Tinjauan Pustaka
MalariaTheresia102012165 / E612 November 2013Fakultas Kedokteran
Universitas Krida Wacana
Jl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax.
021-5631731
Email : [email protected]
Penyakit Malaria pada manusia, disebabkan oleh genus Plasmodium
yang terdiri atas empat spesies, yaitu (1) Plasmodium vivax
menimbulkan malaria tertian benigna atau malaria vivax. (2)
Plasmodium falciparum, menimbulkan malaria tertian maligna atau
malaria tropika, malaria pemisiosa, malaria falciparum atau malaria
estivo-autumnal. (3) Plasmodium malariae, menimbulkan malaria
kuartana atau malaria malariae. (4) Plasmodium ovale, menimbulkan
malaria ovale atau malaria benigna ovale.1Dalam makalah tinjauan
pustaka ini, penulis akan membahas kaitan infeksi malaria dalam
anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, working dan
differential diagnosis, epidemiologi, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinis, penatalaksanaan, prognosis, komplikasi dan
pencegahan untuk konsep pemahaman dalam menegakkan diagnosis
penyakit yang disebabkan infeksi parasit Plasmodium
tersebut.Anamnesis
Anamnesis keluhan utama merupakan bagian paling penting dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis ini biasanya memberikan
informasi terpenting untuk mencapai diagnosis banding, dan
memberikan wawasan vital mengenai gambaran keluhan yang menurut
pasien paling penting. Anamnesis ini sebaiknya mencakup sebagian
besar waktu konsultasi. Anamnesis yang didapat harus dicatat dan
disajikan dengan istilah medis seperti dyspnea yang bisa
mengaburkan sifat asli keluhan dan nuansa yang penting.2 Jika tidak
bisa didapatkan anamnesis yang jelas dari pasien, maka harus
ditanyakan pada kerabat, teman, atau saksi lain. Pencarian bukti
yang memperkuat hal hal tertentu dari ananmnesis, seperti konsumsi
alcohol atau rincian saat pasien kolaps, mungkin tepat untuk
dilakukan.2Untuk individu dewasa, riwayat komprehensif mencakup
Mengidentifikasi Data dan Sumber Riwayat, Keluhan Utama, Penyakit
Saat Ini, Riwayat Kesehatan Masa Lalu, Riwayat Keluarga, dan
Riwayat Pribadi dan Sosial. Pasien yang baru dirawat di rumah sakit
atau klinik patut dilakukan pengkajian riwayat kesehatan
komprehensif, akan tetapi dalam banyak fasilitas akan lebih tepat
bila dilakukan wawancara yang lebih terfokuskan atau berorientasi
masalah yang pelaksanaannya fleksibel.3Dalam kasus ini, dokter
melakukan anamnesis secara langsung dari pasien. Riwayat kesehatan
yang perlu dikumpulkan meliputi (1) Identifikasi data meliputi
nama, usia, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa, pekerjaan,
dan status perkawinan; (2) Keluhan utama yang berasal dari
kata-kata pasien sendiri yang menyebabkan pasien mencari perawatan;
(3) Penyakit saat ini meliputi perincian tentang tujuh
karakteristik gejala dari keluhan utama yaitu lokasi, kualitas,
kuantitas, waktu terjadinya gejala, kondisi saat gejala terjadi,
faktor yang meredakan atau memperburuk penyakit, dan manifestasi
terkait (hal-hal lain yang menyertai gejala); (4) Riwayat kesehatan
masa lalu seperti pemeliharaan kesehatan, mencakup imunisasi, uji
screening dan penyakit yang diderita pada masa kanak-kanak,
penyakit yang dialami saat dewasa lengkap dengan waktunya mencakup
empat kategori, yaitu medis, pembedahan, obstetrik, dan psikiatrik;
(5) Riwayat keluarga, yaitu diagram usia dan kesehatan, atau usia
dan penyebab kematian dari setiap hubungan keluarga yang paling
dekat mencakup kakek-nenek, orang tua, saudara kandung, anak, cucu
dan (6) Riwayat Pribadi dan Sosial seperti aktivitas dan gaya hidup
sehari-hari, situasi rumah dan orang terdekat, sumber stress jangka
pendek dan panjang, pekerjaan dan pendidikan.3Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik merupakan salah satu cara untuk mengetahui
gejala atau masalah kesehatan yang dialami oleh pasien. Pemeriksaan
fisik bertujuan untuk mengumpulkan data tentang kesehatan pasien,
menambah informasi, menyangkal data yang diperoleh dari riwayat
pasien, mengindentifikasi masalah pasien, menilai perubahan satatus
pasien, dan mengevaluasi pelaksanaan tindakan yang telah diberikan.
Dalam melakukan pemeriksaan fisik terdapat teknik dasar yang perlu
dipahami, diantaranya :41. Inspeksi
Inspeksi merupakan proses pengamatan atau observasi untuk
mendeteksi masalah kesehatan pasien. Cara efektif melakukan
inspeksi adalah sebagai berikut :a. Atur posisi pasien sehingga
bagian tubuhnya dapat diamati secara setail
b. Berikan pencahayaan yang cukup
c. Lakukan inspeksi pada area tubuh tertentu untuk ukuran,
bentuk, warna, keimetrisan, posisi, dan abnormalitasnya
d. Bandingkan suatu area sisi tubuh dengan bagian tubuh
lainnya
e. Jangan melakukan inspeksi secara terburu buru
2. Palpasi
Palpasi merupakan pemeriksaan dengan indra peraba, yaitu tangan,
untuk menentukan ketahanan, kekenyalan, kekerasan, tekstur, dan
mobilitas. Palpasi membutuhkan kelembutan dan sensivitas. Untuk
itu, hendaknya menggunakan permukaan palmar jari, yang dapat
digunakan utuk mengkaji posisi, tekstur, konsistensi, bentuk massa,
dan pulsasi. Pada telapak tangan dan permukan ulnar tangan lebih
sensitive pada getaran. Sedangkan untuk mengkaji temperature,
hendaknya menggunakan bagian belakang tangan dan jari.
3. Perkusi
Perkusi merupakan pemeriksaan dengan melakukan pengetukan yang
menggunakan ujung ujung jari pada bagian tubuh untuk mengetahui
ukuran, batasan, konsistensi organ organ tubuh, dan menentukan
adanya cairan dalam rongga tubuh. Ada dua cara dalam perkusi yaitu
cara langsung dan cara tidak langsung. Cara langsung dilakukan
dengan mengetuk secara langsung menggunakan satu atau dua jari.
Sedangkan cara tidak langsung dilakukan dengan menempatkan jari
tengah diatas permukaan tubuh dan jari tangan lain, telapak tidak
pada permukaan kulit. Setelah mengetuk, jari tangan ditarik ke
belakang.
4. Auskultasi
Auskultasi merupakan pemeriksaan dengan mendengarkan bunyi yang
dihasilkan oleh tubuh melalui stetoskop.
Pada pemeriksaan fisik, pemeriksaan tanda-tanda vital selalu
dijalankan pertama kali untuk mendapatkan suhu badan pasien,
tekanan darah dan frekuensi pernafasan serta bilangan denyut
nadi.5Dalam kasus ini, pasien ini diduga menderita malaria, di
dukung pula karena di Papua merupakan daerah endemik yang tinggi
penyebab malaria. Diperoleh dari pemeriksaan fisik tanda-tanda
vital yaitu: S= 390C, RR= 18x/menit, HR= 98x/menit,
TD=120/80mmHg.
Setelah itu diperlukan adanya inspeksi pada kulit, ada tidaknya
konjungtiva dan telapak tangan yang tampak pucat. Pada malaria yang
khas dalam pemeriksaan fisik adalah ketika palpasi ditemukannya
pembesaran limpa (splenomegali) dan pembesaran hati
(hepatomegali).5Pemeriksaan Penunjang
Selain pemeriksaan fisik yang utama, kita dapat melakukan
pemeriksaan penunjang sebagai langkah memperkuat/menegakkan atau
menyingkirkan diagnosa. Contoh pemeriksaan penunjang untuk diagnosa
penyakit malaria adalah sebagai berikut:
Pemeriksaan dengan Mikroskop Cahaya
Pemeriksaan mikroskopik dengan pewarnaan Giemsa sampai saat ini
merupakan baku emas pemeriksaan malaria. Selain untuk menegakkan
diagnosis, pemeriksaan mikroskopik dapat digunakan untuk
mengevaluasi hasil pengobatan dan hal ini tidak dapat diterapkan
dengan uji cepat malaria maupun tekhnik PCR. Pada infeksi
Plasmodium falciparum yang stadium lanjutnya berada di kapiler alat
dalam (sekuestrasi), parasit tersebut sulit di temukan dalam darah
tepi sehingga memerlukan pemeriksaan serial darah(3 kali dalam 48
jam)untuk memastikan ada tidaknya parasit. Pengambilan darah
dilakukan pada ujung jari atau tumit kaki(bayi). Pewarnaan optimal
untuk mendapatkan morfologi parasit dengan Giemsa. Jumlah darah
yang diambil harus sesuai dengan volume antikoagulannya. Jika
pembuatan sediaan darah yang mengandung antikoagulan dilakukan 24
jam setelah pengambilan darah maka jumlah parasit dapat berkurang
sampai 50% dan morfologi parasit sudah berubah. Oleh karena itu,
sangat penting untuk segera(95%) untuk mendiagnosis Plasmodium
falciparum.6
Pemeriksaan dengan Rapid Test
Pemeriksaan Rapid test(P-F test) merupakan diagnosi malaria yang
didasarkan pada deteksi antigen yang spesifik dalam darah penderita
malaria mulai diperkenalkan pada permulaan tahun 1990. Deteksi
dangat cepat hanya 3-5 menit, tidak memerlukan latihan khusus,
sensitivitasnya baik(95% untuk Plasmodium falciparum) dan tidak
memerlukan alat khusus. Prinsip kerjanya adalah imunokromatografi
yang cairannya akan naik sepanjang kertas nitroselulosa. Pada
beberapa titik kertas nitroselulosa diletakkan antibodi monoklonal
terhadap beberapa antigen malaria yang spesifik sehingga pada
penderita positif akan terjadi reaksi antigen-antibodi yang
tervisualisasi dalam bentuk garis. Secara garis besar hanya ada 3
macam antigen malaria yang digunakan dalam rapide test, yaitu
Histidine Rich Protein-2(HRP-2), lactate dehydrogenase(LDH) dan
aldolase. HRP-2 merupakan protein yang larut dalam air dan
disekresikan oleh berbagai stadium aseksual dan gametosit muda
Plasmodium falciparum.6
HRP-2 dapat bertahan dalam darah penderita yang diobati sampai
28 hari, walaupun parasitmia negatif dengan pemeriksaan
mikroskopik. Reaksi positif palsu dilaporkan pada penderita yang
mengandung faktor rematoid dalam darahnya, karena bereaksi silang
dengan monoklonal IgG dalam kit rapid test. Reaksi negatif palsu
dapat dijumpai pada penderita, baik dengan jumlah parasit
rendah(10.000parasit/l).6
Deteksi Pigmen MalariaDeteksi pigmen malaria, yaitu hemozoin
merupakan salah satu cara otomatis yang dikembangkan dengan
menggunakan alat FBC(Full blood count) analyzer, dengan CellDyn3500
atau CellDyn 4000. Prinsip kerja sama dengan flow ctomettry, yaitu
dengan mengukur jumlah sinar laser yang dipantulkan suatu sel dari
berbagai sudut.6
Gambar 1. Deteksi Pigmen Parasit6DiagnosisWorking Diagnosis
Suatu kesimpulan berupa hipotesis tentang kemungkinan penyakit
yang ada pada (diderita oleh) pasien disebut diagnosis kerja
(working diagnosis) atau diagnosis sementara (provisional
diagnosis). Karena baru dalam bentuk hipotesis, harus dibuktikkan
kebenarannya. Perumusan diagnosis kerja merupakan puncak berpikir
medic sebab dari perumusan masalah dan diagnosis kerja, dokter
merencanakan/memberikan terapi. Setiap diagnosis kerja haruslah
diiringi dengan diagnosis banding.7Diagnosis malaria yang cepat dan
tepat merupakan hal yang sangat diperlukan dalam penatalaksanaan
kasus malaria. Hal tersebut terutama berhubungan dengan infeksi
Plasmodium falciparum yang dapat menyebabkan malaria berat atau
malaria dengan komplikasi.6
Dalam kasus ini, pasien baru tinggal selama kurang lebih 1 bulan
di Papua yang merupakan salah satu daerah endemik untuk malaria.
Selain itu dari gejala yang timbul, merupakan ciri khas yang
mendukung diagnosis ke arah malaria. Demam mempunyai 3 stadium,
yaitu frigoris (menggigil) yang berlangsung -2 jam, kemudian
stadium acme (puncak demam) selama 2-4 jam, kemudian memasuki
stadium sudoris dimana penderita banyak keringat. Pada malaria
tertiana demam timbul setiap hari ketiga, sedangkan pada malaria
tropika demam akan berjalan terus menerus.6Berdasarkan
gejala-gejala yang timbul maka diagnosa pada orang tersebut adalah
Malaria falsifarum atau tropika atau tersiana maligna dan dapat
mendukung diagnosis jika terdeteksi adanya hepatosplenomegali.
Namun untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis dalam kasus
malaria diperlukan pemeriksaan penunjang.terdeteksi adanya
hepatosplenomegali. Namun untuk menegakkan atau menyingkirkan
diagnosis dalam kasus malaria diperlukan pemeriksaan penunjang.
Differential Diagnosis
Diagnosis banding lazim juga disebut diagnosis differential,
disingkat DD/. Pengertian tentang diagnosis itu sendiri. Seperti
disebut di depan, diagnosis pada awalnya adalah suatu hipotesis
(persangkaan intelektual) yang perlu dibuktikkan kebenarannya. Pada
praktiknya, dalam langkah demi langkah berpikir, seorang dokter,
setelah mendapatkan data klinik yang cukup, akan mendapatkan
beberapa kemungkinan data klinik yang cukup, akan mendapatkan
beberapa kemungkinan penyakit yang sesuai dengan data klinik
tersebut, dipilihlah satu kemungkinan tersebut, dipilihlah satu
kemungkinan terbesar. Kemungkinan terbesar disebut diagnosis kerja,
sedang yang lain diberi istilah diagnosis banding. Jadi, sebenarnya
diagnosis banding dirumuskan lebih dulu, baru kemudian dirumuskan
diagnosis kerja.7Demam merupakan salah satu gejala malaria yang
menonjol, yang juga dijumpai pada hampir semua penyakit infeksi
seperti infeksi virus pada sistem respiratorius, influenza,
bruselosis, demam tifoid, demam dengue, dan infeksi bakterial
lainnya seperti pneumonia, infeksi saluran kencing, dan
tuberkulosis. Pada daerah hiperendemik sering dijumpai penderita
dengan imunitas yang tinggi sehingga penderita dengan infeksi
malaria tetapi tidak menunjukkan gejala klinis malaria.8Manifestasi
klinis malaria sangat bervariasi dari gejala yang ringan sampai
berat. Malaria tanpa komplikasi atau masih dalam tahap ringan harus
dapat dibedakan dengan penyakit infeksi lain, yaitu: 8a. Demam
tifoid
Demam lebih dari 7 hari ditambah keluhan sakit kepala, sakit
perut (diare/ obstipasi), lidah yang berselaput (kotor di tengah,
tepi dan ujung merah serta tremor), bradikardi relative
(peningkatan suhu 10C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali
per menit), leukopenia, batuk, epistaksis, dan gangguan mental.
b. DHF (Dengue Haemorrhagic Fever)
Demam tinggi terus menerus selama 2-7 hari, disertai keluhan
sakit kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati, sering muntah.
c. Leptospirosis
Demam tinggi, nyeri kepala, myalgia, nyeri perut, mual, muntah,
konjungtiva merah, dan nyeri pada betis yang mencolok.
Pada malaria berat diagnosis banding tergantung manifestasi
malaria beratnya. Pada malaria dengan ikterus, diagnosis bandingnya
adalah demam tifoid dengan hepatitis, kolesistitis, abses hati, dan
leptospirosis. Hepatitis pada saat timbul ikterus biasanya tidak
dijumpai demam lagi. Pada malaria serebral harus dibedakan dengan
infeksi pada otak lainnya seperti meningitis, ensefalitis, tifoid
ensefalopati, tripanososmiasis. Penurunan kesadaran dan koma dapat
terjadi pada gangguan metabolic (diabetes, uremi), gangguan
serebrovaskular (stroke), eklampsia, dan tumor otak.8Etiologi
Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium. Plasmodium memiliki
empat macam spesies yaitu plasmodium falciparum, plasmodium ovale,
plasmodium malarie, dan plasmodium vivax. Namun sekarang juga
ditemukan adanya malaria yang disebabkan oleh plasmodium knowlesi
(serupa dengan plasmodium palcifarum dan plasmodium malariae) yang
hospesnya adalah kera. Spesies ini pertama kali dilaporkan pertama
kali di Malaysia dan dapat menginfeksi manusia dan akan menyebabkan
gejala klinis. Spesies plasmodium lainnya yang ditemukan di kera
adalah palsmodium cynomologi (serupa dengan plasmodium vivax).
Plasmodium rodhaini pada simpase di Afrika dan plasmodium
brasilianum pada kera di amerika Tengah yang menyerupai plasmodium
malariae. Vektor dari plasmodium adalah nyamuk Anopheles. Kematian
yang paling sering terjadi karena infeksi dari plasmodium
falciparum. Nyamuk yang aktivitasnya menginfeksi manusia adalah
nyamuk Anopheles betina dengan cara menusuk manusia. Di Indonesia
penyakit malaria ditemukan tersebar di seluruh kepulauan, terutama
kawasan Indonesia Timur. 8,9,10Patogenesis
Siklus hidup keempat spesies Plasmodium pada manusia umumnya
sama. Proses tersebut terdiri atas fase seksual eksogen (sporogoni)
dalam badan nyamuk Anopheles betina sebagai vektor atau hospes
definitf dan fase aseksual (skizogoni) dalam badan hospes
perantara.
Fase aseksual mempunyai dua daur, yaitu: (1) daur eritrosit
dalam darah (skizogoni eritrosit) dan (2) daur dalam sel parenkim
hati (skizogoni eksoeritrosit) atau stadium jaringan dengan a)
skizogoni praeritrosit (skizogoni eksoeritrosit primer) setelah
sporozoit masuk dalam sel hati dan b) skizogoni eksoeritrosit
sekunder yang berlangsung dalam hati.10
Parasit dalam hospes vertebrata (hospes perantara) melalui
beberapa fase. Fase jaringan terjadi bila nyamuk Anopheles betina
yang mengandung parasit malaria dalam kelenjar liurnya menusuk
hospes, sporozoit yang berada di dalam air liurnya masuk melalui
proboscis yang ditusukkan ke dalam kulit. Sporozoit segera masuk
dalam peredaran darah dan setelah jam sampai 1 jam masuk ke dalam
sel hati. Banyak yang dihancurkan oleh fagosit, tetapi sebagian
masuk ke dalam sel hati (hepatosit) menjadi tropozoit hati dan
berkembangbiak. Proses in disebut skizogoni praeritrosit atau
eksoeritrositer primer. Inti parasit membelah diri berulang-ulang
dan skizon jaringan (skizon hati) berbentuk bulat atau lonjong,
menjadi besar sampai berukuran 45 mikron. Pembelahan inti disertai
pembelahan sitoplasma yang mengelilingi setiap inti sehingga
terbentuk beribu-ribu merozoit berinti satu dengan ukuran 1,0
sampai 1,8 mikron. Inti sel hati terdorong ke tepi tetapi tidak ada
reaksi di sekitar jaringan hati. Fase ini berlangsung beberapa
waktu, tergantung dari spesies parasit malaria.10
Pada akhir fase praeritrosit, skizon pecah, merozoit keluar dan
masuk peredaran darah. Sebagian besar menyerang eritrosit yang
berada di sinusoid hati tetapi beberapa difagositosis. Pada P.vivax
dan P.ovale sebagian sporozoit yang menjadi hipnozoit (sporozoit
yang tetap tidur atau dormant selama periode tertentu) setelah
beberapa waktu (beberapa bulan sampai 5 tahun) menjadi aktif
kembali dan mulai dengan skizogoni eksoeritrosit sekunder. Proses
tersebut dianggap sebagai penyebab timbulnya relaps yaitu parasit
ditemukan kembali dalam darah setelah pemberian obat skizontisida
darah yang adekuat. P.falciparum dan P.malariae tidak mempunyai
fase eksoeritrosit sekunder, sehingga kekambuhannya disebabkan oleh
proliferasi stadium eritrositik dan dikenal sebagai rekrudesensi.
Hal ini dapat disebabkan skizontisida darah tidak seluruhnya
mengeliminasi stadium parasit yang ada di sel darah merah,
berkurangnya imunitas alami atau adanya varian parasit baru yang
tidak dikenali hospes. Rekrudesensi yang panjang terkadang dijumpai
pada P.malariae yang disebabkan oleh stadium eritrositik yang
menetap dalam sirkulasi mikrokapiler jaringan. Kenyataan berikut
ini menunjang bahwa relaps tidak ada pada infeksi P.malariae: (1)
infeksi P.malariae dapat disembuhkan dengan obat skiontosida darah
saja; (2) tidak pernah ditemukan skizon eksoeritrositik dalam hati
manusia atau simpanse setelah siklus praeritrositik; (3) parasit
menetap dalam darah untuk jangka waktu panjang yang dapat
dibuktikan pada beberapa kasus malaria transfusi.10
Fase aseksual dalam darah. Waktu antara permulaan infeksi sampai
parasit malaria ditemukan dalam darah tepi disebut masa pra-paten.
Masa ini dapat dibedakan dengan masa tunas/inkubasi yang
berhubungan dengan timbulnya gejala klinis penyakit malaria.
Merozoit yang dilepaskan oleh skizon jaringan mulai menyerang
eritrosit. Invasi merozoit bergantung pada interaksi reseptor pada
eritrosit, glikoforin, dan merozoit sendiri. Sisi anterior merozoit
melekat pada membran eritrozit, kemudian membran merozoit menebal
dan bergabung dengan membran plasma eritrosit, lalu melakukan
invaginasi, membentuk vakuol dengan parasit berada di dalamnya.
Pada saat merozoit masuk, selaput permukaan dijepit sehingga lepas.
Seluruh proses ini berlangsung selama kurang lebih 30 detik.
Stadium termuda dalam darah berbentuk bulat, kecil; beberapa di
antaranya mengandung vakuol sehingga sitoplasma terdorong ke tepi
dan inti berada di kutubnya. Oleh karena sitoplasma mempunyai
bentuk lingkaran, maka parasit muda disebut bentuk cincin. Selama
pertumbuhan, bentuknya berubah menjadi tidak teratur. Stadium muda
ini disebut trofozoit.10
Parasit mencernakan hemoglobin dalam eritrosit dan sisa
metabolismenya berupa pigmen malaria (hemozoin dan hematin). Pigmen
yang mengandung zat besi dapat dilihat dalam parasit sebagai
butir-butir berwarna kuning tengguli hingga tengguli hitam yang
makin jelas pada stadium lanjut. Setelah masa pertumbuhan, parasit
berkembangbiak secara aseksual melalui proses pembelahan yang
disebut skizogoni. Inti parasit membelah diri menjadi sejumlah inti
yang lebih kecil. Kemudian dilanjutkan dengan pembelahan sitoplasma
untuk membentuk skizon. Skizon matang mengandung bentuk-bentuk
bulat kecil, terdiri atas inti dan sitoplasma yang disebut
merozoit. Setelah proses skizogoni selesai, eritrosit pecah dan
merozoit dilepaskan dalam aliran darah (sporulasi). Kemudian
merozoit memasuki eritrosit baru dan generasi lain dibentuk dengan
cara yang sama. Pada daur eritrosit, skizogoni berlangsung secara
berulang-ulang selama infeksi dan menimbulkan parasitmia yang
meningkat dengan cepat sampai proses dihambat oleh respons imun
hospes.10
Perkembangan parasit dalam eritrosit menyebabkan perubahan pada
eritrosit, misalnya sitoplasma bertitik-titik pada P.vivax.
Perubahan ini khas untuk spesies parasit. Periodisitas skizogoni
berbeda-beda, tergantung spesiesnya. Daur skizogoni (fase
eritrosit) berlangsung 48 jam pada P.vivax dan P.ovale, kurang dari
48 jam pada P.falciparum dan 72 jam pada P.malariae. Pada stadium
permulaan infeksi dapat ditemukan beberapa kelompok (broods)
parasit yang tumbuh pada saat yang berbeda sehingga gejala demam
tidak menunjukkan periodisitas yang khas. Kemudian periodisitasnya
menjadi lebih sinkron dan gejala demamnya memberi gambaran tersian
atau kuartan.10
Fase seksual dalam darah. Setelah 2 atau 3 generasi (3-15 hari)
merozoit dibentuk, sebagian merozoit tumbuh menjadi stadium
seksual. Proses ini disebut gametogoni (gametositogenesis). Stadium
seksual tumbuh tetapi intinya tidak membelah. Gametosit mempunyai
bentuk yang berbeda pada berbagai spesies. Pada P.falciparum
bentuknya seperti sabit/pisang bila sudah matang, pada spesies lain
bentuknya bulat. Pada semua spesies Plasmodium dengan pulasan
khusus, gametosit betina (makrogametosit) mempunyai sitoplasma
berwarna biru dengan inti kecil padat dan pada gametosit jantan
(mikrogametosit) sitoplasma berwarna biru pucat atau merah muda
dengan inti besar dan difus. Kedua macam gametosit mengandung
banyak butir pigmen.10
Parasit dalam hospes invertebrata (hospes definitf) juga
mengalami beberapa fase. Eksflagelasi terjadi bila Anopheles
mengisap darah manusia yang mengandung parasit malaria, parasit
aseksual dicernakan bersama eritrosit, tetapi gametosit dapat
tumbuh terus. Inti pada mikrogametosit membelah menjadi 4 sampai 8
yang masing-masing menjadi bentuk panjang seperti benang (flagel)
dengan ukuran 20-25 mikron, menonjol keluar dari sel induk,
bergerak-gerak sebentar kemudian melepaskan diri. Proses ini
(eksflagelasi) hanya berlangsung beberapa menit pada suhu yang
sesuai dan dapat dilihat dengan mikroskop pada sediaan darah basah
yang masih segar tanpa diwarnai. Flagel atau gamet jantan disebut
mikrogamet; makrogametosit mengalami proses pematangan (maturasi)
dan menjadi gamet betina atau makrogamet. Dalam lambung nyamuk
mikrogamet tertarik oleh makrogamet yang membentuk tonjolan kecil
tempat masuk mikrogamet sehingga pembuahan dapat berlangsung. Hasil
pembuahan disebut zigot.10
Sporogoni. Pada permulaan, zigot merupakan bentuk bulat yang
tidak bergerak, tetapi dalam waktu 18-24 jam menjadi bentuk panjang
dan dapat bergerak; stadium seperti cacing ini berukuran panjang
8-24 mikron dan disebut ookinet. Ookinet kemudian menembus dinding
lambung melalui sel epitel ke permukaan luar lambung dan menjadi
bentuk bulat, disebut ookista. Jumlah ookista pada lambung
Anopheles berkisar anatara beberapa buah sampai beberapa ratus.
Ookista makin lama makin besar sehingga merupakan bulatan semi
transparan, berukuran 40-80 mikron dan mengandung butir-butir
pigmen. Letak dan besar butir pigmen serta warnanya khas untuk tiap
spesies Plasmodium. Bila ookista makin membesar hingga berdiameter
500 mikron dan intinya membelah, pigmen tidak tampak lagi. Inti
yang sudah membelah dikelilingi protoplasma yang merupakan bentuk
memanjang pada bagian tepi sehingga tampak sejumlah besar
bentuk-bentuk yang kedua ujungnya runcing dengan inti ditengahnya
(sporozoit) dan panjangnya 10-15 mikron. Kemudian ookista pecah,
ribuan sporozoit dilepaskan dan bergerak dalam rongga badan nyamuk
untuk mencapai kelenjar liur. Nyamuk sekarang menjadi infektif.
Bila nyamuk menghisap darah setelah menusuk kulit manusia,
sporozoit masuk ke dalam luka tusuk dan mencapai aliran darah.
Sporogoni dimulai dari pematangan gametosit sampai menjadi
sporozoit infektif, berlangsung 8-35 hari, bergantung pada suhu
lingkungan dan spesies parasit.10
Waktu antara nyamuk mengisap darah yang mengandung gametosit
sampai mengandung sporozoit dalam kelenjar liurnya, disebut masa
tunas ekstrinsik. Sporozoit adalah bentuk infektif. Infeksi dapat
terjadi dengan 2 cara, yaitu: (1) secara alami melalui vektor, bila
sporozoit dimasukkan ke dalam badan manusia dengan tusukan nyamuk
dan (2) secara induksi, bila stadium aseksual dalam eritrosit
secara tidak sengaja masuk dalam badan manusia melalui darah,
misalnya lewat transfuse, suntikan atau kongenital (bayi baru lahir
mendapat infeksi dari ibu yang menderita melalui darah
plasenta).10
Gambar 2. Daur Hidup Parasit Malaria.11Gejala Klinis
Gejala klinis malaria meliputi keluhan dan tanda klinis,
merupakan petunjuk yang penting dalam diagnosis malaria. Gejala
klinis tersebut dipengaruhi oleh strain plasmodium, imunitas tubuh
dan jumlah parasit yang menginfeksi. Waktu mulai terjadi infeksi
sampai timbulnya gejala klinis dikenal sebagai masa inkubasi,
sedangkan waktu antara terjadinya infeksi sampai ditemukannya
parasit dalam darah disebut periode prapaten. Baik masa inkubasi
maupun periode prapaten dipengaruhi oleh strain plasmodium. Infeksi
yang terjadi melalui transfusi darah biasanya lebih pendek, tetapi
tetap dipengaruhi oleh endemisitas tempat infeksi dan pengaruh
pemberian pengobatan profilaksis atau pengobatan yang tidak
adekuat. Pada beberapa daerah seperti Irian banyak terjadi gejala
non spesifik berupa diare dan ternyata merupakan gejala malaria.
Pada anak-anak lebih banyak dijumpai batuk dibandingkan orang
dewasa. Gejala P.falciparum umumnya lebih berat dan lebih akut
dibandingkan jenis lain. Sedangkan gejala P.malariae dan P.ovale
paling ringan. Akhir-akhir ini dilaporkan adanya infeksi Plasmodium
knowlesi yang menginfeksi malaria secara alamiah.6
Penderita malaria secara umum diklasifikasikan berdasarkan
klasifikasi klinis dan parasitologik. Klasifikasi klinis didasarkan
pada ada atau tidak adanya komplikasi dan keadaan umum penderita.
Klasifikasi tersebut penting untuk mengetahui cara yang tepat dalam
pemberian pengobatan (misalnya pada penderita yang muntah-muntah
sebaiknya diberikan obat parenteral). Infeksi yang didapat dari
daerah yang resisten malaria memerlukan pengobatan berbeda.
Klasifikasi parasitologik diperlukan untuk menentukan spesies dan
derajat parasitmianya.6Manifestasi Klinis Penyakit Malaria
Malaria sebagai penyakit infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium
mempunyai gejala utama demam. Diduga terjadinya demam berhubungan
dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit/skizon). Akhir-akhir ini
demam dihubungkan dengan pengaruh GPI (Glycosyl
Phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin dan/atau toksin
lain. Pada beberapa penderita demam tidak terjadi seperti di daerah
hiperendemik, banyak orang dengan parasitemia tanpa gejala.
Gambaran karakteristik malaria ialah demam periodik, anemia, dan
splenohepatomegali. Berat-ringan manifestasi malaria bergantung
pada Plasmodium yang menyebabkan infeksi.8
Masa inkubasi bervariasi pada setiap Plasmodium. Plasmodium
vivax sub-spesies P.vivax multinucleatum (Cheson Strain), sering
dijumpai di Cina Tengah, mempunyai masa inkubasi yang lebih panjang
(312-323 hari) dan sering relaps setelah infeksi primer. Inkubasi
terpendek pernah dilaporkan di Afrika, yaitu 3 hari.8Keluhan
prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam. Keluhan antara
lain lesu, malaise, sakit kepala, sakit tulang belakang (punggung),
nyeri pada tulang atau otot, anoreksia, perut tak enak, diare
ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan
prodromal sering terjadi pada P.vivax dan P.ovale, sedangkan pada
P. falciparum dan P.malariae keluhan prodromal tidak jelas bahkan
gejala mendadak.6Malaria memiliki gejala klasik berupa Trias
Malaria (Malaria proxysm) secara berurutan sebagai berikut:6
Periode dingin
Mulai menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering
membungkus diri dengan selimut atau saarung dan saat mengigil
seluruh tubuh sering bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, pucat
sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung
15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.
Periode panas
Muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat, dan panas tubuh
tetap tinggi, dapat sampai 400C atau lebih, penderita membuka
selimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retro-orbital,
muntah-muntah, dapat terjadi syok (tekanan darah turun), dapat
delirium sampai terjadi kejang (anak). Periode ini lebih lama dari
fase dingin, dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan
berkeringat. Periode berkeringat
Penderita berkeringat, mulai dari temporal, diikuti seluruh
tubuh, sampai basah, temperatur turun, penderita merasa kelelahan
dan sering tertidur. Jika penderita bangun akan merasa sehat dan
dapat melakukan pekerjaan seperti biasa.
Trias malaria secara keseluruhan dapat berlangsung 6-10 jam,
lebih sering terjadi pada infeksi P.vivax. Pada P.falciparum
menggigil dapat berlangsung berat atau tidak ada. Periode tidak
panas berlangsung 12 jam pada P.falciparum, 36 jam pada P.vivax dan
P.ovale, 60 jam pada P.malariae.6Keadaan anemia merupakan gejala
yang sering dijumpai pada infeksi malaria. Anemia lebih sering
dijumpai pada penderita di daerah endemis, anak-anak, dan ibu
hamil. Beberapa mekanisme terjadinya anemia adalah sebagai
berikut:61. Pengerusakan eritrosit oleh parasit
2. Hambatan eritropoiesis yang sementara
3. Hemolisis karena proses complement mediated immune
complex
4. Eritrofagositosis
5. Penghambatan pengeluaran retikulosit
Pembesaran limpa (splenomegali) sering dijumpai pada malaria.
Limpa akan teraba 3 hari setelah serangan infeksi akut. Limpa
menjadi bengkak, nyeri, dan hiperemis. Limpa merupakan organ
penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi. Pada penelitian
dengan hewan percobaan, limpa menghapuskan eritrosit yang
terinfeksi melalui perubahan metabolisme, antigenik, dan
rheological eritrosit yang terinfeksi.6Manifestasi Klinis Malaria
Tertiana/ M.Vivax/ M.Benigna
Inkubasi 12-17 hari, kadang-kadang lebih panjang 12-20 hari.
Pada hari-hari pertama panas irregular, kadang-kafang remiten atau
intermiten, pada saat tersebut perasaan dingin atau menggigil
jarang terjadi. Pada akhir minggu tipe panas menjadi intermiten dan
periodik setiap 48 jam dengan gejala klasik trias malaria. Serangan
paroksimal biasanya terjadi waktu sore hari. Kepadatan parasit
mencapai maksimal dalm waktu 7-14 hari.6,10
Pada minggu kedua limpa mulai teraba. Parasitmia mulai menurun
setelah 14 hari, limpa masih membesar dan panas masih berlangsung,
pada akhir minggu kelima panas mulai turun secara krisis. Pada
malaria vivax manifestasi klinik dapat berlangsung secara berat
tapi kurang membahayakan, limpa dapat membesar sampai derajat 4
atau 5 (ukuran Hackett). Malaria serebral jarang terjadi. Edema
tungkai disebabkan karena hipoalbuminemia. Mortalitas malaria vivax
rendah tetapi morbiditas tinggi karena seringnya terjadi relaps.
Pada penderita yang semi-immune perlangsungan malaria vivax tidak
spesifik dan ringan saja, parasitmia hanya rendah, serangan demam
pendek dan penyembuhannya lebih cepat. Resistensi terhadap
kloroquin pada malaria vivax juga dilaporkan di Irian Jaya dan
daerah lainnya. Relaps sering terjadi karena keluarnya bentuk
hipnozoit yang tertinggal di hati pada saat status imun tubuh
menurun.6,10Manifestasi Klinis Malaria Tropika/ M. Falciparum
Malaria tropika merupakan bentuk paling berat, ditandai dengan
panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitmia sering
dijumpai, dan sering terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-14 hari.
Malaria tropika mempunyai perlangsungan yang cepat, dan parasitmia
yang tinggi dan menyerang semua bentuk eritrosit. Gejala prodromal
yang sering dijumpai adalah sakit kepala, nyeri belakang/tungkai,
lesu, perasaan dingin, mual, muntah, dan diare. Parasit sulit
ditemui pada penderita dengan pengobatan supresif. Panas biasanya
ireguler dan tidak periodik, sering terjadi hiperpireksia dengan
temperature di atas 400C. Gejala lain berupa konvulsi, pneumonia
aspirasi dan banyak keringat walaupun temperatur normal. Apabila
infeksi memberat nadi cepat, nausea, muntah, diare menjadi berat,
dan diikuti kelainan paru (batuk). Splenomegali dijumpai lebih
sering dari hepatomegali dan nyeri pada perabaan. Hati membesar
dapat disertai timbulnya ikterus. Kelainan urin dapat berupa
albuminuria, hialin dan kristal yang granuler. Anemia lebih
menonjol dengan leukopenia dan monositosis.6Epidemiologi
Plasmodium vivax menyebabkan malaria vivaks atau malaria
tersiana. P. vivax ditemukan banyak di daerah subtropis, seperti
Kor-Sel, Cina, Mediterania Timur, Turki, beberapa negara Eropa pada
saat musim panas, Amerika Selatan dan Utara. Dia daerah tropik
dapat ditemukan di Asia Timur dan Selatan, Indonesia, Filipina,
serta wilayah Pasifik (Papua Nugini) , Kepualauan Solomon, dan
Vanuatu. P. malariae atau malaria kuartana akan menimbulkan demam
berulang setiap hari keempat. Penyakit ini dapat ditemukan didaerah
tropik, tetapi frekuensinya cenderung rendah. Di Afrika terutama
ditemukan di bagian barat dan utara, sedangkan Indonesia dilaporkan
di Papua Barat, NTT, Timor Leste, dan Sumatera Selatan. Namun,
frekuensi malaria malariae di Indonesia sangat rendah hingga tidak
menjadi masalah kesehatan masyarakat. P. Ovale terdapat di daerah
tropik Afrika bagian Barat, Pasifik Barat, dan beberapa bagian lain
dunia. Di Indonesia parasit ini terdapat di pulau Owi sebelah
Selatan Biak di Irian Jaya dan di Pulau Timor. Malaria ovale di
Indonesia tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena
frekuensinya sangat rendah dan dapat sembuh dengan sendirinya. P.
falciparum menyebabkan malaria tropika atau malaria tersiana
maligna. Ditemukan di daerah tropik, terutama Afrika dan Asia
Tenggara. Di Indonesia parasit ini tersebar di seluruh kepulauan.
Diantara spesies lain, P. falciparum adalah spesies yang paling
berbahaya karena penyakit yang ditimbulkan bisa menjadi
berat.10KomplikasiKomplikasi malaria umumnya disebabkan karena
Plasmodium falciparum dan sering disebut pernicious manifestations.
Sering terjadi mendadak tanpa gejala-gejala sebelumnya, dan sering
terjadi pada penderita yang tidak imun seperti pada orang pendatang
dan kehamilan. Komplikasi terjadi 5-10% pada seluruh penderita
malaria yang dirawat di RS dan 20% dari padanya merupakan kasus
yang fatal. Penderita malaria dengan komplikasi umumnya digolongkan
sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai
infeksi Plasmodium falciparum dengan satu atau lebih komplikasi
sebagai berikut:6 Malaria serebral (coma): tidak disebabkan
penyakit lain atau lkebih dari 30 menit setelah serangan kejang
Acidemia/acidosis: pH darah 400C) pada orang dewasa dan
anak.Penatalaksanaan
Medikamentosa
Semua individu dengan infeksi malaria, yaitu dengan ditemukannya
plasmodium aseksual di dalam darahnya, malaria klinis tanpa
ditemukannya parasit dalam darahnya perlu diobati. Prinsip
pengobatan malaria:81. Penderita tergolong malaria biasa (tanpa
komplikasi) atau penderita malaria berat/dengan komplikasi.
Penderita dengan komplikasi memakai obat parenteral sedangkan
malaria biasa diobati dengan per oral.
2. Penderita malaria harus mendapatkan pengobatan yang efektif,
tidak terjadi kegagalan pengobatan dan mencegah terjadinya
transmisi, yaitu dengan pengobatan ACT (Artemisinin base
Combination Therapy).
3. Pemberian pengobatan dengan ACT harus berdasarkan hasil
pemeriksaan malaria yang positif dan dilakukan monitoring
efek/respon pengobatan.
4. Pengobatan malaria klinis/ tanpa hasil pemeriksaan malaria
memakai obat non-ACT.
Secara global WHO telah menetapkan dipakainya pengobatan malaria
dengan memakai obat ACT. Golongan artemisinin (ART) telah dipilih
sebagai obat utama karena efektif dalam mengatasi Plasmodium yang
resisten dengan pengobatan. Selain itu artemisinin juga bekerja
membunuh plasmodium dalam semua stadium termasuk gametosit. Juga
efektif terhadap semua spesies, P.falciparum, P.vivax maupun
lainnya. Laporan kegagalan terhadap ART belum dilaporkan saat
ini.8Golongan artemisinin berasal dari tanaman Artemisia annua. L
yang disebut dalam bahasa Cina sebagai Qinghaosu. Obat ini termasuk
kelompok seskuiterpen lakton mempunyai beberapa formula seperti:
artemisinin, artemeter, arte-eter, artesunat, asam artelinik, dan
dihidroartemisinin. Obat ini bekerja sangat cepat dengan paruh
waktu kira-kira 2jam, larut dalam air, bekerja sebagai obat
sizontocidal darah. Karena beberapa penelitian bahwa pemakaian obat
tunggal menimbulkan terjadinya rekrudensi, maka direkomendasikan
untuk dipakai dengan kombinasi obat lain. Dengan demikian juga akan
memperpendek pemakaian obat. Obat ini cepat diubah dalam bentuk
aktifnya dan penyediaan ada yang oral, parenteral/injeksi dan
suppositorin.8Penggunaan golongan artemisinin secara monoterapi
akan mengakibatkan terjadinya rekrudensi. Karenanya WHO memberikan
petunjuk penggunaan artemisinin dengan mengkombinasikan dengan obat
anti malaria yang lain (ACT). Kombinasi obat ini dapat berupa
kombinasi dosis tetap (fixed doses) atau kombinasi tidak tetap
(non-fixed dose). Kombinasi dosis tetap lebih memudahkan pemberian
pengobatan. Contoh ialah Co-Artem yaitu kombinasi artemeter (200mg)
+ lumefantrine (120mg). Dosis Coartem 4 tablet 2x1 sehari selamaa 3
hari. Kombinasi tetap lainnya adalah dihidroartemisinin (40mg) +
piperakuin (320mg) yaitu Artekin. Dosis artekin untuk dewasa: dosis
awal 2 tablet, 8 jam kemudian 2 tablet, 24 jam dan 32 jam,
masing-masing 2 tablet. Kombinasi ACT yang tidak tetap misalnya:8
artesunat + meflokuin
artesunat + amodiakin
artesunat + klorokuin
artesunat + sulfadoksin-pirimetamin
artesunat + pironaridin
artesunat + chlorproguanil-dapson (CDA/Lapdap plus)
Dihidroartemisinin + piperakuin + trimethoprim (artecom)
Artecom + primakuin (CV8)
Dihidroartemisinin + naptokuin
Dari kombinasi di atas yang tersedia di Indonesia saat ini ialah
kombinasi artesunat+amodiakuin dengan nama dagang ARTESDIAQUINE
atau Artesumoon. Dosis untuk orang dewasa, yaitu artesunat
(50mg/tablet) 200mg pada hari I-III (4 tablet). Untuk Amodiakuin
(200mg/tablet) yaitu 3 tablet hari I dan II dan 1 tablet hari III.
Artesumoon ialah kombinasi yang dikemas sebagai blister dengan
aturan pakai tiap blister/hari (artesunat + amodiakuin) diminum
selama 3 hari. Dosis amodiakuin adalah 25-30mg/kg BB selama 3
hari.8Pengembangan terhadap pengobatan masa depan ialah dengan
tersedianya formula kombinasi yang mudah bagi penderita baik dewasa
maupun anak (dosis tetap) dan kombinasi yang paling poten dan
efektif dengan toksiditas yang rendah. Sekarang sedang dikembangkan
obat semi sinthetik artemisinin seperti artemison trioksalon
sintetik. Untuk pemakaian obat golongan artemisinin harus
disertai/dibuktikan dengan pemeriksaan parasit yang positif,
setidak-tidaknya dengan tes cepat antigen yang positif. Bila
malaria klinis/tidak ada hasil pemeriksaan parasitologik tetap
menggunakan obat non-ACT.8
Pengobatan malaria dengan obat-obat non-ACT, walaupun resistensi
terhadap obat-obat standar golongan non ACT telah dilaporkan dari
seluruh propinsi di Indonesia, namun beberapa daerah masih cukup
efektif baik terhadap klorokuin maupun sulfadoksin primetamin
(kegagalan masih kurang dari 25%). Dibeberapa daerah pengobatan
menggunakan obat standar seperti klorokuin dan sulfadoksin
pirimetamin masih dapat digunakan dengan pengawasan terhadap respon
pengobatan. Obat-obat non-ACT adalah:8 Klorokuin Difosfat/Sulfat,
250mg garam (150mg basa), dosis 25mg basa/kg BB untuk 3 hari,
terbagi 10mg/kg BB hari I dan II, 5mg/kg BB pada hari III. Pada
orang dewasa biasa dipakai dosis 4 tablet hari I & II dan 2
tablet pada hari III. Dipakai untuk P.falciparum maupun
P.vivax.
Sulfadoksin-Pirimetamin (SP), (500mg sulfadoksin + 25mg
pirimetamin), dosis orang dewasa 3 tablet dosis tunggal (1 kali).
Atau dosis anak memakai takaran pirimetamin 1,25mg/kg BB. Obat ini
hanya dipakai untuk P.falciparum dan tidak efektif untuk P.vivax.
Bila terjadi kegagalan dengan obat klorokuin dapat menggunakan
SP.
Kina Sulfat (1 tablet 220mg), dosis yang dianjurkan ialah
3x10mg/kg BB selama 7 hari, dapat dipakai untuk P.falciparum maupun
P.vivax. Kina dipakai sebagai obat cadangan untuk mengatasi
resistensi terhadap klorokuin dan SP. Pemakaian obat ini untuk
waktu yang lama (7hari) menyebabkan kegagalan untuk memakai sampai
selesai.
Primakuin (1 tablet 15mg), dipakai sebagai obat
pelengkap/pengobatan rakidal terhadap P.falciparum maupun P.vivax.
Pada P.falciparum dosisnya 45mg (3tablet) dosis tunggal untuk
membunuh gamet; sedangkan untuk P.vivax dosisnya 15mg/hari selama
14 hari yaitu untuk membunuh gamet dan hipnozoit.
Apabila pola resistensi masih rendah dan belum terjadi
multiresistensi dan belum tersedianya obat golongan artemisinin,
dapat menggunakan obat standar yang dikombinasikan. Contoh
kombinasi ini adalah sebagai berikut: (a) Kombinasi klorokuin +
sulfadoksin-pirimetamin; (b) Kombinasi SP + kina; (c) Kombinasi
klorokuin + doksisiklin/tetrasiklin; (d) Kombinasi SP +
doksisiklin/tetrasiklin; (e) Kina + doksisiklin tetrasiklin; (f)
Kina + klindamisin. Pemakaian obat-obat kombinasi ini juga harus
dilakukan monitoring respon pengobatan sebab perkembangan
resistensi terhadap obat malaria berlangsung cepat dan
meluas.8Pengobatan simptomatik:1. Pemberian antipiretik untuk
mencegah hipertermia : parasetamol 15 mg/KgBB/x, beri setiap 4 jam
dan lakukan juga kompres. 12,132. Bila kejang, beri antikonvulsan :
Dewasa : Diazepam 5-10 mg IV (secara perlahan jangan lebih dari 5
mg/menit) ulang 15 menit kemudian bila masih kejang. Jangan
diberikan lebih dari 100 mg/24 jam. 12,133. Bila tidak tersedia
Diazepam, sebagai alternatif dapat dipakai Phenobarbital 100 mg
IM/x. Dewasa diberikan 2 x sehari. 12,13Pemberian obat anti malaria
spesifik: 12,131. Kina intra vena (injeksi) masih merupakan obat
pilihan (drug of choice) untuk malaria berat. Kemasan garam Kina
HCL 25 % injeksi, 1 ampul berisi 500 mg / 2 ml.2. Pemberian anti
malaria pra rujukan (di puskesmas): apabila tidak memungkinkan
pemberian kina perdrip maka dapat diberikan dosis I Kinin antipirin
10 mg/KgBB IM (dosistunggal).
Cara pemberian : 12,131. Kina HCL 25 % (perdrip), dosis 10mg/Kg
BB atau 1 ampul (isi 2 ml = 500 mg) dilarutkan dalam 500 ml
dextrose 5 % atau dextrose in saline diberikan selama 8 jam dengan
kecepatan konstan 2 ml/menit, diulang dengan cairan yang sama
setiap 8 jam sampai penderita dapat minum obat.2. Bila penderita
sudah dapat minum, Kina IV diganti dengan Kina tablet / per oral
dengan dosis 10 mg/Kg BB/ x dosis, pemberian 3 x sehari (dengan
total dosis 7 hari dihitung sejak pemberian infus perdrip yang
pertama).Catatan : 1. Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra
vena, karena dapat menyebabkan kadar dalam plasma sangat tinggi
dengan akibat toksisitas pada jantung dan kematian.2. Bila karena
berbagai alasan Kina tidak dapat diberikan melalui infus, maka
dapat diberikan IM dengan dosis yang sama pada paha bagian depan
masing-masing 1/2 dosis pada setiap paha (jangan diberikan pada
bokong). Bila memungkinkan untuk pemakaian IM, kina diencerkan
dengan normal saline untuk mendapatkan konsentrasi 60-100 mg/ml3.
Apabila tidak ada perbaikan klinis setelah pemberian 48 jam kina
parenteral, maka dosis maintenans kina diturunkan 1/3 - 1/2 nya dan
lakukan pemeriksaan parasitologi serta evaluasi klinik harus
dilakukan.4. Total dosis kina yang diperlukan : Hari 0 : 30 mg/Kg
BBHari I : 30 mg/Kg BBHari II dan berikutnya : 15-20 mg/Kg BB.Dosis
maksimum dewasa : 2.000 mg/hari.5. Hindari sikap badan tegak pada
pasien akut selama terapi kina untuk menghindari hipotensi postural
berat.6. Bila tidak memungkinkan dirujuk, maka penanganannya:
lanjutkan penatalaksanaan sesuai protap umum Rumah Sakit (seperti
telah diuraikan diatas), yaitu :7. Pengobatan spesifik dengan obat
anti malaria.8. Pengobatan supportif/penunjang (termasuk perawatan
umum dan pengobatan simptomatik)Menurut Departemen kesehatan
Pilihan kombinasi Obat yang dianjurkan adalah, sebagai berikut:
11,12Lini I : Artesunate+Amodiaguin dosis tunggal selama 3 hari +
primakuin pada hari I
Artesunate : 4 mg/kgbb/hari
Amodiaquin : 10 mg/kgbb/hari
Primakuin : 0,75 mg/kgbb/hari
* Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan bayi < 1
tahun dan penderita G6PD.
Lini II : Kina Terasiklin/Doksisiklinselama 7 hari + Primakuin
pada hari I
Kina : 10 mg/kgbb/kali (3 x sehari) selama 7 hari
Doksisiklin dewasa : 4 mg/kgbb/kali (2 x sehari) selama 7
hari
Doksisiklin (8-14 tahun) : 2 mg/kgbb/kali (2 x sehari) selama 7
hari
Tetrasiklin : 4-5 mg/kgbb/kali (4 x sehari) selama 7 hari
Primakuin : 0,75 mg/kgbb/hari
* Doksisiklin/Terasiklin tidak boleh diberikan pada anak dengan
umur dibawah 8 tahun dan ibu hamil.
Non-Medikamentosa
Kompres pakai air dingin jika panas tinggi, banyak minum air
putih atau menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh, tirah baring.
Pencegahan
Menghindari/ mengurangi kontak/gigitan nyamuk. Cara yang dapat
digunakan : 14a. Memasang kawat kasa pada jendela
Kawat kasa harus dipasang pada setiap lubang yang ada pada
rumah. Kesulitan biasanya pada pemasangan di pintu dimana biasanya
diperlukan pintu ganda. Jumlah lubang pada kawat kasa yang dianggap
optimal 14-16 pe inci (2,5cm). Bahannya bermacam macam mulai
tembaga aluminium sampai plastic.
b. Menggunakan kelambu
Kelambu merupakan alat yang telah digunakan sejak dahulu.
Penggunaannya dewasa ini sudah jauh berkurang karena dianggap
kurang praktis. Banyak penduduk menganggap bahwa penggunaannya
menyebabkan perasaan panas lebih di ruang yang telah penuh sesak.
Jumlah lubang per cm kelabu sebaiknya 6-8 dengan diameter 1,2 1,5
mm.
c. Berbagai macam obat nyamuk yang beredar di masyarakat dari
yang tidka mengandung bahan aktif sampai yang mengandung
insektisida. Kelemahan obat nyamuk adalah timbul iritasi pada orang
yang senditif sehinggan dapat menimbulkan gangguan kesehatan.
d. Obat nyamuk bakare. Obat nyamuk gosok (repellant)
Minyak sereh dan minyak kayu putih telah lama digunakan di
Indonesia, meskipun daya tolaknya berkisar antara 15-20 menit. Yang
banyak digunakan adalah zat sintetik seperti indalon, dimetil
ptalat, yang memeberikan daya lindung selama 2-4 jam. Beberapa zat
baru sedang dicoba. Yang paling memberikan harapan adalah dietil
toluamid dan dihidroaseton monoester dari senyawa karbosilik.
Efeknya menjadi lama bila kedua senyawa tersebut dikombinasikan.
Repellant bisa digunakan di badan, pakaian, dan kelambu. 14Jenis
repellant sedang dikembangkan dengan menggunakan prinsip obat
nyamuk. Jenis ini beredar di Indonesia. Satu lempengan sebesar 3 x
2 cm diisi dengan piretrium sintetik, pewangi, dan diwarnai biru.
Lempeng ini ditempatkan di aras suatu pemanas listrik kecil.14
Prognosis
Prognosis malaria vivax biasanya baik, tidak menyebabkan
kematian. Bila tidak diberi pengobatan, serangan pertama dapat
berlangsung 2 bulan atau lebih. Rata-rata infeksi malaria vivax
tanpa pengobatan berlangsung 3 tahun, tetapi pada beberapa kasus
dapat berlangsung lebih lama, terutama karena relapsnya.10
Penderita malaria falciparum berat prognosisnya buruk, sedangkan
penderita malaria falciparum tanpa komplikasi prognosisnya cukup
baik bila dilakukan pengobatan dengan segera dan dilakukan
observasi hasil pengobatan. Pada malaria berat perlu diperhatikan
beberapa hal, yaitu:101. Prognosis malaria berat tergantung pada
kecepatan dan ketepatan diagnosis serta pengobatan.
2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas
yang dilaporkanpada anak-anak 15%, dewasa 20% dan pada kehamilan
meningkat sampai 50%.
3. Prognosis malaria berat dengan gangguan satu fungsi organ
lebih baikdaripada gangguan 2 atau lebih fungsi organ.
4. Mortalitas dengan gangguan 3 fungsi organ adalah 50%.
5. Mortalitas dengan gangguan 4 atau lebih fungsi organ adalah
75%.
6. Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas
yaitu:
a. Kepadatan parasit 1%.
c. Kepadatan parasit >500.000/L, maka mortalitas >5%.
Kesimpulan
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan didukung dengan
pemeriksaan penunjang, pasien tersebut menderita penyakit malaria
falciparum yang banyak terjadi di daerah endemis terutama di
wilayah Timur Indonesia. Jika tidak ditangani dengan baik maka
prognosis yang terjadi akan memburuk dan dapat menjadi malaria
berat.Daftar Pustaka1. Natadisastra D. Parasitologi kedokteran :
ditinjau dari organ tubuh yang diserang. Jakarta:
EGC;2009h.209.
2. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga;
2005.h.5.
3. Bickley LS, Szilagyi PG. Pemeriksaan fisik dan riwayat
kesehatan bates: buku saku. Edisi ke-5. Jakarta: EGC; 2008.h.1-9,
15, 64-70
4. Ketrampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan ed.2 Oleh A. Aziz
Alimul hal 140-141
5. Supartondo, Setiyohadi B. Buku ajar ilmu penyakit dalam:
Anamnesis. Ed.5. Vol.1. Jakarta. Interna Publishing, 2009.h.
25-7.
6. Harijanto PN, Nugroho A, Gunawan CA. Malaria dari molekuler
ke kilinis. Ed.2. Jakarta. EGC, 2010.h.1-9, 103-14, 325-36.7.
Daldiyono. Menuju seni ilmu kedokteran : bagaimana dokter berpikir
dan bekerja. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama;2006.h.51-6.
8. Harijanto PN. Buku ajar ilmu penyakit dalam:Malaria. Ed.5.
Vol.3. Jakarta. Interna Publishing, 2009.h. 2813-25.9. Miller WC,
Juliano JJ. Malaria. In : Runge MS, Greganti MA, Netter FH,
editors. Netters internal medicine. 2nd ed. Philadelphia : Saunders
Elsevier ; 2009.p.755-6110. .Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK,
Sungkar S. Buku ajar parasitologi kedokteran. Edisi ke-4. Jakarta :
Badan Penerbit FKUI ; 2011.h.189-241.11.
http://biologi-sakti.blogspot.com/2011/09/siklus-hidup-plasmodium.html12.
Tracy JW, Webster LT Jr. Goodman & gilman dasar farmakologi
terapi. Ed.6. Vol.2. Jakarta. EGC, 2008.h.1041- 66.13. Syarif A,
Zunilda DS. Farmakologi dan terapi: Obat malaria. Ed.5. Jakarta.
Gaya Baru, 2007.h. 556-69.14. Yatim F. Macam macam penyakit menular
dan cara pencegahannya. Jakarta : Yayasan Obor
Indonesia.h.60-2.29