Top Banner
PBL I Info I Tn. Ogah berusia 62 tahun datang ke IGD RSMS diantar oleh keluarganya dengan keluhan utama anggota gerak sebelah kanan lemah secara mendadak ketika sedang istirahat 3 jam yang lalu. Jika dipaksakan pasien hanya mampu mengangkat tangan namun hanya sebentar. Pada anamnesis selanjutnya didapakan pasien pelo dan mulutya menceng ke kiri. Pasien tidak mengeluh ada riwayat demam maupun kejang sebelumnya. Pasien juga menyangkal mengalami trauma kepala sebelumnya. Pak Ogah baru pertama mengalami sakit seperti. Pak ogah suka makanan bersantan, cek kolesterol minggu lalu =313mg/dl. Riwayat pasien tidak memiliki riwayat DM, tidak ada penyakit jantung. A. Klarifikasi Istilah a. Pelo : Disatria cara berbicara dengan lidah yang lumpuh. b. Hemiplegia : Hilangnya kekuatan otot sama sekali pada separuh anggota tubuh. c. Hemiparesis : Berkurangnya kekuatan otot pada separuh anggota tubuh. d. Monoparesis : Berkurangnya kekuatan otot pada salah satu anggota tubuh. e. Paraparesis : Berkurangnya kekuatan otot pada dua anggota gerak (tungkai/2kaki).
43

PBL I NSS

Dec 06, 2014

Download

Documents

Dandy Dharma
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PBL I NSS

PBL I

Info I

Tn. Ogah berusia 62 tahun datang ke IGD RSMS diantar oleh keluarganya

dengan keluhan utama anggota gerak sebelah kanan lemah secara mendadak ketika

sedang istirahat 3 jam yang lalu. Jika dipaksakan pasien hanya mampu mengangkat

tangan namun hanya sebentar. Pada anamnesis selanjutnya didapakan pasien pelo dan

mulutya menceng ke kiri. Pasien tidak mengeluh ada riwayat demam maupun kejang

sebelumnya. Pasien juga menyangkal mengalami trauma kepala sebelumnya. Pak

Ogah baru pertama mengalami sakit seperti. Pak ogah suka makanan bersantan, cek

kolesterol minggu lalu =313mg/dl. Riwayat pasien tidak memiliki riwayat DM, tidak

ada penyakit jantung.

A. Klarifikasi Istilah

a. Pelo : Disatria cara berbicara dengan lidah yang lumpuh.

b. Hemiplegia : Hilangnya kekuatan otot sama sekali pada separuh anggota

tubuh.

c. Hemiparesis : Berkurangnya kekuatan otot pada separuh anggota tubuh.

d. Monoparesis : Berkurangnya kekuatan otot pada salah satu anggota tubuh.

e. Paraparesis : Berkurangnya kekuatan otot pada dua anggota gerak

(tungkai/2kaki).

f. Tetraparesis : Berkurangnya kekuatan otot pada ke empat anggota gerak.

g. Monoplegia : Hilangnya kekuatan otot pada salah satu anggota tubuh.

h. Paraplegia : Hilangnya kekuatan otot pada dua anggota gerak (tungkai/2 kaki).

i. Tetrapelgi : Hilangnya kekuatan otot pada ke empat anggota gerak.

B. Analisis Masalah

a. Identitas

Nama Pasien Tn. Ogah

Umur : 62 tahun

Page 2: PBL I NSS

b. RPS

Keluhan Utama : Kelemahan pada anggota gerak sebelah kanan

Onset : 3 jam yang lalu

Kronologis : Gejala muncul saat pasien sedang istirahat

Keluhan Penyerta : Mulutnya menceng ke kiri dan bicaranya menjadi

pelo, tidak mengeluh ,mual, muntah, demam, pasien sadar, tidak ada

riwayat trauma

C. Identifikasi Masalah

1. Informasi apa yang dibutuhkan untuk memperkuat hipotesis?

D. Analisis Masalah

1. Informasi apa yang dibutuhkan untuk memperkuat hipotesis?

a. RPS

Faktor yang memperberat dan memperingan

b. RPD

Apakah dulu pernah mengalami kejadian yang sama

Apakah ada riwayat mengkonsumsi obat-obatan tertentu

Apakah ada riwayat penyakit jantung, hipertensi, DM atau

hiperlipidemia

Apakah terdapat riwayat cedera (trauma) kepala?

Apakah Pasien pernah mengalami muntah yang proyektil (tanpa

gangguan gastrointestinal)?

c. RPK

Apakah ada anggota keluarga yang pernah mengalami kejadian

yang sama?

Apakah dalam keluarga memiliki riwayat penyakit jantung,

hipertensi, DM atau hiperlipidemia?

d. RSE

Apakah pekerjaan pasien?

Bagaimana pola makan pasien sehari-hari?

Apakah pasien memiliki kebiasaan olahraga teratur?

Apakah pasien terbiasa merokok atau mengkonsumsi alkohol?

Page 3: PBL I NSS

e. Pemeriksaan Fisik yang Diperlukan

Keadaan umum

Kesadaran dengan penilaian GCS (Glasgow Coma Scale)

Vital Sign berupa tekanan darah, nadi, respiratory rate, suhu

Pemeriksaan fisik head to toe:

a) Kepala-Leher : Mata

b) Thoraks : Jantung, paru-paru

c) Abdomen : Lambung, hepar dan peristaltik usus

d) Ekstremitas : Kekuatan motorik ekstremitas atas dan

bawah

Pemeriksaan Neurologi

a) Pemeriksaan nevus cranialis

b) Pemeriksaan Motorik

c) Pemeriksaan Sensorik

d) Pemeriksaan reflek fisiologis dan patologis

Info II

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Kuantitatif : GCS E4 M6 V5

Vital Sign : TD 160/90 mmHG , N 88x/menit reguler, RR

20x/menit, S 36,30 C

Kepala : Mesochepal, tanda trauma (-)

Mata : Konjungtiva anemis -/- , sclera ikterik -/-, reflek cahaya +/+

, Pupil Isokor diameter 2mm/2mm

Leher : Limfadenopati (-)

Jantung : Batas kiri 2 cm lateral midclavicular line, lainnya dbn

Paru : (inspeksi simetris, statis, dinamis) , (Palpasi stem fremitus

kanan = kiri) , (Perkusi sonor seluruh lapang paru) , (Auskultasi

suara dasar = vesikuler, suara tambahan (-))

Page 4: PBL I NSS

Abdomen : (Inspeksi datar), (Auskultasi bising usus (+) normal),

(Palpasi supel, nyeri tekan (-)), (hepar dan lien tidak teraba),

(Perkusi tymphani)

Interpretasi Informasi II

Dilihat dari pemeriksaan fisik yang terdapat pada info II, kondisi tidak normal

hanya ditemui pada tekanan darah 160/90 mmHG dimana angka tersebut masuk dalam

kategori Hipertensi Grade II menurut JNC 7, sedangkan hasil pemeriksaan fisik lain

dalam batas normal. Pada pengukuran derajat kesadaran digunakan GCS (Glasgow

Coma Scale) yang merupakan metode penilaian kuantitatif dengan menggunakan tiga

parameter, yaitu : Eye response, Motor Response dan Visual response.

a. Eye Response

Membuka mata spontan (4)

Membuka mata bila diperintah (3)

Membuka mata dengan rangsangan nyeri (2)

Tidak membuka mata walau dengan berbagai ransangan (1)

b. Motorik Response

Bergerak sesuai perintah (6)

Dapat bereaksi menyingkirkan nyeri (5)

Fleksi siku pada ransangan nyeri (4)

Fleksi spastik/ abduksi lengan atas dengan ransangan nyeri (3)

Reaksi ekstensi terhadap ransangan nyeri (2)

Tidak ada respon terhadap ransangan nyeri (1)

c. Verbal Response

Dapat mengidentifikasi secara tepat terhadap waktu, tempat dan

orang (5)

Mengalami kebingungan terhadap waktu, tempat dan orang (4)

Dapat diajak bicara tetapi tidak memahami serta memberikan

respon verbal dengan tidak tepat, tidak realistik. jawaban yang

tidak sesuai dengan pertanyaan (3)

Tidak ada respon terhadap pertanyaan, pasien tidak mampu

mengeluarkan suara (1)

Page 5: PBL I NSS

Penjelasan mengenai skor derajat kesadaran Tn. Ogah dengan GCS ( E4 M6

V5) diinterpretasikan sebagai berikut, Tn. Ogah mampu membuka mata secara

spontan, bergerak sesuai perintah, serta dapat mengidentifikasi secara tepat

terhadap waktu, tempat dan orang.

Informasi III

Pemeriksaan Neurologis

Tidak didapatkan tanda-tanda iritasi meningeal

N.Cranialis : Parase N.VII kanan tipe sentral dan Parase N.XII kanan

tipe sentral

Fungsi Motorik Superior (D/S) Inferior (D/S)

Gerak T/B T/B

Kekuatan 3/5 3/5

Reflek Fisiologis +↑/+N +↑/+N

Reflek patologis +/- +/-

Tonus N/N N/N

Trofi E/E E/E

Pemeriksaan Sensibilitas : dbn

Siriraj Stroke Score

= (2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 1) + (0,1 x 100) - (3x1) - 12

= 9 - 12

= -3 (Stroke non hemoragik)

Pembahasan

Berdasarkan hasil pemeriksaan neurologi pada Tn. Ogah didapatkan bahwa

terdapat parase N.VII kanan tipe sentral dan parase N.XII kanan tipe sentral, terdapat

keterbatasan gerakan pada fungsi motor pada anggota gerak kanan, meluasnya area

pada pemeriksaan reflek fisiologis pada anggota gerak kanan, serta didapatkan adanya

Page 6: PBL I NSS

reflek patologis pada anggota gerak (tangan dan kaki) kanan. Sedangkan penjelasan

mengenai Siriraj Stroke Score sebagai berikut :

Siriraj Stroke Score (SSS) merupakan salah satu metode yang digunakan untuk

menilai jenis stroke melalui perhitungan beberapa parameter dikali dengan konstanta

tetap melalui rumus penghitungan :

SSS = (2,5 x C) + (2 x V) + (2 x H) + (0,1 x BPD) - (3 x A) - 12

Keterangan :

C = Derajat Kesadaran

V = Vomitus / Muntah

H = Nyeri Kepala

BPD = Blood Pressure Diastolic (Tekanan diastolic)

A = Atherom (DM, Penyakit Jantung)

Penilaian Derajat Kesadaran

a. Sadar Penuh : 0

b. Somnolen : 1

c. Koma : 2

Nyeri Kepala

a. Tidak ada : 0

b. Ada : 0

Vomitus

a. Tidak ada : 0

b. Ada :1

Artheroma

a. Tidak ada : 0

b. Ada : 1

Kesimpulan :

a. SSS > 1 : Stroke Hemoragik

b. SSS <1 : Stroke Non Hemoragik

c. SSS = (2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 90) - (3 x 0) -12 = -3

Sehingga, untuk sementara disimpulkan bahwa Tn Ogah merupakan pasien

stroke non Hemoragik hal ini diperkuat dengan penerapan hasil pemeriksaan

pasien TN. Ogah terhadap algoritma Gadjah Mada.

Page 7: PBL I NSS

Gambar

Algoritma Stroke Gadjah Mada (Perdossi, 2007)

Sasbel

1. Anatomi Nevus Cranialis

2. Fisiologi SSP

3. Fisiologi SST

4. Pemeriksaan reflek fisiologis

5. pemeriksaan reflek patologis

6. Upper motor Neuron

7. Lower Motor Neuron

8. Pemeriksaan saraf cranialis

9. Perbedaan SNH dan SH

Page 8: PBL I NSS

Hasil Belajar Mandiri

1. Anatomi SSP dan SST

a. Nervus Olfactorius (N.I)

N.I berasal dari sel-sel reseptor olfactorius pada mucosa

olfactorius. Mukosa ini terletak pada bagian cavum nasi di atas concha

nasalis superior. Berkas serabut-serabut n.olfactorius berjalan melalui

lubang lubang pada lamina cribrosa ossis ethmoidalis untuk masuk ke

dalam bulbus olfactorius di dalam rongga cranium. Bulbus olfactorius

dihubungkan dengan area olfactorius cortex cerebrioleh tractus

olfactorius (snell, 2006).

b. Nervus Opticus (N.II)

N.II merupakan kumpulan axon sel-sel lapisan ganglionik

retina N.opticus muncul dari belakang bola mata dan meninggalkan

rongga orbita melalui canali opticus untuk masuk ke dalam rongga

cranium. Selanjutnya menyatu dengan n.opticus lainnya membentuk

chiasma opticum (snell, 2006).

c. Nervus Occulomotorius (N.III)

N.III keluar dari permukaan anterior mesencephalon. Saraf ini

berjalan ke depan di dalam fossa cranii anterior pada dinding lateral

sinus cavernosus. Di sini saraf ini bercabang dua menjadi ramus

superior dan ramus inferior yang masuk ke rongga orbita melalui

fissura orbitalis superior (snell, 2006).

d. Nervus Trochlearis (N.IV)

N.IV adalah saraf cranial yang paling langsing. Meninggalkan

permukaan posterior mesencephalon dan segera menyilang saraf sisi

lainnya. N.IV berjalan ke depanmelalui fossa cranii media pada

dinding lateral sinus cavernosus (snell, 2006).

e. Nervus Trigeminus (N.V)

Merupakan saraf cranial terbesar, meninggalkan aspek anterior

pons sebagai radix motorik yang kecil dan radix sensorik yang besar.

Saraf ini berjalan ke depan dari fossa cranii posterior untuk mencapai

apex pars petrosa ossis temporalis di dalam fossa cranii media. Di sini,

Page 9: PBL I NSS

radix sensorik membesar membentuk ganglion trigeminus. Radix

motorik N.V terletak di bawah ganglion sensorik dan tidak

mempunyai hubungan satu dengan yang lain. N. Ophthalamicus

(N.V1), N. Maxillaris (N.V2), N. Mandibularis (N.V3) berasal dari

pinggi anterior ganglion (snell, 2006).

f. Nervus Abducens (N.VI)

Saraf kecil ini muncul dari permukaan anterior

rhombencephalon di antara pons dan medulla oblongata dan jalan ke

depan bersama a.carotis melalui sinus cavernosus di dalam fossa cranii

media dan masuk orbita melalui fissura orbitalis superior (snell, 2006)

g. Nervus Fascialis (N.VII)

N.VII muncul sebagai dua radix dari permukaan anterior ke

otak belakang di antara pons dan medulla oblongata. Radix berjalan ke

lateral di dalam fossa cranii posterior bersama n.vestibulocochlearis

dan masuk ke meatus acusticus internus pada pars petrosa ossis

temporalis. Pada dasar meatus, saraf ini masuk ke dalam canalis

facialis yang berjalan ke lateral melintasi telinga dalam. kemudian n.

facialis menempel pada telinga tengah dan aditusa dan

trumtympanicum kemudian keluar dari canalis melalui foramen

stylomastoideum. Saraf ini kemudian berjalan ke depan melalui

glandula parotis ke daerah distribusinya (snell, 2006).

h. Nervus Vestibulocochlearis (N.VIII)

Terdiri atas dua berkas saraf sensorik, yaotu vestibuloris dan

cochlearis. Saraf-saraf ini meninggalkan permukaan anterior otak

antara pon dan medulla oblongata, dan melewati fossa cranii posterior

kemudian masuk ke meatus acusticus internus bersama n.facialis

(snell, 2006).

i. Nervus Glossopharyngeus (N.IX)

Keluar dari permukaan anterior medulla oblongata, di antara

oliva dan pendiculus cerebelli inferior. N.IX berjalan ke lateral di

dalam fossa cranii posterior dan meninggalkan cranium melalui

foramen jugulare. Kemudian N.IX berjalan turun melalui bagian atas

leher ke bagian posterior lidah (snell, 2006).

Page 10: PBL I NSS

j. Nervus Vagus (N.X)

Tersusun atas serabut motorik dan sensorik. Berasal dari

medula oblongata dan meninggalkan tengkorak melalui bagian tengah

foramen jugular bersama dengan craniales IX dan XI. N.X mempunyai

dua buah ganglion inferius yang terlekat tepat di distal foramen (snell,

2006).

k. Nervus Acessorius (N.XI)

Susunan serabut-serabut motorik. Saraf ini dibentuk dari

gabungan radix cranialis dan spinalis. Radix cranialis lebih kecil dan

berasal dari medula oblongata. Radix spinalis berasal dari lima segmen

cervicalis medulla spinalis bagian atas. Radix spinalis bersatu

membentuk truncus yang berjalan ke atas di dalam canalis vertebralis

dan masu ke dalam cranium melalui foramen magnum. Radix spinalis

maupun radix cranialis bertemu dan berjalan bersama melalui bagian

tengah foramen jugulare (snell,2006).

l. Nervus Hypoglossus (N.XII)

Saraf motorik untuk otot-otot lidah berasal dari medulla

oblongata dan meninggalkan tengkorak melalui canalis nervi

hypoglossi occipitale. Kemudia berjalan berdekatan denagan N.IX, X,

XI, a.carotis interna, dan v.jugularis interna sampai mencapai pinggir

bawah venter posterior m.digastricus, disini N.XIIX membelok ke

depan dan medial. Saraf ini kemudian menyilang a.carotis interna dan

externa mengait a.lingualis. Kemudian berjalan ke depan dan atas

profunda m.mylohyideus (snell, 2006).

2. Fisiologi SSP

Sistem saraf merupakan salah satu dari 2 sistem kontrol utama,

mengatur banyak aktivitas tubuh yang ditujukan untuk mempertahankan

kestabilan lingkungan cairan internal (homeostasis). Secara umum sistem saraf

bekerja melalui sinya listrik (potensial aksi) untuk mengontrol respons tubuh

yang cepat. Melalui transmisi cepat impuls listrik secara umum

mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas tubuh yang cepat, misalnya gerakan otot

(sherwood, 2001).

Page 11: PBL I NSS

Sistem saraf dibentuk oleh jaringan interaktif kompleks dari tiga jenis

dasar sele saraf yaitu neuron aferen, neuron eferen dan antarneuron. Sistem

saraf pusat (ssp) terdiri dari otak dan medulla spinalis. SSP menerima impuls

atau ransang tentang lingkungan internal dan eksternal dari neuron aferen. SSP

menyortir dan mengolah masukan impuls kemudian akan memulai pengarahan

yang sesuai di neuron - neuron eferen, yang membawa instruksi ke kelenjar

atau otot untuk melaksanakan respon yang diinginkan (sherwood, 2001).

Fungsi lobus-lobus dalam cortex cerebri (snell, 2006) :

a. Lobus frontalis

1) Area precentralis

Terletak di gyrus precentralis, termasuk dinding anterior

sulcus centralis serta bagian posterior gyrus frontalis superior.

Dibagi menjadi daerah posterior dan anterior. Daerah posterior

disebut sebagai area motorik, area motorik primer atau area

brodmann 4, yang berfungsi untuk menimbulkan gerakan-

gerakan individual pada berbagai bagian tubuh. Jika area

motorik primer distimulasi secara elektrik akan menimbulkan

gerakan yang terisolasi pada sisi tubuh kontralateral dan

kontraksi kelompok otot yang menampilkan gerakan-gerakan

spesifik. Daerah anterior disebut sebagai area premotorik atau

area motorik sekunder atau area brodmann 6 serta sebagian

area 8, 44 dan 45. Berfungsi membuat program aktivitas

motorik pada area motorik primer terutama berperan untuk

mengontrol gerakan postural kasar melalui hubungannya

dengan ganglia basalis.

2) Area motorik suplementer

Stimulasi pada area ini akan menimbulkan gerakan pada

ekstremitas kontralateral, tetapi dibutuhkan stimulus yang

lebih kuat.

3) Lapangan mata frontal

Apabila distimulasi listrik akan menimbulkan gerakan mata

konjugat, terutama ke arah sisi kontralateral.

Page 12: PBL I NSS

4) Area bicara motorik broca

Pada sebagian besar individu, area ini penting di hemisphere

kiri atau dominan dan ablasio akan menimbulkan paralisis

fungsi bicara. Pada individu dengan dominan hemisphere

kana, area sisi kanan pening, tetapi ablasio di daerah tersebut

pada hemisphere yang tidak dominan tidak akan

mempengaruhi fungsi bicara.

5) Area prefrontalis

Berkaitan dengan pembentukan pribadi individu, berfungsi

sebagai untuk menentukan inisiatif dan penilaian seseorang.

b. Lobus parietalis

Peran uramanya pada kegiatan pemprosesan dan integrasi informasi

sensorik yang lebih tinggi tingkatnya. Sensasi dari semua bagian tubuh

diterima oleh cortex sensorik primer dan disinilah manggapai

kesadaran. Lobus parietalis menyampaikan informasi sensorik ke

banyak daerah lain di otak termasuk daerah asosiasi motorik dan

visual diseblahnya.

Terdapat tiga area :

1) Area somatosensorik primer

2) Area somatosensorik sekunder

3) Area somatosensorik asosiasi

Fungsi utamanya adalah menerima dan mengintegrasikan

berbagai modalitas.

c. Lobus temporalis

Merupakan area sensori reseptif untuk impuls pendengaran. Cortex

pendengaran primer (area 41 dan 42) berfungsi sebagai penerima

suara, sedangkan cortex asosiasi pendengaran (terutama area 22,

walaupun bagian lain lobus temporalis juga berperan) diperlukan

untuk proses pemahaman area 22 broadmann, dikenal dengan area

wernicke.

d. Lobus occipitalis

Lobus ini mengandung cortex penglihatan primer (area 17) yang

menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.

Page 13: PBL I NSS

3. Fisiologi SST

Tabel 1. Fungsi Saraf Kranialis (snell, 2006)

Nama Komponen Fungsi Tempat Keluar

Olfactorius Sensorik Penghidu Lamina cribosa

ossis ethmoidalis

Opticus Sensorik Penglihatan Canalis opticus

Occulomotorius Motorik Mengangkat kelopak

mata atas, menggerakkan

bola mata ke atas, bawah

dan medial, konstriksi

pupil, akomodasi pupil

Fissura orbitalis

superior

Trochlearis Motorik Membantu

menggerakkan bola mata

ke bawah dan lateral

Fissura orbitalis

duperior

Trigeminus Ophtalmicus

(Sensorik)

Maxilaris

(Sensorik)

Mandibularis

(Motorik)

Ophtalmicus

Maxilaris

mandibularis

Fissira orbitalis

superior

Foramen rotundum

Foramen ovale

Abducens Motorik Abducens Fissura orbitalis

superior

Facialis Motorik

Sensorik

Sekretomotorik

parasympatis

Facialis Meatus acusticus

internus, canalis

facialis, foramen

stylomastoideus

Vestibulocochlear Vestibular

(sensorik)

Cochlear (sensorik)

Vestibulocochlear Meatus acusticus

internus

Glossopharyngeus Motorik

Sekremotorik

parasympatis

M.stylopharingeus Foramen jugulare

Page 14: PBL I NSS

sensorik

Acessorius Motorik Otot palatum molle,

pharing, laring,

m.sternocleidomastoideu

s

Foramen jugulare

Hypoglossus Motorik Otot - otot lidah yang

mengatur bentuk dan

gerakan lidah

Canalis hypoglossi

4. Pemeriksaan Reflek Fisiologis

Pemeriksaan reflek fisiologis merupakan satu kesatuan dengan

pemeriksaan neurologi lainnya, dan terutama dilakukan pada kasus-kasus

mudah lelah, sulit berjalan, kelemahan/kelumpuhan, kesemutan, nyeri otot

anggota gerak, gangguan trofi otot anggota gerak, nyeri punggung/pinggang

gangguan fungsi otonom (sidharta, 1999)

Interpretasi pemeriksaan reflek fisiologis tidak hanya menentukan ada

tidaknya tapi juga tingkatannya. Adapun kriteria penilaian hasil pemeriksaan

reflek fisiologis adalah sebagai berikut :

1) Positif normal

2) Positif meningkat

3) Positif menurun

Suatu reflek dikatan meingkat bila daerah perangsangan meluas dan

respon gerak reflektorik meningkat dari keadaan normal.

Ransangan yang diberikan harus cepat dan langsung, kerasnya

ransangan tidak boleh melebihi batas sehingga justru melukai pasien. Sifa

reaksi setelah peransangan tergantung tonus otot sehingga otot yang diperiksa

sebaiknya dalam keadaan sedikit kontraksi, dan bila hendak dibandingkan

denagan sisis kontralateralnya maka posisis keduanya harus simetris.

Reflek fisiologis ekstremitas atas :

a. Reflek bisep

1) pasien duduk santai

2) lengan rileks, posisi antara fleksi dan ekstensi dan sedikit

prinasi, lengan diletakkan di atas lengan pemeriksa

Page 15: PBL I NSS

3) ibu jari pemeriksa diletakkan di atas tendo biep, lalu pukulah

ibu jari tadi dengan palu reflek

4) Respon : fleksi ringan di siku

b. Reflek Brakhioradialis

1) pasie duduk rilek

2) lengan pasien diletakkan di atas lengan pemeriksa

3) pukulah tendo brakhioradialis pada radius distal dengan palu

reflek

4) respon : fleksi lengan bawah dan supinasi lengan

c. Reflek Trisep

1) pasien duduk rileks

2) lengan pasien diletakkan di atas lengan pemeriksa

3) Pukullah tendo trisep melalui fosa olecrani

4) respon : ekstensi lengan bwah di siku

d. Reflek periosteum radialis

1) Lengan bawah sedikit di fleksikan pada sendi siku dan tangan

sedikit di pronasikan

2) ketuk periosteum ujung distal os.radialis

3) respon :fleksi lengan bawah dan supinasi ringan

e. Reflek periosteum ulnaris

1) Lengan bawah sedikit di fleksikan pada siku, sikap tangan

antara supinasi dan pronasi

2) ketukan pada periosteum ulnaris

3) respon : pronasi tangan

Reflek Fisiologi dinding perut :

a. Reflek dinding perut

1) Kulit dinding perut digores dengan bagian tumpul palu reflek

dengan arah dari samping ke garis tengah

2) respon : kontraksi dinding perut

Reflek fisiologis ekstremitas bawah

a. Reflek patella

1) Pasien duduk santai dengan tungkai menjuntai

2) raba daerah kana-kiri tendo untuk enentukan daerah yang tepat

Page 16: PBL I NSS

3) tangan pemeriksa memegang paha pasien

4) ketuk tendo patela dengan palu reflek menggunakan tangan

yang lain

5) respon : pemeriksa akan merasakan kontraksi otot kuadrisep,

ekstensi tungkai bawah.

b. Reflek Achiles

1) Penderita berbaring terlentang

2) kaki yang akan diperiksa ditumpangkan pada os.tibia kaki

lainnya

3) 1 tangan pemeriksa memegang jari - jari kaki yang akan

diperiksa, sedangkan tangan yang lain mengetuk tendo

achilles

4) respon : plantarfleksi kaki

c. Reflek Plantar

1) Telapak kaki pasien digores dengan ujung tumpul palu reflek

2) respon : plantar fleksi kaki dan fleksi semua jari kaki

5. Pemeriksaan Reflek Patologis

a. Reflek Hofmantromer

Tangan pasien ditumpu oleh tangan pemeriksa yang lain dan

disentilkan keujung jari tengah tangan penderita. Dilihat respon jari

tangan-tangan penderita, yaitu fleksi jari-jari yang lain. Reflek positif

bilateral bila dijumpai 25% prang normal, sedangkan unilateral

hoffman indikasi untuk suatu lesi UMN (lumantobing, 2008).

b. Grasping Reflex

Gores palmar penderita dengan telunjuk jari pemeriksa diantara ibu

jari dan telunjuk penderita. maka timbul genggaman dari jari penderita

menjepit jari pemeriksa. jika reflek ini ada, penderita tidak dapat

membebaskan jari penderita. Normal apabila terjadi pada bayi

(lumantobing, 2008).

c. Reflek Glabella

Ketukkan jari ke glabella pasien, positif apabila ada reflek pada mata

penderita berkedip (lumantobing, 2008).

Page 17: PBL I NSS

d. Reflek babinski

Lakukan goresan pada telapak kaki dari arah tumit ke arah jari melalui

sisi lateral menuju medial. Orang normal akan memberikan respo

fleksi jari-jari kaki abduksi, jempol kaki dan penarikan tingkai. pasa

lesi UMN maka akan timbul respon jempol kaki akan dorsofleksi

dengan jari-jari akan menyebara atau membuka (lumantobing, 2008).

6. UMN

Upper motor neuron adalah semua neuron yang menyalurkan impuls motorik

ke lower motorneuron (LMN). Berdasarkan anatomik dibagi menjadi susunan

piramidalis dan extrapiramidalis. Upper motorneuron berjalan dari cortex

cerebri sampai dengan medulla spinalis sehingga kerja dari upper motorneuron

akan mempengaruhi aktifitas dari lower motor neuron.

7. LMN

Lower motorneuron adalah neuron-neuron yang menyalurkan impuls motorik

pada bagian perjalanan terakhir ke sel otot skeletal, hal ini lah yang

membedakan dengan upper motorneuron. Lower motorneuron mempersarafi

serabut otot dengan berjalan melalui radix anteriot, nervis spinalis dan saraf

tepi. Lower motor neuron memiliki dua jenis yaitu alfa-motorneuron memiliki

akson yang ukuran besar, tebal dan menuju serabut otot ekstrafusal. sedangkan

gamma-motorneuron memiliki akson yang ukuran kecil, halus dan menuju ke

serabut otot intrafusal. Begitu halnya dengan nervi cranialis merupakan LMN

karena nervus-nervus cranialis ini sudah keluar sebelum medulla spinalis yaitu

pons dan medulla oblongata (sidharta,2008 ; snell 2007).

8. Pemeriksaan saraf cranialis

Pemeriksaan kedua belas nevus cranialis secara sistematis merupakan bagian

pemeriksaan yang penting pada semua pasien neurologi. Pemeriksaan ini dapat

meninjukkan lesi nucleus nervus cranial atau hubungan - hubungan sentralnya,

atau juga dapat meperlihatkan adanya gangguan LMN. Sesuai dengan kasus

pemeriksaan nervus cranialis VII dan XII sebagai berikut

a. Nervus VII

1) Dalam keadaan diam, memperhatikan :

Page 18: PBL I NSS

Asimetri muka

Gerakan-gerakan abnormal

2) Atas perintah pemeriksa

Mengangkat alis, bandingkan kanan dengan kiri

Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri),

kemudian pemeriksa mencoba membuka kedua mata

tersebut (bandingkan kekuatan kanan dan kiri)

Mmemperlihatkan gigi

Bersiul dan mencucu (asimetri/deviasi pada ujung

bibir)

Meniup sekuatnya (bandingkan kekuatan udara dari

pipi masing-masing)

Menarik sudut mulut ke bawah (bandingkan

konsistensi otot platisma kanan dan miri). Pada

kelemahan ringan kadang-kadang tes ini dapat untuk

mendeteksi kelemahan saraf fasialis pada stadium dini

3) Sensorik Khusus (Pengecapan 2/3 anterior lidah)

Melalui chorda tymphani. Pemeriksaan ini membutuhkan zat-

zat yang mempunyai rasa :

Manis, dipakai gula

Pahit, dipakai kinine

Asin, dipakai garam

Asam, dipakai cuka

Paling sedikit menggunakan 3 macam. Sebelumnya lidah

pasien dibersihkan/dilap terlebih dahulu untuk mengurangi air

liur. Pasien tidak boleh menutup mulut dan mengatakan

perasaannya dengan menggunakan kode-kode yang telah

disetujui bersama antara pemeriksa dan pasien. Penderita

diminta membuka mulut dan lidah dikeluarkan, Zat-zat

diletakkan di 2/3 bagian anterior lidah. Kanan dan kiri

diperiksa sendiri-sendiri, mula-mula diperiksa yang normal,

biasanya menggunakan gula, garam dan klorampenicol.

b. Nervus XII

Page 19: PBL I NSS

Pada lesi LMN, maka akan tampak adanya atrofi lidah dan fasikulasi

(tanda dini berupa perubahan pada pinggiran lidah dan hilangnya papil

lidah). Cara pemeriksaannya adalah :

1) Menjulurkan lidah

Pada lesi unilateral, lidah akan berdeviasi kearah lesi. Pada

Bell's palsy bisa menimbulkan positif palsu.

2) Menggerakkan lidah ke lateral

Pada kelumpuhan bilateral dan berat, lidah tidak bisa

digerakkan ke arah samping kanan dan kiri.

3) Tremor Lidah

4) Articulasi

Diperhatikan bicara dari penderita, penderita disuruh

mengikuti kalimat yang diucapkan oleh pemeriksa, yaitu :

'Ular melingkar-lingkar diatas pagar'. Bila terdapat parase

maka didpatakan disatria.

9. Perbedaan SNH dan SH

Gejala SNH SH

Onset Sub-akut kurangSamgat

akut/mendadak

Waktu mendadak Saat aktivitas

PeringatanBangun

pagi/istirahat-

Nyeri kepala +50% TIA +++

Kejang +/- +

Muntah - +

Koma, kesadaran

menurun+/- +++

Kaku kuduk - ++

Tanda kernign - +

Page 20: PBL I NSS

Edema pupil - +

Perdarahan retina - +

Bradikardia Hari ke 4 Sejak awal

Penyakit lain

Tanda adanya

arterosklerosis di

retina, koroner,

perifer. Emboli

pada kelainan

katub, fibrilasi,

bising karotis

Hampir selalu

hipertensi,

arterosklerosis,

penyakit jantung

hemolisis

Pemeriksaan

darah pada LP- +

Rontgen +

Kemungkinan

pergeseran

glandula pineal

Angiografi Oklusi, stenosis

Aneurisma, massa

intrahemisfer,

vasopasme

CT Scan Densitas berkurangMassa intrakranial

densitas bertambah

OftalmoskopFenomena silang

silver wire art

Perdarahan retina

atau korpus

vitreum

Lumbal pungsi

Tekanan normal,

warna jernih,

eritrosit <250/mm3

Meningkat, merah,

>1000/mm3

arterografi oklusi Ada pergeseran

EEG Di tengahBergeser dari

bagian tengah

(Muttaqin, Arif, 2008)

Info IV

Page 21: PBL I NSS

Hasil laboratorium

Hb : 13 gr/dl

Leukosit : 40% (menigkat)

Trombosit : 410.000/mm3

GDS : 150 mg/dl

Kolesterol total : 170 mg/dl

LDL : 175 mg/dl (tinggi)

Trigliserida : 155 mg/dl

Asam urat : 5,2 mg/dl

BUN : 2,5 mg/dl (menigkat)

Kreatinin serum : 1,1 mg/dl

Pemeriksaan penunjang lain

EKG :hipertrofi ventrikel kiri

Ro Thorax : Kardiomegali ringan

CT Scan kepala : gambaran hipodens pada hemisfer kiri, terdapat gambaran stroke non

hemoragik

Info V

a. Diagnosis Klinis I : Hemiparese dextra, parese N.VII dextra sentral,

parase N.XII dextra sentral

b. Diagnosis Klinis II : Hipertensi, Hiperlipidemia

c. Diagnosis topik : Lesi pada kapsula interna sinistra

d. Diagnosis etiologi : Stroke non hemoragik

e. Diagnosis banding : Stroke Hemoragik

Penatalaksanaan :

a. Farmakologi :

Tirah baring

O2 Kanul nasal 3 liter/menit

IVFD Asering 20 tetes/menit

Clilotazol 2 x 100 mg PO atau ASA 1 x 100 mg atau

clopidogrel 1 x 75 mg (anti platelet)

Piracetam 4 x 3 gram intra vena

Page 22: PBL I NSS

b. Monitoring

Keadaan umum, kesadaran, tanda vital

Awasi 5B (Breathing, Blood, Brain, Bowel, Bladder)

Breathing, panatau terus jalan nafas pasien, jangan sampai

terjadi gangguan pernafasan

Blood, apabila terjadi tekanan darah di atas 220/110 mmHg,

usahakan untuk menurunkan tekanan darah tersebut, namun

tidak boleh secara drastis, harus perlahan. Jaga komposisi

darah agar tetap seimbang, bila gula darah pasien mencapai

lebih dari 200 mg/dl harus diutunkan

Brain, kondisi otak harus dijaga agar tidak terjadi kejang dan

peningkatan tekanan intrakranial. Apabila terjadi peningkatan

tekanan intrakranial dapat diberikan manitol dengan dosis

titrasi

c. Rehabilitasi

Komunikasi

Mobilisasi

Aktivitas sehari-hari

d. Edukasi

Mengatur pola makan sehat

menghentikan rokok

Melakukan olahraga teratur

Menghindari stress dan beristirahat cukup

Sasbel

1. Etiologi Stroke

2. Faktor Resiko Stroke

3. Patogenesis dan patofisiologi stroke

4. klasifikasi stroke

5. Komplikasi

6. Prognosis

7. Penatalaksanaan

8. Aspek psikososial, rehabilitasi medis

Page 23: PBL I NSS

Hasil Belajar Mandiri

1. Etiologi

a. Stroke Non-Hemoragik

Artherosklerosis

Embolisasi

Penurunan tekanan darah sistemik

b. Stroke Hemoragik

Pecahnya arteri

Pecahnya Aneurisma

AVM (Arteriol-Venula Malformation)

2. Faktor Resiko Stroke

Faktor resiko stroke adalah sebagai berikut (WHO, 2009) :

a. Bisa diubah (modifiable)

1) Faktor resiko mayor

Kriteria ini didapat dari tingginya tingkat prevalensi dalam

masyarakat dan adanya penurunan tingkat kejadian bila faktor

risiko ini dikendalikan.

Tekanan darah tinggi

Lipid darah yang abnormal, totalkolesterol, LDL dan

TG meningkat, HDL menurun

Merokok

Jarang berolahraga Meningkatkan resiko sebesar 50%

Obesitas

Diet yang salah

Diabetes Melitus

2) Faktor resiko lain

Status sosio ekonomi yang rendah

Penyakit mental seperti depresi

Stres psikososial seperti terisolaso dari kehidupan

sosial dan kecemasan

Penggunaan alkohol dapat meningkatkan risiko

sebesar 30%

Page 24: PBL I NSS

Penggunaan obat-obatan tertentu seperti obat

kontrasepsi oral dan terapi pengganti hormon

Hipertrofi Ventrikel Kiri

Peningkatan homosistein dalam darah

Peningkatan C-reactive protein (CRO)

Gangguan koagulasi darah

b. Tidak bisa diubah (non-modifiable)

1) Umur

2) Ras

3) Gender

4) Riwayat penyakit keluarga

3. Patogenesis dan Patofisiologi Stroke

Page 25: PBL I NSS

Bagan patogenesis dan patofisiologi stroke (Rumantir, 2007)

4. Klasifikasi Stroke

Stroke diklasifikasikan sebagai berikut (Misbach, 1999) :

a. Berdasarkan kelainan patologis

1) Stroke Hemoragik

Perdarahan intra serebral

Perdarahan Sub Arachnoid

2) Stroke nonhemoragik

Stroke akibat trombosis serebri

Embolis serebri

Hiperfusis stemik

b. Berdasarkan lokasi vaskuler

1) Sistem karotis

Motorik hemiparase kontralateral, disartria

sensorik hemipestasi kontralateral, parestesi

gangguan visual maurosis fugaks

gangguan fungsi luhur : Afasia, Agnosia

2) Sistem Vertebrobasiler

Motorik hemiparese alternans, disatria

sensorik hemipaestasi alternans, parestesi

Page 26: PBL I NSS

gangguan lain : gamgguam keseimbangan, vertigo,

diplopia

5. Komplikasi Stroke

Komplikasi yang umum terjadi adalah bengkak otak (edema) yang terjadi pada

24 jam sampai 48 jam pertama setelah stroke. Berbagai komplikasi lain yang

dapat terjadi adalah sebagai berikut (setyopranoto, 2012) :

a. Kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke perdarahan.

Kejadian kejang umumnya memperberat defisit neurologik.

b. Peningkatan tekanan darah. Sering terjadi pada awal kejadian dan

turun beberapa hari kemudian.

c. Hiccup penyebabnya adalah kontraksi otot-otot diafragma. sering

terjadi pada stroke batng otak, bila menetap cari penyebab lain seperti

uremia dan iritasi diafragma.

6. Prognosis

a. Fungsional :Dubia ad bonam

b. Vitam :Bonam

c. Sanam :Bonam

7. Penatalaksanaan umum (demarquay, 2005) :

a. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, infus terpasang, boleh

dimulai bertahap bila hemodinamik stabil

b. Bebaskan jalan nafas, bila perlu berikan oksigen 1-2 L/menit sampaia

da hasil pemeriksaan gas darah

c. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan katerisasi

intermitten

d. Penatalaksanaan takanan darah dilakukan secara khusus

e. Hiperglikemia atau hipoglikemia harus segera dikoreksi

f. suhu tubuh harus dipertahankan normal

g. Asupan nutrisi per oral hanya boleh diberikan setelah fungsi menelan

baik dan apabila didapat gangguan menelan atau penderita dengan

kesadaran menurun, dianjurkan melalui pipa nasogastrik dengan 1500

kalori

h. Keseimbangan cairan elektrolit dipertahankan

Page 27: PBL I NSS

i. Pemberian cairan intravena 24 jam pertama cairan emergency RL,

Nacl 0,9% asering dan dilanjutkan 24 jam berikutnya berupa berupa

cairan kristaloid atau koloid, hindari yang mengandung glukosa murni

atau hipotonik.

j. Bila ada dugaan trombosis vena dalam, diberikan heparin/LMWH

dosis rendah bila tidak ada kontraindikasi

k. Mobilisasi dan neurorestorasi serta neurorehabilitasi dini bila tidak ada

kontraindikasi

8. Aspek Psikososial, Rehabilitasi Medik

Program Rehabilitasi Medik

a. Fase awal, untuk mencegah komplikasi sekunder dan melindungi

fungsi yang tersisa. Melalui proper bed positioning, latihan luas gerak

sendi, stimulasi elektrikal dan begitu penderita sadar dimulai

penanganan masalah emosional.

b. Fase lanjutan, mencapai kemandirian fungsional dalam mobilisasi dan

aktifitas kegiatan sehari-hari (AKS). Program pada fase ini meliputi :

Fisioterapi

Stimulasi elektrikal untuk otot-otot dengan kekuatan otot

(kekuatan 2 kebawah)

Latihan gerak sendi bisa pasif, aktif dibantuatau aktif

tergantung dari kekuatan otot.

Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot.

Latihan mobilisasi : Okupasi Terapi, Terapi Bicara

Aspek Psikososial

Pasien stroke memiliki emosi yang tidak stabil, hal ini dikarenakan krena

rusaknya pusat kontrol emosi pada pasien tersebut. Pasien stroke dapat tiba-

tiba kehilangan motivasi, nafsu makan. Perawatan rumah di rumah sakit,

lamanya proses rehabilitasi bagi pasien stroke juga dapat menyebabkan

depresi, serta disabilitasyang dialami oleh pasien stroke dapat membuat pasien

Page 28: PBL I NSS

stroke mengalami perubahansifat dan perilak selama sakit, (Demarquay, et al,

2005).

DAFTAR PUSTAKA

Demarquay, et al, 2005. Ethical issue of inform consent in acute stroke dalam

Cerebrovasc Disc 2005; 19:65-68

Kariasa, I Made. 2009. Tesis. Persepsi Pasien Paska Serangan Stroke Terhadap

Kualitas Hidupnya Dalam Perspektif Asuhan Keperawatan. Depok: UI.

Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. 2007. Pencegahan Primer Stroke dalam : Guideline Stroke. Jakarta.

Lumantobing, S.M., 2008. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : FKUI

Page 29: PBL I NSS

Manjoer, A., Suprohaita, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setiowulan. 2000. Kapita

Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.

Misbach, J. 2007. Pandangan umum mengenai Stroke. Manajemen stroke secara

komprehensif. Pp 1-9 .Balai penerbit Universitas Indonesia. Jakarta

Muttaqin, A., 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Rumantir, CU. 2007. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD Arifin Achmad/FK UNRI.

Setyopranoto, Ismail. 2012. Stroke. Available at http://www.strokebethesda.com

10 March, 2012, 14.00

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem Edisi 2. Jakarta:

EGC.

Snell, Richard S. 2006. Neuroanatomi Klinik Edisi 5. Jakarta: EGC.