PELAKSANAAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN DAN AKUNTANSI BARANG MILIK NEGARA (SIMAK-BMN) PADA SATUAN KERJA DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA SEMESTER SATU TAHUN ANGGARAN 2015 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN OLEH: NAMA : EVI DWI PEBRIANI NPM : 1422090207 PROGRAM STUDI : ILMU ADMINISTRASI NEGARA KONSENTRASI : MANAJEMEN KEUANGAN NEGARA SKRIPSI DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN SYARAT UJIAN PROGRAM SARJANA ILMU ADMINISTRASI NEGARA SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA JAKARTA 2015
145
Embed
PELAKSANAAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN · PDF fileAdministrasi Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia. ... Pengertian Sistem ... dengan harapan sistem pengelolaan keuangan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PELAKSANAAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN DAN AKUNTANSIBARANG MILIK NEGARA (SIMAK-BMN) PADA SATUAN KERJA
DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZASEMESTER SATU TAHUN ANGGARAN 2015BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
OLEH:
NAMA : EVI DWI PEBRIANINPM : 1422090207PROGRAM STUDI : ILMU ADMINISTRASI NEGARAKONSENTRASI : MANAJEMEN KEUANGAN NEGARA
SKRIPSIDIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN SYARAT
UJIAN PROGRAM SARJANA ILMU ADMINISTRASI NEGARASEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARAJAKARTA
2015
ii
Diterima dan disetujui untuk dipertahankan
Pembimbing
Dr. Asropi, S.IP, M.Si
iii
Diperiksa dan disahkan oleh Panitia Ujian Program Sarjana Sekolah
Tinggi Ilmu Administrasi – Lembaga Administrasi Negara di Jakarta pada
tanggal 14 Desember 2015.
Ketua merangkap anggota,
Tintin Sri Murtinah, SE, MM
Sekretaris merangkap anggota,
Dr. Subandi, MM
Anggota,
Dr. Asropi, S.IP, M.Si
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya yang berlimpah sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih sebesar- besarnya
kepada Bapak Dr. Asropi, S. IP, M.Si selaku dosen pembimbing yang
telah membantu dan memberikan arahan dalam menyusun skripsi ini
serta kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam menyusun
skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada:
1. Bapak Dr. Makhdum Priyatno, MA selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Administrasi Lembaga Administrasi Negara Jakarta.
2. Direktur Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT selaku
atasan yang telah memberikan rekomendasi tugas belajar.
3. Bapak Dr. Subandi, MM selaku Dosen Penguji yang telah
memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun bagi
perbaikan skripsi ini.
4. Ibu Tintin Sri Murtinah, SE., MM selaku Dosen Penguji yang telah
memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun bagi
perbaikan skripsi ini.
5. Bapak dan kakak tercinta atas do’a, cinta, dan kasih sayang serta
dukungan yang selalu diberikan selama penulis menyelesaikan studi.
v
6. Rekan-rekan pegawai di lingkungan Satuan Kerja Deputi Bidang
Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA yang juga turut andil
dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Rekan-rekan mahasiswa STIA-LAN Jakarta yang telah memberikan
dukungan dan bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Para dosen dan karyawan karyawati STIA-LAN Jakarta atas ilmu dan
dukungan yang telah diberikan.
Dengan rendah hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh
dari sempurna, walaupun penulis telah mencoba menyusun dengan
mencurahkan segenap waktu, tenaga, dan kemampuan penulis. Hal ini
disebabkan oleh kekurangan dan keterbatasan pengetahuan serta
pengalaman penulis. Oleh karena itu, saran dan kritik dari pembaca
sangat penulis harapkan. Asa penulis, skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan perkembangan lebih lanjut atas manajemen keuangan
negara di Indonesia.
Jakarta, 14 Desember 2015
EDP
vi
ABSTRAKEVI DWI PEBRIANI, 1422090207
PELAKSANAAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN DAN
AKUNTANSI BARANG MILIK NEGARA (SIMAK-BMN)
PADA SATUAN KERJA DEPUTI BIDANG PENGAWASAN
PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA SEMESTER SATU
TAHUN ANGGARAN 2015 BADAN PENGAWAS OBAT DAN
MAKANAN
Skripsi, xii hlm. 100 halaman
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan SIMAK-BMN
pada Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan
NAPZA berdasarkan PMK No.213/PMK.05/2013.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan
pendekatan deskriptif. Penelitian ini meliputi pembentukan unit akuntansi,
GAMBAR 1.1Grafik Perkembangan Opini BPK Terhadap LKKL
Tahun 2006 - 2014
0
10
20
30
40
50
60
70
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
WTP
WDP
TMP
TW
7
Sesuai dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang terakhir
Nomor 74 tanggal 25 Mei 2015, BPK telah memberikan opini Wajar
Dengan Pengecualian (WDP) atas LKPP 2014. LKKL pada tahun 2014
dipaparkan dengan rincian sebanyak 62 LKKL-Wajar Tanpa Pengecualian
(WTP), 18 LKKL-WDP, 7 LKKL-Tidak Memberikan Pendapat (TMP), dan
tidak ada LKKL-Tidak Wajar (TW). Jumlah LKKL-WTP tersebut menurun
dibandingkan dengan jumlah LKKL-WTP pada tahun 2013 yaitu sebanyak
65 LKKL. Temuan-temuan pemeriksaan BPK atas LKPP tahun 2014
masih terdapat permasalahan dalam penatausahaan dan pengamanan
aset yang juga merupakan temuan pemeriksaan tahun 2012 dan 2013
silam.
Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK)
Tahun 2014 berkenaan dengan BMN di antaranya: i) penatausahaan,
pencatatan, dan pelaporan Persediaan pada 35 K/L belum memadai; ii)
penatausahaan dan pengamanan Aset Tetap pada 56 K/L kurang
memadai dan terdapat kelemahan pengendalian atas proses Normalisasi
Data BMN; dan iii) belum diterapkan Amortisasi atas Aset Tak Berwujud.
Badan POM RI selaku K/L memperoleh opini BPK sejak tahun 2006
cukup beragam. Tahun 2006 memperoleh opini WDP, tahun 2007-2009
WDP-Dengan Paragraf Penjelas (DPP), tahun 2010 untuk pertama kalinya
WTP-DPP, tahun 2011 akhirnya bisa meraih opini WTP tanpa DPP.
Namun setelahnya tahun 2012 justru menurun tajam dengan hanya
memperoleh opini TMP/disclaimer, tahun 2013 berangsur membaik lagi
8
dengan memperoleh opini WDP dan terakhir tahun 2014 dengan opini
WTP bisa diraih kembali. Salah satu temuan auditor BPK terhadap LKKL
Badan POM RI yang selalu muncul setiap tahunnya adalah berkaitan
dengan pengelolaan, penatausahaan, dan pelaporan BMN termasuk
didalamnya adalah laporan keuangan Satuan Kerja Deputi Bidang
Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA. Hal ini sesuai dengan yang
telah dijelaskan dalam LHP BPK yang terakhir yang menyampaikan
bahwa masalah berkaitan tentang BMN masih selalu muncul dari tahun ke
tahun.
Salah satu bahan pertimbangan BPK dalam memberikan opini
adalah terkait dengan kepatuhan terhadap perundang-undangan yang
berlaku. Kemudian Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk
Terapetik dan NAPZA sebagai entitas akuntansi di lingkungan Badan
POM RI secara tidak langsung turut mempengaruhi kualitas laporan
keuangan Badan POM RI. Karena pada hakekatnya laporan keuangan
Badan POM RI merupakan hasil kompilasi dari seluruh laporan keuangan
entitas akuntansi yang ada.
Dari kondisi yang penulis sampaikan di atas, untuk itu penulis tertarik
untuk meneliti hal tersebut dan menuangkannya dalam bentuk tulisan
yang berjudul “Pelaksanaan Sistem Informasi Manajemen dan
Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN) pada Satuan Kerja
Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Semester
Satu Tahun Anggaran 2015 Badan POM”.
9
B. Fokus Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka
fokus permasalahan penelitian ini adalah tentang “Bagaimana
pelaksanaan SIMAK-BMN pada Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan
Produk Terapetik dan NAPZA Semester Satu (I) Tahun Anggaran (TA)
2015 Badan POM?”
C. Tujuan Penelitian
Merujuk pada fokus masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui pelaksanaan SIMAK-BMN pada Satuan Kerja
Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Semester I TA
2015 Badan POM.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Terhadap Dunia Akademik
Manfaat penulisan ini untuk kepentingan dunia akademik, diharapkan
dapat memberikan pengetahuan dan sumbangan pemikiran di dunia
manajemen keuangan negara terutama yang berkaitan dengan BMN.
Serta dapat digunakan oleh peneliti selanjutnya sebagai referensi dalam
rangka penyempurnaan dan memperluas penelitian. Selain itu penelitian
ini untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat ujian kesarjanaan strata
satu ilmu administrasi pada STIA-LAN serta dapat meningkatkan daya
analisis dan keahlian penulis.
10
2. Manfaat Terhadap Dunia Praktis
Manfaat penulisan ini terhadap dunia praktis, yaitu hasil dari
penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan saran-saran untuk para
pejabat dan pegawai dalam meningkatkan kualitas pelaporan BMN
sehingga tercipta tertib administrasi sekaligus meningkatkan kinerja
satuan kerja pada Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan
NAPZA Badan POM RI.
11
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Tinjauan Teori dan Konsep Kunci
1. Tinjauan Teori
a. Pengertian Pelaksanaan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (online) pengertian
pelaksanaan adalah “proses, cara, perbuatan melaksanakan dari suatu
rancangan keputusan dan sebagainya”.
Pelaksanaan adalah suatu tindakan dari sebuah rencana yang sudah
disusun secara matang dan terperinci, implementasi biasanya dilakukan
setelah perencanaan sudah dianggap siap. Secara sederhana
pelaksanaan bisa diartikan penerapan. Majone dan Wildavsky
mengemukakan pelaksanaan sebagai evaluasi. Browne dan Wildavsky
mengemukakan bahwa pelaksanaan adalah perluasan aktivitas yang
saling menyesuaikan (Usman, 2002:70).
Pengertian-pengertian di atas memperlihatkan bahwa kata
pelaksanaan bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau
mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa
pelaksanaan bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang
terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan norma
tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.
12
Pelaksanaan merupakan aktifitas atau usaha-usaha yangdilaksanakan untuk melaksanakan semua rencana dan kebijaksanaanyang telah dirumuskan dan ditetapkan dengan dilengkapi segalakebutuhan, alat-alat yang diperlukan, siapa yang melaksanakan, dimanatempat pelaksanaannya mulai dan bagaimana cara yang harusdilaksanakan, suatu proses rangkaian kegiatan tindak lanjut setelahprogram atau kebijaksanaan ditetapkan yang terdiri atas pengambilankeputusan, langkah yang strategis maupun operasional ataukebijaksanaan menjadi kenyataan guna mencapai sasaran dari programyang ditetapkan semula (Abdullah,1988:40).
Dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan adalah tindakan dari sebuah
rancangan atau rencana yang saling menyesuaikan untuk mencapai suatu
tujuan yang telah ditentukan.
Menurut Teori Implementasi Kebijakan George Edward III yang
dikutip oleh Budi Winarno, faktor-faktor yang mendukung pelaksanaan
kebijakan, yaitu :
a. Komunikasi
Ada tiga hal penting yang dibahas dalam proses komunikasikebijakan, yakni transmisi, konsistensi, dan kejelasan (clarity). Faktorpertama yang mendukung pelaksanaan kebijakan adalah transmisi.Seorang pejabat yang berkewajiban melaksanakan keputusan harusmenyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintahuntuk pelaksanaannya telah dikeluarkan. Faktor kedua yangmendukung pelaksanaan kebijakan adalah kejelasan, yaitu bahwapetunjuk-petunjuk pelaksanaan kebijakan tidak hanya harus diterimaoleh para pelaksana kebijakan, tetapi komunikasi tersebut harusjelas. Faktor ketiga yang mendukung pelaksanaan kebijakan adalahkonsistensi, yaitu jika pelaksanaan kebijakan ingin berlangsungefektif, maka perintah-perintah pelaksanaan harus konsisten danjelas.
b. Sumber Daya (resources)
Sumber daya vital yang mendukung pelaksanaan kebijakan meliputistaf yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untukmelaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitasyang dapat menunjang pelaksanaan pelayanan publik.
13
c. Kecenderungan-kecenderungan atau Tingkah laku-tingkah laku.
Kecenderungan dari para pelaksana mempunyai konsekuensipenting bagi pelaksanaan kebijakan yang efektif. Jika parapelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu yangdalam hal ini berarti adanya dukungan, kemungkinan besar merekamelaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh parapembuat keputusan awal.
d. Struktur Birokrasi
Birokrasi merupakan salah satu badan yang paling sering bahkansecara keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan, baik itu strukturpemerintah dan juga organisasi-organisasi swasta (Winarno,2002:126-151).
Menurut Teori Proses Implementasi Kebijakan menurut Van Meter
dan Horn yang dikutip oleh Budi Winarno, faktor-faktor yang mendukung
pelaksanaan kebijakan yaitu:
a. Ukuran dan tujuan kebijakan.
Dalam pelaksanaan kebijakan, tujuan dan sasaran suatu programyang akan dilaksanakan harus diidentifikasi dan diukur karenapelaksanaan tidak dapat berhasil atau mengalami kegagalan bilatujuan-tujuan itu tidak dipertimbangkan.
b. Sumber Kebijakan
Sumber yang dimaksud adalah mencakup dana atau perangsang(incentive) lain yang mendorong dan memperlancar pelaksanaanyang efektif.
c. Komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan
Pelaksanaan dapat berjalan efektif bila disertai dengan ketepatankomunikasi antar para pelaksana.
d. Karakteristik organisasi pelaksana
Karakteristik organisasi pelaksana erat kaitannya dengan strukturbirokrasi. Struktur birokrasi yang baik akan mempengaruhikeberhasilan suatu implementasi kebijakan.
14
e. Kondisi ekonomi, sosial, dan politik.
Kondisi ekonomi, sosial, dan politik dapat mempengaruhi organisasipelaksana dalam pencapaian pelaksanaan kebijakan.
f. Kecenderungan para pelaksana
Intensitas kecenderungan dari para pelaksana kebijakan akanmempengaruhi keberhasilan pencapaian kebijakan (Winarno,2002:110).
Menurut Bambang Sunggono (Sunggono, 1994:149-153),
implementasi kebijakan mempunyai beberapa faktor penghambat, yaitu:
a. Isi Kebijakan
Pertama, implementasi kebijakan gagal karena masih samarnya isikebijakan, maksudnya apa yang menjadi tujuan tidak cukupterperinci, sarana-sarana dan penerapan prioritas, atau program-program kebijakan terlalu umum atau sama sekali tidak ada. Kedua,karena kurangnya ketetapan intern maupun ekstern dari kebijakanyang akan dilaksanakan. Ketiga, kebijakan yang akandiimplementasikan dapat juga menunjukkan adanya kekurangan-kekurangan yang sangat berarti. Keempat, penyebab lain daritimbulnya kegagalan implementasi suatu kebijakan publik dapatterjadi karena kekurangan-kekurangan yang menyangkut sumberdaya-sumber daya pembantu, misalnya yang menyangkut waktu,biaya/dana dan tenaga manusia.
b. Informasi
Implementasi kebijakan publik mengasumsikan bahwa parapemegang peran yang terlibat langsung mempunyai informasi yangperlu atau sangat berkaitan untuk dapat memainkan perannyadengan baik. Informasi ini justru tidak ada, misalnya akibat adanyagangguan komunikasi.
c. Dukungan
Pelaksanaan suatu kebijakan publik akan sangat sulit apabila padaproses implementasinya tidak cukup dukungan untuk pelaksanaankebijakan tersebut.
d. Pembagian Potensi
15
Sebab musabab yang berkaitan dengan gagalnya implementasisuatu kebijakan publik juga ditentukan aspek pembagian potensidiantara para pelaku yang terlibat dalam implementasi. Dalam hal iniberkaitan dengan diferensiasi tugas dan wewenang organisasipelaksana. Struktur organisasi pelaksanaan dapat menimbulkanmasalah-masalah apabila pembagian wewenang dan tanggungjawab kurang disesuaikan dengan pembagian tugas atau ditandaioleh adanya pembatasan-pembatasan yang kurang jelas (Sunggono,1994:149-153).
Suatu kebijakan akan menjadi efektif apabila dalam pembuatan
maupun implementasinya didukung oleh sarana-sarana yang memadai.
Adapun unsur-unsur yang harus dipenuhi agar suatu kebijakan dapat
terlaksana dengan baik, yaitu:
a. Peraturan hukum ataupun kebijakan itu sendiri, dimana terdapatkemungkinan adanya ketidakcocokan-ketidakcocokan antarakebijakan-kebijakan dengan hukum yang tidak tertulis ataukebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.
b. Mentalitas petugas yang menerapkan hukum atau kebijakan. Parapetugas hukum (secara formal) yang mencakup hakim, jaksa, polisi,dan sebagainya harus memiliki mental yang baik dalammelaksanakan (menerapkan) suatu peraturan perundang-undanganatau kebijakan. Sebab apabila terjadi yang sebaliknya, maka akanterjadi gangguan-gangguan atau hambatan-hambatan dalammelaksanakan kebijakan/peraturan hukum.
c. Fasilitas, yang diharapkan untuk mendukung pelaksanaan suatuperaturan hukum. Apabila suatu peraturan perundang-undanganingin terlaksana dengan baik, harus pula ditunjang oleh fasilitas-fasilitas yang memadai agar tidak menimbulkan gangguan-gangguanatau hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya.
d. Obyek peraturan, dalam hal ini diperlukan adanya kesadaran hukumobjek peraturan tersebut, kepatuhan hukum, dan perilaku sepertiyang dikehendaki oleh peraturan perundang- undangan (Sunggono,1994:158).
b. Pengertian Sistem Informasi
Sistem informasi menurut Robert A. Leitch dan K. Roscoe Davis
(Jogiyanto, 2005:18) adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang
16
mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian, mendukung
operasi, bersifat manajerial dan kegiatan strategi dari suatu organisasi dan
menyediakan pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan.
Sistem informasi merupakan suatu perkumpulan data yangterorganisasi beserta tatacara penggunaannya yang mencangkuplebih jauh dari pada sekedar penyajian. Istilah tersebut menyiratkansuatu maksud yang ingin dicapai dengan jalan memilih dan mengaturdata serta menyusun tatacara penggunaannya. Keberhasilan suatusistem informasi yang diukur berdasarkan maksud pembuatannyatergantung pada tiga faktor utama, yaitu: keserasian dan mutu data,pengorganisasian data, dan tatacara penggunaannya. Untukmemenuhi permintaan penggunaan tertentu, maka struktur dan carakerja sistem informasi berbeda-beda bergantung pada macamkeperluan atau macam permintaan yang harus dipenuhi. Suatupersamaan yang menonjol ialah suatu sistem informasimenggabungkan berbagai ragam data yang dikumpulkan dariberbagai sumber. Untuk dapat menggabungkan data yang berasaldari berbagai sumber suatu sistem alih rupa (transformation) datasehingga jadi tergabungkan (compatible). Berapapun ukurannya danapapun ruang lingkupnya suatu sistem informasi perlu memilikiketergabungan (compatibility) data yang disimpannya (Al Fatta,2009:9).
Sutabri (2003:42) mengemukakan definisi sistem informasi adalah
sebagai berikut:
Sistem informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yangmempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian yangmendukung fungsi operasi organisasi yang bersifat manajerialdengan kegiatan strategi dari suatu organisasi untuk dapatmenyediakan kepada pihak luar tertentu dengan laporan-laporanyang diperlukan.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
sistem informasi adalah sekumpulan prosedur organisasi yang
dilaksanakan untuk mencapai suatu tujuan yaitu memberikan informasi
bagi pengambil keputusan dan untuk mengendalikan organisasi.
17
c. Pengertian Sistem Informasi Manajemen (SIM) dan SistemInformasi Akuntansi (SIA)
Menurut Barry E.Cushing, Sistem Informasi Manajemen adalah
“kumpulan dari manusia dan sumber daya modal di dalam suatu
organisasi yang bertanggung jawab mengumpulkan dan mengolah data
untuk menghasilkan informasi yang berguna untuk semua tingkatan
manajemen di dalam kegiatan perencanaan dan pengendalian”
(Jogiyanto, 2005:14).
Sistem Informasi Manajemen menurut Frederick H.Wu (Jogiyanto,
2005:14) adalah kumpulan dari sistem-sistem yang menyediakan
informasi untuk mendukung manajemen.
Gordon B. Davis menyampaikan bahwa “Sistem Informasi
Manajemen merupakan suatu sistem yang melakukan fungsi-fungsi untuk
menyediakan semua informasi yang mempengaruhi semua operasi
organisasi” (Jogiyanto, 2005:15).
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Sistem
Informasi Manajemen adalah kumpulan sumber daya yang
mengumpulkan dan mengolah data untuk menghasilkan informasi yang
berguna untuk mendukung manajemen dalam setiap operasi organisasi.
Terdapat beberapa definisi sistem informasi akuntansi yang telah
dikemukakan oleh para ahli, yaitu sebagai berikut:
Menurut Bodnar dan Hopwood (2010:1) sistem informasi akuntansi
adalah “An accounting information system is a collection of resources,
18
such as people and equipment, design to transform financial and other
data into information”. Pernyataan Bodnar dan Hopwood menjelaskan
bahwa sistem informasi akuntansi merupakan kumpulan sumber daya,
seperti manusia dan peralatan yang dirancang untuk mengubah data
keuangan dan data lainnya ke dalam informasi.
Sedangkan menurut Romney dan Steinbart (2009:28) sisteminformasi akuntansi adalah “An acconting information system is a systemthat collect, records, stores and processes data to produce information fordecision makers”. Pernyataan yang dikemukakan oleh Romney danSteinbart menjelaskan bahwa sistem informasi akuntansi merupakansistem yang mengumpulkan, mencatat, menyimpan dan memproses datasehingga menghasilkan informasi untuk pengambil keputusan.
Adapun menurut Wilkinson (2010:7), bahwa sistem informasi
akuntansi adalah
“Unfined structure within an entity such as business firm thatemployes phsycal resources and other components to transformeconomics data into accounting information with purpose if statisfyingthe information needs of variety of users”.
Definisi yang disampaikan oleh Wilkinson menjelaskan bahwa sistem
informasi akuntansi adalah bersatunya sebuah struktur dalam entitas
seperti bisnis perusahaan yang mempekerjakan sumber daya dan
komponen lainnya untuk merubah data ekonomi ke informasi akuntansi
dengan tujuan memuaskan kebutuhan para pengguna.
Dapat disimpulkan bahwa sistem informasi akuntansi adalah sistem
yang mengumpulkan data dan sumber daya keuangan untuk kemudian
diproses sehingga menghasilkan informasi yang memudahkan
pengambilan keputusan para penggunanya.
19
d. Pengertian Akuntansi Pemerintahan
Pengertian Akuntansi Pemerintahan tidak bisa lepas dari pengertian
akuntansi secara umum. Pengertian akuntansi mengalami perkembangan
dari tahun ke tahun, Charles T. Horngren dan Water T. Harrison (2007:4)
menyatakan bahwa: “akuntansi adalah sistem informasi yang mengukur
aktivitas bisnis, memproses data menjadi laporan, dan
mengkomunikasikan hasilnya kepada para pengambil keputusan”.
Menurut Warren, Reev, Fees (2008:10), “akuntansi adalah sistem
yang menghasilkan laporan kepada pihak-pihak yang berkepentingan itu
meliputi kreditor, pemasok, investor, karyawan, pemilik, dan lain-lain”.
Pengertian akuntansi dalam PP No.24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan: “Akuntansi adalah proses pencatatan,
pengukuran, pengklasifikasian, pengikhtisaran, transaksi dan kejadian
keuangan, penginterpretasian atas hasilnya, serta penyajian laporan”.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa akuntansi adalah
kegiatan memproses data transaksi dan kejadian keuangan melalui
pencatatan, pengukuran, pengklasifikasian, pengikhtisaran menjadi
sebuah laporan yang hasilnya untuk membantu para pengguna informasi
dalam pengambilan keputusan.
Akuntansi pemerintahan merupakan satu bagian dari akuntansi itu
sendiri yang ditetapkan pada unit-unit organisasi pemerintah. Pengertian
akuntansi pemerintahan yang digunakan secara luas sebagai rujukan
adalah pengertian yang dipublikasikan oleh National Committee on
20
Governmental Accounting (NCGA). Menurut NCGA akuntansi
pemerintahan diartikan sebagai:
Accounting may be defined as the composite activities of analyzing,recording, summarizing and interpreting the finacial transaction ofany economic enterprise. Governmental accounting may be said tocomprise these same activities for governmental entity, thatorganized legislative, executive, and judicial machinery of the statewhich by law governs and provide public service.
Bachtiar Arif dkk (2002:3) memberikan pengertian akuntansi
pemerintahan secara umum sebagai berikut:
Akuntansi pemerintahan adalah suatu aktivitas pemberian jasa untukmenyediakan informasi keuangan pemerintah berdasarkan prosespencatatan, pengklasifikasian, pengikhtisaran suatu transaksikeuangan pemerintah serta penafsiran atas informasi keuangantersebut.
Dari pengertian akuntansi pemerintahan seperti tersebut di atas
dapat disimpulkan bahwa definisi akuntansi pemerintahan tidak berbeda
dengan definisi akuntansi kecuali bahwa akuntansi pemerintahan
diterapkan pada unit-unit organisasi pemerintah. Akuntansi pemerintahan
adalah suatu proses aktivitas untuk menyediakan informasi transaksi
ekonomi dan keuangan pemerintah berdasarkan serangkaian kegiatan
analisis, pencatatan, pengikhtisaran, pelaporan, serta penafsiran
transaksi-transaksi keuangan yang dilakukan oleh unit-unit organisasi
pemerintah.
e. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat(SAPP)
Pengertian SAPP menurut PMK No.213/PMK.05/2013, yaitu:
21
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat yangselanjutnya disebut SAPP adalah rangkaian sistematik dari prosedur,penyelenggara, peralatan, dan elemen lain untuk mewujudkan fungsiakuntansi sejak pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaransampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuanganpada Pemerintah Pusat.
Pemerintah pusat mencakup seluruh instansi pemerintah dan sub
bagiannya yang berada dalam kelompok: Lembaga-lembaga Tinggi
Negara, Kementerian Negara/Lembaga, serta pemerintah daerah yang
sumber dananya berasal dari APBN. Pemerintah pusat disini tidak
termasuk pemerintah daerah otonom yang sumber dananya berasal dari
APBD, Lembaga Keuangan Negara, Badan Usaha Milik Negara (BUMN),
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
SAPP mempunyai tujuan untuk menyediakan informasi keuangan
yang diperlukan dalam hal ini perencanaan, penganggaran, pelaksanaan,
keputusan dan penilaian kinerja pemerintah. SAPP juga mempermudah
pemeriksaan terhadap unit-unit organisasi pemerintah pusat oleh aparat
pengawasan secara efektif dan efisien. Selain itu SAPP bertujuan untuk
mendukung transparansi laporan keuangan pemerintah dan akuntabilitas
keuangan negara dalam mencapai pemerintahan yang baik. Berikut
jabaran tujuan dan ciri-ciri pokok SAPP yang tertuang dalam PMK
No.213/PMK.05/2013:
1) SAPP bertujuan untuk:
a) Menjaga aset Pemerintah Pusat dan instansi-instansinya melaluipencatatan, pemrosesan, dan pelaporan transaksi keuangan yang
22
konsisten sesuai dengan standar dan praktik akuntansi yang diterimasecara umum;
b) Menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu tentanganggaran dan kegiatan keuangan Pemerintah Pusat, baik secaranasional maupun instansi yang berguna sebagai dasar penilaiankinerja, untuk menentukan ketaatan terhadap otorisasi anggaran danuntuk tujuan akuntabilitas;
c) Menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang posisikeuangan suatu instansi dan pemerintah pusat secara keseluruhan;dan
d) Menyediakan informasi keuangan yang berguna untuk perencanaan,pengelolaan dan pengendalian kegiatan dan keuangan pemerintahsecara efisien.
2) Ciri-ciri pokok SAPP:
a) Basis AkuntansiBasis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuanganpemerintah adalah basis akrual. Penerapan basis kas tetapdigunakan dalam penyusunan Laporan Realisasi Anggaransepanjang APBN disusun menggunakan pendekatan basis kas.
b) Sistem Pembukuan BerpasanganSistem Pembukuan Berpasangan didasarkan atas persamaan dasarakuntasi yaitu Aset = Kewajiban + Ekuitas. Setiap transaksidibukukan dengan mendebet perkiraan dan mengkredit perkiraanyang terkait. Namun demikian untuk akuntansi atas anggarandilaksanakan secara single entry (pembukuan tunggal).
c) Desentralisasi Pelaksanaan AkuntansiKegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan entitas dilaksanakansecara berjenjang oleh unit-Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuanganbaik di kantor pusat instansi maupun di daerah.
d) Bagan Akun StandarSAPP menggunakan bagan akun standar yang ditetapkan olehMenteri Keuangan yang berlaku untuk tujuan penganggaran maupunakuntansi.
e) Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)SAPP mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dalammelakukan pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapanterhadap transaksi keuangan entitas pemerintah pusat.
Kerangka umum SAPP sebagaimana disebutkan dalam PMK
No.213/PMK.05/2013 adalah sebagai berikut:
23
GAMBAR 2.1
KERANGKA UMUM SAPP
Sumber: PMK No.213/PMK.05/2013
Sub sistem akuntansi yang ada di SAPP yakni Sistem Akuntansi dan
Pelaporan Keuangan Bendahara Umum Negara (SA-BUN) dan SAI
memiliki peranan yang cukup besar dalam menentukan kualitas dari
laporan keuangan. Berikut jabaran dari subsistem yang ada di dalam
SAPP sebagaimana tertuang dalam PMK No.213/PMK.05/2013:
a. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Bendahara Umum
Negara (SA-BUN)
SABUN dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan selaku BUN dan
Pengguna Anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA-
BUN). SA-BUN terdiri dari beberapa subsistem, yaitu:
1. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pusat (SiAP);
2. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Utang Pemerintah
(SAUP);
3. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Hibah (SIKUBAH);
24
4. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Investasi
Pemerintah (SAIP);
5. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan dan Pelaporan
Penerusan Pinjaman (SAPPP);
6. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transfer ke Daerah
(SATD);
7. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Belanja Subsidi
(SABS);
8. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Belanja Lainnya
(SABL);
9. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus
(SATK); dan
10. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan dan Pelaporan
Keuangan Badan Lainnya (SAPBL).
Dalam pelaksanaan SABUN, Kementerian Keuangan selaku BUN
membentuk Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Bendahara Umum
Negara sebagai berikut:
1. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Bendahara Umum
Negara (UABUN);
2. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Bendahara
Umum Negara (UAPBUN);
3. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Bendahara
Umum Negara tingkat Pusat (UAKBUN-Pusat);
25
4. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Koordinator Kuasa
Bendahara Umum Negara tingkat Kantor Wilayah (UAKKBUN-
Wilayah);
5. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Bendahara
Umum Negara Tingkat Daerah/KPPN (UAKBUN-
Daerah/KPPN);
6. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Pengguna
Anggaran Eselon I Bendahara Umum Negara (UAPPA-E1
BUN); dan
7. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna
Anggaran Bendahara Umum Negara (UAKPA BUN).
Pembentukan Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan lingkup BUN
dapat disesuaikan dengan karakteristik entitas.
b. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Instansi (SAI)
Untuk memenuhi tujuan menyediakan informasi keuangan yang
diperlukan dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan,
penatausahaan, perumusan kebijakan, pengambilan keputusan, dan
penilaian kinerja pemerintah. Serta sebagai upaya mempercepat
penyajian laporan keuangan dan memudahkan pemeriksaan aparat
pengawas fungsional secara efektif dan efisien, maka disusunlah SAI. SAI
dilaksanakan oleh K/L yang memproses transaksi keuangan baik arus
uang maupun barang. Sebagaimana disebutkan dalam PMK
No.213/PMK.05/2013 SAI merupakan serangkaian prosedur manual
26
maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan,
pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi
keuangan pada kementerian negara/lembaga. Lebih lanjut disampaikan
dalam Bab IV Pasal 20 bahwa:
1) Setiap kementerian negara/lembaga menyelenggarakan SAI.
2) SAI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan secara
berjenjang mulai tingkat Satker sampai tingkat kementerian
negara/lembaga termasuk Satker BLU dan SKPD yang
mendapatkan alokasi Dana Dekonsentrasi/ Dana Tugas
Pembantuan.
3) SAI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a) Akuntansi dan Pelaporan Keuangan; dan
b) Akuntansi dan Pelaporan BMN.
4) SAI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memproses data transaksi
keuangan, barang, dan transaksi lainnya.
5) Pemrosesan transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilakukan dengan menggunakan Sistem Aplikasi Terintegrasi untuk
menghasilkan Laporan Keuangan dan laporan barang kementerian
negara/lembaga.
Atas dasar pernyataan ayat (5) Pasal 20 tersebut di atas, SAI terdiri
dari dua subsistem yang mempunyai hubungan data dan informasi yaitu:
1. Sistem Akuntansi Keuangan (SAK)
27
SAK adalah subsistem dari SAI yang merupakan serangkaian
prosedur yang saling berhubungan untuk mengolah dokumen
sumber dalam rangka menghasilkan informasi untuk penyusunan
neraca dan laporan realisasi anggaran serta laporan manajerial
lainnya sesuai ketentuan yang berlaku.
2. Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara
(SIMAK-BMN)
SIMAK-BMN adalah sistem terpadu yang merupakan gabungan
prosedur manual dan komputerisasi dalam rangka menghasilkan
data transaksi untuk mendukung penyusunan neraca. Di samping itu
SIMAK-BMN juga menghasilkan daftar barang, laporan barang, dan
berbagai kartu kontrol yang berguna untuk menunjang fungsi
pengelolaan BMN.
SAI akan dapat berjalan apabila memenuhi unsur-unsur pokok
sebagai berikut:
1. Formulir/Dokumen Sumber
2. Jurnal
3. Buku besar
4. Buku pembantu
5. Laporan
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan akan berjalan dengan
baik, apabila dalam suatu organisasi selaku unit yang melaksanakan
proses akuntansi dan sekaligus membutuhkan informasi yang dihasilkan,
28
dapat mengkoordinasikan unsur-unsur menjadi satu kesatuan yang
dilaksanakan oleh Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan. Dengan
alasan tersebut maka untuk melaksanakan SAI, K/L harus membentuk
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Instansi sesuai dengan
hierarki organisasi dengan tujuan agar proses akuntansi dapat berjalan
dengan baik.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Instansi terdiri dari Unit Akuntansi dan
Pelaporan Keuangan dan Unit Akuntansi dan Pelaporan BMN.
Pembentukan kedua unit akuntansi dan pelaporan tersebut dimaksudkan
agar penyelenggaraan pencatatan atas transaksi aset berupa BMN terjadi
check and balance sebagai bagian dari penyelenggaraan pengendalian
internal di masing-masing unit akuntansi dan pelaporan pada K/L.
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan, terdiri dari:
1. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Anggaran
(UAKPA) yang berada pada tingkat satuan kerja, termasuk SKPD
yang mendapatkan alokasi Dana Dekonsentrasi (UAKPA
Dekonsentrasi) dan SKPD yang mendapatkan alokasi Dana Tugas
Pembantuan (UAKPA Tugas Pembantuan);
2. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Pengguna
Anggaran Wilayah (UAPPA-W) yang berada pada tingkat wilayah,
termasuk UAPPA-W Dekonsentrasi dan UAPPA-W Tugas
Pembantuan;
29
3. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Pengguna
Anggaran Eselon 1 (UAPPA-E1) yang berada pada tingkat Eselon 1;
dan
4. Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pengguna Anggaran
(UAPA) yang berada pada tingkat Kementerian Negara/Lembaga.
Sedangkan Unit Akuntansi dan Pelaporan BMN, terdiri dari :
1. Unit Akuntansi dan Pelaporan Kuasa Pengguna Barang (UAKPB)
yang berada pada tingkat Satuan Kerja, termasuk SKPD yang
mendapatkan alokasi Dana Dekonsentrasi (UAKPB Dekonsentrasi)
dan SKPD yang mendapatkan alokasi Dana Tugas Pembantuan
(UAKPB Tugas Pembantuan);
2. Unit Akuntansi dan Pelaporan Pembantu Pengguna Barang
Wilayah (UAPPB-W) yang berada pada tingkat wilayah, termasuk
UAPPB-W Dekonsentrasi dan UAPPB-W Tugas Pembantuan;
3. Unit Akuntansi dan Pelaporan Pembantu Pengguna Barang
Eselon 1 (UAPPB-E1) yang berada pada tingkat eselon 1; dan
4. Unit Akuntansi dan Pelaporan Pengguna Barang (UAPB) yang
berada pada tingkat Kementerian Negara/Lembaga.
Pembentukan Unit Akuntansi dan Pelaporan secara berjenjang dari
mulai UAKPA, UAPPA-W, UAPPA-E1, sampai dengan UAPA, maupun
Unit Akuntansi Pelaporan BMN tidak secara mutlak diterapkan untuk
masing- masing K/L. Pembentukan Unit Akuntansi dan Pelaporan
30
tersebut, harus disesuaikan dengan karakteristik masing-masing K/L
khususnya dengan memperhatikan struktur organisasi K/L.
Pada tingkat wilayah, untuk kementerian negara/lembaga yang tidak
memiliki Kantor Wilayah, maka menunjuk salah satu satuan kerja sebagai
UAPPA-W/UAPPB-W. Sedangkan apabila dalam satu K/L terdapat
beberapa UAKPA dari beberapa eselon I yang berbeda, namun demikian
hanya memiliki satu Kantor Wilayah, maka UAPPA-W dapat dibentuk
untuk masing-masing eselon I.
Untuk K/L yang tidak memiliki kantor vertikal di daerah dan bukan
pengguna Dana Dekonsentrasi atau DanaTugas Pembantuan tidak perlu
membentuk UAPPA-W/UAPPB-W, sehingga jenjang pelaporannya dari
UAKPA langsung ke UAPPA-E1. Semuanya sesuai dengan yang
diamanatkan dalam PMK No.213/PMK.05/2013.
Mengingat pentingnya pembentukan unit akuntansi dan pelaporan,
PMK No.213/PMK.05/2013 menyampaikan bahwa K/L wajib menetapkan
Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan serta Unit Akuntansi dan
Pelaporan Barang pada level unit akuntansi dan pelaporan instansi. Hal ini
bertujuan agar dalam pelaksanaan akuntansi dapat berjalan lebih tertib
dan masing-masing Unit Akuntansi dan Pelaporan bertanggung jawab
sesuai dengan kewenangannya masing-masing.
Pembentukan Unit Akuntansi dan Pelaporan akan terkait dengan
sumber daya manusia yang akan melaksanakannya. Pengendalian
internal akan berjalan maksimal apabila Unit Akuntansi dan Pelaporan
31
Keuangan-Unit Akuntansi dan Pelaporan Barang dilaksanakan oleh
pelaksana yang berbeda. Namun demikian, apabila dalam Unit Akuntansi
dan Pelaporan mengalami kendala dalam jumlah sumber daya manusia,
maka apabila terjadi rangkap tugas harus dilakukan supervisi dengan
ketat untuk menghindari kecurangan dan kesalahan penyajian laporan
keuangan.
Unit-Unit Akuntansi dan Pelaporan Tingkat Instansi melaksanakan
fungsi akuntansi dan pelaporan atas pelaksanaan anggaran dan
penatausahaan BMN sesuai dengan tingkat organisasinya. Proses
akuntansi dan pelaporan tersebut menghasilkan laporan keuangan yang
merupakan bentuk pertanggungjawaban dan akuntabilitas atas
pengelolaan sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimilikinya
sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Proses akuntansi dan
pelaporan juga menghasilkan laporan BMN yang selain digunakan
sebagai bahan penyusunan neraca juga dapat digunakan untuk tujuan
manajerial.
Proses akuntansi dimulai dari verfikasi Dokumen Sumber. Dokumen
Sumber utama atas terjadinya transaksi keuangan di lingkup entitas
pemerintah terdapat pada UAKPA, sehingga proses akuntansi terhadap
dokumen sumber dilaksanakan oleh UAKPA. Unit Akuntansi dan
Pelaporan pada level yang lebih atas, mulai UAPPA-W sampai dengan
UAPA, hanya merupakan Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan yang
32
bertugas menggabungkan Laporan Keuangan dari Unit Akuntansi dan
Pelaporan di bawahnya.
Selain proses penelaahan dokumen sumber dan proses akuntansi
lainnya, untuk meyakinkan data atas Laporan Keuangan sebelum disusun
menjadi Laporan Keuangan dan disampaikan kepada stakeholder
sesuai dengan ketentuan, dilakukan rekonsiliasi. Rekonsiliasi
meminimalisasi terjadinya perbedaan pencatatan yang berdampak
pada validitas dan akurasi data yang disajikan dalam Laporan Keuangan.
Dalam hal terjadi perbedaan data, rekonsiliasi dapat mendeteksi dan
mengetahui penyebab- penyebab terjadinya perbedaan. Pelaksanaan
rekonsiliasi data Laporan Keuangan ini juga merupakan amanat dari Pasal
33 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan
Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.
Rekonsiliasi pada Unit Akuntansi dan Pelaporan instansi dibagi
menjadi 2 (dua) macam yaitu:
1. Rekonsiliasi internal, yaitu rekonsiliasi data untuk penyusunan
laporan keuangan yang dilaksanakan antar subsistem pada masing-
masing Unit Akuntansi dan Pelaporan dan/atau antar Unit Akuntansi
dan Pelaporan yang masih dalam satu entitas pelaporan,
misalnya antara Sistem Akuntansi Keuangan Pengguna Anggaran
(SAKPA) dengan SIMAK-BMN;
2. Rekonsiliasi eksternal, yaitu rekonsiliasi data untuk penyusunan
laporan keuangan yang dilaksanakan antara Unit Akuntansi dan
33
Pelaporan yang satu dengan Unit Akuntansi dan Pelaporan yang lain
atau pihak lain yang terkait, tidak dalam satu entitas pelaporan,
misalnya rekonsiliasi antara UAKPA dengan UAKBUN-Daerah.
f. Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang MilikNegara (SIMAK-BMN)
Dalam akuntansi pemerintahan, BMN merupakan bagian dari aset
pemerintah yang berwujud. Aset pemerintah adalah sumber daya ekonomi
yang dikuasai dan/atau dimiliki pemerintah sebagai akibat dari peristiwa
masa lalu dan darimana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan
diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat,
serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya non
keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum
dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan
budaya.
Secara umum barang adalah bagian dari kekayaan yang merupakan
satuan tertentu yang dapat dinilai/dihitung/diukur dan ditimbang, tidak
termasuk uang dan surat berharga. UU No.1 Tahun 2004 menyampaikan
bahwa BMN “semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN
atau berasal dari perolehan lainnya yang sah”. Perolehan lainnya yang
sah seperti disebutkan dalam Lampiran PMK PMK No.213/PMK.05/2013
Bab III antara lain berasal dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;
barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dan perjanjian/kontrak;
34
barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang; atau
barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh ketentuan hukum tetap. Sebagaimana tertuang dalam PP
No.6 Tahun 2006 pengertian BMN adalah ”semua barang yang dibeli atau
diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang
sah”.
Berdasarkan lampiran bagian keempat PMK No.171/PMK.05/2007,
dijelaskan bahwa BMN meliputi unsur-unsur aset tetap, aset lancar, aset
lainnya, dan aset bersejarah. Aset lancar adalah aset yang diharapkan
segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk dijual dalam waktu
12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan. Aset tetap adalah aset
berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan
untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh
masyarakat umum. Sedangkan aset lainnya adalah aset yang tidak bisa
dikelompokkan ke dalam aset tetap maupun aset lancar. Adapun aset
bersejarah merupakan aset yang mempunyai ketetapan hukum sebagai
aset bersejarah dikarenakan karena kepentingan budaya, lingkungan, dan
sejarah. Aset bersejarah tidak wajib disajikan dalam neraca tetapi harus
diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. BMN yang
merupakan aset lancar adalah persediaan. Sedangkan BMN yang berupa
aset tetap meliputi tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan,
jalan, irigasi, dan jaringan, aset tetap lainnya, serta konstruksi dalam
pengerjaan. BMN yang berupa aset tetap yang tidak digunakan lagi
35
dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah dimasukkan ke dalam pos
aset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya.
Pemerintah wajib melakukan pengamanan terhadap BMN.
Pengamanan tersebut meliputi pengamanan fisik, pengamanan
administratif, dan pengamanan hukum. Dalam rangka pengamanan
administratif dibutuhkan sistem penatausahaan yang dapat menciptakan
pengendalian atas BMN. Selain berfungsi sebagai alat kontrol, sistem
penatausahaan tersebut juga harus dapat memenuhi kebutuhan
manajemen pemerintah di dalam perencanaan pengadaan,
pengembangan, pemeliharaan, maupun penghapusan.
Oleh karenanya sistem penatausahaan BMN tersebut di dukung
dengan perangkat lunak (software) yang disebut SIMAK-BMN. SIMAK-
BMN merupakan sistem yang dikembangkan berdasarkan sistem
terdahulunya yaitu Sistem Akuntansi Aset Tetap berdasarkan Kep. Ka.
BAKUN No.KEP-09/AK/2002 dan Sistem Akuntansi Barang Milik Negara
berdasarkan PMK No.59/PMK.06/2005. Berikutnya peraturan pertama
yang mengatur tentang SIMAK-BMN adalah PMK No.171/PMK.05/2007
tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat
yang sudah mengalami dua kali revisi. Revisi terakhir yaitu PMK
No.213/PMK.05/2013.
SIMAK-BMN memungkinkan penyederhanaan dalam proses manual
dan mengurangi tingkat kesalahan manusia dalam pelaksanaannya.
SIMAK-BMN selain mendukung pelaksanaan pertanggungjawaban, juga
36
memberikan berbagai informasi dalam rangka pengelolaan barang. Oleh
karena itu, keluaran SIMAK-BMN juga memberikan manfaat kepada
Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang dalam tugas-tugas
manajerialnya. Selain itu, SIMAK-BMN juga menyatukan konsep
manajemen barang dengan pelaporan untuk tujuan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN dalam bentuk neraca. Sehingga dengan demikian
SIMAK-BMN dapat memenuhi kebutuhan manajerial dan
pertanggungjawaban sekaligus.
Informasi BMN yang dihasilkan dari SIMAK-BMN memberikan
dukungan yang signifikan dalam laporan keuangan (neraca) terutama
berkaitan dengan pos-pos persediaan, aset tetap maupun aset lainnya.
Sehingga jika keluaran (output) SIMAK-BMN kurang baik maka akan
mempengaruhi kualitas neraca itu sendiri. Berdasarkan Lampiran Bab III
PMK No.213/PMK.05/2013 dijelaskan dokumen/laporan yang dihasilkan
dari SIMAK-BMN pada proses pencatatan dan pelaporan pada Unit
Akuntansi dan Pelaporan Barang, antara lain terdiri dari:
a. Daftar BMN;
b. Kartu Inventaris Barang (KIB) Tanah;
c. Kartu Inventaris Barang (KIB) Bangunan Gedung;
d. Kartu Inventaris Barang (KIB) Alat Angkutan Bermotor;
e. Kartu Inventaris Barang (KIB) Alat Persenjataan;
f. Daftar Inventaris Lainnya (DIL);
g. Daftar Inventaris Ruangan (DIR);
37
h. Laporan Barang Kuasa Pengguna (LBKP);
i. Laporan Kondisi Barang (LKB); dan
j. Laporan terkait dengan Penyusutan Aset Tetap.
Daftar BMN meliputi:
a. Daftar Barang Intrakomptabel,
b. Daftar Barang Ekstrakomptabel,
c. Daftar Barang Bersejarah,
d. Daftar Barang Persediaan, dan
e. Daftar Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP).
Laporan Barang Kuasa Pengguna LBKP meliputi:
a. LBKP Intrakomptabel,
b. LBKP Ekstrakomptabel,
c. LBKP Gabungan,
d. LBKP Persediaan,
e. LBKP Barang Bersejarah, dan
f. LBKP KDP.
LBKP Gabungan merupakan hasil penggabungan LBKP
Intrakomptabel dan LBKP Ekstrakomptabel. LBKP Barang Bersejarah
hanya menyajikan kuantitas tanpa nilai.
Transparansi pengelolaan keuangan negara dalam hal ini
pengelolaan BMN dapat tercermin dari laporan BMN. Karakteristik
sebagai prasyarat normatif yang diperlukan agar informasi dari laporan
BMN yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan
38
keuangan dapat memenuhi kualitas baik berdasarkan Standar Akuntansi
Pemerintah (SAP), harus memiliki karakteristik dasar sebagai berikut:
1) Relevan
Laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang
termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna
dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau
masa kini, dan memprediksi masa depan, serta menegaskan atau
mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu. Dengan demikian,
informasi laporan BMN yang relevan dapat dihubungkan dengan
maksud penggunaannya. Informasi dapat dikatakan relevan jika
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a) Memiliki manfaat umpan balik (feedback value)
Informasi memungkinkan pengguna untuk menegaskan atau
mengoreksi ekspektasi mereka di masa lalu.
b) Memiliki manfaat prediktif (predictive value)
Informasi dapat membantu pengguna untuk memprediksi masa
yang akan datang berdasarkan hasil masa lalu dan kejadian
masa kini.
c) Tepat waktu
Informasi disajikan tepat waktu sehingga dapat berpengaruh
dan berguna dalam pengambilan keputusan.
d) Lengkap
39
Informasi akuntansi keuangan pemerintah disajikan selengkap
mungkin, mencakup semua informasi akuntansi yang dapat
mempengaruhi pengambilan keputusan dengan
memperhatikan kendala yang ada. Informasi yang
melatarbelakangi setiap butir informasi utama yang termuat
dalam laporan BMN diungkapkan dengan jelas agar kekeliruan
dalam penggunaan informasi tersebut dapat dicegah.
Agar informasi yang disajikan dapat relevan maka informasi yang
disajikan dalam laporan BMN pemerintah harus didasarkan pada
kebutuhan informasi para pengguna laporan BMN pemerintah.
2) Andal
Informasi dalam laporan BMN bebas dari pengertian yang
menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta
secara jujur, serta dapat diverifikasi. Informasi mungkin relevan,
tetapi jika hakikat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan maka
penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan
dan merugikan pengguna laporan BMN. Informasi yang andal
memenuhi karakteristik:
a) Penyajian Jujur
Informasi menggambarkan dengan jujur transaksi serta
peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau yang secara
wajar dapat diharapkan untuk disajikan.
b) Dapat Diverifikasi (verifiability)
40
Informasi yang disajikan dalam laporan BMN dapat diuji, dan
apabila pengujian dilakukan lebih dari sekali oleh pihak yang
berbeda, hasilnya tetap menunjukkan simpulan yang tidak
berbeda jauh.
c) Netralitas
Informasi diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak berpihak
pada kebutuhan pihak tertentu.
Agar informasi yang dihasilkan dapat dipercaya (andal) maka
penyajian informasi dalam laporan BMN pemerintah harus
didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan
disajikan secara menyeluruh.
3) Dapat Dibandingkan
Pengguna harus dapat membandingkan laporan BMN entitas antar
periode. Informasi yang termuat dalam laporan BMN akan lebih
berguna jika dapat dibandingkan dengan laporan BMN periode
sebelumnya atau laporan BMN entitas pelaporan lain pada
umumnya. Perbandingan dapat dilakukan secara internal dan
eksternal. Perbandingan secara internal dapat dilakukan bila suatu
entitas menerapkan kebijakan akuntansi yang sama dari tahun ke
tahun.
Perbandingan secara eksternal dapat dilakukan bila entitas yang
diperbandingkan menerapkan kebijakan akuntansi yang sama.
Apabila entitas pemerintah menerapkan kebijakan akuntansi yang
41
lebih baik daripada kebijakan akuntansi yang sekarang diterapkan,
perubahan tersebut diungkapkan pada periode terjadinya perubahan.
Agar informasi yang disajikan dapat dibandingkan maka penyajian
laporan BMN pemerintah minimal harus disajikan dalam 2 (dua)
periode atau 2 (dua) tahun anggaran.
4) Dapat Dipahami
Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah
dikatakan dapat dipahami jika pengguna mengerti dengan informasi-
informasi yang disajikan dan mampu menginterpretasikannya. Hal ini
dapat terlihat dari manfaat informasi yang disajikan tersebut terhadap
pengambilan keputusan. Untuk itu, penyajian informasi dalam
laporan BMN pemerintah harus menggunakan format/bentuk serta
istilah yang disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna.
Pengguna harus diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai
atas kegiatan dan lingkungan operasi entitas pelaporan, serta
memiliki kemauan untuk mempelajari informasi yang disajikan dalam
laporan BMN pemerintah.
Dalam kenyataannya, pemerintah masih menghadapi beberapa
kendala-kendala dalam menyajikan informasi yang relevan dan andal
tersebut. Kendala tersebut merupakan suatu keadaan yang tidak
memungkinkan terwujudnya kondisi yang ideal dalam mewujudkan
laporan BMN pemerintah yang relevan dan andal akibat keterbatasan atau
42
karena alasan-alasan kepraktisan. Tiga hal yang menimbulkan kendala
dalam penyajian laporan BMN pemerintah tersebut, yaitu:
a. Materialitas
Walaupun idealnya memuat segala informasi, laporan BMN
pemerintah hanya diharuskan memuat informasi yang memenuhi
kriteria materialitas. Informasi dipandang material apabila kelalaian
untuk mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat informasi
tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna yang
diambil atas dasar laporan BMN. Selama seluruh informasi yang
material telah disajikan dalam laporan maka laporan BMN
pemerintah tersebut dapat dikatakan wajar. Hal inilah yang
mengakibatkan mungkin saja ada suatu informasi yang tidak
disertai Catatan atas Laporan BMN beserta ADK transaksi BMN kepada
UAPPB-W Dekonsentrasi, UAPPB-E1 yang mengalokasikan Dana
Dekonsentrasi, dan KPKNL setiap semesteran dan tahunan. Dalam hal
UAKPB Dekonsentrasi tidak menyampaikan LBKP kepada KPKNL,
KPKNL dapat mengusulkan kepada KPPN untuk mengenakan sanksi
58
administratif terhadap UAKPB Dekonsentrasi terkait. Prosedur yang sama
pada UAKPB Dekonsentrasi juga berlaku untuk UAKPB Tugas
Pembantuan. Informasi tersebut berdasarkan Pasal 34 dan Pasal 35 PMK
No.213/PMK.05/2013.
b. Prosedur Akuntansi BMN pada Tingkat UAKPB-W
Pasal 36 menjelaskan bahwa UAPPB-W melaksanakan proses
penggabungan LBKP dalam rangka penyusunan Laporan Barang
Pembantu Pengguna Wilayah (LBPP-W). LBPP-W dilampirkan pada
Laporan Keuangan tingkat UAPPA-W. UAPPB-W menyampaikan LBPP-W
disertai Catatan atas Laporan BMN beserta ADK transaksi BMN kepada
UAPPB-E1 dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
setiap semesteran dan tahunan. Dalam hal UAPPB-W tidak
menyampaikan LBKP kepada Kanwil Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dapat
mengusulkan kepada KPPN untuk mengenakan sanksi administratif
terhadap UAKPA terkait yang bertindak selaku UAPPB-W.
c. Prosedur Akuntansi BMN pada Tingkat UAKPB-E1
UAPPB-E1 melaksanakan proses penggabungan LBPP-W yang
disampaikan oleh UAPPB-W yang berada di wilayah kerjanya termasuk
UAPPB-W Dekonsentrasi, UAPPB-W Tugas Pembantuan, dan LBKP yang
disampaikan oleh UAKPB yang langsung berada di bawah UAPPB-E1
dalam rangka penyusunan Laporan Barang Pembantu Pengguna Eselon
1 (LBPP-E1). LBPP-E1 dilampirkan pada Laporan Keuangan tingkat
59
UAPPA-E1. UAPPB-E1 menyampaikan LBPP-E1 disertai Catatan atas
Laporan BMN beserta ADK transaksi BMN kepada UAPB setiap
semesteran dan tahunan. Penjelasan di atas diungkapkan pada Pasal 39.
d. Prosedur Akuntansi BMN pada Tingkat UAPB
Pasal 40 menjelaskan bahwa UAPB melaksanakan proses
penggabungan LBPP-E1 dalam rangka penyusunan Laporan Barang
Pengguna (LBP). LBP dilampirkan pada Laporan Keuangan tingkat UAPA.
UAPB menyampaikan LBP disertai Catatan atas Laporan BMN beserta
ADK transaksi BMN kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal
Kekayaan Negara setiap semesteran dan tahunan.
Setiap Kuasa Pengguna Barang wajib melakukan rekonsiliasi dan
menyampaikan LBKP kepada KPKNL sesuai dengan batas waktu yang
telah ditentukan. Apabila UAKPB tidak melakukan rekonsiliasi dan
menyampaikan LBKP tersebut, KPKNL dapat mengusulkan kepada KPPN
untuk mengenakan sanksi kepada UAKPA yang bertindak selaku UAKPB
yang lalai/tidak melakukan rekonsiliasi dan menyampaikan LBKP. Atas
usulan dari KPKNL, KPPN menetapkan sanksi berupa pengembalian SPM
yang diajukan satker selaku UAKPA. Pelaksanaan sanksi tidak
menggugurkan kewajiban UAKPB untuk melakukan rekonsiliasi dan
menyampaikan laporan keuangan.
Setiap UAPPA-W juga wajib melakukan rekonsiliasi dan
menyampaikan laporan keuangan kepada Kanwil Ditjen Kekayaan Negara
sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Apabila UAPPB-W
60
terlambat/tidak melakukan rekonsiliasi dan menyampaikan laporan
keuangan tersebut, Kanwil Ditjen Kekayaan Negara dapat mengusulkan
kepada KPPN untuk mengenakan sanksi kepada UAKPA yang bertindak
selaku UAPPB-W yang lalai/tidak melakukan rekonsiliasi dan
menyampaikan Laporan Keuangan. Atas usulan dari Kanwil Ditjen
Kekayaan Negara, KPPN menetapkan sanksi berupa pengembalian SPM
yang diajukan satuan kerja selaku UAKPA. Pelaksanaan sanksi tidak
menggugurkan kewajiban UAPPA-W untuk melakukan rekonsiliasi dan
menyampaikan Laporan Keuangan.
2. Konsep Kunci
Konsep kunci dalam penelitian ini adalah pelaksanaan SIMAK-BMN.
Pelaksanaan SIMAK-BMN yang dimaksud adalah proses kegiatan yang
meliputi pembentukan unit akuntansi, pengelola BMN, hardware dan
software, klasifikasi dan kodefikasi, transaksi BMN, kebijakan akuntansi
BMN, prosedur akuntansi dan pelaporan BMN pada Satuan Kerja Deputi
Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Semester I TA 2015
Badan POM. Berdasarkan perihal di atas maka dalam penelitian ini
terdapat beberapa aspek sebagai berikut:
1. Pembentukan Unit Akuntansi
Pembentukan Unit Akuntansi merupakan hal yang sangat diperlukan
untuk melaksanakan SIMAK-BMN, maka K/L harus membentuk Unit
Akuntansi BMN (UAB).
61
2. Pengelola BMN
Pengelola BMN adalah faktor sentral dalam unit akuntansi BMN
serta sebagai salah satu indikator penting dalam pencapaian tujuan
unit akuntansi pengelolaan BMN secara efektif dan efisien.
3. Hardware dan Software
Hardware dan software merupakan hal yang sudah sangat lazim
harus ada dalam proses TI untuk mendukung pelaksanaan suatu
kegiatan yang memungkinkan penyederhanaan dalam proses
manual dan mengurangi tingkat kesalahan manusia (human error).
4. Klasifikasi dan Kodefikasi
Untuk memudahkan identifikasi, maka setiap BMN diklasifikasikan
dengan nama dan juga diberikan identifikasi dalam bentuk kode
tertentu untuk memudahkan pencatatan dan pengendalian.
5. Transaksi BMN
SIMAK-BMN merupakan prosedur dalam siklus akuntansi yang
dalam pelaksanaannya memproses transaksi barang untuk
menghasilkan berbagai keluaran yang diperlukan baik dalam
pengelolaan maupun pertanggungjawaban BMN.
6. Kebijakan Akuntansi BMN
Dalam SAPP, kebijakan akuntansi BMN mencakup masalah
pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan. Kebijakan
akuntansi BMN ini diatur di dalam PMK No.213/PMK.05/2013 dan
62
peraturan terdahulunya PMK No.171/PMK.05/2007 tentang Sistem
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.
7. Prosedur Akuntansi dan Pelaporan BMN
SIMAK-BMN diselenggarakan melalui serangkaian prosedur baik
manual maupun komputerisasi. Prosedur tersebut melibatkan
dokumen sumber, organisasi akuntansi, dan proses akuntansi dalam
rangka menghasilkan berbagai keluaran yang diperlukan baik dalam
pengelolaan maupun pertanggungjawaban BMN.
B. Model Berfikir
Pelaksanaan SIMAK BMN pada Satuan Kerja Deputi Bidang
Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Semester I TA 2015 Badan
POM meliputi kegiatan pembentukan unit akuntansi, pengelola BMN,
hardware dan software, kodefikasi dan klasifikasi, transaksi, kebijakan
akuntansi, serta prosedur akuntansi dan pelaporan BMN dalam rangka
meningkatkan akuntabilitas pengelolaan BMN. Berdasarkan perihal
tersebut di atas dapat dijelaskan pada gambar 2.6 berikut:
63
GAMBAR 2.6
MODEL BERFIKIR
Sumber: PMK No.213/PMK.05/2013
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana pelaksanaan SIMAK-BMN pada Satker Deputi Bidang
Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA dilihat dari aspek
pembentukan unit akuntansinya?
2. Bagaimana pelaksanaan SIMAK-BMN pada Satker Deputi Bidang
Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA ditinjau dari aspek
pengelola BMN?
64
3. Bagaimana kriteria Hardware dan Software SIMAK-BMN yang ada
pada Satker Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan
NAPZA?
4. Bagaimana kesesuaian pelaksanaan kodefikasi dan klasifikasi BMN
pada Satker Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan
NAPZA dibandingkan dengan ketentuan yang ada pada PMK
No.213/KM.05/2013?
5. Bagaimana pelaksanaan transaksi dalam akuntansi BMN pada
Satker Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA?
6. Bagaimana pelaksanaan kebijakan akuntansi BMN yang diterapkan
Satker Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA?
7. Bagaimana pelaksanaan prosedur akuntansi dan pelaporan BMN
yang dijalankan pada Satker Deputi Bidang Pengawasan Produk
Terapetik dan NAPZA?
64
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Berhasil atau tidaknya suatu penelitian ilmiah banyak ditentukan oleh
penggunaan metode yang dipilih. Pada hakekatnya metode penelitian
merupakan alat yang dapat memberi panduan dalam mengarahkan agar
dapat merumuskan gejala dan objek yang diteliti. Metodologi merupakan
totalitas cara yang dipakai peneliti untuk menemukan kebenaran ilmiah.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (online) metode adalah cara
yang telah diatur dengan baik-baik, sedangkan pengertian penelitian
adalah dari kata dasar teliti, yang artinya cermat, hati-hati, ingat-ingat,
meneliti artinya memeriksa atau menyelidiki dengan cermat, sedangkan
penelitian artinya pemeriksaan yang teliti.
Pengertian metodologi berkaitan dengan cara (metode). Metodologi
adalah pengetahuan tentang cara-cara (science of methods). Dalam arti
umum dan awam, metodologi biasanya digunakan untuk konteks apa
saja, misalnya metodologi berfikir, metodologi pendidikan atau metodologi
pengajaran. Tetapi dalam konteks penelitian “metodologi adalah totalitas
cara untuk meneliti dan menemukan kebenaran” (Irawan, 2004:54).
Disebut totalitas cara karena metodologi tidak hanya mengacu kepada
metode penelitian, tetapi juga paradigma, pola pikir, metode pengumpulan
65
data, dan analisis data sampai dengan metode penafsiran temuan
penelitian itu sendiri.
Menurut Muis (2009:16), metodologi penelitian sebagai berikut,secara sempit dapat diartikan sebagai cara yang tepat untuk melakukansesuatu dengan menggunakan pikiran seksama untuk mencapai suatutujuan. Dalam arti luas adalah ilmu yang digunakan untuk mempelajaricara-cara melakukan pengamatan, dengan pemikiran yang tepat secaraterpadu melalui tahapan-tahapan yang disusun secara ilmiah untukmencari, menyusun serta menganalisis dan menyimpulkan data-datasehingga dapat digunakan untuk menemukan, mengembangkan, danmenguji kebenaran suatu pengetahuan.
Menurut Sugiyono (1999:01), metodologi penelitian merupakan carailmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-cirikeilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti kegiatanpenelitian itu dilakukan cara-cara yang masuk akal, empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indera manusia, sistematisartinya proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakanlangkah-langkah tertentu yang bersifat logis.
Pemilihan metodologi dalam suatu penelitian dimaksudkan agar
tepat dan sesuai dengan fokus penelitiannya. Dalam penulisan skripsi ini
penulis menggunakan metode kualitatif deskriptif atau explanatory.
Pendekatan kualitatif berarti tergantung pada pengamatan manusia atau
orang-orang yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti.
Menurut Moleong (2006:6), penelitian kualitatif adalah penelitianyang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialamisubjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan lain-lain,secara holistik dan dengan suatu konteks khusus yang alamiah dandengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.
Sedangkan menurut Bogdan dan Taylor (Moleong, 2006:4), “Metode
kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif,
66
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati”.
Dari definisi Bogdan dan Taylor berkaitan dengan pengertian metode
kualitatif diketahui metode penelitian tersebut menghasilkan sebuah data
deskriptif. Jadi bisa diambil kesimpulan bahwa data deskriptif tersebut
merupakan produk hasil dari model penelitian dengan pendekatan
kualitatif. Sehingga dapat dikembangkan dari model pendekatan penelitian
kualitatif yang masih luas areanya dipersempit menjadi penelitian
deskriptif.
Menurut Muis (2009:15), “penelitian deskriptif yaitu penelitian yang
bertujuan untuk menyatakan suatu situasi secara sistematis dalam bidang
tertentu yang menjadi pusat pemikiran si peneliti secara fakta”.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa penelitian
deskriptif dengan model pendekatan kualitatif adalah penelitian dengan
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
dengan menggambarkan secara sistematis sejumlah variabel yang
berkaitan dengan permasalahan yang diteliti dan menghasilkan data
dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati dengan memanfaatkan metode ilmiah.
67
B. Teknik Pengumpulan Data
1. Metode Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang relevan dan sesuai dengan
kebutuhan penelitian dan fokus permasalahan maka teknik pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi,
dan telaah dokumen, yang masing-masing akan dijelaskan sebagai
berikut:
a. Wawancara
Menurut Raco (2010:116), wawancara (interview) dilakukan untuk
mendapatkan informasi yang tidak dapat diperoleh melalui observasi.
Oleh karena itu peneliti harus mengajukan pertanyaan kepada partisipan.
Metode wawancara adalah proses untuk memperoleh keterangan
untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka
antara pewawancara atau responden dengan orang yang diwawancarai
dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara.
Pada metode ini akan menggunakan pedoman wawancara sebagai
instrumen, karena pedoman wawancara merupakan alur yang harus
diikuti mulai dari awal sampai akhir wawancara dan berisi sederetan daftar
pertanyaan mulai dari hal yang mudah dijawab sampai hal-hal yang lebih
kompleks. Tujuan peneliti menggunakan teknik wawancara untuk
mendapatkan data ditangan pertama (primer) langsung dari sumbernya,
68
sebagai pelengkap teknik pengumpulan data, dan menguji hasil
pengumpulan data lainnya.
Terkait dengan metode wawancara yang akan dilakukan dalam
penelitian ini, maka yang dipilih sebagai narasumber (key informant)
adalah dari pihak internal yang ada diwilayah kerja bagian pelaksanaan
SIMAK-BMN pada Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk
Terapetik dan NAPZA (Deputi 1) Badan POM. Jumlah narasumber yang
diperlukan adalah 3 (tiga) orang, yaitu Koordinator, Ketua, dan Anggota
Unit Akuntansi Keuangan/Barang pada Satuan Kerja Deputi 1 tahun 2015.
Ketiga orang narasumber tersebut dianggap sebagai narasumber yang
berkompeten terkait dengan informasi pelaksanaan SIMAK-BMN dan
cukup untuk mewakili Satuan Kerja Deputi 1. Secara lengkap daftar key
informant disajikan dalam tabel berikut ini:
TABEL 3.1
DAFTAR KEY INFORMANT
Sumber: SK KPA No.HK.05.02.312.3.01.15.099 Tahun 2015
69
Pemilihan narasumber di atas didasarkan atas pertimbangan bahwa
pengurus BMN pada UAKPA/B Deputi I sebagai operator pihak internal
yang bertanggungjawab melaksanakan SIMAK-BMN sehingga
mengetahui secara teknis kebijakan administrasi serta pelaksanaan
akuntansi dan pelaporan SIMAK-BMN pada UAKPB Satker Deputi 1.
b. Observasi
Dilakukan dengan cara pengamatan secara langsung terhadap objek
penelitian. Peneliti secara langsung melihat dan menyaksikan bagaimana
proses pelaksanaan SIMAK-BMN pada Satuan Kerja Deputi Bidang
Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Badan POM.
c. Telaah Dokumen
Kegiatan pengumpulan data yang dilakukan dengan cara menelaah
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah dan objek penelitian
dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian.
Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari berbagai
dokumen yang berhubungan dengan pelaksanaan SIMAK-BMN pada
Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA
Badan POM.
2. Sumber Data
Menurut Webster’s New World Dictionary (Soetrisno, 2009:21), “data
adalah fact or figure from which conclusions can be inferred (fakta-fakta
dimana kesimpulan dapat ditarik)”.
70
Sedangkan menurut Gie (2000:23), data adalah ‘hal, peristiwa atau
kenyataan lainnya apapun yang mengandung suatu pengertian untuk
dijadikan dasar guna penyusunan keterangan, pembuatan kesimpulan
atau penetapan keputusan’.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sumber
data adalah suatu titik tolak untuk mendapatkan serangkaian informasi
berupa yang berasal dari berbagai hal, peristiwa, fakta-fakta, dan tindakan
yang dapat dijadikan dasar dalam penyusunan keterangan dan
pembiuatan kesimpulan yang berguna dan terkait dengan penelitian yang
dilakukan.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua sumber data, yaitu
data primer dan data sekunder. Kedua jenis data ini diharapkan dapat
melengkapi, sehingga data yang diperoleh selama melakukan penelitian di
lapangan memiliki validitas.
a. Data Primer
Data primer adalah jenis data yang diperoleh peneliti langsung dari
sumber aslinya, data yang diambil dari sumber pertama di lapangan atau
merupakan data yang didapatkan langsung dari key informant melalui
metode wawancara. Bentuknya berupa kata-kata ataupun opini subjek
serta tindakan orang-orang yang dijadikan sumber data dalam penelitian
dan hasil observasi terhadap suatu kejadian atau kegiatan serta hasil
pengujian. Sumber tertulis juga dapat merupakan sumber primer.
71
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau
melalui kegiatan pencatatan dan pengkajian dokumen-dokumen
pendukung di lokasi penelitian baik secara langsung maupun tidak
langsung. Data sekunder biasanya digunakan sebagai pendukung data
primer, oleh karena itu tidak diperbolehkan suatu penelitian hanya dengan
menggunakan data sekunder sebagai satu-satunya sumber informasi.
Pada penelitian ini, data bersumber dari berbagai dokumen yang
berhubungan dengan pelaksanaan SIMAK-BMN pada Satuan Kerja
Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Badan POM,
Keuangan Satker, Laporan Persediaan, Laporan Inventarisasi, Berita
Acara Rekonsiliasi, Laporan Hasil Pemeriksaan BPK, kumpulan
peraturan, artikel dalam internet, arsip, dan data tertulis lainnya terkait
dengan informasi yang diperlukan.
C. Prosedur Pengolahan Data
1. Teknik Pengolahan Data
Proses pengolahan data berdasarkan buku pedoman penulisan
skripsi STIA LAN (2001:28), ”bahwa prosedur pengolahan data berisi
penjelasan tentang tahapan pengolahan data (dari data mentah langsung
72
catatan lapangan sampai rapih dan siap untuk ditafsirkan) berdasarkan
prosedur atau pentahapan yang sistematis”.
Data hasil wawancara dikumpulkan, selanjutnya dirubah secara
kualitatif memaparkan variabel yang ada serta permasalahannya. Adapun
teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Mengumpulkan data yaitu data yang dikumpulkan berasal dari hasil
wawancara dari telaah dokumen dan observasi.
b. Mengklarifikasikan data, yaitu data yang diperoleh diurutkan dengan
kajian yang diteliti, setelah itu diseleksi dan dikelompokkan sesuai
dengan sumber datanya.
c. Mengedit data yaitu data yang terkumpul, kemudian diteliti
kebenarannya sehingga memudahkan proses penelitian selanjutnya.
d. Menyajikan data yang telah dideskripsikan dengan kalimat kemudian
diberikan beberapa penjelasan dan uraian berdasarkan pemikiran
logis serta memberikan argumentasi dan menarik kesimpulan.
2. Teknik Analisis Data
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang
tersedia dari berbagai sumber yaitu dari wawancara, telaah dokumen
yang sudah ditulis dalam transkrip wawancara, catatan lapangan,
dokumen, peraturan, gambar, dan lain sebagainya.
Data sebanyak itu dipelajari dan ditelaah kemudian penulis
menganalisis data dengan cara:
73
a. Reduksi data merupakan proses berfikir sensitif yang memerlukan
kecerdasan, keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi. Reduksi
data yaitu memilih data sesuai dengan hal-hal yang penting saja
sesuai dengan fokus penelitian, dicari tema dan polanya serta
membuang yang tidak perlu. Data-data yang telah direduksi
memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil penelitian.
b. Menyajikan data dilakukan dengan cara mengorganisasikan data
yang sudah direduksi. Data tersebut mula-mula disajikan terpisah,
tetapi setelah tindakan terakhir direduksi, keseluruhan data
dirangkum dan disajikan secara terpadu sehingga diperoleh sajian
tunggal berdasarkan fokus penelitian. Jadi dengan penyajian data
ini maka akan memudahkan peneliti dalam memahami apa yang
terjadi dan sejauh mana data yang telah diperoleh, sehingga dapat
menentukan langkah selanjutnya untuk melakukan tidakan lainnya.
c. Pengambilan keputusan kesimpulan dan verifikasi yaitu penulis
berusaha mencari makna dari data yang diperolehnya (dari data
yang diperoleh penulis mencoba mengambil kesimpulan dan
disajikan secara tertulis berdasarkan masalah penelitian). Agar
maksud dan tujuan penelitian dapat tercapai dengan baik, maka
peneliti harus memperhatikan metode dan pendekatan penelitian
yang sesuai.
d. Melakukan pengujian hasil penelitian dengan triangulasi. “Triangulasi
yaitu pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara
74
dan berbagai waktu”(Sugiyono, 2009:372). Triangulasi akan
meningkatkan kredibilitas dan validitas data karena menggunakan
lebih dari satu perspektif sehingga kebenarannya terjamin. Kegiatan
triangulasi dilakukan dengan cara: (a) mengecek data yang diperoleh
dengan berbagai sumber; (b) menguji data dengan teknik yang
berbeda.
75
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Pembentukan Unit Akuntansi
Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan
NAPZA merupakan unit organisasi yang dipimpin oleh pejabat setingkat
Eselon I, hal tersebut tertuang pada Keputusan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan Nomor: 02001/SK/KBPOM tanggal 26 Februari 2001
tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Keputusan Kepala Badan POM tersebut telah dilakukan penyesuaian
melalui Keputusan Kepala Badan POM Nomor: HK.00.05.21.4231 tahun
2004 tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala Badan POM Nomor:
02001/SK/KBPOM tahun 2001.
Berdasarkan DIPA No.SP DIPA-063.01.1.445155/2015 tanggal 14
November 2014 secara tidak langsung Deputi Bidang Pengawasan
Produk Terapetik dan NAPZA (Deputi I) sudah menjalankan fungsi
sebagai Satuan Kerja. Dalam rangka melaksanakan DIPA tersebut dan
untuk memperlancar pelaksanaan tugas dan fungsi Deputi I, diperlukan
penunjukan/penetapan Kuasa Pengguna Barang (KPB). Pada tahun 2015
Kepala Badan POM sebagai Pengguna Barang (PB) telah
menetapkan/menunjuk Direktur Pengawasan Produksi Produk Terapetik
dan PKRT sebagai KPB melalui Surat Keputusan Kepala Badan POM RI
No.HK.04.1.24.07.15.3262 tanggal 1 Juli 2015 Tentang Pelimpahan
76
Sebagian Wewenang Pengelolaan Barang Milik Negara Di Lingkungan
Badan POM.
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor
HK.04.1.24.10.13.4702 tahun 2013 pada Deputi Bidang Pengawasan
Produk Terapetik dan NAPZA (Deputi I), diketahui bahwa jumlah Satuan
Kerja (satker) yang ada di lingkungan Kedeputian I hanya satu. Sehingga
secara tidak langsung selain berfungsi sebagai unit eselon I, Deputi I juga
berfungsi sebagai Satker (Satker pusat). Dalam rangka pelaksanaan
pelaporan dan akuntansi BMN, maka harus dibentuk dua unit akuntansi
yaitu UAPPB-E1 dan UAKPB. Hal tersebut dapat memenuhi struktur unit
organisasi SIMAK-BMN dalam PMK No.213/PMK.05/2013.
Pembentukan unit akuntansi merupakan hal yang sangat penting,
mengingat dengan dibentuknya unit akuntansi maka tanggungjawab
masing-masing unit dapat dibagi secara jelas. Namun saat ini Badan POM
tidak memiliki struktur organisasi BMN di tingkat UAPPB-E1 disebabkan
karena unit eselon 1 di lingkungan kerja Badan POM hanya terdiri dari
satu Satker sehingga fungsi UAPPB-E1 dan UAKPB akan sama. Untuk itu
organisasi akuntansi di tingkat pengguna barang Badan POM (UAPB)
langsung membawahi UAKPB. Saat ini Badan POM juga tidak memiliki
struktur organisasi BMN di tingkat UAPPB-W dikarenakan sistem
koordinator wilayah tidak diterapkan pada organisasi Badan POM. Perihal
di atas dijelaskan dalam Buku Pedoman Penatausahaan BMN Badan
POM RI Revisi Ke-1 Tahun 2013. Perihal pembentukan unit organisasi di
77
atas juga didukung oleh penjelasan dalam Lampiran Bab III halaman 22
PMK No.213/PMK.05/2013 yang menyebutkan bahwa unit akuntansi
pelaporan BMN tidak secara mutlak diterapkan untuk masing-masing
kementerian negara/lembaga. Pembentukan Unit Akuntansi dan
Pelaporan tersebut, harus disesuaikan dengan karakteristik masing-
masing kementerian negara/lembaga khususnya dengan memperhatikan
struktur organisasi kementerian negara/lembaga.
Demikian juga ditambahkan oleh Ketua Unit Akuntansi Keuangan/Barang
Deputi I bahwa:
“Karena Eselon I di Badan POM ini hanya terdiri dari satu Satker,maka tugas dan kewajiban UAPPB-E1 dan UAKPB akan sama.Selain itu, Satker di daerah semua UAKPB jadi akan lebih seragamkalau semua Satker berkedudukan sebagai UAKPB”.
Dalam pelaksanaan fungsi akuntansi dan pelaporan BMN tingkat
UAKPB pada Satker Kedeputian I dipimpin oleh Direktur Pengawasan
Produksi Produk Terapetik dan PKRT berdasarkan Surat Keputusan
Kepala Badan POM RI No.HK.04.1.24.07.15.3262 tanggal 1 Juli 2015
Tentang Pelimpahan Sebagian Wewenang Pengelolaan Barang Milik
Negara Di Lingkungan Badan POM yang juga berkedudukan sebagai
penanggungjawab Unit Penatausahaan Kuasa Pengguna Barang
(UPKPB). UPKPB adalah unit penatausahaan BMN pada tingkat Satker
(Kuasa Pengguna Barang). Pada prinsipnya organisasi penatausahaan
BMN sama dengan organisasi sistem akuntansi BMN, seperti yang telah
disebutkan dalam Buku Pedoman Penatausahaan BMN Badan POM RI
78
Revisi Ke-1 Tahun 2013. Namun dari hasil observasi dan wawancara
dengan key informant, diketahui bahwa Direktur Pengawasan Produksi
Produk Terapetik dan PKRT selain berlaku sebagai penanggung jawab
UAKPB dan UPKPB juga sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
Pernyataan tersebut dikuatkan oleh Anggota Unit Akuntansi
Keuangan/Barang Deputi I yang mengatakan bahwa:
“Dalam rangka untuk mempermudah koordinasi dan penguranganbeban kerja pada masing-masing pegawai yang terkait, maka selainunit akuntansi dan barang digabung menjadi satu untuk pejabatpenanggungjawabnya juga lebih baik orang yang sama”.
Dari pernyataan-pernyataan di atas menggambarkan bahwa selain tidak
adanya UAPPB-E1 di Deputi I juga terjadinya penggabungan struktur
organisasi akuntansi UAKPA/B menjadi satu.
Berikut ini gambaran struktur organisasi UAKPA/B pada Deputi I
Tahun Anggaran 2015:
79
GAMBAR 4.1STRUKTUR ORGANISASI UAKPA/B
DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA
Keterangan:
Penanggung Jawab
Petugas Akuntansi BMN
Sumber: SK KPA No.HK.05.02.312.3.01.15.099 Tahun 2015
KOORDINATOR
PENANGGUNGJAWAB(KPA/B)
ANGGOTA
KETUA
ANGGOTA ANGGOTA
WAKIL KETUA
80
B. Pengelola BMN
Dari hasil wawancara pengelola keuangan dan BMN khususnya
yang ada di Deputi I tidak memiliki kemampuan atau kompetensi yang
merata dibidang keuangan negara, mengingat sebagian besar merupakan
sarjana farmasi dan bidang ilmu kesehatan. Demikian juga ditambahkan
oleh Koordinator Unit Akuntansi Keuangan/Barang Deputi I yang
mengemukakan terkait background pendidikan dan kompetensi pegawai
bahwa:
“Dari yang saya ketahui pegawai yang bertugas di area kerja tatausaha atau tata operasional Deputi I ini mayoritas berlatar belakangpendidikan teknologi informasi. Bahkan bisa dihitung jari penguruskeuangan Satker dengan latar belakang disiplin ilmu ekonomiapalagi keuangan negara, hampir tidak ada".
Selain itu berdasarkan informasi dari key informant juga, hal itu
diperparah dengan adanya penanganan administrasi keuangan dan BMN
diserahkan kepada pegawai honorer (non PNS). Sehingga akan relatif
lebih sulit dalam melaksanakan tugas terkait dengan akuntansi dan
pelaporan.
Dalam rangka mengatasi kendala tersebut di atas, Koordinator Unit
Akuntansi Keuangan/Barang Deputi I menambahkan jawaban sebagai
berikut:
“Pimpinan terkait sudah sering memberikan arahan untuk melakukanpembinaan terhadap pegawai di bidang keuangan negara khususnyaakuntansi dan pelaporan BMN. Wujud pembinaan tersebut bisaberupa training, pelatihan, ataupun mengikuti workshop bidang BMN.Pembinaan tersebut dimaksudkan agar pelaksanaan SIMAK-BMNberjalan seperti yang diharapkan, maka diperlukan juga penetapan
81
atau pembagian tugas setiap pegawai, sehingga jelas alur kegiatan,atau bisnis proses dalam pelaksanaan tugas”.
Melalui Surat Keputusan Kepala Badan POM RI
No.HK.04.1.24.07.15.3262 tanggal 1 Juli 2015 Tentang Pelimpahan
Sebagian Wewenang Pengelolaan Barang Milik Negara Di Lingkungan
Badan POM menyampaikan dengan jelas pada Lampiran I bahwa Direktur
Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT sebagai KPB pada
Satker Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA.
Kemudian melalui Surat Keputusan (SK) Kuasa Pengguna Anggaran
Satuan Kerja Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA
Badan POM No.HK.05.02.312.3.01.15.099 Tahun 2015 tentang
Pembentukan Unit Akuntansi Keuangan dan Barang Pada Satuan Kerja
Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA TA 2015
tanggal 8 Januari 2015, ditetapkan sejumlah pegawai sebagai koordinator,
ketua, wakil ketua, dan anggota pengelola BMN di lingkungan Kedeputian
I. Substansi dari SK tersebut, selain membentuk UAKPB juga menetapkan
sejumlah personil (SDM). Hal tersebut untuk memperjelas tugas dan
fungsi masing-masing pegawai/pejabat dalam melaksanakan SIMAK-
BMN.
Namun hal yang berbeda disampaikan oleh Ketua Unit Akuntansi
Keuangan/Barang Deputi I yang mengatakan bahwa:
“Walaupun sudah ada SK yang jelas buat petugas BMN di Deputi Iini, tapi pekerjaan yang mereka kerjakan masih serabutan. Semualaporan memang beres tapi sering tidak tepat waktu”.
82
Berdasarkan penelaahan dokumen, diketahui bahwa pada Satker
Deputi I tidak ada petugas BMN yang berperan sebagai verifikator
sebagaimana yang disebutkan dalam PMK No.213/PMK.05/2013.
Verifikator BMN hanya terdapat pada UAPB Badan POM. Selain itu
petugas yang tercantum namanya dalam Surat Keputusan tersebut di atas
tidak hanya bertugas dalam lingkup kerja pengelolaan BMN, namun juga
mengerjakan tugas lain di masing-masing unit yang berbeda. Petugas
SIMAK-BMN juga merangkap sebagai petugas di unit akuntansi keuangan
Kedeputian I. Disini dapat dilihat bahwa terjadi tumpang tindih beban kerja
yang tidak seimbang yang mungkin bisa berakibat tidak maksimalnya hasil
kerja. Diperparah dengan keadaan bahwa pegawai yang mengerjakan
pengelolaan BMN sebenarnya tidak sama dengan pegawai yang
tercantum dalam Surat Keputusan sebagai petugas pengelola BMN.
C. Hardware dan Software
Perkembangan Teknologi Informasi (TI) yang sangat pesat
belakangan ini memberikan banyak kemudahan di lingkungan instansi
pemerintahan. Hal tersebut telah dirasakan manfaatnya termasuk oleh
Deputi I. Melalui observasi dan wawancara dapat diketahui bahwa dalam
pelaksanaan SIMAK-BMN, Deputi I menggunakan software aplikasi yang
dikembangkan oleh Ditjen Perbendaharaan-Kementerian Keuangan.
Software yang dikembangkan untuk mendukung pelaksanaan akuntansi
dan pelaporan BMN adalah software yang berbasis microsoft visual
83
foxpro. Pada aplikasi SIMAK-BMN terdapat dua sub-sub sistem, yaitu
Sistem Akuntansi Aset Tetap dan Sistem Akuntansi Aset Lancar. Sistem
Akuntansi Persediaan adalah menjadi bagian dari sub sistem SIMAK-
BMN.
Untuk menjalankan aplikasi SIMAK-BMN diperlukan hardware yang
memiliki platform spesifikasi kemampuan yang cukup memadai.
Berdasarkan observasi yang dilakukan penulis, diketahui bahwa Deputi I
telah menyediakan hardware (PC) yang spesifikasinya sudah memadai
untuk digunakan sebagai perangkat guna mendukung proses
pelaksanaan aplikasi SIMAK-BMN. Selanjutnya Ketua Unit Akuntansi
Keuangan/Barang Deputi I menambahkan dengan mengatakan bahwa:
“Bahkan untuk menunjang kinerja dan memfasilitasi pertukaran datadengan unit lain, baik secara internal maupun eksternal, Deputi Imemiliki satu jaringan internet, wifi, dan satu jaringan LAN (LocalArea Network)”.
D. Klasifikasi dan Kodefikasi
Untuk memudahkan identifikasi, maka setiap BMN diklasifikasikan
dengan cara tertentu sehingga memberikan kemudahan dalam
pengelolaannya. PMK No.29/PMK.06/2010 tentang Penggolongan dan
Kodefikasi Barang Milik Negara sebagai pengganti PMK
No.97/PMK.06/2007 tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik
Negara membagi BMN dalam klasifikasi golongan, bidang, kelompok, sub
kelompok, dan sub-sub kelompok.
84
Seperti yang telah dibahas dalam Buku Pedoman Penatausahaan
BMN Badan POM RI Revisi Ke-1, pengkodean BMN diperlukan untuk
memudahkan pencatatan dan pengendalian, BMN selain diberikan
identifikasi berupa nama, juga diberikan identifikasi dalam bentuk kode.
Pemberian kode BMN sepenuhnya mengacu kepada PMK
No.29/PMK.06/2010 tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik
Negara. Untuk memberikan identitas, BMN diberikan nomor kode barang
(ditambah nomor urut pendaftarannya) dan kode lokasi (ditambah tahun
perolehannya).
Berdasarkan hasil observasi dan penelaahan dokumen yang
dilakukan oleh penulis, dapat diketahui bahwa seluruh BMN yang ada di
lingkungan Deputi I diberikan identifikasi berupa nama barang beserta
kode. Uraian nama dan kode BMN sudah terintegrasi dengan aplikasi
SIMAK-BMN, sehingga pada saat penginputan data BMN ke dalam
aplikasi, maka secara otomatis kodefikasi akan diberikan kepada BMN
tersebut. Kemudian daftar kodefikasi BMN yang terintegrasi dengan
aplikasi SIMAK-BMN sudah sesuai atau mengacu pada PMK
No.29/PMK.06/2010. Skema kode identitas BMN dan kode lokasi yang
ada dalam aplikasi SIMAK-BMN Deputi I adalah sebagai berikut:
85
GAMBAR 4.2SKEMA KODEFIKASI BMN
DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK & NAPZAKode PB
Kode PPB-E1
Kode PPB-W
Kode KPB
Kode PKPB
Jenis Kewenangan
XXX . XX. XXXX. XXXXXX. XXX. KP. XXXX Tahun Perolehan
X. XX. XX. XX. XXX. XXXXXX
Nomor urut pendaftaran
Sub-sub kelompok
Sub kelompok
Kelompok
Bidang
Golongan
Sumber: PMK No.29/PMK.06/2010
Sehingga kodefikasi BMN misalnya berupa notebook yang dimiliki
Deputi I yang diperoleh tahun 2014. Pada saat perolehan barang tersebut
nomor pencatatan terakhir untuk notebook yang dikuasai satuan kerja
yang bersangkutan adalah 000038. Berdasarkan hal tersebut UAKPB
memberikan label pada notebook tersebut sebagai berikut:
86
GAMBAR 4.3
CONTOH KODEFIKASI BMN
DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK & NAPZA
Sumber: Aplikasi SIMAK-BMN
Kodefikasi BMN sebagaimana di atas seharusnya dituliskan pada
BMN terkait. Sehubungan dengan aspek pelabelan kode BMN Ketua Unit
Akuntansi Keuangan/Barang Deputi I menyampaikan bahwa:
“Pada umumnya kodefikasi BMN di Deputi I dibuat dalam labelkhusus yang ditempelkan pada BMN terkait. Tetapi berdasarkanjenis dan karakteristik BMN, maka tidak semua BMN dapat ataumemungkinkan ditempeli/diberikan identitas BMN, misalnya tanah,gedung, dan lainnya”.
Sehubungan dengan pemberian label pada BMN, dari hasil
observasi ditemukan bahwa ada beberapa BMN yang labelnya masih
menggunakan sistem kodefikasi yang lama dan belum diperbarui. Terkait
dengan perihal pemberian label kode BMN yang belum diperbarui,
dikonfirmasi oleh Ketua Unit Akuntansi Keuangan/Barang Deputi I yang
menyampaikan bahwa:
“Sebagian BMN yang dimungkinkan untuk diperbarui sticker/labelkodefikasi (identitas) BMN, tetapi oleh kami belum diperbarui labelkode barangnya dikarenakan keterbatasan tenaga kami sebagaipengelola BMN untuk pengecekan fisik label BMN. Selain sebagaipengelola BMN kami juga harus mengerjakan akuntansi danpelaporan anggaran Deputi I. Namun kami sudah mengupdate kode
87
barang tersebut di aplikasi dan Laporan BMN. Sehingga prosespenatausahaan BMN insyallah tidak akan mengalami kendala”.
E. Transaksi BMN
Seperti yang telah diuraikan pada bab II tentang tinjauan teori bahwa
transaksi dalam SIMAK-BMN yaitu:
1. Transaksi Saldo Awal
Saldo awal merupakan saldo BMN pada awal tahun anggaran
berjalan atau awal tahun mulai diimplementasikannya SIMAK-
BMN yang merupakan akumulasi dari seluruh transaksi BMN
tahun sebelumnya atau merupakan BMN yang sampai dengan
tahun pelaporan belum dilakukan proses pencatatan sehingga
harus dilakukan pencatatan pada saldo awal.
2. Transaksi Perolehan BMN, meliputi Pembelian, Transfer Masuk,
Penghapusan, Reklasifikasi Masuk, dan Pelaksanaan dari
Perjanjian/Kontrak.
3. Transaksi Perubahan BMN, meliputi Pengurangan,
Pengembangan, Perubahan Kondisi, dan Koreksi Perubahan
Nilai/Kuantitas.
4. Transaksi Penyusutan BMN
5. Transaksi Penghapusan BMN, meliputi Penghapusan, Transfer
Keluar, Hibah (keluar), Reklasifikasi Keluar.
88
Berdasarkan hasil observasi dan telaah dokumen yang dilakukan
penulis, diketahui bahwa transaksi yang terdapat pada Deputi I selama TA
2015 semester I adalah sebagai berikut:
1. Transaksi Saldo Awal
Transaksi saldo awal BMN sebelum koreksi pada Deputi I periode
semester I TA 2015 total Rp 8.169.523.449,-. Sedangkan total
saldo awal setelah koreksi adalah Rp 7.932.020.792,-. Nilai
setelah koreksi diperoleh dari hasil koreksi audit tambah sebesar
Rp 292.500,- dan koreksi audit kurang sebesar Rp 237.795.157,-.
Koreksi audit tambah dan kurang terjadi pada komponen aset
lancar bagian persediaan. Nilai tersebut di atas tercantum dalam
Lampiran BAR Data BMN No. BAR-161/WKN.07/KNL.04/S1/2015.
2. Transaksi Perolehan BMN, meliputi:
a. Transaksi Pembelian
Transaksi pembelian pada Deputi I semester I TA 2015 sebesar
Rp 468.505.529 yang terdiri dari barang konsumsi, bahan untuk
pemeliharaan, dan materai. Data tersebut diperoleh dari Laporan
BMN Deputi I Semester I TA 2015.
b. Transfer Masuk
Rincian perolehan BMN dari transaksi transfer masuk dalam
Catatan Ringkas Barang Atas Laporan BMN Periode Semester I
TA 2015 yang pertama adalah transfer masuk dari Satker
Sektama dengan nomor BAST (Berita Acara Serah Terima):
89
063.01.0199.432731.5.2015 Tgl. 26 Mei 2015 berupa meja kerja
kayu merk Uno dan kursi besi/metal merk Futura masing-masing
sebanyak 22 buah dengan jumlah total Rp 36.135.000,-. Transfer
masuk yang kedua masih dari Satker Sektama dengan No. BAST:
063.01.0199.432731.6.2015 Tgl. 22 Juni 2015 berupa meja kerja
kayu merk Uno dan kursi besi/metal merk Futura masing-masing
sebanyak 4 buah dengan jumlah total Rp 6.570.000,-. Transfer
masuk yang ketiga dari Satker Pusat Informasi Obat dan Makanan
(PIOM) berupa Buku Lainnya (Pedoman Penggunaan SIPT)
dengan No. BAST: PR.01.05.74.01.15.0092 Tgl. 15 Januari 2015
dengan jumlah total Rp 2.100.000,-. Transfer masuk yang
keempat dari Satker Sektama dengan No. BAST:
035/BAST/EVA/I/2015 Tgl. 23 Januari 2015 berupa Software SAP
Cristal Dasboard Design sebanyak satu buah dengan jumlah total
harga senilai Rp 7.150.000,-.
c. Reklasifikasi Masuk
Terdapat transaksi reklasifikasi masuk dari Aset Tetap ke Aset
Lainnya yang tercantum dalam Catatan Ringkas Barang Atas
Laporan BMN Periode Semester I TA 2015 sebesar Rp
195.369.300,- per 30 Juni 2015.
3. Transaksi Perubahan BMN meliputi:
a. Pengembangan
90
Terdapat pengembangan nilai aset pada Aset Tak Berwujud
berupa software senilai Rp 3.450.000,- yang tercantum dalam
Catatan Ringkas Barang Atas Laporan BMN Periode Semester I
TA 2015.
b. Koreksi Perubahan Nilai/Kuantitas
Terdapat transaksi tambah hasil opname fisik sebesar Rp
1.036.100,- dan transaksi kurang hasil opname fisik sebesar Rp
46.449.000,- yang telah diuraikan dalam Daftar Transaksi
Persediaan Untuk Periode yang Berakhir Tanggal 30 Juni 2015
TA 2015.
4. Transaksi Penyusutan BMN
Terdapat transaksi Akumulasi Penyusutan Peralatan dan Mesin
sebesar Rp 10.408.468.277,- dan transaksi Akumulasi Aset
Lainnya pada akun aset yang dihentikan dari penggunaaan
operasional pemerintah sebesar Rp 270.519.300,- per 30 Juni
2015. Data tersebut tercantum dalam Neraca BMN per 30 Juni
2015.
5. Transaksi Penghapusan BMN
Transaksi reklasifikasi keluar dari Aset Tetap ke Aset Lainnya
yang tercantum dalam Catatan Ringkas Barang Atas Laporan
BMN Periode Semester I TA 2015 sebesar Rp 195.369.300,- per
30 Juni 2015 yang terdiri dari LCD Projector/Infocus, UPS, Lap
Top, printer, hardisk external, dan server.
91
F. Kebijakan Akuntansi BMN
Kebijakan akuntansi yang diterapkan Deputi I terkait BMN yang
dikuasainya mencakup pengakuan, pengukuran, penyajian, dan
pengungkapan BMN ke dalam Laporan BMN dan Laporan Keuangan.
Berdasarkan hasil observasi dan penelaahan dokumen Laporan BMN
Semester I TA 2015 yang dilakukan oleh penulis, diketahui bahwa Deputi I
tidak memiliki Aset Tetap berupa tanah, gedung dan bangunan, serta
konstruksi dalam pengerjaan. Informasi tentang BMN yang diungkapkan
dalam Laporan BMN hanya terkait dengan mesin dan peralatan, aset
tetap lainnya, persediaan serta aset lainnya berupa aset tak berwujud dan
aset lain-lain. Penyajian BMN dalam Neraca dengan klasifikasi
sebagaimana diatur dalam PMK No.91/PMK.05/2007 tentang Bagan Akun
Standar. Pencatatan BMN dalam di dalam SIMAK-BMN menggunakan
kodefikasi sesuai dengan PMK No.29/PMK.06/2010 tentang
Penggolongan dan Kodefikasi BMN yang teridiri dari golongan, bidang,
kelompok, sub kelompok, dan sub-sub kelompok. Untuk panduan utama
kebijakan akuntansi BMN Deputi I mengacu pada PP No.71 Tahun 2010
tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dan PMK
No.213/PMK.05/2013.
Berdasarkan yang tercantum dalam Catatan Ringkas Barang Atas
Laporan Kuasa Pengguna Barang Periode Semester I TA 2015, Deputi I
telah melakukan pengukuran penyusutan BMN sesuai dengan PMK
No.1/PMK.06/2013. Nilai yang dapat disusutkan atas BMN yang menjadi
92
objek penyusutan dibagi menjadi dua yaitu, nilai Aset Tetap yang
diperoleh sampai dengan 31 Desember 2012, merupakan nilai buku per
31 Desember 2012. Sedangkan nilai Aset tetap yang diperoleh setelah 31
Desember 2012, merupakan nilai perolehan. Dalam hal terjadi perubahan
nilai Aset Tetap sebagai akibat penambahan atau pengurangan kuantitas
dan/atau nilai Aset Tetap, yang memenuhi kriteria sebagaimana diatur
dalam Standar Akuntansi Pemerintahan, maka penambahan atau
pengurangan tersebut diperhitungkan dalam nilai yang dapat disusutkan.
Metode penyusutan yang digunakan atas seluruh BMN berupa Aset Tetap
dilakukan dengan Metode Garis Lurus. Masa Manfaat atas BMN berupa
Aset Tetap dalam rangka penerapan penyusutan mengacu pada Tabel
Masa Manfaat I dan Tabel Masa Manfaat II sebagaimana ditetapkan
melalui Keputusan Menteri Keuangan No.59/KMK.06/2013 tanggal 13
Maret 2013 tentang Tabel Masa Manfaat Dalam Rangka Penyusutan BMN
Berupa Aset Tetap Pada Entitas Pemerintah Pusat. Akumulasi
penyusutan disajikan dalam Neraca yang dicantumkan pada Laporan
BMN.
G. Prosedur Akuntansi dan Pelaporan BMN
SIMAK-BMN diselenggarakan melalui serangkaian prosedur baik
manual maupun otomatis (komputerisasi). Prosedur tersebut melibatkan
dokumen sumber dalam proses akuntansi untuk menghasilkan berbagai
keluaran yang diperlukan baik dalam pengelolaan/penatausahaan
93
maupun pertanggungjawaban BMN. Berdasarkan hasil observasi dan
penelaahan dokumen berupa Buku Pedoman Penatausahaan BMN
Badan POM RI Revisi Ke-1 Tahun 2013 dan Laporan BMN Deputi I
Semester I TA 2015 yang dilakukan oleh penulis, diperoleh informasi
terkait prosedur akuntansi dan pelaporan BMN pada Deputi I sebagai
berikut:
a) Input Dokumen Sumber
Untuk transaksi saldo awal, dokumen sumber yang diperlukan meliputi
catatan dan atau Laporan BMN periode sebelumnya dan apabila
diperlukan dapat dilakukan inventarisasi. Inventarisasi dilakukan
dengan tujuan untuk mengetahui keberadaan fisik dari BMN. Selain itu,
untuk memastikan kebenaran serta kesahihan dokumen sumber,
diperlukan adanya prosedur berupa verifikasi dokumen sumber oleh
petugas BMN unit terkait. Verifikasi dokumen sumber dilakukan dengan
cara mengidentifikasi apakah dokumen sumber telah disetujui
(diotorisasi) serta diketahui oleh pihak-pihak yang memiliki wewenang,
juga mengidentifikasi keakuratan kodefikasi jenis BMN maupun nilai
nominal BMN tersebut. Untuk transaksi perolehan/pengembangan,
dokumen sumber yang diperlukan meliputi BAST BMN, bukti
kepemilikan BMN, SPM/SP2D, faktur pembelian, kuitansi, ADK, dan
dokumen lain yang sah. Setelah dokumen sumber yang ada
dinyatakan/diyakini kebenarannya, maka dilakukan proses
94
pencatatan/penginputan/perekaman data ke dalam aplikasi SIMAK-
BMN.
b) Proses SIMAK-BMN Tingkat UAKPB Deputi I
1) Membukukan data transaksi BMN ke dalam Daftar Barang
Intrakomptabel, Daftar Barang Ekstrakomptabel, dan Daftar Barang
Persediaan berdasarkan dokumen sumber.
2) Membuat atau memutakhirkan KIB, DBR, dan DBL.
3) Melakukan proses penyusutan reguler pada setiap akhir semester.
4) Membuat Laporan BMN pada periode akhir semester.
5) Meminta pengesahan penanggung jawab UAKPB atas Laporan
BMN.
6) Menyampaikan data transaksi BMN ke UAKPA selambat-lambatnya
tanggal lima bulan berikutnya untuk penyusunan neraca tingkat
UAKPA. Penyampaian ADK ke UAKPA untuk bulan Juni dan
Desember dilengkapi pula dengan Catatan Ringkas BMN yang
antara lain berisi kemungkinan masih adanya barang-barang yang
bermasalah seperti tidak dapat dimasukkannya item BMN tertentu ke
dalam aplikasi karena tabel barangnya belum mampu menampung
nama barang tersebut meskipun sudah didekatkan dengan nama
barang lain yang sudah ada dalam tabel.
7) Melakukan rekonsiliasi internal Laporan BMN dengan Laporan
Keuangan. Prosedur rekonsiliasi dilakukan dalam rangka untuk
meminimalisir terjadinya kesalahan/kekeliruan dalam pencatatan
95
BMN. Tetapi proses rekonsiliasi internal tersebut belum didukung
dengan adanya BAR.
8) Menyampaikan Laporan BMN, ADK, dan Catatan Ringkas BMN ke
UAPB, selambat-lambatnya sepuluh hari setelah berakhirnya suatu
semester dan selambat-lambatnya lima belas hari setelah
berakhirnya tahun anggaran.
9) Selain harus melakukan prosedur rekonsiliasi internal, Satker Deputi
I sebagai UAKPB juga harus melakukan rekonsiliasi data dengan
KPKNL Jakarta IV setiap periode akhir semester. Prosedur
rekonsiliasi eksternal ini sudah didukung dengan adanya BAR.
10) Mengarsipkan Laporan BMN dan seluruh data dukungnya secara
tertib.
c) Laporan SIMAK-BMN Tingkat KPB
Keluaran/Laporan yang dihasilkan dari SIMAK-BMN tingkat UAKPB
(semesteran dan tahunan) antara lain meliputi:
1) Neraca
2) Laporan Posisi Neraca di Persediaan
3) Laporan Persediaan
4) Laporan Mutasi Barang Persediaan
5) Daftar Transaksi Persediaan
6) Laporan Posisi Barang Milik Negara di Neraca
7) Catatan Ringkas Barang Milik Negara (CRBMN)
8) Laporan Barang Kuasa Pengguna Intrakomptabel
96
9) Laporan Barang Kuasa Pengguna Ekstrakomptabel
10) Laporan Barang Kuasa Pengguna Gabungan Intrakomptabel dan
Ekstrakomptabel
11) Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran Aset Tak Berwujud
12) Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran Barang Bersejarah
13) Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran Konstruksi Dalam
Pengerjaan
14) Laporan Daftar BMN Menurut Jenis Transaksi
15) Laporan CRBMN Kuasa Pengguna
16) Laporan Penyusutan BMN
17) Laporan Pengelolaan BMN
Dari hasil observasi juga diperoleh informasi bahwa metode
pengarsipan data-data terkait BMN, ADK BMN, dan data dukungnya, serta
Laporan BMN belum diarsipkan secara terpusat dan rapi. Perihal tersebut
diketahui penulis saat melakukan observasi langsung di lingkungan kerja
Deputi I, penulis mengalami kendala dalam menemukan dokumen-
dokumen tersebut dan bisa diperoleh tetapi dari pihak-pihak yang berbeda
di unit kerja berbeda pula.
97
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Sebagai penutup dari skripsi ini, berikut akan disampaikan
kesimpulan dari hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya. Kemudian
akan disampaikan pula saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi
Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA dalam
mencapai visi untuk menjadi institusi pengawas obat yang inovatif,
kredibel, dan diakui secara internasional untuk melindungi masyarakat.
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat penulis ambil dari pembahasan pada bab-
bab sebelumnya adalah:
1. Pembentukan unit akuntansi SIMAK-BMN pada Satker Deputi I
sudah dilaksanakan. Namun unit akuntansi yang sudah dibentuk
secara formal hanyalah UAKPB. Walaupun UAKPB sudah dibentuk
secara formal namun tugas dan fungsinya masih tumpang tindih
dengan UAKPA.
2. Satker Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA
sudah secara formal melakukan penetapan pegawai pengelola BMN
melalui SK Kuasa Pengguna Anggaran Satuan Kerja Deputi Bidang
Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Badan POM
No.HK.05.02.312.3.01.15.099 Tahun 2015 tentang Pembentukan
98
Unit Akuntansi Keuangan dan Barang Pada Satuan Kerja Deputi
Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA TA 2015. Namun
susunan pengelola BMN yang tercantum dalam SK tersebut tidak
ada petugas pengelola BMN yang memiliki wewenang dan tugas
sebagai verifikator SIMAK-BMN. Beban kerja petugas pengelolaan
BMN juga belum fokus ke BMN.
3. Hardware dan software SIMAK-BMN yang ada pada Satker Deputi I
sudah memenuhi kriteria pada PMK No.213/PMK.05/2013.
Dikarenakan software terkait dengan pelaksanaan akuntansi dan
pelaporan BMN sudah pemberian dari Ditjen Perbendaharaan.
Sedangkan hardware yang suport terhadap software tersebut sudah
tersedia di Satker Kedeputian I.
4. Klasifikasi dan kodefikasi BMN pada Satker Deputi I sudah sesuai
dengan PMK No.213/PMK.05/2013. Pemberian label kodefikasi BMN
terhadap BMN terkait perlu untuk lebih ditertibkan kembali, karena
masih ada beberapa BMN yang memungkinkan untuk diperbarui
label kodefikasi tetapi belum diperbarui labelnya.
5. Transaksi BMN yang dilaksanakan Deputi I selama Semester I TA
2015 ada transaksi saldo awal; transaksi perolehan melalui
pembelian, transfer masuk, dan reklasifikasi masuk; transaksi
perubahan meliputi pengembangan dan koreksi perubahan
nilai/kuantitas; transaksi penyusutan; dan transaksi penghapusan
melalui reklasifikasi keluar.
99
6. Kebijakan akuntansi BMN yang diterapkan Satker Deputi I semua
sudah dicatat, diakui, dan disajikan dalam Laporan BMN Semester I
TA 2015 dengan jelas dan terperinci hitungannya. Pengakuan
barang intrakomptabel maupun ekstrakomptabel sudah secara
otomatis dilakukan oleh aplikasi SIMAK-BMN.
7. Prosedur akuntansi dan pelaporan BMN pada Satker Deputi I
sebagian besar sudah dilaksanakan dan mengacu pada PMK
No.213/PMK.05/2013. Semua item Laporan BMN telah dibuat dan
telah disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Namun
tidak bisa dipungkiri bahwa tata pengarsipan terkait dokumen-
dokumen BMN belum terpusat dan rapi. Serta masih ada sesuatu
yang kurang dari prosedur yang harus dilaksanakan, yaitu proses
rekonsiliasi internal yang belum didukung dengan adanya Berita
Acara Rekonsiliasi.
B. Saran
Dari beberapa kesimpulan di atas, maka penulis dapat memberikan
saran berupa:
1. Satker Deputi diharapkan melakukan pemisahan yang jelas antara
UAKPB, UPKPB, dan UAKPA. Terutama pada UAKPB dan UAKPA,
sehingga nantinya bisa terwujud check and balance.
2. Satker Deputi I diharapkan dapat secara formal juga menambahkan
pengelola BMN yang bertugas sebagai verifikator tingkat satuan
100
kerja. Adanya pengawasan yang konsisten tentang pembagian tugas
serta wewenang pada masing-masing pengelola BMN. Diharapkan
juga petugas pengelola BMN yang ditunjuk adalah yang benar-benar
berkompeten dibidang BMN.
3. Memonitor terus kondisi hardware yang digunakan untuk aplikasi
SIMAK-BMN. Diharapkan selalu meng-update aplikasi terbaru
SIMAK-BMN tepat pada waktunya.
4. Memperbarui pelabelan aset dengan peraturan terkini serta
memberikan label pada BMN yang jadi aset tepat pada waktunya.
5. Diharapkan data transaksi dari masing-masing direktorat bisa
terkumpul tepat waktu untuk memudahkan koordinator dalam proses
input data Satker.
6. Membuat BAR setiap melaksanakan rekonsiliasi baik dengan pihak
internal maupun dengan pihak eksternal.
7. Diharapkan pengarsipan data terkait laporan dan data dukung
maupun ADK BMN dikoordinasikan dengan baik sehingga data tidak
tercecer di masing-masing direktorat.
DAFTAR PUSTAKA
A. Referensi Buku
Abdullah, M.Sy., (1988), Perkembangan dan Penerapan StudiImplementasi (Action Research and Case Studies), Jakarta:Lembaga Administrasi Negara.
Al Fatta, Hanif, (2009), Analisis dan Perancangan Sistem Informasi untukKeunggulan Bersaing Perusahaan dan Organisasi Modern,Yogyakarta: Andi Offset.
Arif, Bachtiar, dan Muchlis, Iskandar, (2002), Akuntansi Pemerintahan,Jakarta: Salemba Empat.
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, (2013), PedomanPenatausahaan Barang Milik Negara Badan POM RI Revisi Ke-1,Jakarta: Badan POM RI.
Bodnar, George H, William S Hopwood, (2010), Accounting InformationSystem, United State of America: Pearson Education, Inc.,Publishing as Prentice Hall.
Fees, Reev, dan Warren, (2008), Pengantar Akuntansi I Edisi 21,Terjemahan Aria Farahmita, Amanugraheni, Taufik Hendrawan,Jakarta: Salemba Empat.
The Liang Gie, (2000), Administrasi Perkantoran, Yogyakarta: ModernLiberty.
Horngren, Charles T., dan Harrison, Walter T., (2007), Akuntansi Jilid SatuEdisi Tujuh, Jakarta: Erlangga.
Irawan, Prasetya, (2006), Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta: Departemen Ilmu Administrasi UI.
Jogiyanto, HM, (2005), Analisis dan Desain Sistem Informasi: PendekatanTerstruktur Teori dan Praktek Aplikasi Bisnis, Yogyakarta: AndiOffset.
National Comittee on Governmental Accounting (NCGA), (1998),Governmental Accounting, Auditing, And Financial Reporting,Chicago: NCGA.
Raco, J. R., (2010), Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik, danKeunggulannya, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Romney, Marshall B., Steinbart, Paul John, (2009), AccountingInformation System Eleventh Edition, New Jersey: PearsonEducation, Inc., Publishing as Prentice Hall.
Soetrisno, (2009), Manajemen Perkantoran Modern, Jakarta: LembagaAdministrasi Negara.
STIA-LAN, (2001), Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta: LembagaAdministrasi Negara.
Sugiyono, (1999), Statistik Untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta.................., (2009), Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta.
Sunggono, Bambang, (1994), Hukum dan Kebijaksanaan Publik, Jakarta:Sinar Grafika.
Sutabri, Tata, (2003), Analisa Sistem Informasi, Yogyakarta: Andi Offset.
Usman, Nurdin, (2002), Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum,Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Wilkinson, Joseph, (2010), Sistem Akuntansi dan Informasi, Alih BahasaAgus Maulana, Edisi Ketiga Jilid Satu, Jakarta: Erlangga.
Winarno, Budi, (2002), Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta:Media Pressindo.
B. Perundang-Undangan
Keputusan Kepala BAKUN Nomor KEP-09/AK/2002 Tentang SistemAkuntansi Aset Tetap.
Keputusan Kepala BPOM RI Nomor HK.04.1.24.12.13.6072 Tahun 2013tentang Penerapan Pedoman Penatausahaan BMN BPOM.
Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor HK.04.1.24.07.15.3262 tanggal1 Juli 2015 Tentang Pelimpahan Sebagian Wewenang PengelolaanBarang Milik Negara Di Lingkungan Badan POM.
Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran Satuan Kerja Deputi BidangPengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Badan POM NomorHK.05.02.312.3.01.15.099 Tahun 2015 Tentang Pembentukan UnitAkuntansi Keuangan dan Barang Pada Satuan Kerja Deputi BidangPengawasan Produk Terapetik dan NAPZA TA 2015.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 14/KM.6/2015 TentangPenggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Negara.
Peraturan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Nomor PER-07/KN/2009Tentang Tata Cara Pelaksanaan Rekonsiliasi Data Barang MilikNegara Dalam Rangka Penyusunan Laporan Barang Milik Negaradan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 Tentang Standar AkuntansiPemerintah (SAP).
Peraturan Pemerintah Nomor 06 Tahun 2006 Tentang PengelolaanBarang Milik Negara/Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 08 Tahun 2006 Tentang PelaporanKeuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar AkuntansiPemerintah (SAP).
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang PengelolaanBarang Milik Negara/Daerah.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59/PMK.06/2005 Tentang SistemAkuntansi Barang Milik Negara.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.06/2007 TentangPenatausahaan Barang Milik Negara.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 Tentang SistemAkuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.
Peraturam Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.06/2010 TentangPenggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Negara.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 233/PMK.05/2011 Tentang SistemAkuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.05/2013 Tentang SistemAkuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219/PMK.05/2013 Tentang KebijakanAkuntansi Pemerintah Pusat.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 TentangKeuangan Negara.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 01 Tahun 2004 TentangPerbendaharaan Negara.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 TentangPemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
C. Website/ Internet
Online:https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/detail/erabarupengelolaan-bmn Diakses: 04 Mei 2015.
Online: https://www/bpk.go.id/lkpp Diakses 10 September 2015.
Online: http://www.kbbi.web.id Diakses 18 September 2015.
MATRIKS PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENELITIAN
Lampiran I
PEDOMAN WAWANCARA
A. Pembentukan Unit Akuntansi
1. Pembentuk unit akuntansi Barang Milik Negara (BMN) Satuan Kerja
Deputi Bidang Pengawasan Peroduk Terapetik dan NAPZA (Deputi I)
pada tahun 2015.
2. Dasar pembentukan unit akuntansi BMN Satker Deputi I.
B. Pengelola BMN
1. Penunjukan petugas pengelola SIMAK-BMN unit akuntansi BMN Satker
Deputi I.
2. Pembagian tugas dan wewenang dalam pelaksanaan SIMAK-BMN
pada Satker Deputi I.
C. Hardware dan Software
1. Aplikasi yang digunakan Satker Deputi I dalam rangka melaksanakan
akuntansi dan pelaporan BMN.
2. Hardware yang dimiliki Deputi I dalam rangka menjalankan software
aplikasi SIMAK-BMN.
3. Fasilitas penunjang lainnya yang dimiliki Satker Deputi I dalam rangka
melaksanakan akuntansi dan pelaporan BMN.
D. Kodefikasi dan Klasifikasi BMN
1. Metode yang digunakan untuk pengklasifikasian dan pemberian
kodefikasi BMN yang ada di Satker Deputi I.
2. Kesesuaian pengklasifikasian dan pemberian kode BMN pada Satker
Deputi I dengan PMK No.29/PMK.06/2010 tentang Penggolongan dan
Kodefikasi BMN.
Lampiran I
E. Transaksi BMN
1. Jenis transaksi-transaksi yang terkait BMN yang dilaksanakan oleh
Satker Deputi I.
F. Kebijakan Akuntansi BMN
1. Kebijakan akuntansi terhadap BMN yang dilaksanakan pada Satker
Deputi I dibandingkan dengan peraturan yang berlaku untuk akuntansi
BMN pemerintah pusat.
G.Prosedur Akuntansi dan Pelaporan BMN
1. Prosedur akuntansi dan pelaporan BMN pada Satker Deputi I.
2. Kegiatan rekonsiliasi Laporan BMN Satker Deputi I dengan pihak
internal dan eksternal.
3. Berita Acara Rekonsiliasi (BAR) internal dan eksternal.
4. Penyusunan Laporan BMN Satker Deputi I.
5. Pengiriman Laporan BMN dan ADK ke unit akuntansi yang ada di