PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROSES PENYUSUNAN PERATURAN DESA DI DESA TOAPAYA SELATAN KECAMATAN TOAPAYA KABUPATEN BINTAN NASKAH PUBLIKASI Skripsi diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana bidang Ilmu Pemerintahan Pada Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang Oleh : SOFYAN NIM : 080565201045 PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2014
43
Embed
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROSES …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Pemerintahahan Daerah dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dapat ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROSES PENYUSUNAN
PERATURAN DESA DI DESA TOAPAYA SELATAN KECAMATAN
TOAPAYA KABUPATEN BINTAN
NASKAH PUBLIKASI
Skripsi diajukan sebagai syarat untuk
memperoleh gelar sarjana bidang Ilmu Pemerintahan
Pada Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang
Oleh :
SOFYAN
NIM : 080565201045
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2014
ABSTRAK
Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan dan tanggungjawab kepada
Pemerintah Desa dalam hal pembentukan peraturan desa demi terwujudnya
kepentingan dan tatanan kehidupan masyarakat desa yang dibentuk berdasarkan
aspirasi masyarakat desa setempat. Peraturan Desa merupakan regulasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan yang dapat dibuat atas usulan dari Pemerintah
Desa atau Badan Permusyawaratan Desa.
Berdasarkan hasil penelitian, penulis sampaikan temuan-temuan yang terjadi
di Desa Toapaya Selatan, yaitu 1). Fungsi Badan Permusyawaratan Desa sebagai
lembaga penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat desa tidak berjalan
secara optimal ini ditandai banyak masyarakat yang berpartisipasi dalam
menyampaikan aspirasinya kepada Rukun Tentangga (RT) setempat yang mereka
anggap sebagai kepala wilayahnya; 2). Kurangnya sosialisai dari Pemerintah Desa
kepada masyarakat desa akan pentingnya musyawarah untuk mufakat, sehingga
apa yang telah diputuskan bersama tidak menimbulkan pro dan kontra dikemudian
hari, hal ini berdampak pada penerapan Peraturan desa yang telah dibuat; 3) Sosial
ekonomi masyarakat yang digambarkan dalam pemenuhan kebutuhan hidup hari-
hari yaitu pekerjaan, sehigga kurang optimalnya penyampaian dan penyaluran
aspirasi secara langsung sebagai bentuk partisipasi.
Adapun metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian deskriptif kualitatif, dimana data yang dikumpulkan berupa kutipan
kata-kata yang bersumber dari naskah wawancara, catatan lapangan, dan poto-
poto, untuk dibandingkan dengan fenomena-fenomena yang terjadi. Metode ini
secara umum dapat dikatakan metode Survei. Dan teori yang penulis gunakan
yaitu teori Bagir Manan (2001;85) berpendapat bahwa partispasi dapat dilakukan
dengan cara : 1) mengikutsertakan dalam tim atau kelompok kerja penyusunan
peraturan deaerah; 2) melakukan Public hearing atau mengundang dalam rapat-
rapat penyusunan peraturan daerah; 3) melakukan uji sahih kepada pihak-pihak
tertentu untuk mendapatkan tanggapan; 4) melakukan loka karya (workshop) atas
ranperda secara teori dibahas oleh DPRD; 5) mempublikasikan ranperda agar
mendapat tanggapan publik. Teori ini juga perkuat dalam peraturan perudang-
undangan yaitu pasal 96 ayat 1dan 2 UU No.12 tahun 2011 tentang pembentukan
peraturan perundang-undangan dan pasal 139 ayat 1 UU No.32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah.
Partisipasi masyarakat Desa Toapaya Selatan dalam proses penyusunan
peraturan desa tergolong partisipasi tidak langsung atau representatif dari
demokrasi perwakilan, sehingga partisipasi secara langsung terlibat aktif masih
yang tergolong rendah sifatnya, dan juga penerapan peraturan desa itu yang tidak
berjalan sebagaimana mestinya sehingga terbentuk opini negatif dimata
masyarakat. Ini terkesan bahwa pemerintah desa dan masyarakat mengabaikan
peraturan desa sebagai dasar penyelenggaraan urusan pemerintahan ditingkat
desa.
Kata kunci : Partisipasi masyarakat, Peraturan desa.
ABSTRACK
Local Government gave authority and responsibility to Village
Government in forming village’s role for the sake of villagers and arrangement of
villager’s life that is based on villager’s aspiration. The role of village as
regulation in enforcement of government asmade of village Government and
Badan Permusyawaratan Desa.
The result of this research, the researcher found some phenomenon in
south Toapaya, such as, 1) the function of Badan Permusyawaratan Desa as
institution of villagers aspiration that are not run well which is signed by many
villagers are participated in delivering their aspiration to Rukun Tetangga (RT).
2) Less of socialization from village governments to villagers for important of
deliberation for consensus, so what was resolved together are not become pro and
contra in a few days, this case are impacted for application of villager’s role that
are made. 3) The economic social of villagers are showed in fulfillment of life
needs such as; jobs. It makes less optimal in aspiration delivery directly as
participation.
The researcher used descriptive qualitative research. The data was
collected as quotation that was sourced from interview, field note, and
documentation to compare with phenomenon was happened. The method of this
research generally was called survey method. The researcher used BagirManan
(2001;85). Manan states, participant was did such as; 1).The engaging villagers
in a work team in making village’s role. 2) Doing public hearing or inviting some
meeting in enforcement village’s role. 3) Doing valid test for special participant
to get response. 4) Doing workshop for Ranperdain theorist was discussed by
DPRD. 5) Publishing Ranperda to get public response. This theory are reinforced
by Perda subsection 96 verse 1 and 2 UU No. 12 year 2011 about making of
Perda and also subsection 139 verse 1 UU No. 32 year 2004 about Local
Government.
The participation of South Toapaya Villagers is enforcement village’s
role. This villager was instead of indirectly participation or representative from
demarcation. Than the directly participation actively was instead of low habitual,
and then the application of village’s role were not run well that make negative
opinion from villagers. It makes the village government and villagers ignored the
village’s role as a basic enforcement of government in a village.
Key word : villagers participant, village’s role
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROSES PENYUSUNAN
PERATURAN DESA DI DESA TOAPAYA SELATAN KECAMATAN
TOAPAYA KABUPATEN BINTAN
Latar Belakang
Dalam rangka mewujudkan kepentingan desa yang berdasarkan dari aspirasi
masyarakat, pemerintah daerah memberikan kewenangan dan tanggungjawab
kepada pemerintah desa dalam hal pembentukan peraturan perundang-undangan
yang lazim disebut Peraturan Desa, dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan untuk kepentingan masyarakat desa itu sendiri. Sesuai dengan
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 desa mempunyai kewenangan mengatur
dan mengurus urusan masyarakat setempat sesuai dengan asal usul dan adat
istiadatnya dan juga sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005
Tentang Pemerintahan Desa.
Pemerintahahan Daerah dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dapat
membentuk pemerintahan desa yang terbentuk dari prakarsa masyarakat setempat
dengan memperhatikan hak asal usul desa dan sosial masyarakat desa setempat
dengan memenuhi ketentuaan yang berlaku dalam peraturan perundang-undangan.
Kewenangan yang diberikan merupakan wujud nyata dalam pelaksaaan hak
otonomi desa yang dimiliki oleh suatu desa.
Peraturan desa ditetapkan oleh kepala desa setelah mendapat persetujuan
bersama Badan Permusyawaratan Desa, dalam menyelenggarakan otonomi desa.
Peraturan desa dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan atau
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam proses pembuatan
peraturan desa dibutuhkan partisipasi masyarakat, agar output dari peraturan desa
dapat memenuhi aspek kebutuhan masyarakat setempat yang disampaikan melalui
Badan Permusyawaratan Desa, supaya keberlakuan hukum dan dapat
dilaksanakan sesuai tujuan pembentukannya. Aspirasi masyarakat setempat
berupa masukan dan sumbang pemikiran dalam perumusan substansi pengaturan
peraturan desa lebih efektif posisinya dalam mempengaruhi para pengambil
kebijakan kerena keluhan dan pendapat masyarakat acapkali menjadi
pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah yang baru, yaitu Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai pengganti Undang-undang Nomor 22
Tahun 1999, fungsi serta kewenangan Badan Perwakilan Desa yang berdasarkan
UU 32/2004 diganti nama menjadi Badan Permusyawaratan Desa mengalami
penyempitan fungsi dan kewenangan, yaitu hanya berfungsi menetapkan
peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi
masyarakat.
Meskipun Badan Permusyawaratan Desa berdasarkan Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 tidak memiliki fungsi pengawasan/ kontrol terhadap
kepala desa, tetapi dari sisi pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam proses
pembangunan masih terbuka dengan diberikannya dua fungsi kepada Badan
Permusyawaratan Desa yang dulu dimiliki berdasarkan Undang-undang Nomor
22 Tahun 1999 yaitu fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat
dan bersama kepala desa menetapkan peraturan desa. Fungsi menampung dan
menyalurkan aspirasi dan fungsi menetapkan Peraturan desa yang dimiliki Badan
Permusyawaratan Desa merupakan sarana penting bagi pelembagaan partisipasi
masyarakat dalam proses pembangunan desa .
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berkedudukan sebagai salah satu
unsur penyelengara Pemerintahan Desa keberadaan BPD dalam pemerintahan
desa adalah bukti pelibatan masyarakat dalam penyelenggaraan pemeritahan desa.
Penyelenggaraan pemerintahan desa terdapat dua lembaga yaitu Pemerintah Desa
dan Badan Permusyawaratan Desa. Pemerintah berfungsi sebagai penyelenggara
kebijakan pemerintah atasanya dan kebijakan desa. Sedangkan BPD berfungsi
menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan
aspirasi masyarakat.
Dalam hal ini partisipasi masyarakat dalam pembetukan paraturan desa
sangat dibutuhkan karena masyarakat pemilik kedaulatan, yang mana hasil akhir
dari peraturan yang dibuat oleh pemerintah desa sebagai penyelenggara
pemerintahan akan dirasakan oleh masyarakat setempat.
Penyusunan peraturan desa dalam membuat suatu kebijakan harus
didasarkan pada kepentingan masyarakat setempat sebagai landasan dalam
menunjang pembangunan. Gagasan dan masukan-masukan tersebut disampaikan
kepada BPD untuk dibahas bersama kepala desa dalam membuat kebijakan demi
kepentingan dan kesejahteraan masyarakat desa.
Proses penyusunan peraturan desa yang dibuat dan disepakati oleh Badan
Permusyawaratan Desa harus menyentuh beberapa asas seperti yang
dikemukankan oleh Van der Vlies sebagaimana dikutip oleh A. Hamid S.
Attamimi yaitu asas formal dan asas material.
Asas formal meliputi :
1. Asas tujuan jelas.
2. Asas lembaga yang tepat.
3. Asas perlunya pengaturan.
4. Asas dapat dilaksanakan.
5. Asas Konsensus.
Asas material meliputi:
1. Asas kejelasan Terminologi dan sistematika.
2. Asas bahwa peraturan perundang-undangan mudah dikenali
3. Asas persamaan
4. Asas kepastian hukum
5. Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan individual.
Untuk menguat asas formal dan material diatas perlu juga dimasukan materi
muatan sebagaiman tercantum dalam pasal 138 UU No. 32 Tahun 2004 yang
meliputi asas :
1. Pengayoman
2. Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kekeluargaan
5. Kenusantaraan
6. Bnineka tunggal ika
7. Keadilan
8. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahaan
9. Ketertiban dan kepastian hukum dan/atau
10. Keseimbangan, keserasian dan keselarasan
Penulis tertarik untuk meneliti di Desa Toapaya Selatan yang merupakan
salah satu desa pemerkaran yang terleak di Kecamatan Toapaya Kabupaten
Bintan, Propinsi Kepulauan Riau dengan luas wilayah 9.180 Km2 yang
berpenduduk sekitar 4.171 jiwa, terbentuk berdasarkan pemekaran dari desa induk
yaitu Desa Toapaya, melalui Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Riau nomor
8 Tahun 2005 Tentang Pembentukan Desa Kuala Sempang Kelurahaan Teluk
Lobam dikecamatan Bintan Utara dan desa Toapaya Utara dan Desa Toapaya
Selatan dikecamatan Gunung Kijang yang selanjutnya melalui Peraturan Derah
Kabupaten Bintan Nomor 12 tahun 2007 tanggal 23 Agustus 2007 dimekarkan
menjadi kecamatan Toapaya. (sumber data : profil Desa Toapaya Selatan, 2011)
Pemekaran yang dilaksanakan berdasarkan kemauan masyarakat desa
Toapaya Selatan itu sendiri, mengingat jumlah penduduk yang semakin
bertambah, potensi ekonomi, luas wilayah, sosial budaya, sosial politik dan
tingkat pendidikan yang cukup baik serta peningkatan beban tugas pemerintahan
dalam hal pelayanan, pembangunan dan pengaturan di dalam masyarakat.
Disamping itu Desa Toapaya Selatan bersempadan dengan Pemerintahan Kota
Tanjungpinang dan Pemerintahan Propinsi Kepulauan Riau.
Diundangkannya Peraturan Daerah tentang pemekaran desa Toapaya
Selatan Tahun 2007 maka terbentuklah organisasi yang mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat desa, yang dikepalai oleh Kepala Desa dan prangkat desa
serta lembaga Badan permusyawaratan Desa sebagai peyelenggara pemerintahan
desa.
Masyarakat Desa Toapaya Selatan terdiri masyarakat asli tempatan atau
suku asli yaitu suku melayu (bugis) yang sebagian besar berprofesi sebagai
masyarakat nelayan yang menggantung hidupnya dilaut dan sungai serta
masyarakat pendatang seperti Jawa, Sunda, Batak, Padang, Cina, dll yang
mayoritas berprofesi sebagai petani perkebunan, peternak, karyawan swasta,
buruh bangunan. Masyarakat Desa Toapaya Selatan juga banyak yang berkerja di
Kota Tanjungpinang.
Keanekaragaman kebudayaan yang menyatu menjadi kemajemukan yang
bersifat fluralisme dalam suatu desa, dalam membangun kenyamanan dan
ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk menciptakan tatanan
kehidupan yang teratur dalam mengatur urusan masyarakat setempat tersebut,
desa dapat membuat suatu produk hukum dalam meyelenggaran pemerintahan
desa yaitu Peraturan Desa.
Dalam penyusunan peraturan desa, rancangan peraturan desa dapat
diusulkan oleh Pemerintah Desa dan dapat juga berasal dari usulan inisiatif dari
Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Rancangan peraturan desa baik yang
berasal dari pemerintahan desa maupun dari BPD, masyarakat berhak untuk
menyampaikan atau memberikan masukan-masukan atau gagasan-gagasan
sebagai bentuk dari pastisipasi masyarakat dalam pembangunan.
Berdasarkan pada asumsi sementara pra penelitian melalui observasi penulis
berasumsi bahwa kurang optimalnya partisipasi masyarakata Desa Toapaya
Selatan, sebagai berikut;
1. Dengan adanya lembaga Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan
Pemerintah desa sebagai penyelenggaran pemerintahan yang memiliki salah
satu fungsinya yaitu penyerapan aspirasi, sehingga masyarakat Desa Toapaya
Selatan merasa terwakili dalam berpartisipasi tidak langsung untuk
menyampaikan aspirasinya, yang terbangun dari pola sikap dan prilaku serta
pengetahuan yang minim terhadap musyawarah dalam pembangunan desa,
disamping itu juga aspirasi masyarakat yang ditampung dan disalurkan BPD
belum representatif
2. Pemerintahan desa yang kurang mensosialisasikan kepada masyarakat Desa
Toapaya Selatan akan arti pentingnya musyawarah untuk mencapai mufakat
tentang apa yang diputuskan untuk kepentingan bersama kurang dipahami
masyarakat sehingga bermunculan pro dan kontra terhadap kebijakan yang
diambil, yang berdampak pada kurang optimal nya penerapan peraturan desa
yang telah dibuat.
3. Sosial ekonomi masyarakat desa Toapaya Selatan yang berbagairagam
profesi mata pencarian sehingga menyebabkan kurang aktifnya masyarakat
sehingga berdampak pada kurang optimalnya penyampaian dan penyaluran
aspirasinya secara langsung sebagai bentuk partisipasi, sehingga bentuk
partisipasinya tergolong rendah.
Melihat dari gejala-gejala di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian dengan judul “Partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan
peraturan desa di Desa Toapaya Selatan Kecamatan Toapaya Kabupaten Bintan”
Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan hal yang sangat penting dalam suatu
penelitian agar penulis tahu kemana arahnya penelitian ini. Berdasarkan latar
belakang di atas, penulis merumuskan masalah yang akan penulis bahas adalah :
1. Bagaimana partisipasi masyarakat Desa Toapaya Selatan dalam proses
penyusunan peraturan desa di Desa Toapaya Selatan.
2. Apa yang menjadi faktor penyebab rendahnya partisipasi masyarakat
Toapaya selatan dalam proses penyusunan peraturan desa di Desa Toapaya
Selatan.
Tujuan penelitian
Tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukan adanya sesuatu
hal yang diperoleh setelah penelitian selesai, dengan demikian tujuan penelitian
untuk memberikan informasi mengenai apa yang telah di peroleh setelah selesai
penelitian (Hasan, 2002;44)
Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui partisipasi masyarakat dalam
proses penyusunan peraturan desa di Desa Toapaya Selatan Kecamatan Toapaya
Kabupaten Bintan.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dan dapat diperoleh dari
penelitian ini adalah :
1. Secara praktis yaitu dapat memberikan data dan informasi yang berguna
bagi semua kalangan baik pemerintah desa maupun masyarakat Desa
Toapayaa Selatan dan sebagai wahana untuk mengaplikasikan
pengetahuan dan keterampilan penulis tentang wawasan pemerintahan.
2. Secara akademis, untuk memberikan masukan bagi pengembangan ilmu
pemerintahan dan sebagai informasi dan bahan banding akan pentingnya
partispasi masyarakat dalam proses penyusunan peraturan desa.
Konsep Operasional
Dalam konsep operasional ini penulis menggunakan teori Bagir manan
(2001:85) berpendapat partisipasi dapat dilakukan dengan cara ;
1. mengikutsertakan dalam tim atau kelompok kerja penyusunan peraturan
daerah.
2. melakukan public hearing atau mengundang dalam rapat-rapat
penyusunan peraturan daerah.
3. melakukan uji sahih kepada pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan
tanggapan.
4. melakukan loka karya (workshop) atas raperda sebelum secara teori
dibahas oleh DPRD.
5. mempublikasikan ranperda agar mendapat tanggapan publik.
Teori ini dapat disajikan parameter atau indikator dalam variable yang akan
diteliti dengan tujuan agar mudah dibaca fenomena-fenomena yang akan diteliti
secara konseptual.
Agar penelitian ini dapat dijawab secara rinci maka penulis mengambil
indikator-indikator dibawah ini:
1. Keterlibatan warga masyarakat dalam dalam tahap perencanan proses
penyusunan peraturan desa adalah keikutsertaan masyarakat baik itu terlibat
langsung atau melalui perwakilan yang dimulai dari awal pertemuan atau
musyawarah warga dengan RT/ RW, kepala desa atau BPD untuk memberikan
masukan, gagasa, atau ide-ide yang selanjutnya dibawa dalam pensosialisasian
kebijakan yang akan dibentuk;
1. adanya keikutsertaan warga masyarakat secara langsung dalam kegiatan
musyawarah dengar pendapat dalam penyampaian aspirasi.
2. adanya keikutsertaan warga masyarakat secara tidak langsung
(perwakilan) dalam tingkat Rukun Tetangga (RT) dalam musyawarah
dengar pendapat dalam penyampaian aspirasi.
2. Melibatkan masyarakat dalam tahap awal melalui musyawarah penyusunan
peraturan desa adalah diikutsertakan warga dalam menentukan kebijakan
dalam hal tanya jawab dalam;
- Memberikan kebebasan kepada warga untuk berdialog atau memberikan
tanggapan-tanggapan dalam sesi tanya jawab
Metode penelitian
1. Jenis penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti bersifat deskriptif kualitatif, data yang
dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dengan demikin laporan penelitian akan
berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan yang
bersumber dari naskah wawancara, catatan lapangan, poto-poto,.
Penelitian deskriptif menurut Whiteney dalam Moh.Nazir (2003:16) adalah
pencarian fakta lapangan dengan interprestasi yang tetap, mempelajari masalah-
masalah dalam masyarakat, seta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta
situasi-situasi tertentu, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses
yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena
Dalam metode ini penulis dapat membandingkan fenomena-fenomena yang
terjadi sehingga dapat menjadi suatu studi koperatif. Metode ini secara umum
dapat dikatakan metode survey.
Tujuan penelitian ini memberikan gambaran secar sistimatis, faktual, dan
akurat mengenai fakta dan sifat-sifat serta fenomena-fenomena sosial yang terjadi
dimasyarakat khusunya masyarakat Desa Toapaya Selatan dalam berpartisipasi
penyusunan peraturan desa.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang penulis teliti adalah Desa Toapaya Selatan Kecamatan
Toapaya Kebupaten Bintan kerana Desa Toapaya yang memiliki luas wilayah
9.180 M2 dengan jumlah penduduk 4.171 jiwa, merupakan daerah pemekaran
yang relatif baru yang terbentuk tahun 2007.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan teknik atau cara yang dilakukan untuk
mengumpulkan data. Metode menunjuk suatu cara sehingga dapat diperlihatkan
penggunaannya melalui, wawancara, pengamatan, dokumentasi dan sebagainya.
Sumber utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata/lisan dan data-data
tertulis sedangkan foto-foto dan statistik adalah data tambahan (moleong,
2007:157)
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data untuk melihat fenomena-
fenomena yang terjadi adalah :
1. Teknik Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh
dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan
terwawancara (interview) yang memberikan jawaban atas pertanyaan.
(meleong, 2005:186). Wawancara ini akan ditujukan kepada Ketua BPD, RT,
RW, dan mayarakat Toapaya selatan yang keseluruhan responden berjumlah
40 jiwa.
Tabel.1. Responden
RESPONDEN Jumlah jiwa
Ketua Badan Pemusyawaratan Rakyat 1
Kepala desa 1
Sekretaris desa 1
RW 3
RT 7
Masyarakat Desa Toapaya Selatan 27
Jumlah 40
Sumber data: olahan 2013
2. Teknik Pengamatan (observasi)
Observasi adalah teknik yang digunkan dalam mengumpulkan data primer
yang diperlukan dengan melakukan pengamatan langsung pada objek
penelitian dilokasi Desa Toapaya Selatan
3. Teknik Dokumentasi
Sebagai sumber data seperti arsip-arsip, agenda dan berkas-berkas poto-poto
yang sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini sebagai pemberi
tambahan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
4. Sumber data
Dalam melaksanakan penelitian ini penulis menggunakan dua jenis sumber
data yaitu data primer dan data skunder. Data primer adalah data yang didapat
berhubungan dengan fokus kajian peneliti yaitu partisipasi masyarakat dalam
proses penyusunan peraturan desa. Dan data sekunder yaitu data yang pendukung
Sumber data dalam suatu penelitian adalah subjek dimana data dapat
diperoleh. Dalam suatu penelitian sebelum penelitian dimulai haruslah diketahui
dulu sumber data yanga akan diteliti.
Arikunto (2006:129) yang dimaksud sumber data adalah “subjek dari mana
data diperoleh” adapun sumber data itu sebagai berikut:
1. Informan, yaitu sumber data yang biasa memberikan data berupa
jawaban lisan melalui wawancara atau jawaban tertulis melalui angket.
2. Informan, yaitu sumber data yang memberikan informasi kepada penulis
dalam melakukan penelitian
3. Dokumen, yaitu sumber data yang menyajikan tanda-tanda berupa huruf,
angka, gambar atau simbol-simbol lain.
5. Jenis Data
Untuk mempermudah penelitian ini peneliti mengindentifikasi sumber data
menjadi dua bagian :
1. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari responden
terhadap keterlibatan atau keikutsertan masyarakat dalam proses
penyusunan Peraturan desa di Desa Toapaya Selatan
2. Data sekunder adalah data yang didapat melalui dokumen-dokumen
seperti jumlah penduduk, monografi desa, serta bahan bacaan lain yang
mendukung dalam penelitian ini.
6. Teknik Analisa Data
Penelitian ini menggunakan analisa data kualitatif, yang terbangun melalui
pernyataan-pernyataan yang dinyatakatan dalam bentuk penjelasan kata-kata atau
tulisan. Analisa data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistimatis
data yang diperoleh dari wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lainnya
yang berhubungan dengan partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan
peraturan desa, sehingga dapat dengan mudah dipahami dan temuannya dapat
diinformasikan kepada orang lain.
Sebagai landasan berpikir dalam menyoroti atau memecahkan permasalahan
yang terjadi, maka perlu adanya pedoman teroritis atau tinjauan pustaka yang
dapat membantu penelitian ini agar mempunyai data yang kokoh. Menurut Hoy &
Miskel (dalam Sugiono, 2005:55) teori adalah seperangkat konsep, asumsi dan
generalisasi yang dapat digunakan unutk mengungkapkan dan menjelaskan
perilaku dalam berbagai organisasi.
Partisipasi Masyarakat
Partisipasi merupakan suatu langkah nyata keikutsertaan individu atau
sekelompok individu dalam menyukseskan suatu tujuan yang hendak dicapai.
Partisipasi masyarakat dianggap penting dalam setiap kebijakan yang akan dibuat
bersama, antara pemerintah, Badan Perwakilan Desa dan masyarakat setempat,
untuk kepentingan dan tujuan bersama. Sehingga partisipasi menjadi kunci
penting bagi masyarakat dalam lancarnya pembuatan peraturan desa.
Partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan peraturan perundang-
undangan, diatur pada Pasal 96 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011, ayat (1)
dan (2) menyatakan ;
1. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis
dalam pembentukan peraturan perundangan-undangan.
2. Masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat dilakukan melalui (a) rapat dengan pendapat umum, (b)