SKENARIOSeorang ibu membawa anaknya yang berusia 15 bulan
berobat.Ia mengatakan bahwa anaknya sudah 1 bulan terakhir ini
mengalami BAB cair.Kadang mereda, kadang banyak.Frekuensi BAB 2-6x/
hr, cair dan tidak ada darah.BAB bertambah bila anak minum susu.Ia
juga mengatakan anaknya sudah sejak dulu memang sulit makan dan
sering sakit.
Pemeriksaan fisik : anak tampak lesu, mata sayu, BB : 6,5 kg.
Mukosa bibir dan mulut masih tampak basah.Turgor kulit sangat
berkurang.Lain-lain dalam batas normal.DIARE PADA BALITADiare
sebenarnya bukan nama penyakit, tapi merupakan suatu gejala. Kalau
didefinisikan, diare berarti kehilangan air dan elektrolit secara
berlebihan melalui BAB (buang air besar). Bayi biasanya memiliki
volume BAB sampai dengan 5 gram per kg BB-nya, sedangkan dewasa
sekitar 200 gram per 24 jam. Usus kecil milik kita yang sudah
dewasa mampu menyerap air sampai 11 liter per hari, sedangkan usus
besar hanya menyerap 0,5 liter per hari. Oleh karena itu, gangguan
di usus kecil biasanya akan menyebabkan diare dengan volume air
yang banyak. Sedangkan gangguan di usus besar biasanya akan
menyebabkan diare dengan volume air yang lebih sedikit.Diare
merupakan penyakit yang lazim ditemui pada bayi maupun anak-anak.
Menurut WHO, diare merupakan buang air besar dalam bentuk cairan
lebih dari tiga kali dalam satu hari, dan biasanya berlangsung
selama dua hari atau lebih.
Pada anak-anak, konsistensi tinja lebih diperhatikan daripada
frekuensi BAB, hal ini dikarenakan frekuensi BAB pada bayi lebih
sering dibandingkan orang dewasa, bisa sampai lima kali dalam
sehari. Frekuensi BAB yang sering pada anak belum tentu dikatakan
diare apabila konsistensi tinjanya seperti hari-hari pada
umumnya.Diare dapat menyebabkan seseorang kekurangan cairan.
Penyebab diare bermacam-macam, diantaranya infeksi (bakteri maupun
virus) maupun alergi makanan (khususnya susu atau laktosa). Diare
pada anak harus segera ditangani karena bila tidak segera
ditangani, diare dapat menyebabkan tubuh dehidrasi yang bisa
berakibat fatal.
Berbeda dengan alergi makanan, intoleransi makanan tidak
dipengaruhi oleh sistem
imun. Contoh intoleransi makanan adalah intoleransi laktosa
(sangat jarang ditemukan pada bayi). Bayi yang mengalami
intoleransi laktosa, artinya bayi tersebut tidak cukup memproduksi
laktase, suatu enzim yang dibutuhkan untuk mencerna laktosa (yaitu
gula dalam susu sapi dan produk susu lainnya). Gejala seperti
diare, perut kembung, dan banyak gas bisa terjadi bila laktosa
tidak terurai. Gejala biasanya muncul sekitar satu atau dua jam
setelah mengkonsumsi produk susu.
Diare Kronik pada AnakLebih banyak (lebih sering) pada bayi yang
dapat disertai keluhan sakit perut, anoreksia, BB turun, demam atau
gangguan kulit.
Diare persisten didefinisikan sebagai berlanjutnya episode diare
selama 14 hari atau lebih yang dimulai dari suatu diare cair akut
atau berdarah (disentri). Kejadian ini sering dihubungkan dengan
kehilangan berat badan dan infeksi non intestinal. Diare persisten
tidak termasuk diare kronik atau diare berulang seperti penyakit
sprue, gluten sensitive enteropathi dan penyakit Blind loop.
Walker-Smith mendefinisikan sebagai diare yang mulai secara akut
tetapi bertahan lebih dari 2 minggu setelah onset akut
Diare persisten menyebabkan berlanjutnya kerusakan mukosa dan
lambatnya perbaikan kerusakan mukosa yang menyebabkan gangguan
absorpsi dan sekresi abnormal dari solute dan air. Proses ini
disebabkan oleh infeksi, malnutrisi, atau intoleransi PASI (non
human milk) secara terpisah atau bersamaan.
ANAMNESIS
Lama diare, mulai kapanFrekuensi dan konsistensi tinjaVolume
Warna
Lendir/ darah
Bau
Diuresis
Penyakit penyerta : malnutrisi, infeksi
Riwayat makan/ minum sebelum/ sesudah diare
Berat badan sebelum sakit
Adanya sakit perut/ kembung ( malabsorbsi karbohidrat
Nyeri bila defekasi ( tanda kolitis
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan umum :
Dijumpai penurunan berat badan terutama pada tirotoksikosis dan
malabsorpsi. Anemia terutama pada colitis, penyakit Crohn usus
halus. Demam menunjukkan adanya proses peradangan.
Inspeksi
keadaan umum anak
pemeriksaan kulit (turgor, kelembaban, warna, tekstur, dll)
warna mata dan rambut
keadaan perut
Palpasi
nyeri tekan pada perut
suhu badan (demam)
Perkusi -
Auskultasi
frekuensi nadi
Frekuensi nafas Bising perutPEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan khusus :Pemeriksaan abdomen tidak banyak
membantu).Sewaktu mengadakan colok rektal diperhatikan adanya
fisura dan fistula daerah perianal yang biasa dijumpai pada
penderita diare kronik adalah rektosigmoidoskopi disertai
pemeriksaan tinja secara makroskopis dan mikroskopis.
Pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan darah)Pada proses
peradangan terdapat peninggian LED tetapi pada kasus penyakit Crohn
dan Kolitis kadang-kadang nilai LED normal.Pada malapsorpsi dan
proses peradangan dapat terjadi anemia.Albumin merendah pada
penyakit Crohn dan Coeliac. Pada malapsropsi dijumpai hipokalsemia
dan avitaminosis D, peninggian masa protrombin.Pemeriksaan gula
darah atau tes toleransi glikosa perlu dilakukan untuk penderita
pankreatitis.
RadiologisPada foto polos abdomen dapat dijumpai pengapuran
(kalsifikasi) di daerah pankreas yang menunjukkan kemungkinan
adanya pankreatitis kronik,umumnya peminum alkohol yang berat
biasanya menderita diare dengan steatorea.
Barium mealDapat dijumpai adanya fistula gastrokolik yang
disebabkan karsinoma lambung dan tungkak peptik kronik.Barium
follow through:dapat dijumpai adanya kelainan radiologis penyakit
Crohn usus halus dan divertikulosis jejunum.Barium enema:dapat
menunjukkan kelainan kolon antara lain:skip lesion ditambah tukak
apthosa pada penyakit Crohn,filling defect pada karsinoma
kolon,spasme pada sindrom kolon iritabel,gambaran tidak adanya
haustre disertai tumpukan bubur barium pada kolitis.
KolonoskopiPemeriksaan kolonoskopi dapat dianjurkan pada
sangkaan adanya colitis walaupun hasil foto kolon dengan kontras
ganda menunjukkan gambaran yang normal.koloskopi masih dianjurkan
pada sangkaan adanya proses peradangan kolon,karena dengan
kolonoskopi kita bisa melihat seluruh kolon bahkan sampai ileum
terminal dan biopsi jaringan.
Pemeriksaan laboratorium pada intoleransi laktosa1. Pengukuran
pH tinja (pH < 6, normal pH tinja 7
2. Penentuan kadar gula dalam tinja dengan tablet "Clinitest".
Normal tidak terdapat gula dalam tinja. (+ = 0,5%, + + = 0,75%, +++
= 1%, ++++ = 2%).
3. Lactose loading (tolerance) testSetelah penderita dipuasakan
selama semalam diberi minum laktosa 2 g/kgbb. Dilakukan pengukuran
kadar gula darah sebelum diberikan laktosa dan setiap 1/2jam
kemudian hingga 2 jam lamanya. Pemeriksaan ini dianggap positif
(intoleransi laktosa) bila didapatkan grafik yang mendatar selama 2
jam atau kenaikan kadar gula darah kurang dari 25 mg% (Jones,
1968).
4. Barium meal lactoseSetelah penderita dipuasakan semalam,
kemudian diberi minum larutan barium laktosa. Kemudian dilihat
kecepatan pasase larutan tersebut. Hasil dianggap positif bila
larutan barium laktosa terlalu cepat dikeluarkan (1 jam) dan
berarti pula hanya sedikit yang diabsorbsi.
5. Biopsi mukosa usus halus dan ditentukan kadar enzim laktase
dalam mukosa tersebut. Untuk diagnosis klinis biopsi usus penting
sekali, karena banyak hal dapat diketahui dari pemeriksaan ini,
misalnya gambaran vilus di bawah dissecting microscope. Gambaran
histologis mukosa (mikroskop biasa dan elektron), aktifitas
enzimatik (kualitatifdan kuantitatif). Biopsi usus ternyata tidak
berbahaya dan sangat bermanfaat dalam menyelidiki berbagai keadaan
klinis yang disertai malabsorbsi usus.
6. Sugar chromatography dari tinja dan urin.
DIAGNOSIS KERJA Diare Kronik et causa Intoleransi laktosa
Intoleransi laktosa adalah gejala klinis akibat tidak
terhidrolisnya laktosa secara optimal di dalam usus halus akibat
defisiensi laktase, yaitu diare profus, kembung, nyeri perut,
muntah, sering flatus, merah di sekitar anus, dan tinja berbau
asam.
Berdasarkan penyebabnya, intoleransi laktosa dapat di
klasifikasikan sebagai berikut :
A. Bentuk bawaan ( sangat jarang )
1. Kekurangan laktase bawaan
2. Severe lactose intoleranceB. Bentuk didapat ( sering )
1. Kekurangan laktase primer2. Kekurangan laktase sekunder
DIAGNOSIS BANDING Post infeksius diare Alergi susu sapi
Lambliasis
Defisisensi enzim
Coeliaki
Kistik fibrosis
ETIOLOGI
Etiologi Diare Kronik Infeksi virusVirus yang paling banyak
menimbulkan diare adalah rotavirus. Menurut WHO, rotavirus turut
berkontribusi sebesar 15-25% diare pada anak usia 6-24 bulan.
Infeksi BakteriBakteri seperti Shigella, Vibrio cholera,
Salmonella (non thypoid), Campylobacter jejuni maupun Escherichia
coli bisa saja merupakan penyebab diare pada buah hati anda. Anak
anda kemungkinan mengalami diare akibat infeksi bakteri jika diare
yang dialaminya sangat hebat, diikuti dengan kejang, terdapat darah
di tinjanya, serta demam.
ParasitInfeksi akibat parasit juga dapat menyebabkan diare.
Penyakit giardiasis misalnya. Penyakit ini disebabkan parasit
mikroskopik yang hidup dalam usus. Gejala giardiasis diantaranya
adalah banyak gas, tinja yang sangat banyak dan berbau busuk, perut
kembung, serta diare.
AntibiotikJika anak atau bayi anda mengalami diare selama
pemakaian antibiotik, mungkin hal ini berhubungan dengan pengobatan
yang sedang dijalaninya. Antibiotik bisa saja membunuh bakteri baik
dalam usus selama pengobatan. Konsultasikan pada dokter mengenai
hal ini. Namun, jangan hentikan pengobatan pada anak anda sampai
dokter memberikan persetujuan.
Makanan dan MinumanTerlalu banyak jus (terutama jus buah yang
mengandung sorbitol dan kandungan fruksosa yang tinggi) atau
terlalu banyak minuman manis dapat membuat perut bayi kaget dan
menyebabkan diare.
Alergi MakananAlergi makanan merupakan reaksi sistem imun tubuh
terhadap makanan yang masuk. Alergi makanan pada bayi biasa terjadi
pada bayi yang mulai mengenal makanan pendamping ASI. Protein susu
merupakan alergen (penyebab alergi) yang paling umum dijumpai pada
bayi. Selain protein susu, alergen yang umum dijumpai adalah telur,
kedelai, gandum, kacang, ikan, dan kerang-kerangan. Konsultasikan
pada dokter jika anda mencurigai ananda memiliki alergi makanan.
Alergi makanan dapat menyebabkan berbagai reaksi (salah satunya
adalah diare) dalam waktu singkat maupun setelah beberapa jam.
Intoleransi MakananBerbeda dengan alergi makanan, intoleransi
makanan tidak dipengaruhi oleh sistem imun. Contoh intoleransi
makanan adalah intoleransi laktosa (sangat jarang ditemukan pada
bayi). Bayi yang mengalami intoleransi laktosa, artinya bayi
tersebut tidak cukup memproduksi laktase, suatu enzim yang
dibutuhkan untuk mencerna laktosa (yaitu gula dalam susu sapi dan
produk susu lainnya). Gejala seperti diare, perut kembung, dan
banyak gas bisa terjadi bila laktosa tidak terurai. Gejala biasanya
muncul sekitar satu atau dua jam setelah mengkonsumsi produk
susuMalabsorbsi karbohidrat (intoleransi laktosa)Laktosa merupakan
karbohidrat utama dari susu (susu sapi mengandung 50mg laktosa
perliter). Maka pada bayi dan balita diare akibat intoleransi
laktosa mendapat perhatian khusus karena menjadi penyebab yang
cukup sering.
PenyebabSebagian besar karbohidrat yang dimakan sehari-hari
terdiri dari disakarida dan polisakarida. Karbohidrat dapat dibagi
dalam monosakarida (glukosa, galaktosa, dan fruktosa), disakarida
(laktosa atau gula susu, sukrosa atau gula pasir dan maltosa) serta
polisakarida (glikogen, amilum, tepung). Setelah masuk ke dalam
usus, disakarida akan diabsorbsi dan masuk ke dalam mikrovili usus
halus dan dipecah menjadi monosakarida oleh enzim disakaridase
(laktase, sukrase, dan maltase) yang ada di permukaan mikrovili
tersebut.
Defisiensi enzim disakaridase selektif menyebabkan gangguan
hidrolisis karbohidrat pada membran enterosit meskipun tidak ada
cedera mukosa2).
Pada intoleransi laktosa terjadi defisiensi enzim laktase dalam
brush border usus halus, sehingga proses pemecahan laktosa menjadi
glukosa terganggu dan akibatnya terjadi gangguan penyerapan makanan
atau zat sehingga akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga
usus meningkat dan akan mengakibatkan tekanan osmotik dalam rongga
usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke
dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang
usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare1,5).
PATOGENESIS
Patofisiologi Diare PersistenInfeksi usus sebelumnya
Kurang Energi Protein (KEP)
Intoleransi non Human Milk (PASI
Intoleransi Lakosa
Intoleransi protein susu sapi
Sumber Infeksi parenteral sebagai penyakit penyerta atau sebagai
komplikasi seperti campak, otitis media akut, infeksi saluran
kencing dan pneumonia dapat menyebabkan gangguan imunitas.
Menurunnya imunitas yang disebabkan faktor etiologi seperti pada
shingellosis, dan rotavirus yang diikuti enteropathi hilang
protein, Kurang Energi Protein (KEP) dan kerusakan mukosa sendiri
yang merupakan pertahanan lokal saluran cerna. KEP menyebabkan
diare menjadi lebih berat dan lama karena lambatnya perbaikan
mukosa usus. Pasien KEP secara histologi memiliki mukosa usus yang
tipis, penumpulan mikrovili mukosa dan indek mitosis yang rendah
sehingga mengganggu absorpsi makanan.
Diare persisiten sering berhubungan atau bersamaan dengann
intoleransi laktosa dan protein susu sapi, tapi angka kejadian
sebenarnya tidak diketahui.4 Intoleransi laktosa dan protein susu
sapi dapat terjadi secara terpisah atau bersamaan. Kedua keadaan
ini muncul sekunder karena kerusakan mukosa usus akibat infeksi,
KEP atau reaksi alergi protein susu sapi atau protein lain.
Beberapa penelitian berbasis rumah sakit di India dan Brazil
mendapatkan 28 64 % bayi KEP dengan diare persiten mengalami
intoleransi laktosa dan 7 35 % dengan intoleransi protein susu
sapi.
Titik sentral patogenesis diare persisten adalah kerusakan
mukosa usus yang pada tahap awal disebabkan oleh etiologi diare
akut. Berbagai faktor resiko melalui interaksi timbal balik
menyebabkan rehabilitasi kerusakan mukosa terhambat dan memperberat
kerusakan.
Faktor resiko tersebut adalah usia penderita, karena diare
persisten ini umumnya terjadi pada tahun pertama kehidupan dimana
pada saat itu pertumbuhan dan pertambahan berat badan bayi
berlangsung cepat. Berlanjutnya paparan etiologi diare akut seperti
infeksi Giardia yang tidak terdeteksi dan infeksi shinggella yang
resisten ganda terhadap antibiotik dan infeksi sekunder karena
munculnya C. Defficile akibat terapi antibiotika. Infeksi oleh
mikro organisme tertentu dapat menimbulkan bakteri tumbuh lampau
yang menyebabkan kerusakan mukosa usus karena hasil metaboliknya
yang bersifak toksik, sehingga terjadi gangguan penyerapan dan
bakteri itu sendiri berkompetisi mendapatkan mikronutrien. Gangguan
gizi yang terjadi sebelum sakit akan bertambah berat karena
berkurangnya masukan selama diare dan bertambahnya kebutuhan serta
kehilangan nutrien melalui usus. Gangguan gizi tidak hanya mencakup
makronutrien tetapi juga mikronutrien seperti difisiensi Vitamin A
dan Zinc.
Faktor resiko lain berupa pemberian jenis makanan baru dan
menghentikan pemberian makanan selama diare akut, menghentikan atau
tidak memberikan ASI sebelum dan selama diare akut dan pemberian
PASI selama diare akut.
Patofisiologi Diare PersistenInfeksi usus sebelumnya
Kurang Energi Protein (KEP)
Intoleransi non Human Milk (PASI
Intoleransi Lakosa
Intoleransi protein susu sapi
Patogenesis intoleransi laktosa
Bila enzim laktase dalam usus terlalu sedikit atau malah tidak
ada, hanya sebagian dari gula susu saja yang bisa diuraikan dan
diserap oleh dinding usus. Sementara sebagian gula susu lainnya
akan menuju usus besar tanpa terurai. Di sana gula susu tersebut
diubah oleh bakteri usus dalam proses fermentasi tanpa udara
(anaerob) menjadi asam-asam organik dan terbentuklah gas-gas
karbondioksida, methan dan hidrogen. Proses ini menyebabkan naiknya
tekanan osmotik dan menimbulkan pengumpulan air yang bertambah.
Lebih lanjut, asam-asam organik tersebut mendukung terjadinya
peristaltik (gerakan usus). Akibatnya adalah buang air dengan tinja
yang berair, berbusa, dan berbau asam. Selain itu si penderita
mengalami kembung dan sakit perut seperti penyakit kolik
(mulas).
Pada bayi, gangguan tidak tahan laktosa dapat menyebabkan
muntah-muntah dan gangguan pertumbuhan yang berat.
Defisiensi enzim disakaridase selektif menyebabkan gangguan
hidrolisis karbohidrat pada membran enterosit meskipun tidak ada
cedera mukosa2).
Pada intoleransi laktosa terjadi defisiensi enzim laktase dalam
brush border usus halus, sehingga proses pemecahan laktosa menjadi
glukosa terganggu dan akibatnya terjadi gangguan penyerapan makanan
atau zat sehingga akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga
usus meningkat dan akan mengakibatkan tekanan osmotik dalam rongga
usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke
dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang
usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare1,5)A.Kelainan
kongenital
Kekurangan Laktase bawaanJarang sekali ditemukan
Gejala :
- Setelah dapat ASI atau pengganti air susu ibu (PASI) pertama
timbul diare, muntah, perut kembung dan bayi sering menangis.
- Feses cair dan berbau asam.
- Berat badan tidak naik.
Diagnosa ditegakkan bila ditemukan kriteria sebagai berikut
:
- Gambaran epitel usus halus normal
- Tidak terdapat aktivitas laktase
- pH feses rendah dan reduksi positif
- Tes toleransi laktosa tidak normal
- Tes lactose breath hydrogen positif
Severe Lactose intolerancePenyakit ini berlainan sekali dengan
penyakit kekurangan laktase bawaan, dan sangat jarang ditemukan.
Patogenesisnya ialah terdapatnya lambung yang abnormal permeable
terhadap laktosa, dan jika laktosa tanpa dihidrolisa terlebih
dahulu diserap oleh lambung akan menimbulkan efek toksik pada hati
dan ginjal, dengan aminoaciduria sebagai konsekuensinya.
Jadi penderita penyakit ini, mempunyai lambung yang permeable
atau dapat menyerap laktosa, padahal laktosa harusnya diserap
diusus halus setelah di pecah oleh enzim laktase yang ada di usus
halus. Diserapnya laktosa oleh lambung ternyata menimbulkan efek
toksik pada hati dan ginjal yang ditandai dengan aminoaciduria atau
kencing yang sangat asam dan juga mengandung asam amino yang
normalnya tidak terdapat pada air kencing.
Gejala :
- Muntah, asidosis, dehidrasi.
- Pertumbuhan terganggu.
- Laktosuria
- Aminoasiduria
- Tidak terdapat kekurangan laktase
- Pemberian laktosa melalui sonde duodenum akan dihidrolisa dan
diserap biasa tanpa menimbulkan lakt
B. Kelainan didapat
1.Kekurangan Laktase primer
Seperti diterangkan dalam artikel sebelumnya, bahwa pada umur
3-5 tahun dan seterusnya aktivitas laktase akan menurun, hal ini
merupakan hal yang normal. Tinggal dilihat sejauh mana penurunan
aktivitas laktase tersebut. Kita bisa mencurigai bila anak kita
menderita intoleransi laktosa primer bila pada usia 3-5 tahun
timbul gejala gejala kembung, diare, mules pada anak kita setiap
habis minum susu, yang sebelumnya tidak masalah. Bila dokter memang
mencurigai anak anda menderita intoleransi laktosa biasanya akan
dilakukan tes toleransi laktosa dengan cara memberikan laktosa
sebanyak 2 gr/kgbb. Bila pada pemberian laktosa sebanyak itu timbul
keluhan, maka hasilnya dianggap positif yang berarti anak anda
dinyatakan sebagai penderita intoleransi laktosa.
Tapi perlu diketahui, hasil tes yang positif bukan berarti anak
anda tidak bisa minum susu sapi. Karena pemberian susu sapi 1 gelas
( yang berarti kadar laktosa tidak banyak. 1 liter susu sapi
mengandung 40 gr laktosa) pada umumnya dapat diterima oleh
penderita intoreransi laktosa primer. Karena timbulnya gejala
seperti diare, mules, mual dan sebagainya tergantung jumlah dan
kecepatan laktosa dalam usus halus.
Kesimpulannya, bila anak anda dinyatakan menderita intoleransi
laktosa primer maka dapat dicoba pemberian susu sapi dalam jumlah
tidak melebihi 200 ml tiap kalinya. Akan tetapi bila dengan jumlah
tersebut masih menebabkan gejala, seperti mual, mules, kembung dan
diare maka dapat diberikan susu rendah laktosa /bebas laktosa atau
susu yang dibuat dari kacang kedelai.
2. Kekurangan Laktase Sekunder
Pada penderita kekurangan laktase sekunder ditemukan gejala
gejala kekurangan laktase seperti mual, mules, kembung dan diare
setelah pemberian susu sapi sebagai akibat keadaan/penyakit.
Biasanya seabagai akibat penyakit infeksi usus (muntaber), penyakit
kekurangan gizi, dan pemberian obat-obatan tertentu seperti
neomycin, kanamycin.
Kenapa hal ini bisa terjadi? Karena aktivitas laktase di dinding
usus halus sangat sensitif ( laktase di produksi di permukaan usus
halus ) terhadap kerusakan di permukaan usus halus. Jadi keadaan
atau penyakit yang disebutkan diatas merusak permukaan usus halus
yang berakibat turunnya produksi laktase. Maka timbullah kekurangan
laktase sekunder.MANIFESTASI KLINIK
Gejala :* Volume tinja meningkat bila diberi susu dan menurun
bila dihentikan
* Kondisi anak memburuk, mungkin timbul gejala dehidrasi
* pH tinja rendah (asam), mengubah warna kertas lakmus biru
menjadi merah.
Baik pada yang bawaan maupun pada yang didapat, penderita
menunjukkan gejala klinis yang sama, yaitu diare yang sangat
sering, cair, asam (ph dibawah 4,5), meteorismus, flatulens dan
kolik abdomen. Akibat gejala tersebut, pertumbuhan anak akan
terlambat bahkan tidak jarang terjadi malnutrisi dengan rasio
tinggi dan berat badan kurang dari persentil ke-5.Muntah. Demam.
Nyeri Abdomen Membran mukosa mulut dan bibir kering Fontanel Cekung
Kehilangan berat badan Tidak nafsu makan LemahPada anak yang
mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan).Tanda-tandanya:
- Berak cair 1-2 kali sehari - Muntah tidak adaB - Haus tidak ada -
Masih mau makan - Masih mau bermain
Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi
ringan/sedang.Tanda-tandanya: - Berak cair 4-9 kali sehari - Kadang
muntah 1-2 kali sehari - Kadang panas - Haus - Tidak mau makan -
Badan lesu lemas
Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi
berat.Tanda-tandanya: - Berak cair terus-menerus - Muntah
terus-menerus - Haus sekali - Mata cekung - Bibir kering dan biru -
Tangan dan kaki dingin - Sangat lemah - Tidak mau makan - Tidak mau
bermain - Tidak kencing 6 jam atau lebih - Kadang-kadang dengan
kejang dan panas tinggi
Klasifikasi Dehidrasi
Berdasarkan klasifikasi dehidrasi WHO, maka dehidrasi dibagi
tiga menjadi dehidrasi ringan, sedang, atau berat.
1. Dehidrasi Ringan
Tidak ada keluhan atau gejala yang mencolok. Tandanya anak
terlihat agak lesu, haus, dan agak rewel.
2. Dehidrasi Sedang
Tandanya ditemukan 2 gejala atau lebih gejala berikut:
Gelisah, cengeng
Kehausan
Mata cekung
Kulit keriput, misalnya kita cubit kulit dinding perut, kulit
tidak segera kembali ke posisi semula.
3. Dehidrasi berat
Tandanya ditemukan 2 atau lebih gejala berikut:
Berak cair terus-menerus
Muntah terus-menerus
Kesadaran menurun, lemas luar biasa dan terus mengantuk
Tidak bisa minum, tidak mau makan
Mata cekung, bibir kering dan biru
Cubitan kulit baru kembali setelah lebih dari 2 detik
Tidak kencing 6 jam atau lebih/frekuensi buang air kecil
berkurang/kurang dari 6 popok/hari.
Kadang-kadang dengan kejang dan panas tinggi
KOMPLIKASI. Dehidrasi Renjatan hipovolemik Kejang Bakterimia Mal
nutrisi Hipoglikemia Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa
usus.
PENATALAKSANAANNONMEDIKAMENTOSAPemberian makan merupakan bagian
esensial dalam tatalaksana diare persisten untuk menghindari dampak
diare persisten terhadap status gizi dan mempertahankan hidrasi.
Hidrasi dipertahankan dengan pemberian tambahan cairan dan cairan
rehidrasi oral jika diperlukan. Kadang diperlukan pemberian cairan
intravena bila gagal pemberian oral.4Diare persisten akan
mempengaruhi status gizi karena penurunan masukan makanan, gangguan
penyerapan makanan, kehilangan zat gizi dari dalam tubuh melalui
kerusakan saluran cerna dan meningkatnya kebutuhan energi oleh
karena demam dan untuk perbaikan saluran cerna. Pemberian Air Susu
Ibu (ASI) harus dilanjutkan selama diare berlangsung.1,4Ada dua
kunci dalam tatalaksana pemberian makan pada anak dengan diare
persisten.1.Rencana laktosa dengan mengurangi jumlah susu formula
dalam diet.
Anak dengan diare persisten mungkin tidak toleran dengan susu
sapi karena ketidak mampuan memecah laktosa, kemudian laktosa akan
melewati usus halus dan menarik cairan kelumen usus sehingga akan
memperberat diare. Hal ini dapat dihindari dengan mengurangi
masukan laktosa sekitar 2-3 gr/kg/hari (30-50 ml/kg/hari susu sapi
murni) dan mencampurkan dengan sereal. Cara lain dengan metode
tradisional seperti pembuatan yoghurt mungkin efektif untuk
sebagian pasien, jika tidak, maka susu soya dapat dicoba. Ashraf
dkk dalam penelitiannya melaporkan 107 anak umur 4 23 bulan dengan
diare persisten 57% membaik setelah diberikan diet rendah laktosa,
36% Membaik dengan diet bebas laktosa dan sukrosa, 4% dengan diet
berisikan ayam, minyak kedele dan glukosa dan 2% membaik dengan
progestimil.
2.Pastikan anak mendapat makanan yang cukup.
Rekomendasi tatalaksana pemberian makan harus didasarkan kepada
harga yang tidak mahal, mudah didapat, diterima secara kultural dan
mudah disajikan di rumah.1 Untuk bayi diatas 6 bulan pemberian
makanan lokal yang mengandung kalori tinggi dan lumat yang secara
kultural dapat diterima. Diet pilihan lainnya berupa bubur ayam
dapat dicoba. Vitamin seperti asam folat dan B12 serta mineral
seperti zinc mungkin membantu dalam perbaikan usus dan meningkatkan
sistim imun.1,4Menghilangkan penyebabnya atau mengobati
penyakitnya.
MedikamentosaBila keadaan buruk dengan dehidrasi berat, tindakan
rehidrasi sangat penting. Dengan pemerian cairan infuse Ringer
Laktat atau NaC.
Bila perku diberikan obat Kolestiramin
NONMEDIKAMENTOSAPebaiki keadaan gizi pada penderita kurang
gizi.
Diet : jika masih mendapat ASI, diteruskan pemberiannya walaupun
mengandung kadar laktosa tinggi, sebab ASI mengandung zat zat anti
infeksi untuk mempertinggi daya tahan tubuh. Bila bayi mendapat
susu formula, encerkan untuk sementara atau ganti gantikan dengan
formula khusus yang rendah laktosa atau tanpa laktosa seperti susu
LLM, Bebelac FL, Prosobee dsb.Diberikan susu rendah laktosa (LLM,
Almiron, eiwit melk) atau Free lactose milk formula (sobee, Al 110)
selama 2-3 bulan kemudian diganti kembali ke susu formula yang
biasa. (kadar laktosa Almiron 1,0%, eiwit melk 1,4%, LLM 0,8%,
Sobee 0% dan Al 110 (0%)
Pada intoleransi laktosa sementara, sebaiknya diberikan susu
rendah laktosa selama 1 bulan sedangkan pada penderita dengan
intoleransi laktose primer (jarang di Indonesia) diberikan susu
bebas laktosaPROGNOSIS
Pada kelainan primer (kongenital) prognosis kurang baik,
sedangkan pada kelainan yang didapat (sekunder) prognosis baik
Tips Untuk Pencegahan Diare :
Diare umumnya ditularkan melaui 4 F, yaitu Food, Feces, Fly dan
Finger. Oleh karena itu upaya pencegahan diare yang praktis adalah
dengan memutus rantai penularan tersebut. Beberapa upaya yang mudah
diterapkan adalah :
Penyiapan makanan yang higienis
Penyediaan air minum yang bersih
Kebersihan perorangan
Cuci tangan sebelum makan
Pemberian ASI eksklusif
Buang air besar pada tempatnya (WC, toilet)
Tempat buang sampah yang memadai
Berantas lalat agar tidak menghinggapi makanan
Lingkungan hidup yang sehat
PAGE 3
_1347644164.unknownAttribute VB_Name = "ThisDocument"Attribute
VB_Base = "1Normal.ThisDocument"Attribute VB_GlobalNameSpace =
FalseAttribute VB_Creatable = FalseAttribute VB_PredeclaredId =
TrueAttribute VB_Exposed = TrueAttribute VB_TemplateDerived =
TrueAttribute VB_Customizable = TrueAttribute VB_Control =
"DefaultOcxName6, 0, 0, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName5, 1, 1, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName4, 2, 2, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName3, 3, 3, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName2, 4, 4, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName, 6, 5, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName1, 5, 6, MSForms, HTMLHidden"
_1347644165.unknownAttribute VB_Name = "ThisDocument"Attribute
VB_Base = "1Normal.ThisDocument"Attribute VB_GlobalNameSpace =
FalseAttribute VB_Creatable = FalseAttribute VB_PredeclaredId =
TrueAttribute VB_Exposed = TrueAttribute VB_TemplateDerived =
TrueAttribute VB_Customizable = TrueAttribute VB_Control =
"DefaultOcxName6, 0, 0, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName5, 1, 1, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName4, 2, 2, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName3, 3, 3, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName2, 4, 4, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName, 6, 5, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName1, 5, 6, MSForms, HTMLHidden"
_1347644162.unknownAttribute VB_Name = "ThisDocument"Attribute
VB_Base = "1Normal.ThisDocument"Attribute VB_GlobalNameSpace =
FalseAttribute VB_Creatable = FalseAttribute VB_PredeclaredId =
TrueAttribute VB_Exposed = TrueAttribute VB_TemplateDerived =
TrueAttribute VB_Customizable = TrueAttribute VB_Control =
"DefaultOcxName6, 0, 0, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName5, 1, 1, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName4, 2, 2, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName3, 3, 3, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName2, 4, 4, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName, 6, 5, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName1, 5, 6, MSForms, HTMLHidden"
_1347644163.unknownAttribute VB_Name = "ThisDocument"Attribute
VB_Base = "1Normal.ThisDocument"Attribute VB_GlobalNameSpace =
FalseAttribute VB_Creatable = FalseAttribute VB_PredeclaredId =
TrueAttribute VB_Exposed = TrueAttribute VB_TemplateDerived =
TrueAttribute VB_Customizable = TrueAttribute VB_Control =
"DefaultOcxName6, 0, 0, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName5, 1, 1, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName4, 2, 2, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName3, 3, 3, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName2, 4, 4, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName, 6, 5, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName1, 5, 6, MSForms, HTMLHidden"
_1347644160.unknownAttribute VB_Name = "ThisDocument"Attribute
VB_Base = "1Normal.ThisDocument"Attribute VB_GlobalNameSpace =
FalseAttribute VB_Creatable = FalseAttribute VB_PredeclaredId =
TrueAttribute VB_Exposed = TrueAttribute VB_TemplateDerived =
TrueAttribute VB_Customizable = TrueAttribute VB_Control =
"DefaultOcxName6, 0, 0, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName5, 1, 1, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName4, 2, 2, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName3, 3, 3, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName2, 4, 4, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName, 6, 5, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName1, 5, 6, MSForms, HTMLHidden"
_1347644161.unknownAttribute VB_Name = "ThisDocument"Attribute
VB_Base = "1Normal.ThisDocument"Attribute VB_GlobalNameSpace =
FalseAttribute VB_Creatable = FalseAttribute VB_PredeclaredId =
TrueAttribute VB_Exposed = TrueAttribute VB_TemplateDerived =
TrueAttribute VB_Customizable = TrueAttribute VB_Control =
"DefaultOcxName6, 0, 0, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName5, 1, 1, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName4, 2, 2, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName3, 3, 3, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName2, 4, 4, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName, 6, 5, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName1, 5, 6, MSForms, HTMLHidden"
_1347644159.unknownAttribute VB_Name = "ThisDocument"Attribute
VB_Base = "1Normal.ThisDocument"Attribute VB_GlobalNameSpace =
FalseAttribute VB_Creatable = FalseAttribute VB_PredeclaredId =
TrueAttribute VB_Exposed = TrueAttribute VB_TemplateDerived =
TrueAttribute VB_Customizable = TrueAttribute VB_Control =
"DefaultOcxName6, 0, 0, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName5, 1, 1, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName4, 2, 2, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName3, 3, 3, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName2, 4, 4, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName, 6, 5, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control =
"DefaultOcxName1, 5, 6, MSForms, HTMLHidden"
Attribute VB_Name = "ThisDocument"Attribute VB_Base =
"1Normal.ThisDocument"Attribute VB_GlobalNameSpace = FalseAttribute
VB_Creatable = FalseAttribute VB_PredeclaredId = TrueAttribute
VB_Exposed = TrueAttribute VB_TemplateDerived = TrueAttribute
VB_Customizable = TrueAttribute VB_Control = "DefaultOcxName6, 0,
0, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName5, 1,
1, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName4, 2,
2, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName3, 3,
3, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName2, 4,
4, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName, 6,
5, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName1, 5,
6, MSForms, HTMLHidden"