20
BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jika ditinjau dari asal kata Epidemiologi berasal dari bahasa
Yunani yang terdiri dari 3 kata dasar yaitu EPI yang berarti PADA
atau TENTANG, DEMOS yang berati PENDUDUK dan kata terakhir adalalah
LOGOS yang berarti ILMU PENGETAHUAN. Jadi EPIDEMILOGI adalah ILMU
YANG MEMPELAJARI TENTANG PENDUDUK. Sedangkan dalam pengertian
modern pada saat ini EPIDEMIOLOGI adalah : Ilmu yang mempelajari
tentang Frekuensi dan Distribusi (Penyebaran) serta Determinat
masalah kesehatan pada sekelompok orang/masyarakat serta
Determinannya (Faktor factor yang mempengaruhinya). Suatu ilmu yang
awalnya mempelajari timbulnya, perjalanan, dan pencegahan pada
penyakit infeksi menular. Tapi dalam perkembangannya hingga saat
ini masalah yang dihadapi penduduk tidak hanya penyakit menular
saja, melainkan juga penyakit tidak menular, penyakit degenaratif,
kanker, penyakit jiwa, kecelakaan lalu lintas, dan sebagainya. Oleh
karena itu, epidemiologi telah menjangkau hal tersebut.Studi
epidemiologi dibagi menjadi 2 yaitu: studi epidemiologi deskriptif
dan analitik. Studi epidemiologi deskriptif yaitu studi cross
sectional atau studi potong lintang atau studi prevalensi, dan
studi studi epidemiologi analitik adalah studi penelitian di bidang
epid yang bertujuan untuk melihat hubungan beberapa sifat yang
terdapat pada suatu masalah kesehatan. Penelitian epidemiologi
analitik terdiri atas 2, yaitu: studi observasional yang terdiri
atas studi potong lintang/ cross sectional study, studi kohort/
follow up/ incidensi/ longitudinal/ prospektif studi, studi case
control study/ studi retrospektif, dan studi eksperimen yang
terdiri atas true eksperimental dan quasy eksperimental.Pada
makalah ini, akan dibahas khusus mengenai studi epidemiologi
analitik observasional yaitu studi case control atau studi
retrospektif yang bertujuan mencari faktor penyebab penyakit.
1.2 Tujuan
1.2.1Tujuan Umum
Memahami dan mempraktikkan studi epidemiologi case
control1.2.2Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi studi epidemiologi case control2.
Mengetahui tujuan studi epidemiologi case control3. Mengetahui
kelebihan dan kekurangan studi epidemiologi case control4.
Mengetahui tahapan studi epidemiologi case control5. Mengetahui
1.3 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah ini adalah: BAB 1
Pendahuluan yang terdiri atas latar belakang, tujuan umum dan
khusus, sistematika penulisan, manfaat, BAB 2 Pembahasan yang
terdiri atas definisi studi epidemiologi case control, tujuan studi
epidemiologi case control, kelebihan studi epidemiologi case
control, kekurangan studi epidemiologi case control, tahapan studi
epidemiologi case control, penentuan rasio odd, dan bias dalam
studi case control, BAB 3 yang terdiri atas kesimpulan dan saran.
1.4 Manfaat1.4.1Manfaat Teoritis
Digunakan untuk mencari faktor penyebab suatu penyakit,
mempelajari hubungan antara penyebab suatu penyakit dan penyakit
yang diteliti dengan membandingkan kelompok kasus dan kelompok
kontrol berdasarkan status penyebab penyakitnya dengan pendekatan
retrospektif1.4.2Manfaat Praktis
Dapat menerapkan studi kohort pada kasus kesehatan reproduksi
yang sering terjadi di masayarakat.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Studi Epidemiologi Case ControlStudi epidemiologi
case control merupakan salah satu studi epidemiologi analitik
obeservasional, di mana:
Studi epidemiologi analitik adalah studi epidemiologi yang
menekankan pada pencarian jawaban tentang penyebab terjadinya
masalah kesehatan(determinal), besarnya masalah/ kejadian
(frekuensi), dan penyebaran serta munculnya masalah kesehatan
(distribusi) dengan tujuan menentukan hubungan sebab akibat
anatarafaktor resiko dan penyakit.
Rancangan case control adalah rancangan studi epidemiologi yang
mempelajari hubungan antara penyebab suatu penyakit dan penyakit
yang diteliti dengan membandingkan kelompok kasus dan kelompok
kontrol berdasarkan status penyebab penyakitnya.Penelitiancase
controladalah suatu penelitian (survey) analitik yang menyangkut
bagaimana faktor resiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan
retrospektif.2.2 Tujuan Dan Ciri- Ciri Studi Epidemiologi Case
ControlTujuan studi epidemiologi Case Control:
1. Mempelajari hubungan antara paparan dan penyakit 2.
Mempelajari seberapa jauh faktor risiko mempengaruhi terjadinya
efek3. Mempelajari kemungkinan ganda penyebab suatu penyakit, dapat
dipelajari sejumlah paparan yang merupakan faktor resiko potensial
terhadap kelompok kasus dan kelompok kontrol.4. Rancangan ini juga
berguna jika akan dilakukan studi terhadap penyakit ang jarang
dengan ukuran sampel yang lebih kecil dibanding studi kohortCiri
rancangan kasus kontrol :1. Subjek dipilih atas dasar apakah mereka
menderita (kasus) atau tidak (kontrol) suatu kasus yang ingin
diamati kemudian proporsi pemajanan dari kedua kelompok tersebut
dibandingkan2. Diketahui variabel terikat (akibat), kemudian ingi
diketahui variabel bebas (penyebab)3. Observasi dan pengukuran
tidak dilakukan pada saat yang sama4. Peneliti melakukan pengukuran
variabel bergantung pada efek (subjek (kasus) yang terkena
penyakit) sedangkan variabel bebasnya dicari secara retrospektif5.
Untuk kontrol, dipilih subjek yang berasal dari populasi dan
karakteristik yang sama dengan kasus6. Bedanya kelompok kontrol
tidak menderita penyakit yang akan diteliti7. Tidak mengukur
insidensi2.3 Kelebihan dan Kekurangan Studi Epidemiologi Case
Control2.3.1Kelebihan rancangan penelitiancase control:1. Terkadang
menjadi satu-satunya cara untuk meneliti kasus yang jarang atau yg
masa latennya panjang2. Hasil dapat diperoleh dgn cepat 3. Biaya
relatif lebih sedikit sehingga lebih efisien4. Memungkinkan
mengidentifikasi berbagai faktor resiko sekaligus dalam satu
penelitian5. Tidak mengalami kendala etik6. Biasanya dapat
mengevaluasi confounding dan interaksi lebih teliti daripada studi
kohort untuk jumlah sampel yang sama, karena kasus dan kontrol
lebih sebanding2.3.2Kekurangan rancangan penelitiancase control:1.
Data mengenai pajanan terhadap faktor resiko diperoleh dengan
mengandalakan daya ingat atau rekam medis. Daya ingat responden ini
menyebabkan terjadinya recall bias, karena responden yang mengalami
efek cenderung lebin=h mengingat pajanan terhadap faktor resiko
dari pada responden yang tidak mengalami efek. Data sekunder, dalam
hal ini rekam medis yang seringkali dipakai sebagai sumber data
juga tidak begitu akurat.
2. Validasi mengenai informasi kadang kadang sukar
diperoleh.
3. Oleh karena kasus maupun control dipilih oleh peneliti maka
sukar untuk meyakinkan bahwa kedua kelompok tersebut benar
sebanding dalam pelbagai faktor eksternal dan sumber bias
lainnya.
4. Tidak dapat memberikan incidence rates.
5. Tidak dapat diapakai untuk menentukan lebih dari 1 variabel
dependen, hanya berkaitan dengan satu penyakit atau efek.2.4
Tahapan Studi Epidemiologi Case Control Dan Contohnya Dalam
Kesehatan ReproduksiTahap-tahap penelitian case control ini adalah
sebagai berikut :
1. Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis yang
sesuai
Setiap penelitian diawali dengan penetapan pertanyaan penelitian
kemudian disususn hipotesis yang akan diuji validitasnya. Misalnya
pertanyaannya adalah : Apakah terdapat hubungan antara konsumsi
jamu peluntur pada kehamilan muda dengan kejadian penyakit jantung
bawaan pada bayi yang dilahirkan ? Hipotesis yang ingin diuji
adalah: Pajanan terhadap jamu peluntur lebih sering terjadi pada
ibu yang anaknya menderita penyakit jantung bawaan PJB disbanding
pada ibu yang anaknya tidak menderita PJB.2. Mendeskiripsikan
variable penelitian: faktor risiko, efek
Intensitas pajanan faktor resiko dapat dinilai dengan cara
mengukur dosis,frekuensi atau lamanya pajanan. Ukuran pajanan
terhadap faktor resiko yang berhubungan dengan frekuensi dapat
besifat :
Dikotom, yaitu apabila hanya terdapat 2 kategori, misalnya
pernah minum jamu peluntur atau tidak.
Polikotom, pajanan diukur pada lebih dari 2 tingkat, misalnya
tidak pernah, kadang-kadang,atau sering terpajan.
Kontinyu, pajanan diukur dalam skala kontinu atau numerik,
misalnya umur dalam tahun, paritas, berat lahir.
Ukuran pajanan yang berhubungan dengan waktu dapat berupa :
Lamanya pajanan (misalnya jumlah bulan pemakaian AKDR) dan
apakah pajanan itu berlangsung terus menerus.
Saat mendapat pajanan pertama
Bilakah terjadi pajanan terakhir
Diantara berbagai ukuran tersebut, yang paling sering digunakan
adalah variable independen ( faktor resiko) berskala nominal
dikotom (ya atau tidak) dan variable dependen (efek, penyakit)
berskala nominal dikotom (ya atau tidak ) pula.Untuk masalah
kesehatan, trutama kesehatan reproduksi, apakah pajanan terjadi
sebelum, selama, atau sesuadah keadaan tertentu sangatlah penting.
Misalnya, pemakaian kontrasepsi oral oleh perempuan yang belum
pernah mengalami kehamilan sampai cukup bulan dapat meningkatkan
risiko terjadinya kanker payudara. Kita juga tahu oajanan beberapa
obat atau bahan aktif tertentu selama kehamilan muda mungkin
berkaitan dengan kejadian kelainan bawaan pada janin.
Dalama mencari informasi tentang pajanan suatu faktor risiko
yang diteliti maka perlu diupayakan sumber informasi yang akurat.
Informasi tersebut dapat diperoleh antara lain :
Catatan medis rumash sakit, laboratorium patologi anatomi
Data dari catatan kantor wilayah kesehatan
Kontak dengan subyek penelitian, baik secara langsung, telepon,
atau surat.
Cara apapun yang digunakan, prinsip utamanya adalah pada
kelompok kasus dan control ditanyakan hal-hal yang sama dengan cara
yang sama pula, dan pewawancara sedapat mungkin tidak mengetahui
apakah subyek termasuk dalam kelompok kasus atau kelompok control.
Pengambilan data dari catatan medis sebaiknya juga secara buta atau
tersamar, untu mencegah peneliti mencari data lebih teliti pada
kasus maupun pada control. Perlu pla diketahui bahwa informasi
mengenai pemakaina kontrasepsi hormonal lebih lengkap dicatat pada
perempuan yang berobat untuk kanker payudara bila dibandingkan
dengan pada perempuan yang berobat untuk kanker payudara bila
dibandingkan dengan pada perempuan yang berobat untuk kanker
payudara bila dibandingkan dengan pada perempuan yang berobat untuk
fraktur tulang. Apabila informasi rekam medis kurang lengkap maka
data perlu dilengkapi dengan cara menghubungi subyek (dengan tatap
muka langsung, hubungan telepon, surat atau cara berkomunikasi yang
lain).
Efek atau Outcome
Karena efek/ outcome merupakan hal yang sentral, maka diagnosis
atau penentuan efek harus mendapat perhatian utama. Untuk penyakit
atau kelainan dasar t=yang diagnosisnya mudah, misalnya anensefali,
penentuan subyek yang telah mengalami atau tidak mengalami efek
sukar. Namun pada banyak penyakir lain sering sulit diperoleh
criteria klinis yang obyektif untuk diagnosis yang tepat, sehingga
diperlukan cara diagnosis dengan pemeriksaan patologi-anatomik, dan
lain-lain. Meskipun demikian kadang diagnosis masih sulit terutama
pada penyakit yang manifestasinyabergantung pada stadiumnya.
Misalnya artitis rheumatoid dapat mempunyai manifestasi klinis dan
hasil laboratorium yang bervariasi, sehingga perlu dijelaskan lebih
dahulu criteria diagnosis mana yang dipergunakan untuk memasukkan
seseorang menjadi kasus. Untuk beberapa penyakit tertentu telah
tersedia criteria baku untuk diagnosis, namun tidak jarang criteria
diagnosis yang telah baku pun perlu dimodifikasi agar sesuai dengan
pertanyaan penelitian
3. Menentukan populasi terjangkau dan sampel (kasus,kontrol),
dan cara untuk pemilihan subyek penelitian.
Kasus
cara yang terbaik untuk memilih kasus adalah dengan mengambil
secara acak subyek dari populasi yang menderita efek. Namun dalam
praktik hal ini hampir tidak mungkin dilaksanakan, karena
penelitian kasus-kontrol lebih sering dilakukan pada kasus yang
jarang, yang diagnosisnya biasanya ditegakkan dirumah sakit. Mereka
ini dengan sendirinya bukan subyek yang representatif karena tidak
menggambarkan kasus dalam masyarakat. Pasien yang tidak datang ke
rumah sakit. Beberapa hal berikut perlu dipertimbangkan dengan
cermat dalam pemilihan kasus untuk studi kasus-kontrol agar sampel
yang dipergunakan mendekati keadaan dalam populasi.
Kasus insidens (baru) atau kasus prevalens (baru+lama)
Dalam pemilihan kasus sebaiknya kita memilih kasus insidens
(kasus baru). Kalau kita mengambil kasus prevalens (kasus lama dan
baru) maka untuk penyakit yang masa sakitnya singkat atau
mortalitasnya sangat tinggi, kelompok kasus tidak menggambarkan
kedaan dalam populasi (bias Neyman). Misalnya, pada penelitian
kasus-kontrol untuk mencari faktor-faktor risiko penyakit jantung
bawaan, apabila dipergunakan kasus prevalens, maka hal ini tidak
menggambarkan keadaan sebenarnya, mengingat sebagian pasien
penyakit jantung bawaan mempunyai angka kematian tertinggi pada
periode neonates atau masa bayi. Dengan demikian pasien yang telah
meninggal tersebut tidak terwakili dalam penelitian.
Tempat pengumpulan kasus
Bila di suatu daerah terdapat registry kesehatan masyarakat yang
baik dan lengkap, maka pengambilan kasus sebaiknya dari sumber di
masyarakat (population based), karena kasus yang ingin diteliti
tercatat dengan baik. Sayangnya di Indonesia belum ada daerah yang
benar benar mempunyai registrasi yang baik, sehingga terpaksa
diambil kasus dari pasien yang berobat ke rumah sakit ( hospital
based). Hal ini menyebabkan terjadinya bias yang cukup penting
(bias Berkson), karena karakteristik pasien yang berobat ke rumah
sakit mungkin berbeda dengan karakteristik pasien yang tidak
berobat ke rumah sakit.
Saat diagnosis
Untuk penyakit yang perlu pertolongan segera (misalnya patah
tulang) maka saat ditegakkannya diagnosis boleh diakatakan sama
dengan mula timbulnya penyakit (onset). Tetapi banyak penyakit yang
mula timbulnya perlahan dan sulit dipastikan denga tepat (contohnya
keganasan atau pelbagai jenis penyakit kronik). Dalam keadaan ini
maka pada saat mengidentifikasikan faktor resiko perlu diyakinkan
bahwa pajanan faktor yang diteliti terjadi sebelum terjadinya efek,
dan bukan terjadi setelah timbulnya efek atau penyakit yang
dipelajari.Contoh :
Ingin diketahui hubungan diet dengan kejadian kanker kolon.
Pertanyaan harus ditujukan terhadap diet sebelum timbul gejala,
sebab mungkin saja subyek telah mengubah dietnya oleh karena
terdapatnya gejala penyakit. Penelitian terhadap penyakit yang
timbulnya manifestasi memerlukan waktu lama, misalnya sklerosis
multiple, perlu perhatian ekstra untuk menentukan saat gejala
pertama timbul. Bila gejala sudah lama terjadi, sebaiknya kasus
jangan dipakai, sebab sulit dihindarkan kemungkinan terjadinya
pajanan setelah timbul penyakit.
Kontrol
Pemilihan control member masalah yang lebih besar daripada
pemilihan kasus, oleh karena control semata mata ditentukan oleh
peneliti, sehingga sangat terancam bias. Perlu ditekankan bahwa
control harus berasal dari populasi yang sama dengan kasus, agar
risiko yang diteliti. Bila peneliti ingin mengetahui apakah kanker
payudara berhubungan dengan penggunaal pil KB, maka criteria
inklusi untuk control adalah subyek yang memiliki peluang untuk
minum pil KB yaitu wanita yang menikah, dalam usia subur (wanita
yang tidak menikah atau belum mempunyai anak tidak minum pil
kontrasepsi).
Ada beberapa cara untuk memilih control yang baik :
Memilih kasus dan control dari populasi yang sama :Misalnya
kasus adalah semua pasien dalam populasi tertentu sedangkan control
diambil secara acak dari populasi sisanya. Dapat juga kasus dan
control diperoleh dari populasi yang telah ditentukan sebelumnya
yang biasanya lebih kecil (misalnya dari studi kohort).
Matching. Cara kedua untuk mendapatkan control yang baik ialah
dengan cara melakukan matching , yaitu memilih control dengan
karakteristik yang sama dengan kasus dalam semua variable yang
mungkin berperan sebagai faktor risiko kecuali variable yang
diteliti. Bila matching dilakukan dengan baik, maka pelbagai
variable yang mungkin berperan terhadap kejadian penyakit (keculai
yang sedang diteliti) dapt dismakan, sehingga dapat diperoleh
asosiasi yang lebih kuat antara variable yang sedang diteliti
dengan penyakit. Teknik ini mempunyai keuntungan kain, yakni jumlah
subyek yang diperlukan lebih sedikit. Namun jangan terjadi
overmatching, yaitu matching pada variable yang nilai resiko
relative terlalu rendah. Apabila terlalu dalam mencari subyek
kelompok control. Di lain sisi harus pula dihindarkan undermatching
yakni tidak dilakukan penyertaan terhadap varibel-variabel yang
potensial menjadi peransu (confounder) penting.
Cara lainnya adalah dengan memilih lebih dari satu kelompok
kontrol. Karena sukar mencari kelompok control yang benar-benar
sebanding maka dapat dipilih lebih dari satu kelompok control.
Milanya bila kelompok kasus diambil dari rumah sakit, maka satu
control diambil dari pasien lain di rumah sakit yang sama, dan
control lainnya berasal dari daerah tempat tinggal kasus. Apabila
ratio odds yang didapatkan dengan menggunakan 2 kelompok control
tersebut tidak banyak berbeda, hal tersebut akan memperkuat
asosiasi yang ditemukan. Apabila ratio odds antara kasus dengan
masing-masing control sangat berbeda, berarti salah satu atau kedua
hasil tersebut tidak sahih, dengan kata lain terdapat bias, dan
perlu diteliti letak bias tersebut.
Contoh :
Suatu penelitian kasus-kontrol ingin mencari hubungan antara
penyakir AIDS pada pria dengan homoseksualitas. Sebagai kasus
diambil semua pasien dengan diagnosis AIDS dirumah sakit A. untuk
kelompok control pertama dipilih secara acak dari pasien dengan
penyakit lain yang dirawat di rumah sakit tersebut dan tidak
menderita AIDS (diperoleh rasio odds sebesar 6,3), sedangkan
kelompok control kedua dipilih secara acak dari pria sehat yang
tinggal berdekatan dengan tiap pasien dalam kelompok kasus
(diperoleh rasio odds 9,0). Walaupun pada kelompok control pertama
lebih banyak penyakit lain dibandingkan pada control kedua,
ternyata pada kedua kelompok control praktik homoseksualitas jauh
lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok kasus, sehingga rasio
odds pada kedua kelompok control hampir sama. Hal ini jelas
memperkuat simpulan terdapatnya hubungan antara homoseksualitas
dengan terjadinya AIDS.
4. Menetapkan besar sampel
Jumlah subyek yang perlu diteliti untuk memperlihatkan adanya
hubungan antara faktor risiko dengan penyakit perlu ditentukan
sebelum penelitian dimulai. Pada dasarnya untuk penelitian kasus
control jumlah subyek yang diteliti bergantung pada :
1) Beberapa frekuensi pajanan faktor risiko pada suatu populasi;
ini penting terutama apabila control diambil dari populasi. Apabila
densitas pajanan risiko terlalu kecil atau terlalu besar, mungkin
pajanan resiko pada kasus dan control hampir sama sehingga
diperlukan sampel yang besar untuk mengetahui perbedaannya.
2) Rasio odds terkecil yang dianggap bermakna (R).
3) Derajat kemaknaan ( ) dan kekuatan (power= 1- ) yang
dipilih.
Biasa dipilih = 5%, = 10% atau 20% (power = 90% atau 80%)
4) Rasio antara jumlah kasus control. Bila dipilih control lebih
banyak, maka jumlah kasus dapt dikurangi. Bila jumlah control
diambil c kali jumlah kasus, maka jumlah kasus dapt dikurangi dari
n menjadi (c+1)n/2c.
5) Apakah pemilihan control dilakukan dengan matching atau
tidak. Diatas telah disebut bahwa dengan melakukan matching maka
jumlah subyek yang diperlukan untuk diteliti menjadi lebih
sedikit.5. Melakukan Pengukuran
Pengukuran variable efek dan faktor risiko merupakan hal yang
dentral pada studi kasus-kontrol. Penentuan efek harus sudah
didefenisikan denganjelas dalam usulan penelitian. Pengukuran
faktor risiko atau pajanan yang terjadi pada waktu lampau juga
sering menimbulkan kesulitan. Kadang tersedia data objektif, missal
rekam medis kumpulan preparat hasil pemeriksaan patologi-anatomik,
hasil laboratorium, atau pelbagai henis hasil pencitraan. Namun
lebih sering penentuan pajanan pada masa lalu dilakukan semata-mata
dengan anamnesis atau wawancara dengan responden, jadi hanya dengan
mengandalkan daya ingat responden yang mungkin dipengaruhi oleh
statusnya (mengalami outcome atau tidak).
6. Menganalisis hasil penelitian
Analisis hasil studi kasus-kontrol dapat hanya bersifat
sederhana yaitu penentuan ratio odds, sampai pada yang kompleks
yakni dengan analisis multivariate pada studi kasus control dengan
lebih dari satu faktor resiko. Ini ditentukan oleh apa yang ingin
diteliti bagaimana cara memilih control (matched atau tidak), dan
terdapatnya variable yang menggangu ataupun yang tidak.
Bagan Desain Studi Epidemiologi Case Control
2.5 Penentuan Ratio Odds
2.5.1Studi kasus-kontrol tanpa matching
Ratio odds (RO) pada studi kasus-kontrol dapat diartikan sama
dengan resiko relative (RR) pada studi kohort. Pada penelitian
kohort dimulai dengan pol=pulasi yang terpajan (a+b) dan populasi
yang tidak terpajan (c+d) . Dengan perjalanan waktu maka dengan
sendirinya akan timbul efek pada populasi yang terpajan (a) dan
pada populasi yang tidak terpajan (d). kemudian dapat dihitung
kejadian efek pada populasi terpajan (a/[a+b]) dan efek pada
populasi yang tidak terpajan (c/{c=d]) sehingga dapat dihitung
resiko relative yaitu :
Pada penelitian kasus-kontrol dimulai dengan mengambil kelompok
kasus (a+c) dan kelompok control (b+d). oleh karena kasus adalah
subyek yang sudah sakit dan control adalah mereka yang tidak sakit
maka tidak dapat dihitung insidens penyakit baik pada kasus maupun
control. Yang dapat dinilai adalah berapa sering terdapat pajanan
pada kasus dibandingkan pada control. Hal inilah yang menjadi alat
analisis pada studi kasus-kontrol, yang disebut ratio odds
(RO).
2.5.2 Studi kasus-kontrol dengan matchingPada studi kasus
control dengan matching individual, harus dilakukan analisis dengan
menjadikan kasus dan control sebagai pasangan-pasangan. Jadi, bila
misalnya terdapat 50 kasus yang masing masing berpasangan dengan
tiap subyek dari 50 kontrol, maka kita lakukan pengelompokan
menjadi 50 pasangan sebagai berikut. Hasil pengamatan studi
kasus-kontrol biasanya disusun dalam table 2 x 2 dengan keterangan
sebagai berikut :Sel a : kasus dan control mengalami pajanan
Sel b : kasus mengalami pajanan, control tidak
Sel c : kasus tidak mengalami pajanan, control mengalami
Sel d : kasus dan control tidak mengalami pajanan
Kontrol
KasusRisiko +Risiko -
Kasus +ab
Kasus -cd
Rasio adds pada studi kasus control dengan matching ini dihitung
dengan mengabaikan sel a karena baik kasusmaupun control terpajan,
dan sel d, karena baik kasus maupun control tidak terpajan.
Rasio adds dihitung dengan rumus :
RO, walaupun tidak sama dengan risiko relative akan tetapi dapat
dipakai sebagai indicator adanya kemungkinan hubungan sebab akibat
antara faktor risiko dan efek. Nilai RO dianggap mendekati risiko
relative apabila :
1) Insiden penyakit yang diteliti kecil, biasanya dianggap tidak
lebih dari 20% populasi terpajan.
2) Kelompok control merupakan kelompok representative dari
populasi dalam hal peluangnya untuk terpajan faktor risiko
3) Kelompok kasus harus representative
Interprestasi nilai RO dengan interval kepercayaannya sama
dengan interperestasi pada penelitian cross-sectional, yakni RO
yang > 1 menunjukkan bahwa faktor risiko, bila RO = 1 atau
mencakup angka 1 berarti bukan faktor risiko, dan bila kurang dari
1 berarti merupakan faktor yang melindungi atau protektif.CONTOH
STUDI KASUS-KONTROL TANPA MATCHING
Masalah . Apakah abortus berhubungan dengan risiko kejadian
plasenta previa pada kehamilan berikutnya ?
Hipotesis. Studi kasus-kontrol, hospital based
Kasus. Wanita melahirkan di RSCM dari 1 Januari 1996 sampai
dengan 31 Desember 1999 secara bedah ceasar atas indikasi plasenta
previa totalis yang dibuktikan dengan USG dan klinis pendarahan
antepartum.
Kontrol. Wanita yang melahirkan dalam kurun waktu yang sama
tanpa plasenta previa dan dipilih secara acak.
Faktor risiko yang ingin diteliti. Riwayat terdapatnya abortus
sebelum persalinan sekarang.
Pengumpulan data. Dengan wawancara dan pengisian kuesioner
diperoleh data dari 68 kasus dan 68 kontrol.
Analisis data. Meskipun RO lebih dari 1, namun karena interval
kepercayaannya mencakup angka 1, maka simpulannya adalah abortus
tidak mempunyai hubungan dengan terjadinya plasenta previa pada
kehamilan kemudian, atau diperlukan lebih banyak kasus untuk
membuktikannya.
Plasenta Previa
Riwayat AbortusYa TidakJumlah
Ya12921
Tidak5659115
Jumlah6868136
Ratio adds = (12x59) / (9x56)=1,4
Internal kepercayaan 95%=0,5 ; 3,62.6 Bias Dalam Studi Case
Control
Bias merupakan kesalahan sistematis yang menyebabkan hasil
penelitian tidak sesuai dengan kenyataan. Pada penelitian
kasus-kontrol terdapat tiga kelompok bias yang dapat mempengaruhi
hasil, yaitu :1.Bias seleksi
2. Bias informasi
3. Bias perancu (confounding bias)
Sackett, mencatat beberapa hal yang dapat menyebabkan bias, di
antaranya adalah :
1. Informasi tentang faktor risiko atau faktor perancu
(confounding factors) mungkin terlupa oleh subyek penelitian atau
tidak tercatat dalam catatan medik kasus (recall bias)
2. Subyek yang terkena efek (kasus), karena ingin mengetahui
penyebab penyakitnya lebih sering melaporkan faktor risiko
dibandingkan dengan subyek yang tidak terkena efek (kontrol)
3. Peneliti kadang sukar menentukan dengan tepat apakah pajanan
suatu agen menyebabkan penyakit ataukah terdapatnya penyakit
menyebabkan subyek lebih terpajan oleh agen
4. Identifikasi subyek sebagai kasus maupun kontrol yang
representatif seringkali sangat sukar
BAB 3
PENUTUP
3.1Simpulan
Studi Epidemiologi Case Control merupakan salah satu studi
analitik observasional yang bertujuan mencari faktor penyebab
penyakit yaitu mempelajari hubungan antara penyebab suatu penyakit
dan penyakit yang diteliti dengan membandingkan kelompok kasus dan
kelompok kontrol berdasarkan status penyebab penyakitnya dengan
pendekatan retrospektif.
Pada studi case control hasilnya dihitung dan ditentukan odd
rasio. Interprestasi nilai RO dengan interval kepercayaannya sama
dengan interperestasi pada penelitian cross-sectional, yakni RO
yang > 1 menunjukkan bahwa faktor risiko, bila RO = 1 atau
mencakup angka 1 berarti bukan faktor risiko, dan bila kurang dari
1 berarti merupakan faktor yang melindungi atau
protektif.3.2Saran3.2.1Studi case control digunakan untuk mencari
faktor penyebab penyakit dan dipakai dengan melihat adanya
kelebihan dan kekurangan sehingga dapat disesuaikan dengan
penelitian yang akan dilakukan khususnya dalam kasus kesehatan
reproduksi.
3.2.2Perlu diberikan contoh kasus studi case control yang lebih
bervariasi khususnya dalam kesehatan reproduksi
DAFTAR PUSTAKA
Gordis, Leon. 2004. Epidemiology. Philadelphia : Elsevier
Saunders
Budiarto, Eko. 2003. Metodologi Penelitian Kedokteran. Jakarta :
Penerbit EGC
Sastroasmoro, Sudigdo dkk. 1995. Dasar-dasar Metodologi
Penelitian Klinis. Jakarta : Binarupa Aksara
Noor, Nur Nasry. 2000. Pengantar Epidemiologi. Makasar :
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin
STUDI EPIDEMIOLOGI CASE CONTROLTUGAS MATA KULIAH
EPIDEMIOLOGIDosen Pengampu: Dr. Hj. Susilowati Andajani, dr.,
MS.
Oleh:
Hartini Sri Utami
(011314653010)
PASCA SARJANA ILMU KESEHATAN REPRODUKSI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
2015
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan hidayah-Nya makalah Studi Epidemiologi Case Control telah
disusun sebagai tugas mata kuliah Epidemiolgi Program Pasca Sarjana
Ilmu Kesehatan Reproduksi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Surabaya.
Kami sampaikan terima kasih kepada Dr. Hj. Susilowati Andajani,
dr., MS. selaku dosen pengampu mata kuliah Epidemiologi yang telah
memberikan tambahan ilmu dan menjadi fasilitator diskusi kami untuk
mengembangkan ilmu mengenai Epidemiologi.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan baik dalam penulisan maupun isi. Oleh karena itu,
penyusun memohon maaf dan mengucapkan banyak terima kasih atas
masukan serta saran untuk kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat baik bagi kami selaku penyusun maupun para
pembaca.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Sidoarjo, 20 April 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDULiKATA PENGANTARiiDAFTAR ISIiiiBAB 1PENDAHULUAN 11.1
Latar Belakang2
1.2 Tujuan2
1.2.1 Tujuan Umum2
1.2.2 Tujuan Khusus2
1.3 Sistematika Penulisan2
1.4 Manfaat 2BAB 2PEMBAHASAN3
2.1 Definisi Studi Case Control3
2.2 Tujuan Dan Ciri-Ciri Studi Case Control3
2.3 Kelebihan Dan Kekurangan Case Control4
2.4 Tahapan Studi Case Control5
2.5 Penentuan Rasio Odds12
2.6 Bias Dalam Studi Case Control15BAB 3PENUTUP16
3.1 Kesimpulan16
3.2 Saran16DAFTAR PUSTAKA171
3
16
17