4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Transportasi Makro Perencanaan sistem transportasi pada dasarnya memperkirakan kebutuhan transportasi dimasa yang akan datang. Dalam perencanaan sistem transportasi makro terdapat 4 ( empat ) subsistem transportasi mikro ( kecil ) yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lainnya ( Tamin, 2000 ). Adapun keempat subsistem tersebut adalah : 1. Sistem kegiatan atau permintaan transportasi ( transport demand ) 2. Sistem jaringan atau sarana dan prasarana transportasi ( transport suplly ) 3. Sistem pergerakan lalu lintas ( traffic flow ) 4. Sistem kelembagaan atau institusi ( institutional framework ) 2.1.1 Sistem Kegiatan atau Permintaan Transportasi ( Transport Demand ) Sistem kegiatan terkait dengan tata guna lahan yang meliputi; permukiman, pusat pendidikan, perbelanjaan, perkantoran dan lain-lain. Masing- masing tata guna lahan tersebut, akan menghasilkan pola kegiatan berupa pergerakan orang maupun barang. Besarnya pergerakan yang terjadi dipengaruhi oleh jenis kegiatan. Adapun model pergerakan yang dimaksud adalah : a. Bangkitan Perjalanan ( Trip Generation ) Bangkitan pergerakan adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu zona atau tata guna lahan ( Tamin, 2000 ). Bangkitan dan tarikan pergerakan terlihat pada gambar 2.1. Gambar 2.1 Bangkitan Perjalanan ( Tamin, 2000 ) i Trip Production zona i Trip Attraction zona j j
27
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Transportasi … Bangkitan pergerakan bertujuan untuk mendapatkan jumlah pergerakan yang masuk di suatu zona ( Trip Attraction) dan yang meninggalkan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Transportasi Makro
Perencanaan sistem transportasi pada dasarnya memperkirakan kebutuhan
transportasi dimasa yang akan datang. Dalam perencanaan sistem transportasi
makro terdapat 4 ( empat ) subsistem transportasi mikro ( kecil ) yang saling
berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lainnya ( Tamin, 2000 ). Adapun
keempat subsistem tersebut adalah :
1. Sistem kegiatan atau permintaan transportasi ( transport demand )
2. Sistem jaringan atau sarana dan prasarana transportasi ( transport
suplly )
3. Sistem pergerakan lalu lintas ( traffic flow )
4. Sistem kelembagaan atau institusi ( institutional framework )
2.1.1 Sistem Kegiatan atau Permintaan Transportasi ( Transport Demand )
Sistem kegiatan terkait dengan tata guna lahan yang meliputi;
permukiman, pusat pendidikan, perbelanjaan, perkantoran dan lain-lain. Masing-
masing tata guna lahan tersebut, akan menghasilkan pola kegiatan berupa
pergerakan orang maupun barang. Besarnya pergerakan yang terjadi dipengaruhi
oleh jenis kegiatan. Adapun model pergerakan yang dimaksud adalah :
a. Bangkitan Perjalanan ( Trip Generation )
Bangkitan pergerakan adalah tahapan pemodelan yang
memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata
guna lahan dan jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu zona atau tata
guna lahan ( Tamin, 2000 ). Bangkitan dan tarikan pergerakan terlihat
pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Bangkitan Perjalanan ( Tamin, 2000 )
i
Trip Production zona i Trip Attraction zona j
j
5
Bangkitan pergerakan bertujuan untuk mendapatkan jumlah
pergerakan yang masuk di suatu zona ( Trip Attraction ) dan yang
meninggalkan suatu zona ( Trip Production ). Kedua hal tersebut
dianalisis secara terpisah. Jadi tujuan perencanaan bangkitan adalah untuk
mengetahui besarnya bangkitan pada masa sekarang yang kemudian dapat
digunakan untuk memprediksi pergerakan dimasa yang akan datang.
b. Distribusi Perjalanan ( Trip Distribution )
Distribusi perjalanan terjadi karena suatu tata guna lahan tidak dapat
memenuhi kebutuhan penduduknya. Hal ini dipengaruhi oleh adanya
pemisah jarak yang dapat menimbulkan hambatan perjalanan ( trip
impedance ) berupa nilai jarak, biaya dan waktu.
c. Pemilihan Moda ( Moda Choise)
Pemilihan moda dipengaruhi oleh tingkat pelayanan angkutan umum
yang meliputi : tarif, rute, kenyamanan, keamanan dan sebagainya.
d. Pemilihan Rute Perjalanan ( Traffic Assignment / Rute Choice)
Pemilihan rute merupakan model yang menggambarkan dasar
pemilihan rute dari daerah asal ke tujuan. Pemilihan rute dipengaruhi oleh
tingkat pelayanan ruas-ruas jalan pada rute yang dilalui dan biaya
operasional kendaraan yang dikeluarkan.
2.1.2 Sistem Jaringan Transportasi ( Transport Supply )
Pergerakan manusia atau barang memerlukan sarana atau prasarana
transportasi. Perangkat keras ( hardware ) sebagai sarana transportasi yang
diperlukan adalah jaringan jalan yang telah ditetapkan pada masing-masing ruas
jalan antara lain; bahu jalan, lebar jalan, tempat parkir, trotoar, tempat
penyebrangan, halte dan terminal angkutan umum. Sedangkan perangkat lunak
( software ) sebagai sarana yang diperlukan adalah undang-undang dan peraturan
lalu lintas yang terkait dengan lalu lintas. Keberadaan sarana transportasi
didukung oleh adanya moda transportasi berupa kendaraan roda dua, roda empat,
bus dan armada angkutan umum. Perangkat penunjang lainnya adalah median,
lampu lalu lintas, marka serta rambu jalan.
6
2.1.3 Sistem Pergerakan Lalu Lintas ( Traffic Flow )
Interaksi antara sistem kegiatan dan sistem jaringan akan menghasilkan
pergerakan. Pergerakan tersebut dapat berupa pergerakan manusia maupun barang
dalam bentuk pergerakan pejalan kaki maupun kendaraan. Sistem pergerakan
mempengaruhi sistem kegiatan dan jaringan yang ada dalam bentuk aksesbilitas
dan mobilitas.
2.1.4 Sistem Kelembagaan atau Institusi ( Institutional Framework )
Sistem kelembagaan merupakan sistem yang dapat meningkatkan
keterkaitan antar masing-masing subsistem pada transportasi makro. Di Indonesia,
sistem kelembagaan yang berkaitan dengan masalah transportasi adalah sebagai
berikut :
- Sistem kegiatan ditangani oleh Badan Perencanaan Nasional ( BAPPENAS ),
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah ( BAPPEDA), Pemerintah Daerah
( PEMDA ).
- Sistem jaringan ditangani oleh Departemen Perhubungan ( darat, laut dan
udara ), Bina Marga.
- Sistem Pergerakan ditangani oleh Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya
( DLLAJR ), Polisi Lalu Lintas ( POLANTAS ) dan Organisasi Angkutan
Daerah ( ORGANDA )
Interaksi antara sistem kegiatan dan sistem jaringan akan menghasilkan
pergerakan manusia ataupun barang. Pada sistem kegiatan atau sistem kebutuhan
transportasi, perubahan tata guna lahan dapat menimbulkan terjadinya bangkitan
pergerakan. Pada sistem penyedia transportasi, ketersediaan fasilitas transportasi
berupa jaringan jalan dan sarana angkutannya sangat menentukan kapasitas
pelayanan jalan. Sistem pergerakan dapat menyebabkan adanya interaksi antara
penyedia transportasi dengan kebutuhan transportasi berupa rasio antara volume
lalu lintas dan kapasitas jalan. Adanya peningkatan rasio tersebut akan
mempengaruhi tingkat pengguna jalan. Hal ini akan menimbulkan adanya
evaluasi dari pengguna jalan untuk mencari alternatif rute. Sistem kegiatan, sistem
jaringan dan sistem pergerakan akan saling mempengaruhi satu sama lainnya
7
sehingga menimbulkan pergerakan. Keterkaitan sistem tersebut akan mendapat
pengawasan dari sistem kelembagaan seperti pada Gambar 2.2.
2.2 Kondisi Geometrik Jalan dan Kondisi Lingkungan
1. Kondisi Geometrik Jalan
Adapun beberapa hal yang terkait dengan kondisi geometrk jalan
adalah sebagai berikut :
Median jalan merupakan daerah yang memisahkan arus lalu lintas
pada suatu segmen jalan.
Trotoar adalah bagian jalan yang disediakan untuk pejalan kaki.
Panjang jalan adalah panjang segmen jalan yang diamati sebagai
daerah studi.
Jalur gerak yaitu bagian jalan yang direncanakan khusus untuk
kendaraan bermotor yang membebani jalan tersebut.
Tipe jalan yaitu potongan melintang jalan ditentukan oleh adanya
jumlah jalur dan arah pada suatu segmen jalan. Adapun jenis-jenis
jalan meliputi :
a. Jalan dua lajur satu arah ( 2/1 )
Sistem Kegiatan Sistem Jaringan
Sistem Pergerakan Transportasi
( Traffic )
Sistem Kelembagaan
Gambar 2.2 Keterkaitan antar Subsistem Transportasi ( Tamin, 2000 )
8
b. Jalan dua lajur dua arah tak terbagi ( 2/2 UD )
c. Jalan empat lajur dua arah terbagi ( 4/2 D )
d. Jalan enam lajur dua arah terbagi
Jumlah lajur ditentukan dari marka lajur atau dari lebar efektif jalur ( We )
untuk segmen jalan. Jumlah lajur suatu jalan dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Jumlah Lajur
Lebar jalur efektif ( m) Jumlah lajur
5-10,5 2
10,6-16 4
Sumber : Depertemen Pekerjaan Umum ( 1997 )
Lebar jalur yaitu lebar jalur jalan yang dilewati arus lalu lintas dan
tidak termasuk bahu.
Lebar jalur efektif adalah lebar rata-rata yang tersedia pada
pergerakan lalu lintas setelah dikurangi parkir tepi jalan sementara
yang menghalangi jalan.
Lebar bahu merupakan lebar bahu sisi jalur jalan yang disediakan
untuk kendaraan berhenti sementara, pejalan kaki dan kendaraan
yang bergerak lambat.
Lebar bahu efektif merupakan lebar bahu yang tersedia setelah
dikurangi oleh adanya penghalang ( pohon, toko dan bangunan
penghalang lainnya).
Kereb adalah batas antara jalur lalu-lintas dan trotoar berpengaruh
terhadap dampak hambatan samping pada kapasitas dan kecepatan.
Kapasitas jalan dengan kereb lebih kecil dari jalan dengan bahu.
Selanjutnya kapasitas berkurang jika terdapat penghalang tetap
dekat tepi jalur lalu-lintas, tergantung apakah jalan mempunyai
kereb atau bahu.
9
Gambar 2.3 Penjelasan istilah geometrik jalan perkotaan
Sumber: Dep.PU (1997)
2. Kondisi Lingkungan
- Ukuran kota merupakan jumlah penduduk yang berada di dalam kota
yang dinyatakan dalam satuan juta jiwa, dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Kelas ukuran kota
Ukuran Kota ( juta jiwa ) Kelas Ukuran Kota ( City Size )
<0,1 Sangat kecil
0,2-0,5 Kecil
0,6-1,0 Sedang
1,1-3,0 Besar
>3,0 Sangat besar
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum ( 1997 )
- Hambatan Samping adalah suatu faktor yang dapat mempengaruhi
kegiatan lalu lintas pinggir jalan. Adapun beberapa faktor yang
mempengaruhi hambatan samping adalah :
10
Jumlah kendaraan yang berhenti dan parkir.
Jumlah kendaraan bermotor yang keluar dan masuk ke atau dari
lahan samping dan jalan sisi.
Jumlah pejalan kaki yang berjalan dan menyebrang sepanjang
segmen jalan.
Arus kendaraan yang bergerak lambat, seperti : becak, delman,
sepeda dan kendaraan lainnya.
2.3 Klasifikasi Jalan
Berdasarkan UU No. 38 Tahun 2004, jalan sebagai sarana trnsportasi
mempunyai peranan penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya,
lingkungan hidup, politik, pertahanan dan kemananan serta digunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Jalan dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
Berdasarkan atas peruntukannya, jalan dapat dibedakan menjadi :
1. Jalan umum diperuntukan bagi lalu lintas umum dalam rangka
distribusi barang dan jasa yang dikelompokan menurut sistem, fungsi,
status dan kelas.
2. Jalan khusus tidak diperuntukan bagi lalu lintas umum dalam rangka
distribusi barang dan jasa yang dubutuhkan.
a. Berdasarkan sistemnya jalan umum dibedakan menjadi :
Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan
dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk
pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, demgan
menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud
pusat-pusat kegiatan.
Sistem jaringan sekunder merupakan sistem jaringan jalan
dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk
masyarakat di dalam kawasan perkotaan.
b. Berdasarkan fungsinya , jalan umum dibedakan menjadi :
Jalan arteri adalah jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan utama dengan ciri pejalanan jarak jauh, kecepatan
11
rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya
guna.
Jalan kolektor adalah jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan
sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk
dibatasi.
Jalan lokal adalah jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat,
kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak
dibatasi.
Jalan lingkungan dalah jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan lingkungan denga ciri perjalanan jarak dekat dn
kecepatan rata-rata rendah.
c. Berdasarkan statusnya , jalan umum dibedakan menjadi :
Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam
sistem jaringan primer yang menghubungkan antar ibukota
provinsi, jalan strategis nasional dan jalan tol.
Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan
jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan
ibukota kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota dan
jalan strategis provinsi.
Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan
jalan primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan
ibukota kecamatan, antar ibu kota kecamatan, ibukota
kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan
lokal, serta jalan umum dengan sistem jaringan jalan sekunder
dalam wilayah kabupaten dan jalan strategis kabupaten.
Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan
sekunder yang menghubungkan antar pusat pelayanan dalam
kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil,
menghubungkan antar persil serta menghubungkan antar pusat
pemukiman yang berada didalam kota.
12
Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan
kawasan atau antar pemukiman di dalam desa serta jalan
lingkungan.
d. Berdasarkan pengaturan kelas, jalan umum dibedakan menjadi :
Jalan bebas hambatan
Jalan raya
Jalan sedang
Jalan kecil
2.4 Kinerja Ruas Jalan Perkotaan
Kinerja merupakan suatu ukuran kuantitatif mengenai kondisi operasional
dari fasilitas lalu lintas. Adapun beberapa parameter yang digunakan dalam
menentukan kinerja ruas jalan adalah sebagai berikut :
2.4.1 Arus dan Komposisi Lalu Lintas
Arus Berdasarkan Dep.PU (1997), arus lalu lintas adalah jumlah
kendaraan bermotor yang melalui titik pada jalan per satuan waktu, dinyatakan
dalam kend/jam (Qkend), smp/jam (Qsmp) atau LHRT (QLHRT Lalu-lintas Harian
Rata-rata Tahunan).
Dalam manual kapasitas, nilai arus lalu lintas (Q) mencerminkan
komposisi lalu lintas, dengan menyatakan arus dalam satuan mobil penumpang
(smp). Semua nilai arus lalu lintas (per arah dan total) diubah menjadi satuan
mobil penumpang (smp) dengan menggunakan ekivalen mobil penumpang (emp)
yang diturunkan secara empiris tipe kendaraan berikut (Dep.PU, 1997):
1. Kendaraan berat/Heavy Vehicle (HV), kendaraan bermotor dengan
jarak as lebih dari 3,50 m biasanya beroda lebih dari 4 (termasuk bis,
truk 2 as, truk 3 as, dan truk kombinasi sesuai sistem klasifikasi Bina
Marga).
2. Kendaraan ringan/Light Vehicle (LV), kendaraan bermotor 2 as beroda
4 dengan jarak as 2,0-3,0 m (termasuk mobil penumpang, opelet,
mikrobis, pick up, dan truk kecil sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).