BAB IPENDAHULUANEpilepsi sudah dikenal sekitar 2000 tahun
sebelum masehi di daratan cina, namun Hipocrates-lah orang pertama
yang mengenal epilepsi sebagai gejala penyakit. Ia menduga, bahwa
serangan epilepsi adalah akibat suatu penyakit otak yang disebabkan
oleh keadaan yang dapat difahami dan bukan akibat kekuatan
gaib.1Penelitian-penelitian di seluruh dunia mengenai berbagai
aspek epilepsi, termasuk dasar neurokimia dan neurofisiologi
serangan epilepsi, gambaran klinik, diagnosis, pengobatan,
aspek-aspek psikososial dll, telah banyak memberikan sumbangan
dalam meningkatkan pengertian tentang epilepsi dan
penanggulangannya. Meskipun demikian, baik di Negara-negara sedang
berkembang maupun di Negara-negara maju penanggulangan masalah
epilepsi masih belum memuaskan. Sebab utama ialah kurangnya
pengertian tentang epilepsi di kalangan masyarakat awam, pemerintah
maupun kalangan profesi. Selain itu, anggapan bahwa penyandang
epilepsi hanya dapat ditangani oleh seorang spesialis, menyebabkan
dokter umu kurang berminat untuk mengetahui lebih banyak tentang
masalah epilepsi.1
BAB IITINJAUAN PUSTAKAEPILEPSI2.1DEFINISIKata epilepsy berasal
dari kata Yunani epilambanein yang berarti serangan dan
menunjukkan, bahwa suatu dari luar badan seseorang menimpanya,
sehingga jatuh. Epilepsy tidak dianggap sebagai suatu penyakit ,
akan tetapi sebabnya diduga sesuatu di luar badan si penderita,
biasanya dianggap sebagai kutukan roh jahat atau akibat kekuatan
gaib yang menimpa seseorang. Anggapan demikian masih terdapat saat
ini, terutama di kalangan masyarakat yang belum terjangkau oleh
ilmu kedokteran dan pelayanan kesehatan.1,2Definisi epilepsy masih
belum berubah dari definisi yang diberikan oleh Hughlings Jackson
pada abad ke-19 : Epilepsi adalah istilah untuk cetusan listrik
local pada substansia grisea otak yang terjadi
sewaktu-waktu.2Secara Klinis, epilepsy merupakan gangguan
paroksismal dimana cetusan neuron korteks serebri mengakibatkan
serangan penurunan kesadaran, perubahan fungsi motoric atau
sensorik, perilaku atau emosional yang intermitten dan stereotipik.
Harus dibedakan antara kejang yang terjadi sendiri dan tendensi
kejang berulang yang berupa epilepsy.22.2EPIDEMIOLOGIHingga 1% dari
populasi umum menderita epilepsy aktif, dengan 20-50 pasien baru
yang terdiagnosis per 100.000 per tahunnya. Perkiraan angka
kematian pertahun akibat epilepsy adalah 2 per 100.000. kematian
dapat berhubungan langsung dengan kejang, misalnya terjadi
serangkaian kejang yang tidak terkontrol, dan diantara serangan
pasien tidak sadar (Status epileptikus) atau jika terjadi cedera
akibat kecelakaan atau trauma. Fenomena kematian mendadak yang
terjadi pada penderita epilepsy (sudden unexpected death in
epilepsy, SUDEP) diasumsikan berhubungan dengan aktivitas kejang
dan kemungkinan besar karena disfungsi
kardiorespirasi.22.3ETIOLOGIDitinjau dari penyebab epilepsy dapat
dibagi menjadi 2 golongan yaitu : 1) epilepsy primer atau epilepsy
idiopatik yang hingga kini tidak dapat ditemukan penyebabnya, dan
2) epilepsy sekunder yaitu yang penyebabnya diketahui.1Pada
epilepsy primer, tidak dapat ditemukan kelainan pada jaringan otak.
Diduga bahwa terdapat kelainan atau gangguan keseimbangan zat
kimiawi dalam sel-sel saraf pada area jaringan otak yang abnormal.
Gangguan keseimbangan kimiawi ini dapat menimbulkan cetusan listrik
yang abnormal, tetapi mengapa tepatnya dapat terjadi suatu kelainan
kimiawi yang hanya terjadi sewaktu-waktu dan menyerang orang-orang
tertentu belum diketahui.1Epilepsi sekunder berarti bahwa gejala
yang timbul ialah sekunder, atau akibat dari adanya kelainan pada
jaringan otak. Biasanya dengan pemeriksaan tertentu atau CT-Scan
otak atau pada autopsy dapat dilihat adanya kelainan struktural
pada otak. Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawa sejak lahir
atau adanya jaringan parut sebagai akibat kerusakan otak pada waktu
lahir atau masa perkembangan anak.1Penyebab spesifik dari
epilepsy11. Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/
kehamilan ibu, seperti ibu menelan obat-obat tertentu yang dapat
merusak otak janin, mengalami infeksi, minum alcohol atau mengalami
cedera (trauma) atau mendapat penyinaran (radiasi).2. Kelainan yang
terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang mengalir
ke otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan (forsep), atau trauma
lain pada otak bayi.3. Cedera kepala yang dapat menyebabkan
kerusakan pada otak. Kejang-kejang dapat timbul pada saat terjadi
cedera kepala, atau baru terjadi 2-3 tahun kemudian. Bila serangan
terjadi berulang pada saat yang berlainan baru dinyatakan sebagai
penyandang epilepsi.4. Tumor otak merupakan penyebab epilepsy yang
tidak umum, terutama pada anak-anak.5. Penyumbatan pembuluh darah
otak atau kelainan pembuluh darah otak.6. Radang atau infeksi.
Radang selaput otak (meningitis) atau radang otak dapat menyebabkan
epilepsy.7. Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (FKU),
sclerosis tuberosa dan neuro fibromatosis dapat menyebabkan
timbulnya kejang-kejang yang berulang.8. Kecendrungan timbulnya
epilepsy yang diturunkan. Hal ini disebabkan karena ambang rangsang
serangan yang lebih rendah dari normal diturunkan pada anak.
Kecendrungan timbulnya epilepsy yang diturunkan biasanya terjadi
pada masa anak-anak. Bila salah satu orang tuanya atau saudara
kandungnya menyandang epilepsy, maka kesempatan mendapat epilepsy
pada anak adalah 5%, tetapi bila kedua orang tuanya menyandang
epilepsy, maka kesempatan mendapat anak dengan epilepsy adalah
lebih besar yaitu 10%.1Faktor pencetus epilepsy11. Kurang tidur2.
Stress emosional3. Infeksi : biasanya disertai demam, demam inilah
yang merupakan pencetus serangan, karena demam dapat mencetuskan
terjadinya perubahan kimiawi dalam otak, sehingga mengaktifkan
sel-sel otak yang menimbulkan serangan. Factor pencetus ini
terutama nyata pada anak-anak.4. AlkoholAlkohol dapat menghilangkan
factor penghambat terjadinya serangan. Biasanya peminum alcohol
mengalami kurang tidur sehingga memperburuk keadaan. Penghentian
minum alcohol secara mendadak dapat menimbulkan serangan.5.
Perubahan hormonal 6. Terlalu lelah7. Fotosensitif ada sebagian
kecil penyandang epilepsy yang sensitive terhadap kerlipan/ kilatan
sinar (flashing lights) pada kisaran antara 10-15 Hz, seperti
diskotek, pada TV yang dapat merupakan pencetus
serangan.12.4KLASIFIKASI SERANGAN EPILEPSII. Serangan Parsial
(fokal, local), kesadaran tak berubah, focus di satu bagian tapi
dapat menyebar ke bagian lain.1,3A. Serangan parsial sederhana
(kesadaran tetap baik)a. Dengan gejala motoric (gerakan abnormal
unilateral)b. Dengan gejala somatosensorik atau sensorik khusus
(merasakan, membaui, mendengar sesuatu yang abnormal)c. Dengan
gejala autonomy (takikardia, bradikardia, takipnu, kemerahan, rasa
tidak enak di epigastrium)d. Dengan gejala psikis (disfagia,
gangguan daya ingat)e. Biasanya berlangsung kurang dari 1 menit.B.
Serangan Parsial kompleks (kesadaran menurun)a. Berasal sebagai
parsial sederhana dan berkembang ke penurunan kesadaran.a. Gejala
motoric, gejal sensorik, otomatisme (mengecap-ngecapkan bibir,
mengunyah, menarik-narik baju)b. Beberapa kejang parsial kompleks
mungkin berkembang menjadi kejang generalisatac. Biasanya
berlangsung 1-3 menit.II. Serangan Umum (konvulsif atau
non-konvulsif) : hilangnya kesadaran, tidak ada awitan fokal,
bilateral dan simetrik, tidak ada aura.1,3A. Absence, sering salah
didiagnosis sebagai melamuna. Menatap kosong, kepala sedikit
lunglai, kelopak mata bergetar, atau berkedip secara cepat, tonus
postural tidak hilangb. Berlangsung beberapa detikB. Mioklonik,
kontraksi mirip syok mendadak yang terbatas di beberapa otot atau
tungkai, cenderung singkat.C. Klonik, gerakan menyentak,
repetitive, tajam, lambat dan tunggal atau multiple di lengan,
tungkai, atau torso. D. Tonik-klonik, spasme tonik-klonik otot,
inkontinensia urin dan alvi, menggigit lidah, fase pascaiktus.E.
Atonik, hilangnya secara mendadak tonus otot, disertai lenyapnya
postur tubuh (drop attacks)F. Tonik, peningkatan mendadak tonus
otot (menjadi kaku, kontraksi) wajah dan tubuh bagian atas, fleksi
lengan dan ekstensi tungkai.a. Mata dan kepala mungkin berputar ke
satu sisib. Dapat menyebabkan henti nafas.III. Serangan epilepsi
tak terklasifikasikan misalnya : gerakan ritmis pada mata, dan
gerakan mengunyah.1,32.5PATOFISIOLOGIKejang terjadi akibat lepas
muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang atau
dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik.
Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi lepas muatan yang
berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, thalamus, dan korteks
serebrum kemungkinan besar bersifat epileptogenic, sedangkan lesi
di serebelum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang.3Di
tingkat membrane sel, fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena
biokimiawi, termasuk yang berikut :31. Instabilitas membrane sel
saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.2.
Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan
menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan secara
berlebihan.3. Kelainan polarisasi ( polarisasi berlebihan,
hipopolarisasi, atau selang waktu dalam repolarisasi) yang
disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam
gama-aminobutirat (GABA).4. Ketidakseimbangan ion yang mengubah
keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostasis
kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan pada depolarisasi neuron.
Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan
neurotransmitter eksitatorik atau deplesi neurotransmitter
inhibitorik. Perubahan-perubahan metabolic yang terjadi selama dan
segera setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatnya
kebutuhan energy akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang,
kebutuhan metabolic secara drastic meningkat, lepas muatan listrik
sel-sel saraf motoric dapat meningkat menjadi 1000 per detik.
Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis
jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinal (CSS) selama
dan setelah kejang. Asam glutamate mungkin mengalami deplesi selama
aktivitas kejang.3Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata
pada autopsy. Bukti histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi
lebih bersifat neurokimiawi bukan structural. Belum ada factor
patologik yang secara konsisten ditemukan. Kelainan fokal pada
metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai diantara kejang. Focus
kejang tampaknya sangat peka terhadap asetilkolin, suatu
neurotransmitter fasilitatorik, focus-fokus tersebut lambat
mengikat dan menyingkirkan asetilkolin.3Efek fisiologik kejang3Awal
(kurang dari 15 menit) :31. Meningkatnya kecepatan denyut jantung2.
Meningkatnya tekanan darah3. Meningkatnya kadar glukosa4.
Meningkatnya suhu pusat tubuh5. Meningkatnya sel darah putihLanjut
(15-30 menit)31. Menurunnya tekanan darah2. Menurunnya gula darah3.
Disritmia4. Edema paru nonjantung Berkepanjangan (lebih dari 1
jam)31. Hipotensi disertai berkurangnya aliran darah serebrum
sehingga terjadi hipotensi serebrum2. Gangguan sawar darah otak
yang menyebabkan edema serebrum2.6DIAGNOSISDiagnosis epilepsy
ditegakkan terutama secara klinis, yaitu berdasarkan deskripsi
kejang, biasanya dari saksi karena pasien tidak sadar akan
gejala-gejalanya. Pemeriksaan pasien dengan kecurigaan epilepsy
bertujuan untuk :21. Mengkonfirmasi atau mendukung diagnosis
klinis2. Mengklasifikasi sindrom epilepsy3. Menetapkan penyebabDua
tujuan pertama didapatkan dari EEG, terutama pada anak. Akan tetapi
sering terjadi positif palsu dan negative palsu pada rekaman EEG.
Sehingga kelainan EEG minor nonspesifik dapat ditemukan pada
populasi normal, dan banyak pasien epilepsy tidak menunjukkan
kelainan pada rekaman berulang diantara waktu serangan (EEG
interiktal). Ketepatan EEG dapat dipertajam dengan memperpanjang
waktu perekaman, terutama setelah pasien kurang tidur. Pada
beberapa pasien, bukti nyata epilepsy didapatkan hanya dari EEG
ambulasi atau Telemetri dengan perekaman video simultan yang
merekam gejala.2
Gambar. Pola EEG Petit Mal4Untuk mencapai tujuan ketiga yaitu
mencari kausa epilepsy, dilakukan pemeriksaan darah rutin, misalnya
glukosa serum dan kalsium. Pemeriksaan yang lebih penting adalah
pencitraan otak baik dengan CT Scan atau MRI. Pencitraan otak
penting dilakukan terutama pada epilepsy onset lambat (usia
lanjut), terjadi sebagai serangan parsial, dengan atau tanpa tanda
neurologis fokal dan kelainan EEG. Akan tetapi, pasien dewasa
dengan kejang umumnya mengharapkan pemeriksaan pencitraan otak,
walaupun mungkin tidak banyak berpengaruh dalam tata laksana pada
populasi umum.2
2.7 PENATALAKSANAANPrinsip terapi epilepsy :51. Pemilihan
obatDisesuaikan keadaan klinis, efek samping, interaksi antar
OAE(Obat Anti Epilepsi), dan harga obat.2. Strategi
PengobatanDimulai dengan monoterapi OAE lini pertama sesuai dosis,
kemudian ditingkatkan dosisnya sampai bangkitan teratasi/didapat
hasil yang optimal dan konsentrasi plasma OAE pada kadar yang
maksimal. Jika bangkitan masih tidak teratasi, secara bertahap
ganti ke OAE lini kedua sebelum pemberian politerapi.3.
KonselingBeritahukan kepada keluarga dan pasien bahwa penggunaan
OAE jangka lama tidak akan menimbulkan perlambatan mental permanen
(meskipun penyebab dasar kejang dapat menimbulkan keadaan demikian)
dan pencegahan kejang untuk 1-2 tahun dapat menurunkan kemungkinan
bangkitan berulang. Perubahan obat atau dosis harus sepengetahuan
dokter.4. Tindak lanjutPeriksa pasien secara berkala, dan awasi
adanya toksisitas OAE. Pemeriksaan darah dan uji fungsi hati harus
dilakukan secara periodic pada beberapa OAE. Penting juga dilakukan
evaluasi ulang fungsi neurologis secara rutin.5. Penanganan jangka
panjangTeruskan pengobatan OAE sampai pasien bebas bangkitan
sekurang-kurangnya 1-2 tahun.6. Penghentian pengobatanDilakukan
secara bertahap. Jika penghentian pengobatan dilakukan secara
tiba-tiba, pasien harus dalam pengawasan ketat karena dapat
mencetuskan bangkitan atau bahkan status epileptikus. Jika
bangkitan timbul selama atau sesudah penghentian pengobatan, OAE
harus diberikan lagi sekurang-kurangnya 1-2 tahun.Memulai
Pengobatan :51. Pengobatan OAE dapat dimulai bila terjadi 2 kali
bangkitan dalam selang waktu yang tidak lama (maksimum 1 tahun).2.
Pada umumnya, bangkitan tunggal tidak memerlukan terapi OAE,
kecuali bila terdapat pertimbangan kemungkinan berulang yang
tinggi.3. Bangkitan parsial sederhana tipe sensorik/psikis biasanya
tidak perlu OAE, kecuali mengganggu penderita.Tabel. Obat Anti
Konvulsi dan Sindrom Epilepsi2Tipe KejangObat Pilihan
ParsialKarbamazepinNatrium ValproatFenitoinLamotrigin
AbsansEtosuksimidNatrium ValproatLamotrigin
MioklonikNatrium Valproat KlonazepamLamotrigin
Tonik-Klonik GeneralisataNatrium
ValproatFenitoinKarbamazepinLamotrigin
Antikonvulsan baru, selain Lamotrigin, tidak diizinkan untuk
monoterapi, tetapi berperan penting sebagai terapi tambahan,
terutama untuk kejang parsial yang resisten terhadap terapi tunggal
obat lini pertama.2 Obat-Obat Anti Epilepsy :5,61.
Karbamazepin5,6Dosis dan Pemberian : Dewasa : dimulai dari dosis
100-200 mg pada malam hari atau 2 dd 100 mg, kemudian setelah 3-7
hari ditingkatkan menjadi 2 dd 200 mg. setelah 1 minggu, kadar
karbamazepin darah diperiksa dan dosis dapat dinaikkan setiap
interval 3-7 hari untuk mencapai kadar 4-12 g/L. kadar dalam darah
sebaiknya diperiksa setiap 4-6 minggu karena terdapat kemungkinan
terjadi autoinduksi metabolisme, sehingga dosis perlu ditingkatkan,
Dosis rumatan untuk dewasa 600-1600mg/hari, maksimal 2400 mg/hari.
Anak-anak : dosis awal 5-10 mg/kg/hari, dosis rumatan 15-20
mg/kg/hari, maksimal 30 mg/kg/hari. Pemberian 2 kali sehari. Kadar
terapeutik 4-12 g/L. 2. Fenitoin5,6 Dewasa : Loading dose oral 2 dd
500 mg atau 3 dd 300 mg. loading dose IV 15 mg/kg (20 mg/kg untuk
status epileptikus), maksimal 50 mg/menit Rumatan : 300-400 mg/hari
dibagi 2. Anak-anak : 4-5 mg/kg/hari, maksimal 8 mg/kg. Pemberian
biasanya 2 kali sehari, tetapi dapat juga 1 kali sehari. Kadar
terpeutik 10-20 g/L.3. Klonazepam5,6Dosis awal 0,5 mg 1-2
kali/hari, dinaikkan 0,5 mg/hari setiap 3-7 hari sampai 1,5-4
mg/hari.4. Natrium Valproat5,6 Dewasa : dimulai dari dosis 90-250
mg/hari, dapat diberikan loading dose IV sampai 20 mg/kg (kurang
dari 100 mg/jam untuk status epileptikus) Anak-anak : 2-7
mg/kg/hari Kadar terpeutik :10-40 g/L5. Etosuksimid5,6 Dewasa :
dimulai dari 2x250 mg, ditingkatkan mulai 250 mg/hari setiap minggu
hingga 500-1000 mg/hari. Anak-anak(>3 tahun) : dimulai dari 250
mg/hari, dosis ditingkatkan mulai dari 250 mg/hari hingga mencapai
15-20 mg/kg/hari.6. Lamotrigin5,6 Dewasa : dikombinasikan dengan
OAE yang dapat menginduksi enzim, dosis dimulai dari 50 mg/ hari
selama 2 minggu, lalu 2x50 mg selama 2 minggu, kemudian dinaikkan
mulai 50-100 mg setiap minggu hingga mencapai target 300-500
mg/hari. Bila dikombinasikan dengan OAE yang dapat menginduksikan
enzim dan valproate, 25 mg setiap 2 hari selama 2 minggu, lalu 25
mg setiap hari selama 2 minggu, selanjutnya dinaikkan 25-50 mg
setiap minggu hingga mencapai 100-300 mg/hari. Anak (>2 tahun)
bila dikombinasikan dengan OAE yang dapat menginduksi enzim,
dimulai dari 2 mg/kg/hari selama 2 minggu, ditingkatkan dengan
jumlah yang sama hingga 5-15 mg/kg/hari. Kombinasi dengan valproate
: 0,1-0,2 mg/kg/hari selama 2 minggu, ditingkatkan mulai 0,5 mg/kg
hingga 1-5 mg/kg/hari. Kadar terpeutik 2-20 g/L.
BAB IIIKESIMPULAN
Epilepsy merupakan gangguan paroksismal dimana cetusan neuron
korteks serebri mengakibatkan serangan penurunan kesadaran,
perubahan fungsi motoric atau sensorik, perilaku atau emosional
yang intermitten dan stereotipik.Diagnosis epilepsy ditegakkan
terutama secara klinis, yaitu berdasarkan deskripsi kejang,
biasanya dari saksi karena pasien tidak sadar akan
gejala-gejalanya. Pemeriksaan pasien dengan kecurigaan epilepsy
bertujuan untuk :24. Mengkonfirmasi atau mendukung diagnosis
klinis5. Mengklasifikasi sindrom epilepsy6. Menetapkan
penyebabPengobatan OAE dapat dimulai bila terjadi 2 kali bangkitan
dalam selang waktu yang tidak lama (maksimum 1 tahun). Pemilihan
obat disesuaikan keadaan klinis, efek samping, interaksi antar
OAE(Obat Anti Epilepsi), dan harga obat.
DAFTAR PUSTAKA1. Harsono. 2011. Buku Ajar Neurologi Klinis,
Epilepsi, hal 119-155: Gadjah Mada University Press. 2. Lionel
Ginsberg. 2007. Lecture Notes Neurologi, Epilepsi, hal 79-88:
Erlangga Medical Series. 3. Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson.
2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Proses Penyakit Edisi 6.
Hal : 1158-1166. Jakarta : EGC.4. Mardjono M, Sidharta P. 2010.
Neurologi Klinis Dasar. Hal : 439-450. Jakarta : Dian Rakyat.5.
Dewanto G, dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana
Penyakit Saraf. Hal : 73-101. Jakarta : EGC. 6. David, Y Ko. 2013.
Epilepsy And Seizures Medication. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/763612 [Accessed January 7th,
2014].
15