LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING 1 BLOK RESPIRATORY SYSTEM Tutor : dr. Ismiralda Oke P., Sp.KK Kelompok 8 M. Cahya Riyadi S. G1A010010 Liliana Yeni Safira G1A010019 Oryzha Triliany G1A010028 Andika Pratiwi G1A010037 Albertus Aditya Budiyanto G1A010052 Zhita Wahyu Agrinartanti G1A010061 Anisah Astirani G1A010073 Nurul Apriliani G1A010084 Putri Hayuningtyas G1A010093 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING 1
BLOK RESPIRATORY SYSTEM
Tutor : dr. Ismiralda Oke P., Sp.KK
Kelompok 8
M. Cahya Riyadi S. G1A010010
Liliana Yeni Safira G1A010019
Oryzha Triliany G1A010028
Andika Pratiwi G1A010037
Albertus Aditya Budiyanto G1A010052
Zhita Wahyu Agrinartanti G1A010061
Anisah Astirani G1A010073
Nurul Apriliani G1A010084
Putri Hayuningtyas G1A010093
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2012
PBL/CBL KASUS KE : 1 (satu)
KELOMPOK :
HARI/TGL TUTORIAL : Rabu-Kamis, 7-8 Maret 2012
Skenario PBL 1
Seorang anak laki-laki umur 10 tahun datang ke UGD diantar oleh ibunya dengan
keluhan mimisan. Ibunya menceritakan bahwa sang anak mengalami panas sejak
kemarin pagi, pusing, pilek, bersin-bersin, batuk dan tenggorokkan sakit.
A. Klarifikasi Istilah
a. Mimisan (Epistaksis)
Epistaksis adalah perdarahan hidung, biasanya akibat pecahnya pembuluh
darah kecil yang terletak dibagian anterior septum nasal kartilaginea
(Dorland, 2010).
Menurut lokasi dibagi menjadi 2
1. Epsitaksis anterior:
Umumnya terjadi pada anak. Tersering dari daerah pleksus kieselbacah
yang merupakan anastomose dari arteri ethmoid anterior, arteri
sphenopalatine, dan arteri labialis superior,yang letaknya terbuka dan
mudah terkena trauma (Abdoerrachman, M.H, dkk. 1985).
2. Epistaksis posterior:
Berasal dari ujung posterior konka inferior terdapat suatu vena yang
melebar yang disebut pleksus nasoaringeal. Pada daerah ini juga
ditemukan arteri sphenopalatine yang merupakan cabang arteri maksilaris
interna. Biasanya terjadi pada penderita hipertensi (Abdoerrachman, M.H,
dkk. 1985).
Epistaxis spontan dapat terjadi pada:
Infeksi atau kronik hidung seperti polip, rhinitis, ulserasi pada
perforasi septum dan pada penyakit sistemik seperti morbili dan cacar
air.
Penyakit pada system vaskuler seperti anomali (arteriosklerosis dan
hipertensi), tekanan vena yang meninggi seperti pada: asma bronchial,
bronchitis, dan pertusis).
Gangguan pembekuan darah seperti defisiensi protrombin dan
hemophilia.
Tumor ganas hidung.
Gangguan endokrin pada kehamilan, diabetes mellitus, dan dan
menopause.
Penyakit darah seperti leukemia, limfosarkoma, dan anemia aplastik.
(Abdoerrachman, M.H, dkk. 1985).
b. Panas atau kalor
Demam (febris) adalah gejala sistemik peradangan yang seemikian sering
dijumpai mengisyaratkan bahwa suhu tubuh lebih tinggi akibat infeksi
atau peradangan (Dorland, 2010).
Panas atau demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit
yang sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat
berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik
yang tidak berdasarkan suatu infeksi. Pirogen diduga sebagai suatu protein
yang identik dengan interleukin-1. Didalam hipotalamus zat ini
merangsang pelepasan asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan
sintesis prostagladin E2 yang langsung dapat menyebabkan suatu pireksia
(Sudoyo, 2006).
c. Batuk
Batuk adalah refleks pertahanan yang bekerja membersihkan jalan napas
dengan menggunakan tekanan tinggi. Udara yang mengalir dengan
kecepatan tinggi yang akan membantu kerja pembersihan mukosiliaris
( Price, 2005).
d. Bersin
Bersin adalah mengeluarkan udara dengan paksa dan menyentak melalui
hidung dan mulut. Pengeluaran udara melalui hidung dan mulut yang
involunter, mendadak, dengan paksaan dan dapat didengar (Dorland,
2010).
e. Tenggorokan sakit
Sakit tenggorokan (sore throat) adalah sakit tnggorokan berat yang terjadi
dalam epidemi, biasanya disebabkan oleh streptococcus pyogens dgn
hiperemia lokal yang hebat dengan atau tanpa eksudat keabu-abuan dan
pembesaran kelenjar limfe leher (Dorland, 2010).
B. Identifikasi Masalah
a. Identitas : anak laki-laki umur 10 tahun
b. RPS
1. Keluhan utama : mimisan
2. Gejala penyerta : panas, pusing, pilek, bersin-bersin, batuk dan sakit
tenggorokan.
3. Onset : 1 hari yang lalu
4. Kuantitas : -
5. Kualitas : -
6. Progresifitas : -
7. Kronologi : -
8. Faktor yang memperberat / memperingan : -
c. RPD : -
d. RPK :-
e. RPSos-Ek : -
C. Rumusan Masalah
1. Hasil anamnesis lebih lanjut
2. Hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan?
3. Jeaskan anatomi dan fisiologi dari sistem pernafasan
4. Bagaimana mekanisme masing-masing gejala (patofisiologi)?
5. Sebutkan diagnosis banding dari kasus diatas dan alasanya
6. Jelaskan penatalaksanaannya
D. Analisis Masalah
1. Anamnesis
Anak sudah diberi obat flu di warung tapi belum membaik. Mimisan
dialami 1 jam yang lalu, jumlahnya kira-kira 1 sendok, dapat berhenti
sendiri. Riwayat mimisan sebelumnya disangkal
2. Hasil pemeriksaan fisik
Keadaan umum : baik, compos mentis
Berat badan : 25 kg
Suhu : 37,8º C
Respirasi rate : 20 X/menit
Nadi : 84 X/menit
Kepala : Hidung = konkha udem (+), Hiperemi (+),
discharge serous (+)
Faring = hiperemi (+)
Tonsil = T1-1, hiperemi (+)
Thorax : Inspeksi = simetris, retraksi (-), tidak ada gerak
dada yang tertinggal
Palpasi = hantaran paru kanan = kiri
Perkusi = sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler, ronchi (-)
Abdomen : dalam batas normal
Ekstrimitas : dalam batas normal
Hasil pemeriksaan darah
Hb : 12 gr%
Hematokrit : 42 %
Eritrosit : 4,2 juta
Leukosit : 6800
Trombosit : 190.000
PTT : 10 detik
aPTT : 35 detik
3. Anatomi dan Fisiologi Saluran Pernapasan
Anatomi
a. Anatomi hidung luar
Kulit : Cutis,subcutis, jaringan fibrofatty,glandula sebacea
vokalis. Analisis secara fisiologi dan audiometri menunjukkan
bahwa teori ini tidaklah benar (suara masih bisa diproduksi
pada pasien dengan paralisis plika vokalis bilateral).
(Lee,2003)
b) Fungsi proteksi
Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan adanya
reflek otot-otot yang bersifat adduksi, sehingga rima glotis tertutup.
Pada waktu menelan, pernafasan berhenti sejenak akibat adanya
rangsangan terhadap reseptor yang ada pada epiglotis, plika
ariepiglotika, plika ventrikularis dan daerah interaritenoid melalui
serabut afferen N. Laringeus Superior. Sebagai jawabannya,
sfingter dan epiglotis menutup (Lee,2003).
c) Fungsi Respirasi
Pada waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk
memperbesar rongga dada dan M. Krikoaritenoideus Posterior
terangsang sehingga kontraksinya menyebabkan rima glotis
terbuka. Proses ini dipengaruhi oleh tekanan parsial CO2 dan O2
arteri serta pH darah. Bila pO2 tinggi akan menghambat
pembukaan rima glotis, sedangkan bila pCO2 tinggi akan
merangsang pembukaan rima glotis. Hiperkapnia dan obstruksi
laring mengakibatkan pembukaan laring secara reflektoris,
sedangkan peningkatan pO2 arterial dan hiperventilasi akan
menghambat pembukaan laring. Tekanan parsial CO2 darah dan
pH darah berperan dalam mengontrol posisi pita suara. (Graney and
Flint, 1993).
d) Fungsi sirkulasi
Pembukaan dan penutupan laring menyebabkan penurunan dan
peninggian tekanan intratorakal yang berpengaruh pada venous
return. Perangsangan dinding laring terutama pada bayi dapat
menyebabkan bradikardi, kadang-kadang henti jantung. Hal ini
dapat karena adanya reflek kardiovaskuler dari laring. Reseptor
dari reflek ini adalah baroreseptor yang terdapat di aorta. Impuls
dikirim melalui N. Laringeus Rekurens dan Ramus Komunikans N.
Laringeus Superior. Bila serabut ini terangsang terutama bila laring
dilatasi, maka terjadi penurunan denyut jantung (Hollinshead,
1966).
e) Fungsi fiksasi
Berhubungan dengan mempertahankan tekanan intratorakal agar
tetap tinggi, misalnya batuk, bersin dan mengedan (Moore and
Senders, 2003).
f) Fungsi menelan
Pada waktu menelan faring bagian bawah (M. Konstriktor
Faringeus Superior, M. Palatofaringeus dan M. Stilofaringeus)
mengalami kontraksi sepanjang kartilago krikoidea dan kartilago
tiroidea, serta menarik laring ke atas menuju basis lidah, kemudian
makanan terdorong ke bawah dan terjadi pembukaan
faringoesofageal. Laring kemudian akan menutup untuk mencegah
makanan atau minuman masuk ke saluran pernafasan dengan jalan
menkontraksikan orifisium dan penutupan laring oleh epiglotis.
Epiglotis menjadi lebih datar membentuk semacam papan penutup
aditus laringeus, sehingga makanan atau minuman terdorong ke
lateral menjauhi aditus laring dan maduk ke sinus piriformis lalu ke
hiatus esofagus (Lee,2003).
g) Fungsi batuk
Bentuk plika vokalis palsu memungkinkan laring berfungsi sebagai
katup, sehingga tekanan intratorakal meningkat. Pelepasan tekanan
secara mendadak menimbulkan batuk yang berguna untuk
mempertahankan laring dari ekspansi benda asing atau
membersihkan sekret yang merangsang reseptor atau iritasi pada
mukosa laring (Woodson,2001).
h) Fungsi ekspektorasi
Seluruh permukaan saluran napas, baik dalam hidung maupun
saluran napas bagian bawah sampai sejauh bronkiols terminalis
dilapisi oleh epitel bersilia, dengan kira-kira – kira 200 silia pada
masing – masing epitel. Silia akan terus menerus memukul dengan
kecepatan 10-20 kali per detik dan mengarah ke faring. Dengan
demikian, silia dalam paru memukul ke arah atas, sedangkan dalam
hidung memukul ke arah bawah. Pukulan yang terus menerus
menyebabkan mukus yang dihasilkan oleh sel goblet mengalir
dengan lambat, pada kecepatan kira-kira 1 cm/menit ke arah faring.
Kemudian mukus dan partikel akan dijerat dan keluar dengan cara
batuk (Guyton & Hall, 1997).
2) Bronkus
Pada dinding bronkus, terdapat lebih sedikit kartilago yang juga
mempertahankan rigiditas agar timbul gerakan paru untuk
mengembang dan mengempis. (guyton & hall, 1997)
3) Bronkiolus
Bronkiolus tidak memiliki kartilago seperti bronkus, sehingga
bronkiolus tidak dapat mencegah keadaan kolaps dengan rigiditas
dindingnya. Bronkiolus akan melebar oleh tekanan transpulmoner
yang sama yang mengembangkan alveoli, sehingga bronkiolus akan
ikut melebar ketika alveoli melebar (Guyton & Hall, 1997).
4. Patomekanisme tanda dan gejala
Mekanisme Demam
Infeksi atau peradangan
NetrofilMengeluarkan
Pirogen endogen
Prostalglandin
Titik patokan hipotalamus
Mengawali “respons dingin”
Produksi panas;
Pengukuran panas
Suhu tubuh ke titik patokan yang baru = demam
Sumber: (Sherwood, 2001)
+
+
Sel yang pertama tiba, bagian dari leukosit, spesialis fagositik, mudah bergerak,memakan dan menghancurkan bahan-bahan yang tidak diperlukan
Respon ini terutama terjadi jika organism invasive telah masuk dalam aliran darah
Merupakan zat perantara kimiawi lokal yang bekerja langsung di hipotalamus.Aspirin menurunkan demam dengan menghambat sintesis prostalglandin
Ada mekanisme respon dingin yaitu menggigil agar cepat meningkatkan produksi panas(thermostat hipotalamus meningkat sedangkan tubuh masih regulasi normal)
Vasokonstriksi bertujuan untuk mengurangi pengeluaran panas
Hubungan antara Sistem Kinin dan Neutrofil pada Respons Peradangan
Sumber: (Sherwood, 2001)
Mekanisme Epistaxis
Partikel asing
Hidung nasal
Ditangkap serus mekanisme
pertahanan nonspesifik terhadap agen infeksius
Sekresi serus
(berlebih)
Kelebihan di deteksi saraf-saraf di hidung
Dengan bersin bersamaan dengan ekspirasi
Kalikrein Neutrofil
Kininogen Kinin+
Merangsang sistem komplemen
Mendorong vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas kapiler
Mengaktifkan reseptor nyeri
Berfungsi sebagai
kemotaksin
(Menarik)
bersin: keluarnya udara semi otonom yang terjadi dengan keras lewat hidung dan mulut
Epistaxis
vasodilatasi pembuluh di plexus kieselbach
Mekanisme bersin
Saluran nafas yang sensitive terhadap sentuhan ringan laring dan karina yang paling sensitive
Merangsang reflex batuk sebagai “impuls saraf” aferen
N. Vagus
Medulla otak
Lintasan neuronal otomatis:
Tahap 1 – kira-kira 2,5 liter udara dan inspirasi secara cepat
Tahap 2 – epiglottis menutup dan pita suara menutup erat-erat untuk menjerat udara dalam paru
Tahap 3- otot-otot abdomen berkontraksi dengan kuat mendorong diafragma. Otot ekspirasi lainnya seperti intercostalis internus juga kontraksi dengan kuat
akibatnya tekanan parut meningkat sampai 100 mmHg atau lebih
Pita suara terbuka lebar, sedang udara bertekanan tinggi dalam paru ini meledak keluar kadang sampai 75-100 ml perjam.