Top Banner
DIRI DAN IDENTITAS Paper untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Sosial 1 yang Dibina Fathul Lubabib Nuqul, M.Si Oleh: Lutfi Anshori (12410196) Yadis Putra Ardiansyah (12410101) Nurhuzaifah Amini (12410054) Ilvi Nur Diana (12410088) Kholifatul Lutfia (12410195)
30

Paper DIRI DAN IDENTITAS

Feb 02, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Paper DIRI DAN IDENTITAS

DIRI DAN IDENTITAS

Paper untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Sosial 1

yang Dibina

Fathul Lubabib Nuqul, M.Si

Oleh:

Lutfi Anshori (12410196)

Yadis Putra Ardiansyah (12410101)

Nurhuzaifah Amini (12410054)

Ilvi Nur Diana (12410088)

Kholifatul Lutfia (12410195)

Page 2: Paper DIRI DAN IDENTITAS

UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

FAKULTAS PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI

Oktober, 2013

1.Self

1)Pengertian SelfBerpikir mengenai dirinya sendiri adalah aktivitas

manusia yang tidak dapat dihindari pada umumnya, secara

harfiah orang akan berpusat pada dirinya sendiri. Sehingga

self adalah pusat dari dunia sosial setiap orang. Sementara

faktor genetik memainkan sebuah peran terhadap identitas

diri atau self concept yang sebagian besar didasarkan pada

interaksi dengan orang lain yang dipelajari dimulai dengan

anggota keluarga terdekat, kemudian meluas pada interaksi

dengan mereka di luar keluarga (Lau & Pun, 1999).

Konsep self merupakan kumpulan keyakinan dan persepsi

diri mengenai diri sendiri yang berorganisasi. Dengan kata

lain, konsep self tersebut bekerja sebagai skema dasar. Self

memberikan sebuah kerangka yang menentukan bagaimana kita

mengolah informasi tentang diri kita sendiri termasuk

motivasi, keadaan nasional, evaluasi diri, kemampuan dan

banyak hal lainnya (Klein, Lotfus & Bortun,1989; Van Hook &

Higgins, 1998). Kita bekerja sangat keras untuk melindungi

citra diri kita dari informasi yang mengancam (Sedikides &

Green, 2000) untuk mempertahankan konsistensi diri (Tschanz

& Rhodewalt, 2001) dan untuk menemukan alasan pada setiap

inkonsistensi (Schlenker, Pontari & Christopher, 2001). Maka

Page 3: Paper DIRI DAN IDENTITAS

orang cenderung menolak perubahan dan salah memahami atau

berusaha meluruskan infornasi yang tidak konsisten dengan

konsep self mereka. Reaksi defensive akan berkurang ketika

individu memiliki pengalaman menegaskan (self affirming experience )

yang tidak berhubungan. Setelah itu, individu menjadi lebih

terbuka pada informasi dan sikap untuk mempertahankan

dirinya sendiri akan berkurang. Dalam cara yang serupa,

mengetahui bahwa orang lain menyukai Anda mengurangi sikap

desensif anda.

Sedikides dan Skowrinski (1997) menyatakan bahwa self

berevolusi sebagai sebuah karakteristik adaptif. Aspek

pertama yang muncul adalah kesadaran diri subjektif (subjective

self awareness) hal ini melibatkan organisme untuk membedakaan

dirinya dengan lingkungan fisik dan sosialnya. Tanaman

tentunya tidak memiliki kesadaran diri subjektif tetapi

sebagian besar hewan memiliki karakteristik ini dan hal ini

meningkatkan kemungkinan bertahan hidup (Damasio,1994; Lewis

1992). Beberapa hewan primata bahkan mengembangkan kesadaran

diri objektif (objective self awareness) yaitu kapasitas organisme

untuk menjadi objek perhatiannya sendiri (Gallup, 1994)

menyadari keadaan pikirannya sendiri dan mengetahui bahwa ia

tahu dan mengingat bahwa ia ingat.

2) Konsep Dasar Self

Pertanyaan seperti “Siapakah Anda?” dan “Siapakah

Saya?” telah ditanyakan lebih dari seratus tahun yang lalu

oleh para psikolog yang berusaha menentukan kandungan

spesifik dari konsep self individu dan pertanyaan ini

dimulai oleh William James (1890). Teknik ini digunakan oleh

Page 4: Paper DIRI DAN IDENTITAS

Rentsch dan Heffner ketika mereka meminta dua ratus

mahasiswa untuk menjawab pertanyaan: ”Siapakah Anda?”

Kandungan dasar dari self, sebagaimana dipersepsikan oleh

mahasiswa ini terdiri dari 8 kategori, beberapa diantaranya

merujuk pada aspek identitas sosial (kebangsaan, ras, dll)

dan lainnya merujuk pada atribut personal (hubungan, hobi,

dll).

Skema self mungkin jauh lebih kompleks dan detail

daripada yang dapat digali melalui pertanyaan siapakah anda.

Hal ini terjadi atas beberapa kemungkinan. Dengan kata lain,

skema self adalah rangkuman dari semua yang dapat diingat

oleh seseorang, pengetahuannya dan imajinasinya tentang diri

sendiri. Sebuah skema juga diri juga memainkan peran dalam

memadu tingkah laku. Karena self adalah pusat dari dunia

sosial setiap orang dan karena skema self berkembang dengan

sangat baik, hal itu mendukung kemampuan kita untuk bekerja

dengan sangat baik, hal itu akan mendukung kemampuan kita

untuk bekerja lebih baik dalam memproses informasi yang

relefan dari informasi yang lain. Fenomena ini dikenal

dengan efek self-reference.

3) Konsep Self Sosial

Selain identitas unik yang sering disebut sebagai

konsep self personal, juga ada aspek sosial dari self yang

dibagi dengan orang lain. Konsep diri sosial tidak

sesederhana saat membentuk asosiasi, sebagai contoh dengan

kelompok etnis tertentu tetapi didefenisikan secara berbeda,

tergantung pada afiliasi etnisnya. Bagian dari siapa dan

bagaimana kita berpikir tentang diri sendiri ditentukan oleh

Page 5: Paper DIRI DAN IDENTITAS

identitas kolektif yang disebut sebagai self sosial (social self).

Self sosial juga terdiri dari dua komponen (1) berasal dari

hubungan interpersonal dan (2) berasal dari keanggotaan pada

kelompok yang lebih besar dan kurang pribadi seperti

ras,etnis, atau budaya. Hubungan dan kategori menjadi bagian

dari self. Ketika menguji peran hubungan interpersonal dalam

konsep self, perlu mempertimbangkan konteks situasional

dimana hubungan tersebut melibatkan orang lain. Sebagai

contoh, Bryne dan Shavelson (1996) mengategorikan interaksi

sosial dari orang muda dengan melibatkan sekolah dan

keluarga, dan hal ini dikategorikan lebih jauh lagi dalam

hubungannya dengan guru dan teman sekelas, saudara dan

orangtua dan seterusnya. Karena konsep self berkembang

dalam sebuah konteks budaya, akan dilihat perbedaan-

perbedaan dalam berbagai budaya. Faktor spesifik

mempengaruhi perbedaan perkembangan. Selain itu konsep self

pada saat tertentu sebenarnya hanyalah konsep self yang

bekerja, yang terbuka bagi perubahan sebagai respons

terhadap pengalaman baru, umpan balik baru dan informasi

yang relevan dengan self. Gambaran dari kemungkinan self di

masa depan dapat mempengaruhi motivasi, dan dapat

membayangkan hasil dari diri sendiri yang baru dan

berkembang.

Individu yang optimis memiliki kepercayaan diri lebih

besar dibanding individu yang pesimis bahwa mereka akan

mampu mencapai perubahan self yang positif. Setiap orang

berbeda mengenai jumlah kemungkinan self yang dapat

dibayangkan. Jika hanya membayangkan jumlah alternatif yang

reatif terbatas maka secara khusus rentan terhadap umpan

Page 6: Paper DIRI DAN IDENTITAS

balik negatif. Tampaknya usaha mempersuasi orang untuk

mempertimbangkam kemungkinan self yang banyak (sejauh hal

itu realistik) akan menguntungkan.

Diantara mahasiswa kulit putih, penelitian

mengindikasikan bahwa pendekatan yang paling baik adalah

dengan menekankan kemungkinan self yang berhubungan dengan

prestasi dengan cara menekankan individualisme, etos kerja,

dan kenyataan bahwa beberapa kemungkinan self lebih positif

daripada yang lain. Namun, di antara mahasiswa kulit hitam,

sebuah strategi yang lebih efektif adalah dengan menekankan

kolektivisme dan identitas rasial. Walaupun fokus pada ras

tampaknya tidak produktif namun individu yang menjadi objek

prasangka dan diskriminasi cenderung bereaksi dengan self

esteem dan self enchacement lebih besar ketika citra rasial

merupakan hal yang mendasar. Konsep positif seperti harga

diri orang kulit hitam, kekuatan kulit hitam dan kulit hitam

indah berkembang sebagai bagian dari sebuah respons terhadap

pengalaman rasial negatif, tetapi konsep tersebut dapat

memberikan motivasi positif.

4) Self Esteem

Sikap yang paling penting dikembangkan seseorang adalah

sikap terhadap self. Evaluasi terhadap diri sendiri dikenal

sebagai self esteem (James, 1890). Sedikides menyatakan tiga

kemungkinan motif dalam evaluasi diri. Orang dapat mencari

self-assesment (untuk memperoleh pengetahuan yang akurat

tentang dirinya sendiri), self enchacement (untuk mendapatkan

informasi positif tentang diri mereka sendiri), atau self

verification (untuk mengkonfirmasi sesuatu yang sudah diketahui

Page 7: Paper DIRI DAN IDENTITAS

tentang dirinya sendiri). Memiliki self esteem yang

tinggi berarti seorang individu menyukai dirinya sendiri.

Evaluasi positif ini sebagian berdasarkan opini orang lain

dan sebagian lagi berdasarkan dari pengalaman spesifik.

Perbedaan budaya juga mempengaruhi apa yang penting bagi self

esteem seseorang. Sebagai contoh harmoni dalam hubungan

interpersonal merupakan elemen yang penting dalam budaya

kolektivis sementara harga diri adalah hal yang penting bagi

budaya individualis.

Self esteem sering kali diukur sebagai sebuah peringkat

dalam dimensi yang berkisar dari negatif sampai positif atau

dari rendah sampai tinggi. Sebuah pendekatan yang berbeda

adalah dengan meminta responden untuk mengindikasikan self

ideal mereka seperti apa, self mereka yang sebenarnya dan

kemudian meneliti perbedaan diantara keduanya. Semakin besar

perbedaan antara self dengan idealnya, semakin rendah self

esteemnya.Walaupun konten spesifiknya dapat bervariasi

seiring dengan berjalannya waktu, perbedaan self dengan

ideal cenderung stabil. Menyenangkan menerima umpan balik

yang menunjukkan bahwa kita berfungsi di tingkat ideal dalam

beberapa aspek dalam hidup dan kurang menyenangkan untuk

menghadapi kenyataan bahwa kita kurang ideal.

Sumber-sumber informasi utama yang relevan dengan

evaluasi diri adalah orang lain, kita menilai diri sendiri

atas dasar perbandingan sosial. Tergantung pada kelompok

pembanding, tingkah laku spesifik dapat tampak tidak

memadai, rata-rata atau sangat baik. Dua individu yang

tindakannya sama persis dapat memilki evaluasi diri yang

sangat berbeda karena mereka membandingkan diri mereka

Page 8: Paper DIRI DAN IDENTITAS

dengan kelompok yang cukup berbeda.

Dalam kebanyakan kasus, self esteem yang tinggi memiliki

konsekuensi yang positif, sementara self esteem yang rendah

memiliki efek sebaliknya. Penelitian selama puluhan tahun

memberikan bukti bahwa tidak boleh menyimpulkan bahwa self

esteem yang tinggi adalah hal yang baik dan yang rendah

buruk,atau asumsi bahwa self esteem tidak relevan efeknya lebih

kompleks daripada hanyak sekedar suatu pembedaan atau masih

belum sepenuhnya dipahami.

Ketika kompetensi aktual seseorang tidak sesuai dengan

evaluasi dirinya, hasilnya disebut self esteem paradoks. Akan

tetapi, self esteem postif yang tidak realistis dapat

menghasilkam keuntungan sementara bagi kesehatan mental

seseorang. Sementara self esteem yang tinggi biasanya

menguntungkan, self esteem yang rendah memiliki efek negatif

yang tidak seragam.

Peristiwa negatif dalam hidup memiliki efek negatif

terhadap self esteem. Sebagai contoh ketika masalah muncul

di sekolah, tempat kerja, dalam keluarga, atau diantara

teman, akan terjadi penurunan self esteem, peningkatan

kecemasan dan individu yang terganggu akan berusaha mencari

penguatan melalui berbagai cara. Namun, biasanya tingkat self

esteem individu relatif konstan karena mereka menggunakan

mekanisme majemuk untuk mempertahankan tingkat itu.

5) Fungsi Self

a) Self Focusing

Pada saat kapanpun perhatian seseorang dapat diarahkan

ke dalam dirinya sendiri maupun dunia eksternal. Self focusing

Page 9: Paper DIRI DAN IDENTITAS

didefinisikan sebagai perhatian yang diarahkan pada diri

sendiri. Sebagai contoh, anak-anak yang sangat kecil lebih

sering memfokuskan diri pada dunia eksternal, tetapi self

focusing akan meningkat pada anak-anak dan remaja. Pada masa

dewasa, setiap individu akan berbeda-beda dalam hal sejauh

mana mereka terlibat dalam self focusing. Self focusing yang terus

menerus dan konsisten dapat menciptakan kesulitan. Maksudnya

sebagai respons terhadap interaksi sosial yang tidak

menyenangkan, individu dengan gaya yang terfokus pada self

mengalami perasaan negatif lebih lambat dan reaksi ini lebih

kuat pada wanita dibanding pria.

Akan berguna untuk mengalihkan self focusing pada fokus

eksternal jika merasa depres, fokus eksternal dapat

menciptakan aspek positif karena memikirkan hal yang lain.

Lagi pula dalam hubungan antara self focusing dan aspek

positif serta negatif, Green dan Sedikies (1999) menyatakan

orientasi afek juga sama pentingnya.Orientasi dapat bersifat

reflektif (kecendrungan untuk tidak bertindak) atau sosial

(kecendrungan untuk bertindak). Dengan meminta pasrtisipan

untuk memvisulisasikan skenario tertentu, eksperimenter

mampu mengarahkan afek, skenario sedih menciptkan perasaan

kesedihan, ditolak dan depresi, sementara kebahagiaan

menciptakan perasaan puas, tenang dan nyaman. Skenario lain

yang berorientasi afeksi yaitu penciptaan proses yang

membangkitkan respons seperti amarah, kecewa dan kegilaan.

Ketika afek diarahkan, perhatian terhadap fokus diri

meningkat. Ketika orientasi afek diarahkan, perhatian

terhadap self focused menurun.

Beberapa orang mengingat aspek positif dan negatif

Page 10: Paper DIRI DAN IDENTITAS

pengalamannya secara terpisah dalam memori, melakukan

compartmentalized self organization. Ketika hal itu

dilakukan suasana hati seseorang dapat dikontrol dengan

memutuskan apakah akan memfokuskan diri pada elemen negatif

atau positif. Tidak hanya self focusing mempengaruhi suasana

hati tetapi suasana hati juga mempengaruhi arah self focusing.

Orang berbeda kemampuannya mengendalikan suasana hati.

Ketika sebuah suasana hati negatif diarahkan dalam kondisi

laboratorium, partisipan yang memiliki karakter sukses untuk

mengendalikan suasana hatinya tampil lebih baik dalam

mengingat memori positif dan membalikkan suasana hati

negatif daripada partisipan yang memiliki kemampuan yang

rendah dalam mengendalikan suasana hatinya.

Daripada menyimpan aspek positif dan negatif dalam

bagian yang terpisah dalam memori beberapa orang

menyimpannya bersama dalam memori. Pola ini disebut evaluasi

terhadap organisasi diri terintegasi dan hasilnya adalah self

focusing tidak akan pernah hanya melibatkan memori yang sama.

Hasilnya pengalaman individu ini tidak memiliki afek negatif

yang terlalu parah dan memiliki self esteem yang lebih tinggi.

b) Self Monitoring

Istilah self monitoring merujuk pada kecendrungan untuk

mengatur tingkah laku berdasarkan petunjuk eksternal seperti

bagaimana orang lain berekasi (self monitoring tinggi) atau

berdasar pada petunjuk internal seperti keyakinan seseorang

dan sikapnya. Orang dengan self monitoring yang rendah

cenderung berperilaku dengan cara yang konsisten terlepas

dari situasi yang ia hadapi, sementara orang dengan self

Page 11: Paper DIRI DAN IDENTITAS

monitoring yang tinggi cenderung mengubah tingkah laku saat

situasi berubah. Orang dengan self monitoring yang tinggi

berusaha menyesuaikan tingkah laku dengan peran dalam

kondisi yang ada untuk memperoleh evaluasi positif dari

orang lain. Karakter ini nerupakan karakter yang berguna

bagi politikus, tenaga penjualan dan aktor.

Kecendrungan melakukan self monitoring dapat muncul

dalam berbagai aspek tingkah laku sosial. Orang dengan self

monitoring yang tinggi cenderung menggunakan kata ganti

orang ketiga. Ketika mereka berbicara sementara orang dengan

self monitoring rendah menggunakan kata ganti orang pertama.

Self esteem yang semakin positif adalah karakter meraka dengan

self monitoring yang rendah cenderung lebih sedikit memiliki

hubungan romantis yang panjang daripada orang dengan self

monitoring yang tinggi. Yang menarik, mereka yang memiliki

self monitoring yang tinggi atau rendah lebih sering

mengalami gangguan dan kurang mampu menyesuaikan diri

dibanding mereka yang memiliki self monitoring yang cukup.

Bagi mereka yang memiliki self monitoring yang tinggi,

depresi dan kecemasan berasal dari kesenjangan antara

karakteristik yang seharusnya ia miliki, bagi mereka dengan

self monitoring yang rendah, depresi dan kecemasan berasal

dari kesenjangan antara karakteristik dirinya dengan apa

yang ia pikir seharusnya dimiliki.

c) Self Efficacy

Page 12: Paper DIRI DAN IDENTITAS

Self efficacy adalah evaluasi seseorang terhadap kemampuan

atau kompetensinya untuk melakukan sebuah tugas, mencapai

tujuan atau mengatasi hambatan. Evaluasi ini dapat

bervariasi tergantung pada situasi. Performa fisik, tugas

akademis, performa dalam pekerjaan dan kemampuan untuk

mengatasi kecemasan dan depresi ditingkatkan melalui

perasaan yang kuat akan self efficacy. Pada umumnya orang akan

bertindak untuk mencapai tujuan, jika ia merasa akan

mendapat hasil dari tindakannya tersebut. Jika ia tidak

yakin bahwa tindakannya akan berhasil maka ia merasa imbalan

untuk tindakannya cenderung tidak ada atau relatif hanya

sedikit. Orang dengan kepercayaan diri yang tinggi juga

cenderung lebih cepat berhenti mengerjakan tugas yang nyata-

nyata tidak dapat diselesaikan dibanding mereka yang

memiliki kepercayaan diri yang rendah, sebaliknya mereka

lebih suka mengalokasikan waktu dan usahanya untuk tugas

yang mereka tahu dapat diselesaikan.

Lebih lanjut mengenai self efficacy, Bandura mengajukan

konsep self efficacy kolektif yaitu keyakinan yang dibagi

oleh anggota kelompok bahwa tindakan kolektif akan

menghasilkan efek yang diinginkan. Mereka yang tidak yakin

pada self eficacy kolektif beranggapan bahwa mereka tidak dapat

mengubah apapun,sehingga mereka menyerah dan menjadi apatis

terhadap isu politik. Individu sering kali kurang memiliki

perasaan self efficacy dalam situasi interpersonal. Ini

disebabkan karena kurangnya kemampuan sosial atribusi yang

tidak tepat, tidak memadainta karakter diri dan tidak

bersedia untuk mengambil inisiatif dalam persahabatan.

Page 13: Paper DIRI DAN IDENTITAS

Diantara wanita, perasaan self efficacy interpersonal

dihubungkan dengan asertivitas seksual. Asertivitas ini

membuatnya menjadi lebih mudah untuk menolak hubungan

seksual yang tidak diinginkan. Self efficacy cenderung konsisten

sepanjang waktu tetapi bukan berarti tidak berubah. Umpan

balik positif terhadap kemampuan seseorang meningkatkan self

efficacy.

2.Identitas Sosial Identitas sosial merupakan definisi seseorang

yang berkaitan tentang dirinya, termasuk di dalamnya atribut

pribadi dan atribut yang dibaginya bersama dengan orang

lain, seperti gender dan ras. Awal dari kehidupan setiap

orang mulai memiliki pandangan tentang siapa dirinya,

termasuk apakah dia harus melebel dirinya sebagai perempuan

atau laki-laki, dengan kata lain setiap orang membangun

sebuah identitas sosial (social identity). Identitas sosial

mencakup banyak karakteristik unik, seperti nama seseorang

dan konsep self, gender, hubungan interpersonal kita (anak

perempuan, anak laki-laki, pasangan orang tua, dan lain-

lain.), afiliasi politik atau ideologi (feminis, pecinta

lingkungan, demokrat, republikan, vegetarian, dan lain-

lain.) atribut khusus (homoseksual, cerdas, keterbelakangan

mental, pendek, tampan, dan lain-lain.), dan afiliasi etnis

atau religius (katolik, orang selatan, hispanik, yahudi,

warga kulit hitam, muslim (Atheis, Hick, dan lain-lain).

Identitas secara umum dapat diartikan sebagai

suatu kesadaran akan kestuan dan kesinambungan pribadi suatu

Page 14: Paper DIRI DAN IDENTITAS

kesatuan yang unik, dan berfungsi sebagai pemelihara untuk

mewujudkan adanya saling kesinambungan antara yang satu

dengan yang lainnya.Identitas juga bisa di pahami sebagai

ciri-ciri fisik individu yang bersifat universal dengan

disposisi yang dijadikan pedoman dan diyakininya serta

beberapa daya kemampuan yang dimilikinya, sehingga hal ini

merupakan suatu pembeda antara pribadinnya dengan orang

lain.

1) Tokoh dan Teori- teori Identitas Sosial

1. Jakson dan Smith (1999)

Identitas sosial dapat dikonseptualisasikan paling

baik dalam empat dimensi: persepsi dalam konteks antar

kelompok, daya tarik in-group, keyakinan yang saling

terkait, dan depersonalisasi, Jakson dan adam smith

(1999) menyatakan bahwa hal yang mendasari keempat

dimensi tersebut adalah dua tipe dasar identitas:

mengevaluasman dan tidak aman, ketika identitas aman

memiliki derajat yang tinggi, individu cenderung

mengevaluasi out-group lebih baik, lebih sedikit bias

bila membandingkan in-group. Sebaliknya, identitas

tidak aman dengan derajat yang tinggi, berhubungan

dengan evaluasi yang sangat positif terhadap in-group,

bias lebih besar dalam membandingkan in-group dengan

out group, dan persepsi homogenitas in-group yang lebih

besar. Walaupun kenyataan jelas-jelas menyatakan bahwa

kita memperoleh banyak aspek identitas kita dari orang

lain, siapa diri kita sebagian ditentukan oleh

hereditas. Karasteristik fisik seperti jenis kelamin,

Page 15: Paper DIRI DAN IDENTITAS

ras, dan warna rambut adalah contoh jelas, tetapi ada

pengaruh genetik lainnya. Peran faktor genetik, muncul

ketika kembar identik lebih serupa dalam karakteristik

bawaan dibanding kembar beda telur.

2. Teori Hur, McGue, dan Lacono (1998)

Membandingkan beberapa ratus pasangan kembar

perempuan baik dari kelompok kembar identik maupun beda

telur (usia sebelas dan dua belas tahun), mengenai

seberapa sama mereka dalam berbagai aspek identitas

sosial. Sekitar sepertiga dari variasi konsep self

mereka disebabkan oleh perbedaan genetik. Efek genetik

terbesar adalah pada persepsi popularitas self dan

penampilan fisik, tetapi ada aspek yang signifikan

walaupun lebih keci, yaitu efek peda persepsi terhadap

kecemasan, kebahagiaan, dan kemampuan akademik, dan

banyaknya kategori yang menyusun identitas sosial

terkait dengan dunia interpersonal.

3. Teori Buat Fromm (1947)

Mengatakan identitas diri dapat dibedakan, tetapi

identitas diri tidak dapat dipisahkan dari identitas

sosials seseorang dalam konteks komunitasnya, selain

mahluk individual yang membangun identitas dirinya

berdasarkan konsep atau gambaran dan cita-cita ideal

yang secara sadar dan bebas pilih.

4. Teori Erikson (1986)

Erikson berpendapat, bahwa identitas sosial dibagi

2, yaitu:

Page 16: Paper DIRI DAN IDENTITAS

a. Identitas pribadi

b. Identitas ego, merupakan pangkal dari identitas

pribadi yang bersumber dari pengalaman, bersifat

secara langsung dari proses perjalanan hidupnya,

walaupun mengalami berbagai perubahan, dia tetap

menjadi seorang individu yang sama, sedangkan

identitas ego merupakan identitas yang bersifat

baru.Proses pembentukan identitas berlangsung secara

pelan-pelan, dan pada awalnya terjadi tak sadar

dalam inti dari individu, proses pembentukan

identitas yang berangsur-angsur, sebenarnya sudah

dimulai sejak periode pertama yakni periode

kepercayaan dasar, yang menjadi lawan kecurigaan

dasar.

5. Henri Tajfel

Dia adalah seorang psikolog berkebangsaan

polandia, keturunan yunani yang lahir di Wlock lawek

pada tanggal, 22 juni 1919, awal dari pekerjaan Tajfel

di bidang psikologi adalah bidang psikologi sosial

yang merupakan bidang baru dalam bidang psikologi, Dia

berkonsentrasi pada hubungan antara motivasi dan

persepsi, dan disini dibahas tentang persepsi yang

berlebihan, dalam bidang ini tajfel mengungkapkan teori

baru tentang persepsi, yaitu:

a. Asosiasi nilai dengan objek fisik tidak selalu

memberikan persepsi yang berlebihan dengan

perbandingannya terhadap stimulus yang netral atau

terhadap ukuran yang objektif.

Page 17: Paper DIRI DAN IDENTITAS

b. Distorsi dalam persepsi tidak selalu berasal dari

satu arah.

c. Tafjel membedakan antara penilaian persepsi

interserial dengan intraserial setelah melakukan

eksperimen yang dinamakan dengan eksperimen

kelompok minimal (minimal group experiment),

tafjel pun menjadi social psychologis yang cukup

terkenal.

Aristoteles berpendapat bahwa, manusia

merupakan hewan yang berpikir, dan pada saat berpikir,

seorang manusia baru menydari akan keberadaannya “I think,

there for I am”. Sedangkan menurut Descrates menyebutnya

bahwa manusia adalah hewan yang berpikir, maka yang

menyadari keberadaannya sesuatu yang lain, dan yang

menyadari sesuatu yang lain itu adalah manusia, bukan yang

lainnya. Identitas sosial umumnya dimengerti sebagai suatu

kesadaran akan kesatuan dan kesinambungan pribadi, suatu

kesatuan unik yang memelihara kesinambungan arti masa

lampaunya sendiri, baik kaitannya dengan dirinya atau orang

lain. Identitas Sosial dapat dikonseptualisasikan dalam

empat dimensi:

1. Persepsi yang kaitannya dengan anatar kelompok.

Contohnya hubungan antara in-Group seseorang dengan

group perbandingan yang lain.

2. Daya tarik in-group, yakni efek yang ditimbulkan oleh

in-group seseorang.

3. Sifat dan rasa keyakinan yang saling berhubungan, norma

dan nilai yang ada di masyarakat merupakan norma yang

menghasilkan tingkah laku anggota kelompok ketika

Page 18: Paper DIRI DAN IDENTITAS

mereka berusaha untuk mencapai tujuan, dan berbagi

keyakinan yang sama.

4. Depersonalisasi, merupakan memandang dirinya sendiri

sebagai contoh dari kategori sosial yang dapat

digantikan dan bukannya individu yang unik.

Kita banyak memperoleh aspek identitas kita

dari orang lain, siapa diri kita sebagian ditentukan oleh

faktor hereditas. Karakteristik fisik seperti jenis kelamin,

ras, dan warna rambut merupakan contoh contoh identitas yang

jelas, tetapi ada pengaruh genetik lainnya, salah satu untuk

pendekatan untuk menentukan pengaruh mana yang lebih besar

adalah dengan membandingkan kembar identik dan kembar beda

telur. Banyak kategori yang menyusun identitas sosial

terkait dengan dunia interpersonal. Mereka

mengidentifikasiakan sejauh mana kita bisa serupa dan dan

tidak serupa dengan orang lain yang ada di sekitar kita.

Ketika konteks sosial seseorang berubah

membangun sebuah identitas sosial baru dapat menjadi sumber

stres yang besar, dan seorang yang mengalami stres tersebut

dengan berbagai macam cara unyuk mengatasi masalahnya.

Misalnya ketika ada seorang mahasiswa Hispanik di Amerika

meninggalkan subbudaya di mana mereka adalah mayoritas dan

memasuki budaya anglo, stres yang dihasilkan sering kali

menimbulkan satu atau dua reaksi yang umum, seperti ketika

mereka memasuki universitas atau menjadi pegawai dalam

sebuah organisasi.

Beberapa konsep yang menyatakan, bahwa

identitas sosial berasal dari beberapa asumsi, diantaranya:

Page 19: Paper DIRI DAN IDENTITAS

1. Setiap individu akan selalu melakukan suatu perbuatan

yang bertujuan untuk memelihara dan menaikkan self-nya,

dan mereka berupaya membentuk konsep diri yang positif.

2. Golongan atau kategori sosial dan anggota dari

melakukan suatu asosiasi dengan konotasi nilai yang

positif atau negatif, karena kemungkinan identitas

sosial bisa positif atau negatif, tergantung evaluasi

kelompok tersebut yang memberikan kontribusi pada

identitas sosial individu.

3. Evaluasi dari salah satu kelompok adalah berusaha

mengdeterminasikan sebagai bahan acuan pada kelompok

lain secara spesifik melalui perbandingan sosial dalam

bentuk nilai atribut atau karakteristik.

3.Gender1) Gender dan Jenis Kelamin

Gender merupakan suatu istilah yang tidak asing di

telingah kita, sering kita dengar tentang pertentangan antar

gender, perbedaan, atau persamaannya, namun apakah kita

memahami apa yang dimaksud dengan gender itu sendiri? Gender

erat kaitannya dengan jenis kelamin, namun bukanlah jenis

kelamin itu sendiri. Gender merupakan suatu konsep dalam

kehidupan sosial yang merujuk pada sesuatu yang berhubungan

dengan jenis kelamin, yang didalamnya dapat mencakup peran,

tingkah laku, kepribadian dan sebagainya, sehingga menjadi

ciri dari jenis kelamin individu yang bersangkutan dalam

kebudayaan yang ada. Gender juga merupakan proses

mengkategorikan orang dan sesuatu menjadi maskulin atau

Page 20: Paper DIRI DAN IDENTITAS

feminin yang sering dikenal dengan istilah gender typing. Prose

ini terjadi secara otomatis, tanpa harus ada pemikiran yang

mendalam. Petunjuk tentang gender itu sendiri sangat mudah

dikenali dari karakter fisik, seperti rambut, cara berjalan,

gaya busana dan sebagainya. Sedangkan jenis kelamin lebih

cenderung pada aspek biologis yang berdasarkan anatomi dan

fisik antara laki-laki dan perempuan (Taylor, Peplau, &

Sears, 2012).

Permasalahan isu gender, yaitu kesetaraan antara laki-

laki dan perempuan, dimana yang sering kita ketahui bahwa

yang banyak dituntut adalah kaum perempuan. Wacana ini

bukanlah suatu hal yang tabu lagi di kalangan masyarakat

kita. Berbagai perbincangan pun banyak diselenggarakan yang

bertujuan hanya untuk mensosialisasikan konsep-konsep gender

itu sendiri, mulai dari seminar, diskusi dan lain

sebagainya. Perbincangan ini juga masih sering menuai

konflik, dikarenakan dalam sebagian masyarakat kita

khususnya, ditemukan suatu kesalahpahaman mengenai konsep

tentang gender bahwa gender identik dengan perempuan.

Padahal, pada dasarnya konsep gender adalah laki-laki dan

perempuan yang menyangkut peran, fungsi, relasi antar kedua

jenis tersebut, dan sebagainya (Mufidah, 2010).

Perbedaan gender yang sering diperdebatkan merupakan

hasil dari lingkungan, artinya bagaimana lingkungan

membentuk peran, tingkahlaku, kepribadian dan sebagainya

dari individu sesuai dengan jenis kelaminnya. Misalnya,

seorang suami dalam suatu daerah harus bekerja di luar dan

istrinya berada di rumah. Sedangkan di daerah yang lain,

umunya yang bekerja di luar adalah seorang istri dan suami

Page 21: Paper DIRI DAN IDENTITAS

berada di rumah. Kasus ini merupakan suatu bukti bahwa

gender adalah hasil dari lingkungan atau kebudayaan yang ada

di sekitar individu (Baron & Byrne, 2003).

Permasalahnnya adalah wacana gender seperti apa yang

sesuai dengan syariat Islam dam tata nilai kehidupan bangsa

Indonesia yang banyak mengacu pada nilai-nilai Timur.

Karena, disadari atau tidak belakangan ini sering terdapat

wacana gender yang mengatasnamakan kebebasan. Dengan

begitu, seharusnya kita harus pintar-pintar dalam memilah

dan memilih suatu kebudayaan, wacana, dan sebagainya, apakah

hal tersebut sesuai dengan ajaran yang kita anut dan nilai

kebudayaan yang ada atau malah bertolak belakang dengan

salah satu atau bahkan keduanya.

Dalam Islam, konsep kesetaraan dan keadilan gender ini

sebenarnya sudah menjadi bagian dari nilai-nilai yang ada di

dalamnya. Di mana, laki-laki dan perempuan ditempatkan pada

posisi yang setara dalam kepentingan dan kebahagiaan di

dunia maupun akhirat, karena yang membedakan antara keduanya

di hadapan-Nya hanyalah ketaqwaan, sehingga laki-laki dan

perempuan mempunyai kewajiban dan hak yang sama sebagai

hamba Allah SWT.

2) Stereotip Gender

Jenis kelamin seseorang mempengaruhi persepsi dan

evaluasi orang lain terhadap dirinya. Di mana gender sebagai

karakteristik pembentukan kesan tersebut. Misalnya, secara

umum kita percaya bahwa laki-laki lebih kuat, berani, dan

keras. Sedangkan perempuan lebih lemah, lembut, dan penakut.

Page 22: Paper DIRI DAN IDENTITAS

Keyakinan tentang atribut khas laki-laki atau perempuan itu

yang disebut dengan stereotip gender. Bentuk-bentuk

stereotip gender antara lain:

a. Citra Media Terhadap Jenis Kelamin

Apabila kita melihat televisi, mendengar radio,

dan media massa yang lain, maka secara tidak langsung

media-media tersebut menyampaikan pesan akan gendernya,

meskipun kita tidak membutuhkan pemikiran yang lebih

dalam hal tersebut. Misalnya, iklan tentang suatu

produk shampo, maka yang ditampilkan adalah seorang

wanita cantik dengan rambut yang terurai indah. Dari

contoh ini, jelas bahwa media dapat mengantarkan pesan

akan gendernya, dimana seorang wanita identik dengan

rambut panjang.

Banyak penelitian yang juga mengungkapkan bahwa

stereotip gender di media masa sering ditemukan. Dane

Ancher dan rekan-rekannya (Taylor, Peplau, & Sears,

2012) menganalisis ribuan foto yang ada di koran dan

majalah di AS menunjukkan bahwa foto pria cenderung

mengedepankan wajahnya, sedangkan wanita lebih

mengutamakan tubuhnya. Selain itu, riset sistematis

sudah menemukan bahwa hampir semua iklan menggambarkan

seorang pakar pria yang mmeberi saran kepada konsumen

wanita tentang suatu produk. Dalam studi terhadap

berbagai iklan di TV yang diadalan pada tahun 1970-an

menyatakan bahwa sekitar 70% pria ditampilkan sebagai

pakar, sedangkan 86% wanita sebagai pengguna produk.

Dari berbagai penelitian di media yang ada dalam

artikel, koran, majalah, TV, dan sebagainya dapat

Page 23: Paper DIRI DAN IDENTITAS

memberikan tema umum dalam menggambarkan jenis kelamin,

diantaranya:

1. Pria ditunjukkan dalam berbagai macam peran dan

aktivitas sosial, sedangkan wanita lebih terbatas

dalam peran keluarga dan domestik.

2. Umumnya pria digambarkan sebagai ahli dan

pemimpin, sedangkan wanita sebagai pengikut.

3. Biasnya pria digambrakn lebih aktif, asertif, dan

berpengaruh daripada wanita.

b. Stereotip kultural dan Personal

Dalam suatu kebudayaan, mungkin kita pernah

mendengar bahwa wanita merupakan sosok yang hanya

berada di rumah, namun kita sangat tidak menyetujui

akan pandangan tersebut, contoh ini disebut dengan

stereotip kultural yaitu citra sosial dar suatu

kelompok sosial. Sedangkan personal stereotip adalah

keyakinan individu tentang atribut khas dari suatu

anggota kelompok sosial. Misalnya, kita percaya bahwa

wanita identik dengan kelembutan.

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya

pria dinilai lebih tinggi daripada wanita dalam bidang

yang berhubungan dengan kompetensi dan keahlian,

seperti kepemimpinan, objektivitas, dan independensi.

Sedangkan wanita dinilai lebih tinggi dalam hal yang

berhubungan dengan kehangatan dan ekspresi, seperti

kelembutan dan kepekaan terhadap perasaan orang lain.

c. Subtipe Gender

Pada umumnya, kita menciptakan kategori tertentu

yang menjadi ciri khas dari sebuah gender. Misalnya,

Page 24: Paper DIRI DAN IDENTITAS

kita percaya bahwa seorang ibu memiliki sifat pengasuh

dan penuh pengorbanan, sedangkan seorang ayah identik

dengan sifatnya yang tegas dan berani.

d. Bahaya Stereotip

Dalam mengkategorikan dan melalukan generalisasi

merupakan suatu hal yang sering kita jumpai, di mana

pengkategorian tersebut dapat membantu dalam

menyederhanakan subuah pengalaman kehidupan. Misalnya,

apabila kita melihat sebuah foto wanita yang

diperkirakan usianya tergolong masa paruh baya dengan

penampilan yang sederhana, maka kita akan berpikir

bahwa wanita tersebut adalah seorang ibu yang hanya

bekerja di rumah, padahal pada kenyataannya wanita

tersebut adalah seorang dosen salah satu universitas

ternama di daerahnya. Sehingga stereotip tersebut

menimbulkan suatu masalah.

3) Identitas Gender

Ketika kita mendengar suatu berita tentang saudara kita

yang tengah melahirkan, maka salah satu pertanyaan yang

muncul adalah apakah bayi tersebut laki-laki atau perempuan.

Kemudian dari kabar tersebut akan membuat kita menjadi

berpikir apa yang sabaiknya diberikan sebagai hadiah atas

kelahirannya. Misalnya; warna baju, mainan, dan sebagainya

yang sesuai dengan jenis kelaminnya, karena hal-hal tersebut

akan berhubungan dengan gender mereka di kemudian hari. Jadi

dapat disimpulkan bahwa identitas gender merupakan sebagian

dari konsep diri yang melibatkan identifikasi seseorang

sebagai seorang laki-laki atau perempuan. Kesadaran akan

Page 25: Paper DIRI DAN IDENTITAS

identitas gender biasanya berkembang pada usia 2 tahun

(Baron & Byrne, 2003).

Belakangan ini terdapat banyak kasus tentang kesadaran

individu yang gendernya tidak sesuai dengan aspek

biologisnya. Transsexsual adalah salah satu contoh, di mana

seorang individu secara biologis termasuk salah satu jenis

kelamin tertentu, namun di sisi lain individu tersebut

percaya bahwa dirinya anggota jenis kelamin lainnya.

Kebanyakan dari mereka yang transsexsual tidak menunjukkan

tanda-tanda abnormalitas biologis, karena secara genetika,

hormonal, dan fisiologisnya tergolong normal. Namun dalam

kasus ini mereka mengembangkan konsep diri yang bertentangan

dengan karakteristik fisiknya. Sayangnya, faktor yang

mendasari perilaku ini belum ditemukan, sehingga mengalami

kesulitan dalam menanganinya. Akibatnya, beberapa individu

memutuskan untuk operasi ganti kelamin sebagai cara untuk

mendamaikan pertentangan antara pikiran dan tubuh, sehingga

tubuhnya sesuai dengan identitas mentalnya (Taylor, Peplau,

& Sears, 2012).

Aspek perkembangan identitas gender diawali dengan

determinan genetik jenis kelamin pada saat konsepsi, di mana

individu mengalami perkembangan melalui serangkaian tahap

perkembangan. Baron & Byrne (2003) dalam buku Psikologi

Sosial mengemukakan perkembangan identitas gender seperti

berikut:

1. Konsepsi

Tahap ini merupakan proses di mana gen-gen

kromosom jenis kelamin yang menentukan apakah seorang

bayi laki-laki atau perempuan.

Page 26: Paper DIRI DAN IDENTITAS

2. Usia 2-4 tahun

Tahap yang kedua, di mana anak mulai belajar

kategori sosial dan laki-laki atau perempuan, serta

memberi label diri dan orang lain sebagai anak laki-

laki atau perempuan, meskipun dengan pemahaman yang

terbatas.

3. Masa kanak-kanak akhir

Merupakan tahap perkembangan yang ketiga, di mana

identitas jenis kelamin menjadi sangat jelas dan

identitas gender berkembang sebagai bagian dari

konsep diri. Dalam tahap ini, seorang individu juga

belajar karakteristik gender dalam budayanya.

4. Remaja dan dewasa

Suatu tahapan identitas gender yang terakhir, di

mana dalam identitas gender tersebut sudah tercipta

dengan matang dan stereotip gender pun sudah dipahami

dengan baik. Individu juga dapat mengidentifikasikan

diri dengan stereotip gender yang berhubungan dengan

jenis kelaminnya atau tidak. Sehingga, seseorang

dapat mengadopsi stereotip yang berhubungan dengan

jenis kalaminnya, stereotip lawan jenis, kedua jenis

kelamin, atau tidak sama sekali.

4) Perspektif Teoretis Tentang Gender

Perdebatan tentang gender merupakan masalah yang sudah

ada sebelum psikologi sosial terbentuk. Namun, belakangan

banyak teori dan penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan

perbedaan dan persamaan gender. Diskusi awal dari gender ini

dimulai dari apakah perbedaan gender tersebut disebabkan

Page 27: Paper DIRI DAN IDENTITAS

oleh nature atu nurture. Karena banyak dari kita yang membeda-

bedakan gender hanya dari faktor biologis.

Penjelasan gender seharusnya mempertimbangkan kapasitas

biologis, lingkungan sosial dimana seorang individu tinggal,

serta interaksi antara biologi dan kultur. Sehingga dapat

disimpulkan persektif umum tentang gender didasarkan pada

faktor biologis, sosial, peran sosial, serta situasi sosial

(Taylor, Peplau, & Sears, 2012).

a. Biologi

Apabila perbedaan gender dilihat dari faktor

biologis, jelas pasti ada perbedaan perkembangan fisik

antara laki-laki dan perempuan. Para psikolog

evolusioner juga menyatakan bahwa evolusi genetik

mempengaruhi perbedaan gender dalam perilaku manusia.

b. Sosial

Pandangan sosial lebih menitikberatkan pada

bagaimana individu mempelajari gender dengan

berperilaku sesuai dengan jenis kelaminnya. Di mana

seiring dengan pertumbuhannya, individu mempelajari

gender melalui proses penguatan dan modelling, terutama

kepada orang-orang yang dekat dengan dirinya, seperti

keluarga. Misalnya, seorang anak perempuan memakai make-

up dan memakai sepatu hak tinggi, mungkin orang tuanya

akan tersenyum dan memujinya sebagai gadis yang cantik.

Perilaku yang dilakukan anak tersebut merupakan proses

modelling kepada ibunya. Selain itu, bentuk sosial yang

dapat mempengaruhi perkembangan gender adalah teman

sebaya, karena pada masa ini individu masih suka dengan

kelompok jenis kelamin yang sama.

Page 28: Paper DIRI DAN IDENTITAS

Keluarga dan teman sebaya disini juga bukanlah

satu-satunya agen sosialisasi, karena secara tidak

langsung media massa pun juga memberikan kontribusi

yang besar pada perkembangan gender. Misalnya, anak

perempuan cenderung suka main boneka. Dalam hal ini,

dapat kita amati bahwa biasanya boneka dimodifikasi

sedemikian rupa sehingga dapat menggambarkan akan

identitas genderrnya, seperti berambut panjang, memakai

tas, bersepatu tinggi, dan lain sebagainya.

c. Peran Sosial

Dalam tatanan kehidupan, perilaku individu banyak

yang didasarkan pada peran sosial, seperti anggota

keluarga, pekerja, komunitas, atau masyarakat. Di mana

dalam setiap kelompok, individu mempunyai peran yang

berbeda. Misalnya, dalam keluarga terdapat pandangan

antara ibu dan ayah. Di mana keduanya berperilaku

sesuai dengan perannya sendiri-sendiri.

Peran sosial yang masih tradisional juga sangat

mempengaruhi perilaku individu sesuai dengan jenis

kelaminnya, sehingga hal tersebut terlihat sangat

membedakan gender dalam pembagian kerja. Di mana

perempuan hanya bekerja di rumah dengan mengasuh anak,

mengurus rumah dan sebagainya, sedangkan laki-laki

bekerja di luar rumah sebagai pencari nafkah keluarga.

Menurut teori sosial, perbedaan perilaku antara

laki-laki dan perempuan ini terjadi karena kedua jenis

kelamin tersebut menempati peran sosial yang berbeda

dalam kehidupan sehari-hari. Seorang individu biasanya

menyesuaikan diri dengan norma yang diasosiasikan

Page 29: Paper DIRI DAN IDENTITAS

dengan peran spesifik dan berperilaku yang tepat secara

sosial. Misalnya, seorang suami mungkin yang ingin

memberi nafkah keluarganya dengan baik, maka akan

menunjukkan kesungguhannya dalam bekerja, sedangkan

seorang istri yang ingin menjadi ibu yang baik, mungkin

akan lebih banyak membaca buku tentang bagaimana cara

pengasuhan anak yang baik (Taylor, Peplau, & Sears,

2012).

d. Situasi Sosial

Pengaruh lain terhadap perilaku adalah konteks

sosial, di mana dalam hal ini seorang individu

mempunyai kemungkinan besar perbedaan setiap personal

dalam berperilaku sesuai gendernya pada situasi

tertentu. Misalnya, laki-laki biasanya suka bercerita

tentang bola apabila bersama teman lelakinya, hal ini

sangat jauh berbeda apabila bersama pacarnya, mungkin

laki-laki akan berbicara lebih lembut seputar rasa

sayangnya.

Daftar Pustaka

Baron, R. A., & Byrne, D. (2003). Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga.

Mufidah. (2010). Isu-isu Gender Kontemporer. Malang: UIN Press.

Taylor, S., Peplau, L. A., & Sears, D. (2012). Psikologi Sosial. Jakarta: Prenada Media.

Page 30: Paper DIRI DAN IDENTITAS