Top Banner
Paper Sosiologi Pelacuran di Indonesia i Disusun oleh: Kelompok 3 Fahri Agustian 1125142145 Ineng Wahyuni 1125142146 Neno Adani 1125142147 Moch. G. Ardiyanto 1125142150 Dea Sarah Santi 1125142152 B Psikologi 2014
25

PAPER SOSIO PROSTITUSI kelompok 3

May 16, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PAPER SOSIO PROSTITUSI kelompok 3

Paper Sosiologi Pelacuran di Indonesia

i

Disusun oleh:

Kelompok 3

Fahri Agustian 1125142145

Ineng Wahyuni 1125142146

Neno Adani 1125142147

Moch. G. Ardiyanto 1125142150

Dea Sarah Santi 1125142152

B Psikologi 2014

Page 2: PAPER SOSIO PROSTITUSI kelompok 3

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya atas

rahmat dan petunjuk-Nya kami dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul

Pancasila sebagai Ideologi Nasional.

Tujuan saya dalam pembuatan makalah ini adalah agar pembaca mengetahui

permasalahan mengenai prostitusi (pelacuran) yang ada di Indonesia. Selain itu, tujuan

penulisan ini juga untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi semester dua tahun

2015/2016.

Tak lupa kami mengucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

dalam kelancaran pembuatan makalah, yaitu:

1. Bapak Drs. M. Dimyati Safari, MM selaku dosen Sosiologi yang terus membimbing

kami dengan sabar sehingga dapat menyelesaikan karya tulis ini.

2. Orangtua kami yang telah memberi dukungan moral dan materil

3. Teman-teman yang selalu membantu dan menyemangati kami

Terakhir, tak ada manusia yang sempurna dan begitu juga kami. Kritik dan saran dari

Anda akan sangat membantu saya untuk menjadi lebih baik di kemudian hari. Besar

harapan kami, karya tulis ini dapat berguna bagi Anda semua.

Jakarta, 23 Maret 2015

Penulis

ii

Page 3: PAPER SOSIO PROSTITUSI kelompok 3

DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................................ i

Kata Pengantar........................................................................................................... ii

Daftar Isi..................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 1

A. Latar Belakang........................................................................................ 1

B. Kajian Pustaka......................................................................................... 2

C. Permasalahan........................................................................................... 3

D. Manfaat................................................................................................... 3

BAB II DASAR TEORI............................................................................................. 5

A. Teori Sosiologi........................................................................................ 5

BAB III PEMBAHASAN ANALISIS MASALAH.................................................. 7

A. Pengertian Pelacuran............................................................................... 7

B. Faktor-faktor Pendukung Pelacuran........................................................ 9

C. Dampak Pelacuran................................................................................... 13

D. Undang-undang dan Usaha Pemerintah Menangani Pelacuran.............. 14

E.Kasus Pelacuran........................................................................................ 17

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN................................................................... 19

A. Kesimpulan............................................................................................. 19

B. Saran........................................................................................................ 20

Daftar Pustaka............................................................................................................ 21

iii

Page 4: PAPER SOSIO PROSTITUSI kelompok 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan masyarakat, di manapun berada, selalu terdapat penyimpangan-

penyimpangan sosial yang dilakukan oleh anggotanya, baik yang dilakukan secara

sengaja maupun terpaksa. Fenomena tersebut tidak dapat dihindari dalam sebuah

masyarakat. Interaksi sosial yang terjadi di antara anggota masyarakat terkadang

menimbulkan gesekan-gesekan yang tidak jarang menimbulkan penyimpangan norma

yang berlaku pada masyarakat tersebut (Soekanto, 1989:79).

Seperti diketahui, bahwa interaksi manusia tidak saja berwujud interaksi dengan

sesamanya tetapi juga interaksi dengan lingkungan. Dalam wujud yang luas, interaksi

dengan lingkungan bisa berbentuk interaksi anggota masyarakat dengan berbagai budaya,

gaya hidup, dan kondisi regional yang sedang berlaku di sebuah negara di mana

masyarakat itu bernaung—bisa berbentuk kondisi perekonomian, kondisi keamanan,

kebijakan pemerintah, dan sebagainya.

Di antara penyimpangan sosial yang banyak terdapat di hampir seluruh negara

adalah prostitusi. Tak syak lagi, prostitusi memang sudah berumur tua, selalu ada dalam

kehidupan masyarakat sejak ribuan tahun yang lalu. Seks dan wanita adalah dua kata

kunci yang terkait dengan prostitusi. Seks adalah kebutuhan manusia yang selalu ada

dalam diri manusia dan bisa muncul secara tiba-tiba. Seks juga bisa berarti sebuah

ungkapan rasa abstrak manusia yang cinta terhadap keindahan. Sedangkan wanita adalah

satu jenis makhluk Tuhan yang memang diciptakan sebagai simbol keindahan. Maka

fenomena yang sering terjadi di masyarakat adalah seks selalu identik dengan wanita.

Namun, celakanya lagi, yang selalu menjadi korban dari keserakahan seks adalah juga

wanita.

Dikarenakan wanita sebagai simbol keindahan, maka setiap yang indah biasanya

menjadi target pasar yang selalu dijadikan komoditi yang mampu menghasilkan uang.

Itulah sebabnya kenapa wanita selalu ada saja yang mengumpulkan dalam suatu tempat

dan berusaha “dijual” kepada siapa saja yang membutuhkan “jasa sesaat”nya. Lelaki,

1

Page 5: PAPER SOSIO PROSTITUSI kelompok 3

meskipun ada yang menjual dirinya, tapi jarang ditemukan dikumpulkan dalam suatu

tempat seperti halnya wanita; atau jika ada pun, umumnya para lelaki tersebut berubah

wujud menjadi wanita agar diakui keindahannya yang dengannya mudah untuk

menentukan tarif yang dikehendakinya.

Prolog di atas adalah hasil analisis peneliti secara umum mengenai fenomena

munculnya lokalisasi yang menjajakan jasa wanita sebagai pekerja seks. Namun,

mengenai faktor-faktor yang spesifik mengenai sebab para wanita terjun ke dunia seks

dan melakukan penyimpangan sosial, hal itu perlu diadakan sebuah penelitian lebih lanjut

dengan melibatkan mereka secara langsung.

Lebih jauh, sebagai asumsi dasar, dapat dikatakan bahwa kehidupan wanita dalam

dunia seks (prostitusi), bisa terjadi karena dua faktor utama yaitu “faktor internal” dan

“faktor eksternal”. Faktor internal adalah yang datang dari individu wanita itu sendiri,

yaitu yang berkenaan dengan hasrat, rasa frustrasi, kualitas konsep diri, dan sebagainya.

Sedangkan faktor eksternal adalah sebab yang datang bukan secara langsung dari individu

wanita itu sendiri melainkan karena ada faktor luar yang mempengaruhinya untuk

melakukan hal yang demikian. Faktor eksternal ini bisa berbentuk desakan kondisi

ekonomi, pengaruh lingkungan, kegagalan kehidupan keluarga, kegagalan percintaan, dan

sebagainya.

B. Kajian Pustaka

Para ahli memberikan beberapa pengertian pelacuran. Pelacuran berasal dari bahasa

Latin pro-stituere atau pro-stauree yang berarti membiarkan diri berbuat zina, melakukan

persundalan, percabulan dan pergendakan.

Perkins dan Bennet dalam Koendjoro (2004), memberikan pengertian pelacuran

sebagai transaksi bisnis yang disepakati oleh pihak yang terlibat sebagai sesuatu yang

bersifat kontrak jangka pendek yang memungkinkan satu orang atau lebih mendapatkan

kepuasan seks dengan metode yang beraneka ragam. Senada dengan hal tersebut,

Supratiknya (1995) menyatakan bahwa prostitusi atau pelacuran adalah memberikan

layanan hubungan seksual demi imbalan uang.

2

Page 6: PAPER SOSIO PROSTITUSI kelompok 3

Kartini kartono (1992:207) medefinisikan prostitusi atau pelacuran merupakan

peristiwa penjualan diri dengan jalan memperjual belikan badan, kehormatan dan

kepribadian kepada banyak orang untuk memuaskan nafsu seks, dengan imbalan

pembayaran.

Soerjono Soekanto (1990:374) mengatakan prostitusi atau pelacuran merupakan

suatu pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri untuk melakukan perbuatan-perbuatan

seksual dengan mendapatkan upah.

Berdasarkan pendapat diatas dapat di katakan beberapa hal :

1. Prostitusi adalah bentuk penyimpangan seksual, dengan pola-pola organisasi

impuls/dorongan seks yang tidak wajar dan tidak terintegrasi, dalam bentuk

pelampiasan nafsu-nafsu seks tanpa terkendali dengan banyak orang disertai

ekploitasi dan komersialisasi, imppersonal tanpa afeksi sifatnya.

2. Pelacuran merupakan peristiwa penjualan diri dengan jalan memperjual belikan

badan, kehormatan dan kepribadian kepada orang banyak untuk memuaskan nafsu

seks dengan imbalan bayaran.

3. Pelacuran iyalah perbuatan yang dilakukan perempuan dengan meyerahkan

badannya untuk berbuat cabul secara seksual dengan mendapat upah.

Dari beberapa pendapat diatas dapat peneliti simpulkan bahwa prostitusi/pelacuran

adalah suatu perilaku menyimpang dimana wanita lah yang menjadi obyek, baik wanita

dewasa maupun anak-anak yang menjual tubuhnya ke kaum laki-laki untuk mendapatkan

upah/bayaran.

C. Permasalahan

Pelacuran merupakan perbuatan melanggar norma yang sangat susah

diberantas

Negara setengah-setengah memberantas pelacuran karena di sisi lain itu

menambah devisa negara.

Pelacuran sudah menyentuh kalangan remaja muda, SMP bahkan SD.

Faktor ekonomi sering menjadi faktor seseorang melacurkan diri sementara

oresentase kemiskinan di Indonesia masih tinggi.

3

Page 7: PAPER SOSIO PROSTITUSI kelompok 3

Seringkali pelacur terlibat bahaya yang lebih besar, yakni perdagangan

manusia.

D. Manfaat

Dengan paper ini diharapkan kami dapat mendeskripsikan permasalahan

pelacuran di Indonesia serta teman-teman mahasiswa menjadi tahu banyak

tentang pelacuran di Indonesia, latar belakang, serta faktor-faktor mengapa

seseorang melakukan pelacuran. Di akhir laporan ini kami juga memberikan

saran kami mengenai pelacuran di Indonesia.

4

Page 8: PAPER SOSIO PROSTITUSI kelompok 3

BAB II

DASAR TEORI

A. Teori Pelacuran Menurut Sosiologi

Dalam menguraikan teori tentang masyarakat Durkheim menaruh perhatian yang

besar terhadap kaedah hukum yang dihubungkannya sebagai jenis solidaritas dalam

masyarakat, hukum dirumuskan sebagai kaedah yang bersangksi dimana berat ringannya

tergantung pada:

1) Sifat pelanggaran

2) Anggapan serta keyakinan masyarakat tentang baik buruknya perilaku tertentu

3) Peranan sanksi tersebut dalam masyarakat

Selain daripada itu terdapat sanksi yang tujuan utamanya adalah pemulihan keadaan

(seperti keadaan sebelum terjadinya pelanggaran terhadap kaedah-kaedah yang mungkin

menyebabkan kegoncangan dalam masyarakat. Kaedah dengan sanksi semcam itu

merupakan kaedah hukum restitutif dengan pengurangan unsur pidana yang terdapat

didalamnya. Kaedah hukum tersebut kemudian dikaitkan dengan bentuk solidaritas yang

menjadi ciri masyarakat tertentu, oleh karena iru jenis kaedah hukum merupakan akibat

dari bentuk solidaritas tertentu.

Perilaku menyimpang, dalam hal ini pelacuran, dapat disebabkan oleh anomi. Secara

sederhana anomi diartikan sebagai sesuatu keadaan di masyarakat tanpa norma.

Anomi terjadi karena adanya ketidakharmonisan antara tujuan budaya dengan cara-

cara untuk mencapai tujuan budaya tersebut. Menurut Merton, ada lima tipologi tingkah

laku individu untuk menghadapi hal tersebut yaitu;

a. Komformitas

Komformitas merupakan suatu sikap menerima tujuan yang sesuai dengan nilai-nilai

budaya dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut.

5

Page 9: PAPER SOSIO PROSTITUSI kelompok 3

b. Inovasi

Inovasi merupakan suatu sikap menerima tujuan yang sesuai dengan nilai budaya,

tetapi menolak cara-cara yang melembaga untuk mencapai tujuan.

c. Retualisme

Retulisme merupakan sikap menerima cara-cara yang melembaga, tetapi menolak

tujuan-tujuan kebudayaannya.

d. Pengasingan

Pengasingan diri merupakan sikap yang menolak tujuan maupun cara-cara untuk

mencapai tujuan yang sesuai dengan nilai-nilai budaya.

e. Pemberontakan

Pemberontakan merupakan sikap yang menolak tujuan maupun cara-cara yang

melembaga dan berupaya menggantikannya dengan tujuan dan cara baru atau lain.

Menurut teori sosiologi, yang dikemukakan oleh Prof,Dr Rony Nitibaskara, tentang

konsep bahwa ”setiap kejahatan / prilaku penyimpangan mempunyai fungsi/tugas dalam

masyarakat dimana salah satu fungsinya adalah sebagai alat Penyeimbang” Maksudnya

dalam setiap perbuatan kejahatan selain ada pihak yang dirugikan , terdapat pula pihak-

pihak yang diuntungkan dengan adanya kejahatan tersebut. Berkaitan dengan penulisan ini

penulis mencoba memberikan contoh kongkrit dari teori sosiologi diatas dikaitkan dengan

praktek bisnis prostitusi. Sebagaimana telah diuraikan dalam paragraph terdahulu,praktek

prostitusi memang sangat bertentangan dengan norma-norma normatif dan norma-norma

agama, namun terdapat kelompok-kelompok masyarakat yang diuntungkan dengan adanya

praktek prostitusi tersebut, yaitu masyarakat yang berdomisili sekitar lokasi praktek

prostitusi tersebut yang mancari mata pencaharian disekitar lokasi pelacuran tersebut.

Selain kelompok masyarakat tersebut terdapat juga oknum-oknum petugas hukum yang

mendapatkan keuntungan dengan adanya kolusi (setoran uang rutin sehingga mendapatkan

uang setoran) dari para pelaku bisnis prostitusi dengan kesepakatan bahwa praktek bisnis

prostitusi yang dikelolanya terbebas dari tindakan-tindakan hukum.

6

Page 10: PAPER SOSIO PROSTITUSI kelompok 3

BAB III

PEMBAHASAN ANALISIS MASALAH

A. Pengertian Pelacuran

1. Definisi Prositusi

Profesor W.A Bonger dalam tulisannya Maatschappelijke Oorzaken der

Prostitutie menulis defenisi sebagai berikut:

Prostitusi ialah gejala kemasyarakatan di mana wanita menjual diri melakukan

perbuatan-perbuatan seksual sebagai mata pencaharian. Jelas dinyatakan adanya

peristiwa penjualan diri sebagai profesi atau mata pencaharian sehari-hari dengan

jalan melakukan relasi-relasi seksual.

...Peraturan Pemerintah Daerah DKI Jakarta Raya tahun 1967 mengenai

penanggulangan masalah pelacuran, menyatakan sebagai berikut: Wanita tunasusila

adalah wanita yang mempunyai kebiasaan melakukan hubungan kelamin di luar

perkawinan, baik dengan imbalan jasa maupun tidak.

Sedang pasal 296 KUHP mengenai prostitusi tersebut meyatakan sebagai

berikut:

Barang siapa yang pekerjaanya atau kebiasaanya, dengan sengaja mengadakan atau

memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain, dihukum dengan hukuman penjara

selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya seribu

rupiah.

Jelasnya, pelacuran itu bisa dilakukan baik oleh kaum wanita maupun pria. Jadi,

ada persamaan predikat lacur antara laki-laki dan wanita yang bersama-sama

melakukan perbuatan hubungan kelamin di luar perkawinan. Dalam hal ini, perbuatan

cabul tidak hanya berupa hubungan kelamin di luar nikah saja, akan tetapi termasuk

pula peristiwa homoseksual dan permainan seksualnya.

Selanjutnya, defenisi pelacuran dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Prostitusi adalah bentuk penyimpangan seksual, dengan pola-pola organisasi

impuls/dorongan seks yang tidak wajar dan tidak terintegrasi dalam bentuk

pelampiasan nafsu-nafsu seks tanpa kendali dengan banyak orang

7

Page 11: PAPER SOSIO PROSTITUSI kelompok 3

(promiskuitas), disertai eksploitas dan komersialisasi seks yang impersonal

tanpa afeksi sifatnya.

b. Pelacuran merupakan peristiwa penjualan diri (persundalan) dengan jalan

menjualbelikan badan, kehormatan, dan kepribadian kepada banyak orang untuk

memuaskan nafsu-nafsu seks dengan imbalan pembayaran.

c. Pelacuran ialah perbuatan perempuan atau laki-laki yang menyerahkan

badannya untuk bberbuat cabul secara seksual dengan mendapatkan upah.

Dengan adanya komersialisasi dan barter seks – perdagangan tukar-menukar

seks dengan benda bernilai – maka pelacuran merupakan profesi yang paling tua

sepanjang sejarah kehidupan manusia.

Dimasukkan dalam kategori pelacuran ini antara lain:

a. Pergundikan : pemeliharaan bini tidak resmi, bini gelap atau perempuan

piaraan. Mereka hidup sebagai suami istri, namun tanpa ikatan perkawinan.

Pada zaman belanda disebut nyai.

b. Tante girang atau loose married woman : wanita yang sudah kawin, namun

tetap melakukan hubungan erotik dan seks dengan laki-laki lain baik secara

iseng untuk mengisi waktu kosong, bersenang-senang just for fun dan

mendapatkan pengalaman-pangalaman seks lain, maupun secara intensional

untuk mendapatkan penghasilan

c. Gadis-gadis panggilan : gadis-gadis dan wanita-wanita biasa yang

menyediakan diri untuk dipanggil dan dipekerjakan sebagai prostitue, melalui

saluran-saluran tertentu.

d. Gadis-gadis bar atau B-girls : gadis-gadis yang bekerja sebagai pelayan-

pelayan bar sekaligus bersedia memberikan pelayanan seks kepada para

pengunjung.

e. Gadis-gadis juvenile delinguent : gadis-gadis muda dan jahat, yang didorong

oleh ketidakmatangan emosinya dan retardasi/keterbelakangan inteleknya,

menjadi sangat pasif dan sugestibel sekali. Karakternya sangat lemah. Sebagai

akibatnya, mereka mudah sekali jadi pecandu obat-obat bius(gabja, heroin,

morfin, dan lain-lain), sehingga mudah tergiur melakukan perbuatan-perbuatan

immoril seksual dan pelacuran.

f. Gadis-gadis binal atau free girls : di Bandung mereka disebut sebagai

“bagong lieur” (babi hutan yang mabuk). Mereka itu adalah gadis-gadis

sekolah atau putus sekolah, putus studi di akademi atau fakultas dengan

8

Page 12: PAPER SOSIO PROSTITUSI kelompok 3

pendirian yang “brengsek” dan menyebarluaskan kebebasan seks secara

ekstrem, untuk mendapatkan kepuasan seksual. Mereka menganjurkan seks

bebas dan cinta bebas.

g. Gadis-gadis taxi ( di Indonesia ada juga gadis-gadis becak) : wanita-wanita

atau gadis-gadis panggilan yang ditawarkan dibawa ke tempat “plesiran”

dengan taxi atan becak.

h. Penggali emas atau gold-diggers : gadis-gadis dan wanita-wanita cantik –ratu

kecantikan, pramugari mannequin, penyanyi, pemain panggung, bintang film,

pemain sandiwara teater atau opera, anak wayang, dan lain-lain – yang pandai

merayu dan bermain cinta, untuk mengeduk kekayaan orang-orang yang

berduit.

i. Hostes atau pramuria yang menyemarakkan kehidupan malam dalam

nighclub-nighclub. Pada intinya, profesi hostes merupakan benttuk pelacuran

halus. Sedang pada hakikatnya, hostes itu adalah predikat baru dari pelacuran.

Sebab, di lantai-lantai dansa mereka membiarkan diri dipeluki, diciumi, dan

diraba-raba seluruh badannya. Juga di meja-meja minum badannya

diraba0raba dan diremas0remas oleh langganannya. Para hostes ini harus

melayani makan, minum, dansa, dan memuaskan naluri-naluri seks para

langganan dengan jalan menikmati tubuh para hostes/pramuria tersebut.

Dengan demikian, langganan bisa menikmati keriaan atau kesenangan suasana

tempat-tempat hiburan.

j. Promiskuitas/promiscuity : hibungan seks secara bebas dan awut-awutan

dengan pria mana pun juga; dilakukan dengan banyak lelaki.

B. Faktor-faktor Pendukung Pelacuran

1. Ekonomi

Ekonomi adalah salah satu aspek yang paling sering dikambinghitamkan sebagai

faktor utama seseorang untuk berprofesi menjadi pelacur. Bila ditanya kepada para

pelacur, alasan mereka menjadi pelacur, pasti mayoritas jawaban adalah karena mereka

butuh uang, baik untuk mereka sendiri dan keluarga, dan mereka berpikir pelacuran

adalah satu-satuya jalan yang tepat untuk mendapat uang dengan cepat. Presentase

kemiskinan di Indonesia sekitar 17,8% dari 238 juta penduduk. Belum lagi peringkat

korupsi yang begitu besar sehingga meskipun presentase APBN untuk kesejahteraan

9

Page 13: PAPER SOSIO PROSTITUSI kelompok 3

rakyat sudah cukup, yang diterima oleh rakyat secara riil hanya sepersekian bagian.

Hal ini tentu saja membuat masyarakat harus melakukan segala cara untuk bertahan

hidup, salah satunya dengan melacurkan diri. Selain melacurkan diri, individu dengan

tingkat ekonomi rendah dapat terjerat jaring kriminalitas lainnya seperti pencurian dan

human traficking.

Namun, peran faktor ekonomi sesungguhnya tidaklah se-mahadahsyat itu.

Terkadang bagi para pelacur, ekonomi adalah bias mereka untuk membenarkan diri

menjadi pelacur. Tidak semua orang yang kurang mampu menjadi pelacur, dan tidak

semua pelacur berasal dari kalangan menengah kebawah. Kita kerap kali menilai

seseorang dari faktor yang terlihat besar, padahal masih ada banyak aspek yang

membentuk dirinya menjadi seorang pelacur, bukan hanya satu atau dua aspek.

Lingkungan, nilai, gaya hidup, pendidikan, bahkan teknologi dan abnormalitas fungsi

tubuh dapat memuat individu melacurkan dirinya.

2. Lingkungan

Mayoritas pelacur sudah memulai karir di dunia pelacuran pada usia remaja. Masa

remaja adalah masa seseorang mencari identitas. Menurut Mead, Masa remaja dalam

sosiologi disebut juga Game Stage yang memiliki pengertian Peniruan yang

dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung

dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada

posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain

secara bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga

dan bekerja sama dengan teman-temannya. Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin

banyak dan hubunganya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan

teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku di luar

keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai

menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar keluarganya. Dalam masa

ini, remaja penuh rasa ingin tahu. Mereka ingin mengalami banyak hal. Dalam hal ini

seringkali pengaruh teman sebaya terhadap seorang individu berpengaruh besar,

karena remaja lebih intens bertemu dengan teman sebaya daripada orangtuanya sendiri.

Hal ini memberi kesempatan pada teman sebaya untuk menanamkan pemikiran-

pemikiran. Dalam menghadapi ilustrasi seperti ini, peran orang tua sangatlah

dibutuhkan, bukan hanya sebagai pengontrol, tapi juga sebagai pemandu remaja untuk

10

Page 14: PAPER SOSIO PROSTITUSI kelompok 3

menyikapi ajakan teman sebayanya. Kontrol akan lebih sulit dilakukan jika ada absen

dari salah satu atau kedua orang tua. Hal inilah yang sering menjadi penyebab

mengapa remaja dari keluarga yang broken rentan tersentuh pelacuran, jika tidak

memiliki nilai moral dan nilai agama yang kuat.

Dalam kasus yang lebih ekstrim, lingkungan itu sendiri justru adalah sarana

pelacuran, termasuk juga keluarga. Kita banyak menemukan hal seperti ini bila

seorang anak dibesarkan di lingkungan yang terbiasa dengan pelacuran seperti daerah

slum atau bahkan lokalisasi. Gadis-gadis (atau pemuda) yang tinggal di daerah

semacam ini terbiasa mengetahui atau bahkan melihat persenggamaan individu-

individu di luar pernikahan. Anak-anak cenderung menyontoh perilaku yang rutin

mereka lihat secara gamblang karena masih belum bisa berpikir secara rumit dan

abstrak, (Bandura) sehingga mayoritas anak-anak yang tinggal di lingkungan slum atau

terkondisir di pikirannya bahwa hal seperti itu adalah hal biasa yang dapat

menjerumuskan mereka ke rantai dunia pelacuran.

3. Pendidikan

Memiliki pendidikan yang tinggi bukan berarti tidak berkesempatan menjadi

pelacur. Saat ini cukup banyak fenomena “ayam kampus” dimana terdapat mahasiswi

yang menjajakan tubuhnya demi mendapat nilai yang bagus. Ada juga yang berprofesi

sampingan sebagai Pekerja Seks Komersial di luar kampus. Namun rendahnya

pendidikan dapat dikatakan sebagai faktor penyebab terjadinya pelacuran karena jika

seseorang memiliki pendidikan yang tinggi, prestis pekerjaan yang akan didapat

cenderung lebih tinggi dibanding yang berpendidikan rendah. Hal ini dipengaruhi dan

akan berpengaruh pada keadaan ekonomi si individu.

4. Nilai

Nilai dipengaruhi oleh lingkungan, dan bila individu sudah dewasa, dipengaruhi oleh

pengalaman yang telah ia lalui. Ini termasuk juga cara ia menilai dirinya sendiri dan

masyarakat luas. Jika nilainya terhadap diri sendiri lemah, individu mungkin merasa

rendah dan menganggap pelacuran sebagai hal yang wajar, karena baik profesi pelacur

maupun dirinya sama-sama rendah. Jika seseorang menganggap nilai yang ada dalam

masyarakat tidak penting, entah karena sosialisasi tidak sempurna ataupun keadaan

anomi, maka kemungkinan ia menjalani kehidupan pelacur atau perbuatan kriminalitas

11

Page 15: PAPER SOSIO PROSTITUSI kelompok 3

lainnya, walau secara ekonomi maupun sosial, kehidupannya sudah cukup bagus.

Maka dari itu nilai-nilai agama dan sosial yang benar perlu ditanamkan sejak kecil.

5. Gaya hidup

Krisis ekonomi menyebabkan semakin besarnya jurang kesenjangan sosial, dan

persaingan sosial yang tinggi. Seorang remaja dari kalangan tidak mampu yang tidak

tekun ingin memiliki gaya hidup mewah seperti teman-temannya secara instan.

Sebagai seorang manusia ia akan berusaha memenuhi keinginannya. Pelacuran adalah

cara instan yang dapat dipakai, hanya modal tubuh, bahkan tanpa paras yang cantik

pun seseorang dapat memperoleh banyak uang untuk memenuhi kebutuhannya akan

prestis yang tinggi, atau bahkan hanya ingin bersenang-senang dan merasa bebas.

Pelacuran yang diakibatkan gaya hidup ini mungkin disebabkan oleh sikap orang tua

yang memanjakan anak atau tidak mengenalkan anak selain menilai sesuatu secara

materiil.

6. Teknologi

Di zaman sekarang informasi apapun dapat dengan mudah diperoleh, tidak

terkecuali informasi tentang seks. Orang bisa dengan mudah mengunduh konten video

porno, tanpa harus keluar uang untuk beli DVD, hal ini berlaku untuk semua individu,

tidak terkecuali anak-anak. Anak-anak dapat menjadi penasaran dan melakukan

aktivitas seksual. Masalahnya adalah, individu yang sudah melakukan aktivitas

kegiatan seksual sejak dini dapat kembali melakukan aktivitas seksual itu, ini

dikarenakan pemikirang anak-anak yang masih konkrit sehingga tidak

mempertimbangkan apa yang dilakukannya. Bukan hanya itu, dengan semakin

pesatnya teknologi, banyak juga bisnis pelacuran online yang bisa diakses siapapun.

7. Abnormalitas seksual

Pelacuran juga dapat disebabkan karena adanya abnormalitas seksual pada diri

individu yang biasa disebut hiperseks. Hiperseks ini disebabkan baik faktor fisiologis

(pada pria) maupun faktor psikologis (pada pria dan wanita. Pada pria, misalnya,

Disebut satyriasis, disebabkan faktor fisik maupun psikis. Dari aspek fisik, salah

satunya, peradangan di saluran kemih yang merangsang kerja saluran tersebut

sedemikian rupa hingga individu bersangkutan terkesan "haus" untuk selalu berintim-

intim. Penyebab peradangan ini harus segera ditemukan agar bisa dipastikan upaya

12

Page 16: PAPER SOSIO PROSTITUSI kelompok 3

penyembuhannya. Soalnya, bila tak segera diobati, dikhawatirkan peradangan tersebut

akan meluas menjadi peradangan di buah zakar. Tentu saja peradangan pada "pabrik"

sperma ini akan berpengaruh pada hubungan seksual, di antaranya mengganggu

produksi hormon testosteron.

Pada wanita nymphomania, disebabkan sepenuhnya oleh faktor psikis. Salah satunya

berakar pada penyimpangan sewaktu usia balita sampai remaja, semisal menyaksikan

bagaimana ibunya kerap dipukuli atau disiksa ayahnya. Berbekal pengalaman buruk

inilah, semasa dewasa ia merasa butuh pendamping yang berbeda atau lebih baik dari

ayahnya. Namun dalam pencarian itu, ia tak bisa menemukan nilai-nilai kebaikan pada

satu orang, hingga bergaullah ia dengan banyak orang untuk mencari dan terus mencari

orang yang dirasa pas. Bila si individu sudah kenal dan melakukan seks bahkan

sebelum ia dapat berpikir matang, ia dapat memiliki kecenderungan untuk menjadi

ketagihan dengan seks lalu melampiaskan perasaannya tersebut dengan menjadi

pelacur, karena akan lebih mudah.

C. Dampak Pelacuran

Setiap perbuatan yang tidak seharusnya dilakukan memiliki akibat atau dampak bagi

orang tersebut. Terlebih lagi dalam masalah prostitusi ini. Berikut adalah dampak yang

ditimbulkan bagi pelaku prostitusi:

a. Secara sosiologis prostitusi merupakan perbuatan amoral yang bertentangan

dengan norma dan etika yang ada di dalam masyarakat.

b. Dari aspek pendidikan prostitusi merupakan kegiatan yang demoralisasi.

c. Dari aspek kewanitaan, prostitusi merupakan kegiatan merendahkan martabat

wanita.

d. Dari aspek ekonomi, prostitusi dlam prakteknya sering terjadi pemerasan tenaga

kerja

e. Dari aspek kesehatan, praktek prostitusi merupakan media yang sangat efektif

untuk menularnya penyakit kelamin dan kandungan yang sangat berbahaya.

f. Dari aspek kamtibmas praktek prostitusi dapat menimbulkan kegiatan-kegiatan

kriminal.

g. Dari aspek penataan kota, prostitusi dapat menurunkan kualitas dan estetika

lingkungan perkotaan.

13

Page 17: PAPER SOSIO PROSTITUSI kelompok 3

Akibat-akibat lain yang ditimbulkan oleh praktik pelacuran menyebabkan berbagai

permasalahan baik pada diri pelaku, keluarga, dan lingkungan sosialnya. Permasalahan

itu dapat berupa pengaruh pada dirinya, yaitu:

1. Merasa tersisih dari kehidupan social (disasosiasi). Seseorang menjadi pelacur

pasti merasa tersisih dari pergaulan social karena profesi pelacur bukanlah

pekerjaan yang halal.

2. Terjadinya perubahan dalam pandangan hidup. Mereka tidak lagi memiliki

pandangan hidup dan masa depan dengan baik.

3. Perubahan terhadap penilaian moralnya. Seorang pelacur tidak pernah berfikir

mana yang baik dan mana yang buruk, yang terpenting bagi mereka adalah

bagaimana caranya mendapatkan uang dan dapat hidup mewah.

D. Undang-undang dan Usaha Pemerintah dalam Penanganan Pelacuran

1. Undang-undang yang Berhubungan dengan Prostitusi

Pasal 296 KUHP

“Barang siapa yang pencahariannya dan kebiasaannya yaitu dengan sengaja

mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain dihukum

penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-

banyaknya Rp. 15.000,-.”

Pasal 506 KUHP

“Barang siapa sebagai mucikari (souteneur) mengambil untung dari pelacuran

perempuan, dihukum kurungan selama-lamanya tiga bulan.”

Pasal tersebut diatas dinilai kurang memberikan sanksi efektif dan efek jera

terhadap praktek prostitusi, untuk itu perlu adanya partisipasi pemerintah daerah

dalam hal membuat peraturan yang terkait prostitusi. Contoh peraturan

pemerintah daerah tentang prostitusi:

Pasal 42 ayat (2) Perda DKI Jakarta No. 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban

Umum (“Perda DKI 8/2007”):“ Setiap orang dilarang: a. menyuruh,

memfasilitasi, membujuk, memaksa orang lain untuk menjadi penjaja seks

14

Page 18: PAPER SOSIO PROSTITUSI kelompok 3

komersial; b. menjadi penjaja seks komersial; c. memakai jasa penjaja

seks komersial.”

Orang yang melanggar ketentuan ini dikenakan ancaman pidana kurungan

paling singkat 20 hari dan paling lama 90 hari atau denda paling sedikit Rp.

500.000 dan paling banyak Rp. 30 juta ( Pasal 61 ayat [2] Perda DKI 8/2007).

Jadi, ketentuan KUHP hanya dapat digunakan untuk menjerat penyedia tempat

untuk pelacuran sedangkan ketentuan yang dapat digunakan untuk menjerat

pelaku diatur dalam peraturan daerah masing-masing.

2. Tindakan Pemerintah dalam Memberantas Prostitusi

Dalam menanggulangi atau paling tidak mengurangi kuantitas dari perilaku

pelacuran, Pemerintah melalui Kementerian Sosial c.q. Direktorat Jendral Reha-

bilitasi dan Pelayanan Sosial telah menyelenggarakan kegiatan- kegiatan yang

ber-sifat dan bertujuan memberi kesadaran dan tanggungjawab sosial,

pencegahan terhadap tuna susila dan peningkatan pelayanan sosial masyarakat

yang sudah ada. Rehabilitasi wanita mengenai pelacuran ini dibutuhkan dalam

rangka untuk meng-usahakan kesejahteraan sosial dalam mencapai aspirasi

bangsa Indonesia pada umumnya, yaitu suatu masyarakat yang adil dan makmur

spiritual dan mental berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Halnini juga berarti bahwa setiap warganegara, setiap anggota masyarakat

mempunyai tanggungjawab moral dengan bersama-sama Pemerintah untuk

mencari jalan keluar atau yang paling tepat dalam menanggulangi dan

memberantas para pelacur, sehingga diharapkan dari hari ke hari, bulan dan

tahun semakin menurun tindak pelacuran.

Selain tindakan pemerintah pusat, pemerintah daerah pun turut ambil peran

dengan usahanya masing - masing, seperti menutup tempat – tempat prostitusi.

Hal ini telah dilakukan banyak pemerintah daerah seperti pemprov. Surabaya,

pemkab. Sukamara, kalteng, dan pemkot jambi.

15

Page 19: PAPER SOSIO PROSTITUSI kelompok 3

E. Kasus Pelacuran

1. Contoh Kasus Pelacuran

Polisi Ambil Visum Mucikari SMP

TEMPO.CO, Surabaya -- Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya melakukan

visum kepada NA, mucikari yang masih berusia 15 tahun. Siswi SMP ini divisum

didampingi Pusat Pelayanan Terpadu di sebuah rumah sakit. "Hari ini kita lakukan

visum untuk memperkuat bukti," kata Kepala Sub-Unit Vice Control Kejahatan

Umum Polrestabes Surabaya, Inspektur Polisi Tingkat I Teguh Setiawan, kepada

Tempo, Selasa, 11 Juni 2013.

Teguh mengatakan visum itu diperlukan untuk memastikan apakah tersangka

pernah melakukan hubungan seksual. "Nanti dari situ kelihatan, apakah mereka

melakukan hubungan suka sama suka atau tidak," kata Teguh. Mucikari SMP itu

punya cara canggih untuk menggaet anak buah.

Sejauh ini, polisi masih memeriksa tiga saksi yang merupakan anak buah NA.

Polisi berencana mendalami kasus dengan memeriksa tujuh anak buah NA yang lain.

Hanya, Teguh mengakui ada kesulitan memanggil anak buah NA. Sebab, selama ini

kedua pihak berhubungan melalui BlackBerry Messenger atau telepon dan janji

bertemu di sebuah tempat yang ditunjuk. "Si NA hanya tahu daerah rumahnya, tidak

tahu alamat terperinci," katanya.

Selain anak buah yang dijual NA, polisi juga sedang memburu dua perempuan

berinisial AL, 19 tahun, dan CE, 21 tahun. Keduanya adalah mantan mucikari yang

pernah menjadikan NA anak buah. Tapi ini pun tidak mudah. Teguh sempat

memancing komunikasi dengan keduanya melalui BlackBerry, namun ternyata

pesan itu tidak direspons.

Setahun lalu, NA direkrut AL dan CE untuk menjalani bisnis prostitusi. Namun,

sejak enam bulan terakhir, NA mengembangkan bisnis mucikarinya sendiri. Sesekali

saja NA dan mantan mucikarinya berkomunikasi. NA pun menikmati keuntungan

murni dari usaha mucikarinya.

Dalam seminggu, NA bisa mendapat order dari 3-4 pelanggan. Tarif satu anak

buah dibanderol Rp 500 ribu hingga Rp 1,5 juta dalam sekali main. NA pun

16

Page 20: PAPER SOSIO PROSTITUSI kelompok 3

mengambil jatah Rp 250 ribu per anak. "Tersangka ini mengaku keenakan, daripada

layani tamu, mending dia jadi mucikari, dapat Rp 250 ribu," kata Teguh.

Untuk memastikan bahwa pelanggannya sanggup membayar, NA biasanya

meminta bertemu lebih dulu di sebuah mal untuk sekadar nongkrong ataupun

makan. Setelah ada uang muka, NA mulai memperkenalkan anak buahnya.

Kepala Sub-Bagian Humas Polrestabes Surabaya, Komisaris Polisi Suparti,

mengatakan NA maupun sebagian anak buahnya berasal dari keluarga bermasalah.

Orang tua NA bercerai dan tidak peduli ketika dirinya ditangkap polisi. NA bahkan

sudah sering berhubungan intim dengan kekasihnya saat masih berusia 14 tahun.

Salah seorang anak buahnya juga mengaku pernah diperkosa ayah tirinya.

Mereka pun melakukan bisnis prostitusi ini bukan untuk memenuhi kebutuhan

primer. Menurut Suparti, dari penampilan, NA dan anak buahnya terkesan glamor

dengan cat kuku dan softlens. "Ini lebih karena gaya hidup. Kalau saya lihat, mereka

ada yang pakai cat kuku sama softlens," ujar Suparti.

Meski NA tidak ditahan, ia tetap akan menjalani proses hukum sesuai dengan

Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Undang-Undang

Perlindungan Anak. Karena di bawah umur, polisi juga tidak melibatkan sekolah

tersangka dalam pemeriksaan kasus ini.

Sumber: http://www.tempo.co/read/news/2013/06/12/058487640/Polisi-Ambil-

Visum-Mucikari-SMP

2. Pembahasan Kasus Pelacuran

Menurut dari yang saya baca, kasus seorang anak SMP yang telah menjadi mucikari

ini sungguh menyedihkan. Bayangkan saja seorang anak yang baru menginjak masa

remaja ini sudah pintar menghasilkan uang dan dengan cara yang amat salah. Hal ini

sungguh amat disayangkan.

Dilihat dari berita dan fakta-fakta yang ada, penyebab dari kejadian ini adalah

karena tersangka tidak mendapatkan perhatian yang baik dari kedua orang tuanya.

Kedua orang tua beliau telah bercerai. Maka ibunya pun sibuk untuk menyokong

kehidupan keluarganya setelah ayahnya berkeputusan untuk meninggalkan mereka.

17

Page 21: PAPER SOSIO PROSTITUSI kelompok 3

Selain itu, jelaslah juga disana bahwa keadaan ekonomi membuatnya terpikir atau

terpaksa untuk melakukan hal ini. apalagi dengan keadaan ekonomi yang termasuk

menengah ke bawah, ia mungkin berusaha untuk membantu menghidupi keluarga.

Sebelumnya pun ia sendiri adalah seorang pelacur, namun setelah diajak oleh orang

yang dia kenal, ia berkeputusan untuk menjadi mucikarinya. Ia berpikir bahwa dengan

melakukan pekerjaan ini ia akan mendapat keuntungan yang lebih besar dan dengan

pekerjaan yang lebih mudah juga.

Sebenarnya dari satu faktor akan memengaruhi juga dengan faktor lainnya. Karena

ia memiliki ekonomi yang sulit, maka ia kesusahan untuk mendapat pendidikan. Ia

hanya mengerti bagaimana ia dapat bertahan hidup, yang berarti bagaimana ia dapat

makan dan minum. Maka ia tidak memerdulikan pendidikannya, ia tidak mengerti

bagaimana seharusnya ia berperilaku dan melaksanakan kewajiban-kewawjibannya.

Hal tersebut tentu saja memiliki dampak. Tentu saja ia akan dikucilkan dari

lingkungannya. orang-orang di sekitarnya pasti akan menganggapnya keji, karena ia

baru saja berumur 15 tahun dan dapat melakukan hal seperti itu. Kemudian pada

dirinya juga dapat menjadi stress dan ia hanyalah seorang remaja, belum dapat

memahami segala yang terjadi padanya. Ditambah dengan keadaan orang tuanya yang

telah berpisah pastilah akan menambah pikirannya.

Namun, pada berita yang telah kami baca ia juga telah mendapat penanganan dari

polisi dengan tidak dimasukkan kebalik jeruji besi. Dan ia akan mendapat penanganan

yang serius dari dinas dan psikolog.

18

Page 22: PAPER SOSIO PROSTITUSI kelompok 3

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pelacuran atau prostitusi adalah gejala kemasyarakatan di mana wanita menjual diri

melakukan perbuatan-perbuatan seksual sebagai mata pencaharian. Jelas dinyatakan

adanya peristiwa penjualan diri sebagai profesi atau mata pencaharian sehari-hari dengan

jalan melakukan relasi-relasi seksual.

Prostitusi sendiri masih banyak terjadi baik di dalam Indonesia, maupun di luar

Indonesia. Hal ini masih menjadi sebuah momok negatif yang dihadapi tiap negara karena

memiliki dampak-dampak yang negatif. Dampak-dampak negatif dari prostitusi ini dapat

dilihat dari berbagai aspek kehidupan. Misalnya dari aspek sosiologis, pendidikan,

kewanitaan, ekonomi, kesehatan, ketertiban, dan penataan kota.

Meskipun sebagian besar masyarakat telah mengerti dampak negatif dari kegiatan

pelacuran ini, mereka masih tetap melakukannya. Mereka tetap melanjutkan kegiatan

prostitusi ini karenaterdapat faktor-faktor pendukungnya,yaitu ekonomi, lingkungan,

pendidikan, nilai, gaya hidup, teknologi, dan abnormalitas seksual.

Menurut data dari Blank Map World, seluruh negara di dunia terdapat permasalahan

yang berhubungan dengan prostitusi. Padahal mayoritas negara di dunia menganggap

prostitusi adalah perbuatan yang ilegal. Sedangkan, negara-negara yang menganggap

prostitusi hal yang legal hanya dalam jumlah yang kecil sekitar 10% di dunia.

Kasus-kasus prostitusi di Indonesia pun masih sering muncul. Padahal pemerintah

telah mengaturnya dalam undang-undang mengenai kegiatan-kegiatan asusila ini. Namun,

karena faktor-faktor utama seperti ekonomi dan lingkungannya yang mendukung,

kegiatan prostitusi ini masih banyak berlangsung. Padahal, pemerintah pun telah berusaha

mengurangi dan mencegah kasus-kasus lainnya.

Selain itu, permasalan prostitusi tidak melulu berlatarbelakang masyarakat pedesaan

yang minim pendidikan moral dan sosial, melainkan juga melingkupi faktor ekonomi,

agama, dan bahkan juga ada unsur politik yang menunggangi fenomena PSK tersebut

sebagai pemulus langkah mereka dalam mencapaui jabatan yang diinginkan. Untuk itulah

pembahasan soal prostitusi tidak akan berhenti di sini, dan tetap terbersit harapan yang

19

Page 23: PAPER SOSIO PROSTITUSI kelompok 3

mulia agar supaya prostitusi khususnya di Indonesia dapat segera teratasi dan

terselesaikan dengan menyeluruh.

B. Saran

Saran dari kami adalah sebaiknya pemerintah lebih menggalakkan lagi mengenai

kasus-kasus prostitusi yang terjadi. Berikan pengertian dan penyuluhan kepada

masyarakat terhadap dampak-dampak negatif yang terjadi bila melakukan kegiatan

prostitusi. Selain itu, bila telah terlanjur masuk ke dalam dunia prostitusi sebaiknya

diberikan dan diajak untuk mencoba kegiatan baru. Sebelumnya dapat diberikan

penanganan secara psikologisnya. Dan menurut kami ada baiknya diberikan juga

pendidikan seks pada remaja supaya tidak terjadi tindakan-tindakan yang tidak

diinginkan. Karena di Indonesia seks ini masih dirasa hal yang tabu, sehingga banyak

yang salah langkah.

Kami berharap kegiatan prostitusi ini akan berkurang tingkat kejadiannya. Selain itu

juga Indonesia dapat menjadi negara yang lebih baik lagi kedepannya. Bila moral anak

bangsa ini dapat diperbaiki, kami percaya bahwa bangsa Indonesia bisa menjadi bangsa

yang dipandang oleh dunia.

20

Page 24: PAPER SOSIO PROSTITUSI kelompok 3

DAFTAR PUSTAKA

http://sobatbaru.blogspot.com/2009/02/prostitusi.html

http://ayuhanpard.blogspot.com/2012/07/makalah-prostitusi-tugas-patologi.html

http://sobatbaru.blogspot.com/2009/02/prostitusi.html

http://intraserius.blogspot.com/2010/02/pengaruh-tempat-prostitusi-di-derah.html

http://www.rri.co.id/post/berita/110643/daerah/pemerintah_kota_jambi_akan_menutup_dua_l

okalisasi_prostitusi.html

http://daerah.sindonews.com/read/962519/22/bupati-banyuwangi-tutup-14-lokasi-prostitusi-

1423552329

http://m.kompasiana.com/post/read/688921/1/menanggulangi-prostitusi.html

http://m.hukumonline.com/klinik/detail/lt52f04db5110f4/ancaman-sanksi-bagi-yang-

mendirikan-tempat-prostitusi

http://suhendarsyahalfian.blogspot.in/2013/03/pengertian-prostitusi.html?m=1

http://menanggulangi.blogspot.in/2012/10/upaya-menanggulangi-pelacuran-sebagai.html?

m=1

http://studiomicroteaching.blogspot.com/2012/09/teori-penyimpangan-sosial-menurut-

para.html?m=1

http://dwitakumuwardana.blogspot.com/2009/10/penegakan-hukum-terhadap-

praktek_27.html?m=1

www.tempo.co/read/news/2013/06/12/058487640/Polisi-Ambil-Visum-Mucikari-SMP

21

Page 25: PAPER SOSIO PROSTITUSI kelompok 3

i