Top Banner
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningitis adalah sebuah inflamasi dari membran pelindung yang menutupi otak dan medula spinalis yang dikenal sebagai meninges. Inflamasi dari meningen dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri atau mikroorgansime lain dan penyebab paling jarang adalah karena obat-obatan (Ginsberg, 2004). Meningitis dapat mengancam jiwa dan merupakan sebuah kondisi kegawatdaruratan (Tunkel, 2004). Meningitis bakterial merupakan meningitis yang disebabkan oleh infeksi bakteri dan merupakan kondisi yang serius yang jika tidak segera ditangani akan menyebabkan kerusakan otak dan bahkan kematian (Tunkel, 2004). Berdasarkan penelitian epidemiologi mengenai infeksi sistem syaraf pusat di Asia, pada daerah Asia Tenggara, meningitis yang paling sering dijumpai adalah meningitis tuberkulosa (Ducomble, 2009). Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak (meningen) yang disebabkan oleh 1
36

Paper Meningitis Tb

Nov 11, 2015

Download

Documents

chairulna

PAPER
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

22

BAB 1PENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangMeningitis adalah sebuah inflamasi dari membran pelindung yang menutupi otak dan medula spinalis yang dikenal sebagai meninges. Inflamasi dari meningen dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri atau mikroorgansime lain dan penyebab paling jarang adalah karena obat-obatan (Ginsberg, 2004). Meningitis dapat mengancam jiwa dan merupakan sebuah kondisi kegawatdaruratan (Tunkel, 2004).Meningitis bakterial merupakan meningitis yang disebabkan oleh infeksi bakteri dan merupakan kondisi yang serius yang jika tidak segera ditangani akan menyebabkan kerusakan otak dan bahkan kematian (Tunkel, 2004). Berdasarkan penelitian epidemiologi mengenai infeksi sistem syaraf pusat di Asia, pada daerah Asia Tenggara, meningitis yang paling sering dijumpai adalah meningitis tuberkulosa (Ducomble, 2009).Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak (meningen) yang disebabkan oleh bakteriMycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini merupakan salah satu bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit tuberkulosis paru. Infeksi primer muncul di paru-paru dan dapat menyebar secara limfogen dan hematogen ke berbagai daerah tubuh di luar paru, seperti perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak(Kliegman,2004).Mycobacterium tuberkulosismerupakan bakteri berbentuk batang pleomorfik gram positif, berukuran 0,4 3 , mempunyai sifat tahan asam, dapat hidup selama berminggu-minggu dalam keadaan kering, serta lambat bermultiplikasi (setiap 15 sampai 20 jam). Bakteri ini merupakan salah satu jenis bakteri yang bersifatintracellular pathogenpada hewan dan manusia. SelainMycobacterium tuberkulosis,spesies lainnya yang juga dapat menimbulkan tuberkulosis adalahMycobacterium bovis, Mycobacterium africanum, danMycobacterium microti (Jawetz, 2005).Meningitis tuberkulosa merupakan salah satu komplikasi dari tuberkulosa primer. Morbiditas dan mortalitas penyakit ini tinggi dan prognosisnya buruk. Komplikasi meningitis tuberkulosa terjadi setiap 300 tuberkulosa primer yang tidak diobati. Insiden meningitis tuberkulosa sebanding dengan tuberkulosa primer, umumnya bergantung pada status sosio-ekonomi, higiene masyarakat, umur, status gizi dan faktor genetik yang menentukan respon imun seseorang. Penyakit ini dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih sering dibanding dewasa terutama pada 5 tahun pertama kehidupan. Jarang ditemukan pada usia dibawah 6 bulan dan hampir tidak pernah ditemukan pada usia dibawah 3 bulan (Aditama, 2002).

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak (meningen) yang disebabkan oleh bakteriMycobacterium tuberculosis. Meningitis tuberkulosis merupakan hasil dari penyebaran hematogen dan limfogen bakteri Mycobacterium tuberculosis dari infeksi primer pada paru (Susanna, 2012).Meningitis sendiri dibagi menjadi dua menurut pemeriksaan Cerebospinal Fluid (CSF) atau disebut juga Liquor Cerebrospinalis (LCS), yaitu: meningitis purulenta dengan penyebab bakteri selain bakteri Mycobacterium tuberculosis, dan meningitis serosa dengan penyebab bakteri tuberkulosis ataupun virus (Hardiono, 2004)2.2. InsidensiMeningitis tuberkulosis merupakan penyakit yang paling sering ditemukan dinegara yang sedang berkembang, salah satunya adalah Indonesia, dimana insidensi tuberkulosis lebih tinggi bagi orang dengan HIV/AIDS (ODHA) (Bidstrup, 2002). Meningitis tuberkulosa merupakan salah satu komplikasi dari tuberkulosis primer. Mobiditas dan mortalitas penyakit ini tinggi dan prognosisnya buruk. Komplikasi meningitis tuberkulosis terjadi setiap 300 kasus tuberkulosis primer yang tidak diobati. Centers for Disease Control (CDC) melaporkan pada tahun 1990 morbiditas meningitis tuberkulosis sebanding dengan tuberkulosis primer, umumnya bergantung pada status sosio-ekonomi, higiene masyarakat, umur, status gizi dan faktor genetik yang menentukan respon imun seseorang. Faktor predisposisi berkembangnya infeksi tuberkulosis adalah malnutrisi, penggunaan kortikosteroid, keganasan, cedera kepala, infeksi HIV dan diabetes melitus. Penyakit ini dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih sering dibanding dengan dewasa terutama pada 5 tahun pertama kehidupan. Jarang ditemukan pada usia dibawan 6 bulan dan hampir tidak pernah ditemukan pada usia dibawan 3 bulan (Nofareni, 2003).Tuberkulosis yang menyerang SSP (Sistem Saraf Pusat) ditemukan dalam tiga bentuk, yakni meningitis, tuberkuloma, dan araknoiditis spinalis. Ketiganya sering ditemukan di negara endemis TB, dengan kasus terbanyak berupa meningitis tuberkulosis. Di Amerika Serikat yang bukan merupakan negara endemis tuberkulosis, meningitis tuberkulosis meliputi 1% dari semua kasus tuberkulosis (Rahajoe, 2007)Di Indonesia, meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan karena morbiditas tuberkulosis pada anak masih tinggi. Penyakit ini dapat saja menyerang semua usia, termasuk bayi dan anak kecil dengan kekebalan alamiah yang masih rendah. Angka kejadian tertinggi dijumpai pada anak umur 6 bulan sampai dengan 4 atau 6 tahun, jarang ditemukan pada umur dibawah 6 bulan, hampir tidak pernah ditemukan pada umur dibawah 3 bulan. Meningitis tuberkulosis menyerang 0,3% anak yang menderita tuberkulosis yang tidak diobati (Kliegman,2004). Angka kematian pada meningitis tuberkulosis berkisar antara 10-20%. Sebagian besar memberikan gejala sisa, hanya 18% pasien yang akan kembali normal secara neurologis dan intelektual (Poesponegoro, 2005).

2.3. EtiologiMycobacterium tuberkulosismerupakan bakteri berbentuk batang pleomorfik gram positif, berukuran 0,4 3 , mempunyai sifat tahan asam, dapat hidup selama berminggu-minggu dalam keadaan kering, serta lambat bermultiplikasi (setiap 15 sampai 20 jam). Bakteri ini merupakan salah satu jenis bakteri yang bersifatintracellular pathogenpada hewan dan manusia. SelainMycobacterium tuberkulosis,spesies lainnya yang juga dapat menimbulkan tuberkulosis adalahMycobacterium bovis, Mycobacterium africanum, danMycobacterium microti (Jawetz, 2005).

2.4. Anatomi dan FisiologiOtak dan medula spinalis diselimuti meningen yang melindungi struktur syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan dengan sekresi sejenis cairan yaitu cairan serebrospinalis. Meningen terdiri dari tiga lapis, yaitu :1. Piamater, merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang menutupi permukaan otak dan membentang kedalam sulkus, fisura dan sekitar pembuluh darah di seluruh otak. Piamater juga membentang kedalam fisura trasversalis di bawah corpus callosum. Ditempat ini piamater membentuk tela choroidea dari ventrikel tertius dan lateralis, dan bergabung dengan ependim dan pembuluh-pembuluh darah choroideus dari ventrikel-ventrikel ini. Pia dan ependim berjalan diatas atap dari ventrikel keempat dan membentuk tela choroidea ditempat itu.2. Arachnoid, merupakan selaput halus yang memisahkan piamater dan duramater.3. Duramater, merupakan lapisan paling luar yang padat dan keras berasal dari jaringan ikat yang tebal dan kuat. Durakranialis atau pachymeninx adalah struktur fibrosa yang kuat dengan lapisan dalam (meningen) dan lapisan luar (periosteal). Duramater lapisan luar melekat pada permukaan dalam cranium dan juga membentuk periosteum. Diantara kedua hemispher terdapat invaginasi yang disebut falx cerebr yang melekat pada crista galli dan meluas ke crista frontalis kebelakang sampai ke protuberantia occipitalis interna, tempat dimana duramater bersatu dengan tentorium cerebelli yang meluas ke kedua sisi (Yayan, 2008).

Gambar 2.4.1. Struktur Meningen

2.5. PatogenesisMeningitis tuberkulosis terjadi akibat penyebaran infeksi secara hematogen ke meningen. Dalam perjalanannya meningitis tuberkulosa melalui 2 tahap. Mula-mula terbentuk lesi di otak atau meningen akibat penyebaran basil secara hematogen selama infeksi primer. Penyebaran secara hematogen dapat juga terjadi pada tuberkulosa kronik, tetapi keadaan ini jarang ditemukan. Selanjutnya meningitis terjadi akibat terlepasnya basil dan antigen tuberkulosis dari fokus kaseosa (lesi permulaan diotak) akibat trauma atau proses imunologik, lansung masuk keruang subarachnoid. Meningitis tuberkulosis terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer.Kebanyakan bakteri masuk kecairan serebrospinal dalam bentuk kolonisasi dari nasofaring atau secara hematogen menyebar ke pleksus koroid, parenkim otak, atau selaput meningen. Vena-vena yang mengalami penyumbatan dapat menyebabkan aliran retrograde transmisi dari infeksi. Kerusakan lapisan dura dapat disebabkan oleh fraktur, paska bedah syaraf, injeksi steroid secara epidural, tindakan anestesi, adanya benda asing seperti implan koklear, VP shunt, dan lain-lain. Sering juga kolonisasi organisme pada kulit dapat menyebabkan meningitis. Walaupun meningitis dikatakan sebagai peradangan selaput meningen, kerusakan meningen dapat berasal dari infeksi yang dapat berakibat edema otak, penyumbatan vena dan memblok aliran cairan serebrospinal yang dapat berakhir dengan hidrosefalus, peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi (Tbindonesia, 2014).

2.6. Manifestasi KlinisGejala klinis meningitis tb berbeda untuk masing-masing penderita. Faktor-faktor yang bertanggung jawab terhadap gejala klinis erat kaitannya dengan perubahan patologi yang ditemukan. Tanda dan gejala klinis meningitis tb muncul perlahan-lahan dalam waktu beberapa minggu (Tbindonesia, 2014)Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus yaitu tengkuk kaku dalam sikap tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran menurun. Tanda kernigs dan brudzinsky positif.Gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia si penderita serta kuman penyebabnya. Gejala yang paling umum adalah demam tinggi, sakit kepala, pilek, mual, muntah, kejang. Setelah itu biasanya penderitanya merasa sangat lelah, leher terasa pegal dan kaku, gangguan kesadaran serta penglihatan menjadi kurang jelas.Menurut Lincoln, manifestasi klinis dari meningitis tuberculosa dikelompokkan dalam tiga stadium:1.Stadium I (stadium inisial / stadium non spesifik / fase prodromal) Prodromal, berlangsung 1 - 3 minggu. Biasanya gejalanya tidak khas, timbul perlahan- lahan, tanpa kelainan neurologisGejala: demam (tidak terlalu tinggi), rasa lemah, nafsu makan menurun (anorexia), nyeri perut, sakit kepala, tidur terganggu,mual, muntah, konstipasi, apatis, irritable. Pada bayi,irritabledan ubun-ubun menonjol merupakan manifestasi yang sering ditemukan; sedangkan pada anak yang lebih tua memperlihatkan perubahan suasana hati yang mendadak, prestasi sekolah menurun, letargi, apatis, mungkin saja tanpa disertai demam dan timbul kejang intermiten. Kejang bersifat umum dan didapatkan sekitar 10-15%. Jika sebuah tuberkel pecah ke dalam ruang sub arachnoid maka stadium I akan berlangsung singkat sehingga sering terabaikan dan akan langsung masuk ke stadium III.

2.Stadium II (stadium transisional / fase meningitik) Pada fase ini terjadi rangsangan pada selaput otak / meningen. Ditandai oleh adanya kelainan neurologik, akibat eksudat yang terbentuk diatas lengkung serebri. Pemeriksaan kaku kuduk (+), refleks Kernig dan Brudzinski (+) kecuali pada bayi. Dengan berjalannya waktu, terbentuk infiltrat (massa jelly berwarna abu) di dasar otakdanmenyebabkan gangguan otak / batang otak. Pada fase ini, eksudat yang mengalami organisasi akan mengakibatkan kelumpuhan saraf kranial dan hidrosefalus, gangguan kesadaran, papiledema ringan serta adanya tuberkel di koroid.Vaskulitis menyebabkan gangguan fokal, saraf kranial dan kadang medulla spinalis. Hemiparesis yang timbul disebabkan karena infark/ iskemia, quadriparesis dapat terjadi akibat infark bilateral atau edema otak yang berat. Pada anak berusia di bawah 3 tahun, iritabel dan muntah adalah gejala utamanya, sedangkan sakit kepala jarang dikeluhkan. Sedangkan pada anak yang lebih besar, sakit kepala adalah keluhan utamanya, dan kesadarannya makin menurun. Gejala: Akibat rangsang meningen sakit kepala berat dan muntah (keluhanutama) Akibat peradangan / penyempitan arteri di otak : disorientasi, bingung, kejang, tremor, hemibalismus / hemikorea, hemiparesis / quadriparesis, penurunan kesadaran. Gangguan otak / batang otak / gangguan saraf kranial:Saraf kranial yang sering terkena adalah saraf otak III, IV, VI, dan VII.Tanda:- strabismus- diplopia- ptosis- reaksi pupil lambat- gangguan penglihatan kabur

3. Stadium III (koma / fase paralitik) Terjadi percepatan penyakit, berlandsung selama 2-3 minggu Gangguan fungsi otak semakin jelas. Terjadi akibat infark batang otak akibat lesi pembuluh darah atau strangulasi oleh eksudat yang mengalami organisasi. Gejala: pernapasan irregular demam tinggi edema papil hiperglikemia kesadaran makin menurun,irritabledan apatik, mengantuk,stupor, koma, otot ekstensor menjadi kaku dan spasme,opistotonus, pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali. nadi dan pernafasan menjadi tidak teratur hiperpireksia akhirnya, pasien dapat meninggal.

Tiga stadium tersebut di atas biasanya tidak jelas batasnya antara satu dengan yang lain, tetapi bila tidak diobati biasanya berlangsung 3 minggu sebelum pasien meninggal. Dikatakan akut bila 3 stadium tersebit berlangsung selama 1 minggu.Hidrosefalus dapat terjadi pada kira-kira 2/3 pasien, terutama yang penyakitnya telah berlangsung lebih dari 3 minggu. Hal ini terjadi apabila pengobatan terlambat atau tidak adekuat (Darto Saharso, 1999., Kliegman,et al.2004., Nastiti N. Rahajoe, dkk., 2007).

2.7. Prosedur Diagnostik Diagnosis meningitis tuberkulosis bergantung pada isolasi bakteri Mycobakterium tuberkulosis dari cairan serobrospinal. Namun, kultur membutuhkan waktu lama +/- 4-8 minggu (Thwaites, et al., 2000).Rapid diagnosis meningitis tuberkulosis adalah pewarnaan Ziehl-Nielsen dari sampel CSF untuk melihat adanya bakteri tahan asam, tetapi teknik ini memiliki sensitifitas yang kurang baik. Teknik diagnosis terbaru seperti PCR belum diteliti lebih dalam karena belum sering digunakan karena kasus meningitis tuberkulosis terdapat di negara berkembang dimana PCR belum memungkinkan. Sebelum tes yang sensitivedan terjangkaudidapatkan, diagnosis tuberkulosis hanya bisa berdasarkan gejala klinis dan hasil lab spesifik yang menandakan infeksi tuberkulosis dan diberi penanganan yang tepat.1. AnamnesisAdanya riwayat kejang atau penurunan kesadaran (tergantung stadium penyakit), adanya riwayat kontak dengan pasien tuberkulosis (baik yang menunjukkan gejala, maupun yang asimptomatik), adanya gambaran klinis yang ditemukan pada penderita (sesuai dengan stadium meningitis tuberkulosis). Pada neonatus, gejalanya mungkin minimalis dan dapat menyerupai sepsis, berupa bayi malas minum, letargi,distresspernafasan, ikterus, muntah, diare, hipotermia, kejang (pada 40% kasus), dan ubun-ubun besar menonjol (pada 33,3% kasus)2. Pemeriksaan fisikTergantung stadium penyakit. Tanda rangsang meningen seperti kaku kuduk biasanya tidak ditemukan pada anak berusia kurang dari 2 tahun (Herry Garna dan Nataprawira., 2005).3. Uji tuberkulin positif. Pada 40% kasus, uji tuberkulin dapat negatif.Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaanscreeningtuberkulosis yang paling bermanfaat. Penelitian menunjukkan bahwa efektivitas uji tuberkulin pada anak dapat mencapai 90%. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, tetapi hingga saat ini caramantouxlebih sering dilakukan. Pada ujimantoux, dilakukan penyuntikan PPD(Purified Protein Derivative)dari kumanMycobacterium tuberculosis.Lokasi penyuntikan ujimantouxumumnya pada bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkanintrakutan(ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 4872 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter daripembengkakan(indurasi) yang terjadi.Berikut ini adalah interpretasi hasil ujimantoux:1.Pembengkakan (Indurasi):04 mm uji mantoux negatif.Arti klinis : tidak ada infeksiMycobacterium tuberculosa.

2.Pembengkakan (Indurasi):39 mm uji mantoux meragukan.Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang denganMycobacterium atypicatau setelah vaksinasi BCG.

3.Pembengkakan (Indurasi): 10 mm uji mantoux positif.Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksiMycobacteriumtuberculosa(www.mediastore.com., 2008)

Bila dalam penyuntikan vaksin BCG(Bacillus Calmette-Gurin)terjadi reaksi cepat (dalam 3-7 hari) berupa kemerahan dan indurasi 5 mm, maka anak dicurigai telah terinfeksiMycobacterium tuberculosis(tbcindonesia.or.id., 2008).4. Pemeriksaan laboratorium Darah: anemia ringan dan peningkatan laju endap darah pada 80% kasus (Darto Saharso, 1999., Herry Garna dan Nataprawira., 2005). Cairan otak dan tulang belakang /cairan cerebrospinal (dengan cara pungsi lumbal) : Warna: jernih (khas), bila dibiarkan mengendap akan membentuk batang-batang. Dapat juga berwarnaxanhtochrombila penyakitnya telah berlangsung lama dan ada hambatan di medulla spinalis. Jumlah sel: 100 500 sel / l. Mula-mula, sel polimorfonuklear dan limfosit sama banyak jumlahnya, atau kadang-kadang sel polimorfonuklear lebih banyak (pleositosis mononuklear). Kadang-kadang, jumlah sel pada fase akut dapat mencapai 1000 / mm3. Kadar protein: meningkat (dapat lebih dari 200 mg / mm3). Hal ini menyebabkancairan cerebrospinaldapat berwarnaxanthochromdan pada permukaan dapat tampak sarang laba-laba ataupun bekuan yang menunjukkan tingginya kadar fibrinogen (Iskandar Japardi, 2002). Kadar glukosa : biasanya menurun. Cairan cerebrospinal dikenal sebagai hipoglikorazia. Adapun kadar glukosa normal padaliquor cerebrospinalisadalah 60% dari kadar glukosa darah. Kadar klorida normal pada stadium awal, kemudian menurun Pada pewarnaan Gram dan kulturcairan cerebrospinaldapat ditemukan kuman (Darto Suharso. 1999., Herry Garna dan Nataprawira., 2005., Nastiti N. Rahajoe, dkk., 2007).Untuk mendapatkan hasil positif, dianjurkan untuk melakukan pungsi lumbal selama 3 hari berturut-turut. Terapi dapat langsung diberikan tanpa menunggu hasil pemeriksaan pungsi lumbal kedua dan ketiga (Nastiti N. Rahajoe, dkk., 2007).

5. Pemeriksaan radiologi: Foto toraks : dapat menunjukkan adanya gambaran tuberkulosis. Pemeriksaan EEG(electroencephalography)menunjukkan kelainan kira-kira pada 80% kasus berupa kelainan difus atau fokal (Darto Suharso. 1999). CT-scankepala : dapat menentukan adanya dan luasnya kelainan di daerah basal, serta adanya dan luasnya hidrosefalus.Gambaran dari pemeriksaan CT-scandan MRI(Magnetic Resonance Imaging)kepala pada pasien meningitis tuberkulosis adalah normal pada awal penyakit. Seiring berkembangnya penyakit, gambaran yang sering ditemukan adalahenhancementdi daerah basal, tampak hidrosefalus komunikans yang disertai dengan tanda-tanda edema otak atau iskemia fokal yang masih dini. Selain itu, dapat juga ditemukan tuberkuloma yangsilent, biasanya di daerah korteks serebri atau talamus (Nastiti N. Rahajoe, dkk., 2007).Diagnosis klinis meningitis tuberkulosis berdasarkan kriteria ogawa yaitu :1. Definite Kultur mikobakterium tuberkulosis positif dari likuor serebrospinalis atau diagnosis meningitis tuberkulosis ditegakkan melalui otopsi.

2. Probable Gambaran pleositosis dari LCS, kultur bakteri atau jamur negatif dan disertai dengan salah satu dari : uji tuberkulin positif, ditemukannya tuberkulosis diluar SSP atau tuberkulosis aktif sebelumnya, kadar glukosa LCS kurang dari 2.2 mmol/L (40 mg/dl) dan kadar protein lebih dari 0.6 g/L.

2.8. Gambaran HistopatologiGambaran patologi yang terjadi pada meningitis tuberkulosis ada 4 tipe, yaitu:1.Disseminated milliary tubercles, seperti pada tuberkulosis milier;2.Focal caseous plaques, contohnya tuberkuloma yang sering menyebabkan meningitis yang difus;3.Acute inflammatory caseous meningitis Terlokalisasi, disertai perkijuan dari tuberkel, biasanya di korteks Difus, dengan eksudat gelatinosa di ruang subarakhnoid4.Meningitis proliferatif Terlokalisasi, pada selaput otak Difus dengan gambaran tidak jelasGambaran patologi ini tidak terpisah-pisah dan mungkin terjadi bersamaan pada setiap pasien. Gambaran patologi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu umur, berat dan lamanya sakit, respon imun pasien, lama dan respon pengobatan yang diberikan, virulensi dan jumlah kuman juga merupakan faktor yang mempengaruhi.

2.9. PenatalaksanaanDiagnosis tuberculosis SSP sulit ditegakkan, untuk menghindari keterlambatan penanganan dan prognosisnya yang buruk, maka pengobatan biasanya berdasarkan pada diagnosis perkiraan, yaitu bila gejala dan tanda klinik mengarah ke diagnosis tuberculosis (Watson, 1993; Perera, 1994). Pemberian antibiotik seperti isoniazid, rifampin, pyrazinamide dan streptomycin semua menembus sawar darah otak. Pemberian obat ini selama 6-9 bulan, untuk anak anak bisa digabung degan antibiotik. Penggunaan corticosteroid pada pasien dewasa menjadi kontroversi karena bisa menyebabkan peningkatan TIK, penurunan kesadaran, spinal block dan tuberculous encephalopathy (Nicolls, 2005). Pasien dengan hidrosefalus obstruktif dan perburukan neurologis dapat diberi ventriculoatrial shunt atau ventriculoperitoneal shunt untuk menurunkan TIK (Schoeman, 1997).Pengobatan meningitis tuberkulosis harus tepat dan adekuat, termasuk kemoterapi yang sesuai, koreksi gangguan cairan dan elektrolit, dan penurunan tekanan intrakranial. Terapi harus segera diberikan tanpa ditunda bila ada kecurigaan klinis ke arah meningitis tuberkulosis (Darto Suharso. 1999., Nastiti N. Rahajoe, dkk., 2007).Terapi diberikan sesuai dengan konsep baku tuberkulosis yakni:Fase intensif selama 2 bulan dengan 4 sampai 5 obat anti tuberkulosis, yakni isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol.Terapi dilanjutkan dengan 2 obat anti tuberkulosis, yakni isoniazid dan rifampisin hingga 12 bulan.

Berikut ini adalah keterangan mengenai obat-obat anti tuberkulosis yang digunakan pada terapi meningitis tuberkulosis:IsoniazidBersifat bakterisid dan bakteriostatik. Obat ini efektif pada kuman intrasel dan ekstrasel, dapat berdifusi ke dalam selutuh jaringan dan cairan tubuh, termasuk liquor cerebrospinalis, cairan pleura, cairan asites, jaringan kaseosa, dan memiliki adverse reactionyang rendah. Isoniazid diberikan secara oral. Dosis harian yang biasa diberikan adalah 5-15 mg / kgBB / hari, dosis maksimal 300 mg / hari dan diberikan dalam satu kali pemberian. Isoniazid yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg, dan dalam bentuk sirup 100 mg / 5 ml. Konsentrasi puncak di darah, sputum, danliquor cerebrospinalisdapat dicapai dalam waktu 1-2 jam dan menetap paling sedikit selama 6-8 jam. Isoniazid terdapat dalam air susu ibu yang mendapat isoniazid dan dapat menembus sawar darah plasenta. Isoniazid mempunyai dua efek toksik utama, yakni hepatotoksik dan neuritis perifer. Keduanya jarang terjadi pada anak, biasanya lebih banyak terjadi pada pasien dewasa dengan frekuensi yang meningkat dengan bertambahnya usia. Untuk mencegah timbulnya neuritis perifer, dapat diberikan piridoksin dengan dosis 25-50 mg satu kali sehari, atau 10 mg piridoksin setiap 100 mg isoniazid (Nastiti N. Rahajoe, dkk., 2007).RifampisinRifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki semua jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (1 jam sebelum makan) dan kadar serum puncak dicapai dalam 2 jam. Rifampisin diberikan dalam bentuk oral, dengan dosis 10-20 mg / kgBB / hari, dosis maksimalmya 600 mg per hari dengan dosis satu kali pemberian per hari. Jika diberikan bersamaan dengan isoniazid, dosis rifampisin tidak boleh melebihi 15 mg / kgBB / hari dan dosis isoniazid 10 mg/ kgBB / hari. Rifampisin didistribusikan secara luas ke jaringan dan cairan tubuh, termasukliquor cerebrospinalis. Distribusi rifampisin ke dalamliquor cerebrospinalislebih baik pada keadaan selaput otak yang sedang mengalami peradangan daripada keadaan normal. Efek samping rifampisin adalah perubahan warna urin, ludah, keringat, sputum, dan air mata menjadi warma oranye kemerahan. Efek samping lainnya adalah mual dan muntah, hepatotoksik, dan trombositopenia. Rifampisin umumya tersedia dalam bentuk kapsul 150 mg, 300 mg, dan 450 mg (Nastiti N. Rahajoe, dkk., 2007).PirazinamidPirazinamid merupakan derivat dari nikotinamid, berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan tubuh, termasukliquor cerebrospinalis. Obat ini bersifat bakterisid hanya pada intrasel dan suasana asam dan diresorbsi baik pada saluran cerna. Dosis pirazinamid 15-30 mg / kgBB / hari dengan dosis maksimal 2 gram / hari. Kadar serum puncak 45 g / ml tercapai dalam waktu 2 jam. Pirazinamid diberikan pada fase intensif karena pirazinamid sangat baik diberikan pada saat suasana asam yang timbul akibat jumlah kuman yang masih sangat banyak. Efek samping pirazinamid adalah hepatotoksis, anoreksia, iritasi saluran cerna, dan hiperurisemia (jarang pada anak-anak). Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet 500 mg (Nastiti N. Rahajoe, dkk., 2007).StreptomisinStreptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman ekstraselular pada keadaan basal atau netral, sehingga tidak efektif untuk membunuh kuman intraselular. Saat ini streptomisin jarang digunakan dalam pengobatan tuberkulosis, tetapi penggunaannya penting pada pengobatan fase intensif meningitis tuberkulosis dan MDR-TB(multi drug resistent-tuberculosis). Streptomisin diberikan secara intramuskular dengan dosis 15-40 mg / kgBB / hari, maksimal 1 gram / hari, dan kadar puncak 45-50 g / ml dalam waktu 1-2 jam. Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang meradang, tetapi tidak dapat melewati selaput otak yang tidak meradang. Streptomisin berdifusi dengan baik pada jaringan dan cairan pleura dan diekskresi melalui ginjal. Penggunaan utamanya saat ini adalah jika terdapat kecurigaan resistensi awal terhadap isoniazid atau jika anak menderita tuberkulosis berat. Toksisitas utama streptomisin terjadi pada nervus kranial VIII yang mengganggu keseimbangan dan pendengaran, dengan gejala berupa telinga berdengung (tinismus) dan pusing. Streptomisin dapat menembus plasenta, sehingga perlu berhati-hati dalam menentukan dosis pada wanita hamil karena dapat merudak saraf pendengaran janin, yaitu 30% bayi akan menderita tuli berat (Nastiti N. Rahajoe, dkk., 2007).EtambutolEtambutol memiliki aktivitas bakteriostatik, tetapi dapat bersifat bakterid jika diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten. Selain itu, berdasarkan pengalaman, obat ini dapat mencegah timbulnya resistensi terhadap obat-obat lain. Dosis etambutol adalah 15-20 mg / kgBB / hari, maksimal 1,25 gram / hari dengan dosis tunggal. Kadar serum puncak 5 gdalam waktu 24 jam. Etambutol tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. Etambutol ditoleransi dengan baik oleh dewasa dan anak-anak pada pemberian oral dengan dosis satu atau dua kali sehari, tetapi tidak berpenetrasi baik pada SSP, demikian juga pada keadaan meningitis. Kemungkinan toksisitas utama etambutol adalah neuritis optik dan buta warna merah-hijau, sehingga seringkali penggunaannya dihindari pada anak yang belum dapat diperiksa tajam penglihatannya. Penelitian di FKUI menunjukkan bahwa pemberian etambutol dengan dosis 15-25 mg / kgBB / hari tidak menimbulkan kejadian neuritis optika pada pasien yang dipantau hingga 10 tahun pasca pengobatan. Rekomendasi WHO yang terakhir mengenai pelaksanaan tuberkulosis pada anak, etambutol dianjurkan penggunaannya pada anak dengan dosis 15-25 mg / kgBB / hari. Etambutol dapat diberikan pada anak dengan TB berat dan kecurigaan TB resisten-obat jika obat-obat lainnya tidak tersedia atau tidak dapat digunakan (Nastiti N. Rahajoe, dkk., 2007).

Bukti klinis mendukung penggunaan steroid pada meningitis tuberkulosis sebagai terapi ajuvan. Penggunaan steroid selain sebagai anti inflamasi, juga dapat menurunkan tekanan intrakranial dan mengobati edema otak. Steroid yang dipakai adalah prednison dengan dosis 1-2 mg / kgBB / hari selama 4-6 minggu, setelah itu dilakukan penurunan dosis secara bertahap(tappering off)selama 4-6 minggu sesuai dengan lamanya pemberian regimen.Pada bulan pertama pengobatan, pasien harus tirah baring total (Nastiti N. Rahajoe, dkk., 2007).

2.10. KomplikasiDapat terjadi akibat pengobatan yang tidak sempurna atau pengobatan yang terlambat. Dapat terjadi cacat neurologist berupa paresis, paralysis sampai deserebrasi, hirosefalus akibat sumbatan, resorpsi berkurang atau produksi berlebihan dari likuor serebrospinal. Anak juga dapat menjadi tuli atau buta dan kadang timbul retardasi mental.

2.11. PrognosisTergantung umur dan stadium penyakit -umur < 2 th"mortalitas/ insidens sekuele tinggi -stadium I"kesembuhan 100%, insidens sekuele rendah -stadium II"mortalitas 15-30%; insidens sekuele 75% - stadium III"mortalitas 50%; insidens sekuele > 80%Prognosis pasien berbanding lurus dengan tahapan klinis saat pasien didiagnosis dan diterapi. Semakin lanjut tahapan klinisnya, semakin buruk prognosisnya. Apabila tidak diobati sama sekali, pasien meningitis tuberkulosis dapat meninggal dunia. Prognosis juga tergantung pada umur pasien. Pasien yang berumur kurang dari 3 tahun mempunyai prognosis yang lebih buruk daripada pasien yang lebih tua usianya (Darto Suharso. 1999).

BAB 3PENUTUP

3.1. KesimpulanMeningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak (meningen) yang disebabkan oleh bakteriMycobacterium tuberculosis. Di Indonesia, meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan karena morbiditas tuberkulosis pada anak masih tinggi. Penyakit ini dapat saja menyerang semua usia, termasuk bayi dan anak kecil dengan kekebalan alamiah yang masih rendah. Meningitis tuberkulosis menyerang 0,3% anak yang menderita tuberkulosis yang tidak diobati.SelainMycobacterium tuberkulosis,spesies lainnya yang juga dapat menimbulkan tuberkulosis adalahMycobacterium bovis, Mycobacterium africanum, danMycobacterium microti. Meningitis tuberkulosis terjadi akibat penyebaran infeksi secara hematogen dan limfogen ke meningen dari infeksi primer pada paru. Menurut Lincoln, manifestasi klinis dari meningitis tuberculosa dikelompokkan dalam tiga stadium yaitu stadium I (stadium inisial / stadium non spesifik / fase prodromal), stadium II (stadium transisional / fase meningitik), stadium III (koma / fase paralitik).Diagnosis meningitis tuberkulosis bergantung pada isolasi bakteri Mycobakterium tuberkulosis dari cairan serobrospinal. Diagnosis tuberkulosis hanya bias ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil lab spesifik yang menandakan infeksi tuberkulosis dan diberi penanganan yang tepat. Langkah penegakan diagnosis yaitu Anamnesis yang tepat, pemeriksaan fisik, uji tuberkulin positif, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi.Gambaran patologi yang terjadi pada meningitis tuberkulosis ada 4 tipe, yaitu:disseminated milliary tubercles, focal caseous plaques, acute inflammatory caseous meningitis, meningitis proliferatif. Diagnosis tuberculosis SSP sulit ditegakkan, untuk menghindari keterlambatan penanganan dan prognosisnya yang buruk, maka pengobatan biasanya berdasarkan pada diagnosis perkiraan, yaitu bila gejala dan tanda klinik mengarah ke diagnosis tuberculosis. Pemberian antibiotik seperti isoniazid, rifampin, pyrazinamide dan streptomycin semua menembus sawar darah otak. Pemberian obat ini selama 6-9 bulan, untuk anak anak bisa digabung degan antibiotik. Penggunaan corticosteroid pada pasien dewasa menjadi kontroversi karena bisa menyebabkan peningkatan TIK, penurunan kesadaran, spinal block dan tuberculous encephalopathy.Komplikasi dapat terjadi akibat pengobatan yang tidak sempurna atau pengobatan yang terlambat. Sementara Prognosis pasien berbanding lurus dengan tahapan klinis saat pasien didiagnosis dan diterapi. Semakin lanjut tahapan klinisnya, semakin buruk prognosisnya.a

1