1 CONTINUAL IMPROVEMENT KINERJA INSTALASI FARMASI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA Oleh: ARUM WULAN HANDAMARI D 0105044 SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Administrasi FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009
127
Embed
CONTINUAL IMPROVEMENT KINERJA INSTALASI …...kinerja pelayanan serta mampu memberikan ... penting sebagai instalasi yang melakukan pelayanan penunjang medis di ... staf instalasi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
CONTINUAL IMPROVEMENT KINERJA INSTALASI FARMASI
RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA
Oleh:
ARUM WULAN HANDAMARI
D 0105044
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan Ilmu Administrasi
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pelayanan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dan
seharusnya menjadi prioritas organisasi dalam mempertahankan eksistensinya.
Terlebih dewasa ini, seiring dengan kompetisi global yang semakin ketat serta
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, masyarakat kian kritis terhadap
pelayanan yang diterima. Dalam kondisi demikian, hanya organisasi yang mampu
memberikan pelayanan berkualitas lah yang akan memperoleh kepercayaan dari
pelanggan (customer). Dengan kata lain, apabila organisasi menginginkan
kepercayaan dari pelanggan dan terlebih memberikan kepuasan bagi mereka,
maka pelayanan yang berkualitas harus diprioritaskan. Sedangkan organisasi
dengan pelayanan yang buruk harus bersiap menghadapi sulitnya kompetisi
dengan organisasi lain yang pada akhirnya berdampak pada keterpurukan
organisasi itu sendiri.
Salah satu hal yang selama ini menjadi masalah adalah pelayanan publik
secara umum belum mampu memberikan kepuasan bagi para pelanggannya.
Menurut survey yang dilakukan oleh Center for Population Policy Studies
Universitas Gajah Mada (UGM) terhadap pelayanan publik, hal tersebut
dikarenakan bahwa acuan yang digunakan aparatur dalam pemberian pelayanan,
khususnya acuan kepuasan masyarakat hanya berkisar 16 % saja, selebihnya
pelayanan didasarkan peraturan/juklak (80%), inisiatif sendiri (3%) serta visi dan
3
misi (1%). Akibatnya aparatur terbelenggu untuk melakukan daya inovasi dan
kreasi dalam pelayanan publik serta berdampak pada ketidakpuasan masyarakat
sebagai pengguna layanan. (Lijan Poltak Sinambela, 2006: 117-118)
Seiring dengan kondisi demikian, maka organisasi mulai menyadari akan
pentingnya peningkatan kualitas pelayanan dipacu oleh adanya penerapan Total
Quality Management (TQM). Konsep TQM ini pada dasarnya menekankan pada
perbaikan berkesinambungan (continual improvement) pada setiap proses
organisasi untuk mencapai kepuasan pelanggan. Menurut Zulian Yamit ( 2005:
77-78), kepuasan pelanggan hanya dapat dicapai apabila organisasi
memperhatikan apa yang diinginkan pelanggan dan memperhatikan apa yang
diinginkan pelanggan berarti kualitas produk dan jasa pelayanan yang dihasilkan
ditentukan oleh pelanggan pula.
Dari hal tersebut, tentu saja pelayanan yang diinginkan pelanggan
merupakan sesuatu yang bermutu baik sehingga mampu memberikan kepuasan
bagi mereka dan di saat inilah konsep TQM dapat bermanfaat sebagai strategi
dalam menciptakan pelayanan yang bermutu tersebut.
Dalam konsep TQM, untuk menciptakan pelayanan yang bermutu,
oganisasi harus pula memperhatikan adanya perbaikan berkesinambungan
(continual improvement). Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana dalam buku “Total
Quality Management” (2001: 262), memberikan penjelasan perbaikan
berkesinambungan sebagai suatu usaha konstan untuk mengubah dan membuat
sesuatu menjadi lebih baik. Sedangkan Rudi Siardi (2003: 57), menjelaskan secara
4
lebih rinci pengertian perbaikan berkesinambungan (continual improvement)
sekaligus menunjukkan perbedaannya dengan continous improvement sebagai
berikut:
“…Sesuatu yang berbeda jika dibandingkan pada ISO 1994, yang didasari continous improvement. Pada continous improvement terjadi proses pendekatan yang terus menerus dan dilakukan dengan segera setelah terjadi penyempurnaan. Hal ini akan menjadi standar dan tantangan untuk melakukan penyempurnaan lagi. Peningkatan yang baru dilakukan, direvisi dan diganti untuk mencapai nilai baru dan lebih baik. Dengan kata lain, terjadi peningkatan yang terus menerus yang tiada pernah berhenti. Tetapi, pada pelaksanaannya seringkali hasil peningkatan tersebut belum familiar bagi pemakainya sehingga ketika dilakukan peningkatan lagi akan makin menyulitkan. Karena itu pada edisi baru bentuk peningkatan diganti dari continous menjadi continual. Dengan continual improvement, setelah dilakukan peningkatan pertama kali, maka sebelum ditingkatkan terlebih dahulu dilakukan stabilisasi. Bila stabilisasi sudah berjalan baru dilanjutkan dengan meningkatkan standar”.
ISO 9000 merupakan bagian dari standar mutu untuk mengoptimalkan
efektivitas mutu suatu organisasi melalui perbaikan berkesinambungan. ISO 9000
merupakan strategi yang ampuh bagi organisasi karena banyak manfaat yang
didapat dari penerapan standar mutu tersebut. Menurut Rudi Siardi (2003: 31-32),
manfaat penerapan standar mutu ISO 9000 terbagi menjadi 2, yaitu
pertama,manfaat yang sulit diukur diantaranya yaitu membuat sistem kerja dalam
suatu perusahaan menjadi standar kerja yang terdokumentasi, adanya jaminan
bahwa perusahaan itu mempunyai sistem manajemen mutu dan produk yang
diinginkan sesuai dengan keinginan pelanggan, menjamin bahwa proses yang
dilaksanakan sesuai dengan manajemen mutu yang diharapkan,dan sebagainya.
Kedua, manfaat yang mudah diukur seperti pengambilan keputusan oleh pihak
manajemen yang berwenang yang kemudian disebarluaskan, biaya operasional
5
berkurang, mengurangi corrective action serta mengurangi jumlah keluhan
pelanggan.
RSUD Dr. Moewardi (RSDM) Surakarta merupakan salah satu organisasi
yang mempunyai kesadaran akan pentingnya kualitas pelayanan yang dipacu
dengan adanya penerapan TQM. Sebagai organisasi pelayanan publik yang
mempunyai peran dalam bidang pelayanan kesehatan yang memiliki status
sebagai rumah sakit rujukan wilayah Eks Karisidenan Surakarta dan sekitarnya,
RSDM Surakarta berupaya mengedepankan kualitas pelayanan agar mampu
memberikan kepuasan bagi para pelanggannya. Atas upayanya tersebut, pada
tanggal 19 Juni 2007 RSDM Surakarta mampu meraih sertifikasi ISO 9001:2000
yang merupakan bagian dari standar mutu ISO 9000 dan lembaga register yang
memberikan sertifikasi untuk RSDM Surakarta adalah SGS Internasional.
Dengan diperolehnya sertifikasi ISO 9001:2000 diharapkan RSDM
Surakarta mampu memberikan pelayanan yang berkualitas sehingga secara
berkesinambungan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai pelanggan.
Keberhasilan penerapan standar mutu ISO 9001:2000 melalui perbaikan
berkesinambungan terhadap pelayanan seperti halnya yang dilakukan RSDM
Surakarta nantinya, akan memberikan kesempatan yang besar bagi peningkatan
kinerja pelayanan serta mampu memberikan kepuasan kepada pelanggan.
Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Gubernur Jateng Mardiyanto pada
saat penyerahan penghargaan ISO 9001:2000 kepada direktur RSUD Dr.
Moewardi Surakarta, dr Mardiyatmo Sp Rad di Grhadika Bakti Praja Semarang
6
yang mengatakan, “Pelaksanaan ISO merupakan upaya pemerintah untuk
memberikan pelayanan kesehatan sebaik-baiknya sesuai dengan tuntutan pasar.
Selain itu, guna memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan rumah sakit pemerintah”. Sekda Jateng Mardjijono juga memberikan
pernyataan bahwa, ''Maksud pencanangan ISO 9001:2000 yakni agar kualitas
pelayanan kesehatan dapat diukur melalui sistem manajemen mutu, sehingga
3. Dengan adanya upaya continual improvement kinerja, Instalasi Farmasi
RSDM Surakarta dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada
masyarakat.
4. Bagi penulis, dapat bermanfaat sebagai media latihan serta menambah
wawasan khususnya berkaitan dengan continual improvement kinerjanya.
E. Landasan Teori
1. Continual Improvement
Dalam Kamus Lengkap Inggris Indonesia, continual berarti secara
terus menerus, berkesinambungan, kontinyu. Sedangkan improvement
berarti perbaikan, kemajuan.
Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (2001:262), istilah continual
improvement tersebut diartikan sebagai perbaikan berkesinambungan yaitu
merupakan suatu usaha konstan untuk mengubah dan membuat sesuatu
menjadi lebih baik. Perbaikan berkesinambungan merupakan salah satu
unsur paling fundamental dari total quality management. Konsep
14
perbaikan berkesinambungan diterapkan baik terhadap proses maupun
orang yang melaksanakan.
Sedangkan Vincent Gaspersz (2006:81) menyebutnya sebagai
peningkatan terus menerus yaitu sebagai suatu proses yang berfokus pada
upaya terus-menerus meningkatkan efektivitas dan/atau efisiensi
organisasi untuk memenuhi kebijakan dan tujuan dari organisasi itu.
Peningkatan terus menerus membutuhkan langkah-langkah konsolidasi
yang progresif, menanggapi perkembangan kebutuhan dan ekspektasi
pelanggan, dan akan menjamin evolusi dinamik dari sistem manajemen
kualitas.
Rudi Siardi (2003: 57), menjelaskan secara lebih rinci pengertian
perbaikan berkesinambungan (continual improvement) sekaligus
menunjukkan perbedaannya dengan continuous improvement sebagai
berikut:
“…Sesuatu yang berbeda jika dibandingkan pada ISO 1994, yang didasari continuous improvement. Pada continuous improvement terjadi proses pendekatan yang terus menerus dan dilakukan dengan segera setelah terjadi penyempurnaan. Hal ini akan menjadi standar dan tantangan untuk melakukan penyempurnaan lagi. Peningkatan yang baru dilakukan, direvisi dan diganti untuk mencapai nilai baru dan lebih baik. Dengan kata lain, terjadi peningkatan yang terus menerus yang tiada pernah berhenti. Tetapi, pada pelaksanaannya seringkali hasil peningkatan tersebut belum familiar bagi pemakainya sehingga ketika dilakukan peningkatan lagi akan makin menyulitkan. Karena itu pada edisi baru bentuk peningkatan diganti dari continuous menjadi continual. Dengan continual improvement, setelah dilakukan peningkatan pertama kali, maka sebelum ditingkatkan terlebih dahulu dilakukan stabilisasi. Bila stabilisasi sudah berjalan baru dilanjutkan dengan meningkatkan standar”.
15
Dari berbagai pendapat ahli tersebut dapat ditarik kesimpulan
bahwa pengertian continual improvement adalah suatu proses yang
berfokus pada upaya terus-menerus untuk mengubah sesuatu menjadi lebih
baik.
2. Kinerja
Kinerja menurut Lembaga Administrasi Negara didefinisikan
sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi
organisasi. (Joko Widodo, 2005:79)
Menurut Joko Widodo sendiri (2005:79), kinerja pada hakikatnya
berkaitan dengan tanggung jawab individu atau organisasi dalam
menjalankan apa yang menjadi wewenang dan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya. Selain itu, John Waihmore dalam Lijan Poltak
Sinambela (2006:138) mengemukakan bahwa kinerja merupakan ekspresi
potensi seseorang dalam memenuhi tanggung jawab dengan menetapkan
standar tertentu. Sementara menurut Bastian dalam Hessel Nogi S.
Tangkilisan (2005:175), kinerja organisasi merupakan gambaran mengenai
tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi, dalam upaya
mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi tersebut.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka penulis
menyimpulkan bahwa kinerja organisasi dapat diartikan sebagai gambaran
mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dari orang atau
16
sekelompok orang dalam suatu organisasi dalam mewujudkan tujuan
organisasi.
3. Continual Improvement Kinerja
Continual improvement dapat didefinisikan sebagai suatu proses
yang berfokus pada upaya terus-menerus untuk mengubah sesuatu menjadi
lebih baik. Sedangkan pengertian kinerja adalah gambaran mengenai
tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dari orang atau sekelompok orang
dalam suatu organisasi dalam mewujudkan tujuan organisasi.
Berdasarkan dua pengertian di atas maka pengertian continual
improvement kinerja dapat disimpulkan sebagai suatu proses yang
berfokus pada upaya terus menerus untuk memperbaiki atau meningkatkan
pencapaian tugas dari seseorang atau sekelompok orang dalam organisasi
sehingga apa yang menjadi tujuan organisasi dapat tercapai.
Membahas mengenai continual improvement kinerja tidak terlepas
dari peningkatan proses terus-menerus karena keduanya saling berkaitan,
dimana continual improvement kinerja merupakan salah satu bagian dari
peningkatan proses terus-menerus. Dengan adanya analisis mengenai
kinerja maka menjadi landasan untuk peningkatan proses terus-menerus
sehingga dalam hal ini analisis kinerja berperan dalam mengendalikan
proses. Oleh karena itu, penulis perlu menjelaskan tentang peningkatan
proses terus-menerus.
Terlebih dahulu akan dikemukakan mengenai pengertian proses.
Proses menurut Vincent Gasperz (2003:77), didefinisikan sebagai berikut:
17
“Integrasi sekuensial dari orang, material, metode, dan mesin atau peralatan dalam suatu lingkungan guna menghasilkan nilai tambah output untuk pelanggan”.
Sedangkan proses dalam ISO 9001:2000 ( Rudi suardi, 2003:52)
diartikan sebagai:
“Kumpulan aktivitas yang saling berhubungan/mempengaruhi, dimana berubahnya input (material, persyaratan, peralatan, instruksi) menjadi output (barang, jasa)”.
Selain itu, M.N. Nasution (2001:80) mengartikan proses sebagai:
“Sekumpulan aktivitas kerja yang saling berhubungan guna mentransformasikan sumber-sumber input menjadi produk untuk pelanggan”.
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa proses
merupakan aktivitas berubahnya input menjadi output. Kemudian
mengacu kesimpulan mengenai pengertian continual improvement
(perbaikan berkesinambungan/peningkatan terus-menerus) seperti
dijelaskan dimuka sebagai suatu proses yang berfokus pada upaya terus-
menerus untuk mengubah sesuatu menjadi lebih baik, maka oleh penulis
peningkatan proses terus-menerus didefinisikan sebagai aktivitas yang
berfokus pada upaya terus-menerus mengubah input menjadi output agar
menjadi lebih baik.
Dalam penelitian ini selanjutnya akan diulas lebih jauh tentang
continual improvement kinerja yang digambarkan melalui peningkatan
proses terus-menerus. Tenner dan De Toro dalam Vincent Gasperz
(2003:79-85) mengemukakan suatu model peningkatan proses secara
terus menerus yang terdiri dari enam langkah sebagai berikut:
18
a). Mendefinisikan Masalah dalam Konteks Proses.
Model peningkatan proses dimulai dari penetapan sistem mana
yang terlibat, agar usaha-usaha dapat terfokus pada proses bukan
output. Aktivitas spesifik dalam langkah ini adalah:
Identifikasi output.
Identifikasi pelanggan.
Definisi kebutuhan pelanggan.
Identifikasi proses yang menghasilkan output ini.
Identifikasi pemilik proses.
b). Identifikasi dan Dokumentasi Proses
Diagram alir (flowcart) merupakan alat yang umum
dipergunakan untuk mendeskripsikan proses. Pembuatan diagram alir
pada proses memungkinkan untuk melakukan empat aktivitas
perbaikan berikut:
Mengidentifikasi peserta dalam proses.
Memberikan kepada semua peserta proses suatu pemahaman
umum tentang semua langkah proses dan peranan individual
mereka.
Mengidentifikasi inefisiensi, pemborosan dan langkah-langkah
redundant (berlebihan atau tidak perlu) dalam proses.
Menawarkan suatu kerangka kerja untuk mendefinisikan
kerangka proses.
19
Proses yang telah diidentifikasi harus didokumentasikan
dengan baik agar dapat dipergunakan sebagai bahan informasi yang
berguna dalam peningkatan proses secara terus-menerus.
c). Mengukur Kinerja
Mengukur kinerja dimaksudkan untuk dapat melihat bagaimana
suatu sistem sedang berjalan baik atau jelek. Ukuran-ukuran kinerja
didefinisikan dan dievaluasi dalam konteks ekspektasi pelanggan.
Dengan kata lain, setiap ukuran kinerja yang dipergunakan harus
mengarah pada ekspektasi atau kebutuhan pelanggan.
Pada dasarnya pengukuran kinerja dapat dilakukan pada tiga
tingkat, yaitu proses, output dan outcome (Vincent Gasperz, 2003:126-
128) sebagai berikut:
a. Pengukuran pada tingkat proses Mengukur setiap langkah atau aktivitas dalam proses dan karakteristik input yang diserahkan oleh pemasok (Supplier) yang mengendalikan karakteristik output yang diinginkan. Tujuan dari pengukuran pada tingkat ini adalah mengidentifikasi perilaku yang mengatur setiap langkah dalam proses, dan menggunakan ukuran-ukuran ini untuk mengendalikan operasi serta memperkirakan output yang akan dihasilkan sebelum output itu diproduksi atau diserahkan kepada pelanggan.
b. Pengukuran pada tingkat output Mengukur karakteristik output yang dihasilkan dibandingkan dengan spesifikasi karakteristik yang diinginkan pelanggan. Beberapa contoh ukuran pada tingkat output adalah banyaknya unit produk yang tidak memenuhi spesifkasi tertentu yang ditetapkan (banyak produk cacat), tingkat efektivitas dan efisiensi produksi, kualitas dari produk yang dihasilkan,dll.
c. Pengukuran pada tingkat outcome Mengukur bagaiman baiknya suatu produk memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan, jadi mengukur tingkat kepuasan pelanggan dalam mengkonsumsi produk yang diserahkan. Pengukuran pada tingkat outcome merupakan tingkat tertinggi dalam pengukuran kinerja kualitas. Beberapa contoh ukuran pada
20
tingkat outcome adalah banyaknya keluhan pelanggan yang diterima, banyaknya produk yang dikembalikan oleh pelanggan, tingkat ketepatan waktu penyerahan produk sesuai dengan waktu yang dijanjikan,dll.
d). Memahami Mengapa Suatu Masalah dalam Konteks Proses Terjadi
Ketiadaan data menimbulkan kesulitan untuk memahami
mengapa suatu sistem berjalan seperti itu sehingga kinerjanya tidak
sesuai dengan yang diharapkan. Masalah adalah deviasi atau
penyimpangan yang terjadi antara kinerja yang diharapkan (sasaran)
dengan kinerja actual (hasil actual).
Agar langkah-langkah peningkatan proses terus menerus dapat
berjalan dengan efektif dan efisien, setidaknya terdapat tiga hal yang
harus dipahami. Pertama, memahami apa yang menjadi masalah utama
dalam proses tersebut. Kedua, memahami hal-hal yang menjadi
masalah dalam proses tersebut. Ketiga, memahami apa yang menjadi
sumber variasi dalam masalah tersebut. Variasi merupakan
ketidakseragaman dalam sistem sehingga menimbulkan perbedaan
dalam kualitas.
e). Mengembangkan dan Menguji Ide-ide
Ide-ide dalam peningkatan proses harus ditujukan langsung
pada akar penyebab masalah. Agar ide-ide untuk peningkatan proses
secara terus menerus berjalan efektif maka ide itu harus diuji terlebih
dahulu sebelum diimplementasikan.
21
f). Implementasi Solusi dan Evaluasi
Langkah keenam dalam model peningkatan proses ini dimulai
dengan perencanaan dan implementasi perbaikan yang diidentifikasi
dan diuji dalam langkah kelima. Langkah enam melanjutkan untuk
mengukur dan mengevaluasi efektivitas dari proses yang diperbaiki
itu. Informasi yang diperoleh dijadikan umpan balik untuk
melaksanakan peningkatan selanjutnya, sehingga diperoleh suatu
perbaikan proses secara terus menerus.
Gambar 1.1
Model peningkatan Proses Secara Terus-menerus
Umpan Balik
Selain itu, Montgomey mengemukakan suatu model perbaikan
proses dalam versi lain dimana model yang dikemukakan ini merupakan
model perbaikan kualitas yang tetap berorientasi pada perbaikan proses
Langkah 1: Definisi Masalah
Langkah 2: Identifikasi dan dokumentasi Poses
Langkah 3: Mengukur Kinerja
Langkah 4: Memahami Mengapa?
Langkah 5: Mengembangkan dan
Menguji Ide-ide
Langkah 6: Implementasi Solusi dan Evaluasi
22
sebagaimana ditunjukkan oleh gambar di bawah ini (M.N. Nasution,
2001:83) :
Gambar 1.2
Model Perbaikan Proses
Pengujian dan Evaluasi Identifikasi Kecacatan
Mengembangkan Tindakan Analisis Penyebab Kecacatan
Korektif
Model perbaikan proses ini mempelajari keseluruhan rantai
pemasok dengan pelanggan, sehingga kebutuhan pelanggan merupakan
masukan dari industri untuk diteruskan pada pemasok. Pengukuran
dilakukan pada keseluruhan sistem, sehingga apabila ditemukan ada
kecacatan atau kegagalan, kegagalan atau kecacatan itu harus
diidentifikasi, untuk selanjutnya dianalisis penyebab kecacatan atau
kegagalan yang terjadi dalam proses secara keseluruhan. Hasil temuan
berupa akar penyebab kegagalan atau kecacatan itu kemudian dihilangkan
melalui pengembangan tindakan korektif. Pada akhirnya, tindakan
pengujian dan evaluasi harus dilakukan untuk menguji dan mengevaluasi
apakah tindakan korektif yang dilakukan itu efektif menghilangkan
penyebab kegagalan atau kecacatan yang terjadi dalam proses.
Pemasok Input Proses Output
Pengukuran
Pelanggan
Menghilangkan Penyebab kecacatan
Cacat
Akar Penyebab
23
Sedangkan Vincent Gasperz (2003:160), mengemukakan program
peningkatan kualitas dengan menggunakan langkah-langkah berikut:
a) Memilih dan menetapkan program perbaikan kualitas.
b) Mengemukakan mengapa memilih program tersebut.
c) Melakukan analisis situasi melalui pengamatan situasional.
d) Melakukan pengumpulan data selama beberapa waktu.
e) Melakukan analisis data.
f) Menetapkan rencana perbaikan melalui penetapan sasaran
perbaikan kualitas.
g) Melaksanakan program perbaikan selama waktu tertentu.
h) Melakukan studi penilaian terhadap program perbaikan kualitas itu.
i) Mengambil tindakan korektif atas penyimpangan yang terjadi atau
standardisasi terhadap aktivitas yang sesuai.
Langkah-langkah strategi perbaikan kualitas yang dikemukakan di
atas mengikuti siklus deming (PDSA) seperti ditunjukkan dalam gambar
di bawah ini:
24
Gambar 1.3
Strategi Perbaikan Kualitas Mengikuti Siklus Deming PDSA
Ya Tidak
Metode peningkatan terus-menerus menurut siklus Deming PDSA
tersebut di atas akan dijelaskan dalam tahap-tahap sebagai berikut (Fandy
Tjiptono, 1996:277-279):
1) Tahap Perencanaan (Plan)
Meliputi penjelasan studi yang akan dilakukan, tes untuk
perubahan proses, atau eksperimen yang akan dilakukan pada
tahap selanjutnya. Dalam tahap perencanaan ini, meliputi semua
daftar yang diperlukan untuk melaksanakan studi, termasuk siapa
yang akan melakukan, data apa yang harus dicatat, pelatihan apa
yang diperlukan, dan sebagainya.
2) Tahap Pelaksanaan (Do)
Ketidaksesuaian dengan rencana dicatat dan digunakan dalam
analisis.
3) Tahap studi (Study)
Rencana (Plan, P)
Laksanakan (Do, D)
Studi (Study, S)
Sesuai(Mencapai sasaran?
Tindakan (Act,A)
Standardisasi
Tindak Lanjut
Peningkatan/perbaikan
Tindakan (Act,A)
Koreksi
25
Hasil dari tahap Do dibandingkan dengan prediksi yang dibuat
selama tahap perencanaan. Apabila hasil tidak sesuai dengan apa
yang diprediksikan, teori yang ada pada tahap perencanaan dapat
direvisi. Sebaliknya, apabila hasilnya telah sesuai dengan prediksi,
tim akan menentukan bagaimana kondisi studi yang berbeda dari
kondisi yang akan dilihat dari proses atau sistem di masa akan
datang.
4) Tahap Tindakan (Act)
Tim menentukan suatu tindakan dengan melihat hasil ketiga tahap
sebelumnya. Tindakan dapat berupa perubahan proses/sistem yang
dipelajari tim atau tim melakukan tes lebih lanjut sebelum
melakukan perubahan. Pada tahap ini juga memutuskan apa yang
difokuskan pada siklus berikutnya.
Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Amy Y. Chou & David C.
Chou berikut ini (International Journal Information Systems and Change
Management, 2007: 25):
“…Plan-Do-Study-Act (PDSA) cycle proposed by Deming, the process improvement begins with PLAN. However, the planning process has to be based on the data that are collected from existing processes. Based on the collected data, quality practitioners make a plan or a test aimed at improvement. In the DO step, a plan or test is carried out. Followed by the STUDY step, the results are examined to identify what went wrong and what are the lessons learned. Eventually, quality practitioners have to change the process or abandon the process based on the studied results”. (Siklus Plan-Do-Study-Act (PDSA) diusulkan oleh Deming, dimana perbaikan proses dimulai dari rencana (Plan). Akan tetapi, rencana proses harus didasarkan pada data yang dikumpulkan dari proses yang telah ada. Berdasarkan data yang terkumpul, praktisi
26
kualitas membuat sebuah rencana atau tes dalam rangka perbaikan. Dalam tahap pelaksanaan (Do), sebuah rencana atau test dilakukan. Menurut tahap studi (Study), hasil yang didapat diuji untuk diidentifikasi kesalahan apa yang terjadi dan apa yang harus dipelajari. Kemungkinan, praktisi kualitas akan merubah proses atau meninggalkan proses yang didasarkan pada hasil studi).
Siklus Deming PDSA tersebut dapat di perinci lagi menjadi model
tujuh langkah sebagai strategi perbaikan kualitas, sebagaimana dijelaskan
oleh Richard Reid di bawah ini (International Journal Productivity and
Quality Management, 2006:33) :
“Step 1 – define the problem: the objective is to assemble the right team, reduce the project’s focus, and finalise the problem statement. Step 2 – describe the current process: the team’s responsibility is to create and validate a flowchart of the current process and verify the current performance with process owners and internal customers. Step 3 – identify and verify the root cause(s) of the problem: using various sequences of Total Quality tools, the team investigates cause–effect relationships associated with the study process and its current level of performance. Step 4 – develop an action plan to implement the preferred solution: before constructing a detailed action plan for eliminating the root cause(s), the team generates, evaluates, and selects the best approach from among the potential solutions and then establishes specific performance target values to be achieved. Step 5 – implement the solution: on a pilot basis, the plan is implemented with the team documenting any necessary changes, measuring progress, and documenting results. Step 6 – review and evaluate results. If the planned changes meet the pre-established numerical goals, and thus, were successful in eliminating the root cause(s), then the problem’s symptoms will have greatly diminished and the improvements need to be standardised within the organisation. If, on the other hand, the implemented changes did not meet the pre-determined numerical performance goals, then the team will have to revisit, as appropriate, steps 3, 4, or 5 to re-determine the root cause, re-design a new, more effective, action plan, or re-deploy the original action plan, respectively. Step 7 – reflect and act on this experience: the team standardises successful improvements, reflects on the effectiveness of the
27
utilised methodology and initiates any appropriate changes, celebrates their success, and continues the improvement process by returning to step 1”. (Langkah pertama, mendefinisikan masalah: tindakan nyata adalah menghimpun tim yang benar, memperkecil focus rencana dan merumuskan masalah. Langkah kedua, menguraikan aliran proses: tanggung jawab tim adalah untuk menghasilkan dan memvalidasi diagram alir (flowchart) dari aliran proses dan memeriksa kebenaran aliran kerja bersama pemilik proses dan pelanggan internal. Langkah ketiga, identifikasi dan memeriksa akar penyebab masalah: menggunakan macam-macam hubungan dari total quality tools, tim menyelidiki dampak hubungan dengan proses studi dan aliran dari kinerja. Langkah keempat, mengembangkan sebuah rencana tindakan untuk melaksanakan solusi yang lebih mungkin. Sebelum menyusun sebuah rincian rencana perbaikan untuk menghilangkan akar masalah tim menghasilkan, mengevaluasi dan menyeleksi pendekatan terbaik di antara solusi yang mungkin, untuk kemudian menetapkan target kinerja yang harus dicapai secara spesifik. Langkah kelima, melaksanakan solusi: dasar penunjuk rencana dilaksanakan dengan tim mendokumentasikan perubahan yang sifatnya memaksa, mengukur kemajuan dan mendokumentasikan hasil. Langkah keenam, memeriksa dan mengevaluasi hasil. Jika rencana perubahan sesuai dengan tujuan dan berhasil menghilangkan akar penyebab dan gejala masalah sebagian berkurang dan perbaikan dalam organisasi membutuhkan standardisasi. Jika sebaliknya, perubahan dilaksanakan tidak sesuai dengan tujuan kinerja, kemudian tim akan mengulang lagi langkah 3, 4, atau 5 untuk menentukan kembali akar penyebab, mendesain lagi rencana tindakan yang baru yang lebih efektif atau membuka kembali rencana tindakan yang asli agar lebih sesuai. Langkah ketujuh, merenungkan dan bertindak sesuai dengan pengalaman: tim menstandardisasikan perbaikan yang sukses, merenungkan metodologi yang efektif yang digunakan dan memulai berbagai perubahan yang benar, merayakan kesuksesan dan melanjutkan proses perbaikan dengan kembali ke langkah pertama secara terus-menerus). Empat langkah yang pertama seperti dijelaskan dalam model di
atas menjelaskan tahap perencanaan (Plan) dari siklus Deming. Sedangkan
tiga tahap terakhir masing-masing berhubungan langsung dengan tahap
28
Deming selanjutnya, yaitu tahap pelaksanaan (Do), tahap studi (Study) dan
tahap tindakan (Act).
Vincent Gasperz (2003:161) melihat hubungan antara siklus
Deming PDSA dan model tujuh langkah sebagai strategi perbaikan
kualitas seperti tersebut di atas, digambarkan melalui gambar di bawah ini:
Gambar 1.4
Hubungan Siklus Deming (PDSA) dan Strategi Perbaikan Kualitas
Siklus Deming PDSA Transformasi Kualitas
Merencanakan (Plan, P) Definisi Sistem
Menilai Situasi Sekarang
Analisis Penyebab
Melaksanakan (Do, D) Mencoba Teori Perbaikan
Mempelajari (Study, S) Memeriksa Hasil
Bertindak (Act, A) Standardisasi Perbaikan
Rencana Perbaikan Terus-menerus
Berbeda halnya dengan Woerner (Vincent Gasperz, 2003:98-101),
mengembangkan suatu model manajemen proses terstruktur yang
memiliki sembilan langkah sebagai berikut:
a) Identifikasi Proses, koordinator mengatur pertemuan dengan
sponsor sebagai stakeholder utama dan pemilik proses untuk
membahas topik seperti menjabarkan prosedur yang diikuti,
29
mendiskusikan ruang lingkup dan tujuan, menjabarkan tugas tim,
dan lain-lain.
b) Pemilihan Tim, setelah rencana perbaikan proses disetujui maka
tim dipilih. Dalam langkah ini koordinator melakukan diskusi
dengan pemilik proses untuk mempelajari proses yang ada.
c) Penetapan Ruang lingkup dan Tujuan, adanya peninjauan ulang
dan penetapan ruang lingkup agar semua peserta dalam perbaikan
proses memiliki pemahaman yang sama serta memiliki komitmen.
Selain itu, adanya peninjauan ulang terhadap aliran proses
dilakukan sebagai penyesuaian sehingga merefleksikan proses
sesungguhnya.
d) Identifikasi Kelemahan Proses, dari peninjauan ulang proses
diketahui kelemahan proses. Kelemahan proses yang telah
ditetapkan dan mendapat prioritas diberi validasi dan dilakukan
pengembangan rekomendasi untuk perbaikan proses.
e) Pengembangan Rekomendasi untuk Perbaikan Proses, rekomendasi
dikembangkan, setelah mendapat validasi dan diperoleh kelayakan
untuk melaksanakannya, maka laporan manajemen disiapkan.
f) Memperoleh Persetujuan, rekomendasi tersebut didiskusikan untuk
mendapat persetujuan dari semua pihak yang terlibat dalam
perbaikan proses.
g) Pengembangan Rencana Kualitas, adanya pengembangan rencana
tindakan agar melakukan rekomendasi tersebut.
30
h) Presentasi Rencana Kualitas, pemilik proses mempresentasikan
rencana kualitas kepada semua peserta agar diketahui bersama.
i) Implementasi dan Pemantauan Kemajuan Perbaikan Proses,
rencana kualitas diimplementasikan dan laporan kemajuan proses
disiapkan secara teratur.
Model manajemen proses terstruktur seperti disebutkan diatas
membutuhkan pendidikan serta pelatihan tentang prinsip-prinsip kualitas
kepada sumber daya manusia yang terlibat dalam perbaikan proses.
Berikut ini adalah gambar model manajemen proses terstruktur
yang dikemukakan oleh Woerner:
31
Gambar 1.5
Model Manajemen Proses Terstruktur
TINDAKAN LANGKAH HASIL Kesempatan Perbaikan terpilih
Team dan kelompok penasehat
Manajemen(KPM) terpilih, draft
batas-batas proses & tujuan tim
Batas-batas proses dan
tujuan team disetujui
Aliran proses diperbaiki daftar kelemahan dalam urutan
kepentingan,pengelopokan dan
validasi kelemahan
Pengembangan rekomendasi, tim
menyiapkan laporan manajemen
Persetujuan implementasi rekomendasi
Rencana kualitas berupa standar pengukuran proses & kepuasan
pelanggan
Rencana Kualitas siap diimplementasikan
Laporan Kemajuan kepada
sponsor,tim dan coordinator.
PERBAIKAN TERUS MENERUS
Berdasarkan beberapa teori diatas, maka untuk menjelaskan
Surakarta, penulis akan menggunakan model peningkatan terus-menerus
Visi Perusahaan, Kebijaksanaan Kualitas, Prinsip Kualitas, strategi Kualitas
IDENTIFIKASI PROSES
PEMILIHAN TIM
PENETAPAN RUANG LINGKUP DAN TUJUAN
IDENTIFIKASI KELEMAHAN PROSES
PENGEMBANGAN DAN REKOMENDASI
PERSETUJUAN
PENGEMBANGAN RENCANA KUALITAS
PRESENTASI RENCANA KUALITAS
IMPLEMENTASI DAN PEMANTAUAN KEMAJUAN
UMPAN BALIK PROSES
1
2
3
4
5
6
7
8
9
32
dengan menggunakan siklus Deming Plan-Do-Study-Act (PDSA). Hal
yang mendasari penulis untuk mengambil teori ini adalah bahwa teori-
teori yang dikemukakan diatas pada dasarnya mempunyai inti yang sama
dalam menjelaskan peningkatan proses terus menerus. Selain itu, teori
PDSA yang dikemukakan Deming telah mengcover inti dari teori-teori
yang telah dikemukakan para ahli lain tersebut.
Teori siklus deming PDSA tersebut dimulai dengan tahap-tahap
sebagai berikut:
A. Plan (P) atau Tahap Perencanaan.
Fandy Tjiptono (1996:277) menjelaskan tahap perencanaan
sebagai berikut:
“Tahap perencanaan meliputi penjelasan studi yang akan dilakukan, tes untuk perubahan proses, atau eksperimen yang akan dilakukan pada tahap selanjutnya. Perencanaan terdiri dari daftar semua langkah yang akan diperlukan untuk melakukan studi atau atau tes, termasuk siapa yang akan melakukan setiap langkah, data yang harus dicatat, siapa yang akan menginformasikan, pelatihan macam apa yang diperlukan, dan siapa yang akan melakukannya.”
Menurut Richard M. Walker dalam artikel yang berjudul
“Continuous Improvement for Housing Associations: A Discussion
Paper Prepared for The Housing” menjelaskan tahap perencanaan
adalah sebagai berikut (www.cardiff.ac.uk/cplan/staff/walker.html):
“At the PLAN stage it is necessary to identify and collect information about the organisation in key areas where improvements will have most impact on their performance and prepare the detailed basic work for the improvement in the organisation's activities”. (Dalam tahap perencanaan dibutuhkan identifikasi dan pengumpulan informasi tentang
33
organisasi dalam area kunci dimana perbaikan akan memberikan akibat yang besar terhadap kinerja mereka dan menyiapkan dasar kerja yang terperinci untuk perbaikan dalam aktivitas organisasi)
Dari pendapat-pendapat tersebut, maka penulis mengambil
suatu kesimpulan bahwa tahap perencanaan merupakan tahap untuk
pengumpulan informasi tentang proses yang ada dalam organisasi
untuk kemudian dibuat suatu rencana untuk perbaikan. Dalam
penelitian ini, tahap perencanaan akan menjelaskan tentang rencana-
rencana yang dilakukan Instalasi Farmasi RSDM Surakarta dalam
upaya continual improvement kinerjanya
B. Do (D) atau Tahap Pelaksanaan.
Fandy Tjiptono (1996:278), memberikan penjelasan tentang
tahap pelaksanaan, yaitu dalam pelaksanaan apabila diketemukan
ketidaksesuaian dengan rencana, maka dalam tahap ini ketidaksesuaian
tersebut dicatat dan digunakan dalam analisis.
Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Amy Y. Chou & David
C. Chou (International Journal Information Systems and Change
Management, 2007: 25) dimana dalam tahap pelaksanaan sebuah
rencana atau tes dilakukan.
Dari pendapat tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa,
tahap pelaksanaan merupakan pelaksanaan dari rencana perbaikan
yang telah ditetapkan. Dalam penelitian ini, akan dijelaskan bagaimana
tahap pelaksanaan rencana sebagai upaya continual improvement
kinerja Instalasi Farmasi RSDM Surakarta.
34
C. Study (S) atau Tahap Studi.
Mengenai tahap studi , Fandy Tjiptono (1996:278) memberikan
penjelasan sebagai berikut:
“Tahap ketiga dari siklus adalah study. Hasil dari tahap Do dibandingkan dengan prediksi yang dibuat selama tahap perencanaan. Jika hasil tidak sesuai dengan yang diprediksikan, teori yang ada dalam tahap perencanaan dapat direvisi. Jika hasilnya sesuai dengan prediksi, tim menentukan bagaimana kondisi studi yang berbeda dari kondisi yang akan dilihat dari proses atau sistem di masa yang akan datang”. Sedangkan Vincent Gasperz (2006:73) memberikan penjelasan
bahwa dalam tahap studi dilakukan untuk mengetahui apakah jenis
masalah kualitas yang ada telah hilang atau berkurang. Hasil dari dari
studi ini akan memberikan tambahan informasi dalam perencanaan
kualitas berikutnya.
Jadi, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa tahap studi
merupakan tahap untuk memeriksa hasil dari tahap pelaksanaan (Do)
untuk dibandingkan dengan prediksi yang dibuat dalam tahap
perencanaan. Dalam penelitian ini, tahap studi akan menjelaskan
bagaimana kesesuaian tahap pelaksanaan dengan perencanaan yang
dilakukan Instalasi Farmasi dalam upaya continual improvement
kinerjanya.
D. Act (A) atau Tahap Tindakan.
Penjelasan tahap tindakan menurut Fandy Tjiptono (1996: 279)
adalah:
“Tim menetukan tindakan apa yang tepat dilihat dari ketiga tahap tersebut. Tindakan dapat berupa perubahan proses atau
35
sistem yang dipelajari tim atau tim melakukan tes lebih lanjut sebelum melaksanakan perubahan. Tahap act juga memutuskan apa yang akan difokuskan pada siklus selanjutnya”. Vincent Gasperz (2006: 73) mengartikan tahap tindakan
sebagai:
“Hasil-hasil yang memuaskan dari tindakan solusi masalah harus distandardisasikan, dan selanjutnya melakukan perbaikan terus menerus pada jenis masalah yang lain. Apabila tindakan terhadap solusi masalah tidak memberikan hasil-hasil yang memuaskan, tindakan itu harus dikoreksi atau diperbaiki”. Dari kedua pendapat tersebut penulis mangambil suatu
kesimpulan bahwa tahap tindakan (Act) merupakan tindakan yang
dilakukan dengan melihat hasil dari ketiga tahap sebelumnya untuk
kemudian dijadikan dasar bagi proses continual improvement
berikunta. Dalam hal ini adalah tindakan-tindakan yang dilakukan
Instalasi farmasi RSDM Surakarta sebagai upaya continual
improvement kinerjanya.
F. Kerangka Pikir
Dewasa ini, pelayanan merupakan aspek yang menjadi prioritas organisasi
dalam mempertahankan eksistensinya. Dalam kondisi tersebut kualitas pelayanan
harus diutamakan agar mampu memberikan kepuasan serta mendapat kepercayaan
dari masyarakat. Oleh karena itu, konsep TQM digunakan sebagai strategi
peningkatan kualitas pelayanan. RSDM Surakarta merupakan salah satu
organisasi yang mempunyai kesadaran akan pentingnya kualitas pelayanan yang
dipacu dengan adanya penerapan TQM. Salah satu pelayanannya adalah
36
pelayanan di Instalasi Farmasi. Untuk mencapai kualitas pelayanan yang baik,
maka di dalam sistem manajemen Instalasi Farmasi dibutuhkan upaya continual
improvement kinerja agar keseluruhan proses dapat berjalan dengan baik pula.
Tetapi dalam kenyataannya pelayanan di Instalasi Farmasi masih
mengalami beberapa kendala yang menyebabkan ketidakpuasan pelanggan,
seperti masalah yang berkaitan dengan kecepatan waktu pelayanan dan
kelengkapan obat di apotek. Meskipun proses internal Instalasi Farmasi telah
berjalan baik.
Menyikapi permasalahan-permasalahan yang menjadi penyebab
ketidakpuasan pelanggan maka Instalasi farmasi RSDM Surakarta menerapkan
continual improvement kinerja dalam prosesnya. Continual improvement kinerja
tersebut dapat diidentifikasi dengan menggunakan siklus Deming yang dimulai
dari tahap Plan-Do-Study-Act (PDSA).Hal ini dilakukan agar kedepannya pihak
Instalasi Farmasi RSDM Surakarta mampu menemukan penyebab untuk
kemudian dicari solusi untuk tindak lanjut dalam perbaikan sasaran mutu. Dengan
adanya continual improvement kinerja dalam prosesnya pula, sasaran mutu yang
telah tercapai dapat ditingkatkan lagi sehingga peningkatan kualitas pelayanan
dapat tercapai.
Pada tahap perencanaan (plan), akan menjelaskan tentang rencana-rencana
yang dilakukan Instalasi Farmasi RSDM Surakarta dalam upaya continual
improvement kinerjanya. Rencana tersebut sebagai upaya perbaikan di Instalasi
Farmasi yang meliputi perbaikan kepuasan pelanggan serta peningkatan proses
internal. Selanjutnya pada tahap pelaksanaan (Do) melihat pelaksanaan atau
37
kinerja dari rencana-rencana perbaikan yang ditetapkan sebelumnya. Berikutnya,
dalam tahap studi (Study) kita dapat membandingkan kinerja dengan sasaran
mutu. Dalam hal ini, apakah kinerja Instalasi Farmasi telah mencapai sasaran
mutu atau justru sebaliknya. Apabila telah sesuai maka dapat dilakukan tindakan
(Act), yaitu standardisasi. Sebaliknya, apabila belum dapat dilakukan tindakan
koreksi. Dari hasil atau tindak lanjut dari tindakan tersebut kita dapat melihat
ii Hubungan kerja pertanggung jawaban, koordinasi dan
komando antara Kepala Sub Instalasi Farmasi kepada Kepala
Instalasi Farmasi.
iii Hubungan kerja komando antara Ketua komite Medik dan
ketua Panitia Farmasi dan Terapi.
b Horisontal
i Hubungan kerja koordinasi antara Kepala Instalasi Farmasi dan
Kepala Bagian maupun kepala Bidang di lingkungan RSDM
Surakarta.
ii Hubungan kerja koordinasi Kepala Instalasi Farmasi dan Ketua
Komite Medik.
c Diagonal
i Hubungan kerja koordinasi antara Kepala Instalasi Farmasi
dengan Ketua Panitia Lain.
ii Hubungan kerja koordinasi antara Kepala Instalasi Farmasi
dengan Ketua Panitia Farmasi dan Terapi.
Hubungan kerja kepala instalasi farmasi di gambarkan dengan bagan
di bawah ini:
69
Gambar 2.3
Hubungan Kerja Kepala Instalasi Farmasi
Sumber : Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
Keterangan:
: Hubungan pertanggung jawaban
: Hubungan komando
: Hubungan konsultasi atau koordinasi
Direktur
Wadir Pelayanan
Wadir Umum Wadir Keuangan
Kepala Instalasi Farmasi
Kepala Bagian atau Kepala Bidang
Ketua Komite Medik
Kepala Sub Instalasi Farmasi
Ketua Panitia Farmasi dan Terapi
Ketua Panitia Lain
70
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dibahas mengenai Continual Improvement Kinerja
Instalasi Farmasi RSDM Surakarta. Untuk menjelaskan bagaimana Continual
Improvement Kinerja Instalasi Farmasi RSDM Surakarta, terdapat empat tahap
yang dilaksanakan, yaitu tahap perencanaan (plan), tahap pelaksanaan (do), tahap
studi (study) dan tahap tindakan (act).
A. Tahap Perencanaan (Plan)
Tahap perencanaan merupakan tahap dimana pengumpulan informasi
tentang proses yang ada di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta untuk kemudian
dijadikan dasar dalam penetapan rencana perbaikan.
Instalasi Farmasi RSDM Surakarta sebagai bagian yang tak terpisahkan
dari sistem pelayanan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien,
penyediaan obat bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi
semua lapisan masyarakat, selalu memperhatikan kualitas pelayanannya agar
keseluruhan proses pelayanan dalam rumah sakit dapat berjalan dengan baik.
Akan tetapi, dalam prosesnya masih dijumpai beberapa kendala, seperti terlihat
dari hasil pengukuran kepuasan pelanggan terhadap pelayanan farmasi rawat inap
yang dilakukan oleh Instalasi Farmasi RSDM Surakarta bulan Oktober 2008
dimana kepuasan pelanggan masih belum tercapai karena kinerja pelayanan
sebagai salah satu variabelnya masih tergolong rendah. Variable kinerja yang
71
mempunyai kinerja rendah tersebut seperti kecepatan waktu pelayanan. (Lihat
halaman 7-8)
Hal tersebut dimintakan tanggapan dari Bp. Drs. Waluyo, Apt. selaku
Kepala Sub Instalasi Farmasi Pelayanan Gudang Farmasi dan Kebutuhan
Ruangan di RSDM Surakarta:
“Kepuasan pelanggan itu tidak hanya cukup obatnya. Jadi, mereka tentu merasa puas kalau semua keperluan bisa terpenuhi, misalnya pasien butuh informasi obat seperti kalau minum obat yang ini dengan yang itu bagaimana? itu kan namanya pelayanan informasi obat. Jadi pelayanan kita tidak hanya termasuk harga yang terjangkau tetapi administrasinya juga harus cepat, tanpa lama menunggu dan sebagainya”. (Wawancara 17 Juni 2009)
Oleh karena itu continual improvement kinerja dibutuhkan agar masalah-
masalah yang tersebut dapat terselesaikan. Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
mempunyai komitmen terhadap perbaikan berkesinambungan tersebut.
Tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi di rumah sakit,
mengharuskan adanya perubahan pelayanan dari paradigma lama drug
oriented atau orientasi obat (pendekatan tradisional) ke paradigma baru
patient oriented dengan filosofi pharmaceutical care (pelayanan farmasi
klinik). Demikian halnya dengan Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
72
mempunyai rencana perbaikan dalam sistemnya dengan berkembangnya
sistem farmasi dari sistem atau paradigma tradisional ke arah pelayanan
farmasi klinik tersebut. Perubahan yang dimaksudkan adalah Instalasi Farmasi
RSDM Surakarta sekarang ini tidak hanya berperan dalam melayani resep
obat atau mengelola perbekalan farmasi saja, tetapi bertanggung jawab pula
dalam menjamin penggunaan obat dan alat kesehatan sesuai dengan indikasi,
efektif aman dan terjangkau oleh pasien melalui penerapan pengetahuan,
keterampilan dan perilaku apoteker serta bekerja sama dengan pasien serta
profesi kesehatan lain.
Hal tersebut dijelaskan oleh Bp. Waluyo, Apt dalam wawancara
berikut:
“Kalau sistem tentu Farmasi itu terus berkembang, jadi mula-mula sistem yang awal itu sistem tradisional artinya Farmasi tugasnya hanya melayani resep atau hanya mengelola barang saja, ada resep dilayani selesai. Jadi sekarang berkembang ke arah Farmasi klinik namanya. Farmasi klinik itu disamping mengelola barang juga mengelola pasien. Dia memonitor apakah dosisnya tepat, apa ada efek samping obat, apakah obat yang diberikan itu ada interaksi atau tidak, bagaimana jalan keluarnya dan sebagainya”. (Wawancara 17 Juni 2009)
Hal senada juga dijelaskan oleh Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi, Apt,
selaku Kepala Sub Instalasi Administrasi dan Pendidikan berikut ini:
“Pelayanan farmasi tradisional adalah pelayanan farmasi orientasinya hanya ke obat, itu yang tradisional. Sekarang perkembangan selanjutnya farmasi tidak hanya mengelola obat saja, tetapi berorientasi kepada pasien atau pelayanan farmasi klinik. Jadi kan mutu pelayanan dengan demikian dapat ditingkatkan”. (Wawancara, 22 Juli 2009)
73
Lebih jelas kegiatan pelayanan farmasi klinik seperti tertuang dalam
pedoman kerja Instalasi Farmasi RSDM Surakarta adalah sebagai berikut:
Mengkaji instruksi pengobatan atau resep pasien.
Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan
alat kesehatan.
Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan
obat dan alat kesehatan.
Memantau efektivitas dan keamanan maslah yang berkaitan dengan
penggunaan obat dan alat kesehatan.
Memberikan informasi tentang obat atau alat kesehatan kepada petugas
kesehatan, pasien atau keluarganya.
A.1.2 Pengembangan Computerize
Perbaikan sistem Instalasi Farmasi RSDM Surakarta yang lain
adalah berkembangnya sistem pelayanan yang berbasis informasi dimana
Instalasi Farmasi telah memakai sistem LAN atau computerize sehingga
proses pelayanan lebih efektif dan efisien, seperti dalam proses pengelolaan
obat atau perbekalan farmasi. Perbekalan farmasi mempunyai jenis dan jumlah
yang sangat banyak. Dalam standar pelayanan farmasi di rumah sakit
dijelaskan bahwa perbekalan farmasi merupakan sediaan farmasi yang terdiri
dari obat, bahan obat, alat kesehatan, reagensia, radio farmasi dan gas medis.
74
Tentunya, banyaknya perbekalan farmasi yang harus dikelola tersebut akan
menjadi lebih cepat dengan pengembangan computerize.
Berikut wawancara dengan Bp. Drs. Waluyo, Apt. :
“Ada kegiatan Instalasi Farmasi perbaikan sistem yang lain misalnya dahulu farmasi itu kalau dimintai data masih lambat, mengapa? Karena yang diurus itu obat dan alat kesehatan yang itemnya banyak antara tiga ribu sampai empat ribu item dan untuk menghitungnya itu lama. Kemudian diperbaiki dengan LAN atau computerize. Terus nanti ada pelayanan informasi obat harus pakai LAN itu. Jadi tidak mandeg tetapi harus berkesinambungan”. (Wawancara, 17 Juni 2009)
Selain itu pula pengembangan computerize di Instalasi Farmasi
RSDM Surakarta sekarang ini juga direncanakan untuk diarahkan sebagai data
base dalam pelayanan farmasi klinik.
Hal tersebut senada dengan pernyataan Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi,
Apt. dalam wawancara sebagai berikut:
“Itu (computerize atau LAN) digunakan untuk pengelolaan obat atau perbekalan farmasi. Sifatnya pelayanan farmasi tradisional. Tetapi, computerize dapat pula digunakan sebagai data base untuk pelayanan farmasi klinik juga. Kita kembangkan ke arah situ”. (Wawancara, 22 Juli 2009)
Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa rencana
continual improvement dalam pengembangan computerize di Instalasi Farmasi
adalah pengembangan computerize digunakan untuk mendukung kegiatan
pelayanan farmasi agar lebih efektif dan efisien, seperti dalam pengelolaan
obat atau perbekalan farmasi. Rencana perbaikan yang lain yaitu,
pengembangan computerize diarahkan untuk mendukung pelayanan farmasi
klinik.
75
A.2. Perbaikan Sasaran Mutu
Dengan diperolehnya sertifikasi ISO 9001:2000 oleh RSDM
Surakarta pada 19 Juni 2007, komitmen akan adanya continual improvement
kinerja dalam pelayanan di RSDM Surakarta semakin terlihat jelas. Demikian
halnya dengan Instalasi Farmasi sebagai salah satu ruang lingkup dalam
penerapan ISO 9001:2000 di RSDM Surakarta, komitmen akan adanya
perbaikan terlihat jelas dan terdokumentasi dalam bentuk sasaran mutu.
Sasaran mutu berhubungan langsung dengan komitmen akan adanya continual
improvement. Oleh karena itu, sasaran mutu harus ditinjau dan direvisi atau
diperbaiki sesuai dengan keperluan. Sasaran mutu Instalasi Farmasi RSDM
Surakarta adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1
Target dan Sasaran Mutu Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
Berikut hasil wawancara dengan Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi. Apt.,:
“Kita punya sasaran mutu untuk jangka waktu lima tahunan ya mbak ya, jadi tidak tercapai di satu waktu kita masih ada target atau waktu untuk bulan depan, terus diperbaiki terus”. (Wawancara, 29 Mei 2009)
Hal senada diungkapkan oleh Bp. Drs. Waluyo, Apt. sebagai berikut:
“Sasaran mutu itu harus selalu dievaluasi. Dalam arti kalau sasaran mutu itu sudah tercapai perlu untuk ditingkatkan (targetnya)”. (Wawancara,17 Juni 2009)
Dari hasil wawancara dan sasaran mutu di atas dapat disimpulkan
bahwa Instalasi Farmasi mempunyai sasaran mutu untuk jangka waktu lima
tahun. Setiap tahunnya sasaran mutu yang akan dicapai Instalasi Farmasi
mempunyai standar atau targetnya masing-masing. Untuk sasaran mutu yang
berkaitan dengan kepuasan pelanggan, Instalasi Farmasi mentargetkan 90%
pelanggan puas.
Sedangkan untuk sasaran mutu yang berkaitan dengan proses internal
atau respon time, Instalasi Farmasi mempunyai target bagi pasien non askes
untuk tahun 2006 adalah R/Tunggal:20 MenitR/ Racikan:30 Menit, tahun
2007 adalah R/Tunggal:20 Menit R/ Racikan:30 Menit, tahun 2008 adalah
R/Tunggal:15 Menit R/ Racikan:30 Menit, tahun 2009 adalah R/Tunggal:15
Menit R/ Racikan:29 Menit, dan untuk tahun 2010 adalah R/Tunggal:15 Menit
77
R/ Racikan:28 Menit. Untuk pasien askes target respon time untuk tahun 2006
sampai tahun 2010 secara berturut-turut adalah 45 menit, 44 menit, 43 menit,
42 menit dan 41 menit. Target sasaran mutu untuk respon time mempunyai
trend yang meningkat dimana target respon time lebih cepat dari tahun
sebelumnya. Hasil pencapaian sasaran mutu tersebut oleh Instalasi Farmasi
RSDM Surakarta akan dievaluasi secara terus-menerus.
Laporan Ketidaksesuaian dan Penyelesaiannya (LKP)
Dalam prosesnya, perbaikan sasaran mutu bukan tidak mungkin akan
dijumpai ketidaksesuaian-ketidaksesuaian, tidak hanya terkait dengan sasaran
mutu tersebut tetapi juga prosedur-prosedur dan sebagainya. Ketidaksesuaian
tersebut nantinya dapat terlihat dalam tindakan perbaikan berupa laporan
ketidaksesuaian dan penyelesaian (LKP). Hal ini dilakukan untuk mengurangi
penyebab ketidaksesuaian dalam rangka untuk mencegah ketidaksesuaian
terulang lagi. Jadi, rencana perbaikan Instalasi Farmasi tertuang dalam LKP
ini.
Berikut hasil wawancara dengan Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi, Apt:
“Untuk perbaikan kita pakainya formulir, kemudian ada laporan ketidaksesuaian dan perbaikan. Ketidaksesuaian apa yang ditemukan ditulis disitu, sebab atau kronologis penyebabnya apa saja, kemudian rencana perbaikan apa saja, itemnya apa saja, ada penanggung jawabnya di sana untuk masing-masing item kegiatan, kemudian jangka waktu juga ditentukan. Jadi ada target penyelesaian kapan target harus diselesaikan”. (Wawancara, 27 Mei 2009)
Laporan ketidaksesuaian dan penyelesaian (LKP) seperti yang
dimaksudkan di atas adalah sebagai berikut:
78
Gambar 3.1
Format Laporan Ketidaksesuaian dan Penyelesaiannya (LKP)
Internal No LKP:
Keluhan Pelanggan Tanggal:
LKP ditujukan kepada Departemen Instalasi Farmasi
Dari laporan tersebut Instalasi Farmasi dapat mengetahui penyebab
Sumber: Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
Dari laporan tersebut Instalasi Farmasi dapat mengetahui penyebab
ketidaksesuaian serta merencanakan tindakan perbaikan agar ketidaksesuaian
tersebut mampu diselesaikan dan proses perbaikan dapat dilakukan secara
berkesinambungan. Setelah LKP selesai dibuat nantinya terdapat monitoring
Ketidaksesuaian: ………
Pertama Kali
Berulang ke___ Kali
Dibuat oleh Mengetahui
Kronologis (jika diperlukan): ……. Dibuat oleh Mengetahui
untuk memverivikasi apakah Instalasi Farmasi benar-benar telah melakukan
rencana perbaikan tersebut.
Hal tersebut dimintakan pendapat dan prosesnya dijelaskan secara
rinci oleh Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi, Apt. sebagai berikut:
“Begitu ketemu temuan ketidaksesuaian, kita cari penyebabnya terus kita bisa tentukan hal-hal yang kira-kira bisa untuk menyelesaikan dan memperbaiki ketidaksesuaian itu apa saja, nah dari situ kita target penyelesaian dari masing-masing tahap. Targetnya kita yang menentukan sendiri kira-kira kapan selesai. Setelah laporan telah selesai kita lapor ke ISO Center disana kita bisa tahu temuan itu ditemukan siapa, misalnya nanti auditor internal. Nanti auditor internal akan memberi paraf pada bagian verivikasi apakah ketidaksesuaian tersebut benar-benar telah diperbaiki ataukah belum”(Wawancara, 17 Juni 2009)
Dari hasil laporan ketidaksesuaian dan penyelesaian (LKP) tanggal
13 Mei 2009 ditemukan ketidaksesuaian yaitu:
Belum ada protap stock opname obat dan alat kesehatan. Untuk rencana
perbaikan yang dilakukan yaitu, dengan membuat protap stok opname obat
atau alat kesehatan dengan target mulai 13 Mei 2009 dan target selesai 27
Mei 2009.
Belum ada standar kompetensi tenaga farmasi. Untuk rencana perbaikan
yang dilakukan yaitu, dengan membuat standar kompetensi tenaga farmasi
dengan target mulai 13 Mei 2009 dan target selesai perbaikan adalah 20
Mei 2009.
Untuk rencana perbaikan sasaran mutu Instalasi Farmasi RSDM
Surakarta dapat disimpulkan bahwa sasaran mutu akan selalu dievaluasi
80
dan diperbaiki. Dalam prosesnya terdapat sarana untuk perbaikan sasaran
mutu tersebut, yaitu LKP. LKP ini berisi rencana perbaikan yang
dilakukan, tidak hanya berkaitan dengan pencapaian sasaran mutu tetapi
juga prosedur. Rencana perbaikan yang dilakukan Instalasi Farmasi yaitu
membuat prosedur tetap stock opname dan alat kesehatan serta menyusun
prosedur tetap standar kompetensi farmasis RSDM Surakarta.
A.3. Perbaikan Sumber Daya Manusia
Instalasi Farmasi harus menetapkan dan menyediakan sumber daya
yang dibutuhkan untuk menerapkan dan memelihara sistem dalam organisasi.
Karena sumber daya manusia yang ada sangat menentukan proses continual
improvement dimana sumber daya manusia yang ada di dalam Instalasi
Farmasi seluruhnya terlibat di dalam proses perbaikan, maka sumber daya
manusia harus dipersiapkan. Oleh karena itu, perlu diterapkan rencana
pengembangan sumber daya yang meliputi:
A.3.1. Ketersediaan Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yang dimiliki Instalasi Farmasi RSDM
Surakarta haruslah mencukupi kebutuhan dalam menjalankan dan
meningkatkan proses pelayanan atau meningkatkan kepuasan pelanggan.
Akan tetapi, dalam kenyataannya Instalasi Farmasi masih mengalami kendala
dalam hal ini dimana sumber daya manusia di Instalasi Farmasi tidak
mencukupi jumlahnya.
81
Berikut hasil wawancara dengan Bp. Drs. Joko Lestari, Apt. selaku
Kepala Sub Instalasi Apotek Rawat Inap:
“Masalah yang dihadapi Instalasi Farmasi sekarang ini adalah sumber daya manusia, jadi sumber daya manusianya itu kurang, itu yang menjadi masalah utama. Instalasi Farmasi kan jangkauannya cukup luas harapannya bias mengcover atau mendekatkan pelayanan farmasi ke customer itu harusnya mendekatkan pelayanan farmasi ke pasien. Namun karena keterbatasan orangnya, faktor ketenagaannya itu kurang sehingga jangkauannya itu tidak merata”. (Wawancara, 3 Juni 2009)
Hal serupa juga diungkapkan oleh Ibu Dra. Suti Haryani, Apt selaku
Kepala Instalasi Farmasi RSDM Surakarta:
“Jujur Instalasi Farmasi sekarang ini mengalami kekurangan sumber daya manusia, karena kemarin kita kehilangan beberapa tenaga kita karena pensiun dan sebagainya”. (Wawancara, 30 Juli 2009)
Ibu F. Yovita Dewi, Ssi. Apt., selaku Kepala Sub Instalasi Farmasi
Klinik juga memberikan pendapatnya sebagai berikut:
“Kalau perbaikan farmasi terus-menerus melakukan perbaikan supaya lebih baik dan lebih baik. Untuk farmasi sendiri banyak kendala salah satunya tenaga..tenaga kita nggak ada. Mungkin dari yang lain juga sudah mengatakan kalau ada pensiun berapa persen. Bolongnya berapa persen sedangkan penggantinya juga belum ada”. (Wawancara, 23 Juli 2009)
Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa ketersediaan
sumber daya manusia di Instalasi Farmasi yang kurang salah satunya
disebabkan karena pensiun, pindah dan sebagainya. Akibat kurangnya sumber
daya manusia ini jangkauan pelayanan Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
menjadi tidak merata. Rencana perbaikan yang akan dilakukan Instalasi
82
Farmasi RSDM kaitannya dengan ketersediaan sumber daya manusia adalah
dengan mencari penggantinya atau melakukan rekruitmen.
Rencana tersebut sejalan dengan pernyataan Bp. Drs. Joko Lestari,
Apt. dalam wawancara berikut ini:
“...alternatif perbaikannya jelas penambahan karyawan. Itu ada plus minusnya, dengan penambahan karyawan kita bisa menjangkau pelayanan farmasi. Sedangkan minusnya penambahan karyawan kan membutuhkan prosedur sehingga membutuhkan waktu juga...”. (Wawancara, 3 Juni 2009)
A.3.2 Kompetensi Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yang bekerja dalam Instalasi Farmasi harus
memiliki kompetensi yang berdasarkan pendidikan, pelatihan, keahlian dan
pengalaman yang sesuai. Seiring dengan tuntutan masyarakat akan mutu
pelayanan, maka kompetensi yang telah dimiliki sumber daya manusia yang
ada di Instalasi Farmasi terus ditingkatkan dengan pelatihan, seminar atau
pendidikan. Rencana-rencana perbaikan tersebut untuk memaksimalkan
potensi sumber daya manusia sehingga secara berkesinambungan perbaikan
dapat tercapai.
Hal tersebut dimintakan pendapat Bp. Drs. Waluyo, Apt sebagai
berikut:
“Kalau perbaikan personil tentu ya pendidikan. Jadi pendidikan tidak harus mengikuti kuliah diperguruan tinggi, tentu disesuaikan dengan keadaan misalnya pelatihan-pelatihan. Jadi paling tidak itu bisa meng-upgrade ilmunya yang sudah lama keluar dari fakultas”. (Wawancara, 17 Juni 2009)
83
Dari hasil wawancara Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi, Apt. selaku Kepala
sub Instalasi Administrasi dan Pendidikan menambahkan sebagai berikut:
“Up date pengetahuan dan ketrampilan di RSDM Surakarta ini sambil jalan, misalnya dengan mengirim atau mengikutsertakan pegawai atau staff ke pelatihan-pelatihan, seminar-seminar seperti itu. Khusus untuk perbaikan berkesinambungan proses internal Instalasi Farmasi kita belum sempat sampai kesitu”. (Wawancara, 27 Mei 2009)
Perbaikan kompetensi sumber daya manusia di Instalasi Farmasi
RSDM Surakarta secara umum mempunyai tujuan dalam menciptakan
pelayanan farmasi yang bermutu melalui peningkatan mutu sumber daya
manusia pelaksana pelayanan. Secara khusus, dapat meningkatkan
kemampuan atau kompetensi tenaga apoteker atau asisten apoteker dalam
pelayanan farmasi sehingga kebutuhan tenaga yang terdidik dan terlatih dalam
bidang farmasi klinik dapat terpenuhi.
B. Tahap Pelaksanaan (Do)
Tahap pelaksanaan merupakan pelaksanaan dari rencana perbaikan yang
telah ditetapkan. Tahap pelaksanaan dari penelitian ini juga menunjukkan
bagaimana kinerja dari Instalasi Farmasi RSDM Surakarta dalam pelaksanaan
rencana-rencana perbaikan tersebut.
Pengetahuan mengenai kinerja dalam pelaksanaan rencana perbaikan
memberikan dasar mengenai proses yang terjadi dalam organisasi saat itu serta
memberikan sarana untuk memusatkan upaya continual improvement kinerja agar
terfokus pada bidang yang harus diperbaiki.
84
B.1. Perbaikan Sistem
B.1.1. Pengembangan Pelayanan Farmasi Klinik.
Pelaksanaan pengembangan pelayanan farmasi klinik di Instalasi
Farmasi RSDM Surakarta masih terbilang baru karena baru mulai
dikembangkan pada tahun ini. Untuk pelaksanaannya Instalasi Farmasi
RSDM Surakarta melakukan pelayanan farmasi klinik yang sifatnya masih
sederhana seperti pelayanan informasi obat, konseling obat, pemantauan
terapi obat dan sebagainya. Dalam pelaksanaanya para apoteker beserta PKL
turun ke bangsal atau ke pasien untuk melakukan pelayanan farmasi klinik
tersebut.
Dalam standar pelayanan farmasi rumah sakit, pelayanan informasi
obat yaitu pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan
informasi secara akurat kepada dokter, apoteker, profesi kesehatan lainnya
dan kepada pasien. Konseling merupakan suatu proses untuk
mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang berhubungan
dengan penggunaan obat, baik pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap.
Sedangkan pemantauan terapi obat merupakan program evaluasi
penggunaan obat yang berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang
digunakan sesuai dengan indikasi, efektif dan aman bagi pasien.
Hal tersebut dijelaskan secara rinci oleh Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi.
Apt.,dalam wawancara berikut ini :
85
“Memang farmasi klinik ini bidang pelayanan baru di Moewardi sendiri. Meskipun di luar negeri atau di kota-kota besar di Indonesia sudah sangat berkembang. Yang bisa kami lakukan disini dari hal-hal yang kecil-kecilan, seperti contohnya pelayanan informasi obat, pelayanan informasi obat itu kita memberikan pelayanan informasi tentang obat kepada seluruh civitas hospitalia, tidak cuma pasien mungkin juga perawat, dokter dan lain-lain. Kemudian selain itu kami juga melakukan konseling..konseling obat tentu saja. Konseling obat ini biasa kami tujukan kepada pasien rawat jalan atau pasien mondok yang akan pulang. Kemudian pemantauan terapi obat. Ini dilakukan untuk pasien rawat inap. Jadi obat-obat atau terapi obat yang dilakukan selama dia di rawat inap itu dimonitor gitu”. (Wawancara, 22 Juli 2009)
Hal senada juga diungkapkan Ibu F. Yovita Dewi, Ssi. Apt., selaku
Kepala Sub Instalasi Farmasi Klinik sebagai berikut:
“Di sini kan farmasi kliniknya macam-macam, banyak sekali ya. Ada pelayanan informasi obat, ada pemantauan efek samping, melihat kepatuhan pasien minum obat itu juga kegiatan pelayanan farmasi klinik. Kalau untuk paling nggak pasien rawat inap atau rawat jalan, pasien tahu dapat informasi tentang obat saja itu sudah amat sangat bagus bagi mereka. Biasanya saya bersama PKL turun ke bangsal ya ke pasien terutama melihat dari sisi obat”. (Wawancara, 23 Juli 2009)
B.1.2. Pengembangan computerize
Pelaksanaaan computerize sangat bermanfaat dalam kegiatan
pelayanan farmasi seperti pengelolaan perbekalan farmasi di Instalasi
Farmasi. Dengan adanya computerize pengelolaan perbekalan farmasi
sebagai suatu siklus dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi atau
pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi pelayanan dapat lebih cepat
karena semuanya dapat diinputkan dalam sistem tersebut.
86
Hal tersebut dimintakan pendapat Ibu Uniarti Wijaya, Ssi. Apt.,
sebagai berikut:
“LAN itu kan link, hubungan antara satu kami menyebutnya di sini outlet atau depo farmasi, masing-masing bangsal semua terhubung termasuk gudang, termasuk administrasi kantor ini. Jadi semua transaksi baik pembelian hingga penjualan diinputkan ke situ. Setelah input data itu masuk kita bisa mengolah disini untuk membuat laporan-laporan kegiatan farmasi”. (Wawancara, 22 Juli 2009)
Pelaksanaan pengembangan computerize tentunya harus didukung
sarana prasarana yang ada, dalam hal ini komputer dan perangkatnya yang
dimiliki Instalasi Farmasi RSDM Surakarta. Berikut adalah data jumlah
komputer yang ada di Instalasi Farmasi yang dimanfaatkan untuk menunjang
kegiatan pelayanan farmasi. Data ini diolah peneliti dari kartu inventaris
ruangan, hasilnya dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 3.2
Sarana Komputer Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
No Tempat/Ruangan Jumlah (unit)
1 Apotik Rawat Jalan 1
2 Apotik Cendana I 1
3 Apotek Cendana II 1
4 Apotek Cendana III 1
5 Gudang Farmasi 1
6 Kantor Administrasi Farmasi 2
7 Apotek IPI/Farmasi 1
8 Apotek IBS 1
9 Apotek Melati 1
10 Apotek Anggrek II 1
87
11 Apotek Anggrek III 3
12 Instalasi IGD 1
13 Tidak ada nama ruangan 2
Jumlah 17
Sumber: Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
Sarana komputer yang dimiliki Instalasi Farmasi tentunya harus
dirawat sebaik mungkin. Hal ini juga termasuk dalam perbaikan
berkesinambungan.
Bp. Drs. Joko Lestari memberikan pernyataannya:
“Kalau berkesinambungan dengan alat sebenarnya Instalasi Farmasi tidak banyak menggunakan alat. Alatnya cuma computerize. Tindakan yang dilakukan ya dengan merawat alat agar tidak rusak. Alat yang rusak diperbaiki termasuk programnya. Hal ini selalu diupdate”. (Wawancara, 31 Juli 2009)
Untuk pelaksanaan perbaikan computerize di Instalasi Farmasi
RSDM Surakarta dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan perbaikan
computerize mendukung kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi menjadi
lebih cepat. Selain itu pelaksanaan perbaikan computerize ini didukung
dengan sarana prasarana yang mencukupi. Sarana prasarana yang ada secara
berkesinambungan akan selalu diperbaiki atau diupdate.
Surakarta terlihat dalam hasil capaian sasaran mutu itu sendiri, baik dari
parameter kepuasan pelanggan maupun dari proses internal Instalasi Farmasi atau
88
respon time-nya. Hasil capaian Sasaran Mutu Instalasi Farmasi adalah sebagai
berikut:
I. Kepuasan Pelanggan
Kepuasan pelanggan adalah suatu keadaan dimana keinginan,
harapan dan kebutuhan pelanggan dipenuhi. Pengukuran kepuasan pelanggan
merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang baik, efektif
dan efisien. Dengan pengukuran kepuasan pelanggan, Instalasi Farmasi dapat
mendapatkan gambaran mengenai bagaimana kinerja pelayanan farmasi
kepada pasien. Apabila kepuasan pelanggan rendah tentunya kinerja Instalasi
Farmasi dikatakan kurang demikian pula sebaliknya. Dari hasil pengukuran
kepuasan pelanggan ini pula untuk kemudian Instalasi Farmasi dapat
memfokuskan tindakan perbaikan apa yang seharusnya dilakukan.
Berikut adalah hasil capaian kepuasan pelanggan Instalasi Farmasi
bulan Januari-Maret 2009:
89
Tabel 3.3
Hasil Capaian Kepuasan Pelanggan Instalasi Farmasi
Bulan Januari-Maret 2009
No Variabel
Penilaian
Total % PP
Nilai x Bobot Nilai Nilai Bobo
t
Tingkat Kinerja
SP (5)
P (4)
CP (3)
KP (2)
STP (1) SP P CP KP ST
P Asli Skala 10
1
Kinerja Pelayanan
a. Kecepatan waktu pelayanan
b. Kemampuan Petugas menyelesaikan masalah
c Kelengkapan obat di apotek
8
11
10
27
25
31
2
5
4
7
3
3
8
6
2
50
50
50
70
72
82
40
55
50
108
100
124
6
15
12
14
6
6
6
6
2
174
182
194
0,96
1,03
1,09
6,59
6,85
7,30
2 Pelayanan
a. Kesopanan petugas
b. Kemampuan petugas menolong dan melayani
15
5
30
40
5
5
0
0
0
0
50
50
90
90
75
25
120
160
15
15
0
0
0
0
210
200
1,19
1,13
7,90
7,52
3 Empati
a. Pemahaman petugas atas kebutuhan pelanggan
b. Kemudahan petugas untuk dihubungi
4
10
43
20
1
15
1
4
1
1
50
50
94
60
20
50
172
80
3
45
2
8
1
1
198
184
1,12
1,04
7,45
6,92
4 Fasilitas
a. Fasilitas fisik apotek
b. Kebersihan ruangan
17
20
31
28
1
1
1
0
0
1
50
50
96
96
85
100
124
112
3
3
2
0
0
1
214
216
1,21
1,22
8,06
8,13
Jumlah 500 1100 117 38 17 1772
Sumber: Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
90
Jumlah pelanggan yang mempunyai nilai kepuasan tinggi (SP+P) =90,29 %
Keterangan:
SP(5) : Sangat Puas, Bobot Nilai:5
P(4) : Puas, bobot nilai:4
CP(3) : Cukup Puas, bobot nilai:3
KP(2) : Kurang Puas, bobot nilai:2
STP(1) : Sangat Tidak Puas, bobot nilai:1
% PP : Prosentase Pelanggan Puas
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa hasil pengukuran
kepuasan pelanggan pada Januari-Maret 2009 adalah 90,29% pelanggan
puas. Hal ini menunjukkan bahwa Instalasi Farmasi telah dapat memenuhi
target atau sasaran mutu. Apabila dibandingkan dengan hasil pengukuran
kepuasan pelanggan pada bulan Oktober 2008 dengan hasil 81,71% dimana
hasil tersebut belum sesuai dengan sasaran mutu Instalasi Farmasi yaitu 90%
pelanggan puas (Lihat halaman 7-9), maka hasil capaian bulan Januari
sampai Maret 2009 dimana kepuasan pelanggan meningkat dan sasaran mutu
telah tercapai. Dengan capaian tersebut tentunya Instalasi melakukan
continual improvement dalam prosesnya.
Hal tersebut dimintakan pendapat Bp. Drs. Joko Lestari, Apt.
selaku Kepala Sub Instalasi Apotek Rawat Inap:
“Beberapa parameter kepuasan pelanggan, salah satunya adalah respon time, kemudian kelengkapan obat dan sebagainya. Jadi perbaikan kita adalah mengupayakan pelayanan farmasi itu cepat, tepat dan lengkap. Dalam arti cepat dalam sisi waktu, tepat dalam arti ketelitian, serta lengkap dalam arti jumlah obat yang diberikan semuanya ada. Itu perbaikan yang dilakukan untuk pencapaian kepuasan pelanggan”. (Wawancara, 3 Juni 2009)
91
Hal tersebut juga ditambahkan oleh Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi, Apt.
sebagai berikut:
“Dalam pelaksanaan perbaikannya ya kita berusaha melaksanakan pelayanan farmasi dengan sebaik mungkin sesuai dengan target yang telah ditentukan”. (Wawancara, 27 Mei 2009)
Dari hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa pelaksanaan
perbaikan sasaran mutu yang dilakukan Instalasi Farmasi adalah dengan
mengupayakan pelayanan Instalasi Farmasi menjadi cepat, tepat dan lengkap.
Cepat dari sisi waktu, tepat dalam arti ketelitian serta lengkap dari sisi
kelengkapan obat semuanya terpenuhi. Selain itu, agar kepuasan pelanggan
dapat terpenuhi pelaksanaan pelayanan farmasi kepada pasien atau
masyarakat sebagai customer-nya dilakukan dengan sebaik mungkin.
Meskipun demikian, dari empat variable (kinerja pelayanan,
peayanan, empati dan fasilitas) yang ditanyakan ternyata yang mempunyai
nilai terburuk adalah kinerja pelayanan. Variabel kinerja pelayanan ini terdiri
dari: kecepatan waktu pelayanan (70% responden dengan nilai kinerja 6,55),
kemampuan petugas menyelesaikan masalah (72% responden dengan nilai
kinerja 6,85), dan kelengkapan obat (82% responden dengan nilai kinerja
7,30).
Dari hasil capaian tersebut diketahui pula bahwa rendahnya nilai
kinerja berhubungan dengan kesulitan gudang farmasi dalam melakukan
pemesanan obat karena beberapa distributor menunda pengiriman barang
akibat kontrak kerja yang belum terbayarkan oleh bagian keuangan.
92
Berkurangnya persediaan obat di gudang farmasi menyebabkan kelengkapan
obat menjadi menurun.
II. Proses Internal atau Respon Time
Respon time merupakan kecepatan Instalasi Farmasi dalam
melayani resep obat dimana jumlah waktu yang ada dibagi dengan jumlah
resep per lembar yang harus diselesaikan. Semakin cepat respon time berarti
semakin cepat resep sampai kepada pasien atau tanpa lebih lama menunggu.
Demikian pula sebaliknya, apabila respon time lambat dibandingkan dengan
sasaran mutu, mungkin terdapat hambatan dalam prosesnya, seperti
kompetensi yang dimiliki sumber daya manusia. Berikut adalah hasil capaian
proses internal atau respon time Instalasi Farmasi:
Tabel 3.4
Laporan Pencapaian Sasaran Mutu Proses Internal Instalasi Farmasi
Bulan Januari-Maret 2009
No
Parameter
Respon Time Ruang Jumlah Lembar
Bulan (Jumlah Waktu dalam Menit) Jumlah
Waktu Respon Time
Respon Time Rata-
Rata Per Lembar Januari Februari Maret
1 Perhitungan Resep Non Racikan Non Askes
Cendana I 2152 10.668 10.545 10.473 31.706 14,73
14,83 Cendana II 2601 12.778 13.005 13.005 38.798 14,92
Cendana III 3064 15.116 15.116 15.218 45.449 14,83
2 Perhitungan Resep Racikan
Cendana I, II, III 26 247 243 244 733 28,20 28,20
93
Non Askes
3 Perhitungan Resep Askes
Apotik Pelengka
p 4231 60.503 60.362 58.769 179.634 42,46 42,46
Sumber: Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
Dari hasil perhitungan repon time di atas terlihat bahwa untuk
respon time pelayanan resep untuk jenis racikan dan non racikan telah
memenuhi target atau sasaran mutu. Untuk resep non racikan sebesar 14,83
menit dan resep racikan sebesar 28,2 menit dibandingkan sasaran mutu resep
non racikan 15 menit, resep racikan 29 menit. Waktu pelayanan untuk pasien
Askes juga menunjukkan bahwa target sasaran mutu bisa tercapai, dimana
respon time yang didapat dari hasil perhitungan adalah 42,46 menit (sasaran
mutu 43 menit)
Laporan ketidaksesuaian dan Penyelesaiannya (LKP)
Dalam proses perbaikan sasaran mutu terdapat laporan
ketidaksesuaian dan penyelesaiannya (LKP) untuk melihat ketidaksesuaian
yang ada dalam proses perbaikan. LKP juga dapat menggambarkan
bagaimana pelaksanaan dari rencana perbaikan dilakukan, tidak hanya
berkaitan dengan sasaran mutu tetapi berkaitan pula dengan prosedur-
prosedur dan sebagainya. Karena LKP menunjukkan perbaikan proses yang
Hasil dari LKP bisa diperoleh dari audit internal, audit eksternal,
atau temuan Instalasi Farmasi sendiri. Untuk audit internal mengikuti tahapan
94
visitasi ISO setiap enam bulan sekali (2 kali setahun). Berikut ini merupakan
hasil LKP Instalasi Farmasi Bulan Mei 2009:
Tabel 3.5
Hasil Laporan Ketidaksesuaian dan Penyelesaian Instalasi Farmasi
Bulan Mei 2009
No Ketidaksesuaian Kronologis Analisa Penyebab Rencana Perbaikan
Target
Mulai Selesai
1. Belum ada protap stock obat atau alkes
Stock opname sudah rutin dilakukan (bulanan) tetapi belum diprotapkan.
Stock opname sudah termuat dalam Kepmenkes No 1197 tahun 2004 tentang standar pelayanan farmasi
Membuat protap stock opname atau alkes
13 Mei 2009
27 Mei 2009
2. Belum ada standar kompetensi tenaga farmasi
_
Standar kompetensi sudah dimuat dalam: standar kompetensi farmasis ind, ISFI 2003, KepMenPAN No 07/Kep/M.PAN/12/1999, pedoman pengelolaan IFRS Depkes 1990
Membuat standar kompetensi pegawai farmasi
13 Mei 2009
20 Mei 2009
Sumber: Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
Stock opname adalah kegiatan menghitung dan mencatat perbekalan
farmasi yang masih tersedia di Instalasi farmasi. Protap stock opname perbekalan
farmasi penting dibuat sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk
pelaksanaan kegiatan stock opname perbekalan farmasi di RSDM Surakarta.
Demikian halnya protap standar kompetensi farmasis penting dibuat sebagai
acuan penerapan langkah-langkah untuk menetapkan standar kompetensi farmasis
Instalasi Farmasi RSDM Surakarta. Dalam pelaksanaannya ketidaksesuaian
tersebut telah diperbaiki dan dilaksanakan Instalasi Farmasi dengan baik.
95
Hal tersebut dimintakan pendapat kepada Bp. Drs. Waluyo, Apt.:
“Mengenai stock opname sejak lama farmasi itu sudah terdidik atau mendarah daging kalau setiap akhir bulan selalu ada stock opname. Ibaratnya orang itu berjualan, belanja per bulan itu berapa, biaya berapa, itu selalu kita kerjakan dan tidak basa-basi. Tetapi lama dalam arti selesai menghitung paling tidak seminggu. Dari dulu sampai sekarang masih tetap dilaksanakan. Cuma itu tidak di prosedur tetap (protap) kan. Begitu pun sudah dibuatkan LAN ya setiap bulan berapa sisa barang di farmasi langsung ketemu hasilnya. Jadi sepertinya itu sudah otomatis tapi tidak ada protapnya. Baru kemarin itu ditanya oleh bapak Wakil Direktur selaku auditor internal. Ada protapnya tidak?belum..ya itu dibuat protap gampang sekali”. (Wawancara, 17 Juni 2009)
Hal senada diungkapkan Bp. Drs. Joko Lestari, Apt. selaku Kepala Sub
Instalasi Apotek Rawat Inap dalam wawancara berikut:
“Itu sebenarnya sudah dilakukan tinggal kita mendokumentasi atau melengkapi stock protapkan. Apa yang kita lakukan itu sebenarnya telah selesai, cuma belum ada hitam diatas putih untuk prosedur tetapnya. Jadi itu sudah dilakukan secara rutin tinggal kita membuatkan apa yang kita lakukan kita tuangkan dalam tulisan tersebut”. (Wawancara, 3 Juni 2009)
Ketidaksesuaian baik belum adanya prosedur tetap stok opname/ alat
kesehatan maupun belum adanya prosedur tetap untuk standar kompetensi
farmasis tersebut telah selesai diperbaiki. Untuk kegiatan stok opname sebenarnya
selalu dilakukan Instalasi Farmasi setiap bulannya akan tetapi tidak
didokumentasikan dalam bentuk prosedur tetap. Pelaksanaan perbaikan yang
dilakukan, yaitu Instalasi Farmasi RSDM tinggal menuliskan kegiatan stock
opname yang dilakukan selama ini dalam bentuk tulisan atau prosedur tetap saja.
Berikut ini adalah prosedur tetap stock opname perbekalan farmasi yang
disiapkan oleh Dra. Suti Haryani, yang telah diperiksa oleh dr. Tri Lastiti W,
96
SpRM, MKes dan disetujui oleh Direktur RSDM Surakarta, dr. Mardiatmo, Sp.
Rad. pada tanggal 23 Mei 2009:
Stock opname dilakukan setiap 1 bulan sekali di semua outlet yang
mengelola perbekalan farmasi.
Waktu pelaksanaannya adalah tanggal terakhir bulan berjalan.
Agar tidak mengganggu sistem komputer stock dilakukan diluar jam
pelayanan atau setelah jam pelayanan.
Stok ditutup pada jam 21.00 WIB.
Demikian halnya dengan ketidaksesuaian tentang tidak adanya protap
standar kompetensi farmasis di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta telah mampu
diselesaikan dengan baik. Berikut adalah prosedur tetap standar kompetensi
farmasis di RSDM Surakarta yang telah selesai dibuat:
Tabel 3.6
Prosedur Tetap Standar Kompetensi Farmasis di RSDM Surakarta
No Jenis Profesi Prosedur Tetap
1. FARMASIS A. Asuhan Kefarmasian:
Memberikan pelayanan obat kepada pasien atas permintaan dokter dan dokter gigi.
Memberikan pelayanan informasi obat.
Memberikan pelayanan konsultasi obat.
Membuat formulasi obat untuk mendukung proses terapi.
Melakukan monitoring efek samping obat.
Melakukan pelayanan klinik berbasis farmakokinetika.
Penatalaksanaan obat sitatoska dan obat yang setara.
97
Melakukan evaluasi penggunaan obat.
B. Akuntabilitas praktek farmasi:
Menjamin pelayanan kefarmasian berbasis bukti ilmiah dan etika profesi.
Menjamin obat yang diproduksi bermutu, mempunyai efikasi, aman, nyaman dan biaya yang wajar.
Merancang, melaksanakan, mengevaluasi dan mengembangkan standar kerja.
Mencegah dan melindungi lingkungan dari kerusakan akibat obat.
Melakukan peningkatan mutu terus menerus.
C. Manajemen praktis farmasi:
Melakukan pengelolaan material atau bahan baku obat yang berkualitas.
Melakukan pengelolaan produksi obat yang berkualitas, mempunyai efikasi, aman, nyaman dan harga yang terjangkau.
Merancang, membuat, mengetahui, memahami dan melaksanakan regulasi di bidang farmasi.
Merancang, membuat, melakukan pengelolaan organisasi yang efektif dan efisien.
Merancang, membuat, melakukan pengelolaan obat yang efektif dan eisien.
D. Komunikasi farmasi:
Memantapkan hubungan professional antara farmasis dengan pasien dan keluarganya dalam kemitraan untuk menyelesaikan masalah terapi obat pasien.
Memantapkan hubungan professional antara farmasis dengan tenaga kesehatan lain dalam rangka mencapai kelauaran terapi yang optimal khususnya dalam aspek obat.
Memantapkan hubungan dengan semua tingkat/lapisan manajemen dengan bahasa manajemen berdasar atas semngat asuhan kefarmasian.
Memantapkan hubungan dengan sesama farmasis berdasarkan semangat kerja sama, saling menghormati dan mengakui kemampuan masing-masing demi tegaknya profesi.
E. Pendidikan dan pelatihan farmasi:
Memotivasi, mendidik dan melatih farmasis lain dan mahasiswa farmasi dalam penerapan asuhan kefarmasian.
Merancang dan melaksanakan aktivitas pengembangan staff, bagi ahli madya farmasi, asisten apoteker, pekarya dan juru resep dalam rangka peningkatan efisiensi dan kualitas pelayanan kefarmasian yang diberikan.
Berpartisipasi aktif dalam pendidikan dan pelatihan berkelanjutan
98
untuk meningkatkan kualitas diri dan kualitas pelayanan kefarmasian.
Mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan dalam bidang kesehatan umum, penyakit dan manajemen terapi kepada pasien, profesi kesehatan dan masyarakat.
2. ASISTEN APOTEKER
Menyiapkan perangkat lunak, yang masuk kegiatan ini adalah perencanaan baik bulanan, triwulan atau tahunan.
Menyiapkan pelaksanaan pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan perbekalan kesehtan rumah tangga.
Menyiapkan pelaksanaan pelayanan kefarmasian yang terdiri dari: memberi harga obat, meracik dan mengemas obat, memeriksa ulang sediaan obat dan memberikan penjelasan penggunaan obat kepada pasien, menyiapkan laporan penggunaan narkotika dan psikotropika, menyiapkan penghapusan resep, menjadi saksi penghapusan resep, membuat catatan kefarmasian untuk pasien rawat inap dan rawat jalan.
Melaksanakan tugas ditempat yang beresiko tinggi, misalnya penyiapan sitostatika.
Melakukan pembimbingan praktek kefarmasian terhadap siswa PKL SMF.
3. PEKARYA FARMASI
Mengkonsultasikan dalam menyiapkan sediaan farmasi dengan asisten apoteker atau apoteker.
Menyiapkan cara-cara kerja atau urutan-urutan yang praktis untuk menyelesaikan sediaan.
Membersihkan peralatan, melaporkan hasil sediaan yang sudah jadi kepada asisten apoteker atau apoteker.
Ikut bertanggung jawab dalam menyelesaikan sediaan menjadi preparat jadi serta keselamatan sehubungan dengan penggunaan bahan baku atau zat-zat kimia yang berbahaya.
Mengerjakan tugas-tugas administrasi farmasi.
Sumber : Instalasi Farmasi RSDM Surakarta.
B.3. Perbaikan Sumber Daya Manusia
B.3.1 Ketersediaan Sumber Daya Manusia
Kurangnya sumber daya yang dimiliki Instalasi Farmasi sekarang
ini dapat diatasi dengan proses rekruitmen atau penambahan karyawan
sehingga dapat menjangkau pelayanan farmasi. Instalasi Farmasi sampai
saat ini masih menunggu proses rekritmen tersebut karena rekrutmen
99
dilakukan dari pusat yang tentunya membutuhkan waktu karena melalui
prosedur-prosedur kepegawaian yang harus dipenuhi.
Berikut wawancara dengan Bp. Drs. Joko Lestari, Apt.:
“Untuk masalah kurangnya sumber daya manusia jelas alternatif perbaikannya dengan penambahan karyawan. Dengan penambahan karyawan kita bisa menjangkau pelayanan farmasi. Akan tetapi formasi lowongan karyawan instansi pemerintah kan tidak serta merta mengangkat karyawan, harus melalui prosedur kepegawaian”.(Wawancara, 3 Juni 2009)
Hal senada juga diungkapkan oleh Ibu Dra. Suti Haryani, Apt.:
“Masalah itu bisa diatasi dengan rekruitmen. Akan tetapi rekruitmen kan dari pusat, jadi kita tinggal menunggu. Rekruitmen itu nantinya juga harus disesuaikan dengan kompetensi yang dibutuhkan instalasi farmasi sekarang ini”. (Wawancara, 30 Juni 2009)
Dalam pelaksanaan perbaikan mengenai ketersediaan sumber daya
manusia, tindakan yang telah dilakukan Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
adalah dengan membuat analisa kebutuhan tenaga. Analisa kebutuhan
tenaga tersebut dibuat untuk diserahkan kepada direksi dan direksi yang
memutuskan perlu diadakan rekruitmen atau tidak.
Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi. Apt., memberikan pendapatnya dalam
wawancara berikut:
“Instalasi Farmasi kan bagian dari rumah sakit. Terus terang kami kekurangan sumber daya manusia. Tindak lanjut untuk mengatasi hal itu ya kami membuat analisa kebutuhan tenaga, kemudian kami serahkan atau kirimkan ke direksi, nanti direksi yang memutuskan untuk melakukan rekruitmen atau tidak”. (Wawancara, 22 Juli 2009)
100
Analisa kebutuhan tenaga seperti disebutkan diatas digunakan
sebagai acuan dalam melaksanakan tugas-tugas yang ada di Instalasi
Farmasi RSDM Surakarta. Analisa kebutuhan tenaga yang dibutuhkan,
didasarkan atas banyaknya waktu yang diperlukan untuk melayani pasien
atau mengerjakan tugas sehari-hari dibandingkan dengan jam efektif
masing-masing tenaga. Dari hasil tersebut ditambahkan dengan rencana
pensiun yang akan dilakukan kemudian dibandingkan dengan jumlah tenaga
atau sumber daya manusia yang ada sekarang ini sehingga dapat diketahui
berapa jumlah kekurangan sumber daya manusia yang ada di Instalasi
Farmasi RSDM Surakarta.
Untuk lebih jelasnya analisa kebutuhan tenaga Instalasi Farmasi
RSDM Surakarta tergambar dalam proses dan tabel di bawah ini:
Tabel 3.7
Kegiatan Pelayanan dan total waktu yang dibutuhkan Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
NO Jenis Pelayanan Waktu yang diperlukan (Jam)
1. Pengelolaan Apotek IGD 34,8
2 Pengelolaan Apotek Rawat Jalan I 48,2
3 Pengelolaan Apotek Rawat jalan II 6,3
4 Pengelolaan Apotek Rawat Jalan III 4,3
5 Pengelolaan Apotek Cendana RJ 7,4
6 Pengelolaan Apotek Cendana I 19,1
7 Pengelolaan Apotek Cendana II 12,6
8 Pengelolaan Apotek Cendana III 16,3
9 Pengelolaan Apotek Mawar I 0
10 Pengelolaan Apotek Mawar II 0
101
11 Pengelolaan Apotek Mawar III 0
12 Pengelolaan Apotek Melati I 26,1
13 Pengelolaan Apotek Melati II 0
14 Pengelolaan Apotek Melati III 13,6
15 Pengelolaan Apotek Anggrek I 0
16 Pengelolaan Apotek Anggrek II 6,7
17 Pengelolaan Apotek Anggrek III 11,7
18 Pengelolaan Apotek IPI & Hemodisilia 10,29
19 Pengelolaan Apotek IBS 10,9
20 Pengelolaan Apotek Indriaratna 7
21 Pengelolaan Apotek Gakin 226,4
22 Produksi Farmasi 40
23 Pelayanan Kebutuhan Ruangan 7
24 Gudang Farmasi 30
25 Entry Data 70
26 Pelayanan Farmasi Klinik 28
27 Pelayanan Administrasi dan Pendidikan 28
Total Waktu 664,69
Sumber: Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dalam melakukan kegiatan
pelayanan kefarmasian di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta membutuhkan
total waktu 664,69 jam. Dari total waktu yang dibutuhkan Instalasi Farmasi
dalam melaksanakan kegiatan pelayanan farmasi sehari-hari tersebut, kita
akan melihat pula jumlah SDM yang dimiliki Instalasi Farmasi tahun 2008
seperti terlihat dalam tabel di bawah ini:
102
Tabel 3.8
Jumlah Ketenagaan dan Kualifikasi Instalasi Farmasi
RSDM Surakarta Tahun 2008
No Nama K U A L I F I K A S I
Pendidikan Diklat Tambahan Jumlah
1 Kepala Instalasi Farmasi Apoteker Managemen Farmasi 1
2 Kasubin. Administrasi dan Pendidikan Apoteker Managemen Farmasi 1
9 Kasubin Pelayanan Farmasi Klinik Apoteker Managemen Farmasi dan
Managemen Farmasi Klinik 0
10 Pelaksana Farmasi Asisten Apoteker 44
11 Pekarya Farmasi SLTP/SLTA 28
J U M L A H 79
Sumber: Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
Untuk tahun 2008, Instalasi Farmasi RSDM Surakarta memiliki
jumlah ketenagaan sebanyak 79 tenaga, yang terdiri dari 1 tenaga untuk
Kepala Instalasi Farmasi, 1 tenaga untuk Kasubin. Administrasi dan
Pendidikan, 1 tenaga untuk Kasubin Gudang Farmasi, 1 tenaga untuk
Kasubin Apotek Rawat Jalan, 2 orang untuk Kasubin Apotek Rawat Inap
dan Pendamping, 1 tenaga untuk Kasubin Apotek Gawat Darurat, 44 tenaga
untuk pelaksana farmasi serta 28 tenaga untuk pekarya farmasi.
103
Dari kedua tabel di atas, yaitu dari tabel total waktu yang
diperlukan Instalasi Farmasi dalam kegiatan pelayanan farmasi serta tabel
ketenagaan Instalasi Farmasi tahun 2008, dapat dihitung analisa kebutuhan
pegawai adalah sebagai berikut:
Jam kerja efektif setiap tenaga adalah 70% x 7 jam = 5 jam maka;
Tenaga yang dibutuhkan : 133 orang
(Total waktu kegiatan farmasi dibagi jam kerja efektif= tenaga yang
dibutuhkan atau 664,69 : 5 (jam)= 133 orang)
Tenaga yang ada tahun 2008 : 79 orang −
Tenaga yang masih dibutuhkan saat ini : 54 orang
Rencana pensiun periode 2008-2009 : 11 orang +
Jumlah Kekurangan : 65 orang
Dari perhitungan analisa kebutuhan pegawai di atas diketahui
bahwa Instalasi Farmasi masih mengalami kekurangan sumber daya
manusia sebanyak 65 orang. Dari hasil wawancara juga dapat diketahui
bahwa pelaksanaan perbaikan sumber daya manusia dalam hal ini
pelaksanaan rekruitmen masih belum bisa dilaksanakan. Pelaksanaan yang
dilakukan Instalasi Farmasi sekarang yaitu dengan membuat analisa
kebutuhan tenaga seperti tersebut di atas.
104
B.3.2 Kompetensi Sumber Daya Manusia
Perkembangan pelayanan farmasi menuntut peningkatan
pengetahuan dan ketrampilan tenaga professional farmasi baik apoteker
maupun asisten apoteker. Untuk dapat memberikan pelayanan farmasi yang
berorientasi kepada pasien dilakukan peningkatan kompetensi pegawai
farmasi dalam pelayanan, yaitu dengan mengirim petugas dalam pelatihan,
seminar, lokakarya di bidang farmasi. Pelaksanaan perbaikan dalam
kaitannya dengan kompetensi sumber daya manusia selalu dilaksanakan
setiap ada kesempatan.
Hal tersebut dimintakan tanggapan Bp. Drs. Joko Lestari, Apt:
“Iya jelas perbaikan berkesinambungan melalui pelatihan selalu diadakan karena dalam peningkatan pelayanan dan kepuasan pelanggan harus selalu di update. Jadi ada yang belum sesuai mestinya ada pendidikan berkesinambungan”. (Wawancara, 3 Juni 2009)
Hal tersebut ditambahkan oleh Bp. Drs. Waluyo, Apt.:
“Setiap ada kesempatan pelatihan akan selalu diadakan. Jadi misalnya begini proyeksi kita melakukan pelayanan farmasi klinik tentu banyak rumah sakit yang belum mampu melakukan. Ada pelatihan di Bandung kita kirim, ada pelatihan Farmasi klinik di Jogja kita kirim. Tidak hanya itu saja, menyangkut kepentingan pegawai misalnya ada pelatihan penetapan angka kredit dan sebagainya”. (Wawancara, 17 Juni 2009)
Berikut ini adalah pelaksanaan perbaikan kompetensi SDM yang
telah dilakukan Instalasi Farmasi RSDM Surakarta selama kurun waktu
tahun 2005 hingga tahun 2009:
105
Tabel 3.9
Pelaksanaan Program Pengembangan Kompetensi SDM
Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
Tahun 2005-2009
No Tahun Waktu Pelaksanaan Tema Tempat Peserta
1.
2005
21 Agustus 2005 Seminar Distribusi Obat dan Permasalahannya
Klaten Asisten Apoteker (Dwi Kustati)
22-24 agustus 2005
Pelatihan Farmasi Klinik Tingkat Dasar
RSHS Bandung
Dra. Suti Haryani, Apt.; Drs. Joko L, Apt.
25-27 Agustus 2005
Pelatihan Farmasi Klinik Tingkat Lanjutan
RSHS Bandung
Dra. Suti Haryani, Apt.; Drs. Joko L, Apt.
2.
2006
23-25 Maret 2006 Pelatihan Sistem Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit
UGM Yogyakarta
Drs. Joko L, Apt.; D Uniarti Wijaya, Ssi. Apt.
6 Mei 2006 Seminar Narkotika, Psikotropika & Zat Aditif, Ancaman dan Antisipasinya.
Surakarta AA (M. Tri Wiryanti)
3-4 Juni 2006 Pelatihan Pengelolaan Perbekalan Kefarmasian & Asuhan Kefarmasian
Malang Drs. Joko L, Apt.
3.
2007
7 Februari 2007 Seminar penggunaan Antibiotika Secara Rasional, Empirical & Definitive Treatment; Evidence Based Medicine Sebagai Dasar Terapi Secara Rasional
RSDM Surakarta
Drs. Joko L, Apt
10 Februari 2007 Seminar deteksi dini & Upaya Penanganan Terkini Gangguan saluran Cerna
RS Kasih Ibu
Sumarti
7-8 Juli 2007 Seminar Peningkatan Kualitas Pelayanan Farmasi Menuju Indonesia Sehat 2010
Pekalongan M. Tri wiryanti, Lanny Amelia
12-14 juli 2007 Pengendalian Pelayanan Kefarmasian Kefarmasian Berbasis Sistem Informasi Manajemen di Rumah Sakit
UGM Yogyakarta
Dra. Wahyu Sedjatiningsih, Apt.
1-3 September 2007
Penataran dan Uji Kompetensi Surakarta Seluruh Apoteker yang Belum Mengikuti uji Kompetensi
4 November 2007 Seminar Kefarmasian Hotel dwi Agung surakarta
Dwi Kustati, M. Tri Wiryanti
17 November 2007 Seminar Terapi Kanker & Universitas sanata
Drs. Joko L, Apt.; Dra. Suti Haryani, Apt.; Dra.
106
Pengelolaan Sitoastatika Dharma Yogyakarta
Wahyu Sedjatiningsih, Apt.
5
2009
Februari 2009 Pendidikan dan Pelatihan Farmasi Klinik
Universitas Airlangga Surabaya
Perwakilan Apoteker
Maret 2009 Pendidikan & Pelatihan Manajemen Farmasi
UGM Yogyakarta
Perwakilan Apoteker
April 2009 Studi Banding Pelayanan Sitoastatika
RS Sardjito Yogyakarta
Seluruh Apoteker dan Perwakilan Asisten Apoteker
Mei-Agustus 2009 Penelitian Penggunaan Obat tertentu di RSDM
RSDM Surakarta
Perwakilan Apoteker
Sumber: Instalasi Farmasi RSDM Surakarta
C. Tahap Studi (Study)
Tahap studi menggambarkan bagaimana kesesuaian tahap pelaksanaan
dengan tahap perencanaan yang dilakukan Instalasi Farmasi dalam upaya
continual improvement kinerjanya.
Dengan melihat hasil pelaksanaan perbaikan di Instalasi Farmasi RSDM
Surakarta didapat analisa:
C.1. Perbaikan Sistem
C.1.1 Pengembangan Pelayanan Farmasi Klinik
Pengembangan pelayanan farmasi klinik di Instalasi Farmasi masih
terbilang baru sehingga dalam pelaksanaannya masih terbatas pada pelayanan
farmasi klinik yang sifatnya masih sederhana. Di samping itu masih ditemui
kendala dalam hal sumber daya manusia dalam pelaksanaan pengembangan
farmasi kliniknya.
107
Berikut hasil wawancara dengan Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi. Apt.,:
“Farmasi klinik kita ibaratnya masih membuka hutan..masih banyak kendala yang kami rasakan baik dari sumber daya manusianya sendiri, kemudian sistem rumah sakit sendiri sepertinya masih harus kami perjuangkan. Terus terang untuk farmasi klinik ini instalasi gizi, instalasi radiologi yang akan masuk ke klinik ini memang agak susah”. (Wawancara, 22 Juli 2009)
C.1.2 Pengembangan Computerize
Pengembangan computerize di Instalasi Farmasi terbilang efektif
khususnya yaitu kegiatan pelayanan farmasi menjadi lebih mudah, baik
dalam perhitungan obat atau perbekalan farmasi maupun dari pembuatan
laporan-laporan menjadi lebih cepat.
Berikut hasil wawancara dengan Bp. Drs. Waluyo, apt.:
“Menurut saya efektif karena ini contoh misalnya dari tradisional dahulu pelayanan buat laporan secara manual. Dengan adanya LAN atau computerize itu bisa lebih singkat. Itu artinya efektif”. (Wawancara, 17 Juni 2009)
Akan tetapi, computerize farmasi klinik masih mengalami
perbaikan karena harus mengikuti sistem di rumah sakit.
Hal tersebut dijelaskan oleh Ibu Dra. Suti Haryani, Apt. dalam
wawancara sebagai berikut:
“Kalau yang kemarin kita LAN untuk farmasi ya, kemudian karena kita diarahkan untuk mengikuti sistem informasi manajemen (SIM)nya rumah sakit ya kita masih perbaikan sana, perbaikan sini tapi kita akan selalu diupdate terus”. (Wawancara, 31 Juli 2009)
108
C.2 Perbaikan Sasaran Mutu
Perbaikan sasaran mutu Instalasi Farmasi telah berjalan baik dimana hal
ini dapat terlihat pada hasil capaian sasaran mutu baik dari parameter kepuasan
pelanggan ataupun proses internal Instalasi Farmasi, bahwa target atau sasaran
mutu telah tercapai. Hasil LKP juga menunjukkan bahwa ketidaksesuaian telah
mampu dicari penyebabnya dan kemudian dapat terselesaikan. Dari hasil laporan-
laporan tersebut dapat memberikan gambaran bagaimana efektivitas perbaikan.
Berikut wawancara dengan Bp. Drs. Joko Lestari, Apt.:
“Kita tahu efektif atau tidak ya dari sistem pelaporan. Jadi di mana kalau evaluasi itu laporannya gak bagus. Kita tidak tahu mana yang efektif atau yang tidak. Selain itu, sistem pelaporan secara tertulis disesuaikan dengan kinerja dan laporan lisan, ketidaksesuaian apa yang terjadi. Jadi semuanya berkaitan dengan laporan. Di Instalasi Farmasi sendiri setiap saat ada koordinasi staff disitu sebagai media untuk komunikasi, laporan tertulis dan laporan lisan disesuaikan. Meskipun target 100% belum tercapai, tapi untuk perbaikan oke”. (Wawancara, 3 Juni 2009)
Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi. Apt. juga memberikan tanggapannya:
“Efektivitasnya kita belum mengukur secara pasti ya. Sejauh ini ya setiap ada ketidaksesuaian, perbaikan yang kita lakukan ya berusaha menyelesaikannya, ya mungkin kadang hasilnya belum sesuai dengan yang diharapkan. Tetapi dapat diselesaikan dengan baik”. (Wawancara, 29 Mei 2009)
Hal tersebut ditambahkan Ibu Dra. Suti Haryani, Apt.:
“Perencanaan kita sudah efektif, sasaran mutu baik kepuasan pelanggan dan proses internal respon time telah berjalan baik. Yang masih belum efektif ya masalah sumber daya manusianya”. (Wawancara, 30 Juni 2009)
109
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa untuk perbaikan
sasaran mutu Instalasi Farmasi RSDM Surakarta sudah cukup efektif yang dapat
terlihat dari hasil capaian sasaran mutu yang telah mampu dicapai dengan baik.
C.3. Perbaikan Sumber Daya Manusia
C.3.1 Ketersediaan Sumber Daya Manusia
Ketersediaan SDM Instalasi Farmasi masih belum bisa terpenuhi.
Hal ini dikarenakan proses rekruitmen membutuhkan prosedur sehingga
dalam perbaikannya membutuhkan waktu. Setelah analisa kebutuhan tenaga
dibuat dan diserahkan ke direksi, Instalasi Farmasi menunggu pengadaan
rekruitmen tersebut. Hal yang dilakukan sejauh ini dengan kondisi
ketersediaan sumber daya manusia yang kurang adalah bagaimana internal
farmasi mampu memanage sedemikian rupa kekurangan tersebut sehingga
tidak mengganggu kegiatan pelayanan farmasi sambil menunggu proses
rekruitmen tersebut.
Berikut hasil wawancara dengan Ibu F Yovita Dewi, Ssi. Apt.:
“Iya tenaga kita masih belum terpenuhi, bisa dibilang itu. Tapi di sini ya tinggal pinter-pinternya kita kalau ada lowong kita ke pasien. Kalau masalah tenaga kan di mana-mana juga seperti ini”. (Wawancara, 23 Juli 2009)
C.3.2 Kompetensi Sumber Daya Manusia
Pelaksanaan perbaikan pengembangan kompetensi SDM di
Instalasi Farmasi Surakarta telah berjalan baik. Dimana setiap ada
kesempatan baik itu pelatihan-pelatihan, pendidikan maupun seminar-
110
seminar, SDM di Instalasi Farmasi diupayakan untuk mengikuti program
tersebut.
Hal tersebut dijelaskan oleh Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi. Apt.:
“Efektif dari pelaksanaannya ya cukup menyelesaikan masalah cukup efektif. Tetapi ya masih ada kekurangan itu kan nanti ada perbaikan satu ada kekurangan dilanjutkan perbaikan selanjutnya seperti itu”. (Wawancara, 22 Juli 2009)
Pelaksanaan atau efektivitas dari upaya continual improvement kinerja
Instalasi Farmasi secara umum tidak terlepas dari hal-hal sebagai berikut:
i. Keterkaitan Dengan Bagian Lain
Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan di
rumah sakit, Instalasi Farmasi tidak dapat berdiri sendiri. Demikian halnya
dalam pelaksanaan perbaikan berkesinambungan, keterkaitan dengan
bagian-bagian lain memberikan pengaruh.
Berikut hasil wawancara dengan Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi. Apt:
“Instalasi itu kan bagian dari rumah sakit ya mbak..unit yang terkait dengan banyak pihak. Misalnya untuk pengadaan barang itu kan Instalasi farmasi tidak berdiri sendiri, ada bagian keuangan untuk penanganan keuangannya, ada panitia pengadaan untuk pengadaan barang. Jadi Instalasi itu tinggal menerima sebenarnya. Jadi misalnya ada masalah disitu, barang dipending datang misalnya, kami tidak bisa menyelesaikan sendiri dan ini harus melibatkan bagian-bagian lain. Sedangkan untuk melakukan hal ini tidak hanya butuh waktu satu atau dua hari. Jadi keterkaitan ini menyebabkan perbaikan itu menjadi lama waktu untuk melakukannya. Itu suatu contoh saja, masih ada keterkaitan farmasi dengan bagian lain”. (Wawancara, 27 Mei 2009)
111
Hal senada diungkapkan Bp. Drs. Joko Lestari, Apt.:
“Keterkaitan dengan bagian lain sangat mempengaruhi, jadi Instalasi farmasi tugasnya mengelola barang, sedangkan uang itu tugasnya keuangan, kemudian kebersamaan kita dengan bagian yang lain itu berkaitan. Apabila dalam prosesnya tidak berjalan harmonis misalnya ya sangat mempengaruhi perbaikan”. (Wawancara, 3 Juni 2009)
ii. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia mempunyai peran yang penting dalam upaya
continual improvement kinerja, baik dari perencanaan sampai pada
tindakan perbaikan. Instalasi farmasi masih menemui kendala pada sumber
daya manusia sehingga berpengaruh pada perbaikan yang dilakukan.
Hal tersebut seperti dijelaskan oleh Bp. Drs. Joko Lestari, Apt.:
“Hambatan kita sebenarnya SDM kita, SDM di sini yaitu kesetaraan masing-masing personal itu tidak sama. Jadi kadang yang satu bias jalan yang satu tidak. Itu karena ketidaksetaraan SDM yang ada di Instalasi Farmasi karena SDM berasal dari berbagai disiplin ilmu, ada ekonomi dan sebagainya. Jadi dalam pencapainya ada yang kurang memahami”. (Wawancara 3 Juni 2009)
Ibu Dra. Suti Haryani, Apt. menambahkan:
“Masalah yang dihadapi Instalasi Farmasi berkaitan dengan kurangnya sumber daya manusia. Apabila rekruitmen dilaksanakan dan hal tersebut tidak menjadi masalah lagi, saya rasa proses pelayanan farmasi serta pencapaian sasaran mutu juga akan berjalan dengan baik dan lancar”. (Wawancara, 30 Juni 2009)
D. Tahap Tindakan (Act)
Tahap tindakan merupakan tindakan yang dilakukan Instalasi Farmasi
RSDM Surakarta dengan melihat hasil dari ketiga tahap sebelumnya untuk
kemudian dijadikan dasar bagi proses continual improvement berikutnya.
112
D.1. Perbaikan Sistem
D.1.1 Pengembangan Pelayanan Farmasi Klinik
Dengan melihat hasil sebelumnya di mana diketahui bahwa
pelayanan farmasi klinik merupakan hal yang baru di Instalasi Farmasi
RSDM Surakarta, serta masih ditemui kendala baik itu sumber daya
manusia, maupun sistem rumah sakit sendiri maka tindakan untuk perbaikan
selanjutnya adalah mencoba mengatasi kendala-kendala tersebut. Selain itu,
pengembangan pelayanan farmasi klinik untuk selanjutnya juga dilakukan
dengan menjalin hubungan atau komunikasi yang lebih baik lagi antara
pihak farmasi dengan dokter agar pelayanan farmasi klinik untuk
kedepannya bisa lebih baik.
Berikut wawancara dengan Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi. Apt. :
“…sistem rumah sakit sendiri sepertinya masih harus kami perjuangkan. Terus terang untuk rumah sakit farmasi klinik ini seperti instalasi gizi, instalasi radiologi ini agak susah memang. Ya memang..ini kan baru jadi mana yang bisa diperbaiki karena ya memang baru”. (Wawancara, 22 Juli 2009)
Penjelasan serupa juga diberikan oleh Ibu F Yovita Dewi, Ssi.
Apt.” :
“…Cuma selama ini kan kita di Moewardi, hubungan farmasi dengan dokter masih kurang. Itu yang seharusnya dibuka sekarang ini”. (Wawancara, 22 Juli 2009)
113
D.1.2 Pengembangan Computerize
Pelaksanaan computerize di Instalasi Moewardi telah berjalan baik
karena terbukti efektif mampu mendukung kegiatan pelayanan farmasi, baik
itu untuk perhitungan pengelolaan obat atau perbekalan farmasi menjadi
lebih mudah ataupun dalam pembuatan laporan-laporan kegiatan pelayanan
farmasi yang tidak lagi menggunakan cara manual.
Tindakan perbaikan selanjutnya yang berkaitan pengembangan
computerize di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta adalah computerize
diarahkan untuk mendukung pelayanan farmasi klinik. Jadi pelayanan
farmasi klinik seperti pelayanan informasi obat, konseling ataupun
pemantauan terapi obat dan sebagainya bisa dilayani melalui media on-line
atau komputerisasi. Untuk Instalasi Farmasi tindakan untuk perbaikan
computerize farmasi kliniknya masih mencari format yang tepat dimana hal
ini masih akan dibahas lebih lanjut lagi setelah adanya studi banding ke
Surabaya. Dari studi banding ke Surabaya dimana Surabaya untuk
pelayanan farmasi kliniknya telah berkembang baik, tentunya Instalasi
Farmasi dapat memperoleh gambaran tentang bagaimana Instalasi Farmasi
akan membentuk LAN atau computerize untuk farmasi kliniknya.
Berikut hasil wawancara dengan Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi. Apt. :
“..computerize nantinya dapat dapat digunakan sebagai data base untuk pelayanan farmasi klinik juga. Kita (Instalasi Farmasi) akan kembangkan computerize ke arah itu”. (Wawancara, 22 Juli 2009)
114
Hal senada juga dijelaskan oleh Ibu Dra. Suti Haryani dalam
wawancara berikut:
“Kalau untuk computerize farmasi kliniknya kita masih mencari format yang tepat. Makanya nanti di Surabaya itu akan diketahui bagaimana kita akan membentuk LAN untuk farmasi klinik. Kita baru mencari bentuknya seperti apa”. (Wawancara, 31 Juli 2009)
D.2. Perbaikan Sasaran Mutu
Sasaran mutu di Instalasi Farmasi terus ditinjau. Apabila sasaran nutu
belum tercapai di satu waktu maka kan dilanjutkan perbaikan berikutnya. Dengan
melihat hasil pelaksanaan capaian sasaran mutu Instalasi Farmasi seperti tersebut
di atas, tindakan yang dilakukan untuk perbaikan selanjutnya yaitu dengan adanya
evaluasi dimana target tersebut harus diupayakan dapat dipenuhi kembali bahkan
ditingkatkan standarnya.
Tindakan yang dapat dilakukan seperti dengan adanya sosialisasi yang
terus-menerus kepada seluruh sumber daya manusia yang ada di Instalasi Farmasi
RSDM Surakarta, agar sasaran mutu tersebut bisa dipahami dan untuk
kedepannya sasaran mutu dapat tercapai.
Hal tersebut dimintakan pendapat Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi. Apt sebagai
berikut:
“(untuk sasaran mutu tidak terpenuhi) internal berbenah sendiri sambil terus berkoordinasi mungkin ada bagian-bagian lain yang terkait dengan farmasi dan punya andil atau pengaruh terhadap ketidaktercapaianya itu. Jadi kita kan punya sasaran mutu untuk jangka waktu lima tahunan ya mbak ya..jadi tidak tercapai disatu waktu kita masih ada target atau waktu untuk bulan depan, terus diperbaiki terus. Jadi rencananya disesuaikan dengan target yang akan datang”. (Wawancara 27 Mei 2009)
115
Hal senada diungkapkan oleh Bp. Drs. Joko Lestari, Apt dalam wawancara
berikut ini:
“(tindakannya dengan) mengupayakan agar itu tercapai, seperti adanya sosialisasi terus-menerus kepada seluruh jajaran sehingga sasaran mutu itu bias dipahami agar bisa tercapai. Hal ini dilakukan secara terus menerus atau berkesinambungan, tidak boleh berhenti. Selain itu standar akan selalu menaik, tidak mandeg dan akan selalu ditingkatkan. Saya rasa ini dinamis”. (Wawancara, 3 Juni 2009)
Ibu Dra. Suti Haryani, Apt juga menambahkan pernyataan sebagai berikut:
“Untuk perbaikan sasaran mutu berikutnya, kita kan untuk respon time karena pada waktu bulan Maret itu kan sudah tercapai. Tapi alangkah lebih baiknya lagi dalam respon time kita evaluasi lagi, miasalnya untuk respon time dapat ditingkatkan standarnya”. (Wawancara, 31 Juli 2009)
D.3 Perbaikan Sumber Daya Manusia
D.3.1 Ketersediaan Sumber Daya Manusia
Ketersediaan SDM Instalasi Farmasi yang masih belum terpenuhi
dapat diatasi dengan tindakan rekruitmen. Akan tetapi proses rekruitmen
sampai pada saat ini masih belum ada dimana Instalasi Farmasi masih
menunggu proses tersebut. Analisa kebutuhan tenaga telah dibuat oleh
Instalasi Farmasi untuk ditindaklanjuti oleh urusan kepegawaian dan baru
sampai pada tahap penerimaan.
Berikut hasil wawancara dengan Ibu D Uniarti Wijaya, Ssi. Apt.:
“Awal tahun ini kita sudah melakuka analisa. Kami kekurangan tenaga, kami melakukan analisa ketenagaan terus ditindaklanjutioleh urusan kepegawaian untuk melakukan rekruitmen tapi baru sampai pada tahap penerimaan. Untuk seleksi
116
dan penerimaan atau rekruitmen belum ada. Kami menunggu hal itu”. (Wawancara, 22 Juli 2009)
D.3.2 Kompetensi Sumber Daya Manusia
Kompetensi SDM Instalasi Farmasi masih akan selalu
ditingkatkan. Oleh karena profesionalisme menuntut tradisi life long study
dan continual medical education maka perbaikan kompetensi akan dilakukan
secara berkesinambungan. Perbaikan kompetensi dilakukan baik itu bagi
apoteker maupun asisten apoteker. Bagi asisten apoteker terdapat pendidikan
atau pelatihan tentang bagaimana pelayanan farmasi yang baik. Sedangkan
bagi apoteker dalam bulan Agustus ini akan melakukan studi banding ke
Surabaya berkaitan dengan pelayanan farmasi klinik.
Berikut hasil wawancara dengan Ibu Dra. Suti Haryani, Apt. selaku
Kepala Instalasi Farmasi RSDM Surakarta:
“Untuk perbaikan selanjutnya, kami melihat dari SDM, kami ada pendidikan berkelanjutan. Untuk tingkat asisten apoteker atau D3 ada pendidikan tentang bagaimana pelayanan kefarmasian yang baik. Itu akan diadakan. Untuk yang apoteker, karena prinsip kita sekarang pelayanan farmasi klinik ya, kita dalam waktu dekat atau dalam bulan Agustus mau studi banding ke Surabaya. Karena rumah sakit ini sudah menjadi pilihan dari dua puluh rumah sakit di Indonesia, Moewardi terpilih untuk menjadi pusat pelayanan kefarmasian untuk penyakit tertentu”. (Wawancara, 31 Juli 2009)
Studi banding ke Surabaya yang akan dilakukan Instalasi Farmasi
bulan Agustus ini didasarkan bahwa Surabaya merupakan yang menjadi
unggulan dalam pelayanan farmasi klinik. Untuk kompetensi asisten apoteker
sekarang ini haruslah berlatarbelakang sarjana muda atau D3. Dalam
117
tindakan perbaikan kompetensi SDM selanjutnya Instalasi Farmasi juga akan
menjalin kerjasama dengan pihak lain.
Ibu Dra. Suti Haryani, Apt. menambahkan pernyataannya dalam
wawancara berikut ini:
“Alasan kita melakukan studi banding ke Surabaya karena Surabaya itu yang menjadi unggulannya. Kita akan melakukan juga perbaikan berkesinambungan untuk asisten apoteker sekarang kompetensinya harus minimal D3. Jadi kita akan menggandeng pihak lain dalam pelaksanaannya”. (Wawancara, 31 Juli 2009)
Dengan adanya continual improvement kinerja seperti dijelaskan diatas,
Instalasi Farmasi RSDM Surakarta mengalami perbaikan dalam pelayanannya dan
hal ini akan dilakukan secara berkesinambungan atau terus menerus. Terlebih
setelah adanya penerapan ISO 9001:2000 perbaikan pelayanan Instalasi Farmasi
menjadi lebih terdokumentasi dan terarah.
Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Bp. Drs. Waluyo, Apt dalam
wawancara berikut ini:
“Instalasi Farmasi selalu akan mengalami perbaikan. Terlebih setelah penerapan ISO 9001:2000, akan selalu diingatkan setiap ada kekurangan dalam pelayanan dan sebagainya...dari kekurangan-kerungan tersebut kemudian ditambal atau diperbaiki kan gitu”. (Wawancara, 17 Juni 2009)
Hal ini juga dimintakan tanggapan dari penerima jasa pelayanan farmasi
seperti yang di ungkapkan oleh ibu Warni sebagai berikut:
“Sebenarnya pelayanan di Instalasi ini sudah baik mbak. Kalau masalah antri itu biasa, karena yang menebus obat bukan cuma saya tapi ada puluhan orang sebelum saya”.(Wawancara, 20 Agustus 2009)
118
Hal senada diungkapkan oleh bapak Sholeh ketika mengurus resep:
“Pelayanannya saya rasa sudah cukup baik. Cuma kadang antriannya yang lama, mereka keliatan kualahan melayani banyaknya antrian. Coba ditambah lagi tenaganya pasti antrian bisa berkurang. (Wawancara, 20 Agustus 2009)
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pelayanan Instalasi
Farmasi sudah cukup baik, terlebih sejak penerapan ISO 9001:2000. Hal yang
masih menjadi kendala adalah kurangnya tenaga yang dimiliki Instalasi Farmasi
RSDM Surakarta sehingga berpengaruh pada kecepatan waktu dalam
pelayanannya.
119
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa secara umum
continual improvement kinerja Instalasi Farmasi RSDM Surakarta telah berjalan
baik. Akan tetapi, dalam upaya continual improvement kinerja Instalasi Farmasi
RSDM Surakarta tersebut masih dijumpai hambatan-hambatan. Hal ini dapat
dilihat sebagai berikut:
1. Tahap Perencanaan (Plan)
1.1 Perbaikan Sistem
Rencana perbaikan meliputi:
1.1.1 Perbaikan Pelayanan Farmasi Klinik
Perbaikan sistem di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta berkembang
dari sistem farmasi tradisional ke arah farmasi klinik. Instalasi
Farmasi tidak hanya berperan dalam melayani resep atau mengelola
barang saja, tetapi bertanggung jawab pula dalam menjamin
penggunaan obat dan alat kesehatan.
1.1.2 Perbaikan Computerize
120
Computerize dikembangkan agar pelayanan lebih efektif dan efisien,
yaitu untuk pengelolaan obat atau perbekalan farmasi. Selain itu pula
pengembangan computerize sekarang ini juga diarahkan sebagai data
base dalam pelayanan farmasi klinik.
1.2 Perbaikan Sasaran Mutu
Sasaran mutu Instalasi Farmasi selalu ditinjau dan dievaluasi. Dalam
perbaikan sasaran mutu terdapat LKP. LKP berisi ketidaksesuaian yang
terjadi tidak hanya berkaitan dengan sasaran mutu tetapi juga prosedur.
Dalam LKP terdapat rencana perbaikan untuk mengatasi ketidaksesuaian.
Hasil LKP bulan Mei 2009 terdapat rencana perbaikan, yaitu membuat
prosedur tetap stok opname obat dan alat kesehatan serta membuat
standar kompetnsi farmasis RSDM Surakarta.
1.3 Perbaikan Sumber Daya Manusia
1.3.1 Ketersediaan Sumber Daya Manusia
Ketersediaan sumber daya manusia di Instalasi Farmasi RSDM
Surakarta belum mencukupi jumlahnya. Rencana perbaikan yang
dilakukan yaitu dengan adanya rekruitmen sehingga mampu
menutupi kekurangan tersebut.
1.3.2 Kompetensi Sumber Daya Manusia
121
Rencana perbaikan kompetensi sumber daya manusia
dikembangkan melalui pelatihan untuk memaksimalkan potensi
sehingga secara berkesinambungan perbaikan dapat tercapai.
2. Tahap Pelaksanaan (Do)
2.1 Perbaikan Sistem
2.1.1 Perbaikan Pelayanan Farmasi Klinik
Pelaksanaan pengembangan pelayanan farmasi klinik di Instalasi
Farmasi RSDM Surakarta terbilang baru karena baru mulai
dikembangkan tahun ini. Untuk pelaksanaannya Instalasi Farmasi
RSDM Surakarta melakukan pelayanan farmasi klinik yang sifatnya
sederhana seperti pelayanan informasi obat, konselling obat,
pemantauan terapi obat dan sebagainya.
2.1.2 Perbaikan Computerize
Pelaksanaaan computerize sangat bermanfaat dalam kegiatan
pelayanan farmasi seperti pengelolaan obat di Instalasi Farmasi
menjadi lebih cepat. Pelaksanaan perbaikan computerize di
Instalasi Farmasi juga didukung oleh sarana prasarana yang
mencukupi. Sarana prasarana yang ada juga mengalami perbaikan
dan akan selalu diupdate.
2.2 Perbaikan Sasaran Mutu
122
Dalam pelaksanaan perbaikan sasaran mutu Instalasi Farmasi RSDM
Surakarta mengupayakan pelayanan itu cepat, tepat dan lengkap. Cepat
dalam sisi waktu, tepat dari sisi ketelitian dan lengkap dari sisi
kelengkapan obat. Dari pelaksanaan tersebut didapatkan hasil sasaran
mutu dari parameter kepuasan pelanggan pada Januari-Maret 2009 adalah
90,29% pelanggan puas di mana target dapat dipenuhi.
Untuk perbaikan LKP, yaitu pembuatan prosedur tetap stok opname obat
dan alat kesehatan serta prosedur tetap standar kompetensi farmasis
RSDM Surakarta telah diselesaikan dengan baik.
2.3 Perbaikan Sumber Daya Manusia
2.3.1 Ketersediaan Sumber Daya Manusia
Ketersediaan sumber daya manusia yang kurang dilakukan rencana
perbaikan berupa rekrutmen. Instalasi farmasi melukukan analisa
kebutuhan tenaga dan diketahui bahwa kebutuhan SDM mengalami
kekurangan sebanyak 65 orang. Analisa tersebut kemudian
diserahkan ke direktur untuk ditindaklanjuti untuk diadakan
rekritmen. Akan tetapi, rekruitmen sampai sekarang belum ada dan
farmasi masih menunggu hal tersebut.
2.3.2 Kompetensi Sumber Daya Manusia
Selama kurun waktu tahun 2005 sampai 2009 ini telah dilakukan
upaya peningkatan komptensi secara berkesinambunganyaitu
123
dengan mengirim petugas dalam pelatihan, seminar, lokakarya di
bidang farmasi.
3. Tahap Studi (Study)
3.1 Perbaikan Sistem
3.1.1 Perbaikan Pelayanan Farmasi Klinik
Pengembangan pelayanan farmasi klinik di Instalasi Farmasi masih
terbilang baru sehingga dalam pelaksanaannya masih terbatas pada
pelayanan farmasi klinik yang sifatnya sederhana. Di samping itu
ditemui kendala dalam hal sumber daya manusia dalam pelaksanaan
pengembangan farmasi kliniknya.
3.1.2 Perbaikan Computerize
Pengembangan computerize di Instalasi Farmasi terbilang efektif
karena kegiatan pelayanan farmasi menjadi lebih cepat, baik dalam
perhitungan obat atau perbekalan farmasi maupun dari pembuatan
laporan-laporan kegiatan pelayanan farmasi.
3.2 Perbaikan Sasaran Mutu
Perbaikan sasaran mutu Instalasi Farmasi telah berjalan baik dimana hal
ini dapat terlihat pada hasil capaian sasaran mutu baik dari parameter
kepuasan pelanggan ataupun proses internal Instalasi Farmasi, bahwa
target atau sasaran mutu telah tercapai. Hasil LKP juga menunjukkan
124
bahwa ketidaksesuaian telah mampu dicari penyebabnya dan kemudian
dapat terselesaikan. Dari hasil laporan-laporan tersebut dapat memberikan
gambaran bagaimana efektivitas perbaikan.
3.3 Perbaikan Sumber Daya Manusia
3.3.1 Ketersediaan Sumber Daya Manusia
Ketersediaan SDM Instalasi Farmasi masih belum bisa terpenuhi.
Hal ini dikarenakan proses rekruitmen membutuhkan prosedur
sehingga dalam perbaikannya membutuhkan waktu. Setelah analisa
kebutuhan tenaga dibuat dan diserahkan ke direksi, Instalasi
Farmasi menunggu pengadaan rekruitmen tersebut.
3.3.2 Kompetensi Sumber Daya Manusia
Pelaksanaan perbaikan pengembangan kompetensi SDM di Instalasi
Farmasi Surakarta telah berjalan baik. Dimana setiap ada
kesempatan baik itu pelatihan-pelatihan, pendidikan maupun
seminar-seminar, SDM di Instalasi Farmasi diupayakan untuk
mengikuti program tersebut. Pelaksanaan continual improvement
kinerja di Instalasi Farmasi dipengaruhi oleh sumber daya manusia
serta keterkaitan farmasi dengan bagian lain.
4. Tahap Tindakan (Act)
4.1 Perbaikan Sistem
125
4.1.1 Perbaikan Pelayanan Farmasi Klinik
Dengan melihat hasil sebelumnya di mana pelayanan farmasi klinik
merupakan hal baru di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta, serta
masih ditemui kendala baik itu sumber daya manusia, maupun
sistem rumah sakit sendiri maka tindakan untuk perbaikan
selanjutnya adalah mencoba mengatasi kendala-kendala tersebut.
4.1.2 Perbaikan Computerize
Tindakan perbaikan selanjutnya yang berkaitan pengembangan
computerize di Instalasi Farmasi RSDM Surakarta adalah
computerize diarahkan untuk mendukung pelayanan farmasi klinik.
Jadi pelayanan farmasi klinik seperti pelayanan informasi obat,
konseling ataupun pemantauan terapi obat dan sebagainya bisa
dilayani melalui media on-line atau komputerisasi. Untuk perbaikan
computerize farmasi klinik ini, rencana perbaikan selanjutnya masih
akan dibahas setelah adanya studi banding ke Surabaya.
4.2 Perbaikan Sasaran Mutu
Sasaran mutu di Instalasi Farmasi terus ditinjau. Sasaran mutu belum
tercapai di satu waktu maka akan dilanjutkan perbaikan berikutnya.
Dengan melihat hasil pelaksanaan capaian sasaran mutu Instalasi Farmasi
yang telah terpenuhi, tentunya untuk perbaikan selanjutnya target tersebut
126
harus diupayakan dapat dipenuhi kembali bahkan ditingkatkan
standarnya.
4.3 Perbaikan Sumber Daya Manusia
4.3.1 Ketersediaan Sumber Daya Manusia
Ketersediaan SDM Instalasi Farmasi yang masih belum terpenuhi
dapat diatasi dengan tindakan rekruitmen. Akan tetapi proses
rekruitmen sampai pada saat ini belum ada dimana Instalasi Farmasi
masih menunggu proses tersebut. Analisa kebutuhan tenaga tahun
2008 telah dibuat oleh Instalasi Farmasi untuk ditindaklanjuti oleh
urusan kepegawaian dan baru sampai pada tahap penerimaan.
4.3.2 Kompetensi Sumber Daya Manusia
Kompetensi SDM Instalasi Farmasi akan selalu ditingkatkan secara
berkesinambungan.. Untuk tingkat AA ada pendidikan tentang
pelayanan farmasi. Untuk apoteker untuk bulan Agustus Instalasi
Farmasi RSDM Surakarta akan melakukan studi banding ke
Surabaya kaitannya dengan pelayanan farmasi klinik.
Dengan adanya continual improvement kinerja, Instalasi Farmasi
mengalami perbaikan pelayanan. Akan tetapi, masih terdapat kendala dari jumlah
tenaga yang kurang sehingga berpengaruh pada kecepatan waktu pelayanan.
127
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian penulis mengajukan saran sebagai berikut:
1. Instalasi Farmasi RSDM Surakarta dapat mendokumentasikan setiap upaya
continual improvement kinerjanya, sehingga Instalasi Farmasi dapat
mengetahui sejauh mana pelaksanaan perbaikan. Hal ini dapat dilakukan
dengan adanya perbaikan computerize yang ada di Instalasi Farmasi RSDM
Surakarta.
2. Instalasi Farmasi RSDM Surakarta dapat pula merencanakan perbaikan
kompetensi sumber daya manusia khususnya kompetensi dalam proses
internal atau respon time atau berkaitan dengan sasaran mutunya. Hal ini
dilakukan dengan mengikutsertakan SDM di Instalasi Farmasi dalam
pelatihan-pelatihan, seminar dan sebagainya yang berkaitan dengan