TRANSFORMASI ANGKATAN KERJA TRANSFORMASI ANGKATAN KERJA INDONESIA: INDONESIA: TEORI DAN KAJIAN TEORI DAN KAJIAN EMPIRIS EMPIRIS Paper Matakuliah EKONOMI PEMBANGUNAN Nama Mahasiswa/NPM : Sri Yusnita Burhan/120130100013 Pembina/Dosen Matakuliah : Prof. Dr. Hj. Sutyastie Soemitro Remi
55
Embed
Paper kajian empiris transformasi angkatan kerja (sri yusnita burhan)
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
TRANSFORMASI ANGKATAN KERJA TRANSFORMASI ANGKATAN KERJA INDONESIA:INDONESIA:
TEORI DAN KAJIANTEORI DAN KAJIAN EMPIRISEMPIRIS
Paper Matakuliah
EKONOMI PEMBANGUNAN
Nama Mahasiswa/NPM :
Sri Yusnita Burhan/120130100013
Pembina/Dosen Matakuliah :
Prof. Dr. Hj. Sutyastie Soemitro Remi
Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi
Universitas Padjadjaran
November 2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kinerja perekonomian sebelum krisis 1997 ditandai dengan perkembangan cukup
baik dari sejumlah indikator makroekonomi, seperti tingkat pertumbuhan PDB berkisar 7-8
persen. Meski pada tahun 1992 tingkat pertumbuhan upah riel lebih besar dari tingkat
pertumbuhan produktivitas1, namun pada periode 1993-1996, pertumbuhan produktivitas
semakin meningkat, sebaliknya tingkat pertumbuhan upah riel semakin turun, di mana
keduanya hampir mencapai keseimbangan yaitu mendekati 6 persen pada tahun 1996.
Implikasinya, kesejahteraan tenaga kerja semakin meningkat karena kegiatan ekonomi
meningkat. Artinya, lapangan kerja semakin meningkat, kemampuan tenaga kerja dalam
menghasilkan output meningkat, dan orang-orang dibayar sesuai dengan produktivitasnya.
Keadaan ekonomi yang baik sebelum krisis ekonomi 1997, menyebabkan banyak
tenaga kerja desa pindah ke kota untuk memperoleh pendapatan dan fasilitas hidup lebih
baik. Hal ini, menyebabkan pengangguran terbuka di kota meningkat, terutama pada sektor
formal, terlihat dari job search durationnya lebih lama. Para penganggur tersebut umumnya
berpendidikan cukup tinggi (SLTA sampai PT). Sementara itu penganggur terselubung
banyak terjadi pada sektor pertanian di pedesaan, bekerja sebagai buruh, self employed,
family worker, dan secara persentase semakin menurun. Penurunan ini terjadi karena
banyak tenaga kerja di pedesaan pindah ke perkotaan (lihat tabel 1, pada bab 3).
Dari sisi penawaran tenaga kerja, angka pertumbuhan penduduk usia kerja
(population growth) pada periode 1992-1997 mengalami penurunan, karena tingkat
kelahiran turunnya lebih besar dari tingkat kematian, menyebabkan angka pertumbuhan
angkatan kerja (labor force growth) mengalami penurunan dari 3 persen tahun 1993
1 Tingkat pertumbuhan upah riel lebih besar dari tingkat pertumbuhan produktivitas mencerminkan kemampuan tenaga kerja dalam menghasilkan output masih rendah, tetapi mendapatkan upah/gaji yang besar. Produktivitas rendah berarti kapasitas produksi, misalnya mesin-mesin tidak digunakan secara maksimum (fully unutilized). Implikasinya, secara rata rata kesejahteraan tenaga kerja rendah karena kegiatan ekonomi rendah.
2
menjadi 1,4 persen tahun 1997. Dengan angka pertumbuhan angkatan kerja semakin
menurun, sementara di sisi lain angka pertumbuhan GDP masih tetap tinggi, mendorong
permintaan tenaga kerja dan upah semakin meningkat. Pada periode 1992-1997,
pertumbuhan upah riel selalu lebih tinggi dari pertumbuhan produktivitasnya,
mencerminkan kemampuan tenaga kerja dalam menghasilkan output belum maksimal,
namun bayaran yang diterimanya lebih tinggi dibanding dengan kontribusinya.
Dampak positip pertumbuhan ekonomi tinggi lainnya adalah perubahan struktur
tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non-pertanian, seperti sektor industri,
perdagangan dan jasa-jasa (lihat tabel 2, bab 3). Penurunan tenaga kerja dalam nilai absolut
dan prosentase terjadi pada sektor pertanian. Implikasinya, daerah-daerah yang tidak
terlalu luas areal tanahnya dapat berkembang melalui sektor-sektor di luar pertanian,
sehingga pendapatan dan produktivitas tenaga kerja pada sektor-sektor ini dapat
ditingkatkan. Sebagai contoh, porsi tenaga kerja pada sektor industri meningkat dari 14
persen tahun 1990 menjadi 19 persen tahun 1997, sektor perdagangan dari 15 persen
menjadi 20 persen, sektor jasa-jasa dari 16 persen menjadi 20 persen. Sektor sektor bukan
pertanian ini lebih banyak berkembang di perkotaan sehingga menyebabkan daerah
perkotaan semakin memiliki daya tarik bagi penduduk desa guna meningkatkan
kesejahteraannya. Kenyataan ini tercermin dari semakin meningkatnya porsi tenaga kerja di
kota, dari 24 persen tahun 1990 menjadi 34 persen tahun 1997, sebaliknya di desa, dari 76
persen turun menjadi 66 persen (lihat tabel 2, bab 3).
Pada tahun 1996, penawaran tenaga kerja dengan pendidikan tinggi adalah terbatas,
dilain pihak permintaan industri modern terhadap tenaga kerja dengan pendidikan lebih
baik semakin meningkat, mendorong meningkatnya persaingan di pasar tenaga kerja,
tercermin dari angka pertumbuhan produktivitas yang mendekati laju pertumbuhan upah
riel yaitu sekitar 6 persen, artinya kemampuan tenaga kerja untuk menghasilkan output
semakin meningkat, dan tenaga kerja dibayar sesuai dengan kontribusinya, sehingga
seorang tenaga kerja akan semakin produktip dalam menghasilkan output karena mendapat
upah yang semakin besar.
Dibandingkan dengan tahun 1980-an, umumnya kualitas tenaga kerja Indonesia
masih sangat rendah, belum sesuai dengan tuntutan kualitas tenaga kerja seperti yang di
cita-citakan untuk mendukung program-program pembangunan nasional.
3
Hal ini terlihat dari belum seimbangnya perbandingan antara tenaga kerja yang
berpendidikan rendah dengan yang berpendidikan tinggi, dimana sebagian besar dari
tenaga kerja Indonesia masih berpendidikan sangat rendah, atau bahkan banyak di
antaranya yang tidak berpendidikan sama sekali.
Pada periode 1990-1997 pendidikan tenaga kerja mulai terlihat membaik, terlihat
dari persentase tenaga kerja lulusan SLTA dan PT semakin meningkat, dan persentase
pekerja tidak tamat SD semakin menurun (lihat tabel 4, bab 3), disebabkan karena
kesempatan masyarakat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi lebih terbuka,
adanya program pembebasan uang sekolah bagi keluarga miskin, dan program orang tua
asuh. Hal ini didukung dengan angka School Enrollment Ratio2 semakin meningkat pada
tingkat pendidikan primer dan sekunder, dimana untuk pendidikan primer naik dari 89
persen tahun 1980 menjadi 99 persen tahun 1997, dan untuk pendidikan sekunder dari 42
persen menjadi 56 persen (lihat tabel 3, bab 3). Artinya pada tahun 1997, 99 persen dari
jumlah anak anak usia Sekolah Dasar (primary) memiliki kesempatan untuk duduk di bangku
SD, dan 56 persen dari jumlah anak anak usia Sekolah Lanjutan (secondary) memiliki
kesempatan untuk duduk di bangku sekolah lanjutan.
1.2. Pokok Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dengan semakin membaiknya indikator ekonomi
pada tahun 1990-an, kajian ini ingin melihat apakah proses transformasi ketenagakerjaan
terjadi di Indonesia periode 1980 an sampai dengan 1990-an.
1. Apakah proses transformasi ketenagakerjaan menurut lapangan pekerjaan utama
terjadi pada periode sebelum krisis ekonomi 1997?
2. Apakah proses transformasi ketenagakerjaan menurut status pekerjaan utama terjadi
pada periode sebelum krisis ekonomi 1997?
3. Apakah proses transformasi ketenagakerjaan menurut jenis pekerjaan utama terjadi
pada periode sebelum krisis ekonomi 1997?
2 School Enrollment Ratio (SER) adalah jumlah murid tingkat pendidikan tertentu, misalnya:SD, SMP, SLTA, Perguruan Tinggi, dibanding dengan jumlah penduduk usia tingkat pendidikan tertentu tersebut, misalnya usia : SD 6-12 tahun, SMP 13-15 tahun, SLTA 16-18 tahun, Perguruan Tinggi 19-24 tahun.
4
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan pokok masalah diatas, maka kajian ini mempunyai
tujuan sebagai berikut :
1. Untuk melihat apakah proses transformasi ketenagakerjaan menurut lapangan
pekerjaan utama terjadi pada periode sebelum krisis ekonomi 1997.
2. Untuk melihat apakah proses transformasi ketenagakerjaan menurut status pekerjaan
utama terjadi pada periode sebelum krisis ekonomi 1997.
3. Untuk melihat apakah proses transformasi ketenagakerjaan menurut jenis pekerjaan
utama terjadi pada periode sebelum krisis ekonomi 1997.
1.4. Hipotesa Penelitian
Berdasar latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian yang dijelaskan
sebelumnya, maka hipotesis kajian ini sebagai berikut:
1. Proses transformasi ketenagakerjaan menurut lapangan pekerjaan utama terjadi pada
periode sebelum krisis ekonomi 1997.
2. Proses transformasi ketenagakerjaan menurut status pekerjaan utama terjadi pada
periode sebelum krisis ekonomi 1997.
3. Proses transformasi ketenagakerjaan menurut jenis pekerjaan utama terjadi pada
periode sebelum krisis ekonomi 1997.
1.5. Metodologi Penelitian
Kajian ini menggunakan teori transformasi ketenagakerjaan Chenery dan Syrquin
sebagai landasan analisis untuk melihat apakah proses transformasi tersebut terjadi di
Indonesia periode sebelum terjadi krisis ekonomi 1997, yang menggunakan indikator kinerja
masa lalu.
1.5.1. Metode Pengukuran Transformasi Ketenagakerjaan
Metode statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis proses transformasi
ketenagakerjaan periode sebelum krisis ekonomi 1997. Metode ini menggunakan angka
pertumbuhan dan kontribusi penduduk berumur 10 tahun keatas yang bekerja selama
seminggu yang lalu menurut (a). Lapangan pekerjaan utama, (b). Status pekerjaan utama,
5
dan (c). Jenis pekerjaan utama. Metode ini digunakan untuk menjawab tujuan penelitian
diatas.
1.5.2. Ruang Lingkup Penelitian
Kajian ini akan mencoba untuk mencari tahu apakah proses transformasi
ketenagakerjaan terjadi di Indonesia dalam periode sebelum krisis ekonomi 1997. Karena
pada periode tersebut, keadaan perekonomian kita relatif baik, sehingga transformasi
ketenagakerjaan dapat dilihat jelas, dan kemungkinan terdistorsi oleh faktor faktor lain,
akan relatif kecil.
Transformasi ketenagakerjaan yang akan diteliti mencakup penduduk berumur 10
tahun keatas yang bekerja selama seminggu yang lalu menurut (a). Lapangan pekerjaan
utama, (b). Status pekerjaan utama, dan (c). Jenis pekerjaan utama.
Dengan keterbatasan data BPS, terutama untuk periode dibawah tahun 1980-an,
maka periode penelitian yang memungkinkan dilakukan adalah tahun 1988-1997.
1.5.3. Sumber Data
Data yang digunakan adalah data sekunder, antara lain: Keadaan Angkatan Kerja Di
Indonesia, 1980-1997, BPS; Statistik Indonesia, BPS; Penduduk Indonesia, BPS; terbitan data
BPS lainnya; dan International Trade Statistics Year Book-United Nations.
1.6. Pokok-pokok Bahasan Dan Sistimatika Penulisan
Laporan penelitian ini terdiri dari lima bab, dimana:
Bab satu terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis
penelitian dan metodologi penelitian, pokok bahasan dan sistimatika penulisan.
Bab dua berisi landasan teori tentang transformasi ketenagakerjaan menurut Chenery
and Syrquin.
Bab tiga berisi tentang keadaan ketenagakerjaan Indonesia periode sebelum krisis
ekonomi 1997.
Bab empat berisi dengan analisis hasil pengolahan data ketenagakerjaan Indonesia
periode sebelum krisis ekonomi 1997.
Bab lima berisi dengan kesimpulan dan saran atas analisis pada bab sebelumnya.
6
BAB 2
LANDASAN TEORI
Menurut Chenery and Syrquin3 bahwa dalam pembangunan ekonomi akan diikuti
dengan perubahan struktur perekonomian dari negara pertanian menjadi negara industri.
Dalam jangka panjang jika tingkat pertumbuhan PDB/PNB lebih besar dari tingkat
pertumbuhan penduduk akan menyebabkan PDB per kapita meningkat. Seiring dengan
meningkatnya PDB per kapita akan terjadi perubahan struktural dalam perekonomian, yaitu
bekerjanya empat proses:
1. Proses Akumulasi (Accumulation Process)
2. Proses Alokasi Sumber Daya (Resource Alocation Process)
3. Proses Demografi/Kependudukan (Demographic Process)
4. Proses Distribusi Pendapatan (Distributional Process)
Analisis empat proses ini dilakukan oleh Chenery and Syrquin dengan menggunakan
model regresi sebagai berikut:
X=α+ β1 ln γ+β2 ( ln γ )2+∂1 ln N+∂2 ( ln N )2+Σδ i T i …………………………....…. (1)
X=α+ β1 ln γ+β2 ( ln γ )2+∂1 ln N+∂2 ( ln N )2+Σδ i T i+∈F ………………….….. (2)
dimana:
X = variabel dependen
X = Variabel dependen, yaitu variabel yang ingin dilihat perubahannya sesuai
dengan keempat proses diatas, misalnya:
Dalam proses akumulasi, variabel dependent yang ingin dilihat perubahannya, seperti:
1). Investasi (terdiri dari Gross Domestic Saving, Gross Domestic Investment, Capital
Inflow: net impor of goods and services) sebagai persentase PDB; 2). Pendapatan
Pemerintah (terdiri dari Reveneu pemerintah, Reveneu pajak) sebagai persentase PDB;
3 Hollis Chenery and Moises Syrquin, Patterns Of Development, 1950-1970 (London: Oxford University Press, 1975).
7
3). Pendidikan (terdiri dari Education Expenditure sebagai persentase PDB, Primary and
secondary School Enrollment Ratio).
Dalam proses alokasi sumber daya (resource), variabel dependent yang ingin dilihat
perubahannya, seperti: 1). Struktur Permintaan Dalam Negeri (terdiri dari Gross
Domestic Investment, Private Consumption, Government Consumption, Food
Consumption) sebagai persentase PDB; 2). Struktur Produksi (terdiri dari Output: Primer,
Industri, Utilities, Jasa jasa) sebagai persentase PDB; 3). Struktur Perdagangan (terdiri
dari Ekspor, Ekspor barang barang primer, Ekspor barang barang Industri, Ekspor Jasa
jasa, Impor) sebagai persentase PDB.
Dalam proses Demografi dan Distribusi Pendapatan, variabel dependent yang ingin
dilihat perubahannya, seperti: 1). Alokasi Tenaga Kerja (terdiri dari porsi tenaga kerja di
sektor: primer, industri, jasa jasa); 2). Urbanisasi (Jumlah perpindahan penduduk dari
desa ke kota sebagai persen dari jumlah penduduk keseluruhannya); 3). Transisi
Demografi (terdiri dari tingkat kelahiran/birth rate, tingkat kematian/death rate).
Variabel dependen yang ingin dilihat perubahannya dalam proses distribusi pendapatan
terdiri dari 20 persen porsi penduduk kaya/share of highest 20% dan 40 persen porsi
penduduk miskin/share of lowest 40%.
Y = PNB atau GNP per kapita
N = jumlah penduduk
F = Net Resource Inflow (impor minus ekspor barang barang dan jasa jasa bukan
faktor produksi/nonfactor) sebagai porsi dari PDB.
Ti = Periode waktu (i = 1,2,3,4…).
Penelitiannya dilakukan di 101 negara berkembang, dengan periode penelitian 1950-
1970. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perubahan pokok dalam struktur
perekonomian seiiring dengan pertumbuhan ekonomi. Fokus utama menekankan pada
aspek mobilisasi dan alokasi sumber daya yang menyebabkan pertumbuhan yang
berkelanjutan (sustainable development). Asumsi yang digunakan pada model umum
perubahan struktural adalah:
8
a). Variasi komposisi permintaan konsumen sama seiiring dengan meningkatnya
pendapatan per kapita, yaitu porsi untuk makanan turun dan untuk barang industri
manufaktur naik.
b). Tingkat akumulasi modal fisik dan manusia lebih cepat dibanding dengan tingkat
pertumbuhan angkatan kerja.
c). Tiap negara memiliki akses terhadap tehnologi yang sama.
d). Tiap negara memiliki akses terhadap perdagangan internasional dan pemasukan
modal dari luar negeri.
Faktor faktor yang mempengaruhi pola pembangunan suatu negara yang
diperhatikan dalam studi Chenery and Syrquin, adalah faktor faktor yang berhubungan
dengan tingkat pendapatan, luas pasar dan sumber sumber di luar penguasaan pemerintah.
Sementara faktor sejarah, tujuan sosial politik pemerintah, kebijakan kebijakan yang
digunakan pemerintah, tidak menjadi fokus utama studinya.
Dalam kajian ini penulis hanya membatasi diri pada analisis secara deskriptif tentang
transformasi ketenagakerjaan, yaitu bagian dari transformasi demografi.
2.1. PROSES DEMOGRAFI / KEPENDUDUKAN
Definisi dan Pengertian
Proses demografi/kependudukan adalah proses perubahan pada ketenaga kerjaan,
pertumbuhan jumlah penduduk (angka kelahiran dan kematian penduduk) dan tempat
tinggal penduduk (perpindahan penduduk-urbanisasi) seiring dengan peningkatan
pendapatan per kapita.
1). Perubahan Struktur Ketenagakerjaan (Transformasi Ketenagakerjaan)
Sebelum menjelaskan tentang pengertian perubahan ketenagakerjaan, ada
beberapa definisi menurut Badan Pusat Statistik yang harus diketahui, antara lain:
Penduduk usia kerja adalah penduduk berumur 15 tahun keatas.
9
Angkatan kerja (labor force) adalah penduduk usia kerja (15 tahun keatas) yang bekerja
atau mempunyai pekerjaan dan atau sedang mencari pekerjaan untuk mendapatkan
nafkah keperluan hidupnya.
Bukan Angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun keatas) yang masih
sekolah, mengurus rumah tangga atau melaksanakan kegiatan lainnya.
Tenaga kerja (man power) adalah penduduk usia kerja (15 tahun keatas) yang bekerja
atau mempunyai pekerjaan minimal 1 jam dalam seminggu yang lalu.
Pengangguran terbuka (open unemployment) adalah penduduk usia kerja (15 tahun
keatas) yang tidak bekerja pada saat survey dilakukan tetapi sedang aktif mencari
pekerjaan.
Lapangan usaha adalah bidang kegiatan dari pekerjaan / tempat bekerja / perusahaan /
kantor dimana seseorang bekerja. Ada 9 lapangan usaha, yaitu:
1. Pertanian, Kehutanan, Perburuan, Perikanan, 2. Pertambangan dan Penggalian, 3.
Industri Pengolahan, 4. Listrik, Gas dan Air, 5. Bangunan, 6. Perdagangan Besar, Eceran,
Rumah makan dan Hotel, 7. Angkutan, Pergudangan dan Komunikasi, 8. Keuangan,
Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan, Tanah, Jasa Perusahaan, 9. Jasa
Kemasyarakatan, 0. Lainnya.
Status pekerjaan adalah kedudukan seseorang dalam melakukan pekerjaan di suatu
unit usaha/kegiatan, terdiri dari:
1. Berusaha sendiri, 2. Berusaha dengan dibantu anggota rumah tangga/buruh tidak
tetap, 3. Berusaha dengan buruh tetap, 4. Buruh/Karyawan, 5. Pekerja tidak dibayar.
Jenis pekerjaan/jabatan adalah macam pekerjaan yang sedang dilakukan oleh orang
orang yang termasuk golongan bekerja atau orang orang yang sementara tidak bekerja,
terdiri dari:
1. Tenaga professional, teknisi/spesialis dan lain-lain sejenis, 2. Manajer dan
Ketatalaksanaan, 3. Tenaga administrasi, tata usaha dan lain-lain sejenis, 4. Tenaga
penjualan, 5. Tenaga usaha jasa, 6. Tenaga usaha pertanian, kehutanan, perburuan,
perikanan, 7. Tenaga produksi, operator alat angkutan, pekerja kasar, 8. Lain-lain.
10
Penduduk 0+
Penduduk Non Usia Kerja Penduduk Usia Kerja 15+
Angkatan KerjaNon Angkatan Kerja
Sedang Mencari Pekerjaan( Open Unemployment )
Bekerja
Skema dibawah ini menjelaskan tentang gambaran angkatan kerja, dan yang akan
dijelaskan selanjutnya nanti adalah tentang tenaga kerja- yaitu bagian dari angkatan kerja-.
Gambar 4. Skema Penduduk dan Angkatan Kerja
Ada tiga perubahan proses ketenagakerjaan yang terjadi seiring dengan
meningkatnya pendapatan per kapita menurut Chenery dan Syrquin:
Pertama, menurut lapangan pekerjaan, yaitu turunnya persentase tenaga kerja sektor
pertanian dan naiknya persentase tenaga kerja sektor bukan pertanian. Ciri ciri tenaga kerja
pada sektor pertanian antara lain: produktivitasnya lebih rendah dari produktivitas nasional-
karena jumlah tenaga kerjanya besar sementara output yang dihasilkan rendah karena
terbatas peralatan modal dan tehnologinya-, aplikasi tehnologi rendah, pendidikannya
rendah. Sedangkan sektor bukan pertanian, misalnya: industri, keuangan/perbankan, dan
lain lain memiliki produktivitas tenaga kerja yang tinggi, aplikasi tehnologi tinggi dan
pendidikannya lebih tinggi. Namun, jika pertumbuhan ekonomi semakin tinggi
menyebabkan produktivitas pada sektor pertanian akan meningkat karena pengaruh
modernisasi.
Kedua, menurut status pekerjaan, dimana persentase karyawan dengan upah dan gaji
(pekerja sektor formal) meningkat sementara pekerja tidak dibayar dan lain lain (pekerja
sektor informal), menurun persentasenya. Di negara maju porsi karyawan dengan upah dan
gaji semakin besar, antara 50 sampai 80 persen dari total tenaga kerja.
11
Ketiga, m enurut jenis pekerjaan , pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat
menyebabkan skala usaha semakin besar (economic of scale) sehingga persentase pekerja
profesional pada bidang-bidang pekerjaan yang lebih terspesialisasi (tenaga professional
dan ketatalaksanaan, administrasi, penjualan, dan lain lain, disebut white collar man) akan
meningkat. Sebaliknya, persentase pekerja kasar (blue collar man), misalnya tenaga usaha
pertanian, kehutanan, perburuan, perikanan, tenaga produksi, operator alat
angkutan, pekerja kasar, mengalami penurunan.
Hasil penelitian Chenery dan Syrquin seiring meningkatnya pendapatan per kapita
penduduk menyebabkan terjadi pergeseran persentase pekerja di sektor primer, industri
dan jasa jasa, yaitu persentase pekerja di sektor primer turun dari 65,8 persen menjadi 25,2
persen, sektor industri dari 9,1 persen menjadi 32,5 persen, sektor jasa jasa meningkat dari
25,1 persen menjadi 42,3 persen. Pergeseran ini jika dilihat dari sisi produktivitas tenaga
kerja pada masing masing sektor ternyata meski produktivitas tenaga kerja pada sektor
industri dan jasa jasa masih diatas rata rata produktivitas nasional, tapi setelah tingkat
pendapatan per kapita $ 300 trendnya menurun tajam, malah trend penurunan
produktivitas tenaga kerja pada sektor pertanian/primer tidak terlalu tajam, dan setelah
tingkat pendapatan per kapita $ 500 produktivitas sektor pertanian mulai naik. Hal ini
disebabkan karena pada saat pembangunan ekonomi meningkat, banyak tenaga kerja
bergeser ke sektor bukan pertanian, sementara itu dengan semakin membaiknya
perekonomian peralatan modal dan tehnologi di sektor pertanian semakin meningkat,
menyebabkan produktivitas tenaga kerja dalam menghasilkan output pertanian semakin
meningkat.
Gambar 1. Skema Proses Transformasi Ketenagakerjaan
1. Lap. Pek. :( N Agr
N )↓ ,
( N non AgrN )↑
∴(GNPPopl )↑
2. Status : ( N w+s
N )↑
3. Jenis Pek. : ( N Prof+mgr
N )↑
12
BAB 3
KEADAAN KETENAGAKERJAAN
PERIODE SEBELUM KRISIS EKONOMI 1997
A. Profil Ketenagakerjaan Indonesia Sebelum Krisis 1997
Kinerja perekonomian sebelum krisis 1997 ditandai dengan perkembangan cukup
baik dari sejumlah indikator makroekonomi, seperti tingkat pertumbuhan PDB berkisar 7-8
persen, pertumbuhan produktivitas berkisar 4-6 persen, dan pertumbuhan upah riel turun
dari 9 ke 7 persen (lihat tabel 1).
Tabel 1. Pengangguran, Tenaga Kerja dan Upah, 1992-1997
Indikator 1992 1993 1994 1996 1997
Pengangguran Terbuka:
% terhadap Angkatan Kerja 4,4 4,9 4,7
Dalam Jutaan 3,7 4,4 4,3
Job Search Duration (months) 5,6 5,9 5,9 5,8 5,6
Pengangguran Terselubung(Underemployment), bekerja <35 jam
40,5 39,6 39,2 38,9 36,6
Employment Growth 2,7 0,9 3,6 2,2 1,6
Labor Force Growth 2,9 0,9 5,3 2,5 1,4
Population Growth (umur 10+) 2,5 2,1 2,8 2,2 1,9
GDP Growth 7,3 9,1 7,5 8,0 4,6
Productivity Growth 4,5 8,2 3,8 5,7 3,0
Real Wage Growth 8,6 12,3 0 6,6 4,2Sumber: ILO-1998, BPS (Sakernas dan Susenas).
Dari tabel 1 juga terlihat tingkat pertumbuhan upah riel lebih besar dari tingkat
pertumbuhan produktivitas pada tahun 1992 mencerminkan kemampuan tenaga kerja
dalam menghasilkan output masih rendah, tetapi mendapatkan upah/gaji yang besar.
Produktivitas rendah berarti kapasitas produksi, misalnya mesin-mesin tidak digunakan
secara maksimum (fully unutilized). Implikasinya, secara rata rata kesejahteraan tenaga
13
kerja rendah karena kegiatan ekonomi rendah. Namun pada periode 1993-1996,
pertumbuhan produktivitas semakin meningkat, sebaliknya tingkat pertumbuhan upah riel
semakin turun, di mana keduanya hampir mencapai keseimbangan yaitu mendekati 6
persen pada tahun 1996. Implikasinya, kesejahteraan tenaga kerja semakin meningkat
karena kegiatan ekonomi meningkat. Artinya, lapangan kerja semakin meningkat,
kemampuan tenaga kerja dalam menghasilkan output meningkat, dan orang-orang dibayar
sesuai dengan produktivitasnya.
Sebelum krisis ekonomi 1997, banyak tenaga kerja desa pindah ke kota untuk
memperoleh pendapatan dan fasilitas hidup lebih baik. Hal ini, menyebabkan pengangguran
terbuka di kota meningkat, terutama pada sektor formal, terlihat dari job search
durationnya lebih lama. Para penganggur tersebut umumnya berpendidikan cukup tinggi
(SLTA sampai PT), sementara penganggur terselubung banyak terjadi pada sektor pertanian
di pedesaan, bekerja sebagai buruh, self employed, family worker, dan secara persentase
semakin menurun. Penurunan ini terjadi karena banyak tenaga kerja di pedesaan pindah ke
perkotaan (lihat tabel 1).
Dari sisi penawaran tenaga kerja, terlihat tingkat pertumbuhan penduduk usia kerja
(population growth) pada periode 1992-1997 mengalami penurunan. Hal ini disebabkan
oleh penurunan tingkat kelahiran lebih besar dari tingkat kematian sehingga pertumbuhan
angkatan kerja (labor force growth) mengalami penurunan dari 3 persen tahun 1993
menjadi 1,4 persen tahun 1997. Kecenderungan penawaran tenaga kerja yang menurun dan
masih tingginya laju pertumbuhan ekonomi pada periode 1992-1996, artinya kegiatan
ekonomi semakin meningkat, mendorong permintaan tenaga kerja dan upah semakin
meningkat. Pada periode 1992-1997, pertumbuhan upah riel selalu lebih tinggi dari
pertumbuhan produktivitasnya, mencerminkan kemampuan tenaga kerja dalam
menghasilkan output belum maksimal, namun bayaran yang diterimanya lebih tinggi
dibanding dengan kontribusinya.
14
Tabel 2. Perubahan Struktural Tenaga Kerja, 1990-1997
Menurut Formal/Informal Employment:Wage Employment 21,1 30,5 26 35
Self-Employed dan Family Workers 54,8 56,6 74 65
Total 75,9 87 100 100Sumber: ILO-1998, dan Sakernas 1986, 1990, 1997.
Dampak positip pertumbuhan ekonomi tinggi lainnya adalah perubahan struktur
tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non-pertanian, seperti sektor industri,
perdagangan dan jasa-jasa (lihat tabel 2). Penurunan tenaga kerja dalam nilai absolut dan
prosentase terjadi pada sektor pertanian. Implikasinya, daerah-daerah yang tidak terlalu
luas areal tanahnya dapat berkembang melalui sektor-sektor di luar pertanian, sehingga
pendapatan dan produktivitas tenaga kerja pada sektor-sektor ini dapat ditingkatkan.
Sebagai contoh, porsi tenaga kerja pada sektor industri meningkat dari 14 persen tahun
1990 menjadi 19 persen tahun 1997, sektor perdagangan dari 15 persen menjadi 20 persen,
sektor jasa-jasa dari 16 persen menjadi 20 persen. Hal ini mengakibatkan daerah perkotaan
semakin memiliki daya tarik bagi penduduk desa guna meningkatkan kesejahteraannya.
Kenyataan ini tercermin dari semakin meningkatnya porsi tenaga kerja di kota, dari 24
4 Sektor Industri termasuk sekor Pertambangan, Utilities (Listrik, Gas dan Air, Pengangkutan dan Komunikasi), Industri Pengolahan/Manufaktur dan Konstruksi.
15
persen tahun 1990 menjadi 34 persen tahun 1997, sebaliknya di desa, dari 76 persen turun
menjadi 66 persen (lihat tabel 2 di atas).
Pada tahun 1996, dalam situasi keterbatasan penawaran tenaga kerja dengan
pendidikan tinggi, sementara permintaan industri modern terhadap tenaga kerja dengan
pendidikan lebih baik meningkat, akan mendorong meningkatnya persaingan di pasar
tenaga kerja. Hal ini tercermin dari laju pertumbuhan produktivitas yang mendekati laju
pertumbuhan upah riel yaitu sekitar 6 persen, artinya kemampuan tenaga kerja untuk
menghasilkan output semakin meningkat, dan tenaga kerja dibayar sesuai dengan
kontribusinya, sehingga seorang tenaga kerja akan semakin produktip dalam menghasilkan
output karena mendapat upah yang makin besar.
Tetapi pada tahun 1997, tingkat pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan
seiring dengan penurunan tingkat produktivitas dan upah riel. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa tenaga kerja Indonesia mendapat upah/gaji yang lebih besar dibanding
dengan produktivitasnya. Implikasinya adalah, kemampuan tenaga kerja atau kontribusinya
dalam menghasilkan output belum maksimal (lihat tabel 1) .
B. Profil Pendidikan Ketenagakerjaan Indonesia Sebelum Krisis 1997 :
B.1. Profil Pendidikan Ketenagakerjaan Indonesia Tahun 1987
Pada umumnya kualitas tenaga kerja Indonesia sampai saat ini masih sangat rendah,
belum sesuai dengan tuntutan kualitas tenaga kerja seperti yang di cita-citakan untuk
mendukung program-program pembangunan nasional.
Salah satu kriteria tentang rendahnya kualitas tenaga kerja kita adalah belum
seimbangnya perbandingan antara tenaga kerja yang berpendidikan rendah dengan yang
ber-pendidikan tinggi; dimana sebagian besar dari tenaga kerja Indonesia masih
berpendidikan sangat rendah, atau bahkan banyak di antaranya yang tidak berpendidikan
sama sekali.
16
Tabel 3PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS YANG BEKERJA
MENURUT STATUS PENDIDIKANNYA( Kondisi Tahun 1987 )
J u m l a h Status Pendidikan Mutlak Relatif
Tidak Sekolah 12.383.458 17,59Tidak Tamat SD 20.889.321 29,67Tamat SD 24.084.989 34,21Tamat SMTP Umum 4.998.406 7,10Tamat SMTP Kejuruan 933.742 1,33 Tamat SMTA Umum 2.882.303 4,09Tamat SMTA Kejuruan 3.067.885 4,36Tamat Diploma 698.407 0,99Tamat Universitas 463.932 0,66T o t a l 70.402.443 100,0 Sumber : Statistik Indonesia 1988, BPS.
Dari tabel tentang penduduk 10 tahun ke atas yang bekerja menurut status
pendidikan (tabel 3) dapat dilihat bahwa 12.383.458 (17,59%) dari 70.402.443 penduduk
usia 10 tahun ke atas yang bekerja ternyata tidak pernah sekolah sama sekali, 20.889.321
orang (29,67%) tidak tamat Sekolah Dasar (SD), serta 24.084.989 (34,21%) orang "hanya"
tamat SD saja. Mereka semua ini termasuk dalam klasifikasi pekerja yang tidak terampil
sama sekali (unskilled workers).
Pada sisi yang lainnya terdapat tenaga kerja yang tidak dipersiapkan (unprepared
employed), yaitu lulusan SMTP dan SMTA Umum yang jumlahnya mencapai 7.880.709
(11,19%) orang. Jadi di dalam siklus ketenagakerjaan di Indonesia terdapat 65.238.477
(92.66%) tenaga kerja yang tidak terampil dan tidak dipersiapkan. Ini semua memberi
petunjuk tentang rendahnya kualitas tenaga kerja Indonesia.
Di samping indikator tersebut di atas masih terdapat indikator lain tentang relatif
rendahnya kualitas tenaga kerja Indonesia, yaitu relatif banyaknya tenaga kerja lulusan
lembaga pendidikan yang ternyata belum memiliki kesiapan kerja yang memadai untuk
terjun langsung ke pos-pos kerja di lapangan5.
5 DR. Supriyoko, M.PD, Tenaga Kerja Wanita Indonesia Latar Belakang dan Catatannya,” (makalah disampaikan dalam Forum Diskusi Panel Harkat Wanita Indonesia sebagai Tenaga Kerja Wanita di Luar Negeri, Taman Siswa Cabang Sarjanawiyata, Yogyakarta, 21 Juli, 1990), halaman 13.
17
B.2. Profil Pendidikan Ketenagakerjaan Indonesia Periode 1990-1997
Pada periode 1990-1997 pendidikan tenaga kerja mulai terlihat membaik, dimana
porsi tenaga kerja lulusan SLTA dan PT semakin meningkat, sebaliknya porsi pekerja tidak
tamat SD semakin menurun (lihat tabel 4). Hal ini disebabkan karena semakin terbukanya
kesempatan masyarakat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Selain itu,
karena adanya program pembebasan uang sekolah bagi keluarga miskin dan program orang
tua asuh. Kenyataan ini ditunjukkan oleh peningkatan School Enrollment Ratio6pada tingkat
pendidikan primer dan sekunder, dimana untuk pendidikan primer dari 89 persen tahun
1980 menjadi 99 persen tahun 1997, pendidikan sekunder dari 42 persen menjadi 56 persen
(lihat tabel 3). Artinya pada tahun 1997, 99 persen dari jumlah anak anak usia Sekolah
Dasar (primary) memiliki kesempatan untuk duduk di bangku SD, dan 56 persen dari jumlah
anak anak usia Sekolah Lanjutan (secondary) memiliki kesempatan untuk duduk di bangku
sekolah lanjutan.
Tabel 4. Tingkat Pendidikan Angkatan Kerja Indonesia, 1990-1995
Public Expenditure on Education School Enrollment Ratio
(% of GDP) Primary Secondary
1980 1997 1980 1997 1980 1997
1,7% 1,4% 89% 99% 42% 56%
Sumber: World Bank. World Development Report 2000/2001 (Washington, D.C.:Oxford University Press, 2000), halaman 284.
6 School Enrollment Ratio (SER) adalah jumlah murid tingkat pendidikan tertentu, misalnya:SD, SMP, SLTA, Perguruan Tinggi, dibanding dengan jumlah penduduk usia tingkat pendidikan tertentu tersebut, misalnya usia : SD 6-12 tahun, SMP 13-15 tahun, SLTA 16-18 tahun, Perguruan Tinggi 19-24 tahun.
18
BAB 4
ANALISIS TRANSFORMASI KETENAGAKERJAAN
PERIODE SEBELUM KRISIS EKONOMI 1997
A. Angka Pertumbuhan Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas Yang Bekerja Selama
Seminggu Yang Lalu Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Periode 1980-1997.
Pada tabel 1, angka pertumbuhan penduduk usia 10 tahun keatas yang bekerja di
sektor pertanian, kehutanan, perburuan, perikanan pada periode 1991-1997 secara rata
rata adalah negatif, artinya semakin besar jumlah tenaga kerja pindah ke sektor lain setiap
tahunnya, dan pada periode sebelumnya yaitu 1980-1990, pertumbuhannya positif, artinya
pertambahan jumlah tenaga kerja yang bekerja pada sektor pertanian selalu naik setiap
tahunnya. Sementara itu secara rata rata pada periode 1980-1997, pertumbuhan tenaga
kerja pada sektor selain pertanian (misalnya pertambangan dan penggalian; industri
pengolahan; listrik, gas dan air; bangunan; perdagangan besar, eceran, rumah makan dan
hotel; angkutan, pergudangan an komunikasi; keuangan, asuransi, usaha persewaan
bangunan, tanah, jasa perusahaan; jasa kemasyarakatan) menunjukkan angka positip,
artinya persentase tenaga kerja yang bekerja pada sektor sektor tersebut meningkat setiap
tahunnya, meski secara rata rata kenaikan per tahunnya relatif sangat kecil (lihat tabel 1 dan
tabel 2).
Tetapi pada tahun 1997, sektor keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan,
tanah, jasa perusahaan memiliki angka pertumbuhan negatif, artinya sejumlah tenaga kerja
dari sektor ini keluar, dikeluarkan atau pindah ke sektor lainnya.
Secara rata rata dari periode 1991-1997 jumlah tenaga kerja pada sektor pertanian
turun setiap tahunnya, dan pada periode sebelumnya, 1980-1990 meningkat. Sedangkan
sektor bukan pertanian, memiliki angka pertumbuhan positif periode 1980-1997, artinya
penyerapan tenaga kerja pada sektor tersebut meningkat. Menurut teori Chenery dan
Syrquin, transformasi ketenagakerjaan menurut lapangan kerja terjadi jika persentase
tenaga kerja pada sektor pertanian menurun, dan pada sektor bukan pertanian meningkat.
19
Tabel 1. Angka PertumbuhanPenduduk Berumur 10 Tahun Keatas Yang Bekerja Selama Seminggu Yang Lalu
Menurut Lapangan Pekerjaan Utama 1980 - 1987Kota+Pedesaan Laki-Laki+Perempuan
LAPANGAN SP SUSENAS SUPAS SAKERNAS SAKERNA
S 1987
EKERJAAN UTAMA 1980 1982 1985 1986 Feb-87 Mei-87 Agust-87 Nop-87
TOTAL 0,12 0,08 0,09 0,04 -0,01 -0,01 0,02Sumber : Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia, 1980-1987, BPS (data diolah).1.Pertanian, 2. Industri, 3. Perdagangan, 4. Jasa Kemasyarakatan, 5. Lainnya, 6. Tak Terjawab.
Tabel 2. Angka PertumbuhanPenduduk Berumur 10 Tahun Keatas Yang Bekerja Selama Seminggu Yang Lalu
TOTAL 0 0.01 0.03 0.01 0.03 0.01 0.04 -0.02 0.07 0.02Sumber : Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia, 1988-1997, BPS (data diolah).1.Pertanian, Kehutanan, Perburuan, Perikanan, 2. Pertambangan dan Penggalian, 3. Industri Pengolahan, 4. Listrik, Gas dan Air, 5. Bangunan, 6. Perdagangan Besar, Eceran, Rumah makan dan Hotel, 7. Angkutan, Pergudangan dan Komunikasi, 8. Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan, Tanah, Jasa Perusahaan, 9. Jasa Kemasyarakatan, 0. Lainnya.B. Kontribusi Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas Yang Bekerja Selama Seminggu Yang
Lalu Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Periode 1980-1997.
20
Kontribusi sektor pertanian dalam menyerap tenaga kerja pada periode 1980-1997
secara rata rata semakin turun, artinya sektor lain seperti perdagangan dan jasa
kemasyarakatan mulai diminati para tenaga kerja, terlihat dari penyerapan tenaga kerja
pada ke dua sektor semakin meningkat, bahkan pada periode tersebut, sektor jasa
kemasyarakatan menempati posisi kedua setelah sektor pertanian, dan pada periode 1980-
1987 peran sektor pertanian dalam menyerap tenaga kerja berfluktuasi (lihat tabel 3, 4).
Tabel 3. KontribusiPenduduk Berumur 10 Tahun Keatas Yang Bekerja Selama Seminggu Yang Lalu
Menurut Lapangan Pekerjaan Utama1980 - 1987
Kota+Pedesaan Laki-Laki+Perempuan
LAPANGAN SP SUSENAS SUPAS SAKERNAS SAKERNAS 1987
EKERJAAN UTAMA 1980 1982 1985 1986 Feb-87 Mei-87 Agust-87 Nop-87
TOTAL 100 100 100 100 100 100 100 100Sumber : Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia, 1980-1987, BPS (data diolah).1.Pertanian, 2. Industri, 3. Perdagangan, 4. Jasa Kemasyarakatan, 5. Lainnya, 6. Tak Terjawab.
Sejak tahun 1988, Biro Pusat Statistik telah membuat jenis lapangan pekerjaan
utama secara lebih rinci. Pada perode 1989-1995, peran sektor pertanian dalam menyerap
tenaga kerja mulai menurun dan digantikan oleh tiga sektor yang mulai diminati para tenaga
kerja, yaitu (1) Perdagangan besar, eceran, rumah makan dan hotel, (2) Jasa
kemasyarakatan, dan (3) Industri pengolahan (lihat tabel 4).
Peran sektor pertanian dalam menyerap tenaga kerja mengalami penurunan pada
periode 1989-1995, dan pada periode sebelumnya, 1980-1987 berfluktuasi. Sementara itu,
sektor bukan pertanian yang relatif besar menyerap tenaga kerja pada 1980-1987 adalah (1)
Jasa kemasyarakatan, dan (2) Industri pengolahan, dan pada 1989-1997 sektor Perdagangan
besar, eceran, rumah makan dan hotel, relatip paling besar menyerap tenaga kerja
dibanding sektor bukan pertanian lainnya, seperti Jasa kemasyarakatan dan Industri
21
pengolahan. Meski ada tiga sektor bukan pertanian yang relatif besar menyerap tenaga
kerja, tetapi sektor pertanian sampai tahun 1997 (sebelum terjadi krisis ekonomi 1997)
tetap merupakan sektor terbesar dalam menyerap tenaga kerja Indonesia
(perbandingannya lebih 4:1 untuk pertanian, lihat tabel 3,4).
Secara rata rata pada periode 1989-1997, meski sektor pertanian 4 kali lebih besar
dalam menyerap tenaga kerja dibanding dengan sektor lainnya di Indonesia, tetapi peran
tersebut semakin turun, sebaliknya peran sektor bukan pertanian, dalam hal ini ada tiga
sektor terbesar, yaitu (1) Perdagangan besar, eceran, rumah makan dan hotel, (2) Jasa
kemasyarakatan, dan (3) Industri pengolahan semakin meningkat.
Menurut teori Chenery dan Syrquin, transformasi ketenagakerjaan menurut
lapangan pekerjaan terjadi jika persentase orang yang bekerja pada sektor pertanian
menurun, dan yang bekerja pada sektor bukan pertanian meningkat.
Tabel 4. KontribusiPenduduk Berumur 10 Tahun Keatas Yang Bekerja Selama Seminggu Yang Lalu
Menurut Lapangan Pekerjaan Utama1988 – 1997
Kota+Pedesaan Laki-Laki+PerempuanLAPANGAN PEKERJAAN UTAMA
Sumber : Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia, 1988-1997, BPS (data diolah). 1.Pertanian, Kehutanan, Perburuan, Perikanan, 2. Pertambangan dan Penggalian, 3. Industri Pengolahan, 4. Listrik, Gas dan Air, 5. Bangunan, 6. Perdagangan Besar, Eceran, Rumah makan dan Hotel, 7. Angkutan, Pergudangan dan Komunikasi, 8. Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan, Tanah, Jasa Perusahaan, 9. Jasa Kemasyarakatan, 0. Lainnya.
C. Angka Pertumbuhan Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas Yang Bekerja Selama
Seminggu Yang Lalu Menurut Status Pekerjaan Utama Periode 1980-1997.
22
Angka pertumbuhan tenaga kerja menurut status periode 1980-1987 (lihat tabel 5)
adalah sebagai berikut :
1). Tenaga kerja yang termasuk informal7, seperti berusaha dengan bantuan dan pekerja
keluarga adalah positif, artinya ada peningkatan secara persentase per tahunnya.
2). Tenaga kerja yang termasuk formal8, seperti buruh/ karyawan dan berusaha dengan
buruh tetap adalah negatif, artinya ada penurunan secara persentase per tahunnya.
Tabel 5. Angka Pertumbuhan
Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas Yang Bekerja Selama Seminggu Yang Lalu
Sumber : Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia, 1980-1987, BPS (data diolah).
1.Berusaha tanpa bantuan, 2. Berusaha dengan bantuan, 3. Berusaha dengan buruh tetap, 4. Buruh/Karyawan, 5. Pekerja keluarga,
6. Tak terjawab.
Angka pertumbuhan tenaga kerja menurut status periode 1988-1997 (lihat tabel 6)
adalah sebagai berikut :
7 Tenaga kerja informal terdiri dari (1) Berusaha tanpa bantuan, (2) Berusaha dengan bantuan, (3) Pekerja keluarga (Sumber : Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia, 1988-1997, BPS).8 Tenaga kerja formal terdiri dari (1) Berusaha dengan buruh tetap, (2) Buruh/karyawan (Sumber : Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia, 1988-1997, BPS).
23
1). Tenaga kerja informal, seperti pekerja keluarga pada 1988-1995 adalah negatif,
artinya penurunan persentasenya per tahun cukup lama berlangsung kurang lebih 7
tahun, tetapi pada 1996-1997 berubah menjadi angka positif, artinya perrsentase
pekerja keluarga mulai naik kembali pada 1996-1997. Pertumbuhan tenaga kerja
informal yang lain seperti berusaha tanpa bantuan; berusaha dengan bantuan,
secara rata rata pada 1988-1997 meningkat persentasenya setiap tahun
(pertumbuhan positif).
2). Tenaga kerja formal, seperti berusaha dengan buruh tetap; buruh/karyawan adalah
positif, artinya persentase pekerja formal naik dalam periode 1988-1997.
Tabel 6. Angka Pertumbuhan
Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas Yang Bekerja Selama Seminggu Yang Lalu Menurut Status Pekerjaan Utama
Sumber : Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia, 1980-1997, BPS (data diolah).a) Tenaga kerja informal terdiri dari (1) Berusaha tanpa bantuan, (2) Berusaha dengan bantuan, (3) Pekerja
keluarga.b) Tenaga kerja formal terdiri dari (1) Berusaha dengan buruh tetap, (2) Buruh/karyawan .
Tabel 8. Kontribusi
Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas Yang Bekerja Selama Seminggu Yang LaluMenurut Status Pekerjaan Utama
1980 - 1987Kota+Pedesaan Laki-Laki+Perempuan
25
STATUS SP SUSENAS SUPAS SAKERNAS SAKERNA
S 1987
PEKERJAAN UTAMA 1980 1982 1985 1986 Feb-87 May-87 Aug-87 Nov-87
1 25.53 20.32 23.78 21.82 19.86 19.46 19.99 19.70
2 26.10 22.47 21.22 22.42 23.23 23.25 23.17 23.28
3 1.75 0.96 1.16 0.64 0.78 0.57 0.56 0.60
4 28.22 33.07 30.06 25.73 25.99 26.79 26.96 26.48
5 17.84 23.17 23.72 29.20 30.14 29.93 29.32 29.95
6 0.57 0.00 0.07 0.19 0.00 0.00 0.00 0.00
TOTAL 100 100 100 100 100 100 100 100Sumber : Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia, 1980-1987, BPS (data diolah).1.Berusaha tanpa bantuan, 2. Berusaha dengan bantuan, 3. Berusaha dengan buruh tetap, 4. Buruh/Karyawan, 5. Pekerja keluarga, 6. Tak terjawab.
Tabel 9. Kontribusi
Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas Yang Bekerja Selama Seminggu Yang Lalu Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
Sumber : Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia, 1988-1997, BPS (data diolah).1.Berusaha tanpa bantuan, 2. Berusaha dengan bantuan, 3. Berusaha dengan buruh tetap, 4. Buruh/Karyawan, 5. Pekerja keluarga, 6. Tak terjawab.E. Angka Pertumbuhan Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas Yang Bekerja Selama
Seminggu Yang Lalu Menurut Jenis Pekerjaan Utama Periode 1994-1996
26
Dengan keterbatasan data BPS menurut jenis pekerjaan, dimana data yang tersedia
hanya untuk tahun 1994-1996, maka kajian ini tidaklah akurat dalam menjelaskan proses
transformasi di Indonesia sebelum terjadi krisis ekonomi 1997.
Angka pertumbuhan tenaga kerja yang termasuk white collarman ((1) Tenaga
profesional, teknisi dan yang sejenis, dan (2) Tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan)
tahun 1996 adalah negatif, artinya ada penurunan jumlah tenaga white collarman,
sebelumnya pada tahun 1995 tingkat pertumbuhannya positif. Sementara itu pertumbuhan
tenaga blue collarman, yaitu tenaga produksi, operator alat alat angkutan dan pekerja kasar
adalah positif dan stabil, artinya ada penambahan jumlah tenaga blue collar yang relatif
stabil pada periode 1994-1996.
Untuk tenaga white collarman yang lain seperti (1) Tenaga tata usaha dan yang
sejenis, (2) Tenaga usaha penjualan, (3) Tenaga usaha jasa, memiliki angka pertumbuhan
negatif pada tahun 1995, dan pada tahun 1996 menjadi positif, artinya jumlah tenaga kerja
jenis tersebut bertambah.
Tabel 10. Angka PertumbuhanPenduduk Berumur 10 Tahun Keatas Yang Bekerja Selama Seminggu Yang Lalu
TOTAL -0.02 0.07 Sumber : Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia, 1994-1996, BPS (data diolah).
0/1.Tenaga Profesional, Teknisi dan Yang Sejenis, 2. Tenaga Kepemimpinan dan Ketatalaksanaan, 3. Tenaga Tata Usaha dan Yang Sejenis, 4. Tenaga Usaha Penjualan, 5. Tenaga Usaha Jasa, 6. Tenaga Usaha Pertanian, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan, 7/8/9. Tenaga Produksi, Operator Alat-Alat Angkutan dan Pekerja Kasar, x/00. Lainnya.
F. Kontribusi Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas Yang Bekerja Selama Seminggu Yang
Lalu Menurut Jenis Pekerjaan Utama Periode 1994-1996
27
Pada periode 1994-1996, terdapat tiga jenis pekerjaan yang relatif lebih menonjol
dalam perekonomian Indonesia, yaitu berturut turut : (1) Tenaga Usaha Pertanian,
Kehutanan, Perburuan dan Perikanan, (2) Tenaga Produksi, Operator Alat-Alat Angkutan
dan Pekerja Kasar, (3) Tenaga Usaha Penjualan, (dimana Tenaga Usaha Pertanian,
Kehutanan, Perburuan, Perikanan dan Tenaga Produksi, Operator Alat-Alat Angkutan,
Pekerja Kasar merupakan blue collarman, sisanya Tenaga Usaha Penjualan merupakan white
collarman). Kontribusi blue collarman/pekerja kasar dalam perekonomian Indonesia,
berturut turut sebagai berikut : 69,60 persen tahun 1994; 68,94 persen tahun 1995 dan
68,48 persen tahun 1996. Kontribusinya semakin turun. Sebaliknya, peran white collarman
yang diwakili oleh Tenaga Usaha Penjualan semakin meningkat, yaitu : 16,67 persen tahun
1994; 16,37 persen tahun 1995 dan 17,81 persen tahun 1996 (lihat tabel 11).
Menurut teori Chenery dan Syrquin, transformasi ketenagakerjaan menurut jenis
pekerjaan terjadi, jika peran tenaga professional dan ketatalaksanaan, administrasi,
penjualan, dan lain lain, disebut white collar man meningkat dan kontribusi pekerja kasar
(blue collar man), misalnya tenaga usaha pertanian, kehutanan, perburuan,
perikanan, tenaga produksi, operator alat angkutan, pekerja kasar, menurun. Hal ini
terjadi karena pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat akan menyebabkan skala
usaha semakin besar (economic of scale) sehingga persentase pekerja profesional pada
bidang-bidang pekerjaan yang lebih terspesialisasi (white collar man) akan meningkat pula.
Peran blue collar man dalam perekonomian Indonesia tahun 1994-1996 relatif
sangat besar, secara rata rata hampir mencapai 70 persen dan peran white collar man
hanya sekitar 30 persen, tetapi peran pekerja kasar semakin turun dalam persen yang
sangat kecil, dan begitu pula peran white collar man meningkat dalam persen yang sangat
kecil.
28
Tabel 11. KontribusiPenduduk Berumur 10 Tahun Keatas Yang Bekerja Selama Seminggu Yang Lalu
Sumber : Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia, 1994-1996, BPS (data diolah).0/1.Tenaga Profesional, Teknisi dan Yang Sejenis, 2. Tenaga Kepemimpinan dan Ketatalaksanaan, 3. Tenaga Tata Usaha dan Yang Sejenis, 4. Tenaga Usaha Penjualan, 5. Tenaga Usaha Jasa, 6. Tenaga Usaha Pertanian, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan, 7/8/9. Tenaga Produksi, Operator Alat-Alat Angkutan dan Pekerja Kasar, x/00. Lainnya. .
29
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kajian ini menyimpulkan hal hal sebagai berikut :
1. Keadaan ketenagakerjaan menurut lapangan pekerjaan utama pada periode
sebelum krisis ekonomi 1997 :
a) Menurut perhitungan tingkat pertumbuhan, secara rata rata dari periode 1991-1997
jumlah tenaga kerja pada sektor pertanian turun setiap tahunnya, dan pada periode
sebelumnya, 1980-1990 meningkat. Sedangkan sektor bukan pertanian, memiliki
angka pertumbuhan positif periode 1980-1997, artinya penyerapan tenaga kerja
pada sektor tersebut meningkat. Menurut teori Chenery dan Syrquin, transformasi
ketenagakerjaan menurut lapangan kerja terjadi jika persentase tenaga kerja pada
sektor pertanian menurun, dan pada sektor bukan pertanian meningkat. Menurut
perhitungan tingkat pertumbuhan, transformasi menurut lapangan pekerjaan
utama terjadi pada periode 1991-1997.
b) Menurut perhitungan kontribusi, secara rata rata pada periode 1989-1997, sektor
pertanian 4 kali lebih besar dalam menyerap tenaga kerja dibanding dengan sektor
lainnya di Indonesia, tetapi peran tersebut semakin turun, sebaliknya peran sektor
bukan pertanian, dalam hal ini ada tiga sektor terbesar, yaitu (1) Perdagangan besar,
eceran, rumah makan dan hotel, (2) Jasa kemasyarakatan, dan (3) Industri
pengolahan semakin meningkat. Menurut teori Chenery dan Syrquin, transformasi
ketenagakerjaan menurut lapangan pekerjaan terjadi jika persentase orang yang
bekerja pada sektor pertanian menurun, dan yang bekerja pada sektor bukan
pertanian meningkat. Menurut perhitungan kontribusi, transformasi menurut
lapangan pekerjaan utama terjadi pada periode 1989-1997.
2. Keadaan ketenagakerjaan menurut status pekerjaan utama pada periode sebelum
krisis ekonomi 1997.
30
a) Menurut perhitungan tingkat pertumbuhan tenaga kerja informal9, seperti
berusaha dengan bantuan dan pekerja keluarga pada periode 1980-1987 adalah
positif, artinya ada peningkatan secara persentase per tahunnya. Selanjutnya
pekerja keluarga pada 1988-1995 adalah negatif, artinya penurunan
persentasenya per tahun cukup lama berlangsung kurang lebih 7 tahun, tetapi
pada 1996-1997 berubah menjadi angka positif, artinya perrsentase pekerja
keluarga mulai naik kembali pada 1996-1997. Pertumbuhan tenaga kerja
informal yang lain seperti berusaha tanpa bantuan; berusaha dengan bantuan,
secara rata rata pada 1988-1997 meningkat persentasenya setiap tahun
(pertumbuhan positif).
b) Menurut perhitungan tingkat pertumbuhan, angka pertumbuhan tenaga kerja
formal10, seperti buruh/ karyawan dan berusaha dengan buruh tetap pada
periode 1980-1987 adalah negatif, artinya ada penurunan secara persentase per
tahunnya. Selanjutnya pertumbuhan tenaga kerja formal adalah positif selama
10 tahun, artinya persentasenya naik dalam periode 1988-1997.
c) Secara perhitungan kontribusi, peran pekerja informal (Berusaha tanpa bantuan;
Berusaha dengan bantuan; Pekerja keluarga) relatif berfluktuasi pada periode
1980-1990. Tetapi dalam 10 tahun, selama periode 1986-1995, perannya
semakin turun, dari 73,63 persen tahun 1986 menjadi 62,86 persen tahun 1995.
Dan sejak tahun 1995-1997, berfluktuasi kembali.
d) Tentunya pola yang berlawanan terjadi pada pekerja formal (Berusaha dengan
buruh tetap; Buruh/karyawan), dimana polanya berfluktuasi pada periode 1980-
1990. Tetapi dalam 10 tahun, selama periode 1986-1995, perannya semakin naik
26,37 persen pada tahun 1986 menjadi 37,14 persen pada tahun 1995. Antara
tahun 1995-1997, berfluktuasi.
e) Jadi seperti telah dijelaskan diatas, dalam periode 1980-1997, peran tenaga kerja
menurut pekerja formal dan informal, berfluktuasi, dan trend yang relatif stabil
terjadi pada periode 1986-1995, yaitu peran tenaga kerja formal meningkat dan
9 Tenaga kerja informal terdiri dari (1) Berusaha tanpa bantuan, (2) Berusaha dengan bantuan, (3) Pekerja keluarga (Sumber : Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia, 1988-1997, BPS).10 Tenaga kerja informal terdiri dari (1) Berusaha tanpa bantuan, (2) Berusaha dengan bantuan, (3) Pekerja keluarga (Sumber : Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia, 1988-1997, BPS).
31
tenaga kerja informal menurun. Menurut teori Chenery dan Syrquin, proses
transformasi terjadi seiring dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi di suatu
negara, ditandai dengan peran pekerja formal semakin meningkat, dan
sebaliknya peran pekerja informal semakin menurun. Jadi proses transformasi
tenaga kerja menurut status di Indonesia terjadi pada periode 1986-1995.
3. Keadaan ketenagakerjaan menurut jenis pekerjaan utama pada periode sebelum
krisis ekonomi 1997.
Dengan keterbatasan data BPS menurut jenis pekerjaan, dimana data yang tersedia
hanya untuk tahun 1994-1996, maka kajian ini tidaklah akurat dalam menjelaskan
proses transformasi di Indonesia sebelum terjadi krisis ekonomi 1997.
a) Angka pertumbuhan tenaga kerja yang termasuk white collar man berfluktuasi
pada tahun 1994-1996, yaitu terdiri dari : (1)Tenaga Profesional, Teknisi dan Yang
Sejenis, (2) Tenaga Kepemimpinan dan Ketatalaksanaan, (3) Tenaga Usaha
Penjualan, (4) Tenaga Usaha Jasa. Yang relatif stabil dan angka pertumbuhannya
positif hanya pada tenaga tata usaha dan yang sejenis. Sementara pada tenaga
blue collar man, ada yang stabil, dan ada pula yang berfluktuasi tingkat
pertumbuhannya.
b) Pada periode 1994-1996, terdapat tiga jenis pekerjaan yang relatif lebih
menonjol dalam perekonomian Indonesia, yaitu berturut turut : (1) Tenaga
Usaha Pertanian, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan, (2) Tenaga Produksi,
Operator Alat-Alat Angkutan dan Pekerja Kasar, keduanya merupakan blue collar
man, (3) Tenaga Usaha Penjualan, merupakan white collarman. Kontribusi blue
collarman/pekerja kasar dalam perekonomian berturut turut sebagai berikut :
69,60 persen tahun 1994; 68,94 persen tahun 1995 dan 68,48 persen tahun
1996. Kontribusinya semakin turun. Sebaliknya, peran white collarman yang
diwakili oleh Tenaga Usaha Penjualan semakin meningkat, yaitu : 16,67 persen
tahun 1994; 16,37 persen tahun 1995 dan 17,81 persen tahun 1996 (lihat tabel
11).
32
c) Menurut teori Chenery dan Syrquin, transformasi ketenagakerjaan menurut jenis
pekerjaan terjadi, jika peran tenaga professional dan ketatalaksanaan,
administrasi, penjualan, dan lain lain, disebut white collar man meningkat dan
kontribusi pekerja kasar (blue collar man), misalnya tenaga usaha pertanian,
kehutanan, perburuan, perikanan, tenaga produksi, operator alat
angkutan, pekerja kasar, menurun. Hal ini terjadi karena pertumbuhan
ekonomi yang semakin meningkat akan menyebabkan skala usaha semakin besar
(economic of scale) sehingga persentase pekerja profesional pada bidang-bidang
pekerjaan yang lebih terspesialisasi (white collar man) akan meningkat pula.
d) Peran blue collar man dalam perekonomian Indonesia tahun 1994-1996 relatif
sangat besar, secara rata rata hampir mencapai 70 persen dan peran white collar
man hanya sekitar 30 persen, tetapi peran pekerja kasar semakin turun dalam
persen yang sangat kecil, dan begitu pula peran white collar man meningkat
dalam persen yang sangat kecil.
5.2. Saran :
Agar kajian ini lebih akurat menjelaskan proses trasformasi yang terjadi
sebelum krisis 1997, maka dalam kajian berikutnya penulis menyarankan untuk
melakukan analisis regresi untuk mengetahui hubungan saling pengaruh dan arah
hubungan antara variabel variabel independent yang mempengaruhi terjadinya
proses transformasi menurut teori Chenery dan Syrquin.
33
DAFTAR PUSTAKA
Biro Pusat Statistik. Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia, 19 82 . Jakarta.
Biro Pusat Statistik. Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia, 19 88 . Jakarta.
Biro Pusat Statistik. Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia, 19 89 . Jakarta.
Biro Pusat Statistik. Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia, 199 0 . Jakarta.
Biro Pusat Statistik. Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia, 199 1 . Jakarta.
Biro Pusat Statistik. Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia, 199 2 . Jakarta.
Biro Pusat Statistik. Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia, 199 3 . Jakarta.
Biro Pusat Statistik. Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia, 199 4 . Jakarta.
Biro Pusat Statistik. Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia, 199 6 . Jakarta.
Biro Pusat Statistik. Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia, 1997. Jakarta.
Biro Pusat Statistik. Penduduk Indonesia Hasil Survei Antar Sensus 1995, Seri : S2 . Jakarta.
Biro Pusat Statistik. Perkembangan Angkatan Kerja Indonesia, 19 80 . Jakarta.
Biro Pusat Statistik. Perkembangan Angkatan Kerja Indonesia, 19 81 . Jakarta.
Biro Pusat Statistik. Perkembangan Angkatan Kerja Indonesia, 19 82 . Jakarta.
Biro Pusat Statistik. Perkembangan Angkatan Kerja Indonesia, 19 83 . Jakarta.
Biro Pusat Statistik. Perkembangan Angkatan Kerja Indonesia, 19 84 . Jakarta.
Biro Pusat Statistik. Perkembangan Angkatan Kerja Indonesia, 19 85 . Jakarta.
Biro Pusat Statistik. Perkembangan Angkatan Kerja Indonesia, 19 86 . Jakarta.
Biro Pusat Statistik. Perkembangan Angkatan Kerja Indonesia, 19 87 . Jakarta.
Chenery, Hollis, and Syrquin, Moises. Patterns Of Development, 1950-1970. London: Oxford
University Press, 1975.
Human Development Report 2000/2001. World Bank : Oxford University Press, 2000.
Lipsey, Richard G.; Courant, Paul N.; Purvis, Douglas D.; and Steiner, Peter O. Economics.
New York: Harper Collins College Publishers, 1993.
Report of the Employment Challenges of the Indonesian Economic Crisis. ILO, Jakarta Office
United Nations Development.
Salvatore, Dominick. International Economics. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall,