Page 1
Rahasia Jabatan, Etika dan Hukum
Kedokteran Christian Salim
10.2010.268
C7
Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta
Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021) 563-1731
[email protected]
Pendahuluan
Penyakit menular seksual sekarang ini semakin marak. Pasien dengan penyakit menular
seksual seringkali merupakan pria yang telah beristeri yang tertular dari bukan pasangannya.
Pasien bisa saja meminta dokter untuk tidak memberitahukan penyakitnya pada sang isteri,
walaupun penyakit tersebut dapat berpotensi tertular pada isterinya. Rahasia pasien menjadi
kewajiban seorang dokter untuk menjaganya. Komunikasi dan hubungan dokter pasien yang
baik sangat penting dalam mengatasi penyakit pasien. Penjelasan tentang penyakit pasien harus
dilakukan serinci mungkin dan tanpa ada rasa menghakimi pasien.
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui aspek hukum dan etika yang
berhubungan dengan rahasia profesi kedokteran. Di dalamnya juga akan dibahas mengenai
hubungan dokter pasien dan informed consent dalam hubungan yang menyangkut profesi
kedokteran.
Hubungan dokter pasien
Dahulu hubungan dokter pasien bersifat partenalistik. Di mana pada model ini dokter
bagaikan orang tua dan pasien sebagai anak sehingga apa yang dikatakan dokter adalah mutlak
dan tidak ada kebebasan bagi pasien dalam memilih terapai dan tindakan medis. Sifat hubungan
ini dianggap kurang tepat sehingga munculah model hubungan social contract dimana pada
model hubungan ini dikatakan bahwa dokter dan pasien adalah pihak-pihak yang bebas, yang
meskipun memiliki perbedaan kapasitas dalam membuat keputusan tetapi saling menghargai. 1
Page 2
Model hubungan social contract ini mengharuskan terjadinya pertukaran informasi dan negosiasi
sebelum terjadinya kesepakatan,namun juga memberikan peluang bagi pasien untuk
menyerahkan pengambilan keputusan kepada dokter. Model hubungan ini dianggap terlalu
menyerdahanakan nilai hubungan dokter dan pasien . sehingga dicetuskan suatu model hubungan
dokter pasien yang berdasarkan virtue dianggap paling cocok sebagai model hubungan dokter
pasien.1,2
Pada model hubungan virtue baik dokter maupun pasien harus tetap berdialig untuk
menjaga berjalannya komunikasi dalam rangka mencapai tujuan bersama yaitu kesejahteraan
pasien. Dalam melakukan komunikasinya dokter diharuskan menanamkan prinsip-prinsip moral,
termasuk informed consent yang bearasal dari prinsip otonomi pasien.1
Jenis hubungan dokter pasien sangat dipengaruhi oleh etika profesi kedokteran. Terdapat
kewajiban sebagai rambu-rambu dalam proses hubungan tersebut. Kewajaiban tersebut tertuang
dalam prinsip-prinsip moral profesi ,yaitu:
Autonomy (Menghormati hak pasien)
Beneficence (Berorientasi pada kebaikan pasien)
Non maleficence (Tidak memperburuk keadaan pasien)
Justice (Meniadakan diskriminasi)
Keempat nilai tersebut merupakan prinsip yang utama. Selain itu juga terdapat nilai lain
sebagai prinsip turunannya, yaitu:
Veracity (Kebenaran informasi)
Fidelity (Kesetiaan)
Privacy dan confidentiality (Menjaga rahasia)
2
Page 3
Rahasia profesi kedokteran
Penggunaan kata privasi, kerahasiaan dan keamanan seringkali tertukar. Akan tetapi
terdapat beberapa perbedaan yang penting, diantaranya:
Privasi adalah hak individu untuk dibiarkan sendiri, termasuk bebas dari campur tangan
atau observasi terhadap hal-hal pribadi seseorang serta hak untuk mengontrol informasi-
informasi pribadi tertentu dan informasi kesehatan.
Kerahasiaan merupakan "pembatasan pengungkapan informasi pribadi tertentu. Dalam
hal ini mencakup tanggungjawab untuk menggunakan, mengungkapkan, atau
mengeluarkan informasi hanya dengan sepengetahuan dan ijin individu". Informasi yang
bersifat rahasia dapat berupa tulisan ataupun verbal.
Keamanan meliputi "perlindungan fisik dan elektronik untuk informasi berbasis
komputer secara utuh, sehingga menjamin ketersediaan dan kerahasiaan. Termasuk ke
dalamnya adalah sumber-sumber yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan,
mengolah dan menyampaikan, alat-alat untuk mengatur akses dan melindungi informasi
dari pengungkapan yang tak disengaja maupun yang disengaja.
Kerahasiaan rekam medis diatur di dalam UU Praktik Kedokteran pasal 47 ayat 2 yang
menyatakan bahwa "rekam medis harus disimpan dan dijaga kerahasiannya oleh dokter atau
dokter gigi dan pimpinan sarana kesehatan". Hal yang sama dikemukakan dalam pasal 11
Peraturan Pemerintah No 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran.
Selanjutnya, pasal 1 PP yang sama menyatakan bahwa "yang dimaksud dengan rahasia
kedokteran adalah segala sesuatu yang diketahui oleh orang-orang dalam pasal 3 pada waktu
atau selama melakukan pekerjaannya dalam lapangan kedokteran".
Selanjutnya UU Praktik Kedokteran memberikan peluang pengungkapan informasi
kesehatan secara terbatas, yaitu dalam pasal 48 ayat (2):
1. Untuk kepentingan kesehatan pasien
2. Untuk memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum
3. Permintaan pasien sendiri
4. Berdasarkan ketentuan undang-undang
3
Page 4
Sedangkan pasal 12 Permenkes 749a menyatakan bahwa:
1. Pemaparan isi rekam medis hanya boleh dilakukan oleh dokter yang merawat pasien
dengan ijin tertulis pasien.
2. Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dapat memaparkan isi rekam medis tanpa seijin
pasien berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Di bidang keamanan rekam medis, Permenkes No 749a/ MENKES/PER/XII/1989 menyatakan
dalam pasal 13, bahwa pimpinan sarana kesehatan bertanggungjawab atas (a) hilangnya,
rusaknya, atau pemalsuan rekam medis, (b) penggunaan oleh orang / Badan yang tidak berhak.
Rahasia Jabatan dan Pembuatan SKA / V et R
Peraturan Pemerintah No 26 tahun 1960 tentang lafal sumpah dokter
Saya bersumpah/berjanji bahwa:
Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan Saya akan menjalankan
tugas saya dengan cara yang terhormat dan bersusila, sesuai dengan martabat pekerjaan saya.
Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran.
Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena
keilmuan saya sebagai dokter........ dst.
Peraturan Pemerintah no 10 tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia Kedokteran.
Kewajiban seorang dokter untuk menyimpan rahasia kedokteran telah diatur dalam PP.
No.10 tahun 1966.3,4
Pasal 1 PP No 10/1966
Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh orang-orang
tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam lapangan
kedokteran.
4
Page 5
Pasal 2 PPNo 10 /1966
Pengetahuan tersebut pasal l harus dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut dalam pasal 3,
kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi dari pada PP ini menentukan
lain.
Pasal 3 PP No 10/1966
Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah:
1. tenaga kesehatan menurut pasal 2 UU tentang tenaga kesehatan.
2. Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan, pengobatan
dan atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh menteri kesehatan.
Pasal 4 PP No 10/1966
Terhadap pelanggaran ketentuan mengenai wajib simpan rahasia kedokteran yang tidak atau
tidak dapat dipidana menurut pasal 322 atau pasal 112 KUHP, menteri kesehatan dapat
melakukan tindakan administratip berdasarkan pasal UU tentang tenaga kesehatan.
Pasal 5 PP No 10/1966
Apabila pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh mereka yang disebut dalam
pasal 3 huruf b, maka menteri kesehatan dapat mengambil tindakan-tindakan berdasarkan
wewenang dan kebijaksanaannya.
Pasal 6 PPNo 10/1966
Dalam pelaksanaan peraturan ini, menteri kesehatan dapat mendengar Dewan Pelindung Susila
Kedokteran dan atau badan-badan lain bilamana perlu.
Pasal 322 KUHP
1. Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan
atau pencariannya baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu
rupiah.
5
Page 6
2. Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat
dituntut atas pengaduan orang itu.
Pasal 48 KUHP
Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dipidana.
MA I17/K/Kr/1968 2 Juli 1969
Dalam "noodtoestand" harus dilihat adanya:
1. Pertentangan antara dua kepentingan hukum
2. Pertentangan antara kepentingan hukum dan kewajiban hukum
3. Pertentangan antara dua kewajiban hukum
Pasal 49 KUHP
1. Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri
maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang
lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang
melawan hukum.
2. Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan keguncangan jiwa
yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.
Pasal 50 KUHP
Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang- undang, tidak
dipidana.
Pasal 51 KUHP
1. Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan
oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.
2. Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang
diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perinlah diberikan dengan wewenang dan
pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya.
6
Page 7
Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
Pasal 10
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga
kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.
Pasal 16
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien,
bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Undang-undan Republik Indonesia No.29 Tahun 2004 Tentang praktik kedokteran
Rekam Medis
Pasal 46
1. Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat
rekam medis.
2. Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus segera dilengkapi setelah pasien
selesai menerima pelayanan kesehatan.
3. Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang
memberikan pelayanan atau tindakan.
Pasal 47
1. Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan milik dokter,
dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan
milik pasien.
2. Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus disimpan dan dijaga
kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
3. Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat 2 diatur
dengan Peraturan Menteri.
7
Page 8
Rahasia Kedokteran
Pasal 48
1. Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan
rahasia kedokteran.
2. Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi
permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien
sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundangundangan.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 322 KUHP
(1) Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan
atau pencariannya baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu
rupiah
(2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat
dituntut atas pengaduan orang itu
Pasal 170 KUHP
(1) Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan
rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi,
yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka
(2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut. pasal 48
KUHP Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dipidana.
PP. No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
Pasal 21
(1) Setiap tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar
profesi tenaga kesehatan.
8
Page 9
(2) Standar profesi tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh
Menteri.
Pasal 22
(1) Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu (Yang dimaksud dengan tenaga kesehatan tertentu
dalam ayat ini adalah tenaga kesehatan yang berhubungan langsung dengan pasien
misalnya, dokter, dokter gigi, perawat. ) dalam melaksanakan tugas profesinya
berkewajiban untuk :
a. menghormati hak pasien;
b. menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien;
c. memberikan infomasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan
dilakukan;
d. meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan;
e. membuat dan memelihara rekam medis. ,
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh
Menteri.
Pasal 24
(1) Perlindungan hukum diberikan kepada tenaga kesehatan yang melakukan tugasnya sesuai
dengan standar profesi tenaga kesehatan (Perlindungan hukum di sini misalnya rasa aman
dalam melaksanakan tugas profesinya, perlindungan terhadap keadaan membahayakan
yang dapat mengancam keselamatan atau jiwa baik karena alam maupun perbuatan
manusia)
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh
Menteri
9
Page 10
Pasal 33
(1) Dalarn rangka pengawasan, Menteri dapat mengambil tindakan disiplin terhadap tenaga
kesehatan yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan
yang bersangkutan.
(2) Tindakan disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:
a. teguran;
b. pencabutan ijin untuk melakukan upaya kesehatan.
(3) Pengambilan tindakan disiplin terhadap tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan dengan
Etika profesi kedokteran
Kode Etik Kedokteran Internasional berisikan tentang kewajiban umum, kewajiban
terhadap pasien, kewajiban terhadap sesama dan kewajiban terhadap diri sendiri. Selanjutnya,
Kode Etik Kedokteran Indonesia dibuat dengan mengacu kepada Kode Etik Kedokteran
Internasional.1
Selain Kode Etik Profesi di atas, praktek kedokteran juga berpegang kepada prinsip-
prinsip moral kedokteran, prinsip-prinsip moral yang dijadikan arahan dalam membuat
keputusan dan bertindak, arahan dalam menilai baik-buruknya atau benar-salahnya suatu
keputusan atau tindakan medis dilihat dari segi moral. Pengetahuan etika ini dalam
perkembangannya kemudian disebut sebagai etika biomedis. Etika biomedis memberi pedoman
bagi para tenaga medis dalam membuat keputusan klinis yang etis (clinical ethics) dan pedoman
dalam melakukan penelitian di bidang medis.1
Nilai-nilai materialisme yang dianut masyarakat harus dapat dibendung dengan
memberikan latihan dan teladan yang menunjukkan sikap etis dan profesional dokter,
seperti autonomy (menghormati hak pasien, terutama hak dalam memperoleh informasi dan hak
membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan terhadap dirinya), beneficence (melakukan
tindakan untuk kebaikan pasien), non maleficence (tidak melakukan perbuatan yang
10
Page 11
memperburuk pasien) dan justice (bersikap adil dan jujur), serta sikap altruisme (pengabdian
profesi).1
Pendidikan etik kedokteran, yang mengajarkan tentang etik profesi dan prinsip moral
kedokteran, dianjurkan dimulai dini sejak tahun pertama pendidikan kedokteran, dengan
memberikan lebih ke arah toolsdalam membuat keputusan etik, memberikan banyak latihan, dan
lebih banyak dipaparkan dalam berbagai situasi-kondisi etik-klinik tertentu (clinical ethics),
sehingga cara berpikir etis tersebut diharapkan menjadi bagian pertimbangan dari pembuatan
keputusan medis sehari-hari. Tentu saja kita pahami bahwa pendidikan etik belum tentu dapat
mengubah perilaku etis seseorang, terutama apabila teladan yang diberikan para seniornya
bertolak belakang dengan situasi ideal dalam pendidikan.1
IDI (Ikatan Dokter Indonesia) memiliki sistem pengawasan dan penilaian pelaksanaan
etik profesi, yaitu melalui lembaga kepengurusan pusat, wilayah dan cabang, serta lembaga
MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) di tingkat pusat, wilayah dan cabang. Selain itu,
di tingkat sarana kesehatan (rumah sakit) didirikan Komite Medis dengan Panitia Etik di
dalamnya, yang akan mengawasi pelaksanaan etik dan standar profesi di rumah sakit. Bahkan di
tingkat perhimpunan rumah sakit didirikan pula Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit
(Makersi).1
Pada dasarnya, suatu norma etik adalah norma yang apabila dilanggar “hanya” akan
membawa akibat sanksi moral bagi pelanggarnya. Namun suatu pelanggaran etik profesi dapat
dikenai sanksi disiplin profesi, dalam bentuk peringatan hingga ke bentuk yang lebih berat
seperti kewajiban menjalani pendidikan / pelatihan tertentu (bila akibat kurang kompeten) dan
pencabutan haknya berpraktik profesi. Sanksi tersebut diberikan oleh MKEK setelah dalam
rapat/sidangnya dibuktikan bahwa dokter tersebut melanggar etik (profesi) kedokteran.1
Dalam hal seorang dokter diduga melakukan pelanggaran etika kedokteran (tanpa
melanggar norma hukum), maka ia akan dipanggil dan disidang oleh Majelis Kehormatan Etik
Kedokteran (MKEK) IDI untuk dimintai pertanggung-jawaban (etik dan disiplin profesi)nya.
Persidangan MKEK bertujuan untuk mempertahankan akuntabilitas, profesionalisme dan
keluhuran profesi. Saat ini MKEK menjadi satu-satunya majelis profesi yang menyidangkan
kasus dugaan pelanggaran etik dan/atau disiplin profesi di kalangan kedokteran. Di kemudian
11
Page 12
hari Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), lembaga yang dimandatkan
untuk didirikan oleh UU No 29 / 2004, akan menjadi majelis yang menyidangkan dugaan
pelanggaran disiplin profesi kedokteran.
Kode etik kedokteran Indonesia (KODEKI)
Kode etik dapat diibaratkan sebagai suatu kompas yang menunjukan arah moral bagi
suatu profesi dan sekaligus menjamin mutu moral suatu profesi di mata masyarakat. Adapun
kode etik kedokteran Indonesia terdiri dari empat kewajiban yaitu kewajiban umum, kewajiban
terhadap pasien, kewajiban terhadap teman sejawat dan kewajiban terhadap diri sendiri.5,6
Kewajiban Umum
Pasal 1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah atau janji dokter.
Pasal 2
Seorang dokter wajib selalu melakukan pengambilan keputusan professional secara indipendein
dan mempertahnkan perilaku profesiosanl dalam ukuran tertinggi.
Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu
yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
Pasal 4
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.
Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasehat dokter yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik
wajib memperoleh persetujuan pasien/keluarganya dan hanya untuk kepentingan dan kebaikan
pasien tersebut.
12
Page 13
Pasal 6
Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap
penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat
menimbulkan keresahan masyarakat.
Pasal 7
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya.
Pasal 8
Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang
kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang
(compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 9
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan
berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter
atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien
Pasal 10
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga
kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien
Pasal 11
Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.
Pasal 12
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter wajib memperhatikan keseluruhan aspek
pelayanan kesehatan (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-
sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi sejati masyarakat.
13
Page 14
Pasal 13
Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat lintas sektoral di bidang kesehatan dan
bidang lainnya dan masyarakat, harus saling menghormati.
Kewajiban Dokter Terhadap Pasien
Pasal 14
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya
untuk kepentingan pasien, yang ketika ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan, atas persetujuan pasien/keluarganya ,ia wajib menujuk pasien kepada dokter yang
mempunyai keahlian untuk itu
Pasal 15
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berinteraksi
dengan keluarga dan penasihatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah pribadi lainnya.
Pasal 16
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien,
bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 17
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali
bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.
Kewajiban Dokter Terhadap Teman Sejawat
Pasal 18
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 19
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman sejawat, kecuali dengan persetujuan
keduanya atau berdasarkan prosedur yang etis.
14
Page 15
Kewajiban Dokter Terhadap Diri Sendiri
Pasal 20
Setiap dokter wajib selalu memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.
Pasal 21
Setiap dokter wajib senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran/kesehatan.
Prinsip moral kedokteran
Dalam profesi kedokteran dikenal 4 prinsip moral utama yaitu :
1. Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak
otonomi pasien (the rights to self determination).
2. Prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan ke
kebaikan pasien.
3. Prinsip non maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk
keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai “primum non nocere” atau “ do no harm”.
4. Prinsip Justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam
mendistribusikan sumber daya (distributive justice).
Salah satu hak pasien yang disahkan dalam Declaration of Lisbon dari World Medical
Association (WMA) adalah “the rights to accept or to refuse treatment after receiving adequate
information”. Secara implisit amandemen UUD 45 pasal 28G ayat (1) juga menyebutkannya
demikian “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,... dst”. Selanjutnya UU No
23/1992 tentang kesehatan juga memberikan hak kepada pasien untuk memberikan persetujuan
atas tindakan medis yang akan dilakukan terhadapnya. Hak ini kemudian diuraikan di dalam
Permenkes tentang Persetujuan Tindakan Medis.
15
Page 16
Suatu tindakan medis terhadap seseorang pasien tanpa memperoleh persetujuan terlebih
dahulu dari pasien tersebut dapat dianggap sebagai penyerangan atas hak orang lain atau
perbuatan melanggar hukum.
Prinsip otonomi pasien ini dianggap sebagai dasar dari doktrin informed consent.
Tindakan medis terhadap pasien harus mendapat persetujuan (otorisasi) dari pasien tersebut,
setelah ia menerima dan memahami informasi yang diperlukan.
Informed consent
Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif
anatara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang
tidak akan dilakukan terhadap pasien. Dasar hukum dari informed consent tercantum jelas pada
Peraturan Menteri Kesehatan No 290/MenKes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran pasal 1 sampai dengan pasal 20 yang merupakan pengganti dari Peraturan Menteri
Kesehatan No 585/MenKes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik pasal 1 sampai
dengan pasal 15. Pada pasal 1 (1) Permenkes No 290/MenKes/Per/III/2008 dijelaskan bahwa
Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga
terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau
kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien. 1
Tujuan Informed Consent antara lain adalah untuk memberikan perlindungan kepada
pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik tidak ada
dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya dan untuk memberi
perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena
prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap tindakan medik ada melekat suatu
resiko ( Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3 )
Informed consent memiliki 3 elemen, yaitu threshold elements, informaton elements dan
consent elements. Threshold elements menjelaskan bahwa pemberi consent haruslah seseorang
yang kompeten dalam membuat keputusan (medis). Secara hukum seorang dianggap kompeten
apabila telah dewasa (jika usia telah mencapai 21 tahun atau telah pernah menikah), sadar dan
berada dalam keadaan mental yang tidak dibawah pengampuan. Informed elements terdiri dari 2
bagian yaitu disclosure (pengungkapan) dan understanding (pemahaman). Consent elements
16
Page 17
juga terdiri dari 2 bagian yaitu voluntariness (kesukarelaan, kebebasan) dan authorization
(persetujuan). Dalam hal ini, consent dapat dinyatakan (expressed) baik secara lisan maupun
tertulis ataupun tidak dinyatakan (implied) yaitu melalui tingkah laku (gerakan) yang
menunjukkan jawabannya.1
Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran
dilaksanakan dijelaskan pada Permenkes No 290/MenKes/Per/III/2008 pasal 7 (3) sekurang-
kurangnya mencakup :
1. Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran.
2. Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan.
3. Altematif tindakan lain, dan risikonya.
4. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi.
5. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
6. Perkiraan pembiayaan.
Dijelaskan pada Permenkes No 290/MenKes/Per/III/2008 pasal 18 (1) dan (2) bahwa
pembinaan dan pengawasan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan ini
dilaksanankan oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan melibatkan organisasi profesi terkait sesuai tugas dan fungsi masing-
masing. Dan pada pasal selanjutnya dijelaskan bahwa Menteri, Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan administratif
sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Tindakan administratif yang dimaksud dapat
berupa teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan Surat Ijin Praktik.
Proxy consent adalah consent yang diberikan oleh orang yang bukan si penderita itu
sendiri, dengan syarat bahwa pasien tidak mampu memberikan consent secara pribadi, dan
consent tersebut harus mendekati apa yang sekiranya akan diberikan pasien oleh pasien apabila
ia mampu memberikannya (baik untuk pasien, bukan baik untuk orang banyak). Umumnya
urutan dalam memberikan proxy consent adalah suami atau isteri, anak, orang tua, saudara
kandung dan sebagainya.
17
Page 18
Informed consent tidak berlaku pada 5 keadaan, yaitu pada
Keadaan darurat medis
Ancaman terhadap kesehatan masyarakat
Pelepasan hak memberikan consent
Clinical privilege
Pasien yang tidak berkompeten memberikan consent
Contextual circumstances juga seringkali memoengaruhi perolehan informed consent.
Seseorang yang dianggap sudah pikun, ornag yang memiliki mental yang lemah,dan orang dalam
keadaan terminal seringkali tidak dianggap cakap menerima informasi yang benar apalagi
membuat keputusan medis. Banyak keluarga pasien melarang dokter untuk berkata benar kepada
pasien mengenai keadaan sakitnya.1
Keluhan pasien tentang proses informed consent adalah:
Bahasa yang digunakan terlalu teknis
Perilaku dokter yang terlihat terburu-buru atau tidak perhatian atau tidak ada waktu untuk
tanya jawab
Pasien sedang stress emosional sehingga tidak mampu mencerna informasi
Pasien dalam keadaan tidak sadar atau mengantuk
Sebaliknya kendala pada dokter dalam menyampaikan informed consent dengan baik
meliputi:
Pasien tidak mau diberitahu
Pasien tak mampu memahami
Resiko terlalu umum atau jarang terjadi
Situasi gawat darurat atau waktu yang sempit
Dampak hukum
Kewajiban Dokter – Penjelasan Tindakan Medis ( Edukasi )
Pada kasus tersebut, pasien laki-laki harus dijelaskan mengenai keuntungan dan kerugian
jika ia menjalani pengobatan tanpa mengobati juga sang istri yang kemungkinan sudah terkena
18
Page 19
gonorrhea. Jika dokter tidak meberikan penjelasan terlebih dahulu, dokter tersebut tidak
memenuhi kewajiban dokter yang tercantum dalam Pasal 4 dan Pasal 5 Permenkes No
585/MenKes/Per/IX/1989, yang menuntut dokter untk menjelaskan atau memberikan informasi
yang adekuat kepada pasien sebelum melakukan tindakan medis.
Apabila Dokter Melanggar Rahasia Kedokteran
Di lain pihak, jika dokter tidak menjelaskan kepada pasien bahwa penting untuk
memberitahu kepada istri pasien untuk menjalani pengobatan, tetapi dokter tersebut yang
menyampaikan informasi secara langsung kepada istri pasien tanpa persetujuan dari pasien,
dokter telah melanggar hak pasien atas rahasia rekam medis pasien.
Pasal 322 KUHP
(1) Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau
pencariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling
lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
(2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut
atas pengaduan orang itu.
KUH Perdata 1365
“Setiap perbuatan melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain, mewajibkan
orang yang karena kesalahannnya menyebabkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”
PMS dan AIDS
GO adalah penyakit kelamin yang ditandai keluar nanah sesudah melakukan hubungan
kelamin. Penyebabnya bakteri Neisseira gonorrhoeae.
Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan ialah :
1. Dengan pemeriksaan sekret
2. Pemeriksaan sediaan langsung
19
Page 20
Pemeriksaan fisik ditemukan :
1. Pria OUE merah, edema, ektropion
2. Wanita mulut rahim merah, edema, sekret mukopurulen Gejala GO adalah :
1. Masa tunas 3 – 5 hari
2. Nyeri & panas pada saat kencing
3. Keluar nanah
4. Muara uretra membengkak
5. Keputihan pada wanita
Komplikasi yang dapat timbul adalah :
Pada pria : balantis, tisonitis, uretritis posterior, prostatitis, epidedimitis
Pada wanita : parauretritis, bartolinitis, vulvovaginitis
AIDS adalah Acquired Immuno Deficiency Syndrome yaitu kumpulan gejala penyakit
yang disebabkan karena hilangnya kekebalan tubuh (sistem kekebalan tubuh berfungsi melawan
kuman atau virus yang masuk ke dalam tubuh). Penderita AIDS terserang berbagai penyakit,
karena sistem kekebalan tubuhnya telah rusak. Penyebab AIDS adalah virus yang dikenal dengan
virus HIV Human Immunodeficiency Virus (HIV), yang menyerang dan merusak sistem
kekebalan tubuh. HIV/AIDS menular melalui :
Hubungan seks yang tidak terlindungi dengan orang yang telah terinfeksi HIV
Penggunaan jarum suntik secara bergantian ( jarum bekas )
Ibu hamil penderita HIV kepada bayi yang dikandungnya
Dari ibu ke anak melalui air susu ibu
Cara Mencegah Penularan Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah :
Hindari hubungan seks berganti-ganti pasangan
Bersikap saling setia
Cegah dengan menggunakan kondom
Education
Pendidikan dan penyuluhan tentang HIV / AIDS
20
Page 21
Hubungan antara Penyakit Menular Seksual (PMS) dengan HIV adalah PMS
meningkatkan muatan virus pada sekresi genital selain itu PMS akan meningkatkan kepekaan sel
dan kerusakan sel. Karena salah satu proses penularan HIV adalah sama dengan proses penularan
gonorrhea, yaitu melalui hubungan seksual atau persetubuhan. Penting pada kasus ini untuk
melakukan tes skrining untuk kemungkinan terjadinya infeksi HIV agar dapat cepat
mendapatkan pengobatan. Jika pada kasus tersebut pasien datang dan terdiagnosa menderita
AIDS,penting bagi dokter untuk cepat memberikan pengobatan dan menjelaskan kepada pasien
pentingnya melakukan tes skrining HIV. Dokter juga menjelaskan kepada pasien untuk memberi
tahu pada istri dan keluarganya
Kesimpulan
Pembukaan rahasia pasien adalah perbuatan melanggar hukum. Ada baiknya apabila
penyakit yang diderita pasien dapat menular kepada pasangannya dalam hal ini adalah penyakit
menular seksual, dokter sebaiknya menjelaskan kepada pasien mengenai keuntungan dan
kerugian serta dampak apabila pasien memninta agar pasangannya tidak diberitahu tentang
kondisi medisnya. Dalam menjelaskan kondisi penyakit pasien seorang dokter tidak boleh
bersifat menghakimi, informed consent juga harus dilakukan dengan baik terutama apabila
pemeriksaan menyangkut alat genital.
21
Page 22
Daftar pustaka
1. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan Hukum Kedokteran. Jakarta: Pustaka
Dwipar. 2007.p.8-10,70,79-83.
2. Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran dan hukum kedokteran. Jakarta:EGC.
2007.p.279.
3. Budiyanto A,WidiatmakaW, SudionoS., Winardi T,Idries AM,Sidhi, et all. Ilmu
Kedokteran Forensik. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik Universitas Indonesia. 1997.
p.17-9.
4. Anonymous. Peraturan Perundang-undangan Bidang Kedokteran:hukum pidana yang
berkaitan dengan profesi dokter. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.1994.p.17-8.
5. Bertens K. Etika. Jakarta:Gramedia.2007.p.279-84.
6. Purwadianto A, Soetedjo, Gunawan S, Budiningsih Y, et all. Kode etik kedokteran
Indonesia. Jakarta:IDI. 2012.p.3-6.
22