DIPLOPIA 201 3 BAB I PENDAHULUAN Istilah diplopia berasal dari bahasa Latin: diplous yang berarti ganda, dan ops yang berarti mata. Diplopia (penglihatan ganda) adalah keluhan subjektif yang umum atau yang sering didapatkan selama pemeriksaan pada mata. Selain itu, diplopia sering menjadi manifestasi pertama dari banyak kelainan, khususnya proses muskuler atau neurologis, atau kelainan pada organ lainnya. Oleh karena etiologinya sangat bervariasi mulai dari akibat astigmatisme yang tidak terkoreksi sampai kelainan intrakranial yang mengancam jiwa, para klinisi harus menyadari kepentingan untuk memberikan respons yang tepat untuk keluhan ini. Dari anamnesis dan pemeriksaan yang lengkap dan menyeluruh akan didapatkan deskripsi akurat mengenai gejala-gejalanya: apakah konstan atau intermiten; variabel atau tidak berubah; terjadi pada saat objek jaraknya dekat 1 SMF ILMU PENYAKIT MATA RSUPM
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
DIPLOPIA 2013
BAB I
PENDAHULUAN
Istilah diplopia berasal dari bahasa Latin: diplous yang berarti ganda, dan
ops yang berarti mata. Diplopia (penglihatan ganda) adalah keluhan subjektif
yang umum atau yang sering didapatkan selama pemeriksaan pada mata.
Selain itu, diplopia sering menjadi manifestasi pertama dari banyak kelainan,
khususnya proses muskuler atau neurologis, atau kelainan pada organ lainnya.
Oleh karena etiologinya sangat bervariasi mulai dari akibat astigmatisme yang
tidak terkoreksi sampai kelainan intrakranial yang mengancam jiwa, para klinisi
harus menyadari kepentingan untuk memberikan respons yang tepat untuk
keluhan ini.
Dari anamnesis dan pemeriksaan yang lengkap dan menyeluruh akan
didapatkan deskripsi akurat mengenai gejala-gejalanya: apakah konstan atau
intermiten; variabel atau tidak berubah; terjadi pada saat objek jaraknya dekat
atau jauh; terjadi saat melihat dengan satu mata (monokuler) atau dua mata
(binokuler); horizontal, vertikal atau obliks; apakah sama terjadi di semua
lapangan pandang (komitan) atau bervariasi sesuai arah pandang (inkomitan).
Bila anamnesis dan pemeriksaan sudah lengkap dan menyeluruh akan sangat
membantu diagnosis sekaligus menyingkirkan berbagai penyakit dengan gejala
diplopia yang sifatnya mengancam jiwa. Selain itu, diagnosis yang tepat juga
1 SMF ILMU PENYAKIT MATA RSUPM
DIPLOPIA 2013
akan membuat tata laksana yang diberikan maksimal dan meminimalkan
komplikasi.
BAB II
Diplopia
2.1 Definisi
Istilah diplopia berasal dari bahasa Latin: diplous yang berarti ganda, dan
ops yang berarti mata. Diplopia atau penglihatan ganda adalah keluhan berupa
melihat dua gambaran dari satu objek.
2.2 Fisiologi Penglihatan Binokuler
Pada dasarnya, kita “melihat” dengan otak. Mata hanyalah sebuah organ
yang menerima rangsang sensoris. Gambaran didapatkan dari proses
mengartikan rangsangan yang diterima oleh retina. Saraf optikus dan jalur
visual mengantarkan informasi ini ke korteks visual. Sistem sensoris
menghasilkan gambaran retinal dan mengantarkan gambaran ini ke pusat
pengaturan yang lebih tinggi. Sistem motorik membantu proses ini dengan
mengarahkan kedua mata pada objek sehingga gambaran yang sama dibentuk
di tiap retina. Otak kemudian memroses informasi ini menjadi kesan
penglihatan binokuler. Hubungan antara sistem sensoris dan motoris ini tidak
dapat dirasakan atau disadari.
2 SMF ILMU PENYAKIT MATA RSUPM
DIPLOPIA 2013
Terdapat 3 syarat yang menentukan kualitas penglihatan binokuler:
1. Penglihatan simultan. Retina kedua mata menerima kedua gambaran
secara simultan. Pada penglihatan binokuler yang normal, kedua mata
mempunyai titik fiksasi yang sama, yang akan berada di fovea sentralis
kedua mata. Bayangan kedua objek yang selalu sampai ke area identik
di retina, disebut sebagai titik korespondensi retina. Objek-objek yang
terletak pada lingkaran imajiner dikenal sebagai horopter geometrik
diproyeksikan pada titik-titik di retina ini. Horopter yang berbeda akan
berlaku untuk jarak fiksasi berapapun. Oleh karena itu, gambar di kedua
retina akan identik pada penglihatan binokuler yang normal. Fenomena
ini dapat diperiksa dengan menampilkan gambar yang berbeda ke
masing-masing retina; normalnya kedua gambar akan diterima,
menimbulkan diplopia fisiologis.
Diplopia fisiologis dapat didemonstrasikan dengan menempatkan 2
pensil vertikal pada sebuah garis sesuai dengan axis visual subjek,
dengan pensil kedua jaraknya kira-kira 2 kali jauhnya dari pada subjek
pertama. Ketika subjek fokus pada 1 pensil, pensil yang lain akan
tampak ganda.
2. Fusi: hanya saat kedua retina membuat impresi visual yang sama, yakni
transmisi gambar-gambar identik ke otak, 2 gambaran retinal akan
bercampur menjadi persepsi tunggal. Impair fusi dapat menimbulkan
diplopia.
3 SMF ILMU PENYAKIT MATA RSUPM
DIPLOPIA 2013
3. Penglihatan stereoskopis. Sifat ini adalah tingkat tertinggi kualitas
penglihatan binokuler dan hanya mungkin jika beberapa kondisi
terpenuhi. Agar objek-objek diproyeksikan pada titik korespondensi atau
identik pada retina, mereka harus terletak di horopter geometrik yang
sama. Objek yang berada di depan atau di belakang lingkaran ini tidak
akan diproyeksikan ke titik korespondensi tapi ke titik non-korespondensi
atau disparate. Hasilnya, objek-objek ini akan dianggap sebagai 2 benda
(diplopia). Sedangkan objek-objek yang berada dalam jangkauan sempit
di depan dan di belakang horopter difusikan sebagai gambaran tunggal.
Area ini disebut sebagai area Panum. Otak memroses gambaran
nonkorespondensi retina dalam area Panum sebagai persepsi visual
tunggal 3-dimensi bukan sebagai gambaran ganda. Sebaliknya, otak
menggunakan gambaran ganda tersebut untuk membedakan
kedalaman.
4 SMF ILMU PENYAKIT MATA RSUPM
DIPLOPIA 2013
Gambar 1a. Horopter Geometrik. Berkas sinar dari titik fiksasi mencapai fovea sentralis pada kedua mata pada penglihatan simultan normal. Karena itu, objek A dan B pada horopter geometrik diproyeksikan pada titik korespondensi di retina. 1b. Horopter Fisiologis. Pada jangkauan sempit di depan dan di belakang horopter (area Panum) 2 gambaran retinal masih bisa berfusi. Titik A dan B yang berada di luar area Panum, diproyeksikan ke titik nonkoresponden di retina.
2.3Pembagian Diplopia
1. Diplopia Monokuler
Diplopia monokuler adalah penglihatan ganda yang timbul pada
mata yang sakit saat mata yang lain ditutup. Diplopia monokuler
merupakan keluhan yang dapat diberikan oleh penderita dan sebaiknya
diperhatikan adalah adanya kelainan refraksi. Bila terjadi gangguan
5 SMF ILMU PENYAKIT MATA RSUPM
DIPLOPIA 2013
pembiasan sinar pada mata, maka berkas sinar tidak homogen sampai
di makula yang akan menyebabkan keluhan ini.
Aberasi optik dapat terjadi pada kornea yang ireguler akibat
mengkerutnya jaringan kornea atau permukaan kornea yang tidak
teratur. Hal ini juga terjadi pada pemakaian lensa kontak lama atau
tekanan kalazion. Diplopia monokuler sering dikeluhkan oleh penderita
katarak dini. Hal ini juga akibat berkas sinar tidak difokuskan dalam satu
per satu. Kadang-kadang iridektomi sektoral juga memberikan keluhan
diplopia.
Kelainan di luar bola mata yang dapat menyebabkan diplopia
monokuler adalah bila melihat melalui tepi kaca mata, koreksi
astigmatisme tinggi yang tidak sempurna, sedang kelainan optik di dalam
mata yang memberikan keluhan diplopia monokuler adalah miopia tinggi,
astimatireguler, dislokasi lensa, udara atau benda transparan dalam
mata, spasme ireguler dari badan silier dan megalokornea, makulopatia,
ablasi retina, iridodialis, ireguler tear film, dan katarak.
2. Diplopia Binokuler
Diplopia binokuler adalah penglihatan ganda terjadi bila melihat
dengan kedua mata dan menghilang bila salah satu mata ditutup. Pada
esotropia atau satu mata bergulir ke dalam maka bayangan di retina
terletak sebelah nasal makula dan benda seakan-akan terletak sebelah
6 SMF ILMU PENYAKIT MATA RSUPM
DIPLOPIA 2013
lateral mata tersebut sehingga pada esotropia atau strabismus
konvergen didapatkan diplopia tidak bersilang (uncrossed) atau
homonimus. Sedang pada eksotropia atau strabismus divergen
sebaliknya diplopia bersilang (crossed) atau heteronimus.
Penyebab diplopia binokuler dapat terjadi karena miastenia gravis,
parese atau paralisis otot penggerak mata ekstraokuler. Saraf kranial III
yang mengenai satu otot kemungkinan adalah lesi nuklear.
2.4 Mekanisme Diplopia
Dua mekanisme utama diplopia adalah misalignment okuler dan aberasi
okuler (misal defek kornea, iris, lensa, atau retina). Kunci paling penting untuk
mengidentifikasi mekanisme diplopia adalah dengan menentukan termasuk
diplopia monokuler atau diplopia binokuler. Misalignment okuler pada pasien
dengan penglihatan binokuler yang normal akan menimbulkan diplopia
binokuler. Misalignment okuler menyebabkan terganggunya kapasitas fusional
sistem binokuler. Koordinasi neuromuskuler yang normal tidak dapat menjaga
korespondensi visual objek pada retina kedua mata. Dengan kata lain, sebuah
objek yang sedang dilihat tidak jatuh pada fovea kedua retina, maka objek akan
tampak pada dua tempat spasial berbeda dan diplopia pun terjadi.
Pada hampir semua keadaan, diplopia monokuler disebabkan oleh aberasi
lokal pada kornea, iris, lensa, atau yang jarang yaitu retina. Diplopia monokuler
tidak pernah disebabkan oleh misalignment okuler.
7 SMF ILMU PENYAKIT MATA RSUPM
DIPLOPIA 2013
Mekanisme diplopia yang ketiga dan jarang terjadi adalah disfungsi korteks
visual primer atau sekunder. Disfungsi ini akan menimbulkan diplopia
monokuler bilateral dan harus dipertimbangkan saat tidak ditemukan aberasi
okuler pada pasien.
Terakhir, diplopia yang terjadi tanpa penyebab patologis, biasa disebut
diplopia fungsional/ fisiologis. Pasien dengan diplopia fungsional juga sering
mengeluhkan berbagai gejala somatik atau neurologis.
2.5 Anamnesis
Anamnesis yang lengkap dan menyeluruh merupakan evaluasi yang paling
berguna dalam menangani pasien dengan diplopia. Setiap upaya dibuat untuk
menyakinkan apakah diplopia yang terjadi adalah diplopia monokuler atau
binokuler karena akan sangat menentukan mekanisme terjadi dan
penyebabnya. Pada pasien dengan diplopia binokuler, pemeriksa dapat
mengevaluasi kelainan-kelainan yang dapat menimbulkan misalignment okuler
baik karena proses neurologis maupun karena penyakit orbita. Sedangkan
pada pasien dengan diplopia monokuler, pemeriksa dapat memfokuskan pada
kelainan di mata.
Tiga gejala yang penting harus diketahui dengan jelas:
1. Apakah menutup salah satu mata membuat diplopia hilang? Jika
seorang pasien ragu apakah ia mengalami diplopia monokuler atau
binokuler, pasien disuruh melihat sebuah objek yang ada di ruang
8 SMF ILMU PENYAKIT MATA RSUPM
DIPLOPIA 2013
pemeriksaan yang tampak ganda dan menentukan apakah penglihatan
ganda menetap jika mata kanan ditutup atau menetap jika mata kiri yang
ditutup. Namun, perlu diingat bahwa diplopia monokuler dapat terjadi
pada kedua mata secara simultan (disebut diplopia monokuler bilateral).
2. Apakah deviasi sama pada semua arah gaze (pandangan) atau oleh
penekukan dan pemutaran kepala dalam berbagai posisi? Hal ini
menentukan deviasi komitan, dengan tanpa perbedaan dalam
pemisahan objek-objek pada semua arah gaze. Jika taraf deviasi
berubah (dan mungkin hilang pada arah tertentu) maka deviasinya
inkomitan dan diperkirakan ada masalah inervasi, paling mungkin adalah
parese otot.
3. Apakah objek kedua terlihat horizontal (bersisian) atau vertikal (atas dan
bawah)? Diplopia obliks (terpisah secara horizontal dan vertikal) dapat
dipertimbangkan sebagai manifestasi diplopia vertikal.
Dalam anamnesis juga perlu memasukkan elemen-elemen yang dapat
membantu melokalisasikan sumber masalah. Seperti biasa pemeriksa harus
mengumpulkan informasi mengenai onset, durasi, frekuensi, gejala-gejala yang
berhubungan, dan faktor yang menimbulkan atau menghilangkan keluhan.
Pasien harus ditanya dengan spefisik mengenai penurunan visus, trauma,
strabismus masa kanak-kanak, ambliopia, dan pembedahan mata atau
strabismus sebelumnya. Yang juga penting adalah meninjau seluruh sistem
neurologis dan oftalmis.
9 SMF ILMU PENYAKIT MATA RSUPM
DIPLOPIA 2013
2.6 Diplopia Monokuler
1. Penyebab Oftalmik
Penyebab oftalmik paling umum untuk diplopia monokuler adalah
kelainan refraksi yang tidak terkoreksi dan defek kornea yang lain (Tabel
1). Deskripsi tertentu mengenai diplopia dapat membantu pemeriksa
menentukan penyebabnya. Pasien dengan defek kornea sering
mengalami penglihatan ganda sebagai sebuah “bayangan” atau
gambaran kedua yang mengelilingi objek. Mereka juga akan mengeluh
penglihatannya berkabut atau kabur. Kelainan kornea yang umum
termasuk astigmatisme, jaringan parut kornea, dan defek kornea yang
diinduksi pembedahan laser mata (LASIK). Pembentukan katarak
menyebabkan kehilangan tajam penglihatan dan silau, namun kadang-
kadang pasien melaporkan diplopia sebagai gambaran “hantu” yang
lebih ringan dan kurang jelas. Defek retina yang melibatkan makula
menyebabkan distorsi objek yang tampak tertekuk atau melengkung.
Beberapa defek makula (misal membran neovaskuler subretinal)
biasanya monokuler namun dapat pula binokuler. Oftalmoskopi
memungkinkan pengenalan penyakit makular dengan mudah dan harus
dilakukan saat penyakit retina dicurigai.
2. Penyebab Neurologis
Manifestasi yang jarang terjadi pada penyakit yang melibatkan korteks
visual primer maupun sekunder adalah persepsi gambaran visual
10 SMF ILMU PENYAKIT MATA RSUPM
DIPLOPIA 2013
multipel yang merupakan fenomena monokuler bilateral karena ada pada
saat penutupan mata kanan ataupun kiri. Polipia serebral (melihat 3 atau
lebih gambaran) dan diplopia serebral adalah penyakit kortikal yang
jarang. Palinopsia (gangguan kortikal), dengan keluhan gambaran objek
multipel yang segera hilang bila menoleh dari objek atau setelah objek
dikeluarkan dari lapangan penglihatan. Pasien sering menggunakan
istilah strobe effect atau “setelah gambar” untuk mendeskripsikan
palinopsia. Lesi diskret pada korteks oksipitoparietal atau
oksipitotemporal, kejang, obat, dan migrain dapat menyebabkan diplopia
serebral, polipia serebral, atau palinopsia. Defek lapangan pandang
homonimus (defisit pada sisi yang sama untuk kedua mata) sering
dihubungkan dengan ilusi visual kortikal ini. Meskipun pasien tidak selalu
sadar akan kehilangan lapangan pandang.
3. Penyebab nonpatologis
Pasien yang diplopianya fungsional umumnya memiliki keluhan samar
tentang penglihatan mereka. Pasien tidak boleh dilabel “fungsional”
sampai pemeriksaan oftalmik dan neurologik yang lengkap
mengindikasikan tidak adanya penyebab patologis. Kontrol ulang
mungkin diperlukan untuk meyakinkan bahwa etiologi dengan fase
Pasien harus ditanya diplopianya horizontal, vertikal, atau obliks, memburuk
pada arah gaze tertentu, atau memburuk saat melihat jauh atau dekat. Diplopia
horizontal disebabkan oleh impaired abduksi atau adduksi (berhubungan
dengan kontrol dan pergerakan otot rektus medial, rektus lateral, atau
keduanya) (Gambar 1 dan Gambar 2). Diplopia vertikal disebabkan oleh
impaired elevasi atau depresi (`berhubungan dengan kontrol dan pergerakan
otot rektus inferior, rektus superior, oblik inferior, oblik superior, atau kombinasi
dari otot-otot ini).
Perburukan diplopia para arah gaze tertentu menunjukkan gerakan ke arah
itu impaired. Gejala neurologis lain juga harus dinilai: kelemahan otot proksimal,
kesulitan menelan, sesak napas, misalnya menunjukkan disfungsi
neuromuskuler, dan deteriosasi visus monokuler dan proptosis menunjukkan
proses orbital.
13 SMF ILMU PENYAKIT MATA RSUPM
DIPLOPIA 2013
Gambar 2. Otot Ekstraokuler
Gambar 3. Kerja otot ekstraokuler dan saraf kranial dari sisi pemeriksa. Tanda panah yang tebal adalah kerja primer otot, dan tanda panah tipis adalah kerja sekunder otot. Otot rectus superior dan obliks superior intorsi (berputar ke dalam), dan otot rectus inferior dan obliks inferior ekstorsi (berputar ke luar) yang ditandai dengan tanda panah melengkung.
14 SMF ILMU PENYAKIT MATA RSUPM
DIPLOPIA 2013
Arah gaze yang menyebabkan diplopia atau meningkatkan pemisahan
objek dapat membantu menentukan struktur mana yang menimbulkan diplopia.
Singkatnya, jika diplopia binokuler horizontal lebih buruk pada arah gaze kiri,
maka bisa saja karena mata kiri tidak dapat abduksi (palsi saraf VI) atau karena
mata kanan tidak dapat adduksi (oftalmoplegia intranuklear kanan).
1. Penyakit orbita atau restriksi otot ekstraokuler
Sebagian besar pasien dengan penyakit orbital atau restriksi otot
ektraokuler akan memiliki tanda periorbita atau abnormalitas orbita yang
mencolok saat pemeriksaan. Pasien harus ditanyai mengenai perubahan
bentuk karena perubahan awal atau perubahan simetris sulit dideteksi
oleh pemeriksa. Sebagai contoh, tanda seperti retraksi kelopak mata dan
edema periorbita pada penyakit seperti oftalmopati terkait tiroid yang
kurang nyata pada stadium awal penyakit. Foto lama atau foto SIM
pengemudi sangat berguna dalam deteksi perubahan yang subtil. Pasien
juga harus ditanyai tentang operasi mata, trauma dan nyeri mata
sebelumnya.
2. Kelemahan Ekstraokuler Miopatik
Miopati mitokondrial, di antaranya miopati kongenital, dan distrofi
muskuler seperti distrofi okulofaringeal, dapat dengan keluhan diplopia
karena kelemahan otot ekstraokuler yang signifikan. Jika dicurigai
sebuah miopati, gejala yang menunjukkan kelemahan otot kranial atau
15 SMF ILMU PENYAKIT MATA RSUPM
DIPLOPIA 2013
skeletal lain harus diketahui. Informasi mengenai riwayat keluarga dan
riwayat kelemahan otot pada masa kanak-kanak harus dikumpulkan.
Sebagai catatan, miopati inflamatori seperti dermomiositis, polimiositis,
dan miopati diinduksi steroid tidak pernah melibatkan otot-otot
ekstraokuler. Penjelasan alternatif untuk diplopia pada kelainan ini harus
dicari. 7
3. Kelainan Neuromuscular Junction
Kelemahan yang berfluktuasi adalah tanda khas dari disfungsi
neuromuscular junction, dan pasien dengan diplopia harus ditanya
mengenai variasi diurnal diplopia. Sebagai contoh, diplopia yang tidak
dijumpai pada pagi hari dan memburuk secara progresif sepanjang siang
hari atau memburuk saat membaca merupakan gejala yang umum pada
kelainan neuromuscular junction yang mempengaruhi otot ekstraokuler.
Lebih dari 50% pasien dengan miastenia gravis, yang merupakan
kelainan neuromuscular junction terbanyak, ditandai dengan ptosis dan
diplopia tanpa gejala atau tanda kelemahan lain.
4. Palsi Saraf Kranial III, IV, dan VI
Informasi mengenai riwayat penyakit sebaiknya dikumpulkan dengan
pemahaman yang baik mengenai jalur saraf kranial III, IV, dan VI dari
batang otak sampai orbita. Saraf kranial yang menginervasi otot-otot
ekstraokuler dapat terluka di berbagai tempat dari mata ke otak: 1)
orbita, 2) fisura orbita superior, 3) sinus cavernosus, 4) ruang
16 SMF ILMU PENYAKIT MATA RSUPM
DIPLOPIA 2013
subarachnoid, dan 5) batang otak. Deskripsi mengenai riwayat, gejala,
dan hasil pemeriksaan yang terkait adalah vital untuk melokalisasi
tempat perlukaan dan lokalisasi akan menuju ke diagnosis banding yang
akurat. Sebagai contoh, pasien berusia 65 tahun dengan sakit kepala
berat dan palsi saraf III terisolasi dengan midriasis, dan pupil yang
paralisis mengimplikasikan luka kompresif saraf kranial III di ruang
subarachnoid, dan penyebab yang paling mungkin adalah aneurisme
intrakranial yang melibatkan arteri posterior komunikans.
Saat palsi saraf kranial terjadi dalam isolasi, pasien harus ditanya
mengenai faktor risiko vaskuler dan diabetes karena infark iskemik
mikrovaskuler dari saraf kranial III, IV, dan VI dapat terjadi. Vaskulitis
sistemik seperti arteritis temporal, dapat dengan palsi saraf kranial;
gejala klaudikasio rahang, sakit kepala, tender kulit kepala, dan artralgia
harus ditanyakan pada pasien usia tua dengan diplopia karena palsi
saraf kranial.
Palsi saraf kranial III biasa dengan gejala diplopia vertikal dan horizontal
yang akan membaik bila mata yang terkena diabduksi karena otot rektus
lateral dan saraf kranial VI mengabduksi mata. Palsi saraf kranial IV
biasa dengan diplopia vertikal yang memburuk atau hanya muncul saat
melihat dekat dan gaze ke bawah dalam arah yang berlawanan dari
mata yang terkena. Karena otot oblik superior mengintorsi mata, pasien
dengan palsi saraf IV juga melaporkan bahwa salah satu gambaran
17 SMF ILMU PENYAKIT MATA RSUPM
DIPLOPIA 2013
tampak miring. Pasien dengan palsi saraf VI mengalami diplopia
horizontal yang memburuk saat mata yang terkena diabduksi (misal
pada pandangan ke lateral ke sisi mata yang terkena) atau saat melihat
objek dari jauh karena mata akan berdivergensi.
5. Lesi batang otak
Lesi pada batang otak pada jalur supranuklear, nuklei saraf kranial, atau