-
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN KEUANGAN
SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA TANGERANG SELATAN
PAPER ANALISIS ATAS PUTUSAN PENGADILAN PAJAK TENTANG KASUS
MERGER SCTV DAN INDOSIAR
Oleh :
1. ANDIKA ARISANDI (02) 2. ARRI FEBRIANA BUDIMAN (05) 3. DINA
PRAMUDIANTI (08) 4. REZA DIAS PRIMADANA (20)
Kelas 9B DIV Akuntansi Kurikulum Khusus
Maret 2015
-
2
I. URAIAN MASALAH Perkembangan dan persaingan usaha membuat
perusahaan berupaya mengambil
langkah-langkah untuk mengamankan posisinya, antara lain melalui
merger dan akuisisi.
Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseoran
Terbatas menyebutkan
bahwa merger adalah penggabungan diri menjadi satu dari beberapa
perusahaan yang telah
ada, sedangkan akuisisi adalah pengambilalihan perseoran melalui
pengambilalihan seluruh
atau sebagian besar saham yang dapat mengakibatkan beralihnya
pengendalian terhadap
perusahaan tersebut.
Aktifitas merger dan akuisisi perusahaan menimbulkan dampak
perpajakan. Dalam
Pasal 4 ayat 1 huruf d angka 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
tentang Perubahan
Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan,
menyebutkan bahwa:
"Yang menjadi Objek Pajak adalah Penghasilan termasuk keuntungan
karena penjualan atau
karena pengalihan harta termasuk keuntungan karena likuidasi,
penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha atau reorganisasi
dengan nama dan dalam
bentuk apapun".
Kemudian Pasal 10 ayat 3 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
tentang Perubahan
Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan mengatur
tentang dasar pengenaan pajak atas penggabungan usaha. Pasal ini
mengatur bahwa: "Nilai
perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka
likuidasi, penggabungan,
peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilan usaha adalah
jumlah yang seharusnya
dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar (market
price), kecuali ditetapkan lain
oleh Menteri Keuangan".
Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan nilai lain
selain harga pasar yaitu
atas dasar nilai sisa buku (pooling of interest). Wajib Pajak
yang melakukan merger dapat
menggunakan nilai buku dalam proses penilaian aset-asetnya
dengan harus memenuhi
persyaratan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak
dengan melampirkan
alasan dan tujuan melakukan merger, melunasi seluruh utang pajak
dari tiap badan usaha
yang terkait, dan memenuhi persyaratan tujuan bisnis (business
purpose test).
Perusahaan-perusahaan cenderung untuk memilih metode penilaian
aset menggunakan
nilai buku dengan tujuan bisa memperkecil atau bahkan menghindar
dari pajak yang harus
dibayar. Karena jika menggunakan nilai pasar, maka aset tersebut
nilainya tercatat sebesar
nilai saat ini dimana nilainya cenderung akan jauh lebih besar
daripada nilai bukunya,
sehingga pasti akan ada pajak yang harus dibayar atas keuntungan
pengalihan aset tersebut.
-
3
Di lain pihak, Direktorat Jenderal Pajak berpegang pada
Undang-Undang Perpajakan dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43 tahun 2008 yang menyatakan
bahwa proses merger
diutamakan menggunakan nilai pasar dalam metode penilaian
asetnya.
Pada bulan Mei 2013, PT Indosiar Karya Media Tbk resmi bergabung
dengan PT.
Surya Citra Media Tbk. Atas penggabungan usaha tersebut, PT.
Surya Citra Media Tbk
kemudian mengajukan surat permohonan penggunaan nilai buku atas
pengalihan harta dalam
rangka penggabungan usahanya kepada Kantor Wilayah DJP Jakarta
Khusus. Atas surat
permohonan tersebut, Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus
mengeluarkan Surat Keputusan
yang isinya tentang penolakan permohonan, menyatakan bahwa
permohonan ditolak karena
dianggap tidak memenuhi persyaratan formal untuk dapat
dipertimbangkan. Atas keputusan
penolakan permohonan tersebut, PT. Surya Citra Media Tbk
kemudian mengajukan gugatan
ke Pengadilan Pajak karena keputusan tersebut diterbitkan
Direktorat Jenderal Pajak setelah
melewati jangka waktu satu bulan sejak diterimanya permohonan
secara lengkap, yang
berarti permohonan PT. Surya Citra Media Tbk harus dianggap
diterima dan diterbitkan surat
keputusan persetujuan. PT Surya Citra Media Tbk juga berpendapat
bahwa secara substantif
telah memenuhi semua persyaratan-persyaratan untuk mendapatkan
persetujuan penggunaan
nilai buku atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan usaha
sebagaimana diatur
dalam ketentuan perpajakan yang berlaku, sehingga tidak ada
alasan bagi Direktorat Jenderal
Pajak untuk menolak permohonan PT Surya Citra Media Tbk
tersebut.
II. LANDASAN TEORI
1. Penggabungan Usaha
Penggabungan usaha (business combination) atau yang biasa
dikenal dengan
konsolidasi atau merger merupakan salah satu bentuk tindakan
restrukturisasi yang paling
sering dipakai, dibanding tindakan-tindakan yang lainnya.
Menurut Hadori Yunus
(1981:224), pengertiannya adalah sebagai berikut: Penggabungan
badan usaha adalah usaha
untuk menggabungkan suatu perusahaan dengan satu atau lebih
perusahaan lain ke dalam
satu kesatuan ekonomis.
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.22
paragraf 08 tahun
2004: Penggabungan usaha (business combination) adalah
pernyataan dua atau lebih
perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena
satu perusahaan menyatu
dengan (uniting with) perusahaan lain atau memperoleh kendali
(control) atas aktiva dan
operasi perusahaan lain
-
4
Jenis dan Bentuk Penggabungan Usaha
a. Jenis-jenis penggabungan usaha
Berdasarkan PSAK No.22 paragraf 08 tahun 1999, terdapat 2 jenis
penggabungan
usaha yaitu:
1) Akuisisi adalah suatu penggabungan usaha dimana salah satu
perusahaan yaitu
pengakuisisi (acquisition) memperoleh kendali atas aktiva netto
dan operasi
perusahan yang diakuisisi (acquiree), dengan memberikan aktiva
tertentu, mengakui
suatu kewajiban, atau mengeluarkan saham.
2) Penyatuan kepemilikan (uniting of interest/pooling of
interest) adalah suatu
penggabungan usaha dimana para pemegang saham perusahaan yang
bergabung
bersama-sama menyatukan kendali atas seluruh, atau secara
efektif seluruh aktiva
neto dan operasi kendali perusahaan yang bergabung tersebut dan
selanjutnya
memikul bersama segala resiko dan manfaat yang melekat pada
entitas gabungan,
sehingga tidak ada pihak yang dapat diidentifikasi sebagai
perusahaan pengakuisisi
(acquirer)
b. Bentuk-bentuk Penggabungan Usaha
Adapun bentuk-bentuk penggabungan usaha menurut Arifin S (2002 :
240-241)
dapat dibedakan ke dalam beberapa golongan, antara lain sebagai
berikut :
1) Ditinjau dari bentuk penggabungannya, terdapat tiga bentuk
penggabungan usaha
yaitu:
Penggabungan horisontal, yaitu penggabungan
perusahaan-perusahaan yang sejenis
yang menjadi satu perusahaan yang lebih besar. Pada umumnya
dasar dibentuknya
penggabungan usaha ini adalah untuk menghindari adanya
persaingan diantara
perusahaan yang sejenis dan meningkatkan efisiensi diantara
perusahaan-
perusahaan yang bersangkutan tersebut.
Penggabungan vertikal, yaitu penggabungan perusahaan yang
sebelumnya,
keduanya mempunyai hubungan yang saling menguntungkan, misalnya
suatu
perusahaan lain yang kemudian pemasok (supplier) bahan baku
perusahaan lain
yang kemudian bergabung agar dapat terjaga adanya kepastian
bahan baku dan
kontinuitas produksi.
Penggabungan konglomerat, yaitu merupakan kombinasi dari
penggabungan
horisontal dan vertikal. Penggabungan konglomerat ini merupakan
gabungan dari
perusahaan-perusahaan yang memiliki usaha yang berlainan
misalnya perusahaan
-
5
angkutan bergabung dengan perusahaan jasa hotel dan perusahaan
makanan
(catering).
2) Sedangkan dari segi hukumnya, penggabungan usaha dibagi
menjadi :
Merger, yaitu penggabungan usaha dengan cara satu perusahaan
membeli
perusahaan lain yang kemudian perusahaan yang dibelinya tersebut
menjadi anak
perusahaannya atau dibubarkan. Perusahaan yang dibelinya sudah
tidak
mempunyai status hukum lagi dan yang mempunyai status hukum
adalah
perusahaan yang membelinya.
Konsolidasi, merupakan bentuk lain dari merger, yaitu
penggabungan usaha
dengan cara satu perusahaan bergabung dengan perusahaan lain
membentuk satu
perusahaan baru
Afiliasi, yaitu penggabungan usaha dengan cara membeli sebagian
besar saham
atau seluruh saham perusahaan lain untuk memperoleh hak
pengendalian
(controlling interest). Perusahaan yang dikuasai tersebut tidak
kehilangan status
hukumnya dan masih beroperasi sebagaimana perusahaan
lainnya.
Akuisisi
Menurut PSAK No. 2 paragraf 08 tahun 1999 :
Akuisisi (acqusition) adalah suatu penggabungan usaha dimana
salah satu
perusahaan, yaitu pengakuisisi (acquirer) memperoleh kendali
atas aktiva neto dan operasi
perusahaan yang diakuisisi (acquiree), dengan memberikan aktiva
tertentu, mengakui suatu
kewajiban, atau mengeluarkan saham.
Sedangkan Michael A. Hitt, dkk (2002:259) menyatakan bahwa :
Akuisisi yaitu memperoleh atau membeli perusahaan lain dengan
cara membeli sebagian
besar saham dari perusahaan sasaran.
Definisi lainnya menurut P.S Sudarsanan (1999) dalam Christina
(2003 : 9);
Akuisisi dapat didefinisikan sebagai sebuah perjanjian, sebuah
perusahaan membeli aset
atau saham perusahaan lain, dan para pemegang dari perusahaan
lain menjadi sasaran akuisisi
berhenti menjadi pemilik perusahaan.
Marcell Go dalam Christina (2003: 9), dalam bukunya yang
berjudul manajemen grup
bisnis menyatakan bahwa: Akuisisi sering juga disebut sebagai
investasi peranan modal.
Akuisisi adalah penguasaan sebagian saham dari perusahaan
subsidiary, melalui pembelian
saham hak suara perusahaan subsidiary, dalam jumlah material
(lebih dari 50%).
-
6
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka akuisisi dapat
disimpulkan sebagai
pengambilalihan kepemilikan suatu perusahaan oleh perusahaan
lain yang dilakukan dengan
cara membeli sebagian atau seluruh saham perusahaan, dimana
perusahaan yang diambil alih
tetap memiliki hukum sendiri dan dengan maksud untuk pertumbuhan
usaha.
Penyatuan kepemilikan
Dalam metode kepemilikan, diasumsikan bahwa kepemilikan
perusahaan-perusahaan
yang bergabung adalah satu kesatuan dan secara relatif tetap
tidak berubah pada entitas
akuntansi yang baru. Karena tidak ada salah satupun dari
perusahaan-perusahan yang
bergabung dianggap telah memperoleh perusahaan-perusahaan yang
bergabung lainnya, tidak
ada pembelian, tidak ada harga pembelian, sehingga karenanya
tidak ada dasar
pertanggungjawaban yang baru. Pada metode penyatuan, aktiva dan
kewajiban dari
perusahaan-perusahaan yang bergabung dimasukkan dalam entitas
gabungan sebesar nilai
bukunya. Oleh karena itu, setiap goodwill pada buku
masing-masing peruahaan lain yang
bergabung, akan dimasukkan sebagai aktiva pada buku entitas yng
masih beroperasi
(disatukan). Laba ditahan dari perusahaan-perusahaan yang
bergabung juga dimasukkan
dalam entitas yang disatukan, pendapatan dari entitas yang
disatukan termasuk pendapatan
dari perusahaan-perusahaan yang bergabung untuk seluruh tahun
tanpa memperhatikan
tanggal penggabungan usaha dilakukan.
Penggabungan usaha yang memenuhi kondisi penyatuan kepemilikan
harus
dipertanggung jawabkan sebagai penyatuan (pooling). Akuntansi,
karenanya dipengaruhi
oleh bentuk penggabungan usaha pada kasus marger atau
konsolidasi, hanya ada satu entitas
yang tetap beroperasi yang catatan-catatan akuntansinya harus
dipelihara dan laporan
keuangan harus diterbitkan. Begitupula, ketika suatu entitas
pada penggabungan usaha
mnerima aktiva bersih dari perusahaan yang bergabung lainnya
maka entitas yang menerima
adalah entitas yang relevan untuk tujuan akuntansi dan
pelaporan. Namun penggabungan
usaha dimana entitas yang bergabung terus beroperasi dalam
hubungan perusahaan induk-
anak menyebabkan masalah akuntansi yang lebih kompleks. Hal ini
terjadi karena catatan-
catatan akuntansi tetap dipelihara oleh entitas hukum yang
berbeda (perusahaan indukdan
perusahaan anak) sedangkan pelaporan untuk entitas gabungan
memerlukan penerbitan
laporan keuangan konsolidasi.
Beams dan Jusuf (1998:2-3) mengungkapkan bahwa ada beberapa
alasan beberapa
perusahaan mengambil tindakan untuk melakukan penggabungan usaha
yaitu :
a. Manfaat biaya (Cost Advantange).
-
7
Acapkali lebih murah bagi perusahaan untuk memperoleh fasilitas
yang dibutuhkan
melalui penggabungan dibandingkan melalui pengembangan, terutama
pada keadaan
inflasi.
b. Risiko Lebih Rendah (Lower Risk).
Membeli lini produk dan pasar yang telah didirikan biasanya
lebih besar risikonya
dibandingkan dengan mengembangkan produk baru dan pasarnya.
Penggabungan usaha
kurang berisiko terutama ketika tujuannya adalah
diversifikasi.
c. Penundaan Operasi Lebih Sedikit (Fewer Operating Delays).
Fasilitas-fasilitas pabrik yang diperoleh melalui penggabungan
usaha dapat diharapkan
untuk segera beroperasi. Sedangkan apabila membangun fasilitas
perusahaan yang baru
akan menimbulkan masalah yang baru juga misalnya perlunya izin
pemerintah.
d. Mencegah Pengambilalihan (Avoidance Of Takeovers).
Beberapa perusahaan bergabung untuk mencegah pengambilalihan
diantara mereka.
e. Akuisisi Harta Tidak Berwujud (Acquisition of Intangible
Assets).
Penggabungan usaha melibatkan penggabungan sumber daya tidak
berwujud maupun
berwujud. Akusisi atas hak paten, hak atas mineral, database
pelanggan, atau keahlian
manajemen mungkin menjadi faktor utama yang memotivasi suatu
penggabungan usaha.
f. Alasan-alasan lain.
Selain untuk perluasan, perusahaan-perusahaan mungkin memilih
penggabungan usaha
untuk memperoleh manfaat dari segi pajak. Meskipun pada dasarnya
strategi
penggabungan usaha yang dilakukan oleh beberapa perusahaan
memberikan banyak
manfaat, tetapi ada juga risiko yang harus ditanggung oleh
perusahaan yang melakukan
penggabungan tersebut yaitu risiko sumber daya manusia, dalam
hal ini dampak dari
penggabungan usaha tersebut, biasanya menyebabkan banyak orang
kehilangan
pekerjaan (Beams, 1998:2).
2. Metode Pencatatan Akuntansi Menurut PSAK no. 22, terdapat dua
metode pencatatan akuntansi dalam transaksi
penggabungan usaha:
a. Metode Purchase (Nilai Pasar) digunakan untuk penggabungan
usaha melalui akuisisi
Pada Metode ini aktiva bersih dibukukan sesuai biaya perolehan
(cost of investment)
yaitu sejumlah kas atau harga pasar aktiva lain yang dikeluarkan
untuk membeli
perusahaan. Nilai aktiva diadjust sesuai harga pasar (fair
value) dan menjadi dasar
-
8
pengenaan depresiasi dan amortisasi yang baru bagi perusahaan
setelah akuisisi.
Goodwill diakui sebagai selisih biaya perolehan (cost of
investment) dengan harga pasar
(fair value) aktiva perusahaan yang diakuisisi. Nantinya akan
diamortisasi oleh
perusahaan setelah akuisisi.
b. Metode Pooling of Interest (Nilai Buku) digunakan untuk
penggabungan usaha melalui
akuisisi penyatuan kepemilikan
Pada metode ini aktiva bersih dibukukan sesuai nilai buku (book
value), tidak terdapat
goodwill dan kenaikan nilai aktiva. Selisih biaya perolehan
(cost of investment) dengan
nilai buku (book value) aktiva perusahaan
Melihat dari metode pembukuannya, sepintas bagi perusahaan,
merger dengan nilai buku
akan lebih menguntungkan karena dapat terhindar dari PPh atas
laba selisih kenaikan aktiva
(objek pajak UU PPh pasal 4 ayat 1d-3). Namun merger nilai pasar
akan memberi
keuntungan laba kena pajak yang lebih minim di masa depan karena
adanya amortisasi
goodwill (UU PPh pasal 11A ayat 1) dan depresiasi yang lebih
besar dari kenaikan nilai
aktiva.
3. Aspek Perpajakan Penggabungan Usaha Aktifitas merger dan
akuisisi perusahaan menimbulkan dampak perpajakan. Dalam
Pasal 4 ayat 1 huruf d angka 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
tentang Perubahan
Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan,
menyebutkan bahwa keuntungan karena penjualan atau karena
pengalihan harta termasuk
keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, atau
pengambilalihan usaha adalah salah satu objek pajak. Kemudian
Pasal 10 ayat 3 Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas
Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan mengatur tentang dasar
pengenaan pajak atas
penggabungan usaha. Pasal ini mengatur bahwa: "Nilai perolehan
atau pengalihan harta yang
dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, atau
pengambilan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau
diterima berdasarkan
harga pasar (market price), kecuali ditetapkan lain oleh Menteri
Keuangan".
Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan nilai lain
selain harga pasar
yaitu atas dasar nilai sisa buku (pooling of interest). Wajib
Pajak yang melakukan merger
dapat menggunakan nilai buku dalam proses penilaian aset-asetnya
dengan harus memenuhi
persyaratan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak
dengan melampirkan
-
9
alasan dan tujuan melakukan merger, melunasi seluruh utang pajak
dari tiap badan usaha
yang terkait, dan memenuhi persyaratan tujuan bisnis (business
purpose test).
4. Tata Cara Penyelesaian Permohonan Nilai Buku dalam Rangka
Penggabungan Usaha
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 43/PMK.03/2008
tentang Penggunaan
Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam Rangka Penggabungan,
Peleburan, atau Pemekaran
Usaha, Wajib Pajak yang melakukan merger dapat menggunakan nilai
buku. Merger meliputi
penggabungan usaha atau peleburan usaha.
Wajib Pajak yang melakukan merger wajib memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan
melampirkan alasan
dan tujuan melakukan merger dan pemekaran usaha;
b. melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha yang
terkait; dan
c. memenuhi persyaratan tujuan bisnis (business purpose
test).
Berdasarkan angka 6 huruf b Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
No. SE-45/PJ/2008
tentang Penyampaian dan Pemonitoran Pelaksanaan Peraturan
Menteri Keuangan
No.43/PMK.03/2008 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan
Harta dalam Rangka
Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha beserta Peraturan
Pelaksanaannya
menetapkan bahwa Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
menerbitkan surat
permintaan kelengkapan permohonan paling lama 3 (tiga) hari
sejak diterimanya permohonan
yang belum lengkap.
Pasal 3 ayat (4) dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak No.
PER-28/PJ./2008 tentang
Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Izin Penggunaan Nilai Buku
atas Pengalihan Harta
dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha
mengatur bahwa Kepala
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Direktur
Jenderal Pajak menerbitkan
surat keputusan paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya
permohonan dari Penggugat
secara lengkap.
5. Gugatan Terkait Putusan Perpajakan Gugatan Wajib Pajak atau
Penanggung Pajak hanya dapat diajukan kepada badan
peradilan pajak terhadap:
a. pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan, atau Pengumuman
Lelang;
b. keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
-
10
c. keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan
perpajakan, selain yang
ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26; atau
d. penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan
Keberatan yang dalam
penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang
telah diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
Lebih lanjut, Pasal 37 dari Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 74 Tahun
2011 ("PP 74/2011") mengatur bahwa:
"Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan
perpajakan yang diajukan
gugatan kepada badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 ayat (2)
huruf c Undang-Undang meliputi keputusan yang diterbitkan oleh
Direktur Jenderal Pajak
selain:
a. Surat ketetapan pajak yang penerbitannya telah sesuai dengan
prosedur atau tata
cara penerbitan;
b. Surat Keputusan Pembetulan;
c. Surat Keputusan Keberatan yang penerbitannya telah sesuai
dengan prosedur atau
tata cara penerbitan;
d. Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi;
e. Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi;
f. Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak;
g. Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak; dan
h. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan
Pajak.";
III. ANALISIS MASALAH
A. Analisis dari Segi Akuntansi Merger antara SCM dan IKM
berdasar PSAK No. 38 (2012), "Kombinasi Bisnis Entitas
Sepengendali"
Transaksi penggabungan usaha ini sejalan dengan strategi
manajemen EMTK dalam
melakukan restrukturisasi perusahaan-perusahaan berbasis media
ke dalam pengendalian
Perusahaan, berikut ini adalah beberapa alasan yang mendasari
transaksi akuisisi SP oleh
Perusahaan:
Meningkatkan nilai tambah bagi pemegang saham Perusahaan dengan
menjadikannya
sebagai media holding company dengan entitas anak yang
bersinergi dan terpadu;
Meningkatkan asimilasi operasional antara entitas anak
Perusahaan, yaitu SP, IVM
dan SCTV, yang keduanya juga merupakan klien utama dari SP;
-
11
Meningkatkan kinerja keuangan Perusahaan dengan memiliki
perusahaan content
production-nya sendiri.
Efektif tanggal 1 Januari 2013, Kelompok Usaha menerapkan PSAK
No. 38 (2012),
"Kombinasi Bisnis Entitas Sepengendali". PSAK revisi ini
mengatur perlakuan akuntansi
untuk kombinasi bisnis entitas sepengendali dan diterapkan untuk
kombinasi bisnis
sepengendali yang memenuhi persyaratan dalam PSAK No. 22,
"Kombinasi Bisnis", baik
untuk entitas penerima ataupun entitas yang melepas bisnis.
kombinasi bisnis entitas
sepengendali (penyatuan kepemilikan), sesuai dengan PSAK No. 38
(2012), pengalihan
bisnis yang dilakukan dalam rangka reorganisasi entitas sentitas
yang berada dalam suatu
kelompok usaha yang sama tidak menimbulkan laba atau rugi bagi
kelompok usaha maupun
entitas individual dalam kelompok usaha tersebut.
Karena transaksi restrukturisasi entitas sepengendali tidak
mengakibatkan perubahan
substansi ekonomi kepemilikan atas aset, liabilitas, saham atau
instrumen kepemilikan
lainnya yang dipertukarkan, maka aset maupun liabilitas yang
dialihkan harus dicatat sebesar
nilai buku sebagai penggabungan usaha berdasarkan metode
penyatuan kepemilikan
(pooling-of-interests). Selisih antara jumlah imbalan yang
dialihkan dan nilai tercatat dari
setiap transaksi kombinasi bisnis entitas sepengendali diakui di
ekuitas pada akun Tambahan
Modal Disetor.
Pada akhir tahun 2012, manajemen Perusahaan dan PT Indosiar
Karya Media Tbk
(IKM) telah menelaah dan melakukan penilaian atas potensi
sinergi yang mungkin dapat
dilakukan, dengan menimbang bahwa Perusahaan dan IKM, pada
prinsipnya, memiliki
pemegang saham pengendali yang sama, yaitu PT Elang Mahkota
Teknologi Tbk (EMTK).
Pada tanggal 15 Februari 2013, Perusahaan dan IKM telah
memperoleh persetujuan
dari Dewan Komisaris atas rancangan penggabungan usaha
Perusahaan dan IKM. Pada
tanggal 19 Februari 2013, Perusahaan dan IKM menyampaikan surat
masing-masing No.
014/HJS/CORSEC/SCM/02-2013 dan
No. 022/IKM-CS/II/2013 kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
mengenai rancangan
penggabungan usaha Perusahaan dan IKM. Rancangan Penggabungan
yang diajukan oleh
Direksi Perusahaan dan IKM mencakup persyaratan dan kesepakatan
utama dari rencana
penggabungan usaha tersebut, antara lain, sebagai berikut:
a. Perusahaan (SCM) akan menjadi perusahaan yang dipertahankan
(surviving entity) dan
akan melanjutkan usahanya dan IKM.
b. Semua aset, liabilitas, dan kegiatan usaha IKM akan dialihkan
kepada Perusahaan SCM.
-
12
c. Tanggal efektif penggabungan adalah tanggal 1 Mei 2013,
sesuai dengan tanggal yang
ditentukan dalam Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik
Indonesia tentang persetujuan perubahan Anggaran Dasar
Perseroan.
d. Pendistribusian saham baru Perusahaan kepada pemegang saham
IKM sehubungan
dengan penggabungan usaha adalah 0,481 saham Perusahaan untuk
setiap 1 saham IKM.
Atas dasar analisis transaksi, analisis kualitatif, analisis
kuantitatif dan analisis kewajaran
Rencana Penggabungan yang dilakukan oleh KJPP Stefanus, Tonny
Hardi dan Rekan
(KJPP STH) atas saham Perusahaan dalam laporan No.
STH-2013-102-SF-R tanggal
15 Maret 2013 dan KJPP Nirboyo A., Dewi A. & Rekan (KJPP
NDR) atas saham IKM
dalam laporan No.13-027/NDR/IKM/B/LL-R tanggal 15 Maret 2013,
rasio konversi
saham IKM menjadi saham Perusahaan adalah setiap satu saham IKM
akan ditukarkan
dengan 0,481 saham Perusahaan atau atas 10.128.069.095 saham IKM
yang telah
ditempatkan dan disetor penuh akan dikonversi dengan
4.871.601.234 saham
Perusahaan, adalah wajar.
PT Indosiar Karya Media Tbk secara efektif resmi bergabung
dengan PT Surya Citra
Media mulai 1 Mei 2013. Penggabungan tersebut telah disetujui
para pemegang saham dalam
Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang digelar di
SCTV Tower, Jakarta.
Penggabungan tersebut telah memperhatikan persyaratan yang
dituangkan dalam Rancangan
Penggabungan, termasuk persetujuan atas konsep Akta Penggabungan
sebagaimana dimuat
dalam Rancangan Penggabungan, sepanjang Rencana Penggabungan ini
juga disetujui oleh
para pemegang saham PT Surya Citra Media Tbk.
Penggabungan usaha dilakukan dalam rangka efisiensi, karena PT
Surya Citra
Media Tbk dan PT Indosiar Karya Media Tbk memiliki pemegang
saham pengendali yang
sama yakni PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. Diketahui, PT Elang
Mahkota Teknologi Tbk
(EMTK) adalah pemegang mayoritas saham PT Surya Citra Media Tbk
(SCMA). PT Elang
Mahkota Teknologi Tbk memiliki 74,66 persen saham di SCMA.
Adapun SCMA pemilik 99
persen saham di SCTV. Selain itu, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk
juga memiliki 74
persen saham di IDKM. Adapun IDKM diketahui pemilik 99 persen
saham di Indosiar. Paska
merger, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk akan memilki saham 74,46
persen saham di
SCMA. Adapun SCMA pemilik langsung 99,9 persen saham di SCTV dan
99,9 persen saham
di Indosiar. SCMA akan menjadi perusahaan hasil penggabungan.
Meski demikian, proses
pengambilan keputusan dan koordinasi kegiatan usaha di level
anak usaha tetap di SCTV dan
Indosiar. Dalam transaksi merger tersebut, setiap satu saham
IDKM ditukar dengan 0,481
-
13
saham SCMA. Selanjutnya, para pemegang saham IDKM akan memegang
maksimal 33
persen modal saham ditempatkan dan disetor pada perusahaan hasil
merger. Sementara
pemegang saham SCMA akan memegang maksimal 66 persen modal saham
ditempatkan dan
disetor pada perusahaan hasil merger.
Kerangka Pemikiran Kombinasi Bisnis Entitas Sepengendali Antara
SCM Dan IKM Sebelum Penggabungan Usaha
EMTK
SCM
SCTV BTV SCP SP
IKM
IVM IBT dll (22)
74,66% 74,08%
-
14
Kerangka Pemikiran Kombinasi Bisnis Entitas Sepengendali antara
SCM dan IKM
Setelah Penggabungan Usaha
Manajemen SCMA dan IDKM menilai, diperlukan sinergi dan
efisiensi dalam
menyikapi pesatnya perkembangan industrian penyiaran swasta.
Efisiensi hasil merger
tersebut diharapkan dapat diperoleh melalui perampingan
operasional dan penghapusan
aktifitas yang dianggap duplikasi pada SCTV dan Indosiar.
B. Analisis Sengketa 1. Perihal Jangka Waktu Penerbitan
Keputusan atas Surat Permohonan a. Menurut PT. Surya Citra Media
Tbk
PT. Surya Citra Media Tbk berpendapat bahwa Keputusan Tergugat
KEP-
2630/WPJ.07/2013 diterbitkan setelah melewati jangka waktu satu
bulan sejak
diterimanya permohonan dari PT. Surya Citra Media Tbk secara
lengkap. Berdasarkan
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-45/PJ/2008 tentang
Penyampaian dan
Pemonitoran Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan
No.43/PMK.03/2008 menetapkan
bahwa Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
menerbitkan surat permintaan
kelengkapan permohonan paling lama 3 (tiga) hari sejak
diterimanya permohonan yang
belum lengkap. Surat Permohonan disampaikan pada tanggal 25
Oktober 2013, sementara
sampai dengan tanggal 28 Oktober 2013 (tiga hari sejak surat
permohonan disampaikan),
Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus tidak pernah
menerbitkan surat permintaan
kelengkapan permohonan kepada PT. Surya Citra Media Tbk,
sehingga patut dianggap
EMTK
SCM
SCTV BTV SCP SP IVM IBT dll (22)
74,46%
-
15
bahwa surat permohonan penggunaan nilai buku yang telah diajukan
telah lengkap. Baru
pada tanggal 8 November 2013 (empat belas hari sejak surat
permohonan disampaikan),
Direktur Jenderal Pajak menyampaikan permintaan penjelasan dan
kelengkapan data yang
sebenarnya tidak secara spesifik disyaratkan dalam ketentuan
peraturan yang berlaku, yang
kemudian tetap PT. Surya Citra Media Tbk penuhi pada tanggal 14
November 2013.
b. Menurut DJP Berdasarkan penelitian terhadap dokumen yang
disampaikan Wajib Pajak, pada
lampiran I tabel 5 surat permohonan, PT. Surya Citra Media Tbk
mencantumkan daftar
harta yang dialihkan dalam rangka penggabungan usaha adalah
NIHIL. Oleh karena itu,
pada tanggal 08 November 2013 dengan surat Nomor:
S-452/WPJ.07/BD.04/2013 tentang
Permintaan Penjelasan dan Kelengkapan Data, Kantor Wilayah DJP
Jakarta Khusus
meminta penjelasan terkait harta yang dialihkan dan meminta
kelengkapan permohonan
kepada PT. Surya Citra Media Tbk sebagai berikut:
a. Rincian secara detail jenis aktiva yang dialihkan per
kelompok, per jenis dan per
tahun perolehan.
b. Fotokopi SPPT dan STTS PBB untuk membuktikan kepemilikan
aktiva
c. Permintaan Surat Pernyataan mengenai tujuan dan alasan
penggabungan usaha.
PT. Surya Citra Media Tbk merespon dengan surat Nomor:
DIR/Fin/156/SCM/1113
tanggal 12 November 2013, dokumen yang diserahkan oleh adalah
sebagai berikut:
Surat Pernyataan mengenai tujuan dan alasan penggabungan
usaha
Fotokopi SPPT dan SITS PBB Tahun 2012 dan 2013 an PT Surya Citra
Media, Tbk.;
Bahwa melalui surat tersebut, PT. Surya Citra Media Tbk juga
menjelaskan bahwa
PT Indosiar Karya Media, Tbk (pihak yang mengalihkan harta)
tidak memiliki aktiva
tetap. Surat ini diterima Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus pada
tanggal 15 November
2013 sehingga permohonan dinyatakan lengkap sejak tanggal 15
November 2013.
Kepala Kanwil DJP Jakarta Khusus menerbitkan Keputusan Direktur
Jenderal Pajak
Nomor: KEP-2630/WPJ.07/2013 tanggal 13 Desember 2013, dengan
demikian,
penerbitan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor:
KEP-2630/WPJ.07/2013 tanggal
13 Desember 2013 telah sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (4)
Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ./2008 dimana batas waktu
penerbitan Surat Keputusan
paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan Wajib Pajak
dinyatakan lengkap, dalam hal
ini adalah tanggal 13 Desember 2013.
-
16
2. Perihal Obyek yang Dapat Diajukan Gugatan a. Menurut DJP
Terhadap objek gugatan berupa Surat Keputusan Direktur Jenderal
Pajak Nomor
KEP-2630/WPJ.07/2013 tanggal 13 Desember 2013, DJP berpendapat
bahwa Surat
Keputusan tersebut bukan merupakan objek yang dapat diajukan
gugatan ke Badan Peradilan
Pajak berdasarkan ketentuan Pasal 23 ayat (2) huruf c UU KUP.
Yang dapat diajukan
gugatan ke Pengadilan Pajak adalah keputusan yang berkaitan
dengan pelaksanaan keputusan
perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan
Pasal 26", dengan demikian
rumusan tersebut mengandung arti bahwa yang dapat diajukan
gugatan sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Pasak 23 ayat (2) huruf c UU KUP adalah
hanya keputusan
(beschiking) yang berkaitan dengan pelaksanaan dari keputusan
perpajakan (beschiking).
Maka yang dapat diajukan gugatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 ayat (2) huruf c
adalah suatu keputusan yang berkaitan dengan telah
diterbitkannya suatu keputusan
perpajakan lain sebelumnya oleh badan atau pejabat tata usaha
negara di bidang perpajakan,
dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak atau Unit vertikal di
bawahnya.
b. Menurut PT. Surya Citra Media Tbk Menurut PT. Surya Citra
Media Tbk, keputusan nomor: KEP-2630/WPJ.07/2013
tanggal 13 Desember 2013 adalah merupakan surat keputusan yang
dapat diajukan
gugatan sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Undang-undang
Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan dan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun
2011 tentang Tata
Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
"Keputusan yang berkaitan
dengan pelaksanaan keputusan perpajakan yang diajukan gugatan
kepada badan peradilan
pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c
Undang-Undang meliputi
keputusan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak
selain:
a. Surat ketetapan pajak yang penerbitannya telah sesuai dengan
prosedur atau tata cara
penerbitan;
b. Surat Keputusan Pembetulan;
c. Surat Keputusan Keberatan yang penerbitannya telah sesuai
dengan prosedur atau tata
cara penerbitan;
d. Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi;
e. Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi;
f. Surat Keputusan Pengurangan Keteta pan Pajak;
-
17
g. Surat Keputusan Pembatalan Keteta pan Pajak; dan
h. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak
Dengan kata lain seluruh Keputusan yang diterbitkan oleh
Direktur Jenderal Pajak
selain dari pada keputusan-keputusan yang disebutkan dalam
ketentuan Pasal 37 dari PP
74/2011 tersebut, merupakan keputusan yang dapat diajukan
Gugatan kepada Pengadilan
Pajak. Oleh karenanya, berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas,
PT. Surya Citra Media
Tbk berpendapat bahwa KEP-2630/WPJ.07/2013 nyata-nyata merupakan
suatu keputusan
yang dapat diajukan gugatan kepada badan peradilan pajak
(Pengadilan Pajak) dan
merupakan obyek gugatan dengan alasan KEP-2630/WPJ.07/2013
diterbitkan oleh
Direktur Jenderal Pajak selaku badan otoritas perpajakan di
Indonesia dan KEP-
2630/WPJ.07/2013 tidak termasuk di dalam surat Keputusan yang
dikecualikan dalam
Pasal 37 dari PP 74/2011 tersebut.
3. Perihal Penggunaan Nilai Buku atau Nilai Pasar a. Menurut
DJP
DJP berpendapat bahwa nilai yang digunakan PT. Surya Citra Media
Tbk dalam
pengalihan harta adalah menggunakan nilai pasar, dengan
penjelasan sebagai berikut:
PT. Surya Citra Media Tbk yang melakukan penggabungan usaha
dapat menggunakan
nilai buku dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan izin
penggunaan nilai
buku atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan usaha
kepada kepada Kepala
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahi Kantor
Pelayanan Pajak
tempat Wajib Pajak pemohon terdaftar.
Pengertian harta sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah harta
dalam bentuk
aktiva tetap sebagaimana telah diatur di dalam ketentuan Pasal 4
Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008 dan Pasal 3 ayat (3) huruf a dan
Lampiran I tabel 5
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ./2008
menyebutkan bahwa daftar
harta yang dialihkan dalam rangka penggabungan usaha adalah
dalam bentuk aktiva tetap.
Sedangkan berdasarkan laporan keuangan PT Indosiar Karya Media,
Tbk diketahui bahwa PT
lndosiar Karya Media, Tbk tidak memiliki aktiva tetap. Aset PT
lndosiar Karya Media, Tbk
sebagian besar berupa penyertaan saham kepada anak perusahaan.
Harta yang dialihkan oleh
PT. lndosiar Karya Media, Tbk kepada PT. Surya Citra Media, Tbk
dalam rangka
penggabungan usaha (merger) adalah harta berupa "Penyertaan
saham" PT. lndosiar
Karya Media, Tbk pada PT. Indosiar Visual Mandiri sebesar 99.99%
dengan nilai
-
18
nominal sebesar Rp 752.839.702.516,00. DJP berpendapat bahwa
harta berupa
"Penyertaan saham" tidak termasuk dalam pengertian aktiva
tetap/aset tetap sebagaimana
dimaksud dalam paragraf 6 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) 16 tentang
Aset Tetap dan penyajian harta berupa "Penyertaan saham" dalam
laporan keuangan harus
dicatat secara terpisah dari aktiva tetap/aset tetap sebagaimana
dimaksud dalam paragraf
52 PSAK 1 tentang Penyajian Laporan Keuangan.
b. Menurut PT. Surya Citra Media Tbk PT. Surya Citra Media Tbk
tidak setuju dengan pernyataan DJP karena seluruh
ketentuan yang mengatur tentang penggunaan nilai buku atas
pengalihan harta dalam rangka
penggabungan usaha, yakni:
Pasal 10 ayat 3 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan;
Peraturan Menteri Keuangan No.43/PMK.03/2008 tentang Penggunaan
Nilai Buku atas
Pengalihan Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau
Pemekaran Usaha;
Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-28/PJ./2008 tentang
Persyaratan dan Tata Cara
Pemberian Izin Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam
Rangka
Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha; dan
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-45/PJ/2008 tentang
Penyampaian dan
Pemonitoran Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan
No.43/PMK.03/2008 tentang
Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam Rangka
Penggabungan, Peleburan,
atau Pemekaran Usaha beserta Peraturan Pelaksanaannya;
bahwa tidak membatasi bahwa jenis harta yang dapat dialihkan
dalam rangka penggabungan
usaha dengan menggunakan nilai buku hanya terbatas pada aktiva
tetap. PT. Surya Citra
Media Tbk berpendapat bahwa seluruh peraturan yang ada terkait
dengan penggunaan nilai
buku atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan usaha telah
jelas. Dengan demikian,
pendapat DJP bahwa penggunaan nilai buku tersebut hanya terbatas
pada aktiva tetap adalah
merupakan interpretasi DJP yang tidak memiliki dasar hukum,
sehingga merugikan PT.
Surya Citra Media Tbk sebagai Wajib Pajak.
4. Pendapat dan Kesimpulan Majelis Hakim Substansi yang menjadi
objek gugatan adalah Surat keputusan Direktur jenderal Pajak
Nomor: KEP-2630/WPJ.07/2013 tanggal 13 Desember 2013 yang
menolak surat PT. Surya
Citra Media Tbk Nomor: DIR/FIN/143/SCM/J103 tanggal 16 Oktober
2013 tentang
Permohonan Penggunaan Nilai Buku Atas Pengalihan Harta Dalam
Rangka Penggabungan
-
19
Usaha yang mendasarkan kepada Pasal 23 ayat (2) huruf (c)
Undang-undang Nomor: 6 tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana
telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor: 16 tahun 2009.
Berdasarkan pasal 23 ayat 2 huruf (c) Undang-undang KUP tahun
2007 bahwa gugatan
wajib pajak atau penanggung pajak dapat dilakukan terhadap
Keputusan yang berkaitan
dengan pelaksanakan keputusan perpajakan selain yang ditetapkan
dalam pasal 25 ayat (1)
dan pasal 26; bahwa oleh karena itu menurut Majelis surat
keputusan nomor KEP-
2630/WPJ.07/2013 tanggal 13 Desember 2013 tersebut adalah
merupakan keputusan yang
dapat digugat.
Selanjutnya yang menjadi pokok gugatan a-quo adalah:
1. Penerbitan surat keputusan nomor KEP-2630/WPJ.07/2013 tanggal
13 Desember 2013
harus dibatalkan karena telah melampaui jangka waktu 1 (satu)
bulan sejak diterimanya
permohonan dari PT. Surya Citra Media Tbk secara lengkap
sehingga oleh karena itu,
sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (5) dari Peraturan Direktur
Jenderal Pajak No. PER-
28/PJ./2008, permohonan PT. Surya Citra Media Tbk harus dianggap
diterima dan
kepada PT. Surya Citra Media Tbk diterbitkan surat keputusan
persetujuan.
2. PT. Surya Citra Media Tbk telah memenuhi semua
persyaratan-persyaratan untuk
mendapatkan persetujuan penggunaan nilai buku atas pengalihan
harta dalam rangka
penggabungan usaha sebagaimana diatur dalam ketentuan perpajakan
yang berlaku.
PT. Surya Citra Media Tbk menyatakan ketidaksetujuannya atas
penolakan Direktur
Jenderal Pajak untuk memberikan persetujuan penggunaan nilai
buku atas pengalihan
harta dalam rangka penggabungan usaha. Direktur Jenderal Pajak
hanya menyatakan
bahwa permohonan PT. Surya Citra Media Tbk ditolak karena
dianggap tidak memenuhi
persyaratan formal untuk dapat dipertimbangkan, tanpa menunjukan
secara tegas atau
memberi penjelasan mengenai persyaratan formal mana yang tidak
terpenuhi tersebut.
Berdasarkan pemeriksaan dan penilaian terhadap keterangan dan
bukti-bukti yang
diserahkan oleh para pihak dalam persidangan, Majelis
berpendapat:
1. Jangka waktu persetujuan atas permohonan penggunaan nilai
buku atas pengalihan harta
dalam rangka penggabungan usaha telah diatur secara jelas dalam
Pasal 3 ayat (5)
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ./2008 Tahun
2008, yaitu satu bulan
sejak permohonan diterima secara lengkap, hal ini lebih
ditegaskan lagi dalam angka 6
huruf b Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-45/PJ/2008
tentang
Penyampaian dan Pemonitoran Pelaksanaan Peraturan Menteri
Keuangan
-
20
No.43/PMK.03/2008 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan
Harta dalam
Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha. Yang pada
intinya penegasan
tentang saat permohonan diterima secara lengkap yang memang
merupakan panduan bagi
internal DJP dalam rangka memberikan kepastian hukum bagi para
wajib pajak. Bahwa
Surat edaran tersebut beralasan karena guna memberikan pelayanan
dan kepastian hukum
kepada Wajib Pajak sudah selayaknya ditentukan kapan saat
kelengkapan tersebut
dimulai.
2. Telah terjadi kesalahan yang dilakukan oleh Direktur Jenderal
Pajak karena setelah 14
hari sejak permohonan yang diajukan oleh PT. Surya Citra Media
Tbk, Direktur Jenderal
Pajak baru meminta kelengkapan yang seharusnya 3 hari sejak
diterima permohonan oleh
Direktur Jenderal Pajak, hal ini mengakibatkan surat permohonan
diproses melebihi
jangka waktu yang semestinya tidak sesuai dengan yang diatur
dalam Pasal 3 ayat (5)
Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-28/PJ./2008 Tahun
2008.
3. Secara materil PT. Surya Citra Media Tbk mempermasalahkan
alasan Direktur Jenderal
Pajak menolak permohonan PT. Surya Citra Media Tbk tentang
permohonan Penggunaan
Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam Rangka Penggabungan Usaha
dengan alasan
tidak memenuhi persyaratan formal.
Direktur Jenderal Pajak mendalilkan bahwa alasan penolakan yang
menyatakan bahwa
surat permohonan PT. Surya Citra Media Tbk tidak memenuhi
persyaratan formal adalah
karena tidak memenuhi ketentuan seperti yang diatur dalam Pasal
4 ayat (2) Peraturan
Menteri Keuangan no. 43 tahun 2008 tentang Penggunaan Nilai Buku
atas Pengalihan Harta
dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha.
Menurut Majelis persyaratan formal atas permohonan Penggunaan
Nilai Buku atas
Pengalihan Harta dalam Rangka Penggabungan Usaha terkait dalil
Direktur Jenderal Pajak
yang menyatakan bahwa penggunaan nilai buku dalam rangka
penggabungan usaha hanya
terbatas pada aktiva tetap dan hal tersebut dikaitkan dengan
persyaratan formal adalah keliru.
Berdasarkan pertimbangan hukum a-quo, Majelis berkesimpulan
untuk menerima gugatan
PT. Surya Citra Media Tbk , sekaligus membatalkan surat
keputusan Direktur Jenderal Pajak
no. KEP-2630/WPJ.07/2013 tanggal 13 Desember 2013 dan Majelis
memerintahkan kepada
Direktur Jenderal Pajak untuk mengabulkan surat PT. Surya Citra
Media Tbk
Nomor.DIR/FIN/143/SCM/J103 tanggal 16 Oktober 2013 tentang
Permohonan Penggunaan
Nilai Buku Atas Pengalihan Harta Dalam Rangka Penggabungan
Usaha
-
21
IV. KESIMPULAN Berdasarkan analisis yang telah dilakukan,
Penulis dapat menyimpulkan hal-hal
sebagai berikut:
a. Aktifitas merger dan akuisisi perusahaan menimbulkan dampak
perpajakan. Keuntungan
karena penjualan atau karena pengalihan harta merupakan objek
pajak. Nilai perolehan
atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi,
penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, atau pengambilan usaha adalah jumlah yang
seharusnya
dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar (market
price), kecuali ditetapkan lain
oleh Menteri Keuangan.
b. Pemilihan metode penilaian atas aset yang dialihkan dalam
rangka penggabungan usaha
harus didasarkan kepada substansi bentuk penggabungan usahanya.
sesuai dengan PSAK
No. 38 (2012), pengalihan bisnis yang dilakukan dalam rangka
reorganisasi entitas
sentitas yang berada dalam suatu kelompok usaha yang sama tidak
menimbulkan laba
atau rugi bagi kelompok usaha maupun entitas individual dalam
kelompok usaha
tersebut. Karena transaksi restrukturisasi entitas sepengendali
tidak mengakibatkan
perubahan substansi ekonomi kepemilikan atas aset, liabilitas,
saham atau instrumen
kepemilikan lainnya yang dipertukarkan, maka aset maupun
liabilitas yang dialihkan
harus dicatat sebesar nilai buku sebagai penggabungan usaha
berdasarkan metode
penyatuan kepemilikan (pooling-of-interests). Selisih antara
jumlah imbalan yang
dialihkan dan nilai tercatat dari setiap transaksi kombinasi
bisnis entitas sepengendali
diakui di ekuitas pada akun Tambahan Modal Disetor.
c. Aspek hukum terkait jangka waktu penyelesaian permohonan dan
tata cara penerbitan
surat keputusan harus lebih diperhatikan oleh Direktorat
Jenderal Pajak supaya tidak
menimbulkan masalah hukum dikemudian hari.
-
22
DAFTAR REFERENSI
Buku Hariyani, Iswi, SH, MH, dkk, Merger, Konsolidasi, Akuisisi,
& Pemisahan Perusahaan: Cara Cerdas Mengembangkan &
Memajukan Perusahaan, Jakarta: Visimedia, 2011. Hitt,M. A, Merger
dan Akuisisi: Panduan Bagi para Pemegang Saham Untuk Meraih Laba,
Terjemahan,Cetakan Pertama, Jakarta: Erlangga, 2002.
Marcell Go dan Christina, Manajemen Grup Bisnis, 2003 Moin,
Abdul, Merger, Akuisisi, & Divestasi: Edisi kedua, Yogyakarta:
Ekonisia, 2010.
Peraturan Perundangan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-28/PJ./2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Izin
Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam Rangka
Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha
Peraturan Menteri Keuangan No. 43/PMK.03/2008 tentang Penggunaan
Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam Rangka Penggabungan,
Peleburan, atau Pemekaran Usaha
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan nomor 1 tentang Penyajian
Laporan Keuangan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan nomor 16
tentang Aset Tetap
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan nomor 22 tentang Kombinasi
Bisnis Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan nomor 38 tentang
Akuntansi Restrukturisasi Entitas Sepengendali Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak No. SE-45/PJ/2008 tentang Penyampaian dan
Pemonitoran Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan
No.43/PMK.03/2008 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan
Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha
beserta Peraturan Pelaksanaannya Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan