Top Banner
96

penelitian.uisu.ac.idpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/13.-buku-atlas.pdfPasien datang minta disembuhkan Baik kiranya bila diabadikan Apalagi disajikan dalam bentuk

Oct 22, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • i

    Umar Zein

    ATLAS

    KASUS-KASUS

    INFEKSI PARASIT

    2012

  • ii

    USU Press

    Art Design, Publishing & Printing

    Gedung F, Pusat Sistem Informasi (PSI) Kampus USU

    Jl. Universitas No. 9

    Medan 20155, Indonesia

    Telp. 061-8213737; Fax 061-8213737

    usupress.usu.ac.id

    © USU Press 2012

    Hak cipta dilindungi oleh undang-undang; dilarang memperbanyak

    menyalin, merekam sebagian atau seluruh bagian buku ini dalam

    bahasa atau bentuk apapun tanpa izin tertulis dari penerbit.

    ISBN: 979

    Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

    Zein, Umar

    Atlas Kasus Infeksi Parasit / Umar Zein.- Medan: USU Press, 2012

    vii, 90 p.; ilus.: 18 cm

    Bibliografi

    ISBN:

    Dicetak di Medan, Indonesia

  • iii

    Buku ini terwujud atas bantuan dan kerjasama

    Guru dan Teman Sejawatku di Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran

    Universitas Sumatera Utara:

  • iv

    Puisi Pengantar

    Upaya mengasah Asa

    Karya: Umar Zein

    Indonesia negara gudangnya infeksi Berbagai jenis infeksi sudah terbukti Aneka Parasit sudahlah pasti Banyak kasus tidak luput kucermati Apalagi diteliti Pasien datang minta disembuhkan Baik kiranya bila diabadikan Apalagi disajikan dalam bentuk laporan Berharap sejawa beri masukan Bukankah kita harus saling mengingatkan? Meski aku bukanlah pakar Apalagi Parasitologi bagiku sukar Tapi guruku banyak yang pintar Temanku piawai tak pamer gelar Tempat bertanya mangasah nalar Buku kecil akhirnya terbit Berisi ilmu amat sedikit Meski dahaga ilmu masih melilit

    Kritik saran janganlah pelit Tiada karya yang tak sulit Renungan di hari Minggu, 8 Juli 2012

  • v

    Sakit Karya: Umar Zein

    Derita yang dialami manusia Mulai sejak bisa merasa Kerap melanda sampai usia senja Kadangkala para belia Bahkan acap diusia sangat muda Bila manusia jadi renta Ia selalu menyerta Sakit...... Membuat manusia berupaya Mencari obat pereda Mencari orang yang mampu mendiagnosa Melenyapkan sumber petaka Walau tak jarang sulit bersua Sakit.... Hakikatnya adalah ujian Menunjukkan kekuasaan Tuhan Agar manusia memerhatikan Bukan melawan kenyataan Tetapi mencari ikhtiar perbaikan Sakit.... Adalah rekayasa Tuhan Agar manusia mampu bertahan

  • vi

    Penyakit Karya: Umar Zein

    Membuat manusia menjadi lara Membuat manusia mencari asa Membuat manusia berimajinasi, mencari penyebab pasti Dokter akrab dengan penyakit

  • vii

    Bercermin pada Parasit Karya: Umar Zein

    Bercerminlah pada kehidupan parasit.. Mereka mengajari kita bagaimana mempertahankan hidup Mereka yang terdampar di dalam tubuh manusia Adalah dalam upaya mempertahankan hidup Meneruskan siklus hidup spesiesnya Bercerminlah pada kehidupan parasit.. Bila kau jadi pemimpin Jadilah pemimpin seperti cacing Taenia Memberikan otonomi penuh kepada proglottidnya Berkembang dan melepaskan diri Demi perkembangan spesiesnya Bercerminlah pada kehidupan parasit.. Jika kau menjadi protozoa, Jadilah seperti Entamoeba histolytica Maju terus secara progresif, Tak pernah menjadi staus quo Bercerminlah pada kehidupan parasit.. Bila kau menjadi serangga, Jadilah seperti lebah Hidup berdemokrasi, gotong royong, Dan patuh pada pemimpin Untuk kesejahteraan bersama Bila ada musuh mengganggu Semua mereka menyerbu bersatu padu

  • viii

    Bercerminlah pada kehidupan parasit.. Bila kau menjadi pasangan hidup, Jadil ah seperti Schistosoma yang romantis Selalu setia pada pasangannya, Sehidup semati Bercerminlah pada kehidupan parasit.. Jangan menjadi Tichinela atau Gnosthosoma yang dramatik Bercerminlah pada kehidupan parasit.. Tapi jangan hidup bagai parasit Mari kita bersimbiosis mutualisme

  • ix

    Daftar Isi

    Puisi Pengantar....................................................................... iv Upaya mengasah Asa ............................................................. iv Sakit......................................................................................... v Penyakit................................................................................. vi Bercermin pada Parasit ......................................................... vii KASUS 1. TAENIASIS SAGINATA .............................................1 KASUS 2. MALARIA FALSIPARUM DAN MALARIAE

    BERAT DAN MENGALAMI RECRUDESCENCE ........10 KASUS 3. CUTANEUS LARVA MIGRAN PADA PENGIDAP HIV .......................................................................14 KASUS 4. MYASIS KULIT PADA MANUSIA .............................18 KASUS 5. ELEPHANTIASIS ..................................................... 24 KASUS 6. PASIEN AIDS DENGAN MULTIPLE INFEKSI OPORTUNISTIK: CEREBRAL TOXOPLASMOSIS, HYMENELOPIASIS, ORAL CANDIDIASIS, DAN CRYRTOSPORIDIOSIS .......................................... 31 KASUS 7. MALARIA FALCIPARUM BERAT YANG

    MENGALAMI RECRUDESCENCE, KO-INFEKSI DENGAN ASCARIASIS ...........................................36

    KASUS 8. DERMATITIS PAEDERUS (TOMCAT) ......................44 KASUS 9. MALARIA FALCIPARUM BERAT MIX DENGAN

    MALARIA OVALE YANG MENGALAMI RECRUDESCENCE .................................................51

  • x

    Daftar Singkatan

    AIDS Acquired Immunodeficiency Syndrome ARV Anti Retroviral CD4 Cluster Differentiated 4 Cm centi meter CT Computed Tomography CTM Chlor Trimeton DEC Dietyhel Carbamazine Dl deci liter ELISA Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay FK UI Fakulta Kedokteran Universitas Indonesia FK USU Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

    Utara H0 Hari ke 0 pemeriksaan malaria darah tepi H1 Hari ke 1 pemeriksaan malaria darah tepi H14 Hari ke 14 pemeriksaan malaria darah tepi H21 Hari ke 21 pemeriksaan malaria darah tepi H28 Hari ke 28 pemeriksaan malaria darah tepi H7 Hari ke 7 pemeriksaan malaria darah tepi HAART Highly Active Anti Retroviral Therapy HCl Hydrogen Chloride HIV Human Immunodeficiency Virus ICU Intensive Care Unit IV Intra Venous Kg Kilogram Mg milligram Mm millimetr mmHg millimeter Hydrargium Pf Plasmodium falciparum Pm Plasmodium malariae

  • xi

    Po Plasmodium ovale Pv Plasmodium vivax RS Rumah Sakit RSU Rumah Sakit Umum TD Tekanan Darah Ul microliter USG Ultrasonografi WHO World Health Organization

  • xii

    Daftar Gambar

    Gambar 1. Proglotid Cacing Pita (Taenia) yang keluar

    dari anus pasien. Proglotid ini aktif bergerak.......2 Gambar 2. Proglotid diatas objek glas, disuntikkan zat warna setelah sebelumnya dipres diantara 2 objek glass ...........................................................2 Gambar 3 . Proglotid T. saginata (pembesaran 20x)

    Tampak cabang-cabang uterus yang banyak (> 20) ...................................................................3

    Gambar 4. Perbedaan T. saginata dengan T. solium Dapat dilihat dari bentuk scolex dan proglotidnya Sementara telur tidak dapat dibedakan ..............4 Gambar 5 . Tablet Quinacrine (Atabrine) yang didapati di dept.Parasitologi FK USU, lebih dari 20 tahun) 4 Gambar 6. Beberapa proglotid T. saginata yang didapat dari penyaringan feses pasien .............................5 Gambar 7. Strobila (leher) cacing T. Saginata .......................6 Gambar 8. Tablet Praziquantel yang didapati di Dept.Parasitologi FK USU, lebih dari 20 tahun ...................................................................6 Gambar 9. Bentuk scolex T. saginata dengan batil isap ........7 Gambar 10. Cacing T. saginata secara utuh ............................7 Gambar 11. Tropozoit P. falciparum dan P. malariae dengan band form ............................................10 Gambar 12. Tropozoit P. falciparum dan schizont P. malariae .........................................................11 Gambar 13. Peningkatan kepadatan parasit dengan bentuk star night pada sediaan darah tebal

    P. falciparum setelah pemberian Artesunate injeksi ..............................................12

  • xiii

    Gambar 14. Cutaneus Larva Migrans pada kaki akibat larva Cacing Tambang sebelum pengobatan ....15 Gambar 15. Lesi Kutaneus Larva Migrans setelah

    2 minggu pengobatan .......................................16 Gambar 16. Ulat (belatung) yang dikeluarkan dari liang ulkus di belakang telinga pasien (3 buah) ..........19 Gambar 17. Ulkus pada Regio Aurikular Posterior Inferior kanan setelah dibersihkan dari pus dan larva ..............20 Gambar 18. Larva C. bezziana yang ditemukan di dalam ulkus di regio aurikular posterior kanan pasien ................................................................21 Gambar 19. Spirakel posterior yang khas untuk larva C.bezziana ..........................................................22 Gambar 20. Ulkus menutup dan sembuh setelah 5 hari Pengobatan........................................................23 Gambar 21. Pasien Elephantiasis pada kaki kanan ................25 Gambar 22. Mikrofilaria dengan jenis W. bancrofti Sebagian dari mikrofilaria terputus ...................26 Gambar 23. Peta penyebaran Filariasis di Indonesia berdasarkan spesies cacing filaria. Di

    P. Sumatera adalah spesies Brugia malayi .......27 Gambar 24. W.bancrofti dengan bagian-bagiannya..............29 Gambar 25. Dua minggu setelah terapi dengan DEC. Pembengkakan pada kaki kanan berkurang,

    dan pasien sudah merasa ringan. Kalau bangun pagi hari, kedua kaki sudah sama seperti sebelum sakit ........................................30

    Gambar 26. Telur Cacing Pita Hymenelopis nana .................33 Gambar 27. Telur H. nana yang bertambah banyak setelah diterapi dengan Albendazole selama 10 hari ...................................................34 Gambar 28. Cryptosporidium dalam feses pasien AIDS.........34 Gambar 29. Sediaan Darah Tebal Pasien pada H0

  • xiv

    dengan Gambaran Star night P. falciparum, Kepadatan Parasit 448.000/ul ...........................39 Gambar 30. P. falciparum pada Sediaan Darah Tipis ............39 Gambar 31. Ultrasonografi menunjukkan hepatomegali dan splenomegali ...............................................40 Gambar 32. Batu pada kandung empedu pada pemeriksaan USG ....................................................................41 Gambar 33. Cacing gelang (Ascaris lumbrocoides) dewasa yang keluar bersama muntah pasien ...41 Gambar 34. Foto toraks pasien dengan gambaran edema paru .......................................................42 Gambar 35. Lesi Tomcat pada pipi pasien .............................46 Gambar 36. Lesi akibat cairan tubuh Tomcat pada lengan atas pasien ............................................46 Gambar 37. Tomcat (Paederus littoralis) yang dibawa pasien dan di identifikasi di Dept. Parasitologi FK USU ....................................................................47 Gambar 38. Tomcat (Paederus littoralis) ..............................48 Gambar 39. Lesi kulit akibat racun Tomcat ...........................51 Gambar 40. Parasit Plasmodium ovale dari darah tepi Pasien ................................................................53 Gambar 41. P. ovale pada sediaan darah tebal. Sulit dibedakan dengan P. Vivax ................................54

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    1

    TAENIASIS SAGINATA

    Seorang pasien laki-laki umur 37 tahun, suku Batak, yang

    datang ke rumah sakit Columbia Asia Medan pada tanggal 28

    Juni 2012 dikonsulkan oleh sejawat dengan keluhan kalau

    buang air besar keluar benda pipih warna putih dan bergerak-

    gerak. Kadang-kadang benda tersebut keluar sendiri dari anus

    pasien. Pasien menduga benda itu adalah cacing. Keadaan ini

    sudah dialami pasien selama 2 tahun. Pasien sudah berobat ke

    beberapa dokter dan dokter mengatakan ia menderita infeksi

    cacing pita dan mendapatkan obat-obat cacing seperti

    Trivexan, albendazol, Combantrin, tetapi tidak ada perubahan.

    Pasien selalu makan daging babi yang dipanggang dan tidak

    masak sempurna. Keluhan lain tidak ada. Vital sign normal. Saat

    itu pasien ada membawa benda berwarna putih yang keluar

    dari anus pasien dan aktif bergerak.

    Pasien dianjurkan rawat inap selama pengobatan. Benda warna

    putih itu (Proglottidi) diperiksa di Departemen Parasitologi FK

    USU dan diidentifikasi sebagai Taenia Saginata, seperti terlihat

    pada gambar berikut:

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    2

    Gambar 1 menunjukkan proglottidi yang diletakkan diatas objek glas dan aktif bergerak. Kemudian proglottid tersebut dipres diantara 2 objek glass, lalu disuntikkan zat warna (Gambar 2). Setelah proglottidi diwarnai, diperiksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 20.x, dan diidentifikasi sebagai Taenia saginata (Gambar 3).

    Gambar 2. Proglottidi diatas objek glas, disuntikkan zat warna setelah sebelumnya dipres diantara 2 objek glass. (Dokumen Dr.Umar Zein/Dept.Parasitologi FK USU.)

    Gambar 1. Proglottid Cacing Pita (Taenia) yang keluar dari anus pasien. Proglottidi ini aktif bergerak. (Dokumen Dr.Umar Zein/Dept.Parasitologi FK USU).

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    3

    Pasien didiagnosis sebagai Taeniasis saginata. Dipastikan adalah jenis spesiesnya T. saginata, meskipun dari anamnesis, pasien selalu mengonsumsi daging babi yang tidak sempurna dimasak. Jadi hospesnya adalah babi, yang umumnya sebagai hospes untuk spesies T. solium. Jadi, jenis cacing pita yang diidap pasien adalah subspesiesnya adalah T. saginata asiatica, seperti yang ditemukan di Pulau Samosir, Sumatera Utara (Depary, 2003).

    Spesies T. saginata dapat dibedakan dari T. solium dengan melihat cabang-cabang gravid uterusnya, seperti terlihat pada Gambar 4.

    Gambar 3 . Proglottid T.saginata (pembesaran 20x). Tampak cabang-cabang uterus yang banyak (> 20). (Dokumen Dr.Umar Zein/Dept.Parasitologi FK USU).

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    4

    Kepada pasien diberi pengobatan dengan Quinacrine HCl (Atabrine) dengan dosis 200 mg setiap 5 menit (Gambar 5), sampai dosis maksimum 1 gram (Hunter et al, 1960). Satu jam kemudian diberikan larutan Garam Inggris (Magnesium Sulfat) 30 mg dalam 2 gelas air. Kemudian feses yang keluar ditampung, lalu disaring untuk mendapatkan bagian-bagian cacing yang keluar bersama feses.

    Gambar 4. Perbedaan T. saginata dengan T. solium dapat dilihat dari bentuk scolex dan proglottidnya. Sementara telur tidak dapat dibedakan. (Dikutip dari Hunter et al, 1960, dengan modifikasi).

    Gambar 5 . Tablet Quinacrine (Atabrine) yang didapati di Dept.Parasitologi FK USU, lebih dari 20 tahun). (Dokumen Dr.Umar Zein/Dept.Parasitologi FK USU).

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    5

    Hasil penyaringan feses pasien menunjukkan banyak ditemukan proglottid taenia yang berwarna kuning, karena sudah terekspos dengan tablet Atabrin yang berwarna kuning dan sudah tidak aktif lagi bergerak (Gambar 6). Juga ditemukan satu buah strobila (Gambar 7), namun tidak ditemukan scolex. Jika scolex belum keluar, maka pengobatan belum berhasil, karena cacing akan kembali berkembang biak di dalam usus.

    Gambar 6. beberapa proglottid T. saginata yang didapat dari penyaringan feses pasien. (Dokumen Dr.Umar Zein/Dept.Parasitologi FK USU).

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    6

    Oleh karena itu, ketika pasien pulang dari rawat inap, kepada pasien diberikan lagi satu dosis Praziquantel (Gambar 8), yang dianjurkan diminum oleh pasien setelah beberapa hari di rumah dengan dosis 20 mg/Kg.BB. Berat badan pasien 84 Kg, maka diberikan 1.600 mg (16 tablet 100 mg). Setelah satu jam minum tablet Praziquantel, pasien dianjurkan untuk minum 30 gr Garam Inggris (Magnesium Sufat dalam 2 gelas air), dan bila pasien buang air besar ditampung di dalam pispot dan disaring untuk mencari scolex cacing.

    Gambar 7. Strobila (leher) cacing T. saginata. (Dokumen Dr.Umar Zein/Dept.Parasitologi FK USU).

    Gambar 8 . Tablet Praziquantel yang didapati di Dept.Parasitologi FK USU, lebih dari 20 tahun. (Dokumen Dr.Umar Zein/Dept.Parasitologi FK USU).

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    7

    Bentuk scolex T.saginata seperti terlihat pada Gambar 9.

    Bentuk cacing T. saginata lengkap dapat dilihat pada gambar 10.

    Gambar 9. Bentuk scolex T. saginata dengan batil isap. (Dokumentasi Dept.Parasitologi FK USU).

    Gambar 10. Cacing T. saginata secara utuh. (Dokumen Dept.Parasitologi FK USU).

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    8

    Permasalahan Kasus Taeniasis merupakan kasus yang jarang ditemukan di

    Sumatera Utara, meskipun Sumatera Utara dikenal sebagai

    daerah endemik Taeniasis pada hewan ternak. Gejala klinis

    pada pasien dewasa juga ringan, hanya berupa keluarnya

    proglottid dari anus dan saat buang air besar. Permasalahan

    yang dialami dalam menangani kasus Taeniasis ini adalah:

    1. Tidak adanya obat untuk infeksi taeniasis di Indonesia,

    meskipun beberapa daerah di Indonesia dikatahui sebagai

    daerah endemik taeniasis, termasuk Provinsi Sumatera

    Utara. Penulis menghubungi personil Dinas Kesehatan

    Provinsi Sumatera Utara untuk menanyakan apakah ada

    tersedia obat taeniasis seperti Priziquantel atau Atabrine,

    namun tidak didapati. Kemudian dihubungi lagi personil

    Departemen Parasitologi FK UI Jakarta, dan hasilnya sama,

    tidak didapati obat tersebut. Kemudian penulis menghubungi

    personil di Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit

    Menular Kemkes RI, Subdit Zoonosis, hasilnya sama, tidak

    tersedia obat tersebut.

    2. Di Departemen Parasitologi FK USU, ditemukan obat

    Praziquantel dan Atabrine yang sudah lama tersimpan

    (mungkin lebih dari 20 tahun), meskipun di botol obat

    tersebut tidak tertera masa kadaluwarsanya. Hasil diskusi

    dengan sejawat di Departemen parasitologi FK USU, maka

    diputuskan pemberian Atabrine seperti disebutkan diatas.

    3. Tidak ditemukannya scolex pada penyaringan feses yang

    ditampung setelah pemberian Atabrine, menunjukkan

    kegagalan pengobatan yang mungkin disebabkan potensi

    obat yang sudah menurun karena sudah tersimpan sangat

    lama. Laporan kasus dari Santiago, Chile (Schenone et al,

    1992), pasien infeksi T. saginata yang diberi pengobatan

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    9

    praziqunatel dosis tunggal 15 mg/kg.BB, berhasil

    mengeluarkan strobila dan proglottid yang mature dan

    immature. Dan kontrol parasitologi 3 bulan kemudian tidak

    ditemukan telur taenia pada feses.

    ***

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    10

    MALARIA FALSIPARUM DAN MALARIAE BERAT DAN MENGALAMI

    RECRUDESCENCE

    Seorang laki-laki, 35 tahun, suku Batak, yang telah tiga tahun bekerja di Sorong, Papua, dirujuk dari salah satu rumah sakit swasta dengan diagnosis Malaria Berat. Pasien masuk ICU RS Permata Bunda Medan pada tanggal 12 Februari 2012 dengan demam, sakit kepala, dan kesadaran menurun. Diambil sediaan darah tepi malaria, setelah itu diberikan terapi Artesunate injeksi 2 vial intravenous. Hasil pemeriksaan mikroskopik terlihat P.falciparum tropozoit 8.600/ul, tropozoit P. malariae 21.240/ul, gametosit 3360/ul. seperti terlihat pada gambar dibawah ini (Gambar 11).

    Gambar 11. Tropozoit P. falciparum dan P.malariae dengan band form.

    (Dokumen Dr.Umar Zein/Dept.Parasitologi FK USU).

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    11

    Gambar 12 menunjukkan stadium schizont P. malariae.

    Gambar 13 menunjukkan jumlah Tropozoit P. falciparum dan schizont P.malariae setelah 6 jam pemberian Artesunate injeksi, diperiksa ulang darah tepi, didapati kepadatan parasit terutama P. falciparum meningkat dengan gambaran star night dengan jumlah parasit 113.600/ul Pf, gametosit 480/ul. P. malarie, tropozoit 1.560/ul. Hal ini menunjukkan adanya early resistance parasit terhadap antimalaria yang diberikan.

    Gambar 12 . Tropozoit P. falciparum dan schizont P. malariae. (Dokumen Dr.Umar Zein/Dept.Parasitologi FK USU).

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    12

    Kemudian obat diganti dengan Darplex (kombinasi Dihydroartemisin dengan Piperaquin) dengan dosis 4 tablet/hari selama 3 hari. Keesokan harinya diperiksa lagi darah tepi, dan didapati penurunan kepadatan parasit Pf tropozoit menjadi 1.080 /ul, gametosit 176/ul, serta Pm negatip. Juga diberikan Primakuin 15 mg tablet 1 x sehari selama 14 hari. Pada hari ke 4 setelah pemberian Darplex, kepadatan parasit menurun menjadi 146/ul. Keadaan pasien membaik, dan sudah boleh berobat jalan.

    Pada hari ke 7 setelah pemberian Darplex, diperiksa lagi malaria darah tepi hasilnya negatip, dan pada hari ke 14 juga

    Gambar 13. Peningkatan kepadatan parasit dengan bentuk star night pada sediaan darah tebal P. falciparum setelah pemberian Artesunate injeksi. (Dokumen Dr.Umar Zein/Dept.Parasitologi FK USU).

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    13

    negatip. Pada hari ke 27 pasien mengeluh demam dan diperiksa lagi malaria darah tepi, ternyata hasilnya positip P. falciparum dengan kepadatan parasit 3.200/ul. keadaan ini menunjukkan recrudescence yang acapkali terjadi pada pasien malaria dengan kepadatan parasit yang tinggi. Disebutkan pada suatu penelitian, kepadatan parasit lebih dari 10.000/ul kemungkinan recrudescence 9x lebih tinggi dibandingkan kepadatan parasit yang lebih rendah (Ittarat et al, 2003). Pemberian derivat artesunat dikombinasi dengan satu atau lebih antimalaria long acting dikatakan dapat mencegah recrudescence pada malaria falciparum (Padalia & Modi, 2008). Pasien kembali di terapi dengan Darplex 2 tablet perhari selama 3 hari dikombinasi dengan doksisiklin 100 mg 2 kali sehari selama 7 hari. Hasil pemantaun malaria darah tepi sampai hari ke 28 hasilnya negatip.

    ***

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    14

    CUTANEUS LARVA MIGRANS PADA

    PENGIDAP HIV

    Seorang pasien laki-laki 42 tahun dengan HIV (+) datang ke Klinik Penyakit Tropik dan Infeksi DR.UMAR ZEIN pada tanggal 23 Desember 2011 dengan keluhan gatal di kaki kanan sudah 1 minggu. Pasien sejak 1 bulan sebelumnya didiagnosis sebagai pengidap HIV dengan hasil pemeriksaan antibodi HIV dengan tiga metode ELISA menunjukkan hasil rekatif dan kadar CD4 819/ml. Didapati juga infeksi jamur pada seluruh kuku tangan dan kaki dan telah diberikan terapi anti jamur. Pasien selalu berkebun di halaman rumahnya menanam bunga-bungaan tanpa mengenakan alas kaki. Pada pemeriksaan fisik kesadaran baik, TD 120/90 mmHg, Nadi 88 x/menit, regular, Tidak demam. Paru/jantung dalam batas normal. Ektremitas kanan, pada regio pedis dekstra mulai dari pangkal tarsal digiti III dan IV tampak garis berliku-liku yang menunjukkan Cutaneus Larva Migrans dan kulit sekitarnya hiperemis. (Gambar 14).

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    15

    Pasien dirawat di RS Permata Bunda Medan, dan pada pemeriksaan laboratorium darah rutin: Hb. 13 gr%, Leukosit: 8600/ml, Eosinofil: 8,5%. Pada pemeriksaan feses rutin tidak ditemukan telur cacing., diberi terapi Albendazole 400 mg 1x1 selama 5 hari, daerah lesi disemprot dengan Ethyl Chloride, dan diberi salep Bethametason. Setelah 2 minggu, secara klinis lesi tidak bertambah dan ada perbaikan (Gambar 15).

    Gambar 14 . Kutaneus Larva Migrant pada kaki akibat larva Cacing Tambang sebelum pengobatan. (Dokumen Dr.Umar Zein).

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    16

    Pada pasien infeksi HIV, terjadi kerusakan pada barier kulit dan mukosa, sehingga tanda mukokutaneus merupakan hal yang penting diperhatikan untuk menilai progresifitas penyakit dan manifestasi dari gejala penyakit (Tschachler et al, 1996;

    Stefanaki & Stratigos, 2002). Tanda mukokutaneus seperti ruam kulit atau rash dan gatal merupakan keluhan umum pada pasien infeksi HIV dewasa. Rasa gatal pada kulit mungkin tidak khas, dan kadang sulit dibedakan apakah sebagai diagnostik atau akibat pengobatan dengan HAART (Highly Active Antiretroviral Teraphy), atau bentuk suatu infeksi endemik (Serling, 2011; Ho & Wong, 2001).

    Gambar 15. Lesi Cutaneus Larva Migrans setelah 2 minggu pengobatan. (Dokumen Dr.Umar Zein).

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    17

    Tetapi, pada negara tropis seperti Indonesia, infeksi kulit akibat cacing yang disebut sebagai cutaneous larva migrans masih menjadi masalah dan perlu dipetimbangkan sebagai diagnosa banding pada keadaan pasien dengan pruritus, eritem, berbagai lesi kulit dan bisa disertai dengan demam (O’quinn & Dushin, 2005; Persico, 2007). Sampai saat tidak cukup laporan data insiden cutaneus larva migrant pada pasien infeksi HIV di Indonesia. Kemungkinan kurangnya perhatian dan misdiagnosis infeksi cacing pada pasien infeksi HIV.

    ***

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    18

    MYASIS KULIT PADA MANUSIA

    Seorang perempuan umur 70 tahun, asal dari Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara datang ke Klinik Penyakit Tropik dan Infeksi DR.Umar Zein tanggal 25 Mei 2012, dengan keluhan ada borok/luka di belakang daun telinga kanan bernanah sudah 4 bulan. Tidak ada rasa nyeri dan demam, dan belum pernah diobati. Pasien bekerja di ladang membersihkan semak-semak. Nafsu makan biasa. Pada pemeriksaan fisik didapati kesadaran baik, TD 120/90 mmHg, nadi 84x/mnt, Suhu normal. Pada regio auricular posterior inferior kanan, ditemukan ulkus dengan pus. Pus dibersihkan dengan spon untuk sampai bersih. Setelah bersih, terlihat ulat berwarna putih yang bergerak, diambil dengan pinset, ternyata sejenis belatung dengan ukuran ± 1 cm, dan ditemukan 3 buah (Gambar 16).

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    19

    Setelah dieksplorasi lebih lanjut liang ulkus, tidak ditemukan lagi belatung (Gambar 17). Ditegakkan diagnosis sebagai Ulkus dengan Myiasis (Gambar 17). Dilakukan pengobatan dengan membersihkan ulkus dengan larutan Iodium Povidone 10%, dioles Gentamisin cream dan ditutup dengan kasa dan diplester. Diberikan obat antibiotika Eritromisin 3 x 500 mg selama 5 hari, dan pasien disarankan membersihkan ulkus setiap hari dengan larutan NaCl 0,9% dan Iodium Povidone serta Krim Gentamisin dan ditutup, dan 3 hari lagi kontrol ulang.

    Gambar 16. Ulat (belatung) yang dikeluarkan dari liang ulkus di belakang telinga pasien (3 buah). (Dokumen Dr.Umar Zein).

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    20

    Kata Myiasis berasal dari bahasa Yunani, yaitu "myia" yang berarti lalat. Arti myiasis secara luas adalah infestasi larva diptera (lalat) pada jaringan hidup manusia atau hewan vertebrata lainnya dalam periode tertentu, dengan memakan jaringan inangnya termasuk cairan tubuh. Larva-larva myiasis juga mampu memakan bahan-bahan yang telah tercerna pada kasus myiasis saluran pencernaan. Masyarakat Indonesia lebih mengenal penyakit ini dengan nama belatungan, sedangkan penduduk India menyebutnya sebagai peenash atau scholechiasis. Kasus myiasis banyak terjadi di negara tropis, terutama pada masyarakat golongan sosio-ekonomi rendah di musim hujan antara bulan September sampai November (Singh et al, 1993; Badia & Lund, 1994; Partoutomo, 2000).

    Gambar 17. Ulkus pada Regio Aurikular Posterior Inferior kanan setelah dibersihkan dari pus dan larva. (Dokumen Dr.Umar Zein).

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    21

    Belatung dikirim ke Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan untuk indentifikas. Dan hasil identifikasi dengan melihat spirakel posterior larva dibawah mikroskop (Gambar 18) menunjukkan gambaran khas spirakel posterior larva Chrysomia bezziana yang lazim ditemukan di wilayah Provinsi Sumatera Utara (Wardhana, 2006).

    Pemeriksaan spirakel posterior larva menunjukan gambaran larva C. bezziana (Gambar 19)

    Gambar 18. Larva C. bezziana yang ditemukan di dalam ulkus di regio aurikular posterior kanan pasien. (Dokumen Dr.Umar Zein/Dept.Parasitologi FK USU).

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    22

    Follow up pasien setelah 5 hari pengobatan, menunjukkan hasil yang baik dengan penutupan ulkus (Gambar 20).

    Gambar 19. Spirakel posterior yang khas untuk larva C.bezziana. (Dokumen Dr.Umar Zein/Dept.Parasitologi FK USU).

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    23

    Kasus Myiasis di Indonesia sangat jarang dilaporkan. Myiasis pada luka tracheostomy, pertama kali dilaporkan di India (Kumar et al, 2011). Dari Kuala Lumpur Malaysia dipalaporkan kasus Myiasis pada kaki pasien dengan ulkus diabetik (Rahoma & Latif, 2010), dan dari Perak Malaysia dilaporkan kasus Nasofaringeal myiasis dengan gejala epistaksis (Lee et al, 2005). Dari Brazil dilaporkan oral myiasis pada mukosa ginggiva dengan jumlah larva sebanyak 55 (Rossi-Scheneider et al, 2007). Dengan ditemukannya kasus myiasis ini di Sumatera Utara, meskipun saat ini sangat jarang, namun sebagai dokter kita harus selalu teliti mengamati kasus-kasus dengan ulkus

    ***

    Gambar 20 . Ulkus menutup dan sembuh setelah 5 hari pengobatan. (Dokumen Dr.Umar Zein).

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    24

    ELEPHANTIASIS

    Seorang laki-laki umur 50 tahun, datang ke Klinik Penyakit Tropik dan Infeksi DR.Umar Zein pada tanggal 8 Desember 2011 dengan keluhan kaki kanan bengkak mulai dari bagian betis kebawah sudah 4 bulan. Sebelum kaki membengkak, pasien mengalami demam berulang dengan rasa nyeri pada lipat paha kanan dan daerah kaki memerah serta nyeri. Setelah pasien berobat ke dokter diberi obat demam dan antibiotik, nyeri dan demam hilang. Dalam waktu 1 – 2 minggu, pasien kembali demam dan kaki kanan terasa nyeri dan bengkak. Pasien bekerja di perkebunan sawit di Desa Geragas Kabupaten Langkat baru 1 bulan, sebelumnya pasien bekerja di perkebunan Kabupaten Tapanuli Tengah (Kedua kabupaten tersebut tercatat sebagai daerah endemik Filariasis). Pada pemeriksaan fisik, kesadaran baik, TD: 120/90 mmHg, nadi 88x/mnt, regular, Pernafasan normal,suhu tubuh normal. Pada pemeriksan ekstremitas inferior, pada regio gastrocnemeus kanan terlihat non pitting oedema sampai ke regio plantar kanan. Kulit pada betis hiperemis, pada penekanan kesan lebih keras dari ekstremitas kiri (Gambar 21)

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    25

    Secara klinis, pasien didiagnosis klinis sebagai Elefantiasis Kanan dan kepada pasien dianjurkan untuk pemeriksaan darah microfilaria pada malam hari. Untuk itu pasien dianjurkan rawat inap di rumah sakit selama 1 malam. Pada tanggal 15 Desember 2011 pasien bersedia di rawat di Rumah Sakit Umum Permata Bunda Medan untuk pengambilan sample darah jari pada malam hari untuk pemeriksaam darah tepi microfilaria. Hasilnya ditemukan microfilaria jenis Wuchereria bancrofti (gambar 22). Pemeriksaan darah rutin Hb. 14 gr%, Leukosit 12.000, eosinofil 15%.

    Gambar 21. Pasien Elephantiasis pada kaki kanan. (Dokumen Dr.Umar Zein).

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    26

    Filariasis atau elephantiasis atau penyakit kaki gajah, adalah penyakit yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. Penyakit ini tersebar luas di pedesaan dan perkotaan. Dapat dan menyerang semua golongan tanpa mengenal usia dan jenis kelamin. Di dunia terdapat 1,3 miliar penduduk yang berisiko tertular penyakit kaki gajah di lebih dari 83 negara dan 60% kasus berada di Asia Tenggara. Penyakit kaki gajah merupakan salah satu penyakit yang sebelumnya terabaikan. Dapat menyebabkan kecacatan, stigma, psikososial dan penurunan produktivitas penderitanya dan lingkungannya.

    Gambar 22. Mikrofilaria dengan jenis W. bancrofti. Sebagian dari mikrofilaria terputus. (Dokumen Dr.Umar Zein/Dept.Parasitologi FK USU).

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    27

    Filariasis dilaporkan pertama kali di Indonesia oleh Haga dan Van Eecke pada tahun 1889. Dari ketiga jenis cacing filaria penyebab filariasis, Brugia malayi mempunyai penyebaran paling luas di Indonesia termasuk pulau Sumatera. Brugia timori hanya terdapat di Indonesia Timur yaitu di Pulau Timor, Flores, Rote, Alor dan beberapa pulau kecil di Nusa Tenggara Timur. Sedangkan Wuchereria bancrofti terdapat di Pulau Jawa, Bali, NTB dan Papua. Distribusi spesies cacing filaria di Indonesia tampak pada gambar 23 (Kemkes RI, 2010). Tetapi, pada kasus ini spesies yang ditemukan adalah W.Bancrofti. Berarti telah terjadi perubahan wilayah endemisitas spesies cacing filaria di Indonesia, yang membutuhkan penelitian lebih lanjut oleh Kementerian Kesehatan Indonesia. Dalam perkembangannya, saat ini di Indonesia telah teridentifikasi ada 23 spesies nyamuk dari 5 genus yaitu: Mansonia, Anopheles, Culex, Aedes dan Armigeres yang menjadi vektor filariasis.

    Gambar 23. Peta penyebaran Filariasis di Indonesia berdasarkan spesies cacing filaria. Di P.Sumatera adalah spesies Brugia malayi. (Sumber: Kemkes RI, 2010).

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    28

    Parasit filaria adalah adalah suatu nematoda yang berbentuk

    panjang seperti benang yang hidup di dalam jaringan untuk

    waktu yang lama dan secara teratur menghasilkan mikrofilaria.

    Manifestasi klinis biasanya terjadi bertahun-tahun setelah

    terinfeksi, sehingga penyakit ini jarang ditemukan pada anak.

    Mikrofilaria adalah larva imatur yang ditemukan di darah atau

    kulit dan mencapai tingkat infektif di dalam tubuh nyamuk.

    Meskipun diketahui lebih dari 200 spesies parasit filaria hanya

    sedikit yang menginfeksi manusia. Dari parasit filaria yang

    diketahui pada manusia, empat diantaranya yaitu Wuchereria

    bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori dan Onchocerca

    volvulus, merupakan penyebab infeksi yang paling sering dan

    menimbulkan gejala sisa patologis. Wuchereria bancrofti dan

    Brugia malayi hidup di daerah tropis seperti Indonesia,

    sedangkan Onchocerca volvulus hidup di Afrika (Garcia &

    Bruckner, 1988).

    Wuchereria bancrofti, yang akan mencapai kematangan seksual di kelenjar dan saluran limfe. Cacing dewasa berwarna putih, kecil seperti benang. Cacing jantan berukuran 40 mmx 0.1 mm, sedangkan cacing betina berukuran dua kali cacing jantan yaitu 80-100 mm x 0.2 – 0.3 mm. Larva yang infektif (larva tingkat tiga) dilepaskan melalui proboscis (labela) nyamuk sewaktu menggigit manusia. Larva kemudian bermigrasi dalam saluran limfe dan kelenjar limfe, dimana mereka akan tumbuh menjadi dewasa betina dan jantan. Mikrofilaria pertama sekali ditemukan di darah perifer 6 bulan – setahun setelah infeksi, dan jika tidak ada re-infeksi, mikrofilaremia ini dapat bertahan 5 – 10 tahun. Hospes perantaranya, mendapatkan infeksi dengan menghisap darah yang mengandung mikrofilaria. Mikrofilaria akan melepaskan sarungnya di dalam lambung

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    29

    nyamuk (Faust & Russel, 1964). Mikrofilaria W.bancrofti yang utuh seperti pada gambar 24.

    Hasil pemeriksaan identifikasi mikroskopik dilaporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara dan diminta obat DEC (Dietyhilcarbamazine) diberikan dengan dosis sebagai berikut (Cunha, 2010): Hari pertama : ½ tablet 100 mg. Hari kedua : 3 x ½ tablet 100 mg. Hari ketiga : 3 x 1 tablet 100mg. Hari ke 4 – 14 : 3 x 1 tablet 100 mg. Juga diberikan Albendazole 400 mg dosis tunggal dan Parasetamol 500 mg 3 x1 selama 5 hari. Selama pemberian DEC, tidak ada efek samping yang berarti, hanya timbul rasa gatal dan diberikan Cetirizine 1 x 1 tablet bila diperlukan. Pasien menjalani rawat jalan.

    Gambar 24. W. bancrofti dengan bagian-bagiannya. (Dokumen Dept. Parasitologi FK USU).

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    30

    Setelah 2 minggu, pasien datang kontrol. Pada pemeriksaan ekstremitas terlihat pembengkakan pada kaki kanan berkurang (Gambar 25), hanya kalau pasien lama berdiri atau berjalan, kaki kanan sedikit membengkak, dan hilang bila beristirahat. Pasien dianjurkan mengenakan stocking pada kaki kanan ketika melakukan akrifitas. Permasalahan diagnostik: pengambilan sampel darah tepi harus dilakukan pada malam hari, sehingga membutuhkan perawatan di rumah sakit saat pengambilan darah. Pengambilan darah harus dengan tabung kapiler untuk mendapatkan mikrofilaria yang berada eksoeritrositer dan pewarnaan sediaan yang tepat.

    ***

    Gambar 25. Dua minggu setelah terapi dengan DEC. Pembengkakan pada kaki kanan berkurang, dan pasien sudah merasa ringan. Kalau bangun pagi hari, kedua kaki sudah sama seperti sebelum sakit. (Dokumen Dr.Umar Zein).

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    31

    PASIEN AIDS DENGAN MULTIPLE INFEKSI OPORTUNISTIK:

    CEREBRAL TOXOPLASMOSIS, HYMENELOPIASIS, ORAL CANDIDIASIS,

    DAN CRYRTOSPORIDIOSIS Seorang perempuan usia 24 tahun, dirawat di rumah sakit Columbia Asia Medan pada tanggal 4 Juni 2012 dikonsulkan kepada penulis karena hasil pemeriksaan antibodi HIV reaktif, dan dengan keluhan kejang berulang. Pasien juga mengeluh diare berulang dalam satu bulan terakhir dengan frekwensi 3 -5 kali perhari, feses encer, tidak ada lendir dan darah. Demam berulang dialami pasien dalam 3 bulan terakhir dan penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 3 bulan terakhir. Dua tahun yang lalu, pasien pernah mendapat 2 kali transfusi darah, pertama di rumah sakit Penang dengan indikasi yang tidak jelas diketahui dan yang kedua di rumah sakit Tebing Tinggi, karena perdarahan post partum melahirkan anak yang ketiga. Pada pemeriksaan fisik didapati kesadaran baik, TD 110/80 mmHg, nadi 88 x/menit, suhu tubuh 380C. Pada mulut didapati lapisan putih pada seluruh lidah. Pemeriksaan foto thorax, paru dan jantung normal. Pada pemeriksaan CT scan kepala didapati kelainan yang diduga Toksoplasmosis otak. Satu bulan sebelumnya, pasien pernah di terapi dengan Tablet Carbamazepin di penang, dan terjadi efek samping obat berupa Sindroma Steven Johnson. Kemudian

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    32

    dilakukan pemeriksaan HIV ELISA dan ternyata hasilnya tiga kali reaktif. Kadar CD4 20/ul Pasien didiagnosis sebagai AIDS dengan infeksi oportunistik Toksoplasmosis otak, Kandidiasis oral dan Diare kronik. Pasien diberi terapi Sulfadoksin-pirimetamin tablet (Suldox), karena tablet pirimetamin tidak tersedia di Medan. Mycafungin injeksi 100 mg perhari selama 2 minggu. Juga diberi ARV lini pertama Duviral dan Neviral. Setelah 3 hari pemberian ARV, timbul ruam seluruh tubuh, selaput lendir mulut melepuh. Diduga adalah alergi obat dengan tanda-tanda Sindroma Steven Johnson. Obat ARV dihentikan, dan diberi terapi kortikosteroid injeksi (Deksametason), Metilprednisolon 4 mg 3 x sehari, dan Cetirizine tablet 1x sehari selama 5 hari. Seminggu kemudian, pasien datang lagi ke Klinik Penyakit Tropik dan Infeksi DR.Umar Zein dengan keluhan sakit perut, mual, dan, diare. Pada pemeriksaan pemeriksaan abdomen, superl, nyeri tekan regio epigastrium. Pasien di rawat di RSU Permata Bunda Medan. Pada pemeriksaan feses ditemukan telur cacing pita Hymenelopis nana (Gambar 26), dan kista dan tropozoit E. hystolitica. Pengobatan yang diberikan adalah terapi cairan intravenous ringer asetate 20 tetes/menit, injeksi Ondancentron 8 mg/ 8 jam, Albendazole 400 mg tablet 1x sehari selama 10 hari, Metronidazole 500 mg infus/perhari selama 5 hari.

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    33

    Pemeriksaan ulang feses setelah 10 hari pengobatan, didapati telur H. nana jumlahnya bertambah banyak (Gambar 27), dengan perhitungan sekitar 27.000 telur/gram feses. Ini menunjukkan terapi albendazole untuk infeksi H. nana tidak respon. Sementara pemberian praziquantel yang ada (sudah > 20 tahun) tidak diberikan, karena kondisi pasien yang imunokompromi. Respon terhadap Amoebiasis baik, tidak ditemukan kista dan tropozoit, tetapi ditemukan Cryptosporodium (Gambar 28).

    Gambar 26. Telur Cacing Pita Hymenelopis nana. (Dokumen Dr.Umar Zein/Dept.Parasitologi FK USU).

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    34

    Gambar 27. Telur H .nana yang bertambah banyak setelah diterapi dengan Albendazole selama 10 hari. (Dokumen Dr.Umar Zein/Dept.Parasitologi FK USU).

    Gambar 28. Cryptosporidium dalam feses pasien AIDS. (Dokumen Dr.Umar Zein/Dept.Parasitologi FK USU).

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    35

    Laporan kasus infeksi cacing pita seperti H. nana pada pasien AIDS belum ada ditemukan di Indonesia. Laporan dari Iran menyatakan prevalensi infeksi H.nana pada pasien AIDS sebesar 0,16% (Meamar, 2007). Cryptosporidiosis adalah penyakit diare yang disebabkan oleh

    parasit Cryptosporidium, yang menginfeksi intestinum (NSW Public Health Bulletin, 2011). Hanya dua spesies yang menginfeksi mamalia, C. muris yang terutama menginfeksi tiks dan sapi, dan C. parvum yang menginfeksi sebagian besar

    mamalia, termasuk manusia (Steiner et al, 1999). C. parvum menyebabkan infeksi intestinum yang self limiting dan pada pasien immunocompetent, tetapi pada pasien immunocompromised dapat menimbulkan diare persisten, terutama pada pasien AIDS (Sestak et al, 2002). Viriyavejakul et al (2002) menemukan perubahan histopatologi utama nekrosis pada 17 pasien infeksi HIV dengan infeksi oportunistik berupa infeksi cytomegalovirus, cryptococcosis, penicilliosis, bacterial pneumonia, cryptosporidiosis dan lainnya. Tidak ada pengobatan yang dapat mengeradikasi intestinal cryptosporidiosis. Pada pasien AIDS, Paromomycin dapat mengurangi ekskresi oocyst pada feses, akan tetapi obat ini sulit didapatkan di Indonesia (Zein, 2002). Kombinasi Paromomycin dan Azithromycin atau Roxithromycin dapat memerbaiki gejala klinis. Umumnya dimulai dengan initial dose 500 mg Paromomycin 4 x sehari oral selama 14 – 30 hari, kemudian dilanjutkan dosis maintenance 500 mg 2 x sehari sampai klinis membaik.

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    36

    Permasalahan Dengan semakin meningkatnya kasus AIDS di Indonesia, maka berbagai jenis infeksi oportunistik selalu ditemukan, termasuk infeksi oleh parasit, seperti cacing H. nana, yang selama ini diabaikan keberadaannya. Akan tetapi, tantangan klinisi dalam menangani kasus-kasus AIDS dengan infeksi oportunistik adalah obat-obat anti helminthic/anti parasit yang tidak terdapat di Indonesia, seperti Paromomycin, Praziquantel, Niclosamide, dan Atabrine. Hal ini merupakan tantangan bagi dokter spesialis/konsultan penyakit tropik dan infeksi bila menemukan kasusnya. Oleh karena itu, perlu perhatian dari Kementerian Kesehatan RI/Dinas Kesehatan setempat dalam pengadaan obat-obat anti parasit di Indonesia.

    ***

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    37

    MALARIA FALCIPARUM BERAT YANG MENGALAMI RECRUDESCENCE,

    KO-INFEKSI DENGAN ASCARIASIS

    Seorang pasien perempuan, 26 tahun dirujuk dari sebuah rumah sakit swasta di Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai pada tanggal 26 November 2011 dengan riwayat demam tujuh hari intermiten disertai dengan kedinginan dan menggigil, mual dan muntah, nyeri perut dan tidak ada keluhan defekasi. Seluruh badan pasien dan mata kuning.

    Pasien sudah menjalani perawatan di rumah sakit selama tujuh hari dan didiagnosis sebagai DemamBerdarah Dengue, dan selama perawatan pasien masih mengalami demam dan keadaan makin memburuk. Gejala demam dirasakan pasien satu hari setelah 2 minggu berada di Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara yang merupakan daerah endemik malaria. Tidak ada riwayat berkebun tanpa alas kaki, juga tidak pernah mengonsumsi sayuran mentah. Pasien tidak tinggal di daerah endemik malaria dan tidak pernah mendapat obat antimalaria sebelumnya. Pada saat masuk ke Rumah Sakit Permata Bunda Medan, kesadaran baik, TD 120/90 mmHg, nadi 100x/menit, reguler, suhu tubuh 370C, berat badan 63 Kg. Konjungtiva pucat, sklera ikterik. Pada pemeriksaan jantung dan paru tidak ditemukan

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    38

    kelainan. Pada pemeriksaan abdomen, dinding abdomen distensi daerah kuadrant kanan atas, hepar teraba 3 cm dibawah arcus coswtae, spleen terba schuffner 2, peristaltik usus normal. Hasil pemeriksaan laboratorium, Hb 9,5 g/dl, trombosit 49.000/uL, leukosit 11.910/uL, pada pemeriksaan urine didapati hematuria, adanya peningkatan enzim transaminase (Aspartate Aminotransferase 283 u/L dan Alanine Aminotransferase 97 u/L), hyperbilirubinaemia (total bilirubine 22 mg/dl, direct bilirubin 7.3 mg/dl), hypoglycaemia (65 mg/dl), dan acute renal injury (ureum 100 mg/dl dan creatinine 4.5 mg/dl). Pemeriksaan serologi untuk hepatitis (A,B,C) semuanya non reaktif. Pemeriksaan darah tepi malaria pada sediaan darah tebal didapati kepadatan parasit 448.000/ul dengan gambaran Star night (Gambar 29). Dan pada sediaan darah tipis didapati jenis plasmodium falciparum stadium tropozoit bentuk ring (Gambar 30).

    Pasien didiagnosis sebagai Malaria falciparum berat dengan anemia, gangguan fungsi hati dengan ikterus, dan acute renal injury.

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    39

    Gambar 29. Sediaan Darah Tebal Pasien pada H0 dengan Gambaran Star night P. falciparum, Kepadatan Parasit 448.000/ul. (Dokumen Dr.Umar Zein/Dept.Parasitologi FK USU).

    Gambar 30. P. falciparum pada Sediaan Darah Tipis. (Dokumen Dr.Umar Zein/Dept.Parasitologi FK USU).

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    40

    Diberikan pengobatan injeksi intravena Artesunate dengan dosis 2.4 mg/Kg.BB diikuti dengan dosis yang sama 12 jam kemudian dan 24 jam kemudian. Kemudian sekali sehari dengan dosis yang sama setiap hari selama 5 hari. Juga diberikan primaquine single dose 3 tablet. Terapi suportif dengan cairan dan elektrolit infus, anti emetik dan antipiretik.

    Pada pemeriksaan ultrasonografi abdomen didapati gambaran pembesaran hati sesuai dengan hepatitis akut, multiple cholelithiasis tanpa pelebaran ductus bilier dan spleenomegali (gambar 31 dan 32)

    Gambar 31. Ultrasonografi menunjukkan hepatomegali dan splenomegali. (Dokumen Dr.Umar Zein/RSU P.Bunda Medan).

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    41

    Pada hari ke 3 perawatan, pasien muntah dan mengeluarkan cacing Ascaris lumbricoides dewasa (Gambar 33).

    Gambar 32. Batu pada kandung empedu pada pemeriksaan USG. (Dokumen Dr.Umar Zein/RSU P.Bunda Medan).

    Gambar 33. Cacing gelang (Ascaris lumbrocoides) dewasa yang keluar bersama muntah pasien. (Dokumen Dr.Umar Zein).

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    42

    Pada hari ke 4, pasien sesak nafas dan pada pemeriksaan paru, didapati suara tambahan ronchi pada lapangan bawah kedua paru yang secara klinis menandakan adanya edema paru akut. Dilakukan pemeriksaan foto dada dan gambaran radiologis sesuai dengan edema paru (Gambar 34)

    Diberikan tambahan terapi oksigen dan suntikan Furosemid IV 20 mg/8 jam, Ceftriakson injeksi IV 1 gram/hari dan Albendazole tablet 400 mg dosis tunggal. Pada pemeriksaan feses rutin ditemukan telur ascaris. Pada hari ke 5 kondisi pasien membaik, sesak nafas berkurang, tidak ada demam dan muntah. Pada hari ke 6 kondisi pasien membaik sempurna. Kadar ureum 56 mg/dl, creatinine 1.7 mg/dl dan pasien sudah bisa berobat jalan. Pemeriksaan

    Gambar 34. Foto toraks pasien dengan gambaran edema paru. (Dokumen Dr.Umar Zein/RSU P.Bunda Medan).

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    43

    malaria darah tepi pada hari ke 7 setelah keluar dari rumah sakit negatip. Hari ke 14 setelah pasien pulang, pasien masuk lagi ke rumah sakit yang sama dengan keluhan demam dan muntah-muntah. Pasien tidak ada bepergian ke daerah endemik malaria dan berat badan menurun (58 Kg) dan pada pemeriksaan malaria darah tepi didapati parasit Plasmodium falciparum stadium tropozoit dengan kepadatan 3.600/ul.

    Pasien didiagnosis sebagai Malaria falciparum recrudescence dan diberikan terapi Artesunate IV dengan dosis 2.4 mg/Kg.BB, kemudian diberi lagi setelah 12 jam dan 24 jam, dilanjutkan dengan dosis yang sama setiap hari selama 5 hari. Juga diberikan Primakuin 3 tablet dosis tunggal. Pada hari ke 4, pemeriksaan ulang malaria darah tepi menunjukkan penurunan kepadatan parasit menjadi 500ul dan pasien tidak demam. Kemudian pada hari ke 7, hasil pemeriksaan malaria darah tepi negatip dan pasien diperbolehkan pulang. Selanjutnya follow up malaria darah tepi dilakukan pada hari ke 14, 21, dan 28, hasilnya negatip. Secara kebetulan, pasien memuntahkan cacing dewasa A. lumbricoides, sehingga diagnosis askariasis dapat ditegakkan. Ko-infeksi malaria dan askariasis sebelumnya telah dilaporkan oleh beberapa peneliti, tetapi umumnya pada anak (Murray et al, 1978; Nacher et al, 2001; Brutus et al, 2007; Faye et al, 2008). Infeksi cacing memengaruhi infeksi malaria masih menjadi perdebatan. Umumnya ada dua pendapat, pertama,

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    44

    keberadaan infeksi cacing akan menyebabkan klinis malaria menjadi berat, dan kedua, keberadaan infeksi cacing akan menekan manifestasi klinis infeksi malaria, meskipun pada penelitian selanjutnya membagi jenis cacing yang menimbulkan efek protektif atau efek antagonis (Nacher, 2001; Roussilhon, 2010). Penelitian Murray pada tahun 1976 di Comoro island menunjukkan bahwa infeksi A. lumbricoides pada anak usia 2-14 tahun, akan menekan gejala klinis dari infeksi P. falciparum, dan pengobatan dengan antihelmintik akan menimbulkan recrudescence dari P. falciparum.

    Penelitian lain pada tahun 1977 melaporkan pasien malnutrisi dengan Askariasis berat bebas dari infeksi malaria. Pada tahun 1978, peneliti yang sama melaporkan pengobatan askariasis dengan Piperazine diikuti denagn meningkatnya insidens malaria (Nacher, 2011). Penelitian pada anak di Madagaskar menyimpulkan, bahwa pengobatan malaria dengan askariasis dengan levamisole meningkatkan kepadatan parasit P. falciparum di darah tepi (Brutus et al, 2007). Penelitian lain menyebutkan, meskipun infeksi A. lumbricoides dapat meningkatkan toleransi host terhadap infeksi malaria, kepadatan gametosit lebih tinggi, dan risiko malaria otak dan gagal ginjal menurun 64 % dan 84 % (Nacher et al, 2007; Brutus et al, 2007; Nacher, 2008).

    Malaria bisa asimtomatik pada anak dengan askariasis, dan manfestasi klinis ko-infeksi ini pada anak adalah anemia, dan demam jarang ditemukan (Achidi et al, 2008).

    ***

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    45

    DERMATITIS PAEDERUS (TOMCAT)

    Di awal Mei 2012, seorang perempuan usia 18 tahun beralamat di Kecamatan Medan Tembung Kota Medan datang ke Klinik Penyakit Tropik dan Infeksi DR.Umar zein dengan keluhan pipi dan lengan atas terkena serangga Tomcat satu hari yang lalu. Ada rasa perih, panas dan gatal pada daerah yang terkena. Menurut pasien, ada beberapa warga di sekitar rumahnya juga mengalami hal yang sama, dan dibawa berobat ke Puskesmas. Pasien sudah berobat ke Puskesmas dan diberi pengobatan berupa pembersihan bagian tubuh yang terkena dengan kapas alkohol, serta diberi obat Amoksisilin 500 mg 3x sehari, CTM tablet 3 kaii sehari. Pasien juga membawa serangga yang diduga Tomcat menyebabkan kelainan kulit tersebut di dalam kantong plastik. Pada pemeriksaan fisik umum semua dalam batas normal. Pada regio mandibula kiri didapati lesi berupa garis memanjang berwarna merah kehitaman, eritema, hiperemis, bulla, dan bagian lesi terasa panas (Gambar 35).

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    46

    Pada regio deltoid kiri didapati ruam berupa bulla, hiperemis dan tampak tanda peradangan dan daerah ruam terasa panas (Gambar 36).

    Pasien didiagnosis sebagai Dermatitis Paederus, dan diberikan pengobatan dengan Krim antibiotik yang mengandung

    Gambar 36. Lesi akibat cairan tubuh Tomcat pada lengan atas pasien. (Dokumen Dr.Umar Zein).

    Gambar 35. Lesi Tomcat pada pipi pasien. (Dokumen Dr.Umar Zein).

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    47

    Bethametason, analgetik Parasetamol, Cetirizine tablet 1 x1, dan Metil prednisolon 4 mg tablet 3 x 1 selama 3 hari. Serangga yang dibawa pasien dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diperiksa di Departemen Parasitologi FK USU keesokan harinya. Setelah diperiksa dengan menggunakan mikroskop dan diidentifikasi Tomcat yang nama latinnya Paederus littoralis, famili Famili Staphylinidae, Ordo Orthoptera (Gambar 37).

    Dengan demikian sudah terbukti keberadaan Tomcat di Medan dan tidak tertutup kemungkinan daerah lain di Sumatera Utara yang sudah menyerang beberapa warga. Walaupun penyakit kulit yang ditimbulkannya tidak menyebabkan kematian, tapi

    Gambar 37. Tomcat (Paederus littoralis) yang dibawa pasien dan di identifikasi di Dept.Parasitologi FK USU. (Dokumen Dr.Umar Zein/Dept.Parasitologi FK USU).

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    48

    perlu diwaspadai karena kelainan kulit yang terjadi dapat mengganggu aktifitas sehari-hari. Serangan serangga Tomcat ini pernah menghebohkan warga Surabaya. Warga apartemen Eastcoast, Kenjeran dan Wonorejo mengalami peradangan kulit akibat racun yang ada pada badannya, bukan akibat gigitan/tusukannya. Terjadi dermatitis dengan tanda-tanda inflamasi disertai rasa panas dan sakit, kemudian diikuti rasa gatal (Kompas.com Minggu, 8 Juli 2012) Tomcat, salah satu jenis serangga atau kumbang dengan nama ilmiah Paederus littoralis dan spesies lainnya Paederus fuscipes. Kumbang ini termasuk dalam Ordo Orthoptera dan Famili Staphylinidae. Dalam bahasa Inggrisnya disebut rove beetle atau kumbang penjelajah atau pengelana karena selalu aktif berjalan-jalan. Masyarakat menyebutnya tomcat, mungkin karena bentuknya sepintas seperti pesawat tempur Tomcat F-14 (Gambar 38).

    Gambar 38. Tomcat (Paederus littoralis). (Sumber: http://www.flickr.com/photos/jjkent_sub-acct/6918286495/).

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    49

    Secara spesifikasi, tubuh kumbang ini ramping dan pada saat berjalan bagian belakang tubuhnya melengkung ke atas. Kumbang berukuran panjang 7 sampai 10 mm dan lebar 0,5 hingga 1,0 mm Kira-kira sebesar semut). Bagian kepala hewan ini berwarna hitam, sayap berwarna biru kehitaman dan hanya menutupi bagian depan tubuh. Bagian toraks dan abdomen berwarna oranye atau merah. Warna orange atau merah ini diduga menjadi sinyal bagi musuh-musuhnya (misalnya laba-laba) bahwa kumbang ini beracun dan harus dihindari. Kumbang Paederus berkembang biak di dalam tanah di tempat-tempat yang lembab, seperti di galangan sawah, tepi sungai, daerah berawa dan hutan. Telurnya diletakkan di dalam tanah, begitu pula larva dan pupanya hidup dalam tanah. Setelah dewasa (menjadi kumbang) barulah serangga ini keluar dari dalam tanah dan hidup pada tajuk tanaman. Siklus hidup kumbang dari sejak telur diletakan hingga menjadi kumbang dewasa sekitar 18 hari, dengan perincian stadium telur 4 hari, larva 9 hari dan pupa 5 hari. Kumbang ini dapat hidup hingga 3 bulan. Seekor kumbang betina dapat menghasilkan telur sampai 100 butir. Kumbang ini tergolong serangga predator yang memakan serangga lain. Kumbang ini banyak dijumpai di sawah dan merupakan musuh alami dari hama-hama padi. Dalam siklus hidupnya, kumbang tomcat ini pada siang hari aktif berjalan cepat menelusuri rumpun padi untuk mencari mangsanya yang berupa hama-hama padi, termasuk hama wereng cokelat. Sesungguhnya, kumbang tomcat ini adalah serangga yang bermanfaat bagi petani karena kumbang ini membantu mengendalikan hama-hama padi. Kumbang tomcat juga bisa ditemukan di pertanian kedelai, jagung, kapas, tebu dan sejenisnya.

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    50

    Pada malam hari kumbang Tomcat aktif terbang dan tertarik pada cahaya lampu. Inilah sebetulnya yang menyebabkan Tomcat masuk ke dalam rumah pada malam hari. Kumbang tomcat tidak menggigit atau menyengat. Tapi kumbang tomcat kalau terganggu atau secara tidak sengaja terpijit akan mengeluarkan cairan yang bila kena kulit akan menyebabkan gejala memerah dan melepuh seperti terbakar (dermatitis). Tubuh Tomcat mengandung racun yang bila terkena kulit manusia akan menyebabkan kelainan kulit berupa dermatitis. Saat ini penyakit kulit karena racun Tomcat disebut Paederus dermatitis. Gejala ini muncul akibat cairan tubuh kumbang tadi mengandung zat pederin yang bersifat racun. Belakangan ini diketahui bahwa produksi pederin dalam tubuh kumbang tergantung pada keberadaan bakteri Pseudomonas sp. yang bersimbiosis dalam tubuh kumbang betina. Pederin (C24H43O9N) bersirkulasi dalam darah kumbang, sehingga dapat terbawa sampai ke keturunannya (telur, larva, pupa, dan kumbang dewasa). Namun demikian, kumbang betina yang mengandung bakteri akan menghasilkan pederin yang lebih banyak dibandingkan kumbang yang dalam tubuhnya tidak ada bakteri simbion. Kelainan kulit yang ditimbulkannya umumnya berupa peradangan akut akibat toksin yang mengenai kulit, yaitu berupa kulit kemerahan, bengkak, nyeri, dan gatal, yang bisa meluas, tergantung pada banyaknya racun yang mengenai kulit dan respon tubuh terhadap racun tersebut (Medica Online Media, 2012). Laporan dari Iran menyebutkan puncak kasus terjadi pada bulan September, dan bagian tubuh yang paling banyak terkena adalah wajah dan leher. Manifestasi klinisnya berupa geographic erythematous plaques dengan micropustules (Zargari et al, 2003).

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    51

    Ruam kulit yang timbul akibat racun Tomcat menurut literatur seperti pada gambar 39.

    ***

    Gambar 39. Lesi kulit akibat racun Tomcat. (Sumber: http://www.medicalonlinemedia.com/2012/04/about-rove-beetle-poison/).

    http://www.medicalonlinemedia.com/2012/04/about-rove-beetle-poison/http://www.medicalonlinemedia.com/2012/04/about-rove-beetle-poison/

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    52

    MALARIA FALCIPARUM BERAT MIX DENGAN MALARIA OVALE YANG

    MENGALAMI RELAPS

    Pada bulan Agustus 2011, seorang laki-laki, usia 37 tahun yang dirawat di Rumah Sakit Umum Herna, Medan oleh seorang sejawat Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Penyakit Tropik dan Infeksi dengan diagnosis Malaria falciparum berat. Pasien mendapat infeksi di Cameroon, karena ia bekerja di sana. Pasien mendapatkan pengobatan Artesunate injeksi selama 5 hari. Selama pengobatan, pasien mendapat komplikasi Pneumonia, dan pasien melanjutkan pengobatan ke rumah sakit di Singapore. Pada tanggal 28 Oktober 2012, pasien datang ke Klinik penyakit Tropik dan Infeksi Dr.Umar Zein, dengan keluhan demam dan menggigil dan tidak ada berkeringat, sudah satu minggu. Ada juga keluhan sakit kepala dan nyeri otot. Pada pemeriksaan fisik, kesadaran baik, TD.120/90 mmHg, nadi 94x/menit, temperatur tubuh 37,80C. Pemeriksaan jantung da paru dalam batas normal. Pada pemeriksaan darah rutin, Hb.12 gr%, leukosit 6.500/ul, hematokrit 52%, trombosit 210.000/ul. pada pemeriksaan

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    53

    malaria darah tepi (sediaan darah tipis) dijumpai Plasmodium ovale (Gambar 40) dengan kepadatan parasit 6.400/ul. Gambaran pada sediaan darah tebal sulit dibedakan dengan P. vivax (Gambar 41)

    Gambar 40. Parasit Plasmodium ovale dari darah tepi pasien. (Dokumen Dr.Umar Zein/Dept.Parasitologi FK USU).

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    54

    Pasien diberi pengobatan dengan Darplex 4 tablet perhari selama 3 hari dan Primakuin 15 mg satu tablet perhari selama 14 hari. Hasil follow up klinis dan malaria darah tepi, sampai hari ke 28 (H7, H14, H21, dan H28), tidak ditemukan relaps. Salah satu spesies malaria pada manusia yaitu P. ovale adalah yang prevalensinya rendah,dan distribusinya di dunia terutama darah tropik Africa, New Guinea dan Philippinae (WHO, 2010). Pasien mendapatkan infeksi di Cameroon, Afrika dan pada awal penyakit yang kombinasi dengan infeksi P. falciparum, tidak terdeteksi, sehingga tidak diberikan pengobatan pencegahan relaps.

    Gambar 41. P. ovale pada sediaan darah tebal. Sulit dibedakan dengan P. vivax. (Dokumen Dr.Umar Zein/Dept.Parasitologi FK USU).

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    55

    Diantara 5 spesies palsmodium (falciparum, vivax, malariae, ovale, dan knowlesi) hanya P. vivax dan P. ovale yang membentuk hypnozoites, yang merupakan stadium parasit di hati yang dapat menyebabkan multiple relapse infeksi beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah infeksi primer. Infeksi tunggal dapat menyebabkan infeksi berulang. Tujuan pengobatan malaria vivax dan ovale untuk penyembuhan radikal (radical cure) parasit stadium darah dan stadium hati dan selanjutnya mencegah recrudescence dan relaps. Hanya Primakuin yang tersedia sebagai obat yang mampu mengeliminasi latent hypnozoite reservoirs dari P. vivax and P. ovale yang menyebabkan relaps. Pemberian Primakuin selama 14 hari dengan dosis total 315 mg atau 420 mg dapat mencegah relaps. (WHO, 2010). Malaria ovale sering menjadi problem bagi traveler dan di Prancis, kasusnya 5% sebagai malaria import. Penegakan diagnostik sering sulit karena gambaran klinis selalu tidak spesifik, dan sensitivitas deteksinya rendah bila parasitemianya rendah (de Laval, 2010).

    ***

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    56

    Kepustakaan About Rove Beetle Poison, Medical Online Media,

    Health Reference and Medical Advice, Avilable from: http://www.medicalonlinemedia.com/2012/04/about-rove-beetle-poison/, July 8, 2012.

    Achidi EA, Apinjoh TO, Mbunwe E, et al. Febrile status, malarial parasitaemia and gastro-intestinal helminthiases in schoolchildren resident at different altitudes, in south-western Cameroon. Ann Trop Med Parasitol. 2008 Mar;102(2):103-18

    Badia L, Lund VJ, Vile bodies: An endoscopic approach to nasal myiasis. J. Laryngol. Otol. 1994; 108: 1083 - 5 .

    Brutus L, Watier L, Hanitrasoamampionona V, et al. Confirmation of the Protective Effect of Ascaris lumbricoides on Plasmodium falciparum Infection: Results of a Randomized Trial in Madagascar. Am. J. Trop. Med. Hyg, 2007: 77(6), 1091– 5.

    Cunha BA. Antibiotic Assentials, 9th Ed.2010, Physicians’ Press, A Division of Jones and Bartlett Publishers Sudbury, Massachusetts, 251.

    de Laval F, Oliver M, Rapp C et al.The challenge of diagnosing Plasmodium ovale malaria in travellers: report of six clustered cases in french soldiers returning from West Africa, Malaria Journal 2010, 9:358. Avilable from:

    http://www.malariajournal.com/content/9/1/358, July 17, 2012.

    Depary AA. Taeniasis Saginata Asiatica in Samosir, Nusantara, 2003: 36 (I), 30-32,

    Fact Sheet: Cryptosporidiosis, Citation: NSW Public Health Bulletin, 2002: 12 (5), 142, Available from URL:

    http://www.medicalonlinemedia.com/2012/04/about-rove-beetle-poison/http://www.medicalonlinemedia.com/2012/04/about-rove-beetle-poison/http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed?term=%22Achidi%20EA%22%5BAuthor%5Dhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed?term=%22Apinjoh%20TO%22%5BAuthor%5Dhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed?term=%22Mbunwe%20E%22%5BAuthor%5Dhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18318932http://www.malariajournal.com/content/9/1/358

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    57

    Faust EC, Russel PF. Clinical Parasitology 7th Eds. 1964, Lea & Febiger, Philadelphia, 453-69.

    Faye B, Ndiaye JL, Tine RC, Lô AC, Gaye O. Interaction between malaria and intestinal helminthiasis in Senegal: influence of the carriage of intestinal parasites on the intensity of the malaria infection. Bull Soc Pathol. Exot. Dec 2008: 101(5), 391-4.

    Garcia LS, Bruckner DA. Diagnostic Medical Parasitology. Elsevier Science Publishing Co,Inc. 1988: 182-92

    Ho KM, Wong KH. Dermatologic manifestations in HIV disease. In Chan KCW, Wong KH, Lee SS (editors). HIV Manual 2001, 231-45.

    Hunter GW, Frye WW, Swartzwelder JC. A Manual Tropical Medicine, 3nd Edition, 1960: W.B Saunders Company, London,557.

    Ittarat W, Pickard AL, Rattanasinganchan P, et al. Am J Trop Med Hyg, Feb. 2003: 68(2), 147-52.

    Kemkes RI, 2010: Rencana Nasional Program Akselerasi Eliminasi Filariasis di Indonesia

    Kumar SP, Ravikumar A, Somu L. Tracheostomal Myiasis: A Case Report and Review of the Literature, Case Reports in Otolaryngology, Vol. 2011 (2011), Article ID 303510, 3 pages

    doi:10.1155/2011/303510, Available from: http://www.hindawi.com/crim/otolaryngology/2011/303510/, July 11, 2012.

    Lee HL, Krishnasamy M, Jeffery J. A case of human nasopharyngeal myiasis caused by Chrysomya bezziana Villeneuve, 1914 (Diptera:Calliphoridae) in Malaysia, Tropical Biomedicine, 2005: 22(1): 87–88

    Meamar AR, Rezaian M, Mohraz M, Zahabian F, Hadighi R, Kia EB. A Comparative Analysis of Intestinal Parasitic Infections between HIV+/AIDS Patients and Non-HIV

    http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed?term=%22Faye%20B%22%5BAuthor%5Dhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed?term=%22Ndiaye%20JL%22%5BAuthor%5Dhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed?term=%22Tine%20RC%22%5BAuthor%5Dhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed?term=%22L%C3%B4%20AC%22%5BAuthor%5Dhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed?term=%22Gaye%20O%22%5BAuthor%5Dhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19192606http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19192606http://www.hindawi.com/crim/otolaryngology/2011/303510/http://www.hindawi.com/crim/otolaryngology/2011/303510/

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    58

    Infected Individuals, Iranian Journal of Parasitology, 200: 2 (1), 1 – 6.

    Murray J, Murray A, Murray M, Murray C. The biological suppression of malaria: an ecological and nutritional interrelationship of a host and two parasites. Am J Clin Nutr. 1978: 31, 1363–6.

    Nacher M, Singhasivanon P, Gay F, Silachomroon U, Phumratanaprapin W, Looareesuwan S. Contemporaneous and successive mixed Plasmodium falciparum and Plasmodium vivax infections are associated with Ascaris lumbricoides: an immunomodulating effect?. J Parasitol. Aug. 2001: 87(4), 912 – 5.

    Nacher M. Worms and malaria: blind men feeling the elephant? Parasitology. Jun 2008: 135(7), 861-8.

    O’quinn JC, Dushin R. Cutaneous Larva Migrans. Case Report with Current Recommendations for Treatment. J Am Pediatr Med Assoc, 2005: 95(3), 291–4.

    Padalia U, Modi C. Bombay Hospital Journal, , 2008: Vol. 50, No.4, 592 - 4.

    Partoutomo, S. Epidemiologi dan pengendalian myiasis di Indonesia. Wartazoa, 2000: 10(1), 20-7.

    Persico VS. HIV, cutaneous larva migrans and fever. Int J STD AIDS, Jun 2007: 18(6), 433-4.

    Rahoma AH, Latif B. Human Foot Myiasis in Malaysia with a Review of the Literature, J Trop Med Parasitol. 2010: 33, 41-3.

    Rossi-Schneider T, Cherubin K, Yurgel LS, Salum F, Figuerido MA. Oral Myiasis: A Case Report, Journal of Oral Science, 2007: Vol.49. No.1, 81 – 8.

    Roussilhon C, Brasseur P, Agnamey P, Pe´rignon JL, Druilhe P.Understanding human-Plasmodium falciparum immune interactions uncovers the immunological role of

    http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed?term=%22Nacher%20M%22%5BAuthor%5Dhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed?term=%22Singhasivanon%20P%22%5BAuthor%5Dhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed?term=%22Gay%20F%22%5BAuthor%5Dhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed?term=%22Silachomroon%20U%22%5BAuthor%5Dhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed?term=%22Silachomroon%20U%22%5BAuthor%5Dhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed?term=%22Phumratanaprapin%20W%22%5BAuthor%5Dhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed?term=%22Looareesuwan%20S%22%5BAuthor%5Dhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11534659http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed?term=%22Nacher%20M%22%5BAuthor%5Dhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18377695

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    59

    worms. PLoS One. Feb. 2010: 19; 5(2). Available from: www.health.nsw.gov.au/public.health/ph6/my0html/factsheetmay01.html. October 2, 2011.

    Schenone H, Schenone S, Arriagada J. Oral elimination of strobila segments of Taenia saginata, Bol Chil Parasitol. 1992 Jan-Jun; 47(1-2):33-5.(Abstract)

    Serling SLC, Leslie K, Maurer T. Approach to Pruritus in the Adult HIV-Positive Patient. Seminar in Cutaneous Medicine and Surgery, June 2011: Vol. 30, Issue 2, 101–6.

    Sestak K, Ward LA, Sheoran A et al. Variability Among Cryptosporidium parvum Genotype 1 and 2 Immunodominant Surface Glycoproteins, Parasite Immunology, 2002: 24, 213 – 9.

    Singh, I, Gathawala G, Jadav SPS, Wig U, Jakkar KK. Myiasis in children, The Indian perspective. Int. J.Ped. Otorhinolaryngol, 1993: 25, 127 - 34.

    Stefanaki Ch, Stratigos AJ.Skin manifestations of HIV-1 infection in children.Clinics in Dermatology 2002: 20, 74–86.

    Steiner TS, Pape JW, Guerrant RL. Intestinal Coccidial Infections, In: Guerrant RL, Welker PF. Tropical Infections Diaseases, Principle, Pathogens, & Practice, Churchill Liovingstone, A Division of Harcourt Brace & Company, Philadelphia, 1999: 721 – 35.

    Tomcat Beracun, Tapi Tak Mematikan, Diunduh dari: Kompas.com, 12 Maret, 2012.

    Tschachler E, Paul R, Bergstresser PR, Stingl G. HIV-related skin diseases. The Lancet, September 1996. Vol. 348, Issue 9028, 659 - 63, 7

    Viriyavejakul P, Rojanasuman P, Viriyavejakul A et al. Necorpsy in HIV Infected Patients, Southeast Asian J Trop Med Public Health, March 2002: 33 (1), 85 – 91 (Abstract).

    Wardhana AH. Chrysomya bezziana Penyebab Myiasis pada Hewan dan Manusia: permasalahan dan Penanggulangannya, Wartazoa, 2006: VoL 16 No . 3, 146 – 58.

    http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed?term=12.%09Roussilhon%20C%2C%20Brasseur%20P%2C%20Agnamey%20P%2C%20Pe%C2%B4rignon%20J-L%2C%20Druilhe%20P%20(2010)%20Understanding%20human-Plasmodium%20falciparum%20immune%20interactions%20uncovers%20the%20immunological%20role%20of%20wormhttp://www.health.nsw.gov.au/public.health/ph6/my0html/factsheetmay01.html.%20October%202http://www.health.nsw.gov.au/public.health/ph6/my0html/factsheetmay01.html.%20October%202http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed?term=Schenone%20H%5BAuthor%5D&cauthor=true&cauthor_uid=1306992http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed?term=Schenone%20S%5BAuthor%5D&cauthor=true&cauthor_uid=1306992http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed?term=Arriagada%20J%5BAuthor%5D&cauthor=true&cauthor_uid=1306992http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1306992

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    60

    WHO 2010. Guidelines for the treatment of malaria – 2nd edition, WHO Library Cataloguing-in-Publication Data, Geneva.

    Zargari O, Kimyai-Asadi A, Fathalikhani F, Panahi M. Paederus dermatitis in northern Iran: a report of

    156 cases, International Journal of Dermatology, , August 2003: Vol.42, Issue 8, 608 – 12

    Zein U. Cryptosporidiosis, Identification and Treatment as A Reemerging Disease, 2002, Available from: www.repositoryusu.ac.id.

    http://www.repositoryusu.ac.id/

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    61

    Glossary

    A. lumbricoides. Adalah spesies cacing Nematoda usus Genus Ascaris, Famili Ascarididae merupakan salah satu penyebab soil-transmitted helminthiasis pada manusia. Acute renal injury. Penurunan fungsi ginjal akut akibat gangguan renal atau pre renal. Aedes. Genus nyamuk famili Culicidae, ordo Diptera yang bisa menjadi vektor infeksi filariasis atau dengue. Alanine Aminotransferase. Salah satu enzim yang disintesa oleh hati. Albendazole. Adalah antihelmintik golongan Benzimidazole yang dapat digunakan untuk pengobatan berbagai jenis infeksi cacing usus, seperti ascaris, trichuris, dan oxyurisis. Anopheles. Genus nyamuk famili Culicidae, ordo Diptera yang bisa menjadi hospes perantara cacing filaria dan plasmodium. Antihelmintik. Obat adalah obat yang digunakan untuk memberantas atau mengurangi cacing dalam lumen usus atau jaringan tubuh. Armigeres. Genus nyamuk famili Culicidae, ordo Diptera yang bisa menjadi hospes perantara cacing filaria.

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    62

    Artesunat. Obat antimalaria semisintetik derivat dari grup artemisinin yang larut dalam air. Digunakan sebagai obat injeksi maupun oral Askariasis. Infeksi cacing usus jenis cacing gelang (Ascaris lumbricoides). Aspartate Aminotransferase. Salah satu enzim yang disintesa oleh hati. Atabrine. Nama dagang dari Quinacrine untuk infeksi malaria dan cacing pita. Azithromycin. Adalah antibiotik golongan makrolida pertama yang termasuk dalam kelas azalide. Azitromisin diturunkan dari eritromisin dengan menambahkan suatu atom nitrogen ke cincin lakton eritromisin A. Brugia malayi. Spesies cacing filaria yang ditemukan hanya di Asia, dari bagian barat India sampai ke timur laut Korea dan bagian selatan Indonesia. Di Indonesia, fokus-fokus B.malayi di temukan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya (Papua). Terdapat 2 strain B.malayi, pertama, strain periodik nokturna yang tidak mempunyai hospes pada binatang, transmisinya berlangsung melalui nyamuk Mansonia dan Anopheles di daerah rawa-rawa dan persawahan, sedangkan Anopheles di daerah hutan pegunungan. Yang kedua subperiodik nokturna, transmisinya melalui nyamuk Mansonia di daerah rawa-rawa di pinggir sungai. Strain periodik, distribusinya luas di Asia, sedang bentuk subperiodik terdapat di Malaysia, Indonesia dan Filipina.

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    63

    Brugia timori. Spesies cacing filaria yang distribusinya terbatas pada pulau-pulau yang mempunyai gunung berapi di bagian timur Indonesia seperti Timor, Alor, Flores, Sumba, Roti dan Sawu. Mikrofilarianya bersifat periodik nokturna dengan vektornya nyamuk Anopheles. C. bezziana. Spesies dari genus Chrysomya (Lalat), famili Calliphoridae, ordo Diptera, yang larvanya bisa menyebabkan penyakit Myiasis Cerebral Malaria (Malaria Otak). Infeksi berat P.falciparum dengan manifestasi cerebral, dengan gangguan kesadaran (Glasgow coma scale < 11, Blantyre coma scale < 3). Malaria dengan koma menetap > 30 menit setelah kejang, dipertimbangkan sebagai cerebral malaria. C. muris. spesies dari cryptosporidium yang umumnya menginfeksi tikus dan sapi. C. parvum. spesies dari cryptosporidium yang umumnya menginfeksi mamalia, termasuk manusia. Carbamazepin. Obat golongan antikonvulsan yang digunakan untuk pengobatan epilepsi. Ceftriakson. Antibiotik golongan Cephalosporine genereasi ke III. Cerebral Toxoplasmosis (Toksoplasmosis otak). Disebut juga Ensefalitis toksoplasma, merupakan penyebab tersering lesi otak fokal infeksi oportunistik tersering pada pasien AIDS. Diagnosis presumtif ensefalitis toksoplasma dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan penunjang serologis dan

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    64

    pencitraan, baik dengan tomografi komputer (CT Scan) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI). Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan baku emasnya dengan pemeriksaan histopatologi dari biopsy dan ditemukannya takizoit dan bradizoit toksoplasma. Lesi toksoplasma ensefalitis (TE) sulit dibedakan dengan lesi lainnya, meskipun demikian gambaran yang dianggap khas yaitu lesi otak fokal tunggal atau multiple bagian tepi menyerupai cincin, dengan lokasi tersering pada basal ganglia 75%, thalamus, periventrikular dan corticomedullary junction (subkotikal) disertai edema perifokal dan berdiameter 1 sampai 3 cm Cetirizine. Obat golongan antihistamin yang bekerja long acting. Cetirizine adalah reseptor H1-antagonis selektif dan pada reseptor lain efeknya dapat diabaikan, bebas dari efek anticholinergik dan antiserotonin. Cetirizine menghambat mediator histamin fase awal dari reaksi alergi, juga menurunkan migrasi sel inflamasi dan melepaskan mediator yang berhubungan dengan respon alergi yang sudah lama.

    Cryptococcosis, Infeksi jamur Cryptococcus yang sering sebagai infeksi oportunistik pada AIDS. Cryptococcus adalah sejenis jamur encapsulated berbentuk khamir ukuran 4 – 8 um. ditemukan pertama kali oleh Otto Busse dan Abraham Buschke tahun 1984. Meskipun ditemukan lebih dari 50 spesies, namun yang penting pada manusia adalah C. neoformans var. neoformans dan C. neovormans var. gattii. Jamur ini dapat tumbuh dengan baik pada suhu tubuh manusia (± 37 °C).

    Cryptosporidiosis. Infeksi pada usus halus oleh parasit Cryptosporodium yang menyebabkan diare kronik.

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    65

    Culex, Genus nyamuk famili Culicidae, ordo Diptera yang bisa menjadi hospes perantara cacing filaria. Cutaneus larva migrans. Adalah penyakit kulit pada manusia yang disebabkan oleh larva berbagai jenis cacing nematoda famili hookworm (cacing gtambang). Paling banyak disebabkan oleh spesies Ancylostoma duodenale dan di Amerika oleh Necator americanus dan Ancylostoma braziliensis.. Cytomegalovirus. Adalah double-stranded DNA virus famili Herpesviridae. Jenis lainnya termasuk herpes simplex virus type 1 (HSV-1 or HHV-1) dan herpes simplex virus type 2 (HSV-2 or HHV-2), varicella zoster virus (VZV), human herpes virus (HHV)–6, HHV-7, and HHV-8. CMV mempunyai banyak atribut termasuk genome, virion structure, dan kemampuannya menyebabkan infeksi laten dan persisten. cause latent and persistent infections. Human CMV tumbuh hanya pada manusia dan sangat baik berreplikasi di dalam fibroblast. Acapkali ditemukan sebagai infeksi oportunistik pada pasien AIDS. Darplex. Obat antimalaria kombinasi dihydroartemisin 40 mg dengan piperaquine 320 mg sebagai fixed drug combination. Dosis dewasa 1,6/12,8 mg/kg diberikan pada Jam ke 0, 8, 24 dan 48. Pemberian alternatif dengan total dosis yang sama sekali sehari selama 3 hari ( 3- 4 tablet/hari).Nama Dagang lain adalah Arterakin. DEC (Dietyhilcarbamazine). Obat antihelmintik diindikasikan untuk infeksi filariasis, termasuk: lymphatic filariasis yang

    http://emedicine.medscape.com/article/218580-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/231927-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/219019-overviewhttp://en.wikipedia.org/wiki/Lymphatic_filariasis

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    66

    disebabkan oleh Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Deksametason. Adalah obat antiinflamasi dan antialergi golongan glukokortikoid yang sangat kuat. Sebagai perbandingan Dexamethasone 0,75 mg setara dengan obat sebagai berikut: cortisone 25 mg, hydrocortisone 20 mg, prednisone 5 mg, dan prednisolone 5 mg. Tidak mempunyai aktivitas mineral kortikosteroid dari cortisone atau hydrocortisone, sehingga pengobatan untuk kekurangan adrenocortical tidak berguna. Doksisiklin Doksisiklin adalah antibiotik golongan tetrasiklin. Doksisiklin bekerja secara bakteriostatik dengan mencegah sintesa protein mikroorganisme. Doksisiklin dapat digunakan untuk pengobatan malaria dikombinasi dengan kina. Juga dapat diginakan untuk profilaksis malaria. Duviral. Obat anti teroviral yang mengandung Lamivudine dan Zidovudine selective inhibitors yang kuat terhadap HIV-1 dan HIV-2. Lamivudine bekerja sinergis kuat dengan zidovudine, menghambat replikasi HIV di dalam sel kultur sebagai competitive inhibitors terhadap enzim reverse transcriptase HIV. E. hystolitica. adalah parasit protozoa genus Entamoeba Protozoa ini menginfeksi manusia dan primata lainnya. E. histolytica diperkirakan telah menginfeksi sekitar 50 juta orang di seluruh dunia. Early resistance parasit. WHO mendefinisikan resisten terhadap antimalarials sebagai kemampuan strain parasit untuk survive dan atau memperbanyak diri meskipun diberikan

    http://en.wikipedia.org/wiki/Wuchereria_bancroftihttp://en.wikipedia.org/wiki/Brugia_malayihttp://en.wikipedia.org/wiki/Brugia_timori

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    67

    dengan dosis yang sama atau lebih besar dari yang direkomendasikan dan ditolernsi dengan baik oleh pasien serta ekspos obat pada tempat kerjanya adekwat. Resisten terhadap antimalaria terjadi akibat seleksi parasit dengan mutasi genetik atau gene amplifications yang menurunkan kepekaan. Eksoeritrositer. Siklus perkembangan parasit malaria di luar eritrosit (dalam sel hati). Elephantiasis. Penyakit kaki gajah dengan gejala pembengkakan pada kaki, lengan atau scrotum akibat penyumbatan aliran limfe oleh cacing Filaria dewasa.

    Eritromisin. Merupakan antibiotik golongan makrolid. Antibiotika golongan makrolida mempunyai persamaan yaitu terdapatnya cincin lakton yang besar dalam rumus molekulnya. Eritromisin dihasilkan oleh suatu strain Streptomyces erythreus. Zat ini berupa kristal berwarna kekuningan, larut dalam air dan larut lebih baik dalam etanol atau pelarut organik. Antibiotik ini tidak stabil dalam suasana asam, kurang stabil pada suhu kamar tetapi cukup stabil pada suhu rendah. Aktivitas in vitro paling besar dalam suasana alkalis. Golongan makrolid menghambat sintesis protein kuman dengan jalan berikatan secara reversible dengan ribosom subunit 50S, dan bersifat bakteriostatik atau bakterisid tergantung dari jenis kuman dan kadarnya. In vitro, efek terbesar eritromisin terhadap kokus gram positif, seperti S. Pyogenes dan S. Pneumoniae. Batang gram positif yang peka terhadap eritromisin ialah C. Perfringens, C. Diphtheriae, dan L. monocytogenes. Eritromisin tidak aktif terhadap kebanyakan kuman gram negatif, namun ada beberapa spesies yang sangat peka terhadap eritromisin yaitu N. Gonorrhoeae, Campylobacter jejuni, M. Pneumoniae, Legionella pneumophila,

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    68

    dan C. Trachomatis. H. Influenzae mempunyai kepekaan yang bervariasi terhadap obat ini.

    Famili Staphylinidae, serangga Arthropada ordo Cleoptera. Salah satu spesiesnya adalah Paederus littoralis (Tomcat). Filariasis. Infeksi oleh cacing Filaria di jaringan, terutama limfatik, menyebabkan elephantiasis. Gametosit. Stadium seksual parasit malaria yang terdapat di dalam sel darah merah host intermediate (manusia/hewan). Gentamisin cream. Obat topikal kulit yang mengandung gentamisin sulfat 0,1%. Geographic erythematous plaques.Ruam kulit yang lebar kemerahan dan lebih tinggi dari kulit memebrikan gambaran geografik pada kulit. H.nana. Spesies cacing pita kecil (dwarfism tapeworm) yang dapat menginfeksi usus manusia. Hematuria. Ditemukannya darah dalam urine secara makroskopis dan mikroskopis. Hospes perantara. Untuk melengkapi daur hidupnya, kadang-kadang parasit membutuhkan hewan lain yang bertindak selaku hospes perantara (Intermediate host) terpat berkembangnya stadium muda parasit, misalnya bentuk larvanya. Beberapa jenis cacing trematoda dan cestoda membutuhkan dua hospes perantara primer dan sekundar. Sebaliknya, manusia dapat bertindak selaku hospes perantara bagi parasit yang hospes definitifnya adalah hewan.

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    69

    Hymenelopiasis. Infeksi cacing Hymenelopis nana pada usus manusia. Hyperbilirubinaemia. Meningkatnya kadar bilirubin di dalam darah, selalu disertai dengan ikterus. Hypnozoites. Stadium hati yang persisten dari P. vivax dan P. ovale yang dorman di dalam hepatosit selama 3 –45 minggu sebelum menjadi hepatic schizonts yang selanjutnya melepaskan merozoit yang akan menginfeksi sel darah merah. Hypnozoites sebagai sumber relaps. Immunocompetent. Status imunologis pasien yang normal. Immunocompromised. Status imunologis pasien yang menurun, dengan kekebalan tubuh yang menurun, misalnya pada penderita AIDS, malignansi, diabetes, dan penyakit infeksi kronik lain. Infeksi oportunistik. Infeksi yang terjadi pada pasien dengan kekebalan tubuh yang menurun (immunicompromised), seperti pasien AIDS. Infeksi bisa disebabkan virus, bakteri, jamur atau parasit. Initial dose. Dosis awal pengobatan. Iodium Povidone. Adalah kompleks kimia stabil dari polyvinylpyrrolidone (povidone, PVP) dan elemen iodine dengan konsentrasi 9-12% digunakan sebagai antiseptik lokal. Kandidiasis oral. Infeksi jamur candida spp. Pada rongga mulut yang lazim ditemukan pada pasien AIDS.

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    70

    Kepadatan parasit. Jumlah parasit plasmodium yang ditemukan pada pemeriksaan sediaan darah tebal yang dihitung per mikroliter. Larva. Salah satu stadium dalam siklus hidup berbagai jenis parasit. Larva tingkat tiga. Atau larva stadium III yangmerupakan bentuk infektif dari berbagai jenis cacing. Latent hypnozoite reservoirs. Menetapnya hypnozoite P. vivax atau P. ovale di dalam sel-sel hati yang menyebabkan multiple relaps akibat tidak adekwatnya pengobatan pencegahan relaps. Magnesium Sufat. Mg2SO4 bentuk serbuk yang dilarutkan dalam air sebagai obat pencahar. Malaria Berat. Malaria falciparum akut dengan tanda-tanda gangguan fungsi organ yang berat. Mansonia, spesies nyamuk yang bisa menjadi hospes perantara cacing filaria. Metilprednisolon. Metilprednisolon adalah glukokortikoid turunan prednisolon yang mempunyai efek kerja dan penggunaan yang sama seperti senyawa induknya. Metilprednisolon tidak mempunyai aktivitas retensi natrium seperti glukokortikosteroid yang lain.

    Metronidazole. Metronidazole adalah antibakteri dan antiprotozoa sintetik derivat nitroimidazoi yang mempunyai aktifitas bakterisid, amebisid dan trikomonosid.

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    71

    Micropustules. Penonjolan kulit berbatas tegas, ukurannya lebih kecil dari pustula (diameter < 1 mm) berisi cairan nanah/pus, bisa berlokasi intraepidermal atau subepidermal.

    Mikrofilaremia. Terdapatnya mikrofilaria Stadium III di dalam darah. Mikrofilaria. Larva cacing filaria. Bentuk infektif di dalam tubuh nyamuk mikrofilaria stadium III yang masuk ke dalam aliran darah manusi bila digigit nyamuk hospes yang infektif. Multiple cholelithiasis. Batu dalam kantong empedu yang berjumlah banyak. Multiple relapse. Pada kasus infeksi P. vivax dan P.ovale, serangan berulang dapat terjadi akibat reaktivasi hypnozoite dalam sel hati. Dapat timbul 30-180 hari setelah infeksi pertama. Mycafungin. Obat anti jamur golongan Echinocandin yang digunakan untuk pengobatan candidiasis dan aspergilosis. Myiasis. Infestasi larva serangga terutama dari ordo Diphtera di dalam organ atau jaringan tubuh manusia atau hewan yang masih hidup. Jika luka terbuka tidak dirawat dengan baik, sehingga menimbulkan bau busuk sehingga menarik lalat untuk bertelur pada jaringan yang rusak. Larva yang kemudian menetas akan hidup pada oragn atau jaringan yang rusak tersebut sehingga mengganggu proses penyembuhan luka. Nasofaringeal myiasis. Infestasi larva lalat pada nasofaring manusia yang mengalami luka terbuka atau ulkus.

  • Atlas Kasus-kasus Infeksi Parasit

    72

    Neviral. Anti retroviral Nevirapine golongan Non-nucleoside reverse transcriptase Inhibitor untuk mengobatan infeksi HIV. Onchocerca volvulus. Adalah salah satu dari empat filarial nematoda yang menyebabkan subkutaneus filariasis. Ondancentron