perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PARTISIPASI FORABI DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK TINGKAT KABUPATEN/KOTA DI ERA OTONOMI DAERAH. Disusun Oleh : ANDI TYAS SURYA NUGRAHA D 0305014 SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2010
135
Embed
PARTISIPASI FORABI DALAM PROSES PENGAMBILAN … · Lampiran VI Presentasi FORABI tentang DAD ... Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan tentang partisipasi masyarakat dalam
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PARTISIPASI FORABI DALAM PROSES PENGAMBILAN
KEBIJAKAN PUBLIK TINGKAT KABUPATEN/KOTA DI ERA
OTONOMI DAERAH.
Disusun Oleh :
ANDI TYAS SURYA NUGRAHA
D 0305014
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan Sosiologi
JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
UCAPAN TERIMA KASIH
Bagiku tak ada yang lebih mahal daripada ucapan terima kasih di dunia ini. Dalam penelitian ini telah banyak pihak yang membantu terselesaikannya penulisan penelitian ini dari awal hingga akhir. Sekedar ucapan terima kasih penulis kepada :
· Keluarga dirumah yang selalu memberikan dorongan agar terselesaikannya penelitian ini. · Bapak H. Supriyadi SN, SU, yang telah menjadi pembimbing yang sangat baik dengan
arahan-arahannya. · Bapak Y. Slamet, MSc dan Ibu LV. Ratna Devi, Msi, yang memberi telah menjadi
penerang tentang penelitian dan penulisan laporan yang baik dan benar. · Dosen – Dosen Sosiologi FISIP UNS (Bu Trisni, Bapak Drajat, Bapak Argyo, Bu Hilmi,
Bu Lilik, Alm. Ibu Gerrada, Alm. Bapak Supriyadi, Ibu Suyatmi, Pak Ramdhon, Pak Mahendra dan banyak lainnya) yang telah banyak memberikan pelajaran bagi penulis selama menempuh perkuliahan selama ini.
· Kawan – kawanku seperjuangan sejak SMU, Irfan Fitriadi & Ahadian Tegar semoga kita terus berkawan sampai sudah tak ada lagi sisa oksigen di tubuh kita.
· Saudara – saudaraku Sosiologi Fisip UNS Angkatan 2005 ( Arief G, Herli K, Adrianus, Rizkie, Shoiem, Rohmad, Doni, Bram, Supri, Komeng, Sugeng, Isnaini, Angga, Ferdi, Galih, Aik, Fatwa, Fajar, Zunita, Miko, Betty, Lenny, Astri, Aming, Una, Marisa, Niken, Okta, Grina, dan banyak lagi ) yang selalu mendukung dan memotivasi setiap gerak saudara lain yang belum menyelesaikan studinya. Mari saudaraku buktikan pada Iwan Fals lagunya yang “Sarjana Muda” itu bukan untuk kita!!!.
· Teman-teman Sos 06 (Julian, Agus, Joko, Indah, Lida, Dila, Putri, Rafita, Ipho), kalian membuat saya merasa harus segera menyelesaikan penelitian ini dan terima kasih pinjaman bukunya.
· Sohib-Sohib Kontrakan ( Ujo, Kipli, Kuntho, Tholib, Othong, dan Ulin) terima kasih sudah diberi tempat ternyaman untuk singgah melepas penat. Juga terima kasih kepada Pircak dan Duana (SOS 04), yang telah banyak berbagi semoga cepat menjadi sarjana kawan.
· HIMASOS, dimana telah memberi banyak pelajaran bagi penulis sehingga serasa memiliki jiwa baru. Panggio, Dodik, Dian, Ganyong, Made, dan kawan-kawan lain (Tolong jaga Himasos ini baik-baik, buatlah lebih maju).
· Forabi beserta seluruh isinya (Mas Sinam, Pak Eko, Mas Suji, Pak Bawor, Mbak Sasanti, Alm. Pak Totok, dan kawan-kawan lain) terima kasih sudah diberi tempat untuk belajar lebih banyak tentang Boyolali, maaf kalau selama ini ngrepoti.
· Mbak Fitri dan Heni Catis yang sudah bersedia membantu penulisan laporan penelitian ini (transkrip wawancara dan bikin tabel).
· Mas Aryo, Tam-tam dan Mas Beni, yang sempat “direpoti” penulis dalam menyelesaikan penulisan ini.
· Serta pihak-pihak yang tidak bisa namanya disebutkan satu persatu, tetap penulis Ucapkan Terima kasih.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGESAHAN
Skripsi Ini Diterima dan Disahkan oleh Panitia Ujian Skripsi
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan kenikmatan dan karuniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PARTISIPASI FORABI
(FORUM RAKYAT BOYOLALI) DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN
PUBLIK KABUPATEN BOYOLALI DI ERA OTONOMI DAERAH. Skripsi ini disusun
dan diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada Jurusan Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada banyak pihak yang membantu penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini:
1. Drs. H. Supriyadi SN, SU selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta, sekaligus pembimbing yang penuh
kesabaran membimbing dan mengarahkan penulis untuk menyelesaikan skripsi
ini.
2. Dra. Hj. Trisni Utami, M.Si selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Eko Bambang S selaku Koordinator Forum Rakyat Boyolali dan juga kawan-
kawan di Forabi.
4. Semua informan, baik itu anggota Forum; masyarakat ; dan Pemerintah
Kabupaten Boyolali (Mas Sinam, Mbak Deni, Bp. Sukandi, Bp. Drs. Seno
Samodro dan Bp.Suwardi).
5. Teman-teman Sosiologi FISIP UNS
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah
memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangannya. Untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan
menambah khasanah keilmuan bagi penulis sendiri dan bagi pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr Wb.
Surakarta, Oktober 2010
Andi Tyas Surya Nugraha
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERSEMBAHAN
Jalan Hidup Merupakan Suatu Pilihan, Perlu Kekuatan Hati Memilih Langkah Mencari Suatu Yang Terbaik. Tak Akan Pernah Lelah Mengucap Syukurku Pada-Mu yaa Allah SWT, Yang Telah Memeberikan Nikmat Yang Begitu Banyak Ini. Serta Tak Akan Pernah Salah Jika Karya Kecil ini Dipersembahkan Pada :
Bp. Sugiarto dan Ibu. Sudarti
(Orang Tuaku)
Untuk semua doa yang tak lelah terucap juga
arahan yang terbaik untuk jalan hidupku
serta keikhlasan dukungan Spirituil dan materiil yang sulit bisa terbalas
Deby dan Ibu. Surati
(Adik dan Nenekku)
Akan kutunjukkan suatu hari nanti menempuh kuliah lama bukanlah penghambat kesuksesanku.
Kawan-Kawanku
Sekian lama bersama bukanlah kenangan semata tapi merupakan pelajaran berhaga
Boyolali
Kabupaten yang telah banyak memberi inspirasi,
dan suatu hari manusia ini akan jadi bagian dari kemajuanmu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul :
PARTISIPASI FORABI (FORUM RAKYAT BOYOLALI) DALAM PROSES
PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK KABUPATEN BOYOLALI
DI ERA OTONOMI DAERAH.
Telah Disetujui Untuk Dipertahankan Di Hadapan Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Dosen Pembimbing
Drs. Supriyadi, SN. SU
NIP. 19530128 198103 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
Ñ Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS. AL-ISRAA’ : 36)
Ñ Ajaklah hati nurani untuk berpikir agar bijak pilihan itu. (Penulis)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
Halaman Judul ................................................................................................ i
Halaman Persetujuan ....................................................................................... ii
Halaman Pengesahan ....................................................................................... iii
Halaman Persembahan .................................................................................... iv
Abstract ......................................................................................................... v
Abstrak .......................................................................................................... vi
Motto .............................................................................................................. vii
Kata Pengantar ................................................................................................ viii
Ucapan Terima Kasih ...................................................................................... x
Daftar Isi ......................................................................................................... xi
Dartar Tabel dan Matriks .............................................................................. .. xv
Daftar Bagan ................................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................
A. LATAR BELAKANG .............................................................................. 1
B. PERUMUSAN MASALAH ..................................................................... 7
C. TUJUAN PENELITIAN .......................................................................... 7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
D. MANFAAT PENELITIAN ...................................................................... 8
E. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 9
E.1. Batasan Konsep .................................................................................. 9
Andi Tyas Surya Nugraha, D0305014. 2010, FORABI (BOYOLALI PEOPLE'S FORUM) PARTICIPATION IN THE PROCESS OF MAKING BOYOLALI PUBLIC POLICY IN THE ERA OF REGIONAL AUTONOMY. THESIS: UNIVERSITY DEGREE PROGRAM SEBELAS MARET UNIVERSITY.
This study aimed to describe about public participation in policy-making level of the Regency / Municipality in Boyolali. The sample used was the People's Forum Boyolali. The research is qualitative research, as well as the main method of case studies, by taking the location in the city of Boyolali. The data in this study are primary and secondary data, primary data obtained directly from the results of in-depth interview to the informant, ie Forabi Working Committee, Member of the Forum, Boyolali Legislative, Executive Boyolali, and Society Boyolali ever come Forabi participation activities.
Sampling was done by purposive sampling in the field. Data collection techniques are not participating observation and interviews in depth. Analysis of data using an interactive model. The validity of the data was performed using data triangulation (source).
After the analysis found that there are two paths to be taken to express Forabi Participating in the district level, namely through the formal channels provided by the Government Boyolali and non-formal education path that is initiated Forabi own. For Weber that determines social action is the individual's relationship with the behavior of others with "a meaningful subjective", whereas in the theory of action developed by Parson, "action" implies an activity, creativity and process appreciation of the individual. Forabi social action in the form of participation for community voices to be heard Boyolali Government, so that in making a more pro-people policy. Initiative to pull through participation in "influencing" public policy is the result of netting Boyolali community votes, with the intention that an appropriate policy goal, especially in public. Forabi participation efforts into results, and there are also not accepted the Government. However, Forabi aspirations through the participation of a number are the subject of public development policy-making considerations.
Keyword: Participation, Forabi, Government, Public Policy
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Andi Tyas Surya Nugraha, D0305014. 2010, PARTISIPASI FORABI (FORUM RAKYAT BOYOLALI) DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK KABUPATEN BOYOLALI DI ERA OTONOMI DAERAH. Skripsi : Program Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan tentang partisipasi masyarakat dalam pengambilan Kebijakan tingkat Kabupaten/Kota di Boyolali. Sampel yang digunakan adalah Forum Rakyat Boyolali.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, serta metode utamanya studi kasus, dengan mengambil lokasi di Kabupaten Boyolali. Data pada penelitian ini merupakan data primer dan sekunder, data primer diperoleh langsung dari hasil wawancara mendalam kepada para informan, yaitu Badan Pekerja Forabi, Anggota Forum, Legislatif Kabupaten Boyolali, Eksekutif Kabupaten Boyolali, dan Masyarakat Boyolali yang pernah ikut kegiatan partisipasi Forabi. Pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling. Pengumpulan data dilakukka dengan teknik observasi tidak berpartisipasi dan wawancara secara mendalam. Analisa data menggunakan model interaktif. Validitas data dilakukan dengan teknik trianggulasi data (sumber).
Setelah dilakukan analisis ditemukan bahwa ada dua jalur yang ditempuh Forabi untuk mengekspresikan Partisipasinya di taraf Kabupaten, yaitu melalui jalur formal yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten Boyolali dan jalur non-formal yang diinisiasi Forabi sendiri. Bagi Weber yang menentukan tindakan sosial adalah hubungan individu dengan tingkah laku orang lain dengan “penuh arti subyektif”, sedangkan dalam teori aksi yang dikembangkan Parson, “action” menyatakan secara tidak langsung merupakan aktivitas, kreativitas dan proses penghayatan dari individu. Forabi melakukan tindakan sosial yang berupa partisipasi untuk menyuarakan aspirasi masyarakat agar didengarkan Pemerintah Boyolali, sehingga dalam pembuatan suatu kebijakan lebih pro pada rakyat. Inisiatif untuk melalukan partisipasi dalam “mempengaruhi” kebijakan publik merupakan hasil dari penjaringan suara masyarakat Boyolali, dengan maksud agar suatu kebijakan tepat sasaran terutama pada masyarakat. Upaya partisipasi Forabi ada yang menjadi hasil dan juga tidak di terima Pemerintah. Namun, aspirasi melalui partisipasi dari Forabi tidak sedikit yang menjadi bahan pertimbangan pembuatan kebijkan publik.
dan Asosiasi Perangkat Desa. Tiga komunitas terakhir membentuk organisasi sub
payung dibawah forabi dengan nama Forum Inovasi untuk Demokrasi (FIDE)
Ada tujuh kaukus yang tergabung dalam Forabi yakni kaukus pendidikan,
kaukus petani, kaukus buruh, kaukus seni budaya kaukus lingkungan hidup,
kaukus perempuan serta kaukus perangkat desa. Kaukus tersebut berdasarkan
pada tipical participant caucus maupun kepedulian partisipan terhadap issue
kaukus. Jumlah anggota Forabi diperkirakan lebih dari 8000 orang.
Forum Rakyat Boyolali adalah sebuah media atau wahana tempat
berkumpulnya individu-individu dan kelompok masyarakat dalam rangka
mendefinisikan pendapat, merumuskan kesepakatan dan memperjuangkan aspirasi
bersama secara demokratis dan menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM).
Melalui Forum Rakyat Boyolali, pemerintah daerah dan DPRD akan
diawasi/dimonitor kinerjanya oleh masyarakat, agar pemerintah daerah dan DPRD
benar-benar bekerja demi kepentingan rakyat. Melalui Forum Rakyat Boyolali
masyarakat memberikan gagasannya mengenai kepentingan masyarakat agar
pemerintah daerah dan DPRD berdaya melaksanakan amanah memperjuangkan
kepentingan dan prakarsa masyarakat berdasarkan aspirasi masyarakat. Melalui
Forum Rakyat Boyolali, Dialog multipihak (Eksekutif, Legislatif, Warga dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Swasta) akan diselenggarakan guna menggali, merumuskan, memformulasikan
kebijakan daerah yang lebih mementingkan pada hajat hidup orang banyak
sehingga tercipta keadilan dalam kebijakan dan anggaran di Boyolali.
Melalui lembaga independen seperti ini diharapkan masyarakat dapat
tanggap dan memiliki partisipasi aktif terhadap proses pembangunan dan
pengelolaan daerah. Dalam hal ini masyarakat sebagai warga daerah memiliki
media advokasi untuk mengakomodir aspirasi maupun keluhan kepada
pemerintah daerah dengan melalui FORABI ini. Hal ini berkaitan dengan, tulisan
yang akan diangkat oleh penulis sebagai karya skripsi dengan judul ; “Partisipasi
FORABI (Forum Rakyat Boyolali) Dalam Proses Pengambilan Kebijakan
Pemerintah Kabupaten Boyolali di Era Otonomi Daerah”
B. PERUMUSAN MASALAH
· Bagaimanakah partisipasi FORABI ( Forum Rakyat Boyolali) dalam
proses Pengambilan Kebijakan di tingkat Kota Boyolali?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan obyektif:
· Untuk mengetahui partisipasi FORABI ( Forum Rakyat Boyolali) dalam
proses Pengambilan Kebijakan di tingkat Kota Boyolali?
Tujuan subyektif:
· Secara Subyektif, penulisan penelitian ini merupakan awalan untuk
menginventarisasi persoalan-persoalan yang terkait dengan kebijakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
publik Pemerintah Boyolali yang dilihat dari perspektif masyarakatnya
sendiri melalui Forum Rakyat Boyolali.
· Selanjutnya dari penelitian ini bisa menjadi input untuk lembaga yang
terkait, yang berguna untuk evaluasi demi kemajuan yang lebih baik.
· Melakukan kajian tentang FORABI (Forum Rakyat Boyolali) dalam
partisipasinya terhadap kebijakan publik yang dikeluarkan oleh
Pemerintah.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
· Bagi institusi pendidikan, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan tambahan keilmuan dalam bidang sosial.
· Penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan serta kepustakaan
untuk penelitian sejenis.
2. Manfaat praktis
· Diharapkan mampu menambah wawasan berfikir dalam memahami
kehidupan sosial politik di daerah masing-masing, dalam hal ini tentang
Partisipasi FORABI (Forum Rakyat Boyolali) dalam proses pengambilan
Kebijakan Publik Kabupaten Boyolali di Era Otonomi Daerah
· Untuk memberikan masukan atau input guna mempelajari dan
memecahkan masalah-masalah yang ada jika suatu saat akan mendapati
masalah pada hal yang sama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
E. TINJAUAN PUSTAKA
E.1 Batasan Konsep
a. Partisipasi
Perkataan partisipasi berasal dari perkataan Inggris “to
partyicipate” yang mengandung pengertian “to make part” yang dalam
bahasa Indonesia berarti mengambil bagian. Sedang participation
berarti “the act participating”. Seseorang dikatakan berpartisipasi
terhadap sesuatu usaha atau organisasi apabila secara sadar ia ikut
aktif mengambil bagian di dalam kegiatan-kegiatan dari usaha tersebut.
Menurut Sudharto P. Hadi (1995) partisipasi merupakan
proses dimana masyarakat turut serta mengambil bagian dalam
pengambilan keputusan. Keikutsertaan publik membawa pengaruh
positif, mereka akan bisa memahami atau mengerti berbagai
permasalahan yang muncul serta memahami keputusan akhir yang
akan diambil. Pada hakikatnya pelibatan masyarakat merupakan
bagian dari proses perencanaan yang dimaksudkan untuk
mengakomodasi kebutuhan, aspirasi, dan concern mereka. Tujuannya
adalah untuk mengeliminir kemungkinan terjadi dampak negatif.
Partisipasi masyarakat bukan hanya sebagai cara untuk meredam dan
menghindari berbagai protes dikemudian hari, namun juga sebagai
perencana untuk memperoleh input dari masyarakat tentang segala
sesuatu yang menyangkut nasib mereka. (Sudharto P. Hadi, 1995:93)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Keikutsertaan itu meliputi keterlibatan warga dalam segala
tahapan kebijakan, mulai dari pembuatan keputusan hingga penilaian
keputusan, dan termasuk juga ikut serta dalam pelaksanaan keputusan.
Konsep partisipasi politik ini menjadi sangat penting dalam arus
pemikiran deliberative democracy atau demokrasi musyawarah.
Namun disaat ini penggunaan kata partisipasi (politik), sering
mengacu pada dukungan warga untuk pelaksanaan kebijakan yang
sudah ditentukan oleh pemerintah. Disini tidak terlihat partisipasi
masyarakat sebagai aktor utama dalam pembuatan keputusan. Konsep
semacam ini di era pasca runtuhnya orde baru sangat tidak relevan
dengan konsep reformasi yang menjunjung demokrasi. Menurut
Miriam Budiarjo (1998:1) partisipasi politik adalah kegiatan seseorang
atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan
politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara
langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah
(public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan
suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi
anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan
hubungan (contacting) dengan pejabat pemerintah atau anggota
parlemen dan sebagainya.
Menurut Herbert McClosky (dalam Miriam Budiarjo, 1998:2),
partisipasi politik adalah,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
“The term “political participation” will refer to those voluntary activities by which members of a society share in the selection of rules and, directly or indirectly, in the formation of public policy”.
“Kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung dan tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum.”
Bagi negara yang menegakkan demokrasi dalam menjalankan tata
pemerintahan, unsur penting yang tidak bisa dilepaskan adalah tentang
partisipasi. Pemerintahan yang baik adalah, jika aktifitas partisipasi
dari masyarakatnya meningkat di segala sektor kehidupan. Gaventa
dan Valderama dalam buku Ichwan Prasetyo (2007), merupakan tokoh
lain yang juga memberi definisi terhadap partisipasi, setidaknya ada
tiga macam partisipasi dalam pembangunan masyarakat demokratis
yaitu; partisipasi politik, partisipasi sosial,dan partisipasi warga.
Pertama, Partisipasi politik yang merepresentasikan demokrasi
keterwakilan. Partisipasi politik, lebih dikaitkan dengan proses-proses
politik formal, yaitu pertisipasi rakyat dalam Pemilihan Umum baik
tingkat daerah maupun nasional dan juga pada kegiatan lembaga-
lembaga negara. Partisipasi politik berorientasi pada “mempengaruhi”
dan “mendudukkan wakil rakyat” dalam Pemerintahan daripada
“partisipasi aktif” dan “langsung” dalam proses Pemerintahan itu
sendiri.
Kedua, partisipasi sosial sebagai keterlibatan Beneficiary dalam
proyek pembangunan. Oleh Stiefel dan Wolfe dalam buku Ichwan
Prasetyo (2007) mendefinisikan sebagai “…..upaya terorganisir untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
meningkatkan pengawasan terhadap sumber daya dan lembaga
pengatur dalam keadaan sosial tertentu oleh pelbagai kelompok dan
gerakan yang sampai sekarang dikesampingkan. Kelompok partisipasi
ini berada di luar lembaga formal atau pemerintah...”. Partisipasi sosial
ditempatkan sebagai keterlibatan masyarakat terutama yang dipandang
sebagai ‘benefeciary’ pembangunan dalam konsultasi atau
pengambilan keputusan dalam semua tahapan siklus proyek
pembangunan dari penilaian kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan,
sampai pemantauan dan evaluasi program.
Ketiga, partisipasi warga sebagai pengambil keputusan langsung
dalam kebijakan publik. Berbeda dengan kedua jenis partisipasi
sebelumnya, oleh Gaventa dan Valderama ‘partisipasi warga’
mendapat perhatian lebih, dimana lebih menekankan pada ‘partisipasi
warga’ dalam pengambilan keputusan atau kebijakan pada lembaga
dan proses pemerintahan. Partisipasi aktif warga berubah, dari hanya
menjadi ‘penerima kebijakan’ menuju sebuah kepedulian warga itu
sendiri dengan keikutsertaannya dalam pengambilan keputusan atau
kebijakan di berbagai bidang kehidupan mereka.
Perlunya masyarakat terlibat langsung dalam kebijakan publik
ditunjukan selain sebagai warga masyarakat atau rakyat yang memiliki
hak sebagai masyarakat sosial dan politik untuk menjaga ruang
publiknya, mengagregasikan persoalan dan kepentingan di ruang
publik, merancang agenda publik, dan terus menerus mengawasi agar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
kinerja wakil rakyat dan pemerintah supaya bekerja sesuai dengan
mandatnya. Apalagi jika berkaitan dengan kebijakan yang berimplikasi
terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat harus melibatkan
anggota masyarakat dan formulasi dan pengambilan keputusan. Oleh
Anthony Giddens (1999), dipandang sebagai satu perwujudan
demokrasi deliberatif atau sebagai langkah mendemokrasikan
demokrasi (Democratizing democracy).
Dalam penelitian ini konsep Gaventa dan Valderama tentang
partisipasi dapat digunakan sebagai indikator partisipasi Forabi.
Berikut ini indikator untuk melihat partisipasi Forabi,
1. Partisipasi politik yang merepresentasikan demokrasi keterwakilan.
2. Partisipasi sosial sebagai keterlibatan Beneficiary dalam proyek
pembangunan.
3. Partisipasi warga sebagai pengambil keputusan langsung dalam
kebijakan publik.
b. Kebijakan Publik
Kebijakan dalam bahasa Inggris disebut dengan public policy.
Wikipedia (dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Kebijakan_publik)
mengartikan kebijakan publik merupakan keputusan-keputusan yang
mengikat bagi orang banyak pada tataran strategis atau bersiafat garis
besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Harold Laswell dan Abraham Kaplan (dalam buku HAR. Tilaar &
Riant Nugroho, 2008: 183) mendefinisikan sebagai suatu program
yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, praktik-praktik
tertentu (a projected program of goals, values, and practices).
“Kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh Negara, Khususnya Pemerintah, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan dari negara yang bersangkutan. Kebijakan publik adalah strategi untuk mengawal masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju kepada masyarakat yang dicita-citakan”(HAR. Tilaar & Riant Nugroho, 2008: 182) Kebijakan Publik (Inggris:Public Policy) adalah keputusan-
keputusan yang mengikat bagi orang banyak pada tataran strategis atau
bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik. Sebagai
keputusan yang mengikat publik maka kebijakan publik haruslah
dibuat oleh otoritas politik, yakni mereka yang menerima mandat dari
publik atau orang banyak, umumnya melalui suatu proses pemilihan
untuk bertindak atas nama rakyat banyak. Selanjutnya, kebijakan
publik akan dilaksanakan oleh administrasi negara yang di jalankan
oleh birokrasi pemerintah serta mencapai amanat konstitusi.
Kebijakan publik menunjuk pada serangkaian peralatan
pelaksanaan yang lebih luas dari peraturan perundang-undangan,
mencakup juga aspek anggaran dan struktur pelaksana. Siklus
kebijakan publik sendiri bisa dikaitkan dengan pembuatan kebijakan,
pelaksanaan kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Bagaimana
keterlibatan publik dalam setiap tahapan kebijakan bisa menjadi
ukuran tentang tingkat kepatuhan negara kepada amanat rakyat yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
berdaulat atasnya. Dapatkah publik mengetahui apa yang menjadi
agenda kebijakan, yakni serangkaian persoalan yang ingin diselesaikan
dan prioritasnya, dapatkah publik memberi masukan yang berpengaruh
terhadap isi kebijakan publik yang akan dilahirkan. Begitu juga pada
tahap pelaksanaan, dapatkah publik mengawasi penyimpangan
pelaksanaan, juga apakah tersedia mekanisme kontrol publik, yakni
proses yang memungkinkan keberatan publik atas suatu kebijakan
dibicarakan dan berpengaruh secara signifikan.
Kebijakan publik menunjuk pada keinginan penguasa atau
pemerintah yang idealnya dalam masyarakat demokratis merupakan
cerminan pendapat umum (opini publik). Untuk mewujudkan
keinginan tersebut dan menjadikan kebijakan tersebut efektif, maka
diperlukan sejumlah hal: pertama, adanya perangkat hukum berupa
peraturan perundang-undangan sehingga dapat diketahui publik apa
yang telah diputuskan; kedua, kebijakan ini juga harus jelas struktur
pelaksana dan pembiayaannya; ketiga, diperlukan adanya kontrol
publik, yakni mekanisme yang memungkinkan publik mengetahui
apakah kebijakan ini dalam pelaksanaannya mengalami penyimpangan
atau tidak.
Dalam masyarakat otoriter kebijakan publik adalah keinginan
penguasa semata, sehingga penjabaran di atas tidak berjalan. Tetapi
dalam masyarakat demokratis, yang kerap menjadi persoalan adalah
bagaimana menyerap opini publik dan membangun suatu kebijakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
yang mendapat dukungan publik. Kemampuan para pemimpin politik
untuk berkomunikasi dengan masyarakat untuk menampung keinginan
mereka adalah satu hal, tetapi sama pentingnya adalah kemampuan
para pemimpin untuk menjelaskan pada masyarakat kenapa suatu
keinginan tidak bisa dipenuhi. Adalah naif untuk mengharapkan bahwa
ada pemerintahan yang bisa memuaskan seluruh masyarakat setiap
saat, tetapi adalah otoriter suatu pemerintahan yang tidak
memperhatikan dengan sungguh-sungguh aspirasi dan berusaha
mengkomunikasikan kebijakan yang berjalan maupun yang akan
dijalankannya. dalam pendekatan yang lain kebijakan publik dapat
dipahami dengan cara memilah dua konsepsi besarnya yakni kebijakan
dan publik. terminologi kebijakan dapat diartikan sebagai pilihan
tindakan diantara sejumlah alternatif yang tersedia. artinya kebijakan
merupakan hasil menimbang untuk selanjutnya memilih yang terbaik
dari pilihan-pilihan yang ada. dalam konteks makro hal ini kemudian
diangkat dalam porsi pengambilan keputusan.
Dalam pelaksanaannya, kebijakan publik ini harus diturunkan
dalam serangkaian petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang
berlaku internal dalam birokrasi. Sedangkan dari sisi masyarakat, yang
penting adalah adanya suatu standar pelayanan publik, yang
menjabarkan pada masyarakat apa pelayanan yang menjadi haknya,
siapa yang bisa mendapatkannya, apa persyaratannnya, juga
bagaimana bentuk layanan itu. Hal ini akan mengikat pemerintah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
(negara) sebagai pemberi layanan dan masyarakat sebagai penerima
layanan. Fokus politik pada kebijakan publik mendekatkan kajian
politik pada administrasi negara, karena satuan analisisnya adalah
proses pengambilan keputusan sampai dengan evaluasi dan
pengawasan termasuk pelaksanaannya. Dengan mengambil fokus ini
tidak menutup kemungkinan untuk menjadikan kekuatan politik atau
budaya politik sebagai variabel bebas dalam upaya menjelaskan
kebijakan publik tertentu sebagai variabel terikat.
c. Civil Society
Konsep tentang Civil Society di Indonesia telah marak terdengar
dari awal tahun 90-an. Di negara Barat konsep Civil Society
sebenarnya berakar, namun setelah sekian lama telah terlupakan dalam
wacana perdebatan ilmu sosial dan kemudian mengalami revitalisasi
terutama setelah reformasi di Eropa Timur di pertengahan tahun 80-an
hingga 90-an.
Istilah Civil Society sendiri di Indonesia banyak memiliki
perpadanan arti. Civil Society di Indonesia diartikan antara lain
menjadi masyarakat sipil, masyarakat warga, masyarakat madani,
masyarakat beradab, masyarakat berbudaya, atau masyarakat
kewarganegaraan.
Banyak tokoh yang mepersepsikan arti dari istilah Civil Society
sama maupun saling berbeda bahkan bertentangan. Tokoh klasik
seperti John Locke atau Henningsen, yang berpendapat bahwa ruang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
dari political society (dalam artian bisa dimaknai sebagai negara atau
state) disamakan dengan civil society itu sendiri. Sedangkan pemikir
lainnya seperti Hegel, Marx, Gellner, Cohe, dan Arato,
mempersepsikan kedua hal tersebut tidak sama dan bertentangan satu
sama lain. Hal ini dilihat dari representasi dari entitas yang berdiri
sendiri atau dua domain sosial politik yang berbeda. (Adi Suryadi
Culla: 1999)
Terjadi banyak kontroversi tentang pemaknaan dari civil society
dari para pemikir. Tokoh Indonesia yang memaknai civil society
sebagai masyarakat madani adalah Nurcholis Ma’jid. Nurcholis dalam
buku Andi Malarangeng merujuk pada kata Madani yang berasal dari
kata “Madinah”, sebuah kota di Arab dan pada jaman Nabi
Muhammad SAW menjadi kota dengan peradaban yang tinggi dengan
menjunjung keberadaban warga di kota tersebut. “Madinah” sendiri
berasal dari kata “Madaniyah” yaitu peradaban. Sehingga Nurcholis
Ma’jid memaknainya sebagai masyarakat madani dan berasosiasi
menjadi “masyarakat beradab”.(Andi Malarangeng.Dkk, 2001)
Masyarakat madani mungkin sementara ini bisa saja menjadi
padanan sitilah bagi civil society. Masyarakat madani menggambarkan
pola hidup dan tingkah laku masyarakat yang beradab, partisipatif, dan
demokratis. Di Barat ada beberapa tokoh yang mengkonsepkan tentang
masyarakat madani. Konsep ini pertama kali dimunculkan dan
dipopulerkan oleh seorang pemikir Skotlandia, Adam Ferguson (1723-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
1816), dalam karya klasiknya An Essay History Of Civil Society
(1767), hingga perkembangan konsep masyarakat madani lebih lanjut
olehkalangan pemikir modern seperti Locke, Rousseau,, Hegel,
Marx,dan Tocqueville.
Tokoh lain yang memberikan penjelasan tentang konsep civil
society (masyarakat madani) adalah Gellner. Gellner (dalam Adi
Suryadi Cula, 1999) mengemukakan , bahwa kondisi sosial yang
didefinisikan sebagai masyarakat madani, sesungguhnya bermuatan
politis. Definisi paling sederhana dari konsep ini, menurut Gellner,
merujuk pada masyarakat yang terdiri atas berbagai institusi non
pemerintah yang otonom dan cukup kuat untuk dapat mengimbangi
negara. Mengimbangi, artinya bahwa kelompok ini memiliki
kemampuan untuk menghalangi dan membendung negara dalam
mendominasi kehidupan masyarakat. Meskipun demikian, tidak berarti
bahwa konsep ini mengingkari kegiatan negara dalam menjalankan
peranan sebagai penjaga perdamaian, dan peran negara sebagai
pengadil dalam berbagai konflik kepentingan besar yang dapat
menghancurkan tatanan sosial dan politik keseluruhan.
Dalam pengertian luas menurut Gellner, masyarakat madani
disamping merupakan sekelompok institusi atau lembaga dan asosiasi
yang cukup kuat mencegah tirani politik baik oleh negara maupun
komunal atau komunitas, juga cirinya yang menonjol adalah kebebasan
individu di dalamnya. Pada dasarnya konsep pemikiran Gellner adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
penolakan dari segala domisasi atas dirinya, dan juga sebagai institusi
yang bersifat non-state. Pemikiran Gellner merupakan gaya dan
produk Barat, hal ini ditunjukkan dengan individu yang sebagai aktor
sosial yang bebas (masyarakat moduler) dan menurutnya inilah
prasayarat membentuk masyarakat madani.
d. Forum
Penulis mencoba mendefinisikan tentang pengertian forum itu,
Forum adalah ruang intelektual yang terdiri dari seorang atau lebih,
satu lembaga atau lebih, yang dimaksudkan untuk menampung suatu
keseragaman visi dan misi para anggota forum. Di dalam Forum tidak
ada suatu ikatan yuridis yang membuat seseorang atau kelompok
menjadi terbebani dengan suatu tanggung jawab. Forum sifatnya
adalah terbuka, intinya selama seseorang atau kelompok memiliki visi
atau pandangan yang sama dengan forum yang ada bisa saja masuk
menjadi anggota forum.
Pengertian lain forum adalah suatu lembaga, badan, atau wadah
yang merupakan tempat untuk membicarakan keputusan bersama
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 243 : 1989). Sumber lain
menyebutkan forum adalah ruang untuk melaksanakan atau membahas
suatu serta bertukar pikiran secara bebas (JS. Badudu, 231 :1994).
Dalam Garis Besar Haluan Forum FORABI sendiri, telah
didefinisikan Forum Rakyat Boyolali adalah sebuah media atau
wahana tempat berkumpulnya individu-individu dan kelompok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
masyarakat dalam rangka mendefinisikan pendapat, merumuskan
kesepakatan dan memperjuangkan aspirasi bersama secara demokratis
dan menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM). Melalui Forum
Rakyat Boyolali pemerintah daerah dan DPRD akan diawasi/dimonitor
kinerjanya oleh masyarakat, agar pemerintah daerah dan DPRD benar-
benar bekerja demi kepentingan rakyat.
Melalui Forum Rakyat Boyolali masyarakat memberikan
gagasannya mengenai kepentingan masyarakat agar pemerintah daerah
dan DPRD berdaya melaksanakan amanah memperjuangkan
kepentingan dan prakarsa masyarakat berdasarkan aspirasi masyarakat.
e. Otonomi Daerah
Otonomi daerah dalam Pasal 1 ayat 5 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 (telah direvisi dalam UU No 12
Tahun 2008) tentang Pemerintahan Daerah adalah kewenangan daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pengertian "otonom" secara bahasa adalah "berdiri sendiri" atau
"dengan pemerintahan sendiri", Sedangkan "daerah" adalah suatu
"wilayah" atau "lingkungan pemerintah" (KBBI Daring). Dengan
demikian pengertian secara istilah "otonomi daerah" adalah
"wewenang/kekuasaan pada suatu wilayah/daerah yang mengatur dan
mengelola untuk kepentingan wilayah/daerah masyarakat itu sendiri."
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Pengertian yang lebih luas lagi adalah wewenang/kekuasaan pada
suatu wilayah/daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan
wilayah/daerah masyarakat itu sendiri mulai dari ekonomi, politik, dan
pengaturan perimbangan keuangan termasuk pengaturan sosial,
budaya, dan ideologi yang sesuai dengan tradisi adat istiadat daerah
lingkungannya.
Pelaksanaan otonomi daerah dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
meliputi kemampuan si pelaksana, kemampuan dalam keuangan,
ketersediaan alat dan bahan, dan kemampuan dalam berorganisasi.
Otonomi daerah tidak mencakup bidang-bidang tertentu, seperti
politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal,
dan agama. Bidang-bidang tersebut tetap menjadi urusan pemerintah
pusat .Pelaksanaan otonomi daerah berdasar pada prinsip demokrasi,
keadilan, pemerataan, dan keanekaragaman.
Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 yang telah direvisi
dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2004 merupakan landasan
yuridis untuk pengembangan Otonomi daerah, desentralisasi
merupakan titik tekan yang diamanatkan dalam Undang-Undang
tersebut. Ada dua misi utama di dalamnya, pertama Desentralisasi
Pemerintahan lebih menekankan pada terciptanya kehidupan
masyarakat yang demokratis di tingkat lokal, kedua Desentralisasi
Fiskal tujuan utama adalah untuk menciptakan pemerataan
pembangunan di seluruh daerah dengan mengoptimalkan kemampuan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
prakarsa, kreasi, dan partisipasi masyarakat, serta kemampuan untuk
mengurangi dominasi pemerintah dalam pembangunan serta
pemerintahan.
E.2. Penelitian Terdahulu
Renee A Irvin dan John Stansbury dalam Journal of Public
Administration Review; pada Jan/Feb tahun 2004 terbitan
ABI/INFORM Global halaman 55 memberikan pandangan terkait
partisipasi publik melalui tulisannya yang bertajuk “Citizen
Participation in Decision Making: Is It Wort the Effort?”. Dalam
tulisannya tentang pengelolaan Sumber Daya Alam yaitu air dengan
melibatkan masyarakat dalam pembuatan setiap keputusan dari
Pemerintah dan dalam manajemennya pula. Berikut adalah kutipan
dari tulisan Irvin dan Stanbury,
“Is widely argued that increased community participation in goverment decision making produces many important benefits. Dissent is rare: it is difficult to envision anything but positive outcome from citizens joining the policy process, collaborating with others and reaching consensus to bring about positive social and enviromental change. This article, motivated by contextual problems encountred in a participatory watershed management initiative, reviews the citizen participation literature and analizes key considerations in determining wheter community participation is an effective policy-making tool. We list conditions under which community participation may be costly and ineffective and when it can thrive and produce the greatest gains in effective citizen governance. From the detritus of an un usuccesful citizen-participation effort, we arrive at a more informed approach to guide policy makers in choosing a decision-making process that is appropriate for a community's particular needs.”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
“Secara umum dibantah bahwa meningkatkan keikut sertaan komunitas dalam pembuatan keputusan Pemerintah menghasilkan banyak manfaat penting. Jarang ada perdebatan : ini sulit untuk memimpikan apapun, kecuali hasil psitif dari warga menggabungkan proses kebijakan, bekerjasamalah dengan lain-lain dan menjangkau konsensus untuk menyempurnakan kemasyarakatan positif dan perubahan lingkungan. Artikel ini, dimotivasi oleh masalah yang dihadapi berdasarkan konteks inisiatif partisipasi dalam manajemen air, telaah daftar pustaka keikut sertaan warga dan analisis merupakan kunci bahan pertimbangan pada keikut sertaan komunitas sebagai satu alat pembuat kebijakan yang efektif. Telah didafrtar kondisi keikutsertaan komunitas mungkin mahal dan tidak efektif apabila menghasilkan keuntungan bag pemerintahan sipil. Dari ketidak suksesan upaya keikut sertaan warga, kita mencari informasi lebih pada pendekatan untuk memandu pembuat kebijaksanaan di dalam memilih satu proses pembuatan keputusan yang sesuai dengan kebutuhan komunitas.”
Sedangkan dalam penelitian lain, oleh Imran Buccus dan
kawan-kawan yang meneliti tentang partisipasi publik dan kaitannya
dengan Pemerintah Lokal di Afrika Selatan. Penelitian itu, disponsori
oleh The Centre for Public Participation (CPP). Afrika Selatan
merupakan satu negara berkembang yang memiliki kondisi hampir
sama dengan Indonesia. Setelah lepas dari problematika aphaerteid.
Afrika selatan mencoba untuk mengembangkan sistem demokrasi
hingga desentralisasi. Afrika Selatan sedang memberi perhatian lebih
pada partisipasi publik dalam rangka mensukseskan demokrasinya
apalagi di tingkat Pemerintahan daerah. Afrika telah membuat suatu
landasan keikutsertaan publik dalam pemerintahan daerah dengan
melahirkan perundang-undangan seperti, Municipal Systems Act of
2000, Draft National Framework for Public Participation of 2005,
dan Draft KZN Community Participation Framework of 2007. Melalui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
bingkai ini masyarakat lebih mudah mengarahkan aspirasinya kepada
Pemerintah, daripada hanya sekedar suatu program pemberdayaan.
Berikut adalah kutipan dari hasil penelitian Imran Bucuss, dkk:
“Public participation is receiving increasing attention in South Africa, especially at local government level. Notably, public participation is on the agenda globally and in Africa, as well as in South Africa. This is because public participation can help to (i) enhance development and service delivery, (ii) make governance more effective, and (iii) deepen democracy. In South Africa, the basis for public participation in local government is outlined in key legislation like the Municipal Systems Act of 2000, and key policies like the Draft National Framework for Public Participation of 2005 and Draft KZN Community Participation Framework of 2007. These frame public participation mostly as consultation rather than formal empowerment. Further, there is a significant policy development lag, with no final national or provincial policy some seven years after the enabling legislation. We investigated the implementation of public policy in this context, exploring both views ‘from above’ of officials and councillors, and ‘from below’ of members of civil society and the community. Respondents were drawn from the district municipalities of eThekwini, Ilembe, Mgungundlovu and Sisonke, and also some of the local municipalities within them. Our main finding was that while all parties seem committed to the idea of public participation, they lack the necessary resources to make it work. Hence, the impact of public participation on local governance ‘ends at the imbizo.”
“Partisipasi masyarakat adalah menerima perhatian yang meningkat di Afrika Selatan, khususnya di tingkat pemerintah daerah. Terutama, partisipasi publik dalam agenda global dan di Afrika, serta di Afrika Selatan. Hal ini karena partisipasi masyarakat dapat membantu untuk (i) meningkatkan pengiriman pembangunan dan pelayanan, (ii) membuat pemerintahan lebih efektif, dan (iii) memperdalam demokrasi. Di Afrika Selatan, dasar bagi partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah diuraikan dalam undang-undang utama seperti Undang-Undang Sistem Kota Tahun 2000, dan kebijakan penting seperti Draft Kerangka Nasional untuk Partisipasi Publik tahun 2005 dan Draft Kerangka KZN Partisipasi Masyarakat tahun 2007. Ini partisipasi masyarakat kebanyakan sebagai bingkai konsultasi daripada pemberdayaan formal. Selanjutnya, ada lag kebijakan pengembangan yang signifikan, tanpa kebijakan nasional atau provinsi akhir sekitar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
tujuh tahun setelah undang-undang memungkinkan. Kami meneliti implementasi kebijakan publik dalam konteks ini, menjelajahi kedua pandangan 'dari atas' pejabat dan anggota dewan, dan 'dari bawah' dari anggota masyarakat sipil dan masyarakat. Responden ditarik dari kota Kabupaten eThekwini, Ilembe, Mgungundlovu dan Sisonke, dan juga beberapa dari kota setempat dalam diri mereka. Temuan utama kami adalah bahwa ketika semua pihak tampaknya berkomitmen untuk gagasan partisipasi masyarakat, mereka kekurangan sumber daya yang diperlukan untuk membuatnya bekerja. Oleh karena itu, dampak dari partisipasi masyarakat dalam pemerintahan lokal (end at the imbizo). "
E.3 Landasan Teori
Sosiologi sebagai salah satu ilmu sosial telah mencoba
memahami fenomena sosial yang terjadi di dalam masyarakat itu
sendiri. Pemahaman yang dilakukan mencakup pemahaman terhadap
perilaku baik secara individu ataupun secara kolektifitas. Fenomena
yang muncul menjadi begitu menarik ketika memerlukan penjelasan
dari ilmu ini. Politik sebagai salah satu disiplin ilmu memang tidak
bisa terlepas dari keberadaan ilmu lainnya yang berkembang.
Keberadaan cabang-cabang ilmu tersebut saling mendukung dan
saling bersinggungan. Singgungan antara politik dengan sosiologi
kemudian melahirkan apa yang dikenal dengan sosiologi politik yang
berusaha melakukan penelaahan terhadap masalah-masalah politik dan
masyarakat, antara struktur sosial dan struktur politik, antara tingkah
laku sosial dengan tingkah laku politik, (Rush dan Althroff, 1993:5).
Bidang subjek sosiologi politik dalam kerangka konseptual
yang besar sebagai disiplin yang mempelajari mata rantai antara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
politik dan masyarakat, berfungsi sebagai jembatan teoritis maupun
metodologis antara sosiologi dan ilmu pengetahuan politik.
Hubungan-hubungan kausal yang terjadi dalam masyarakat,
dalam paradigma sosiologi masuk dalam kajian Weber. Weber
sebagai pengemuka dari paradigma Definisi Sosial mengartikan obyek
sosiologi adalah studi tentang tindakan sosial antar hubungan sosial.
Kedua hal itulah yang menjadi persoalan dalam sosiologi. Inti tesisnya
adalah “tindakan yang penuh arti” dari individu. (Ritzer, 2002: 38).
Dalam definisi ini terkandung dua konsep dasarnya, yaitu konsep
tindakan sosial serta konsep tentang penafsiran dan pemahaman.
Salah satu tujuan utamanya adalah untuk menganlisa hubungan yang
penting diantara pola-pola instrumental yang besar didalam
masyarakat. (Jhonson, 1986:207).
Jadi yang termasuk kategori tindakan sosial oleh Weber
bukanlah tindakan terhadap obyek-obyek bukan manusia, seperti
bertukang kayu; atau tindakan batiniah, seperti meditasi. Juga tidak
setiap bentuk kontak dengan orang lain merupakan tindakan sosial.
Tubrukan dua pengendara motor misalnya tidak dimasukkan sebagai
tindakan sosial, demikian pula tindakan yang dilakukan manusia
secara bersama-sama seperti membuka payung. Kelakuan dalam
massa dimana individu-individu dipengaruhi lainnya secara pasif,
tidaklah pula termasuk tindakan sosial bagi Weber. Bagi Weber yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
menentukan adalah hubungan individu dengan tingkah laku orang lain
dengan “penuh arti subyektif” .(Lacyndecker, 1983:316)
Talcot Parson merupakan pengikut Weber yang utama.
Teori Aksi yang dikembangnkannya mendapat sambutan yang luas.
Parson seperti pengikut Teori Aksi yang lainnya menginginkan
pemisahan antara Teori Aksi dengan dengan aliran behaviouralisme.
Dipilihnya istilah “action” bukan “behaviour” karena menurutnya
mempuyai konotasi yang berbeda. “Behaviour” secara tidak langsung
menyatakan kesesuaian secara mekanik antara perilaku (respon)
dengan rangsangan dari luar (stimulus). Sedangkan istilah “action”
menyatakan secara tidak langsung merupakan aktivitas, kreativitas
dan proses penghayatan dari individu. Parson dengan hati-hati sekali
membedakan antara Teori aksi/tindakan dengan Teori Behaviour atau
perilaku. Menurutnya suatu teori yang menghilangkan sifat-sifat
kemanusiaan dan mengabaikan aspek subjektif tindakan manusia tidak
termasuk dalam Teori Aksi.
Parson meyusun skema unit-unit dasar tindakan sosial
dengan karakteristik sebagai berikut.
1. Adanya individu sebagai aktor.
2. Aktor dipandang sebagai pemburu tujuan-tujuan tertentu.
3. Aktor mempunyai alternatif cara, alat serta teknik untuk mencapai
tujuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
4. Aktor berhadapan dengan sejumlah kondisi situasional yang dapat
membatasi tindakannya dalam mencapai tujuan. Kendala tersebut
berupa situasi dan kondisi, sebagian ada yang tidak dapat
dikendalika oleh individu.
5. Aktor berada di bawah kendala dari nilai-nilai, norma-norma dan
berbagai nilai abstrak yang mempengaruhinya dalam memilih dan
menentukan tujuan serta tindakan alternatif untuk mencapai tujuan.
Aktor mengejar tujuan dalam situasi dimana norma-norma
mengarahkannya dalam memilih alternatif cara dan alat untuk
mencapai tujuan. Norma-norma itu tidak menetapkan pilihannya
terhadap cara atau alat, tetapi ditentukan oleh kemampuan aktor untuk
memilih . (George Ritzer. 1985: 56-57).
Dalam hal ini FORABI memposisikan diri sebagai aktor,
walaupun berbentuk forum. Namun FORABI terdiri dari berbagai
unsur masyarakat di Boyolali. Mereka membentuk Forum ini karena
mereka merasa ada hak dan aspirasi yang perlu disampaikan dan di
tindaklanjuti oleh Pemerintahan dan para legislator pembuat
kebijakan. Keterlibatan Forabi dalam suatu pengambilan kebijakan
merupakan suatu tindakan, yang didalamnya memiliki maksud-
maksud tertentu yang tentunya telah mengalami berbagai proses
pemikiran dan dirasakan secara matang.
Pada penelitian tentang partisipasi masyarakat dalam
Dari bagan. 3.1 diatas dapat dilihat tentang alur formal pembuatan
suatu kebijakan publik, dimana pada dasarnya ada tiga aspek yang dilibatkan
dalam hal ini yaitu Legislatif, Eksekutif, dan Masyarakat. Ada dua cara dalam
proses distribusi pemikiran awal suatu kebijakan pada alur diatas yaitu, proses
pengusulan melalui Eksekutif dan legislatif. Kedua proses tersebut pada
pelaksanakan membutuhkan koordinasi dengan masyarakat dan stakeholder
terkait. Secara formal masyarakat dilibatkan melalui agenda public hearing
selama dua kali yaitu ketika pengajuan usulan suatu kebijakan menjadi
rancangan dan pada saat rancangan itu sudah disetujui untuk berlanjut pada
proses penetapan kebijakan. Disitulah diharapkan masyarakat punya andil
besar untuk ikut berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan itu.
Selain itu ada pula mengenai pembuaan kebijakan pembangunan,
dalam hal ini Boyolali menyebutnya dengan MUSRENBANG. Pembuatan
kebijakan melalui MUSRENBANG ini melalui banyak tahap penyerapan
aspirasi pembangunan dari masyarakat. Musrenbang memang memiliki cita-
cita agar aspirasi masyarakat hingga lapis bawah bisa tertampung mengenai
Pembangunan baik di daerah maupun Nasional. Penyerapan awal dimulai dari
penggalian kebutuhan pembangunan di tiap-tiap desa setelah itu hasil dari
keputusan di desa masing-masing akan dibawa pada pembahasan tingkat
kecamatan, lalu setelah itu dari tiap desa itu diambil secara skala prioritas
mana desa yang akan diberikan fasilitas pembangunan untuk diusulkan pada
musyawarah ditingkat Kota/Kabupaten. Tahap akhir agar pembangunan juga
bisa didanai oleh APBD-Prov/APBN maka diusulkan pada musyawarah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
tingkat provinsi hingga nasional, disana akan diseleksi lagi mana Kabupaten
yang layak untuk diberi fasilitas Pembangunan. Untuk memudahkan untuk
mendeskrisikan alur kedudukan MUSRENBANG, berikut adalah gambar
yang diperoleh dari dokumen BAPPEDA Kabupaten Boyolali.
Bagan 3.2 Kedudukan Musrenbang
C. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengambilan Kebijakan Tingkat
Kabupaten Di Boyolali.
Gaventa dan Valderama (1999) dalam buku Ichwan Prasetyo
memberi definisi terhadap partisipasi, setidaknya ada tiga macam partisipasi
dalam pembangunan masyarakat demokratis yaitu; partisipasi politik;
partisipasi sosial;dan partisipasi warga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Pertama, Partisipasi politik yang merepresentasikan demokrasi
keterwakilan. Partisipasi politik, lebih dikaitkan dengan proses-proses politik
formal, yaitu pertisipasi rakyat dalam Pemilihan Umum baik tingkat daerah
maupun nasional dan juga pada kegiatan lembaga-lembaga negara. Partisipasi
politik berorientasi pada “mempengaruhi” dan “mendudukkan wakil rakyat”
dalam Pemerinthan daripada “partisipasi aktif” dan “langsung” dalam proses
Pemerintahan itu sendiri.
Kedua, partisipasi sosial sebagai keterlibatan Beneficiary dalam
proyek pembangunan. Oleh Stiefel dan Wolfe (1994) dalam bukunya Ichwan
Prasetyo mendefinisikan sebagai “…..upaya terorganisir untuk meningkatkan
pengawasan terhadap sumber daya dan lembaga pengatur dalam keadaan
sosial tertentu oleh pelbagai kelompok dan gerakan yang sampai sekarang
dikesampingkan.kelompok partisipasi ini berada di luar lembaga formal atau
pemerintah. Partisipasi sosial ditempatkan sebagai keterlibatan masyarakat
terutama yang dipandang sebagai ‘benefeciary’ pembangunan dalam
konsultasi atau pengambilan keputusan dalam semua tahapan siklus proyek
pembangunan dari penilaian kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan, sampai
pemantauan dan evaluasi program.
Ketiga, partisipasi warga sebagai pengambil keputusan langsung
dalam kebijakan publik. Berbeda dengan kedua jenis partisipasi sebelumnya,
oleh Gaventa dan Valderama ‘partisipasi warga’ mendapat perhatian lebih,
dimana lebih menekankan pada ‘partsipasi warga’ dalam pengambilan
keputusan atau kebijakan pada lembaga dan proses pemerintahan. Partisipasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
aktif warga berubah, dari hanya menjadi ‘penerima kebijakan’ menuju sebuah
kepedulian warga itu sendiri dengan keikutsertaannya dalam pengambilan
keputusan atau kebijakan di berbagai bidang kehidupan mereka.
Perlunya masyarakat terlibat langsung dalam kebijakan publik
ditujukan selain sebagai warga masyarakat atau rakyat yang memiliki hak
sebagai masyarakat sosial dan politik untuk menjaga ruang publiknya,
mengagregasikan persoalan dan kepentingan di ruang publik, merancang
agenda publik, dan terus menerus mengawasi agar kinerja wakil rakyat dan
pemerintah supaya bekerja sesuai dengan mandatnya. Apalagi jika berkaitan
dengan kebijakan yang berimplikasi terhadap kehidupan sosial dan ekonomi
masyarakat harus melibatkan anggota masyarakat dan formulasi dan
pengambilan keputusan.
Ketiga definisi partisipasi Gaventa dan Valderama merupakan
gambaran yang paling mendekati dengan fenomena partisipasi masyarakat
sekarang ini. Diferensiasi antara partisipasi politik, sosial, dan warga yang
dipaparkan oleh mereka cukup jelas antara satu dan lainnya.
C.1. Partisipasi Forabi Melalui Jalur Formal.
Jalur formal yang dimaksud disini adalah jalur partisipasi
melalui ruang-ruang publik yang disediakan oleh Pemerintah Daerah.
Dalam pembahasan ini, digunakan definisi partisipasi warga dari
Gaventa dan Valderama untuk mempermudah arahan dari pembahasan
ini. Partisipasi warga memfokuskan tentang partisipasi aktif warga
dalam keikutsertaannya menentukan suatu keputusan pemerintah. Dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
hal ini keikutsertaan Forabi dalam pengambilan kebijakan di tingkat
Kabupaten.
Kebijakan yang partisipatif sebetulnya masih terbuka
peluangnya. Namun jika tanpa penyediaan data dan informasi yang
cukup, masyarakat masih bisa dimanipulasi. Dari alur tersebut dapat
dinilai sudah partisipatif atau belum sehingga masyarakat harus
mengoptimalkan perannya. Sebuah kebijakan hendaknya muncul dari
apa yang menjadi kebutuhan masyarakat dan tidak memberatkan.
Kebijakan yang diusulkan masyarakat akan masuk melalui legislatif
sebagai pengambil kebijakan dan eksekutif. Dibawah ini merupakan
gambaran alur bagaimana seharusnya kebijakan itu melibatkan
masyarakat,
Bagan. 3.3. Pembahasan kebijakan yang melibatkan masyarakat
(diilustrasikan dalam buku Ichwan Prasetyo)
Sama halnya Forabi yang merupakan forum rakyat dan juga bagian dari
bentuk NGO’s memiliki peran-peran seperti yang di deskripsikan diatas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Sebagai Forum Rakyat, Forabi memiliki hubungan dengan Pemerintah
seperti eksekutif maupun legislatif.
Ada usaha Eksekutif maupun Legislatif Kabupaten
Boyolali dalam mengupayakan pelibatan masyarakat dalam
pengambilan kebijakan melalui pembicaraan-pembicaraan formal.
Terkait dengan hal ini adalah keterlibatan Forabi sebagai bagian dari
masyarakat Boyolali. Forabi selama ini telah banyak menerima
undangan dari Pemerintah Daerah Boyolali dalam rangka transformasi
partisipasi masyarakat kepada Pemerintah.
Tabel 3.3 Keikutsertaan Forabi dalam Pengambilan Kebijakan
No Informan Keikutsertaan Forabi dalam Pengambilan
Kebijakan
1 Informan I Kita sering dilibatkan dalam acara hearing,
sebelum disahkannya suatu Perda biasanya
Dewan mengajak untuk sharing dengan Forabi.
Forabi dimintai masukan-masukan dalam acara
tersebut, selain diskusi-diskusi semacam itu
kami juga di harapkan untuk bisa memberikan
rekomendasi pada masalah-masalah yang sedang
diangkat sebelum kebijakan itu disahkan. Dari
eksekutif, mengharapkan kami membuat
rencana-rencana program kerja berjangka yang
berbasis pada kepentingan masyarakat
2 Informan II Untuk pembahasan kebijakan kita sering
diundang seperti pembahasan ranperda, atau
membahas APBD. Namun itu jika ukurannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
undangan, tapi untuk didengar atau tidaknya
perlu dikaji.
...Masyarakat disana bisa aktif berbicara dan
bisa masuk ke ruang-ruang komisi. Sekali lagi
pasti didengarkan , namun apakah masukan
yang kami berikan itu menjadi referensi atau
tidak, perlu kroscek kepada mereka lebih lanjut.
3 Informan III Pernah sekali dulu, sekali. Ke DPRD, dulu
tentang anggaran responsive gender
4 Informan IV Pernah, di Pemerintahan. Dulu issu yang
diangkat adalah pertanian, karena saya sempat
tergabung dalam kaukus pertanian Forabi.
5 Informan V Kalau untuk periode yang sekarang, setau saya
belum, tapi untuk periode-periode yang
sebelumnya sudah dan saya dulu pernah waktu
periode 1999/2004, 2004/2009 tidak, terus
sekarang masuk lagi.”
6 Informan VI Jadi pimpinan daerah seperti saya ini dalam
pembuatan ranperda atau Rancangan Peraturan
Daerah itu selalu diadakan public hearing,
dalam public hearing itu sebetulnya masyarakat
luas yang diundang namun terkadang mereka
juga tidak siap. Maka biasanya yang lebih sering
datang itu adalah LSM salah satunya Forabi itu.
LSM itu lebih antusias dan bisa memberikan
masukan kepada Pemerintahan. Karena itu
amanah undang-undang, ya kita perlu
melaksanakan itu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Sumber: wawancara
Tabel 3.3 secara umum menjelaskan bahwa Pemerintah
Kabupaten Boyolali telah mengadakan usaha untuk membuka ruang
partisipasi bagi masyarakat Boyolali. Pemerintah melalui Informan V
dan VI menegaskan ada usaha untuk membuka partisipasi bagi warga.
Cukup menarik adalah pernyataan dari informan I dan Informan II,
dalam kedua pernyataan diatas menggambarkan bahwa Pemerintah
sudah berupaya untuk melibatkan masyarakat dalam pengambilan suatu
kebijakan. Namun pernyataan dari Sinam menarik untuk dikaji, dia
mengakui memang Pemerintah sudah bersifat kooperatif terhadap
masyarakat dalam menentukan kebijakan. Ada semacam nada pesimis
ditunjukkan, bahwa tidak semuanya dari masukan bisa dijadikan
rekomendasi oleh Pemerintah.
Dari tabel diatas ditemukan hal-hal seperti yang ada dibawah
ini:
1. Forabi sering dimintai masukan oleh Pemerintah dan diharapkan
membuat suatu rencana program untuk Kabupaten Boyolali.
2. Forabi bisa aktif berbicara dalam public hearing, bahkan bisa masuk
ke komisi-komisi.
3. Masyarakat bersama Forabi ikut serta berperan dalam pengambilan
keputusan Pemerintah Kabupaten Boyolali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
4. Ada usaha dari Pemerintah untuk membuka ruang partisipasi bagi
masyarakat melalui public hearing sebelum ditetapkannya suatu
kebijakan
Tabel.3.4 Banyaknya Undangan dari Legislatif dan Eksekutif ke FORABI
Selama kurun Feb 2008- Juni 2009
NO
Tanggal
Penyelenggaraan
Penyelenggara Bahasan
1 12 September 2008 DISDIKPORA
Lokakarya hasil perhitungan BOSP (Biaya
Operasional Satuan Pendidikan)
2 10 September 2008 SEKDA Audiensi Dengan Bupati
3 15 Agustus 2008 DPRD Rapat Paripurna
4 28 Februari 2008 SEKDA Rakor: Kesepakatan bersama dengan LGSP
5 28 Agustus 2008 DPRD
FGD dalam rangka penyusunan naskah
akademis tentang pendirian tower.
6 28-30 Agustus ‘08 SEKDA
Forum bersama Ketahanan Pangan Kab.
Boyolali.
7 2 Juli 2008 SEKDA
Diskusi Multipihak : “Berbagai pengalaman
Melibatkan Warga Masyarakat dalam proses
legislasli di Boyolali”
8 15 Oktober 2008 SEKDA
FGD tentang praktek Good Governance
dengan Executive Director Of The Capital
Region Council of Governance base of
Hartfort US.
9 14 Oktober 2008 DPRD
Masukan untuk :
· Ranperda Perubahan APBD th.
2008.
· Ranperda tentang Kewenangan.
10 21 Oktober 2008 DPRD
FGD dalam rangka penyusunan naskah
akademis Ranperda tentang pelayanan
Kesehatan.
11 5 November 2008 DPRD Public Hearing dalam penyusunan Ranperda
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Sumber : Dokumentasi Forabi
Dalam tabel 3.4 menyebutkan bahwa, Forabi telah menerima
undangan untuk audiensi dengan Pemerintah Kabupaten Boyolali
(Legislatif dan Eksekutif). Dokumen ini didapat dari sekretariat Forabi,
dan tidaklah semua dokumen mengenai undangan ini lengkap
terdokumentasi dengan baik.
“Kami memang lemah dalam mendokumentasi data-data. Karena awalnya memang kita tidak tercetak untuk menjadi suatu lembaga yang setiap langkahnya harus ada catatan. Namun ini bisa menjadi suatu kritik, agar kami memperhatikan data-data dan mendokumentasikannya dengan baik. Kalau sejauh undangan kami mengumpulkan beberapa dan notulensi setiap kegiatan diskusi kami. (Warsono menambahkan, Karena memang kita adalah sebuah forum yang artinya kita berbeda dengan LSM yang mungkin punya data tentang masyarakat dampingannya. Yang kami miliki adalah yang disebut Sinam diatas, untuk data/Issue
Kesehatan.
12 22 Desember 2008 SEKDA
Lokakarya orientasi penyusunan Rencana
Kontingen Erupsi Gunung Merapi di Kab.
Boyolali.
13 19 Desember 2008 DISDIKPORA
Lokakarya hasil Seminasi DBEI (
Decentralized Basic Education I) Kab.
Boyolali Th. 2008.
14 22 Mei 2009 SEKDA
Diskusi interaktif atas pelaksanaan kerjasama
dengan LGSP ( Local Government Support
Program)
15 13 Mei 2009 BKKBN Pembahasan Program Kerja
16 21 Mei 2009 DPRD
Pembahasan Ranperda tentang Prakarsa
PBMD dan TPA tahun 2009.
17 20 Mei 2009 DPRD Pembahasan LKPJ Bupati Boyolali.
18 18 Mei 2009 BKKBN
Merencanakan Program kerja pusat
pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan
dan anak (PTP2A) Kab. Boyolali.
19 9 – 29 Juni 2009 DPRD Pembahasan Ranperda
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
yang akan diangkat secara detail kurang ada perawatan dari kami.”(wawancara Sinam, 9 Maret 2010)
Mungkin ada lebih dari sekedar yang terungkap diatas,
jumlah dari undangan yang masuk kepada Forabi. Seperti diakui Sinam
bahwa mereka memiliki kelemahan dalam dokumentasi. Dari tabel
diatas bisa kita dapatkan jumlah dari undangan yang masuk dari
Legislatif maupun Eksekutif selama kurun Feb 2008- Juni 2009 ;
- Undangan dari Legislatif ke Forabi sebanyak 8 buah undangan.
- Undangan dari Eksekutif ke Forabi sebanyak 11 buah undangan.
Dari hal ini bisa diartikan bahwa Eksekutif lebih banyak melakukan
pertemuan dengan Forabi atau masyarakat lainnya dibanding legislatif.
Ini dikarenakan Eksekutif lebih banyak memiliki bagian-bagian (Dinas
dan SKPD) yang langsung bersentuhan dengan masyarakat dibanding
DPRD yang bertugas utama membuat suatu legislasi.
Sebelum terlalu jauh membicarakan alur (Partisipasi) keluar
FORABI, ada mekanisme sendiri di dalam Forabi dalam penyaluran
aspirasi. Sesuai dengan konsep Forum, artinya Forabi lebih menggali
informasi ataupun aspirasi dan keinginan masyarakat itu dari diskusi-
diskusi. Sinam menekankan,
“....Kekuatan Forabi terletak pada Forum diskusi saja tidak lebih dari itu. Forabi adalah ruang untuk “obrolan rakyat” jika sudah tidak ada obrolan berarti Forabi sudah tidak ada. Forabi mencoba mengawal partisipasi melalui kaukus-kaukus yang ada...”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
Jadi disini Forabi bukanlah bertindak seakan-akan sebagai konsultan,
namun lebih disebut ruang untuk membahas bersama-sama suatu
kepentingan masyarakat. Sedangkan alur penyampaian informasi atau
kepentingan masyarakat untuk diadvokasikan kepada Pemerintah dapat
digambarkan sebagai berikut;
Bagan. 3.4. Mekanisme penyaluran aspirasi dalam FORABI
Sumber : wawancara
Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa Forabi dalam mengadvokasi
suatu aspirasi rakyat menggunakan cara. Pertama, Forabi menampung
aspirasi dari masyarakat Boyolali dan selanjutnya di diskusikan dalam
Forum. Kedua, Forabi menggali issue-issue yang berkembang di kota
Boyolali, apa yang menjadi kepentingan publik Boyolali di dicarakan
dalam Forum. Selanjutnya dari kedua cara itu menghasilkan semacam
rekomendasi kepada Pemerintah untuk diadvokasikan dan
diperjuangkan. Gambaran diatas dijelaskan oleh Eko Bambang dalam
wawancara,
“Forabi mencoba untuk melihat issue – issue yang berkembang di Boyolali, lalu di diskusikan bersama dalam wadah Forum Rakyat Boyolali. Yang kedua, masyarakat menyalurkan aspirasinya
Aspirasi/kebutuhan masyarakat
Advokasi
Issue yang sedang berkembang di masyarakat
Didiskusikan di Forabi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
melalui Forabi dan selanjutnya dirembug bersama nah itu juga bisa dimunculkan atau diperjuangkan. Jadi bisa diambil dari berbagai sisi, bukan hanya dari Forabi sendiri tapi bisa melalui kaukus-kaukus yang ada di dalam Forabi sehingga semua sektor yang ada dimasyarakat itu bisa masuk.”(sumber: wawancara,10 Maret 2010)
Upaya mengumpulkan berbagai issue yang berkembang di
masyarakat terkait untuk selanjutnya dijadikan sebagai bahan untuk
diangkat ke Eksekutif maupun Legislatif di Boyolali. Isue-issue tersebut
disaring Forabi dari tingkatan dasar masyarakat, diungkapkan oleh
Sukandi (Informan IV):
“Yang jelas begini, ada inisiatif dari Forabi untuk membawa suara rakyat Boyolali, ada uneg-uneg/keluhan masyarakat ditampung di Forabi lalu didiskusikan disini. Setelah itu baru di angkat ke Pemerintah.
Setahu saya kinerja Forabi berarti terkait dengan Badan Pekerjanya, BP Forabi biasanya mencari melalui kelompok-kelompok yang tergabung dalam kaukus Forabi.”(wawancara, 16 Maret 2010)
Badan Pekerja Forabi sebagai motor penggerak forum memiliki peranan
untuk menampung “uneg-uneg” yang ada di masyarakat dan juga
mencari melalui kelompok-kelompok yang tergabung dalam forum.
Semua informasi tersebut bisa saja disebut sebagai “bahan bakar” untuk
menggerakan Forum agar memiliki kekuatan suara di Pemerintahan
Boyolali.
Posisi Forabi di Kabupaten Boyolali adalah sebagai
penyeimbang antara peran masyarakat dengan Pemerintah dan juga
menjadi wacth dog bagi Pemerintah Kabupaten Boyolali dalam kegiatan
pemerintahan. Memang tidak ada “legimitasi” posisi Forabi di Boyolali,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
namun setidaknya sebagai salah satu bentuk dari civil society di Boyolali
memiliki pengaruh dalam membantu Pemerintah menentukan arah
kebijakan daerah. Memberikan kesempatan bagi Forabi dalam Forum
formal yang diadakan Eksekutif sebagai bentuk perwujudan partisipasi
masyarakat diakui oleh Seno Samudro (Informan VI),
“Didalam public hearing itu ada usulan ada jawaban yang dialognya itu kontruktif kedepan itu bagaimana tentang kebijakan masalah ini, lalu terjadi dialog yang sinergis. Setelah sinergis baru dibawa ke dewan apakah bisa digedog atau tidak. Tapi semuanya harus melalui proses public hearing.” (wawancara,27 Juli 2010)
Dalam kutipan wawancara diatas menyebutkan, adanya mekanisme
public hearing sebagai langkah untuk pemutusan suatu kebijakan dengan
melibatkan masyarakat. Tentunya letak dari Forabi sendiri disini ada di
pihak masyarakat. Demikian juga yang diungkapkan oleh Suwardi
(Informan V), legislatif juga akan melibatkan masyarakat terkait dengan
pembuatan suatu kebijakan.
“Diundang, kawan-kawan NGO biasanya yang sering diundang, kalau masyarakat itu kan luas, kalau tiap Ketua RT diundang itu ya belum. Jadi kalau sifatnya terbuka itu lengkap semua pihak dilibatkan. Untuk hak bersuara itu tergantung jenis Forumnya, kalau rapat paripurna itu hanya DPRD yang bersuara itu sudah ada aturannya, kecuali public hearing memang masyarakat di beri hak sepenuhnya untuk berbicara. Jadi kita bekerja juga sesuai mekanisme yang berlaku.” (wawancara, 2 April 2010)
Dari pernyataan dari Suwardi mengindikasikan memang telah ada
mekanisme pelibatan masyarakat dan itu sudah ada aturannya. Namun,
tidak semua Forum yang diadakan Legislatif itu masyarakat memiliki
hak sepenuhnya berbicara. Diungkapkan diatas Forum rapat Paripurna
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
hanya Anggota DPRD saja yang punya hak suara namun masyarakat
bisa hadir. Sedangkan public hearing merupakan forum yang disediakan
DPRD untuk masyarakat agar menyampaikan aspirasinya terhadap
Kabupaten Boyolali. Forabi merupakan salah satu bagian masyarakat
yang sering ikut dalam forum-forum yang diadakan oleh Eksekutif
maupun Legislatif.
“Sering. Misalnya jika Pemerintah ingin menggulirkan suatu Perda, pasti Forabi sering diajak dan diikutsertakan untuk hearing.” (Wawancara Eko, 10/3/2010)
Adanya undangan untuk hadir dalam Forum hearing itu,
memberi celah bagi Forabi maupun masyarakat umum untuk
berpartisipasi dalam pengambilan suatu kebijakan Boyolali. Celah-celah
dalam Forum itu dimanfaatkan Forabi dengan memberikan masukan
pada Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali. Eko BS menjelaskan
mengenai hal ini,
“Kita sering dilibatkan dalam acara hearing, sebelum disahkannya suatu Perda biasanya Dewan mengajak untuk sharing dengan Forabi. Forabi dimintai masukan-masukan dalam acara tersebut, selain diskusi-diskusi semacam itu kami juga di harapkan untuk bisa memberikan rekomendasi pada masalah-masalah yang sedang diangkat sebelum kebijakan itu disahkan. Dari eksekutif, mengharapkan kami membuat rencana-rencana program kerja berjangka yang berbasis pada kepentingan masyarakat.” (Wawancara,10/3/2010)
Dari pernyataan diatas, diakui Forabi bahwa Legislatif sebelum
membuat suatu Perda ada semacam diskusi agar Forabi bisa memberi
masukan-masukan. Selain itu Forabi juga dimintai rekomendasi
terhadap masalah-masalah yang diangkat sebelum suatu kebijakan itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
disahkan. Sedangkan Eksekutif menuntut Forabi agar bisa membuat
rencana-rencana program yang berbasis pada kepentingan masyarakat.
Melalui pernyataan Eko tersebut bisa dilihat ada kerjasama yang terjalin
antara Pemerintah dengan masyarakat dalam hal ini Pemerintah daerah
dengan Forabi. Forabi memiliki kesempatan luas untuk berpartisipasi
dalam kegiatan pembuatan Kebijakan, diamana masukan-masukan
Forabi bisa disampaikan dalam forum-forum tersebut.
Pada dasarnya partisipasi masyarakat untuk membantu
Pemerintah dalam membuat suatu kebijakan telah termaktup dalam UU
Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan
Pasal 53 dan Juga ada dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah pasal 139 ayat 1,
“Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan undang-undang dan rancangan peraturan daerah.”
Dasar perundang-undangan diatas dengan kuat menyatakan adanya hak
bagi masyarakat untuk memberikan masukan dalam penyiapan dan
pembahasan rancangan Undang-undang dan rancangan Peraturan
daerah. Forabi dalam hal ini berusaha untuk selalu terlibat dalam
kegiatan pembuatan kebijakan,seperti dijelaskan oleh Eko berikut ini,
Kita terlibat mulai dari proses perencanaan, pembahasan, pelaksanaan, monitoring, hingga evaluasi. Artinya kami aktif dalam setiap kegiatan kebijakan mulai dari awal.(Wawancara,10/3/2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
Diakui oleh Eko bahwa Forabi telah terlibat mulai dari proses
pembahasan hingga evaluasi berjalannya suatu kebijakan. Masuknya
Forabi dalam proses pembuatan kebijakan ini bisa diharapkan untuk bisa
menjadi satu masukan untuk dipustuskannya suatu kebijakan.
Selain itu terkait dengan pengambilan kebijakan,
keterlibatan Forabi harus dilihat dari pengaruhnya dalam hal tersebut.
Pengambilan kebijakan suatu daerah memiliki alur proses yang cukup
panjang, penuh pertimbangan dan dialektika. Kebijakan daerah yang
biasanya dituangkan menjadi Perda diatur dalam UU No.4 Tahun 1999
tentang Susunan dan Kedudukan MPR ;DPR;dan DPRD, selain itu juga
diatur dala Peraturan Pemerintah No 1/2001 tentang Pedoman
Penyusunan Tata Tertib DPR dan DPRD. Dalam perundang-undangan
itu dijelaskan ada dua inisiatif untuk pembentukan PERDA, yaitu
melalui inisiatif DPRD dan inisiatif Eksekutif. Pada penetapan Ranperda
inisiatif DPRD, masyarakat dihadirkan dalam forum rapat kerja bersama
Pansus Gabungan pengusul ranperda. Sedangkan jika itu merupakan
inisiatif Eksekutif, masyarakat dapat terlibat dalam diskusi dengan staff
ahli dan Tim asistensi Pemda. Dalam pembentukan Ranperda
masyarakat bisa aktif dan bisa melakukan loby-loby diluar format dalam
undang-undang tersebut, hal ini dijelaskan Sinam dalam wawancara di
bawah ini,
“Masyarakat disana bisa aktif berbicara dan bisa masuk ke ruang-ruang komisi. Sekali lagi pasti didengarkan , namun apakah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
masukan yang kami berikan itu menjadi referensi atau tidak perlu kroscek kepada mereka juga”.(Wawancara,9/3/2010)
Menurut Sinam diatas, masyarakat bisa masuk dalam-komisi-komisi
untuk membicarakan usulan-usulan. Namun, untuk masalah dijadikan
referensi itu masih perlu ditanyakan pada pihak terkait. Sedangkan
Suwardi sebagai anggota DPRD Boyolali mengungkapkan dalam
kesempatan lain,
“...Kalau usulan dari forabi itu sebagai bahan pertimbangan/penyeimbang. Tapi kalau dijadikan dasar maaf sekali, kita kalau bekerja sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dasarnya itu kan sesuai UU yang berlaku...”(Wawancara,2/4/2010)
Dari pernyataan diatas bisa didapatkan kesimpulan bahwa aspirasi atau
usulan jelas didengarkan dan bisa dijadikan bahan untuk pertimbangan
atau penyeimbang. Tapi, untuk menjadi dasar secara utuh itu tidak bisa
karena ada undang-undang yang berlaku mengenai hal ini.
Dalam ruang-ruang itu dimanfaatkan Forabi sebagai tempat
untuk berpartisipasi dalam proses pembentukan kebijakan. Masukan-
masukan dan usulan baik dari dalam badan Forabi sendiri maupun dari
masyarakat Boyolali disampaikan disana.
“Forabi memiliki pengaruh dalam hal membantu Pemerintah menentukan kebijakan, Forabi juga memiliki bargainning power yang kuat dalam hal mempertahankan pendapat di Pemerintahan
...hampir 70% dari beberapa gagasan ada yang menjadi referensi bagi pembuatan kebijakan di Boyolali bahkan ada beberapa yang mencapai 100% keberhasilan. Kita sama-sama memperjuangkan untuk meng-goal-kan itu....”(Wawancara,10/3/2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
Pernyataan Eko diatas mengungkapkan kekuatan Forabi dalam proses
pembuatan regulasi, dimana pendapat-pendapat Forabi harus
dipertahankan. Eko mengklaim bahwa hampir 70% dari beberapa
gagasan Forabi menjadi referensi dalam pembuatan suatu kebijakan.
Adapun kebenaran klaim tersebut perlu dilakukan kroscek terhadap
Pemerintah, Seno memberikan penjelasan mengenai hal ini sebagai
berikut;
“ Saya tidak bisa ingat pasti statistik resmi usulannya ya, tapi sering. Namanya usulan tidak perlu di forum resmi, forum-forum jagongan seperti inipun juga bisa memunculkan usulan. Ide apapun kita akomodasi, ya lumayan banyak ide yang mereka masukkan. Saya harapkan tidak hanya Forabi, LSM lannya atau masyarakat umum bisa lebih pro aktif dalam berpartisipasi dalam Pemerintahan. Kita terbuka, kita transparan. Ada yang menjadi kebijakan, tapi saya tidak hafal item per itemnya. Selama 5 tahun ini saya juga sudah sering mendengar, banyak masukan-masukan yang diberikan walaupun tidak utuh. Mungkin jika mereka itu mengajukan konsepnya itu 100% misalnya yang diterima mungkin 40% atau 80%nya. Tidak pernah diterima 100% seperti itu tapi kontribusuinya juga sudah banyak. Kita merasa enak juga terbantu dengan adanya LSM-LSM seperti itu.”(wawancara,27/Juli/2010)
Penjelasan Seno diatas memberikan makna bahwa Forabi sedikit banyak
memiliki pengaruh terhadap Pemerintahan, terutama dalam hal
partisipasinya. Hal ini ditunjukkan dengan diterimanya masukan Forabi,
walaupun tidak 100% konsep dari Forabi diterima. Memang dokumen
mengenai jumlah masukan ataupun usulan dari Forabi tidak bisa
terdeteksi secara utuh. Namun Pemerintah Boyolali mengakui cukup
terbantu dengan adanya Forabi.
C.2 Partisipasi Forabi Melalui Jalur non-formal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
Jalur informal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah,
upaya penyaluran aspirasi Forabi dengan tidak melalui tuntunan
Undang-undang dan peraturan yang sistematis. Jalur informal dilakukan
secara independen Forabi sendiri. Jalur informal dikreasi oleh Forabi
karena dirasakan masih belum cukup ruang partisipasi publik yang
disediakan oleh Pemerintah Kabupaten Boyolali.
Inisiasi Forabi membuat jalur aspirasi informal memiliki
tujuan agar masyarakat bisa ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan
Pemerintahan terkait dengan pengambilan kebijakan publik. Selain itu
ruang partisipasi yang dibuat oleh Pemerintah, masyarakat tidak bisa
sembarangan bisa masuk dalam forum. Dalam forum itu hanya
masyarakat yang dihadirkan hanya bagian-bagian dari masyarakat saja.
Sedangkan forum yang diadakan Forabi setiap masyarakat bisa ikut
berpartisipasi dan memiliki hak sama dalam forum. Hal ini merupakan
sifat forum yang ada dalam Garis Besar Haluan Forum Forabi:
“Forum Rakyat Boyolali bersifat terbuka, independen (tidak berafiliasi kepada pemerintah dan atau partai politik tertentu), egaliter atau berkedudukan setara dalam keanggotaannya dan demokratis. Forum hanya berpihak pada prinsip-prinsip keadilan, demokrasi, partisipasi, transparansi dan kemanusiaan dalam proses pambangunan yang berkelanjutan dengan memperhatikan karakter masyarakat lokal.”
Dalam perkembangannya ruang-ruang partisipasi yang
disediakan oleh Forabi tidak akan bermuara pada tujuannya yaitu
menyalurkan aspirasi masyarakat melalui jalur informal tanpa adanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
dukungan dari masyarakat. Sinam menyatakan dalam petikan
wawancara berikut:
“Forabi adalah sebuah ruang berdiskusi ya, jadi ikut berdiskusi sudah merupakan dukungan. Sebenarnya Forabi merupakan sebuah ruang untuk dukung mendukung atau belajar. Menggambarkan Forabi itu memang cukup sulit, kami bukan ormas ataupun partai, melihat value atau nilai dukungan masyarakatpun sulit. Karena kami hanyalah ruang diantara masyarakat Boyolali untuk berdiskusi membicarakan dengan agenda kesejahteraan rakyat, pemaknaan kembali Geographis democracy, maupun masalah kota Boyolali.” (Wawancara, 9/3/2010)
Dari pernyataan diatas menguatkan bahwa bagi Forabi setiap
masyarakat yang bersedia ikut dalam diskusi dalam hal ini tentang
permasalahan yang ada di Kabupaten Boyolali sudah merupakan bentuk
dukungan bagi Forabi. Karena melalui diskusi akan muncul inspirasi
dan aspirasi yang itu merupakan kebutuhan masyarakat. Selanjutnya
adalah tentang mengakomodasikan aspirasi-aspirasi tersebut. Setidaknya
Forabi telah berusaha mengakomodir aspirasi masyarakat untuk
diwacanakan sebagai issu public atau menjadi gagasan dibuatnya suatu
kebijakan, hal ini diungkapkan oleh Sukandi warga masyarakat yang
pernah ikut dalam kegiatan Forabi:
“Kalau keseluruhannya belum, tapi sudah diusahakan sedikit demi sedikit. Sebab kemampuan Forabi sendiri belum bisa maksimal untuk bisa merespon suara masyarakat.” (Wawancara,16/3/2010)
Pernyataan diatas mengindikasikan Forabi telah mengusahakan agar
aspirasi masyarakat bisa terakomodasi hingga ke Pemerintah Kabupaten
Boyolali walaupun tidak seluruhnya maksimal. Sedangkan Deni yang
juga merupakan warga Boyolali yang pernah ikut kegiatan Forabi
optimis dengan kinerja Forabi:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
“Sudah Setahu saya, bagi yang mengetahui Forabi, bagi yang mengenal Forabi. Forabi terdiri dari berbagai unsur dan elemen masyarakat di Boyolali, kadang mereka juga mewakili aspirasi-aspirasi kelompok masing-masing juga.”(Wawancara,15/3/2010)
Usaha-usaha yang dilakukan Forabi tersebut telah coba
direalisasikan oleh Forabi melalui jalur-jalur partisipasi diluar yang telah
disediakan Pemerintah. Menurut Sinam, Forabi membuat ruang
partisipasi itu agar masyarakat bisa seluas-luasnya mengekspresikan
aspirasinya terhadap Kabupaten Boyolali, berikut adalah kutipan
wawancaranya;
“Bagi Forabi proses demokrasi formal itu penting namun bukan satu-satunya. Perlu ruang-ruang non formal untuk membangkitkan gairah partisipasi rakyat. Adanya Musrenbang, public hearing, ataupun Pemilu itu benar sebagai bentuk partisipasi. Namun diperlukan ruang-ruang lain seperti yang telah kami lakukan dengan mengadakan Obrolan, Diskusi, lokakarya, maupun seminar yang melibatkan lintas pihak itu adalah ruang-ruang yang tidak di create oleh udang-undang. Karena memang tidak semua masyarakat bisa tertampung di ruang-ruang formil itu, namun diruang non formil masyarakat bisa mengekspresikan diri disana. Ada dua output dari ruang-ruang tersebut yaitu, apakah Pemerintah Daerah dan Dewan itu merasa terbantu dengan diskusi-diskusi di atas atau malah terganggu, dalam artian mungkin ada niatan jahat tersembunyi dari oknum-oknum yang terganggu aktivitasnya.”(Wawancara,9/3/2010)
Menurutnya, proses formal itu memang benar namun dengan adanya
ruang-ruang partisipasi non formal tersebut diharapkan gairah partisipasi
masyarakat dalam mengarahkan kebijakan-kebijakan agar lebih
berpihak bagi rakyat. Usaha-usaha yang dilakukan Forabi
diimplementasikan menjadi:
1. Obrolan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
2. Diskusi Multipihak
3. Lokakarya
4. Seminar
Tabel. 3.5 Usaha Forabi Memfasilitasi Partisipasi
Masyarakat Kepada Pemerintah
No
Tanggal Kegiatan
Nama Kegiatan Elemen/ Masyarakat yang ada
Pemerintah yang Hadir
DPRD EKSEKUTIF
1 21/1/2009 Menggagas pola
kerjasama
masyarakat dan
DPRD dalam
mewujudkan
kebijakan yang pro
rakyat
1. FORABI 2. KOMPIP 3. LKTS 4. Perseorangan
· P Jimu, Kandi, Sri Rahayu, Sri Yatiningsih, Warsono, Suparno, P Baskoro, Muji, Wardi, P Toha, Ulfa, Yeni, Widodo, Dwi P, Titin, Istamar, Tugiman, Sutar
5. KPU
1. Lilik Haryanto
2 6/6/2009 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI MENGENAI PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN BOYOLALI
1. Sinam M Sutarno
2. Eko B 3. Subcan
1. Saptoto
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
Sumber : Dokumen Forabi
TAHUN ANGGARAN 2008
3 16
/11/2009 MENCARI FORMAT PERLINDUNGAN HAK ATAS KESEHATAN REPRODUKSI PEREMPUAN
1. Dwi P 2. Sri Supadmi 3. Sinam 4. Purwanto 5. Suyamti dari Mekar
Sari 6. Ning 7. Ati BK 8. Erna IPKBK 9. Ulfa PATTIRO 10. Totok
1. Dr. Yulianto Prabowo 2. ibu Adiningsih 3. Siti
4 23/12/2009 Membangun kolaborasi peran
lintas pihak untuk penanggulangan
kemiskinan
1. Kompip Indonesia 2. Mulyanto 3. Suwardi 4. Purwanto 5. Jimu 6. Ning ampel 7. Sunaryanto 8. Sinam M S 9. Siju 10. Kandi 11. Basuki 12. Eko 13. Nardi
Bp. Sutomo
Bp. Mulyanto
5 28/1/2010 Curah Pendapat :Menjawab Dilema
Ekonomi dan Ekologi
1. MAPAN 2. Himpunan Tani
Makmur 3. FORPAS 4. Masyarakat
Umum
1. Agung Sapardi
2.
1. BAPPEDA
2. Perhutani
3. PDAM 4. D. Tata
Kota 6 10/2/2010 Lokakarya : Jaminan
Kesehatan Bagi Warga Miskin
1. FORABI 2. Masyarakat Peduli
Kesehatan 3. Masyarakat
Umum
1. Kabag Kesra
2. Bappeda
3. Dinas Kesehatan
4. Dinsosnakertrans
7 27/3/2010 Kenduri Boyolali: “Rembug Bersama Calon Pemimpin
Boyolali”
1. Forabi 2. Masyarakat
Umum
1. Ketua DPRD Boyolali
Perwakilan Pemerintah, Plt. Sekda Boyolali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
Data dalam tabel tersebut didapatkan dari dokumentasi Forabi sendiri.
Memang yang terdokumen diatas tidak banyak, namun cukup menjadi
gambaran bahwa Forabi telah melakukan satu langkah partisipasi diluar
yang dibuat oleh Pemerintah Boyolali. Semua kegiatan itu melibatkan
berbagai pihak (Legislatif, Eksekuti, masyarakat, swasta, dan stake
holder lainnya). Seperti halnya dengan pernyataan sebelumnya, Eko
Badan Pekerja Forabi menambahkan:
“Masyarakat selama ini melihat Forabi sebagai wahana ataupun media untuk menyalurkan berbagai asprirasi atau tuntutan yang ada di tengah masyarakat. Dari hal itu Forabi mengajak untuk duduk bersama memecahkan masalah yang ada, atau dengan cara memfasilitasi agar masyarakat bisa bertemu dengan Eksekutif maupun legislatif.” (wawancara,10/3/2010)
Namun tidak hanya melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat
dialog multipihak saja yang digunakan Forabi untuk berupaya
memperjuangkan aspirasi atau hanya sekedar mengkritisi wacana
kebijakan. Upaya lain yang dilakukan adalah membuat tulisan di media
massa atau membiarkan media massa yang meliput mereka. Forabi
menggunakan perkembangan teknologi dan informasi modern. Dengan
meluncurkan blog yang bernama http//www.forabi.wordpress.com yang
isinya adalah tanggapan-tanggapan Forabi terhadap permasalahan di
Boyolali atau wacana-wacana di Boyolali yang dimunculkan oleh Forabi
agar di perhatikan Pemerintah juga masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
Sebelum ada kegiatan-kegiatan seperti yang dikatakan
Sinam sebelumnya, dilakukan penjaringan issu-issu sebelum
diwacanakan di publik (lihat tabel 3.3). Penjaringan tersebut biasanya
ditemukan dalam rapat-rapat rutin Badan Pekerja Forabi. Seperti yang
dijelaskan secara implisit oleh Sukandi berikut ini;
“Yang jelas begini, ada inisiatif dari Forabi untuk membawa suara rakyat Boyolali, ada uneg-uneg/keluhan masyarakat ditampung di Forabi lalu didiskusikan disini. Setelah itu baru di angkat ke Pemerintah.”(Wawancara,16/3/2010)
Tabel.3.6 Rapat Koordinasi Dan Diskusi Internal Forabi
NO Tanggal Kegiatan Peserta Tema Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7
4 Maret 2009 4 September 2008 5 November 2008 6 Desember 2008 10 Januari 2009 15 November 2008 22 November 2008
Semua Bp dan Kompip Boyolali SC dan OC Badan pekerja dan Komunitas Badan pekerja dan Komunitas Badan pengurus, Kompip Boyolali dan Komunitas Badan pekerja dan Komunitas
Pembahasan Mekanisme Pencairan Tabungan Komunitas Rencana persiapan RRB 4 Perencanaan detail Program kegiatan Forabi Pembahasan dan Mengkritisi RAPBD Boyolali Persiapan Workshop Rencana pengawalan Tabungan pada kelompok dan aktifitas setiap Badan pekerja Forabi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
Sumber : Dokumen Forabi
8 9 10 11 12 14
23 Maret 2009 25 April 2009 26 Desember 2008 27 Januari 2009 16 Mei 2009 8 Juni 2009
Badan pekerja dan Komunitas Semua BP dan Kompip Boyolali Badan Pekerja dan Komunitas 12 orang Badan pengurus, Kompip Boyolali dan Komunitas Karyawan PT Central Java Drinking Water (CJDW) BP , Kompip Boyolali, Komunitas
Pembahasan tentang kelangkaan pupuk Kontrak politik Pendokumentasian program Forabi
1. - Kelangkaan pupuk
2. Galian C 3. Exploitasi air 4. Alokasi Dana
desa 5. Pembangunan
Pasar boyolali 6. Pelayanan
Puskesmas 7. Perburuan /
terjadi buuruh kontrak
8. Anggaran belanja / APBD yang tidak propoor budget
9. Pendidikan yang masih mahal
Evaluasi workshop
Advokasi Karyawan Pabrik OXY dengan
FORABI Mengkritisi hasil public hearing
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
Dari tabel 3.6 diatas, menggambarkan diskusi yang ada
dalam internal Badan Pekerja Forabi. Kebanyakan tema diskusi yang
diangkat adalah mengenai permasalahan yang ada dimasyarakat.
Sehingga setelah terserap berbagai masukan-masukanitu, baru
dimuncalkan wacana ke public melalui kegiatan-kegiatan itu dengan
mengajak Eksekutif atau Legislatif. Hal ini bertujuan agar gagasan dari
masyarakat bisa didengar atau bisa menjadi acuan Pemerintah Daerah
utnuk membuat kebijakan. Usaha-usaha ini juga diakui oleh Suwardi
dalam pernyataannya berikut ini:
“…Pernah forabi itu mengadakan sutu diskusi. Sepanjang yang saya ketahu, dari pemerintah kan juga diundang, lha disana di forum itu sebagian dari mereka ya usul-usul, memberi masukan…”(wawancara, 2/4/2010)
Sedangkan Deni juga menyatakan bahwa dalam kegiatan-kegiatan itu
Pemerintah dan Forabi akan mencatat setiap hasilnya. Sehingga bisa
diartikan bahwa Pemerintah akan mendengar yang menjadi gagasan
masyarakat, berikut kutipan wawancaranya;
“…Biasanya dalam dialog-dialog semacam itu sudah ada usulan-usulan yang dicatat baik Pemerintah maupun Forabi Sendiri. Meskipun akan ada skala prioritas, kedepannya mana yang lebih dipentingkan.”(wawancara, 15/3/2010).
D. Partisipasi FORABI Dalam Pembangunan di Kabupaten Boyolali
Cita-cita otonomi adalah pemerataan pembangunan, sedangkan
pembangunan harusnya melibatkan masyarakat guna merujuk pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
pembangunan yang terarah dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.
mengambil bagian di dalam kegiatan-kegiatan dari usaha tersebut. Partisipasi
merupakan proses dimana masyarakat turut serta mengambil bagian dalam
pengambilan keputusan. Keikutsertaan publik membawa pengaruh positif,
mereka akan bisa memahami atau mengerti berbagai permasalahan yang
muncul serta memahami keputusan akhir yang akan diambil. Pada hakikatnya
pelibatan masyarakat merupakan bagian dari proses perencanaan yang
dimaksudkan untuk mengakomodasi kebutuhan, aspirasi, dan concern
mereka. Tujuannya adalah untuk mengeliminir kemungkinan terjadi dampak
negatif. Partisipasi masyarakat bukan hanya sebagai cara untuk meredam dan
menghindari berbagai protes dikemudian hari, namun juga sebagai perencana
untuk memperoleh input dari masyarakat tentang segala sesuatu yang
menyangkut nasib mereka (Sudharto P. Hadi, 1995:93).
Ada usaha dari Pemerintah untuk membuat ruang partispasi
masyarakat dalam pembangunan daerah, namun permasalahannya pada
kurangnya kesadaran dan partisipasi dalam hal ini masyarakat Boyolali secara
umum. Disisi lain Suwardi, anggota komisi III DPRD Kabupaten Boyolali
menyebutkan tentang alur penyerapan aspirasi melalui Musrenbang,
“Yang saya sampaikan yang formal ya, artinya dalam penyusunannya. Jadi artinya pelaksanaan pemerintah dalam kurun waktu 1 tahun dalam bentuk APBD. Lha dalam rangka menyusun APBD itu dimulai adanya musyawarah tingkat dusun, kemudian musyawarah pembangunan tingkat desa, kemudian musrengbang tingkat kecamatan dan musrengbang tingkat kabupaten. Hasil dari itu nanti dikaji, dianalisis, kemudian kita juga melakukan suatu diskusi yang cukup bagus,mengundang dari bagian masyarakat. Artinya lembaga-lembaga yang ada dalam rangka untuk menyusun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
KUAPPS menjadi pedoman APBD. Jadi dilibatkan dari tingkat RT, Desa, Kecamatan, maupun tingkat Kabupaten. Itu formal, jelas itu ada PERDA nya.” (wawancara, 2April 2010)
Namun ada pula pernyataan ketidakpuasan terhadap proses
Musrenbang seperti diungkapakan informan I, Eko BS mengenai partisipasi
masyarakat Boyolali dalam pembangunan daerah ini,
“Jika dilihat dari Musrenbang itu saya kira masih belum representatif, karena Musrenbang itu diawali dari tingkat RT, tapi kenyataanya itu tidak diawalai dari tingkat RT atau masyarakat-masyarakat misalnya petani, pedagang, dan sektor-sektor lain tidak diundang tahu-tahu itu sudah dilaksanakan di Desa lalu ke Kecamatan tanpa partisipasi aktif dari masyarakat atau keterlibatan aktif dari semua stake holder yang ada di masyarakat”. (wawancara,9 Maret 2010)
Jika melihat dari petikan wawancara diatas, representasi dari
kegiatan Musrenbang menurut Eko belumlah representatif. Menurutnya
tidak semua bagian dari masyarakat itu bisa mengikuti Musrenbang,
karena praktek di lapangan musrenbang tiba-tiba langsung muncul di
tingkat Desa lalu ke Kecamatan dengan tidak banyak masyarakat yang
tahu. Ini menunjukkan bahwa kebutuhan untuk berpartisipasi dari
masyarakat itu belum terpenuhi. Masyarakat yang ingin menyalurkan
aspirasi politik dalam membantu Pemerintah membuat suatu kebijakan
belum bisa diadvokasikan.
Di sisi lain Pemkab Boyolali tidak menyangkal kurang
maksimalnya program Musrenbang, melalui Informan VI Seno Samudro
mengatakan,
“Jadi gini, kalau Musrenbang itu dijaring dari bawah, disini juga kecenderungan partisipasi masyarakat juga masih rendah biasanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
yang tampil itu adalah tokoh – tokoh dan diluar mereka juga diundang LSM-LSM yang cukup kritis. Sebetulnya proses-prosesnya sudah bagus, permasalahannya terkadang jika mereka mengusulkan anggaran itu, mohon maaf, tidak realistis mungkin juga karena tidak tahu ya. Kadang satu desa itu ada yang mengusulkan nilai pembangunan itu sampai diatas Rp 10 milyar, padahal anggaran hanya berapa puluh juta. Maka kedepan saya akan mengundang tokoh-tokoh masyarakat dan LSM untuk diberi penjelasan untuk diberi penserahan usul yang baik itu seperti apa, yaitu yang murwat (logis).red. Usulnya apa, berapa lalu dilihat berapa anggarannya yang Pemerintah mampu jangan sampai impiannya itu yang banyak tapi anggarannya tidak mencukupi. Bukannya menolak usulan, namun memang duitnya yang tidak ada. Idenya itu bagus, tapi kalau uangnya tidak ada bagaimana lagi. Lha maka dari itu diperlukan komunikasi dua arah bahwa sebaiknya tidak begitu . Nah nanti, Insya Allah akan saya perbaiki. Sering orang itu berlomba-lomba untuk mengajukan anggaran pembangunan, bahkan sampai empat atau lima kali tapi yang diajukan tentang itu-itu saja dan itu tidak akan disetujui, ini hanya faktor ketidak tahuan. Seperti itulah yang menurut saya itu sering muluk-muluk pengajuannya. Pertanyaan saya simpel, sebenarnya berapa anggaran untuk satu desa itu, taruhlah anggarannya Rp 300 juta maka buatlah program yang anggaranya sesuai dengan budget itu. Sementara yang mengusulkan itu puluhan milyar, ya sudah tidak ketemu. Bukan kita itu angel tapi memang duitnya yang ngga ada.” (wawancara, 27 Juli 2010)
Menurut Seno proses Musrenbang sudah sesuai aturan, yaitu penjaringan
mulai dari tingkat bawah. Jika dikoonfrontir antara pernyataan Eko (Informan
I) dengan Seno Samudro (Informan VI) terdapat perbedaan yaitu, Eko
menyatakan bahwa Musrenbanglah yang tidak representatif karena dianggap
tidak menyerap aspirasi dari bawah. Namun, menurut Seno partisipasi
masyarakatlah yang rendah sehingga yang diundang adalah LSM dan tokoh
saja. Seno juga menyayangkan sikap masyarakat mengenai pengajuan
anggaran untuk Pembangunan, menurutnya tidak ada kreatifitas dan
cenderung mengajukan dana yang tidak logis. Sehingga gagasan-gagasan dari
masyarakat tidak terpenuhi, dengan alasan kemampuan keuangan daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
Sebagai bagian dari masyarakat yang memiliki keberpihakan pada
masyarakat, Forabi memiliki peran penting untuk menjadi alternatif pada saat
masyarakat Boyolali secara umum tidak peka terhadap problematika yang di
hadapi di daerah mereka. Namun, tidaklah Forabi merupakan satu lembaga
yang seakan-akan adalah “satria”, menjadi bagian terdepan untuk
menyelesaikan semua masalah di Boyolali. Lebih dijelaskan lagi oleh Eko
tentang Forabi yang merupakan sebuah Forum yang terbuka bagi seluruh
elemen masyarakat untuk bisa berembug dan berdiskusi mencari jalan keluar
untuk permasalahan di Boyolali.
“Forabi, bukanlah suatu lembaga atau yayasan. Forabi adalah Forum, yang artinya terbuka bagi Organisasi,NGO’s, perseorangan, Tokoh masyarakat, atau Tokoh agama semua bisa masuk. Jadi Forabi merupakan sebuah Forum untuk membicarakan, mendiskusikan, dan memecahkan suatu masalah secara bersama-sama yang akhirnya bermuara pada kepentingan Boyolali. Satu lagi bedanya, di dalam Forabi terdapat komunitas-komunitas atau kaukus. Masing –masing kaukus mendelegasikan seseorang untuk menjadi Badan Pekerja di Forabi.” (wawancara, 10 Maret 2010).
Lebih ditekankan lagi oleh Sinam yang menyatakan letak Forabi di
masyarakat Boyolali seperti dikutip dalam wawancara berikut,
“Forabi hanya merepresentasikan secara kondisi. Untuk representasi sesungguhnya terletak pada DPRD yang dipilih rakyat melalui Pemilu untuk mewakili suaranya di Pemerintahan. Forabi bukan Forum representasi, namun ruang diskusi lintas pihak, iya. Kekuatan Forabi terletak pada Forum diskusi saja tidak lebih dari itu. Forabi adalah ruang untuk “obrolan rakyat” jika sudah tidak ada obrolan berarti Forabi sudah tidak ada. Forabi mencoba mengawal partisipasi melalui kaukus-kaukus yang ada, namun jika dikatakan merepresentasikan seluruh rakyat Boyolali itu belum, karena untuk mengukur keterwakilan rakyat itu harus ada perbandingan perwakilan, misalnya satu banding berapa orang. Pendekatan kami lebih pada issue base bukan community base,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
karena memang kami tidak punya ukuran terhadap prinsip keterwakilan itu.”(wawancara, 9 Maret 2010)
Dari kedua pernyataan “orang dalam” Forabi diatas, dapat
dipahami bahwa letak Forabi bukanlah sebagai perwakilan masyarakat
untuk mengekspresikan partisipasinya. Namun lebih tepatnya, Forabi
merupakan sebuah ruang untuk masyarakat bersama-sama agar dapat
berpatisipasi dalam kegiatan pembangunan daerah, sehingga nantinya bisa
bersama Pemerintah menghasilkan produksi kebijakan yang partisipatif
dan menitik beratkan pada kesejahteraan masyarakat.
Dalam hal ini Forabi mencoba menggambarkan konsep dari civil
society. Seperti yang diungkapkan Gellner yang mendifinisikan civil
society sebagai masyarakat yang terdiri atas berbagai institusi non
pemerintah yang otonom dan cukup kuat untuk dapat mengimbangi
negara. Mengimbangi, artinya bahwa kelompok ini memiliki kemampuan
untuk menghalangi dan membendung negara dalam mendominasi
kehidupan masyarakat (Gellner dalam buku Adi Suryadi Culla, 2002).
Forabi bukan kemudian menjelma menjadi sosok antagonis bagi
Pemerintah yang senantiasa akan bisa menjatuhkannya, jelas tidak seperti
itu juga. Seperti dijelaskan oleh Eko dan Sinam bahwa Forabi merupakan
ruang untuk berdialog, berdiskusi,dan menyatukan unsur-unsur
masyarakat agar memiliki kekuatan untuk membantu Pemerintah dalam
menentukan suatu kebijakan atau arah Pembangunan dan juga untuk
mengawasi kinerja Pemerintah beserta pelaksanaan kebijakan yang
diambil.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
Dari Forabi telah muncul banyak ide-ide untuk kemajuan Boyolali
menghadapi tantangan otonomi daerah. Memunculkan ide tentang
Alokasi Dana Desa adalah salah satu usaha Forabi untuk membantu
Pemerintah dalam permasalahan pemerataan pembangunan. Dengan ADD
(Alokasi Dana Desa) pada tahun 2002 memungkinkan setiap desa di
Boyolali memiliki peluang untuk mengembangkan daerahnya masing-
masing.
“...Dulu kita pernah ada inisiatif untuk ada masukan ke pemerintah tentang dana alokasi desa. Pelopor pertama adalah forabi sampai menjadi kebijakan menteri dalam negeri itu digagas bersama elemen- elemen yang ada di Forabi. Lalu ada forum ketahanan pangan itu juga hasil dari pemikiran forabi, sehingga terbentuk forum ketahanan pangan dan masih banyak keberhasilan dari forabi yang di golkan di Pemerintahan Boyolali.” (wawancara Eko, 10 Maret 2010)
Ditambahkan oleh Sinam mengenai hal ini,
“...Ada satu konsep Forabi yang menjadi issue nasional yaitu tentang DAD (Dana Alokasi Desa), Dimulai pada tahun 2003 yang dulu tidak ada dana untuk Desa namun setelah itu ada dana anggaran sebesaar 63 milyar rupiah. Kami menyebut ini sebagai suatu kemeneangan-kemenangan kecil, usaha itu memang kami rasa ada pengaruhnya artinya ada partisipasi yang ditampung dan diakomodir...” (Wawancara,9/3/2010)
Awal pengusulan DAD (Dana Anggaran Daerah) yang sekarang
diubah menjadi ADD (Alokasi Dana Desa) diinisiasi oleh Asosiasi
Perangkat Desa se-Boyolali dengan menggalang petisi ke setiap
Kecamatan untuk meng-goal-kan Kebijakan tentang DAD. Asosiasi
Perangkat Desa yang sudah tergabung dalam Forabi mencoba memperkuat
jaringan agar usulan mereka berhasil menjadi kebijakan adalah membawa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
kedalam ruang Forum. Disana dibahas mengenai awal mula hingga
tentang proses kedepannya Kebijakan mengenai DAD tersebut.
Dalam kesempatan lain, Suwardi Anggota DPRD Boyolali juga
membenarkan adanya usaha dari Forabi ini. Disebutkan bahwa pernah ada
usulan dari Forabi yang dilegalkan menjadi undang-undang. Namun
pelaksanaannya tidak semua permintaan atau usulan Forabi mengenai
ADD itu dapat dipenuhi secara maksimal, menurutnya kemampuan
keuangan daerah masih belum mampu memaksimalkan itu.
“Gini, kalau itu saya terlibat. ADD itu mulai muncul tahun 2000an, sekitar 2001, 2002, 2003 itu. Itu memang saya menjadi salah satu pembicara dan saya ikut langsung Public Hearing. Jadi memang dari teman-teman forabi termasuk dulu itu yang motori saya. Memang sekarang menjadi, boleh saya katakan tradisi yang memang dilegalitas dengan adanya UU. Jadi kita mengacu pada dana penimbangan, cuma besaran yang diinginkan teman-teman forabi belum terpenuhi oleh kemampuan keuangan daerah. Sehingga ADD ini flutuaktif, pasang surut, seperti tahun ini surut dibandingkan tahun kemarin. Ya, jadi bentuk partisipasi dari forabi yang paling menonjol adalah ADD itu, dana alokasi desa.”
Dalam dokumen Forabi mengenai DAD yang juga menjadi bahan
pembicaraan dalam Jambore Forum Warga yang diadakan di Makasar,
pada tanggal 14-18 April 2008 (selengkapnya lihat lampiran)
menyebutkan tentang awal mula pengusulan kebijakan DAD (sekarang
ADD) hingga perkembangannya sekarang.
Usaha dalam mensukseskan kebijakan ini diawali dengan tuntutan
Kaukus Desa pada Pemkab Boyolali sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
n Bagikan dan Jadikan Sisa Dana Tahun anggaran 2001 sejumlah: Rp.
14.733.449.450,92 merata keseluruh desa yang ada di Boyolali (263
desa) sebagai Dana Alokasi Desa. Yang dikelola dan diatur langsung
oleh Pemerintahan Desa dan masyarakat desa dengan APB Desanya.
n Ciptakan dan adakan di Boyolali Dana Alokasi Desa yang tercantum
dan merupakan bagian dari struktur Anggaran di APBD Kabupaten
sesuai tahun anggarannya dengan alokasi setiap 1 Tahun Anggaran.
n Segera selesaikan persoalan asset-aset/ kekayaan desa yang dikuasai
pemkab, pemerintah dan pihak diluar desa. Dan adanya pembagian
secara proporsional dan adil antara Pemerintahan Desa dan Pemerintah
Kabupaten atau pihak lain.
(Disampaikan dalam dialog dengan pemkab boyolali 15 Mei 2002)
Pergerakan semacam ini memiliki maksud dan tujuan sebagai berikut:
n Desa sebagai pemilik otonomi asli berhak mendapatkan alokasi
anggaran yang adil untuk menjalankan otonominya.
n Desa sebagai basis pelayanan publik yang paling dasar sudah saatnya
mendapatkan hak atas anggaran untuk membangun kemajuan rakyat
desa.
n Anggaran yang terpusat pada kabupaten akan semakin mengecilkan
desa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
Selain itu Forabi juga menginisiasi langkah bersama dengan komponen
Pemerintahan seperti Eksekutif maupun Legislatif seperti,
n Melakukan kajian tentang otonomi desa
n Mulai tahun 2001 menginisiasi terbentuknya Forum Badan Perwakilan
Desa se kabupaten Boyolali sehingga terbentuk FL BPD.
n Menggalang kekuatan dengan beberapa elemen desa yakni
n FLBPD (Forum Lintas Badan Perwakilan Des).
n Parade (Paguyuban Kepala Desa).
n PPD (Paguyuban Perangkat Desa) sekarang PAPERDES.
n Kajian strategis antar elemen desa dan beberapa LSM tentang urgensi
DAD (Dana Alokasi Desa) bagi pembangunan desa.
n Pengembangan dialog dengan pihak eksekutif dan legislatif .
n Membangun kontrak politik dengan 441 Calon DPRD Boyolali pada
pemilu tahun 2004.
n Membangun kontrak politik dengan Calon Bupati dan Wakil Bupati
pada Pilkada tahun 2005.
Dalam dokumen tersebut juga dikemukakan perkembangan DAD
(sekarang ADD) mulai dari awal inisiasi hingga setelah diiplementasikan
oleh Pemerintah,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
n Masa Inisiasi (Tahun 2002)
DAD pada masa ini banyak dipengaruhi oleh inisiatif lokal yang direspon
oleh bupati dan DPRD
n Masa Setelah SEB Mendagri 140/640/SJ (Tahun 2003)
Surat Edaran Mendagri ini sedikit mendorong kesadaran politisi daerah
untuk mengalokasikan DAD namun dalam prosestanse yang masih kecil
n Masa Setelah PP 72 Tahun 2005
Masa ini sudah mulai geliat dari pemkab dan DPRD namun masih sangat
kecil dgn menggunakan standar minimal 10 % dari DAU non Gaji PNS.
Melalui ini kita bisa melihat kekuatan pergerakan civil society di
Boyolali untuk menyeimbangkan antara peran Pemerintah maupun
masyarakat sehingga tidak ada dominasi dari salah satu pihak. Partisipasi
Forabi yang merupakan bagian masyarakat dapat membantu Pemerintah
dalam menentukan kebijakan yang lebih pro rakyat. Terbitnya Peraturan
Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Alokasi Dana
Desa sehingga keluar implementasi Perda dengan adanya Peraturan
Bupati Boyolali Nomor 3 Tahun 2009 tentang Petunjuk pelaksanaan
Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali, yang diatur dalam Peraturan Bupati
tersebut adalah:
a. Penetapan, komponen dan perhitungan ADD
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
- Besarnya ADD setiap Tahun Anggaran ditetapkan minimal 15%
dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah.
- Perhitungan ADD untuk masing-masing desa dilakukan dengan
menggunakan asas Keadilan dan Pemerataan (sesuai rumus yang
telah ditetapkan).
- Komponen ADD yang diterimakan desa setiap tahun terdiri atas
ADD Minimal (ADDM) sebesar 60% dari ADD dan ADD
Proporsional (ADDP) sebesar 40% dari ADD.
b. Penggunaan ADD
- 30% dari ADD untuk operasional pemerintahan desa dan BPD.
- 70% untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat dan pelaksanaan
pembangunan digunakan antara lain sebagai berikut :
ü Pemugaran perumahan keluarga miskin;
ü Pemeliharaan/peningkatan prasarana irigasi, air bersih, jalan
dan jembatan;
ü Pehabilitasi balai desa /kantor desa;
ü Peningkatan tertib administrasi desa;
ü Peningkatan kegiatan kelembagaan kemasyarakatan;
ü Peningkatan kualitas SDM aparatur pemerintah desa;
ü Mendukung kegiatan musrenbangdes/musdes;
ü Dalam hal bidang pembangunan infrastruktur diaolkasikan
paling banyak 3% dari jumlah dana kegiatan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
dilaksanakan, untuk administrasi, honor, monitoring dan
evaluasi.
c. Institusi pengelola dan mekanisme pengelolaan ADD,
Institusi pengelola ADD terdiri :
ü Tim fasilitasi pengelolaan ADD Tingkat Kabupaten;
ü Tim Fasilitasi pengelolaan ADD Tingkat Kecamatan;
ü Tim pengelola ADD Tingkat Desa.
Mekanisme penyaluran ADD diatur sebagai berikut :
1. Desa mengajukan permohonan penyaluran ADD kepada Camat
dengan dilampiri :
- Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (LPPD) tahun
sebelumnya;
- Peraturan Desa tentang APBDesa yang sudah disahkan pada
tahun berkenaan;
- Daftar Rencana Kegiatan (DRK) penggunaan dana;
- Fotocopy nomor rekening Pemerintah Desa;
- Kuitansi penerimaan ADD yang ditanda tangani Kepala Desa
rangkap 5;
- Surat Pertanggungjawaban (SPJ) penggunaan ADD tahun
sebelumnya untuk pengajuan ADD Tahap Pertama atau Surat
Pertanggungjawaban (SPJ) penggunaan ADD Tahap Pertama
untuk pengajuan ADD Tahap Kedua.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
2. Permohonan penyaluran ADD diverifikasi kebenarannya secara
administratif dan teknis oleh Tim Fasilitasi Pengelolaan ADD
Tingkat Kecamatan.
3. Camat mengajukan permohonan penyaluran ADD secara kolektif
kepada Bupati melalui Kepala Bagian Pemerintahan Desa dan
Kelurahan Setda Kabupaten Boyolali dengan melampirkan semua
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.
4. Kepala Bagian Pemerintahan Desa dan Kelurahan Setda atas dasar
pengajuan dari Camat mengajukan SPP kepada Kepala Dinas
Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD)
dan selanjutnya menyalurkan ke rekening ADD desa masing-
masing desa secara bertahap.
d. Pertanggungjawaban, Pengendalian dan pengawasan ADD.
e. Besaran Alokasi Dana Desa
ADD Kab. Boyolali Tahun 2007 sebesar Rp. 17.301.885.789,-
ADD Kab. Boyolali Tahun 2008 sebesar Rp. 14.074.000.000,-
ADD Kab. Boyolali Tahun 2009 sebesar Rp. 10.144.647.450,-
Munculnya ide ataupun gagasan masyarakat yang terdelegasikan
melalui Forabi, menunjukkan bahwa adanya usaha partisipasi masyarakat
untuk memberikan masukan pada Pemerintah tentang kebijakan apa yang
akan diambil. Diperlukan ruang-ruang publik agar ada sinergitas antara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
keinginan masyarakat dengan kebijakan yang akan diambil Pemerintah.
Kebijakan tentang Alokasi Dana Desa merupakan salah satu usulan dari
sekian banyak gagasan yang mungkin mereka berikan pada Pemerintah
Kabupaten Boyolali. Namun bukan hanya itu saja peran yang harus
mereka jalani, sebagai bagian dari masyarakat Boyolali tentunya mereka
harus memonitor dan memberi evaluasi dalam perjalanan setiap kebijakan
yang diambil oleh Pemerintah
E. Matriks Temuan
Untuk memudahkan memahami pembahasan pada Bab ini, telah
dibuat semacam matriks temuan. Matriks ini berisi data dan fakta yang ada di
lapangan selama penelitian, berikut matriks tersebut:
Matriks .3.1. Temuan di Lapangan Selama Penelitian
NO TEMUAN DI LAPANGAN
1
Pengaruh Forabi Sebagai Civil Society dalam Pembangunan Kabupaten Boyolali di Era Otonomi.
Forabi memberikan masukan tentang pemerataan pembangunan dengan mengusulkan program Alokasi Dana Desa pada tahun 2003 (dulu Dana Anggaran Desa) kepada Pemerintah Daerah Boyolali. Namun hingga saat ini sudah diundang-undangkan secara nasional, dan sudah diaplikasikan di berbagai Daerah di Indonesia.
2 Keikutsertaan Forabi dalam Pengambilan Kebijakan
1. Forabi sering dimintai masukan oleh Pemerintah dan diharapkan membuat suatu rencana program untuk Kabupaten Boyolali.
2. Forabi bisa aktif berbicara dalam public hearing, bahkan bisa masuk ke komisi-komisi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
3. Masyarakat bersama Forabi ikut serta berperan dalam pengambilan keputusan Pemerintah Kabupaten Boyolali.
4. Ada usaha dari Pemerintah untuk membuka ruang partisipasi bagi masyarakat melalui public hearing sebelum ditetapkannya suatu kebijakan.
3 Mekanisme penyaluran aspirasi Forabi.
Pertama, Forabi menampung aspirasi dari masyarakat Boyolali dan selanjutnya di diskusikan dalam Forum. Kedua, Forabi menggali issue-issue yang berkembang di kota Boyolali, apa yang menjadi kepentingan publik Boyolali di dicarakan dalam Forum. Selanjutnya dari kedua cara itu menghasilkan semacam rekomendasi kepada Pemerintah untuk diadvokasikan dan diperjuangkan.
4 Usaha Forabi membuka ruang partisipasi
1. Forabi membuat ruang partisipasi non-formal, dikarenakan terbatasnya ruang partisipasi yang disediakan Pemerintah Daerah. Ruang partisipasi tersebut diwujudkan menjadi : 5. Obrolan 6. Diskusi Multipihak 7. Lokakarya 8. Seminar
2. Selain itu untuk membuka ruang partisipasi non-formal itu dilakukan juga melalui dunia internet, Forabi merilis setiap permasalahan dan aspirasi melalui situs wordpressnya di forabi.wordpress.com.
4 Hasil dari Partisipasi Usulan,aspirasi, dan gagasan Forabi maupun masyarakat sendiri melalui partisipasi dalam pengambilan kebijakan Daerah didengarkan oleh Pemerintah Daerah, namun untuk dijadikan dasar suatu kebijakan itu masih belum. Partisipasi Forabi biasanya dijadikan pertimbangan atau bahan pembanding sebelum kebijakan itu di sahkan/ditetapkan.