DIRI DAN IDENTITAS Paper untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Sosial 1 yang Dibina Fathul Lubabib Nuqul, M.Si Oleh: Lutfi Anshori (12410196) Yadis Putra Ardiansyah (12410101) Nurhuzaifah Amini (12410054) Ilvi Nur Diana (12410088) Kholifatul Lutfia (12410195)
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
DIRI DAN IDENTITAS
Paper untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Sosial 1
yang Dibina
Fathul Lubabib Nuqul, M.Si
Oleh:
Lutfi Anshori (12410196)
Yadis Putra Ardiansyah (12410101)
Nurhuzaifah Amini (12410054)
Ilvi Nur Diana (12410088)
Kholifatul Lutfia (12410195)
UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
FAKULTAS PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI
Oktober, 2013
1.Self
1)Pengertian SelfBerpikir mengenai dirinya sendiri adalah aktivitas
manusia yang tidak dapat dihindari pada umumnya, secara
harfiah orang akan berpusat pada dirinya sendiri. Sehingga
self adalah pusat dari dunia sosial setiap orang. Sementara
faktor genetik memainkan sebuah peran terhadap identitas
diri atau self concept yang sebagian besar didasarkan pada
interaksi dengan orang lain yang dipelajari dimulai dengan
anggota keluarga terdekat, kemudian meluas pada interaksi
dengan mereka di luar keluarga (Lau & Pun, 1999).
Konsep self merupakan kumpulan keyakinan dan persepsi
diri mengenai diri sendiri yang berorganisasi. Dengan kata
lain, konsep self tersebut bekerja sebagai skema dasar. Self
memberikan sebuah kerangka yang menentukan bagaimana kita
mengolah informasi tentang diri kita sendiri termasuk
motivasi, keadaan nasional, evaluasi diri, kemampuan dan
banyak hal lainnya (Klein, Lotfus & Bortun,1989; Van Hook &
Higgins, 1998). Kita bekerja sangat keras untuk melindungi
citra diri kita dari informasi yang mengancam (Sedikides &
Green, 2000) untuk mempertahankan konsistensi diri (Tschanz
& Rhodewalt, 2001) dan untuk menemukan alasan pada setiap
inkonsistensi (Schlenker, Pontari & Christopher, 2001). Maka
orang cenderung menolak perubahan dan salah memahami atau
berusaha meluruskan infornasi yang tidak konsisten dengan
konsep self mereka. Reaksi defensive akan berkurang ketika
individu memiliki pengalaman menegaskan (self affirming experience )
yang tidak berhubungan. Setelah itu, individu menjadi lebih
terbuka pada informasi dan sikap untuk mempertahankan
dirinya sendiri akan berkurang. Dalam cara yang serupa,
mengetahui bahwa orang lain menyukai Anda mengurangi sikap
desensif anda.
Sedikides dan Skowrinski (1997) menyatakan bahwa self
berevolusi sebagai sebuah karakteristik adaptif. Aspek
pertama yang muncul adalah kesadaran diri subjektif (subjective
self awareness) hal ini melibatkan organisme untuk membedakaan
dirinya dengan lingkungan fisik dan sosialnya. Tanaman
tentunya tidak memiliki kesadaran diri subjektif tetapi
sebagian besar hewan memiliki karakteristik ini dan hal ini
meningkatkan kemungkinan bertahan hidup (Damasio,1994; Lewis
1992). Beberapa hewan primata bahkan mengembangkan kesadaran
diri objektif (objective self awareness) yaitu kapasitas organisme
untuk menjadi objek perhatiannya sendiri (Gallup, 1994)
menyadari keadaan pikirannya sendiri dan mengetahui bahwa ia
tahu dan mengingat bahwa ia ingat.
2) Konsep Dasar Self
Pertanyaan seperti “Siapakah Anda?” dan “Siapakah
Saya?” telah ditanyakan lebih dari seratus tahun yang lalu
oleh para psikolog yang berusaha menentukan kandungan
spesifik dari konsep self individu dan pertanyaan ini
dimulai oleh William James (1890). Teknik ini digunakan oleh
Rentsch dan Heffner ketika mereka meminta dua ratus
mahasiswa untuk menjawab pertanyaan: ”Siapakah Anda?”
Kandungan dasar dari self, sebagaimana dipersepsikan oleh
mahasiswa ini terdiri dari 8 kategori, beberapa diantaranya
merujuk pada aspek identitas sosial (kebangsaan, ras, dll)
dan lainnya merujuk pada atribut personal (hubungan, hobi,
dll).
Skema self mungkin jauh lebih kompleks dan detail
daripada yang dapat digali melalui pertanyaan siapakah anda.
Hal ini terjadi atas beberapa kemungkinan. Dengan kata lain,
skema self adalah rangkuman dari semua yang dapat diingat
oleh seseorang, pengetahuannya dan imajinasinya tentang diri
sendiri. Sebuah skema juga diri juga memainkan peran dalam
memadu tingkah laku. Karena self adalah pusat dari dunia
sosial setiap orang dan karena skema self berkembang dengan
sangat baik, hal itu mendukung kemampuan kita untuk bekerja
dengan sangat baik, hal itu akan mendukung kemampuan kita
untuk bekerja lebih baik dalam memproses informasi yang
relefan dari informasi yang lain. Fenomena ini dikenal
dengan efek self-reference.
3) Konsep Self Sosial
Selain identitas unik yang sering disebut sebagai
konsep self personal, juga ada aspek sosial dari self yang
dibagi dengan orang lain. Konsep diri sosial tidak
sesederhana saat membentuk asosiasi, sebagai contoh dengan
kelompok etnis tertentu tetapi didefenisikan secara berbeda,
tergantung pada afiliasi etnisnya. Bagian dari siapa dan
bagaimana kita berpikir tentang diri sendiri ditentukan oleh
identitas kolektif yang disebut sebagai self sosial (social self).
Self sosial juga terdiri dari dua komponen (1) berasal dari
hubungan interpersonal dan (2) berasal dari keanggotaan pada
kelompok yang lebih besar dan kurang pribadi seperti
ras,etnis, atau budaya. Hubungan dan kategori menjadi bagian
dari self. Ketika menguji peran hubungan interpersonal dalam
konsep self, perlu mempertimbangkan konteks situasional
dimana hubungan tersebut melibatkan orang lain. Sebagai
contoh, Bryne dan Shavelson (1996) mengategorikan interaksi
sosial dari orang muda dengan melibatkan sekolah dan
keluarga, dan hal ini dikategorikan lebih jauh lagi dalam
hubungannya dengan guru dan teman sekelas, saudara dan
orangtua dan seterusnya. Karena konsep self berkembang
dalam sebuah konteks budaya, akan dilihat perbedaan-
perbedaan dalam berbagai budaya. Faktor spesifik
mempengaruhi perbedaan perkembangan. Selain itu konsep self
pada saat tertentu sebenarnya hanyalah konsep self yang
bekerja, yang terbuka bagi perubahan sebagai respons
terhadap pengalaman baru, umpan balik baru dan informasi
yang relevan dengan self. Gambaran dari kemungkinan self di
masa depan dapat mempengaruhi motivasi, dan dapat
membayangkan hasil dari diri sendiri yang baru dan
berkembang.
Individu yang optimis memiliki kepercayaan diri lebih
besar dibanding individu yang pesimis bahwa mereka akan
mampu mencapai perubahan self yang positif. Setiap orang
berbeda mengenai jumlah kemungkinan self yang dapat
dibayangkan. Jika hanya membayangkan jumlah alternatif yang
reatif terbatas maka secara khusus rentan terhadap umpan
balik negatif. Tampaknya usaha mempersuasi orang untuk
mempertimbangkam kemungkinan self yang banyak (sejauh hal
itu realistik) akan menguntungkan.
Diantara mahasiswa kulit putih, penelitian
mengindikasikan bahwa pendekatan yang paling baik adalah
dengan menekankan kemungkinan self yang berhubungan dengan
prestasi dengan cara menekankan individualisme, etos kerja,
dan kenyataan bahwa beberapa kemungkinan self lebih positif
daripada yang lain. Namun, di antara mahasiswa kulit hitam,
sebuah strategi yang lebih efektif adalah dengan menekankan
kolektivisme dan identitas rasial. Walaupun fokus pada ras
tampaknya tidak produktif namun individu yang menjadi objek
prasangka dan diskriminasi cenderung bereaksi dengan self
esteem dan self enchacement lebih besar ketika citra rasial
merupakan hal yang mendasar. Konsep positif seperti harga
diri orang kulit hitam, kekuatan kulit hitam dan kulit hitam
indah berkembang sebagai bagian dari sebuah respons terhadap
pengalaman rasial negatif, tetapi konsep tersebut dapat
memberikan motivasi positif.
4) Self Esteem
Sikap yang paling penting dikembangkan seseorang adalah
sikap terhadap self. Evaluasi terhadap diri sendiri dikenal
sebagai self esteem (James, 1890). Sedikides menyatakan tiga
kemungkinan motif dalam evaluasi diri. Orang dapat mencari
self-assesment (untuk memperoleh pengetahuan yang akurat
tentang dirinya sendiri), self enchacement (untuk mendapatkan
informasi positif tentang diri mereka sendiri), atau self
verification (untuk mengkonfirmasi sesuatu yang sudah diketahui
tentang dirinya sendiri). Memiliki self esteem yang
tinggi berarti seorang individu menyukai dirinya sendiri.
Evaluasi positif ini sebagian berdasarkan opini orang lain
dan sebagian lagi berdasarkan dari pengalaman spesifik.
Perbedaan budaya juga mempengaruhi apa yang penting bagi self
esteem seseorang. Sebagai contoh harmoni dalam hubungan
interpersonal merupakan elemen yang penting dalam budaya
kolektivis sementara harga diri adalah hal yang penting bagi
budaya individualis.
Self esteem sering kali diukur sebagai sebuah peringkat
dalam dimensi yang berkisar dari negatif sampai positif atau
dari rendah sampai tinggi. Sebuah pendekatan yang berbeda
adalah dengan meminta responden untuk mengindikasikan self
ideal mereka seperti apa, self mereka yang sebenarnya dan
kemudian meneliti perbedaan diantara keduanya. Semakin besar
perbedaan antara self dengan idealnya, semakin rendah self
esteemnya.Walaupun konten spesifiknya dapat bervariasi
seiring dengan berjalannya waktu, perbedaan self dengan
ideal cenderung stabil. Menyenangkan menerima umpan balik
yang menunjukkan bahwa kita berfungsi di tingkat ideal dalam
beberapa aspek dalam hidup dan kurang menyenangkan untuk
menghadapi kenyataan bahwa kita kurang ideal.
Sumber-sumber informasi utama yang relevan dengan
evaluasi diri adalah orang lain, kita menilai diri sendiri
atas dasar perbandingan sosial. Tergantung pada kelompok
pembanding, tingkah laku spesifik dapat tampak tidak
memadai, rata-rata atau sangat baik. Dua individu yang
tindakannya sama persis dapat memilki evaluasi diri yang
sangat berbeda karena mereka membandingkan diri mereka
dengan kelompok yang cukup berbeda.
Dalam kebanyakan kasus, self esteem yang tinggi memiliki
konsekuensi yang positif, sementara self esteem yang rendah
memiliki efek sebaliknya. Penelitian selama puluhan tahun
memberikan bukti bahwa tidak boleh menyimpulkan bahwa self
esteem yang tinggi adalah hal yang baik dan yang rendah
buruk,atau asumsi bahwa self esteem tidak relevan efeknya lebih
kompleks daripada hanyak sekedar suatu pembedaan atau masih
belum sepenuhnya dipahami.
Ketika kompetensi aktual seseorang tidak sesuai dengan
evaluasi dirinya, hasilnya disebut self esteem paradoks. Akan
tetapi, self esteem postif yang tidak realistis dapat
menghasilkam keuntungan sementara bagi kesehatan mental
seseorang. Sementara self esteem yang tinggi biasanya
menguntungkan, self esteem yang rendah memiliki efek negatif
yang tidak seragam.
Peristiwa negatif dalam hidup memiliki efek negatif
terhadap self esteem. Sebagai contoh ketika masalah muncul
di sekolah, tempat kerja, dalam keluarga, atau diantara
teman, akan terjadi penurunan self esteem, peningkatan
kecemasan dan individu yang terganggu akan berusaha mencari
penguatan melalui berbagai cara. Namun, biasanya tingkat self
esteem individu relatif konstan karena mereka menggunakan
mekanisme majemuk untuk mempertahankan tingkat itu.
5) Fungsi Self
a) Self Focusing
Pada saat kapanpun perhatian seseorang dapat diarahkan
ke dalam dirinya sendiri maupun dunia eksternal. Self focusing
didefinisikan sebagai perhatian yang diarahkan pada diri
sendiri. Sebagai contoh, anak-anak yang sangat kecil lebih
sering memfokuskan diri pada dunia eksternal, tetapi self
focusing akan meningkat pada anak-anak dan remaja. Pada masa
dewasa, setiap individu akan berbeda-beda dalam hal sejauh
mana mereka terlibat dalam self focusing. Self focusing yang terus
menerus dan konsisten dapat menciptakan kesulitan. Maksudnya
sebagai respons terhadap interaksi sosial yang tidak
menyenangkan, individu dengan gaya yang terfokus pada self
mengalami perasaan negatif lebih lambat dan reaksi ini lebih
kuat pada wanita dibanding pria.
Akan berguna untuk mengalihkan self focusing pada fokus
eksternal jika merasa depres, fokus eksternal dapat
menciptakan aspek positif karena memikirkan hal yang lain.
Lagi pula dalam hubungan antara self focusing dan aspek
positif serta negatif, Green dan Sedikies (1999) menyatakan
orientasi afek juga sama pentingnya.Orientasi dapat bersifat
reflektif (kecendrungan untuk tidak bertindak) atau sosial
(kecendrungan untuk bertindak). Dengan meminta pasrtisipan
untuk memvisulisasikan skenario tertentu, eksperimenter
mampu mengarahkan afek, skenario sedih menciptkan perasaan
kesedihan, ditolak dan depresi, sementara kebahagiaan
menciptakan perasaan puas, tenang dan nyaman. Skenario lain
yang berorientasi afeksi yaitu penciptaan proses yang
membangkitkan respons seperti amarah, kecewa dan kegilaan.
Ketika afek diarahkan, perhatian terhadap fokus diri
meningkat. Ketika orientasi afek diarahkan, perhatian
terhadap self focused menurun.
Beberapa orang mengingat aspek positif dan negatif
pengalamannya secara terpisah dalam memori, melakukan
compartmentalized self organization. Ketika hal itu
dilakukan suasana hati seseorang dapat dikontrol dengan
memutuskan apakah akan memfokuskan diri pada elemen negatif
atau positif. Tidak hanya self focusing mempengaruhi suasana
hati tetapi suasana hati juga mempengaruhi arah self focusing.
Orang berbeda kemampuannya mengendalikan suasana hati.
Ketika sebuah suasana hati negatif diarahkan dalam kondisi
laboratorium, partisipan yang memiliki karakter sukses untuk
mengendalikan suasana hatinya tampil lebih baik dalam
mengingat memori positif dan membalikkan suasana hati
negatif daripada partisipan yang memiliki kemampuan yang
rendah dalam mengendalikan suasana hatinya.
Daripada menyimpan aspek positif dan negatif dalam
bagian yang terpisah dalam memori beberapa orang
menyimpannya bersama dalam memori. Pola ini disebut evaluasi
terhadap organisasi diri terintegasi dan hasilnya adalah self
focusing tidak akan pernah hanya melibatkan memori yang sama.
Hasilnya pengalaman individu ini tidak memiliki afek negatif
yang terlalu parah dan memiliki self esteem yang lebih tinggi.
b) Self Monitoring
Istilah self monitoring merujuk pada kecendrungan untuk
mengatur tingkah laku berdasarkan petunjuk eksternal seperti
bagaimana orang lain berekasi (self monitoring tinggi) atau
berdasar pada petunjuk internal seperti keyakinan seseorang
dan sikapnya. Orang dengan self monitoring yang rendah
cenderung berperilaku dengan cara yang konsisten terlepas
dari situasi yang ia hadapi, sementara orang dengan self
monitoring yang tinggi cenderung mengubah tingkah laku saat
situasi berubah. Orang dengan self monitoring yang tinggi
berusaha menyesuaikan tingkah laku dengan peran dalam
kondisi yang ada untuk memperoleh evaluasi positif dari
orang lain. Karakter ini nerupakan karakter yang berguna
bagi politikus, tenaga penjualan dan aktor.
Kecendrungan melakukan self monitoring dapat muncul
dalam berbagai aspek tingkah laku sosial. Orang dengan self
monitoring yang tinggi cenderung menggunakan kata ganti
orang ketiga. Ketika mereka berbicara sementara orang dengan
self monitoring rendah menggunakan kata ganti orang pertama.
Self esteem yang semakin positif adalah karakter meraka dengan
self monitoring yang rendah cenderung lebih sedikit memiliki
hubungan romantis yang panjang daripada orang dengan self
monitoring yang tinggi. Yang menarik, mereka yang memiliki
self monitoring yang tinggi atau rendah lebih sering
mengalami gangguan dan kurang mampu menyesuaikan diri
dibanding mereka yang memiliki self monitoring yang cukup.
Bagi mereka yang memiliki self monitoring yang tinggi,
depresi dan kecemasan berasal dari kesenjangan antara
karakteristik yang seharusnya ia miliki, bagi mereka dengan
self monitoring yang rendah, depresi dan kecemasan berasal
dari kesenjangan antara karakteristik dirinya dengan apa
yang ia pikir seharusnya dimiliki.
c) Self Efficacy
Self efficacy adalah evaluasi seseorang terhadap kemampuan
atau kompetensinya untuk melakukan sebuah tugas, mencapai
tujuan atau mengatasi hambatan. Evaluasi ini dapat
bervariasi tergantung pada situasi. Performa fisik, tugas
akademis, performa dalam pekerjaan dan kemampuan untuk
mengatasi kecemasan dan depresi ditingkatkan melalui
perasaan yang kuat akan self efficacy. Pada umumnya orang akan
bertindak untuk mencapai tujuan, jika ia merasa akan
mendapat hasil dari tindakannya tersebut. Jika ia tidak
yakin bahwa tindakannya akan berhasil maka ia merasa imbalan
untuk tindakannya cenderung tidak ada atau relatif hanya
sedikit. Orang dengan kepercayaan diri yang tinggi juga
cenderung lebih cepat berhenti mengerjakan tugas yang nyata-
nyata tidak dapat diselesaikan dibanding mereka yang
memiliki kepercayaan diri yang rendah, sebaliknya mereka
lebih suka mengalokasikan waktu dan usahanya untuk tugas
yang mereka tahu dapat diselesaikan.
Lebih lanjut mengenai self efficacy, Bandura mengajukan
konsep self efficacy kolektif yaitu keyakinan yang dibagi
oleh anggota kelompok bahwa tindakan kolektif akan
menghasilkan efek yang diinginkan. Mereka yang tidak yakin
pada self eficacy kolektif beranggapan bahwa mereka tidak dapat
mengubah apapun,sehingga mereka menyerah dan menjadi apatis
terhadap isu politik. Individu sering kali kurang memiliki
perasaan self efficacy dalam situasi interpersonal. Ini
disebabkan karena kurangnya kemampuan sosial atribusi yang
tidak tepat, tidak memadainta karakter diri dan tidak
bersedia untuk mengambil inisiatif dalam persahabatan.