BAB II 2.1 Definisi Persalinan preterm didefinisikan sebagai persalinan yang terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu atau kurang dari 259 hari sejak hari pertama haid terakhir (C.Hubinont, 2011). Partus prematurus atau persalinan prematur juga diartikan sebagai dimulainya kontraksi uterus yang teratur disertai pendataran dan atau dilatasi serviks serta turunnya bayi pada wanita hamil yang lama kehamilannya kurang dari 37 minggu (kurang dari 259 hari) dari hari pertama haid terakhir (Oxorn, 2010). Himpunan Kedokteran Fetomaternal (POGI) di Semarang menetapkan bahwa persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22 – 37 minggu (Rima, 2010). 2.2 Epidemiologi Kejadian persalinan preterm tidak merata disetiap wanita hamil. Dari suatu penelitian didapatkan bahwa kejadian persalinan preterm pada wanita dengan kulit hitam adalah 2 kali lebih banyak dibandingkan ras lain di Amerika Serikat. Penyebab prematuritas adalah terkait multifaktorial. Persalinan preterm wanita kulit putih lebih banyak berupa persalinan preterm spontan dengan selaput ketuban utuh, sedangkan pada wanita kulit hitam
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
2.1 Definisi
Persalinan preterm didefinisikan sebagai persalinan yang terjadi sebelum usia
kehamilan 37 minggu atau kurang dari 259 hari sejak hari pertama haid terakhir
(C.Hubinont, 2011). Partus prematurus atau persalinan prematur juga diartikan
sebagai dimulainya kontraksi uterus yang teratur disertai pendataran dan atau dilatasi
serviks serta turunnya bayi pada wanita hamil yang lama kehamilannya kurang dari
37 minggu (kurang dari 259 hari) dari hari pertama haid terakhir (Oxorn, 2010).
Himpunan Kedokteran Fetomaternal (POGI) di Semarang menetapkan bahwa
persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22 – 37
minggu (Rima, 2010).
2.2 Epidemiologi
Kejadian persalinan preterm tidak merata disetiap wanita hamil. Dari suatu
penelitian didapatkan bahwa kejadian persalinan preterm pada wanita dengan kulit
hitam adalah 2 kali lebih banyak dibandingkan ras lain di Amerika Serikat. Penyebab
prematuritas adalah terkait multifaktorial. Persalinan preterm wanita kulit putih lebih
banyak berupa persalinan preterm spontan dengan selaput ketuban utuh, sedangkan
pada wanita kulit hitam umumnya didahului dnegan ketuban pecah dini. Persalinan
preterm juga dapat dibagi menurut usia kehamilan, sekitar 5% persalinan preterm
terjadi pada usia kurang dari 28 minggu (extreme prematurity), sekitar 15% terjadi
pada usia kehamilan 28-31 minggu (severe prematurity), sekitar 20% pada usia 32-33
minggu (moderate prematurity), dan 60-70% pada usia 34-36 minggu (near term)
(Rima, 2010.)
2.3 Faktor Resiko
Faktor resiko PPI menurut Wiknjosastro (2010) yaitu :
Perdarahan desidu dapat menyebabkan persalinan preterm. Lesi vaskuler dari
plasenta biasanya dihubungkan dengan persalinan preterm dan ketuban pecah dini.
Lesi plasenta dilaporkan terjadi pada 34% wanita dengan persalinan preterm. Lesi ini
dapat dikarakteristikkan sebagai kegagalan transformasi fisiologis dari arteri spiralis,
atherosis, dan trombosis arteri ibu atau janin. Diperkirakan mekanisme yang
menghubungkan lesi vaskuler dengan persalinan preterm adalah iskemi uteroplasenta.
Meskipun patofisiologinya belum jelas tetapi trombin diduga memegang peranan
utama (Rima, 2010).
Terlepas dari peran penting dalam koagulasi, trombin merupakan protease
multifungsi yang memunculkan aktivitas kontraksi dari vaskuler dan otot halus
myometrium. Trombin mestimulasi kontraksi otot polos longitudinal myometrium
(Rima, 2010).
2.4.4 Distensi Uterus Berlebihan
Distensi uterus yang berlebihan memainkan peranan kunci dalam memulai persalinan preterm yang berhubungan dengan kehamilan multipel, polihidramnion, danmakrosomia. Kehamilan multipel, sering disebabkan oleh reproduksi yang dibantu oleh tekhnologi (assisted reproduction technologies (ART)), termasuk induksi ovulasi danfertilisasi in vitro, dan merupakan satu dari penyebab yang paling penting dari persalinan preterm di negara – negara maju. Mekanismedari distensi uterus yang berlebihan hingga menyebabkan persalinan preterm masih belum jelas. Namun, diketahui bahwa peregangan rahim akan menginduksi ekspresi protein gap junction seperti connexin-43 (CX-43) dan CX-26, serta menginduksi protein lainnya yang berhubungan dengan kontraksi, seperti reseptor oksitosin. Pada penelitian in vitro, regangan miometrium juga meningkatkan prostaglandin H synthase 2 (PGHS-2) dan prostaglandin E (PGE). Regangan otot pada segmen menunjukan peningkatan produksi IL-8 dan kolagen, yang pada gilirannya akan memfasilitasi pematangan serviks. Namun, penelitian eksperimental pada hewan mengenai uterine over distension hingga saat ini belum ada, dan penelitian pada manusia sepenuhnya hanya berdasarkan observasi. (Rima, 2010)
Etologi dan jalur persalinan preterm yang diakui secara umum (Rima, 2010)
2.5 Diagnosis
Beberapa kriteria dapat dipakai sebagai diagnosis ancaman PPI (Wiknjosastro,
2010), yaitu:
1. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu atau antara 140 dan 259 hari,
2. Kontraksi uterus (his) teratur, yaitu kontraksi yang berulang sedikitnya
setiap 7-8 menit sekali, atau 2-3 kali dalam waktu 10 menit,
3. Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi,
rasa tekanan intrapelvik dan nyeri pada punggung bawah (low back pain),
4. Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin bercampur darah,
5. Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80%,
atau telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm,
6. Selaput amnion seringkali telah pecah,
7. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika.
Kriteria lain yang diusulkan oleh American Academy of Pediatrics dan The
American Collage of Obstetricians and Gynecologists (1997) untuk
mendiagnosis PPI ialah sebagai berikut:
1. Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi empat kali dalam 20 menit atau
delapan kali dalam 60 menit plus perubahan progresif pada serviks,
2. Dilatasi serviks lebih dari 1 cm,
3. Pendataran serviks sebesar 80% atau lebih.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mendukung ketepatan diagnosis
PPI :
1. Pemeriksaan Laboratorium: darah rutin, kimia darah, golongan ABO, faktor
rhesus, urinalisis, bakteriologi vagina, amniosentesis : surfaktan, gas dan PH
darah janin.
2. USG untuk mengetahui usia gestasi, jumlah janin, besar janin, kativitas
biofisik, cacat kongenital, letak dan maturasi plasenta, volume cairan tuba
dan kelainan uterus
2.6 Penatalaksanaan
2.5 Penatalaksanaan
Manajemen persalinan perterm meliputi (P.O.G.I, 2011):
1. Tirah baring (Bedrest)
2. Hidrasi dan sedasi
3. Pemberian tokolitik
4. Pemberian steroid
5. Pemberian antibiotik
6. Emergency Cerclage
7. Perencanaan persalinan
1. Tirah baring (bedrest)
Kepentingan istirahat rebah disesuaikan dengan kebutuhan ibu, namun secara
statistik tidak terbukti dapat mengurangi kejadian kurang bulan secara statistik
(P.O.G.I, 2011).
2. Hidrasi dan sedasi
Hidrasi oral maupun intravena sering dilakukan untuk mencegah persalinan
preterm, karena sering terjadi hipovolemik pada ibu dengan kontraksi premature,
walaupun mekanisme biologisnya belum jelas. Preparat morfin dapat digunakan
untuk mendapatkan efek sedasi (P.O.G.I, 2011).
3. Pemberian tokolitik
Tokolitik akan menghambat kontraksi myometrium dan dapat menunda
persalinan. Berikut adalah alasan pemberian tokolitik pada persalinan preterm
(Sarwono, 2010) :
a. Mencegah mortalitas dan morbiditas pada bayi prematur.
b. Memberi kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk menstimulir surfaktan paru
janin.
c. Memberi kesempatan trasnfer intrauterin pada afsilitas yang lebih lengkap.
d. Optimalisasi personel.
Beberapa macam obat yang dapat digunakan sebagai tokolisis :
a. Nifedipin
Nifedipin adalah antagonis kalsium diberikan per oral. Dosis inisial 20 mg,
dilanjutkan 10-20 mg, 3-4 kali perhari, disesuaikan dengan aktivitas uterus sampai 48
jam. Dosis maksimal 60mg/hari, komplikasi yang dapat terjadi adalah sakit kepala
dan hipotensi (P.O.G.I, 2011). Antagonis kalsium merupakan relaksan otot polos
yang menghambat aktivitas uterus dengan mengurangi influks kalsium melalui kanal
kalsium yang bergantung pada 19 voltase. Terdapat beberapa kelas antagonis
kalsium, namun sebagian besar pengalaman klinis adalah dengan nifedipin (Hadrians,
2007).
Nifedipin diabsorbsi cepat di saluran pencernaan setelah pemberial oral
ataupun sublingual. Konsentrasi maksimal pada plasma umumnya dicapai setelah 15-
90 menit setelah pemberian oral, dengan pemberian sublingual konsentrasi dalam
plasma dicapai setelah 5 menit pemberian(Hadrians, 2007) .
b. Magnesium sulfat
Magnesium sulfat dipakai sebagai tokolitik yang diberikan secara parenteral.
Dosis awal 4-6 gr IV diberikan dalam 20 menit, diikuti 1-4 gram per jam tergantung
dari produksi urin dan kontraksi uterus. Bila terjadi efek toksik, berikan kalsium
glukonas 1 gram secara IV perlahan-lahan (P.O.G.I, 2011).
Terapi tokolitik magnesium sulfat terbukti aman dan bermanfaat terhadap
janin dan ibu. Namun, perubahan tulang yang terlihat melalui rontgen terlihat pada
neonatus dari pasien yang menerima infus magnesium sulfat jangka panjang (lebih
dari 1 minggu). Perubahan-perubahan ini termasuk abnormalitas tulang secara
radiografi seperti perubahan dari tulang panjang, penipisan tulang parietal, dan
mineralisasi tulang yang abnormal. Ketika magnesium sulfat digunakan dengan hati-
hati sebagai obat tokolitik, efek sampingnya terhadap ibu, janin dan neonatus
biasanya sedikit dan tidaklah serius atau merusak (Hadrians, 2007).
c. Atosiban
Antagonis oksitosin salah satu contohnya adalah atosiban dapat menjadi obat
tokolitik di masa depan. Obat ini merupakan alternatif menarik terhadap obat-obat
tokolitik saat ini karena spesifisitasnya yang tinggi dan kurangnya efek samping
terhadap ibu, janin atau neonatus. Atosiban adalah obat sintetik baru pada golongan
obat ini dan telah mendapat izin penggunaannya sebagai tokolitik di Eropa (Hadrians,
2007). Atosiban menghasilkan efek tokolitik dengan melekat secara kompetitif dan
memblok reseptor oksitosin. Dosis awal 6,75mg bolus dalam satu menit, diikuti
18mg/jam selama 3 jam per infus, kemudian 6mg/jam selama 45 jam (P.O.G.I, 2011).
d. Beta2-sympathomimetics
Saat ini sudah banyak ditinggalkan. Preparat yang biasa dipakai adalah
ritodrine, terbutaline, salbutamol, isoxsuprine, fenoterol and hexoprenaline. Contoh:
Ritodrin (Yutopar) Dosis: 50 mg dalam 500 ml larutan glukosa 5%. Dimulai dengan
10 tetes per menit dan dinaikkan 5 tetes setiap 10 menit sampai kontraksi uterus
hilang. Infus harus dilanjutkan 12 — 48 jam setelah kontraksi hilang. Selanjutnya
diberikan dosis pemeliharaan satu tablet (10 mg) setiap 8 jam setelah makan. Nadi
ibu, tekanan darah dan denyut jantung janin harus dimonitor selama pengobatan
(Hadrians, 2007).
Kontra indikasi pemberian adalah penyakit jantung pada ibu, hipertensi atau
hipotensi, hipertiroidi, diabetes dan perdarahan antepartum. Efek samping yang dapat
terjadi pada ibu adalah palpitasi, rasa panas pada muka (flushing), mual, sakit kepala,
nyeri dada, hipotensi, aritmia kordis, edema paru, hiperglikemi, dan hipoglikemi.
Efek samping pada janin antara lain ft.tal takhikardia. Inpoglikemia, hipokalemi, ileus
dan hipotensi (Hadrians, 2007).
e. Progesteron
Progesteron dapat mencegah persalinan preterm. Injeksi alpha-hi.drax-