Indonesia diharapkan dapatmeningkatkan nilai tambah kopi, menurun-kan volume impor, serta memberikanalternatif bagi peminum kopi. Sri-Mulatoet al. (2004) dan Lestari (2004) melaporkanbahwa proses dekafeinasi biji kopiberukuran 5,5 mm dengan pelarut air dalamreaktor kolom tunggal selama 6 jam dapatmenghasilkan biji kopi dengan kadar kafein0,3%. Air merupakan salah satu pelarutyang murah, mudah diperoleh dan efeksamping terhadap kesehatan danlingkungan rendah. Kelemahannya adalahkemampuan air melarutkan kafein sangatterbatas pada suhu rendah. Pada prosespelarut dengan suhu air yang tinggi,pelarutan senyawa-senyawa pembentuk citarasa dan aroma di dalam biji kopi tidakdapat dihindari yang mengakibatkankarakteristik mutu aroma dan cita rasanyalebih rendah dari sebelumnya.

Sivertz & Desroiser (1979) melapor-kan bahwa proses dekafeinasi telahdilakukan dengan pelarut organik sepertimetilen klorida, 1,2-diklor etana, asamkarboksilat 5-hidroksi triptamida, mono-diester gliseroltri asetat, ester polihidrikalkohol, asam karboksilat, di-triklor etana,asam asetat, ester etilen, tr iklor-trifluroetan, etil asetat, n-heksan, danflouronasi-HC. Proses dekafeinasi denganpelarut anorganik dilakukan dengan

Page 7: PELITA - ccrjournal.com

104

menggunakan CO2 cair, gas NO2, gabunganair dan CO2 cair. Di Indonesia, prosesdekafeinasi dengan sistem perebusanmenggunakan pelarut alkali telah banyakdilakukan (Cahyono, 1987; Ratna &Anisah, 2000; Rusmantri, 2002). Etil asetatsebagai salah satu pelarut organik dapatdihasilkan dari proses fermentasi lendir(pulp) kakao. Limbah pulpa kakao diperolehdari proses pemerasan biji kakao basahyang memiliki kadar pulpa lebih tebal darikondisi normal 0,52—0,60 ml/biji. Lapisanpulpa yang tebal akan menghambat prosesaerobik sehingga pada proses fermentasiberlangsung lebih lama dan biji memilikitingkat kemasaman yang tinggi (Atma-winata et al., 1998). Beberapa keuntunganyang dapat diperoleh dengan pemanfaatanproduk samping pulpa kakao antara lainme-ningkatkan nilai ekonomi pulpa kakao,meningkatkan pendapatan petani kopi dankakao, produk yang dihasilkan tidak mem-berikan dampak negatif bagi kesehatanmanusia, dan mutu biji kopi dan kakaoakhir memiliki mutu yang baik.

Proses dekafeinasi umumnya di-lakukan dengan cara perendaman ataukombinasi antara pengukusan dan pelarutansecara konsekutif dalam reaktor secaraterpisah. Rekayasa reaktor kolom tunggaluntuk proses dekafeinasi dengan carapengukusan dan pelarutan yang dilakukansecara bersamaan dan sinambung akanmemudahkan penanganan dan pengendalianprosesnya (Sri-Mulato et al., 2004).Tulisan ini membahas karakteristik prosesdekafeinasi biji kopi Robusta dalam reaktorkolom tunggal dengan menggunakanpelarut etil asetat (C4H8O2). Dekafeinasi

biji kopi dalam reaktor kolom tunggaldengan metode pengukusan dan pelarutanmenggunakan etil asetat diharapkan akanlebih mudah dalam hal pengendalianprosesnya, laju pelarutan kafein lebih cepatdibandingkan dengan pelarut air, mutuproduk akhir yang dihasilkan sesuai denganpersyaratan kopi terdekafeinasi dan dapatditerima konsumen.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian karakterisasi proses deka-feinasi biji kopi Robusta dalam reaktorkolom tunggal dengan pelarut etil asetatdilaksana-kan pada bulan Maret 2008sampai dengan September 2008 bertempatdi Bengkel dan Laboratorium Pascapanen,Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indone-sia, dan Laboratorium Teknik PengolahanPangan dan Hasil Pertanian, DepartemenTeknik Pertanian, Fakultas TeknologiPertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan penelitian yang digunakan dalamkegiatan ini terdiri dari biji kopi pasar jenisRobusta dengan kisaran kadar air antara13—14% dan tingkat mutu IV serta telahterklasifikasi berdasarkan ukuran, air, etilasetat teknis 10%, dan bahan-bahan kimiauntuk analisis kadar kafein, trigonelin,asam klorogenat, dan lain-lain. Biji kopiRobusta diperoleh dari kebun percobaanSumber Asin yang berlokasi di DesaHardjokuncaran, Kecamatan Sumber

Page 8: PELITA - ccrjournal.com

Karakteristik proses dekafeinasi kopi Robusta dalam reaktor kolom tunggal dengan pelarut etil asetat

105

Manjing Wetan, Kabupaten Malang denganketinggian tempat antara 400—600 m dpl.dan beriklim C-D menurut klasifikasiSmith & Ferguson. Metode pengolahanyang diterapkan oleh kebun percobaanSumber Asin adalah pengolahan kering.

Peralatan yang digunakan dalam pene-litian ini terdiri dari peralatan utama danperalatan pendukung. Peralatan utama yangdigunakan adalah sebuah reaktor deka-feinasi tipe kolom tunggal skala pilot plandengan kapasitas muat 6 kg biji kopi pasarper satuan proses. Reaktor dibuat daribahan baja tahan karat (stainless steel) tebal2 mm dan memiliki ukuran dimensi dia-

meter dan panjang masing-masing 315 mm,dan 1.030 mm. Reaktor dapat menampung30 l zat cair yang berfungsi untuk pengem-bangan volume menggunakan uap air, danuntuk melarutkan kafein dari dalam bijikopi dengan menggunakan etil asetat 10%.Sketsa reaktor dekafeinasi ditampilkanpada Gambar 1. Peralatan pendukung yangdigunakan terdiri dari pemanas listrik yangberfungsi sebagai sumber panas dalamproses dekafeinasi, data acquisition FLUKEdengan sensor Ni-Cr Ni tipe K yang ber-fungsi sebagai pencatu suhu dan dilengkapidengan seperangkat komputer yang ber-fungsi untuk menyimpan data, jangkasorong, jam kendali (stopwatch), gelas

Biji kopi(coffee beans)

Tutup(lid)

Pemercik air(shower)

Dinding reaktor(wall of reactor)

Lembar berlubang(screen)

Pompa sentrifugal(centrifugal pump )

Pipa (pipe)

Sumber panas/kompor(energy source/burner)

Rangka (beam)

Air (water)/Pelarut (solvent)

Gambar 1. Sketsa reaktor kolom tunggal untuk proses pengukusan.

Figure 1. Design of single column reactor for steaming process.

Sumber panas/komporEnergy source/burrerPompa sentrifugal

Centrifugal pumpSumber panas/komporEnergy source/burrer

Rangka (Beam)

Air/pelarutWater/solvent

Pipa (Pipe)

Dinding reaktorWall of reactor

Lembar berlubangScreen

Pemercik air (Shower)

Tutup (Lid)

Biji kopi (Coffee bean)

Page 9: PELITA - ccrjournal.com

mm

mmmm mmmm

Page 10: PELITA - ccrjournal.com

mm

mmmm mmmm

Page 11: PELITA - ccrjournal.com

mm

mmmm mmmm

Page 12: PELITA - ccrjournal.com

106

ukur, pH meter, penetrometer, chroma-meter, oven, timbangan analitis dan lain-lain.

Pelaksanaan Penelitian

Tahapan pelaksanaan penelitian karak-terisasi dekafeinasi biji kopi Robusta dalamreaktor kolom tunggal dengan pelarut etilasetat 10% ditampilkan pada Gambar 2.Sebelum proses dekafeinasi dilakukan, bijikopi pasar jenis Robusta dengan tingkatmutu VI disortasi secara mekanis denganmenggunakan mesin sortasi tipe meja getar(Widyotomo & Sri-Mulato, 2005). Sortasi

dilakukan selain untuk memisahkan bijikopi dari kotoran dan benda asing, jugauntuk memilah atau mengklasifikasikan bijikopi berdasarkan ukuran yang telahditetapkan sesuai standar yang berlaku(BSN, 2008).

Biji kopi diklasifikasikan denganmenggunakan pengayak dalam empatukuran sebagai berikut:

1. Klasifikasi A1 adalah biji kopi denganukuran diameter biji (d) lebih besar dari7,5 mm

2. Klasifikasi A2 adalah biji kopi denganukuran diameter biji (d) lebih besar dari

Biji kopi (dried coffee beans )

Pemilahan (sortation) Kotoran (waste)

Klasifikasi berdasarkan berdasarkan ukuran(grading base on size )

)A1 (d > 7,5 mm A4(d ≤ 5,5 mm)

A2 (6,5 mm < d ≤ 7,5 mm ) A3 (5,5 mm < d ≤ 6,5 mm)

DEKAFEINASI Perlakuan : waktu dekafeinasi (treatment : decaf. time), dan suhu dekafeinasi (decaf temperature )

Karakterisasi Biji Kopi Pasca Dekafeinasi

(decaffeinated beans characterization)

A1pasca dekafeinasi

(post decaf)

A2pasca dekafeinasi

(post decaf )

A3pasca dekafeinasi

(post decaf)

A4pasca dekafeinasi

(post decaf)

Pengukusan (steaming), 4 jam (hours)

Pengukusan (steaming), 4 jam (hours)

Pengukusan (steaming), 4 jam (hours)

Pengukusan (steaming), 4 jam (hours)

Gambar 2. Diagram alur pelaksanaan penelitian.

Figure 2. Research flow diagram.

Biji kopidried coffee beans

Kotoran (waste)Pemilahansortation

Klasifikasi berdasarkan ukuran(grading base on size)

A4 (mm)A1 ()

A2 (mmmm) A3 (mmmm)

Pengukusan(steaming, 4 jam (hours)

Pengukusan(steaming, 4 jam (hours)

Pengukusan(steaming, 4 jam (hours)

Pengukusan(steaming, 4 jam (hours)

DEKAFEINASIPerlakuan waktu dekafeinasi (treatment decaf time), dan suhu dekafeinasi (decaf temperature)

A1pascadekafeinasi

(post decaf)

A2pascadekafeinasi

(post decaf)

A3pascadekafeinasi

(post decaf)

A4pascadekafeinasi

(post decaf)

Karakterisasi Biji Kopi Pascadekafeinasi(decaffeinated beans characterization)

Page 13: PELITA - ccrjournal.com

Karakteristik proses dekafeinasi kopi Robusta dalam reaktor kolom tunggal dengan pelarut etil asetat

107

6,5 mm atau lebih kecil/sama dengan7,5 mm

3. Klasifikasi A3 adalah biji kopi denganukuran diameter biji (d) lebih besar dari5,5 mm atau lebih kecil/sama dengan6,5 mm

4. Klasifikasi A4 adalah biji kopi denganukuran diameter biji (d) lebih kecil atausama dengan 5,5 mm

Proses dekafeinasi biji kopi yang telahterklasifikasi berdasarkan ukuran tertentudilakukan di dalam reaktor kolom tunggaldengan menggunakan pelarut etil asetat10% dilakukan dalam dua tahapan proses.Tahap pertama adalah proses pengem-bangan volume biji kopi dengan metodepengukusan menggunakan media air padasuhu 100 OC di dalam reaktor kolomtunggal. Proses pengukusan dilakukanselama 4 jam untuk memperoleh pengem-bangan biji kopi yang maksimum. Jumlahbiji kopi yang digunakan pada setiapperlakuan proses dekafeinasi dari setiapukuran biji sebanyak 12 kg dengan jumlahulangan sebanyak 3 kali. Air yang terdapatdi dalam reaktor diubah menjadi phase uapdengan menggunakan sumber panas elemenlistrik (electric heater) berdaya 600 W.Tahap kedua adalah proses pelarutan kafeindi dalam reaktor yang sama denganmenggunakan pelarut etil asetat 10%, danperbandingan antara biji kopi denganpelarut yang digunakan adalah 1:5. Suhuselama proses dekafeinasi berlangsungdicatat dengan menggunakan data acqui-sition FLUKE-thermokopel Ni-CrNitipe K. Data tersimpan dalam databasekomputer dan pencatatan dilakukan denganinterval waktu 3 menit.

Perlakuan yang diterapkan dalamproses dekafeinasi biji kopi adalah suhudan waktu pelarutan. Perlakuan suhupelarutan dilakukan dengan perlakuan 5tingkatan suhu etil asetat sebagai pelarut,yaitu: (1) 50–60 OC, (2) 60–70 OC, (3) 70–80 OC, (4) 80–90 OC, dan (5) 90–100 OCdimulai setelah proses pengukusanberlangsung selama 4 jam. Waktu pelarutanbiji kopi dilakukan dalam 6 tingkatan, yaitu(1) 2 jam, (2) 4 jam, (3) 6 jam, (4) 8 jam,(5) 10 jam dan (6) 12 jam. Selama prosesdekafeinasi berlangsung, dilakukan analisisterhadap biji kopi untuk mengetahuiperubahan kadar kafein, asam klorogenat,trigonelin, pH, warna, dan cita rasa akhir.

1. Analisis kadar kafein, asam klorogenat, dan trigonelin

Pengukuran kadar kafein, asam kloro-genat, dan trigonelin dilakukan denganmenggunakan HPLC, dan GC MS. PompaHPLC Shimadzu model Lc-9A dengandetektor shimadzu model spd-GA (UVspectrophotometric detector). Sisteminjeksi menggunakan Loop (water 717 plusauto-sampler). Contoh 20ml diatur padatingkat sensitivitas 0,01 AUFS meng-gunakan panjang gelombang serapanmaksimum. Serapan maksimum kafein272,8 nm, trigonelin 263,3 nm, dan asamklorogenat 325 nm (Ky et al., 2001; Kyet al., 1997).

2. pH pelarut dan biji kopi

Pengukuran pH pelarut dan biji kopiselama proses dekafeinasi dilakukan sesuai

Page 14: PELITA - ccrjournal.com

108

prosedur AOAC (William, 1999). pHsample larutan (25 mL), biji kopidekafeinasi maupun seduhan bubuk kopidekafeinasi diukur dengan menggunakanpH meter. Adapun sebelum pengukurannyadilakukan kalibrasi pada pH 4 dan pH 7dengan cara mencelupkan ujung dioda padabuffer tritisol sampai alat menunjukkannilai pH. Ujung dioda selanjutnya disemprotdengan aquades, dan dikeringkan dengantisu sebelum dicelupkan ke dalam contohyang akan diukur nilai pH-nya.

3. Analisis warna biji kopi

Pengukuran warna dilakukan denganmenggunakan alat Minolta ChromameterCR-300. Sampel diletakkan pada tempatyang tersedia dengan berat tiap sampelharus sama, setelah menekan tombolpengukuran maka akan diperoleh nilai L,a, dan b. Nilai L berkisar antara 0–100yang menunjukkan warna gelap sampaiterang. Nilai a menggambarkan intervalwarna antara hijau yang bernilai –100 danmerah yang bernilai +100. Sementara itupara-meter b menunjukkan warna biruyang bernilai –100 dan warna kuning yangbernilai +100 (Lestari, 2004).

4. Uji cita rasa

Uji cita rasa bubuk kopi terdekafeinasidilakukan dengan cara menyeduh 100 gsample bubuk kopi dengan air mendidih(100OC). Setelah 5 menit ketika bagian-bagian kopi mengambang sudah mem-basahi semuanya dan tenggelam, seduhankopi diaduk perlahan (Atmawinata, 2001).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Biji kopi termasuk bahan pertanianyang memiliki sifat konduktivitas panasyang rendah karena memiliki susunan selyang sangat rapat. Proses pengukusanmengakibatkan permukaan biji kopimengalami mengembangan dan menyerapuap air dalam jumlah yang cukup tinggi.Molekul-molekul air bergerak cepatmeninggalkan permukaan air dalam bentukuap air bebas, menembus tumpukan, danmemanaskan permukaan biji kopi. Panasmerambat ke dalam jaringan biji danmenyebabkan sel-sel berekspansi karenatekanan uap air dan senyawa-senyawa gasyang ada di dalam sel. Panas dan uap airyang terserap di dalam ruang porimengakibatkan permukaan biji dan pori-pori biji melunak. Namun demikian,tekanan uap air yang tinggi serta panasyang merambat di permukaan sampaidengan ke dalam biji tidak mengakibatkanbiji pecah. Tingginya uap air yang terserapdi dalam pori-pori biji menyebabkantekstur biji menjadi lebih rendah jikadibandingkan dengan kondisi awal biji yangrelatif kering dengan kadar air 13—14%.Sri-Mulato et al. (2004) melaporkanbahwa pengembangan biji mencapai nilaimaksimum setelah pengukusan berlangsung3 jam. Pemanasan lanjut tidak menambahvolume biji, dan permukaan atau lapisanbiji tidak sampai pecah. Fenomena fisisyang terjadi selama proses pengukusanakan mempermudah molekul pelarutkafein berdifusi ke dalam biji kopi, danmempercepat proses pelarutan senyawakafein.

Page 15: PELITA - ccrjournal.com

Karakteristik proses dekafeinasi kopi Robusta dalam reaktor kolom tunggal dengan pelarut etil asetat

109

Laju Penurunan Kadar Kafein

Perubahan fisik biji kopi selamapengukusan merupakan langkah awalproses pelunakan jaringan di dalam bijikopi dan menjauhnya jarak antarsel.Fenomena fisis tersebut mempermudahmolekul etil asetat yang berfungsi sebagaipelarut berdifusi ke dalam biji kopi, danmempercepat pelarutan senyawa kafeinnya(Ensminger et al., 1995). Jaganyi & Prince(1999) melaporkan bahwa jumlah senyawakafein yang dapat diekstrak dari biji kopitergantung pada lama ekstraksi, dan ukuranpartikelnya. Makin kecil ukuran biji kopi,maka jarak antara permukaan dan inti bijisemakin pendek sehingga molekul etilasetat lebih cepat berdifusi, dan makincepat mencapai dinding sel dan sitoplasma.

Proses pelarutan senyawa kafein daribiji kopi diawali oleh pemecahan ikatansenyawa kompleks kafein, dan asam kloro-genat akibat perlakuan panas. Senyawakafein menjadi bebas dengan ukuran, danberat molekulnya menjadi kecil. Kafeinmenjadi mudah bergerak, mudah berdifusimelalui dinding sel, dan selanjutnya ikutterlarut dalam pelarut. Kafein yangterdapat di dalam sitoplasma dalamkeadaan bebas (Sivetz & Desroiser, 1979),sedang selebihnya terdapat dalam kondisiterikat sebagai senyawa alkaloid dalambentuk senyawa garam kompleks kaliumklorogenat dengan ikatan ionik (Clifford,1985b). Ikatan kompleks ini menyebabkankafein tidak dapat bergerak bebas di dalamjaringan biji kopi (Baumann et al., 1993;Horman & Viani, 1971). Pengaruh energipanas dapat menyebabkan ikatan tersebutterputus sehingga mudah terlarut.

Laju penurunan kafein dari dalam bijikopi selama proses dekafeinasi dari bebe-rapa perlakuan suhu dan ukuran biji kopiditampilkan pada Gambar 3. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa dengansemakin lama proses pelarutan, makamakin banyak kafein yang terlarut daridalam biji kopi. Laju penurunan kadarkafein tertinggi terjadi setelah prosesdekafeinasi berlangsung 2 jam pertama,yaitu masing-masing sebesar 38,6—57,8%pada suhu proses 50—60 OC, 42,1—59,3%pada suhu proses 60—70 OC, 46,5—59,7%pada suhu proses 70—80 OC, 59,5—60,5%pada suhu proses 80—90 OC, dan 63,2—73,9% pada suhu proses 90—100 OC. Setiapjam berikutnya penurunan kadar kafeindari dalam biji kopi semakin lambat karenapelarut etil asetat harus melepaskansenyawa kafein yang berada lebih dalamdi dalam pori-pori biji kopi. Toledo (1999)melaporkan bahwa dengan semakin lamaproses pemanasan, maka biji kopi akansemakin mengembang sehingga akanmembantu proses pelarutan kafein yangberada di dalam sitoplasma dan dindingsel. Kafein yang terdapat dalam sitoplasmadalam keadaan bebas (Sivetz & Desroiser,1979), sedangkan kafein yang terdapat didinding sel biji kopi dalam keadaan terikatdengan asam klorogenat dengan ikatan ionmembentuk garam (Clifford, 1985;MaCrae, 1985). Perlakuan panas selamaproses dekafeinasi mengakibatkan ikatanantara kafein dengan asam klorogenatterputus sehingga semakin lama akansemakin banyak terbentuk kafein bebas.Clarke & Macrae (1989), dan Sivetz &Desroiser (1979) melaporkan bahwa kafeintidak berpengaruh terhadap aroma kopi,

Page 16: PELITA - ccrjournal.com
Page 17: PELITA - ccrjournal.com
Page 18: PELITA - ccrjournal.com
Page 19: PELITA - ccrjournal.com

110

0 2 4 6 8 10 12 14

0 2 4 6 8 10 12 14

0 2 4 6 8 10 12 14

5

5

5

Gambar 3. Laju penurunan kafein dari perlakuan suhu pelarut 50—60OC (A), 60—70OC (B), 70—80OC (C),80—90OC (D), dan 90—100OC (E).

Figure 3. Decaffeination rate from 50—60OC (A), 60—70OC (B), 70—80OC (C), 80—90OC (D), and 90—100OC(E) solvent temperature treatment.

0 2 4 6 8 10 12 14

A B

C D

E

0 2 4 6 8 10 12 14

Kad

ar k

afei

n (C

affe

in c

onte

nt),

%

0

0.5

1

1.5

2

2.5

Kad

ar k

afei

n (C

affe

in c

onte

nt),

%

0

0.5

1

1.5

2

2.5

Kad

ar k

afei

n (C

affe

in c

onte

nt),

%

0

0.5

1

1.5

2

2.5

Kad

ar k

afei

n (C

affe

in c

onte

nt),

%

0

0.5

1

1.5

2

2.5

0 2 4 6 8 10 12 14 0 2 4 6 8 10 12 14

Kad

ar k

afei

n (C

affe

in c

onte

nt),

%

0

0.5

1

1.5

2

2.5

Waktu dekafeinasi, jam (Decaffeination time, h)

0 2 4 6 8 10 12 14

A1 A2 A3 A4(<5.5 mm)(5.5-6.5 mm)(6.5-7.5 mm)(>7.5 mm)

Page 20: PELITA - ccrjournal.com

Karakteristik proses dekafeinasi kopi Robusta dalam reaktor kolom tunggal dengan pelarut etil asetat

111

tetapi sedikit memberikan rasa pahit.Senyawa kafein menyumbang rasa pahitantara 10—30% dari seduhan kopi (Morton,1984).

Ratna & Anisah (2000) melaporkanbahwa perlakuan perebusan dalam larutanNaOH 0,6% selama 20 menit dapatmenurunkan kadar kafein kopi bubukRobusta sebanyak 0,31%. Semakin tinggikonsentrasi NaOH dan semakin lama waktuperebusan maka kadar kafein yang di-hasilkan akan semakin rendah. Selain suhuproses dekafeinasi, ukuran biji kopi sangatberpengaruh terhadap laju penurunan kadarkafein. Biji kopi dengan ukuran lebih kecilakan cepat mengalami penurunan kadarkafein jika dibandingkan dengan biji kopiberukuran besar. Hal tersebut disebabkankarena dengan semakin kecil ukuran bijikopi, maka jarak lintasan difusi kafeinmenjadi pendek sehingga kafein akan lebihmudah larut. Charley & Weaver (1998)melaporkan bahwa kadar kafein dari bijikopi terdekafeinasi berkisar antara 0,1—0,3%. Hasil penelitian menunjukkan bahwauntuk mencapai kadar kafein 0,3%, makalama proses dekafeinasi biji kopi A1, A2,A3 dan A4 dengan suhu proses 90—100OCberlangsung selama 8 jam. Lestari (2004)dan Sri-Mulato et al. (2004) melaporkanbahwa proses dekafeinasi dengan waktupengukusan–pelarutan 6 jam pada biji kopiukuran 5,5 mm sudah mampu mencapaikadar kafein 0,3%.

Warna

Cahaya yang mengenai suatu bahandapat direfleksikan, diserap dan diterus-

kan. Sifat-sifat transmitasi dan reflektansicahaya telah banyak digunakan untukkepentingan pengolahan hasil pertanian.Barbara (2000) melaporkan bahwaperubahan warna biji kopi dapat dilihatberdasarkan perubahan nilai L (lightness)yang merupakan jumlah sinar yangdipantulkan ulang oleh suatu bendaberwarna gelap saat diberi penyinarandengan sumber cahaya pada panjanggelombang tertentu. Semakin gelap warnabiji kopi, maka akan semakin sedikitjumlah cahaya yang dipantulkan.

Lestari (2004) melaporkan bahwasetelah proses dekafeinasi dengan meng-gunakan pelarut air nilai kecerahan bijikopi menurun. Nilai kecerahan biji kopimenurun antara 25—45%, yaitu dari 46,31—50,61 menjadi 25,15—37,88. Hasilpenelitian pelarutan kafein denganmenggunakan etil asetat 10% menunjukkanbahwa proses dekafeinasi menghasilkan bijikopi dengan nilai kecerahan yang menurun.Dengan semakin kecil ukuran biji kopi,dan semakin tinggi suhu proses yangdigunakan, maka akan menghasilkan bijikopi dengan nilai kecerahan yang semakinkecil. Analisis nilai kecerahan biji kopiawal adalah antara 64—69, dan berubahmenjadi 33—38 setelah proses dekafeinasiberlangsung selama 12 jam dengan suhuproses 50—60OC. Nilai kecerahan me-nurun antara 44—48%. Untuk biji kopiberukuran A4, nilai kecerahan turun menjadi21 (67—69%) setelah proses dekafeinasiberlangsung selama 10 jam pada suhuproses 90—100OC.

Perubahan warna permukaan biji kopidisebabkan oleh adanya reaksi Maillard

Page 21: PELITA - ccrjournal.com

112

yang melibatkan senyawa berguguskarboksil (gula reduksi), dan gugus amino(asam amino) (Barbara, 2000). Lebih lanjutWinarno (1997) melaporkan bahwa reaksiMaillard merupakan reaksi browning nonenzimatik yang manghasilkan senyawakomplek dengan berat molekul tinggi.Panas yang digunakan dalam prosesdekafeinasi dapat memutuskan ikatanpeptida antarasam amino dalam molekulprotein atau ikatan hidrogen antara asamamino dengan senyawa lain (Barbara,2000). Protein dalam biji kopi terdapatpada sitoplasma dalam bentuk bebas danpada dinding sel. Dengan terputusnyaikatan peptida ataupun ikatan hidrogen,maka dengan semakin lama waktudekafeinasi semakin banyak asam aminobebas dalam biji kopi (Clifford, 1985b).Dengan semakin meningkatnya asam aminobebas dan gula reduksi, maka akanmempercepat terjadinya reaksi Maillardyang menyebabkan warna biji kopisemakin gelap ditandai dengan nilaikecerahan (L, Lightness) yang semakinmenurun. Laju penurunan nilai kecerahansemakin tinggi dengan semakin kecilukuran biji kopi, dan semakin tinggi suhuyang digunakan dalam proses pelarutansebagaimana ditampilkan pada Gambar 4.

pH Air

Nilai pH didefinisikan sebagai jumlahatau konsentrasi ion H+ bebas pada larutanyang dipengaruhi oleh sifat dan jenis asam,suhu, konsentrasi dan adanya zat-zat lainyang mungkin terlarut (Sivetz & Desroiser,1979; Clifford, 1985b). Asam secara umummerupakan senyawa kimia yang bila

dilarutkan dalam air akan menghasilkanlarutan dengan pH lebih kecil dari 7. Dalamdefinisi modern, asam adalah suatu zatyang dapat memberi proton (ion H+)kepada zat lain (yang disebut basa), ataudapat menerima pasangan elektron bebasdari suatu basa. Suatu asam bereaksidengan suatu basa dalam reaksi penetralanuntuk membentuk garam. Contoh asamadalah asam asetat (ditemukan dalam cuka)dan asam sulfat (digunakan dalam bateraiatau aki mobil). Asam umumnya berasamasam; walaupun demikian, mencicipi rasaasam, terutama asam pekat, dapat ber-bahaya dan tidak dianjurkan.

Perubahan pH air selama prosespengukusan (steaming) biji kopi ditampil-kan pada Gambar 5. Uap air merupakanbahan utama yang berfungsi untukmengembangkan volume biji kopi sebelumproses pelarutan kafein. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa secara umum pH airmengalami peningkatan dari kondisi awal7 menjadi 5,7—6,3 setelah proses pengukus-an berlangsung 3,5 jam. Penurunan nilaipH air selama proses pengukusan biji kopiberukuran lebih kecil akan lebih cepatdibandingkan dengan proses pengukusanbiji kopi yang lebih besar. Hal tersebutdisebabkan karena dengan semakin kecilukuran biji kopi, maka jarak lintasan difusiuap air menjadi pendek sehingga asam-asam yang terkandung di dalam biji kopiakan lebih mudah terlarut.

pH Pelarut

Nilai pH pelarut (etil asetat) akan ber-kaitan dengan pH biji kopi selama prosespelarutan kafein. Perubahan pH pelarut

Page 22: PELITA - ccrjournal.com
Page 23: PELITA - ccrjournal.com
Page 24: PELITA - ccrjournal.com
Page 25: PELITA - ccrjournal.com

Karakteristik proses dekafeinasi kopi Robusta dalam reaktor kolom tunggal dengan pelarut etil asetat

113

Gambar 4. Perubahan nilai kecerahan dari perlakuan suhu pelarut 50—60OC (A), 60—70OC (B), 70—80 OC(C), 80—90OC (D), dan 90—100OC (E).

Figure 4. Lightness changes of coffee beans surface during decaffeination at 50—60OC (A), 60—70 OC (B),70—80OC (C), 80—90OC (D), and 90—100OC (E).

Nilai

kec

erah

an (

Lig

htne

ss),

L.

0 2 4 6 8 10 12 140

10

20

30

40

50

60

70

80

Waktu dekafeinasi, jam (Decaffeination time, h)

E

Nilai

kec

erah

an (

Lig

htne

ss),

L.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

0 2 4 6 8 10 12 140 2 4 6 8 10 12 14 0 2 4 6 8 10 12 140

10

20

30

40

50

60

70

80

Nilai

kec

erah

an (

Lig

htne

ss),

L.

0 2 4 6 8 10 12 140

10

20

30

40

50

60

70

80

Nilai

kec

erah

an (

Lig

htne

ss),

L.

0 2 4 6 8 10 12 140

10

20

30

40

50

60

70

80

Nilai

kec

erah

an (

Lig

htne

ss),

L.

A1 A2 A3 A4(<5.5 mm)(5.5-6.5 mm)(6.5-7.5 mm)(>7.5 mm)

C D

A B

Page 26: PELITA - ccrjournal.com
Page 27: PELITA - ccrjournal.com
Page 28: PELITA - ccrjournal.com
Page 29: PELITA - ccrjournal.com

114

0 1 2 3 4

selama proses pelarutan ditampilkan padaGambar 6. Hasil penelitian menunjukkanbahwa selama proses dekafeinasi pHpelarut mengalami penurunan dari 6,8menjadi kisaran 4,5—5,3. Lestari (2004)melaporkan bahwa proses dekafeinasi yangberlangsung selama 5 jam dengan meng-gunakan pelarut air mampu menurunkanpH air dari nilai awal 7,6—7,7 menjadi 5,9.Nilai pH yang menurun dapat disebabkanoleh asam-asam non volatil yang terdapatdi dalam biji kopi terlarut ke dalam pelarutselama proses dekafeinasi berlangsung.

Dengan semakin kecil ukuran biji kopidan semakin tinggi suhu proses dekafeinasi,maka nilai pH pelarut akan menjadi lebihrendah. Suhu yang tinggi akan mengakibat-kan ikatan senyawa asam yang terdapatdi dalam biji kopi akan lebih mudahterputus, telepas dari ikatannya dan terlarut

keluar dari dalam biji kopi. Dengansemakin kecil ukuran biji kopi, maka jaraklintasan difusi senyawa asam yang terdapatdi dalam biji kopi menjadi pendek sehinggaasam-asam yang terkandung di dalam bijikopi akan lebih mudah terlarut.

Asam Klorogenat

Asam klorogenat merupakan salah satuantioksidan yang terdapat di dalam biji kopiyang dapat melawan stress oksidatif, danmenghambat pembentukan bahan karsino-genik (NFA, 2007). Asam klorogenat padakopi adalah turunan dari 5-coffeoyllquuucacid dengan cinamic acid, o-hydroksinamicacid, p-hidroksinamic acid, caffeic acid,ferulic acid, isoferulic acid, dan sinapicacid (asam cinnamat, asam o-hidrok-sicinamat, asam p-hidroksisinamat, asamkafeat, asam ferulat, asam isoferulat, dan

Gambar 5. Perubahan pH air selama proses pengukusan.

Figure 5. Water pH changes during steaming process.

pH

0

Waktu pengukusan, jam (Steaming time, h)

1

2

3

4

5

6

7

8

0 2 4 6 8

A1 A2 A3 A4(<5.5 mm)(5.5-6.5 mm)(6.5-7.5 mm)(>7.5 mm)

Page 30: PELITA - ccrjournal.com
Page 31: PELITA - ccrjournal.com
Page 32: PELITA - ccrjournal.com
Page 33: PELITA - ccrjournal.com

Karakteristik proses dekafeinasi kopi Robusta dalam reaktor kolom tunggal dengan pelarut etil asetat

115

4

5

6

7

0 2 4 6 8 10 12 14

pH p

elar

ut (

pH s

olve

nt)

0 2 4 6 8 10 12 14

pH p

elar

ut (

pH s

olve

nt)

4

5

6

7

Gambar 6. Perubahan pH pelarut pada perlakuan suhu dekafeinasi 50—60OC (A), 60—70OC (B), 70—80OC(C), 80—90OC (D), dan 90—100OC (E).

Figure 6. Solvent pH changes at 50—60OC (A), 60—70OC (B), 70—80OC (C), 80—90OC (D), and 90—100OC(E) decaffeination temperature treatment.

pH p

elar

ut (

pH s

olve

nt)

pH p

elar

ut (

pH s

olve

nt)

0 2 4 6 8 10 12 14 0 2 4 6 8 10 12 14

pH p

elar

ut (

pH s

olve

nt)

Waktu dekafeinasi (Decaffeination time), h

4

5

6

7

4

5

6

7

4

5

6

7

4

5

6

7

0 2 4 6 8 10 12 14

A1 A2 A3 A4(<5.5 mm)(5.5-6.5 mm)(6.5-7.5 mm)(>7.5 mm)

E

BA

DC

Page 34: PELITA - ccrjournal.com

116

asam sinapat). Asam klorogenat merupa-kan salah satu komponen yang memberikankontribusi terhadap sifat keasaman padaminuman kopi. Kadar asam klorogenatpada biji kopi Arabika bervariasi antara6—7%, sedangkan pada Robusta sekitar7—11%, dan meningkat seiring tingkatkemasakan. Kadar asam klorogenatmeningkat seiring dengan peningkatankadar kafein. Citarasa asam klorogenatadalah pahit seperti tanin (Anonim, 2008;Ky et al., 2001).

Gambar 7 menunjukkan laju penuru-nan asam klorogenat dari dalam biji kopipersatuan waktu selama proses dekafeinasi.Proses dekafeinasi biji kopi dengan pelarutetil asetat pada suhu tinggi menyebabkanmudah terlepasnya asam klorogenat. Per-lakuan panas selama proses dekafeinasimengakibatkan asam klorogenat mengalamihidrolisis menjadi senyawa dengan beratmolekul yang lebih rendah, kemudiandiikuti dengan dekomposisi asamklorogenat menjadi senyawa organik laindan mem-punyai sifat mudah terlarut dalampelarut (Koeing, 1980). Hal tersebutmenyebabkan kadar asam klorogenat dalambiji kopi turun secara bertahap selamaberlangsungnya proses dekafeinasi denganpola penurunan mirip yang terjadi denganpenurunan kadar kafein.

Berkurangnya kadar asam klorogenatselain indikasi menurunnya jumlah kafeindalam biji kopi, juga akan berpengaruhpada cita rasa seduhan kopinya. Asamtersebut bersama dengan kafein didugamemberikan pengaruh pada rasa pahit dansepat (Horman & Viani, 1971). Selain itu,asam klorogenat di dalam biji kopi

diketahui sebagai senyawa yang bersifatantioksidan, dan dalam beberapa kondisitertentu lebih kuat sifatnya dari padasenyawa asam askorbat (Morishita & Kido,1995).

Ukuran biji kopi juga akan sangatmempengaruhi penetrasi asam klorogenatyang telah terhidrolisis keluar dari pori-pori biji kopi. Semakin kecil ukuran bijikopi, maka jarak lintasan molekul untukmelakukan difusi akan semakin pendek.Hal tersebut yang menyebabkan dengansemakin kecil ukuran biji kopi, maka dalamperlakuan proses yang sama akan semakinbanyak asam klorogenat yang terlarut.Hasil penelitian menunjukkan bahwadengan semakin kecil ukuran biji kopi dansemakin tinggi suhu pelarut, makapersentase penurunan asam klorogenatakan semakin besar per satuan waktu.

Proses dekafeinasi biji kopi denganpelarut etil asetat yang berlangsung selama12 jam dapat menurunkan kadar asamklorogenat dari dalam biji kopi dari kadar7,6% menjadi 0,7—2,17 tergantung ukuranbiji kopi dan suhu proses dekafeinasinya.Kadar asam klorogenat terendah diperolehpada proses dekafeinasi biji kopi A4 dengansuhu proses 90—100OC dengan lama proses6 jam, sedangkan kadar asam klorogenatyang masih relatif tinggi setelah prosesdekafeinasi berlangsung selama 12 jam,yaitu 2,17 diperoleh pada biji kopi A1 yangmengalami proses dekafeinasi dengan suhu50—60OC. Hal yang sama dilaporkan olehSri-Mulato et al. (2004) dan Lestari (2004)pada proses dekafeinasi biji kopi berukuran5,5 mm selama 6 jam dengan pelarut airdiperoleh penurunan kadar asam klorogenat

Page 35: PELITA - ccrjournal.com
Page 36: PELITA - ccrjournal.com
Page 37: PELITA - ccrjournal.com
Page 38: PELITA - ccrjournal.com

Karakteristik proses dekafeinasi kopi Robusta dalam reaktor kolom tunggal dengan pelarut etil asetat

117

0 2 4 6 8 10 12 14 0 2 4 6 8 10 12 14

Gambar 7. Laju penurunan asam klorogenat dari perlakuan suhu pelarut 50—60OC (A), 60—70OC (B),70—80OC (C), 80—90OC (D), dan 90—100OC (E).

Figure 7. Chorogenic acid decreasing rate at 50—60OC (A), 60—70OC (B), 70—80OC (C), 80—90OC (D),and 90—100OC (E) solvent temperature treatment.

0 2 4 6 8 10 12 14

% a

sam

klo

roge

nat

(% c

hlor

ogen

ic a

cid)

0

1

2

3

4

5

6

7

8

% a

sam

klo

roge

nat

(% c

hlor

ogen

ic a

cid)

0

1

2

3

4

5

6

7

8

% a

sam

klo

roge

nat

(% c

hlor

ogen

ic a

cid)

0

1

2

3

4

5

6

7

8

% a

sam

klo

roge

nat

(% c

hlor

ogen

ic a

cid)

0

1

2

3

4

5

6

7

8

0 2 4 6 8 10 12 14

0 2 4 6 8 10 12 14

% a

sam

klo

roge

nat

(% c

hlor

ogen

ic a

cid)

0

1

2

3

4

5

6

7

8

Waktu dekafeinasi (Decaffeination time), h

0 2 4 6 8 10 12 140 2 4 6 8 10 12 14

A1 A2 A3 A4(<5.5 mm)(5.5-6.5 mm)(6.5-7.5 mm)(>7.5 mm)

E

BA

DC

Page 39: PELITA - ccrjournal.com

118

dari 5,5% (berat kering) menjadi 0,79%(berat kering).

Trigonelin

Viani & Hotman (1974) melaporkanbahwa trigonelin merupakan prekursoraroma pada kopi dan dengan adanya prosespenyangraian akan menghasilkan senyawa-senyawa volatil. Senyawa volatil yangterbentuk merupakan komponen hasildegradasi trigonelin dan komponen utama-nya (46%) adalah piridin. Untuk mendapat-kan flavor yang optimum, maka trigonelindalam biji kopi harus lebih besar dari 1%.Contoh biji kopi yang digunakan dalamproses dekafeinasi memiliki kadartrigonelin 1,7% yang berarti memilikiflavor yang optimum.

Laju penurunan trigonelin dari dalambiji kopi selama proses dekafeinasi ber-langsung ditampilkan pada Gambar 8.Hasil penelitian menunjukkan bahwa lajupenurunan trigonelin selama proses deka-feinasi dipengaruhi oleh suhu proses yangdigunakan dan ukuran biji kopi. Karak-teristik kurva yang terbentuk memilikikesamaan dengan laju penurunan kafein.Dengan semakin tinggi suhu yang di-gunakan dalam proses dekafeinasi, makalaju penurunan kadar trigonelin akansemakin cepat dan kadar trigonelin yangterlarut semakin besar. Panas menyebabkanikatan trigonelin yang terdapat di dalampori-pori biji kopi mudah terlarut oleh etilasetat. Semakin tinggi suhu yang di-gunakan, maka kemampuan untuk melepas-kan ikatan dan pelarutan trigonelin akansemakin besar. Selain suhu, ukuran biji

kopi juga berpengaruh pada laju penurunankadar trigonelin selama proses dekafeinasi.Biji kopi dengan ukuran lebih kecil akanmemudahkan pelarut masuk ke dalam pori-pori biji kopi karena jarak tempuh ke pusatbiji lebih pendek, dan lebih cepat melarut-kan trigonelin yang terdapat di dalam biji.

Trigonelin memiliki sifat mudah larutdalam senyawa organik (Macrae, 1985),maka proses dekafeinasi dengan pelarutetil asetat menyebabkan berkurangnyakadar trigonelin. Panas yang dikenakan kebiji kopi selama proses pengukusanmenyebabkan biji kopi mengalamipengembangan volume. Hal tersebutmenyebabkan pelarut mudah masuk kedalam pori-pori dan melarutkan senyawatrigonelin.

Hasil penelitian menunjukkan bahwasetelah proses dekafeinasi berlangsungselama 12 jam dengan suhu 50—60 OC,maka kadar trigonelin di dalam biji kopiturun menjadi 0,3—0,4. Dengan meng-gunakan suhu dekafeinasi 90—00 OC, danwaktu proses yang sama, kadar trigonelindi dalam biji kopi menjadi lebih rendah,yaitu 0,21. Lestari (2004) melaporkanbahwa dengan menggunakan pelarut airpada suhu dan lama proses dekafeinasimasing-masing 100OC dan 6 jam, makadiperoleh biji kopi terdekafeinasi denganukuran 5,5 mm mengandung kadartr igonelin 0,21%, lebih rendah jikadibandingkan dengan biji berukuran 6,5mm yaitu 0,35%. Jika proses dekafeinasiberlangsung selama 2 jam untuk biji kopiberukuran 5,5 mm, maka akan diperolehbiji kopi dengan kadar trigonelin sebesar1%.

Page 40: PELITA - ccrjournal.com
Page 41: PELITA - ccrjournal.com
Page 42: PELITA - ccrjournal.com
Page 43: PELITA - ccrjournal.com

Karakteristik proses dekafeinasi kopi Robusta dalam reaktor kolom tunggal dengan pelarut etil asetat

119

0 2 4 6 8 10 12 14 0 2 4 6 8 10 12 14

Gambar 8. Laju penurunan trigonelin dari perlakuan suhu pelarut 60—70OC (A), 70—80OC (B), 80—90OC(C), dan 90—100OC (D).

Figure 8. Trigonelin decreasing rate at 60—70OC (A), 70—80OC (B), 80—90OC (C), and 90—100OC (D)solvent temperature treatment.

Waktu dekafeinasi (Decaffeination time), h

% k

adar

tri

gone

lin/j

am (

% t

rigo

nelli

n/h)

0

0.2

0.40.6

0.8

1.0

1.2

1.4

1.6

1.8

% k

adar

tri

gone

lin/j

am (

% t

rigo

nelli

n/h)

0

0.2

0.40.6

0.8

1.0

1.2

1.4

1.6

1.8

0 2 4 6 8 10 12 14 0 2 4 6 8 10 12 14

C D

A1 A2 A3 A4

0 2 4 6 8 10 12 14

% k

adar

tri

gone

lin/j

am (

% t

rigo

nelli

n/h)

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

1.2

1.4

1.6

1.8

E

% k

adar

tri

gone

lin/j

am (

% t

rigo

nelli

n/h)

0

0.2

0.40.6

0.8

1.0

1.21.4

1.6

1.8

% k

adar

tri

gone

lin/j

am (

% t

rigo

nelli

n/h)

0

0.2

0.40.6

0.8

1.0

1.21.4

1.6

1.8

0 2 4 6 8 10 12 14

A B

Page 44: PELITA - ccrjournal.com

120

Anonim (2008) melaporkan bahwatidak ada hubungan antara kadar trigonelindengan mutu seduhan kopi, namun karenatrigonelin tidak terdegradasi sempurnaselama penyangraian maka rasa pahitnyasedikit mewarnai karakteristik citarasa.Di samping itu selama penyangraiantrigonelin sebagian berubah menjadibeberapa komponen heterosiklik pyridineyang menyumbang aroma volatil kopisangrai. Terdapat hubungan linear antaradegradasi trigonelin dengan kehilanganbahan organik selama penyangraian. Kadartrigonelin sisa dapat digunakan sebagaiindikator derajad penyangraian.

Organoleptik

Kopi dikonsumsi oleh konsumenbukan sebagai sumber nutrisi, tetapisebagai penyegar. Davids (1996) melapor-kan bahwa kopi dianggap bernilai ekonomisjika dapat memberikan rasa senang dankepuasan konsumen terhadap nilai sensorisyang dihasilkan. Kualitas minuman kopiditunjukkan dengan kesatuan nilai dariaroma, flavor, body, dan bitterness. Kurvayang menunjukkan hubungan antara suhudan lama proses dekafeinasi terhadap citarasa seduhan kopi yang dihasilkanditampilkan pada Gambar 9.

Aroma seduhan kopi muncul sebagaiakibat dari menguapnya senyawa volatilyang tertangkap oleh indra perasa(penciuman) manusia. Yusianto (1999)melaporkan bahwa keasaman yang tinggiakan memberikan kualitas aroma yanglebih baik. Hasil penelitian menunjukkanbahwa aroma yang dihasilkan dari produk

kopi terdekafeinasi dengan menggunakanpelarut etil asetat 10% akan semakinmenurun dengan semakin kecil ukuran bijikopi, semakin lamanya proses pelarutan,dan semakin tingginya suhu ekstraksi.Setelah proses dekafeinasi berlangsungselama 12 jam dengan suhu pelarut 90—100OC, nilai aroma tertinggi diperolehpada biji kopi A1 dan A2 yaitu 2,1. Padawaktu dan suhu proses yang sama, nilaiaroma terendah diperolah pada biji kopiberukuran A4, yaitu 1,8. Lestari (2004)melaporkan bahwa proses dekafeinasi bijikopi berukuran 5,5 mm selama 6 jamdengan menggunakan pelarut air diperolehnilai aroma seduhan 2,1. Jika prosesdekafeinasi dilakukan selama 2 jam, makaakan diperoleh nilai aroma seduhansebesar 3. Namun pada kondisi demikianbiji kopi masih memiliki kadar kafein lebihbesar dari 0,3%.

Macrae (1985) melaporkan bahwasenyawa volatil yang berpengaruh padaaroma kopi sangrai dibentuk dari reaksiMaillard atau reaksi browning nonenzimatik, degradasi asam amino bebas,degradasi trigonelin, degradasi gula, dandegradasi asam phenolik. Clarke & Macrae(1989), dan Sivetz & Desroiser (1979)melaporkan bahwa kafein tidak ber-pengaruh terhadap aroma kopi, tetapisedikit memberikan rasa pahit. Senyawakafein menyumbang rasa pahit antara 10—30% dari seduhan kopi (Morton, 1984).Selama penyangraian kopi Robusta, asamklorogenat terdekomposisi menjadi aromavolatil, dan melanoidin. Asam klorogenatterdekomposisi bertahap seiring denganpembentukan aroma volatil dan senyawa

Page 45: PELITA - ccrjournal.com
Page 46: PELITA - ccrjournal.com
Page 47: PELITA - ccrjournal.com
Page 48: PELITA - ccrjournal.com

Karakteristik proses dekafeinasi kopi Robusta dalam reaktor kolom tunggal dengan pelarut etil asetat

121

ab

cd

ea

bc

de

ab

cd

ea

bc

de

Aro

ma

Bitte

rnes

Flav

our

Body

Gambar 9. Perubahan citarasa selama proses dekafeinasi pada suhu 50—60OC (a), 60—70OC (b),70—80OC (c), 80—90OC (d), dan 90—100OC (e).

Figure 9. Organoleptic change during decaffeination process at 50—60OC (a), 60—70OC (b), 70—80OC (c),80—90OC (d), and 90—100OC (e).

Waktu dekafeinasi, jam (decaffeination time, h)

Nilai (score)

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

4 j (h)4j (h)10 j (h)10j (h)12 j (h)12j (h) 8 j (h)8j (h) 6j (h) 2 j(h)2j (h) 0j (h)

Page 49: PELITA - ccrjournal.com

122

polimer (melanoidin), dan terlepas sebagaiCO, lebih sedikit pada penyagraian cepatyang ditandai dengan cita rasa astringentyang diperkirakan berasal dari sisa asamklorogenat (Anonim, 2008).

Viani & Hotman (1974) melaporkanbahwa trigonelin merupakan prekursoraroma pada kopi dan dengan adanya prosespenyangraian akan menghasilkan senyawa-senyawa volatil. Senyawa volatil yang ter-bentuk merupakan komponen hasil degra-dasi trigonelin dan komponen utamanya(46%) adalah piridin. Untuk mendapatkanflavor yang optimum, maka trigonelindalam biji kopi harus lebih besar dari 1%.

Kepahitan (bitterness) dalam seduhankopi nampak lebih nyata pada peningkatankandungan polifenol dengan meningkatnyasuhu (Macrae, 1985). Lebih lanjutYusianto (1999) melaporkan bahwakepahitan merupakan rasa primer yangsangat spesifik pada reseptor lidah. Kafeinmemberikan pengaruh pada rasa seduhankepahitan biji kopi. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa nilai kepahitancenderung menurun dengan semakin lamaproses dekafeinasi dan semakin tinggi suhupelarut yang digunakan. Clifford (1985b)melaporkan penurunan nilai kepahitandipengaruhi oleh kadar kafein, asamklorogenat dan trigonelin. Lebih lanjutLestari (2004) melaporkan bahwa dengansemakin rendah kadar kafein, asam kloro-genat, dan trigonelin, maka akan semakinrendah pula nilai kepahitan seduhankopinya. Selain hal tersebut, Macrae (1985)melaporkan bahwa hasil dari reaksi brown-ing yang berupa senyawa dengan beratmolekul tinggi juga menyumbangkankarakteristik kepahitan.

Flavor merupakan kombinasi antaraaroma yang ditangkap oleh indera pen-ciuman manusia dan rasa seduhan yangditangkap oleh indera perasa. Rasa seduhanberhubungan dengan senyawa non volatilyang terlarut, sedangkan aroma ber-hubungan dengan senyawa volatil(Yusianto, 1999). Hasil penelitian me-nunjukkan bahwa flavor yang dihasilkandari produk kopi terdekafeinasi akansemakin menurun dengan semakin kecilukuran biji kopi, semakin lamanya prosespelarutan, dan semakin tingginya suhuekstraksi. Setelah proses dekafeinasiberlangsung selama 12 jam dengan suhupelarut 90—100 OC, nilai flavor tertinggidiperoleh pada biji kopi A1, A2 dan A3 yaitu1,8. Pada waktu dan suhu proses yangsama, nilai flavor terrendah diperolah padabiji kopi berukuran A4, yaitu 1,8.Penurunan nilai flavor disebabkan olehterlarutnya sebagian besar senyawa yangmerupakan prekursor aroma dan rasakarena adanya perlakuan panas yang tinggiselama proses dekafeinasi sehingga kopiterdekafeinasi akan terasa hambar.Senyawa yang merupakan prekursor aromadan flavor antara lain asam klorogenat,trigonelin, dan senyawa asam.

Yusianto (1999) melaporkan bahwabody merupakan kekentalan dari seduhankopi sebagai karakter internal yang dapatdinilai karena ada kesan kental di langit-langit mulut. Kafein memberikan kontri-busi pada body seduhan kopi. Hal ini dapatdiselaraskan dengan kadar kafein kopibubuk yang semakin turun akan ber-pengaruh pada nilai body yang semakinrendah. Hasil penelitian menunjukkanbahwa body yang dihasilkan dari produk

Page 50: PELITA - ccrjournal.com

Karakteristik proses dekafeinasi kopi Robusta dalam reaktor kolom tunggal dengan pelarut etil asetat

123

kopi terdekafeinasi akan semakin menurundengan semakin kecil ukuran biji kopi,semakin lamanya proses pelarutan, dansemakin tingginya suhu pelarutan. Secarakeseluruhan kopi rendah kafein mempunyainilai organoleptik yang rendah, baik untukaroma, flavor, bitterness, dan body.

KESIMPULAN

Karakterisasi proses dekafeinasi kopiRobusta dalam reaktor kolom tunggaldengan pelarut etil asetat telah dilakukan.Hasil penelitian menunjukkan bahwasemakin kecil ukuran biji kopi dan semakintinggi suhu pelarut etil asetat, maka prosesdekafeinasi akan berlangsung lebih cepat.Untuk biji kopi berukuran lebih kecil dari5,5 mm, proses dekafeinasi dengan pelarutetil asetat 10% dapat dilakukan selama8—10 jam pada suhu 90—100OC atau 12 jampada suhu 60—70OC agar diperolehkadar kafein 0,3%. Uji organoleptikmenunjukkan bahwa perlakuan pelarutandengan etil asetat 90—100OC meng-akibatkan citarasa seduhan kopi ter-dekafeinasi mengalami penurunan dengannilai aroma, flavor, bitterness dan bodymasing-masing 1,9.

DAFTAR PUSTAKA

Atmawinata, O. (2001). Pengolahan danKomposisi Kimia Biji Kopi : PerananUji Citarasa dalam PengendalianMutu Kopi. Pusat Penelitian Kopi danKakao Indonesia, Jember.

Atmawinata O.; Sri-Mulato; S. Widyotomo& Yusianto (1998). Teknik pra-pengo-

lahan biji kakao segar secara mekanisuntuk mempersingkat waktu fermen-tasi dan menurunkan kemasaman biji.Pelita Perkebunan, 14, 48—62.

Barbara, S. (2000). Introductory Food.Prentice Hall, New Jersey, USA.

Baumann, T.; S.S. Mosli; B.H. Schulthess& R.J. Aetrs (1993). Interpendenceof caffeine and chlorogenic acidmetha-bolism in coffee. Proc 15th

ASIC Coll, 134—140.

BSN (2008). SNI 01-2907-2008, Biji Kopi.Badan Standardisasi Nasional.Depar-temen Pertanian.

Cahyono, B. S. (1987). Usaha PenurunanKafein Kopi Biji dengan Perebusandalam Larutan Alkali dan Kaitan-nyadengan Mutu Kopi Bubuk yangDihasilkan. Skripsi. Jurusan Pengo-lahan Hasil Pertanian. FakultasTeknologi Pertanian. UGM, Yogya-karta.

Charley, H. & C. Weaver (1998). Coffea,Tea, Chocolate and Cocoa Foods. AScientific Approach Merricee andInprint of Prenttice Hall, New Jersay,USA.

Clarke, R.J. & R. Macrae (1989). CoffeeChemistry. Vol. I, II. Elsevier Ap-plied Science. London and NewYork.

Clifford, M.N. & K.C. Willson (1985).Coffee : Botany, Biochemistry, andProduction of Beans and Beverage.The AVI Publsihing Company, Inc.West-port, Connecticut, USA.

Clifford, M.N. (1985a). Chemical and physi-cal aspects of green coffee and cof-fee products. P. 305–374. In: M.N.Clifford & K.C.Wilson (Eds).Botany, Biochemistry, and Produc-

Page 51: PELITA - ccrjournal.com

124

tion of Beans and Beverage. The AVIPubl. Co. Inc., Wesport, Connecti-cut.

Clifford, M.N. (1985b). Chlorogenic Acids,Coffee. Vol. I. Elsevier AppliedScience, London, and New York.

Davids, K. (1996). Home Coffee Roasting.St. Martin’s Griffin. New York.

Ensminger, A.H.; M.E. Ensminger; J.E.Konlande & J.R.K. Robson (1995).The Concise Encyclopedia of Foodand Nutrition, Boca Raton. Tokyo.

Hadiyanto, A. (1994). Kafein, Penggunaan,Efek, dan Dekafeinasi. Skripsi.Fakultas Teknologi Pertanian. Uni-versitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Hicks, M.B.; P. Hsieh & L.N. Bell (1996).Tea preparation and its influence onmethylxanthine concentration (ab-stract). Food Research International,29, 3–4.

Horman, I. & A. Viani (1971). The caf-feine-chlorogenate complex of cof-fee, an NMR study, Proc 14th ASICColl, 102–111.

Jaganyi, D. & R.D. Prince (1999). Kineticsof tea infusion : The effect of themanufacturing process on the rate ofextraction of caffeine. Food Chem.,64, 27—31.

Johnson, A.H. & M.S. Peterson (1974). Ency-clopedia of Food Technology.Vol.I. The AVI Publ. Co. Inc.,Wesport, Connecticut.

Katz, S.N. (1997). Decaffeinating Coffee.Working Knowledge Scientific,American.

Ky, C.L.; M. Noirot & S. Hamon (1997).Comparison of five purification meth-ods for chlorogenic acids in green

coffee beans (Coffee sp.). J. Agric.Food. Chem, 45, 786—790.

Ky, C.L.; J. Louarn; S. Dussert; B. Guyot;S. Hamon & M. Noirot (2001). Caf-feine, trigonelline, chlorogenic ac-ids and sucrose diversity in wildCoffea arabica L., and C. canephoraaccessions. Food Chem., 75, 223—230.

Lestari, H. (2004). Dekafeinasi Biji Kopi(Coffee canephora) Varietas Robustadengan Sistem Pengukusan danPelarutan. Tesis. Program Pasca-sarjana. Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta.

Mabbett, T. (1999). Foundations of Flavourin Coffee. Indian Coffee.

Macrae, R. (1985). Nitrogenous Components,Coffee. Volume I. Elsevier AppliedScience, London and New York.

Morishita, M. & K. Kido (1995). Antioxi-dant activities of chlorogenic acids,Colloq ASIC, 16th. Vol 1.

Morton, A. (1984). Flavours an Introduc-tion. Food Science, USA.

Ratna, Y. & R. Anisah (2000). DekafeinasiKopi Robusta pada Pembuatan KopiBubuk dengan Larutan NaOH.Makalah Seminar Nasional IndustriPangan, IPB. Bogor.

Rusmantri (2002). Dekafeinasi Kopi Robustadengan Pelarut Air pada BerbagaiSuhu dan pH. Thesis. Teknologi HasilPerkebunan, Pascasarjana, UGM,Yogyakarta.

Sivetz, M. & N.W. Desrosier (1979). Cof-fee Technology. The AVI Publ. Co.Inc., Wesport, Connecticut.

Spiller, G.A. (1999). Caffeine. Boca RatonLondon, New York Washington DC.

Page 52: PELITA - ccrjournal.com

Karakteristik proses dekafeinasi kopi Robusta dalam reaktor kolom tunggal dengan pelarut etil asetat

125

Sri-Mulato; S. Widyotomo & H. Lestari(2004). Pelarutan kafein biji kopiRobusta dengan kolom tetap meng-gunakan pelarut air. Pelita Per-kebunan, 20, 97—109.

Sri-Mulato; S. Widyotomo & E. Suharyanto(2006). Pengolahan Produk Primerdan Sekunder Kopi. Pusat PenelitianKopi dan Kakao Indonesia. Jember,Jawa Timur.

Toledo, R.T. (1999). Fundamental of FoodProcess Engineering, 2nd edition. AnAspen Publication, Aspen PublisherInc., Gathersburg, Maryland.

USDA (2000). Tropical Product: World Mar-kets and Trade, Circular Series-USDA, June.

Viani, R. & I. Hotman (1974). Thermal be-havior of trigonellin. J. Food. Sci.,39, 1216—1217.

Widyotomo, S. & Sri-Mulato (2005). Kinerjamesin sortasi biji kopi tipe meja getar.Pelita Perkebunan, 21, 55—72.

Wijaya, H. (2003). Sambutan Ketua UmumBPP AEKI. In: I. Bersten. (2003).Coffee, Sex, and Health. A historyof anti coffee crusaders and sexualhiysteria. Helian Books. Australia.

Williams, S. (1999). Official Methods ofAnalysis of the Association of Offi-cial Analytical Chemists. Associa-tion of Official Analytical Chemists,Inc. 1111 North Nineteenth Street.Suite 210. Arlington, Virginia 22209.USA.

Winarno, F.G. (1997). Kimia Pangan. PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Yusianto (1999). Komposisi kimia biji kopidan pengaruhnya terhadap cita rasaseduhan. Warta Pusat Penelitian Kopidan Kakao, 15, 190—202.

**********