Top Banner
115 JURNAL KEDOKTERAN YARSI 25 (2) : 115-126 (2017) Patofisiologi dan Diagnosis Infiltrasi Leukemia Limfoblastik Akut ke Sistem Saraf Pusat Pathophysiology and Diagnosis of Acute Lymphoblastic Leukemia Infiltration to the Central Nervous System Tika Adilistya Department of Clinical Pathology, Medical Staff, Dr Kanujoso Djatiwibowo Hospital, Balikpapan, Indonesia KATA KUNCI KEYWORDS ABSTRAK Patofisiologi, Leukemia Limfoblastik Akut, Sistem Saraf Pathophysiology, Acute Lymphoblastic Leukemia, Nervous System Leukemia limfoblastik akut (LLA) adalah keganasan hematologi yang disebabkan oleh proliferasi prekursor sel limfoid yang menyebabkan akumulasi sel blas di darah tepi dan sumsum tulang. Berbagai kemajuan dalam terapi, seperti targeted therapy, telah berhasil menurunkan angka kematian pasien dengan LLA. Salah satu komplikasi fatal LLA adalah keterlibatan sistem saraf pusat (SSP). Pasien dengan keterlibatan SSP seringkali underdiagnosed baik secara klinis maupun laboratoris. Peranan laboratorium sangat penting untuk deteksi keterlibatan SSP mengingat sulitnya gejala klinis tidak khas bahkan sebagian pasien justru asimtomatis. Dengan adanya deteksi dini, pasien dapat diberikan terapi profilaksis sehingga angka kesintasan meningkat. Meskipun memiliki banyak kelemahan, pemeriksaan sitologi pada spesimen sitosentrifugasi masih dipertimbangkan sebagai baku emas untuk diagnosis infiltrasi sel leukemik pada SSP. Pemeriksaan lain seperti immunophenotyping flow cytometry (FCM) dan polymerase chain reaction (PCR) memiliki nilai diagnostik yang dua kali lipat lebih baik apabila digunakan secara kombinasi dengan sitologi, namun tidak dapat menggantikan peran pemeriksaan sitologi. FCM dan PCR bermanfaat apabila volume sampel CSS atau jumlah sel pada CSS sangat sedikit. Hingga saat ini belum ada penanda biokimiawi yang handal untuk mendeteksi leukemia SSP. ABSTRACT Acute lymphoblastic leukemia (LLA) is a hematologic malignancy caused by the proliferation of lymphoid cell precursors that cause blast cell accumulation in peripheral blood and bone marrow. Various advances in therapy, such as targeted therapy, have managed to reduce the mortality rate of patients with LLA. One of the fatal complications of LLA is central nervous system involvement (CNS). Patients with CNS involvement are often underdiagnosed both clinically and laboratory. The role of the
12

Patofisiologi dan Diagnosis Infiltrasi Leukemia ...

Oct 03, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Patofisiologi dan Diagnosis Infiltrasi Leukemia ...

115

JURNAL KEDOKTERAN YARSI 25 (2) : 115-126 (2017)

Patofisiologi dan Diagnosis Infiltrasi LeukemiaLimfoblastik Akut ke Sistem Saraf Pusat

Pathophysiology and Diagnosis of Acute LymphoblasticLeukemia Infiltration to the Central Nervous System

Tika AdilistyaDepartment of Clinical Pathology, Medical Staff, Dr Kanujoso DjatiwibowoHospital, Balikpapan, Indonesia

KATA KUNCIKEYWORDS

ABSTRAK

Patofisiologi, Leukemia Limfoblastik Akut, Sistem SarafPathophysiology, Acute Lymphoblastic Leukemia, NervousSystem

Leukemia limfoblastik akut (LLA) adalah keganasan hematologi yangdisebabkan oleh proliferasi prekursor sel limfoid yang menyebabkanakumulasi sel blas di darah tepi dan sumsum tulang. Berbagai kemajuandalam terapi, seperti targeted therapy, telah berhasil menurunkan angkakematian pasien dengan LLA. Salah satu komplikasi fatal LLA adalahketerlibatan sistem saraf pusat (SSP). Pasien dengan keterlibatan SSPseringkali underdiagnosed baik secara klinis maupun laboratoris.Peranan laboratorium sangat penting untuk deteksi keterlibatan SSPmengingat sulitnya gejala klinis tidak khas bahkan sebagian pasien justruasimtomatis. Dengan adanya deteksi dini, pasien dapat diberikan terapiprofilaksis sehingga angka kesintasan meningkat.Meskipun memiliki banyak kelemahan, pemeriksaan sitologi padaspesimen sitosentrifugasi masih dipertimbangkan sebagai baku emasuntuk diagnosis infiltrasi sel leukemik pada SSP. Pemeriksaan lainseperti immunophenotyping flow cytometry (FCM) dan polymerasechain reaction (PCR) memiliki nilai diagnostik yang dua kali lipat lebihbaik apabila digunakan secara kombinasi dengan sitologi, namun tidakdapat menggantikan peran pemeriksaan sitologi. FCM dan PCRbermanfaat apabila volume sampel CSS atau jumlah sel pada CSS sangatsedikit. Hingga saat ini belum ada penanda biokimiawi yang handaluntuk mendeteksi leukemia SSP.

ABSTRACT Acute lymphoblastic leukemia (LLA) is a hematologic malignancy causedby the proliferation of lymphoid cell precursors that cause blast cellaccumulation in peripheral blood and bone marrow. Various advances intherapy, such as targeted therapy, have managed to reduce the mortalityrate of patients with LLA. One of the fatal complications of LLA is centralnervous system involvement (CNS). Patients with CNS involvement areoften underdiagnosed both clinically and laboratory. The role of the

Page 2: Patofisiologi dan Diagnosis Infiltrasi Leukemia ...

PATOFISIOLOGI DAN DIAGNOSIS INFILTRASI LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT KE SISTEM SARAFPUSAT

116

laboratory is essential for detection of CNS involvement as the difficultyof clinical symptoms is not typical even some patients are asymptomatic.With early detection, patients can be given prophylactic therapy so thatthe survival rate increases. Despite its many weaknesses, cytologicexamination of cytosentrifugation specimens is still considered the goldstandard for the diagnosis of leukemic cell infiltration in the CNS. Othertests such as immunophenotyping flow cytometry (FCM) and polymerasechain reaction (PCR) have twice as many diagnostic values when used incombination with cytology, but can not replace the role of cytologicexamination. FCM and PCR are useful when CSS sample volume or cellnumber in CSS is very small. Until now there has been no reliablebiochemical marker to detect leukemia SSP.

PENDAHULUAN

Leukemia limfoblastik akut (LLA)adalah penyakit keganasan hematologiyang disebabkan oleh proliferasiprekursor sel limfoid yangmenyebabkan akumulasi sel blas didarah tepi dan sumsum tulang. LLAdapat terjadi pada anak-anak maupundewasa. Berbeda dengan anak-anak,LLA pada dewasa cenderung memilikiprognosis yang buruk. Berbagaikemajuan dalam terapi, seperti targetedtherapy, telah berhasil menurunkanangka kematian pasien dengan LLA.Keterlibatan sistem saraf pusat (SSP)merupakan salah satu komplikasi fatalLLA. Pasien dengan keterlibatan SSPseringkali underdiagnosed baik secaraklinis maupun laboratoris. Perananlaboratorium sangat penting untukdeteksi keterlibatan SSP mengingatsulitnya mengandalkan evaluasi klinis.Dengan adanya deteksi dini, pasiendapat diberikan terapi profilaksissehingga angka kesintasan meningkat(Del Principe MI et al., 2014).

Prosedur diagnostik rutin yangselama ini dikerjakan yaitu sitologicairan serebrospinal (CSS) memilikibeberapa kelemahan. Oleh karena itutelah banyak dikembangkan metode

baru seperti flow cytometry, genetikamolekular, serta penanda-penandabiokimiawi. Pada makalah ini akandibahas mengenai struktur anatomileptomeninges dalam kaitannyadengan leukemia SSP, patofisiologi danmanifestasi klinis leukemia SSP, sertadiagnosis infiltrasi sel leukemik padaSSP.

DefinisiLeukemia SSP adalah invasi sel

leukemia pada leptomeninges denganatau tanpa infiltrasi jaringan saraf yangberbatasan. Dari berbagai penelitian,invasi sel leukemia pada SSP mengikutisuatu pola anatomik tertentu yangdapat diprediksi, baik pada lesimaupun manifestasi klinisnya. Invasisel leukemia dapat terjadi pada saatdiagnosis leukemia ditegakkanmaupun sesudahnya (relaps)(Mastrangelo et al., 2012).

Correspondence:Tika AdilistyaDepartment of Clinical Pathology, Dr KanujosoDjatiwibowo General Hospital, Balikpapan, IndonesiaEmail: [email protected]

Page 3: Patofisiologi dan Diagnosis Infiltrasi Leukemia ...

TIKA ADILISTYA

117

AnatomiLeptomeninges terdiri atas

arachnoid dan piamater. Arachnoidterdiri atas dua bagian yaitu: membranpermukaan dan jaringan ikat trabekula, didalamnya terdapat pembuluh darah danserabut saraf, dan kanal mesothelialberlapis sebagai tempat mengalirnya CSS(Mastrangelo et al., 2012).

Gambar 1. Struktur meninges.

Membran arachnoid memilikidua bagian yaitu: Superficial portion,yang menutupi permukaan otak, dandeep portion, yang mengelilingipembuluh darah otak dan membentukruang perivaskular (Virchow-Robin).Sebagian besar kanal CSS, termasuksisterna besar, berlokasi di superficialportion. Kanal-kanal tersebut tidakterlihat pada deep portion. Perbedaananatomis antara kedua bagian tersebutperlu dipahami dalam kaitannyadengan terapi leukemia SSP, dimanakanal-kanal CSS pada superficial portionmerupakan jalur utama pasase obat-obat intratekal (Mastrangelo et al.,2012).

Jaringan SSP dibungkus eratoleh membran pial-glial yangmemisahkan arachnoid dari jaringansaraf. Membran ini memanjang kedalam hingga ke parenkim otak danbergabung dengan adventitia (bagianluar pembuluh darah) dari arterioleprekapiler dan venula postkapiler.Pada kapiler-kapiler inilah terdapatsawar darah otak atau blood-brain barrier(BBB). (Mastrangelo et al., 2012)

PatogenesisDitemukannya sel leukemik

pada dinding pembuluh darahleptomeningeal oleh Dr. Fried padatahun 1926 mengarah pada hipotesisbahwa sel-sel yang bersirkulasimengalir di pembuluh darah danmenginvasi jaringan otak di sekitarnya.Sel leukemik yang berada di dindingvena pada leptomeninges superfisialmerupakan temuan histologik pertamapada leukemia SSP. Dari gambaranklinis yang dikaitkan dengan temuanotopsi, disimpulkan bahwa invasileptomeninges superfisial dapat terjadipada saat diagnosis leukemiaditegakkan, atau sesaat sesudahnya.

Selama fase awal infiltrasi,hanya superficial portion darileptomeninges yang terkena,sedangkan deep portion sepanjangpembuluh darah di dalam gray matterdan white matter masih bebas dari selleukemik. Trabekula arachnoid masihintak dan CSS masih bersih dari selganas. (Mastrangelo et al., 2012).Infiltrasi sel leukemik pada akhirnyaakan menyebabkan destruksi padatrabekula yang diikuti terlepasnya selleukemik ke CSS. Pada keadaan ini,diagnosis sitologik leukemia SSPdimungkinkan.

Page 4: Patofisiologi dan Diagnosis Infiltrasi Leukemia ...

PATOFISIOLOGI DAN DIAGNOSIS INFILTRASI LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT KE SISTEM SARAFPUSAT

118

Schwab dan Weiss pada tahun1935 menyimpulkan bahwapemeriksaan CSS dapat mendiagnosisleukemia meningeal meskipun gejalaklinis penyakit SSP belum tampak. Saatini, pemeriksaan sitologi CSSmerupakan prosedur rutin dan wajibdilakukan dalam tatalaksana LLA padaanak (Mastrangelo et al., 2012).

Dengan semakin banyaknya selleukemik yang menginvasi, arachnoidmenjadi padat oleh sel-sel yangselanjutnya akan menjangkau deepportion, sampai ke bagian terjauh yaituarteriole prekapiler dan venulapostkapiler. Proses ini merupakantahapan lanjut leukemia meningeal,dimana infiltrasi sel leukemik telahterjadi secara ekstraneural, terpisahdari parenkim oleh membran pial-glial.Pada keadaan ini, usaha pemberianobat tidak larut lemak melalui BBBmenuju jaringan otak kemungkinanbesar tidak efektif sebab pada sebagianbesar kasus, sel-sel leukemik lebihbanyak berada di meninges daripada dijaringan neural itu sendiri (Mastrangeloet al., 2012).

Tahap akhir leukemia SSP terjadiapabila massa sel yang besar telahmendestruksi membran pial-glialsehingga akhirnya menginfiltrasiparenkim otak. Dari penelitian postmortem, gambaran seperti ini hanyaterjadi pada kurang dari 15% anakdengan leukemia yang meninggal padasaat relaps (Mastrangelo et al., 2012).

Gambaran klinisTerdapat lima fase leukemia

meningeal, yaitu:1. Destruksi trabekula arachnoid oleh

sel-sel yang menginfiltrasiDari anak-anak dengan leukemiayang ditemukan sel blas padapemeriksaan pungsi lumbal rutin,

sebanyak 90% tidak menunjukkangejala leukemia meningeal.Destruksi trabekula oleh selleukemik akan diikuti olehlepasnya sel leukemik ke CSS,sehingga dapat terdeteksi melaluipemeriksaan sitologi.

2. Palsy saraf kranialSeluruh struktur yang masuk dankeluar dari otak harus berjalanmelalui leptomeninges sehinggadapat terdampak apabila terjadigangguan pada ruangsubarachnoid. Saraf kranial danspinal sangat rentan terhadappenyakit arachnoid dan dapatterdampak setidaknya melalui duacara. Pertama, kompresi padapembuluh darah di sekelilingnyasehingga menyebabkan iskemia.Kedua, infiltrasi langsung padaserabut saraf. Obstruksi aliran CSS

3. Obstruksi aliran CSSObstruksi aliran CSS hanya terjadisetelah trabekula arachnoidmenjadi bengkak akibatpenumpukan sel leukemik dankanal CSS menjadi terkompresiatau rusak. Peningkatan pemakaiankemoterapi intratekal terbuktidapat menurunkan angka kejadianhidrosefalus secara dramatis.

4. Ensefalopati hipoperfusiOleh karena jaringan arachnoidmenempati ruang yang terbatas,pembuluh darah di dalamnyadapat terkompresi oleh adanyapenumpukan massa sel leukemik.Gangguan sirkulasi akibatkompresi pembuluh darah tersebutdapat menyebabkan leukemiaarachnoid yang masif. Dariberbagai penelitian mengarah padakesimpulan bahwa manifestasineurologis yang timbul dapatdijelaskan melalui mekanisme

Page 5: Patofisiologi dan Diagnosis Infiltrasi Leukemia ...

TIKA ADILISTYA

119

ensefalopati hipoperfusi ini. Defisitneurologis, baik sementaramaupun menetap, tergantung padafaktor-faktor seperti durasi danderajat hipoperfusi serta adatidaknya sirkulasi kolateralsetempat.

5. Destruksi membran pial-glial daninfiltrasi leukemik ke jaringanneural secara langsungPenelitian postmortemmenunjukkan bahwa sel leukemiksecara langsung menginfiltrasijaringan neural hanya apabilamembran pial-glial telahterdestruksi. Terdapat hubunganantara derajat keparahan leukemiaarachnoid secara histopatologikdengan jumlah relaps leukemia SSPklinis sebelumnya. Pasien denganleukemia meningeal ekstensifbiasanya telah mengalami tigasampai empat kali relaps dibandingpasien tanpa leukemia meningeal.

Faktor risikoTelah diidentifikasi beberapa

faktor risiko yang berhubungan denganketerlibatan SSP pada LLA. Secaraepidemiologis, insidens leukemia SSPlebih tinggi pada dewasa muda.

Pasien LLA denganimunofenotipe sel B matur, atau LLA-L3 berdasarkan klasifikasi FAB,memiliki risiko tinggi mengalamiketerlibatan SSP, dimana 12-42% pasientelah mengalaminya pada saatterdiagnosis LLA. Pasien tersebut jugalebih berisiko mengalami relaps SSP,yang terjadi pada 17-57% pasien.Imunofenotipe sel T juga berhubungandengan risiko tinggi mengalamileukemia SSP (Alvarez RH et al., 2008).

Translokasi t(9,22) (q34;q11.2),yang merepresentasikan kromosomPhiladelphia (Ph+), terjadi pada 3-5%

anak dan 20-30% dewasa dengan LLA.Adanya kromosom Ph+ merupakanrisiko tinggi terhadap keterlibatan SSP(Alvarez RH et al., 2008).

Pada saat diagnosis, pasienleukemia dengan keterlibatan SSPcenderung telah mengalamipembesaran limfonodi, massamediastinum, dan lokalisasiekstramedular lainnya. Peningkatanaktivitas laktat dehidrogenase (LDH),fosfatase alkali, asam urat, kadar ß2-mikroglobulin serum, dan tingginyalaju proliferasi sel leukemikberhubungan dengan tingginya risikoberkembang menjadi leukemia SSP.Dari suatu analisis multivariat, LDHmerupakan prediktor terbaik risiko SSPpada LLA. Pasien dengan satu faktorrisiko memiliki probabilitas sebesar13% untuk menjadi leukemia SSPdalam waktu satu tahun, namunapabila terdapat dua atau lebih faktorrisiko, probabilitasnya meningkatmenjadi lebih dari 20% (Del PrincipeMI et al., 2014 & Alvarez RH et al.,2008).

Di antara seluruh faktor risikotersebut, adanya sel blas pada CSSmerupakan faktor risiko yang palingkrusial. Pasien dikatakan berisikomengalami relaps SSP apabilaterdeteksi sel blas pada CSS yangdiikuti jumlah sel leukosit CSS lebihdari 5 sel/µL. Di sisi lain dikatakanbahwa ditemukannya sel blas padaCSS, tanpa memandang berapapunjumlah leukositnya, berhubungandengan peningkatan risiko relaps SSP.Berdasarkan hal tersebut, disusunsebuah skor risiko yaitu: CNS1, tidakditemukan sel blas pada CSS; CNS2,ditemukan sel blas pada CSS, jumlahleukosit <5 sel/µL; dan CNS3, jumlahleukosit >5 sel/µL bersamaan denganditemukannya sel blas, atau tampak

Page 6: Patofisiologi dan Diagnosis Infiltrasi Leukemia ...

PATOFISIOLOGI DAN DIAGNOSIS INFILTRASI LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT KE SISTEM SARAFPUSAT

120

adanya massa otak, atau palsy sarafkranial. Relevansi skor risiko SSPtersebut masih menjadi perdebatanmengingat tidak adanya perbedaanyang bermakna pada keluaran pasien,khususnya pasien CNS1 versus CNS2(Del Principe MI et al., 2014).

Terjadinya pungsi lumbal yangtraumatik diikuti dengan penemuan selblas pada CSS juga dihubungkandengan peningkatan risiko relaps SSP,namun kemaknaan klinisnya masihbelum jelas dan kontroversial (DelPrincipe MI et al., 2014). Pungsi lumbaltraumatik didefinisikan sebagai adanyalebih dari 10 eritrosit per µL CSS. Gajaret al melaporkan suatu kasus mengenaidampak buruk pungsi lumbaltraumatik terhadap keluaran terapianak dengan LLA. Angka kesintasanpasien dengan sampel CSSterkontaminasi blas lebih burukdibanding pasien dengan sampel CSStanpa kontaminasi. Pasien denganriwayat lumbal pungsi traumatikmemiliki angka kesintasan yang lebihrendah secara bermakna. Oleh karenaitu, penting diingat bahwa pungsilumbal harus dikerjakan oleh klinisiyang berpengalaman, khususnya padasaat diagnosis dimana jumlah sel blasdi sirkulasi darah tepi sangat tinggi(Alvarez RH et al., 2008).

DiagnosisSebagian kasus keterlibatan SSP

pada LLA tidak terdiagnosis karenatidak adanya gejala neurologis yangkhas padahal sebenarnya telah terjadiinfiltrasi sel leukemik ke SSP. Olehkarena itu, diagnosis dini keterlibatanSSP sangat penting karena kondisi inisecara umum akan berespon baikdengan kombinasi obat intratekal danradioterapi. Terdapat tiga metode bakuuntuk mendeteksi leukemia SSP yang

telah diterapkan di negara-negaraEropa Utara yaitu pemeriksaan CSSyang meliputi hitung leukosit dansitologi, pemeriksaan neurologik, danMRI apabila ada gejala neurologik.Pemeriksaan lain yang banyakdikembangkan adalahimmunophenotyping flow cytometry(FCM) dan penanda-penandabiokimiawi (Del Principe MI et al., 2014,Hansen PB et al., 1992, Ranta S et al.,2015).

Evaluasi klinisSeperti telah diterangkan

sebelumnya, manifestasi klinisketerlibatan SSP pada LLA sangatbervariasi tergantung besar kecilnyainfiltrasi leukemik, lokasi, dan banyaksedikitnya lokasi yang terlibat. Infiltrasileukemik ke otak menyebabkan nyerikepala, gangguan status mental,abnormalitas cara berjalan, mualmuntah, hilang kesadaran, kejang,gangguan sensorik, dan papiledema.Infiltrasi leukemik ke saraf kranialdapat menyebabkan diplopia,gangguan pendengaran, gangguanpenglihatan, dan disfagia (Del PrincipeMI et al., 2014). Keterlibatan spinaldapat menyebabkan kelemahan fokal(lebih sering pada tungkai daripadalengan), paraestesia, nyeri punggung,nyeri radikular, disfungsi kandungkemih dan saluran cerna. Interpretasigejala neurologis ini cukup sulit,mengingat beberapa gejala dapat jugatimbul karena penyebab lain, baik yangberhubungan maupun tidakberhubungan dengan LLA, sepertihiperleukositosis, ensefalopatimetabolik, neuropati terkait terapi, daninfeksi oportunistik. Selain itu perludiingat bahwa sebagian besar pasientetap asimptomatik sampaiditemukannya sel blas pada

Page 7: Patofisiologi dan Diagnosis Infiltrasi Leukemia ...

TIKA ADILISTYA

121

pemeriksaan rutin CSS (Del PrincipeMI et al., 2014).

NeuroradiologiBeberapa pemeriksaan radiologi

yang dapat dilakukan pada pasiendengan dugaan keterlibatan SSP antaralain: CT-scan otak dan magneticresonance imaging (MRI) (Del PrincipeMI et al., 2014). MRI dengangadolinium merupakan metodeneuroimaging yang disarankan untukinvestigasi pasien dengan dugaanketerlibatan SSP pada tumor padat,namun dari beberapa penelitiandilaporkan bahwa MRI memilikiketerbatasan untuk mendeteksiinfiltrasi SSP pada keganasanhematologik. (Galati D et al., 2013)

Pemeriksaan cairan serebrospinalPemeriksaan sitologi CSS

merupakan baku emas untuk diagnosisketerlibatan SSP pada LLA. Selain itu,abnormalitas yang dapat ditemukanantara lain: peningkatan tekananbukaan (>200 mmH2O), peningkatanprotein (>50 mg/dL), penurunanglukosa (<60 mg/dL), dan peningkatanjumlah leukosit (>5 sel/µL), dimanahal-hal tersebut hanya bersifat sugestif,bukan diagnostik, terhadap leukemiaSSP. Dari sebuah penelitiandisimpulkan bahwa tidak adaperbedaan bermakna pada kadarprotein total, jumlah leukosit, danjumlah eritrosit CSS pada pasiendengan dan tanpa keterlibatan SSP.(Del Principe MI et al., 2014,Chamberlain MC et al., 2009)

Pungsi lumbal wajib dikerjakanapabila secara klinis dan teknismemungkinkan. Waktu yang tepatuntuk dilakukan pemeriksaan CSSantara lain:1. Saat pasien baru terdiagnosis,

dengan tujuan untuk penapisan

dan perlu tidaknya terapiprofilaksis intratekal,

2. Saat pasien terdiagnosis mengalamirelaps medular dan/atauekstramedular

3. Saat secara klinis dicurigai terjadiinfiltrasi leukemik ke SSP. (CancelaCSP et al., 1980)

Ditemukannya sel leukemikpada CSS adalah diagnostik terhadapketerlibatan SSP. Leukemia SSPdidefinisikan sebagai ditemukannyabukti morfologik yang jelas adanya blasleukemik pada CSS dan/atau hitungsel mononuklear > 5 sel/µL.Pemeriksaan morfologik dilakukanpada preparat sitosentrifugasi yangdipulas dengan Wright. Teknik yangdinamakan sitologi konvensional inimemiliki spesifisitas ~100% namunsensitivitasnya sangat rendah (<50%).Angka negatif palsu dilaporkanmencapai 40%. Rendahnya sensitivitasdisebabkan sedikitnya jumlah sel diCSS dan kesamaan morfologi sel ganasdengan limfosit reaktif yangmenyebabkan sulitnya identifikasimorfologi. Kurangnya standarisasiteknik dalam memperoleh spesimenserta mengevaluasi sitologi CSS jugaberkontribusi pada rendahnyasensitivitas pemeriksaan sitologi CSS.Hal ini dapat diperbaiki denganmemastikan kondisi yang optimal padasaat pengambilan sampel dan evaluasi.Jika kecurigaan cukup kuat terhadapketerlibatan SSP, pungsi lumbal dapatdiulang sampai tiga kali. (Del PrincipeMI et al., 2014, Alvarez RH et al., 2008)

Dari suatu analisis prospektifterhadap 39 pasien meningitisneoplastik, dapat diidentifikasi empatpenyebab utama kesalahan, yaitu:volume sampel kurang, penundaanpemeriksaan (lebih dari 2 jam),pengambilan CSS terlalu jauh dari

Page 8: Patofisiologi dan Diagnosis Infiltrasi Leukemia ...

PATOFISIOLOGI DAN DIAGNOSIS INFILTRASI LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT KE SISTEM SARAFPUSAT

122

lokasi timbulnya gejala, danpengambilan kurang dari duaspesimen. Diagnosis awal keterlibatanSSP sangat reliabel untuk ditegakkanapabila:

1. volume sampel CSSsedikitnya 10,5 mL,

2. 2. CSS diambil dari lokasiyang dekat dengan penyakit,baik secara klinis maupunradiologis

3. spesimen dikerjakan sesegeramungkin

4. setidaknya dua sampel CSSdiambil. Luruhnya sel ganaske CSS dapat terjadi secaraintermiten dan hanya dalamjumlah kecil sehinggaterkadang spesimen yangdiambil gagal menangkap selganas tersebut. (Galati D etal., 2013, Chamberlain MC etal., 2009)

Immunophenotyping menggunakanflow cytometry

Immunophenotyping mengguna-kan flow cytometry (FCM) merupakanpemeriksaan yang sangat sensitif untukdiagnosis dan staging penyakithematologik yang melibatkanlimfonodi, darah, dan sumsum tulang.Pemeriksaan menggunakan spesimendarah dan sumsum tulang telah rutindikerjakan, namun penggunaan CSSsebagai spesimen masih jarang.Pemeriksaan ini hanya membutuhkansampel CSS sebanyak 1,2-5 mL sajaserta mampu mengidentifikasi selganas meskipun jumlah sel dalamspesimen sangat sedikit. Spesimendimasukkan ke dalam tabung tanpaantikoagulan dan dibawa kelaboratorium sesegera mungkin. CSSharus langsung dipreparasi dalam satujam untuk mencegah kerusakan sel.

Untuk mendapatkan jumlah sel yangmaksimal untuk analisis, dilakukansentrifugasi dengan kecepatan rendah.Salah satu hal yang masih kontroversialmengenai penggunaan FCM adalahpenentuan positivitas sebagai buktiinfiltrasi SSP. Di Noto dkkmenggunakan nilai potong 30 events,sedangkan Qujiano dkk memakai 10events. Subira dkk menyarankansetidaknya 9 events sel B atau 12 eventssel T. (Del Principe MI et al., 2014, RantaS et al., 2015, Chamberlain MC et al.,2009, Cancela CSP et al., 1980)

Deteksi populasi sel leukemikadalah berdasarkan ekspresi CD19,CD34, CD22, dan HLA-DR (DelPrincipe MI et al., 2014). CSS normaltidak mengandung TdT+ (terminaldeoxynucleotidyl transferase) atau selprogenitor CD34+. Ekspresi keduaprotein tersebut menandakan adanyainfiltrasi leukemik. Penggunaan TdTmemiliki nilai prognostik yang tinggidan bersifat melengkapi pemeriksaansitologi. Sebaliknya, pasien denganpleositosis (peningkatan jumlahleukosit) CSS dan/atau ditemukannyasel curiga ganas pada CSS namunnegatif terhadap TdT tidak terbuktiakan mengalami keterlibatan SSP. Olehkarena itu, pemeriksaanimmunophenotyping menggunakan TdTmerupakan uji yang sensitif untukdeteksi dini leukemia SSP sekaligusuntuk eksklusi leukimia SSP padapasien dengan peningkatan limfositreaktif pada CSS. Sangat disarankanpenambahan TdT pada pemeriksaanimmunophenotyping pada pemeriksaanwork-up diagnostik rutin saat diagnosisdan pemantauan LLA. (Alvarez RH etal., 2008)

Untuk meningkatkan sensitivitasFCM dan menghasilkan lebih banyakinformasi, sebaiknya digunakan 6-9

Page 9: Patofisiologi dan Diagnosis Infiltrasi Leukemia ...

TIKA ADILISTYA

123

antibodi monoklonal. Secara umum,FCM lebih sensitif dibandingkansitologi konvensional untuk deteksi selganas pada CSS. (Del Principe MI et al.,2014)

Diagnostik molekularPenggunaan teknik biologi

molekular telah banyak diteliti untukdiaplikasikan pada sampel CSS denganharapan dapat meningkatkan akurasidiagnostik keterlibatan SSP padaberbagai keganasan hematologiktermasuk LLA. Sulitnya membedakanmorfologi sel, khususnya sel leukemikdan limfosit atipik, merupakan salahsatu kelemahan pemeriksaan sitologi.Teknik molekular berbasis DNAmengidentifikasi DNA spesifik tumorsehingga tidak membutuhkan sel yangintak. DNA bersifat stabil dan masihdapat diambil dari sampel CSSmeskipun sel telah lisis dan jumlah seldalam sampel sedikit sehinggapemeriksaan ini sangatmenguntungkan dalam praktik kliniskarena lebih sensitif. Dari berbagaipenelitian dilaporkan bahwa polymerasechain reaction (PCR) pada CSSmerupakan pemeriksaan yang mampulaksana dalam praktik klinis sehinggadapat digunakan sebagai pemeriksaankomplementer untuk sitologikonvensional. (Galati D et al., 2013)

Pine dkk meneliti penggunaanreal-time PCR terhadap sampel CSSsebanyak 1 mL. Sebagai targetdigunakan gene arrangement darileukemia clone-specific antigen receptor,yaitu IgH klonal, TCR, dan TCR.Limit sensitivitas adalah 1x10-4.Didapatkan hasil sebanyak 3 dari 23pasien CNS1, 1 dari 4 pasien CNS2, dan1 dari 1 pasien CNS3 adalah PCRpositif. Dari hasil tersebut dapat dilihatbahwa PCR memiliki kemampuan

mendeteksi leukemia SSP yang masihsamar (occult CNS leukemia).Penggunaan PCR bersama dengansitologi dapat meningkatkan akurasidiagnostik leukemia SSP dibandingkandengan penggunaan sitologi saja. (PineSR et al., 2005)

Penanda biokimiawiBerbagai penanda biokimiawi

telah banyak dievaluasi untukmendeteksi keterlibatan SSP padakeganasan hematologik namun belumdirekomendasikan dalam praktikklinis. Dari berbagai penanda tersebut,belum ada satu pun yang terbuktibermanfaat untuk keperluandiagnostik. Beberapa penanda yangbanyak diteliti adalah ß2-mikroglobulindan soluble CD27. Selain itu masihbanyak lagi penanda lain yang sedangbanyak diteliti seperti fibronektin,berbagai interleukin, serta reseptor-reseptor kemokin.1. ß2-mikroglobulin

ß2-mikroglobulin (B2M) adalahprotein berat molekul rendah (11,8kDa), antigen HLA MHC, yangdisintesis sekaligus ditemukanpada permukaan semua sel berinti,khususnya sel limfatik. B2M dapatditemukan pada darah, urin, saliva,CSS, serta cairan tubuh lainnya.Fungsi sebenarnya dari B2M belumdiketahui secara pasti. B2Mdifiltrasi bebas oleh glomerolus,secara normal sekitar 99% akandireabsorbsi di tubulus proksimal.(Hansen PB et al., 1992, Pagana KD& Pagana TJ 2009)

Produksi protein ini akanmeningkat seiring denganpeningkatan turnover sel. KadarB2M serum meningkat pada pasiendengan keganasan, khususnyalimfoma sel B, leukemia, atau

Page 10: Patofisiologi dan Diagnosis Infiltrasi Leukemia ...

PATOFISIOLOGI DAN DIAGNOSIS INFILTRASI LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT KE SISTEM SARAFPUSAT

124

mieloma), infeksi kronik, danpasien dengan penyakit inflamasikronik. B2M merupakan penandayang akurat terhadap aktivitasmieloma, penentuan stadium sertaprognosis. Peningkatan kadar B2Mpada CSS mengindikasikanketerlibatan SSP pada pasiendengan leukemia, limfoma, HIV,atau sklerosis multiple (Pagana KD& Pagana TJ 2009). Pada cairantubuh, selain darah dan urin, kadarB2M tampaknya menggambarkanproduksi lokal. Oleh karena itubeberapa penelitian gagalmendapatkan korelasi yang baikantara kadar B2M serum dan CSS.Hal ini mengindikasikan bahwaSSP merupakan kompartemen lokalyang memproduksi B2M secaraindependen (Hansen PB et al.,1992). Nilai rujukan B2M CSSadalah < 2,4 mg/L. (Pagana KD &Pagana TJ 2009)

Dari penelitian Hansen dkkdisimpulkan bahwa penggunaanB2M CSS sebagai pemeriksaantunggal secara serial memilikimanfaat dan sensitivitas yangtinggi untuk mendeteksiketerlibatan SSP. Denganmenggunakan nilai potong B2MCSS 160 nmol/L, didapatkansensitivitas 100% dan spesifisitas76%, sedangkan apabilamenggunakan rasio B2MCSS/serum >1 didapatkansensitivitas 75% dan spesifisitas64%. Selain untuk deteksi diniinfiltrasi leukemik ke SSP, B2M CSS

juga dilaporkan memiliki manfaatuntuk deteksi relaps SSP danpemantauan terapi intratekal.(Hansen PB et al., 1992 & CancelaCSP et al., 1980)

2. Soluble CD27CD27 adalah protein homodimerdengan berat molekul 55 kDa yangterdapat pada sel T dan sel B didarah tepi. Aktivasi sel T viakompleks TCR/CD3 menyebabkanupregulasi ekspresi CD27 padamembran sel sehinggadilepaskanlah soluble CD27 (sCD27)dengan berat molekul 32 kDa.sCD27 dapat dideteksi padalimfosit yang teraktivasi sertacairan tubuh seperti darah, urin,dan CSS. Peningkatan ringan kadarsCD27 ditemukan pada serum danCSS pasien dengan berbagaikondisi imunopatologis sepertisklerosis multipel dan HIV.

Dari penelitian Kersten dkk,disimpulkan bahwa kadar sCD27CSS bermanfaat baik untukdiagnosis maupun pemantauanterapi pasien dengan keterlibatanSSP pada keganasan limfoid.Sensitivitas dan spesifisitasnya jugalebih tinggi dibandingkanpemeriksaan B2M CSS. Apabilakadar sCD27 normal, kemungkinankecil terjadi infiltrasi sel leukemikke SSP. (Kersten MJ et al., 1996)

Algoritma diagnosisBerikut ini adalah pendekatan

diagnosis leukemia SSP olehChamberlain dkk.

Page 11: Patofisiologi dan Diagnosis Infiltrasi Leukemia ...

TIKA ADILISTYA

125

Gambar 2. Pendekatan Diagnosis Leukemia

KESIMPULAN

Mengingat banyaknya kasus occultleukemia SSP, deteksi dini menjadisangat penting agar pasien segeramendapat terapi profilaksis. Meskipunmemiliki banyak kelemahan,pemeriksaan sitologi pada spesimensitosentrifugasi masih dipertimbangkansebagai “baku emas” untuk diagnosisinfiltrasi sel leukemik pada SSP.Pemeriksaan lain sepertiimmunophenotyping flow cytometry(FCM) dan polymerase chain reaction

(PCR) memiliki nilai diagnostik yangdua kali lipat lebih baik apabiladigunakan secara kombinasi dengansitologi, namun tidak dapatmenggantikan peran pemeriksaansitologi. FCM dan PCR bermanfaatapabila volume sampel CSS ataujumlah sel pada CSS sangat sedikit.Hingga saat ini belum ada penandabiokimiawi yang handal untukmendeteksi leukemia SSP.

Page 12: Patofisiologi dan Diagnosis Infiltrasi Leukemia ...

PATOFISIOLOGI DAN DIAGNOSIS INFILTRASI LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT KE SISTEM SARAFPUSAT

126

KEPUSTAKAAN

Alvarez RH, Cortes JE. Central NervousSystem Involvement in Adult AcuteLymphocytic Leukemia. AcuteLeukemias. Berlin, Heidelberg: SpringerBerlin Heidelberg; 2008:263-274.

Cancela CSP, Murao M. Central nervoussystem involvement in acutelymphoblastic leukemia: diagnosis byimmunophenotyping. New EnglandJournal of Medicine. 1980;303(13):718-722.

Chamberlain MC, Glantz M, Groves MD,Wilson WH. Diagnostic tools forneoplastic meningitis: detectingdisease, identifying patient risk, anddetermining benefit of treatment.Seminars in oncology. Aug 2009;36(4Suppl 2):S35-45.

Del Principe MI, Maurillo L, Buccisano F, etal. Central Nervous SystemInvolvement in Adult AcuteLymphoblastic Leukemia: DiagnosticTools, Prophylaxis, and Therapy.Mediterranean Journal of Hematology andInfectious Diseases. 2014;6(1).

Galati D, Di Noto R, Del Vecchio L.Diagnostic strategies to investigatecerebrospinal fluid involvement inhaematological malignancies. LeukemiaResearch. 3// 2013;37(3):231-237.

Gleissner B, Chamberlain MC. Neoplasticmeningitis. The LancetNeurology.5(5):443-452.

Hansen PB, Kjeldsen L, Dalhoff K, OlesenB. Cerebrospinal fluid beta-2-microglobulin in adult patients withacute leukemia or lymphoma: a usefulmarker in early diagnosis andmonitoring of CNS-involvement. ActaNeurologica Scandinavica.1992;85(3):224-227.

Kersten MJ, Evers LM, Dellemijn PL, et al.Elevation of cerebrospinal fluid solubleCD27 levels in patients with meningeallocalization of lymphoid malignancies.Blood. Mar 1 1996;87(5):1985-1989.

Mastrangelo R, Poplack DG, Riccardi R.Central Nervous System Leukemia:Prevention and Treatment. SpringerNetherlands; 2012.

Pagana KD, Pagana TJ. Mosby's Manual ofDiagnostic and Laboratory Tests.Mosby/Elsevier; 2009.

Pine SR, Yin C, Matloub YH, et al.Detection of central nervous systemleukemia in children with acutelymphoblastic leukemia by real-timepolymerase chain reaction. The Journalof molecular diagnostics : JMD. Feb2005;7(1):127-132.

Ranta S, Nilsson F, Harila-Saari A, et al.Detection of central nervous systeminvolvement in childhood acutelymphoblastic leukemia bycytomorphology and flow cytometryof the cerebrospinal fluid. Pediatricblood & cancer. Jun 2015;62(6):951-956.

Samuel L. The meninges of the centralnervous system. Human Anatomy,Nervous System. Vol 582012:1371-1372.