LAPORAN KEPANITERAAN PROBLEM BASED LEARNING ORAL MEDICINE ORTHOSTATIC HYPOTENSION Disusun Oleh: Yella Mega Sari 02/154459/KG/07498 Siti Hamizah Hassan 06/197467/KG/08081 Helmy Oktaviany Hamka07/257630/KG/08244 Geovanni Hanung M.A. 08/264544/KG/08250 Ninik Nursanti 08/264637/KG/08258 ANGKATAN XXXIX PEMBIMBING: drg. Goeno Subagyo, Sp. O. Path
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN KEPANITERAAN PROBLEM BASED LEARNING ORAL MEDICINE
ORTHOSTATIC HYPOTENSION
Disusun Oleh:
Yella Mega Sari 02/154459/KG/07498
Siti Hamizah Hassan 06/197467/KG/08081
Helmy Oktaviany Hamka 07/257630/KG/08244
Geovanni Hanung M.A. 08/264544/KG/08250
Ninik Nursanti 08/264637/KG/08258
ANGKATAN XXXIX
PEMBIMBING: drg. Goeno Subagyo, Sp. O. Path
KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kegawatdaruratan dapat terjadi di mana saja termasuk dalam praktek
kedokteran gigi. Di dalam merawat pasien, dokter gigi akan berhadapan dengan
pasien dengan populasi dan variasi status kesehatan pasien yang berbeda - beda,
oleh karena itu persiapan dalam menghadapi pasien - pasien dengan status
kesehatan medically compromised merupakan hal utama yang harus dilakukan.
Dokter gigi secara umum harus siap untuk menangani secara menyeluruh dan
efektif jika kegawatdaruratan ini terjadi. Anamnesa lengkap sebelum tindakan
harus dilakukan oleh setiap dokter gigi. Anamnesa tidak hanya mengenai gigi
yang menjadi keluhan utama, namun kesehatan umum dan riwayat perawatan gigi
terdahulu juga merupakan hal yang perlu mendapat perhatian khusus.
(Field,2004).
Kegawatdaruratan dapat dibagi dalam dua kelompok besar: yaitu
kegawatdaruratan medis yang dapat terjadi dalam praktek dokter gigi sehubungan
dengan kondisi sistemik seorang pasien, dan kegawatdaruratan dental yang dapat
terjadi diluar praktek dokter gigi tetapi membutuhkan penanganan yang segera
dari dokter gigi. Kegawatdaruratan dental ini dapat dibagi dalam dua kelompok
yaitu yang berhubungan dengan suatu trauma, dan non-trauma (Frush, 2008).
Penelitian di Canada menunjukkan bahwa sincope merupakan kasus yang sering
didapatkan oleh dokter gigi (sekitar 50%) dan 8% adalah alergi ringan. Kasus-
kasus lain yang juga terjadi adalah angina pectoris/myocardial infarction, cardiac
arrest, postural hypotension, seizures, bronchospasm, serangan asma akut,
hiperventilasi, and diabetic emergencies (Haas, 2006).
Sinkop adalah suatu istilah umum yang menggambarkan hilangnya
kesadaran seseorang yang terjadi tiba-tiba dan bersifat sementara. Ada beberapa
sinonim untuk sinkop yaitu: bening faint, simple faint, neurogenic sinkop,
psikogenik sinkop, vasovagal sinkop, dan vasodepressor sinkop. Menurut
Malamed, istilah vasodepressor sinkop adalah istilah yang paling deskriptif dan
1
akurat untuk menggambarkan kondisi yang terjadi. Vasodepressor sinkop adalah
kegawatdaruratan medic yang paling sering dijumpai di tempat praktek dokter
gigi, di mana penderita mengalami penurunan atau kehilangan kesadaran secara
tiba-tiba dan bersifat sementara akibat tidak adekuatnya cerebral blood flow
(Malamed, 2008). Sebagai penyebab umum kehilangan kesadaran adalah
hipotensi (Hales). Hal ini disebabkan karena terjadinya vasodilatasi dan brakikardi
secara mendadak sehingga menimbulkan hipotensi. Faktor-faktor yang dapat
memicu terjadinya vasodepressor sinkop dapat dibagi ke dalam dua kelompok,
yaitu: faktor-faktor psikogenik dan non-psikogenik. Yang termasuk faktor-faktor
psikogenik adalah: rasa takut, tegang, stress emosional, rasa nyeri hebat yang
terjadi secara tiba-tiba dan tak terduga dan rasa ngeri melihat darah atau peralatan
kedokteran seperti jarum suntik. Faktor-faktor non-psikogenik meliputi: posisi
duduk tegak, rasa lapar, kondisi fisik yang jelek, dan lingkungan yang panas,
lembab dan padat (Malamed, 2007).
Orthostatic hypotension (hipotensi ortostakik’hipotensi postural) terdiri
dari dua kata yaitu orthostatic yang berarti postur tubuh saat berdiri dan
hypotension yang berarti tekanan darah rendah. Artinya, ini adalah keadaan di
mana terjadi penurunan darah yang tiba-tiba saat perubahan posisi dari duduk
menjadi berdiri. Tekanan darah pasien saat posisi biasa dapat normal atau juga
sedikit turun. Hipotensi ortostatik didefinisikan sebagai penurunan tekanan darah
sistolik sekurangnya 20mmHg atau tekanan darah diastolic sekurangnya 10mmHg
dalam waktu 3 menit berdiri. Biasanya tidak terjadi kompensasi normal yang
berupa peningkatan denyut nadi saat berdiri. Hipotensi ortostatik yang disebabkan
oleh gangguan neuron autonom praganglionik di dalam kolumna sel
intermediolateral dari korda spinalis sering terjadi dalam kaitannya dengan
perubahan degenerative dari ganglia basalis dan bagian lain dari sistem saraf
pusat. Hipotensi ortostatik terjadi bersamaan dengan berbagai gangguan
neurologik, termasuk penyakit Parkinson dan penyakit lain seperti diabetes
mellitus.
Pada jenis hipotensi ini, tekanan darah mungkin turun mendadak karena
perubahan posisi tubuh, biasanya saat sedang berdiri dari posisi duduk atau posisi
2
berbaring. Orang yang mengalami perasaan seperti mau pingsan, pusing dan
pandangan kabur setiap kali ia berdiri dari posisi duduk atau posisi berbaring,
mungkin mengalami hipotensi ortostatik. Biasanya tubuh mengkompensasi
penarikan darah ke arah bawah karena gaya gravitasi dengan cara meningkatkan
laju detak jantung untuk memastikan distribusi darah ke otak dalam jumlah cukup.
Pada hipotensi ortostatik, tekanan darah turun karena jantung tidak memompa
cukup darah sehingga terjadi kekurangan oksigen di otak, yang menyebabkan
timbulnya gejala rasa pusing bahkan pingsan. Orang lanjut usia biasanya
mengalami hipotensi ortostatik, khususnya mereka yang berusia diatas 60 tahun.
Namun, hipotensi ini juga dapat terjadi pada orang muda, tanpa bahaya tertentu
karena sirkulasi darah yang kurang lancer akibat terlalu lama duduk atau jongkok.
Dehidrasi, temperature panas, kehamilan, saat badan capek juga dapat
menyebabkan hipotensi ortostatik. Kadangkala obat-obat yang ditelan untuk
mengontrol hipertensi (tekanan darah tinggi) seperti beta blocker dan diuretic juga
dapat menjadi salah satu penyebab hipotensi. Hipotensi ortostatik
mempertahankan tekanan arteri selama keadaan berdiri tegak, tergantung pada
volume darah yang cukup, aliran balik vena yang tidak terganggu dan sistem saraf
simpatik yang tidak terganggu. Oleh karena itu, hipotensi ortostatik yang
bermakna sering menggambarkan deplesi volume cairan ekstraseluler atau
disfungsi refleks-refleks simpatik ini dengan hasilnya hipotensi ortostatik.
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Hipotensi
a. Fisiologi dan patofisiologi
Respon normal hemodinamik pada perubahan postur, dibutuhkan
fungsi normal dari kardiovaskular dan system syaraf autonom. Hasil pada
penyatuan darah kira-kira 500-1000ml pada ektremitas bawah dan sirkulasi
“splanchnic”. Hal ini dimulai meningkatnya aliran simphatetik, yang diikuti
meningkatnya juga perlawanan pembuluh darah tepi, venous return, dan
output cardiac, dengan demikian membatasi penurunan tekanan darah.
Pengimbangan mekanisme ini mengakibatkan penurunan tekanan darah
3
sistole (5-10 mmHg) dan meningkatkan tekanan diastole (5-10 mmHg), dan
nadi meningkat 10-25 x/menit. Biasanya hipotensi ortostatik ini bisa
disebabkan jika volume intravascular inadekuat, tidak berfungsinya system
saraf autonom, penurunan pembuluh darah balik, atau ketidakmampuan untuk
meningkatkan pengeluaran cardiac untuk merespon perubahan posisi (Bennet
dan Rosenberg, 2002).
Hipotensi orthostatic dapat akut atau kronis, gejala pada pasien
biasanya pandangan kabur, lelah, pusing, pening, dan merasa lemah atau bisa
juga disertai sinkop. Yang lebih jarang, mereka merasakan nyeri bahu, dada
dan leher (Bennet dan Rosenberg, 2002).
b. Penanganan Utama
Penanganan utama hipotensi tergantung pada etiologinya. Namun
pada umumnya penatalaksanaannya terdiri dari menempatkan pasien dalam
posisi semisupine dengan posisi kaki terangkat dan pasien diberikan masker
oksigen. Sebagaimana kegawatdaruratan medis, maka airway, breathing,
circulation harus segera diperiksa. Perawatan selanjutnya tergantung pada
riwayat kesehatan pasien, obat yang diberikan selama perawatan gigi, dan yang
paling penting adalah tingkat kesadaran pasien. Apabila tindakan reposisi tidak
mampu menaikkan tekanan darah pasien sampai batas yang seharusnya, maka
perlu dipertimbangkan mengenai pemberian infus cairan fisiologis 500 ml
secara intravena. Jika jalur intravena dan suplai cairan tidak berhasil, maka
harus segera dilakukan pemeriksaan detak jantung dan pemberian terapi
selanjutnya (Bennet dan Rosenberg, 2002).
Apabila detak jantung kurang dari 60 kali per menit (bradikardi),maka
perlu dipertimbangkan pemberian atropin. Namun apabila detak jantung
normal atau meningkat, dan tekanan darah rendah, maka menaikkan detak
jantung tidak akan menaikkan tekanan sistolik. Untuk itu injeksi vasopressor
dibutuhkan untuk menaikkan PVR, volume stroke ataupun keduanya.
Ephedrine merupakan salah satu vasopressor yang bekerja langsung pada alfa
dan beta adrenergic reseptor, dan merupakan pilihan yang tepat dalam
4
mengatasi situasi gawat darurat hipotensi. Ephedrine akan menaikkan cardiac
output dan PVR dari 60 menjadi 90 menit,namun harus dipertimbangkan untuk
pasien dengan penyakit jantung iskemik (Bennet dan Rosenberg, 2002).
c. Vasovagal sinkop
Penyebab paling sering dari hipotensi dan berhubungan dengan
tidaksadarkan diri pada pasien sehat yang menjalani perawatan gigi adalah
sinkop vasovagal. Sinkop vasovagal biasanya diawali dengan stress fisik,
psikologis, ataupun oleh stimulus bedah. Sinkop vasovagal dibedakan menjadi
situasional dan viseral vasovagal yang dimediasi oleh refleks otonom dan
diinisiasi oleh respon valsava untuk menghasilkan stimulus stress. Fase
prodromal ditandai oleh mual, muntah, lemas, takikardi,
diaforesis,takipnea,kebingungan, penglihatan kabur, dan nyeri perut (Bennet
dan Rosenberg, 2002).
Patogenesis dari sinkop vasovagal yakni aktivasi vasodepressor eferen
dan refleks cardioinhibitory. Sinkop vasovagal biasanya dapat pulih apabila
dideteksi dini. Perawatannya terdiri dari menghilangkan stimulus,
menempatkan pasien di kursi gigi pada posisi tredelenburg, dan memastikan
tercukupinya ventilasi dan oksigenasi. Apabila kondisi kebingungan tidak
segera pulih, maka patut dicurigai adanya kondisi yang lebih serius seperti
kelainan serebrovaskular mayor, jantung, metabolik, ataupun kondisi darurat
terkait obat – obatan (Bennet dan Rosenberg, 2002).
2. Orthostatic hypotension
a. Neurogenic-mediated hypotension
Kegagalan sistem autonomik primer merupakan hal yang jarang
terjadi dan termasuk kegagalan autonomik murni, atrofi multisistem, dan
disautonomia subakut. Kegagalan autonomik murni penyebabnya tidak
diketahui dan tidak berkaitan dengan neuropati peripheral. Sindrom ini
biasanya dimulai pada umur pertengahan dan menyebabkan kehilangan neuron
simpatik postganglionic dan penurunan level plasma norepinefrin apabila
5
pasien yang terlibat berada dalam posisi supine (terlentang). Atrofi multisistem
(Shy-Drager sindrom) melibatkan beberapa penyakit yang tumpang tindih,
termasuk degenerasi striatonigral dan atrofi olivopontocerebral. Pasien-pasien
tersebut mengalami hipotensi ortostatik bersamaan dengan cirri-ciri penyakit
Parkinson, disfungsi cerebellar, atau tanda pyramidal (Malamed, 2007).
Kegagalan sistem autonomik sekunder lebih sering menjadi penyebab
hipotensi ortostatik neurogenik dan berkaitan dengan penyakit pada peripheral
dan central nervus sistem. Lesi dapat terjadi pada otak, batang otak, saraf
tulang belakang atau peripheral nervus sistem. Disfungsi autonomik lebih
sering terjadi pada kondisi yang mempengaruhi fiber kecil seperti diabetes,
alcohol neuropati, dan amyloidosis. Hal ini juga berpengaruh pada penyakit
yang menyebabkan demyelinasi akut pada fiber bermyelin yang kecil, seperti
sindrom Guillan-Barre atau multiple sklerosis. Pemeliharaan postural tekanan
darah bergantung pada refleks vasokonstriksi yang terstimulasi simpatetik di
dalam vascular splanchnic dan pembuluh darah periferal. Kehilangan
simpatetik efferen yang normal terhadap system vaskularisasi menyebabkan
hipotensi (Malamed, 2007).
Pasien dengan saraf tulang belakang yang rusak beresiko terhadap
episode hipotensif ortostatik. Respon tekanan darah terhadap perubahan posisi
menjadi abnormal disebabkan oleh interupsi pada jalan efferent dari pusat
vasomotor batang otak ke nervus simpatetik yang terlibat dalam vasokonstriksi
(Bennet dan Rosenberg, 2002)
b. Medication-induced hypotension
Pada perawatan dental, hipotensi dapat terjadi pada pasien yang sedang
dalam pengobatan, termasuk anti hipertensi dan psikotropika. Obat-obatan
tersebut dapat menyebabkan hipotensi orthostatic, dimana bisa diperparah
dengan perubahan posisi pada kursi dental saat dilakukan prosedur dental
(Malamed, 2007).
Meskipun hipotensi orthostatic karena obat-obatan dapat terjadi pada
berbagai umur, tapi yang paling sering terkena adalah pada lanjut usia. Umur
6
yang lanjut dan penyakit koroner berhubungan dengan rusaknya pengaturan
tekanan darah yang memungkinkan meningkatnya resiko lebih lanjut pada
hipotensi karena perubahan posisi (Malamed, 2007).
dosis terakhir setelah pukul 6 malam untuk menghindari
hipertensi pada saat telentang. Efek samping obat ini termasuk
piloerection, pruritus, dan parestesia. Penggunaan midodrine
kontraindikasi pada pasien dengan penyakit jantung coroner,
retensi urinary, thyrotoxicosis, atau gagal ginjal akut. The U.S
Food and Drug Administration telah menerbitkan rekomendasi
untuk menarik midodrine dari pasaran dikarenakan minimnya
data mengenai efektivitasnya. Persetujuan penggunaan
midodrine masih dibahas hingga saatini. Kegunaan obat ini harus
dibatasi untuk subspesialis. Obat ini dipercaya memiliki efek
sinergistik apabila dikombinasikan dengan fludrokortison.
Pyridostigmine (Mystinone). Pyridostigmine adalah inhibitor
kolinesterase yang meningkatkan neurotransmisi pada neuron
acetylcholine-mediated pada sistem saraf autonomik. Pada
21
penelitian double-blind crossover ,pasien dibagi kedalam grup
secara acak, yang menerima 60 mg pyridostigmine; 60 mg
pyridostigmine dengan 2,5 mg midodrine; 60 mg
pyridostigminedengan 5 mg midodrine; atau plasebo.
Dibandingkan dengan kelompok placebo, kelompok treatment
menunjukkan penurunan standing systolic blood pressure tanpa
adanya keparahan hipertensi supinasi. Efek samping termasuk
diare, diaphoresis, hipersalivasi, dan fasikulasi. (Lanier dkk.,
2011)
22
Laki-laki, 70 tahunSetelah selesai perawatan gigi, pada saat pasien bangkit dari kursi mendadak badannya lemas dan merasa pusing lalu mau jatuh.PMH: Hipertensi dan DM terkontrol dengan pengobatan insulin, diuretika dan calcium channel blocker.Vital Sign: TD: 165/85mmHg; N: 86, R: 18, T: afebris
Dari kondisi pasien, didapatkan kemungkinan yang bisa terjadi ke pasien
Hemorrraghic ShockHemorargi akut dan berat dihubungkan dengan epistaxis, dan trauma maxillofacial. Peredaran darah merespon banyaknya darah yang hilang, Setelah kehilangan darah 15-30%, denyut nadi menurun, setelah kehilangan darah lebih dari 30%,
Acute Congestive Heart FailureGagal jantung adalah digambarkan bahwa jantung tidak mampu memompa darah untuk mencapai yang dibutuhkan untuk metabolisme, sehingga menghasilkan aliran oksigen yang kurang. Pasien ini mempunyai tekanan
Cardiogenic ShockHal ini juga jarang terjadi pada emergency dental, diagnosis shock ini susah ditegakkan, hal ini disebabkan banyak faktor misalnya embolis pulmonary, sepsis, hipovolemia, shock anafilaktik, dan kerusakan neurogenik
Renal Failure and DialysisHipotensi yang berhubungan dengan pasien gagal ginjal kronis dapat ditemukan sebelum dan selepas dialisis.
Hipotensi OrtostatikHipotensi orthostatik adalah penurunan tekanan darah yang drastis dan secara tiba-tiba yang berhubungan dengan posisi badan.
III. KESIMPULAN
23
Hemorrraghic ShockHemorargi akut dan berat dihubungkan dengan epistaxis, dan trauma maxillofacial. Peredaran darah merespon banyaknya darah yang hilang, Setelah kehilangan darah 15-30%, denyut nadi menurun, setelah kehilangan darah lebih dari 30%,
Acute Congestive Heart FailureGagal jantung adalah digambarkan bahwa jantung tidak mampu memompa darah untuk mencapai yang dibutuhkan untuk metabolisme, sehingga menghasilkan aliran oksigen yang kurang. Pasien ini mempunyai tekanan
-Penuaan merusak fungsi baroreseptor dan fungsi ginjal. Aktivitas baroreseptor yang rusak beresiko menyebabkan hipotensi ortostatik.-Sistem aorta dan arteri perifer menjadi kaku dan tidak lurus karena peningkatan serat kolagen dan hilangnya serat elastis dalam lapisan medial arteri. Implikasi dari hal ini adalah penumpulan respon baroreseptor dan penumpulan respon terhadap panas dan dingin.
Diuretik yang digunakan untuk merawat tekanan darah tinggi mengurangi volume darah dengan mengeluarkan cairan dari tubuh.Diuretik dalam dosis tinggi penyebab hipotensi ortostatik pelebaran arteri dan vena.Calcium Channel BlockersMemperlebar arteri pelebaran pembuluh darah mengurangi tekanan darah. Calcium channel blockers dapat menyebabkan hipotensi ortostatik.
Diabetes dapat menyebabkan degenerasi aferen vasomotor simpatis sehingga terjadi hipotensi ortostatik.
Dari hasil diskusi kelompok dan hasil penjelasan di kasus mengenai tanda-
tanda dan gejala dapat ditarik kesimpulan diagnosis kerja pada kasus
tersebut, yaitu Hipotensi ortostatik.
Penanganan hipotensi ortostatik dapat dilakukan dengan cara non-
farmakologis dan farmakologis.
IV. DAFTAR PUSTAKA
24
Annette, Calcium Channel Blocker Drug Information, http://www.rxlist.com/script/main/art.asp?articlekey=94662
Bennet, J.D., Rosenberg, M.B., 2002, Medical Emergencies in Dentistry, Saunders, Philadelphia.
Brewster L.M., Sutters M., Hypertension Drug Therapy, http://www.health.am/hypertension/hypertension-drug-therapy/#ixzz2l4jj7br9
Dilman, Vladimir dkk., Theories of Aging, http://www.antiaging-systems.com/ARTICLE-613/theories-of-aging.htm.
Field, A., and Longman, L. Tyldesley’s oral medicine. 5thed. New York: Oxford university press. 2004. p. 231-8
Frush, K. Cinoman, M. Bailey, B. Hohenhaus, S. Management of Pediatric emergencies in dental office. Available at: http://dentalsource.org/pediatricdentalhealth.htm.
Gupta, R., Kasliwal, RR., 2004, Understanding Systolic Hypertension in the Elderly, JAPI, vol. 52.
Haas DA. 2006, Management of medical emergencies in the dental office: conditions in each country, the extent of treatment by the dentist. Anesth Prog. 2006 Spring;53(1):20-4.
Hales, RT., 2006, Patient evaluation and medical history. In: Manual of minor oral surgery for the general dentistry, Edited by: Koerner, KR. Iowa: Blackwell Munksgraad, p:14-8.
Kocer, A., Akturk, Z., Maden, E., Tasci, A., 2005, Orthostatic Hypotension and Heart Rate Variability as Indicators of Cardiac Autonomic Neuropathy in Diabetes Mellitus, Eur J Gen Med, 2(1):5-9.
Lanier, J.B., Mote, M.B., Clay, E.C., 2011, Evaluation and Management of Orthostatic Hypotension, Am Fam Physician, 84(5):527-536.
Lionakis, N., Mendrinos, D., Sanidas, E., Favatas, G., Georgopoulou, M., 2012, Hypertension in Elderly, World J. Cardiol, 4(5):135-147.
Malamed SF., Medical Emergencies in the Dental Office, 6th edition. 2007, Mosby Elsevier.
Miller, C.A., 1999, Nursing Care of Older Adults: Theory and Practice, Lippincott, Philadelphia.
Setiabudhi, T., dan Hardiwinoto, 1999, Panduan Gerontologi Tinjauan dari Berbagai Aspek, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Wu, J., Yang, Y., Lu, F., Wu, C., Wang, R., Chang, C., 2009, Population-Based Study on the Prevelence and Risk Factors of Orthostatic Hypotension in Subjects with Pre-Diabetes and Diabetes, Diabetes Care, 32(1):69-74.