TUGAS PAPER ILMU UKUR WILAYAH Aplikasi Ilmu Ukur Wilayah dalam Penerapan Alat Pemetaan dan Pekerjaan Dasar Survey OLEH : Sony Andre Pratikto 05081006013 TEKNIK PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
TUGAS PAPER
ILMU UKUR WILAYAH
Aplikasi Ilmu Ukur Wilayah dalam Penerapan Alat Pemetaan dan Pekerjaan Dasar Survey
OLEH :
Sony Andre Pratikto
05081006013
TEKNIK PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2010
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii
BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Tujuan .................................................................................................. 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3
BAB III. PEMBAHASAN ....................................................................................... 18
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 20
5.1. Kesimpulan .......................................................................................... 20
5.2. Saran .................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 21
APLIKASI ILMU UKUR WILAYAH DALAM PENERAPAN ALAT PEMETAAN DAN PEKERJAAN DASAR SURVEY
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Bentuk permukaan bumi sangat tidak teratur. Ketidakteraturan ini
memerlukan determinasi untuk merepresentasikan ukuran dan bentuknya.
Penggambaran bentuk dan ukuran permukaan bumi merupakan bagian ilmu ukur
wilayah. Ilmu Ukur Wilayah merupakan turunan dari Ilmu Geodesi.
Model fisik menganggap permukaan bumi sebagai suatu bentuk yang
memiliki potensi gravitasi yang sama ( equipotensial) pada sembarang titik
dipermukaan bumi. Pada pemodelan fisik, permukaan laut dianggap sebagai suatu
bidang datar. Kedua pemodelan tersebut diperlukan dalam survei dan pemetaan dan
keduanya dapat digunakan secara bersama. Kedua model tersebut memiliki
kemiripan, terutama dalam menentukan dimensi dan kedataran permukaan bumi.
Kedua model mengasumsikan bentuk permukaan bumi sebagai bidang datar,
walaupun pada kenyataannya dimensi permukaan bumi tidak sepenuhnya bidang
datar.
Pengukuran titik-titik kontrol (control survey) adalah pekerjaan pengukuran
pemasangan patok-patok yang kelak akan digunakan sebagai titik-titik dasar dalam
berbagai macam pekerjaan pengukuran. Pengukuran yang dilakukan untuk
memperoleh hubungan posisi di antara titik-titik dasar yang disebut juga dengan titik-
titik kontrol yang hasilnya akan dipergunakan untuk pengukuran detil yang akhirnya
berupa peta-peta, peta udara dan lain-lain.
Tujuan survei adalah untuk menyajikan informasi secara kuantitatif dan teliti
dari permukaan bumi, mencakup keadaan alam dan keadaan yang telah diubah oleh
aktivitas manusia. Penyajian bentuk dipresentasikan dalam bentuk cetakan (hard
copy) atau dalam bentuk data digital (soft copy) yang selanjutnya dapat diolah
dengan komputer.
Metode survei pengukuran wilayah telah mengalami perubahan revolusioner
sebagai dampak perkembangan teknologi survei, instrumentasi dan teknologi
informasi. Perubahan ini tentu saja mempengaruhi perkembangan metode dan
prosedur pengukuran yang dilakukan dalam pekerjaan survei. Walaupun demikian,
pemilihan metode pengukuran survei tidak dapat hanya mengandalkan kecanggihan
teknologi yang digunakan, tetapi sangat perlu mempertimbangkan situasi lokal
dimana pengukuran dilakukan.
Survei permukaan bumi direpresentasikan dalam bentuk peta yang
menggambarkan posisi relatif dan ukuran yang dimanifestasikan dengan skala
tertentu. Penerapan photogrammetry dalam survei dan pengukuran wilayah dapat
memperluas cakupan dan meningkatkan kapasitas pengukuran. Sebelum penerapan
photografi dalam pengukuran dan survei, semua peta yang dibuat hanya berdasarkan
survei lapangan saja. Cara pengukuran seperti ini kapasitasnya sangat terbatas dan
memerlukan waktu yang lama dalam pelaksanaannya. Walaupun demikian,
pengukuran seperti ini tetap saja dilakukan karena desakan kebutuhan untuk
keperluan pekerjaan teknik seperti irigasi, perpipaan, teknik lingkungan dan
pekerjaan sipil lainnya. Pada pekerjaan teknik sipil tersebut, jika tidak disupport
dengan data survei, mak akan menyulitkan kegiatan design, perencanaan dan
pekerjaan konstruksi.
I.2. Tujuan.
1. Mengetahui aplikasi ilmu ukur wilayah dalam penerapan alat untuk pekerjaan
dasar survey.
2. Mengenal hal-hal tentang pemetaan dan survey.
3. Mengenal Alat-alat Ukur wilayah dan aplikasinya
II. TINJAUAN PUSTAKA
Ada beberapa teori yang menjelaskan apa definisi dari sebuah peta, penulis
mencoba mengutip dari dua sumber.
Peta adalah suatu representasi atau gambaran unsur-unsur atau kenampakan
kenampakan abstrak, yang dipilih dari permukaan bumi, atau yang ada kaitannya
dengan permukaan bumi atau benda-benda angkasa, dan umumnya digambarkan pada
suatu bidang datar yang diperkecil atau diskalakan. (International Cartographic
Association, 1973)
Peta adalah gambaran dari detail yang ada di permukaan bumi yang
dipresentasikan di atas bidang datar. Jenis peta dapat di golongkan atas dasar skala dan
maksud penggunaannya.
Menurut skalanya peta dapat di bedakan antara lain :
a. Peta Teknis dengan skala kurang dari 1: 10.000
b. Peta Topografi dengan skala antara 1: 10.000 s.d. 1: 250.000
c. Peta Geografi dengan skala lebih dari 1: 250.000
Peta teknis maupun peta topografi sangat penting artinya bagi keperluan
perencanaan (rekayasa) terutama di bidang teknik siil dan Planologi maupun Arsitektur.
Menurut Temanya peta dapat di bedakan menjadi :
a. Peta Geologi i. Peta cadangan barang tambang dan Bahan Galian
b. Peta Satuan Lahan j. Peta Kadaster
c. Peta Iklim k. Peta Administrasi Pemerintah
d. Peta Hidrografi
e. Peta Pelayaran (Nautical Chart)
f. Peta Kependudukan
g. Peta Tata Guna Hutan
h. Peta Jaringan jalan
Peta merupakan gambaran dari permukaan bumi dalam skala tertentu dan
digambarkan di atas bidang datar melalui sistem proyeksi. (Aryono Prihandito, 1989)
Fungsi peta dapat diuraikan menjadi beberapa hal sebagai berikut :
1) Menunjukkan posisi atau lokasi relatif (letak suatu tempat dalam hubungannya
dengan tempat lain di permukaan bumi).
2) Memperlihatkan ukuran (dari peta dapat diukur luas daerah dan jarak-jarak diatas
permukaan bumi).
3) Memperlihatkan bentuk (misalnya bentuk dari benua-benua, negara, gunung dan
lain-lainnya), sehingga dimensinya dapat terlihat dalam peta.
4) Mengumpulkan dan menyeleksi data-data dari suatu daerah dan menyajikannya di
atas peta. Dalam hal ini dipakai simbol-simbol sebagai “wakil” dari data tersebut,
dimana kartografer menganggap simbol tersebut dapat dimengerti oleh si pemakai
peta.
Sedangkan tujuan peta adalah :
1. Untuk komunikasi informasi ruang.
2. Untuk menyimpan informasi.
3. Digunakan untuk membantu suatu pekerjaan misalnya untuk konstruksi jalan,
navigasi, perencanaan, dan lain-lain.
4. Digunakan untuk membantu dalam suatu desain, misalnya desain jalan dan
sebagainya.
5. Untuk analisis data spasial, misal : perhitungan volume dan sebagainya.
Skala peta adalah perbandingan antara jarak di peta, globe, model relatif atau
penampang melintang dengan jarak sesungguhnya di permukaan bumi. Jika dibuat
formulanya adalah sebagai berikut :
skala peta = jarakdibumi / jarakdipeta
Skala dinyatakan di peta dengan beberapa cara :
a. Skala angka. contoh : skala 1 : 1000, 1 : 50.000
b. Skala grafis.
Contoh
c. Skala yang dinyatakan dengan kalimat (verbal)
contoh : 1 centimeter setara dengan 1 kilometer di lapangan.
Pengukuran jarak (Triono B.A, 2001 adalah penentuan jarak antara dua titik di
permukaan bumi, biasanya yang digunakan adalah jarak horizontalnya. ini terjadi karena
bidang peta adalah bidang datar sedangkan bidang muka bumi adalah bidang lengkung.
Distorsi yang terjadi akan semakin besar jika memetakan daerah yang lebih dari ± 50
km2, jika kurang dari ± 50 km2 permukaan bumi dianggap datar. Hal ini menjadi
kesepakatan umum dalam ilmu geodesi (ilmu ukur). (Aryono Prihandito, 1989)
Pekerjaan dasar survei adalah pekerjaan yang dilakukan guna menentukan
kedudukan titik-titik atau penggambaran keadaan fisik yang terdapat di permukaan
bumi. Mencari titik di lapangan adalah suatu pekerjaan pengukuran yang hasilnya nanti
akan digambar. Sebelum titik diukur, hasil pengukuran diberi tanda terlebih dahulu
sehingga dalam pengukuran tanda mudah dilihat dari dekat atau dari jauh. Dalam
pengukuran yang terpenting adalah pengukuran titik-titik baik yang sudah ada atau baru
mencari. (Triono B.A, 2001)
Di dalam pekerjaan – pekerjaan yang berhubungan dengan ukur tanah, theodolit
sering digunakan dalam bentuk pengukuran polygon, pemetaan situasi, maupun
pengamatan matahari. Theodolit juga bisa berubah fungsinya menjadi seperti Pesawat
Penyipat Datar bila sudut verticalnya dibuat 90º.
Dengan adanya teropong pada theodolit, maka theodolit dapat dibidikkan kesegala
arah. Di dalam pekerjaan bangunan gedung, theodolit sering digunakan untuk
menentukan sudut siku-siku pada perencanaan / pekerjaan pondasi, theodolit juga dapat
digunakan untuk menguker ketinggian suatu bangunan bertingkat. (Aryono Prihandito,
1989)
BAB III. PEMBAHASAN
Secara umum tugas surveyor adalah sebagai berikut
a. Analisa penelitian dan pengambilan keputusan. Pemilihan metoda pengkuran,
peralatan, pengikatan titik-titik sudut dsb.
b. Pekerjaan lapangan atau pengumpulan data, yakni melaksanakan pengkuran dan
pencatatan data di lapangan.
c. Menghitung atau pemrosesan data, yakni hitungan berdasrkan data yang dicatat untuk
d. Menentukan letak, luas dan volume.
e. Pemetaan atau penyajian data. Menggambarkan hasil ukuran dan perhitungan untuk
menghasilkan peta, gambar rencana tanah dan peta laut, menggambarkan dat dalam
bentuk numeris atau hasil komputer.
f. Pemancangan. Pemancangan tugu dan patok ukur untuk menentukan batas-batas
pedoman dalam pekerjaan konstruksi.
Dalam pekerjaan survei dan pemetaan banyak sekali peralatan yang digunakan.
Akan tetapi, jenis-jenis yang disebut adalah alat-alat yang dipakai sesuai dari tujuan
paper ini.
1. Theodolite
Theodolite adalah instrument / alat yang dirancang untuk pengukuran sudut yaitu
sudut mendatar yang dinamakan dengan sudut horizontal dan sudut tegak yang
dinamakan dengan sudut vertical. Dimana sudut – sudut tersebut berperan dalam
penentuan jarak mendatar dan jarak tegak diantara dua buah titik lapangan.
a. Konstruksi Theodolite
Konstruksi instrument theodolite ini secara mendasar dibagimenjadi 3 bagian,
lihat gambar di bawah ini :
1. Bagian Bawah, terdiri dari pelat dasar dengan tiga sekrup penyetel yang menyanggah
suatu tabung sumbu dan pelat mendatar berbentuk lingkaran. Pada tepi lingkaran ini
dibuat pengunci limbus.
2. Bagian Tengah, terdiri dari suatu sumbu yang dimasukkan ke dalam tabung dan
diletakkan pada bagian bawah. Sumbu ini adalah sumbu tegak lurus kesatu. Diatas
sumbu kesatu diletakkan lagi suatu plat yang berbentuk lingkaran yang berbentuk
lingkaran yang mempunyai jari – jari plat pada bagian bawah. Pada dua tempat di
tepi lingkaran dibuat alat pembaca nonius. Di atas plat nonius ini ditempatkan 2 kaki
yang menjadi penyanggah sumbu mendatar atau sumbu kedua dan sutu nivo tabung
diletakkan untuk membuat sumbu kesatu tegak lurus.
Lingkaran dibuat dari kaca dengan garis – garis pembagian skala dan angka
digoreskan di permukaannya. Garis – garis tersebut sangat tipis dan lebih jelas tajam
bila dibandingkan hasil goresan pada logam. Lingkaran dibagi dalam derajat
sexagesimal yaitu suatu lingkaran penuh dibagi dalam 360° atau dalam grades
senticimal yaitu satu lingkaran penuh dibagi dalam 400 g.
3. Bagian Atas, terdiri dari sumbu kedua yang diletakkan diatas kaki penyanggah
sumbu kedua. Pada sumbu kedua diletakkan suatu teropong yang mempunyai
diafragma dan dengan demikian mempunyai garis bidik. Pada sumbu ini pula
diletakkan plat yang berbentuk lingkaran tegak sama seperti plat lingkaran mendatar.
b. Sistem sumbu atau poros pada theodolite
c. Syarat-syarat theodolite
Syarat – syarat utama yang harus dipenuhi alat theodolite sehingga siap
dipergunakan untuk pengukuran yang benar adalah sbb :
1.Sumbu kesatu benar – benar tegak / vertical.
2.Sumbu Kedua harus benar – benar mendatar.
3.Garis bidik harus tegak lurus sumbu kedua / mendatar.
4.Tidak adanya salah indeks pada lingkaran kesatu.
d. Macam-macam Theodolite
Dari konstruksi dan cara pengukuran, dikenal 3 macam theodolite :
1.Theodolite Reiterasi
Pada theodolite reiterasi, plat lingkaran skala (horizontal) menjadi satu
dengan plat lingkaran nonius dan tabung sumbu pada kiap. Sehingga lingkaran
mendatar bersifat tetap. Pada jenis ini terdapat sekrup pengunci plat nonius.
2.Theodolite Repetisi
Pada theodolite repetisi, plat lingkarn skala mendatar ditempatkan
sedemikian rupa, sehingga plat ini dapat berputar sendiri dengan tabung poros
sebagai sumbu putar. Pada jenis ini terdapat sekrup pengunci lingkaran mendatar
dan sekrup nonius.
3. Theodolite Elektro Optis
Dari konstruksi mekanis sistem susunan lingkaran sudutnya antara theodolite
optis dengan theodolite elektro optis sama. Akan tetapi mikroskop pada pembacaan
skala lingkaran tidak menggunakan system lensa dan prisma lagi, melainkan
menggunkan system sensor. Sensor ini bekerja sebagai elektro optis model (alat
penerima gelombang elektromagnetis). Hasil pertama system analogdan kemudian
harus ditransfer ke system angka digital. Proses penghitungan secara otomatis akan
ditampilkan pada layer (LCD) dalam angka decimal.
e. Pengoperasian Theodolite
Cara kerja penyiapan alat theodolite antara lain :
1) Kendurkan sekrup pengunci perpanjangan
2) Tinggikan setinggi dada
3) Kencangkan sekrup pengunci perpanjangan
4) Buat kaki statif berbentuk segitiga sama sisi
5) Kuatkan (injak) pedal kaki statif
6) Atur kembali ketinggian statif sehingga tribar plat mendatar
7) Letakkan theodolite di tribar plat
8) Kencangkan sekrup pengunci centering ke theodolite
9) Atur (levelkan) nivo kotak sehingga sumbu kesatu benar-benar tegak / vertical
dengan menggerakkan secara beraturan sekrup pendatar / kiap di tiga sisi alat ukur
tersebut.
10) Atur (levelkan) nivo tabung sehingga sumbu kedua benar-benar mendatar dengan
menggerakkan secara beraturan sekrup pendatar / kiap di tiga sisi alat ukur
tersebut.
11) Posisikan theodolite dengan mengendurkan sekrup pengunci centering kemudian
geser kekiri atau kekanan sehingga tepat pada tengah-tengah titi ikat (BM), dilihat
dari centering optic.
12) Lakukan pengujian kedudukan garis bidik dengan bantuan tanda T pada dinding.
13) Periksa kembali ketepatan nilai index pada system skala lingkaran dengan
melakukan pembacaan sudut biasa dan sudut luar biasa untuk mengetahui nilai
kesalahan index tersebut.
Theodolite SOKKIA TM20E pandangan dari belakang
KETERANGAN :
1. .Tombol micrometer 13. Sekrup koreksi Nivo tabung
2. Sekrup penggerak halus vertical 14. Reflektor cahaya
3. Sekrup pengunci penggerak vertical 15. Tanda ketinggian alat
4. Sekrup pengunci penggerak horizontal 16. Slot penjepit
5. Sekrup penggerak halus horizontal 17. Sekrup pengunci Nivo Tabung
Telescop
6. Sekrup pendatar Nivo 18. Nivo Tabung Telescop
7. Plat dasar 19. Pemantul cahaya penglihatan Nivo
8. Pengunci limbus 20. Visir Collimator
9. Sekrup pengunci nonius 21. Lensa micrometer
10.Sekrup penggerak halus nonius 22. Ring focus benang diafragma
11.Ring pengatur posisi horizontal 23. Lensa okuler
12. Nivo tabung 24. Ring focus okuler
Theodolite SOKKIA TM1A pandangan dari samping kanan
KETERANGAN :
1. Ring focus objektif 10. Slot Penjepit
2. Ring bantalan lensa okuler 11. Pengunci limbus
3. Lensa okuler 12. Reflektor cahaya
4. Penutup Koreksi reticle 13. Nivo tabung
5. Sekrup pengunci penggerak vertical 14. Sekrup koreksi Nivo tabung
6. Sekrup Pengatur bacaan Horizontal dan vertical 15. Nivo kotak
7. Sekrup penggerak halus vertikal 16. Sekrup pendatar Nivo
8. Pengunci limbus 17. Plat dasar
9. Tanda ketinggian alat
Theodolite SOKKIA TM1A pandangan dari samping kiri
KETERANGAN :
1. Visir Collimator 11. Penutup Koreksi reticle
2. Lensa objektif 12. Ring bantalan lensa okuler
3. Skrup atur bacaan horizontal dan vertical 13. Ring focus benang diafragma
4. Nivo tabung 14. Lensa okuler
5. Sekrup koreksi Nivo tabung 15. Lensa micrometer
6. Sekrup pengunci penggerak horizontal 16. Ring focus micrometer
7. Nivo kotak 17. Sekrup pengunci penggerak vertical
8. Sekrup pendatar Nivo 18. Tombol micrometer
9. Plat dasar 19. Sekrup penggerak halus vertical
10. Ring focus objektif 20.Sekrup penggerak halus horizontal
f. Langkah Perhitungan
`1. PERHITUNGAN JARAK
v JIKA MEMAKAI SUDUT VERTIKAL (ZENITH) :
o Do = (BA-BB) x100 x sin V, jarak optis
o Do = (BA-BB) x 100 x sin2 V, jarak datar
v JIKA MEMAKAI SUDUT VERTIKAL (ELEVASI)
o Do = (BA-BB) x 100 x cos V, jarak optis
o Do = (BA-BB) x100 x cos2 V, jarak datar
2. PERHITUNGAN BEDA TINGGI (∆H)
v Jika memakai sudut vertical (zenith) :
∆h = ta + dh – BT
tan V
v Jika memakai sudut vertical (elevasi) :
∆h = ta + (dh x tan V) – BT
3. PERHITUNGAN KETINGGIAN
TPx = TP1 + ∆h
TP1 adalah ketinggian di titik pesawat
2. Jalon
Jalon adalah tiang atau tongkat yang akan ditegakkan pada kedua ujung jarak
yang diukur. Jalon terbuat dari kayu, pipa besi yang merupakan tongkat berpenampang
bulat. Agar kelihatan terang dan dapat dilihat dari jauh maka diberi warna merah putih
menyolok. Selang seling merah putih sekitar 25 cm – 50 cm.
Syarat-syarat pemasangan jalon pada pekerjaan survei adalah :
a. Pemancangan jalon harus tegak lurus, artinya harus merupakan proyeksi dari titik.
Titik disini bukan tegak lurus menuju permukaan bumi tetapi tegak lurus terhadap
titik pusat bumi atau searah dengan tarikan bumi.
b. Menancapkan jalon harus tepat di atas titik yang akan diambil pengukurannya.
c. Pemancangan jalon pada tanah yang miring untuk menentukan tegak lurusnya harus
menyesuaikan keadaan sekelilingnya, misalnya dengan patokan tegak lurus pada
pohon di dekatnya.
2. Patok
Patok dalam pekerjaan survei berfungsi untuk memberi tanda batas jalon,
dimana titik setelah diukur dan akan diperlukan lagi pada waktu lain, misalnyatanda
bangunan, jalan raya, pengairan dan sebagainya. Patok biasanya ditanam di dalam tanah
dan yang menonjol antara 5 – 10 cm dengan maksud agar tidak mudah lepas dan mudah
dilihat. Ujung patok umumnya dibuat runcing untuk mudah pemasangan.
Gambar. Contoh patok dari kayu.
Gambar. Jalon.
3. Pita Ukur
Pita ukur digunakan untuk mengukur jarak di lapangan. Pita ukur ada yang dari
kain linen berlapis plastik atau tidak. Pita ukur tersedia dalam ukuran panjang 10 meter,
15 meter, 30 meter sampai 50 meter.
Gambar. Pita ukur.
Pita ukur ini biasanya dibagi pada interval 5 mm atau 10
mm. Contoh bacaan pada pita ukur seperti pada gambar 4 berikut ini.
Gambar 4. Contoh bacaan pita ukur
4. Kompas
Kompas adalah alat penunjuk arah di lapangan. Orientasinya mengikuti Utara
magnit bumi atau Selatan magnit bumi (gambar 4).
Gambar 4. Kompas
Kompas digunakan sebagai alat pengukur sudut di lapangan dengan mengacu
kepada salah satu kutub magnit bumi. Bacaan sudut pada kompas intervalnya 10 – 20.
Berikut contoh bacaan sudut pada kompas.
Didalam ilmu ukur wilayah juga terdapat pengukuran-pengukuran yang penting
sebagai dasar pengetahuan mengenai ilmu pengukuran wilayah. Berikut jenis – jenis
pengukuran.
1. Pengukuran Poligon
Cara membuat suatu polygon adalah cara pertama untuk menentukan tempat
lebih dari satu titik. Penentuan titik dapat dilakukan dengan beberapa cara :
Penentuan ralatif dengan menempatkan beberapa titik yang terletak di atas satu
garis lurus, maka empat titik-titik itu dapat dinyatakan dengan dengan jejak dari suatu
titik yang terletak di atas garis lurus itu pula. Titik-titik yang diambil sebagai dasar
untuk menghitung jarak-jarak dinamakan titik nol. Karena titik-titik dapatterletak di
sebelah kiri dan kanan titik nol (O)> maka kepada titik yang terletak di sebelah kanan
titik nol (o) diberi jarak dengan titik positif (+)dan titik yang terletak di sebelah kiri titik
nol diberi jarak dengan tanda negative (-). Buat skala dengan bagian yang sama (ke kiri
dan ke kanan) dengan satuan jarak 1 m, 10 m, atau 100 m, tergantung pada jarak-jarak
harus dinyatakan.
(B) 0 A
αAB = xa – xb
= (+20) – (-40)
= +60
Cara menentukan tempat titik-titik dengan menggunakan suatu titik nol pada
garis harus digunakan pada pengukuran daerah-daerah yang kecil.
2. Pengukuran Sifat Datar (Waterpass)
Pengukuran waterpass adalah pengukuran untuk menentukan beda tinggi
antara dua titik. Bila beda tinggi (h) diketahui antara dua titik A dan B sedang
tinggi titik A diketahui sama dengan Ha dan titik B terletak lebih tinggi daripada
titik A, maka tinggi titik B, yang diartikan dengan beda tinggi antara titik A dan
titik B adalah jarak antara dua bilangan nivo yang melalui titik A dan titik B.
umumnya bidang nivo adalah bidang lengkung, tetapi bila jarak antara titik A dan
titik B kecil, maka kedua bidang nivo yang melalui titik A dan titik B dianggap
sebagai bidang mendatar. Beda tinggi antara dua titik dapat diketahui melalui
beberapa cara yaitu :
1. Dengan pengukuran tinggi secara langsung menggunakan pita ukur. Misalnya
pada pembuatan gedung bertingkat, tinggi masing-masing lantai dapat diukur
dengan pita ukur.
2. Dengan menggunakan alat barometer, pada dasarnya ada hubungan antara
ketinggian tempat dengan tekanan udara, dimana semakin tinggi tempatnya
semakin kecil tekanan udaranya. Dengan alat barometer ini ketinggian dapat
diukur tetapi menghasilkan ukuran yang kurang teliti.
3. Dengan cara trigonimetri. Beda tinggi dapat diukur dengan alat yang dilengkapi
dengan pembacaan sudut vertical (theodolit)
4. Dengan menggunakan alat waterpass atau pengukuran sifat datar. Prinsip dan
alat ini adalah menggunakan garis sumbu teropong yang horizontal untuk
mengukur beda tinggi antara 2 titik.
Telah disinggung di atas, bahwa beda tinggi antara dua titik adalah jarak antara
dua bidang nivo yang melalui titik-titik tersebut sehingga beda tinggi h dapat ditentukan
dengan menggunakan garis mendatar sembarang dengan dua mistar yang dipasang di
titik a dan b. Misal garis garis mendatar itu memotong mistar A di titik a dan pada
mistar B di titik b, maka angka a dan b pada mistar akan selalu menyatakan jarak-jarak
Aa dan Bb. Bila titik nol kedua mistar itu terletak di bawah angka a dan b dinamakan
pembacaan pada mistar. Dari gambar dapat dilihat bahwa beda tinggi h = Aa –Bb =
angka a – angka b, atau dapat ditulis :
Penentuan beda tinggi dengan alat waterpass dapatdilakukan dengan tiga cara penempatan alat ukur, tergantung pada keadaan lapangan.
H = a - b
3. Pengukuran Profil Melintang dan Memanjang
Profil adalah irisan balik arah memanjang, ialah irisan tegak lapangan dengan
jarak dan beda tinggi titk-titik di atas permukaan bumi. Profil melintang di buat agak
lurus terhadap profil memanjang. Pada profil memanjang, karena sangat besar maka
skala vertical dibuat berbeda dengan skala horizontal. Sedangkan pada profil
melintang, skala dibuat sama untk kedua arah baik vertical maupun horizontal. Pada
profil memanjang pengukuran dengan cara berantai, sedangkan untuk profil
melintang biasanya alat diletakkan disatu titik untuk mengukur beberapa titik pada
satu profil melintang.
4. Aspek Kesalahan
Pada proses pengambilan data dilapangan, ada aspek tertentu yang tidak dapat
dihindari yaitu aspek kesalahan. Untuk menghilangkan aspek kesalahan tersebut, maka
diberikan suatu toleransi terhadap hasil ukuran tertentu. Toleransi yaitu batas kesalah
suatu ukuran yang masih dapat diterima. Berikut berbagai toleransi yang digunakan
dalam praktikum Ilmu Ukur Tanah :
a) Toleransi bacaan rambu ukur, dirumuskan (BA + BB) - 2BT = 0, toleransi 1 mm.
b) Toleransi bacaan sudut biasa (B) dan sudut luar biasa (LB), dirumuskan
LB - B = + 18000’0”, toleransi + 2” n. dimana : I - indeks bacaan terkecil alat
ukur, N = jumlah titik sudut.
c) Toleransi kesalahan sudut polygon dirumuskan toleransi :
F = + I”n dari rumusan
F = + (akhir - awal) - (+ n. 1800)
(untuk polygon tertutup)
d) Toleransi kesalahan linear jarak ukur, dirumuskan :
F = (fx2 + fy2)/f
Dimana : fx = kesalAhan absis
fy = kesalahan ordinat
= jumlah jarak terukur
+f = 1 : 1000, jika menggunakan alat ukur radu meter atau satuan
langkah.
F = 1 : 1500 - 1 : 2000, jika berupa jarak stadia
F = 1 : 2500 - 1 : 3000, jika berupa jarak dengan rol meter fraksi cm.
F = 1 : 5000, jika menggunakan roll meter fraksi mm.
F = 5000, jiak menggunakan EDM (Elecronic Distance Meburenent)
e) Toleransi pengukuran jarak pergi dari berupa selisih hasil pengukuran dirumuskan :
Toleransi = 8 mm D
Dimana D = jarak total pengukuran dalam satuan kilometer (Km).
BAB IV. KESIMPULAN
IV.1. KESIMPULAN
Dari penjelasan diataslah kita dapat mengetahui dan dapat melihat apa saja yang
perlu kita ketahui apabila sedang berhadapan dengan yang namanya pengukuran suatu
wilayah, yaitu dari alat, pengenalan dasar dan berbagai hal yang perlu diketahui secara
detail manfaat dan fungsinya. Dari paper inilah dijelaskan berbagai hal mengenai alat
ukur dan survey walaupun masih tahap dasar.
IV.II. SARAN
Didalam penjelasan yang telah dibahas, seorang pengukur haruslah mengerti hal
mengenai pengukuran-pengukuran dasar terlebih dahulu, dikarenakan alat tersebut
diperlukan ketelitiaan yang sangat tinggi dan pengetahuan yang cukup.
DAFTAR PUSTAKA
Astanto, triono budi. 2001. Pekerjaan Dasar Survey. Cetakan pertama. Kanisius. Yogyakarta.
Frick, Heinz. 1984. Ilmu dan Alat Ukur Tanah. Penerbit Kanisius.
Prihandito, aryono. 1989. Kartografi. Cetakan pertama. Mitra gama widya. Yogyakarta.
Sosrodarsono. Suyono. 1983. Pengukuran Topografi dan Teknik Pemetaan. PT Pradnya Paramita. Jakarta.
Wongsotjitro, Soetomo. 1964. Ilmu ukur tanah. Kanisius. Jakarta
http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_ukur_tanah.