20
Tugas KelompokDosen Pembimbing : Dr. Herlina Rante S.Si., M.Si.,
Apt
Rekayasa GenetikaPCR (Polymerase Chain Reaction)
Di susunKelompok IAnshari Masri (P2500213007)Asril
Burhan(P2500213406)Edi Gunawan(P2500213410)Isthieana
Purnamasari(P2500213018)
PROGRAM STUDI FARMASI PASCA SARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2014KATA PENGANTAR
Assalamualaikum. Wr. WbPuji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena nikmat dan kesempatan yang diberikannya sehingga makalah ini
dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Makalah ini berisi tugas mata kuliah Rekayasa Genetia.Adapun isi
dari makalah ini yaitu membahas tentang Polymerase Chain Reaction
atau yang dikenal dengan PCR yang digunakan dalam mengekspresikan
Gen. Penulis memohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan dalam penulisan makalah ini. Kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan dari semua pihak demi perbaikan
makalah ini dimasa yang akan datang.
Makassar, 8 Desember 2013Penulis
DAFTAR ISI
HalamanHalaman Judul iKata Pengantar iiDaftar Isi.iiiDaftar
GambarivBAB I PENDAHULUAN 5A. Latar Belakang 5B. Maksud dan Tujuan
Makalah 5C. Manfaat Makalah6BAB II PEMBAHASAN7A. sejarah PCR7B.
Defenisi PCR (Polimerase Chain Reaction)8C. Prinsip Kerja 14D.
Tahapan-Tahapan Polymerase Chain Reaction (PCR) 15E. Komponen
Polymerase Chain Reaction (PCR) 21F. Elektroforesis Gel 22G.
Kelebihan dan Kekurangan Polymerase Chain Reaction (PCR) 23H.
Aplikasi Dan Pemanfaatan Polymerase Chain Reaction (PCR) 24BAB III
PENUTUP27Kesimpulan27Saran 27Daftar Pustaka 28
DAFTAR GAMBAR
Gambar HalamanGambar 1. Polymerase Chain Reaction
(PCR).................................. 10Gambar 2.Struktur DNA
Pimer Dan Skunder.................................... 12Gambar
3.Struktur
tersier....................................................................13Gambar
4. Proses
Denaturasi...............................................................
13Gambar 5. Untaian DNA Mengalami
Denaturasi................................ 16Gambar 6.Penempelan
primer dengan untai DNA yang telah
terdenaturasi............................................ 17Gambar
7.Proses yang terjadi selama
PCR......................................... 19Gambar.8 Proses
Ampliksasi
DNA....................................................20
BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangPolymerase Chain Reaction atau
yang dikenal dengan PCR merupakan sebuah inovasi besar dalam
perkembangan biologi molekuler. PCR telah menjadi suatu metode yang
telah merevolusionerisasi berbagai cabang ilmu biologi dan
terapannya dalam penelitian biologi molekuler mulai antara lain
cloning gen, isolasi gen spesifik, analisis ekspresi gen,
identifikasi mikroba, diagnosis penyakit, dan rekayasa mutasi gen.
PCR ditemukan oleh Kary Mullis pada tahun 1983. (1)Saat ini,
perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang bioteknologi
dan biologi molekuler berlangsung sangat pesat. Berawal dari
terungkapnya struktur dan fungsi DNA (Deoxyribonucleic acid) oleh
Francis Crick pada tahun 1958, kemudian disusul dengan ditemukannya
enzim restriksi, pembuatan pustaka gen berdasarkan situs restriksi,
cloning sekuen DNA pada organisme prokaryot, penggunaan berbagai
macam penanda DNA (DNA marker) sampai akhirnya sintesis dan
penggandaan DNA secara in vitro serta sekuen genom dan analisisnya.
Pada tahun 1985, Kary Mullis menemukan suatu teknik yang mampu
mensintesis dan menggandakan DNA secara in vitro dalam waktu
relatif singkat dengan bantuan enzim DNA polymerase dan beberapa
bahan pokok lainnya. Teknik ini dinamakan Polymerase Chain Reaction
(PCR). Berkat karyanya tersebut, Kary Mullis mendapatkan hadiah
Nobel dalam bidang Kimia pada tahun 1993. Sintesis dan penggadaan
DNA dengan PCR ini berlangsung di luar sel organisme, tepatnya
dalam suatu mesin PCR. Pada dasarnya prinsip yang terjadi dalam
sintesis DNA tersebut sama dengan proses replikasi DNA terjadi di
dalam sel (in vivo).B. Maksud dan Tujuan 1. Untuk mengetahui apa
yang dimaksud dengan Polymerase Chain Reaction (PCR).2. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan Polymerase Chain Reaction
(PCR).3. Untuk mengetahui alat dan bahan apa saja yang dibutuhkan
dalam Polymerase Chain Reaction (PCR).4. Untuk mengetahui apakah
komponen-komponen yang dibutuhkan dalam proses Polymerase Chain
Reaction (PCR).5. Untuk mengetahui apa saja variasi dari Polymerase
Chain Reaction (PCR).6. Untuk mengetahui apa saja manfaat dari
Polymerase Chain Reaction (PCR). C. Manfaat Manfaat yang diperoleh
dari penulisan makalah ini adalah bagi penulis dan pembaca dapat
memperoleh pengetahuan tentang proses Polymerase Chain Reaction
(PCR) serta manfaat dari PCR bagi manusia.
BAB IIPEMBAHASANA. sejarah PCR (1)Teknik PCR ditemukan pertama
kali oleh Kary, B. Mullis pada tahun 1985. Impian Mullis dimulai
ketika di bulan April, malam Jumat, 1983, saat membawa kendaraannya
keluar kota menuju ke Negara bagian utara California dimana Mullis
mendapatkan inpirasi yang bermakna dengan menemukan cara baru untuk
mendeteksi urutan basa yang spesifik dari DNA. Penemuan yang
mempesonakan itu dipublikasi pada American Scientific, 1990, yang
memberinya peluang pada tahun 1993 mendapatkan hadiah Nobel dalam
kimia atas penemuan PCR. Semula Mullis menggunakan enzim Klenow
fragmen E.coli DNA Polymerase I untuk memicu perpanjangan potongan
DNA yang spesifik. Namun, enzim ini tidak dapat bertahan pada saat
tahapan denaturasi dari PCR, sehingga mengharuskan penambahan enzim
yang baru lagi pada setiap siklus PCR. Kondisi ini merupakan suatu
hambatan yang kritis, khususnya pada teknik yang diharapkan
berlangsung secara automatis.PCR sekarang teknik umum dan sangat
sering diperlukan atau digunakan di laboratorium penelitian medis
dan biologi untuk berbagai aplikasi. Ini termasuk kloning DNA untuk
sekuensing, berbasis DNA filogeni, atau fungsional analisis gen,
diagnosis penyakit keturunan, identifikasi sidik jari genetik
(digunakan dalam ilmu forensik dan pengujian paternitas ), dan
deteksi dan diagnosis penyakit menular. Pada tahun 1993, Mullis
dianugerahi Hadiah Nobel dalam Kimia bersama dengan Michael Smith
untuk karyanya pada PCR.PCR merupakan metode yang bergantung pada
siklus termal, terdiri dari siklus pemanasan dan pendinginan
berulang dari reaksi untuk mencair DNA dan enzim replikasi DNA.
Primer (fragmen DNA pendek) yang mengandung urutan komplementer ke
wilayah target bersama dengan DNA polimerase merupakan komponen
kunci untuk mengaktifkan amplifikasi selektif dan berulang. Sebagai
PCR berlangsung, DNA yang dihasilkan itu sendiri digunakan sebagai
template untuk replikasi, pengaturan dalam menggerakkan reaksi
berantai di mana template DNA secara eksponensial diperkuat. PCR
dapat ekstensif dimodifikasi untuk melakukan berbagai macam
manipulasi genetik .Hampir semua aplikasi PCR mempekerjakan
polimerase DNA stabil panas, seperti polimerase Taq , suatu enzim
yang awalnya diisolasi dari bakteri Thermus aquaticus. Ini DNA
polimerase enzimatis merakit sebuah untai DNA baru dari DNA bagian
nukleotida, dengan menggunakan single-stranded DNA sebagai template
dan oligonukleotida DNA (juga disebut DNA primer ), yang dibutuhkan
untuk inisiasi sintesis DNA. Sebagian besar metode PCR menggunakan
siklus termal, yaitu, bergantian pemanasan dan pendinginan sampel
PCR untuk serangkaian langkah didefinisikan suhu. Langkah-langkah
siklus termal yang diperlukan pertama yang secara fisik memisahkan
dua helai dalam heliks ganda DNA pada suhu tinggi dalam proses yang
disebut DNA mencair. Pada suhu yang lebih rendah, masing-masing
untai kemudian digunakan sebagai template yang dalam sintesis DNA
oleh polimerase DNA untuk selektif memperkuat DNA target.
Selektivitas hasil PCR dari penggunaan primer yang komplementer ke
wilayah yang ditargetkan untuk amplifikasi DNA di bawah kondisi
spesifik siklus termal. (1)B. Defenisi PCR (Polimerase Chain
Reaction) (2,3,4)Reaksi berantai polimerase atau lebih umum dikenal
sebagai PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan suatu teknik atau
metode perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik tanpa
menggunakan organisme. Dengan teknik ini, DNA dapat dihasilkan
dalam jumlah besar dengan waktu relatif singkat sehingga memudahkan
berbagai teknik lain yang menggunakan DNA. Teknik ini dirintis oleh
Kary Mullis (2)Penerapan PCR banyak dilakukan di bidang biokimia
dan biologi molekular karena relatif murah dan hanya memerlukan
jumlah sampel yang kecil. Polymerase Chain Reaction (PCR),
merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk mengamplifikasi
nukleotida secara in vitro. Metode PCR dapat meningkatkan jumlah
urutan DNA ribuan bahkan jutaan kali dari jumlah semula. Setiap
urutan basa nukleotida yang diamplifikasi akan menjadi dua kali
jumlahnya. Kunci utama pengembangan PCR adalah menemukan bagaimana
cara amplifikasi hanya pada urutan DNA target dan meminimalkan
amplifikasi urutan non-target (3).Pada dasarnya reaksi PCR adalah
tiruan dari proses replikasi DNA in vivo, yaitu dengan adanya
pembukaan rantai DNA (denaturasi) utas ganda, penempelan primer
(annealing) dan perpanjangan rantai DNA baru (extension) oleh DNA
polimerase dari arah terminal 5 ke 3. Hanya saja pada teknik PCR
tidak menggunakan enzim ligase dan primer RNA. Secara singkat,
teknik PCR dilakukan dengan cara mencampurkan sampel DNA dengan
primer oligonukleotida, deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP),
enzim termostabil Taq DNA polimerase dalam larutan DNA yang sesuai,
kemudian menaikkan dan menurunkan suhu campuran secara berulang
beberapa puluh siklus sampai diperoleh jumlah sekuens DNA yang
diinginkan.Menurut Erlich (1989) PCR adalah suatu metode in vitro
yang digunakan untuk mensintesis sekuens tertentu DNA dengan
menggunakan dua primer oligonukleotida yang menghibridisasi pita
yang berlawanan dan mengapit dua target DNA. Kesederhanaan dan
tingginya tingkat kesuksesan amplifikasi sekuens DNA yang diperoleh
menyebabkan teknik ini semakin luas penggunaannya (4).PCR
didasarkan pada amplifikasi enzimatik fragmen DNA dengan
menggunakan dua oligonukleotida primer yaitu komplementer dengan
ujung 5dari dua untaian sekuen target. Oligonukleotida ini
digunakan sebagai primer (primer PCR) untuk memungkikan DNA
template dikopi oleh DNA polimerase. Untuk mendukung terjadinya
annealing primer ini pada template pertama kali diperlukan untuk
memisahkan untaian DNA substrat melalui pemanasan.Hampir semua
aplikasi PCR mempekerjakan DNA polimerase yang stabil terhadap
panas, seperti polimerase Taq. Awalnya enzim diisolasi dari bakteri
Aquaticus Thermus. DNA polimerase enzimatis ini merakit sebuah
untai DNA baru dari pembangunan blok DNA, nukleotida, dengan
menggunakan DNA beruntai tunggal sebagai template dan
oligonukleotida DNA (juga disebut primer DNA ), yang dibutuhkan
untuk inisiasi sintesis DNA. Sebagian besar metode PCR menggunakan
siklus termal , yaitu, bergantian pemanasan dan pendinginan sampel
PCR untuk serangkaian langkah pasti suhu. Langkah-langkah siklus
termal yang diperlukan pertama yang secara fisik memisahkan dua
helai dalam heliks ganda DNA pada suhu tinggi dalam proses yang
disebut DNA leleh . Pada suhu yang lebih rendah, masing-masing
untai kemudian digunakan sebagai template dalam sintesis DNA oleh
polimerase DNA untuk selektif memperkuat DNA target. Selektivitas
hasil PCR dari penggunaan primer yang komplementer ke wilayah yang
ditargetkan untuk amplifikasi DNA di bawah kondisi spesifik siklus
termal. (3)
Gambar 1. Polymerase Chain Reaction (PCR)
1. Deoxyribonucleic Acid (DNA)Ada tiga struktur DNA yang dikenal
selama ini. Struktur-struktur DNA tersebut adalah sebagai
berikut:a. Struktur primerDNA tersusun dari monomer-monomer
nukleotida. Setiap nukleotida terdiri dari satu basa nitrogen
berupa senyawa purin atau pirimidin, satu gula pentosa berupa
2-deoksi-D-ribosa dalam bentuk furanosa, dan satu molekul fosfat.
Penulisan urutan basa dimulai dari kiri yaitu ujung 5 bebas (tidak
terikat nukleotida lain) menuju ujung dengan gugus 3 hidroksil
bebas atau dengan arah 53 (8)b. Struktur sekunder Salah satu sifat
biokimia DNA yang menentukan fungsinya sebagai pembawa informasi
genetik adalah komposisi basa penyusun. Pada tahun 1949-1953, Edwin
Chargaff menggunakan metode kromatografi untuk pemisahan dan
analisis kuantitatif keempat basa DNA, yang diisolasi dari berbagai
organisme. Kesimpulan yang diambil dari data yang terkumpul adalah
sebagai berikut :1. Komposisi basa DNA bervariasi antara spesies
yang satu dengan spesies yang lain.2. Sampel DNA yang diisolasi
dari berbagai jaringan pada spesies yang sama mempunyai komposisi
basa yang sama.3. Komposisi DNA pada suatu spesies tidak berubah
oleh perubahan usia, keadaan nutrisi maupun perubahan lingkungan.4.
Hampir semua DNA yang diteliti mempunyai jumlah residu adenin yang
sama dengan jumlah residu timin (A=T), dan jumlah residu guanin
yang sama dengan jumlah residu sitosin (G=C) maka A+G = C+T, yang
disebut aturan Charrgaff.5. DNA yang diekstraksi dari
spesies-spesies dengan hubungan kekerabatan yang dekat mempunyai
komposisi basa yang hampir sama. Pada tahun 1953, James D. Watson
dan Francis H.C. Crick berhasil menguraikan struktur sekunder DNA
yang berbentuk heliks ganda melalui analisis pola difraksi sinar X
dan membangun model strukturnya. Heliks ganda tersebut tersusun
dari dua untai polinukleotida secara antiparalel (arah 53 saling
berlawanan), berputar ke kanan dan melingkari suatu sumbu. Unit
gula fosfat berada di luar molekul DNA dengan basa-basa
komplementer yang berpasangan di dalam molekul. Ikatan hidrogen di
antara pasangan basa memegangi kedua untai heliks ganda tersebut.
Kedua untai melingkar sedemikian rupa sehingga keduanya tidak dapat
dipisahkan kembali bila putaran masing-masing untai dibuka. (8)
Gambar. 2 Struktur DNA Pimer Dan SkunderJarak di antara kedua
untai hanya memungkinkan pemasangan basa purin (lebih besar) dengan
basa pirimidin (lebih kecil). Adenin berpasangan dengan timin
membentuk dua ikatan hidrogen sedangkan guanin berpasangan dengan
sitosin membentuk tiga ikatan hidrogen. Dua ikatan glikosidik yang
mengikat pasangan basa pada cincin gula, tidak persis berhadapan.
Akibatnya, jarak antara unit-unit gula fosfat yang berhadapan
sepanjang heliks ganda tidak sama dan membentuk celah antara yang
berbeda, yaitu celah mayor dan celah minor.c. Struktur
tersierKebanyakan DNA virus dan DNA mitokondria merupakan molekul
lingkar. Konformasi ini terjadi karena kedua untai polinukleotida
membentuk struktur tertutup yang tidak berujung. Molekul DNA
lingkar tertutup yang diisolasi dari bakteri, virus dan mitokondria
seringkali berbentuk superkoil, selain itu DNA dapat berbentuk
molekul linier dengan ujung-ujung rantai yang bebas (9)
Gambar. 3 Struktur tersier2. Ribonucleic Acid (RNA)RNA mirip
dengan DNA, perbedaanya terletak pada :a. Basa utama RNA adalah
Adenin, Guanin, Sitosin dan Urasil, dengan panjang molekul 70
sampai 10.000 pb.b. Unit gula RNA adalah D-ribosa.c. Molekul RNA
berupa untai tunggal, kecuali pada beberapa virus.Jika larutan DNA
dipanaskan, maka energi termal akan memecahkan ikatan hidrogen dan
ikatan lain yang menentukan kestabilan heliks ganda, akibatnya
kedua untai akan memisah atau mengalami denaturasi.
Gambar. 4 Proses DenaturasiMolekul DNA heliks tunggal dari
proses denaturasi cukup stabil. Jika suhu diturunkan, molekul
tersebut biasanya tidak mengalami renaturasi menjadi molekul DNA
heliks ganda asal tetapi membentuk pola kusut, namun untai yang
saling komplemen dapat mengalami ranaturasi secara perlahan-lahan.
Sifat ini menjadi dasar teknik hibridisasi asam nukleat C. Prinsip
Kerja (4)Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah metode untuk
amplifikasi (perbanyakan) primer oligonukleotida diarahkan secara
enzimatik urutan DNA spesifik. Teknik ini mampu memperbanyak sebuah
urutan 105-106-kali lipat dari jumlah nanogram DNA template dalam
latar belakang besar pada sequence yang tidak relevan (misalnya
dari total DNA genomik). Sebuah prasyarat untuk memperbanyak urutan
menggunakan PCR adalah memiliki pengetahuan, urutan segmen unik
yang mengapit DNA yang akan diamplifikasi, sehingga
oligonucleotides tertentu dapat diperoleh. Hal ini tidak perlu tahu
apa-apa tentang urutan intervening antara primer. Produk PCR
diamplifikasi dari template DNA menggunakan DNA polimerase
stabil-panas dari Thermus aquaticus (Taq DNA polimerase) dan
menggunakan pengatur siklus termal otomatis (Perkin-Elmer/Cetus)
untuk menempatkan reaksi sampai 30 atau lebih siklus denaturasi,
anil primer, dan polimerisasi. Setelah amplifikasi dengan PCR,
produk ini dipisahkan dengan elektroforesis gel poliakrilamida dan
secara langsung divisualisasikan setelah pewarnaan dengan bromida
etidium.PCR memungkinkan adanya perbanyakan DNA antara dua primer,
hanya di dalam tabung reaksi, tanpa perlu memasukkannya ke dalam
sel (in vivo). Pada proses PCR dibutuhkan DNA untai ganda yang
berfungsi sebagai cetakan (templat) yang mengandung DNA-target
(yang akan diamplifikasi) untuk pembentukan molekul DNA baru, enzim
DNA polimerase, deoksinukleosida trifosfat (dNTP), dan sepasang
primer oligonukleotida. Pada kondisi tertentu, kedua primer akan
mengenali dan berikatan dengan untaian DNA komplemennya yang
terletak pada awal dan akhir fragmen DNA target, sehingga kedua
primer tersebut akan menyediakan gugus hidroksil bebas pada karbon
3. Setelah kedua primer menempel pada DNA templat, DNA polimerase
mengkatalisis proses pemanjangan kedua primer dengan menambahkan
nukleotida yang komplemen dengan urutan nukleotida templat. DNA
polimerase mengkatalisis pembentukan ikatan fosfodiester antara OH
pada karbon 3 dengan gugus 5 fosfat dNTP yang ditambahkan. Sehingga
proses penambahan dNTP yang dikatalisis oleh enzim DNA polimerase
ini berlangsung dengan arah 53 dan disebut reaksi polimerisasi.
Enzim DNA polimerase hanya akan menambahkan dNTP yang komplemen
dengan nukleotida yang terdapat pada rantai DNA templat.PCR
melibatkan banyak siklus yang masing-masing terdiri dari tiga tahap
berurutan, yaitu pemisahan (denaturasi) rantai DNA templat,
penempelan (annealing) pasangan primer pada DNA target dan
pemanjangan (extension) primer atau reaksi polimerisasi yang
dikaalisis oleh DNA polimerase.D. Tahapan-Tahapan Polymerase Chain
Reaction (PCR) (5,6)Proses PCR terdiri dari tiga tahapan, yaitu
denaturasi DNA templat, penempelan (annealing) primer, dan
polimerisasi (extension) rantai DNA. Denaturasi merupakan proses
pemisahan utas ganda DNA menjadi dua utas tunggal DNA yang menjadi
cetakan (templat) sebagai tempat penempelan primer dan tempat kerja
DNA polimerase, dengan pemanasan singkat pada suhu 90-95C selama
beberapa menit denaturation (95C), 30 detik annealing (5560C), 30
detik extension (72C), waktu tergantung panjang pendeknya ukuran
DNA yang diinginkan sebagai produk amplifikasi.Peningkatan jumlah
siklus PCR diatas 35 siklus tidak memberikan efek yang positif
(5).1. DenaturasiSelama proses denaturasi, DNA untai ganda akan
membuka menjadi dua untai tunggal. Hal ini disebabkan karena suhu
denaturasi yang tinggi menyebabkan putusnya ikatan hidrogen
diantara basa-basa yang komplemen. Pada tahap ini, seluruh reaksi
enzim tidak berjalan, misalnya reaksi polimerisasi pada siklus yang
sebelumnya. Denaturasi biasanya dilakukan antara suhu 90 oC 95 oC
selama 30-60 detik. Pada suhu ini DNA utas ganda akan memisah
menjadi utas tunggal.
Gambar. 5 Untaian DNA Mengalami Denaturasi2. AnnealingAnnealing
merupakan proses penempelan primer. Tahap annealing primer
merupakan tahap terpenting dalam PCR, karena jika ada sedikit saja
kesalahan pada tahap ini maka akan mempengaruhi kemurnian dan hasil
akhir produk DNA yang diinginkan. Faktor yang mempengaruhi tahap
ini antara lain suhu annealing dan primer. Suhu annealing yang
terlalu rendah dapat mengakibatkan timbulnya pita elektroforesis
yang tidak spesifik, sedangkan suhu yang tinggi dapat meningkatkan
kespesifikan amplifikasi.Kenaikan suhu setelah tahap annealing
hingga mencapai 70740C bertujuan untuk mengaktifkan enzim TaqDNA
polimerase. Proses pemanjangan primer (tahap extension) biasanya
dilakukan pada suhu 72 oC, yaitu suhu optimal untuk TaqDNA
polimerase. Selain itu, pada masa peralihan suhu dari suhu
annealing ke suhu extension sampai 70 oC juga menyebabkan
terputusnya ikatan-ikatan tidak spesifik antara DNA cetakan dengan
primer karena ikatan ini bersifat lemah. Selain suhu, semakin lama
waktu extension maka jumlah DNA yang tidak spesifik semakin
banyakGambar. 6 Penempelan primer dengan untai DNA yang telah
terdenaturasi3. ExtensionUmumnya, reaksi polimerisasi atau
perpanjangan rantai ini, terjadi pada suhu 72 oC. Primer yang telah
menempel tadi akan mengalami perpanjangan pada sisi 3nya dengan
penambahan dNTP yang komplemen dengan templat oleh DNA polimerase.
Jika siklus dilakukan berulang-ulang maka daerah yang dibatasi oleh
dua primer akan diamplifikasi secara eksponensial (disebut amplikon
yang berupa untai ganda), sehingga mencapai jumlah copy yang dapat
dirumuskan dengan (2n)x. Dimana n adalah jumlah siklus dan x adalah
jumlah awal molekul DNA. Jadi, seandainya ada 1 copy DNA sebelum
siklus berlangsung, setelah satu siklus, akan menjadi 2 copy,
sesudah 2 siklus akan menjadi 4, sesudah 3 siklus akan menjadi 8
kopi dan seterusnya. Sehingga perubahan ini akan berlangsung secara
eksponensial. PCR dengan menggunakan enzim Taq DNA polimerase pada
akhir dari setiap siklus akan menyebabkan penambahan satu
nukleotida A pada ujung 3 dari potongan DNA yang dihasilkan.
Sehingga nantinya produk PCR ini dapat di kloning dengan
menggunakan vektor yang ditambahkan nukleotida T pada ujung-ujung
5-nya. Proses PCR dilakukan menggunakan suatu alat yang disebut
thermocycler.Dilakukan dengan menaikkan suhu ke kisaran suhu kerja
optimum enzim DNA polymerase, biasanya 70-72oC. Pada tahap ini DNA
polymerase akan memasangkan dNTP yang sesuai pada pasangannya, jika
basa pada template adalah A, maka akan dipasang dNTP, begitu
seterusnya (ingat pasangan A adalah T, dan C dengan G, begitu pula
sebaliknya). Enzim akan memperpanjang rantai baru ini hingga ke
ujung. Lamanya waktu ekstensi bergantung pada panjang daerah yang
akan diamplifikasi, secara kasarnya adalah 1 menit untuk setiap
1000 bp. Selain ketiga proses tersebut biasanya PCR didahului dan
diakhiri oleh tahapan berikut:a. Pra-denaturasiDilakukan selama 1-9
menit di awal reaksi untuk memastikan kesempurnaan denaturasi dan
mengaktifasi DNA Polymerase (jenis hot-start alias baru aktif kalau
dipanaskan terlebih dahulu).b. Final ElongasiBiasanya dilakukan
pada suhu optimum enzim (70-72oC) selama 5-15 menit untuk
memastikan bahwa setiap utas tunggal yang tersisa sudah
diperpanjang secara sempurna. Proses ini dilakukan setelah siklus
PCR terakhirPCR dilakukan dengan menggunakan mesin Thermal Cycler
yang dapat menaikkan dan menurunkan suhu dalam waktu cepat sesuai
kebutuhan siklus PCR. Pada awalnya orang menggunakan tiga penangas
air (water bath) untuk melakukan denaturasi, annealing dan ekstensi
secara manual, berpindah dari satu suhu ke suhu lainnya menggunakan
tangan. Tapi syukurlah sekarang mesin Thermal Cycler sudah
terotomatisasi dan dapat diprogram sesuai kebutuhan.
Gambar 7. Proses yang terjadi selama PCR. Kedua untai DNA
templat dipisahkan pada proses denaturasi, masing-masing untaian
menjadi cetakan untuk sintesis komplemennya. Annealing terjadi
ketika primer menempel pada daerah spesifik yang menandakan gen
spesifik/bagian sekuens yang akan diamplifikasi. setelah primer
menempel, maka ketika suhu dinaikkan menjadi 72 oC terjadi ekstensi
primer oleh Taq polymerase melakukan reaksi polimerisasi dengan
menambahkan dNTP pada ujung 3' untai yang sedang memanjang
Proses pertama yang terjadi adalah denaturasi untai DNA templat.
Denaturasi awal terjadi pada suhu 92-95 oC selama 5 menit untuk
memisahkan untai DNA templat. (6)Proses denaturasi dipengaruhi oleh
kandungan GC pada templat. Semakin tinggi kandungannya maka semakin
susah kedua untai untuk memisah. Selanjutnya setelah kedua untai
DNA templat terpisah, suhu diturunkan hingga 50-60 oC untuk proses
penempelan primer pada untai templat. Suhu annealing merupakan
titik kritis dimana primer harus dapat menempel pada templat agar
dapat dilakukan elongasi oleh enzim Taq polymerase. Suhu annealing
optimal dipengaruhi oleh panjang primer, kandungan GC, stabilitas
primer, konsentrasi ion. Apabila suhu annealing dibawah suhu
annealing optimal, maka primer akan terjadi salah pasang
(mispriming), dan mampu menempel pada daerah templat lainnya yang
tidak berkomplemen, berakibat dihasilkannya produk PCR yang tidak
spesifik. Namun jika suhu annealing terlalu tinggi, maka primer
tidak dapat menempel pada templat, sehingga Taq polymerase tidak
dapat melakukan proses elongasi. Penentuan suhu annealing
didasarkan pada nilai Tm primer yang diperoleh dari perhitungan
sewaktu mendesain primer. Setelah primer menempel pada templat,
suhu kembali naik hingga temperature 72 oC. Pada temperature ini,
enzim Taq polymerase melakukan proses elongasi dengan menambahkan
dNTP pada ujung 3 dengan kecepatan 1000 basa/menit. Lama proses
elongasi bergantung dari panjang segmen templat yang akan
diamplifikasi, aturan yang sering digunakan adalah 1 menit untuk
1000 pasang basa. Setelah proses elongasi, thermal cycler akan
meningkatkan suhunya hingga 92-95 oC untuk memisahkan kedua untai
produk untuk menjadi templat bagi reaksi polimerisasi siklus
selanjutnya. Proses PCR berlangsung hingga 30 siklus dan
menghasilkan hingga jutaan kopi segmen DNA templat. Produk PCR yang
berukuran sama dengan panjang sekuens target, pertama kali
terbentuk pada siklus ke-3Gambar. 8 Proses Ampliksasi DNAE.
Komponen Polymerase Chain Reaction (PCR) (4,5)Selain DNA template
yang akan digandakan dan enzim DNA polymerase, komponen lain yang
dibutuhkan adalah:1. PrimerPrimer adalah sepasang DNA utas tunggal
atau oligonukleotida pendek yang menginisiasi sekaligus membatasi
reaksi pemanjangan rantai atau polimerisasi DNA. Jadi jangan
membayangkan kalau PCR mampu menggandakan seluruh DNA bakteri E.
coli yang panjangnya kira-kira 3 juta bp itu. PCR hanya mampu
menggandakan DNA pada daerah tertentu sepanjang maksimum 10000 bp
saja, dan dengan teknik tertentu bisa sampai 40000 bp. Primer
dirancang untuk memiliki sekuen yang komplemen dengan DNA template,
jadi dirancang agar menempel mengapit daerah tertentu yang kita
inginkan.(4)2. Nucleotides dNTP (deoxynucleoside triphosphate)dNTP
alias building blocks sebagai batu bata penyusun DNA yang baru.
dNTP terdiri atas 4 macam sesuai dengan basa penyusun DNA, yaitu
dATP, dCTP, dGTP dan dTTP. Konsentrasi yang biasanya digunakan
untuk setiap dNTP adalah 200 M. Pada konsentrasi ini penting untuk
mengatur konsentrasi ke-empat dNTP pada titik estimasi Km untuk
setiap dNTP. 50mM, harus selalu diatur pH 7.0. Konsentrasi yang
tinggi akan menimbulkan ketidakseimbangan dengan enzim polymerase.
Sedang pada konsentrasi rendah akan memberikan ketepatan dan
spesifitas yang tinggi tanpa mereduksi hasil akhir. Total
konsentrasi dNTP dan ion saling terkait dan tidak akan merubah
secara bebas.3. BufferBuffer yang biasanya terdiri atas bahan-bahan
kimia untuk mengkondisikan reaksi agar berjalan optimum dan
menstabilkan enzim DNA polymerase.Buffer standar untuk PCR tersusun
atas 50mM KCl, 10mM Tris-Cl (pH8.3) dan 1.5mM MgCl2. Buffer
standard ini akan bekerja dengan baik untuk DNA template dan primer
dengan kondisi tertentu, tetapi mungkin tidak optimum dengan
kombinasi yang lain. Produk PCR buffer ini terkadang dijual dalam
bentuk tanpa atau dengan MgCl2.4. Ion Logam ion logam bivalen,
umumnya Mg++, fungsinya sebagai kofaktor bagi enzim DNA polymerase.
Tanpa ion ini enzim DNA polymerase tidak dapat bekerja. Ion logam
monovalen, kalsium (K+). (5)F. Elektroforesis Gel1. Pemisahan
molekul DNA dengan Elektroforesis Gel (7)Molekul DNA mempunyai
muatan ilstrik negatif, sehingga bila ditempatkan pada medan
listrik akan bermigrasi menuju kutub positif. Tetapi kebanyakan
molekul DNA mempunyai bentuk dan muatan listrik yang hampir sama
sehingga fragmen-fragmen dengan ukuran yang berbeda tidak
terpisahkan oleh elektroforesis biasa. Tetapi ukuran molekul DNA
merupakan suatu faktor pemisahan jika elektroforesis dikerjakan
dalam suatu gel. Gel yang dibuat dari agarosa, poliakrilamid atau
campuran keduanya akan membentuk kerangka pori-pori yang kompleks
untuk dilewati molekul DNA menuju elektroda positif. Makin kecil
molekul DNA makin cepat migrasinya melewati gel, sehingga molekul
DNA akan terpisah berdasarkan ukurannya.Gel agarosa dan
poliakrilamid dapat dibuat dengan berbagai bentuk, ukuran,
porositas serta dijalankan dalam berbagai konfigurasi. Kemampuan
pemisahan gel agarosa lebih erndah dibanding gel poliakrilamid teat
pi penanganannya lebih mudah. Selain itu DNA yang berukuran sekitar
2 pb sampai 50 kb dapat dipisahkan dalam berbagai konsentrasi gel
agarosa.
2. Penampakan Molekul DNA dalam GelLetak DNA pada gel dapat
dilihat melalui pewarnaan gel dengan senyawa etidium bromida.
Pewarnaan ini menghasilkan pita-pita yang paling tidak mengandung
1-10 ng DNA, yang dapat dideteksi di bawah cahaya UV. Etidium
bromida merupakan zat warna berfluorosensi yang dapat terikat
diantara pasangan basa dan membuat molekul DNA lebih kaku. Ikatan
yang terbentuk akan meningkatkan intensitas fluorosensi dari zat
warna bebasnya.3. Perkiraan Ukuran Molekul DNAElektroforesis gel
akan memisahkan molekul DNA dengan ukuran yang berbeda, yaitu
molekul yang paling kecil akan melewati jarak yang paling besar
menuju elektroda positif. Jika ada beberapa fragmen DNA dengan
ukuran berbeda, maka tampak rangkaian pita-pita pada gel. Ukuran
DNA hasli elektroforesis gel dapat diperkirakan dengan menggunakan
marka DNA yang telah diketahui ikurannya.Cara yang paling akurat
untuk menentukan ukuran fragmen-fragmen tersebut adalah melalui
hubungan matematik antara kecepatan migrasi dan ukuran pasangan
basa. Persamaannya adalah sebagai berikut :Log pb = bx + adimana x
adalah jarak migrasi, pb adalah jumlah pasangan basa, a serta b
adalah konstanta yang tergantung pada kondisi elektroforesis.G.
Kelebihan dan Kekurangan Polymerase Chain Reaction (PCR)1.
Kelebihan Memiliki spesifisitas tinggi Sangat cepat, dapat
memberikan hasil yang sama pada hari yang sama Dapat membedakan
varian mikroorganisme Mikroorganisme yang dideteksi tidak harus
hidup Mudah di set up2. Kelemahan Sangat mudah terkontaminasi Biaya
peralatan dan reagen mahal Interpretasi hasil PCR yang positif
belum tervalidasi untuk semua penyakit infeksi (misalnya infeksi
pasif atau laten) Teknik prosedur yang kompleks dan bertahap
membutuhkan keahlian khusus untuk melakukannya.H. Aplikasi Dan
Pemanfaatan Polymerase Chain Reaction (PCR) (2)Polymerase Chain
Reaction (PCR) dapat digunakan untuk:1. Amplifikasi urutan
nukleotida.2. Menentukan kondisi urutan nukleotida suatu DNA yang
mengalami mutasi.3. Bidang kedokteran forensik.4. Melacak asal-usul
sesorang dengan membandingkan finger print.Saat ini PCR sudah
digunakan secara luas untuk berbagai macam kebutuhan,
diantaranya:a. Isolasi Gen. Kita tahu bahwa DNA makhluk hidup
memiliki ukuran yang sangat besar, DNA manusia saja panjangnya
sekitar 3 miliar basa, dan di dalamnya mengandung ribuan gen.
Fungsi utama DNA adalah sebagai sandi genetik, yaitu sebagai
panduan sel dalam memproduksi protein, DNA ditranskrip menghasilkan
RNA, RNA kemudian diterjemahkan untuk menghasilkan rantai asam
amino alias protein. Dari sekian panjang DNA genome, bagian yang
menyandikan protein inilah yang disebut gen, sisanya tidak
menyandikan protein atau disebut junk DNA, DNA sampah yang
fungsinya belum diketahui dengan baik. Para ahli seringkali
membutuhkan gen tertentu untuk diisolasi. Sebagai contoh, dulu kita
harus mengekstrak insulin langsung dari pancreas sapi atau babi,
kemudian menjadikannya obat diabetes, proses yang rumit dan tentu
saja mahal serta memiliki efek samping karena insulin dari sapi
atau babi tidak benar-benar sama dengan insulin manusia.Berkat
teknologi rekayasa genetik, kini mereka dapat mengisolasi gen
penghasil insulin dari DNA genome manusia, lalu menyisipkannya ke
sel bakteri (dalam hal ini E. coli) agar bakteri dapat memproduksi
insulin. Hasilnya insulin yang sama persis dengan yang dihasilkan
dalam tubuh manusia, dan sekarang insulin tinggal diekstrak dari
bakteri, lebih cepat, mudah, dan tentunya lebih murah ketimbang
cara konvensional yang harus mengorbankan sapi atau babi.Untuk
mengisolasi gen, diperlukan DNA pencari atau dikenal dengan nama
probe yang memiliki urutan basa nukleotida sama dengan gen yang
kita inginkan. Probe ini bisa dibuat dengan teknik PCR menggunakan
primer yang sesuai dengan gen tersebut.b. DNA Sequencing. Urutan
basa suatu DNA dapat ditentukan dengan teknik DNA Sequencing,
metode yang umum digunakan saat ini adalah metode Sanger (chain
termination method) yang sudah dimodifikasi menggunakan dye-dideoxy
terminator, dimana proses awalnya adalah reaksi PCR dengan pereaksi
yang agak berbeda, yaitu hanya menggunakan satu primer (PCR biasa
menggunakan 2 primer) dan adanya tambahan dideoxynucleotide yang
dilabel fluorescent. Karena warna fluorescent untuk setiap basa
berbeda, maka urutan basa suatu DNA yang tidak diketahui bisa
ditentukan.c. Identifikasi Forensik. Seseorang yang terlibat
kejahatan (baik pelaku maupun korban), atau korban
kecelakaan/bencana kadang sulit dilakukan. Jika identifikasi secara
fisik sulit atau tidak mungkin lagi dilakukan, maka pengujian DNA
adalah pilihan yang tepat. DNA dapat diambil dari bagian tubuh
manapun, kemudian dilakukan analisa PCR untuk mengamplifikasi
bagian-bagian tertentu DNA yang disebut fingerprints alias DNA
sidik jari, yaitu bagian yang unik bagi setiap orang. Hasilnya
dibandingkan dengan DNA sidik jari keluarganya yang memiliki
pertalian darah, misalnya ibu atau bapak kandung. Jika memiliki
kecocokan yang sangat tinggi maka bisa dipastikan identitas orang
yang dimaksud.Banyak orang yang juga yang memanfaatkan pengujian
ini untuk menelusuri orang tua sesungguhnya dari seorang anak jika
sang orang tua merasa ragu.d. Diagnosa Penyakit. Penyakit Influenza
A (H1N1) yang sebelumnya disebut flu babi sedang mewabah saat ini,
bahkan satu fase lagi dari fase pandemi. Penyakit berbahaya seperti
ini memerlukan diagnosa yang cepat dan akurat. PCR merupakan teknik
yang sering digunakan. Teknologi saat ini memungkinkan diagnosa
dalam hitungan jam dengan hasil akurat. Disebut akurat karena PCR
mengamplifikasi daerah tertentu DNA yang merupakan ciri khas virus
Influenza A (H1N1) yang tidak dimiliki oleh virus atau makhluk
lainnya.
BAB IIIPENUTUP
A. Kesimpulan Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah metode in
vitro yang digunakan untuk mensintesis sekuens tertentu DNA dengan
menggunakan dua primer oligonukleotida yang menghibridisasi pita
yang berlawanan dan mengapit dua target DNA.Tahapan-Tahapan
Polymerase Chain Reaction (PCR), denaturasi DNA templat, penempelan
(annealing) primer, dan polimerisasi (extension) rantai
DNA.Komponen-Komponen Polymerase Chain Reaction (PCR), Enzim DNA
Polymerase: enzim Taq DNA polymerase yang memiliki keaktifan pada
suhu tinggi; Primer merupakan oligonukleotida pendek rantai tunggal
yang mempunyai urutan komplemen dengan DNA templat yang akan
diperbanyak. Panjang primer berkisar antara 20-30 basa; Reagen
lainnya berupa dNTP untuk reaksi polimerisasi, dan buffer yang
mengandung MgCl2.B. SaranHendaknya pembahasan tentang Polymerase
Chain Reactions (PCR) dapat lebih di perdalam, mengingat bahasan
yang disajikan dalam makalah ini masih sangat sedikit. Sehingga
diharapkan pengetahuan kita tentang Polymerase Chain Reactions
(PCR) akan lebih baik, guna menunjang pengetahuan yang kita
miliki.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bartlett, JMS, Stirling, D. (2003). "Sejarah Singkat dari
Polymerase Chain Reaction" Protokol PCR.. 226. hlm 3-6. DOI :
10.1385/1-59259-384-4: 3 . ISBN 1-59259-384-4
2. Triwibowo, (2010). Teori dan Aplikasi PCR. Yogyakarta:
Penerbit ANDI.
3. Sandra, R.N., 2011. Polimerase Chain Reaction. Diperoleh
dari: www. http://restunidia.blogspot.com/. Diakses pada 7 Desember
2013
4. Mahmuddin, 2010. Polimerase Chain Reaction (PCR). Penerbit
Universitas Gajamada
5. Darmo, H & Ari, R. (2000). Prinsip umum dan pelaksanaan
Polymerase Chain Reakction (PCR). Diakses pada tanggal 8 Desember
2013 dari http://repository.ubaya.ac.id/35/1/ART002.pdf
6. Campbell dan Farrell. 2008. Biochemistry Sixt Edition.
Brooks/cole. Kanada.
7. Sambrook J., Fritsch E. F., and Maniatis T., 1989, Molecular
Cloning, a laboratory Manual, Volume 1, 2nd edition, Cold Spring
Harbor Laboratory Press, New york, p. 14.2-14.5
8. Darnell J., Lodish H., and Baltimore D., 1990, Molecular Cell
Biology, 2nd edition, Scientific American Book Inc., New York, p.
99-76
9. Wilbraham, A.C and Matta, M.S., 1986, General Organic and
Biological Chemistry, 2nd edition, The Benjamin/Cummings Publishing
Company Inc., New york, p. 582-587