-
1
PANDANGAN TOKOH AGAMA NAHDLATUL ULAMA (NU)
DI KECAMATAN JENANGAN KABUPATEN PONOROGO TERHADAP
PENGGUNAAN PLACENTA HEWAN HALAL SEBAGAI BAHAN
KOSMETIK DAN OBAT LUAR
SKRIPSI
Oleh:
TRI YUANA DEVI
NIM 210216004
Pembimbing:
Dr. H. MOH. MUNIR, Lc, M. Ag.
NIP. 196807051999031001
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
2020
-
2
ABSTRAK
Yuana Devi, Tri, 2020. Pandangan Tokoh Agama Nahdlatul Ulama
(NU) di
Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo terhadap Penggunaan
Placenta Hewan Halal sebagai Bahan Kosmetik dan Obat Luar.
Skripsi. Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah Institut
Agama Islam
Negeri (IAIN) Ponorogo. Pembimbing Dr. H. Moh. Munir, Lc, M.
Ag.
Kata Kunci: Pandangan Tokoh Agama, Placenta, Kosmetik Dan Obat
Luar. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
akhir-akhir ini
banyak kosmetika yang mengandung bahan tidak halal, bahan-bahan
yang
diragukan kehalalannya diantaranya placenta. Terhadap
permasalahan ini NU
mengeluarkan Keputusan Bathsul Masail dari Pondok Pesantren
“MUS” Sarang
Rembang, dari hasil keputusan bathsul masail tersebut terdapat 2
pendapat yaitu
boleh (mubah) dan haram dengan syarat tertentu. Permasalahan
tersebut akan
dikaji dalam Pandangan Tokoh Agama NU di Kecamatan Jenangan
Kabupaten
Ponorogo Terhadap Penggunaan Placenta Hewan Halal Sebagai Bahan
Kosmetik
Dan Obat Luar.
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1)
Bagaimana
pandangan tokoh agama NU di Kecamatan Jenangan Kabupaten
Ponorogo
terhadap penggunaan placenta hewan halal sebagai bahan kosmetik
dan obat luar?
(2) Bagaimana istidlal hukum tokoh agama NU di Kecamatan
Jenangan
Kabupaten Ponorogo tentang penggunaan placenta hewan halal
sebagai bahan
kosmetik dan obat luar? (3) Bagaimana relevansi pandangan tokoh
agama NU di
Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo tentang penggunaan
placenta hewan
halal sebagai bahan kosmetik dan obat luar?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, jenis penelitian yang
digunakan
adalah studi lapangan (field research) dengan pendekatan
kualitatif. Adapun
teknik pengumpulan datanya menggunakan teknik wawancara.
Sedangkan teknik
analisis data yang digunakan adalah teknik analisis, yaitu
reduksi, penyajian data
(display data) dan penarikan kesimpulan.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: (1) Pandangan tokoh
ulama
NU di Kecamatan Jenangan terkait hukum menggunakan placenta
hewan halal
sebagai kosmetik dan obat luar terbagi menjadi dua. Pertama,
mengaharamkan
sesuai dengan dalil al-Qur’an surat al-Baqarah: 173 tentang
keharaman bangkai,
HR. Muslim dari Nu’man ibn Bashir dan Keputusan Musyawarah
Masail Diniyah
Pondok Pesantren “MUS” Sarang Tahun 1997 M/1418 H. Kedua,
menghalalkan
placenta sesuai dengan salah satu poin putusan Keputusan
Musyawarah Masail
Diniyah Pondok Pesantren “MUS” Sarang Tahun 1997 M/1418 H. (2)
Metode
istinba>th yang digunakan tokoh agama NU Kecamatan Jenangan
Kabupaten
Ponorogo dalam menanggapi penggunaan placenta hewan halal
sebagai bahan
kosmetik dan obat luar telah sesuai, meskipun tidak semua metode
istinba>th
digunakan. (3) Pendapat tokoh agama NU terhadap penggunaan
placenta hewan
halal sebagai bahan kosmetik dan obat luar dominan mengharamkan
ternyata
tidak relevan dengan kehidupan masyarakat.
-
3
-
4
-
5
-
6
-
7
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk yang memiliki sifat bertanggung jawab
karena ia memiliki kemampuan untuk memilih secara sadar dalam
meraih
cita-cita dalam kehidupannya. Sadar akan hal itu berarti,
mengetahui
kondisi yang ada dan konsekwensi yang akan ditimbulkannya.1
Agama
Islam memiliki aturan-aturan yang menjaga manusia dari
kerusakan.
Menjauhkan manusia dari tiap-tiap zahrah kerendahan serta
seterusnya
yang membimbing manusia itu mencapai puncak kemuliaan,
kebahagiaan,
dan kesempurnaan.2
Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta
keberhasilan pembangunan akhir-akhir ini telah merambah seluruh
aspek
kehidupan manusia. Tidak saja membawa kemudahan, kebahagiaan,
dan
kesenangan, melainkan juga menimbulkan sejumlah persoalan.
Disisi lain
kesadaran keberagaman umat Islam, khususnya di Indonesia.
Pada
dasawarsa terakhir ini semakin tumbuh subur dan meningkat.
Sebagai
konsekuensi logis, setiap timbul persoalan, penemuan maupun
aktivitas
baru sebagai produk dari kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi,
1 Muhammad, R. Lukman Fauroni, Visi Al-Qur’an Tentang Etika dan
Bisnis, (Jakarta:
Salemba Diniyah, 2002), 99 2 Hasby Ash-Shiddieqy, Al-Islam II,
(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001), 202
-
8
memunculkan pertanyaan, bagaimanakah kedudukan hal tersebut
dalam
pandangan hukum Islam?3
Salah satu persoalan yang cukup mendesak yang dihadapi umat
Islam adalah membanjirnya produk obat-obatan dan kosmetika.
Sejalan
dengan ajaran Islam, umat menhendaki agar produk-produk yang
dikonsumsi tersebut dijamin kehalalan dan kesuciannya. Islam
pun
mengarahkan seruannya kepada seluruh manusia untuk
mengkonsumsi
yang halal, suci, dan baik.4 Dalam al-Qur’an disebutkan:
ۚ َْيَطونِ ا ًِِّ طنطيِّعًِبِ وتّنِ تتتيْ عِبوا خ طاَو تخ ا خّ
يتِ أنييُّهتِ خّنْيِسا َكَل خ مامْيِ فاي خّْأنَرُض حتلن ُإنْيها
ّنَكَم عتداويٌّ ماعُِبطن
Artinya: Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik
dari apa
yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-
langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah
musuh
yang nyata bagimu.5 (al-Baqarah; 2: 168)
يتِ أنييُّهتِ خّْهذاينت آمتنا خ َكَل خ ماَن طنطيِّعِبتِ ا متِ
رتزتْقنتَِكَم وتخَشَكراوخ ّالْهها ُإْ َكَنتاَم ُإيْيِ ُا
تتَوعِباداو ن
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki
yang
baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada
Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.6 (al-
Baqarah; 2: 172)
Ayat-ayat diatas menyatakan bahwa mengkonsumsi yang halal
hukumnya wajib karena merupakan perintah agama. Tetapi juga
3 Departemen Agama, Sistem Dan Prosedur Penerapan Fatwa Produk
Halal Majelis
Ulama Indonesia, (Jakarta: 2003), 25 4 Maskur Alie, Document
Placenta Berkarya Dan Berderma-Placenta Sebagai Bahan
Kosmetik, html,. Diakses 20 Januari 2020. 5 Kementerian Agama
RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya ( Surabaya : CV. Pustaka Agung
Harapan, 2006), 32. 6 Ibid., 32.
-
9
meNUnjukan bahwa mengkonsumsi yang halal merupakan salh satu
bentuk perwujudan dari rasa syukur dan keimanan kepada
Allah.
Sheikh Mufthafa> Dieb Al-Bugha> dalam al-Fiqh al-Manh}aji
‘ala al-
Madhhab al-Shafi’i> menjelaskan tiga kriteria hewan yang
halal
dikonsumsi menurut syariat Islam, pertama layak dikonsumsi
menurut
para Nabi, kedua tidak tergolong hewan buas, dan ketiga tidak
tergolong
hewan yang dianjurkan dibunuh. Maka dari itu, dapat di pahami
bahwa
tidak memenuhi salah satu dari kriteria tersebut, dapat
dikategorikan
sebagai hewan haram.7 Secara khusus, al-Qur’an menyebutkan
kriteria
hewan yang diharamkan dalam Q.S. Al-Maidah [4] ayat 3:
َنَة َتُن َاَنُزيُر وتمتِ َأهالْه ّاَغتَطُر خّلْهها ُِها
وتخّْماَن حاريِّمتَت عتلنَطَكما خّْمتَطتتَة وتخّدْيما وتّنَحما
خّْوتخّْمتَ َق ذنَة وتخّْماتترتديِّيتَة وتخّنْيواطحتَة وتمتِ أنكنلن
خّسْيعِباعا إُّْهِ متِ ذنكْهَطتاَم وتمتِ َذُِحت عتلنى
ۚ خّْطتَ مت يتئاست خّْهذاينت كنفنراوخ ماَن ۚ ذنَّٰاَكَم فاَسق
َْسِّما خ ُِِّْأنزَّنُِم خّنيُّصاُب وتأنْ تتَستتۚ خّْطتَ مت
أنْكمتْلتا ّنَكَم داينتَكَم وتأنَتمتَمتا عتلنَطَكَم َتَ ا َتَ هاَم
وتخَط ََ دايُنَكَم فنلنِ تتَتُِن ٍ َنَطرت ماتت ََمتصتة ۚ فنمتُن
خَضَورْي فاي مت ُنَومتتاي وترتضاطتا ّنَكما خُّْإَسلنِمت دايًنِ
َنَف ر رتحاطم ۚ فنُإ ْه خّلْههت ّاُإْثٍم Artinya: Diharamkan
bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi,
(daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang
tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan
diterkam
binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan
(diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan
(diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah,
(mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan.
Pada
hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk
(mengalahkan)
agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan
takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk
kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku,
7 Yola Nazelia Nukraheni, Budi Afriyansyah, Muhammad Ihsan,
Enthnozoologi
Masyarakat Suku Jeering Dalam Memanfaatkan Hewan Sebagai Obat
Tradisional Yang Halal,
Journal of Hakak Product and Research, Vol. 2 No. 2 Desember
2019, 64
-
10
dan telah Ku-ridhai Islam iu jadi agama bagimu. Maka barang
siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa,
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.8
(al-Ma>idah; 5: 3)
Teknologi pembuatan obat-obatan dan kosmetik sama pesatnya
dengan perkembangan teknologi pangan. Menurut wakil ketua
lembaga
pengakjian pangan, obat-obatan dan kosmetik, Majelis Ulama
Indonesia,
Anna P Roeslem, banyak kosmetika yang beredar di Indonesia
mengandung bahan tidak halal, bahan-bahan yang diragukan
kehalalannya
di antaranya placenta.9 Ari-ari (tembuni) atau dalam istilah
medis dikenal
dengan placenta yaitu, organ yang berbentuk cakram yang
menghubungkan janin dengan dinding Rahim yang menjadi jalan
perantara bagi pernafasan, pemberian makanan, dan pertukaran
zat
buangan antara janin dan darah ibu keluar dari Rahim mengikuti
janin
yang baru lahir.10
Placenta adalah organ yang terdapat di dalam rahim yang
terbentuk sementara saat terjadi kehamilan. Organ ini berbentuk
seperti
piringan dengan tebal sekitar satu inci, diameter kurang lebih
tujuh inci,
dan memiliki berat pada kehamilan cukup bulan, rata-rata 1/6
berat janin
atau sekitar 500 gram. Placenta atau ari-ari memiliki fungsi
utama untuk
mengusahakan janin tumbuh dengan baik. Hal itu terjadi
melalui
pemenuhan nutrisi yang berupa asam amino, vitamin, mineral
maupun
hasil pemecahan karbohidrat dan lemak yang diasup dari ibu ke
janin.
8 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 142. 9
http://www.halal.guid.info/contet/view/610/38 (Diakses pada 20
Januari 2010. Pukul
13.16 WIB) 10 Departemen pendidikan dan kebudayaan, kamus besar
bahasa Indonesia, 463
http://www.halal.guid.info/contet/view/610/38
-
11
Sebaliknya, zat hasil metabolisme dikeluarkan dari janin ke
darah ibu yang
juga melalui placenta. Placenta juga berfungsi sebagai alat
respirasi yang
memberi zat asam dan mengeluarkan karbondioksida. Selain itu
placenta
merupakan hormon, khususnya hormone korionik gonadotropi,
korionik
samato, mammotropin (placenta lactogen), estrogen maupun
progesterone
serta hormon lainnya yang masih dalam penelitian.11 Semula
placenta
digunakan dalam bidang farmasi, Karena organ ini mempunyai
fungsi
yang luas. Di antaranya adalah untuk menyembuhkan cacar bawaan,
terapi
kanker, kehilangan protein akut melalui luka bakar, infeksi
bakteri yang
berulang dan serius serta meningitis.
Kosmetik bagi wanita telah menjadi bagian hidup dalam
kesehariannya. Kosmetik mereka pakai untuk mempercantik diri
dan
merawat kecantikan itu agar tidak lekas pudar. Semakin maju
teknologi
semakin banyak pula alternatif-alternatif bahan baku kosmetik
yang
digunakan, sebagai contoh placenta, ekstrak placenta merupakan
sumber
protein yang bisa berasal dari hewan maupun manusia, biasanya
ia
menjadi bahan baku krem regenerasi untuk memperbaiki elastisitas
kulit
dan mencegah degenerasi sel, sehingga mengahsilkan fungsi kulit
yang di
inginkan. Tetapi tanpa informasi yang mendamai kepada konsumen
tidak
menutup kemungkinan masyarakat terjebak kepada produk yang
sebenarnya najis dan dilarang agama, preparat kosmetik yang
menggunakan placenta dan turunannya tidak jelas sumber placenta
yang
11
http://joharcom.blogspot.com/2012/11/hukum-penggunaan-organ-tubuh-placenta.htm,
(Diakses pada 20 Januari 2020. Pukul 14.27)
http://joharcom.blogspot.com/2012/11/hukum-penggunaan-organ-tubuh-plasenta.htm
-
12
digunakan. Apakah berasal dari placenta manusia atau hewan,
keduanya
memilki permasalahan yang sama ditinjau dari sudut
kehalalan.12
Banyaknya produk yang belum jelas kehalalannya, tentunya
sangat
membingungkan masyarakat yang dalam hal ini sebagai konsumen
atau
calon konsumen yang beragama Islam. Karena adanya ketidak
jelasan
tentang kehalalan penggunaan placenta hewan halal sebagai
bahan
kosmetik dan obat luar muncul pertanyaan apakah placenta aman
dan
halal untuk digunakan bagi masyarakat khususnya umat muslim?
Atas dasar itu Nahdlatul Ulama sebagai organisasi Islam terbesar
di
Indonesia melakukan istinbath hukum terhadap permasalahan ini
untuk
memberikan jawaban terhadap masalah sosial yang timbul di
masyarakat.
Sehingga NU mengeluarkan Keputusan Bathsul Masail dari
Pondok
Pesantren “MUS” Sarang Rembang, dari hasil keputusan bathsul
masail
tersebut terdapat 2 pendapat yang menjadi ketetapan yaitu
penggunaan
placenta yang berasal dari hewan halal untuk bahan kosmetik luar
dan obat
luar hukumnya boleh (mubah) karena bisa diambil manfaatnya
oleh
manusia dalam keadaan darurat, dan penggunaan placenta yang
berasal
dari bangkai hewan halal untuk bahan kosmetik dan obat luar
hukumnya
haram. Karena adanya 2 (dua) hukum tersebut muncul
keragu-raguan
dalam penggunaan placenta hewan halal sebagai bahan kosmetik dan
obat
luar.
12 http://www.hala.guid.info/contet/view/891/38 (Diakses pada 21
Januari 2020. Pukul
09.15)
http://www.hala.guid.info/contet/view/891/38
-
13
Berangkat dari permasalahan ini peneliti tertarik untuk
mengkaji
lebih dalam tentang pendapat tokoh agama Nahdlatul Ulama di
Kecamatan
Jenangan Kabupaten Ponorogo. Karena mayoritas masyarakat
Ponorogo
adalah golongan Nahdlatul Ulama (NU), maka sekecil apapun
pendapat
dari tokoh agama sangatlah berpengaruh terhadap pola pikir dan
kebiasaan
pada masyarakat. Dengan adanya berbagai pendapat itu tokoh
agama
Nahdlatul Ulama di Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo
juga
memiliki landasan atau pendapat mereka masing-masing. Dasar
hukum
yang dijadikan acuan para tokoh agama Nahdlatul Ulama di
Kecamatan
Jenangan Kabupaten Ponorogo ini berbeda-beda, oleh karena
itu
muncullah berbagai pendapat. Terjadinya perbedaan pendapat
atau
pandangan yang terjadi di kalangan tokoh agama Nahdlatul Ulama
di
Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo ini dikarenakan dasar
atau
landasan yang mereka ambil sebagai acuan juga berbeda dalam
hal
penafsirannya. Seperti pendapat dari Kyai Baderun Ismed Ilham
selaku
tokoh Agama di masyarakat Desa Ngrupit Kecamatan Jenangan
Kabupaten Ponorogo, menurut beliau, ari-ari/tembuni, atau
placenta yang
berasal dari hewan halal boleh untuk di konsumsi, karena
placenta
bukanlah bagian dari induk atau pun bagian dari pada janin, akan
tetapi
placenta adalah sesuatu yang mengikuti adanya janin terebut,
jadi
hukumnya adalah boleh atau halal untuk dikonsumsi.13
13 Kyai Baderun Ismed Ilham, Hasil wawancara, pada tanggal 6
Juni 2020.
-
14
Selanjutnya pendapat dari KH. Sunarto beliau menjelaskan
bahwa
apabila seekor induk melahirkan janin yang membawa ari-ari
atau
placentanya kemudian diambil placentanya untuk dimanfaatkan
hukumnya adalah haram, Lain hal nya apabila placenta yang di
ambil
berasal dari induk yang telah disembelih, dalam artian janin
masih dalam
kandungan induk, maka hukum nya adalah halal.14
Dari beberapa keterangan yang peneliti peroleh, perlu adanya
kajian atau penelitian lebih lanjut mengenai pendapat-pendapat
para
Ulama NU di Kabupaten Ponorogo. Untuk itu peneliti akan mengkaji
lebih
lanjut dalam sebuah karya yang berbentuk skripsi dengan
judul
“Pandangan Tokoh Agama Nahdlatul Ulama di Kecamatan Jenangan
Kabupaten Ponorogo Terhadap Penggunaan Placenta Hewan Halal
Sebagai Bahan Kosmetik dan Obat Luar”
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka penyusun merumuskan pokok
masalah yang selanjutnya dapat dijadikan fokus utama dalam
penelitian
ini. Rumusan masalah tersebut adalah:
1. Bagaimana pandangan tokoh agama NU di Kecamatan Jenangan
Kabupaten Ponorogo terhadap penggunaan placenta hewan halal
sebagai bahan kosmetik dan obat luar?
14 Hasil wawancara, pada tanggal 16 Juni 2020
-
15
2. Bagaimana istidlal hukum tokoh agama NU di Kecamatan
Jenangan
Kabupaten Ponorogo tentang penggunaan placenta hewan halal
sebagai bahan kosmetik dan obat luar?
3. Bagaimana relevansi pandangan tokoh agama NU di Kecamatan
Jenangan Kabupaten Ponorogo tentang penggunaan placenta
hewan
halal sebagai bahan kosmetik dan obat luar?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini, ialah:
1. Untuk mengetahui bagaimana pandangan tokoh agama NU di
Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo tentang penggunaan
placenta hewan halal sebagai bahan kosmetik dan obat luar.
2. Untuk mengetahui istidlal hukum tokoh agama NU di
Kecamatan
Jenangan Kabupaten Ponorogo tentang penggunaan placenta
hewan
halal sebagai bahan kosmetik dan obat luar.
3. Untuk mengetahui relevansi pandangan tokoh agama NU di
Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo tentang penggunaan
placenta hewan halal sebagai bahan kosmetik dan obat luar.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Hasil dari penelitian ini secara teoritis diharapkan
bermanfaat
untuk memberikan pemahaman dan juga sumbangsih pemikiran
dalam
-
16
rangka memperkaya pengetahuan di bidang muamalah khususnya
mengenai hukum penggunaan placenta hewan halal sebagai bahan
kosmetik dan obat luar.
2. Secara Praktis
Hasil dari penelitian ini secara praktis diharapkan dapat
bermanfaat bagi masyarakat dan lembaga terkait, seperti
lembaga
peradilan ataupun para tokoh ulama, yaitu dapat dipakai
sebagai
sumbangan pemikiran atau sebagai bahan masukan untuk
memecahkan
permasalahan yang terkait penggunaan placenta hewan halal
sebagai
bahan kosmetik dan obat luar yang masih mengandung
kontroversi.
E. Telaah Pustaka
Pada bagian ini peneliti mencantumkan hasil berbagai hasil
penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian yang hendak
dilakukan,
kemudian dengan cara membuat ringkasannya, baik penelitian yang
sudah
terpublikasikan atau masih belum terpublikasikan. Sudah menjadi
sebuah
prosedural studi dalam dunia akademisi, bahwa tidak ada satupun
bentuk
karya seseorang yang terputus dari usaha intelektual yang
dilakukan
generasi sebelumnya, yang ada adalah rantai kaderisasi
intelektual,
kesinambungan pemikiran dan kemudian dilakukan modifikasi
yang
signifikan. Penulisan ini juga merupakan mata rantai dari
deretan karya
tulis ilmiah dari peneliti pendahulu. Sejauh penelusuran
peneliti, terhadap
beberapa penelitian yang berkaitan dengan masalah yang akan
diteliti.
Diantaranya adalah penelitian:
-
17
Pertama: Skripsi yang ditulis oleh Mirnawati Umar
Universitas
Islam Negeri Makassar (UIN ALALUDDIN) Makassar, tahun 2017.
Dengan judul Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penggunaan
Placenta
Manusia Sebagai Bahan Kosmetika Anti Aging Suntik Pemutih
(Studi
Kasus terhadap Pendapat MUI Kota Makassar).15 Rumusan masalah
dalam
penelitian ini adalah: 1.) bagaimana pandangan MUI Kota Makassar
dalam
menetapkan hukum penggunaan placenta manusia sebagai bahan
kosmetika? 2.) Apa jenis produk kosmetik yang mengandung
placenta
manusia sebagai bahan kosmetika? 3.) Analisis hukum Islam
terhadap
penggunaan placenta manusia sebagai bahan kosmetika?. Dimana
dalam
skripsi ini menjelaskan keseluruhan inti Alasan dan dasar
hukum
mengenai placenta manusia dan atau hewan adalah Manusia
sangat
dimuliakan dalam Islam sehingga diharamkan memanfaatkan organ
tubuh
manusia. Dalam Islam pengobatan juga dianjurkan karena untuk
memelihara jiwa dan termasuk tujuan syari' ah. Fatwa MUI
mengenai
penggunaan organ tubuh manusia bagi kepentingan obat-obatan
dan
kosmetika hukumnya haram kecuali dalam keadaan dharurat
sya’iyah.
Keadaan dharurat disini adalah keadaan dimana masuk ke dalam
tingkatan
dharuriyat dalam arti jika ia tidak ada maka kehidupan menjadi
rusak.
Sehingga mau tidak mau harus terpaksa atau dharurat sebagai
satu-satunya
jalan karena tidak adanya alternatif lain untuk pengobatan.
Darurat disini
15 Mirnawati Umar, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penggunaan
Placenta Manusia
Sebagai Bahan Kosmetika Anti Aging Suntik Pemutih (Studi Kasus
terhadap Pendapat MUI Kota
Makassar,” Skripsi (Makassar: UIN ALALUDDIN, 2017), iii
-
18
dibatasi sebatas menghilangkan kemadharatan (kebinasaan) dan
tidak
boleh lebih dari itu. Dengan adanya alasan yang kuat dari MUI
bahwa
penggunaan kosmetik yang mengandung placenta maka dari itu
sangatlah
berdampak terhadap bagi kaum muslimin yang menggunakan
produk
tersebut karena Melakukan Suntik Pemutih (placenta) memberikan
kadar
cukup tinggi di dalam darah, tetapi jumlah tersebut akan diserap
ke
berbagai organ tubuh manusia dan hanya sebagian saja yang
menyerap ke
kulit, sehingga efektivitasnya pun dapat bervariasi pada setiap
orang.
Kedua: Skripsi yang ditulis oleh Ahmad Sonifuniam
Universitas
Islam Negeri Jakarta (UIN SARIF HIDAATULLAH) tahun 2008.
Dengan
judul Penggunaan Organ Tubuh Manusia Bagi Kepentingan Obat
Dan
Kosmetika (Analisis Keputusan Fatwa Ulama Indonesia No. 2
tahun
2002).16 Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1.) Apa
hukum
penggunaan organ manusia untuk untuk kepentingan obat-obatan
dan
kosmetika menurut fatwa MUI? 2.) Bagaiamna istinbath hukum
yang
dilakukan MUI? 3.) Apa batasan darurat yang diperbolehkan
MUI?.
Dimana dalam skripsi ini menjelaskan keseluruhan inti Dimana
dalam
skripsi ini menjelaskan keseluruhan inti bahwa dalam menetapkan
fatwa
MUI menggunakan metode istinbath hukum qias dengan
menghubungkan
suatu kejadian ang tidak hubungan nash.a kepada keajdian lain
ang ada
nash. Dengan berdasarkan Qur’an, Sunnah, Kitab dan Fiqh. MUI
16 Ahmad Sonifuniam, “Penggunaan Organ Tubuh Manusia Bagi
Kepentingan Obat Dan
Kosmetika (Analisis Keputusan Fatwa Ulama Indonesia No. 2 tahun
2002),” Skripsi (Jakarta: UIN
SYARIFHIDAYATULLAH, 2008), v
-
19
mempertimbangkan dimana kemaslahatan menjadi tujuan akhir
disariatkanna hukum Islam. Dengan demikian kemaslahatan jiwa
lebih
utama atau penting sehingga MUI mengeluarkan fatwa tersebut.
Ketiga: Skripsi yang ditulis oleh Nikmah Institut Agama
Islam
Negeri (IAIN WALI SONGO) Semarang tahun 2007. Dengan judul
Studi
Analisis Keputusan Fatwa Musawarah Nasional Majelis Ulama
Indonesia
No. 2/MUNAS-VI/MUI/2000 Tentang Penggunaan Organ-Organ Tubuh
Bagi Kepentingan Obat-Obatan Dan Kosmetika.17 Rumusan
masalah
dalam penelitian ini adalah: 1.) Bagaimana batasan darurat dalam
fatwa
musyawarah nasional VI majelis ulama Indonesia nomor:
2/MUNAS-
VI/MUI.2000 tentang penggunaan organ tubuh bagi kepentingan
obat-
obatab dan kosmetika? 2.) Bagaimana istinbath hukum yang
dilakukan
MUI dalam menetapkan hukum penggunaan organ tubuh bagi
kepentingan
obat-obatan dan kosmetika?. Yang pada inti dari ini adalah Dalam
Islam
pengobatan juga dianjurkan karena untuk memelihara jiwa dan
termasuk
tujuan syari'ah. Fatwa MUI mengenai penggunaan organ tubuh
manusia
bagi kepentingan obat-obatan dan kosmetika hukumnya haram
kecuali
dalam keadaan dharurat syar’iyah. Keadaan dharurat disini adalah
keadaan
dimana masuk ke dalam tingkatan dharuriyat dalam arti jika ia
tidak ada
maka kehidupan menjadi rusak. Sehingga mau tidak mau harus
terpaksa
17 Nikmah, “Studi Analisis Keputusan Fatwa Musawarah Nasional
Majelis Ulama
Indonesia No. 2/MUNAS-VI/MUI/2000 Tentang Penggunaan Organ-Organ
Tubuh Bagi
Kepentingan Obat-Obatan Dan Kosmetika,” Skripsi (Semarang:
Institut Agama Islam Negeri Wali
Songo, 2007)
-
20
atau dharurat sebagai satu-satunya jalan karena tidak adanya
alternatif lain
untuk pengobatan. Darurat disini dibatasi sebatas
menghilangkan
kemadharatan (kebinasaan) dan tidak boleh lebih dari itu.
Sedangkan
menggunakan organ tubuh sebagai kosmetika diharamkan karena
ia
termasuk kedalam tingkatan takhsiniyah.
F. Metodologi Penelitian
Dalam menyusun suatu karya ilmiah penggunaan metode
sangatlah
dipelukan karna disamping untuk mempermudah penelitian juga
sebagai
cara kerja yang efektif dan untuk memperoleh hasil yang
dapat
dipertanggung jawabkan.
1. Jenis Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
field research (penelitian lapangan), jenis penelitian ini
diperoleh
melalui teknik wawancara dengan memperoleh informasi dari
informan dan Ulama Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Ponorogo
dalam memberikan keterangan mengenai penggunaan placenta
hewan
halal sebagai bahan kosmetik dan obat luar. Pendekatan yang
dipakai
dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yaitu tata
cara
penelitian dengan menggunakan pengamatan atau wawancara.18
Karena penelitian ini meneliti langsung mengenai pendapat
Ulama
Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Ponorogo tentang penggunaan
placenta hewan halal sebagai bahan kosmetik dan obat luar.
18 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya,
2009), 11.
-
21
2. Kehadiran Peneliti
Kehadiran peneliti dalam hal ini sebagai pengamat partisipan
atau pengamat penuh. Dimana dalam pengumpulan data, peneliti
datang di tempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut
terlibat
dalam kegiatan tersebut. Dalam hal ini, peneliti melakukan
pengumpulan data, menyatakan terus terang kepada subjek
penelitian
sebagai sumber data, bahwa peneliti sedang melakukan
penelitian.
Jadi, mereka subjek penelitian yang diteliti mengetahui sejak
awal
sampai akhir tentang aktifitas peneliti.19
3. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian ini akan dilakukan di Kecamatan
Jenangan Kabupaten Ponorogo. Peneliti memilih lokasi ini
karena
mayoritas masyarakat yang ada di Kecamatan Jenangan ini
adalah
golongan Nahdlatul Ulama. Dan di daerah masih kurang
memahami
tantang kehalalan dari penggunaan placenta sebagai kosmetik dan
obat
luar. Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di
daerah
tersebut.
4. Data dan Sumber Data
a. Data
Penelitian untuk menyusun skripsi ini, menjadi suatu hasil
penelitian yang sesuai dengan permasalahan yang ingin
penulis
bahas, maka diperlukan data-data valid terkait analisis
terhadap
19 M. Djunaidi Ghony, Metode Penelitian Kualitatif (Jogjakarta:
Ar- Ruzz Media, 2002),
173.
-
22
penggunaan placenta hewan halal sebagai bahan kosmetik dan
obat
luar. Di antara data-data tersebut ialah data tentang tokoh
agama
Nahdlatul Ulama di Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo.
b. Sumber Data
Sumber Data Primer dari penelitian ini adalah hasil
wawancara Tokoh Agama Nahdlatul Ulama (NU) Kecamatan
Jenangan Kabupaten Ponorogo, untuk mendapatkan keterangan
yang dibutuhkan dalam penelitian. Adapun subyek tokoh agama
yang dimaksud di sini adalah orang-orang yang berpengaruh di
masyarakat Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo, maupun di
lingkungannya dan baik pengurus struktural NU maupun
nonstruktural NU.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan dua cara,
yaitu:
a. Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh penjelasan untuk
mengumpulkan informasi dengan menggunakan cara tanya jawab
dengan bertatap muka melalui media telekomunikasi antara
pewawancara dengan orang yang diwawancarai.20
Dalam hal ini wawancara digunakan oleh peneliti untuk
menanyakan pertanyaan yang sudah terstruktur terhadap
informan,
yaitu tokoh agama Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Ponorogo.
20 Abdurrahman Fathoni, Metodologi Penelitian dan Teknik
Penyusunan Skripsi (Jakarta:
PT Asdi Mahasatya, 2006), 105.
-
23
Peneliti mengambil beberapa informan tokoh agama Nahdlatul
Ulama (NU) Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo,
diantaranya:
1) Kyai Baderun Ismed Ilham selaku tokoh agama masyarakat di
Desa Ngrupit Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo
2) KH. Turmudzi Hasan selaku anggota dari Majelis Wakil
Cabang Nahdlatul Ulama Kecamatan Jenangan, dan juga
Lembaga Bathsul Masail Nahdlatul Ulama Kecamatan
Jenangan
3) KH. Sunarto selaku anggota dari Rois Surya Nahdlatul
Ulama
Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama Kecamatan Jenangan
dan juga selaku Ketua Majelis Ulama Indonesia Kecamatan
Jenangan.
4) Gus Hafid (Abdullah Hafid) selaku pimpinan Pondok
Pesantren Tahfidzul Qur’an.
5) KH. Murhadi selaku pimpinan Pondok Pesantren Hidayatul
Mu’tadiin.
6) Muhammad Busro, M. Pd. I selaku pimpinan Pondok Pesantren
Sunan Kalijaga.
6. Analisis Data
Metode teknik analisis data ini menggunakan konsep yang
diberikan Miles dan Huberman. Model Miles dan Huberman
adalah
analisis data dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung,
dan
-
24
setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada
saat
wawancara peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban
yang
diwawancarai, setelah di analisis terasa belum memuaskan,
maka
peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap
tertentu
dimana diperoleh data yang dianggap kredibel.21 Setelah
proses-proses
tersebut brlangsung maka tahap selanjutnya adalah:
a. Data Reduction (Reduksi Data) adalah merangkum, memilih
hal-
hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari
tema
dan pola nya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian
peneliti akan memperoleh gambaran yang jelas.
b. Data Display (Penyajian Data) adalah sekumpulan informasi
tersusu yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan
dan pengambilan tindakan.
c. Conclusing Drawing (Penarikan Kesimpulan) adalah analisis
data
terus menerus, baik slama maupun ssudah pengumpulan data
untuk
menarik kesimpulan.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Pengecekan keabsahan data dalam suatu penelitian yang
bersifat
kualitatif sangat penting dilakukan. Hal ini bertujuan untuk
menjamin
ketepatan hasilyang telah di peroleh dengan interpretasinya.22
Dalam
21 Anton Bahktiar dan Ahmad Zubaker, Metodologi Penelitian
Filsafat (Yogyakarta:
Kansius, 1997), 336 22 J.R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif.
Jenis Karakteristik dan Keunggulannya,
(Jakarta: Grasindo, 2010), 133
-
25
penelitian ini untuk mengecek keabsahan data peneliti
menggunakan
metode trianggulasi.
Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk
keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.
Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan metode triangulasi data.
Triangulasi data merupakan suatu penggunaan beragam sumber
data
dalam suatu kajian.23
Dalam hal ini peneliti menggali data dengan cara
mewawancarai
Ulama Nahdlatul Ulama (NU) yang memiliki pengetahuan akademis
di
bidang nya masing-masing.
G. Sistematika Pembahasan
Agar pembahasan dalam skripsi ini terarah dan sistematis,
maka
penulis memaparkan sistematika pembahasan sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini merupakan gambaran dari seluruh isi skripsi yang
ditulis yang meliputi latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian
pustaka, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
23 Michael Quinn Patton, Metode Evaluasi Kualitatif (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2006),
99
-
26
BAB II : BINATANG HALAL DAN HARAM DALAM ISLAM,
BAH}TH AL-MASA
-
27
Bab ini berisikan pembahasan dari berbagai hasil
pengumpulan data dan analisis mengenai penelitian
diantaranya mengenai Penggunaan Placenta Hewan Halal
Sebagai Bahan Kosmetik Dan Obat Luar.
BAB V : PENUTUP
Bab terakhir ini ditarik kesimpulan dari semua materi yang
telah dijelaskan dalam bab-bab sebelumnya, yang meliputi
dua ide pokok, yaitu kesimpulan dan saran.
-
28
BAB II
BINATANG HALAL DAN HARAM DALAM ISLAM, BAH}TH AL-
MASA
-
29
al-Baiz}awi merumuskan haram dengan sesuatu perbuatan yang
pelakunya
dicela.25
2. Dasar Hukum Hewan Halal dan Haram
a. Al-Qur’an
َانُزيُر وتمتِ َأهالْه ّاَغتَطُر خّلْهها ُِها حاريِّمتَت
عتلنَطَكما خّْمتَطتتَة وتخّدْيما وتّنَحما خَّْنَة وتخّْمتَ َق ذنَة
وتخّْماتترتديِّيتَة وتخّنْيواطحتَة وتمتِ أنكنلن خّسْيعِباعا إُّْهِ
متِ ذنكْهَطتاَم َتُن وتخّْماَن
ۚ ذنَّٰاَكَم فاَسق ۚ َْسِّما خ ُِِّْأنزَّنُِموتمتِ َذُِحت عتلنى
خّنيُّصاُب وتأن تتَستت
Artinya: Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu
bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika
disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi Barangsiapa
dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka
tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. al-Baqarah: 173)26
َتعِبتِْ ئاثن وتياحاَل ّنهاما خّْوْهُطعِبتِ ا وتياحتريِّما
عتلنَطُهما خّْ
Artinya: ...dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik
dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk... (QS. al-A’ra>f
[7]: 157)27
َنهتِ ّنَكَم فاَطهتِ داَفءٌّ وتمتنتِ فاعت وتماَن هتِ تتْأَكَلَ
نوتْخّأنَنوتِمت طتلن
Artinya: Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk
kamu;
padanya bulu yang menghangatkan dan berbagai manfaat,
dan sebahagiannya kamu makan. (Q.S. al-Nah}l [16]: 5)28
ها ت خّْهذاَي طتلنقت ّنَكَم متِ فاَي خّأنَرُض جتماَطًوِ
25 Ibid., 523. 26 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan
Terjemahannya (Surabaya: CV.
Pustaka Agung, 2006), 32. 27 Ibid., 228. 28 Ibid., 354.
-
30
Artinya: Dia-lah Allah yang menjadikan segala yang ada di
bumi
untuk kamu... (QS. Al-Baqarah [2]: 29)29
b. Hadis Rasulullah
Artinya: Yang halal itu sudah jelas dan yang haram pun sudah
jelas;
dan di antara keduanya ada hal-hal yang musyta-bihat
(syubhat, samar-samar, tidak jelas halal haramnya),
kebanyakan manusia tidak mengetahui hukumnya. Barang
siapa hati-hati dari perkara syubhat, sungguh ia telah
menyelamatkan agama dan harga dirinya... (HR. Muslim
dari NU’man ibn Bashir).
ّْهلها فاَي كاتتُِِها، وتمتِ خنّْحتلِنَل متِ أنحتلْه خّْهلها
فاَي كاتتُِِها، وتخّْحترتخما متِ حترْي خجه(ستكنتت عتَنها فنها ت
مامْيِ عتفنِ عتَنها )خطرجه خّترمذي وخِن مِ
Artinya: Yang halal adalah sesuatu yang dihalalkan oleh
Allah
dalam Kitab-Nya, dan yang haram adalah apa yang di-
haramkan oleh Allah dalam Kitab-Nya; sedang yang tidak
dijelaskan-Nya adalah yang dimaafkan. (HR. al-Tirmidhi
dan IbNU Ma>jah dari Salman al-Farisi).
3. Klasifikasi Hewan Halal dan Haram
a. Binatang yang Halal
1) Binatang Ternak
Semua binatang ternak halal dimakan, berdasarkan firman
Allah
SWT dalam Surat al-Ma>idah ayat 1:
29 Ibid., 6.
-
31
ََ داۚ َف ْخ ُِٱلۚ ْخ أنوۚ أنييُّهتِ ٱّْهذاينت ْءخمتنا ۚ يتَٰ
ّنَكم ِتُهطمتَة ۚ َأحالْهت ۚ عادا ۚ رت ماحالهِّي ٱّصْييۚ َني ۚ َكمۚ
ّنىَٰ عتلنيۚ عتَُٰم إُّْهِ متِ ياتۚ أن ۚ ٱل
َكما متِ ياُريدا ۚ ُإ ْه ٱّلْههت يتح ۚ حارام ۚ وتأننتام Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.
Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan
dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak
menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan
haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum
menurut yang dikehendaki-Nya.30 (QS. al-Ma>idah; 5: 1)
2) Belalang dan Ikan Laut
Para ulama menjelaskan, boleh memakan belalang walau
sudah menjadi bangkai. Binatang ini halal sebagaimana
terdapat
dalil dari hadits Rasulullah Saw., yaitu:
َترتخدا وتأنمْيِ خّدْيمتِ ا َأحالْهَت ّننتِ متَطتتتتِ ا وتدتمتِ
ا فنأنمْيِ خّْمتَطتتتتِ ا فنِّْحا ا وتخّْ فنِّْكنعِبدا
وتخّوهِّحتَِل
Artinya: Kami dihalalkan dua bangkai dan darah. Adapun dua
bangkai tersebut adalah ikan dan belalang. Sedangkan dua
darah tersebut adalah hati dan limpa. (HR. Ahmad 2:97 dan
IbNU Majah no. 3314. Syaikh Al Albani mengatakan
bahwa hadits ini shahih)
Binatang laut yang hidupnya di dalam laut semuanya halal,
baik berupa ikan ataupun bukan, mati karena ada penyebabnya
ataupun mati sendiri.10 Sebagimana Firman Allah:
30 Ibid., 141.
-
32
ۚ وتّالسْيطْيِرتةا ۚ متتتواِ ّْهَكم ۥُر وتطنوتِماها ۚ ِتحۚ دا
ٱلۚ صتي ۚ َأحالْه ّنَكمََ ْخ ٱّلْههت ۚ حارامِ ۚ تامۚ ِتريِّ متِ
دامۚ دا ٱلۚ صتي ۚ َكمۚ وتحاريِّمت عتلني وتٱتْي
شتراو ن ۚ ُا تاحۚ إُّني ۚ ٱّْهذاي
Artinya: Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan
(yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu,
dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan
diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat,
selama kamu dalam ihram. Dan bertakwalah kepada Allah
Yang kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan.31 (QS. al-Ma>idah;
5: 96)
b. Binatang yang Haram
1. Binatang yang diharamkan oleh Al-Qur’an hanya satu, yaitu
babi.
Sebagaimana firman Allah SWT berikut ini:
ۚ طانُزيُر وتمتِۚ مت ٱلۚ تتةن وتٱّدْيمت وتّنحۚ متيۚ َكما ٱلۚ
ُإنْيمتِ حترْيمت عتلنيَنيۚ فنمتُن ٱض ۚ ُر ٱّلْههاۚ َأهالْه ُِها
ّاَغتي ۚ رت ِتُِغ وتّنِ عتِدا فنلنِۚ َطرْي
َنَف ر رْيحاطم ۚ ُاۚ مت عتلنيۚ ُإث ُإ ْه ٱّلْههت
Artinya: Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu
bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika
disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa
dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka
tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.32 (al-Baqarah; 2: 173)
2. Setiap hewan yang bertaring dan digunakan untuk menyerang
mangsanya, seperti hewan liar (singa, serigala, macan tutul
dan
31 Ibid., 164. 32 Ibid., 32.
-
33
macan kumbang) atau piaraan (kucing, anjing) haram untuk
dimakan.
َكلَُّ ذاي نتٍِب ماَن خّسُِّّعِبتُِع فنأنْكَلها حترتخم
Artinya: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang
memakan setiap hewan buas yang bertaring. (HR. Bukhari
no. 5530 dan Muslim no. 1932)
3. Binatang yang ketika disembelih disebut nama selain Allah.
Ini
berarti juga binatang yang disembelih untuk selain Allah.
4. Binatang yang tidak boleh dimakan yaitu yang disebut
jallalah.
Jallalah adalah binatang yang memakan kotoran, baik unta,
sapi,
kambing, ayam, angsa, dll sehingga baunya berubah. Jika
binatang
itu dijauhkan dari kotoran (tinja) dalam waktu lama dan
diberi
makanan yang suci, maka dagingnya menjadi baik sehingga
julukan jallalah hilang, kemudian dagingnya halal.33
B. Bah}th al-Masa>’il NU terkait Placenta dalam Keputusan
Musyawarah
Masail Diniyah Pondok Pesantren “MUS” Sarang, Rembang Tahun
1997 M./ 1418 H.
Dalam fatwa yang dikeluarkan oleh Lembaga Bah}th al-Masa>’il
NU,
para ulama terlebih dahulu mendeskripsikan masalah yang akan
dibahas,
seperti halnya pada kasuus penggunaan placenta sebagai bahan
obat,
berdasarkan hasil deskripsi, bahwasanya hormon progesteron yang
menjadi
bahan utama obat penunda haid atau menstruasi agar tercipta
kesucian semu,
33 Siti Sulaekhah dan Yuli Kusumawati, “Halal dan Haram Makanan
dalam Islam”,
Jurnal Suhuf, Vol. XVIII, No. 1, Mei 2005, 31.
-
34
ternyata bahan dasarnya adalah hormon yang diproduksi placenta
(ari-ari /
dulur bayi - jawa) perusahaan farmasi dinegeri RRC juga
memproduksi obat
asma dengan placenta tersebut.
Ekstrak placenta merupakan sumber protein yang bisa berasal
dari
hewan maupun manusia, biasanya ia menjadi bahan baku krem
regenerasi
untuk memperbaiki elastisitas kulit dan mencegah degenerasi sel,
sehingga
mengahsilkan fungsi kulit yang di inginkan. Tetapi tanpa
informasi yang
mendamai kepada konsumen tidak menutup kemungkinan masyarakat
akan
terjebak kepada produk yang sebenarnya najis dan dilarang agama,
preparat
kosmetik yang menggunakan placenta dan turunannya tidak jelas
sumber
placenta yang digunakan. Apakah berasal dari placenta manusia
atau hewan,
keduanya memilki permasalahan yang sama ditinjau dari sudut
kehalalan.
Karena semakin pesatnya teknologi dan maraknya kosmetik dan obat
yang
menggunakan bahan dasar placenta. Maka timbullah pertanyaan
sebagai
berikut, bagaimana hukum memproduksi obat-obatan dengan
mengambil
bahan-bahan dari placenta atau dari bahan tubuh manusia yang
terlepas?. Dan
bagaimana pula hukum mengkonsumsinya?34
Adapun jawaban dari pertanyaaan tersebut adalah, hukum
memproduksi obat-obatan tersebut tidak boleh (HARAM). Yang
berdasrkan
dalil di bawah ini:
1. Mughni Muh}taj Juz IV Hal. 307.
34 Hasil Bah}th al-Masa>’il Nahdlatul Ulama Pondok Pesantren
“MUS” Sarang, Rembang
Tahun 1997 M./ 1418 H. 1
-
35
َتواَطُب خّْ َتَطخ خّْوتلِنمتةاماحتمتَدخّْ َطُنَي متِ نتصتها
عُِبوتفاى ماََغُنى خّْماَحتتُِج خّا ماَن َاَ
زاطنعَِبحاهتِوتِّنشتَطهتِ ّامتِفاَطهت)تتَنعِبَطه ( حتَطَث جت
تَزنتِأنْكَل متَطتتةاخّأندتماَي خّْماَحتترتُم ِّنيت
َتطرافنَغتَطرا ُا ِتَطنت أنْكلاها ُنطًأوتمتْوعِباَ َاًطِهاتتَك
حاَرمتتاها وتيتتت ًطِوتمت
2. Hashi>yah Sulaiman Al Jamal Juz II Hal. 190.
َتَطرتماى متِ نتصتها َتَطخ سالنَطمتِْ خّْعِبا َتواَطُب خّا
َتَطرتماى عتلنى خّْ وتفاى خّْعِباَاهتِ( قنطتدت ُا ْخّأنْذراعاى
ُِِّْماَحتترتُم وْخّأنَوجاها ْخّأنَطذاُُِإْطلِنقاُهَم وتمتحتَل َاَ
زاطنعَِب )قن ََّها ِّن يت
َاهت وتشتَطهت حتَط َث خنَمكنُن أنْكَلها ُنَطًأوتُإِّنطتزت. خهـ م
دخَمتانتِعت طنعَِب3. Al-Bujairomi ‘Alal Khot}ib Juz IV, hal.
272.
َتمتْل متِنتصتها َتَطخ سالنَطمتِ خّْ َتمتْل خّْ َتَطخ سالنَطمتِ
خّْ وتفاى حتِشتَطةا خَّْتلِنُص فنكن َاَطمتَةخّْماستمتِةاُِِّْ
َْونعا مانت خّْ تّندافنُهيت وتعاعِبتِرتَةخّْعِبتَرمتُِوى أنمتِ
خّْمت َاَزءِّّاأننتهتِتت ِّْ
َاَطمتَة خّْتاى فاَطهتِخّْ تّندافنلنَطستتا جاَزًءخمانت خَّأُم
وتِّنمانت خّْ تّندا جاَزءٌّماَنها، وتأنمتِخّْمت
4. Taushih hal. 38.
َتُِوى مانتها وتفاى خّتتَ شتَطخ ماحتمتَد نت تُوى ِتُن
عامتَرخَّْنَ ّاها ِّنّاحاَرمتتاهتِ متَطتتَةخّآدتماي( فنُإنتهتِوتُإْ
حترتمتض تتنتِواَّهتِماْولنًق أنَى كنَثرت )وتطترتجت ُِ
ِّاأن ن خّْحاَرمتةن خّْذنختاطتةَ َتِستتاهتِ ِتْل ِّاَحتترتخماهتِ
وتّنَ حتَرًُِط أنَوقنلن فاى حتلن خُّإَطتاطتِرُّنكانتها ِّنّانت
ثنُِِتتةٌّنها
Dan adapun hukum untuk menkonsumsinya adalah tidak boleh
(HARAM). Karena sebagaimana hukum asal nya adalah haram, maka
hukum
untuk mengkonsumsinya pun juga haram. Bahan produksi obat
dengan
-
36
mengambil bahan dari bagian tubuh manusia yang terlepas dari
bagian
tubuhnya, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ahli
fiqih:35
a. Haram hukumnya, karena bagian tubuh manusia tidak boleh
dimanfaatkan
selaras dengan prinsip penghormatan kepada karomah
insaniyyah.
b. Menurut para ahli fikih dari madzhab Hambali diperbolehkan,
karena bisa
diambil manfaat oleh sesama manusia, seperti kulit badan manusia
karena
kondisi darurat.
Akan tetapi ada pengkhususan untuk penggunaan placenta (al-
mashi>mah) setelah terlepas dari rahim dan bayinya, boleh
dimanfaatkan
karena bukan lagi berstatus sebagai bagian manusia dan tanpa
dimanfaatkanpun pasti hancur (mustahlak). Hal ini didasarkan
pada Kitab al-
Majmu' Sharah Al-Muhadhdhab juz 9 halaman 45:
َْونعت ماَن أَعضتِءِّ ُا َاَطُر ُا ُِلِن طالِنف وتّنَطست
خَّغتَطرا خْ يت َْونعت ماَن متَوصا ُم َا زا خْ يت وتِّن يت .شتَطًئِ
ّاطتَدفنوتها إُّنى خّماَضونريِّ ُِلِن طالِنف صترتحت ُِها ُإمتِما
خّحترتمتَطُن وتخّأنَصحتِبا
Dan tidak boleh memotong anggota badan yang dihormati dari
orang
lain, tanpa ada perbedaan pendapat. Dan tidak boleh orang lain
memotong
sesuatu dari anggota-anggota badannya untuk diberikan kepada
orang yang
sangat memerlukannya, tanpa ada perbedaan pendapat. Imam
Haromain dan
pendukung madhab Shafi>'i menjelaskannya.
ِّنَم يتَكَن ذنّاكت خَّغتَطرا نتعُِبطًيِ ( وتيتَحراما قنْوواها(
خى خّعِبتَوُض ماَن نتْفسِّها )ّاَغتَطُر ُا( وتّن ماَضونرًيخ
متََُطبا ّنها ذنّاكت .فنطت
35 Ibid., 2
-
37
Hashi>yah Ash Sheikh Sulaiman al-Jamal Sharah al-Minhaj juz
2
halaman 190:
َا َاَزوتعاعِبتِرتَة خّعِبتَرمتُ ييِّ أمْيِ خّمت َتلِنُص فنكنِّ
َْونعا مانت خّ تّندا َطمتَة خّماستميِنَة ُِِّ ءِّ ّأننْيهتِ
تاَاَطمتَة خّْهتاى فاَطهتِ خّ تّندا فنلنَطستَت جا َزخًء مانت
خَّأميِّ وتِّن مانت خّ تّندا.فنُهيت جاَزءٌّ ماَنها وتأنمْيِخّمت
Dan ibarat dari al-Barmawi adalah sebagai berikut: Adapun
ari-ari
yang dinamakan tembuni maka adalah seperti badan, karena dia
dipotong dari
anak yang lahir, maka dia adalah bagian dari anak. Dan ari-ari
yang janin
berada di dalamnya (tempat janin dalam kandungan). Maka dia
bukan bagian
dari ibu dan bukan pula bagian dari anak36
Mengambil Sperma Dalam Keadaan Koma
Seorang ibu muda ditinggal suaminya (meninggal) secara
mendadak.
Karena ibu tersebut dan suaminya sebelumnya telah berjanji
ingin
mempunyai anak, maka ibu tersebut meminta kepada dokter
untuk
mengambil sperma suaminya untuk kemudian disemaikan ke dalam
rahim
isterinya. Setelah penggabungan (infracytoplasmatic) sebanyak
tiga kali yang
memakan waktu dua tahun. Barulah mendapat hasil dan sekarang ibu
tersebut
dinyatakan oleh dokter hamil dua bulan.
C. Metode Istinba>th Hukum Nahdlatul Ulama
1. Pengertian Istinba>th Hukum Nahdlatul Ulama
36 Ibid., 2
-
38
Pengertian istinba>th al-ahkam di kalangan Nahdlatul Ulama
bukan
mengambil langsung dari sumber aslinya, yaitu al-Qur’an dan
al-Sunnah.
Akan tetapi sesuai dengan sikap dasar bermahdzab. memberlakukan
secara
dinamis nass}-nass} fuqaha dalam konteks permasalahan yang
dicari
hukumnya. Oleh karena itu, kata istinbath di kalangan Nahdlatul
Ulama
terutama dalam kerja bah}th al-masa>’il tidaklah populer.
Karena kalimat itu
telah populer di kalangan ulama Nahdlatul Ulama dipahami
dengan
konotasi yang pertama, yakni ijtihad, suatu hal yang oleh ulama
shuriah
tidak dilakukan karena keterbatasan pengetahuan. Sebagai
gantinya adalah
istilah bah}th al-masa>’il yang artinya membahas
masalah-masalah aktual
melalui referensi yaitu kitab karya para ahli fiqh.37
Secara definitif Nahdlatul Ulama memberikan arti istinba>th
hukum
dengan upaya mengeluarkan hukum shara>’ dengan al-qawa>’id
al-fiqhi>yah
dan al-qawa>’id al-ushu>li>yah baik berupa adillah
ijma’i>yah, ‘adillah
tafshili>yah, maupun ‘adillah al-ahkam. Dengan demikian,
produk hukum
yang dihasilkan PBNU merupakan hasil ijtihad ulama atas
nash-nash Al-
Qur’an dan as-Sunnah yang sesuai dengan prinsip-prinsip mujtahid
tempo
dulu.
Dari pertimbangan di atas, ada dua cara istinbath hukum yang
dilakukan, yakni melalui pendekatan:
a. Kaidah fiqhi>yah adalah kaidah yang timbul dari pemahaman
mujtahid
terhadap nas}s}-nas}s} shara>’, yang penekanannya dalam
konteks hukum
37 Ahmad Muhtadi Anshor, Bah}th al-Masail Nahdlatul Ulama (NU)
(Melacak Dinamika
Pemikiran Madzab Kaum Tradisional) (Yogyakarta: Teras, 2012),
73-76.
-
39
praktis. Selain itu kaidah fiqhiyyah merupakan hasil penelitian
induksi
dari hukum-hukum yang telah ada.
b. Kaidah ushu>li>yah timbul dari konteks kebiasaan dalam
rangka
memahami nas}s}-nas}s} al-Qur’an dan as-Sunnah. Kaidah
ushu>li>yah
merupakan sarana untuk memahami pesan-pesan nas}s} dalam
bentuk
praktis, hukum-hukum Islam.38
Kaidah fiqhi>yah lebih didahulukan daripada kaidah-kaidah
ushu>li>yah yang secara umum telah disepakati oleh para
ulama sebagai
t}ari>qahr istinbath hukum, di samping itu juga mengingat
eksistensi kaidah
fiqhīyah yang sangat penting dalam studi fiqh.39 Dalam memahami
Islam,
Nahdlatul Ulama sangat berhati-hati dan tidak mau memecahkan
permasalahan keagamaan yang dihadapi dengan merujuk langsung
kepada
nas}s} al-Qur’an dan al-Sunnah. Hal ini tidak terlepas dari
pandangan bahwa
mata rantai perpindahan ilmu agama tidak boleh terputus dari
suatu
generasi ke generasi berikutnya. Yang dapat dilakukan adalah
menelusuri
mata rantai yang baik dan sah pada setiap generasi.
Nahdlatul Ulama menghendaki ijtihad apabila ijtihad yang
dilakukan oleh orang-orang yang memenuhi persyaratan sebagai
mujtahid.
Sedangkan orang-orang yang memiliki ilmu agama mendalam tetapi
tidak
memenuhi persyaratan mujtahid lebih baik taqlid (mengikuti)
kepada
ulama yang memiliki kemampuan berijtihad karena telah
memenuhi
persyaratannya. Bagi NU taqlid tidak hanya berarti mengikuti
pendapat
38 Imam Yahya, Dinamika Ijtihad NU (Semarang: Walisongo Press,
2009), 47-48. 39 Ibid., 48.
-
40
orang lain tanpa mengetahui dalilnya, melainkan juga mengikuti
jalan
pikiran imam mazhab dalam menggali hukum.40
Dalam masalah fiqh, Nahdlatul Ulama (NU) tidak terlepas dari
pengakuan terhadap metode pamahaman Islam yang dikembangkan
oleh
imam-imam mazhab (Hanafi>, Ma>liki, Sha>fi’i>, dan
Hambali>). Dalam
praktik penetapan hukum atau pengambilan fatwa, Nahdlatul Ulama
selalu
merujuk kepada hasil karya imam mujtahid atau lebih dikenal
dengan kitab
kuning secara utuh dari berbagai referensi yang ada, dikaji dan
diteliti
kemudian diputuskan.
Penetapan keputusan hukum tersebut dilakukan oleh lembaga
yang
berwenang untuk itu yakni lembaga bah}th al-masa>’il. Mana
yang kuat dari
pendapat-pendapat yang ada maka itulah yang dijadikan keputusan
sebagai
fatwa oleh lembaga tersebut dengan menuliskan semua nash dari
sekian
banyak referensi sebagai rujukan atau alasan dari keputusan
tersebut. Jika
ternyata permasalahan yang akan ditetapkan hukumnya belum
pernah
dibahas oleh para ulama mujtahidin terdahulu karena
perkembangan
zaman, maka rujukan pertama adalah kepada kedua sumber hukum
Islam
yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah. Kemudian dicari lebih dahulu
apakah
sudah pernah ijma’ ulama tentang masalah tersebut atau tidak.
Kalau tidak,
maka dapatkah diberlakukan qiyas. Dan kalau tidak maka
barulah
40 Ahmad Muhtadi Anshor, Bah}th al-Masa>il Nahdlatul Ulama,
81-83.
-
41
dipergunakan salah satu metode pemahaman dari metode
pemahaman
yang ada di dalam empat madhzab.41
Untuk lebih jelasnya mengenai istinbath hukum bah}th
al-masa>’il
NU, dapat dicermati pada keputusan Musyawarah Nasional
(MUNAS)
alim ulama Nahdhatul Ulama di Bandar Lampung pada tanggal
16-20
Rajab1412 H./21-25 JaNUari 1992 M. Dalam keputusan tersebut
dijelaskan bahwa system pengambilan keputusan hukum dalam bah}th
al-
masa >’il di lingkungan Nahdhatul Ulama adalah sebagai
berikut:
Sebelum masuk tahap prosedur penjawaban masalah, ada
beberapa
istilah dalam ketentuan umum yang mesti dipahami oleh semua
orang
yang terlibat dalam bah}th al-masa>’il. Dalam ketentuan itu
disebutkan
bahwa kitab yang diperkenankan untuk di pergunakan sebagai
literatur
adalah kitab-kitab tentang ajaran Islam yang sesuai dengan
Ahlussunnah
wal Jamaah yang kemudian dikenal dengan sebutan al-kutub al-
mu’ta>ba>rah. Kemudian dalam menjawab masalah, lembaga
bah}th al-
masa>’il mengikuti pola bermadzhab kepada salah satu madzhab
empat,
baik dengan cara mengambil redaksi ibarah secara langsung dari
qaul atau
wajah dari imam atau lama madzhab, atau bermahdzab secara
manha>j,
yakni dengan cara mengikuti manhaj atau metode yang digunakan
oleh
imam atau ulama madzhab.42
Selanjutnya secara berurutan, prosedur yang telah disepakati
dalam
menjawab masalah adalah sebagai berikut:
41 Ibid., 72. 42 Imam Yahya, Dinamika Ijtihad NU, 142-143.
-
42
a. Jika terdapat satu qaul atau wajah yang sesuai dengan
permasalahan
yang sedang dibahas, maka langkah yang dilakukan adalah
dengan
mengikuti qaul atau wajah yang tertera dalam kitab tersebut.
b. Apabila ditemukan beberapa qaul atau wajah terkait dengan
masalah
yang sedang didiskusikan, maka secara jama’i (kolektif) forum
bah}th
al-masa>’il memilih satu qaul atau wajah lebih kuat.43
c. Apabila tidak ditemukan qaul atau wajah yang sama sekali
yang
memberikan penyelesaian, maka dilakukan prosedur ilh}aq
al-masa>’il bi
na z}a>iriha> (menyamakan hukum suatu kasus yang belum
dijawab oleh
kitab dengan kasus serupa yang telah terdapat jawabannya dalam
kitab)
secara jama’i oleh para ahlinya.
d. Jika urutan prosedur tersebut belum mampu menjawab
permasalahan
yang ada, maka dilakukan istinba>th jama’i (pembahasan
atau
pengambilan keputusan secara kolektif) dengan prosedur
bermadzhab
secara manha>ji> (mengikuti jalan pikiran dan kaidah
penetapan yang
telah disusun oleh para imam) oleh para ahlinya.44
Perlu diketahui bahwa dalam memecahkan masalah, terutama
masalah-masalah sosial, forum bah}th al-masa>’il juga
mencermati dan
menganalisa masalah yang sedang dihadapi dari berbagai faktor,
baik
faktor ekonomi, faktor budaya, faktor politik maupun
faktor-faktor social
lainnya.
43 Ibid., 143-144. 44 Munawir Abdul Fattah, Tradisi Orang-orang
NU (Yogyakarta: Pustaka Pesantren,
2008), 31.
-
43
2. Metode Istinbat Dalam Kerja Bah}th al-Masa>’il
Metode Ijtihad Hukum yang diterapkan oleh Lembaga bah}th al-
masa>’il Nahdlatul Ulama adalah:45
a. Metode Qauly adalah suatu cara istinbath hukum yang
dipergunakan
oleh ulama/intelektual NU dalam Lembaga Bah}th al-Masa>’il
dengan
mempelajari masalah yang dihadapi, kemudian mencari
jawabannya
pada kitab-kitab fiqh dari madzhab empat, dengan mengacu dan
merujuk secara langsung bunyi teks. Atau dengan kata lain
mengikuti
pendapat-pendapat yang sudah jadi dalam lingkup madzhab
tertentu.46
b. Metode Ilh}aqi> (analogi) adalah menyamakan hukum
suatu
kasus/masalah yang belum dijawab oleh kitab (belum ada
ketetapan
hukumnya) dengan kasus/masalah serupa yang telah dijawab
oleh
kitab (telah ada ketetapan hukumnya) atau menyamakan dengan
pendapat yang sudah “jadi”.47
Dalam metode ilh}aq nampak ada kecenderungan bahwa cara
ini ditempuh hanya dalam rangka menjaga agar tidak terjadi
stagnasi
(mauquf). Selama ini memang sering terjadi persoalan-
persoalan
yang diajukan untuk dibahas dalam forum bah}th
al-masa>’il
mengalami kebuntuan, hal ini seringkali berkaitan dengan
persoalan-
persoalan kontemporer. Kebutuhan warga NU terhadap jawaban
atas
45 Sambutan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama’ (PWNU) JawaTimur,
NU Menjawab
Problematika Umat, Keputusan Bahtsul Masail PWNU JawaTimur
(1991-2013). 46 Ahmad Zahro, Tradisi Intelektual NU : Lajnah
Bahtsul Masail 1926-1999
(Yogyakarta: LKis, 2004), 118. 47 A. Aziz Masyhuri, Masalah
Keagamaan, jilid 2 (Jakarta: PPRMI dan QultumMedia,
2004), 89.
-
44
masalah-masalah baru semakin hari semakin meningkat. Tanpa
jawaban dengan legitimasi keagamaan atau kitab kuning yang
mu’tar
dapat dipastikan akan membingungkan mereka.
c. Metode Manhaji> (bermadzhab) adalah suatu cara
menyelesaikan
masalah keagamaan yang ditempuh oleh Lembaga Bah}th
al-Masa>’il
dengan mengikuti jalan fikiran dan kaidah penetapan hukum
yang
telah disusun oleh imam madzhab.48
3. Kerangka metodelogi Bah}th al-Masa>’il Nahdlatul Ulama
Kerangka metodologi pemikiran islam adalah dengan
menggunakan:
a. Dalam kasus yang ditemukan jawabannya dalam ibarat kitab dan
hanya
satu qaul (pendapat), maka qaul itu yang diambil.
b. Dalam kasus yang hukumnya terdapat dua pendapat maka
dilakukan
taqrir jama’i dalam memilih salah satunya.
c. Bila jawaban tidak diketemukan dalam ibarat kitab sama
sekali, dipakai
ilh}aq al masail bin nadhariha secara jamai oleh para
ahlinya.
d. Masalah yang dikemukakan jawabannya dalam ibarat kitab dan
tidak
bisa dilakukan ilh}aq, maka dilakukan istinbat jama’i dengan
prosedur
madzhab secara manhaji oleh para ahlinya.49
4. Sistem Pengambilan Keputusan Hukum Islam Dalam Bahtsul
Masail
Nahdlatul Ulama
48 Ahmad Zahro. Tradisi Intelektual NU, 122. 49
http://khotimhanifudinnajib.blogspot.com/2011/07/normal-0-false-false-false-en-us-x-
none.html.
http://khotimhanifudinnajib.blogspot.com/2011/07/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.htmlhttp://khotimhanifudinnajib.blogspot.com/2011/07/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
-
45
a. Yang dimaksud dengan kitab adalah kutub al-madhahib al
arba'ah,
yaitu kitab-kitab tentang ajaran Islam yang sesuai dengan
aqidah
Ahlussunnah wal Jama'ah.
b. Yang dimaksud dengan bermadzab secara qauli adalah
mengikuti
pendapat-pendapat yang sudah jadi dalam lingkup salah satu
al-
madzahib al-arba’ah.
c. Yang dimaksud dengan bermadzhab secara manhaji adalah
bermadzhab
dengan mengikuti jalan pikiran dan kaidah penetapan hukum yang
telah
disusun oleh imam madzhab empat.
d. Yang dimaksud dengan Istinbath jama’i adalah mengeluarkan
hukum
syara' dari dalilnya dengan qawa>id ushuli>yah secara
kolektif.
e. Yang dimaksud dengan qaul dalam refensi madzhab Shafi'i>
adalah
pendapat imam Shafi'i>.
f. Yang dimaksud dengan wajah adalah pendapat ulama' madzhab
Shafi'i>.
g. Yang diamaksud dengan taqrir jama'i adalah upaya secara
kolektif
untuk menetapkan pilihan terhadap satu diantara beberapa
qaul/wajah
dalam madzhab Shafi'i>.
h. Yang dimaksud dengan ilh}aq (ilh}aqul masail bi nazhairiha)
adalah
menyamakan hukum suatu kasus/masalah dengan kasus/masalah
serupa
yang telah dijawab oleh kitab (menyamakan suatu kasus dengan
pendapat yang sudah jadi).50
5. Sistem Pengambilan Keputusan Hukum
50 Hasil Keputusan Bahtsul Masail syuriyah PWNU JATIM di PP.
Zainul Hasan
Genggong Probolinggo tanggal 26-28 Rabi’ul Akhir 1413/23-24
Oktober 1992.
-
46
Dalam memecahkan dan merespon masalah, maka Lembaga
Bahtsul masail hendaknya mempergunakan kerangka pembahasan
masalah, antara lain sebagai berikut:
a. Analisa Masalah (sebab mengapa terjadi kasus) ditinjau
dari
berbagai faktor antara : ekonomi, politik, budaya, sosial dan
lainnya.
b. Analisa Dampak (dampak positif dan negatif yang ditimbulkan
oleh
suatu kasus yang sedang dicari hukumnya) ditinjau dari
berbagai
aspek, antara lain : sosial ekonomi, sosial budaya, sosial
politik dan
lainnya.
c. Analisa Hukum (keputusan Lembaga Bah}th al-Masa>’il
tentang suatu
kasus setelah mempertimbangkan latarbelakang dan dampaknya
disegala bidang), disamping mempertimbangkan hukum Islam,
keputusan ini juga memperhatikan hukum yuridis formal.
Keputusan Lembaga Bah}th al-Masa>’il dilingkungan
Nahdlatul
Ulama dibuat dalam kerangka Bermadzhab kepada salah satu
madzhab
empat yang disepakati dan mengutamakan bermadzhab secara
qauli.
Oleh karena itu prosedur penjawaban masail disusun dalam
urutan
sebagai berikut:
a. Dalam kasus ketika jawaban bisa dicukupi oleh ibarat kitab
dari
kutubul madzahib al-arba'ah dan disana terdapat hanya satu
pendapat,
maka dipakailah pendapat tersebut.
b. Dalam kasus ketika jawaban bisa dicukupi oleh ibarat kitab
dan disana
terdapat lebih dari satu pendapat, maka dilakukan taqrir jama’i
untuk
-
47
memilih salah satu pendapat. Pemilihan itu dapat dilakukan
sebagai
berikut:
1) Dengan mengambil pendapat yang lebih maslahah dan/atau
yang
lebih kuat.
2) Khusus dalam madzhab Shafi'i> sesuai dengan keputusan
muktamar
I tahun 1926, perbedaan pendapat diselesaikan dengan cara
memilih :
a) Pendapat yang disepakati oleh al-Syaika>ni>
(al-Nawa>wi dan al-
Ra>fi’i)
b) Pendapat yang dipegangi oleh al-Nawa>wi
c) Pendapat yang dipegangi oleh al-Ra>fi’i.
d) Pendapat yang didukung oleh mayoritas ulama.
e) Pendapat ulama yang terpandai.
f) Pendapat ulama yang paling wara>’.
3) Untuk madzhab selain Shafi'i> berlaku ketentuan ketentuan
menurut
madzhab yang bersangkutan.
Dalam kasus tidak ada pendapat yang memberikan
penyelesaian, maka dilakukan prosedur ilh}aqul masa>il bi
nazairiha
secara jama'i oleh para ahlinya. Ilh}aq dilakukan dengan
memperhatikan
mulh}aq, mulh}aqbih dan wajah ilh}aq oleh mulh}iq yang ahli.
Dalam
kasus tidak mungkin dilakukan ilh}aq, maka dilakukan istinbath
jama’i
dengan prosedur bermadzab secara manh}aji oleh para ahlinya,
yaitu
dengan mempraktekkan qawa>'id ushuli>yah oleh ahlinya.
-
48
Dari keputusan diatas dapat disimpulkan bahwa penyelesaian
masa>il dini>yah waqi'i>yyah dilingkungan dan tradisi
NU sedapat
mungkin ditempuh dengan bermadzhab secara qawli. Kemudian
apabila
cara itu tidak mencukupi untuk menyelesaikan suatu kasus
masalah,
maka ditempuh bermadzhab secara manh}aji. Keputusan ini
memang
ditetapkan belum seberapa lama, namun praktek dari keputusan
sudah
menjadi tradisi dalam setiap pembahasan masail dikalangan
masyarakat warga NU sejak tahun berdirinya 1926 dan bahkan
sebelumnya.
-
49
BAB III
PANDANGAN TOKOH AGAMA NAHDLATUL ULAMA (NU)
DI KECAMATAN JENANGAN KABUPATEN PONOROGO TERHADAP
PENGGUNAAN PLACENTA HEWAN HALAL SEBAGAI BAHAN
KOSMETIK DAN OBAT LUAR
A. Profil Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama Kecamatan
Jenangan
1. Sejarah singkat Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama
Kecamatan
Jenangan
Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama atau Kebangkitan
Cendekiawan Islam) disingkat NU, adalah sebuah organisasi
Islam
terbesar yang ada di Indonesia.51 Organisasi ini berdiri pada
31
JaNUari 1926 dan bergerak di bidang keagamaan, pendidikan,
sosial,
dan ekonomi. Kehadiran NU merupakan salah satu upaya
melembagakan
wawasan tradisi keagamaan yang dianut jauh sebelumnya, yakni
paham
Ahl sunnah wa al-Jama’ah.52 Selain itu, NU sebagaimana
organisasi-
organisasi pribumi lain baik yang bersifat sosial, budaya atau
keagamaan
yang lahir di masa penjajah, pada dasarnya merupakan
perlawanan
terhadap penjajah. Hal ini didasarkan, berdirinya NU dipengaruhi
kondisi
politik dalam dan luar negeri, sekaligus merupakan kebangkitan
kesadaran
51
http://www.antaranews.com/berita/368105/gus-sholah-nu-masih-kalah-dengan-
muhammadiyah. 52 KH. Achmad Siddiq, Khittah Nahdliyyah,
(Surabaya: Balai Pustaka. 1980).
https://id.wikipedia.org/wiki/Indonesiahttps://id.wikipedia.org/wiki/31_Januarihttps://id.wikipedia.org/wiki/31_Januarihttps://id.wikipedia.org/wiki/1926https://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikanhttps://id.wikipedia.org/wiki/Sosialhttps://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomihttp://www.antaranews.com/berita/368105/gus-sholah-nu-masih-kalah-dengan-muhammadiyahhttp://www.antaranews.com/berita/368105/gus-sholah-nu-masih-kalah-dengan-muhammadiyah
-
50
politik yang ditampakkan dalam wujud gerakan organisasi
dalam
menjawab kepentingan nasional dan dunia Islam umumnya.53
Ada banyak faktor yang melatar belakangi berdirinya
nahdlatul
ulama. Di antara faktor itu adalah perkembangan dan
pembaharuan
pemikiran Islam yang menghendaki pelarangan segala bentuk
amaliah
kaum Sunni. Sebuah pemikiran agar umat Islam kembali pada ajaran
Islam
murni, yaitu dengan cara umat islam melepaskan diri dari
sistem
bermadzhab. Bagi para kiai pesantren, pembaruan pemikiran
keagamaan
sejatinya tetap merupakan suatu keniscayaan, namun tetap tidak
dengan
meninggalkan tradisi keilmuan para ulama terdahulu yang masih
relevan.
Untuk itu, Jam'iyah Nahdlatul Ulama cukup mendesak untuk
segera
didirikan. Untuk menegaskan prinsip dasar organisasi ini,
maka
K.H. Hasyim Asy'ari merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip
dasar),
kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahl sunnah Wa
al-Jama’ah.
Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam khittah NU,
yang
dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir
dan
bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.
Gegap gempita berdirinya jam’iyah nahdlatul ulama di
Surabaya
pada tanggal 16 Rajab 1344 hijriah/ 31 JaNUari 1926 masehi
segera saja
gemanya sampai di Ponorogo. Hal tersebut disebabkan antara lain
oleh
komunikasi sebagian santri yang berasal dari Ponorogo yang
bertholabul
53 Aboue Bakar Atceh, Sejarah Hidup KH. A. Wachid Hasyim
(Jombang: Pustaka Tebu
Ireng, 2010), 34.
http://www.nu.or.id/about/sejarahhttps://id.wikipedia.org/wiki/Hasjim_Asy%27arihttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kitab_Qanun_Asasi&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kitab_I%27tiqad_Ahlussunnah_Wal_Jamaah&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Khittah_NU&action=edit&redlink=1
-
51
ilmi (mondok) di pondok pesantren Siwalan Panji Buduran
Sidoarjo.54
Dengan seiring berjalannya waktu maka berdirilah majelis
cabang
nahdlatul ulama di kecamatan Jenangan.
Nahdlatul Ulama di kecamatan Jenangan di pelopori oleh
seorang
ulama yang bernama H. Ihsan beliau berasal dari desa Panjeng
Jenangan
Ponorogo, beliau mulai menggorakkan semangan masyarakat dan
pemuda
untuk berbondong-bondong menyebarkan ajaran nahdlatul ulama
yang
didirikan oleh KH. Wahid Hasyim al-Ashari dari Jombang Jawa
Timur.
Nahdlatul ulama di kecamatan Jenangan berdiri pada tahun 1964
Masehi
atau pada tahun 1383 Hijriah. Ketua pertama dipimpin oleh Kyai
Umar
Rowi pada tahun 1964 sampai tahun 1968, periode kedua dipimpin
oleh
kyai mujtahid pada tahun 1973 sampai dengan tahun 1978, periode
ketiga
dipimpin oleh kyai Muhammad Soleh pada tahun 1983 sampai
tahun
1987, periode keempat dipimpin oleh H.Wafiq Ihsan pada tahun
1992
sampai tahun 1997, kelima digantikan oleh adik dari H.Wafiq
Ihsan yaitu
H.Abdul Ihsan pada tahun 2002 yang mana kedua kakak-adik
tersebut
merupakan keturunan dari pelopor Nahdlatul Ulama yang ada di
Jenangan,
pada periode ke enam diketuai oleh Kyai Badri pada tahun 2005
akan
tetapi masa khidmat beliau tidak berakhir sesuai dengan batas
akhir
jabatan, karena keadaan tertentu. Kemudian digantikan oleh Kyai
Su’ud
pada tahun 2006, sedang periode ketujuh diketuai langsung
oleh
54 Imam Sayuti Farid, dinamika NU Ponorogo, (website
nuponorogo.or.id), hal. 3.
-
52
Kh.Ahmad Samuji dengan rois Kyai. Sunarto dari 2016 sampai
dengan
sekarang.
Yang mana dalam hal ini memiliki arah dan tujuan yang sama
dengan pimpinan cabang yaitu menjadikan pada tahun 2024,
nahdlatul
ulama Ponorogo menjadi jam’iyah dini>yah ijtima’i>yah ahl
sunnah wa al-
jama’ah yang mandiri dan kokoh serta untuk menguatkan sistem
organisasi dan kelembagaan, mengembangkan sumber daya
manusia,
mengembangkan layanan sosial budaya, menguatkan karakter aswaja
al-
nahdli>yah berwawasan kebangsaan, menguatkan sektor ekonomi,
dan
meningkatkan kualitas lingkungan hidup.
2. Struktur Kepengurusan Majelis Wakil Cabang Nahdlatul
Ulama
Kecamatan Jenangan
Susunan Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama
Kecamatan Jenangan
Masa khidmat 2016-2021
Mustasyar :
:
H. Abid Hasan
KH. Moh. Aspan Faqih
Syuriah
Rais
Wakil Rais
:
:
:
:
:
K. Sunarto
KH. Turmudzi Hasan
KH. Murhadi
K. Wanhari
K. Hadiyyudin Kiswan
-
53
Katib
Wakil Katib
:
:
Hakim Pribadi, S.Pd,I
Drs. Shohib Abdurrohman
A’wan :
:
:
:
:
:
K. Mashadi
Drs. H. Ghufron Syamsuri, M.Si
Drs. H. Abdul Hamid
Drs. H. Habib Suja’
Drs. H. NUr Hadi, S. Pd. I
Banan Triatmono
Tanfidziyah
Ketua
Wakil Ketua
:
:
:
:
:
H. Ahmad Samuji
Askar Sungudi, S. Pd. I
Imam Syafa’at
Ahmad Wahid
K. Imam Badri
Sekretaris
Wakil Sekretaris
:
:
Mulyono, M. Pd. I
Slamet Mujianto, M. Pd. I
Bendahara
Wakil Bendahara
:
:
H. Slamet Basri
Marjuni, S. Ag, M.Pd. I
-
54
B. Pandangan Tokoh Agama Nahdlatul Ulama (NU) Di Kecamatan
Jenangan Kabupaten Ponorogo Terhadap Penggunaan Placenta
Hewan
Halal Sebagai Bahan Kosmetik Dan Obat Luar
1. Biografi Tokoh Agama
a. Kyai Baderun Ismed Ilham
Kyai Baderun Ismed Ilham adalah seorang tokoh agama
masyarakat, beliau beralamatkan di Desa Ngrupit Kecamatan
Jenangan.
Beliau adalah pensiunan guru Sekolah Menengah Pertama Ma’arif
5
Jenangan Ponorogo beliau juga pernah mengajar di Madrasah
Ibtidaiyah Ma’arif Ngrupit Jenangan Ponorogo yang dimana kedua
nya
berada dalam satu naungan lembaga Nahdlatul Ulama di
Kecamatan
Jenangan Ponorogo.
b. K.H. Turmudzi Hasan
K.H. Turmudzi Hasan lahir di Ponorogo, beliau pernah belajar
di Pondok Pesantren Tremas Pacitan. Sekarang K.H. Turmudzi
Hasan
adalah Ketua NU Syariah Kecamatan Jenangan ranting Ngrupit,
beliau
juga termasuk anggota dari Majelis Wakil Cabang Nahdlatul
Ulama
Kecamatan Jenangan, dan juga Lembaga Bathsul Masail
Nahdlatul
Ulama Kecamatan Jenangan. Beliau beralamatkan di Dukuh
Gentan
Desa Ngrupit Kecamatan Jenangan Ponorogo.
c. K.H. Sunarto
K.H. Sunarto beliau lahir di Ponorogo pada tanggal 19
September 1954, dan beralamatkan di Dukuh Krajan Desa Mrian,
-
55
Jenangan Ponorogo. K.H. Sunarto pernah menempuh pendidikan
di
Madrasah Tsanawiyah al-Islam Joresan, Madrasah Aliyah
al-Islam
Joresan, dan Pondok Pesantren Darul Hikam Joresan. Saat ini
beliau
tengah mengajar di Madrasah Aliyah al-Islam Joresan dan
Madrasah
Aliyah Nglego Jenangan. Beliau adalah Rois Surya Nahdlatul
Ulama
Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama Kecamatan Jenangan dan
juga
selaku Ketua Majelis Ulama Indonesia Kecamatan Jenangan.
d. Gus Hafid (Abdullah Hafid)
K.H. Abdullah Hafid beliau lahir di Tulungagung pada tanggal
15 Juli 1969, saat ini beliau mendirikan Pondok Pesantren di
Desa
Ngrupit, Dukuh Gentan, Jenangan Ponorogo yang bernama Pondok
Pesantren Tahfidzul Qur’an. K.H. Abdullah Hafid atau yang biasa
di
panggil Gus Hafid pernah menempuh pendidikan di Pondok
Pesantren
Al-Fallah Ploso Kediri pada tahun 1982 sampai dengan tahun
1994,
kemudian dilanjutkan di Pondok Pesantren Al-Qu’an Demak pada
tahun 1994 sampai tahun 2000, kemudian pada tahun 2000 beliau
mulai
mengabdikan diri di Pondok Pesantren Darul Huda Mayak
Ponorogo
sampai dengan sekarang.
e. K.H. Murhadi
K.H. Murhadi beliau lahir di Ponorogo pada tanggal 12 Juni
1950, beliau adalah pimpinan Pondok Pesantren Hidayatul
Mu’tadiin
yang beralamatkan di Desa Nglegok Kecamatan Jenangan. K.H.
Murhadi adalah salah satu Wakil Rais Syuriah Kecamatan
Jenangan,
-
56
dan beliau juga menjabat sebagai Mustasyar NU Ponorgo.
Beliau
pernah menempuh pendidikan di MTs Al-Islam Joresan kemudian
meneruskan pendidikan di Pondok Pesantren Hidayatul
Mu’tadiin
Lirboyo pada tahun 1974-1975, dan pada tahun 1986-1987
beliau
mengajar di Mts Ma’arif Ponorogo, kemudian beliau mengabdi
di
Pondok Pesantren Darul Huda Mayak pada tahun 1974-1993,
kemudian
pada tahun 1997-1998 beliau berhasil mendirikan Madrasah
Aliyah
yang di beri nama Madrasah Aliyah Hidayatul Mu’tadiin dengan
beriringnya waktu beliau mampu mendirikan pondok pesantren
yang
berada di lingkungan Madrasah tersebut.
f. Muhammad Busro, M. Pd. I
Muhammad Busro, M. Pd. I lahir di Ponorogo pada tanggal 26
November 1989. Kyai Busro sapaan akrab para santri pernah
menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Nurul Hikam, Keniten
Ponorogo pada tahun 2005-2012. Pada pendidikan formalnya
beliau
pada institusi pendidikan Islam dimulai Taman Kanak-kanak (TK)
di
Raudlatul Athfal Muslimat 3 Plalangan 1996, SDN 2 Plalangan
2002,
MtsN Ponorogo 2005, MAN 2 Ponorogo 2008, S1 gelar sarjana
Pendidikan Islam di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN)
Ponorogo 2012, dan beliau berhasil menyelesaikan pendidikan
S2
dengan gelar Magister Pendidikan Islam, Jurusan Bahasa Arab,
di
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Jawa
Timur
pada tahun 2014. Dan saat ini beliau mampu mendirikan Pondok
-
57
Pesantren Sunan Kalijaga di bawah naungan Yayasan Al-Hikmah
Ponorogo.
2. Pandangan Tokoh Agama Nahdlatul Ulama (NU) di Kecamatan
Jenangan
Kabupaten Ponorogo Terhadap Penggunaan Placenta Hewan Halal
Sebagai Bahan Kosmetik Dan Obat Luar
Dengan adanya fenomena tentang penggunaan placenta hewan
halal sebagai bahan kosmetik dan obat luar yang terjadi
dikalangan
masyarakat muncul keragu-raguan dalam penggunaan nya,
banyaknya
produk kosmetik yang belum jelas kehalalannya, tentunya
sangat
membingungkan masyarakat yang dalam hal ini sebagai konsumen
atau
calon konsumen yang beragama Islam.
Maka disini penulis mengumpulkan beberapa pendapat atau
pandangan dari pihak NU yang meliputi para tokoh agama NU
Kecamatan
Jenangan Kabupaten Ponorogo. Dalam masalah penggunaan
placenta
hewan halal sebagai bahan kosmetik dan obat luar ini muncul
beberapa
pendapat, yang pertama disampaikan oleh Kyai Baderun Ismed
Ilham
beliau menyampaikan bahwa:
Begini mbak, menurut saya ari-ari/tembuni atau placenta yang
berasal dari hewan halal boleh untuk di konsumsi, karena
placenta bukanlah bagian dari induk atau pun bagian dari
pada
janin, akan tetapi placenta adalah sesuatu yang mengikuti
adanya janin terebut, dan adanya banyak manfaat yang
terkandung didalamnya. Akantetapi, jika konsumen mengetahui
proses penyembelihannya beserta pengelolaannya dan ternyata
tidak sesuai dengan anjuran Allah swt., maka hukum nya
haram.
Akantetapi, jika konsumen benar-benar tidak mengetahui
proses
penyembelihannya beserta pengelolaan produk tersebut, maka
-
58
konsumen harus mempunyai keyakinan dalam hati bahwa
produk tersebut halal.55
Berdasarkan pendapat beliau tersebut, beliau memperbolehkan
tentang adanya penggunaan placenta hewan halal sebagai bagan
kosmetik
dan obat luar, karena belum adanya nash yang menerangkan hal
itu, dan
adanya unsur manfaat didalamnya, yang dapat memberikan
mas}lah}ah bagi
masyarakat pada umumnya.
Beliau juga menambahkan, ada 2 macam konsumen dalam
penggunaan placenta hewan halal sebagai bahan kosmetik dan obat
luar.
Pertama jika memang konsumen mengetahui proses
penyembelihannya
beserta pengelolaannya dan ternyata tidak sesuai dengan anjuran
Allah
swt. maka hukum nya haram. Kedua, Apabila konsumen benar-benar
tidak
mengetahui proses penyembelihannya beserta pengelolaan
produk
tersebut, maka konsumen harus mempunyai keyakinan dalam hati
bahwa
produk tersebut halal.
Kemudian pendapat selanjutnya muncul dari KH. Turmudzi
Hasan.
Menurut beliau placenta ada karna adanya induk yang mengandung
janin.
Beliau memberikan contoh seperti hal nya seekor kambing yang
mengandung janin dan kemudian melahirkan seekor anak kambing.
ketika
anak kambing itu melahirkan maka akan membawa ari-
ari/placenta/tembuninya, dan apabila di olah baik untuk
dikonsumsi
maupun dijadikan bahan kosmetik dan obat hukumnya adalah
haram.56
55 Kyai Baderun Ismed Ilham, hasil wawancara, 10 Juni 2020 56
KH. Turmudzi Hasan, hasil wawancara, 3 Juli 2020
-
59
Menurut beliau placenta yang masih menempel pada janin
tersebut
merupakan bagian tubuh daripada hewan, sehingga placenta
dianggap
sebagai bagian tubuh yang terpisah dari tubuh hewan yang masih
hidup.
Lain hal nya apabila placenta yang di ambil berasal dari induk
yang telah
disembelih, dalam artian janin masih dalam kandungan induk,
maka
hukum nya adalah halal. Karena placenta masih berada dalam tubuh
induk
hal ini bertujuan agar hukum placenta mengikuti daripada induk
tersebut.
Pendapat selanjutnya dari KH. Sunarto, menurut beliau proses
pengambilan placenta atau ari-ari pada hewan yang kemudian
dimanfaatkan umumnya di ambil pada saat induk telah
melahirkan
sehingga induk dapat berkembang biak dan dapat dimanfaatkan
kembali.
Akan tetapi pengambilan ari-ari atau placenta semacam itu
dapat
menjadikan nya haram, akan tetapi apabila pengambilan ari-ari
atau
placenta dilakukan dengan menyembelih induknya terlebih dahulu
maka
hukum nya halal untuk dikonsumsi.57 Sekaligus bentuk
kehati-hatian
konsumen muslim lebih baik menghindari produk yg berbahan
placenta
karena masih menjadi sebuah keragu-raguan. Karena menurut
beliau
sesuatu yang meragukan, maka menjadikan hukumnya haram.
Pendapat lain muncul dari Gus Hafid (KH. Abdullah Hafid),
beliau
menyampaikan bahwa:
Sebelum menghukumi bagaimana placenta itu sendiri sebagai
bahan kosmetik dan obat kita terlebih dahulu harus melihat
hukum asal daripada kosmetik dan obat luar itu sendiri mbak,
menurut saya hukumnya adalah mubah, karena tanpa
57 KH. Sunarto, hasil wawancara, 16 Juni 2020
-
60
menggunakannya pun tidak akan terjadi kematian atau suatu
hal
yang dapat membahayakan jiwa. Kemudian, melihat asal
daripada placenta hewan halal yang digunakan sebagai bahan
kosmetik dan obat luar, harus dilihat terlebih dahulu
bagaimana
asal dari placenta tersebut. Pada dasarnya semua binatang
halal
yang disembelih secara syar’i hukumnya adalah boleh untuk
dimanfaatkan, akan tetapi jika hewan halal yang kalau tidak
di
sembelih itu hukumnya adalah bangkai. Kenapa di hukumi
bangkai? Karena placenta yang diambil dari hewan yang sudah
melahirkan sama halnya dengan mengambil sebagian dari tubuh
hewan tersebut seperti kakinya saja atau kupingnya
(telinganya)
saja, maka hukum anggota yang diambil tersebut berstatus
haram atau bangkai yang tidak boleh dimanfaatkan atau
dikonsumsi, sebab