-
PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA DI BIDANG
AGRARI UNTUK MENINGKATKAN HASIL PERTANIAN DALAM
RANGKA KEMANDIRIAN EKONOMI INDONESIA
MAKALAH
(Disusun Sebagai Sumbangsih Ilmu Pengetahuan dalam Mengkaji
Ekonomi
Islam, Simposium Nasional Temilnas XIII Malang 2014 )
Oleh :
FoSSEI REGIONAL SUMBAGSEL
SUMATERA SELATANBENGKULU--LAMPUNG
REGIONAL SUMBAGSEL
2014
-
1
LEMBAR PENGESAHAN
PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA DI BIDANG AGRARI
UNTUK MENINGKATKAN HASIL PERTANIAN DALAM RANGKA
KEMANDIRIAN EKONOMI INDONESIA
(Telah diperiksa dan disetujui guna mengikuti simposium nasional
Temilnas
XIII Malang Tahun 2014)
Oleh :
FoSSEI Regional Sumbagsel
Reviewer
Dr. Suhel, M.Si
Perwakilan Tim
Rido Aprianda
Palembang, Maret 2014
Koordinator Regional FoSSEI Sumbagsel
Firmansyariandi
-
2
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan karya tulis
ilmiah dengan judul PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
DI
BIDANG AGRARI UNTUK MENINGKATKAN HASIL PERTANIAN DALAM
RANGKA KEMANDIRIAN EKONOMI INDONESIA ini dengan baik.
Pada kesempatan ini kami tidak lupa mengucapkan terima kasih
yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan karya
tulis ilmiah ini,
terutama kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. Suhel, M.Si., selaku reviewer karya tulis ini,
terima kasih atas segala
bimbingannya.
2. Saudara Firmansyariandi selaku Koreg FoSSEI Sumbagsel
2013-2014.
3. Saudara Koordinator Daerah, Ketua KSEI dan Srikandi
se-Sumbagsel.
4. Kedua orang tua dan seluruh keluarga tercinta, yang telah
memberikan bantuan
baik doa maupun bantuan material.
5. Teman-teman seperjuangan di seluruh KSEI di Sumbagsel maupun
nasional.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkat, imbalan, serta
karunia-Nya
kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan dan
bantuannya yang tidak
ternilai. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan karya ilmiah ini
masih sangat jauh
dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat
diharapkan penulis. Akhirnya, kami berharap semoga karya tulis
ilmiah ini dapat
bermanfaat bagi Penulis sendiri, pembaca sekalian serta
masyarakat luas terutama dalam
hal menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.
Palembang, Maret 2014
Tim Penulis
-
3
DAFTAR ISI
I Pendahuluan
......................................................................................................................
4
1.1 Latar Belakang
......................................................................................................
4
1.2 Rumusan Masalah
..................................................................................................
6
1.3 Tujuan dan Sasaran Penelitian
...............................................................................
6
II Tinjauan Pustaka
.............................................................................................................
7
2.1 Konsep Sumber Daya Manusia
.............................................................................
7
2.2 Urgensi Keterampilan & Profesionalitas SDM
..................................................... 8
2.3 Asas Masyarakat dalam
Islam...............................................................................
8
2.4 Refleksi Teori Pembangunan Pertanian
.................................................................
10
III Metode
Penelitian...........................................................................................................
13
3.1 Jenis Penelitian
.......................................................................................................
13
3.2 Jenis & Sumber Data
.............................................................................................
14
3.3 Metode Pemilihan Data
..........................................................................................
14
3.4 Metode Analisis Data
.............................................................................................
14
3.5 Kerangka Berpikit
..................................................................................................
15
IV
Pembahasan....................................................................................................................
15
4.1 Kondisi Sosial Masyarakat Petani Indonesia
......................................................... 15
4.2 Pendekatan dalam Pengembangan SDM Pertanian
............................................... 19
4.3 Strategi Pengembangan SDM Pertanian
................................................................
22
V Penutup
............................................................................................................................
23
5.1 Kesimpulan
............................................................................................................
23
5.2 Saran
......................................................................................................................
24
Daftar Pustaka
.....................................................................................................................
25
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
...........................................................................................
15
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Sektor-sektor yang menunjang ekonomi Indonesia dari
tahun 2004-2008............ 18
Tabel 2 Bagian dari lahan yang belum dimanfaatkan di Indonesia
.................................... 19
-
4
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi
sumber daya alam yang besar dimana kontribusinya untuk menunjang
kehidupan
masyarakat Indonesia sangatlah tinggi. Eksplorasi sumber daya
alam potensial
yang ada telah dilakukan secara maksimal di seluruh wilayah
Indonesia. Ini
dibuktikan dengan superioritasnya sektor pertanian di masa
sebelum reformasi
dimana sektor ini menjadi pemberi kontribusi terbesar dalam
pendapatan nasional
Indonesia. Dengan melimpahnya kekayaan alam di Indonesia, secara
tidak
langsung ini akan memberikan efek positif dalam meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat.
Dalam struktur perekonomian Indonesia, sektor pertanian
memang
menjadi sektor andalan masyarakat menengah ke bawah dalam
mencapai
kesejahteraannya atau minimal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
karena
sektor inilah yang secara aktivitas maupun keterampilan memang
lebih dekat
dengan mereka. Adapun sektor pertanian yang pada tahun 1983
menjadi penopang
kontribusi terbesar untuk Pendapatan Domestik Bruto (PDB), kini
mulai
mengalami stagnasi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada
tahun 1985,
struktur ekonomi di Indonesia mengalami perubahan di sektor
lapangan usaha
dimana Indonesia mulai beralih ke dunia Industri. Ini dibuktikan
dengan tren
positif dari dunia industri itu sendiri yang selalu menunjukkan
perkembangan
yang cukup signifikan. Pada tahun 2012 saja, sektor industry
memberikan
kontribusi terbesarnya sekitar 670 Milyar Rupiah, sedangkan
sektor pertanian
hanya berkontribusi sekitar 327 Milyar Rupiah terhadap PDB.
Keadaan ini sangat
timpang bila dilihat dari sudut pandang bahwa Negara Indonesia
merupakan
negara yang kaya akan sumber daya alamnya.
Selain itu juga, penilaian sektor pertanian itu sendiri menjadi
fokus
utama dalam melihat keberhasilan sektor ini untuk membantu
masyarakat
memperbaiki taraf hidup mereka. Dengan melihat trend konsumtif
masyarakat
Indonesia, produk pertanian Indonesia kalah saing dengan produk
luar negeri di
-
5
dalam negeri sendiri. Lalu, persaingan pasar global di
negara-negara penerima
ekspor yang semakin kuat menjadikan eksistensi produk pertanian
Indonesia
menjadi tanda tanya. Indonesia yang notabennya memiliki bentang
alam yang
subur, tentunya memiliki potensi yang besar dalam mengembangkan
bidang
pertanian. Beras, rempah-rempah, buah-buahan, sayur-sayuran,
kopi, teh, karet,
dan lain sebagainya merupakan produk pertanian yang menjadi
produk andalan
Indonesia yang bisa dipotensikan semaksimal mungkin. Namun,
seperti yang
diketahui bersama bahwa Indonesia masih mengimpor beras, jeruk,
apel, anggur
dan lain-lain dari luar negeri. . Bahkan bila dipersepsikan
dalam segi harga,
produk pertanian Indonesia dinilai dengan harga yang sangat
murah dibandingkan
dengan produk yang didatangkan dari luar. Tentunya, cita-cita
para petani akan
mustahil tercapai dalam mencapai kesejahteraan bila kondisi ini
terus terjadi. Ada
beberapa faktor penentu yang mengakibatkan agriculture output
dari Indonesia
kurang mampu memberikan kontribusi yang maksimal dalam
menunjang
pendapatan negara maupun meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Salah satunya
ialah faktor kualitas yang berkaitan langsung dengan minimnya
pelaku
professional dalam mengelola sektor pertanian dengan baik.
Berdasarkan data BPS dilihat dari segi pendidikan, pada
tahun
2010 sektor pertanian didominasi oleh masyarakat yang
berpendidikan tamat SD
sebesar 38,49% dan hanya 0,57% orang yang tamat perguruan
tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa bila dilihat dari sisi profesionalitas, memang
output yang
akan dihasilkan tidak akan maksimal bila dikaitkan dengan input
dan penanganan
yang kurang memadai. Namun dalam hal ini, konsep profesionalitas
yang
dikaitkan dengan pendidikan, tidak selamanya menjadi ukuran
bahwa sektor
pertanian gagal dikarenakan karena pengelolaan bukan berada di
tangan yang ahli.
Dalam agama islam, memang diajarkan bahwa sebuah pekerjaan
itu harus dilandasi dengan ilmu di dalamnya, namun tidak
mengharuskan
seseorang itu harus berpendidikan tinggi. Islam mengajarkan agar
manusia itu
selalu berkerja dan mencari rezeki sebanyak-banyaknya dengan
kemampuan yang
didapatkannya dari pemahaman. Tentunya, pemahaman bisa
didapatkan secara
langsung dalam proses belajar. Dalam hal ini, keterampilan dalam
bertani,
-
6
berternak, berkebun dan lain sebagainya didapatkan dalam proses
belajar. Adapun
kualitas merupakan efek turunan dari proses belajar yang menuju
pada
pemahaman dan improvisasi keterampilan. Berkaitan dengan hal
tersebut, proses
belajar dalam jenjang pendidikan formal khususnya untuk yang
ingin bergelut di
bidang pertanian tentunya akan sangat mustahil dilakukan oleh
masyarakat yang
dominasinya adalah masyarakat menengah ke bawah mengingat biaya
yang akan
dikeluarkan tidak sedikit. Maka, proses belajar tidak harus
dilalui melalui
pendidikan formal saja, tetapi bisa juga diwakili dengan
pendidikan informal
dalam pemanfaatan lembaga kecil yang dibentuk dengan orientasi
masyarakat.
Dalam hal ini, pemanfaatan lembaga masyarakat dirasa penting
untuk menunjang
kualitas sumber daya manusia. Mereka bisa menambah wawasan
tentang dunia
pertanian lebih baik lagi, serta mendapatkan sebuah pemikiran
baru untuk
menghasilkan sebuah produk pertanian yang memiliki daya saing
tinggi.
Oleh sebab itulah, penulis bermaksud untuk membahas tentang
pentingnya kualitas sumber daya manusia dalam sektor pertanian
di Indonesia
dalam rangka menciptakan kemandirian bangsa.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka pertanyaan
penelitian (research question) yang dikemukan adalah: Bagaimana
upaya
meningkatkan kualitas sumber daya manusia di bidang agrari untuk
meningkatkan
hasil pertanian dalam rangka kemandirian ekonomi Indonesia?
1.3. Tujuan dan Sasaran Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji upaya peningkatan
kualitas sumber daya manusia bidang agrari untuk meningkatkan
hasil pertanian
dalam rangka kemandirian ekonomi Indonesia dengan beberapa
sasaran
sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi kondisi sosial dan ekonomi masyarakat petani
di Indonesia;
-
7
2. Mengidentifikasi usaha pemerintah dalam bidang pertanian
melalui
kebijakan-kebijakan yang ada seperti Rencana Strategis
(Renstra),
Program Pembangunan Daerah (Propeda), dan sebagainya
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Sumber Daya Manusia
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang mempunyai
tugas sebagai khalifah di muka bumi ini. Manusia memiliki peran
untuk dapat
menjadi seorang pemimpin yang berorientasi pada peningkatan
kesejahteraan
(Maslahah) di bumi. Sebagai makhluk hidup yang telah diberikan
kesempurnaan
secara fisik maupun rohaniah, manusia memiliki sebuah keunggulan
intelektual
dan thingking mind dibanding makhluk lainnya, khususnya
penggunaan akal
sebagai dasar pengembangan pengetahuan menjadi sebuah ilmu.
Menurut
Muzayyin Arifin, Allah telah memberikan seperangkat kemampuan
dasar kepada
manusia yang memiliki kecenderungan berkembang yang menurut
aliran
psikologi behaviorisme disebut pre potence reflex (kemampuan
dasar yang secara
otomatis berkembang). Kemampuan dasar ini pada dasarnya
merupakan orientasi
dari sumber daya manusia (SDM) itu sendiri.
Dalam ruang lingkupnya, manusia dapat diberdayakan apabila
kestabilan (tawazun) dua komponen utama sumber daya manusia,
yaitu jasmani
dan rohani dapat diwujudkan. Kualitas jasmani dan rohani secara
konteks
keilmuan memang dibagi dalam bentuk fisik maupun non fisik. Pada
umumnya,
wujud kualitas fisik ditampakkan oleh postur tubuh, kekuatan,
daya tahan,
kesehatan, dan kesegaran jasmani. Dari sudut pandang ilmu
pendidikan, kualitas
non fisik manusia mencakup aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Kualitas
aspek kognitif digambarkan oleh tingkat kecerdasan individu,
sedangkan kualitas
ranah afektif digambarkan oleh kadar keimanan, budi pekerti,
integritas
kepribadian, serta ciri-ciri kemandirian lainnya. Sementara itu,
kualitas ranah
psikomotorik dicerminkan oleh tingkat keterampilan,
produktivitas, dan
kecakapan mendayagunakan peluang berinovasi.
Sehingga, Sumber daya manusia merupakan bentukan dari
sumber-
sumber potensial yang memiliki peluang untuk dikembangkan baik
secara
-
8
jasadiyah maupun rohaniah Kemudian, apabila terdapat
keseimbangan (tawazun)
di dalamnya, maka. kemampuan/keahlian akan berdaya secara
maksimal.
2.2. Urgensi Ketrampilan dan Profesionalitas Sumber Daya
Manusia
Sebuah usaha yang dilakukan pada dasarnya ditentukan oleh
sumber daya apa yang digunakan. Sumber daya manusia yang dalam
hal ini
berperan sebagai pelaku dalam pengendalian objek usaha tentunya
memerlukan
penyokong kuat dalam hal teknis yaitu sebuah keterampilan dan
profesionalitas.
Keterampilan merupakan sebuah keahlian yang telah teruji
berdasarkan
pengalaman yang dilakukan secara terbiasa sehingga efektifitas
usaha tercapai.
Sedangkan, profesionalitas merupakan wujud dari keterampilan
yang dilakukan
secara efisien. Kedua hal ini merupakan bagian substansi dari
pemaksimalan
konsep sumber daya manusia dlilihat dari dua arah yaitu dalam
dan luar (cakap
dalam pemikiran, dan cakap dalam perbuatan). Dalam menunjang SDM
yang
dapat diberdayakan, keterampilan dan profesionalitas sangat
dibutuhkan untuk
dapat ditanamkan dalam hierarki manusia itu sendiri, karena
dengan SDM yang
berkualitas, maka semua hal yang dikerjakan akan maksimal dan
menghasilkan
dengan ukuran yang baik.
2.3. Asas Masyarakat Menurut Islam
Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan satu
sama lainnya dalam melakukan sesuatu hal yang berdasar pada
pemenuhan needs.
Tentunya, manusia akan cenderung membentuk kelompok-kelompok
yang sering
disebut dengan masyarakat. Masyarakat sangat berorientasi pada
pandangan yang
sepaham dan searah diantara mereka. Segala pemahaman dan
pengembangan ilmu
akan sanagt dipengaruhi oleh bentukan pola kehidupan di dalam
masyarakat
tersebut. Secara hierarki, masing-masing masyarakat merupakan
sumber daya
manusia yang potensial dimana peran bentukan dari komunitas dan
jangkauan
wawasan dalam pemenuhan kebutuhan dua elemen dasar SDM menjadi
penentu
apakan masyarakat dikategorikan berdaya atau tidak.
Allah SWT berfirman :
-
9
65. Hai Nabi, Kobarkanlah semangat Para mukmin untuk berperang.
jika ada dua puluh orang
yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua
ratus orang musuh. dan
jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka
akan dapat mengalahkan seribu
dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum
yang tidak mengerti.
103. dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah,
dan janganlah kamu bercerai
berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu
dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-
musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu
karena nikmat Allah, orang-
orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang
neraka, lalu Allah menyelamatkan
kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu, agar kamu
mendapat petunjuk.
Dalam konsep Islam, masyarakat pada dasarnya harus dibentuk
dengan pemahaman akan iman, ukhuwah, dan kesepahaman dan
keselarasan.
Iman yang dimaksudkan di sini ialah iman yang sempurna yang
menjurus kepada
taqwa. Setidak-tidaknya di tahap iman seorang muslim adalah iman
ayan atau
iman di hati. Iman seharusnya diyakini dan dijadikan pegangan
dan aqidah. Usaha
-
10
dan perjuangan yang dibangunkan oleh umat Islam yang teguh iman
mereka
seperti ini akan menjadi kuat dan dibantu oleh Tuhan walaupun
jumlah mereka
sedikit. Sebaliknya, usaha dan perjuangan yang dibangunkan oleh
umat Islam
yang lemah iman mereka akan turut menjadi lemah dan tidak
dibantu Tuhan
walaupun jumlah mereka ramai.
Sedangkan, Ukhuwah dan kasih sayang sesama umat Islam tidak
akan dapat dibina tanpa iman dan taqwa. Kasih sayang adalah buah
dari iman.
Hasil dari ukhuwah dan kasih sayang akan timbul tolong menolong,
bantu-
membantu, berlapang dada, bertoleransi, suka memberi maaf, suka
meminta
maaf, bertimbang rasa dan sebagainya. Akan timbul rasa bersama
dan
bekerjasama. Ini semua akan membuat perpaduan dan persaudaraan.
Umat Islam
akan menjadi kuat dan bersatu padu. Kesepahaman tidak akan
timbul tanpa iman
dan ukhuwah. Iman dan ukhuwah bisa meningkatkan kesepahaman.
Umat Islam
perlu bersatu pahaman dalam segala hal. Bersatu pahaman dalam
aqidah. Bersatu
pahaman dalam ibadah. Bersatu pahaman dalam akhlak. Bersatu
pahaman dalam
menetapkan siapa lawan dan siapa kawan. Bersatu pahaman dalam
menerima hal-
hal ijtihad dan mazhab dalam masalah-masalah furuk. Bersatu
pahaman dalam
berjuang dan berkorban. Begitulah tiga kekuatan asas bagi umat
Islam. Tanpa
ketiga kekuatan asas ini, umat Islam akan menjadi lemah dan
tidak dapat
berakselerasi. Dengan adanya ketiga kekuatan asas ini, barulah
kekuatan-kekuatan
lahir atau kekuatan-kekuatan tambahan yang lain yang akan
mempunyai makna
sehingga akselarasi keterampilan dan profesionalitas pun dapat
tercapai.
2.4 Refleksi Teori Pembangunan Pertanian
Pembangunan menjadi suatu hal yang menarik untuk dipelajari.
Ketertarikan mengenai hal ini mucul sejak berakhirnya perang
dunia II. Sukirno
(2006) mengemukakan beberapa hal yang membuat banyak pihak
tertarik dengan
hal ini:
1. Keinginan negara berkembang untuk mengatasi
keterbelakangan
Setelah berakhirnya perang dunia, maka banyak negara-negara
baru
bermunculan. Tidak jarng dari mereka berada dalam posisi negara
terbelakang/
-
11
miskin. Maka beranjak dari sinilah timbul semangat kebangsaan
mereka untuk
bangkit mensejahterakan kehidupan masyarakatnya.
2. Sebagai usaha membantu mewujudkan pembangunan ekonomi
untuk
menghambat perkembangan
Setelah berakhirnya perang dunia II terjadilah apa yang
dianamakan
Perang Dingin. Dunia terbagi menjadi dua blok besar. Yakni, blok
barat yang
menganut paham liberal (diwakili Amenrika Serikat), dan blok
timur yang
menganut paham komunis (yang diwakili Uni Soviet). Kedua blok
ini memiliki
keinginan untuk menghegemonikan paham yang dianutnya di seluruh
dunia.
Maka negara yang paling rentan terhadap hegemoni ini adalah
negara-negara yang
baru bermunculan pasca perang dunia II. Amerika sebagai wakil
dari blok barat
dalam hal ini gencar sekali memberikan bantuan terhadap
negara-negara miskin
baru tersebut dengan maksud negara-negara tersebut tidak menjadi
pendukung
komunis.
3. Sebagai usaha untuk meningkatkan hubungan
Umumnya negara-negara bekas jajahan merupakan negara yang
kaya
akan sumber alam, oleh karena itu pnjagaan hubungan antara
negara maju dan
negara baru tersebut akan melanggengkan kegiatan perekonomian
antara kedua
negara.
4. Berkembangynya keinginan untuk membantu negara
berkembang.
Pada awal tahun 50-an kurang dari tiga perempat penduduk dunia
berada
di negara berkembang (baru), dengan taraf kemakmuran berada
dibawah negara
maju. Hal ini menimbulkan minat dari negara-negara maju untuk
membantu
negara-negara berkembang. Bantuan diberikan melalui berbagai
macam cara,
seperti pemberian dana bantuan, pengiriman tenaga ahli,
pemberian bahan
makanan, maupun pembangunan infrastruktur.
Dari penjelasan di atas maka dapat dilihat bahwa objek utama
dari
pembangunan tersebut adalah negara dunia ketiga/ berkembang
(termasuk
Indonesia). Selain itu pengaruh negara-negara yang telah lebih
dahulu
-
12
berkembang/ maju (negara-negara dunia pertama dan kedua) sangat
besar
perannya.
Namun demikian terlalu besarnya pengaruh pemikiran
pembangunan
negara maju kadang menimbulkan masalah bagi negara berkembang
yang
menerapkan asas-asas pembangunan mereka. Sebagai mana disebutkan
Hettne
(2001) bahwa negara dunia ketiga bersifat khusus dan secara
kualitatif berbeda
dengan negara pertama (kapitalis), maupun negara kedua (sosialis
dahulu).
Sehingga tidak jarang solusi-solusi pembangunan yang ditawarkan
oleh negara-
negara tersebut tidak tepat sasaran, walaupun telah mengahbiskan
dana bantuan
yang sangat banyak. Hal inilah yang dikritisi oleh M. Yunus
(2007) terhadap
kebijakan pinjaman yang diberikan negara-negara donor yang
diwakilkan oleh
Bank Dunia dan IMF, dalam menanggulangi kemiskinan di Filipina.
Oleh karena
itu dalam proses pembangunan pendekatan-pendekatan yang
digunakan
hendaknya memiliki kearifan lokal.
Sehingga teori-teori pembangunan dapat dikelompokkan menjadi
tiga
bagian yang berkembang secara tesis dan antitesis yang
perkembangannya
mengikuti wacana teori dan aksi secara berulang-ulang
(Syahyuti). Pada tahap
pertama muncul Teori Modernisasi yang berada dalam kerangka
Teori Evolusi.
Teori ini muncul di AS yang mengaplikasikannya dalam Program
Marshal Plan.
Karena ada ketidakpuasan terhadap pola pembangunan ini, maka
kemudian lahir
Teori Ketergantungan (Dependency Theory) yang memiliki sisi
pandang dari
negara-negara dunia ketiga yang berada dalam posisi tergantung
terhadap negara-
negara maju. Terakhir, untuk cara pandang yang lebih sempurna,
lahir Teori
Sistem Dunia (The World System Theory), dimana dunia dipandang
sebagai
sebuah sistem yang sangat kuat yang mencakup seluruh negara di
dunia, yaitu
sistem kapitalisme. Strategi pembangunan pertanian dan pedesaan
di Indonesia
sendiri mengalami perubahan pendekatan yang sangat menarik,
sehingga secara
sederhana bisa dipetakan ke dalam tiga fase yang khas (distinct)
(Dharmawan,
2006)
Fase Pertama: Ideologi Modernisme Tumbuh dan Menguat
-
13
Pada 25 tahun pertama sejak kemerdekaan 17-08-1945,
pembangunan
pedesaan lebih banyak menempuh pendekatan pemenuhan basic-needs
approach.
Di tengah-tengah hiruk-pikuknya perubahan politik di masa itu,
pendekatan
pembangunan ini tampil melalui berbagai program yang sangat
memikat seperti
pemberantasan buta-aksara, peningkatan pelayanan air-bersih,
penekanan angka
kematian ibu melahirkan, memperpanjang usia harapan hidup,
pemenuhan
kebutuhan sandangpangan-papan dan yang sejenisnya.
Pada kurun waktu itu, pembangunan pangan dan pertanian
pedesaan
ditandai juga oleh introduksi teknologi produksi pertanian yang
kemudian dikenal
sebagai bagian dari revolusi hijau (pengenalan varietas unggul,
pupuk buatan,
mekanisasi pertanian,irigasi teknis, dan intensifikasi pertanian
massal)
Fase Kedua: Ideologi Modernisme dan Industrialisme
Sementara desa terus mengalami perubahan struktural yang luar
biasa,
pada fase 25 tahun kedua (1970-1995), diperkenalkan pendekatan
baru dalam
ranah yang secara sederhana disebut sebagai transformasi
pedesaan yang agak
radikal. Dalam hal ini, ditempuh strategi pembangunan manusia
seutuhnya
bersama-sama dengan upaya industrialisasi berbasiskan pertanian.
Strategi
industrialisasi yang diambil menunjukkan bahwa perubahan
sosial-ekonomi tetap
berjalan dalam ranah developmentalism-modernism.
Fase Ketiga: Penguatan Ideologi Demokratisme dan Populisme
Nasib perjalanan pembangunan pedesaan, sedikit berubah arah pada
fase
ketiga atau terakhir (sejak tahun 1996). Pada fase ketiga,
pembangunan pedesaan
menemukan format yang samasekali berbeda dari dua fase
sebelumnya. Pada fase
terakhir ini, pembangunan pertanian-pedesaan lebih banyak
menitik-beratkan
pada pemenuhan kebutuhan politik warganya.
III. METODE PENULISAN
3.1 Jenis Penulisan
-
14
Dengan rumusan masalah yang telah tersusun, penulis
menggunakan
pendekatan penelitian secara kualitatif untuk mendapatkan jenis
data yang bersifat
deskriptif. Lalu, penulis berusaha melakukan eksplorasi data
guna menjawab
alternatif upaya peningkatan SDM bidang agrari.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan oleh penulis dalam karya tulis ini
adalah jenis
data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari
orang kedua yaitu
melalui buku, jurnal, tesis, majalah, artikel yang berkaitan
dengan karya tulis ini.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Dalam membuat karya tulis ini, penulis mengumpulkan data-data
melalui
studi pustaka. Studi pustaka yaitu dengan membaca
literatur-literatur yang
berkaitan serta menunjang penulisan karya tulis ini, baik berupa
pustaka cetak
maupun data-data dari internet, sehingga dari sinilah sumber
informasi data
sekunder diperoleh oleh penulis.
3.4 Metode Analisis Data
Penulis dalam menganalisa data-data yang diperoleh melalui tiga
tahap
yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan
(Miles dan
Huberman dalam Darmawan, 2011).
a. Reduksi Data
Yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan,
pengabstrakkan, dan transformasi data yang muncul dari
catatan-catatan.
Reduksi data berlangsung secara terus-menerus selama proyek
yang
berorientasi kualitatif berlangsung.
b. Penyajian Data
Yaitu sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan
adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian yang
paling
sering digunakan pada data kualitatif adalah bentuk teks
naratif.
c. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi
-
15
Yaitu sebuah proses menganalisis kualitatif dengan mencari makna
benda
benda mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan yang
memungkinan, alur
sebab akibat dan proposisi.
3.5 Kerangka Berpikir
Gambar 1.
Kerangka Pemikiran
Sumber : olahan penulis
IV. PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Petani Indonesia
Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beberapa pulau,
sehingga
diberi gelar Negara Kepulauan Terbesar. Sesungguhnya, hal ini
merupakan salah
satu modal utama bangsa ini untuk melakukan pembangunan
berkelanjutan.
Setiap pulau memiliki beberapa keistimewaan seperti Pulau Jawa
yang tanahnya
bagus untuk melakukan kegiatan pertanian atau Pulau Kalimantan
yang kondisi
tanahnya lebih bagus untuk kegiatan perkebunan. Seluruh kegiatan
pertanian
inilah yang bisa menunjang Indonesia menjadi lebih maju. Belum
lagi, adanya
faktor iklim tropis yang menunjang semua kegiatan pertanian di
Indonesia ini.
Peluang dan upaya
perbaikan
Permasalahan
Agraria
Peningkatan
kualitas SDM bidang
agrari
Kemandirian
ekonomi
Kesejahteraan
Umat
-
16
Meskipun begitu, dari segi kondisi social dan ekonomi dari para
petani
sendiri, tampaknya belum begitu menunjukkan suatu perkembangan
yang baik.
Kita ambil contoh pada suatu kasus pada saat Perum Perhutani
mengajak rakyat
Desa Padasari, Kabupaten Sumedang untuk melakukan suatu pola
kemitraan guna
meningkatkan produktivitas komoditas vanili. Sebagian kecil dari
petani tertarik
untuk melakukan pola kemitraan, namun sebagian besar justru
tidak tertarik. Hal
ini disebabkan oleh faktor sosial dan ekonomi dari mereka.
Faktor sosial terdiri
dari umur, pendidikan, pengalaman berusaha tani, jumlah anggota
keluarga, status
sosial, status penguasaan lahan, informasi teknologi yang
meliputi frekuensi
penyuluhan dan kontak lembaga. Faktor sosial inilah yang membagi
petani
menjadi petani mitra, yakni petani yang tertarik untuk mengikuti
pola pertanian
yang ditetapkan oleh contohnya Perum Perhutani, dengan petani
non mitra.
Dilihat dari segi umur petani, umumnya tergolong dalam usia
produktif.
Dengan umur rataan 47 tahun, menunjukkan bahwa petani mitra
secara fisik
sangat potensial dalam menjalankan dan mengembangkan usaha
pertanian melalui
pola yang ditentukan oleh pemerintah. Sebaliknya dengan petani
non mitra yang
rataan usianya 61 tahun, secara fisik kurangmendukung dalam
menjalankan
usahatani. Kemudian, ditinjau dari tingkat pendidikan formal
yang ditempuh
petani, terlihat bahwa masing-masing petani memiliki tingkat dan
lama
pendidikan yang beragam, bahkan ada yang tidak tamat SD. Lama
pendidikan
tertinggi yang pernahditempuh masing-masing adalah 12 tahun atau
setara dengan
tingkat SMU, dengan rataanpendidikan yang ditempuh 11 tahun
untuk petani
yang memiliki kondisi sosial yang menunjang dan 6 tahun untuk
petani yang
sebaliknya.
Untuk pengalaman usahatani, rata-rata telah dicapai petani mitra
selama
11 tahun dan 15 tahun pada petani non mitra. Dengan pengalaman
usahatani vanili
yang lebih dari 10 tahun, jelas berpengaruh terhadap keahlian
dan keberhasilan
usaha tani, sehingga meskipun pendikan formal dan informalnya
rendah, tetapi
dengan pengalaman berusahatani yang cukup lama, petani merasa
mampu dan ahli
dalam mengusahakan usaha tani. Dari sisi jumlah anggota keluarga
produktif,
terlihat bahwa jumlah anggota keluarga produktif bagi petani
mitra rata-rata lima
-
17
orang dan rata-rata empat orang bagipetani non mitra. Banyaknya
jumlah anggota
keluarga produktif dalam suatu keluarga,memungkinkan
berkurangnya biaya
tenaga kerja luar keluarga sehingga diharapkanpendapatan
keluarga akan
meningkat.
Dari sisi jarak, Petani mitra memiliki jarak yang relatif dekat
dari
rumahnya menuju lahan untuk melakukan kegiatan usahatani,
sehingga
memudahkan para petani tersebut untuk lebih intensif melakukan
kegiatan
usahataninya. Sedangkan petani non mitra, umumnya memiliki jarak
dari
rumahnya menuju lahan untuk melakukan usahatani relatif jauh.
Sementara faktor
ekonomi yang mempengaruhi pengambilan keputusan petani adalah
luas lahan,
jumlah tenaga kerja, pendapatan, status lahan, keanggotaan dalam
kelompok tani,
resiko, tersedianya kredit, serta kelembagaan.Petani mitra
umumnya lebih
cenderung apabila luas usahataninya tidak begitu luas. Apabila
cukup luas, para
petani akan cenderung untuk mengelola usaha tani dengan
kemampuannya
sendiri. ( Erna Rachmawati 2008)
Sektor pertanian merupakan sektor vital sebuah negara agar
dapat
melanjutkan pembangunannya. Mantan Presiden Indonesia,
Ir.Soekarno dalam
salah satu pidatonya menyebutkan Hidup matinya sebuah negara,
ada ditangan
sector pertanian negeri tersebut.Hal ini pun sudah diakui oleh
mantan presiden
kita sendiri. Namun, dewasa ini sektor pertanian tampaknya sudah
mulai merosot
di mata rakyat Indonesia sendiri. Dengan adanya revolusi
Industri, serta mulai
berkembangnya teknologi dan informasi, masyarakat Indonesia
secara perlahan-
lahan mulai mulupakan betapa pentingnya sektor pertanian dari
negara itu sendiri.
Berikut table yang menunjukkan sektor-sektor yang menunjang
negeri kita
Indonesia dari tahun 2004-2008 :
-
18
Dari tabel diatas, terlihat bahwa sektor pertanian dari tahun
2004-2007
tidak mengalami peningkatan. Bahkan dari jumlahnya sendiri,
sektor pertanian
masih kalah dengan sektor-sektor lainnya. Hal ini pulalah yang
menyebabkan
terpuruknya para petani di negeri ini. Masyarakat Indonesia
cenderung
menganggap remeh pertanian, sehingga secara tidak langsung juga
mengganggap
remeh para pelaku usahatani sendiri yakni petani. Apabila tidak
ada respect yang
cukup baik dari masyarakat maupun dari pemerintah, terhadap para
petani di
negeri ini, bagaimana sector pertanian akan maju?
Dari segi lahan, seperti yang sudah disebutkan di atas lahan
yang ada di
Indonesia sangat mendukung untuk melakukan kegiatan pertanian,
seperti tanah di
Pulau Jawa yang sangat cocok untuk bertanam padi atau tanah di
sekitar Pulau
Kalimantan atau Pulau Sumatra yang cocok untuk mendukung
kegiatan
perkebunan, seperti kelapa sawit. Meskipun begitu, lahan yang
ada di Indonesia
belum sepenuhnya dimaksimalkan untuk melakukan kegiatan usaha
tani. Bahkan,
banyak lahan yang telah tersedia tidak digunakan untuk kegiatan
usahatani,
padahal lahan tersebut merupakan lahan yang subur dan cocok
untuk melakukan
kegiatan usaha tani, contohnya adalah lahan-lahan yang ada di
Pulau Jawa dewasa
ini. Berikut tabel yang menunjukkan bagian dari lahan yang belum
dimanfaatkan
di Indonesia :
-
19
4.2 Pendekatan Dalam Pengembangan Kualitas SDM Pertanian
Pembangunan Pertanian tentnya tidak akan terlepas dari
pembicaraan
mengenai pengembangan kualitas SDM yang dalam hal ini adalah
petani. Data
BPS tahun 2007 (per maret 2007) menunjukkan bahwa rata-rata
penduduk miskin
yang berada di pedesaan sebesar 20,37%. Lebih besar dibandingkan
dengan angka
kemiskinan diperkotaan sebesar 12,52%. Kondisi ini menggambarkan
mayoritas
penduduk miskin di Indonesia terletak di pedesaan yang notabene
adalah petani.
Selain itu ini juga bisa menggambarkan bahwa produktivitas dari
petani tersebut
masih minim.
Namun demikian, meningkatkan kesejahteraan petani sebatas
angka-angka
ekonomi bukanlah berarti satu-satunya jalan keluar bagi
peningkatan kualitas
SDM pertanian tersebut. Penulis pernah berkesempatan
berinteraksi dengan salah
seorang Toke (lintah darat) di suatu desa. Dari hasil interaksi
dengannya penulis
berkesimpulan bahwa motif peminjaman yang dilakukan petani kecil
tidak hanya
-
20
karena himpitan ekonomi, akan tetapi ada suatu sikap mental dari
para petani
tersebut yang terbiasa dengan berhutang.
Lain halnya dengan cerita seorang anak petani karet di Jambi,
menyangkut
penyebab harga karet jatuh di suatu desa adalah karena adanya
oknum yang
mengoplos karet dengan barang lain.
Dari penjelasan singkat diatas dapatlah disimpulkan bahwa
pembangunan
SDM pertanian tidak dapat dijelaskan dengan asumsi kebutuhan
ekonomi secara
linier, namun diperlukan pendekatan yang lebih khusus dalam
menganalisa
permasalahannya. Oleh karena itu diperlukan
pendekatan-pendekatan yang lebih
kompleks dalam melihat hal ini. Adi (2007) membagi tiga dimensi
dalam melihat
suatu pembangunan manusia, yakni:
1. Dimensi Makro
Dimensi ini melihat pembangunan SDM pertanian dari skala
kebijakan
makro/ meluas. Sehingga analisa gejala sosial yang digunakannya
dalam bentuk
kerangka yang luas sebagai agregasi-agregasi sosial. Pada level
ini peningkatan
SDM pertanian memiliki beberapa kendala.
Kendala yang paling utama dalam konteks makro pembangunan
SDM
pertanian adalah masalah pendidikan dari SDM pertanian itu
sendiri. Berkenaan
masalah pendidikan di Indonesia, sebenarnya sudah ada kemajuan
dalam
pemerintahan SBY-JK mengenai peningkatan APBN hingga 20%
-walaupun hal
tersebut dilakukan secara bertahap. Namun yang perlu
diperhatikan bahwa sebesar
apapun anggarn yang di berikan pada bidang ini tentunya tidak
akan berguna bila
dalam pengelolaannya tidak di atur (baca: management) dengan
baik, serta
aparatnya masih belum memiliki strong and positive will.
Terlebih lagi
pendidikan bagi insan pertanian yang hingga hari ini masih
marginal
dibandingkan dengan pendidikan bidang lain.
Selain itu berkaitan dengan kebijakan insentif, hingga hari ini
masih belum
memihak pada petani indonesia. Petani masih menjadi penerima
persentase
keuntungan terkecil dalam rantai tata niaga. Hal ini tentunya
menyebabkan
kesenjangan ekonomi antara pedagang dan petani, serta
memungkinkan terjadinya
gejolak sosial (termasuk fenomena yang akan dijelaskan dalam
dimensi mikro).
-
21
Maka beranjak dari masalah-masalah diatas, adalah hal yang wajar
bila sektor
pertanian menjadi tidak populer dan orang lebih memimpikan hidup
melalui
sektor lain (baca: hijrah geografis, maupun moral) yang lebih
instan dan lebih
tinggi insentifnya. Akibatnya orang-orang yang tetap tinggal
bersama pertanian
lebih cenderung merupakan jalan akhir untuk bertahan hidup.
2. Dimensi Mezzo
Dimensi ini melihat pembangunan SDM pertanian melalui
bentuk-bentuk
komunitas/ organisasi. Salah satu persoalan dalam konteks ini
adalah para
pendamping petani yang (terkadang) belum memiliki pemahaman yang
mendalam
dari materi-materi yang diberikan, maupun pelaksanaan teknis
lapangan yang
tidak terencana. Sebagai contoh adalah penggalakkan program
pembuatan kompos
di Limau Manis oleh pemerintah daerah pada para petani, namun
petani tidak
pernah dilatih/ asistensi tentang pembuatan kompos tersebut.
Akibatnya program
tersebut tidak dapat dijalankan karena kendala praktek.
Hal tersebut tentunya amat disayangkan, karena selain program
(yang tentunya
telah melewati birokrasi yang panjang dalam pengesahannya)
tersebut tidak
berjalan juga berdampak pada berkurangnya kredibilitas dari para
aparat dimata
petani (anti trust). Sehingga berdampak pada kelanjutan program
pemberdayaan
petani selanjutnya.
3. Dimensi Mikro
Dimensi ini melihat pembangunan SDM pertanian dari skala
kebijakan
mikro. Sehingga analisa gejala sosial yang digunakannya dalam
bentuk kerangka
motivasi individual. Segelintir pengalaman penulis yang
diceritakan diatas,
menjelaskan bahwa permasalahan pertanian di Indonesia secara
umum, khususnya
yang menyangkut kualitas SDM tidak hanya dapat dijelaskan
melalui penjelasan
ekonomis. Akan tetapi sosial budaya masyarkat sangat berpegaruh
di dalamnya.
Cerita-cerita diatas (diantara banyaknya cerita lain di seluruh
Indonesia),
menunjukkan bahwa ada suatu permasalahan etos kerja yang buruk,
mentalitas
materialistik, pola pikir yang instan, serta moral dan etika
yang tidak terbina. Hal
ini menjadi cerminan dari mental korup dan menghalalkan segala
cara dalam
-
22
pembangunan secara umum. Yang tentunya menghambat pembangunan
pertanian
itu sendiri.
4.3 Strategi-Strategi Pengembangan SDM Pertanian Dalam
Memecahkan
Masalah Pertanian
Dari tiga dimensi yang telah dijelaskan diatas maka penulis
mencoba
untuk memberikan tawaran-tawaran kebijakan pembangunan SDM
pertanian.
1. Dimensi Makro
a. Pendidikan, Finlandia yang dengan anggaran hanya sebesar 13%
telah
berhasil memposisikan pendidikannya sebagai terbaik didunia
-versi The
Economist 2005, tentunya menjadi bukti peran manajemen
pendidikan dan
strong and positive will dari stakeholder pendidikan suatu
negara. Alokasi
anggaran pendidikan Finlandia menunjukkan pendekatan pendidikan
yang
beragam, termasuk didalamnya pendidikan politeknik dan
vocational
(berorientasi pada skill). Selain itu sestim di negara ini
memberikan tanggung
jawab yang besar kepada guru untuk merumuskan materi dan pola
pendidikan
dengan merujuk pada tantangan pendidikan terkini dan masa
mendatang
(Tim peneliti PSIK, 2008).
b. Insentif, Berdasarkan laporan Europan Comission 2003, UE (Uni
Eropa)
memecahkan masalah ini dengan memberikan suntikan dana sebesar
500 juta
euro per tahun. Dana yang dikucurkan mulai awal 2000 digunakan
untuk
membantu pembiayaan struktur konversi, rantai pemasaran, dan
pembinaan
mutu hasil pertanian (Adhi, dalam Yustika 2005). Pemerintahan
negara
berkembang seperti Indonesia jelas tidak mungkin disamakan
dengan negara-
negara maju UE. Untuk mengatasi masalah ini tentunya
pemerintahan negara
berkembang seperti Indonesia tentunya sulit untuk bekerja
sendirian. Maka
bantuan sektor swasta sebagai investor mungkin bisa membantu
mengatasi
masalah ini. Oleh karena itu diperlukan suatu kebijakan win-win
solution
(antara petani dan Investor).
-
23
2. Dimensi Mezzo
Permasalahan kepercayaan (trust) terhadap elemen pemerintahan
ini memang
bukan persoalan yang mudah. Mengingat mental tidak ingin
membangun dari
sebagian aparat ini seolah telah menyebar mulai dari level atas
hingga bawah.
Oleh karena itu peran lembaga independen (seperti NGOs, maupun
lembaga baru
yang mungkin untuk dibentuk jika diperlukan) yang bertugas
mengawasi kinerja
mereka diperlukan untuk menjamin berjalannya peran dari
masing-masing elemen
tersebut.
3. Dimensi Mikro
Permasalahan moral, Seperti halnya metode mata cacing yang
digunakan M.
Yunus dalam memecahkan masalah kemiskinan, maka pemecahan
permasalahan
moral di tubuh petani tidaklah terlalu berbeda. Dibutuhkan
pemberian penyadaran
dan pencerahan kepada petani menyangkut masalah tersebut.
Maka instrumen yang telah ada seperti penyuluh lapangan sudah
saatnya dibekali
dengan pengetahuan keagamaan. Sehingga arahan yang diberikan
pada petani
tidak hanya menyangkut hal yang bersifat teknis namun juga
moral. Selain itu
peran institusi masjid, gereja, dan lainnya juga perlu
ditingkatkan perannya,
mengingat besarnya sumbangsi institusi-institusi ini dalam
pembentukan individu-
individu yang bermoral.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari pembahasan dan analisis yang telah dilakukan, dapat
diambil
kesimpulan yaitu:
1. Sektor pertanian mengalami perubahan secara struktur ekonomi
nasional
sehingga turut mempengaruhi kontribusi atas pendapatan
nasional.
2. Pembangunan SDM pertanian tidak dapat dijelaskan dengan
asumsi
kebutuhan ekonomi secara linier, namun diperlukan pendekatan
yang lebih khusus
dalam menganalisa permasalahannya.
-
24
3. Kebijakan pembangunan SDM pertanian berkaitan dengan tiga
dimensi,
yakni mikro, mezzo, dan makro guna keberlanjutan pembangunan
pertanian.
5.2 Saran
Kebijakan pembangunan SDM pertanian hendaknya menyentuh tiga
dimensi, yakni mikro, mezzo, dan makro guna keberlanjutan
pembangunan
pertanian. Instrumen yang telah ada seperti penyuluh lapangan
sudah saatnya
dibekali dengan pengetahuan keagamaan, dibekali dengan pemahaman
tentang
nilai-nilai syariah sehingga pertanian yang diidam-idamkan
sebagai penggerak
pembangunan ekonomi nasional dapat kita wujudkan.
-
25
DAFTAR PUSTAKA
Adhi, Andriyono K, dan Eri Trinurini, dalam Ahmad Erani Yustika.
2005.
Menjinakkan Liberalisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Adi, Isbandi R. 2008. Intervensi Komunitas Pengembangan
Masyarakat Sebagai
Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Rajawali Press.
Badan Pusat Statistik. 2013. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi
. Edisi ke-36,
Mei 2013
Berita Resmi BPS. No. 38/07/Th. X, 2 Juli 2007. Angka Kemiskinan
di Indonesia
2007. BPS.
Dharmawan, Arya H. 2006. Pendekatan-Pendekatan Pembangunan
Pedesaan dan
Pertanian: Klasik dan Kontemporer. IPB.
Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter. 2006. Laporan
Permintaan Sektor
Ekonomi (Sektor Pertanian)
Hettne, Bjorn. 2001. Teori Pembangunan dan Tiga Dunia. Jakarta:
Gramedia.
Kementerian Pertanian. 2011. Rencana Strategis Tahun 2010-2014
Badan
Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian.
Jakarta.
Kementerian Pertanian. 2012. Perencanaan Tenaga Kerja Sektor
Pertanian 2012-
2014
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 2013. Laporan
Perkembangan
Pelaksanaan MP3EI-Perkembangan Penguatan SDM-Iptek
Payung, Markus, dkk. Peranan Sumber Daya Manusia dan
Kelembagaan
Penyuluhan dalam Peningkatan Produksi Tanaman Pangan untuk
Keberlanjutan Ketahanan Pangan Daerah di Merauke
Pembangunan Untuk Rakyat (Memadukan Pertumbuhan dan
Pemerataan)-
Pengembangan Sumber Daya Manusia, www.ginandjar.com
Rifai, Syukri. 2006. Strategi Pendidikan Islam Dalam Meningkatan
Kualitas Sumber Daya Manusia. Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN
Syarif
Hidayatullah
Saparyati, Dwi Isnaini. 2008. Kajian Peran Pendidikan Terhadap
Pembangunan
Pertanian di Kabupaten Demak. Magister Teknik Pembangunan
Universitas Diponegoro
Sihana. 2003. Efektifitas Penyuluh Pertanian Lapangan di Dinas
Pertanian
Kabupaten Jepara. Semarang. Program Pascasarjana Universitas
Diponegoro
Syahyuti. Pembangunan Pertanian Indonesia Dalam Dalam
Pengaruh
Kapitalisme Dunia : Analisis Ekonomi Politik Perberasan.
Litbang
Deptan: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi
Pertanian
Soekanto, Soerjono. Kamus Sosiologi. Jakarta: Rajawali
Press.
-
26
Sukirno, Sadono. 2007. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah, dan
Dasar
Kebijakan. Jakarta: Kencana.
Taheram, Abu Dzarin dan Abdullah, Mohd. Rasidi B. 2004. Ekonomi
Islam
Menurut Kehendak Tuhan. Selangor: Penerbitan Minda Ikhwan
Tim Peneliti PSIK. 2008. Negara Kesejahteraan dan Globalisasi.
Jakarta: Pusat
Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Universitas Paramadina.
Utami, Bekti Wahyu ,dkk. 2008. Kinerja Penyuluh Pertanian Lapang
(PPL)
dalam Pengembangan Beras Organik menuju Terwujudnya
Kabupaten
Sregan Sebagai Sentra Beras Organik
World Bank. 2008. Laporan Pembangunan Dunia 2008: Pertanian
Untuk
Pembangunan, Jakarta: Salemba Empat.
Yunus, Muhammad. 2007. Bank Kaum Miskin. Depok: Marjin Kiri.