Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
Anemia aplastik merupakan suatu sindroma kegagalan sumsum tulang yang
dikarakterisasi dengan adanya pansitopenia perifer, hipoplasia sumsum tulang dan
makrositosis oleh karena terganggunya eritropoesis dan peningkatan jumlah fetal
hemoglobin 1. Insiden penyakit anemia aplastik di dunia tergolong jarang, berkisar 2-
6 kasus per 1 juta penduduk pada negara-negara Eropa. Namun di Asia dikatakan
bahwa insiden penyakit ini lebih besar yaitu berkisar 6-14 kasus per 1 juta penduduk.
Anemia Aplastik dapat terjadi pada semua golongan usia, serta dapat diturunkan
secara genetik ataupun didapat. Insiden anemia aplastik didapat mencapai puncak
pada golongan umur 20-25 tahun, sedangkan jumlah tertinggi kedua berada pada
golongan usia diatas 60 tahun. Rasio anemia aplastik pada pria dan wanita adalah
1:1, namun perjalanan penyakit serta manifestasi klinis pada pria lebih berat
dibandingkan wanita 2.
Mekanisme primer terjadinya anemia aplastik diperkirakan melalui kerusakan
pada sel induk (seed theory), kerusakan lingkungan mikro (soil theory) dan melalui
mekanisme imunologi (immune suppression). Mekanisme ini terjadi melalui berbagai
faktor (multi faktorial) yaitu : familial (herediter), idiopatik (penyebabnya tidak dapat
ditemukan) dan didapat yang disebabkan oleh obat-obatan, bahan kimia, radiasi ion,
infeksi, dan kelainan imunologis 3. Anemia aplastik merupakan kegagalan
hematopoiesis yang relatif jarang dijumpai namun berpotensi mengancam nyawa 4.
Anemia aplastik merupakan penyakit yang akan diderita seumur hidup,
sehingga diperlukan kerjasama tim medis, pasien, serta keluarga dan lingkungan
dalam pengelolaan penyakit ini. Edukasi terhadap pasien dan keluarganya tentang
penyakit dan komplikasi yang memungkinkan akan sangat membantu memperbaiki
hasil pengobatan, serta diharapkan dapat membantu memperbaiki kualitas hidup
penderita.
1
Page 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Anemia aplastik merupakan anemia yang disertai oleh pansitopenia pada darah tepi
yang disebabkan oleh kelainan primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia
atau hipoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi atau pendesakan sumsum tulang 2.
II.2 Etiologi
Penyebab penyakit anemia aplastik sebagian besar adalah idiopatik (50-70 %).
Beberapa penyebab lain yang sering dikaitkan dengan anemia aplastik adalah
toksisitas langsung dan penyebab yang diperantarai oleh imunitas seluler. Beberapa
etiologi tersebut tercantum pada tabel berikut : 1,2
Tabel 1. Klasifikasi Etiologi Anemia Aplastik
Primer Kelainan Kongenital ▪ Fanconi
nonfanconi ▪ Dyskeratosis kongenital idiopatik
Sekunder Akibat radiasi, bahan kimia atau obat Akibat obat – obat idiosinkratik Karena penyebab lain :
Infeksivirus : hepatitis virus /virus lain Akibat kehamilan
II.3 Klasifikasi
Klasifikasi anemia aplastik berdasarkan etiologi dapat dibedakan menjadi : 2
I.3.1 Anemia aplastik didapat : disebabkan oleh bahan-bahan kimia seperti senyawa
benzena, ataupun hipersensitivitas terhadap obat atau dosis obat yang
berlebihan (kloramfenikol, fenilbutazon, sulfue, mileran, nitroseurea. Selain itu,
anemia aplastik didapat juga disebabkan oleh infeksi seperti Epstein-Bar,
2
Page 3
influenza A, dengue, tuberkulosis, Hepatitis, HIV, infeksi mikobakterial,
kehamilan ataupun sklerosis tiroid (anemia aplastik/hipoplastik).
I.3.2 Anemia aplastik familial : antara lain pansitopenia konstitusional Fanconi,
difisiensi pankreas pada anak, gangguan herediter pemasukan asam folat ke
dalam sel.
Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia aplastik dapat diklasifikasikan
menjadi tidak berat, berat atau sangat berat.
Tabel 2. Klasifikasi Anemia Aplastik2, 3
Anemia Aplastik Berat Selularitas sumsum tulang
Sitopenia : sedikitnya 2 dari 3 seri sel darah
< 25 %, atau selularitas < 50% dengan <30% sel – sel hematopoetik
▪ granulosit < 0,5x109/LTrombosit < 20x109/LCorrected reticulocite < 1%
Anemia Aplastik Sangat Berat Sama seperti di atas kecuali hitung
neutrofil < 200/µL
Anemia Aplastik Tidak Berat Sumsum tulang hiposeluler namun sitopenia tidak memenuhi kriteria berat
Resiko mortalitas dan morbiditas berkorelasi dengan derajat keparahan sitopenia.
Semakin berat derajat sitopenia tersebut, maka prognosis penyakit semakin buruk.
Sebagian besar kasus kematian pada anemia aplastik disebabkan oleh infeksi jamur,
sepsis bakterial atau pendarahan
II.4 Patofisiologi
Tiga faktor penting untuk terjadinya anemia aplastik adalah : 2,7
Gangguan sel induk hemopoeitik
Gangguan lingkungan mikro sumsum tulang
proses imunologik
Kerusakan sel induk telah dapat dibuktikan secara tidak langsung melalui
keberhasilan transplantasi sumsum tulang pada penderita anemia aplastik, yang
berarti bahwa penggantian sel induk dapat memperbaiki proses patologik yang
3
Page 4
terjadi. Teori kerusakan lingkungan mikrio dibuktikan melalui tikus percobaan yang
diberikan radiasi, sedangkan teori imunologik dibuktikan secara tidak langsung
melalui keberhasilan pengobatan imunosupresif. Kelainan imunologik diperkirakan
menjadi penyebab dasar dari kerusakan sel induk atau lingkungan mikro sumsum
tulang.
Gambar 1. Destruksi imun pada sel hematopoeitik 1
Proses tersebut dapat diterangkan sebagai berikut : sel target hematopoeitik
dipengaruhi oleh interaksi ligan-reseptor, sinyal intrasesuler dan aktivasi gen.
Aktivasi sitotoksik T-limfosit berperan penting dalam kerusakan jaringan melalui
sekresi IFN-γ dan TNF. Keduanya dapat saling meregulasi selular reseptor masing-
masing dan Fas reseptor. Aktivasi tersebut menyebabkan terjadinya apoptosis pada
sel target. Beberapa efek dari IFN-γ dimediasi melalui IRF-1 yang menghambat
transkripsi selular gen dan proses siklus sel sehingga regulasi sel-sel darah tidak
dapat terjadi. IFN-γ juga memicu produksi gas NO yang bersifat toksik terhadap sel-
sel lain. Selain itu, peningkatan IL-2 menyebabkan meningkatnya jumlah T sel
sehingga semakin mempercepat terjadinya kerusakan jaringan pada sel 1.
II.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada pasien dengan anemia aplastik dapat berupa : 2
Sindrom anemia :
4
Page 5
▪ Sistem kardiovaskuler : rasa lesu, cepat lelah, palpitasi, sesak napas
intoleransi terhadap aktivitas fisik, angina pectoris hingga gejala payah
jantung.
▪ Susunan syaraf : sakit kepala, pusing, telingga mendenging, mata berkunang
– kunang terutama pada waktu perubahan posisi dari posisi jongkok ke
posisi berdiri, iritabel, lesu dan perasaan dingin pada ekstremitas.
▪ Sistem pencernaan : anoreksia, mual dan muntah, flaturensi, perut kembung,
enek di hulu hati, diare atau obstipasi.
▪ Sistem urogeniatal: gangguan haid dan libido menurun.
▪ Epitel dan kulit : kelihatan pucat, kulit tidak elastis atau kurang cerah,
rambut tipis dan kekuning kuningan.
Gejala perdarahan : ptekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan subkonjungtiva,
perdarahan gusi, hematemesis/melenaatau menorhagia pada wanita.
Perdarahan organ dalam lebih jarang dijumpai, namun jika terjadi perdarahan
otak sering bersifat fatal.
Tanda-tanda infeksi : ulserasi mulut atau tenggorokan, selulitis leher, febris,
sepsis atau syok septik.
II.6 Diagnosis
Kriteria diagnosis anemia aplastik berdasarkan International Agranulocytosisand
Aplastic Anemia Study Group (IAASG) adalah : 2
1. Satu dari tiga sebagai berikut :
Hb <10 g/dl atau Hct < 30%
Trombosit < 50x109/L
Leukosit < 3,5x109 /L
2. Retikulosit <30x109/L
3. Gambaran sumsum tulang :
Penurunan selularitas dengan hilangnya atau menurunnya semua
sel hematopoeitik atau selularitas normal oleh hiperplasiaeritroid
fokal dengan deplesi seri granulosit dan megakariosit.
Tidak adanya fobrosis yang bermaknaatau infiltrasi neoplastik
4. Pansitopenia karena obat sitostakita atau radiasi terapeutik harus
dieksklusi
5
Page 6
II.7 Diagnosis Banding
Anemia aplastik perlu dibedakan dengan kelainan yang disertai pansitopenia
atau bisitopenia pada darah tepi, antara lain :
1. Leukemia aleukemik
2. Sindroma mielodisplastik (tipe hipoplastik)
3. Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria
4. Anemia mieloptisik
5. Pansitopenia karena penyebab lain
II.8 Penatalaksanaan
Secara garis besar terapi untuk anemia aplastik terdiri atas : 2
1. Terapi kausal
Terapi kausal adalah usaha untuk menghilangkan agen penyebab. Tetapi
sering hal ini sulit dilakukan karena etiologinya yang tidak jelas atau
penyebabnya yang tidak dapat dikoreksi.
2. Terapi suporif
Terapi ini adalah untuk mengatasi akibat pansitopenia.
a. Untuk mengatasi infeksi antara lain :
higiene mulut
identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang
tepat dan adekuat. Sebelum ada hasil tes sensitivitas, antibiotik
yang biasa diberikan adalah ampisilin, gentamisin, atau
sefalosporin generasi ketiga.
Tranfusi granulosit konsentrat diberikan pada sepsis berat
kuman gram negatif, dengan neutropenia berat yang tidak
memberikan respon pada antibiotika adekuat.
b. Untuk mengatasi anemia
tranfusi PRC (packet red cell) jika Hb < 7 g/dl atau ada tanda
payah jantung atau anemia yang sangat simtomatik. Koreksi
sampai Hb 9-10 g/dl, tidak perlu sampai Hb normal, karena
akan menekan eritropoiesis internal.
c. Untuk mengatasi perdarahan
6
Page 7
tranfusi konsentrat trombosit jika terdapat perdarahan mayor
atau trombosit < 20.000/mm3. Pemberian trombosit berulang
dapat menurunkan efektivitas trombosit karena timbulnya
antibodi antitrombosit. Kortikosteroid dapat mengurangi
perdarahan kulit.
3. Terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang
Beberapa tindakan di bawah ini diharapkan dapat merangsang
pertumbuhan sumsum tulang :
anabolik steroid : oksimetolon atau atanozol. Efek terapi diharapkan
muncul dalam 6-12 minggu.
kortikosteroid dosis rendah sampai menengah : prednison 40-100
mg/hr, jika dalam 4 minggu tidak ada perbaikan maka
pemakaiannya harus dihentikan karena efek sampingnya cukup
serius.
GM-CSF atau G-CSF dapat diberikan untuk meningkatkan jumlah
netrofil.
4. Terapi definitif
Terapi definitif adalah terapi yang dapat memberikan kesembuhan jangka
panjang. Terapi tersebut terdiri atas dua macam pilihan :
a. terapi imunosupresif
pemberian anti lymphocyte globuline : anti
lymphocyte globulin (ALG) atau anti thymocyte globuline
(ATG). Pemberian ALG merupakan pilihan utama untuk
pasien yang berusia di atas 40 tahun.
Pemberian methylprednisolon dosis tinggi
b. Transplantasi sumsum tulang.
Transplantasi sumsum tulang merupakan terapi definitif yang
memberikan harapan kesembuhan, tetapi biayanya sangat mahal,
memerlukan peralatan yang canggih, serta adanya kesulitan
tersendiri dalam mencari donor yang kompatibel. Transplantasi
sumsum tulang yaitu :
merupakan pilihan untuk pasien usia < 40 tahun
7
Page 8
diberikan siklosporin A untuk mengatasi GvHD (graft versus
host disease)
memberikan kesembuhan jangka panjang pada 60-70% kasus
II.8 Prognosis
Prognosis atau perjalanan penyakit anemia aplastik sangat bervariasi,
tetapi tanpa pengobatan pada umumnya memberikan prognosis yang
buruk. Prognosis dapat dibagi tiga, yaitu :
a. kasus berat dan progresif, rata-rata meninggal dalam 3
bulan (10-15% kasus)
b. pasien dengan perjalanan penyakit kronik dengan remisi
dan relapse dapat meninggal dalam 1 tahun (50% kasus)
c. pasien yang mengalami remisi sempurna atau parsial
(sebagian kecil pasien).
8
Page 9
BAB III
LAPORAN KASUS
III.1 Identitas pasien
Nama : IWP
Umur : 36 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Suku : Bali
Bangsa : Indonesia
Agama : Hindu
Pendidikan : Tamat SLTA
Status perkawinan : Belum menikah
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Jalan Raya Gumicik Gg Koala No. 2, Ketewel,
Gianyar.
III.2 Anamnesis
Keluhan umum : Badan lemas
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan lemas sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Lemas
dirasakan pada seluruh tubuh dan terjadi terus menerus sepanjang hari dan seperti
tidak bertenaga. Lemas dirasakan paling berat saat pasien berubah posisi dari posisi
tidur ke posisi duduk atau dari posisi duduk ke posisi berdiri. Lemas tidak membaik
dengan istirahat. Keluhan lemas ini dirasakan mengganggu aktivitas pasien. Keluhan
lemas ini sudah sering dirasakan pasien sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu.
Pasien juga mengeluh mengalami pusing sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit.
Pusing dirasakan pada seluruh kepala dan dirasakan terus-menerus serta tidak hilang
dengan istirahat. Pusing dirasakan paling berat saat pasien melakukan aktivitas fisik.
Pasien mengeluhkan timbul bintik-bintik merah atau memar pada perut, kedua
lengan, dan paha. Bintik-bintik dikatakan timbul 1 bulan SMRS dan timbul
mendadak. Bintik-bintik dikatakan tidak menimbulkan nyeri dan menetap. Bintik-
9
Page 10
bintik dikatakan tidak menghilang dengan beristirahat. Memar pada paha awalnya
kecil, semakin lama semakin membesar dan menetap hingga sekarang.
Keluhan panas badan, batuk, muntah darah, mimisan, gusi berdarah, BAB hitam
disangkal oleh pasien. Mual muntah disangkal oleh pasien. Riwayat penyakit kuning,
memakai obat – obatan dalam jangka waktu lama atau sedang mengalami
pengobatan kemoterapi maupun radioterapi juga disangkal. BAK dikatakan normal
dan tidak ada keluhan. BAB dikatakan normal. Pasien mengatakan nafsu makan dan
minumnya tidak mengalami penurunan. Begitu juga berat badan pasien juga
dikatakan tidak mengalami penurunan.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU DAN PENGOBATAN
Keluhan yang sama sudah mulai dirasakan oleh pasien sejak 1 tahun yang lalu. Pada
Desember 2011, pasien sempat dirawat di RSUP Sanglah dan dilakukan BMP dan
pasien mengatakan sudah dijelaskan bahwa dirinya menderita anemia aplastik.
Pasien mendapatkan pengobatan berupa metilprednisolon 1 x 8 mg.
Riwayat penyakit kuning, jantung, diabetes maupun asma serta penyakit sistemik
lain disangkal.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.
Riwayat asma, penyakit jantung, hipertensi, kencing manis dan penyakit kanker pada
keluarga disangkal.
RIWAYAT PRIBADI DAN SOSIAL
Pasien saat ini tidak bekerja dan hanya melakukan aktifitas ringan di rumah. Pasien
makan dengan cukup gizi dengan kandungan nasi, daging/ikan, dan sayur. Di
lingkungan tetangga pasien, tidak ada yang memiliki keluhan yang sama dengan
pasien.
III. 3 PEMERIKSAAN FISIK
Tanda- tanda vital
Kedaan umum : Lemah
10
Page 11
Kesadaran : Compos Mentis
Gizi : baik
GCS : E4 V5 M6
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88 x / mnt
RR : 20 x/ mnt
Tax : 36,5 0C
Berat badan : 75 kg
Tinggi badan : 170 cm
BMI : 24,4 kg/m2
Pemeriksaan Khusus
Mata : anemis +/+, ikterus -/-, reflek pupil +/+ Isokor
THT : tonsil T1/T1, faring normal, atrofi pupil lidah (-)
Mulut : lidah : plak (-), hiperemi (-)
Bibir : pucat (-)
Perdarahan gusi (-)
Leher : JVP + 0 cm H2O, pembesaran kelenjar (-), peteki (-)
Torak :
Cor :
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak teraba, kuat angkat (-), thrill(-)
Parkusi : batas atas jantung ICS 2 sinistra
Batas kanan jantung parasternal line dekstra
Batas kiri jantung midclavicula line sinistra ICS 5
Auskultasi : S1S2 tunggal regular murmur (-)
Pulmoner :
Inspeksi : simetris
Palpasi : vokal fremitus N/N, nyeri tekan (-).
Parkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : distensi (-)
Auskultasi : Bising Usus (+) normal
11
Page 12
Palpasi :Hepar : tak teraba, nyeri tekan (-)
Lien : tak teraba
Balotement : -/-
Perkusi : timpani +, troube space +
Nyeri ketok CVA (-)
Ekstremitas :
Hangat : +/+ / +/+
Edema : -/- / -/-
III. 4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Darah Lengkap (26/01/2013)Parameter Nilai Unit Remarks Nilai Normal
WBC 3,11 103/μL Rendah 4,10-11,00
Ne% 47,50 % 47.00 – 89.00
Lym% 37,70 % 13.00 – 40.00
Mo% 4,40 % 2.00 – 11.00
Eo% 5,10 % 0.00 – 5.00
Ba% 0.30 % 0.00 – 2.00
#Ne 1,48 103/μL 2,50-7,50
#Lym 1,18 103/μL 1,00-4,00
#Mo 0,14 103/μL 0,10-1,20
#Eo 0,16 103/μL 0,00 – 0,50#Ba 0,01 103/μL 0,00 – 0,10RBC 2,79 103/μL Rendah 4,00 – 5,20HGB 9,40 g/dl Rendah 13,50 – 17,50
HCT 28,70 % Rendah 36,00 – 46,00
MCV 88,60 fl 80,00 – 100,00
MCH 33,70 pg 26,00 – 34,00
MCHC 32,70 g/dl 31,00 – 36,00
RDW 20,30 % Tinggi 11,60 – 14,80PLT 21,00 103/μL Rendah 150 – 440
B. Kimia Klinik (21/01/2013)Parameter Nilai Remarks Nilai Normal
SGOT 14.59 U/L 11,00-33,00
12
Page 13
SGPT 14,26 U/L 11,00-50,00
BUN 11,23 mg/Dl 8,00 – 23,00Creatinin 0,69 mg/Dl Rendah 0,70 – 01,20
III.5 DIAGNOSIS Anemia Aplastik
III.6 PENATALAKSANAAN- Masuk Rumah Sakit (MRS)
- IVFD NS 20 tetes per menit
- Diet TKTP
- Metilprednisolon 8 – 0 – 0 mg
Monitoring : vital sign, keluhan
13
Page 14
BAB IV
KUNJUNGAN RUMAH
4.1 Alur Kunjungan Lapangan
Kunjungan dilakukan pada tanggal 20 Februari 2013 langsung ke tempat
tinggal pasien yang berada dilingkungan Br. Giri Dharma Desa Ungasan,
Kabupaten Badung. Kami mendapat sambutan yang baik dari pasien dan
keluarga. Prinsip- prinsip umum pengelolaan anemia aplastik bukan hanya
terbatas pada pemakain obat saja, namun perlu pendekatan holistik yaitu
pendekatan bio- psiko – sosial. Penulis melakukan kunjungan ke rumah pasien
dengan tujuan untuk mengidentifikasi masalah dan mendalami langsung keadaan
riil yang ada pada pasien, serta menemukan permasalahan yang ada serta
mencari solusi penyelesaiannya. Pada dasarnya pasien anemia aplastik
memerlukan informasi yang benar dan dukungan dari sekitarnya dengan maksud
agar dapat hidup mandiri. Adapun intervensi yang kami lakukan adalah:
a. Edukasi pada pasien untuk meningkatkan pengetahuan pasien atau
keluarga tentang anemia aplastik (penjelasan apa itu anemia aplastik
dan penyebabnya, gejala, aktivitas fisik, dll)
b. Memberikan motivasi moril kepada pasien dan keluarga terkait
anemia aplastik dan berbagai permasalahannya.
c. Menyadarkan pasien atau keluarga akan pentingnya menjaga
kesehatan pasien dengan memenuhi kebutuhan nutrisi serta
beraktivitas dengan baik.
Pada saat kunjungan, keadaan pasien sudah membaik. Lemas sudah masih
dirasakan. Keluhan pusing dirasakan berkurang oleh pasien. Pasien merasakan
kondisinya lebih baik setelah ditransfusi kurang lebih dua minggu yang lalu. Nafsu
makan pasien dikatakan meningkat. Pasien juga tidak mengalami kendala dalam
melakukan aktivitas sehari-hari. Pasien hanya merasakan kondisinya tidak
mengalami perbaikan selama 1,5 tahun setelah mengetahui menderita penyakit ini.
1.2 Daftar Permasalahan
Adapun sejumlah permasalahan yang masih menjadi kendala pasien dalam hal
menghadapi penyakitnya :
14
Page 15
1. Pasien mengeluhkan belum merasakan perbaikan setelah menjalani
pengobatan untuk keluhan lemas dan cepat lelah yang dirasakan oleh pasien.
Keluhan ini dirasakan sangat menggangu aktivitas sehari-sehari pasien dan
dirasakan memberat walaupun telah kontrol ke rumah sakit secara rutin.
2. Pasien masih kurang memahami penyakit yang dideritanya terutama, etiologi
dan kemungkinan keluhan-keluhan yang mungkin muncul.
3. Pasien merasakan membebani keluarganya karena harus sering kontrol ke
rumah sakit. Selama ini biaya pengobatan menggunakan JKBM dan dibantu
juga oleh keluarga baik orang tua pasien dan kakak-kakak pasien.
4. Pasien mengeluhkan akibat kondisinya pasien tidak dapat beraktivitas dan
bekerja seperti normal. Dahulu pasien merupakan pegawai hotel dan setelah
sakit tidak dapat kembali bekerja sehingga tidak memiliki penghasilan.
4.3 Analisis Kebutuhan Pasien
1. Kebutuhan fisik-biomedis
a. Kecukupan Gizi
Pasien selalu mengkonsumsi nasi dan sayur-sayuran setiap hari. Pasien juga
memakan daging setidaknya lebih dari 3 kali seminggu, Pasien mengkonsumsi
daging ayam, babi, dan ikan. Biasanya dalam sehari pasien makan buah 1 kali
sehari. Dari data nutrisi harian pasien, dapat diketahui bahwa asupan harian
pasien mengandung karbohidrat, vitamin, mineral dan protein. KIE diberikan
kepada pasien dan dianjurkan untuk menjaga variasi dan jumlah porsi makanan
setiap harinya. Hal ini bertujuan untuk menjaga stamina dan daya tahan tubuh
bukan hanya untuk kebaikan pasien tetapi juga untuk seluruh anggota keluarga
agar tidak rentan terkena penyakit lain.
Tabel 1. Nutrisi Harian
Jenis Jumlah Jadwal/hari Jadwal/minggu
KarbohidratNasiRotiMieLainnya
1 piring---
2-3 kali---
14-21 kaliKadang - kadangKadang-kadang-
15
Page 16
ProteinHewani
AyamTelurIkan lautBabi
NabatiTahuTempe
1 potong1 butir1 potong1 potong
1 potong1 potong
----
2 kali2 kali
3 kali2 kali3 kali1 kali
Setiap hariSetiap hari
Susu - - -
Buah 1 buah 1 kali 7 kali
Sayur ¼ piring 2 kali 14 kaliLainnya - - -
Perhitungan kebutuhan kalori bagi penderita ini dihitung dengan menggunakan
rumus Brocca sebagai berikut :
Berat badan ideal = (TB cm – 100) kg – 10%
= (170-100) kg - 10%
= 63 kg
Jadi berat badan ideal untuk pasien ini adalah 63 kg.
Status gizi = (BB aktual : BB ideal) x 100%
= (75 kg : 63 kg) x 100%
= 119,04%
Jadi status gizi pasien termasuk berat badan lebih.
Jumlah kebutuhan kalori perhari:
- Kebutuhan kalori basal = BB ideal (kg) x 30 kalori
= 63 kg x 30 kalori
= 1890 kal
- Kebutuhan aktivitas ditambah 10% = 10% x 1890 = 189 kal
- Berat badan lebih, dikurangi 10% = 100% x 1890 = 189 kal
Jadi total kebutuhan kalori per hari untuk pasien adalah 1890 kalori. Untuk
mempermudah dibulatkan menjadi 1800 kalori
Distribusi makanan :
1. Karbohidrat 60% = 60% x 1800 kalori = 1080 kalori dari karbohidrat setara
dengan 270 gram karbohidrat (1080 kalori : 4 kalori/gram karbohidrat).
16
Page 17
2. Protein 20% = 20% x 1800 kalori = 360 kalori dari protein setara dengan 90
gram protein (360 kalori : 4 kalori/gram protein).
3. Lemak 20% = 20% x 1800 kalori = 360 kalori dari lemak setara dengan 40
gram lemak (360 kalori : 9 kalori/gram lemak).
b. Akses pelayanan kesehatan
Anemia aplastik merupakan penyakit kronis yang membutuhkan pemeriksaan
klinis dan laboratorium rutin untuk memantau keberhasilan pengobatan,
mencegah perburukan penyakit dan timbulnya komplikasi, sehingga hendaknya
pasien tinggal di tempat yang mudah menjangkau pusat pelayanan kesehatan
terdekat. Pasien yang bertempat tinggal asal di Ketewel mengaku tidak sulit
mengakses pelayanan kesehatan. Walaupun letaknya agak jauh pasien lebih
memilih berobat ke RSUP Sanglah karena fasilitasnya lebih lengkap.
c. Lingkungan
Pasien berasal dari Bali, tinggal dengan orang tua, dan kakak-kakaknya di
lingkungan keluarga besar. Secara umum keadaan lingkungan tempat tinggal
pasien bersih dan akses jalan masuk baik. Rumah pasien seluas ± 3 are
tergolong permanen dimana atap, dinding dan lantai dibuat dari bahan
permanen. Di lingkungan tesebut, terdapat tiga rumah, dengan satu bale
bengong dan garasi. Ketiga-tiga rumah terdiri dari 1 lantai. Masing- masing
rumah terdapat satu dapur dan kamr mandi. Rumah-rumah tersebut cukup luas
dan terdapat ventilasi yang mencukupi. Diluar rumah terdapat halaman dan
tempat menjemur pakaian. Sumber air untuk minum, keperluan memasak, mandi
dan mencuci baju berasal dari air PAM.
2. Kebutuhan bio-psikososial
a. Lingkungan biologis
Dalam lingkungan biologis, keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan
serupa seperti yang dialami pasien.
17
Page 18
b. Faktor psikososial
Dalam keadaan sakit ini pasien sangat membutuhkan pengertian dan dukungan
dari keluarga dalam menjalani aktivitas sehari-hari dan menjalani
pengobatannya termasuk untuk minum obat setiap harinya dan pengaturan
dietnya. Pasien saat ini tinggal bersama keluarga yang cukup memperhatikan
kondisi kesehatannya.
4.4 Saran
Saran kepada pasien :
Secara rutin mengontrol kesehatan ke tenaga kesehatan untuk mengetahui
perkembangan penyakit yang diderita.
Makan makanan yang bergizi dan dalam jumlah yang cukup dan teratur.
Tetap aktif dalam kegiatan kekeluargaan dan organisasi di masyarakat.
Meningkatkan asupan protein hewani dan nabati dengan meningkatkan
konsumsi makanan.
Meningkatkan konsumsi vitamin melalui suplemen makanan.
Segera ke rumah sakit atau puskesmas jika keluhannya kembali kambuh.
Saran kepada keluarga :
Agar keluarga selalu ikut mengingatkan pasien mengenai makanan yang
dikonsumsi setiap harinya agar sesuai dengan kebutuhan nutrisi yang telah
disarankan.
Selalu memberikan dukungan moril kepada pasien agar selalu menjaga
kesehatannya.
Agar dapat menyediakan bahan – bahan makanan yang mengandung tinggi
protein dan tinggi karbohidrat.
18
Page 19
BAB VPENUTUP
Kesimpulan
1. Keluhan yang masih dikeluhkan pasien saat kunjungan ke rumahnya adalah
sedikit tidak bertenaga dan kadang-kadang lemas.
2. Permasalahan yang didapat dari pasien pada saat kunjungan ke rumah
pasien antara lain: pasien masih kurang memahami penyakitnya dan
pengobatannya.
3. Pasien tidak mengalami kesulitan untuk melakukan pengobatan ke RSUP
Sanglah. Selain itu, orang tua pasien juga memperhatikan kebutuhan
makanan dan mengontrol kesehatan pasien dengan menemani pasien ke RS
sesuai dengan anjuran dokter.
4. Lingkungan rumah pasien berada di lingkungan yang luas dan bersih.
Keluarga besar pasien juga sering memerhatikan kondisi pasien dan
memberi dukungan yang positif kepada pasien.
19
Page 20
Dokumentasi kunjungan Rumah
20
Page 21
DAFTAR PUSTAKA
1. Young NS, Maciejewski J. The Pathophysiology of Acquired Aplastic Anemia.
In : Eipsten FH, editor. New English Medical Journal, vol.336. Massachusetts
Medical Society, 2001.
2. Bakta, IM. Anemia Aplastik dan Gagal Sumsum Tulang lainnya. Denpasar :
Laboratorium/SMF Penyakit Dalam FK Universitas Udayana, 1996. p. 3-40.
3. Widjanarko A, Sudoyo AW, Salonder H. Anemia Aplastik Dalam: Alwi I, Bahar
A, Djojoninggrat D, Lesmana L, Mudjadid HE, Setiati S, Sudoyo AW,
Suhardjono H, Sundaru H, Waspadji S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2001. hal.627-633
4. Widjanarko, A. Anemia Aplastik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
II Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2001. p. 637-643.
5. William DM, Pancytopenia, Aplastic Anemia and Pure Red Cell Aplasia. In:
Wintrobe’s Clinical Hematology Volume I. Ninth Edition. Philadephia London:
Lea&Febringer, 1993. p 911-937.
6. Hilman RS, Kenneth AA. Hematology in Clinical Practice. Third edition. New
York: Mc-Graw Hill, 2002. p. 27-40.
7. Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Dalam RSUP Denpasar. Denpasar :
Lab / SMF Penyakit Dalam FK UNUD / RSUP Denpasar Bali, 1994.
21