Tuberkulosis ParuPendahuluanTuberkulosis lebih banyak
menyebabkan kematian di seluruh dunia dibandingkan dengan infeksi
lain. Kebanyakan infeksi muncul di daerah tropis. Pandemi HIV telah
menyebabkan peningkatan jumlah kasus secara global terutama di
daerah Afrika sub-Sahara. Di negara-negara maju seperti Eropa dan
Amerika Serikat, tuberculosis paru boleh dikatakan relative mulai
langka. Dalam urutan penyakit-penyakit yang disusun menurut
frekuensi, baik morbiditas maupun mortalitas, tuberkulosis paru
menduduki tempat yang jauh lebih rendah dibanding penyakit-penyakit
seperti kanker dan kelainan-kelainan kardiovaskular. Hal ini adalah
karena tingginya standar hidup (kondisi perumahan, gizi dan
sebagainya) dan kemajuan-kemajuan dalam cara pengobatan.Di
Indonesia, faktor-faktor tersebut di atas masih banyak memerlukan
perbaikan dan frekuensi penyakit tuberkulosis paru masih cukup
tinggi.Anamnesis 1Anamnesis yang dapat dilakukan adalah:
1. Adakah batuk? (kering atau berdahak ; berdarah)a. Bila
berdahak : warna, cair/kental, darah, bau, banyaknya.b. Bila
berdarah : bercak, banyak/sedikit.2. Kapan saja batuk? (setelah
beraktivitas, saat duduk/berdiri/tidur)3. Intensitas batuk?
(pagi/siang/malam hari ; cuaca dingin/lembab/panas)4. Sudah berapa
lama batuk?5. Apakah disertai nyeri dada? (sifat, berat, lokasi,
durasi, intensitas)6. Apakah disertai sesak napas? (mengi)7. Apakah
disertai demam, keringat malam, anoreksia, BB menurun,
malaise?Riwayat penyakit dahulu
8. Adakah riwayat kebiasaan merokok?9. Adakah riwayat pengobatan
TB?10. Bagaimana pengobatan pada penyakit TB ? (tuntas/berhenti
dalam pengobatan)Riwayat obat11. Obat apa yang sedang atau pernah
dikonsumsi?Riwayat penyakit keluarga12. Adakah riwayat penyakit
TB?13. Adakah riwayat lainnya?Pemeriksaan Fisik 1,2Pemeriksaan
fisik yang harus dilakukan pada pasien TB adalah pemeriksaan
pertama terhadap keadaan umum pasien yang mungkin ditemukan
konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam
(sub febris), badan kurus atau berat badan menurun.Pada pemeriksaan
fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan pun terutama
pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara
asimtomatik. Demikian juga bila sarang penyakit terletak didalam,
akan sulit menemukan kelainan fisik, karena hantaran atau getaran
suara yang lebih dari 4 cm kedalam paru sulit dinilai secara
palpasi, perkusi, dan auskultasi. Secara anamnesis dan pemeriksaan
fisik, TB paru sulit dibedakan dengan pneumonia biasa.Tempat
kelainan lesi pada TB paru yang paling di curigai adalah apex paru.
Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan
perkusi yang redup dan auskultasi suara napas bronkial. Akan
didapat juga suara napas tambahan berupa ronki basah kasar, dan
nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura,
suara napasnya menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas
yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani
dan auskultasi akan menimbulkan suara amforik.Pada TB paru yang
lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan
retraksi otot-otot intercostal. Bagian paru yang sakit bisa jadi
sirosis atau menciut dan menarik isi mediastinum atau paru lainnya.
Paru yang sehat akan menjadi lebih hiperinflasi. Bila jaringan
fibrotikamat luas yakni lebih dari setengan jumlah jaringan
paru-paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru dan
selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pumonalis ( hipertensi
pulmonal) diikuti terjadinya cor pulmonal dan gagal jantung kanan
seperti takipnea, takikardia dan sianosis.Bila TB mengenai pleura,
sering terbentuk efusi pleura. Paru yang sakit terlihat agak
tertinggal dalam pernapasan. Perkusi memberikan suara pekak.
Auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar
sama skali.Dalam penampilan yang klinis, TB paru sering asimtomatik
dan penyakit baru dicurigai dengan kelainan radiologis dada pada
pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin yang positif.Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan radiologis 3Pada saat ini pemeriksaan radiologis
dada merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis.
Pemeriksaan ini memang membutuhkan biaya lebih dibandingkan
pemeriksaan sputum, tetapi dalam beberapa hal ia memberikan
keuntungan seperti pada tuberkulosis anak-anak dan tuberkulosis
milier. Pada kedua hal di atas diagnosis dapat diperoleh melalui
permeriksaan radiologis dada, sedangkan pameriksaan sputum hampir
selalu negatif.
Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru (segmen
apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat
juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus
menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberkulosis
endobronkial).
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang
pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan
dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi
jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas
yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberkuloma.
Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula berdinding
tipis. Lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila
terjadi fibrosis terlihat bayangan yang bergaris-garis. Pada
kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-bercak padat dengan
densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang
luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu
lobus maupun pada satu bagian paru.
Gambaran tuberkulosis milier terlihat berupa bercak-bercak halus
yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru.
Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis paru
adalah penebalan pleura (pleuritis), massa cairan di bagian bawah
paru (efusi pleura/empiema), bayangan hitam radiolusen di pinggir
paru/pleura (pneumotoraks).
Pada satu foto dada sering didaptkan bermacam-macam bayangan
sekaligus (pada tuberkulosis yang sudah lanjut) seperti infiltrat,
garis-garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas (non
sklerotik/sklerotik) maupun atelektasis dan emfisema.
Tuberkulosis sering memberikan gambaran yang aneh-aneh, terutama
gambaran radiologis, sehingga dikatakan tuberculosis is the
greatest imitator. Gambaran infiltrasi dan tuberkuloma sering
diartikan sebagai pneumonia, mikosis paru, karsinoma bronkus atau
karsinoma metastasis. Gambaran kavitas sering diartikan sebagai
abses paru. Di samping itu perlu diingat juga faktor kesalahan
dalam membaca foto. Faktor kesalahan ini dapat mencapai 25%. Oleh
sebab itu untuk diagnostik radiologi sering dilakukan juga foto
lateral, top lordotik, oblik, tomografi dan foto dengan proyeksi
densitas keras.
Adanya bayangan (lesi) pada foto dada, bukanlah menunjukkan
adanya aktivitas penyakit, kecuali suatu infiltrat yang betul-betul
nyata. Lesi penyakit yang sudah inaktif, sering menetap selama
hidup pasien. Lesi yang berupa fibrotik, kalsifikasi, kavitas,
schwarte, sering dijumpai pada orang-orang yang sudah tua.
Pemeriksaan khusus yang kadang-kadang juga diperlukan adalah
bronkografi, yakni untuk melihat kerusakan bronkus atau paru yang
disebabkan oleh tuberkulosis. Pemeriksaan ini umumnya dilakukan
bila pasien akan menjalani pembedahan paru.
Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih dan saat ini
sudah banyak dipakai di rumah sakit rujukan adalah Computed
Tomography Scanning (CT Scan). Pemeriksaan ini lebih superior
dibanding radiologis biasa. Perbedaan densitas jaringan terlihat
lebih jelas dan sayatan dapat dibuat transversal.
Pemeriksaan lain yang lebih canggih lagi adalah Magnetic
Resonance Imaging (MRI). Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT Scan,
tetapi dapat mengevaluasi proses-proses dekat apeks paru, tulang
belakang, perbatasan dada-perut. Sayatan bisa dibuat transversal,
sagital dan koronal.
Pemeriksaan laboratorium 4Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya
kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan tidak
spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai (aktif) akan didapatkan
jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis
pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju
endap darah mulai turun ke arah normal lagi.
Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga anemia ringan
dengan gambaran normokrom dan normositer, gama globulin meningkat
dan kadar natrium darah menurun. Pemeriksaan tersebut di atas
nilainya juga tidak spesifik.
Pemeriksaan serologis yang pernah dipakai adalah reaksi
Takahashi. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan proses tuberkulosis
masih aktif atau tidak. Kriteria positif yang dipakai di Indonesia
adalah titer 1/128. Pemeriksaan ini juga kurang mendapat perhatian
karena angka-angka positif palsu dan negatif palsunya masih
benar.
Belakangan ini terdapat pemeriksaan serologis yang banyak juga
dipakai yakni Peroksidase Anti Peroksida (PAP-TB) yang oleh
beberapa peneliti mendapatkan nilai sensitivitas dan
spesifisitasnya cukup tinggi (85-95%), tetapi beberapa peneliti
lain meragukannya karena mendapatkan angka-angka yang lebih rendah.
Sungguhpun begitu PAP-TB ini masih dapat diapakai, tetapi kurang
bermanfaat bila digunakan sebagai sarana tunggal untuk diagnosis
TB. Prinsip dasar uji PAP-TB ini adalah menentukan adanya antibodi
IgG yang spesifik terhadap antigen M. tuberculosae. Sebagai antigen
dipakai polimer sitoplasma M. tuberculin var bovis BCG yang
dihancurkan secara ultrasonik dan dipisahkan secara ultrasentrifus.
Hasil uji PAP-TB dinyatakan patologis bila pada titer 1:10000
didapatkan hasil uji PAP-TB positif. Hasil positif palsu
kadang-kadang masih didapatkan pada pasien reumatik, kehamilan dan
masa 3 bulan revaksinasi BCG.
Uji serologis lain terhadap TB yang hampir sama cara dan
nilainya dengan uji PAP-TB adalah uji Mycodot. Di sini dipakai
antigen LAM (Lipoarabinomannan) yang dilekatkan pada suatu alat
berbentuk sisir plastik. Sisir ini dicelupkan ke dalam serum
pasien. Antibodi spesifik anti LAM dalam serum akan terdeteksi
sebagai perubahan warna pada sisir yang intensitasnya sesuai dengan
jumlah antibodi.
Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya
kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Di
samping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi
terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan
murah sehingga dapat dikerjakan di lapangan. Tetapi kadang-kadang
tidak mudah untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk
atau batuk yang non produktif. Dalam hal ini dianjurkan satu hari
sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak
>2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga
dengan memberikan tambahan obat-obat mukolitik ekspektoran atau
dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila
masih sulit, sputum dapat diperoleh dengan cara bronkoskopi diambil
dengan brushing atau bronchial washing atau BAL (broncho alveolar
lavage). BTA dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan
lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena mereka
sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan diperiksa hendaknya
sesegar mungkin.
Bila sputum sedah didapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit
ditemukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka ke
luar, sehingga sputum yang mengandung kuman BTA mudah ke luar.
Diperkirakan di Indonesia terdapat 50% pasien BTA positif tetapi
kuman tersebut tidak ditemukan dalam sputum mereka.
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya
ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain
diperlukan 5000 kuman dalam 1 mL sputum.
Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan memakai cara Tan Thiam Hok
yang merupakan modifikasi gabungan cara pulasan Kinyoun dan
Gabbet.
Cara pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah:
Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa
Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop fluoresens
(pewarnaan khusus)
Pemeriksaan dengan biakan (kultur)
Pemeriksaan terhadap resistensi obat
Pemeriksaan dengan mikroskop fluoresens dengan sinar ultra
violet walaupun sensitivitasnya tinggi sangat jarang dilakukan,
karena pewarnaan yang dipakai (auramin-rhodamin) dicurigai bersifat
karsinogenik.
Pada pemeriksaan dengan biakan, setelah 4-6 minggu penanaman
sputum dalam medium biakan, koloni kuman tuberkulosis mulai tampak.
Bila setelah 8 minggu penanaman koloni tidak juga tampak, biakan
dinyatakan negatif. Medium biakan yang sering dipakai yaitu
Lowenstein Jensen, Kudoh atau Ogawa.
Saat ini sudah dikembangkan pemeriksaan biakan sputum BTA dengan
cara Bactec, di mana kuman sudah dapat dideteksi dalam 7-10 hari.
Di samping itu dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat
dideteksi DNA kuman TB dalam waktu yang lebih cepat atau mendeteksi
M. tuberculosae yang tidak tumbuh pada sediaan biakan. Dari hasil
biakan biasanya dilakukan juga pemeriksaan terhadap resistensi obat
dan identifikasi kuman.
Kadang-kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopis biasa terdapat
kuman BTA (positif), tetapi pada biakan hasilnya negatif. Ini
terjadi pada fenomena dead bacilli atau non culturable bacilli yang
disebabkan keampuhan panduan obat antituberkulosis jangka pendek
yang cepat mematikan kuman BTA dalam waktu pendek.
Tes tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan
diagnosis tuberkulosis terutama pada anak-anak. Biasanya dipakai
tes Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0.1 cc tuberkulin PPD
(Purified Protein Derivative) intrakutan berkuatan 5 TU
(intermediate strength). Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5 TU
dapat diberikan dulu 1 atau 2 TU (first strength). Kadang-kadang
bila dengan 5 TU masih memberikan hasil negatif dapat diulangi
dengan 250 TU (second strength). Bila dengan 250 TU masih
memberikan hasil negatif, berarti tuberkulosis dapat disingkirkan.
Umumnya tes Mantoux dengan 5 TU saja sudah cukup berarti.
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang
atau pernah mengalami infeksi M. tuberculosae, M. bovis, vaksinasi
BCG dan Mycobacteria patogen lainnya. Dasar tes tuberkulin ini
adalah reaksi alergi tipe lambat. Pada penularan dengan kuman
patogen baik yang virulen ataupun tidak (Mycobacterium tuberculosae
atau BCG) tubuh manusia akan mengadakan reaksi imunologi dengan
dibentuknya antibodi selular pada permulaan dan kemudian diikuti
oleh pembentukan antibodi humoral yang dalam perannya akan
menekankan antibodi selular.
Bila pembentukan antibodi selular cukup misalnya pada penularan
dengan kuman yang sangat virulen dan jumlah kuman sangat besar atau
pada keadaan di mana pembentukan antibosi humoral amat berkurang
(pada hipogama-globulinemia), maka akan mudah terjadi penyakit
sesudah penularan.
Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi
berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit
yakni reaksi persenyawaan antara antibodi selular dan antigen
tuberkulin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi selular
dan antigen tuberkulin amat dipengaruhi oleh antibodi humoral,
makin besar pengaruh antibodi humoral, makin kecil indurasi yang
ditimbulkan.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, hasil tes Mantoux ini
dibagi dalam:
1) Indurasi 0-5 mm (diameternya): Mantoux negatif = golongan no
sensitivity. Di sini peran antibodi humoral paling menonjol.
2) Indurasi 6-9 mm: hasil meragukan = golongan low grade
sensitivity. Di sini peran antibodi humoral masih menonjol.
3) Indurasi 10-15 mm: Mantoux positif = golongan normal
sensitivity. Di sini peran kedua antibodi seimbang.
4) Indurasi lebih 15 mm: Mantoux positif kuat = golongan
hypersensitivity. Di sini peran antibody selular paling
menonjol.
Biasanya hampir seluruh pasien tuberkulosis memberikan reaksi
Mantoux yang positif (99.8%). Kelemahan tes ini juga terdapat
positif palsu yakni pada pemberian BCG atau terinfeksi dengan
Mycobacterium lain. Negatif palsu lebih banyak ditemui daripada
positif palsu.
Hal-hal yang memberikan reaksi tuberkulin berkurang (negatif
palsu) yakni:
Pasien yang baru 2-10 minggu terpajan tuberkulosis.
Anergi, penyakit sistemik berat (Sarkoidosis, LE).
Penyakit eksantematous dengan panas yang akut: morbili, cacar
air, poliomielitis.
Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikular
(Hodgkin).
Pemberian kortikosteroid yang lama, pemberian obat imunosupresi
lainnya.
Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan.
Untuk pasien dengan HIV positif, tes Mantoux +/- 5 mm dinilai
positif.
Differential Diagnosis
Ca Paru 4Prevalensi kanker paru di Negara maju sangat tinggi di
USA 169400 kasus dengan kematian 154900 , di Inggris kejadiannya
40000/tahun sedangkan di Indonesia menduduki peringkat 4 terbanyak.
Kanker paru menjadi penyebab kematian pada laki-laki maupun
perempuan.
Pembagian praktis untuk tujuan pengobatan:
Small cell lung cancer (SCLC)
SCLC gambaran histologinya yang khas adlah dominasi sel-sel
kecil yang hamper semuanya diisi oleh mucus dengan sebaran kromatin
yang sedikit sekali tanpa nucleoli. Disebut juga oat cell carcinoma
karena bentuknya mirip dengan bentuk bji gandum, sel kecil ini
cenderung berkunmpul sekeliling pembuluh darah halus menyerupai
pseudoroset. Sel-sel yang bemitosis banyak sekali ditemukan begitu
juga gambaran nekrosis. DNA yang lepas menyebabkan warna gelap di
sekitar pembuluh darah.
Non small cell lung cancer (NSCLC) :karsinoma skuamosa, adeno
karsinoma, karsinoma sel besar.
Karsinoma sel skuamos berciri khas proses keratinasi dan
pembentukan bridge intraselular studi sitologi memperlihatkan
peerubahan yang nyata dari diplasia skuamosa ke karsinoma in
situ.
Adeno karsinoma khas dengan bentuk formasi glandular dan
kecenderungan kea rah pembentukan konfigurasi papilari. Biasanya
membentuk musin sering tumbuh dari bekas kerusakan jaringan paru
(scar). Dengan penanda tumor CEA (carcinoma embryonic antigen)
karsinoma ini bisa dibedakan dari mesotelioma.
Karsinoma bronkoalveolar merupakan subtype dari adenokarsinoma ,
dia mengikuti permukaan alveolar tanpa menginvasi /merusak jaringan
paru. Karsinoma sel besar ini suatu subtype yang gambaran
histologinya dibuat secara ekslusi. Dia termasuk NSCLC tapi tidak
ada gambaran diferensiasi skuamosa/ glandular, sel bersifat
anapalstik, tak berdiferensiasi, Biasanya ada infiltrasi sel
netrofil.
Gejala dapat bersifat: local (tumor tumbuh setempat) : batuk
baru, hemoptosis, mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi
saluran napas, kadang terdapat kavitas, atelektasis.
Invasi local: nyeri dada, dispnea karaena efusi pleura, invasi
ke pericardium, sindrom vena cava superior, sindrom horner, suara
serak (karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent) sindrom
pancoast.
Asimtomatik dengan kelainan radiologis: sering terdapat pada
perokko dengan PPOK/COPD yang terdeteksi secara radiologis,
kelainan berupa soliter.Pneumoni et causa Virus 4,5Infeksi salura
napas bagian bawah akut (ISNBA) dapat dijumpai dala berbagai bentuk
peneumonia. Pneumonia ini dapat terjadi secara primer atau
perluasan tahap lanjut ISNBA lainnya seperti perluasan
bronkiektasis yang terinfeksi. Pneumonia adalah peradangan yang
mengenai parenkim paru ,distal dari bronkiolus terminalis yang
mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, seta menimbulkan
gangguan pertukaran udara. Pada pemeriksaan histology berupa
kumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan
berlagsung dalam jangka waktu yang bervariasi.
PK adalah pneumoni yang terjadi diluar RS, sedangkan PN adalah
pneumoni yang terjadi >48 jam atau lebih setelah dirawat di RS,
baik di ruang rawat atau ICU. PBV penumoni yang terjadi setelah
48-72 jam atau lebih setelah intubasi tracheal. PPK adalah pasien
yang dirwat oleh perawatan akut di RS selam 2 hari atau lebih dalam
waktu 90 hari dari proses infeksi, tinggal di ruang perawatan.
Gejala pada pneumonia umumnya demam, sesak napas, napas dan nadi
berdenyut lebih cepat dahak berwarna kehijauan atau seperti
karet.
Pneumoni menyangkut 3 faktor yaitu keadaan imun, mikroorganisme
yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi. Infeksi
droplet disebabkan oleh Streptococcud pneumonia, melalui infuse
oleh Staphylococcus aureus sedangkan infeksi pemakian ventilator
oleh P.aeruginosa dan Enterobacter. Pneumoni bakteri ditandai
dengan eksudat intra alveolar supuratif disertai konsolidasi.
Proses infeksi dapat diklasifikasikan berdasarkan anatomi.
Konsolidasi pada seluruh lobus terdapat pada pneumoni lobaris,
sedangkan pneumonia lobularis/ bronkopenumonia menyatakan daerah
infeksi yang berbercak diameter 3-4cm yang menginfeksinya dalah
bakteri. Kebanyakan infeksi mikoplasma terbatas pada faringitis /
bronchitis, tetapi 10% berlanjut menjadi
pneumonia.Aspergillosis4
Aspergillosis disebabkan oleh jamur (Aspergillus), yang umumnya
ditemukan tumbuh pada daun mati, gandum yang disimpan, tumpukan
kompos, atau vegetasi yang membusuk lainnya. Hal ini juga dapat
ditemukan pada ganja.
Meskipun kebanyakan orang sering terkena aspergilus, infeksi
yang disebabkan oleh jamurjarang terjadi pada orang dengan system
kekebalan tubuh normal. Infeksi jarang yang disebabkan oleh
aspergilus termasuk pneumonia dan bola jamur (aspergilloma).
Ada beberapa bentuk aspergilosis:
Aspergilosis paru - Jenis bronkopulmoner alergi -merupakan
reaksi alergi terhadap jamur yang biasanya berkembang pada orang
yang sudah memiliki masalah paru-paru (seperti asma atau fibrosis
kistik). Aspergilloma - adalah pertumbuhan (jamur bola)yang
berkembang di daerah penyakit parusebelumnya atau jaringan parut
paru-paru(seperti TBC atau paru-paru abses). Aspergilosis paru -
Jenis invasif - adalah infeksi serius dengan pneumonia yang dapat
menyebar ke bagian lain dari tubuh. Infeksi ini terjadi hampir
secara eksklusif pada orang dengan sistem kekebalan yang lemah
akibat kanker, AIDS, leukemia, transplantasi organ, kemoterapi,
atau kondisi lain atau obat yang menurunkan jumlahnormal sel darah
putih atau melemahkan sistem kekebalan tubuh.
Gejala tergantung pada jenis infeksi. Untuk gejala aspergilosis
terkait pertumbuhan, lihat aspergilloma. Gejala aspergilosis
bronkopulmoner alergi dapat meliputi:
Batuk darah atau lendir busi kecoklatan Demam Generalized
perasaan sakit (malaise) Mengi Berat badan menurun Episode berulang
obstruksi jalan napas paru-paru
Gejala tambahan terlihat pada aspergilosis invasif tergantung
pada bagian tubuh yang terkena, dan mungkin mencakup:
Nyeri tulang Darah dalam urin Nyeri dada Panas dingin Penurunan
urin Endokarditis Sakit kepala Peningkatan produksi sputum, yang
mungkin berdarah Meningitis Sinusitis Sesak napas Kulit luka (lesi)
Masalah penglihatanBronkiektasis 2,4Bronkiektasis adalah suatu
penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi bronkus yang bersifat
patologis dan berlangsung kronik. Dilatasi tersebut menyebabkan
berkurangnya aliran udara dari dan ke paru-paru. Dengan alasan ini,
bronkiektasis digolongkan dalam penyakit paru obstruktif kronik,
yang bermanifestasi sebagai peradangan saluran pernafasan dan mudah
kolaps, lalu menyebabkan obstruksi aliran udara dan menimbulkan
sesak, gangguan pembersihan mukus yang biasanya disertai dengan
batuk dan kadang-kadang hemoptisis.
Bronkiektasis paling banyak bermanifestasi sebagai proses fokal
yang melibatkan satu lobus segmen atau sub-segmen paru, atau proses
yang bersifat difus dan melibatkan kedua paru. Proses pertama
adalah yang umum terjadi, sedangkan proses kedua biasanya berkaitan
dengan penyakit sistemik dan/atau penyakit sinopulmoner dan
asma.
Bronkiektasis merupakan akibat dari proses patologis yang
berlangsung luas dan lama, termasuk kelainan srtuktur bronkus
(Defisiensi kartilago pada William Campbell Syndrome), penyakit
akibat penimbunan mukus (Fibrosis kistik, kelainan fungsi silia),
akibat infeksi (Pneumonia yang berat pada anak, defisiensi
imunoglobulin) dan penyakit inflamasi (Kolitis ulceratif). Pada
kebanyakan kasus, infeksi merupakan penyebab tersering dari
inflamasi, kerusakan dan remodelling jalan nafas.
Emboli Paru 2,4Emboli Paru adalah penyumbatan arteri pulmonalis
(arteri paru-paru) oleh suatu embolus, yang terjadi secara
tiba-tiba. Suatu emboli bisa merupakan gumpalan darah (trombus),
tetapi bisa juga berupa lemak, cairan ketuban, sumsum tulang,
pecahan tumor atau gelembung udara, yang akan mengikuti aliran
darah sampai akhirnya menyumbat pembuluh darah.Kebanyakan kasus
disebabkan oleh bekuan darah dari vena, terutama vena di tungkai
atau panggul. Penyebab yang lebih jarang adalah gelembung udara,
lemak, cairan ketuban atau gumpalan parasit maupun sel tumor.
Penyebab yang paling sering adalah bekuan darah dari vena
tungkai, yang disebut trombosis vena dalam. Gumpalan darah
cenderung terbentuk jika darah mengalir lambat atau tidak mengalir
sama sekali, yang dapat terjadi di vena kaki jika seseorang berada
dalam satu posisi tertentu dalam waktu yang cukup lama. Jika orang
tersebut bergerak kembali, gumpalan tersebut dapat hancur, tetapi
ada juga gumpalan darah yang menyebabkan penyakit berat bahkan
kematian.
Penting untuk diingat, bahwa gejala dari emboli paru mungkin
sifatnya samar atau menyerupai gejala penyakit lainnya:
Batuk (timbul secara mendadak, bisa disertai dengan dahak
berdarah) Sesak nafas yang timbul secara mendadak, baik ketika
istirahat maupun ketika sedang melakukan aktivitas.
Nyeri dada (dirasakan dibawah tulang dada atau pada salah satu
sisi dada, sifatnya tajam atau menusuk) Nyeri semakin memburuk jika
penderita menarik nafas dalam, batuk, makan atau membungkuk
Pernafasan cepat Denyut jantung cepat (takikardia).
wheezing/bengek kulit lembab kulit berwarna kebiruan nyeri pinggul
nyeri tungkai (salah satu atau keduanya) pembengkakan tungkai
tekanan darah rendah denyut nadi lemah atau tak teraba
pusing pingsan
berkeringat cemas.
Penyakit Paru Akibat Kerja 4Penyakit paru kerja adalah penyakit
atau kerusakan paru yang disebabkan oleh debu, uap atau gas
berbahaya yang terhirup pekerja ditempat pekerjaan. Penyakit Paru
Akibat Pekerjaan terjadi akibat terhirupnya partikel, kabut, uap
atau gas yang berbahaya pada saat seseorang sedang bekerja. Lokasi
tersangkutnya zat tersebut pada saluran pernafasan atau paru-paru
dan jenis penyakit paru yang terjadi, tergantung kepada ukuran dan
jenis partikel yang terhirup. Partikel yang lebih besar mungkin
akan terperangkap di dalam hidung atau saluran pernafasan yang
besar, tetapi partikel yang sangat kecil bisa sampai ke
paru-paru.
Di dalam paru-paru, beberapa partikel dicerna dan bisa diserap
ke dalam aliran darah. Partikel yang lebih padat yang tidak dapat
dicerna akan dikeluarkan oleh sistem pertahanan tubuh.
Tubuh memiliki beberapa cara untuk membersihkan partikel yang
terhirup: Di dalam saluran pernafasan, lendir akan membungkus
partikel, sehingga bisa lebih mudah dikeluarkan melalui batuk
Di dalam paru-paru, sel-sel pembersih tertentu, akan menelan
partikel tersebut dan melenyapkannya.
Partikel yang berbeda akan menghasilkan reaksi yang berbeda pula
di dalam tubuh. Beberapa partikel (misalnya serbuk tanaman) dapat
menyebabkan reaksi alergi seperti rinitis alergika atau asma.
Serbuk batubara, karbon dan oksida perak tidak menimbulkan reaksi
yang berarti dalam paru-paru. Serbuk silika dan asbes bisa
menimbulkan jaringan parut yang menetap pada jaringan paru-paru
(fibrosis paru). Dalam jumlah yang cukup besar, asbes bisa
menyebabkan kanker pada perokok.Working Diagnosis Tuberkulosis Paru
5Tuberkulosis paru atau yang biasa kita kenal dengan TB adalah
suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama dikenal pada
manusia, misalnya dia dihubungkan dengan tempat tinggal didaerah
urban, lingkungan yang padat, dibuktikan dengan adanya penemuan
kerusakan tulang vetebra toraks yang khas TB dari kerangka yang
digali di Heidelberg dari kuburan jaman neolitikum, begitu pula
penemuan yang berasal dari mumi dan ukiran dinding piramid di Mesir
kuno pada tahun 2000-4000 SM. Hipokrates telah memperkenalkan
terminologi phtisis yang diangkat dari bahasa yunani yang
menggambarkan tampilan pada TB paru ini.Etiologi 5Lingkungan hidup
yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan kemungkinan
besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas
peningkatan jumlah kasus TB. Proses terjadinya infeksi oleh M.
tuberculosis biasanya secara inhalasi, sehingga TB paru merupakan
manifestasi klinis yang paling sering dibandingkan organ lainnya.
Penularan penyakit ini sebagian besar melalui ingalasi basil yang
menfandung droplet nuclei, khususnya yang didapat dari pasien TB
paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil
tahan asam (BTA). Pada TB kulit atau jaringan lunak penularan bisa
melalui inokulasi langsung. Infeksi yang disebabkan oleh M. bovis
dapat disebabkan oleh susu yang kurang disterilkan dengan baik atau
terkontaminasi. Sudah dibuktikan bahawa lingkungan sosial ekonomi
yang baik, pengobatan teratur dan pengawasan minum obat ketat
berhasil mengurangi angka morbiditas dan mortalitas.
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis
kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal
0.3-0.6/um. Yang tergolong dalam kuman Mycobacterium tuberculosae
complex adalah: 1) M. tuberculosae, 2) Varian Asian, 3) Varian
African I, II, 4) M. bovis. Pembagian tersebut adalah berdasarkan
perbedaan secara epidemiologi.
Kelompok kuman Mycobacteria Other Than TB (MOTT) atypical adalah
M. kansasi, M. avium, M. intracellulare, M. scrofulaceum, M.
malmacerse dan M. xenopi.
Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak, kemudian
peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman
lebih tahan terhadap asam sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA)
dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman
dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin.
Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dorman. Dari sifat
dorman ini kuman dapat kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis
menjadi aktif lagi.
Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular
yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi
malah kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid.
Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa
kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya.
Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih
tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan
tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Patofisiologi 5Penularan penyakit TBC adalah melalui udara yang
tercemar oleh kuman mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan atau
dikeluarkan oleh penderita TBC saat batuk, dimana pada anak-anak
umumnya sumber infeksi adalah berasal dari orang dewasa yang
menderita TBC. Bakteri ini masuk kedalam paru-paru dan berkumpul
hingga berkembang menjadi banayak (terutama pada orang yang
memiliki daya tahan tubuh rendah), bahkan bakteri ini dapat pula
mengalami penyebaran melalui pembuluh darah atau kelenjar getah
bening sehingga menyebabkan terinfeksinya organ tubuh yang lain
seperti otak, ginjal, saluran cerna, kelenjar getah bening, organ
reproduksi dan lainnya meski yang paling banyak adalah organ
paru.Tuberkulosis Primer
Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan
menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Bila kuman ini menetap
dijaringan paru, maka ia akan bertumbuh dan berkembang dalam
sitoplasma makrofag. Kemudian kuman akan bersarang di jaringan paru
dan membentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut
sarang primer. Dari sarang primer ini akan timbul peradangan dan
pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional).
Sarang primer + limfangitis lokal = kompleks pirmer. Kompleks
primer ini selanjutnya dapat : Sembuh sempurna tanpa cacat Sembuh
dengan meninggalkan bekas (lesi ghon) Berkomplikasi dan menyebar
baik melalui limfogen dan hematogen ke organ lainnya.Tuberkulosis
Post-Primer
Kuman yang dorman pada tuberkulosis primer akan muncul
bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi
tuberkulosis dewasa. Kejadian ini dimulai dengan sarang dini dan
dalam 3 10 minggu sarang ini menjadi tuberkel, yakni suatu
granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel datia
langhans yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai
jaringan ikat. Secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang
yakni :
Sarang yang sudah sembuh dan tidak butuh pengobatan lagi. Sarang
aktif eksudatif. Sarang yang berada antara aktif dan
sembuh.Perjalanan infeksi tuberkulosis paru adalah:
Stage 1:dimulai dari masuknya kuman tuberkulosis ke alveoli.
Kuman akan difagositosis oleh makrofag alveolar dan umumnya dapat
dihancurkan. Bila daya bunuh makrofag rendah, kuman tuberkulosis
akan berproliferasi dalam sitoplasma dan menyebabkan lisis
makrofag. Pada umumnya pada stage ini tidak terjadi pertumbuhan
kuman.
Stage 2:stage simbiosis, kuman tumbuh secara logaritmik dalam
non-activated macrophage yang gagal mendekstrusi kuman tuberkulosis
hingga makrofag hancur dan kuman tuberkulosis difagositosis oleh
makrofag lain yang masuk ketempat radang karena faktor kemotaksis
kompleman C5a dan monocyte chemoatractant protein (MPC -1). Lama
kelamaan makin banyak makrofag dan kuman tuberkulosis yang
berkumpul di tempat lesi.
Stage 3:terjadi nekrosis kaseosa, jumlah kuman tuberkulosis
menetap karena pertumbuhannya dihambat oleh respons imun tubuh
terhadap tuberculin-like antigen. Pada stage ini delayed type of
hypersensitivity (DTH) merupakan respons imun utama yang mampu
menghancurkan makrofag yang berisi kuman. Respons ini terbentuk 4-8
minggu dari saat infeksi. Dalam solid caseous center yang
terbentuk, kuman ekstraselular tidak dapat tumbuh, dikelilingi
non-activated macrofag, dan partly activated macrofag. Pertumbuhan
kuman TB secara logaritmik terhenti, namun respons imun DTH ini
menyebabkan perluasan caseous center dan progresifitas penyakit.
Kuman tuberkulosis masih dapat hidup dalam solid caseous necrosis
tapi tidak dapat berkembang biak karena keadaan anoksia, penurunan
pH dan adanya inhibitory fatty acid. Pada keadaan dorman ini
metabolisme kuman minimal sehingga tidak sensitif terhadap terapi.
Caseous necrosis ini merupakan reaksi DTH yang berasal darin
limfosit T, khususunya T sitotoksik (Tc), yang melibatkan clotting
factor, sitokin TNF-alfa, antigen reactif, nitrogen intermediate,
kompleks antigen antibody, komplemen dan produk-produk yang
dilepaskan kuman yang mati. Pada reaksi inflamasi, endotel vaskuler
menjadi aktif menghasilkan molekul-molekul adesi (ICAM-1, ELAM-1,
VCAM-1), MHC klas 1 dan II. Endotel yang aktif mampu
mempresentasikan antigen tubekulin pada sel Tc sehingga menyebabkan
jejas pada endotel dan memicu kaskade koagulasi. Thrombosis lokal
menyebabkan iskemia dan nekrosis di deket jaringan.
Stage 4 :respons imun cell medialed imunity (CMI) memegang peran
utama dimana CMI akan mengaktifkan makrofag sehingga mampu
memfagositosis dan menghancurkan kuman. Activated macrophage
menyilimuti tepi caseous necrosis untuk mencegah terlepasnya kuman.
Pada keadaan dimana CMI lemah, kemampuan makrofag untuk
menghancurkan kuman hilang sehingga kuman dapat berkembang biak
didalamnya dan selanjutnya akan dihancurkan oleh respons umun DTH,
sehingga caseous necrosis makin luas. Kuman tuberkulosis yang
terlepas akan masuk kedalam kelenjar limfe trakheobronkhial dan
menyebar ke organ lain.
Stage 5:terjadi likuifikasi caeseous center dimana untuk pertama
kalinya terjadi multiplikasi kuman tuberkulosis ekstraseluler yang
dapat mencapai jumlah besar. Respons imun CMI sering tidak mampu
mengendalikannya. Dengan progresifitas penyakit terjadi perlunakan
caseous necrosis, membentuk kavitas dan erosi dinding bronkus.
Perlunakan ini disebabkan oleh enzim hidrolisis dan respons DTH
terhadap tuberkuloprotein, menyebabkan makrofag tidak dapat hidup
dan merupakan media pertumbuhan yang baik bagi kuman. Kuman
tuberkulosis masuk kedalam cabang- cabang bronkus, menyebar ke
bagian paru lain dan jaringan sekitarnya.
Epidemiologi 5Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia
tapi sampai saat ini TB masih tetap menjadi problem kesehatan dunia
yang utama. Pada bulan Maret 1993 WHO mendeklarasikan TB sebagai
global health emergency. TB dianggap sebagai masalah kesehatan
dunia yang penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia
terinfeksi oleh mikobakterium TB. Pada rahun 1998 ada 3,617,047
kasus TB yang tercatat di seluruh dunia.
Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%)
terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. Di antara mereka
75% berada pada usia produktif yaitu 20-49 tahun. Karena penduduk
yang padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari 65% dari
kasus-kasus TB yang baru dan kematian yang muncul terjadi di
Asia.
Alasan utama munculnya atau meningkatnya beban TB global ini
antara lain disebabkan oleh:
1) Kemiskinan pada berbagai penduduk, tidak hanya pada negara
yang sedang berkembang tetapi juga pada penduduk perkotaan tertentu
di negara maju.
2) Adanya perubahan demografik dengan meningkatnya penduduk
dunia dan perubahan dari struktur usia manusia yang hidup.
3) Perlindungan kesedaran yang tidak mencukupi pada penduduk
kelompok yang rentan terutama di negeri-negeri miskin.
4) Tidak memadainya pendidikan mengenai TB di antara para
dokter.
5) Terlantar dan kurangnya biaya untuk obat, sarana diagnostik,
dan pengawasan kasus TB di mana terjadi deteksi dan tatalaksana
kasus yang tidak adekuat.
6) Adanya epidemi HIV terutama di Afrika dan Asia.
Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di
dunia setelah China dan India. Manifestasi Klinis 5Keluhan yang
dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam malah banyak
pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam
pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah:
Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi
kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-410C. Serangan demam
pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul
kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini,
sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam
influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh
pasien dan berat ringannya infeksi kuam tuberkulosis yang
masuk.
Batuk/batuk berdarah
Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi
pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk
radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit
berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau
berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk
kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi
produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa
batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan
batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat
juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
Sesak nafas
Pada penyakit yang ringan belum dirasakan sesak nafas. Sesak
nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila
infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan
pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien
menarik/melepaskan napafasnya.
Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala
malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak nafsu makan, badan
makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot,
keringat malam. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan
terjadi hilang timbul secara tidak teratur.Penatalaksanaan
4,5,6Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada
riwayat kontak, tidak menderita TBC) dan II (Terinfeksi TBC/test
tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC tidak ada,
radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan
pencegahan dengan pemberian INH 510 mg/kgbb/hari.
1. Pencegahan (profilaksis) primerAnak yang kontak erat dengan
penderita TBC BTA (+).INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin
(-).Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang
menjadi (-) atau sumber penularan TB aktif sudah tidak ada.
2. Pencegahan (profilaksis) sekunderAnak dengan infeksi TBC
yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit
TBC.Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan.
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok
yaitu :
Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol,
Streptomisin, Pirazinamid.Memperlihatkan efektifitas yang tinggi
dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar
penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin,
Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin.
Dosis obat antituberkulosis (OAT)
Obat Dosis harian (mg/kgbb/hari) Dosis 2x/minggu (mg/kgbb/hari)
Dosis 3x/minggu(mg/kgbb/hari)
INH5-15 (maks 300 mg)15-40 (maks. 900 mg)15-40 (maks. 900
mg)
Rifampisin10-20 (maks. 600 mg)10-20 (maks. 600 mg)15-20 (maks.
600 mg)
Pirazinamid15-40 (maks. 2 g)50-70 (maks. 4 g)15-30 (maks. 3
g)
Etambutol15-25 (maks. 2,5 g)50 (maks. 2,5 g)15-25 (maks. 2,5
g)
Streptomisin15-40 (maks. 1 g)25-40 (maks. 1,5 g)25-40 (maks. 1,5
g)
Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TBC dan
lemahnya implementasi strategi DOTS. Penderita yang mengidap BTA
yang resisten terhadap OAT akan menyebarkan infeksi TBC dengan
kuman yang bersifat MDR (Multi-drugs Resistant). Untuk kasus MDR-TB
dibutuhkan obat lain selain obat standard pengobatan TBC yaitu obat
fluorokuinolon seperti siprofloksasin, ofloxacin, levofloxacin
(hanya sangat disayangkan bahwa obat ini tidak dianjurkan pada anak
dalam masa pertumbuhan).
Pengobatan TBC pada orang dewasa
Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3Selama 2 bulan minum obat INH,
rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap
intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin
tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan).Diberikan kepada:
Penderita baru TBC paru BTA positif.
Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3Diberikan kepada:
Penderita kambuh.
Penderita gagal terapi.
Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3Diberikan kepada:
Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.Komplikasi
5Komplikasi yang akan ditimbulkan adalah:
Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema,
laryngitis.
Komplikasi lanjut : obstruksi saluran napas, kerusakan parenkim
paru, fibrosis paru, cor pulmonale, karsinoma paru, dan sindrom
gagal napas.Pencegahan 5Yang menjadi sumber penyebaran adalah
penderita TB, maka hal yang paling efektif adalah mengurangi
penderita TB. Ada dua cara yang dilakukan, yaitu terapi dan
imunisasi. Untuk terapi, WHO merekomendasikan strategi DOTS. Dalam
hal ini ada tiga tahapan penting, yaitu mendeteksi pasien,
melakukan pengobatan, dan melakukan pengawasan langsung. Imunisasi
akan memberikan kekebalan aktif terhadap TB. Vaksin TB dikenal
dengan nama BCG (Bacillus Calmette Guerin), terbuat dari bakteri
Mycobacterium tubercolusis strain bovis. Bakteri ini menyebabkan TB
pada sapi. Vaksin BCG hanya dilakukan sekali seumur hidup dan
diberikan kepada bayi 2 bulan. BCG tidak dapat mencegah serangan
TB, namun memberikan perlindungan agar TB tidak menyerang bagian
vital, misalnya otak (meningitis tuberkolusis) yang berakibat buruk
pada perkembangan otak anak dan menyebabkan kematian. Pengecekan
imunitas dari BCG perlu dilakukan setelah periode waktu tertentu
(3-5 tahun), sebab kekuatan vaksin dapat menghilang.
Prognosis 5Prognosis TB paru bergantung pada tuntasnya
pengobatan dan tingkat keparahan dari kerusakan jaringan atau organ
yang terkena. Oleh karena itu, pasien TB harus bersungguh-sungguh
dalam melakukan pengobatan TB dan menghindari faktor pencetus
kekambuhan TB.
Daftar Pustaka
1. Bickley LS. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat
kesehatan. Edisi 8. Jakarta: EGC; 2009.p. 58-61.2. Zulkifli Amin,
Asril Bahar. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: FKUI;
2009.p. 2231-39.
3. Cleopas Martin Rumende. Pemeriksaan fisis dada dan paru. In:
Aru W.S, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S, editors. Ilmu
penyakit dalam. 6th Ed, Jilid 1. Jakarta: Interna publishing;
2009.p.54- 624. Rifal A, Laurentius A. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Jilid I. Edisi V. Jakarta: interna publishing; 2010, hal
627-684, 721-726.5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Edisi 5.
Jakarta : Internal Publishing; 2009:h.2231-9, 2254-62,
2323-8,2297-313.6. Departemen farmakologi dan terapeutik FKUI.
Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta: balai penerbit FKUI;
2008.p. 64-8.
1