-
BAB I
PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan
telah memiliki dua buah buku yang berkaitan dengan Usia Lanjut,
sebagai pegangan/pedoman bagi petugas kesehatan. Dalam buku I yang
memuat tentang kebijakan program, ditekankan bahwa usia lanjut
merupakan figur tersendiri dalam kaitannya dengan sosial budaya
bangsa, sedang dalam kehidupan nasional usia lanjut merupakan
sumber daya yang bemilai, sesuai dengan pengetahuan, pengalaman
hidup dan kearifannya yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
mutu kehidupan masyarakat. Dalam buku II yang memuat tentang materi
pembinaan, termasuk di dalamnya perihal masalah kesehatan fisik,
sedikit mengenai kesehatan jiwa, gizi, kesegaran jasmani,
keperawatan dan rehabilitasi serta pengobatan tradisional. Masalah
kesehatan jiwa usia lanjut telah diuraikan, namun dirasakan kurang
lengkap, untuk itulah Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat
Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat menyusun buku pedoman ini
guna melengkapi kedua buku tersebut dengan judul "Pedoman Pembinaan
Kesehatan Jiwa Usia Lanjut bagi Petugas Kesehatan".
a. Antisipasi Peningkatan yang Pesat Jumlah Usia Lanjut.
Menurut perkiraan dari United State Bureau of Census 1993,
populasi usia lanjut di Indonesia diproyeksikan antara tahun
1990-2023 akan naik 414%, suatu angka tertinggi di seluruh dunia.
dan pada tahun 2020 Indonesia akan merupakan urutan ke 4 jumlah
usia lanjut paling banyak sesudah Cina, India dan Amerika Serikat.
Meningkatnya populasi usia lanjut menyebabkan kita perlu
mengantisipasi meningkatnya jumlah pasien usia lanjut yang
memerlukan bantuan dan perawatan medis. Dengan bertambahnya usia
tidak dapat dihindari penurunan kondisi fisik, baik berupa
berkurangnya kekuatan fisik yang menyebabkan individu menjadi cepat
lelah maupun menurunnya kecepatan reaksi yang menyebabkan
gerak-geriknya menjadi lamban. Selain itu timbulnya penyakit yang
biasanya juga tidak hanya satu macam tetapi multipel, menyebabkan
usia lanjut memerlukan bantuan, perawatan dan obat-obatan untuk
proses penyembuhan atau sekedar mempertahankan agar penyakitnya
tidak bertambah parah. Dalam rangka melayani pasien usia lanjut
dengan kondisi yang diuraikan di atas, peran petugas kesehatan
menjadi sangat penting. Pelayanan yang melibatkan empati petugas
tidak jarang menjadi lebih besar sumbangannya dalam proses
penyembuhan pasien usia lanjut, ketimbang sekedar mengandalkan
bantuan medis saja. Untuk dapat membantu mencapai tujuan Pemerintah
dalam mengupayakan kehidupan usia lanjut yang sehat, bahagia dan
mandiri selama mungkin, diperlukan peranan yang lebih besar dari
petugas kesehatan. Selain upaya kuratif dan rehabilitatif, upaya
promosi dan prevensi saat ini juga merupakan bagian dari pekerjaan
petugas kesehatan, khususnya ditujukan pada individu yang berada
pada usia pertengahan (middle adult) agar mereka kelak mampu
menjalani masa usia lanjut dengan sehat, bahagia dan mandiri selama
mungkin.
b. Pengaruh Sosial Budaya
Sikap budaya terhadap warga usia lanjut mempunyai implikasi yang
dalam terhadap kesejahteraan fisik maupun mental mereka. Pada
masyarakat tradisional warga usia lanjut ditempatkan pada kedudukan
yang terhormat, sebagai Pinisepuh atau Ketua Adat dengan tugas
sosial tertentu sesuai adat istiadatnya, sehingga warga usia lanjut
dalam masyarakat ini masih terus memperlihatkan perhatian dan
partisipasinya dalam masalah-masalah kemasyarakatan. Hal ini secara
tidak langsung berpengurah kondusif bagi pemeliharaan kesehatan
fisik maupun mental mereka. Sebaliknya struktur kehidupan
masyarakat modern sulit memberikan peran fungsional pada warga usia
lanjut,
-
posisi mereka bergeser kepada sekedar peran formal, kehilangan
pengakuan akan kapasitas dan kemandiriannya. Keadaan ini
menyebabkan warga usia lanjut dalam masyarakat.modern menjadi lebih
rentan terhadap tema-tema kehilangan dalam perjalanan hidupnya. Era
globalisasi membawa konsekuensi pergeseran budaya yang cepat dan
terus-menerus, membuat nilai-nilai tradisional sulit beradaptasi.
Warga usia lanjut yang hidup pada masa sekarang, seolah-olah
dituntut untuk mampu hidup dalam dua dunia yakni : kebudayaan masa
lalu yang telah membentuk sebagian aspek dari kepribadian dan
kekinian yang menuntut adaptasi perilaku. Keadaan ini merupakan
ancaman bagi integritas egonya, dan potensial mencetuskan berbagai
masalah kejiwaan.
2. Ruang Lingkup Permasalahan
a. Kesehatan.
Pada umumnya disepakati bahwa kebugaran dan kesehatan mulai
menurun pada usia setengah baya. Penyakit-penyakit degeneratif
mulai menampakkan diri pada usia ini. Namun demikian kenyataan
menunjukkan bahwa kebugaran dan kesehatan pada usia lanjut sangat
bervariasi. Statistik menunjukkan bahwa usia lanjut yang
sakit-sakitan hanyalah sekitar 15-25%, makin tua tentu presentase
ini semakin besar. Demikian pula usia lanjut yang tidak lagi dapat
melakukan "aktivitas sehari-hari" (Activities of Daily Living)
hanya 5-15%, tergantung dari umur. Di samping faktor keturunan dan
lingkungan, nampaknya perilaku (hidup sehat) mempunyai peran yang
cukup besar. Perilaku hidup sehat harus dilakukan sebelum usia
lanjut (bahkan jauh-jauh sebelumnya). Perilaku hidup sehat,
terutama adalah perilaku individu, dilandasi oleh kesadaran,
keimanan dan pengetahuan. Menjadi tua secara sehat (normal ageing,
healthy ageing) bukanlah satu kemustahilan, tapi sesuatu yang bisa
diusahakan dan diperjuangkan. Seyogyanya dianut paradigma, mencegah
dan mengendalikan faktor-faktor risiko sebaik mungkin, kemudian
menunda kesakitan dan cacat selama mungkin.
b. Sosial.
Secara sosial seseorang yang memasuki usia lanjut juga akan
mengalami perubahan-perubahan. Perubahan ini akan lebih terasa bagi
seseorang yang menduduki jabatan atau pekerjaan formal. la akan
merasa kehilangan semua perlakuan yang selama ini didapatkannya
seperti dihormati, diperhatikan dan diperlukan. Bagi orang-orang
yang tidak mempunyai waktu atau tidak merasa perlu untuk bergaul di
luar lingkungan pekerjaannya, perasaan kehilangan ini akan
berdampak pada semangatnya, suasana hatinya dan kesehatannya. Di
dalam keluarga, peranannya-pun mulai bergeser. Anak-anak sudah
"jadi orang", mungkin sudah punya rumah sendiri, tempat tinggalnya
mungkin jauh. Rumah jadi sepi, orangtua seperti tidak punya peran
apa-apa lagi.
c. Ekonomi.
Memasuki usia lanjut mungkin sekali akan berdampak kepada
penghasilan. Bagi mereka yang menduduki jabatan formal, pegawai
negeri atau ABRI, pensiun menyebabkan penghasilan berkurang dan
hilangnya fasilitas dan kemudahan-kemudahan. Bagi para profesional,
pensiun umumnya tidak terlalu menjadi masalah karena masih tetap
dapat berkarya setelah pensiun. Namun bagi "non profesional"
pensiun dapat menimbulkan goncangan ekonomi. Oleh karena itu,
pensiun seyogyanya dihadapi dengan persiapan-persiapan untuk alih
profesi dengan latihan-latihan keterampilan dan menambah ilmu, baik
dengan pengembangan hobi maupun pendidikan formal. Bagi mereka yang
mencari nafkah melalui sektor nonformal, seperti petani, pedagang
dan sebagainya, memasuki usia lanjut umumnya tidak akan banyak
berdampak pada penghasilannya, sejauh kebugarannya tidak terlalu
cepat mengalami kemunduran dan kesehatannya tidak terganggu.
Terganggunya kesehatan berdampak seperti pisau bermata dua. Pada
sisi yang satu menjadi kendala:Untuk mencari nafkah, pada sisi lain
menambah beban pengeluaran. Oleh karena itu, jaminan hari tua,
asuransi kesehatan, tabungan, dan sebagainya akan sangat membantu
pada kondisi ini.
d. Psikologi.
-
Masalah-masalah kesehatan, sosial dan ekonomi, sendiri-sendiri
atau bersama-sama secara kumulatif dapat berdampak negatif secara
psikologis. Hal-hal tersebut dapat menjadi stresor, yang kalau
tidak dicerna dengan baik akan menimbulkan masalah atau menimbulkan
stres dalam berbagai manifestasinya. Sikap mental seseorang sendiri
dapat menimbulkan masalah. Usia kronologis memang tidak dapat
dicegah, namun penuaan secara biologis dapat diperlambat. Rambut
yang memutih, kulit yang mulai keriput, langkah yang tidak lincah
lagi dan sebagainya, harus diterima dengan ikhlas. Namun janganlah
penuaan secara psikologis terjadi lebih cepat daripada usia
kronologis. Untuk itu diperlukan sikap mental yang positif terhadap
proses penuaan. Menua tidak harus sakit-sakitan, juga tidak harus
loyo dan jompo. Kehidupan spiritual mempunyai peran yang sangat
penting. Seseorang yang mensyukuri nikmat umurnya, tentu akan
memelihara umurnya dan mengisinya dengan hal-hal yang bermanfaat,
seperti kata sebuah hadis : "sebaik-baik manusia adalah yang
umurnya panjang dan baik amal perbuatannya". Kalau mensyukuri
nikmat sehat, maka akan memelihara kesehatan kita sebaik-baiknya.
Kalau silaturachmi itu memperpanjang umur, kita sebaiknya
memelihara kehidupan sosial selama mungkin.
3. Maksud dan tujuan
a. Umum
Terselenggaranya pelayanan kesehatan usia lanjut yang holistik
dengan pendekatan bio-psiko-sosial budaya.
b. Khusus Petugas kesehatan mampu untuk mendeteksi sedini
mungkin gangguan kesehatan jiwa pada usia
lanjut. Petugas kesehatan mampu untuk melaksanakan pelayanan
kesehatan jiwa bagi usia lanjut dengan
mengikutsertakan keluarga dan masyarakat.
-
BAB II
BATASAN DAN PEMAHAMAN
1. Pendekatan Holistik
Pendekatan holistik, adalah pendekatan "secara utuh"
bio-psiko-sosial ekonomi dan spiritual, terhadap kehidupan, dengan
mengingat bahwa pada hakikatnya a. Manusia adalah hamba Allah b.
Manusia adalah makhluk sosial dan bagian dari alam semesta c.
Manusia adalah "Kesatuan yang utuh" (an integrated whole)
jasmanirohani. Dengan cara pendekatan ini, maka gangguan pada salah
satu aspek kehidupan, misalnya gangguan kesehatan jiwa, dapat dan
bahkan harus dicari sebabnya pada kemungkinan adanya "disharmoni"
salah satu atau lebih dari sisi kehidupan manusia tersebut.
2. Usia Lanjut
Di Indonesia batasan usia lanjut yang tercantum dalam
Undang-undang No.12/1998 tentang Kesejahteraan Usia Lanjut adalah
sebagai berikut : Usia lanjut adalah seorang yang telah mencapai
usia 60 tahun ke atas (Depsos,1999); batasan ini sama dengan yang
dikemukakan oleh Burnside dkk. Menurut WHO - Elderly (64 - 74 thn)
-Old (75 - 90 thn) - Very Old (> 90 thn)
3. Usia Lanjut Sehat
Usia lanjut sehat adalah usia lanjut yang dapat mempertahankan
kondisi fisik dan mental yang optimal serta tetap melakukan
aktivitas sosial dan produktif. Ciri usia lanjut sehat : Memiliki
tingkat kepuasan hidup yang relatif tinggi karena merasa hidupnya
bermakna, mampu
menerima kegagalan yang dialaminya sebagai bagian dari hidupnya
yang tidak perlu disesali dan justru mengandung hikmah yang berguna
bagi hidupnya.
Memiliki integritas pribadi yang baik, berupa konsep diri yang
tepat dan terdorong untuk terus memanfaatkan potensi yang
dimilikinya.
Mampu mempertahankan sistem dukungan sosial yang berarti, berada
di antara orang-orang yang memiliki kedekatan emosi dengannya, yang
memberi perhatian dan kasih sayang yang membuat dirinya masih
diperlukan dan dicintai.
Memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik, didukung oleh
kemampuan melakukan kebiasaan dan gaya hidup yang sehat.
Memiliki keamanan finansial, yang memungkinkan hidup mandiri,
tidak menjadi beban orang lain, minimal untuk memenuhi kebutuhan
seharihari.
Pengendalian pribadi atas kehidupan sendiri, sehingga dapat
menentukan nasibnya sendiri, tidak tergantung pada orang lain. Hal
ini dapat menjaga kestabilan harga dirinya.
4. Proses Penuaan
Proses penuaan pada seseorang sebenarnya sudah mulai terjadi
sejak pembuahan/konsepsi dan berlangsung sampai-pada saat kematian.
Dalam perjalanannya proses tersebut akan dipengaruhi oleh
variabel-variabel : Kultural dan etnik Polesan genetik dan
keturunan Kondisi fisiologis pada waktu konsepsi dan kelahiran
Pertumbuhan dan maturasi Lingkungan, sistem famili dan hubungara
kemaknaan lainnya. Proses penuaan mengakibatkan terganggunya
berbagai organ di dalam tubuh seperti sistem gastro-intestinal,
sistem genito-urinaria, sistem endokrin, sistem immunologis, sistem
serebrovaskular dan sistem saraf pusat, dsb.
Perubahan yang terjadi pada otak mulai dari tingkat molekuler,
sampai pada struktur dan fungsi organ otak. Akibat dari perubahan
tersebut maka antara lain akan terjadi penurunan peredaran darah ke
otak pada
-
daerah tertentu dan gangguan metabolisme, neurotransmiter,
pembesaran ventrikel sampai akhimy a terjadi atrofi dari otak dan
berat otak mengalami pengurangan kurang lebih 7% dari berat
sebelumnya. Akibat di atas, maka fenomena yang muncul adalah
perubahan struktural dan fisiologis, seperti sulit tidur, gangguan
perilaku, gangguan seksual dan gangguan kognitif.
5. Kesejahteraan Usia Lanjut
Menurut pasal 1 UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Usia
Lajut bahwa yang dimaksud dengan kesejahteraan adalah suatu tata
kehidupan dan penghidupan sosial baik material maupun spiritual
yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketenteraman
lahir dan batin yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk
mengadakan pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial yang
sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan
menjunjung tinggi hak dan kewajiban asasi manusia sesuai dengan
Pancasila. Kesejahteraan ini hanya dapat tercapai jika ada jaminan
sosial terutama dalam bentuk pensiun, asuransi pensiun dan asuransi
kesehatan dari pemerintah ataupun swasta, jaminan dari anak-anaknya
atau keluarganya atau yang bersangkutan sendiri. Usia Lanjut
Potensial adalah usia lanjut yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan atau jasa.
6. Budaya
Konsep budaya menurut Linton adalah : suatu tatanan pola
perilaku yang dipelajari, diciptakan, serta ditularkan di antara
suatu anggota masyarakat tertentu. Batasan budaya menurut
Koentjaraningrat adalah : keseluruhan sistemgagasan, tindakan dan
basil karya manusia, dalam rangka kehidupan bermasyarakat, yang
dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Karakteristik budaya
menurut TO. Ihromi adalah : a. Budaya diciptakan dan ditransmisikan
lewat proses belajar b. Budaya dimiliki bersama oleh sekelompok
manusia dan merupakan pola kelakuan umum c. Budaya merupakan mental
blue print d. Penilaian terhadap budaya bersifat relatif e. Budaya
bersifat dinamis, adaptif dan integratif. Pemahaman akan konsep
budaya, membawa kita pada kesimpulan bahwa gagasan, perasaan dan
perilaku manusia dalam kehidupan sosialnya sangat dipengaruhi oleh
budaya yang berlaku di masyarakat. Demikian pula pergeseran ataupun
perubahan pada tatanan budaya dalam suatu masyarakat akan diiringi
dengan perubahan perilaku dari individu yang hidup di dalamnya.
Budaya tercipta sebagai upaya manusia untuk beradaptasi terhadap
masalahmasalah yang timbul dari lingkungan hidupnya. Selanjutnya
budaya mempengaruhi pembentukan dan perkembangan kepribadian
manusia dalam kelompoknya. Interaksi keduanya membentuk suatu pola
spesifik perilaku, proses pikir, emosi dan persepsi individu atau
kelompok dalam bereaksi terhadap tekanan-tekanan kehidupan. Dengan
demikian dapat dimengerti peranan budaya dalam masalah kesehatan
jiwa.
7. Gangguan Psikologis dan Masalah Perilaku pada Usia Lanjut
Tahap memasuki usia tua ini akan dialami oleh semua orang (tak
bisa dihindarkan), tetapi kondisi fisik dan psikologis usia lanjut
sangat berbeda dari satu usia lanjut dengan usia lanjut lainnya.
Kekuatan tubuh yang mulai berkurang daya penyesuaian diri, reaksi
terhadap lingkungan, daya inisiatif dan daya kreatif ini pada usia
lanjut dapat menimbulkan masalah psikologis. Kondisi menjadi tua
bukan terjadi dalam waktu semalam, tetapi telah mengikuti rentang
kehidupan yang cukup lama dan dalam memandang pembentukan
kepribadian seseorang pandangan holistik dapat membantu kita lebih
memahami perilaku seseorang. Pandangan holistik ini ialah bahwa
pribadi seseorang, yaitu faktor biologis, psikologis, sosial
budaya, dan agama; keempat faktor inilah yang memberikan warna
tertentu pada seseorang sejak dalarn kandungan sampai usia lanjut.
Dengan kata lain apa yang terjadi dan akan dialami oleh usia lanjut
tidak dapat dilepaskan dari pembentukan pengalaman masa lalu di
mana dia akan memperlihatkan wxrna kepribadian tertentu yang akan
menentukan seberapa berhasil dan tidak berhasil dalam memasuki dan
menjalani usia lanjut. Misalnya seseorang yang sebelumnya sudah
-
memperlihatkan kemampuan penyesuaian diri yang baik, tentunya
diharapkan dapat menjalani usia lanjut dengan lebih baik,
dibandingkan dengan mereka yang sebelumnya mengalami kesulitan
dalam penyesuaian diri. Persepsi psikologis usia lanjut terhadap
dirinya. Seperti yang telah diulas di muka, persepsi seseorang
tentang citra dirinya akan sangat dipengaruhi oleh bagaimana dia
membentuk kepribadiannya. Seseorang dengan kepribadian yang stabil,
hangat, positif dalam menentukan jalan pikirannya, biasanya akan
lebih baik dan mudah dalam menghadapi usia lanjutnya. Walaupun
demikian memang tidak dapat dipungkiri bahwa sikap dari masyarakat
terhadap sosial budaya ikut andil dalam menentukan persepsi citra
diri usia lanjut ini. Secara budaya ada pandangan bahwa usia lanjut
sudah tidak dapat didayagunakan, sudah ada keterbatasan gerak dan
pengambilan keputusan. Budaya sering kali mendudukkan mereka pada
peran yang dituakan, di sini mengandung dua pengertian, yaitu
dituakan untuk tempat mencari nasihat hidup bagi generasi yang
lebih muda, atau dituakan dalam arti tidak lagi diajak berdiskusi,
berkomunikasi. Untuk selanjutnya terjadi lingkaran setan antara
sikap lingkungan dan perilaku yang diperlihatkan oleh usia lanjut
dengan memasuki dan menjalani usia lanjut, seseorang akan dituntut
untuk mengadakan penyesuaian diri. Beberapa kendala yang bisa
muncul : 1. Sikap dan pandangan masyarakat terhadap usia lanjut
dapat memicu munculnya perilaku/sikap tidak
berdaya tidak berguna, tidak bisa membantu apapun. 2. Keadaan
yang sulit berkomunikasi disebabkan kurangnya daya pendengaran,
kurangnya kemampuan
mengingat, kesulitan menangkap isi pembicaraan orang lain
menyebabkan usia lanjut akan memperlihatkan perilaka menjauh dan
menjaga jarak dengan orang sekitarnya.
8. Pola Tidur
Pola tidur adalah model, bentuk atau corak tidur dalam jagka
waktu yang relatif menetap dan meliputi a. Jadwal jatuh (masuk)
tidur dan bangun b. Irama tidur c. Frekuensi tidur dalam sehari d.
Mempertahankan kondisi tidur e. Kepuasan tidur.
Tidur adalah kondisi organisme yang sedang istirahat secara
reguler, berulang dan reversibel dalam keadaan mana ambang rangsang
terhadap rangsangan dari luar lebih tinggi jika dibandingkan dengan
pada keadaan jaga.
9. Daya Ingat (Memori)
Memori dan proses belajar. Memori atau daya ingat dan proses
belajar merupakan satu kesatuan. Belajar merupakan proses untuk
memperoleh informasi atau pengetahuan baru, sedangkan memori adalah
proses penyimpanan informasi tersebut serta dapat mengingatnya
kembali bila dibutuhkan. Proses ingat-mengingat memori terdiri atas
: a. Encoding, di mana suatu informasi dari dunia luar akan ditera
dan didistribusikan ke beberapa unit
penyimpanan di otak sebelum unit tersebut dapat mempelajari
materinya. b. Konsolidasi merupakan Retrieval adalah mengingat
kembali penyimpanan informasi tersebut yang
lebih permanen.bahan informasi yang telah disimpan. c. Retrieval
adalah mengingat kembali bahan informasi yang telah disimpan.
Memori terdiri atas :
a. Daya ingat sesaat (Immediate Memory) yaitu informasi yang
hanya disimpan selama beberapa detik
saja; contoh, memutar nomor telpon sambil melihat nomor tersebut
di buku telpon, di mana kita langsung lupa nomor tersebut setelah
memutarnya.
b. Daya ingat jangka pendek (Short-term Memory) yaitu informasi
dapat diingat setelah beberapa menit memperhatikan dan menghafalnya
contoh, memutar nomor telpon sambil menghafalnya. Dapat bertahan
dalam beberapa menit ---jam.
c. Daya ingat jangka panjang (Long - term Memory) yaitu
informasi masa lampau masih dapat diingat. Ini merupakan bank
memori tentang apa yang kita ketahui dari pendidikan dan
pengalaman, sebagian besar akan hilang setelah beberapa lama.
-
BAB III
UPAYA PELAYANAN KESEHATAN JIWA USIA LANJUT
1. Promosi
Untuk mencapai usia lanjut sehat, tua berguna, bahagia dan
sejahtera ialah dengan mengaktifkan fisik, mental dan sosial
ditujukan pada usia 45-59 tahun. Peran petugas kesehatan sebagai
penyuluh bagi individu yang berada pada usia pertengahan (middle
adult) antara lain dengan melakukan hal-hal sebagai berikut :
Mendapatkan data-data yang berkaitan dengan keadaan saal itu,
minimal diketahui berat dan
tinggi badan, denyut nadi, tekanan darah, keluhan fisik dan
penyakit yang diderita. Mendapatkan data mengenai pola dan cara
hidup mereka, Mendapatkan data-data kondisi
psikologis, yang mungkin tertampil dalam keluhan fisik yang
diungkapkan. Berdasarkan data-data tersebut petugas kesehatan
memberikan informasi dan penyuluhan pada keluarga dan masyarakat
tentang hal-hal yang perlu diketahui tentang usia lanjut. Bila ada
masalah fisik dan psikologis yang memerlukan penanganan lebih
lanjut, petugas kesehatan perlu memberikan rujukan pada ahli sesuai
dengan kondisi dan keperluan usia lanjut. Mensosialisasikan tentang
persiapan sebelum memasuki usia lanjut sebagai berikut : a. Menjadi
tua diterima dengan ikhlas dan realistis. b. Menjadi tua dihadapi
dengan sikap mental yang positif dan optimistik. c. Berperilaku
hidup sehat, mencegah penyakit dan tetap memelihara kebugaran. d.
Membangun, membina, dan memelihaia hubungan sosial. e. Meningkatkan
terus ilmu dan keterampilan sebagai bekal menjalani hidup yang
bermanfaat sosial
ataupun ekonomi. f. Apa yang telah terjadi diterima sebagai
takdir. g. Tetap aktif, jasmani dan rohani, sebab kehidupan yang
"pasif' akan mempercepat proses penuaan. h. Berusaha menjadi subyek
selama mungkin dalam kehidupan. i. Meningkatkan kehidupan spiritual
dengan mendekatkan diri kepada yang Maha Kuasa.
Untuk membantu mengatasi, mengurangi perasaan yang negatif, maka
petugas kesehatan sebaiknya berperilaku sebagai berikut : Bersikap
ramah, lembut dan sabar mengahadapi usai lanjut. Mau mendenganr
keluhan. Mau membantu dan melayani keperluannya. Mau meberikan
informasi yang membuatnya merasa tenang. Mau memberikan dorongan,
bujukan, petunjuk dan saran yang membesarkan hatinya. Mau memahami
dan dapat menghayati perasaannya serta bersikap menerima apa
adanya.
2. Prevensi
a. Meningkatkan Pengertian dan Perhatian Petugas Kesehatan
Diharapkan agar petugas kesehatan dalam melaksanakan kegiatan
pelayanannya pada usia lanjut tidak hanya memperhatikan
keluhan-keluhan yang dikemukakan oleh meraka tapi juga
mempertimbangkan adanya faktor-faktor- lain yang mendasari keluhan
tersebut seperti masalah psikologis, sosial, budaya atau
kemungkinan adanya masalah mental emosional. Tersedianya loket
khusus dan sarana lainnya di fasilitas pelayanan kesehatan bagi
usia lanjut merupakan hal yang perlu diperhatikan terutama bagi
usia lanjut dengan alat bantu seperti kursi roda. Penanganan secara
holisitik dengan sikap yang ramah, sopan dan hormat merupakan
pelayanan yang diidamkan oleh usia lanjut.
b. Mensosialisasikan Usia Lanjut Sejahtera
Yang dimaksud dengan sejahtera adalah terpenuhinya kebutuhan
lahir dan batin. Kebutuhan batin disebut juga "basic needs"
bersifat immaterial dan universal, kebutuhan lahir disebut juga
"instrumental need" bersifat material dan sangat dipengaruhi oleh
faktor-faktor sosial, budaya, ekonomi dan
-
sebagainya. Menurut Abraham H. Maslow kebutuhan manusia, dari
jenjang yang paling rendah hingga jenjang yang paling tinggi adalah
kebutuhan fisiologis, keamanan, sosial penghargaan dan aktualisasi
diri. Kesejahteraan usia lanjut, pada dasamya menjadi "concern"
para pralanjut usia atau usia lanjut sendiri,
keluarga/masyarakat,organis asiorganisasi masyarakat dan
pemerintah. Oleh karena masalahnya menyangkut banyak pihak, perlu
ada landasan berpijak yang disepakati bersama.
c. Paradigma Usia Lanjut Sejahtera terdiri dari lima butir
sebagai berikut
1. Positif
Menanamkan pengertian dan membangkitkan kesadaran bahwa a.
Menjadi tua tidak perlu diikuti oleh sakit-sakitan, tapi dapat
terjadi secara normal. b. Tua tidak identik dengan "pensiunan" puma
segalanya dan tidak berguna, tetapi tetap dapat
menjadi anggota masyarakat yang dapat memberikan sumbangan
kepada kehidupan dan pembangunan.
2. Proaktif
Menjemput persoalan dan mengambil langkah antisipasi supaya
masalah yang tidak dikehendaki tidak menjadi kenyataan : a.
Berperilaku sehat, meningkatkan kebugaran, mencegah penyakit dan
kecacatan. b. Kebiasaan menabung untuk hari tua. c. Sistem
pensiunan dan jaminan hari tua. d. Meningkatkan ilmu dan
keterampilan. e. Menjalin dan membina jaripgan sosial. f.
Meningkatkan kehidupan spiritual dan mendekatkan diri kepada Yang
Maha Pencipta.
3. Non Diskriminasi
Tidak mengucilkan atau mengotakkan usia lanjut hanya karena
usianya, tetapi tetap menganggap sebagai bagian integral dari satu
masyarakat yang hak dan kewajibannya dinilai atas dasar kemampuan
dan kondisi serta keterbatasannya.
4. Akomodatif/Kondusif
Tetap memberikan peluang dan kesempatan untuk bekerja mencari
nafkah atau melakukan kegiatan-kegiatan secara sukarela, serta
berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan masyarakat, sesuai keinginan
dan kemampuannya. Memberikan peluang, dorongan dan kesempatan untuk
menambah ilmu serta keterampilan untuk meningkatkan perannya, baik
secara ekonomi maupun sosial. Memberi suasana dan semangat untuk
menjalani hidup yang bermanfaat.
5. Supportif
Memberikan dukungan, bantuan maupun pelayanan untuk meningkatkan
kesejahteraannya, serta memberikan santunan maupun perawatan bagi
mereka yang sakit dan tidak berdaya.
d. Mencapai Usia Lanjut Sehat, Tua Berguna, Bahagia dan
Sejahtera Merupakan kendala yang cukup besar karena usia lanjut
mempunyai ciri khas tersendiri dan akibat
proses penuaan usia lanjut sulit untuk menerima
perubahan-perubahan yang cepat. DI lain pihak pelayanan kesehatan,
masalah gizi dan kesehatan lingkungan berjalan lebih baik, yang
memungkinkan usia penduduk cenderung meningkat dari waktu ke waktu.
Untuk itu perlu diterapkan suatu program terpadu yang dilaksanakan
sedini mungkin untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang
dapat menimbulkan permasalahan pada usia lanjut agar dapat mencapai
usia lajut yang sehat, tua berguna, bahagia dan sejahtera.
-
3. Penanganan Masalah Usia Lanjut
a. Gangguan Psikologis pada Usia Lanjut
1. Gangguan penyesuaian diri terhadap perubahan peran usia
lanjut. Bila mereka kurang dapat menerima kondisi perubahan peran
ini maka mereka akan banyak mengalami gangguan dalam perilaku dan
komunikasi dengan lingkungannya. Misalnya tuntutan penyesuaian diri
dengan status pensiun.
2. Perubahan minat pada usia lanjut.
Dengan memperhatikan kondisi fisik dan psikologis usia lanjut,
seyogyanya mereka mulai menyusun strategi untuk mengadakan
perubahan minat dan keinginannya. Keputusan untuk mengubah minat
ini sebaiknya datang dari keputusannya sendiri, bukan karena
tekanan dari lingkungannya sehingga merasa terpaksa mengubah
minatnya.
Beberapa masalah minat pada usia lanjut. - Minatnya terhadap
diri sendiri, semakin seseorang menjalani usia lanjut, semakin
menonjol
minatnya terhadap diri sendiri. Kemungkinan dia akan terfokus
pada egonya (ego centris) atau terlalu mementingkan diri sendiri
(self centered), sehingga mereka menjadi kurang ada perhatian
terhadap orang lain. Misalnya mereka banyak mengeluhkan kondisi
fisiknya, membesar-besarkan penyakit ringan yang dideritanya.
Mereka juga mungkin banyak mengumbar dan menceritakan berulangulang
mengenai masa lalu mereka yang dianggap hebat.
- Minat terhadap penampilan, menyadari kondisi sudah usia lanjut
banyak di antara mereka berhenti untuk memberikan perawatan khusus
pada penampilan dan kecantikan dirinya. Mereka tidak merasa perlu
bersisir, berdandan, atau meributkan soal pakaian. Gambaran di atas
akan sangat dipengaruhi oleh karakter usia lanjut tersebut, bila
sebelumnya dia tergolong orang aktif dengan kegiatan sosial yang
positif, maka di usia lanjutnya dia tetap mengupayakan penampilan
yang menarik. Penyebab lain adalah status ekonomi dan tempat di
mana mereka tinggal.
- Minat terhadap uang, semakin lanjut usia seseorang, nampaknya
semakin kurang minat untuk memperhatikan soal uang dan
nilainya.
- Minat untuk mengikuti rekreasi. - Minat untak mengadakan
sosialisasi, banyak di antara mereka berpendapat bahwa kegiatan
sosial
akan banyak berkurang karena mereka sudah tua, dan hal ini
membuat mereka menderita. Situasi seperti ini sering kali disebut
dengan social disengagement atau keterpisahan dengan masyarakat. Di
samping yang bersangkutan memang berkurang minat pribadinya, pihak
keluarga juga sering kali memperkuat hal ini.
- Minat keagamaan, dalam hal ini beberapa penelitian menunjukkan
bahwa orang usia lanjut temyata tidak harus selalu semakin kuat
kehidupan keagamaannya. Disimpulkan bahwa kehidupan beragama ini
akan sangat ditentukan oleh bagaimana individu tersebut menjalankan
kehidupan beragama di masa sebelumnya. Misalnya, pada usia
sebelumnya dia tergolong jamaah yang rajin dan setia mendatangi
tempat ibadah, maka pola ini akan terbawa sampai dia usia lanjut,
bahkan mungkin dia akan semakin merasa dekat dengan Tuhan karena
semakin dekat juga dia akan dipanggil pulang.
- Minat untuk mati, beberapa pertanyaan sering kali banyak
menghinggapi pikiran para lanjut usia ini antara lain, kapan saya
akan mati ?, apa yang menyebabkan kematian saya nanti ?, apa yang
bisa saya lakukan terhadap kematian seperti yang saya inginkan ?,
atau apakah saya dibenarkan untuk bunuh diri ?, bagaimana saya
dapat mati dengan cara yang baik?.
- Minat untuk makan sering kali sangat berkurang. Hal ini banyak
disebabkan karena masalah gigi, gusi dan sistem pencemaan. Sehingga
ini juga menyebabkan terjadinya ketegangan dengan mereka yang
mengurus/menyediakan makanan tersebut.
Beberapa Tanda Bahaya Yang Sebaiknya Diantisipasi 1. Bahaya
fisik yang umum terjadi pads usia lanjut
Penyakit degeneratif/penyakit kronis. Adanya hambatan fisik
(penglihatan, pendengaran, otot, tulang dll.). Gangguan pada
gigi/gusinya. Berkurangnya pemasukan gizi, karena minat makan yang
berkurang, dalam hal ini dirinya ada rasa
takut dan juga murung, ingin makan bersama orang lain.
Menurunnya kemampuan dan gairah seksual.
-
Mereka tergolong rentan/rawan terhadap kecelakaan.
2. Masalah psikologis jugs dapat melanda mereka, antara lain
Menerima pendapat klise tentang pandangan orang usia lanjut. Dengan
menerima pendapat seperti
ini, maka kondisi mereka akan semakin memburuk karena ada
persepsi bahwa dirinya sudah tidak mampu berbuat apapun, dan
membuat mereka cenderung mengisolasi diri. Berikutnya ada perasaan
tidak enak dan rendah diri karena terjadi perubahan pada fisik
(termasuk di sini masalah gigi palsu, atau gigi ompong) sehingga
komunikasi menjadi terganggu.
Ketidaksiapan untuk mengadakan perubahan pola kehidupannya,
contoh : misalnya mereka harus memutuskan mendiami rumah yang tidak
terlalu besar lagi, karena anakanak sudah menikah semua dan
mempunyai keluarga sendiri.
Dapat pula muncul pemikiran pada orang usia lanjut bahwa proses
mental mereka sudah mulai dan sedang menurun. Misalnya mereka
mengeluh sangat pelupa, kesulitan dalam menerima hal baru. Dan
mereka juga merasa tidak tahan dengan tekanan, perasaan seperti ini
membentuk mental mereka seolah tertidur, dengan keyakinan bahwa
dirinya sudah terlalu tua untuk mengerjakan hal tertentu, mereka
menarik diri dari semua bentuk kegiatan.
Masalah psikologis lain yang dapat menjadi gangguan adalah
perasaan bersalah karena menganggur. Sering kali hal ini akan
tergantung dari sistem nilai yang ada dalam dirinya, seberapa jauh
orang usia lanjut ini sangat mementingkan materi, dan seberapa jauh
dia menilai pentingnya bekerja. Mereka merasa sangat membutuhkan
pekerjaan agar sangat dihargai oleh orang lain, ingin memperoleh
perhatian. Berkaitan dengan hal ini, mereka juga menyadari bahwa
pendapatan mereka menurun.
Gangguan psikologis yang dipandang paling berbahaya adalah sikap
mereka yang ingin tidak terlibat secara sosial. Sikap ini akan
membuat mereka mudah curiga terhadap orang lain, atau menuntut
perhatian berlebihan, atau mengasingkan diri dengan munculnya rasa
tidak berguna dan rasa murung, rendah diri, bahkan juga mungkin
akan menjadi sangat apatis.
Penatalaksanaan. Untuk dapat menjadi tua tapi tetap sehat
sejahtera, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : a.
Pencegahan :
Hindari kelebihan berat badan Makanlah yang seimbang (kurangi
lemak jenuh & kalori berlebih) Hindari faktor risiko penyakit
degeneratif lainnya (rokok, alkohol, kegemukan, gaya hidup)
Usahakan ada kegiatan dan hobi yang bermanfaat Gerak badan teratur
Hindari suasana yang mempunyai risiko untuk menjadi stress
psikososial Kontrol kesehatan secara teratur Tingkatkan iman dan
taqwa.
b. Upayakan lingkungan yang aman, hangat, dan penuh kasih
sayang. c. Mengusahakan mereka tetap senang dan berbahagia. d.
Biarkan atau bantu mereka agar dapat mengurusi diri sendiri untuk
kehidupan sehari-hari (ADL). e. Mengupayakan untuk tetap ada kontak
sosial dengan masyarakat sekitar. f. Melakukan upaya agar mereka
tetap merasa dibutuhkan dan berguna untuk orang lain. g. Jangan
memaksakan ide-ide atau pola perilaku baru. b. Gangguan Tidur pada
Usia lanut
Klasifikasi oleh Association of Sleep Disorder Centers, 1999,
membagi gangguan tidur yang berat pada usia lanjut menjadi a.
Gangguan memulai dan mempertahankan tidur (Disorders of Initiating
and Maintaining Sleep = DIMS) b. Gangguan mengantuk berlebihan
(Disorders of Exessive Somnolence = DOES) c. Gangguan siklus tidur
- jaga (Disorders of Sleep - Wake Cycle) d. Perilaku tidur abnormal
(Abnormal Sleep Behaviour, parasomnias) Gangguan memulai dan
mempertahankan tidur atau insomnia berkaitan dengan problem klinik
sebagai berikut : 1. Apnea tidur, terutama apnea tidur "central".
2. Mioklonus yang berhubungan dengan tidur berjalan, gerakan
mendadak pada tungkai yang berulang,
stereotipik, unilateral atau bilateral, keluhan berupa "tungkai
gelisah" (restless leg), tungkai kaku waktu malam, neuropatia atau
milopatia dan defisiensi asam folat dan besi.
-
3. Berbagai konflik emosional dan stres merupakan penyebab
psikofisiologik dari insomnia. 4. Gangguan psikiatrik berat
terutama depresi sering kali menimbulkan bangun terlalu pagi dan
dapat
bermanifestasi sebagai insomnia dan hipersomnia. 5. Keluhan
penyakit-penyakit organik, misalnya nyeri karena artritis, penyakit
keganasan, nocturia, penyakit
hati atau ginjal dan sesak napas dapat mengakibatkan bangun
berulang pada tidur malam. 6. Sindrom otak organik yang kronik
sering kali menimbulkan insomnia. Penyakit Parkinson terganggu
tidurnya 2 - 3 jam. Pasien Alzheimer sering terbangun tengah
malam dan dapat menimbulkan eksitasi paradoksikal.
6. Zat seperti alkohol dan obat kortikosteroid, teofilin dan
betablockers dapat menginterupsi tidur. Pengobatan dengan
stimulansia dan gejala lepas zat hipnotika dan sedativa perlu
diperhatikan untuk gangguan tidur.
Gangguan mengantuk berlebihan ditandai dengan mengantuk
patologis yang diselingi dengan kegiatan selama jaga. Beratnya
mengantuk, onsetnya tidak sesuai dengan waktu dan gangguan pada
kegiatan merupakan penilaian klinik yang penting. Apnea obstruktif
dan mioklonus pada waktu malam dapat menimbulkan hipersomnolensia.
Efek obat, terutama efek sisa obat hipnotika merupakan penyebab
yang sering untuk hipersomnolensia. Obat-obat lain yang
mengakibatkan tidur berlebihan adalah antihistamin, obat
psikotropika, metildopa dan antidepresan jenis trisiklik. Demikian
pula kondisi-kondisi seperti post-infeksi, keletihan dan sindrom
otak kronik. Gangguan siklus tidur-jaga memendek dengan makin
bertambahnya usia. Bangun lebih pagi dan cepat mengantuk pada malam
hari merupakan hal yang wajar bagi usia lanjut. Pasien depresi
mengeluh tidurnya kurang pulas dan mudah sekali terbangun oleh
adanya perubahan suhu pada dini hari, sinar dan suara-suara hewan
di pagi hari. Tidur REM lebih cepat datangnya sehingga biasanya
mengalami mimpi-mimpi yang tidak menyenangkan. Berbeda dengan
pasien depresi, pasien dengan anxietas lebih lama masuk tidur, suka
bangun pagi dan mimpi-mimpi menakutkan. Untuk jelasnya dapat
dilihat pada Tabel I. Tabel I. Perbedaan Pola Tidur Pasien Depresi
dan Anxietas
No Pola tidur Anxietas Depresi I. Jumlah tidur Normal Berkurang
2. Kualitas tidur Dangkal-sedang Dangkal-sedang 3. Mimpi Menakutkan
Sendirian dan sepi 4. Masuk tidur Lebih dari 1 jam 15 - 60 menit 5.
Sering bangun malam Tidak Sering 6. Bangun pagi - Sukar Dini hari
7. Pagi hari Kurang segar Lesu 8. Latensi tidur Memanjang
Normal/memanjang 9. Tidur REM Memanjang Memendek 10. Regularitas
Iregular Iregular dan terputus-putus
Parasomnia merupakan perilaku tidur abnormal yang kadang-kadang
terjadi pada usia lanjut yaitu kebingungan pada malam hari
(nocturnal confusion), jalan sambil tidur, gangguan kejang,
dekompensasi penyakit kardiovaskular, mengompol dan refluks
gastro-esophagus. Etiologi dan penatalaksanaan Evaluasi klinik
terhadap pasien usia lanjut dengan keluhan tidur memerlukan
pemeriksaan yang komprehensif dan upaya terintegrasi dari semua tim
pelayanan kesehatan. Unsur-unsur dari riwayat yang lebih rinci
memerlukan data dari pasien, pasien lain, keluarga dan petugas
kesehatan. Untuk lebih jelasnya evaluasi tersebut terdapat pada
tabel II. Tabel II. Evaluasi Pasien Usia Lanjut dengan Keluhan
Tidur 1. Ciri riwayat tidur a. Ciri-ciri tidur 1) Waktu yang
diperlukan untuk masuk tidur 2) Waktu : tidur dan bangun 3) Jumlah
jam tidur 4) Jumlah dan lamanya bangun malam 5) Kualitas tidur 6)
Taraf kewaspadaan pada siang hari (hipersomnolensia) 7) Pola tidur
sekejap (nap)
-
8) Perubahan-perubahan yang baru terjadi pada pola tidur 9)
Riwayat, masalah dan pengalaman tidur masa lalu
10) Riwayat mengorok, napas periodik b. Singkirkan faktor-faktor
potensial ekstemal 1) Penggunaan obat, alkohol, kafein 2) Diet 3)
Taraf kegiatan, pola latihan 4) Adanya gejala disfungsi sistem
organ
5) Bukti adanya stres situasional c. Evaluasi dampak masalah 1)
Lamanya gangguan tidur
2) Derajat hendaya fungsional oleh gejala-gejala 2. Lakukan
pemeriksaan fisik lengkap 3. Observasi pasien selama tidur 4.
Peroleh pemeriksaan fisiologik obyektif 1) Polisomnograf
2) Penelitian monitor yang lain Terapi untuk gangguan tidur pada
usia lanjut sebaiknya secara konservatif dengan penekanan pada
meminimalkan apa yang akan dikerjakan terhadap pasien. Setiap
intervensi merupakan bahaya yang potensial dan pemeliharaan
terhadap kondisi fungsional pasien merupakan tujuan dari terapi.
Maninulasi lingkungan dan penyebab eksternal yang potensial
merupakan pendekatan yang terbaik. Berbagai tindakan non-spesifik
yang disebut higiene tidur dapat memperbaiki pola tidur seperti
pada Tabel III. Tabel III. Tindakan Non-Spesifik untuk Menginduksi
Tidur (Higiene Tidur) / Tabel dari Rugestein 1. Bangun pada waktu
yang sama setiap hari 2. Batasi waktu di tempat tidur setiap hari
pads jumlah yang sama sebelum terjadinya gangguan tidur 3. Hentikan
obat yang bekerja pada SSP (kafein, nikotin, alkohol, stimulan) 4.
Hindari tidur sekejap pada siang hari 5. Dapatkan hubungan fisik
dengan program olah raga 6. Hindari stimulasi malam hari, gantikan
televisi dengan radio dan bacaan santai. 7. Berendam dalam air
panas selama 20 menit untuk meningkatkan temperatur tubuh dekat
dengan waktu
tidur 8. Makan pada waktu yang teratur setiap hari, hindari
makan banyak sebelum tidur 9. Lakukan relaksasi rutin setiap malam,
seperti relaksasi otot progresif atau meditasi 10. Pertahankan
kondisi tidur yang menyenangkan. Konseling diperlukan untuk
mewujudkan latihan higiene tidur dan dapat mengurangi terapi dengan
obat. Terapi dengan obat dapat diberikan setelah ditentukan
diagnosis pasien usia lanjut. Untuk insomnia jangka pendek (short
term) dapat diberikan Triazolam (Halcion) 0,125 - 0,25 mg atau
jenis benzodiazenin lainnva yang bekerila cepat dan hilang cepat
dari tubuh. Sedangkan untuk insomnia jangka panjang (long term)
diberikan neuroleptika dengan dosis kecil seprti klorpromazin,
levomepromazim dan tioridazin. Pasien usia lanjut dengan insomnia
dan depresi diberikan antidepresan jenis tetrasiklik, SSRI, dan
MAOI, misalnya Maprotiline (Ludiomil) 10-25 mg, fluoxetine (Prozac)
20 mg pada pagi hari atau Moclobemide (Aurorix) 2 x 150 mg.
Penyerapan, pengolahan dan ekskresi obat pada usia lanjut mengalami
perlambatan. Oleh karena itu perlu diperhatikan agar obat yang
diberikan selalu dimulai dengan dosis efektif terkecil sehingga
tidak menimbulkan efek kumulatif yang berbahaya. Masalah Da a Ingot
(Memori_) Menurut isinya daya ingat terdiri atas 1. Episodic Memory
tentang peristiwa don fakta dalam hidup.
-
2. Semantic Memory tentang pelajaran di sekolah. Semantic memory
lebih diingat ketimbang episodik. 3. Procedural Memory tentang
bagaimana melakukan kegiatan seharihari (berjalan, bersepeda).
Pada
umumnya memory ini tidak mudah dilupakan. LUPA. Adalah keadaan
di mana informasi yang pernah dipelajari tidak dapat dikeluarkan
pada waktu dibutuhkan. Beberapa penyebab mudah lupa. 1. Fisiologis
: benign senescent forgetfulness 3. Patologis : merupakan gangguan
mental ringan yang masih normal pada usia lanjut. a. Keadaan
Reversibel - Drug induced (Single or Drug interactions): Obat-obat
analgesics (NSAID), sedatif (benzodiazepine),
antidepresan, alkohol, antihipertensi, antihistamin,
antikonvulsan, antibiotik, antiaritmik, antiparkinson,
muscle-relaxant, logam berat dan insektisida.
- Metabolik / Endo krin tuitarisme, penyakit Wilson,
hipotiroidi, defisiensi Vit. B1,,B2, B6, B12. - Neurologik : gegar
otak, tumor, hidrosefalus tekanan normal, hematoma subdural kronik,
sifilis, meningitis
kronik. depresi, gangguan Psikiatrik mood bipolar. b. Keadaan
Irreversibel / Progresif Neurologik : penyakit Alzheimer, penyakit
Lewy - body, demensia vaskular, demensia fronto-temporal, penyakit
Pick, penyakit Prion. Tahap penurunan fungsi kognitif pads usia
lanjut a. Age-associated memory impairment (AAMI) atau benign
senescent forgetfulness merupakan
gangguan mental ringan yang masih normal pada usia lanjut. Pada
mereka ditemukan perlambatan dalam belajar, sering membutuhkan cue
pada retrieval dan mengalami forget to remember menurut diagnostic
criteria of aging - associated cognitive decline (AACD) - Working
Party of the International Psychogeriatric Association in
collaboration with the WHO.
1. Adanya laporan yang dapat dipercaya bahwa fungsi kognit ifnya
mulai menurun. 2. Timbulnya kemunduran tersebut terjadi bertahap
minimal dalam enam bulan. 3. Dijumpai adanya gangguan pada salah
satu fungsi yaitu memori dan belajar, atensi dan konsentrasi,
problem
solving - abstraksi, bahasa (comprehension, mencari kata yang
tepat) dan visuospasial. 4. Pada asesmen (tes neuropsikologi dan
mini mental) memberikan hasil paling sedikit 1 SD (standar
deviasi)
di bawah normal. 5. Kriteria eksklusif; penyakit serebral,
sistemik, depresi, anxietas, delirium, postensefalitis,
postkontusio dan
pengaruh obat-zat. AAMI disebabkan oleh beberapa keadaan yaitu
1. Proses berpikir yang lamban 2. Kesulitan memusatkan perhatian
dan konsentrasi 3. Memerlukan waktu lebih lama untuk belajar
sesuatu yang baru 4. Kesulitan menghindari hal yang tidak perlu
(distraktor) 5. Memerlukan lebih banyak isyarat (cue) untuk
me-recall (mengingat) sesuatu 6. Kurang menggunakan strategi memori
yang tepat. Kriteria Mudah Lupa (Forgetfulness) 1. Mudah lupa nama
benda, nama orang dan sebagainya 2. Gangguan dalam mengingat kemb
ali (Retrieval) 3. Gangguan dalam mengambil kembali informasi yang
telah tersimpan dalam memori (Recall = Active
retrieval) 4. Memerlukan isyarat (cue) untuk retrieval 5. Lebih
sering menjabarkan fungsi atau bentuk ketimbang menyebut namanya.
Tahapan Penurunan Fungsi Memori 1. Memori deklaratif episodik,
yaitu mengingat kembali masalah yang berkaitan dengan waktu dan
tempat
(kapan dan di mana peristiwa itu terjadi).
-
2. Penurunan memori deklaratif semantik (masalah yang berkaitan
dengan pengetahuan dan pengalaman). 3. Penurunan memori prosedural
(keterampilan motorik yang pemah dipelajari). b. Mild Cognitive
Impairment (MCI)
Persoalan MCI ini baru diekspos tahun lalu di Archives of
Neurology edisi Maret 1999, di mana Ronald C. Pietersen sebagai
ketua kelompok peneliti Mayo Clinic menyatakan bahwa kelompok MCI
ini mempunyai risiko tinggi untuk menderita penyakit Alzheimer,
yaitu 10 - 15% per tahun atau sekitar 50% penderita MCI akan
berkembang menjadi Alzheimer dalam kurun waktu tiga tahun
dansekitar 80% dalam kurun waktu delapan tahun. Maka dengan
mengadakan skrining dan pengobatan terhadap MCI, jumlah penderita
Alzheimer dapat dikurangi.
Diagnosis MCI ditegakkan pada seseorang dengan kriteria sebagai
berikut I . Adanya gangguan memori-terutama memori jangka pendek
(abnormal untuk usia dan pendidikan). 2. Tidak dapat memanfaatkan
semantic cue dalam pembelajaran maupun recall. 3. Fungsi kognisi
umum normal. 4. Aktivitas sehari-hari normal. 5. Tidak ada gejala
demensia. c. Demensia, termasuk penyakit Alzheimer dan demensia
multi infark. Pada demensia ditemukan adanya
gangguan memori, kognisi, minimal pada tiga atau lebih komponen
fungsi intelektual (memori, kognisi, bahasa, visuospasial dan
emosi). Penyakit Alzheimer merupakan penyebab demesia yang paling
sering di Barat, yaitu 50 - 75%, sedangkan di Indonesia penyebab
utama demensia adalah kelainan vaskular (MID).
Diagnosis Gangguan Memori Untuk menegakkan diagnosis gangguan
memori yang fisiologik maupun yang patologik maka harus dilakukan
beberapa tahap yaitu 1. Anamnesis yang terinci proses timbulnya
gangguan memori termasuk obat yang diminum. 2. Pemeriksaan fisik
untuk menilai kelainan neurologik (termasuk fungsi luhur). 3.
Pemeriksaan lab : darah lengkap, LED, elektrolit, ureum/ kreatinin,
fungsi hati, TPHA-VDRL, kadar
obat-alkohol dalam darah, bormon tiroid, B12, HIV dan
pemeriksaan neuroradiologik : CT Scan, MRI dan Spect-Pet Scan.
4. Tes Skrining MMSE dan tes Neuropsikologi lengkap bila
diperlukan. Tes Skrining MMSE Salah satu cara yang mudah untuk
melakukan skrining terhadap kemunduran ini adalah dengan Mini
Mental State Examination (MMSE) yang merupakan suatu tes skrining
yang valid terhadap gangguan kognisi yang berkorelasi cukup baik
dengan tes standard Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS). MMSE
ini hanya membutuhkan 5 - 10 menit dan dapat dikerjakan oleh
dokter, perawat atau tenaga sukarelawan (volunteer). Tes ini
terdiri atas dua bagian Bagian pertama merupakan respons vokal yang
meliputi pemeriksaan orientasi, memori dan atensi dengan jumlah
skor 21 (dua puluh satu). Bagian kedua meliputi kemampuan untuk
menyebutkan nama, mengikuti perintah verbal dan tulisan, menuliskan
kalimat dan mengkopi gambar poligon serupa gambar Bender-Gestalt
dengan jumlah skor 9 (sembilan). Skor maksimal seluruhnya adalah 30
(tiga puluh), skor ini harus dikurangi 1 (satu) angka pada setiap
kenaikan satu dekade di atas umur 50 tahun dan setengah angka untuk
setiap pendidikan kurang dari tahun ke-13 (tamat SMU/SMA). Untuk
mencegah kemunduran fungsi otak dan meningkatkan kualitas memori
pada usia lanjut, dianjurkan mengikuti program sebagai berikut a.
Laksanakan program LUPA
L : Latihan (senantiasa berlatih) U : Ulang-mengulang P :
Perhatian atau konsentrasi pada apa yang ingin diingat A : Asosiasi
: membuat asosiasi antara materi yang baru dan yang lama
b. Melatih kebugaran otak : Brain gym, teka-teki silang, catur.
c. Melakukan kebiasaan baik secara teratur termasuk olah raga yang
teratur.
-
d. Makan dalam porsi kecil dan Bering dengan menu : banyak
sayur, buah, (antioksidan) dan ikan laut (cold and deep water
fish).
e. Kurangi makan daging, lemak, garam dan karbohidrat. f.
Minumlah obat seperlunya yang sesuai dengan nasihat dokter dan
jangan mencampur food suplement
dengan obat. g. Jangan merokok dan minum minuman keras. h.
Hindari stres dan banyak bersosialisasi. i. Bagi wanita dianjurkan
mengikuti program hormone replacement therapy (HRT). j. Melakukan
penyuluhan dan deteksi dini terhadap gejala stroke dan faktor
risikonya (penyakit jantung,
hipertensi, diabetes, hiperkholesterolemia dan sebagainya),
karena stroke merupakan penyebab utama demensia di Indonesia.
Kurasi dan Rehabilitasi Pengobatan dan rehabilitasi dilakukan
sesuai dengan diagnosis yang ditegakkan. Untuk melaksanakan hal ini
sebaiknya dibuat suatu kerjasama antara Departemen Kesehatan
(Puskesmas) - Rumah Sakit dan Perusahaan Farmasi agar dari
pemeriksaan, pengobatan sampai rehabilitasi dapat dilakukan semurah
mungkin mengingat keadaan sisi ekonomi kita yang masih rawan ini.
Tindak Lanjut a. Mengingat bahwa pekerjaan besar ini akan memakan
biaya yang cukup besar, sebaiknya dilakukan
kerjasama antara pemerintah dan pihak swasta. b. Di samping itu
sebaiknya juga digalang cukup banyak perkumpulan profesi yang
berkaitan dengan
bidang geriatri ini, misalnya kelompok studi penyakit
hipertensi, diabetes, penyakit jantung, neurologi-stroke, olah
raga, nutrisi dan sebagainya.
c. Mengupayakan bagaimana caranya melakukan deteksi dini dengan
biaya yang terjangkau terhadap penyakit-penyakit yang dapat
menimbulkan gangguart memori.
d. Melakukan penyuluhan dan program pelatihan pencegahan
kemunduran memori. e. Mengadakan kerjasama dengan kelompok demensia
dari Depkes, kelompok Gerontologi Indonesia dan
Luar Negeri. d. Masalah Kecemasan (Anxietas)
Pada dasarnya gejala kecemasan berupa keluhan (symptom) dan
gejala (sign) yang bersifat psikis dan fisik (khususnya
hiperaktivitas sistem saraf otonom dan gejala psikomotorik ).
Gejala psikis - Kuatir pada kesehatannya - Takut mati atau takut
sesuatu yang luar biasa akan terjadi - Takut kehilangan kontrol
diri atau menjadi gila - Tingkah laku menghindar disebabkan takut
situasi tertentu, - agorafobia - Merasa takut tanpa sebab yang
jelas - Perasaan tegang dan tertekan - Sukar konsentrasi - Tidur
sulit dan tidak nyenyak - Mudah tersinggung. Gejala fisik -
Gangguan menelan atau seperti ada benda di kerongkongan - Detak
jantung cepat - Telapak tangan berkeringat - Dengkullemas - Perut
kembung, nausea, diare Gemetar, twitching, perasaan bergoncang,
nafas pendek Mulut kering Sering
kencing Kepala pusing Belakang leher tidak enak. Kecemasan yang
normal perlu dibedakan dengan kecemasan yang patologis. Pada usia
lanjut gangguan kecemasan sering tersamar dan biasanya gangguannya
lebih banyak bersifat fisik (somatik).
-
Pemeriksaan dan Diagnosis a. Cara Pemeriksaan yang Disarankan
Wawancara tidak kalah penting dengan pemeriksaan fisik pasien
walaupun ini mungkin memerlukan waktu yang sering dokter
khawatirkan akan waktunya yang terbatas. Namun bila wawancara
terfokus dan teratur, hal diperlukan dapat dicapai. Tujuan
wawancara pada garis besarnya adalah untuk 1. Mendefinisikan
masalah 2. Menentukan ketetapan dan kelengkapan data historik 3.
Menciptakan harapan (pasien dan dokter) pads penyakit maupun
keluhan utamanya. 4. Merencanakan wawancara, pemeriksaan dan
intervensi untuk selanjutnya. b. Langkah-langkah Pembuatan
Diagnosis Disarankan, secara berurutan 6 langkah sebagai berikut 1.
Perhatikan/simak kata-katanya, apa maksud perkataannya itu,
intonasi dan muatan emosinya, juga perilaku
keseluruhan selama pemeriksaan. Bersabarlah dengan membiarkan
pasien menceritakan keluhan (symptom) dan penyakitnya.
2. Amatilah/jelajahi secara teliti gejala (sign) yang ada seraya
menanyakan hal-hal yang mengarah memperjelas kemungkinan adanya
simptomatologi gangguan anxietas.
3. Evaluasi status mental umumnya dengan penekanan khusus pada -
mood dan afek - pembicaraannya - isi pikiran - fungsi intelek -
pengertian terhadap penyakitnya - daya pertimbangan - hendikep dan
adaptasi sosialnya.
4. Pemeriksaan fisik untuk melihat adanya dan tidakadanya
kelainan organik. Setiap pasien dengan penyakit fisik pada suatu
waktu menunjukkan kecemasan, namun ada pula penyakit fisik yang
erat hubungannya dengan adanya kecemasan yang kronis (misalnya
gastritis, diare, kolik abdominal, dll.). Pemeriksaan fisik juga
penting untuk menegaskan bahwa tidak adanya penyakit organik pada
pasien sebagai sebab keluhannya.
5. Terangkan kepada pasien kemungkinan anxietas sebagai
diagnosis penyakitnya. Dalam memberitahu, pasien perlu dituntun
bahwa penyakitnya itu berhubungan dengan proses kejiwaan yang
mempengaruhi fungsi organ tubuh. Bahwa gangguan primer yang perlu
diobati adalah gangguan anxietasnya dan nantinya gejala/keluhan
fisik akan menghilang bila gangguan anxietasnya telah sembuh.
6. Klarifikasi tentang kemungkinan adanya gangguan
lain/komorbiditas, setelah ditinjau kembali (review) berikan
diagnosis yang spesifik - Anxietas yang intense kadang merupakan
gejala episode gangguan psikotik termasuk skizofrenia. - Anxietas
jugs sering menyertai/bersamaan dengan gangguan depresi. - Beberapa
obat dapat menimbulkan gejala anxietas pada waktu pemakaiannya atau
pada pemutusannya.
Contoh teofilin, obat 5impatomimetik, arnfetamin, kortikosteroid
dll. Untuk Puskesmas disarankan menggunakan langkah-langkah sebagai
benkut a. Pada tingkat kader Pertanyaan yang diajukan untuk usia
lanjut atau keluarganya 1. Apakah Anda/orangtua Anda Bering-sering
cemas ? Ya/tidak 2. Apakah Anda/orangtua Anda sering-sering sedih ?
Ya/tidak 3. Apakah Anda/orangtua Anda sering-sering lupa ? Ya/tidak
Bila jawabannya pada pertanyaan 1 dan 2 ya dan berlangsung lebih
daripada 2 minggu. perlu dikonsultasikan kepada petugas kesehatan.
b. Pada tingkat Puskesmas Disarankan petugas menggunakan Metode 2
menit.
-
Terapi a. Konseling vkeluarga
- Bantu. pasien mengenali, menghadapi dan menantang kekhawatiran
yang berlebihan agar dapat mengurangi gejala kecemasan.
- Kenali kekhawatiran yang berlebihan atau pikiran yang
pesimistik - Diskusikan cara menghadapi kecemasan yang berlebihan
dan mencoba mengubah atau menghindarinya.
Apabila upaya konseling gagal dilaksanakan maka dapat diberi
farmakoterapi. b. Farmakoterapi Obat-obat yang digunakan untuk
terapi kecemasan sangat banyak jenisnya antara lain yang tergolong
benzodiazepine dan non benzodiazepine. Hal ini sangat tergantung
pada tersedianya obat di fasilitas pelayanan kesehatan primer/dasar
yang umumnya hanya tersedia diazepam. Farmakoterapi diberikan
apabila konseling gagal dilaksanakan dan hanya diberikan untuk
jangka waktu satu minggu, kemudian dievaluasi kembali. Bila
farmakoterapi gagal maka pasien dirujuk ke dokter spesialis jiwa.
Tindak lanjut a. Pemeriksaan kontrol Pengobatan gangguan jiwa
biAsanya memerlukan waktu yang lama maka juga perlu pemeriksaan dan
kontrol berulang, seminggu sekali, sebulan sekali, atau bila timbul
gejala tertentu, untuk terapi pemeliharaan. Perawatan lanjutan ini
diperlukan untuk pemeriksaan perkembangan penyakit/kesembuhan
pasien serta efek samping obat dan perubahan pemberian obat. Obat
maintainance diusahakan dengan dosis minimal, dan bila pasien sudah
baik tanpa obatpun kontrol rawat-jalan lanjutan masih disarankan
bila ada keluhan/tanda-tanda tertentu atau pasien merasa perlu. b.
Rujukan Diharapkan dokter umum dapat menghadapi kecemasan pada
setiap pasiennya dan juga memberikan terapi (konseling dan obat)
pada pasien yang jelas menunjukkan gejala-gejala anxietas. Namun
ada beberapa pasien yang mungkin tidak dapat ditangani sendiri dan
perlu dirujuk ke dokter spesialis, psikiater. Rujukan dari dokter
umum ke dokter spesialis, khususnya dalam hal ini ke, psikiater,
perlu dilakukan bila - Ada risiko bunuh diri - Diagnosis tidak
jelas/tidak dapat dibuat Pasien meminta - Terapi yang telah
diberikan tidak berhasil atau penyakitnya berat - Dokter
mempertimbangkan perlu psikoterapi untuk pasiennya - Dokter
mempertimbangkan pemeriksaan dan perawatan yang lebih spesialistik,
lebih intensif - Pasien memerlukan rawat inap di rumah sakit.
Pengiriman pasien rujukan harus disertai surat rujukan yang
menjelaskan apa yang telah ditemukan dokter dan yang telah
diberikan atau disarankan kepada pasien. Perlu ditegaskan pula
apakah yang diminta : pertolongan pemeriksaan, saran pengobatan
atau rawat inap. c. Saran Penyesuaian Pola Hidup Kepada pasien usia
lanjut dengan anxietas perlu dianjurkan untuk menjalani hidup yang
lebih tenang, tenang, tidak "ngongso" (memaksakan diri) dan
menerima akan keadaannya yang tidak lagi seperti dulu waktu muda.
Menyadari akan hendikep yang ada walaupun harus berusaha
mempertahankan stamina,'kemampuannya dan bahkan masih mungkin untuk
meningkatkannya. Kecemasan pada usia tanjut, gambarannya sama
dengan pada masa dewasa, artinya tidak ada hal yang khas. Mungkin
anxietas itu baru terjadi pada usia lanjut berhubungan life event
pada waktu itu, tetapi juga dapat merupakan gangguan yang sejak
dulu sudah ada dan masih berlanjut pada usia lanjut. Walaupun
prcvalensi gangguan anxietas pada usia lanjut lebih sedikit
daripada usia muda, namun dokter diharap dapat lebih jeli dan
tanggap akan adanya anxietas pada setiap pasien yang datang,
mengingat usia lanjut yang :lebih rentan. Psikofarmakologi pada
usia lanjut secara umum dan juga anxiolitik digunakan dengan lebih
hati-hati dan dosis yang lebih rendah. Oleh karena itu konseling
pada usia lanjut lebih dianjurkan apalagi psikoterapi pada usia
lanjut lebih sulit dijalankan.
-
e. Masalah Depresi Gambaran Minis depreskpada usia lanjut
Mengenali depresi pada usia lanjut memerlukan suatu keterampilan
dan pengalaman, karena manifestasi gejala-gejala depresi klasik
(perasaan sedih, kurang semangat, hilangnya minat/hobi atau
menurunnya aktivitas) sering tidak muncul. Tidaklah mudah untuk
membedakan sekuele gejala psikologik akibat penyakit fisik dari
gangguan depresi atau gejala somatik depresi dari efek sistemik
penyakit fisik. Keduanya bisa saja terjadi pada seorang individu
usia lanjut pada saat yang sama. Seorang usia lanjut yang mengalami
depresi bisa saja mengeluhkan mood yang menurun, namun kebanyakan
menyangkal adanya mood depresi. Yang seeing terlihat adalah gejala
hilangnya tenaga/energi, hilangnya rasa senang, tidak bisa
tiduratau keluhan rasa sakit dan nyeri. Menurut Brodaty (1991)
gejala yang sering tampil adalah anxietas atau kecemasan,
preokupasi gejala fisik, perlambatan motorik, fatigue (kelelahan),
mencela diri sendiri, pikiran bunuh diri, dan insomnia. Sedangkan
gejala depersonalisasi, rasa bersalah, minat seksual menurun agak
jarang. Sebagai petunjuk ke arah depresi perlu diperhatikan
tandatanda berikut : rasa lelah yang terus-menerus bahkan juga
sewaklu beristirahat, hilangnya kesenangan yang biasanya dapat is
mkmati (tidak merasa senang lagi jika dikunjungi oleh
cucu-cucunya), dan mulai ,menarik diri dari kegiatan dan interaksi
sosial. Gambaran klinis depresi pada usia lanjut dibandingkan
dengan pasien yang lebih muda, berbeda dalam hal usia lanjut
cenderung meminimalkan atau menyangkal mood depresinya dan lebih
banyak menonjolkan gejala somatiknya, di samping mengeluh tentang
gangguan memori. Pasien usia lanjut umumnya kurang mau mencari
bantuan psikiater karena kurang dapat menerima penjelasan yang
bersifat psikologis untuk gangguan depresi yang mereka alami.
Diagnosis Depresi Gangguan depresi pada usia lanjut ditegakkan
berpedoman pada PPDGJ III (Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan
Jiwa di Indonesia III) yang merujuk pada ICD 10 (International
Classification of Diseases 10). Gangguan depresi dibedakan dalam
depresi ringan, sedang dan berat sesuai dengan banyak dan beratnya
gejala serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang. Pedoman
diagnostik lainnya adalah DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorders IV). Depresi berat menurut DSM IV jika
ditemukan 5 atau lebih gejala-gejala berikut di bawah ini, yang
terjadi hampir setiap hari selama 2 minggu dan salah satu dari
gejala tersebut adalah mood terdepresi atau hilangnya rasa
senang/minat. Gejala-gejala tersebut adalah - mood depresi hampir
sepanjang hari - hilang minadrasa senang secara nyata dalam
aktivitas normal - berat badan menurun atau bertambah - insomnia
atau hipersomnia - agitasi atau retardasi psikomotor - kelelahan
atau tidak punya tenaga - rasa tidak berharga atau perasaan
bersalah berlebihan - sulit berkonsentrasi - pikiran berulang
tentang kematian, percobaan/ide bunuh diri. Gejala-gejala ini bukan
merupakan akibat dari kondisi medik umum atau akibat pemakaian zat,
dan harus menimbulkan gangguan yang bermakna secara klinis dalam
fingsi kehidupan seseorang. Menurut ICD 10, pada gangguan depresi
ada tiga gejala utama yaitu - mood terdepresi - hilang
minadsemangat - hilang tenaga, mudah lelah disertai gejala lain -
konsentrasi menurun - harga diri menurun -perasaan bersalah -
pesimis memandang masa depan - ide bunuh diri atau menyakiti diri
sendiri - pola tidur berubah - nafsu makan menurun.
-
PEDOMAN PENGELOMPOKAN BERAT RINGANNYA DEPRESI DEPRESI : Gejala
Utama Gejala lain Fungsi Keterangan
Minimal minimal
Ringan 2 2 baik distres Sedang 2 3 atau 4 terganggu
berlangsung
minimal 2 minggu Berat 3 4 sangat intensitas terganggu gejala
berat Perjalanan penyakit depresi terutama pada usia sangat lanjut
(lebih dari 85 tahun) berkembang sangat perlahan-lahan, mirip
dengan GangguanDistimik. Gejala gangguan tidur agak sulit untuk
dievaluasi karena gangguan tidur sering terjadi pada usia lanjut
yang tidak depresi. Yang dapat menjadi petunjuk ke arah depresi
adalah jika terdapat gejala bangun lebih awal dari biasanya
disertai isi pikiran depresif. Seorang usia lanjut membutuhkan
tidur lebih sedikit dan sering terbangun untuk buang air kecil pada
malam hari. Karena itu penting untuk mengamati perilaku orang usia
lanjut ketika is terbangun malam hari. Sleep hygiene juga perlu
diperhatikan sebelum memberikan intervensi farmakologis. Munculnya
gejala-gejala fisik perlu diperhatikan dengan seksama, karena
komorbiditas sering dijumpai. Penelaahan dan penatalaksanaan baik
untuk depresi maupun penyakit fisik perlu dilakukan secara
bersamaan. Menurunnya perawatan diri, perubahan kebiasaan makan,
turunnya berat badan dapat merupakan tanda awal depresi tapi dapat
juga merupakan tanda-tanda demensia..Oleh karena itu perlu
dilakukan juga pemeriksaan fungsi kognitif dengan Mini Mental State
Examination (MMSE) atau Abbreviated Mental Test (AMT). Gejala
psikotik pada pasien usia lanjut dengan depresi berat dapat muncul
secara dramatis. Waham bersalah, waham kemiskinan, waham bahwa
organ-organ tubuhnya membusuk/rusak/hilang sering dijumpai pada
pasien usila dengan depresi berat. Halusinasi auditorik dan
halusinasi somatik juga bisa terjadi, tetapi jika ada halusinasi
visual sebaiknya dipikirkan ke arah penyakit lainnya. Secara klinis
praktis umumn ya depresi dibedakan sebagai depresi berat atau
ringan. Akan tetapi ada sindrom klinis tertentu yang dapat muncul
pada usia lanjut yaitu a. Depresi agitatif : ditandai dengan
aktivitas yang meningkat, mondar-mandir, mengejar-ngejar orang,
terns-menerus meremasremas tangan dll. b. Depresi dan anxietas :
gangguan cemas menyeluruh atau fobia dapat terjadi bersama-sama
dengan depresi.
Penelitian menunjukkan bahwa anxietas 15-20 kali lebih sering
dijumpai pada usia lanjut dengan depresi. Hubungan penyakit fisik
dengan anxietas pada depresi cukup kompleks. Anxietas dapat
menyebabkan gejala fisik yang sering dikira sebagai penyakit fisik
semata. Anxietas hebat juga dapat menyebabkan kelelahan dan
dehidrasi. Sementara penyakit fisik yang mengancam kehidupan atau
hilangnya kemandirian sering kali merupakan sumber dari
anxietas.
c. Depresi terselubung : tidak munculnya gejala mood terdepresi
bukanlah suatu halangan untuk mendiagnosis depresi. Apakah
penyangkalan mood depresi ini karena kekhawatiran menjadi beban
ataukah karena trendbahwa "Usia lanjut harus berani menghadapi hari
tua", yang terpenting adalah mengeksplorasi tanda dan gejala
lainnya yang menunjukkan depresi secara lebih teliti.
d. Somatisasi : gejala somatik dapat menyembunyikan gejala yang
sesungguhnya dari gangguan depresi, namun dapat pula diperberat
dengan adanya depresi.
e. Pseudodemensia : istilah ini diperuntukkan bagi pasien
depresi yang menunjukkan gangguan memori yang bermakna seperti yang
terjadi pada pasien demensia.
f. Depresi sekunder pada demensia : pada stadium awal demensia
sering dijumpai depresi, mungkin sebagai dampak dari insight akan
deteriorasi fungsi dan menurunnya kemampuan seeara progresif.
Depresi yang terjadi pada stadium akhir mungkin lebih banyak
berhubungan dengan hilangnya fungsi neurotransmitter. Depresi dan
gangguan perilaku pada demensia disebabkan oleh berkurangnya fungsi
serotonergik, sehingga pengaktifan fungsi serotonergik akan
memperbaiki gejala-gejala tersebut.
-
Pemeriksaan Pasien Depresi Salah satu langkah awal yang penting
dalam penatalaksanaan depresi adalah mendeteksi atau
mengidentifikasi. Sampai saat ini belum ada suatu konsensus atau
prosedur khusus untuk penapisan/skrining depresi pada populasi usia
lanjut. Salah satu instrumen yang dapat membantu adalah Geriatrik
Depression Scale (GDS) yang terdiri dari 30 pertanyaan yang harus
dijawab oleh pasien sendiri. GDS ini dapat dimampatkan menjadi
hanya 15 pertanyaan saja dan ini mungkin lebih sesuai untuk
dipergunakan dalam praktek umum sebagai alat penapis Depresi pada
usia lanjut. Ada 4 pertanyaan yang harus diajukan dalam memeriksa
pasien depresi yaitu 1. Apakah pada dasarnya Anda merasa puas
dengan kehidupan Anda ? 2. Apakah hidup Anda terasa kosong ? 3.
Apakah Anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada diri Anda ?
4. Apakah Anda merasa bahagia pada sebagian besar waktu Anda ?
Pertanyaan tersebut dapat dilengkapi dengan mengekplorasi hal-hal
berikut ini - Apakah pasien mempunyai riwayat depresi ? - Apakah
pasien terisolasi secara sosial ? - Apakah pasien menderita
penyakit kronik ? - Apakah pasien baru saja berkabung ? Bilamana
ditemukan tanda-tanda yang mengarah pada depresi harus dilakukan
lagi pemeriksaan yang lebih rinci sebagai berikut 1. Riwayat
klinis/anamnesis
Riwayat keluarga Gangguan psikiatrik yang lampau Kepribadian
Riwayat sosial Ide/percobaan bunuh diri Gangguan-gangguan somatik
Perkembangan gejala-gejala depresi.
2. Pemeriksaan fsik
Pemeriksaan fisik pada pasien depresi sangat penting karena
gejalagejala depresi sering disertai dengan penyakit fisik. Depresi
dapat merupakan gejala dari suatu penyakit fisik, contohnya
penyakit Cushing, karsinoma paru, usus besar atau pankreas. Di
samping itu depresi dapat muncul sebagai reaksi sekunder terhadap
disabilitas dan discomfort (ketidaknyamanan). Penilaian terhadap
status nutrisi dan hidrasi sebaiknya dilakukan, karena kurangnya
intake makan dan minum pasien sebelumnya.
3. Pemeriksaan kognitif
Penilaian AMT atau MMSE pada usia lanjut yang menunjukkan gejala
depresi bermanfaat dalam follow-up penatalaksanaan pasien. Bilamana
depresi terjadi sekunder pada demensia maka fungsi kognitif pasien
tidak akan membaik ketika depresi menghilang, bahkan deteriorasi
kognitif akan berlanjut terus. Perbaikan pada skor AMT atau MMSE
setelah dilakukan terapi terhadap depresi menunjukkan bahwa pasien
dengan depresi mengalami problem konsentrasi dan memori yang
mempengaruhi fungsi kognitifnya.
4. Pemeriksaan status mental
Penampilan dan perilaku Mood/suasana perasaan Pembicaraan Isi
pikiran Anxietas Gejala hipokondriakal
5. Pemeriksaan lainnya
Mengingat pasien usia lanjut rentan terhadap gangguan
metabolisme sekunder akibat penyakit depresi yang berat, seperti
tidak adekuatnya intake cairan, maka perlu dipertimbangkan
pemeriksaan sebagai berikut - Ureum dan elektrolit - Darah lengkap
dan hitung jenis - B 12 dan folic acid - Test fungsi tiroid -
Thorax photo - Lain-lain: serum sifilis, EKG, EEG, CT Scan dst.
-
Prognosis Roth dkk. (1950) dan Murphy (1980) mengatakan bahwa
hanya sepertiga dari pasien-pasien dengan depresi yang sembuh
setelah selama satu tahun dirujuk ke pelayanan psikiatri usia
lanjut. Setengan dari pasien-pasien tersebut mengalami relaps.
Penelitian-penelitian lainnya melaporkan prognosis yang lebih cerah
yaitu lebih dari 60% sembuh dalam waktu satu tahun. Bagaimanapun,
adanya kesembuhan dengan risiko relaps (yang dapat diobati lagi)
adalah lebih baik daripada tetap tinggal dalam gangguan depresi
selamanya. Tingkat mortalitas pada pasien depresi cukup tinggi,
yaitu sepertiga dari pasien Murphy meninggal dalam waktu empat
tahun follow up. Pefyebab kematian tidaklah berhubungan langsung
dengan depresi tetapi terutama karena penyakit vaskular atau
infeksi paru dan bukan bunuh diri. Prognosis yang buruk (penyakit
terus berlanjut atau sering kali kambuh), berhubungan dengan
keparahan penyakit tetapi tidak berhubungan dengan gejala klinis.
Adanya gejala psikotik tidak memperburuk hasil terapi. Penyakit
fisik yang bertambah parah dan penderitaan akibat disabilitas
kronik mungkin menjadi faktor utama penyebab mudahnya terjadi
kekambuhan. Prognosis depresi pada usia lanjut tidaklah berbeda
dengan prognosis pada usia yang lebih muda. Umumnya pendefta akan
sembuh dan tetap berfungsi dengan baik jika depresi diobati dan
ditatalaksana dengan baik. Hasil terapi yang kurang baik tampaknya
berhubungan dengan episode awal yang parah dan adanya komorbiditas
dengan penyakit kronik. Penatalaksanaan depresi pada usia lanjut
Meningkatnya pengenalan depresi oleh para dokter dan perawat harus
diikuti dengan penatalaksanaan yang adekuat dengan menggunakan
kombinasi terapi psikologis dan farmakologis disertai pendekatan
multidisiplin yang menyeluruh. Terapi harus diberikan dengan
memperhatikan secara individual harapan-harapan pasien, martabat
(dignity) dan otonomi/kemandirian pasien. Problem-problem fisik
yang ada bersama-sama dengan penyakit mental harus diobati. Semua
tehniktehnik psikoterapi (psychodynamic, cognitive behavioural dan
lain-lain) dapat dipergunakan. Intervensi terapeutik untuk memacu
kemandifan seperti melatih keterampilan sehari-hari (daily living
skills) dan peningkatan keamanan di rumah, suport praktis serta
pemberian informasi jangan dilupakan. 1. Terapi fisik a. Obat
(Farmakologis)
Secara umum, semua obat antidepresan sama efektivitasnya.
Pemilihan jenis antidepresan ditentukan oleh pengalaman klinisi dan
familiarity terhadap jenis -jenis antidepresan. Biasanya pengobatan
dimulai dengan dosis separuh dosis dewasa, lalu dinaikkan
perlahan-lahan sampai ada perbaikan gejala. Pertimbangkan baik-baik
untung dan rugi dari setiap pemberian obat, keamanannya,
interaksinya dengan obat lain, toleransi pasien dan efektivitas
obat dalam mengatasi gejala. Kelompok obat antidepresan - Trisiklik
Trisiklik banyak dipakai karena murah dibandingkan dengan jenis
antidepresan yang lebih baru, namun harus diperhatikan efek samping
yang ditimbulkannya. Efek kardiotoksik, hipotensi postural, problem
memori, efek antikolinergik (mulut kering, kebingungan, penglihatan
kabur, retensi urine, konstipasi, perburukan glaukoma) dan
efek-efek lainnya seperti sedasi dan kelemahan harus dipantau
dengan saksama. Pada usia lanjut, efek samping lebih mudah muncul
dibandingkan dengan usia yang lebih muda. Mianserin atau trazodone
dapat dipakai untuk pasien depresi yang agitatif berat, terutama
karena efek samping sedasinya yang kuat. - SSRI's (Selective
Serotonin Re-uptake Inhibitors) Obat-obat golongan ini dinyatakan
efektif, aman dan ditoleransi dengan baik oleh pasien usia lanjut.
Efektivitas SSRI's sama dengan trisiklik dalam mengobati depresi.
Efek samping yang dapat muncul adalah nausea, tremor, sakit kepala,
pusing dan berkeringat selama beberapa hari pertama penggunaannya.
Dibandingkan dengan trisiklik, SSRI's kurang kardiotoksik, tidak
mempengruhi tekanan darah dan tidak memiliki efek antikolinergik. -
MAOI's (Monoamine Oxidase Inhibitors) Karena sulitnya menghindari
diet makanan tertentu dan polifarmasi pada pasien usia lanjut, maka
praktis golongan obat ini pemakaiannya dibatasi hanya pada
kasus-kasus fobia, gejala hipokondriakal atau histeris. Pada pasien
depresi yang telah diobati dengan MAOI's, bila akan dilanjutkan
dengan antidepresan lainnya harus berhati-hati dan melalui periode
wash out lebih dahulu.
-
- Lithium Lithium juga mempunyai efek antidepresan selain
bertindak sebagai mood stabilisator. Lithium dapat dipergunakan
sebagai tambahan terapi dengan trisiklik atau SSRI's pada kasus
depresi yang resisten. Umumnya pasien usia lanjut dapat menerima
lithium dengan baik selama kadar serum dipertahankan antara 0,4-0,8
mmol/1. Sebelum pemberian lithium harus diperiksa terlebih dahulu
EKG, ureum dan elektrolit, dan fungsi tiroid. Pemeriksaan tersebut
harus dilakukan setiap 6 bulan dan kadar lithium diperiksa setiap 3
bulan.
b. Terapi elektrokonvulsif (ECT) Untuk pasien depresi yang tidak
bisa makan dan minum, berniat bunuh diri atau retardasi hebat maka
ECT merupakan pilihan terapi yang efektif dan aman. ECT diberikan
1-2 kali seminggu pada pasien rawat inap, unilateral untuk
mengurangi confusion/ memory problem. Terapi ECT diberikan sampai
ada perbaikan mo od (sekitar 5-10 kali), dilanjutkan dengan
antidepresan untuk mencegah kekambuhan.
Pengobatan profilaksis harus diberikan untuk mencegah terjadinya
kekambuhan depresi setelah gejala-gejala depresi membaik, pemberian
antidepresan masih harus dilanjutkan selama 4-6 bulan dengan dosis
terapeutik penuh. Beberapa penelitian bahkan menganjurkan agar
terapi diteruskan sampai 2 tahun. Kapan antidepresan boleh
dihentikan, tergantung pada evaluasi klinis (perkembangan efek
samping, munculnya penyakit fisik atau kelemahan kondisi umum).
2. Terapi psikologik a. Psikoterapi Psikoterapi individual
maupun kelompok paling efektif jika dilakukan bersama-sama dengan
pemberian antidepresan. Baik pendekatan psikodinamik maupun
kognitif perilaku sama keberhasilannya. Meskipun mekanisme
psikoterapi tidak sepenuhnya dimengerti, namun kecocokan antara
pasien dan terapis dalam proses terapeutik akan meredakan gejala
dan membuat pasien lebih nyaman, lebih mampu mengatasi persoalannya
serta lebih percaya diri. b. Terapi kognitif Terapi perilaku
kognitif bertujuan mengubah pola pikir pasien yang selalu negatif
(persepsi diri, masa depan, dunia, diri tak berguna, tak mampu
dsb.) ke arah pola pikir yang netral atau yang positif. Ternyata
pasien usia lanjut dengan depresi dapat menerima metode ini
meskipun penjelasan harus diberikan secara singkat dan terfokus.
Melalui latihan-latihan, tugas-tugas dan aktivitas tertentu, terapi
kognitif bertujuan mengubah perilaku dan pola pikir. c. Terapi
keluarga Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan
penyakit depresi, sehingga dukungan/support terhadap pasien sangat
penting. Proses penuaan mengubah dinamika keluarga, ada perubahan
posisi daii dominan menjadi dependen pada orang usia lanjut. Tujuan
dari terapi terhadap keluarga pasien yang depresi adalah untuk
meredakan perasaan frustrasi dan putus asa, mengubah dan
memperbaiki sikap/struktur dalam keluarga yang menghambat proses
penyembuhan pasien. d. Penanganan anxietas (relaksasi) Tehnik yang
umum dipergunakan adalah program relaksasi progresif baik secara
langsung dengan instruktur (psikolog atau terapis okupasional) atau
melalui tape recorder. Tehnik ini dapat dilakukan dalam praktek
umum sehari-hari. Untuk menguasai tehnik ini diperlukan kursus
singkat terapi relaksasi. Komorbiditas Komorbiditas didefinisikan
sebagai adanya dua atau lebih gangguan psikiatrik atau gangguan
psikiatrik dengan penyakit fisik lain pada seorang pasien pada
waktu yang sama. Komorbiditas mempunyai implikasi terhadap
diagnosis, terapi dan prognosis. Sakit kepala, putus asa, retardasi
psikomotor agak sulit untuk dikaitkan apakah ini suatu problem
organik atau mungkin suatu keadaan depresi. Kapan dan bagaimana
memulai terapi antidepresan pada pasien dengan penyakit fisik
berat? Jelas bahwa komorbiditas gangguan psikiatrik dengan penyakit
fisik akan memperburuk kualitas hidup dan menghambat penyembuhan
pasien. Hal ini akan berjalan seperti lingkaran setan karena kedua
kondisi medik ini saling mempengaruhi satu sama lain. Menurut
Katona kejadian depresi berat meningkat pada pasien dengan penyakit
medik/fisik, sementara depresi akan memperkuat gejala fisik.
Komorbiditas juga meningkatkan hendaya fungsional/disabilitas.
Biasanya kepatuhan minum obat pasien depresi juga rendah. Tidak
mengherankan jika angka mortalitas meningkat.
-
Kondisi-kondisi komorbiditas yang sering dijumpai 1. Gangguan
depresi dan stroke 2. Gangguan depresi dan diabetes mellitus 3.
Gangguan depresi dan infark miokard/penyakit jantung koroner 4.
Gangguan depresi dan penyakit Parkinson 5. Gangguan depresi dan
penyakit lain (Alzheimer, Huntington, dll) Deteksi dini depresi
pada pasien usia lanjut dengan gangguanlpenyakit fisik yang
disertai dengan intervensi optimal, akan memperbaiki prognosis dan
mencegah terjadinya disabilitas yang akan membuat pasien menderita
berkelanjutan.
Pendekatan multidisiplin dengan fokus pada kepentingan pasien
harus menjadi perhatian bagi seluruh anggota tim. Kesejahteraan
jiwa pasien, harapan-harapan pasien dan kehidupan sosialnya
sebaiknya juga diupayakan terpenuhi di samping upaya penyembuhan
penyakitnya.