BAB I PENDAHULUAN Sindroma ovarium polikistik (SOPK) merupakan kelainan kompleks endokrin dan metabolik yang ditandai dengan adanya anovulasi kronik dan atau hiperandrogenisme yang diakibatkan oleh kelainan dari fungsi ovarium dan bukan oleh sebab lain. Pertama kali diperkenalkan oleh Stein dan Leventhal (1935) dalam bentuk penyakit ovarium polikistik (polycyctic ovary disease/Ovariu polikistik/Stein-Leventhal Syndrome) , dimana gambaran dari sindroma ini terdiri dari polikistik ovarium bilateral dan terdapat gejala ketidakteraturan menstruasi sampai amenorea, riwayat infertil, hirsutisme, retardasi pertumbuhan payudara dan kegemukan. Sindroma ini dicirikan dengan sekresi gonadotropin yang tidak sesuai, hiperandrogenemia, peningkatan konversi perifer dari androgen menjadi estrogen, anovulasi kronik, dan ovarium yang skerokistik dengan demikian sindroma ini merupakan 1 dari penyebab paling umum dari infertilitas. (5),(7) Semula sindroma ovarium polikistik ditandai dengan trias hirsutisme, amenorrhea dan obesitas, sekarang sindroma ini dikenali dengan gambaran klinis yang heterogen dan etiologi yang multifaktorial. Dalam perkembangannya manifestasi dari sindroma ini menjadi lebih kompleks. Sindroma ini dapat disertai atau tanpa adanya kelainan morfologi di ovarium. Stephen dkk mendapatkan sebanyak 75% wanita dengan ovarium polikistik mengalami menstruasi yang 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Sindroma ovarium polikistik (SOPK) merupakan kelainan kompleks endokrin
dan metabolik yang ditandai dengan adanya anovulasi kronik dan atau
hiperandrogenisme yang diakibatkan oleh kelainan dari fungsi ovarium dan bukan oleh
sebab lain. Pertama kali diperkenalkan oleh Stein dan Leventhal (1935) dalam bentuk
penyakit ovarium polikistik (polycyctic ovary disease/Ovariu polikistik/Stein-Leventhal
Syndrome), dimana gambaran dari sindroma ini terdiri dari polikistik ovarium bilateral
dan terdapat gejala ketidakteraturan menstruasi sampai amenorea, riwayat infertil,
hirsutisme, retardasi pertumbuhan payudara dan kegemukan. Sindroma ini dicirikan
dengan sekresi gonadotropin yang tidak sesuai, hiperandrogenemia, peningkatan
konversi perifer dari androgen menjadi estrogen, anovulasi kronik, dan ovarium yang
skerokistik dengan demikian sindroma ini merupakan 1 dari penyebab paling umum
dari infertilitas. (5),(7)
Semula sindroma ovarium polikistik ditandai dengan trias hirsutisme,
amenorrhea dan obesitas, sekarang sindroma ini dikenali dengan gambaran klinis yang
heterogen dan etiologi yang multifaktorial. Dalam perkembangannya manifestasi dari
sindroma ini menjadi lebih kompleks. Sindroma ini dapat disertai atau tanpa adanya
kelainan morfologi di ovarium. Stephen dkk mendapatkan sebanyak 75% wanita dengan
ovarium polikistik mengalami menstruasi yang tidak teratur. Peneliti lain mendapatkan
dari 350 wanita dengan hirsutisme hanya 50% memiliki ovarium polikistik dengan
siklus tidak teratur. Sebaliknya Fox mendapatkan 14% wanita dengan hirsutisme dan
oligomenorea tidak dijumpai adanya peningkatan jumlah folikel pada pemeriksaan
USG. Sementara dengan Pache dkk mendapatkan 50% wanita dengan SOPK secara
klinis mempunyai ovarium yang normal. Kenyataan ini menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang tetap antara gambaran klinis dan perubahan histologis ovarium. Dengan
demikian maka sindroma Stein-Leventhal hanya merupakan bagian dari spektrum yang
luas dengan kondisi klinik berbeda yang berhubungan dengan kista ovarium, yang
mempunyai konotasi sedikit terbatas. (7)
Wanita dengan SOPK mempunyai peningkatan resiko gangguan toleransi
glukosa, diabetes melitus tipe II, dan hipertensi. Penyakit kardiovaskuler diketahui
1
mempunyai prevalensi yang lebih tinggi pada wanita dengan SOPK, dan telah
diperkirakan wanita tersebut mempunyai resiko terkena infark miokard yang lebih
tinggi. Banyak gangguan lipid (seringnya kadar high density lipoprotein cholesterol
(HDL) menjadi rendah dan peningkatan kadar trigliserida) dan gangguan fibrinolisis
terjadi pada pasien SOPK.(8)
Oleh karena SOPK sering menunjukkan beragam manifestasi klinis maka
pemahaman gejala klinis sangat penting sehingga diagnosis dapat ditegakkan seakurat
mungkin, dengan demikian penatalaksanaan yang diberikan dapat serasional mungkin
dan bermanfaat baik secara medikamentosa ataupun operatif. (7)
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Sindroma ovarium polikistik merupakan serangkaian gejala yang dihubungkan
dengan hiperandrogenisme dan anovulasi kronik yang berhubungan dengan kelainan
endokrin dan metabolik pada wanita tanpa adanya penyakit primer pada kelenjar
hipofise atau adrenal yang mendasari. Anovulasi kronik terjadi akibat kelainan sekresi
gonadotropin sebagai akibat dari kelainan sentral dimana terjadi peningkatan frekuensi
dan amplitudo pulsasi GnRH dengan akibat terjadi peningkatan kadar LH serum dan
peningkatan rasio LH/ FSH serta androgen. Hiperandrogenisme secara klinis dapat
ditandai dengan hirsutisme, timbulnya jerawat (akne), alopesia akibat androgen dan
naiknya konsentrasi serum androgen khususnya testosteron dan androstenedion.
Sedangkan kelainan metabolik berhubungan dengan timbulnya keadaan
hiperandrogenisme dan anovulasi kronik.(7)
Gambar 2.1 Produksi berlebihan dan/atau aktivitas yang meningkat hormon androgen
pada wanita dengan Sindrom ovarium polikistik (SOPK) membrikan efek maskulinisasi
termasuk munculnya rambut pada wajah. (9)
3
2.2 PREVALENSI
Penelitian tentang prevalensi SOPK masih terbatas. Di Amerika Serikat
prevalensinya berkisar 4-6%, kepustakaan lain melaporkan bahwa prevalensinya
berkisar 5-10%. Menurut Leventhal sindroma ini terjadi 1% - 3 % dari semua wanita
steril serta 3%-7% wanita yang mempunyai pengalaman ovarium polikistik. Menurut
Suparman 15-25% wanita usia reproduksi akan mengalami siklus yang tidak berovulasi.
Sebanyak 75% dari siklus yang tidak berovulasi itu berkembang menjadi anovulasi
kronis dalam bentuk Ovarium polikistik (OPK). Telah ditemukan bahwa 80% dari
kelainan ovarium polikistik ini secara klinis tampil sebagai Penyakit Ovarium polikistik
(POPK). Pada 5-10% wanita usia reproduksi, Penyakit Ovarium polikistik ini akan
bergejala lengkap sebagai Sindroma Ovarium polikistik (SOPK). (7)
Gejala hiperandrogen dengan oligo atau amenore muncul pada 1-4% wanita usia
reproduktif. Meskipun USG rutin yang menskrining 257 wanita muda tidak
mengeluhkan adanya gejala hiperandrogen namun didapatkan 22%-nya mempunyai
polikistik ovarium. 1 dari wanita dengan ovarium normal mempunyai siklus menstruasi
yang reguler, dan 75% wanita dengan ovarium polikistik mempunyai siklus ireguler
(kebanyakan dari wanita ini tidak menunjukkan kelainan klinis dan bukti biokimia
hiperandrogenisme).(2)
Prevalensi SOPK didapatkan dengan gejala klinis yang berbeda-beda. Dari 1079
kasus wanita dengan OPK (tinjauan literatur), Goldzieher dan Axelrod mendapatkan
47% wanita dengan gangguan menstruasi berupa amenorea dan sebanyak 16 % wanita
siklus menstruasinya teratur. Conway dkk serta Franks mendapatkan 20% - 25% wanita
dengan gambaran ovarium polikistik (USG) mempunyai siklus menstruasi yang teratur.
Sedangkan peneliti lain mendapatkan sebanyak 30% (1741 kasus). Pada penelitian yang
dilakukan oleh Balen mendapatkan 70% wanita dengan SOPK mengalami hirsutisme.
Sedangkan obesitas didapatkan pada 35% - 50% wanita dengan SOPK. Hirsutisme
didapatkan lebih banyak pada wanita obese dengan SOPK (70% - 73%) dibandingkan
dengan wanita dengan berat badan normal (56% - 58%). Sementara gangguan
menstruasi lebih banyak dialami wanita obese dengan SOPK (28% - 32%)
dibandingkan wanita non-obese (12% - 22%).(7)
4
2.3 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi dari SOPK sangat komplek, dan walaupun faktor-faktor yang
menginisiasinya belumlah sepenuhnya dimengerti, karakteristik gangguan endokrin dari
SOPK sekali terjadi maka akan berlangsung terus menerus. Temuan utama adalah
peningkatan tonik dari kadar LH serum dan FSH yang rendah atau normal. Selain itu
dijumpai pula peningkatan kadar androgen. Kelainan metabolik berupa hiperinsulinemia
dan resistensi insulin ikut berperan dalam timbulnya SOPK.
A. Kelainan neuroendokrin
LH yang meningkat pada pasien SOPK akan dapat meningkatkan jumlah dan
frekuensi respon dari Gonadotropin-releasing hormone (Gn-RH) dari hipotalamus.
GnRH merupakan stimulan utama untuk menghasilkan sekresi gonadotropin dan
menstimulasi sel-sel teka interna folikel untuk memproduksi androstenedion, yang
dikonversi di perifer, utamanya di dalam jaringan lemak, menjadi estron (E1), dan
testoteron dalam jumlah yang lebih sedikit meningkat, berlawanan dengan pasien-pasien
dengan hipertekosis. Kadar estradiol (E2) tetap normal atau sedikit dibawah normal,
yang menyebabkan peningkatan rasio E1/E2. Peningkatan kadar E1, dan pada beberapa
pasien akan meningkatkan sekresi dari inhibin-F suatu peptida nonsterois yang
dihasilkan oleh sel-sel granulosa, akan menghambat sekresi FSH. Peningkatan rasio
LH/FSH merupakan temuan yang khas pada ovarium polikistik. Peningkatan estrogen
yang bersirkulasi tampaknya akan meningkatkan sekresi dari Luteinizing hormone
relasing factor (LHRF) dan mempertinggi sensitifitas sel-sel hipofisis yang
memproduksi LH terhadap LHRF. Produksi estrogen ovarium pada pasien polikistik
ovarium secara nyata berkurang dari jaringan ovarium, mungkin karena inaktivasi dari
sistem aromatese FSH dependent pada sel-sel granulosa. Sintesis estrogen intrafolikel,
dan peningkatan rasio LH/FSH akan menyebabkan rendahnya pertumbuhan folikel pada
stadium midantral, terjadi anovulasi, dan ovarium yang sklerokistik. Sejumlah kelainan
akan menyebabkan hiperestronemia dan perubahan sekresi gonadotropin secara
potensial berperan dalam inisiasi atau terjadinya polikistik ovarium yang terus-
menerus.(3),(7)
5
B. Hiperandrogenisme
Kelebihan androgen adrenal
Salah satu studi menunjukkan bahwa wanita dengan SOPK terjadi peningkatan
yang bermakna dari aktivitas 11-hidroksisteroid dehidrogenase, yang merupakan
enzim yang memetabolisme kortisol menjadi kortison. Hal ini mengakibatkan
peningkatan kadar clearence kortisol dan, menurunkan feedback negatif dari sekresi
adrenocorticotropic hormone (ACTH) dan secara sekunder meningkatkan sekresi
androgen adrenal. Pada studi ini wanita yang obes menunjukkan peningkatan aktivitas
11-hidroksisteroid dehidrogenase, tetapi tidak sesuai dengan derajat yang terlihat pada
wanita dengan SOPK. Ini kemungkinan adanya pengaruh hiperinsulinemia yang dapat
meningkatkan aktivitas enzim ini yang mengarahkan terjadinya hiperandrogen adrenal.(2)
Gambar 2.2 Peranan GnRH pada patogenesis SOPK
Pengaruh androgen yang berlebihan serta mekanisme kerjanya sebagai berikut :
a. Sentral
Peningkatan kadar androgen dalam darah terutama akan mengganggu gonadostat
di hipotalamus dan akan menekan GnRH. Akibatnya adalah terganggunya
perkembangan seksual, dan terjadinya penekanan langsung terhadap gonadotropin baik
pada tingkat hipotalamus maupun hipofisis. Dalam hal ini LH lebih jelas dipengaruhi
daripada FSH. Ini berarti bahwa peningkatan androgen yang beredar dalam darah
mengganggu keserasian poros hipotalamus-hipofisis-ovarium.
6
b. Perifer
Terjadi gangguan pada tingkat ovarium dan folikel. Terjadi pemutusan androgen
dalam sel-sel perifolikuler, sehingga folikel ovarium menjadi resisten terhadap
rangsangan gonadotropin. Belum jelas adanya hambatan pada reseptor gonadotropin
maupun penjenuhan dengan androgen. Tetapi yang jelas ialah kadar androgen lokal
yang tinggi akan menyebabkan perkembangan folikel ovarium yang resisten..
Peningkatan androgen adrenal dapat menyebabkan hiperestronemia karena akan
memanjangkan fase folikuler dan memendekkan fase luteal dan konsekuensinya terjadi
peningkatan rasio LH/FSH. Peristiwa ini yang menerangkan kerapnya infertilitas dan
ketidakteraturan haid pada wanita dengan hiperandrogen. Terapi deksametason dapat
mengoreksi rasio LH/FSH yang abnormal pada beberapa pasien dengan polikistik
ovarium, yang dapat menyebabkan terjadinya ovulasi lagi. Walaupun beberapa
penelitian percaya bahwa pada pasien-pasien polikistik ovarium, abnormalitas adrenal
adalah gangguan yang primer, penelitian lain telah menyimpulkan bahwa itu adalah
sekunder dari kelainan hormonal.
Pada pihak lain, hiperandrogen endogen akan menebalkan tunika albuginea
ovarium. Juga ternyata bahwa pemberian androgen eksogen yang berlebihan dapat
menebalkan kapsul ovarium. Selanjutnya keadaan tersebut akan mengganggu pelepasan
folikel dan pecahannya bintik ovulasi. Ini merupakan bentuk lain dari androgen dalam
mengganggu mekanisme ovulasi. Secara klinis dengan menekan kadar androgen yang
tinggi akan menyebabkan folikel ovarium menjadi lebih peka terhadap gonadotropin
endogen dan eksogen.
C. Obesitas, hiperinsulinemia dan resistensi insulin
Obesitas berhubungan dengan masalah kesehatan pada umumnya dan kelainan
ginekologi secara khusus, meliputi siklus menstrusasi yang ireguler, amenorea, dan
perdarahan uterus disfungsional. Salah satu penelitian menemukan bahwa pada
perempaun remaja yang gemuk meningkatkan serum androgen dan kadar LH dan rasio
E1 dan E2 yang terbalik. Namun hal ini bersifat reversibel dengan menurunnya berat
badan.
7
Gambar 2.3 Hipotesis patogenesis SOPK. Pada bagan ini, hiperinsulinemia merupakan
penyebab utama dari SOPK, meskipun peningkatan produksi androgen sendiri dapat
menyebabkan terjadinya SOPK. Pada wanita yang dengan predisposisi resistensi insulin
mengkombinasikan hubungan antara obesitas yang menyebabkan resistensi insulin.
Hiperinsulinemia dapat meningkatkan androgen melalui setidaknya 3 mekanisme : (1)
Stimulasi dari hiperandrogenisme ovarium melalui peningkatan LH atau stimulasi
aktivitas 17-hidroksilase/17,20-lyase, (2) stimulasi hiperandrogenisme adrenal melalui
augmentasi aktivitas 11-hidroksisteroid dehidrogenase, atau (3) supresi kadar SHBG.
Jaringan adiposa mengandung aromatase yang merupakan enzim yang mengkonversi
androgen menjadi estrogen. Meningkatnya keadaan androgen dan estrogen mengarah
kepada terjadinya atresia folikuler, anovulasi, dan meningkatnya sekresi LH, yang
secara lebih lanjut meningkatkan produksi androgen ovarium.
Kadar androgen meningkat pada wanita gemuk. Baik tingkat produksi androgen
maupun tingkat clearance-nya meningkat. Penurunan Sex hormone binding globulin
(SHBG) berhubungan dengan obesitas yang meningkatkan kadar clearance androgen.
Tingkat kelebihan berat badan berkorelasi dengan derajat aromatisasi ekstraglanduler
dari androgen menjadi estrogen. Meningkatnya kadar androgen, tingginya rasio E2:E1,
dan rendahnya kadar SHBG membuat keadaan biokimiawi kepada keadaan SOPK.
Lebih dari 50% pasien SOPK merupakan pasien gemuk. Pada banyak wanita SOPK,
pengurangan dari berat badan dapat menurunkan kadar androgen, menghilangkan
hirsutism, dan bahkan mengembalikan ovulasi.
8
Obesitas, ketika dikaitkan dengan SOPK, mempunyai berhubungan dengan
hiperinsulinemia, resistensi insulin, dan tes toleransi glukosa yang abnormal. Resistensi
insulin dan hiperinsulinemia ditentukan terjadi pada wanita SOPK, baik yang gemuk
maupun tidak gemuk. Insulin menstimulasi sekresi androgen dari stroma ovarium, hal
ini disebabkan karena insulin merupakan famili insulin lainnya dari insulin growth
factor 1 (IGF-1). IGF-1 dapat meningkatkan produksi sel teka ovarium menghasilkan
androgen. Disebabkan karena reseptor untuk insulin dan IGF-1 serupa, sehingga pada
percobaan secara in vitro insulin dapat meningkatkan produksi androgen pada sel teka
dan stroma. Hiperinsulinemia juga secara potensial menyebabkan peningkatan kadar
androgen yang bersirkulasi (dan dengan konversi di perifer, estron) pada pasien-pasien
SOPK. Hasil dari hiperandrogenisme ini pada gilirannya akan meningkatkan resistensi
insulin.(3),(7)
Ketidaknormalan lipoprotein secara umum terdapat pada SOPK meliputi
meningkatnya kolesterol, trigliserida, dan low density lipoprotein (LDL), dan rendahnya
kadar high density lipoprotein dan apoporetin. Berdasarkan salah satu penelitian, ciri
yang paling penting dari peningkatan lipid ialah menurunnya kadar HDL.(1)
Penemuan lain yang muncul pada wanita dengan SOPK meliputi gangguan
fibronolisis yang ditunjukkan oleh meningkatnya kadar inhibitor aktivator plasminoge,
meningkatnya insidensi hipertensi terjadi pada 40% perimenopaus, prevalensi yang
besar dari aterosklerosis dan penyakit kardiovaskuler, dan resiko infark myokard . (1)
2.4 GAMBARAN KLINIS
1. Gangguan menstruasi dan infertilitas
Penderita SOPK sering datang dengan keluhan gangguan menstruasi dapat
berupa oligomenorea, amenorea dan infertilitas. Hal ini disebabkan oleh adanya
anovulasi kronik dan hiperandrogenemia. (6),(7)
2. Hirsutisme
Keadaan dengan pertumbuhan rambut yang berlebihan pada kulit ditempat yang
biasa, seperti kepala dan ekstremitas. Keadaan ini terjadi akibat pembentukkan
androgen yang berlebihan akibat kerusakan enzim 3 betahidroksisteroid dehidrogenase.
9
3. Obesitas
Wanita dengan berat badan yang berlebihan, 4-5 kali lebih sering terjadi
gangguan fungsi ovarium. Wanita yang gemuk menunjukkan aktivitas kelenjar
suprarenal yang berlebihan, peningkatan produksi testosteron, androstenedion serta
peningkatan rasio estron/estradion 2,5. Selain itu dikemukakan pula penurunan kadar
SHBG serum. Androgen merupakan hormon yang diperlukan oleh tubuh untuk
menghasilkan estrogen. Enzim yang diperlukan untuk mengubah androgen menjadi
estrogen adalah aromatase. Jaringan yang dimiliki kemampuan untuk mengaromatisasi
androgen menjadi estrogen adalah sel-sel granulosa dan jaringan lemak. (7)
Perubahan androstenedion menjadi E1 terjadi terutama di jaringan lemak, dan
tingkat perubahan ini berhubungan dengan jumlah jaringan lemak. Pengurangan berat
badan pada wanita gemuk berhubungan dengan pengurangan kadar androgen dan
estrogen terutama estron serum. Hiperestronemia dan hiperinsulinemia adalah 2 hal
yang berhubungan dengan kegemukan yang berperan dalam patogenesis ovarium
polikistik. (7)
Gambar 2.4 Skematis gangguan pada ovarium pada wanita gemuk