Tinjauan pustaka
Penyakit Dermatitis Atopik pada Kulit ManusiaRichard
Leonardo
10-2010-324C3
PendahuluanDermatitis atopik (D.A) adalah penyakit kulit reaksi
inflamasi yang didasari oleh faktor herediter dan faktor
lingkungan, bersifat kronik residif dengan gejala eritema, papula,
vesikel, kusta, skuama dan pruritus yang hebat. Bila residif
biasanya disertai infeksi, atau alergi, faktor psikologik, atau
akibat bahan kimia atau iritan. Dermatitis atopik atau eksema
adalah peradangan kronik kulit yang kering dan gatal yang umumnya
dimulai pada awal masa kanak-kanak. Eksema dapat menyebabkan gatal
yang tidak tertahankan, peradangan, dan gangguan tidur. Penyakit
ini dialami sekitar 10-20% anak. Umumnya episode pertama terjadi
sebelum usia 12 bulan dan episode-episode selanjutnya akan hilang
timbul hingga anak melewati masa tertentu. Sebagian besar anak akan
sembuh dari eksema sebelum usia 5 tahun. Sebagian kecil anak akan
terus mengalami eksema hingga dewasa. Penyakit ini dinamakan
dermatitis atopik oleh karena kebanyakan penderitanya memberikan
reaksi kulit yang didasari oleh IgE dan mempunyai kecenderungan
untuk menderita asma, rinitis atau keduanya di kemudian hari yang
dikenal sebagai allergic march. Walaupun demikian, istilah
dermatitis atopik tidak selalu memberikan arti bahwa penyakit ini
didasari oleh interaksi antigen dengan antibodi.Pembahasan1.
AnamnesisAnamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk
mengetahui riwayat penyakit dan menegakkan diagnosis. Anamnesis
harus dilakukan dengan teliti, teratur dan lengkap karena sebagian
besar data yang diperlukan dari anamnesis untuk menegakkan
diagnosis. Sistematika yang lazim dalam anamnesis, yaitu identitas,
riwayat penyakit, dan riwayat perjalanan penyakit.a. Identitas :
nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa, pendidikan,
pekerjaan.b. Riwayat penyakitKeluhan utama yang menyebabkan pasien
dibawa berobat. Keluhan utama tidak harus sejalan dengan diagnosis
utama.c. Riwayat perjalanan penyakitRiwayat perjalanan penyakit
mencakup: Cerita kronologis, rinci dan jelas tentang keadaan pasien
sebelum ada keluhan sampai dibawa berobat. Pengobatan sebelumnya
dan hasilnya Tindakan sebelumnya Perkembangan penyakit gejala sisa
atau cacatd. Riwayat penyakit lain yang pernah diderita
sebelumnya.1,2
2. Pemeriksaan fisikPemeriksaan fisik dermatitis atopik
dilakukan dalam bentuk pemeriksaan kulit, yang dibagi menjadi dua
berdasarkan :
a. Lokalisasi- Bayi : kedua pipi, kepala, badan, lipat siku,
lipat lutut.- Anak : tengkuk, lipat siku, lipat lutut.- Dewasa :
tengkuk, lipat lutut, lipat siku, punggung kaki.b. Efloresensi/
sifat-sifatnya- Bayi : eritema berbatas tegas, papula/ vesikel
miliar disertai erosi dan eksudasi serta krusta.- Anak :
papula-papula miliar, likenifikasi, tidak eksudatif.- Dewasa :
biasanya hiperpigmentasi, kering dan likenifikasi.2,3- Pada
pemeriksaan fisik pasien didapat hasil sebagai berikut : terdapat
bercak dan beruntus kemerahan yang terasa gatal pada badan, kedua
tungkai atas dan bawah.
3. Pemeriksaan penunjangPemeriksaan laboratorium yang dapat
dilakukan :a. IgE serum. IgE serum dapat diperiksa dengan metode
ELISA. Ditemukan 80% pada penderita dermatitis atopik menunjukkan
peningkatan kadar IgE dalam serum terutama bila disertai gejala
atopi ( alergi ) b. Eosinofil. Kadar serum dapat ditemukan dalam
serum penderita dermatitis atopik. Berbagai mediatore berperan
sebagai kemoatraktan terhadap eosinofil untuk menuju ke tempat
peradangan dan kemudian mengeluarkan berbagai zat antara lain Major
Basic Protein (MBP). Peninggian kadar eosinofil dalam darah
terutama pada MBP. c. TNF-a. Konsentrasi plasma TNF-a meningkat
pada penderita dermatitis atopik dibandingkan penderita asma
bronkhial. d. Sel T. Limfosit T di daerah tepi pada penderita
dermatitis atopik mempunyai jumlah absolut yang normal atau
berkurang. Dapat diperiksa dengan pemeriksaan imunofluouresensi
terlihat aktifitas sel T-helper menyebabkan pelepasan sitokin yang
berperan pada patogenesis dermatitis atopik. e. Uji tusuk. Pajanan
alergen udara (100 kali konsentrasi) yang dipergunakan untuk tes
intradermal yang dapat memacu terjadinya hasil positif.Pemeriksaan
biakan dan resistensi kuman dilakukan bila ada infeksi sekunder
untuk menentukan jenis mikroorganisme patogen serta antibiotika
yang sesuai. Sampel pemeriksaan diambil dari pus tempat lesi
penderita.4f. Dermatografisme Putih. Penggoresan pada kulit normal
akan menimbulkan 3 respon, yakni : akan tampak garis merah di
lokasi penggoresan selama 15 menit, selanjutnya mennyebar ke daerah
sekitar, kemudian timbul edema setelah beberapa menit. Namun, pada
penderita atopik bereaksi lain, garis merah tidak disusul warna
kemerahan, tetapi timbul kepucatan dan tidak timbul edema.g.
Percobaan Asetilkolin. Suntikan secara intrakutan solusio
asetilkolin 1/5000 akan menyebabkan hiperemia pada orang normal.
Pada orang Dermatitis Atopik. akan timbul vasokontriksi, terlihat
kepucatan selama 1 jam.3,4h. Percobaan Histamin. Jika histamin
fosfat disuntikkan pada lesi penderita Dermatitis Atopik. eritema
akan berkurang, jika disuntikkan parenteral, tampak eritema
bertambah pada kulit yang normal.4
4. WDDari pemeriksaan awal yang dilakukan, dapat diperkirakan
bahwa pasien tersebut menderita penyakit dermatitis atopic (D.A.),
yaitu keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal
yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering
berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat
atopi pada keluarga atau penderita (dermatitis atopik, rinitis
alergik, dan atau asma bronkial). Kelainan kulit berupa papul
gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi,
distribusinya di lipatan (fleksural).3-6Kata 'atopi' pertama kali
diperkenalkan oleh Coca (1923), yaitu istilah yang dipakai untuk
sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat kepekaan
dalam keluarganya. Misalnya: asma bronkial, rinitis alergik,
dermatitis atopik, dan konjungtivitis alergik. Diagnosis D.A.
ditetapkan melalui dua kriteria yaitu :a. Kriteria mayor Pruritus
Dermatitis dimukaan atau ekstensor pada bayi dan anak Dermatitis
difleksura pada dewasa Dermatitis kronis atau residif Riwayat atopi
pada penderita atau keluarganyab. Kriteria minor Xerosis Infeksi
kulit (khususnya oleh S.aureus dan virus herpes simpleks)
Dermatitis nonspesifik pada tangan atau kaki Iktiosist/hiperliniar
palmaris/keratosis pilaris Pitiriasis alba Dermatitis di papila
mame White dermographism dan delayed blanch response Keilitis
Lipatan infra orbital Dennie-Morgan Konjungtivitis berulang
Keratokonus, dll.Diagnosis D.A. ditegakkan dengan syarat harus
mempunyai kondisi kulit gatal (itchy skin) atau dari laporan orang
tuanya bahwa anaknya suka menggaruk atau menggosok. Ditambah 3 atau
lebih kriteria berikut: Riwayat terkenanya lipatan kulit, misalnya
lipat siku, belakang lutut, bagian depan pergelangan kaki atau
sekeliling leher (termasuk pipi anak usia di bawah 10 tahun).
Riwayat asma bronkial atau hay fever pads penderita (atau riwayat
penyakit atopi pada keluarga tingkat pertama dan anak di bawah 4
tahun). Riwayat kulit kering secara umum pada tahun terakhir.
Adanya dermatitis yang tampak di lipatan (atau dermatitis pads
pipi/dahi dan anggota badan bagian luar anak di bawah 4 tahun).
Awitan di bawah usia 2 tahun (tidak digunakan bila anak di bawah 4
tahun).5
Gambar 2.1. Dermatitis atopik pada pipi dan tangan.
5. DDDermatitis atopik ini harus dibandingkan dengan penyakit
lainnya, sebagai berikut.a. Dermatitis seboroik (D.S.)Penyebabnya
masih belum diketahui pasti. Faktor predisposisinya adalah kelainan
konstitusi berupa status seboroik yang diturunkan. D.S. berubungan
erat dengan keaktifan glandula sebasea, yaitu kematangannnya
merupakan faktor timbulnya D.S., tetapi tidak ada hubungan langsung
secara kuantitatif antara keaktifan kelenjar tersebut dengan
suseptibilitas untuk memperoleh D.S. D.S dapat diakibatkan oleh
proliferasi epidermis yang meningkat. Pada orang yang telah
mempunyai fakktor predisposisi, timbulnya D.S. dapat disebabkan
oleh faktor kelelahan, stress emosional, infeksi atau defisiensi
umum. Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak
dan agak kekuningan batasnya agak kurang tegas. D.S yang ringan
hanya mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama yang halus, mulai
sebagai bercak yang kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit
kepala dengan skuama-skuama yang halus dan kasar yang disebut
pitiriasis sika, sedangkan bentuk yang berminyak disebut pitiriasis
steatoides yang dapat disertai eritema dan krusta-krusta yang
tebal. Rambut pada tempat tersebut mempunya kecenderungan rontok.
Pada bentuk yang berat maka dapat meluas kedahi, glabela, telinga
posaurikular dan leher. Pada bentuk yang lebih berat lagi seluruh
kepala tertutup oleh krusta-krusta yang kotor dan berbau tidak
sedap. Pada bayi, skuama-skuama yang kekuningan dan
kumpulan-kumpulan debris epitel yang lekat pada kulit kepala
disebut cradle cap. Selain tempat-tempat tersebut D.S. juga dapat
mengenai liang telinga luar, lipatan nasolabial, daerah sterenal,
areola mame, lipatan dibawah mame pada wanita, interskapular,
umbilicus, lipat paha dan daerah anogenital. Pada daerah pipi,
hidung dan dahi kelainan dapat berupa papul-papul. Terdapat sisik
kuning gelap pada pipi, badan dan lengan. Onset invariabel pada
daerah pantat halus, tidak bersisik, batas jelas, merah terang.
D.S. pada bayi memiliki ciri-ciri axillary patches, kurang oozing
dan weeping dan kurang gatal.
Gambar 2.2. Dermatitis seboroik pada kulit kepala, pipi dan
tangan.
Persamaan gejala klinis D.A. dan D.S : Pada bayi lokasinya kdi
kedua pipi, kulit kepala, permukaan otot ekstensor. Efloresensi :
ada papul-papul pada pipi, eritema, skuama, eksudasi dan krusta.
Perbedaan gejala klinis D.A. dan D.S : Kadar immunoglobulin E pada
D.A. tidak spesifik. Pruritus ringan pada D.S. Onset invariabel
pada daerah pantat halus, tidak bersisik, batas jelas, merah
terang, Sisik kuning gelap pada pipi badan dan lengan pada D.S.
sedangkan pada D.A. sisik merah agak gelap, jika disertai
hiperpigmentasi.7
b. SkabiesPenyakit kulit akibat infestasi dan sensitasi tungau
Sarcoptes Scabiei. Banyak menyerang anak-anak. Penularan dapat
terjadi secara langsung maupun tidak langsung melalui pakaian,
tempat tidur dan alat-alat tidur, handuk, dll. Penyakit ini
menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga,
begitu juga dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya,
sebagain besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau
tersebut dan kebersihan lingkungan yang kurang dapat mempermudah
penularan penyakit. Tempat predileksinya tangan, kaki, genitalia
pria dan bokong, serta pada bayi juga dapat terkena dikepala dan
pipi. Terdapat rasa gatal pada malam hari (pruritus nocturna)
karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih
lembab dan panas. Pada tempat-tempat predileksi akan ditemukan
terowongan-terowongan (kunikulus) yang berbentuk garis lurus atau
berkelok-kelok, pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel
yang didalamnya terdapat Sarcoptes scabiei. Kelainan kulit tidak
hanya disebabkan oleh tungau scabies tetapi oleh penderita sendiri
akibat garukan pada saat ini kelainan kulit menyerupai dermatitis
dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika, erosi, krusta dan
infeksi sekunder.Persamaan gejala klinis D.A dan scabies : Tempat
predileksi minor D.A dan tempat predileksi utama scabies sama,
yaitu pada tangan dan kaki. Efloresensi : papul, erosi, ekskoriasi,
krusta. Perbedaan gejala klinis D.A dan scabies : Tidak terdapat
terowongan (kunikulus) Pada scabies terdapat gatal hanya pada malam
hari sedangkan pada D.A. terdapat gatal disepanjang hari tetapi
umumnya hebat pada malam hari.8
Gambar 2.3. Skabies pada tangan
6. Etiologi Belum diketahui secara pasti penyebqab D. A., tetapi
faktor turunan merupakan dasar pertama untuk timbulnya penyakit.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit :a. Daerah
yang panas (banyak keringat) lebih sering terkenab. Musim/ iklim
panas dan lembab memudahkan timbulnya penyakitc. Hygiene yang
kurang dapat mempererat penyakit\d. Lingkungan yang banyak
mengandung sensitizer, iritan seta yang mengganggu emosi lebih
mudah menimbulkan penyakit.3
7. EpidemiologiBerbagai penelitian menyatakan bahwa prevalensi
D.A. makin meningkat sehingga merupakan masalah kesehatan besar. Di
Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Australia, dan negara industri
lain, prevalensi D.A. pada anak mencapai 10-20%, sedangkan pada
dewasa kira-kira 1-3%. Di negara agraris, misalnya Cina, Eropa
Timur, Asia tengah, prevalensi D.A. jauh lebih rendah. Wanita lebih
banyak menderita D.A. daripada pria dengan rasio 1,3:1. Berbagai
faktor lingkungan berpengaruh terhadap prevalensi D.A., misalnya
jumlah keluarga kecil, pendidikan ibu makin tinggi, penghasilan
meningkat, migrasi dari desa ke kota, dan meningkatnya penggunaan
antibiotik, berpotensi menaikkan jumlah penderita D.A. Sedangkan
rumah yang berpenghuni banyak, meningkatnya jumlah keluarga, urutan
lahir makin belakang, sering mengalami infeksi sewaktu kecil, akan
melindungi kemungkinan timbulnya D.A. pada kemudian hari.D.A.
cenderung diturunkan. Lebih dari seperempat anak dari seorang ibu
yang menderita atopi akan mengalami D.A. pada masa kehidupan 3
bulan pertama. Bila salah satu orang menderita atopi, lebih separuh
jumlah anak akan mengalami gejala alergi sampai usia 2 tahun, dan
meningkat sampai 79% bila kedua orang tua menderita atopi. Risiko
mewarisi D.A. lebih tinggi bila ibu yang menderita D.A.
dibandingkan dengan ayah. Tetapi, bila D.A. yang dialami berlanjut
hingga masa dewasa, maka risiko untuk mewariskan kepada anaknya
sama saja yaitu kira-kira 50%.58. PatofisiologiBerbagai faktor ikut
berinteraksi dalam patogenesis D.A., misanya faktor genetik,
lingkungan, sawar kulit, farmakologik, dan imunologik. Konsep dasar
terjadinya D.A. adalah melalui reaksi imunologik, yang diperantarai
oleh sel-sel yang berasal dari sumsum tulang.Kadar IgE dalam serum
penderita D.A. dan jumlah eosinofil dalam darah perifer umumnya
meningkat. Terbukti bahwa ada hubungan secara sistemik antara D.A.
dan alergi saluran napas, karena 80% anak dengan D.A. mengalami
asma bronkial atau rinitis alergik. Dari percobaan pada tikus yang
disensitisasi secara epikutan dengan antigen, akan terjadi
dermatitis alergik, IgE dalam serum meningkat, eosinofilia saluran
napas, dan respons berlebihan terhadap metakolin. Hal tersebut
menguatkan dugaan bahwa pajanan allergen pada D.A. akan mempermudah
timbuinya asma bronkial. Berikut ini 4 kelas gen yang mempengaruhi
penyakit atopi.a. kelas I : gen predisposisi untuk atopi dan
respons umum IgE reseptor FcERI-P, mempunyai afinitas tinggi untuk
IgE (kromosom 11812-13) gen sitokin IL-4 (kromosom 5) gen
reseptor-a IL-4 (kromosom 16) b. kelas II : gen yang berpengaruh
pads respon IgE spesifik TCR (kromosom 7 dan 14) HLA (kromosom 6)c.
kelas III : gen yang mempengaruhi mekanisme non-inflamasi (misalnya
hiperresponsif bronkhial.d. kelas IV : gen yang mempengaruhi
inflamasi yang tidak di perantarai IgE TNF (kromosom 6) Gen kimase
sel mast (kromosom 14).4,5
9. Gejala Klinis Kulit penderita D.A. umumnya kering,
pucat/redup, kadar lipid di epidermis berkurang, dan kehilangan air
lewat epidermis meningkat. Jari tangan teraba dingin. Penderita
D.A. cenderung tipe astenik, dengan inteligensia di atas rata-rata,
sering merasa cemas, egois, frustrasi, agresif, atau merasa
tertekan.Gejala utama D.A. ialah (pruritus), dapat hilang timbul
sepanjang hari, tetapi umumnya lebih hebat pada malam hari.
Akibatnya penderita akan menggaruk sehingga timbul bermacam-macam
kelainan di kulit berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi,
ekskoriasi, eksudasi, dan krusta. D.A. dapat dibagi menjadi tiga
face, yaitu: D.A. infantil (terjadi padausia 2 bulan sampai 2
tahun), D.A. anak (2 sampai 10 tahun) dan D.A. pada remaja dan
dewasa.a. D.A. infantil (usia 2 bulan sampai 2 tahun)D.A. paling
sering muncul pads tahun pertama kehidupan, biasanya setelah usia 2
bulan. Lesi mulai di muka (dahi, pipi) berupa eritema,
papulo-vesikel yang halus, karena gatal digosok, pecah, eksudatif,
clan akhirnya terbentuk krusta. Lesi kemudian meluas ke tempat lain
yaitu ke skalp, leher, pergelangan tangan, lengan clan tungkai.
Bila anak mulai merangkak, lesi ditemukan di lutut. Biasanya anak
mulai menggaruk setelah berumur 2 bulan. Rasa gatal yang timbul
sangat mengganggu sehingga anak gelisah, susah tidur, dan sering
menangis. Pada umumnya lesi D.A. infantil eksudatif, banyak
eksudat, erosi, krusta dan dapat mengalami infeksi. Lesi clapat
meluas generalisata bahkan, walaupun jarang, dapat terjadi
eritroderma. Lambat laun lesi menjadi kronis clan residif. Sekitar
usia 18 bulan mulai tampak likenifikas:, Pada sebagian besar
penderita sembuh setelausia 2 tahun, mungkin juga sebelumnya,
sebagian lagi berlanjut menjadi bentuk anak. Pada saat itu
penderita tidak lagi mengalami eksaserbas bila makan makanan yang
sebelumnya menyebabkan kambuh penyakitnya.Larangan makan atau
minuman yang mengandung susu sapi pada bayi masih ada sitang
pendapat. Ada yang melaporkan bahwa kelaina secara dramatis membaik
setelah makanat ersebut dihentikan, sebaliknya ada pula yang
mendapatkan tidak ada perbedaan.
b. D.A. pads anak (usia 2 sampai 10 tahun)Dapat merupakan
kelanjutan bentuk infantil atau timbul sendiri (de novo). Lesi
lebih kering tidak begitu eksudatif, lebih banyak papul,
likenifikasi, dan sedikit skuama. Letak kelainan kulit di lipat
siku, lipat lutut, pergelangan tangan bagian fleksor, kelopak mata,
leher, jarang di muka rasa gatal menyebabkan penderita sering
menggaruk dapat terjadi erosi, likenifikas mungkin juga mengalami
infeksi sekunder. Akibat garukan, kulit menebal dan perubahan
lainnya yang menyebabkan gatal, sehingga terjadi lingkaran setan
"siklus gatal-garuk". Rangsangan menggaruk sering di luar kendali.
Penderita sensitif terhadap, wol, bulu kucing dan anjing juga bulu
ayam, burung dan sejenisnya. D.A. berat yang melebihi 50% permukaan
tubuh dapat memperlambat pertumbuhan.c. D.A. pada remaja dan dewasa
Lesi kulit D.A. pada bentuk ini dapat berupa plak
papular-eritematosa dan berskuama atau plak likenifikasi yang
gatal. Pada D.A. remaja lokalisasi lesi di lipat siku, lipat lutut,
dan sampai leher, dahi, dan sekitar mata. Pada D.A. dewasa
distribusi lesi kurang karakteristik, sering mengenai tangan dan
pergelangan tangan, dapa pula ditemukan setempat, misalnya di bibir
(kering, pecah, bersisik), vulva, puting susu, atau scalp. Kadang
erupsi meluas, dan paling parah dilipatan, mengalami likenifikasi.
Lesi kering, agak menimbul, papul datar dan cenderung bergabung
menjadi plak likenifikasi dengan sedikit skuama dan sering tejadi
eksoriasi dan eksudasi karena garukan. Lambat laun terjadi
hiperpigmentasi.Lesi sangat gatal, terutama pada malam hari waktu
beristirahat. Pada orang dewasa sering mengeluh bahwa penyakitnya
kambuh bila mengalami stres. Mungkin karena stres dapat menurunkan
ambang rangsang gatal. Penderita atopik memang sulit mengeluarkan
keringat, sehingga rasa gatal timbul bila mengadakan latihan fisik.
Pada umumnya D.A. remaja atau dewasa berlangsung lama, kemudian
cenderung menurun dan membaik (sembuh) setelah usia 30 tahun,
jarang sampai usia pertengahan, hanya sebagian kecil terus
berlangsung sampai tua. Kulit penderita D.A. yang telah sembuh
mudah gatal dan cepat meradang bila terpajan oleh bahan iritan
eksogen.Penderita atopik berisiko tinggi menderita dermatitis
tangan, kira-kira 70% suatu saat dapat mengalaminya. D.A. pada
tangan dapat mengenai punggung maupun telapak tangan, sulit
dibedakan dengan dermatitis kontak. D.A. di tangan biasa timbul
pada wanita muda setelah rnelahirkan anak pertama, ketika sering
terpajan sabun dan air sebagai pemicunya.Berbagai kelainan dapat
menyertai DA, misalnya: hiperlinearis palmaris, xerosis kutis,
ictiosis, pomfoliks, pitidasis alba, keratosis pilada, fipatan
Dennie Morgan, penipisan alis bagian luar (lands Hertoghe),
keilitis, katarak subkapsular anterior, lidah geografik, liken
spinulosus, dan keratokonus (bentuk komea yang abnormal). Selain
itu penderita D.A. cenderung mudah mengalami kontak urtikaria,
reaksi anafilaksis terhadap obat, gigitan atau sengatan
serangga.510. Penatalaksanaana. Medica mentosaTerdiri dari dua
pengobatan, yaitu topical dan sistemik. Pengobatan topical Hidrasi
kulit. Kulit penderita D.A. kering dan fungsi sawarnya berkurang,
mudah retak sehingga mempermudah masuknya mikroorganisme patogen,
bahan iritan dan alergen. Pada kulit yang demikian perlu diberikan
pelembab, misalnya krim hidrofilik urea 10%, dapat pula ditambahkan
hidrokortison 1% di dalamnya. Bila memakai pelembab yang mengandung
asam laktat, konsentrasinya jangan lebih dari 5%, karena dapat
mengiritasi bila dermatitisnya masih aktif. Setelah mandi kulit
dilap, kemudian merakai emolien agar kulit tetap lembab. Emolien
dipakai beberapa kali sehari, karena lama kerja raksimum 6 jam.
Kortikosterold topikal. Pengobatan D.A. dengan kortikosteroid
topical adalah yang paling sering digunakan sebagai anti-inflamasi
lesi kulit. Namun demikian harus waspada karena dapat terjadi efek
samping yang tidak diinginkan.Pada bayi digunakan salap steroid
berpotensi rendah, misalnya hidrokortison 1%-2.5%. pada anak dan
dewasa dipakai steroid berpotensi menengah, misalnya triamsinolon,
kecuali pada luka digunakan steroid berpotensi lebih rendah.
Kortikosteroid berpotensi rendah juga dipakai didaerah genitalia
dan intertriginosa, jangan digunakan yang berpotensi kuat,
misalnya, wrinated glucocorticoid. Bila aktivitas penyakit telah
terkontrol, dipakai secara intermiten, umumnya 2 kali seminggu,
untuk menjaga agar tidak cepat kambuh; sebaiknya dengan
kortikosteroid yang potensinya paling rendah.Pada lesi akut yang
basah dikompres dahulu sebelum digunakan steroid, misalnya dengan
larutan Burowi, atau dengan larutan permanganas kalikus 1:5000.
Takrolimus.Takrolimus (FK-506), suatu penghambat calcineurin, dapat
diberikan dalam bentuk salap 0,03% untuk anak usia 2-15 tahun;
untuk dewasa 0.03% dan 0.1%. Takrolimus menghambat aktivasi sel
yang terlibat dalam D.A. yaitu: sel Langerhans, sel T, sel mas,
clan keratinosit. Pada pengobatan jangka panjang dengan salep
takrolimus, koloni S. aureus menurun. Tidak ditemukan efek samping
kecuali rasa seperti terbakar setempat. Tidak menyebabkan atrofi
kulit seperti pada pemakaian kortikosteroid, dapat digunakan di
muka dan kelopak mata. Pimekrolimus. Dikenal juga dengan ASM 81,
suatu senyawa askomisin yaitu imunomodulator golongan makrolaktam,
yang pertama ditemukan dari hasil fermentasi Streptomyces
hygroscopicus var. ascomyceticus. Cara kerja sangat mirip
siklosporin dan takrolimus yang dihasilkan dari Streptomyces
tsuku-baensis, walaupun ketiganya berbeda dalam struktur kimianya,
yaitu bekerja sebagai pro-drug , yang baru menjadi aktif bila
terikat pada reseptor sitosolik imunofilin. Reseptor imunofilin
untuk askomisin ialah makrofilin-12. Ikatan askomisin pada
makrofilin-12 dalam sitoplasma sel T, akan menghambat calcineurin
(suatu molekul yang dibutuhkan untuk inisiasi transkripsi gen
sitokin), sehingga produksi sitokin TH1 ( IFN- dan IL-2) dan TH2 (
IL-4 dan IL-10) dihambat. Askomisin juga menghambat aktivasi sel
mas. Askomisin menghasilkan efek imunomodulator lebih selektif
dalam menghambat fase elisitasi dermatitis kontak alergik, tetapi
respons imun primer tidak terganggu bila diberikan secara sistemik,
tidak seperti takrolimus dan siklosporin.Derivat askomisin yang
digunakan ialah krim SDZ ASM 981 konsentrasi 1%, mempunyai
efektivitas sama dengan krim klobetasol-17-propionat 0.05% (steroid
superpoten), tidak menyebabkan atrofi kulit (setidaknya selama 4
minggu), aman pada anak dan dapat dipakai pada kulit sensitif
misalnya pada muka dan lipatan. Cara pemakaian dioleskan 2 kali
sehari.Pimekrolimus dan takrolimus tidak dianjurkan pada anak usia
kurang dari 2 tahun. Penderita yang diobati dengan pimekrolimus dan
takrolimus dinasehati untuk memakai pelindung matahari karena ada
dugaan bahwa kedua obat tersebut berpotensi menimbulkan kanker
kulit. Preparat ter. Preparat ter mempunyai efek antipruritus dan
anti-inflamasi pada kulit. Dipakai pada lesi kronis, jangan pada
lesi akut. Sediaan dalam bentuk salap hidrofilik, misalnya yang
mengandung likuor karbonis detergen 5% sampai 10 %, atau crude coal
tar 1% sampai 5%. Antihistamin. Pengobatan D.A. dengan antihistamin
topikal tidak dianjurkan karena berpotensi kuat menimbulkan
sensitisasi pada kulit. Dilaporkan bahwa aplikasi topikal krim
doksepin 5% dalam jangka pendek (satu minggu), dapat mengurangi
gatal tanpa terjadi sensitisasi. Tetapi perlu diperhatikan, bila
dipakai pada area yang luas akan menimbulkan efek samping sedatif.
Pengobatan sistemik Kortikosteroid. Kortikosteroid sistemik hanya
digunakan untuk mengendalikan eksaserbasi akut, dalam jangka
pendek, dan dosis rendah, diberikan berselang-seling (alternate),
atau diturunkan bertahap (tapering), kemudian segera diganti dengan
kortikosteroid topikal. Pemakaian jangka panjang menimbulkan
berbagai efek samping, dan bila dihentikan, lesi yang lebih berat
akan muncul kembali.
Antihistamin. Antihistamin digunakan untuk membantu mengurangi
rasa gatal yang hebat, terutama malam hari, sehingga mengganggu
tidur. Oleh karena itu antihistamin yang dipakai ialah yang
mempunyai efek sedatif, misainya hidroksisin atau difenhidramin.
Pada kasus yang lebih sulit dapat diberikan doksepin hidroklorid
yang mempunyai efek antidepresan dan memblokade reseptor histamih
H1 dan H2, dengan dosis 10 sampai 75 mg secara oral malam hari pads
orang dewasa. Anti-infeksi. Pada D.A. ditemukan peningkatan koloni
S. aureus. Untuk yang belum resisten dapat diberikan eritromisin,
asitromisin atau, klaritromisin, sedang untuk yang sudah resisten
diberikan dikloksasilin, oksasilin, atau generasi pertama
sefalosporin.Bila dicurigai terinfeksi oleh virus herpes simpleks
kortikosteroid dihentikan sementara dan diberikan per oral
asiklovir 400 mg 3 kali per hari selama 10 hari, atau 200 mg 4 kali
per hari selama 10 hari. Interferon. IFN- diketahui menekan respons
IgE dan menurunkan fungsi dan proliferasi sel TH2. Pengobatan
dengan IFN- rekombinan menghasilkan perbaikan klinis, karena dapat
menurunkan jumlah eosinofil total dalam sirkulasi. Siklosporin.
D.A. yang sulit diatasi dengan pengobatan konvensional dapat
diberikan pengobatan dengan siklosporin dalam jangka pendek. Dosis
jangka pendek yang dianjurkan per oral: 5 mg/kg berat badan.
Siklosporin adalah obat imunosupresif kuat yang terutama bekerja
pads sel T akan terikat dengan cyclophilin ( suatu protein
intraselular) menjadi satu kompleks yang akan menghambat
calcineurin sehingga transkripsi sitokin ditekan. Tetapi, bila
pengobatan dengan siklosporin dihentikan umumnya penyakitnya akan
segera kambuh lagi. Efek samping yang mungkin timbul yaitu
peningkatan kreatinin dalam serum, atau bahkan terjadi penurunan
fungsi ginjal dan hipertensi.
b. Nonmedica mentosa Terapi sinar (phototherapy)Untuk D.A. yang
berat dan luas dapat digunakan PUVA (photochemotherapy) seperti
yang dipakai pada psoriasis. Terapi UVB, atau Goeckerman dengan UVB
dan ter juga efektif. Kombinasi UVB dan UVA lebih baik daripada
hanya UVB. UVA bekerja pada sel Langerhans dan eosinofil, sedangkan
UVB mempunyai efek imunosupresif dengan cara memblokade fungsi sel
Langerhans, dan mengubah produksi sitokin keratinosit.4,5
11. PrognosisSulit meramalkan prognosis D.A. pada seseorang.
Prognosis lebih buruk bila kedua orang tuanya menderita D.A. Ada
kecenderungan perbaikan spontan pada masa anak, dan sering ada yang
kambuh pada masa remaja. Sebagian kasus menetap pada usia di atas
30 tahun. Penyembuhan spontan D.A. yang diderita sejak bayi pernah
dilaporkan terjadi setelah umur 5 tahun sebesar 40-60%, terutama
kalau penyakitnya ringan. Sebelumnya juga ada yang melaporkan bahwa
84% D.A. anak berlangsung sampai masa remaja. Ada pula laporan,
D.A. pada anak yang diikuti sejak bayi hingga remaja, 20%
menghilang, dan 65% berkurang gejalanya. Lebih dari separuh D.A.
remaja yang telah diobati kambuh kembali setelah dewasa. Faktor
yang berhubungan dengan prognosis kurang balk D.A. yaitu:a. DA luas
pada anakb. Menderita rinitis alergik dan asma bronkial riwayat
D.A. pada orang tua atau saudara kandungc. Awitan (onset) D.A. pada
usia mudad. Anak tunggale. Kadar IgE serum sangat tinggi.5
12. PreventifPencegahan untuk mengurangi risiko kekambuhan D.A.
dapat dilakukan dengan :a. Kulit penderita D.A. cenderung lebih
rentan terhadap bahan iritan, oleh karena itu penting untuk
mengidentifikasi kemudian menyingkirkan faktor yang memperberat dan
memicu siklus 'gatal-garuk', misalnya sabun dan detergen, kontak
dengan bahan kimia, pakaian kasar, pajanan terhadap panas atau
dingin yang ekstrim.b. Bila memakai sabun hendaknya yang berdaya
larut minimal terhadap lemak dan mempunyai pH netral.c. Pakaian
baru sebaiknya dicuci terlebih dahulu sebelum dipakai untuk
membersihkan formaldehid atau bahan kimia tambahan.d. Mencuci
pakaian dengan detergen harus dibilas dengan baik, sebab sisa
detergen dapat bersifat iritan.e. Selesai berenang harus segera
mandi untuk membilas klorin yang biasanya digunakan pada kolam
renang. f. Hindari stress karena stres juga dapat menyebabkan
eksaserbasi DA.g. Seringkali serangan dermatitis pada bayi dan anak
dipicu oleh iritasi dari luar, misalnya terlalu sering dimandikan,
menggosok terlalu kuat pakaian terlalu tebal, ketat atau kotor,
kebersihar kurang terutama di daerah popok, infeksi local, seperti
iritasi kencing atau feses; bahkan juga -edicated baby oil. Pada
bayi penting diperhatikan kebersihan daerah bokong dan genitalia,
popok segera diganti, bila basah atau kotor. Upaya pertama adalah
melindungi daerah yang terkena terhadap garukan agar tidak
memperparah penyakitnya. Usahakan tidak memakai pakaian yang
bersifat iritan (misalnya wol, atau srtetik), bahan katun lebih
baik. Kulit anak/bayi dijaga tetap tertutup pakaian untuk
menghindari pajanan iritan atau trauma garukan.h. Mandi dengan
pembersih yang mengandung pelembab, hindari pembersih antibacterial
karena berisiko menginduksi resistensi.5KesimpulanDermatitis atopik
adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal
yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering
berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat
atopi pada keluarga atau penderita (dermatitis atopik, rinitis
alergik, dan atau asma bronkial). Kelainan kulit berupa papul
gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi,
distribusinya di lipatan (fleksural). D.A. harus dapat dibedakan
dengan penyakit lainnya, seperti dermatitis seboroik dan scabies
dengan gejala klinisnya yang hampir mirip dengan D.A. penyebab D.A.
belum diketahui secara pasti tetapi faktor turunan merupakan dasar
pertama untuk timbulnya penyakit disamping faktor pendukung yang
lain. D.A. cenderung diturunkan. Lebih dari seperempat anak dari
seorang ibu yang menderita atopi akan mengalami D.A. pada masa
kehidupan 3 bulan pertama. Bila salah satu orang menderita atopi,
lebih separuh jumlah anak akan mengalami gejala alergi sampai usia
2 tahun, dan meningkat sampai 79% bila kedua orang tua menderita
atopi. Risiko mewarisi D.A. lebih tinggi bila ibu yang menderita
D.A. dibandingkan dengan ayah. Tetapi, bila D.A. yang dialami
berlanjut hingga masa dewasa, maka risiko untuk mewariskan kepada
anaknya sama saja yaitu kira-kira 50%.
Daftar pustaka
1. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu kesehatan anak. Edisi ke-15.
Jakarta: EGC; 2000.h. 1382-95.2. Seto. Diagnosa fisik pada anak.
Edisi ke-2. Jakarta:CV Sagung Seto;2003.h.212-4.3. Siregar R.S.
Saripati penyakit kulit. Edisi ke-2. Jakarta:EGC; 2004.115-7.4.
Dermatitis atopic pada anak. 17 Mei 2009. Diunduh dari www.
childrenallergyclinic.wordpress.com, 15 April 2012. 5. Sularsito
SA, Djuanda S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-6.
Jakarta: FKUI; 2010.h.138-47.6. Stawiski MA. Patofisiologi konsep
klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;
2005.h.1430-2.7. Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi
ke-6. Jakarta: FKUI; 2010.h.200-2.8. Handoko RP. Ilmu penyakit
kulit dan kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: FKUI; 2010.h.122-5.
Alamat korespodensi :Jln. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat
11510 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaEmail :
[email protected]
3 22