LI 1 : MM ANATOMI SALURAN PERNAFASAN ATAS1.1 Makroskopik
a. HidungHidung berfungsi sebagai jalan napas, pengatur udara,
pengatur kelembaban udara (humidifikasi), pengatur suhu, pelindung
dan penyaring udara, indra pencium, dan resonator suara.Ada 2
bagian dari hidung, yaitu : Eksternal : menonjol dr wajah disangga
oleh os.nasi dan tulang rawan cartilago Internal : permukaan yang
bermukosa berupa rongga ( vestibulum nasi) yang disekat oleh septum
nasi. Vestibulum nasi terdapat cilia yang fungsinya untuk menyaring
udara. Bagian rongga hidung yg berbentuk trowongan ( cavum nasi) ,
dimulai dari lubang hidung depan ( nares anterior) sampai lubang
hidung belakang ( nares posterior) yang mempunya 3 concha nasalis,
yaitu : Concha nasalis superior Concha nasalis media Concha nasalis
inferiorAda 4 buah sinus yang berhubungan dengan cavum nasi : Sinus
maxillaris Sinus ethmoidalis Sinus frontalis Sinus spenoidalisb.
Faring Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong yang
letaknya bermula dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan
esofagus pada ketinggian tulang rawan (kabrtilago) krikoid. Faring
digunakan pada saat digestion (menelan) seperti pada saat bernapas.
Berdasarkan letaknya faring dibagi menjadi tiga yaitu :
belakang hidung (naso-faring) : Naso-faring terdapat pada
superior di area yang terdapat epitel bersilia (pseudo stratified)
dan tonsil (adenoid), serta merupakan muara tube eustachius.
Tenggorokan dikelilingi oleh tonsil, adenoid, dan jaringan limfoid
lainnya. Struktur tersebut penting sebagai mata rantai nodus
limfatikus untuk menjaga tubuh dari invasi organisme yang masuk ke
dalam hidung dan tenggorokan. belakang mulut (oro-faring) :
Oro-faring berfungsi untuk menampung udara dari naso-faring dan
makanan dari mulut. Pada bagian ini terdapat tonsili platina
(posterior) dan tonsili lingualis (dasar lidah) belakang laring
(laringofaring).
c. Laring Fungsi utama laring adalah untuk pembentukan suara,
sebagai proteksi jalan napas bawah dari benda asing dan untuk
memfasilitasi proses terjadinya batuk.Laring terdiri atas: 1.
Epiglotis; katup kartilago yang menutup dan membuka selama menelan.
2. Glotis; lubang antara pita suara dan laring. 3. Kartilago
tiroid; kartilago yang terbesar pada trakhea, terdapat bagian yang
membentuk jakun.4. Kartilago krikoid; cincin kartilago yang utuh di
laring (terletak di bawah kartilago tiroid). 5. Kartilago
aritenoid; digunakan pada pergerakan pita suara bersama dengan
kartilago tiroid. 6. Pita suara; sebuah ligamen yang dikontrol oleh
pergerakan otot yang menghasilkan suara dan menempel pada lumen
laring.
Os hyoid Mempunyai 2 buah cornu, cornu majus dan minus.
Berfungsi untuk perlekatan otot mulut dan cartilago thyroid
Cartilago thyroid Terletak di bagian depan dan dapat diraba
tonjolan yang disebut prominess laryngis atau lebih disebut jakun
pada laki-laki. Jaringan ikatnya adalah membrana thyrohyoid.
Mempunyai cornu superior dan inferior. Pendarahan dari a. Thyroidea
superior dan inferior. Cartilago arytenoid Mempunyai bentuk seperti
burung penguin. Ada cartilago corniculata dan cuneiforme. Kedua
arytenoid dihubungkan m.arytenoideus transversus. EpiglotisTulang
rawan berbentuk sendok. Melekat di antara cartilago arytenoid.
Berfungsi untuk membuka dan menutup aditus laryngis. Saat menelan
epiglotis menutup aditus laryngis supaya makanan tidak masuk ke
laring. Cartilago cricoid Batas bawah adalah cincin pertama trakea.
Berhubungan dengan thyroid dengan ligamentum cricothyroid dan
m.cricothyroid medial lateral
Dalam cavum laryngis terdapat :Plica vocalis, yaitu pita suara
asli sedangkan plica vestibularis adalah pita suara palsu. Antara
plica vocalis kiri dan kanan terdapat rima glottidis sedangkan
antara plica vestibularis terdapat rima vestibuli. Persyarafan
daerah laring adalah serabut nervus vagus dengan cabang ke laring
sebagai n.laryngis superior dan n. recurrent.( Raden, Inmar
(2011).Anatomi Kedokteran Sistem Kardiovaskuler dan Sistem
Respiratorius, Jakarta)
1.2 MikroskopikSistem pernapasan merupakan sistem yang berfungsi
untuk mengabsorbsi O2 dan mengeluarkan CO2 dalam tubuh yang
bertujuan untuk mempertahankan homeostasis. Fungsi ini disebut
sebagai respirasi. Sistem pernapasan dimulai dari rongga
hidung/mulut hingga ke alveolus, di mana pada alveolus terjadi
pertukaran oksigen dan karbondioksida dengan pembuluh darah.
Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama:
Bagian konduksi: meliputi rongga hidung, nasofaring, laring,
trakea, bronkus, bronkiolus dan bronkiolus terminalis
Bagian respirasi: meliputi bronkiolus respiratorius, duktus
alveolaris dan alveolus.Sebagian besar bagian konduksi dilapisi
epitel respirasi, yaitu epitel bertingkat silindris bersilia dengan
sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat dilihat ada
5 macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel
goblet mukosa, sel sikat (brush cells), sel basal, dan sel granul
kecil.
Gambar: Epitel Respirasi
Rongga hidungRongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa
nasalis. Pada vestibulum di sekitar nares terdapat kelenjar sebasea
dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di dalam vestibulum merupakan
epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis. Pada fosa nasalis
(cavum nasi) yang dibagi dua oleh septum nasi pada garis medial,
terdapat konka (superior, media, inferior) pada masing-masing
dinding lateralnya. Konka media dan inferior ditutupi oleh epitel
respirasi, sedangkan konka superior ditutupi oleh epitel
olfaktorius yang khusus untuk fungsi menghidu/membaui. Epitel
olfaktorius tersebut terdiri atas sel penyokong/sel sustentakuler,
sel olfaktorius (neuron bipolar dengan dendrit yang melebar di
permukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai
reseptor dan memiliki akson yang bersinaps dengan neuron
olfaktorius otak), sel basal (berbentuk piramid) dan kelenjar
Bowman pada lamina propria. Kelenjar Bowman menghasilkan sekret
yang membersihkan silia sel olfaktorius sehingga memudahkan akses
neuron untuk membaui zat-zat. Adanya vibrisa, konka dan
vaskularisasi yang khas pada rongga hidung membuat setiap udara
yang masuk mengalami pembersihan, pelembapan dan penghangatan
sebelum masuk lebih jauh.
Gambar: Epitel Olfaktori
Sinus paranasalisTerdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris,
sinus ethmoidales dan sinus sphenoid, semuanya berhubungan langsung
dengan rongga hidung. Sinus-sinus tersebut dilapisi oleh epitel
respirasi yang lebih tipis dan mengandung sel goblet yang lebih
sedikit serta lamina propria yang mengandung sedikit kelenjar kecil
penghasil mukus yang menyatu dengan periosteum. Aktivitas silia
mendorong mukus ke rongga hidung.
FaringNasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang
berkontak dengan palatum mole, sedangkan orofaring dilapisi epitel
tipe skuamosa/gepeng.
LaringLaring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan
trakea. Pada lamina propria laring terdapat tulang rawan hialin dan
elastin yang berfungsi sebagai katup yang mencegah masuknya makanan
dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi. Epiglotis
merupakan juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki
permukaan lingual dan laringeal. Bagian lingual dan apikal
epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan
laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris
bersilia. Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan
serosa.
Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas
ke dalam lumen laring: pasangan lipatan atas membentuk pita suara
palsu (plika vestibularis) yang terdiri dari epitel respirasi dan
kelenjar serosa, serta di lipatan bawah membentuk pita suara sejati
yang terdiri dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat
elastin) dan muskulus vokalis (otot rangka). Otot muskulus vokalis
akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi yang
berbeda-beda.
Gambar: Epitel Laring(sumber: Leeson CR, Leeson TS, Paparo AA
(1996). Buku Ajar Histologi. Edisi 5. Jakarta: EGC)
LI 2 : MM FISIOLOGI PERTAHANAN SALURAN PERNAFASAN ATAS2.1 Fungsi
dari saluran pernafasan atas Hidung (lubang hidung)Hidung adalah
pintu masuk dari saluran pernapasan dan membantu dalam memungkinkan
udara mengalir masuk dan keluar. Hidung menghangatkan dan filter
udara yang masuk Faring (tenggorokan)Faring terletak di bagian
belakang mulut, dan menghubungkan mulut ke kerongkongan (pipa
makanan). Ini adalah bagian untuk udara dan makanan. LaringLaring
berada di bagian atas trakea dan mengandung pita suara. Hal ini
juga dikenal sebagai kotak suara. Ia membantu dalam mengontrol
pernapasan dan menelan. Trakea (tenggorokan)Trakea adalah struktur
tubelike yang membantu dalam melewati pesawat dari laring ke
bronkus. Hal ini juga menghangatkan udara dan mencegah benda asing
memasuki paru-paru.(biologi-sel.com)2.2 Batuk dan bersinMEKANISME
BATUK Batuk adalah mekanisme pertahanan tubuh yang berguna untuk
membersihkan saluran trakeobronkial. Batuk yang tidak efektif dapat
menimbulkan berbagai efek yang tidak mengun-tungkan berupa
penumpukan sekret yang berlebihan, atelektasis, gangguan pertukaran
gas dan lain-lain. Batuk yang tidak efektif mungkin terjadi karena
gangguan di saraf aferen, pusat batuk atau di saraf eferen yang
ada. Batuk yang berlebihan akan terasa mengganggu. Penyebab batuk
juga amat beragam, mulai dari kebiasaan merokok sampai pada
berbagai penyakit baik di paru maupun di luar paru. Keluhan batuk
juga dapat menimbulkan berbagai komplikasi mulai dari yang ringan
sampai yang beratMekanisme batuk dibagi menjadi 3 fase: Fase 1
(Inspirasi)Paru2 memasukan kurang lebih 2,5 liter udara, oesofagus
dan pita suara menutup, sehingga udara terjerat dalam paru2 Fase 2
(Kompresi)Otot perut berkontraksi, diafragma naik dan menekan
paru2, diikuti pula dengan kontraksi intercosta internus. Pada
akhirnya akan menyebabkan tekanan pada paru2 meningkat hingga
100mm/hg. Fase 3 (Ekspirasi)Spontan oesofagus dan pita suara
terbuka dan udara meledak keluar dari paru
MEKANISME BERSIN Reflek bersin mirip dengan reflek batuk kecuali
bahwa refleks ini berlangsung pada saluran hidung, bukan pada
saluran pernapasan bagian bawah. Rangsangan awal menimbulkan
refleks bersin adalah iritasi dalam saluran hidung, impuls saraf
aferen berjalan dalam nervus ke lima menuju medulla tempat refleks
ini dicetuskan. Terjadi serangkaian reaksi yang mirip dengan
refleks batuk tetapi uvula ditekan, sehingga sejumlah besar udara
dengan cepat melalui hidung, dengan demikian membantu membersihkan
saluran hidung dari benda asing
LI 3 : MM RHINITIS ALERGI3.1 DefinisiMenurut WHO ARIA (Allergic
Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001, rinitis alergi
adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin - bersin, rinore,
rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen
yang diperantarai oleh IgE
3.2 EtiologiRinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh
interaksi dari pasien yang secara genetik memiliki potensi alergi
dengan lingkungan. Genetik secara jelas memiliki peran penting.
Pada 20 30 % semua populasi dan pada 10 15 % anak semuanya atopi.
Apabila kedua orang tua atopi, maka risiko atopi menjadi 4 kali
lebih besar atau mencapai 50 %. Peran lingkungan dalam dalam
rinitis alergi yaitu alergen, yang terdapat di seluruh lingkungan,
terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah
memiliki kecenderungan alergi.Adapun alergen yang biasa dijumpai
berupa alergen inhalan yang masuk bersama udara pernapasan yaitu
debu rumah, tungau, kotoran serangga, kutu binatang, jamur, serbuk
sari, dan lain-lain. Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides
pteronyssinus,Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang
diawali oleh dua tahap sensitisasi yang diikuti oleh reaksi alergi.
Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu :Immediate Phase Allergic
Reaction, Berlangsung sejak kontak dengan allergen hingga 1 jam
setelahnya Late Phase Allergic Reaction, Reaksi yang berlangsung
pada dua hingga empat jam dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan
dan dapat berlangsung hingga 24 jam.Berdasarkan cara masuknya
allergen dibagi atas: Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan
udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel dari
bulu binatang serta jamur. Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran
cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat, ikan dan udang
Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan,
misalnya penisilin atau sengatan lebah. Alergen Kontaktan, yang
masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya
bahan kosmetik atau perhiasan (Kaplan, 2003).
3.3 Klasifikasi Menurut guideline dari ARIA, 2001 (Allergic
Rhinitis and its Impact on Asthma) disdasarkan pada waktu
terjadinya gejala dan keparahannya adalah:1.Rhinitis intermiten :
ketika total durasi episode peradangan kurang dari 6 minggu
2.Rhinitis persisten : bila gejala terus berlangsung sepanjang
tahun . 3.Rhinitis ringan : ketika pasien umumnya bisa tidur normal
dan melakukan kegiatan yang normal (termasuk kerja atau sekolah ) ;
gejala ringan biasanya bersifat intermiten. 4.Rhinitis moderat
/parah : jika gejalanya secara signifikan mempengaruhi atau
mengganggu tidur dan kegiatan hidup sehari-hari
3.4 Patofisiologi Rinitis alergi merupakan suatu penyakit
inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan
reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu immediate
phase allergic reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang
berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya dan
late phase allergic reaction atau reaksi alergi fase lambat (RAFL)
yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase
hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung 24-48
jam. Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi,
makrofag atau monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen
Presenting Cell/APC) akan menangkap alergen yang menempel di
permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk
fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II
membentuk komplek peptide MHC kelas II (Major Histocompatibility
Complex) yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper (Th0).
Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1
(IL-1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1
dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL-3, IL-4,
IL-5, dan IL-13. IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh reseptornya di
permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan
akan memproduksi imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah akan
masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel
mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi
aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel
mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi
terpapar alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat
alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel)
mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang
sudah terbentuk (Performed Mediators) terutama histamin. Histamin
akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga
menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga
akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami
hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi
rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi
sinusoid. Selain histamin merangsang ujung saraf Vidianus, juga
menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung sehingga terjadi
pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1). Dengan
masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara
garis besar terdiri dari:
1. Respon primer Terjadi proses eliminasi dan fagositosis
antigen (Ag). Reaksi ini bersifat non spesifik dan dapat berakhir
sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya dihilangkan,
reaksi berlanjut menjadi respon sekunder.2. Respon sekunder Reaksi
yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga kemungkinan
ialah sistem imunitas seluler atau humoral atau keduanya
dibangkitkan. Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap ini, reaksi
selesai. Bila Ag masih ada, atau memang sudah ada defek dari sistem
imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi respon tersier3. Respon
tersier Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh.
Reaksi ini dapat bersifat sementara atau menetap, tergantung dari
daya eliminasi Ag oleh tubuh.(Price, silvya A. 1995. Patofisiologi
: konsep klinis proses-proses penyakit edisi 4, jakarta : EGC.
)
3.5 Manifestasi Klinis1) Bersin berulang-ulang, terutama setelah
bangun tidur pada pagi hari (umumnya bersin lebih dari 6 kali).2)
Berdasarkan gejala yang menonjol, dibedakan atas golongan yang
obstruksi dan rinorea. Pemeriksaan rinoskopi anterior menunjukkan
gambaran klasik berupa edema mukosa hidung, konka berwarna merah
gelap atau merah tua, dapat pula pucat. Permukaanya dapat licin
atau berbenjol. Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya
sedikit, namun pada golongan rinorea, sekret yang ditemukan
biasanya serosa dan dalam jumlah banyak.3) Hidung meler. Cairan
yang keluar dari hidung meler yang disebabkan alergi biasanya
bening dan encer, tetapi dapat menjadi kental dan putih keruh atau
kekuning-kuningan jika berkembang menjadi infeksi hidung atau
infeksi sinus.4) Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada
mata, telinga dan tenggorok.5) Badan menjadi lemah dan tak
bersemangat.6) Gejala memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur
karena perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, juga karena asap
rokok dan sebagainya. 7) Keluhan subyektif yang sering ditemukan
pada pasien biasanya napas berbau (sementara pasien sendiri
menderita anosmia), ingus kental hijau, krusta hijau, gangguan
penciuman, sakit kepala, dan hidung tersumbat.8) Pada penderita THT
ditemukan ronnga hidung sangat lapang, kinka inferiordan media
hipotrofi atau atrofi, sekret purulen hijau, dan krusta berwarna
hijauGejala klinis yang khas adalah bersin yang berulang. Bersin
biasanya pada pagi hari dan karena debu. Bersin lebih dari lima
kali sudah dianggap patologik dan perlu dicurigai adanya rinitis
alergi dan ini menandakan reaksi alergi fase cepat.Gejala lain
berupa keluarnya ingus yang encer dan banyak, hidung tersumbat,
mata gatal dan banyak air mata. Pada anak-anak sering gejala tidak
khas dan yang sering dikeluhkan adalah hidung tersumbat.Pada
anak-anak, akan ditemukan tanda yang khas seperti:1.Allergic
salute: adalah gerakan pasien menggosok hidung dengan tangannya
karenagatal.2.Allergic crease: adalah alur yang melintang di
sepertiga bawah dorsum nasiakibat sering menggosok hidung3.Allergic
shiner: adalah bayangan gelap di bawahmata yang terjadi akibat
stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung.4."Bunny rabbit"
sound: adalah suara yang dihasilkan karena lidah menggosok palatum
yang gatal dangerakannya seperti kelinci mengunyah
3.6 Diagnosis, dd, pemeriksaan Diagnosis rinitis alergi
ditegakkan berdasarkan:1. Anamnesis Anamnesis sangat penting,
karena sering kali serangan tidak terjadi dihadapan pemeriksa.
Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Gejala
rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin
berulang. Gejala lain ialah keluar hingus (rinore) yang encer dan
banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang
disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Kadang-kadang
keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya
gejala yang diutarakan oleh pasien (Irawati, Kasakayan, Rusmono,
2008). Perlu ditanyakan pola gejala (hilang timbul, menetap)
beserta onset dan keparahannya, identifikasi faktor predisposisi
karena faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi
rinitis alergi, respon terhadap pengobatan, kondisi lingkungan dan
pekerjaan. Rinitis alergi dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
bila terdapat 2 atau lebih gejala seperti bersin-bersin lebih 5
kali setiap serangan, hidung dan mata gatal, ingus encer lebih dari
satu jam, hidung tersumbat, dan mata merah serta berair maka
dinyatakan positif.
2. Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik pasien dengan dugaan
rhinitis alergi harus mencakup penilaian tanda-tanda luar, hidung ,
telinga , sinus , posterior orofaring( daerah tenggorokan yang
berada di bagian belakang mulut ) , dada dan kulit. Tanda-tanda
lahiriah yang mungkin sugestif dari rhinitis alergi meliputi:
Sering bernapas melalui mulut , menggosok-gosok hidung atau
terlihat jelas lipatan nasal melintang , sering pilek atau kliring
tenggorokan , dan alergi shiners ( lingkaran hitam di bawah mata
yang disebabkan oleh hidung tersumbat ) . pemeriksaan hidung :
biasanya mengungkapkan pembengkakan mukosa hidung dan pucat ,
sekresi tipis. Pemeriksaan hidung dengan endoskopi internal juga
harus dipertimbangkan untuk menilai kelainan struktural dan polip
hidung. Telinga umumnya tampak normal pada pasien dengan rhinitis
alergi , namun , penilaian untuk disfungsi tuba Eustachian
menggunakan otoscope pneumatik harus dipertimbangkan. Manuver
Valsava itu ( meningkatkan tekanan dalam rongga hidung dengan
mencoba untuk meniup melalui hidung sambil menutup telinga dan
mulut ) juga dapat digunakan untuk menilain cairan di belakang
gendang telinga. Pemeriksaan sinus harus mencakup palpasi sinus
bukti kelembutan atau penyadapan dari gigi rahang atas dengan lidah
depressor untuk bukti sensitivitas . Posterior orofaring juga harus
diperiksa untuk tanda-tanda pasca nasal drip ( akumulasi lender di
belakang hidung dan tenggorokan ) , dan dada serta kulit harus
diperiksa dengan hati-hati untuk tanda-tanda asma ( misalnya ,
mengi ) atau dermatitis.3. Pemeriksaan Penunjanga. In vitro Hitung
eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian
pula pemeriksaan IgE total (prist-paper radio imunosorbent test)
sering kali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi
pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain rinitis
alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria. Lebih bermakna
adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme
Linked Immuno Sorbent Assay Test). Pemeriksaan sitologi hidung,
walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai
pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak
menunjukkan kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil (5 sel/lap)
mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN
menunjukkan adanya infeksi bakteri (Irawati, 2002).b. In vivo
Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit
kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri
(Skin End-point Titration/SET). SET dilakukan untuk alergen inhalan
dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang
bertingkat kepekatannya. Keuntungan SET, selain alergen penyebab
juga derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat
diketahui (Sumarman, 2000).(Harmadji S, 1993. Gejala dan Diagnosa
Penyakit Alergi THT.Dalam : Kumpulan Makalah Kursus Penyegar Alergi
Imunologi di Bidang THT, Bukit Tinggi)
DIAGNOSIS BANDING 1) Rhinitis vasomotor : suatu keadaan
idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi,
eosinofilia, perubahan hormonal dan pajanan obat.2) Rhinitis
medikamentosa : suatu kelainan hidung berupa gangguan respon normal
vasomotor yang diakibatkan oleh pemakaian vasokontriktor topikal
dalam waktu lama dan berlebihan sehingga menyebabkan sumbatan
hidung yang menetap.3) Rhinitis simpleks : penyakit yang
diakibatkan oleh virus. Biasanya adalah rhinovirus. Sangat menular
dan gejala dapat timbul sebagai akibat tidak adanya kekebalan atau
menurunnya daya tahan tubuh.4) Rhinitis hipertrofi : hipertrofi
chonca karena proses inflamasi kronis yang disebabkan oleh bakteri
primer atau sekunder.5) Rhinitis atrofi : infeksi hidung kronik
yang ditandai adanya atrofi progresif pada mukosa dan tulang
chonca.
3.7 Penatalaksanaan1. Terapi Non-farmakologi Terapi
non-farmakologi yang paling ideal adalah dengan menghindari alergen
penyebabnya (avoidance) dan eliminasi.
2. Terapi Farmakologi (Terapi Simptomatis)a.Medikamentosa-Terapi
medikamentosa yaitu antihistamin, obat-obatan simpatomimetik,
kortikosteroid danantikolinergik topikal.Antihistaminyang dipakai
adalah antagonis H-1.Antagonis reseptor histamin H1 berikatan
dengan reseptor H1 tanpa mengaktivasi reseptor, yang mencegah
ikatan dan kerja histamin.Merupakan preparat farmakologik yang
paling sering dipakai sebagai lini pertama pengobatan rinitis
alergi. Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan
dekongestan secara peroral. Antihistamin dibagi dalam 2 golongan
yaitu golongan antihistamin generasi-1 (klasik) dan generasi -2
(non sedatif). Antihistamin generasi-1 bersifat lipofilik, sehingga
dapat menembus sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan
plasenta serta mempunyai efek kolinergik.Generasi kedua lebih
bersifat lipofobik dan memiliki ukuran molekul lebih besar sehingga
lebih banyak dan lebih kuat terikat dengan protein plasma dan
berkurang kemampuannya melintasi otak. Generasi kedua AH1 mempunyai
rasio efektivitas, keamanan dan farmakokinetik yang baik, dapat
diminum sekali sehari, serta bekerja cepat (kurang dari 1 jam)
dalam mengurangi gejala hidung dan mata, namun obat generasi
terbaru ini kurang efektif dalam mengatasi kongesti hidung.
Farmakokinetik AH generasi kedua (Cetirizin dan Loratadin).
Preparat simpatomimetikgolongan agonis adrenergik alfa dipakai
dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan
antihistamin atau topikal. Namun pemakaian secara topikal hanya
boleh untuk beberapa hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis
medikamentosa. Beraksi pada reseptor adrenergik pada mukosa hidung
untuk menyebabkan vasokonstriksi, menciutkan mukosa yang
membengkak, dan memperbaiki pernapasan. Dekongestan oralDekongestan
oral seperti efedrin, fenilefrin, dan pseudoefedrin, merupakan obat
simpatomimetik yang dapat mengurangi gejala kongesti hidung.
Penggunaan obat ini pada pasien dengan penyakit jantung harus
berhati-hati. Efek samping obat ini antara lain hipertensi,
berdebar-debar, gelisah, agitasi, tremor, insomnia, sakit kepala,
kekeringan membran mukosa, retensi urin, dan eksaserbasi glaukoma
atau tirotoksikosis. Dekongestan oral dapat diberikan dengan
perhatian terhadap efek sentral. Pada kombinasi dengan
antihistamin-H1 oral efektifitasnya dapat meningkat, namun efek
samping juga bertambah. Dekongestan intranasalDekongestan
intranasal (misalnya epinefrin, naftazolin, oksimetazolin, dan
xilometazolin) juga merupakan obat simpatomimetik yang dapat
mengurangi gejala kongesti hidung. Obat ini bekerja lebih cepat dan
efektif daripada dekongestan oral. Penggunaannya harus dibatasi
kurang dari 10 hari untuk mencegah terjadinya rinitis
medikamentosa. Efek sampingnya sama seperti sediaan oral tetapi
lebih ringan. Pemberian vasokonstriktor topikal tidak dianjurkan
untuk rinitis alergik pada anak di bawah usia l tahun karena batas
antara dosis terapi dengan dosis toksis yang sempit. Pada dosis
toksik akan terjadi gangguan kardiovaskular dan sistem saraf
pusat.Kortikosteroid intranasal Kortikosteroid intranasal (misalnya
beklometason, budesonid, flunisolid, flutikason, mometason, dan
triamsinolon) dapat mengurangi hiperreaktivitas dan inflamasi
nasal. Obat ini merupakan terapi medikamentosa yang paling efektif
bagi rinitis alergik dan efektif terhadap kongesti hidung. Efeknya
akan terlihat setelah 6-12 jam, dan efek maksimal terlihat setelah
beberapa hari. Kortikosteroid topikal hidung pada anak masih banyak
dipertentangkan karena efek sistemik pemakaian lama dan efek lokal
obat ini. Namun belum ada laporan tentang efek samping setelah
pemberian kortikosteroid topikal hidung jangka panjang. Dosis
steroid topikal hidung dapat diberikan dengan dosis setengah dewasa
dan dianjurkan sekali sehari pada waktu pagi hari. Obat ini
diberikan pada kasus rinitis alergik dengan keluhan hidung
tersumbat yang menonjol.
b.Kortikosteroid oral/IM Kortikosteroid oral/IM (misalnya
deksametason, hidrokortison, metilprednisolon, prednisolon,
prednison, triamsinolon, dan betametason) poten untuk mengurangi
inflamasi dan hiperreaktivitas nasal. Pemberian jangka pendek
mungkin diperlukan. Jika memungkinkan, kortikosteroid intranasal
digunakan untuk menggantikan pemakaian kortikosteroid oral/IM. Efek
samping lokal obat ini cukup ringan, dan efek samping sistemik
mempunyai batas yang luas. Pemberian kortikosteroid sistemik tidak
dianjurkan untuk rinitis alergik pada anak. Pada anak kecil perlu
dipertimbangkan pemakaian kombinasi obat intranasal dan
inhalasi.
Sodium KromolinSebagai suatu penstabil sel mast sehingga
mencegah degranulasi sel mast dan pelepasan mediator termasuk
histamin dengan cara memblokade pengangkutan kalsium yang
dirangsang antigen melewati membran sel mast.Preparat
antikolinergiktopikal adalah ipratropium bromida, bermanfaat untuk
mengatasi rinore, karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik
permukaan sel efektor (Mulyarjo, 2006).Anti-leukotrienseperti
montelukast, pranlukast, dan zafirlukast, akan memblok reseptor
CystLT, dan merupakan obat yang menjanjikan baik dipakai sendiri
ataupun dalam kombinasi dengan antihistamin-H1 oral, namun masih
diperlukan banyak data mengenai obat-obat ini. Efek sampingnya
dapat ditoleransi tubuh dengan baik.
c.Operatif - Tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior)
perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak
berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25 % atau
troklor asetat (Roland, McCluggage, Sciinneider, 2001).
d.Imunoterapi -Imunoterapi atau hiposensitisasi digunakan ketika
pengobatan medikamentosa gagal mengontrol gejala atau menghasilkan
efek samping yang tidak dapat dikompromi. Imunoterapi menekan
pembentukan IgE. Imunoterapi juga meningkatkan titer antibodi IgG
spesifik. Jenisnya ada desensitisasi, hiposensitisasi &
netralisasi. Desensitisasi dan hiposensitisasi membentukblocking
antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya berat,
berlangsung lama dan hasil pengobatan lain belum memuaskan.
Netralisasi tidak membentukblocking antibodydan untuk alergi
inhalan(Mulyarjo, 2006).Bila ada konjungtivitis, tambahkan
:oPenghambat H1 oraloAtau penghambat H1 Intra-okuleroAtau kromolin
intra-okulero(atau larutan garam fisiologis)Pertimbangkan
Imunoterapi spesifikBila ada perbaikan turunkan ke tahap
sebelumnya, kalau memburuk naikkan ketahap berikutnya.(rawati N,
2002. Panduan Penatalaksanaan Terkini Rinitis Alergi,Dalam
:Kumpulan Makalah Simposium Current Opinion In Allergy andClinical
Immunology, Divisi Alergi- Imunologi Klinik FK UI/RSUPN-CM,
Jakarta:55-65)
3.8 KomplikasiKomplikasi rinitis alergi yang sering ialah: a.
Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis: inspisited mucous
glands, akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya
(lebih eosinofil dan limfosit T CD4+), hiperplasia epitel,
hiperplasia goblet, dan metaplasia skuamosa. b. Otitis media yang
sering residif, terutama pada anak-anak. c. Sinusitis paranasal
merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal.
Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa
yang menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan
oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut akan
menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama bakteri anaerob dan akan
menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain akibat
dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel
eosinofil (MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah (Durham,
2006).
3.9 PrognosisPrognosis baik apabila penderita tidak terpajan
dengan alergen dan belum terjadi komplikasi serta tidak memiliki
predisposisi seperti asma dan riwayat keluarga
3.10 pencegahan Cara terbaik untuk mencegah timbulnya alergi
adalah dengan menghindari alergen. Ada 3 tipe pencegahan : Mencegah
terjadinya tahap sensitasi : menghindari paparan terhadap alergen
inhalan selama hamil, menunda pemberian susu formula dan makana
padat. Mencegah gejala yang timbul dengan cara terapi medikamentosa
Pencegahan melalui edukasi
3.11 EpidemiologiRinitis tersebar di seluruh dunia, baik
bersifat endemis maupun muncul sebagai KLB. Di daerah beriklim
sedang, insidensi penyakit ini meningkat di musim gugur, musim
dingin, dan musim semi. Di daerah tropis, insidensi penyakit tinggi
pada musim hujan. Sebagian besar orang, kecuali mereka yang tinggal
di daerah dengan jumlah penduduk sedikit dan terisolasi, bisa
terserang satu hingga 6 kali setiap tahunnya. Insidensi penyakit
tinggi pada anak-anak di bawah 5 tahun dan akan menurun secara
bertahap sesuai dengan bertambahnya umur.Rinitis merupakan salah
satu penyakit paling umum yang terdapat di amerika Serikat,
mempengaruhi lebih dari 50 juta orang. Keadaan ini sering
berhubungan dengan kelainan pernapasan lainnya, seperti asma.
Rhinitis memberikan pengaruh yang signifikan pada kualitas hidup.
Pada beberapa kasus, dapat menyebabkan kondisi lainnya seperti
masalah pada sinus, masalah pada telinga, gangguan tidur, dan
gangguan untuk belajar. Pada pasien dengan asma, rinitis yg tidak
terkontrol dapat memperburuk kondisi asmanya.Karena rinitis alergik
ditimbulkan oleh tepung sari atau kapang (mold) yang terbawa angin,
keadaan ini dditandai oleh insiden musiman di Negara empat musim :
Awal musim semi- teung sari ( pollen) pohon (oak, elm,poplar) Awal
musim panas (rose fever) tepung sari rerumputan(Timothy, red-top)
Awal musim gugur tepung sari gulma (ragweed) Setiap tahunya,
serangan dimulai dan berakhir pada waktu yang kurang-lebih
sama.Spora kapang yang hangat dan lembab. Meskipun pola musiman
yang kaku tidak terdapat, spora ini muncul pada awal musim semi,
bertambah banyak selama musim panas dan berkurang serta menghilang
menjelang turunnya salju yang pertama
Adab bersin Rasulullah SAW:1. Merendahkan suara dan menutup
mulut serta wajah saat bersinDiriwayatkan dari Abu Hurairah
radhiyallahu anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam ketika bersin, maka beliau menutup wajahnya dengan tangan
atau bajunya sambil merendahkan suaranya.2. Tidak memalingkan leher
ke kiri atau ke kanan ketika bersinHal ini agar tidak membahayakan
kesehatan meskipun dilakukan dengan alasan untuk menghindari orang
yang ada di depannya.3. Mengeraskan bacaan hamdalah meskipun sedang
shalat wajibPara ulama telah bersepakat atas dianjurkannya
mengeraskan hamdalah ketika bersin dalam shalat, dan tidak
disyariatkan menjawabnya bagi yang mendengarkannya. Hadits yang
membolehkan menjawab hamdalah pada waktu sholat adalah hadits
dhoif.4. Tasymit (mendoakan seserang yang bersin)Wajib bagi yang
mendengar bacaan hamdalah untuk mengucapkan tasymit yaitu
Yarhamukallaah dan jika tidak mendengar bacaan hamdalah dari orang
yang bersin, maka maka tidak perlu mengucapkan tasymit bagi orang
yang ada di sekelilingnya. Rasulullah SAW telah bersabda,
Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan membenci menguap, maka
apabila ia bersin, hendaklah ia memuji Allah dengan mengucapkan
Alhamdulillah. Dan kewajiban bagi setiap muslim yang mendengarnya
untuk bertasymit (mendoakannya). (HR Bukhari). Hadits ini
menunjukkan bahwa tasymit adalah wajib bagi muslim yang mendengar
bacaan hamdalah dari orang yang bersin.5. Jawaban setelah mendengar
orang yang bertasymitApabila seseorang yang bersin mengucapkan
hamdalah kemudian orang yang mendengarnya bertasymit, maka
dianjurkan bagi yang bersin untuk mengucapkan salah satu doa
berikut. Dan merupakan sunnah untuk mengucapkan doa-doa tersebut
secara bergantian. a. Mengucapkan Yahdiikumullaah wa yuslihu
baalakum (semoga Allah memberi hidayah dan memperbaiki keadaan
kalian). (HR. Bukhari) b. Mengucapkan Yaghfirullahu lanaa wa lakum
(semoga Allah mengampuni kita dan kalian semua). (HR. Abu Dawud,
an-Nasai, dan Tirmidzi)c. Mengucapkan Yaghfirullah lakum (semoga
Allah mengampuni kalian semua). (HR. Bukhari dan an-Nasai)d.
Mengucapkan Yarhamunallah wa iyyaakum wa yaghfirullahu lanaa wa
lakum (semoga Allah merahmati dan mengampuni kami dan kalian semua.
(HR. Malik)e. Mengucapkan Afaanallaah wa iyyaakum minan naari
yarhamukumullaah (semoga Allah mengampuni kami dan kalian semua
dari api neraka dan merahmati kalian semua) (HR. Bukhari)f.
Mengucapkan Yarhamunallaah wa iyyakum (semoga Allah merahmati kami
dan kalian semua) (HR. At-Thabari)