PENANGANAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DI DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KOTA TARAKAN (STUDI IMPLEMENTASI KEPUTUSAN MENTERI NO. 15 TAHUN 2000 TENTANG KETENAGAKERJAAN) SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 OLEH: HELDA ROZALIA NIM : 0902015013 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2013
97
Embed
pdf skripsi helda - eJournal Ilmu Administrasi Negaraejournal.an.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2013/02/pdf... · Selama kuliah telah mengikuti beberapa kegiatan ... Pada
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENANGANAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DI DINAS SOSIA L DAN TENAGA KERJA KOTA TARAKAN
(STUDI IMPLEMENTASI KEPUTUSAN MENTERI NO. 15 TAHUN 2000 TENTANG KETENAGAKERJAAN)
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Strata 1
OLEH:
HELDA ROZALIA NIM : 0902015013
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA
2013
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya di
dalam naskah skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk
memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi dan tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah di tulis atau di terbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis di kutip dalam
naskah ini dan di sebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.
Apabila ternyata didalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur
plagiat, saya bersedia skripsi ini digugurkan dan gelar akademik yang telah saya peroleh
(sarjana) di batalkan serta di proses sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Samarinda, Januari 2013
HELDA ROZALIA NIM. 0902015013
Judul Skripsi : Penanganan Pemutusan Hubungan Kerja di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tarakan ( Studi Implementasi Keputusan Menteri No.150 Tahun 2000 Tentang ketenagakerjaan)
Nama : Helda Rozalia
N I M : 0902015013
Jurusan : Ilmu Administrasi
Program Studi : Administrasi Negara
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Pembimbing I
Dr Anthonius Margono, M.SiNIP. 19540817 198403 1 00
Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan
Lulus Tanggal : 11-03-2013
HALAMAN PENGESAHAN
Penanganan Pemutusan Hubungan Kerja di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tarakan ( Studi Implementasi Keputusan Menteri No.150 Tahun 2000 Tentang ketenagakerjaan)
Helda Rozalia
: 0902015013
: Ilmu Administrasi
istrasi Negara
: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Menyetujui,
Anthonius Margono, M.Si 1 002
Pembimbing II
Dra. Hj. Ida Wahyuni, M.Si
NIP. 19662010 2009
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Mulawarman
Prof. Dr. H. Adam Idris, M.Si
NIP. 19600114 198803 1 003
2013
Penanganan Pemutusan Hubungan Kerja di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tarakan ( Studi Implementasi Keputusan Menteri No.150 Tahun 2000
Pembimbing II
Dra. Hj. Ida Wahyuni, M.Si
910 2 002
Ilmu Politik
RINGKASAN
Helda Rozalia, Penanganan Pemutusan Hubungan Kerja di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tarakan (Studi Implementasi Keputusan Menteri No.150 Tahun 2000 tentang ketenagakerjaan); di bawah bimbingan Bapak Dr. Anthonius Margono, M.Si dan Ibu Dra. Hj. Ida Wahyuni, M.Si
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis penanganan pemutusan huhungan kerja di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja di Kota Tarakan dan untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pennganan PHK di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tarakan. Teknik pengumpulan data melalui; wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data yang terkumpul dianalisa dengan menggunakan teknik analisis data model interaktif dari pendapat Miles dan Huberman dalam Sugiyono.
Dalam penelitian ini penulis bekerjasama dengan Dinas Tenaga Kerja Kota Tarakan sebagai informan yang memberikan informasi tentang data yang berhubungan dengan objek yang penulis teliti yaitu penanganan pemutusan hubungan kerja di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tarakan.
Kata kunci : Implementasi
RIWAYAT HIDUP
Helda Rozalia, lahir pada tanggal 20 September 1991 di Tarakan Kalimantan
Utara. Merupakan anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Ayahanda
Drs. H. Zaini, M. dan Ibunda Hj. Massutiawati.
Pada tahun 1996 memasuki Taman Kanak-Kanak Handayani di Tarakan lulus
pada tahun 1997. Pada tahun 1997 memasuki Sekolah Dasar Negeri Utama 1 Tarakan lulus
pada tahun 2003. Dan pada tahun 2003 melanjutkan Sekolah Menengah Pertama Negeri 1
Tarakan lulus pada tahun 2006. Selanjutnya pada tahun 2006 melanjutkan ke Sekolah
Menengah Atas Negeri 1 Tarakan dan lulus pada tahun 2009.
Masuk perguruan tinggi Universitas Mulawarman di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan Ilmu Administrasi, Program Studi Administrasi Negara pada tahun 2009 melalui
seleksi penerimaan mahasiswa baru.
Selama kuliah telah mengikuti beberapa kegiatan diantaranya kegiatan pengenalan kampus
dan kegiatan Pengenalan Mahasiswa Administrasi Negara (PEDILMAN) tahun 2009.
Sedangkan pengalaman yang berhubungan dengan akademik / kurikulum Pendidikan di
Universitas Mulawarman yaitu mengikuti program Kuliah Kerja Nyata (KKN) angkatan
XXXVIII di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Samarinda.
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
program studi Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Mulawarman.
Tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari bimbingan dan bantuan baik moril maupun
materiil serta saran-saran dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih
dan penghormatan sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Zamruddin Hasid, SE, S.U selaku Rektor Universitas Mulawarman
yang telah memberikan kesempatan penulis untuk menyelesaikan studi sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. H. Adam Idris, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Mulawaraman yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk menyelesaikan studi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Mulawarman.
3. Ibu Dra. Rossa Anggraeny, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi yang telah
memberikan motivasi dan saran-saran dalam rangka penyelesaian skripsi ini.
4. Bapak Drs. M. Zaenal Arifin, M.Si selaku Ketua Program Studi Administrasi Negara
yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu dan menyelesaikan
studi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman.
5. Bapak Dr. Anthonius Margono, M.Si selaku pembimbing I dan Ibu Dra. Hj. Ida
Wahyuni, M.Si selaku pembimbing II. Terima kasih atas kesediaan bapak dan ibu yang
telah meluangkan waktu ditengah kesibukan untuk memberikan bimbingan serta
masukan, saran dan nasehat agar karya tulis ini menjadi karya ilmiah yang baik.
6. Dosen penguji seminar skripsi : Bapak Dr. Djumadi, M.Si selaku penguji I dan Ibu
Santi Rande, S.Sos., M.Si selaku penguji II. Terima kasih atas bantuan dan saran-
sarannya yang telah diberikan kepada penulis.
7. Segenap dosen yang telah memberikan ilmunya dari awal penulis mengenal bangku
kuliah hingga akhir perjalanan selama menempuh pendidikan di Administrasi Negara
FISIP UNMUL. Seluruh Staf Akademik, Staf Kemahasiswaan dan juga staf Tata Usaha.
Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya telah banyak membantu saya.
8. Terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat dalam proses penelitian, Kepada Bapak
Drs. H.Zaini. M selaku Kepala Dinas, Bapak H. Anto Bismoko, S.Sos selaku Kasi
Hubin Syaker, Bapak Imanmanuel. P.ST selaku Fungsional Umum bidang PHI, Bapak
Aulianegara, SH selaku Mediator Hubungan Industrial, terima kasih untuk jalinan
persaudaraan dalam perkenalan yang singkat. Terima kasih atas masukan ide dan
sambutan hangat yang diberikan.
9. Ayahanda Drs. H. Zaini. M, Ibunda Hj. Massutiawati, Kakakanda Hesty Rozaniza,
Kakaknda Daeng Adimas Bayu Wicaksana SE, Adiknda Muhammad Azizan Fikri
Algazi, Adiknda Daeng Akmalif Putra Aryuza tercinta yang telah memberikan Doa,
Cinta, Dukungan dan Nasehat yang tak ternilai, Terima kasih atas segalanya.
10. Untuk sahabat-sahabat yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih atas
dukungan dan semangat yang telah diberikan kepada saya.
Semoga skripsi ini berguna untuk menambah informasi dan pengetahuan bagi para
pembacanya, Semoga Allah SWT senantiasa memberikan Rahmat dan Hidayahnya, Amin
Samarinda, 11 Februari 2013
Penulis
Helda Rozalia
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN ORISINALITAS ………………………………………………. i HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………. ii ABSTRAK …………………………………………………………………... iii RIWAYAT HIDUP ………………………………………………………….. iv KATA PENGANTAR ……………………………………………………….. v DAFTAR ISI ………………............................................................................ vii DAFTAR TABEL …………………………………………………………… x DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………… xi BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………………….. 1 B. Rumusan Masalah ………………………………………………. 5 C. Tujuan Penelitian ……………………………………………....... 6 D. Kegunaan Penelitian …………..………………………………… 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori dan Konsep ……………………………………..……… ... 8 2.1.1 Pengertian Implementasi ……………………………….…. 9 2.1.2 Pengertian Kebijakan publik ..…......…………..…............. 12 2.1.4 Pengertian Implementasi kebijakan……………………..… 18 2.1.5 Pengertian Ketenargakerjaan……………………………… 26
2.2 Definisi Konsepsional……………………………………………. 40
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian …………………………………………………… 41 3.2 Fokus Penelitian ………………..………………………………… 41 3.3 Tempat Penelitian …….……………………….............................. 42 3.4 Sumber Data……………………..………………………............. 43 3.5 Teknik Pengumpulan Data ..……….……………......................... 44 3.6 Analisis Data…………………....................................................... 45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum .......................................................................... 48
4.1.1 Profil Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja ..................... 48
4.2. Hasil Penelitian ............................................................................. 59
4.2.1. Penanganan Pemutusan Hubungan Kerja............................ 60
dapat ditambah tapi tidak boleh dikurangi. Besaran Pesangon tergantung alasan PHK
sebagai berikut:
a. Masa percobaan -Tidak berhak kompensasi
b. Mengundurkan diri (kemauan sendiri) -Berhak atas UPH
c. Tidak lulus nya PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu ) -Tidak Berhak atas
Kompensasi
d. Pekerja melakukan kesalahan berat - Berhak atas UPH
e. Pekerja melakukan Pelanggaran Perjanjian Kerja, Perjanjian Kerja Bersama, atau
Peraturan Perusahaan- -1 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
f. Pekerja menerima PHK meski bukan karena kesalahannya. Tergantung kesepakatan
g. Pernikahan antar pekerja (jika diatur oleh perusahaan) - 1 kali UP, 1 kali UPMK,
dan UPH
h. PHK Massal karena perusahaan rugi atau force majeure- 1 kali UP, 1 kali UPMK,
dan UPH
i. PHK Massal karena Perusahaan melakukan efisiensi. - 2 kali UP, 1 kali UPMK, dan
UPH
j. Peleburan, Penggabungan, perubahan status dan Pekerja tidak mau melanjutkan
hubungan kerja- 1 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
k. Peleburan, Penggabungan, perubahan status dan Pengusaha tidak mau melanjutkan
hubungan kerja - 2 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
l. Perusahaan pailit - 1 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
m. Pekerja meninggal dunia- 2 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH
n. Pekerja mangkir 5 hari atau lebih dan telah dipanggil 2 kali secara patut - UPH dan
Uang pisah
o. Pekerja sakit berkepanjangan atau karena kecelakaan kerja (setelah 12 bulan) - 2
kali UP, 2 kali UPMK, dan UPH
p. Pekerja memasuki usia pensiun - Sesuai Pasal 167 UU 13/2003
q. Pekerja ditahan dan tidak dapat melakukan pekerjaan (setelah 6 bulan)- 1 kali
UPMK dan UPH
r. Pekerja ditahan dan diputuskan bersalah - 1 kali UPMK dan UPH
Contoh :
A yang tinggal di Samarinda telah bekerja selama sepuluh tahun di PT B yang juga
berdomisili di Samarinda, dengan upah Rp 3 juta per bulan. Ia kemudian di PHK
perusahaannya karena melakukan pelanggaran terhadap perjanjian kerja.
Maka, ia berhak atas kompensasi sebesar:
UP = Rp3.000.000,- x 1x9 = 27.000.000, (3 juta Dikali 1 UP (karena melanggar Perjanjan
kerja) dikalikan dengan 9 bulan upah)
UPMK= Rp3.000.000 x1x 4= 12.000.000,- (tiga juta kali 4 bulan upah, karena masa
kerja 10 tahun
UPH = 15% (uang penggantian perumahan dan pengobatan) x (27 juta +12juta)
=Rp5.850.000,-
Total Kompensasi = UP + UPMK + UPH
27.000.000+ 12.000.000 + 5.850.000 = 44.850.000,-
2.2 Definisi Konsepsional
Sesuai dengan judul penelitian ini, maka penulis memberikan batasan pengertian
konsep sebagai berikut :
Keputusan Menteri No 150 Tahun 2000 tentang ketenagakerjaan dalam
menghadapi masalah PHK Dinas Sosial dan Tenaga Kerja di Kota Tarakan adalah sebagai
mediator didalam permasalahan PHK antara perusahaan dengan buruh yang disebabkan
karena PHK tidak sukarela, mekanisme PHK, perselisihan tenaga kerja, dan kompensasi
PHK sehingga terciptanya keputusan dan kesepakatan yang baik diantara keduanya dan
tidak merugikan pihak manapun.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis penelitian
Dalam penelitian ini penulis memakai penelitian Deskriptif Kualitatif. Data
kualitatif yaitu, data yang berhubungan dengan kategorisasi, karakteristik berwujud
pertanyaan atau berupa kata-kata. Data ini biasanya didapat dari wawancara dan bersifat
subjektif sebab data tersebut ditafsirkan lain oleh orang yang berbeda (Riduan, 2003: 5-
7). Data kualitatif dapat diberi dalam bentuk ordinal atau rangking (skala yang
diurutkan dari jenjang terendah atau sebaliknya).
Penulis menggunakan jenis penelitian ini dengan tujuan memaparkan dan untuk
memberikan gambaran serta penjelasan dari variable yang diteliti, dalam hal ini adalah
Penanganan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota
Tarakan (Implementasi Keputusan Menteri No 150 Tahun 2000 tentang
ketenagakerjaan)
3.2 Fokus Penelitian
Dijelaskan oleh Moleong (2000;63) pada dasarnya penelitian kualitatif dimulai
oleh sesuatu yang kosong tetapi berdasarkan presepsi seseorang terhadap adanya suatu
masalah. Demikian pula di dalam alam ini tidak ada masalah tetapi hanyalah manusia
itu sendiri yang mempresepsikan adanya masalah itu.
Dari penjelasan diatas dan berdasarkan masalah yang diteliti serta tujuan
penelitian, maka yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penanganan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Dinas Sosial dan Tenaga
Kerja Kota Tarakan (Implementasi Keputusan Menteri No 150 Tahun 2000
tentang ketenagakerjaan) adalah :
a. PHK ( Pemutusan Hubungan Kerja) tidak sukarela
b. Mekanisme PHK ( Pemutusan Hubungan Kerja)
c. Perselisihan tenaga kerja
d. Kompensasi
2. Faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam Penanganan Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tarakan
(Implementasi Keputusan Menteri No 150 Tahun 2000 tentang ketenagakerjaan)
3.3 Tempat Penelitian
Adapun yang menjadi lokasi penelitian, dalam penelitian ini adalah Dinas Sosial
Dan Tenaga Kerja Kota Tarakan, yang berada dijalan Teuku Umar Rt.14 No. 45
Kelurahan Pamusian Tarakan Tengah.
3.4 Sumber Data
Menurut Arikunto (2003:114) sumber data dalam penelitian adalah subyek dari
mana data diperoleh. Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah:
1. Data Primer
Adalah data yang diperoleh melalui narasumber dengan cara melakukan
wawancara secara langsung dan dipandu melalui pertanyaan-pertanyaan yang sesuai
dengan fokus penelitian. Dalam penelitian ini untuk memperoleh data primer harus
ada pemilihan narasumber, menurut Sugiyono (2006: 96-97) dapat melalui dua metode
sampling yaitu sebagai berikut:
a. Purposive Sampling
Purposive sampling merupakan teknik penentuan sampel atau orang yang
memiliki kekuasaan, pengetahuan, atau yang mengetahui tentang apa yang ingin
diteliti. Purposive sampling dilakukan untuk mencari narasumber sebagai Key
informan dan informan. Dalam penelitian ini yang menjadi Key informan yaitu Kepala
Dinas Sosial dan Tenaga Kerja di Kota Tarakan, dan yang menjadi informannya
adalah Pegawai Dinas Sosial dan Tenaga Kerja di Kota Tarakan
b. Accidental Sampling
Accidental sampling merupakan teknik pemilihan sampel dari siapa saja yang
kebetulan ada atau yang kebetulan beraktivitas terkait dengan penelitian. Dalam teknik
penelitian ini yang menjadi sampel adalah Para Pekerja yang telah di PHK dan Serikat
buruh.
2. Data Sekunder
Adalah data yang diperoleh melalui beberapa sumber informasi, antara lain
meliputi:
a. Dokumen-dokumen,
b. Buku-buku ilmiah, hasil penelitian dan media masa yang relevan dengan fokus
penelitian.
3.5 Teknik pengumpulan data
Dalam suatu penelitian diperlukan teknik pengumpulan data untuk mendapatkan
data-data yang akurat. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Penelitian keperpustakaan (Library Research)
Yaitu cara mengumpulkan data dengan memanfaatkan perpustakaan sebagai
sarana dala mengumpulkan data dengan mempelajari buku-buku dan hasil penelitian
orang lain sebagai bahan referensi
2. Penelitian lapangan (Field Work Research)
Yaitu cara mengumpulkan data dengan terjun langsung ke lapangan dengan
menggunakan beberapa teknik, yaitu:
a. Observasi
Yaitu cara mengumpulakan data yang dilakukan melalui pengamatan dan
pencatatan gejala-gejala yang tampak pada objek penelitian yang pelaksanaannya
langsung pada tempat dimana suatu peristiwa, keadaan atau situasi terjadi.
b. Wawancara
Yaitu cara untuk mendapatkan data-data dengan melakukan interview atau tanya
jawab dengan orang-orang yang merupakan sumber keterangan dan mengetahui
Penanganan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota
Tarakan.
c. Dokumen
Yaitu cara mengumpulkan data melalui catatan-catatan peristiwa yang telah
berlalu yang dapat membentuk tulisan, gambar atau rekaman-rekaman yang ada pada
seseorang, suatu instansi ataupun pada suatu lembaga yang relevan dengan objek
penelitian ini.
3.6 Analisis Data.
Analisis data sangat penting dalam suatu penelitian karena didalam analisis data
dilakukan pengorganisasian terhadap data yang terkumpul dilapangan. Sesuai dengan
jenis penelitian, termasuk penelitian deskriptif dimaksud menggambarkan fenomena-
fenomena yang terjadi dilapangan terutama berkaitan dengan masalah yang diteliti.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Data Model
Interaktif (Interactive Model Of Analisis) menurut Miles dan Huberman dalam
Sugiyono (2005:92), menggambarkan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif
dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas,
sehingga datanya sudah jenuh. Analisis data kualitatif ini terdiri dari tiga alur kegiatan
yang dikerjakan secara bersamaan yaitu : Reduksi Data, Penyajian Data, Penarikan
Kesimpulan, atau Verifikasi. Seperti terlihat pada gambar berikut ini :
Sumber : Milles dan Huberman dalam Sugiyono (2005:92)
Adapun penjelasan dari gambar analisis dan model interaktif yang
dikembangkan Milles dan Huberman dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Pengumpulan data
mengumpulkan data mentah dari suatu penelitian.
2. Penyajian data
informasi tersusun untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan.
no (2005:92), menggambarkan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif
dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas,
sehingga datanya sudah jenuh. Analisis data kualitatif ini terdiri dari tiga alur kegiatan
jakan secara bersamaan yaitu : Reduksi Data, Penyajian Data, Penarikan
Kesimpulan, atau Verifikasi. Seperti terlihat pada gambar berikut ini :
Gambar 2
Analisis Data Model Interaktif
Milles dan Huberman dalam Sugiyono (2005:92)
Adapun penjelasan dari gambar analisis dan model interaktif yang
dikembangkan Milles dan Huberman dapat dijelaskan sebagai berikut :
Pengumpulan data (data collection): merupakan kegiatan awal yang berupa
mengumpulkan data mentah dari suatu penelitian.
yajian data (data display): Peneliti mengembangkan sebuah deskripsi
informasi tersusun untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan.
no (2005:92), menggambarkan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif
dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas,
sehingga datanya sudah jenuh. Analisis data kualitatif ini terdiri dari tiga alur kegiatan
jakan secara bersamaan yaitu : Reduksi Data, Penyajian Data, Penarikan
Kesimpulan, atau Verifikasi. Seperti terlihat pada gambar berikut ini :
Adapun penjelasan dari gambar analisis dan model interaktif yang
dikembangkan Milles dan Huberman dapat dijelaskan sebagai berikut :
: merupakan kegiatan awal yang berupa
: Peneliti mengembangkan sebuah deskripsi
informasi tersusun untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Display data atau penyajian data yang lazim digunakan pada langkah ini adalah
dalam bentuk teks naratif.
3. Reduksi data (data reduction): dalam tahap ini peneliti melakukan pemilihan,
dan pemusatan perhatian untuk penyederhanaan, abstraksi, dan transformasi data
kasar yang diperoleh.
4. Penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing and verification):
Peneliti berusaha menarik kesimpulan dan melakukan verifikasi dengan mencari
makna setiap gejala yang diperolehnya dari lapangan, mencatat keteraturan dan
konfigurasi yang mungkin ada, dari fenomena, dan proposisi.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1 Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tarakan
Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tarakan kini sudah berusia 41 Tahun
lamanya berdiri atau berada di Kota Tarakan sejak tahun 1970, dengan nama Kantor
Resort Tenaga Kerja yang dahulu berada di alamat Jalan Jenderal Sudirman dengan
menyewa Kantor Angkatan Laut yaitu bersebelahan dengan gedung Gita Jalatama. Dan
berdasarkan Keputusan Walikota Tarakan No. 08 Tahun 2008 Dinas Sosial dan Tenaga
Kerja sekarang mempunyai Gedung sendiri di Jalan Teuku Umar Rt.14 No.45
Kelurahan pamusian Tarakan Tengah.
4.1.1.1 Tugas Pokok dan Fungsi
1. Tugas Pokok.
Berdasarkan Keputusan Walikota Tarakan No.08 Tahun 2008 tentang Tugas
Pokok dan Fungsi serta Tata Kerja Organisasi Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
mempunyai tuga pokok yaitu melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah di
bidang Sosial dan Ketenagakerjaan.
2. Fungsi.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di atas, Dinas Sosial dan
Tenaga Kerja Kota Tarakan mempunyai fungsi :
a. Melakukan pelaksanaan pembinaan kewenangan di bidang ketenagakerjaan yang
ditetapkan oleh Kepala Daerah.
b. Penyusunan pelaksanaan rencana dan program di bidang pembinaan teknis dan
bimbingan teknis ketenagakerjaan.
c. Melakukan pengelolaan, penyelenggaraan penyuluhan ketenagakerjaan.
d. Melakukan pengawasan, pengendalian dan pemantauan terhadap palayanan
perizinan dibidang ketenagakerjaan.
e. Melakukan penyuluhan dan pelatihan keterampilan ketenagakerjaan.
f. Melakukan pengawasan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang
ketenagakerjaan.
g. Melaksanakan penetapan pedoman pembinaan terhadap syarat-syarat kerja, jaminan
sosial dan kesejahteraan tenaga kerja dan masyarakat.
h. Melaksanakan penyelesaian hubungan ketenagakerjaan dan penyelesaian pemutusan
hubungan kerja.
i. Melaksanakan kewajiban tentang pelayanan bidang sosial dan ketenagakerjaan.
j. Melaksanakan pengawasan pelaksanaan norma khusus dibidang ketenagakerjaan
termasuk keselamatan dan kesehatan kerja, hiperkes, jaminan sosial tenaga kerja,
pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Luar Negeri dan penggunaan tenaga kerja
asing.
k. Pengelolaan administrasi umum meliputi penyususnan program ketenagakerjaan,
sosial, keuangan, kepegawaian, peralatan, dan perlengkapan.
l. Perumusan, pengkoordinasian dan pelaksanaan kebijakan pengembangan
kelembagaan kesejahteraan sosial.
m. Melaksanakan rehabilitasi dan pelayanan sosial yang meliputi pembinaan anak dan
lanjut usia, rehabilitasi penyandang cacat dan rehabilitasi tunasusila
4.1.1.2 Struktur Organisasi
Dengan keputusan Walikota Tarakan No. 08 Tahun 2008 Dinas Sosial dan
Tenaga Kerja memiliki struktur organisasi sebagai berikut:
1. Kepala Dinas
Kepala Dinas Sosial merupakan unsur pempinan yang mempunyai tugas pokok
memimpin, membina, dan mengkoordinasikan serta mengendalikan dan mengevaluasi
kegiatan penyusunan, perumusan, perencanaan, kebijakan teknis operasional program
pengembangan, peningkatan penyelenggraan dan pemberian pelayanan umum dibidang
kesejahteraan sosial meliputi urusan kesekretariatan, urusan pelayanan, serta
pemberdayaan potensi sumber kesejahteraan sosial yang searah kebijakan umum daerah.
2. Sekretaris
Sekretaris merupakan unsur pembantu dan pelaksana pelayanan administrasi
mempunyai tugas pokok memimpin, membina, dan mengkoordinasi perumusan
kebijakan teknis kesekretariatan yang meliputi urusan administrasi penganggaran,
akuntansi, pengelolaan keuangan, surat menyurat, kearsipan, rumah tangga,
perlengkapan, kehumasan, kepegawaian, penyusunan program kedinasan, monitoring,
evaluasi, dan pelaporan serta kegiatan umum lainnya sesuai dengan arahan Kepala
Dinas sesuai kebijakan umum daerah.
Dalam melaksanakan fungsi dan perannya sekretaris dibantu oleh:
a. Sub bagian umum
b. Sub bagian keuangan
c. Sub bagian perencanaan program.
3. Bidang Kesejahteraan Sosial
Bidang Kesejahteraan Sosial ini mempunyai tugas teknis yang mempunyai tugas
pokok memimpin, membina, mengkoordinasi pelayanan perumusan kebijakan dalam
memberikan pelayanan teknis manajemen kesejahteraan sosial dengan penyelenggaraan
kegiatan teknis pelayanan dan rehabilitasi sosial sesuai ruang lingkup tanggung jawab dan
kewenangannya yang diarahkan oleh kepala dinas sesuai kebijakan umum daerah.
Dalam menyelenggarakan tugas pokoknya kepala bidang kesejahteraan sosial
dibantu oleh:
a. Seksi kesos dan pembinaan kehidupan beragama
b. Seksi rehabilitasi sosial
4. Bidang Tenaga Kerja
Bidang tenaga kerja bertugas dan pelaksana pelayanan teknis yang mempunyai
tugas pokok memimpin, merencenakan operasional, mengkoordinasikan,
mengkonsultasikan, mengevaluasi, membina, mengendalikan, mengawasi dan
melaporkan kegiatan selaku Kepala Bidang Tenaga Kerja.
Dalam menyelenggarakan tugas pokoknya bidang tenaga kerja dibantu oleh:
a. Seksi penempatan dan perluasan.
b. Seksi hubungan dan pembinaan.
c. Seksi pengawasan tenaga kerja.
Keadaan SDM berdasarkan tingkat pendidikan pada Disosnaker adalah
Tabel 4.1 SDM Di Disosnaker Berdasarkan tingkat pendidikan
No. Pendidikan Jumlah Pegawai Persentase
1. Pasca Sarjana (S2) 2 Orang 3 %
2. Sarjana (S1) 25 Orang 37 %
3. D3 1 Orang 2%
4. SMA 35 Orang 53%
5. SMP 1 Orang 2%
6. SD 2 Orang 3%
Jumlah 66 Orang 100%
Sumber : Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tarakan Tahun 2012
Dari tabel diatas menujukkan bahwa jumlah pegawai berdasarkan tingkat
pendidikan dari yang tertinggi yaitu Pasca Sarjana(S2) sebanyak 2 orang dengan
presentasi 3 %, lalu tingkat pendidikan Sarjana (S1) sebanyak 25 orang dengan
presentase 37%, dilanjutkan dengan tingkat pendidikan D3 hanya ada 1 orang dengan
presentase 2%, lalu dengan tingkat pendidikan SMA sebanyak 35 orang dengan
presentase 53%, dilanjutkan dengan tingkat pendidikan SMP sebanyak 1 orang dengan
presentase 2%, dan tingkat pendidikan SD sebanyak 2 orang dengan presentase 3 %.
Jadi, dari daftar tabel diatas dapat terlihat bahwa SDM di Disosnaker kota
Tarakan memiliki tingkat pendidikan terbanyak yaitu dari tingkat SMA sebanyak 35
oarang dengan presentase 35%.
Berikut jumlah pegawai Dinas Sosial dan Tenaga Kerja berdasarkan tingkat
golongan :
Tabel 4.2 Jumlah pegawai Disosnaker berdasarkan golongan
No Golongan Pegawai Jumlah pegawai Presentase 1. IV b 2 Orang 3% 2. IV a 3 Orang 4% 3. III d 7 Orang 11% 4. III c 6 orang 9% 5. III b 2 orang 3% 6. III a 11 orang 17% 7. II d 4 orang 6% 8. II c 13 0rang 20% 9. II b 2 Orang 3% 10. II a 6 Orang 9% 11. PTTB 10 Orang 15%
Jumlah 66 Orang 100% Sumber : Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tarakan Tahun 2012
Dari tabel diatas dapat disimpulkan yang ada di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
di Kota Tarakan mempunyai golongan tertinggi yaitu IVb sebanyak 2 orang dengan
presentase 3 %, lalu golongan IVa sebanyak 3 orang denga presentase 4%, dilanjutkan
dengan golongan IIId sebanyak 7 orang dengan presentase 11%, golongan IIIc sebanyak
6 orang dengan presentase 9%, golongan IIIb sebanyak 2 orang dengan presentase 3%,
golongan IIIa sebanyak 11 orang dengan presentase 17%, golongan IId sebanyak 4 orang
dengan presentase 6%, golongan IIc sebanyak 13 orang dengan presentase 20%,
golongan IIb sebanyak 2 orang dengan presentase 3%, golongan IIa sebanyak 6 orang
dengan presentase 9% dan PTTB sebanyak 10 orang dengan presentase 15%.
Jadi, dari data diatas dapat dilihat kesimpulan bahwa presentase pegawai di
Dinas Sosial dan Tenaga Kerja terbanyak terdapat di golongan IIc sebanyak 13 orang
dengan presentase 20%.
4.1.1.3 Sarana dan Prasarana
Untuk menunjang kegiatan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, Dinas
Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tarakan dilengkapi dengan sarana dan prasarana berupa
tanah, bangunan kantor, kendaraan roda 4, kendaraan roda 2, Note book / Laptop, PC unit,
monitor, printer, keyboard, mesin ketik manual, pesawat telepon, faxcimile, AC, handy
came, wireless, meja dan kursi kerja, Sarana dan prasarana tersebut sebagian dalam
kondisi baik dan diharapkan semuanya dapat dimanfaatkan secara optimal.
4.1.1.4 Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran
1. Visi
Dalam mengantisipasi tantangan kedepan menuju kondisi yang diinginkan,
Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tarakan sebagai organisasi yang membantu
Pemerintah Kota Tarakan perlu secara terus menerus mengembangkan peluang dan
inovasi baru. Perubahan tersebut harus disusun dalam tahapan yang terencana,
kosisten, dan berkelanjutan sehingga dapat meningkatkan akuntabilitas kinerja yang
berorientasi pada pencapaian hasil atau manfaat. Sehubungan dengan itu Dinas Sosial
dan Tenaga Kerja Kota Tarakan harus mempunyai visi sebagai cara pandang jauh ke
depan tentang kemana Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tarakan akan diarahkan
dan apa yang akan dicapai agar dapat eksis, antisipatif, dan inovatif. Sejalan dengan
Visi Pemerintah Kota Tarakan yaitu “Kota Pusat Pelayanan, Perdagangan Dan Jasa
Yang Sehat, Berbudaya, Adil, Sejahtera, Dan Berkelanjutan”, maka VISI Dinas Sosial
dan Tenaga Kerja adalah ”Terwujudnya Pelayanan Kesejahteraan Sosial Dan
Ketenagakerjaan Yang Profesional Demi Terciptanya Masyarakat Yang Mandiri Dan
Hubungan Industrial Yang Sehat Menuju Kota Jasa Dan Perdagangan”.
Nilai-nilai inti yang terkandung dalam pernyataan visi tersebut adalah:
a. Pelayanan adalah proses kegiatan yang memberikan kemudahan bagi masyarakat
atau lembaga yang berurusan di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tarakan.
b. Pembinaan, suatu lembaga yang diberikan kewenangan dan tanggung jawab untuk
membina suatu hubungan kerja, baik sebelum, selama dan setelah selesainya suatu
hubungan kerja, yang muara akhirnya adalah memberikan perlindungan terhadap
semua pelaku program.
c. Hubungan Industrial, adalah sistem hubungan yang terbentuk antara pelaku dalam
proses produksi barang dan jasa yang berdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh,
dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
d. Profesional, bahwa segala potensi yang dimiliki Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
Kota Tarakan akan dimanfaatkan secara optimal dan akurat sehingga hasil akhir
dari suatu tugas membawa suatu pengaruh terhadap perubahan-perubahan baik
jangka pendek maupun jangka panjang.
Visi Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tarakan. Untuk mewujudkan Kota
Tarakan sebagai kota pusat pelayanan perdagangan dan jasa maka Pemerintah Kota
Tarakan dengan segenap jajarannya wajib memiliki perencanaan pembangunan yang
dapat diandalkan sebagai kerangka/acuan operasional pembangunan kota jasa dan
perdagangan. Keadaan seperti ini yang harus dimiliki Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
Kota Tarakan.
2. Misi
Misi merupakan sesuatu yang harus diemban dan dilaksanakan oleh organisasi
pemerintah sesuai dengan visi yang ditetapkan agar tujuan organisasi dapat terlaksanan
dan berhasil dengan baik. Dengan pernyataan misi ini diharapkan seluruh pegawai dan
pihak yang berkepentingan dapat mengenal organisasinya dengan baik, mengetahui
peran dan program-programnya serta hasil yang akan diperoleh di waktu-waktu yang
akan datang. Dengan adanya misi diharapkan seluruh aparat dan masyarakat dapat
mengenal instansi Dinas Sosial dan Tenaga Kerja dan ikut berperan dalam program-
programnya agar diproleh hasil sesuai yang diharapkan. Perumusan misi dilakukan
dengan memperhatikan masukan dari pihak yang berkepentingan dan memberikan
peluang untuk perubahan sesuai dengan tuntutan lingkungan.
Adapun misi Dinas Sosial adalah:
a. Mengembangkan kemudahan memperoleh informasi ketenagakerjaan sebagai
upaya pembukaan lapangan kerja seluas-luasnya.
b. Membina dan mengembangkan Lembaga yang menangani pelatihan dan kesehatan
kerja, serta Perselisihan Hubungan Industrial.
c. Mengadakan pelatihan secara rutin dan terarah dalam rangka meningkatkan SDM
dibidang Tenaga Kerja dan masyarakat umum untuk mengatasi pengangguran dan
mengentaskan kemiskinan.
d. Menciptakan hubungan industrial yang kondusif dan harmonis, termasuk
penciptaan lingkungan kerja yang aman dan sehat.
e. Meningkatkan peran aktif dan prakarsa masyarakat dalam rangka menuju
pembangunan kesejahteraan sosial.
3. Tujuan
Tujuan merupakan implementasi atau penjabaran dari misi dan merupakan
sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan pada kurun waktu tertentu. Bedasarkan
uraian di atas, maka Dinas Sosial dan Tenaga Kerja menetapkan tujuan sebagai
berikut:
a. Idealistik artinya adalah suatu pemahaman dan keyakinan yang kuat akan suatu dan
untuk mewujudkan keadaan menjadi lebih baik dan berhasil.
b. Jangkauan ke depan dicapai dalam jangka waktu 5 (lima) tahun atau lebih
sebagaimana yang ditetapkan oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tarakan.
c. Abstrak, bahwa tujuan sebelum tergambar secara kuantitatif, tetapi menunjukkan
suatu kondisi yang ingin dimasa yang akan dating.
d. Konsisten, yaitu tujuan harus konsisten sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
organisasi.
e. Mempertajam tujuan umum seluruh unit organisasi.
f. Mewakili tujuan umum seluruh unit organisasi.
4. Sasaran
Sasaran merupakan dari tujuan secara terukur yang akan dicapai secara merata
dan nyata dalam jangka waktu setahun, semesteran atau bulanan. Sasaran merupakan
bagian integral dalam proses perencanaan strategi yang terfokus pada tindakan. Fokus
utama sasaran adalah tindakan dan alokasi sumber data dalam kegiatan
organisasi/pemerintah daerah. Sasaran bersifat spesifik, dapat dinilai, dapat diukur,
menantag namun dapat di capai, berorientasi pada hasil dan dapat dicapai dalam priode
satu tahun. Bedasarkan pengertian tersebut, sasaran Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
Kota Tarakan dalam kebijaksanaannya ialah:
a. Pengembangan Sistem IPK dan Penyususnan PTKT.
b. Pengembangan Pelayanan di Bidang KT.
c. Pengembangan Sistem Informasi Ketenagakerjaan.
d. Pengembangan Pembinaan dan Perlindungan Tenaga Kerja.
e. Pengembangan aparatur pegawai perantara/pengawas.
Sasaran pembangunan kesejahteraan tenaga kerja memiliki program operasional
sebanyak lima program resmi yaitu:
a. Penyususnan sistem IPK dan PTKT.
b. Penyusunan Raperda tentang Retribusi Pelayanan KT.
c. Peningkatana sistem informasi tentang ketenagakerjaan.
d. Peningkatan pembinaan dan pengawasan KT.
e. Peningkatan kualitas aparatur pegawai perantara dan petugas.
Untuk mengatur capaian kerja sebagaimana yang telah ditatapkan dalan
Rencana Strategis tahun 2012/2013, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tarakan
menetapkan rencana dari masing-masing sasaran serta kegiatan yang harus dicapai
sesuai dengan Rencana Kinerja. Perencanaan kinerja merupakan proses penyusunan
Rencana Kinerja sebagai penjabaran dari sasaran dan program yang telah ditetapkan
dalam rencana strategis oleh instansi yang bersangkutan melalui berbagai kegiatan
secara tahunan.
4.2 Hasil Penelitian
Pada bagian ini penulis menyajikan data berdasarkan cerita asli para informan
dan responden menurut bahasa, pandangan, dan ungkapan oleh mereka sebagai
karyawan dan para masyarakat yang mengadukan kasus PHK pada Dinas Sosial dan
Tenaga Kerja di Kota Tarakan. Dimana kemudian penulis mendeskripsikan
Keputusan Menteri No. 150 Tahun 2000 tentang ketenagakerjaan dalam menghadapi
masalah PHK (pemutusan hubungan kerja) pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja di
Kota Tarakan. Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan telah diperoleh
data-data sebagai berikut :
4.2.1. Penanganan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tarakan (Implementasi Keputusan Menteri No 150 Tahun 2000 tentang ketenagakerjaan)
Dalam hal ini Keputusan Menteri No.150 Tahun 2000 tentang
ketenagakerjaan dalam menghadapi masalah PHK (pemutusan hubungan kerja)
pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja di Kota Tarakan, penulis akan menjabarkan
hasil penelitian berdasarkan beberapa fokus penelitian, sebagai berikut :
4.2.1.1. PHK ( Pemutusan Hubungan Kerja) tidak sukarela)
PHK tidak sukarela merupakan suatu tindakan pemutusan hubungan kerja
yang terjadi dari perusahaan kepada para karyawan. Seseorang dapat dipecat (PHK
tidak sukarela) karena bermacam hal, antara lain rendahnya performa kerja,
melakukan pelanggaran perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau kebijakan-
kebijakan lain yang dikeluarkan pengusaha. Dalam PHK terhadap pekerja tetap,
pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon, dan atau uang penghargaan masa
kerja, dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima pekerja. Kewajiban ini
hanya berlaku bagi pengusaha yang melakukan PHK terhadap pekerja untuk waktu
tidak tertentu. Pekerja dengan kontrak mungkin menerima pesangon bila diatur
dalam perjanjiannya.
Berikut wawancara penulis kepada PLH Kepala Dinas Sosial dan Tenaga
Kerja. Penulis menanyakan penyelesaian apa yang diberikan pihak Dinas Sosial
dan Tenaga Kerja terhadap penyelesaian permasalahan PHK tidak sukarela, Bapak
Drs. H. Zaini menjawab :
“Jadi, penyelesaian PHK yang kami berikan kepada para buruh yang telah di PHK ialah menyelesaikan segala sesuatu yang mengikuti peraturan Undang-Undang No.13 tahun 2003, seperti menyarankan para pengusaha dengan para buruh melakukan perundingan secara musyawarah, apabila tidak terdapat kesepakatan maka dinas akan membuatkan anjuran kepada kedua belah pihak, setelah itu pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja
dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.” (wawancara tanggal 26 Desember 2012)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dengan Kepala Dinas Sosial dan Tenaga
Kerja kota Tarakan, mengenai pemutusuan hubungan kerja penyelesaian PHK tidak
sukarela, dinas berpedoman dengan UU yang terdapat di dalam UU No. 13 Tahun
2003. Jadi, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja akan bekerja mengikuti landasan UU
No. 13 Tahun 2003 seperti melakukan memberikan saran kepada pengusaha dengan
pekerja agar dapat menyelesaikan khasus dengan cara musyawarah terlebih dahulu,
apabila tidak terdapat titik temu maka khasus akan diselesaikan melalui bidang
PHI. Berikut ini data khasus PHK yang yang didapatkan dari Dinas Sosial dan
Tenaga Kerja Kota Tarakan yang terjadi selama tahun 2012.
Tabel 4.3
Data khasus PHK dari Dinas Sosial dan Tenaga Kerja di Kota Tarakan
NO KHASUS JUMLAH
1. Melanggar peraturan/ Melanggar perjanjian bersama (PKB)
7 orang
2. Mangkir dari pekerjaan/ tidak disiplin
21 orang
Sumber: Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tarakan Tahun 2012
Jadi, total pekerja yang di PHK dari bulan Januari sampai dengan Desember
2012 di Kota Tarakan adalah sebanyak 28 orang. Kemudian penulis melanjutkan
wawancara dengan salah satu karyawan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja di bidang
Hubungan Industrial dengan pertanyaan, bagaimana cara bapak menyelesaikan
khasus PHK tidak sukarela yang terjadi selama ini, bapak Immanuel. P,St tersebut
menjawab :
“kami akan bertanya kepada pelapor, bagaimana sebenarnya kejadian sehingga pekerja tersebut sampai di PHK, lalu kami akan memproses khasusnya. Dengan landasan Undang-undang No.13 Tahun 2003 dan UU No. 02 tahun 2004. Setelah itu kami akan memanggil kedua belak pihak yaitu pihak pengusaha dengan pekerja dan kami menyarankan agar khasus tersebut sebaiknya diselesaikan terlebih dahulu secara bipatrit/musyawarah. Apabila dalam 7 hari masa kerja tidak terdapat kesepakatan maka akan kami akan mengadakan anjuran dan menyelesaikan khasus tersebut dengan menggunakan mediator.” (wawancara tanggal 26 Desember 2012) Serta berikut wawancara penulis dengan salah satu masyarakat yang berada
sedang berada di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja yang telah di PHK bernama Bapak
Suandi, penulis menanyakan apa penyebab bapak di PHK secara tidak sukarela,
Bapak Suandi menjawab :
“Saya di PHK karena saya telah lalai dalam menyetir kendaraan yang dimiliki oleh perusahaan, saya menabrak pohon karena pada saat itu hujan turun sangat deras sehingga saya tidak dapat berkonsentrasi dalam berkendara. Tetapi perusahaan tidak menerima alasan saya mengapa kecelakaan tersebut dapat terjadi, sehingga saya di PHK” (wawancara tanggal 26 Desember 2012)”
Lalu berikut wawancara penulis kepada Bapak Suandi, penulis
menanyakan penyelesaian apa yang diberikan pihak Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
terhadap penyelesaian permasalahan PHK tidak sukarela yang bapak alami, Bapak
Suandi menjawab :
“Penyelesaian yang saya dapatkan dari Dinas Sosial dan Tenaga Kerja yaitu, saya dipertemukan dengan pihak perusahaan dan dinas menyarankan bahwa khasus ini diselesaikan dengan cara bipatrit/ kekeluargaan antara saya dengan perusahaan. Itu sudah kami lakukan, tetapi tidak juga mendapat titik temu, Karena perusahaan tidak mau membayar hak penuh saya. Jadi, sampai hari ini saya masih menunggu keputusan yang jelas dari para mediator dengan pengusaha bagaimana hasil akhir dari hak saya sewaktu saya masih bekerja.” (wawancara tanggal 26 Desember 2012)
Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Suandi mengenai proses
penyelesaian PHK yang dilakukan oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota
Tarakan, penulis tertarik mengajukan pertanyaan kepada Serikat Pekerja/ Buruh
yang pada saat itu ketua SP/SB sedang berada di Dinas sosial dan Tenaga Kerja
Kota Tarakan. Penulis bertanya, bagaimanakah cara bapak untuk membantu para
buruh dalam khasus PHK tidak sukarela, bapak Daud mengatakan :
“Cara saya membantu para buruh dalam menghadapi khasus PHK ialah saya akan berperan penuh menjadi wali dari buruh dalam berbicara kepada pihak perusahaan dan saya akan berjuang mati-matian dalam membela hak para buruh., sehingga para buruh dapat mendapatkan hak yang seharusnya diperoleh..” (wawancara tanggal 26 Desember 2012)
Dari beberapa wawancara yang telah dikumpulkan, kesimpulan dari segala
wawancara yang dilakukan penulis dengan Kepala Dinas, pegawai, buruh dengan
Serikat Pekerja, dapat diketahui bahwa penyelesaian PHK yang dilakukan secara
tidak sukarela ialah mempertemukan kedua belah pihak yaitu pihak pengusaha
dengan pekerja dan mencoba menyelesaikan khasus dengan kekeluargaan, apabila
tidak ditemukannya titik temu maka khasus akan diserahkan kepada bidang PHI
dan mediator memiliki hak penuh dalam penyelesaian dari khasus tersebut dan
penyelesaian khasus tersebut harus dilakukan sesuai dengan pedoman UU No. 13
Tahun 2003, UU No. 02 Tahun 2004 dan Kep.Men No.150 Tahun 2000. Tetapi
dalam wawancara dengan bapak Suandi dapat kita lihat bahwa perusahaan benar-
benar tidak adil dalam khasus pembayaran hak yang sudah seharusnya diperoleh
oleh buruh tersebut. Tetapi dengan adanya bantuan dari Serikat Buruh, maka ada
sedikit titik cerah bagi buruh tersebut untuk mendapatkan hak yang seharusnya
diperoleh.
4.2.1.2. Mekanisme PHK ( Pemutusan Hubungan Kerja)
Mekanisme PHK adalah suatu proses penyelesaian hubungan kerja melalui
tahapan-tahapan atau prosedur yang sesuai dengan Undang-undang dan Keputusan
Menteri tentang ketenagakerjaan.
Berikut wawancara penulis kepada PLH Kepala Dinas Sosial dan Tenaga
Kerja, penulis menanyakan apakah proses penyelesaian PHK yang terjadi sudah
sesuai dengan mekanisme PHK yang ditetapkan oleh UU dan Kep.Men. Bapak Drs.
H. Zaini menjawab :
“Proses penyelesaian PHK yang kami selesaikan selama ini sudah sesuai dengan mekanisme yang telah ada kami mengikuti sesuai dengan prosedur UU No. 13 Tahun 2003 dan UU No. 2 Tahun 2004. Jadi proses awal yaitu para pihak yang berselisih harus mengajukan permohonan ke Dinas, nanti sekretrariat akan memproses khasus yang akan di selesaikan, sehingga menunggu surat balasan dari mediator untuk memanggil masing-masing pihak untuk menyelesaikan khasus secara bipatrit, apabila dalam 7 hari kerja
tidak ditemukannya kesepakatan, maka khasus sepenuhnya diserahkan oleh mediator, sehingga para yang berselisih menyerahkan sepenuhnya khasus yang dialami kepada mediator.” (wawancara tanggal 26 Desember 2012)
Dan berikut wawancara penulis kepada karyawan Dinas Sosial dan Tenaga
Kerja dengan pertanyaan bagaimana proses mekanisme dalam penyelesaian PHK
di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja kota Tarakan, bapak Aulianegara, SH menjawab :
“Proses mekanisme dalam penyelesaian khasus phk terlebih dahulu pihak yang berselisih mengajukan permohonan secara tertulis, lalu permohonan akan diajukan ke sekretariat, setelah itu permohonan akan diajukan ke Kepala Dinas. Setelah itu, kepala Dinas akan mendesposisi permohonan ke Kepala Bidang Tenaga Kerja dan dilanjutkan ke Kepala Seksi Hubungan Industrial dan syarat-syarat kerja atau mediator. Stelah itu, mediator menelaah permohonan yang masuk dan membut surat panggilan kepada pihak yang berselisih. Pihak yang berselisih terlebih dahulu diminta mengadakan perundingan Bipartit. Apabil perundingan Bipartit gagal, mediator berusaha menyelesaikan perselisihan selama masa 30 hari kerja. Apabila mediasi berhasil, dibuatkan perjanjian bersama dan jika tidak maka akan dibuatkan anjuran. Perjanjian bersama atau ajnuran ditandatangani oleh mediator. Seksi hubinsyaker atau mediator menyampaikan hasil mediasi ke pihak masing-masing.” (wawancara tanggal 26 Desember 2012)
Serta berikut wawancara penulis kepada salah satu masyarakat yang
mengalami PHK bernama Bapak Andi. Penulis menanyakan apakah proses
mekanisme pada saat bapak melaporkan khasus bapak di dinas ini cukup berbelit-
belit, Bapak Andi menjawab :
“Mekanisme pelaporan khasus saya pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja yang saya alami kemarin tidak terlalu sulit, saya hanya mengajukan permohonan ke sekretariat tentang permasalahan yang sedang saya alami, lalu selanjutnya pihak dinas yang akan menyelesaikan, sehingga saya
hanya menunggu panggilan dalam menyelesaikan khasus saya ini dengan cara kekeluargaan, tetapi pada saat perundingan tersebut tidak terdapatnya titik temu dengan pengusaha, sehingga khasus saya diserahkan penuh kepada mediator, dan sekarang saya hanya menunggu bagaimana akhir dari khasus yang saya alami ini.” (wawancara tanggal 28 Desember 2012)
Hal yang sama pun diungkapkan oleh salah satu pelapor khasus PHK
di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja yang sedang mengurus khasus yang sedang
dialami, penulis bertanya menurut bapak apakah proses mekanisme penyelesaian
khasus bapak di Dinas ini cukup rumit, bapak Yusril menjawab :
“Waktu saya pertama kali melaporkan khasus saya ke dinas ini di bagian PHI, saya hanya di suruh unuk membuat permohonan ke Dinas ini untuk membantu saya dalam menyelesaikan khasus yang sedang saya alami, setelah itu saya hanya menunggu panggilan dari dinas untuk menyelesaikan khasus saya dengan cara kekeluargaan dengan pengusaha. Terkadang saya hampir setiap hari datang ke sini untuk bertanya bagaimana akhir dari masalah yang sedang saya alami. Tetapi untuk keseluruhan dalam mekanismenya saya tidak merasa berbelit-belit, hanya saja pengusahalah yang berbelit-belit dan sangat lama dalam mengadilkan hak yang seharusnya saya peroleh” (wawancara tanggal 28 Desember 2012)
Dari beberapa wawancara yang telah dikumpulkan, kesimpulan dari
segala wawancara yang dilakukan penulis dengan Kepala Dinas, pegawai, dan
buruh dapat diketahui bahwa mekanisme PHK yang dilakukan dari pihak Dinas
sudah cukup baik dan tidak menyusahkan para pelapor, dapat kita lihat dengan
wawancara penulis dengan bapak Andi dan bapak Yusril dimana pelapor hanya
disuruh untuk membuat sebuah permohoman ke dinas, setelah itu dinas yang akan
memproses segala sesuatu permasalahan yang dilaporkan oleh para pekerja, dan
pekerja hanya menunggu panggilan pada saat penyelesaian secara
bipatrit/musyawarah antara pihak pengusaha dengan para pekerja/para buruh.
4.2.1.3. Perselisihan Tenaga Kerja
Perselisihan adalah perentangan antara Pengusaha dengan para buruh atau
Serikat Pekerja(SP), berhubung dengan tidak adanya persesuaian paham mengenai
hubungan kerja, syarat-syarat kerja dan keadaan perburuhan lainnya. Perselisihan
PHK termasuk kategori perselisihan hubungan industrial bersama perselisihan hak,
perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja. Perselisihan PHK
timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat antara pekerja dan pengusaha
mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak. Jenis
perselisihan dalam dunia ketenaga kerjaan ada 4 (empat) :
Perselisihan Hak yaitu, perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya
hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerjasama yang timbul dalam hubungan kerja.
a. Perselisihan Kepentingan yaitu, perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja
karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan perubahan
syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
b. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yaitu, perselisihan yang timbul
karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja
yang dilakukan oleh salah satu pihak.
c. Perselisihan antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh yaitu, perselisihan antara
serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya
dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai
keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatpekerjaan.
Berikut wawancara penulis kepada PLH Kepala Dinas Sosial dan Tenaga
Kerja. Penulis menanyakan apakah usaha yang di lakukan Dinas Sosial dan Tenaga
Kerja dalam menyelesaian perselisihan dalam khasus PHK, bapak Drs. H. Zaini
menjawab :
“Pertama-tama pihak Dinas akan menganjurkan untuk melakukan perundingan kepada pihak perusahaan dengan pihak buruh untuk melakukan perundingan secara bipatrit atau biasa dengan disebut kekeluargaan. Apabila tidak berhasil maka kami akan menganjurkan perundingan tripartit yaitu, penyelesaian yang dilakukan oleh pihak ke 3, yaitu dengan adanya mediator, apabila tidak berhasil, maka khasus akan dilaporkan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Tetapi, sampai saat ini, belum pernah kami menangani khasus hingga ke pengadilan. Selama 30 hari kerja kami akan menyelesaikan khasus sebaik mungkin dan berusaha membantu kedua belah pihak agar terjadinya kesepakatan bersama melalui mediator.” (wawancara tanggal 28 Desember 2012)
Dari wawancara dengan Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja diatas dapat
dilihat bahwa usaha penyelesaian perselisihan PHK yang dilakukan sudah cukup
baik dan memuaskan, oleh karena itu penulis bertanya kepada pegawai Dinas Sosial
dan Tenaga Kerja dengan pertanyaan, bagaimana cara bapak menyelesaikan khasus
perselisihan di dunia ketenagakerjaan, seperti perselisihan hak, kepentingan, PHK,
dan perselisihan antara Serikat Pekerja/ Serikat Buruh, bapak H. Anto Bismoko
S.Sos menjawab :
“Cara kami dalam menyelesaikan masalah perselisihan dalam ketenagakerjaan seperti perselisihan hak, kepentingan, PHK, dan perselisihan Serikat Pekerja/Serikat Buruh, kami akan memulai dengan musyawarah, dan apabila kami tidak berhasil menyelesaikan perselisihan tersebut, maka kami wajib mengeluarkan anjuran tertulis, dan apabila anjuran kami diterima oleh para pihak maka dibuat Persetujuan Bersama (PB) yang selanjutnya dicatatkan di Pengadilan Hubungan Industrial, namun apabila anjuran tersebut ditolak oleh salah satu pihak, maka pihak yang keberatanlah yang mencatatkan perselisihannya ke Pengadilan Hubungan Industrial.” (wawancara tanggal 28 Desember 2012)
Hasil wawancara diatas menunjukan bahwa penyelesaian masalah perselishan
tenaga kerja Dinas Sosial dan Tenaga Kerja lebih banyak memberikan penyelesaian
secara bipatrit yaitu secara kekeluargaan, apabila tidak ditemukannya jalan keluar
lalu akan dilakukannya anjuran secara tertulis dan diselesaikan melalui mediator.
Dan berikut wawancara penulis dengan salah satu masyarakat yang sedang
melakukan pengaduan khasus perselisihan yaitu tentang hak, kepentingan dan
PHK. Penulis menanyakan apakah yang bapak harapkan dari penyelesaian khasus
perselisihan yang sedang bapak alami, bapak Suryono menjawab :
“Tentu saja saya mengharapkan yang terbaik dan saya menyerahkan masalah ini kepada Dinas ini, karena pihak saya dengan perusahaan sudah melakukan penyelesaian secara bipartit, tetapi pihak kami tidak menemui titik temu yang dapat saya terima. Jadi, saya berharap khasus saya dapat
diselesaikan dengan betul-betul menghitung bagaimana jasa saya selama bekerja di perusahaan itu.” (wawancara tanggal 28 Desember 2012) Begitu pula wawancara penulis dengan ibu Puspa, dimana beliau baru
terlihat keluar dari ruangan PHI, penulis menayakan khasus perselisihan apa yang
sedang ibu alami, dan sudah sampai sejauh mana khasus ibu berlanjut, Ibu Puspa
mengatakan :
“Sedang mengalami PHK, dimana sekarang saya sedang memperjuangkan hak yang seharusnya saya peroleh. Saya sudah mengajukan bukti bahwa saya sudah betahun-tahun bekerja di perusahaan x tetapi perusahaan x tidak mau sepenuhnya membayar upah yang seharusnya saya peroleh, saya merasa kesal dan sangat marah, tetapi saya masih harus bersabar karena sekarang khasus saya masih sedang diproses. Saya hanya berharap bahwa upah saya harus dibayarkan penuh sehingga saya tidak merasa dirugikan dalam pekerjaan saya selama ini” (wawancara tanggal 28 Desember 2012)
Penulis melakukan wawancara dengan salah satu anggota Serikat Buruh
yang sedang berada di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja dalam pekerjaannya
membantu para pekerja yang sedang mempertahankan hak yang seharusnya
diperoleh, penulis menanyakan, apakah bapak sudah cukup puas dengan
penyelesaian khasus perselisihan yang sudah berjalan pada Dinas Sosial dan
Tenaga Kerja, bapak Gunawan menjawab :
“Sejauh ini, saya tidak ada masalah dengan penyelesaian khasus yang diselesaikan oleh Dinas ini, tetapi saya hanya ingin memberikan masukan, dimana pada saat penyelesaian khasus pengusaha jangan terlalu mengencang dan terlalu terbawa emosi sehingga khasus perselisihan dapat terselesaikan dengan baik dan kepala dingin” (wawancara tanggal 28 Desember 2012)
Bedasarkan hasil wawancara diatas menunjukan bahwa penyelesaian khasus
perselisihan yang diberikan Disosnaker kepada para masyarakat sudah cukup baik
dan melalui proses yang sangat panjang. Dapat kita lihat dari beberapa wawancara
diatas bahwa para pekerja yang sedang mengalami khasus perselisihan tenaga kerja
seperti di phk banyak mengalami kerugian dikarenakan pihak perusahaan yang
tidak adil dalam pembagian upah pada saat pemecatan terjadi. Dan para pengusaha
terkadang terlalu mementingkan keegoisan dan keuntungannya sendiri.
4.2.1.4. Kompensasi
Bila seorang pekerja di-PHK ada 4 komponen yang dipakai sebagai
kompensasi PHK yaitu :
a. Uang Pesangon yaitu pemberian berupa uang dari pengusaha kepada pekerja
sebagai akibat adanya Pemutusan Hubungan Kerja.
b. Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) adalah pemberian berupa uang dari
pengusaha kepada pekerja/buruh sebagai penghargaan berdasarkan masa kerja
akibat adanya PHK.
c. Uang Ganti Kerugian adalah Pemberian berupa uang dari pengusaha kepada
perjalanan pulang ke tempat di mana pekerja diterima bekerja, fasilitas
pengobatan dan fasilitas perumahan.
d. Uang Pisah adalah pemberian berupa uang dari pengusaha kepada pekerja/buruh
atas pengunduran diri secara baik-baik dan mengikuti prosedur sesuai ketentuan
yaitu diajukan secara tertulis 30 hari sebelum tanggal pengunduran diri yang
besar nilainya berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja.
Komponen-komponen sebagai kompensasi tersebut diberikan sesuai dengan
alasan alasan PHK. Dalam UUKK No. 13 tahun 2003 sudah mengatur 12 jenis alasan
pemutusan hubungan kerja yang termuat di dalam pasal 150 s/d 172. Berbagai alasan
PHK tersebut mempunyai nilai kompensasi yang berbeda-beda. Berikut wawancara
penulis dengan Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, penulis menanyakan apakah
besaran kompensasi yang sudah ditetapkan oleh Undang-Undang dan Kep.Men
sudah sesuai dengan keinginan kedua belah pihak, bapak Drs. Zaini, M menjawab :
“Sejauh ini, kami menyelesaikan kompensasi dalam khasus PHK sudah mengikuti UUKK, tetapi terkadang adanya perselisihan antara pekerja dengan perusahaan, sehingga besaran kompensasi terkadang kurang adil dalam pembayaran pesangon para buruh yang telah di PHK. Jadi didalam besaran kompensasi yang terjadi terkadang tidak sesuai dengan harapan dengan kenyataan yang ada” (wawancara tanggal 28 Desember 2012)
Penulis masih bertanya kepada Bapak Drs. H. Zaini M. berapa besaran biaya
yang dikeluarkan pihak pengusaha didalam pembayaran upah/pesangon didalam
khasus PHK, Bapak Drs. H. Zaini M. mengatakan :
“Kami hanya bertugas sebagai penengah dan pembantu penyelesaian dari khasus antara pengusaha dan pekerja, tetapi didalam besarnya perhitungan uang yang dibayarkan itu kembali menjadi keputusan kedua belah pihak, apabila kedua belah pihak sudah mempunyai kesepakatan berapa biaya yang
harus dibayarkan berarti terselesaikannya lah khasus yang sedang dihadapi, tetapi dari salah satu ada yang menuntut dari kesepakatan yang telah dibuat kami hanya membantu mencari jalan tengah dari khasus yang sedang terjadi. Dan intinya kami tidak ikut campur dalam besarnya biaya yang akan dibayarkan pengusaha untuk para pekerja yang telah di phk.” (Wawancara tanggal 28 Desember 2012)
Dari hasil wawancara penulis dengan PLH Kepala Dinas Sosial dan Tenaga
Kerja hanya sebagai pembangu dan penengah dari khasus yang telah terjadi diantara
pengusaha dengan pekerja dan dapat dilihat juga bahwa proses penyelesaian
kompensasi di Dinas sudah mengikuti aturan UU Ketenagakerjaan, tetapi pihak dari
perusahaan yang bersikap kurang adil kepada para buruh yang di PHK nya, sehingga
para buruh banyak yang merasa dirugikan dari keputusan para pengusaha. Berikut
wawancara penulis dengan bapak Anto selaku Kabid Hubungan Industrial, penulis
menayakan, apa saja biaya kompensasi yang diterima oleh para buruh yang telah di
PHK oleh para pengusaha, bapak H. Anto Bismoko S.Sos menjawab :
“Didalam penyelesaian kompensasi ada beberapa hal yang harus dibayar, sesuai dengan UU No. 13 tahun 2003 maka pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon (UP) dan atau uang penghargaan masa kerja (UPMK) dan uang penggantian hak (UPH) yang seharusnya diterima. UP, UPMK, dan UPH dihitung berdasarkan upah karyawan dan masa kerjanya.” (wawancara tanggal 28 Desember 2012)
Dari wawancara penulis dengan Kabid Hubungan Industrial Disosnaker,
maka penulis bertanya dengan salah satu masyarakat yang sedang berada di Dinas
Sosial dan Tenaga Kerja, penulis bertanya, apakah biaya kompensasi bapak yang
telah dibayarkan oleh perusahaan sudah sesuai dengan Undang-Undang tentang
ketenagakerjaan dan sesuai dengan Kep.Men yang mengacu pada ketenagakerjaan,
bapak Anandhika menjawab :
“Saya baru mempelajari tentang UU, Kep.Men dan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan pembayaran upah dan pesangon, dan dari khasus yang saya alami pengusaha belum membayarkan hak saya secara penuh. Saya sudah menjalani proses penyelesaian khasus PHK saya ini selama 2 minggu, jadi saya ingin mendapatkan kepastian, karena upah yang saya terima hanya pesangon dan uang pergantian hak, pergantian uang penghargaan masa kerja saya belum dibayar oleh perusahaan. Saya sudah bekerja pada perusahaan tersebut selama 13 tahun, tetapi mengapa perusahaan tetap bersikeras tidak mau membayar uang penghargaan masa kerja saya. Jadi, saya berharap Dinas Sosial dan Tenaga Kerja dapat tetap membantu saya dalam mempertahankan hak yang harus saya dapatkan sesuai dengan hak yang memang harus saya dapatkan.” (wawancara tanggal 03 Januari 2013)
Dari wawancara diatas, penulis bertanya kembali kepada bapak Anandhika
apakah bapak sudah cukup puas dengan biaya kompensasi yang bapak dapatkan
sekarang. Bapak Anandhika menjawab :
“Dari upah yang saya terima, sejauh ini saya masih belum puas, karena hak saya belum terbayarkan seutuhnya. Sampai perusahaan membayarkan semua hak yang saya dapatkan, saya baru akan merasa puas dan saya harap dengan bantuan Dinas ini hak saya dapat cepat terbayarkan secara utuh. Sehingga saya tidak perlu menunggu lebih lama lagi.” (wawancara tanggal 03 Januari 2013)
Dan penulis bertemu dengan seorang buruh yang sedang mengurus biaya
konpensasi di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, penulis bertanya, apakah
permasalahan konpensasi yang bapak alami sekarang sudah sesuai dengan yang
harus bapak dapatkan selama masa bapak bekerja, sampai akhirnya masa bapak
bekerja telah berakhir, bapak Dullah menjawab :
“Hari ini khasus saya sudah selesai diselesaikan oleh Dinas dan juga telah dirundingkan oleh para pengusaha. Awalnya susah mencari kesepakatan untuk dapat membayar hak penuh saya dalam pembayaran kompensasi ini, tetapi setelah dirundingkan secara bipatrit, maka terjadinya kesepakatan yang telah disetuji oleh saya dan pengusha.” (wawancara tanggal 03 Januari 2013)
Dari wawancara diatas, dapat kita simpulkan bahwa pihak perusahaanlah
yang kurang adil dalam pembagian hak yang seharusnya diterima oleh para buruh.
Seharusnya perusahaan harus membayarkan semua hak yang harus diterima oleh
buruh, sehingga tidak adanya permasalahan yang seharusnya terjadi di dunia
ketenagakerjaan. Dan juga pengusaha seharusnya lebih bersikap menghormati hak
para buruh yang telah lama bekerja dan mengabdi pada perusahaannya, jadi
pengusaha tidak boleh seenaknya tidak mau membayar upah yang sudah menjadi
hak para pekerja/buruh.
4.2.2 Faktor Pendukung
Ada beberapa faktor yang mendukung Undang-Undang No.13 Tahun 2003
tentang ketenagakerjaan dalam mengahadapi masalah PHK di Disosnaker Kota
Tarakan. Penulis menanyakan kepala PLH Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
Kota Tarakan, apa saja faktor pendukung dalam penanganan pemutusan hubungan
kerja di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tarakan, bapak Drs. H. Zaini. M
menjawab :
“Yang menjadi faktor pendukung dalam pelaksanaan penanganan pemutusan hubungan kerja di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja ialah kemauan para pihak untuk menyelesaikan perelisihan melalui proses mediasi, kewenangan mediator yang besar dalam mendorong para pihak yang berselisih untuk melakukan perjanjian bersama (PB), keinginan untuk berdamai atau
menyelesaikan perselisihan antara pihak, kemampuan mediator dalam menganalisis masalah dan menggunakan teknik-teknik mediasi.” (Wawancara tanggal 03 Januari 2013)
Bedasarkan hasil wawancara, faktor yang mendukung pelaksanaan penangan
pemutusan hubungan kerja ialah bagaimana kerja sama anatara pihak-pihak yang
terkait antara pihak perusahan dengan para buruh dalam menyelesaikan khasusnya
dengan cara kekeluargaan, dan kepercayaan pihak-pihak yang terkait kepada Dinas
Sosial dan Tenaga Kerja dalam menyelesaikan khasus yang di jalankan.
4.2.3 Faktor Penghambat
Dalam pelaksanaan penyelesaian masalah PHK (Pemutusan Hubungan
Kerja) di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tarakan masih mengalami beberapa
kendala, Bedasarkan hasil wawancara dengan PLH Kepala Dinas Sosial dan Tenaga
Kerja, penulis mennyakan adakah faktor penghambat dalam pelaksanaan
penyelesaian PHK di Disosnaker Kota Tarakan, Bapak Drs. H. Zaini menjawab :
“Kendala-kendala yang kami hadapi pada saat penyelesaian khasus PHK ialah kurangnya pengetahuan dan pemahaman buruh dan pengusaha dalam penerapan UU No.13 Tahun 2003, dan peraturan pendukung lainnya, kondisi lapangan yang jauh (para pekerja atau pengusaha berada di camb/ tambang yang bukan di kota Tarakan), penggunaan pihak ke 3 oleh pekerja/buruh untuk mendampingi dalam proses mediasi selain Serikt Pekerja/Buruh.” (Wawancara tanggal 03 Desember 2013)
Dari hasil wawancara di atas dapat di artikan bahwa, penyelesaian khasus
PHK masih mengalami kendala-kendala di antaranya; kurangnya pemahaman para
pekerja maupun pengusaha dalam penerapan yang terdapat di dalam Undang-Undang
No.13 Tahun 2003 sehingga sering terjadinya perselisihan antara ke dua belah pihak,
Lokasi pada saat masalah terjadi jauh dari Kota Tarakan sehingga sulitnya meninjau
ulang permasalahan yang sedang terjadi.
4.3 Pembahasan
Untuk membahas permasalahan yang telah diuraikan dalam penelitian ini
maka semua data dan informasi yang telah diperoleh akan di analisis dan dibahas
dari setiap indikator yang merupakan pokok-pokok dari penelitian ini.
Yang merupakan indikator dari penyelesaian masalah PHK yang sesuai
dengan Kep.Men No. 150 Tahun 2000 pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota
Tarakan mencakup pemasalahan PHK secara tidak sukarela, mekanisme PHK,
perselisihan tenaga kerja, dan kompensasi.
Berdasarkan fokus penelitian tersebut maka dapat dilihat bagaimana
penyelesaian masalah PHK sesuai dengan UU No.13 Tahun 2003, Kep.men No.
150 Tahun 2000 pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tarakan. Dan untuk
lebih jelasnya dapat dilihat dari pembahasan berikut ini :
4.3.1 Mendeskripsikan Penanganan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tarakan (Implementasi Keputusan Menteri No 150 Tahun 2000 tentang ketenagakerjaan)
Sesuai dengan Kep.Men No. 150 Tahun 2000 dan Undang-Undang
Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 bagaimana penyelesaian masalah PHK yang
harus dilakukan sesuai dengan ketentuan UU dan Kep.Men maka para pengusaha,
buruh, maupun pihak ke 3 yaitu Dinas Sosial dan Tenaga Kerja harus berlaku sebaik
mungkin, agar dapat terciptanya suatu keputusan yang terbaik agar penyelesaian
masalah PHK tersebut dapat selesai dengan cara kekeluargaan, dan tidak merugikan
pihak manapun.
4.3.1.1 PHK Tidak Sukarela
Pengusaha dimungkinkan memPHK pekerjanya dalam hal pekerja melakukan
pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama. Setelah sebelumnya kepada pekerja diberikan surat
peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut. Surat peringatan masing-
masing berlaku paling lama 6 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Berdasarkan penelitian yang penulis dapatkan, selain karena kesalahan
pekerja, pemecatan mungkin dilakukan karena alasan lain. Misalnya bila perusahaan
memutuskan melakukan efisiensi, penggabungan atau peleburan, dalam keadaan
merugi, pailit, maupun PHK terjadi karena keadaan diluar kuasa pengusaha (force
majeure). Dan didalam pemutusan hubungan kerja secara tidak sukarela pihak dinas
selalu menyarankan untuk melakukan penyelesaian khasus secara musyawarah
kepada para pengusaha dan para buruh. Tetapi jarang sekali ditemukan titik temu dan
penyelesaian yang baik diantara kedua belah pihak.
4.3.1.2 Mekanisme PHK
Mekanisme PHK adalah proses pengakhiran hubungan kerja melalui tahapan
yang sudah di tentukan oleh Undang-Undang.
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis dapatkan dilapangan bahwa
mekanisme PHK yang ada di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja sudah berjalan sesuai
dengan Undang-Undang No.13 tahun 2003, Undang-Undang No. 02 Tahun 2004 dan
Kep.Men No.150 Tahun 2000, penyelesaian dapat dilakukan dengan cara yang
sederhana dan tidak menyusahkan para pekerja, karena pekerja hanya mengajukan surat
anjuran kepada Dinas yang bersangkutan dan pihak dinas yang akan meneruskan surat
permohonan tersebut sehingga dapat diprosesnya khasus yang sedang dilaporkan oleh
pelapor, apabila mediator telah menelaah surat permohonan yang masuk maka mediator
akan membuat surat panggilan kepada pihak-pihak yang berselisih dan menganjurkan
para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan khasus dengan cara kekeluargaan,
apabila terdapatnya titik temu maka dinas akan membuat surat perjanjian bersama,
tetapi apabila tidak ditemukannya titik temu, maka mediator akan membuatkan anjuran
dan khasus secara penuh hanya bisa diselesaikan oleh mediator yang menangani khasus
yang bersangkutan.
4.3.1.3 Perselisihan Tenaga Kerja
Perselisihan tenaga kerja adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan
pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau
serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan,
perselisihan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam
satu perusahaan. (Pasal 1 UU No. 2 Tahun 2004).
Dengan demikian UU No.2 tahun 2004 mengenal 4 jenis perselisihan yaitu;
a. perselisihan hak
b. perselisihan kepentingan
c. perselisihan PHK, dan
d. perselisihan antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam satu perusahaan.
Berdasarkan penelitian penulis dilapangan, didapatkan bahwa perselisihan
tenaga kerja timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan dan
atau perubahan syarat-syarat kerja sehingga timbul adanya ketidaksesuaian pendapat
mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak. Dan didalam
penelitian dilapangan, penulis sangat banyak menemui khasus perselisihan PHK dan
perselisihan hak, dimana perselisihan tersebut sangat berpengaruh dalam kelanjutan
hidup para pekerja/buruh. Yang dimana pengusaha mem PHK para pekerja dan tidak
membayarkan hak yang seharusnya di peroleh oleh para pekerja/buruh. Sehingga
membuat permasalahan yang sangat kompleks bagi para pekerja yang telah di PHK.
4.3.1.4 Kompensasi
Kompensasi PHK menurut UU Ketenagakerjaan, UU No 13 tahun 2003 pasal
156, terdiri dari uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian
hak, atau lebih sering disebut dengan istilah PMTK. PMTK sendiri merupakan
singkatan Peraturan Menteri Tenaga Kerja, dan istilah PMTK ini sebenarnya biasa di
gunakan saat masih di berlakukan Kepmenaker nomor: Kep-150/Men/2000, tapi
setelah diberlakukannya UU No. 13 Tahun 2003, istilah PMTK ini masih sering
digunakan untuk menyebut Kompensasi PHK.
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis dapatkan bahwa kompensasi yang di
berikan oleh perusahaan tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh para buruh.
Dikarenakan upah yang seharusnya didapatkan oleh para pekerja apabila terjadinya
pemutusan hubungan kerja tidak terealisasikan secara penuh. Semua itu terlihat dari
pengusaha hanya membayar separuh dari hak para pekerja, dan mambuat
permasalahan yang terjadi semakin lama dan proses penyelesain yang panjang.
Sehingga dalam khasus ini sangat terlihat bahwa kejadian yang terjadi sangat tidak
sesuai dengan harapan dan kenyataan yang ada. Dikarenakan dalam proses
pembayaran upah/pesangon sudah terdapat didalam UU No.13 Tahun 2003 dan
Kep.Men No.150 Tahun 2000 yang didalamnya membahas tentang pembayaran upah
dan pesangon yang seharusnya diterima oleh para pekerja/buruh yang telah di PHK.
4.3.2. Faktor Pendukung
Faktor yang mendukung penyelesaian masalah PHK pada Dinas Sosial dan
Tenaga Kerja Kota Tarakan ialah adanya kerja sama antara pihak yang berselisih
dengan Dinas yang terkait dalam pelaksanaan proses penyelesaian khasus yang sedang
berjalan.
Berdasarkan penelitian penulis dilapangan faktor pendukung terhadap
penanganan khasus PHK ialah dimana keuasaan yang dimiliki oleh mediator sangat
berpengaruh besar dalam mendorong para pihak yang berselisih untuk melakukan
perjanjian bersama, agar penyelesaian masalah tersebut dapat diselesaikan secara
kekeluargaan. Dan para yang berselisih akan dapat berdamai dan khasus dapat
terselesaikan tanpa merugikan pihak manapun.
4.3.3 Faktor Penghambat
Berdasarkan penelitian penulis dilapangan yang menjadi faktor penghambat
didalam penyelesaian masalah PHK di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja ialah masih
kurangnya pengetahuan dan pemahaman pihak pekerja atau buruh, dan pengusaha
terhadap penerapan Kep.Men No. 150 Tahun 2000 dan UU No.13 Tahun 2003 dan
peraturan pendukung lainnya. Sehingga dari hal tersebut menimbulkan banyaknya
permasalahan yang muncul dan menimbulkan perelisihan tentang ketenagakerjaan.
Sehingga permasalahan yang muncul selalu berkaitan dengan pembayaran biaya dan
upah pesangon yang seharusnya didapatkan oleh para pekerja apabila terjadinya suatu
pemutusan hubungan kerja. Tetapi, para pengusaha tetap bersikeras dalam kemauan
mereka yang terkadang tidak mau membayarkan hak penuh kepada pekerja dalam
pembayaran hak yang seharusnya diterima oleh para pekerja.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dilapangan mengenai Penanganan Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK) di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tarakan (Implementasi Keputusan Menteri No
150 Tahun 2000 tentang ketenagakerjaan), serta penyajian data dan pembahasannya telah
diuraikan dalam penelitian ini maka penulis memperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Keputusan Menteri No. 150 Tahun 2000 tentang ketenagakerjaan dalam menghadapi
masalah PHK pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja di Kota Tarakan, terdiri dari :
a. PHK tidak sukarela yang dilakukan oleh perusahaan kepada para buruh dikarenakan
kesalahan yang dilakukan oleh para pekerja, sehingga pengusaha sudah menjalankan
PHK tidak sukarela sesuai dengan Kep.Men dan Undang-Undang yang ada.
b. Mekanisme PHK di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tarakan sudah berjalan
sesuai dengan semaksimal mungkin dikarenakan proses pegajuan permohonan hanya
diserahkan kepada Dinas yang terkait sehingga pihak Dinas yang akan memproses
dan apabila telah siap untuk diproses maka pihak yang bersangkutan akan dipanggil
untuk menyelesaikan khasus secara bipatrit/kekeluargaan apabila khasus terdapat titik
temu maka akan diadakan perjanjian bersama, tetapi apabila tidak terdapatnya titik
temu maka dibuatkan anjuran dari mediator.
c. Perselisihan tenaga kerja yang diselesaikan oleh pihak Disosnaker kepada para
pekerja/buruh sudah cukup baik dan pada saat penyelesaian perselisihan tersebut
sangat terlihat bahwa perselisihan phk dan perselisihan hak lah yang paling banyak
terjadi didalam perselisihan tenaga kerja. Dikarenakan pada saat terjadinya PHK para
pengusaha tidak membayar penuh hak yang seharusnya diperoleh para
pekerja/buruh.
d. Kompensasi yang diberikan oleh para pengusaha dengan para buruh tidak berjalan
dengan semestinya. Dikarenakan upah yang diberikan tidak terbayar penuh dengan
yang seharusnya tercantum dalam Kep.Men Dan Undang-Undang.
2. Faktor pendukung dalam implementasi UU No.13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan dalam menghadapi masalah PHK ialah kemauan para pihak untuk
menyelesaikan perselisihan melalui proses mediasi, kewenangan mediator yang besar
dalam mendorong para pihak untuk melakukan perjanjian bersama, keinginan kedua
belah pihak untuk berdamai.
3. Beberapa faktor penghambat dalam pelaksanaan implementasi UU No.13 Tahun 2003
tantang ketenagakerjaan dalam menghadapi masalah PHK ialah, kurangnya
pengetahuan dan pemahaman buruh dan pengusaha dalam penerapan UU No.13
Tahun 2003, dan kondisi lapangan yang jauh dari tempat penyelesaian masalah.
5.2. Saran – saran
Dari beberapa hasil penelitian yang penulis dapatkan, maka penulis memberikan
saran atau masukan yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi semua
pihak.
Adapun saran-saran yang penulis utarakan adalah sebagai berikut :
1. Pihak Disosnaker harus turun ke lapangan dan melihat situasi perusahaan beserta
buruh dengan cara memberikan sosialisasi langsung agar menghindari terjadinya
khasus perselisihan tenaga kerja.
2. Seyogyanya pengusaha harus menerima saran-saran dari para Serikat Pekerja/
Serikat Buruh agar perusahaan dapat membayar hak penuh para pekerja sehingga
pihak buruh tidak merasa dirugikan.
3. Seharusnya pihak perusahaan harus membayar penuh hak para pekerja/ para buruh
agar tidak memperlambat proses penyelesaian kompensasi pada saat terjadinya
khasus PHK.
4. Kedua belah pihak harus menghormati dan menghargai hak masing-masing baik
pengusaha maupun serikat pekerja agar terhindarnya dari perselisihan tenaga kerja..
DAFTAR PUSTAKA
Agustino, Leo. 2006. Politik dan Kebijakan publik. Bandung: AIPI
DR. B. Siswanto Sastrohadiwiryo, 2005. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia. Jakarta: Bumi aksara.
Dunn, William N. 2004. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Edisi kedua. Jakarta.
Hotma P. D. Sitompoel, SH. 2005. Hukum Acara Perburuhan. Jakarta: Dss Publishing.
Husni, 2000. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.
Islamy, Irfan M. 2003. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta:Bumi Aksara
Nugroho, Riant 2008, Public Policy: Teori Kebijakan – Analisis Kebijakan – Proses Kebijakan Perumusan, Implementasi, Evaluasi, Revisi Risk Management dalam Kebijakan Publik, Kebijakan sebagai The Fifth Estate – Metode Penelitian Kebijakan, Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia, Jakarta.
Miles, Mathew , B. dan A. Michael Huberman. Analisis data kualitatif, Universitas Indonesia, Jakarta : 2007
Acuan kerja. 2012. Data Hubungan Industrial Tentang Hubungan Industrial
Anonim. No. 2003. Undang-Undang No.13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
No. 21 Tahun 2004 Tanggal 4 agustus tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
2004. Undang-Undang No.2 tahun 2004 Tentang Penyelisihan Hubungan Industrial.
2006. Peraturan Pemerintah No.31 Tahun 2006 Tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional
2008. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan, Dan Pelayanan Jaminan Sosial Dan Tenaga Kerja.