Top Banner
BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Pancasila merupakan dasar pemkiran bansa Indonesia yang berdasarkan Keruhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Adil dan Beradap, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan permusyawaratan/ perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila juga merupakan pandangan hidup bangsa serta kepribadian bangsa yang mempunyai nilai-nilai luhur. Pancasila juga merupakan suatu sistem etika dan politik yang berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, menjunjung persatuan dan kesatuan, perdamaian dunia dan permusyawaratan yang adil dan beradap. Dalam makalah ini akan diulas tentang pancasila sebagai suatu sistem etika politik yang mempunyai nilai-nilai universal, sertaa moralitas. 1
33

Pancasila Sebagai Etika Politik

Jun 26, 2015

Download

Documents

Pancasila Sebagai Etika Politik
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Pancasila Sebagai Etika Politik

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Pancasila merupakan dasar pemkiran bansa Indonesia yang berdasarkan

Keruhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Adil dan Beradap, Persatuan Indonesia,

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan permusyawaratan/

perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pancasila juga merupakan pandangan hidup bangsa serta kepribadian bangsa

yang mempunyai nilai-nilai luhur. Pancasila juga merupakan suatu sistem etika dan

politik yang berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, menjunjung persatuan dan

kesatuan, perdamaian dunia dan permusyawaratan yang adil dan beradap. Dalam

makalah ini akan diulas tentang pancasila sebagai suatu sistem etika politik yang

mempunyai nilai-nilai universal, sertaa moralitas.

1

Page 2: Pancasila Sebagai Etika Politik

BAB II

ISI

A. Pancasila sebagai Etika Politik

Dengan dipilihnya Pancasila sebagai dasar hidup bernegara dan berbangsa

atau sebagai dasar hidup berpolitik, maka politik tidaklah netral, tetapi harus

dilandasi nilai-nilai etis. Itulah salah satu tugas filsafat politik: mencerahi makna

berpolitik dan mengekplisitkan nilai-nilai etis dalam politik yang didasarkan atas

Pencasila.

Ada anggapan negatif dan sikap skeptik serta sinis terhadap politik. Ada

kecenderungan untuk menghindar dari politik. Namun perlu dicattat beberapa hal:

pertama, mau tidak mau kita tidak dapat lepas dari politik. Segala kegiatan kita

mengandaikan kerangka Negara dan masyarakat. Kedua, berbagai kesulitan yang

dihadapi dunia modern, seperti peningkatan kesejahteraan, lingkungan hidup,

kesenjangan sosial-ekonomi, pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi tidak dapat dipecahkan dengan meninggalkan politik, tetapi mengadakan

transformasi politik sedemikian rupa, sehingga memungkin kita membentuk dan

mengorganisir kehidupan secara efektif. Ketiga, sikap sinis dan skeptik terhadap

politik, bukan hal yang tak terhindari. Dengan membangun kredibilitas dan

kelayakan suatu model alternatif dan imaginatif institusi politik, ketidakpercayaan

akan pilitik bisa diatasi.

David Held mengartikan politik sebagai berikut: “Politik adalah mengenai

kekuasaan, yaitu mengenai kapasitas pelaku sosial dan institusi sosial untuk

mempertahankan atau mentransformir lingkungannya, sosial dan fisik. Politik

menyangkut sumber-sumber yang mendasari kapasitas ini dan mengenai kekuatan-

kekuatan yang membentuk dan mempengaruhi operasi dari kekuatan itu. Oleh

karena itu, politik adalah suatu fenomena yang diketemukan di dalam dan di antara

institusi dan masyarakat, melintasi kehidupan publik dan privat. Politik terungkap di

dalam semua aktivitas kerjasama, negosiasi dan perjuangan dalam penggunaan dan

2

Page 3: Pancasila Sebagai Etika Politik

distribusi sumberdaya. Politik terlibat dalam semua relasi, institusi dan struktur yang

melekat dalam aktivitas produksi dan reproduksi dalam kehidupan masyarakat.

Politik menciptakan dan mengkondisikan semua aspek kehidupan kita. Politik

berada pada inti perkembangan permasalahan dalam masyarakat dan cara kolektif

penyelesaian masalah tersebut.

Bagi Aristoteles manusia akan menjadi sempurna dan mencapai tujuan

kodratinya, kalau ia hidup dalam polis (negara-kota). Suatu Negara ada, demi hidup

baik dan bukan hanya untuk hidup saja. Seperti dikatakan H. Arend, “Polis

sebenarnya bukanlah Negara-kota (city-state) dalam lokasi fiknya; polis adalah

organisasi masyarakat yang muncul dari perbuatan dan pembicaraan bersama dan

ruang yang sebenarnya terletak di antara orang yang hidup bersama untuk tujuan itu,

tak peduli dimanapun terjadi. Maka istilah politik menunjuk kepada aktivitas dari

polis, dimana kesejahteraan bersama dideliberasikan dan keputusan yang secara

kolektif mengikat dibuat. Jadi politik muncul dari tindakan bersama, “sharing of

words and deeds”.

Ada hal-hal yang dapat kita petik dari kehidupan politik pada jaman Yunani

itu, meskipun harus diakui bahwa ada contoh yang jelek yang terjadi pada waktu itu,

misalnya wanita dan budak tidak termasuk dalam warganegara. Ada anggapan pada

waktu itu bahwa mereka yang berhasil dalam kehidupan politik, yaitu hal-ihwal

kehidupan dalam Negara, akan mencapai kebaikan tertinggi. Kehidupan bersama

dalam Negara (polis) akan mencapai kebaikan yang lebih besar, karena dilakukan

bersama. Maka kehidupan bersama dalam Negara tidak hanya akan melindungi

individu dan hak miliknya (sebagaimana jaman sekarang dituntut oleh liberalisme),

tetapi harus menciptakan keunggulan manusiawi (arête). Kodrat manusia

mendorong, agar Negara berperan dalam mengembangkan potensi manusia,

mengajarkan kita untuk mencintai yang baik dan membuat warganegara menjadi

lebih baik dengan menciptakan kebiasaan yang baik (inilah arti utama dari

“pendidikan politik”). Maka dapat dikatakan bahwa bagi Aristoteles, Negara atau

polis adalah “perkumpulan teman-teman yang saling memprovokasi untuk berbuat

3

Page 4: Pancasila Sebagai Etika Politik

kebajikan. Politik adalah suatu aktivitas etis, yaitu bersangkut paut dengan masalah

bagaimana kita harus hidup dalam suatu masyarakat politik.

Michel Foucault mengatakan bahwa politik pada masa ini ditandai oleh

“pendisiplinan” dan “penundukan” yaitu pemaksaan agar manusia berperilaku

tertentu. Ini disebut “biopower”. Politik adalah pengaturan dan penguasaan hidup

dan biopower ini secara fundamental modern, yaitu manakala kehidupan manusia

dipertaruhkan oleh strategi politiknya sendiri. Dengan lain perkataan, kehidupan

manusia menjadi objek politik itu sendiri. Ini yang menjadi ciri dari politik modern,

berbeda dari politik di masa lalu.

Berbeda dari Foucault, Giorgio Agamben dalam Homo Sacer: Sovereign

Power and Bare Life,9) berpendapat bahwa tidak benar kehidupan manusia selalu

menjadi objek dari politik. Ia mengingatkan bahwa dalam Buku Pertama Politics

(1.2.8) Aristoteles membedakan antara “kehidupan yang begitu saja” atau

“kehidupan biologis semata”(bare life, nuda vita, kehidupan telanjang, kehidupan

biologis, to zen) dan “hidup yang baik” (eu zen). Kehidupan politik mengatasi

kehidupan “yang biologis melulu” menjadi “sesuatu yang lebih”, yaitu lebih

manusiawi. Yang menjadi ciri politik adalah perwujudan kemampuan manusia

untuk menstrukturkan suatu kehidupan bersama dalam komunitas yang tidak

memaksa, yang mampu melakukan refleksi deliberatif atas pertanyaan apakah

keadilan itu dan sarana konkrit apa untuk mencapainya? “Keadilan melekat dalam

polis; karena keadilan, yang adalah penentuan apa yang adil, adalah pengaturan

persekutuan politik” (Politics 1.2.66).

Ini menarik perhatian kita pada apa yang dikatakan oleh Aristoteles

mengenai bahasa dalam Politics 1.2.16: Agar menjadi benar-benar manusiawi orang

harus menjadi anggota polis, karena hanya dengan begitu, ia dapat berbicara.

“Mengeluarkan suara berfungsi untuk menunjukkan kesenangan atau kesakitan,

dan ini suatu kemampuan yang dimiliki hewan pada umumnya….. Tetapi bahasa

berfungsi untuk…..menyatakan apa yang adil dan tidak adil”. Disini kehidupan di

lihat tidak hanya sebagai suatu fakta, tetapi suatu capaian. Capaian itu adalah

4

Page 5: Pancasila Sebagai Etika Politik

kebudayaan. Agamben menyebut kehidupan biologis semata sebagai “inklusif

eksklusif (un ‘ esclusione inclusive).

Maksud dari pernyataan itu ialah bahwa kehidupan yang baik (eu zen) bukan

kehidupan biologis semata, namun kehidupan yang baik juga merupakan

perkembangan dari kehidupan biologis semata. Politik seolah-olah merupakan

tempat dimana kehidupan harus mengalami transformasi menjadi kehidupan yang

baik. Tetapi ini bukan suatu capaian dari Aufhebung dari kehidupan biologis semata.

Aufhebung politik tidak pernah tercapai, identitas tak pernah selesai’.Dengan

ditetapkannya Pancasila sebagai dasar negara, kehidupan politik memiliki dimensi

etis, bukan sesuatu yang netral. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila

mendorong warganegara untuk berperilaku etis dalam politik.

Apabila nilai-nilai Pancasila itu dapat ditransformasikan ke dalam ethos

masyarakat, maka akan menjadi pandangan hidup atau Weltanschauung.

Pandangan hidup dapat dilihat sebagai suatu cultural software, suatu perangkat

lunak budaya. Pandangan hidup adalah suatu cara memahami dunia dan kehidupan

sosial, suatu kosmologi masyarakat. Sebagai perangkat lunak budaya pandangan

hidup berperan dalam mengkonstruksikan dunia sosial dan politik. Tetapi

pandangan hidup itu selalu berada dalam kontestasi dan negosiasi dengan pandangan

hidup lainnya. Cultural software dikopi dalam setiap individu melalui sosialisasi,

interaksi dan komunikasi. Fungsi cultural software mirip dengan apa yang disebut

Gadamer “tradisi”: tradisi melengkapi kita dengan pra-pemahaman yang

memungkinkan kita membuat penilaian mengenai dunia sosial Sejauh masyarakat

memiliki kopi yang kurang lebih sama, maka pemahaman budaya mereka adalah

pemahaman budaya bersama.

5

Page 6: Pancasila Sebagai Etika Politik

1. Etika dan Moralitas

Etika bukan sumber tambahan moralitas melainkan merupakan filsafat yang

mereflesikan ajaran moral. Pemikiran filsafat mempunyai lima ciri khas yaitu

rasional, kritis, mendasar, sistematik dan normatif. Rasional berarti mendasarkan

diri pada rasio atau nalar, pada argumentasi yang bersedia untuk dipersoalkan tanpa

perkecualian. Kritis berarti filsafat ingin mengerti sebuah masalah sampai ke akar-

akarnya, tidak puas dengan pengertian dangkal. Sistematis artinya membahas

langkah demi langkah. Normatif menyelidiki bagaimana pandangan moral yang

seharusnya.

2. Etika dan Agama

Etika tidak dapat menggantikan agama. Agama merupakan hal yang tepat

untuk memberikan orientasi moral. Pemeluk agama menemukan orientasi dasar

kehidupan dalam agamanya. Akan tetapi agama itu memerlukan ketrampilan etika

agar dapat memberikan orientasi, bukan sekadar indoktrinasi. Hal ini disebabkan

empat alasan sebagai berikut:

1. Orang agama mengharapkan agar ajaran agamanya rasional. Ia tidak puas

mendengar bahwa Tuhan memerintahkan sesuatu, tetapi ia juga ingin

mengerti mengapa Tuhan memerintahkannya. Etika dapat membantu

menggali rasionalitas agama.

2. Seringkali ajaran moral yang termuat dalam wahyu mengizinkan interpretasi

yang saling berbeda dan bahkan bertentangan.

3. Karena perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan masyarakat maka

agama menghadapi masalah moral yang secara langsung tidak disinggung-

singgung dalam wahyu. Misalnya bayi tabung, reproduksi manusia dengan

gen yang sama.

6

Page 7: Pancasila Sebagai Etika Politik

4. Adanya perbedaan antara etika dan ajaran moral. Etika mendasarkan diri

pada argumentasi rasional semata-mata sedangkan agama pada wahyunya

sendiri. Oleh karena itu ajaran agama hanya terbuka pada mereka yang

mengakuinya sedangkan etika terbuka bagi setiap orang dari semua agama

dan pandangan dunia.

B. Apa Itu Politik

Politik berasal dari bahasa Yunani Polis yang artinya kota atau negara, yang

kemudian muncul kata-kata polities yang artinya warga negara dan kata politikos

yang artinya kewarganegaraan. Politik adalah seni tentang kenegaraan yang

dijabarkan dalam praktek di lapangan, sehingga dapat dijelaskan bagaimana

Imbungan antar manusia (penduduk) yang tinggal di suatu tempat (wilayah) yang

meskipun memiliki perbedaan pendapat dan kepentingannya, tetap mengakui adanya

kepentingan bersama untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasionalnya.

Penyelenggaraan kekuasaan negara dipercayakan kepada suatu badan/ lembaga yaitu

pemerintah.

Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam

masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya

dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai

definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.

Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional

maupun nonkonstitusional.

Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu

antara lain:

Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan

kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)

7

Page 8: Pancasila Sebagai Etika Politik

Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan

negara

Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan

mempertahankan kekuasaan di masyarakat

Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan

kebijakan publik.

Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara

lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik,

proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk

tentang partai politik.

1. Teori Politik Lao Tzu (Taoisme)

Teori politik Taoisme didasarkan pada ajaran utama tentang Tao. Orang

Taios memandang bahwa semua perubahan di alam adalah manifestasi-manifestasi

proses dinamis saling mempengaruhi antara oposisi-oposisi kutub Yin dan Yang.

Oleh sebab itu, mereka percaya bahwa setiap pasangan yang berlawanan memiliki

hubungan polar, dimana masing-masing kutub terkait secara dinamis satu sama lain.

Maka, kapanpun kita ingin mencapai apapun, kita mesti memulainya dengan

lawannya. Di sisi lain, kapanpun kita ingin mempertahankan apapun, kita harus

membiarkan di dalamnya ada lawannya. Inilah jalan hidup orang bijak yang telah

mencapai sudut pandang lebih tinggi, suatu perspektif dimana relativitas dan

hubungan polar dari semua hal yang berlawanan dapat dipersepsi dengan jelas.

Tindakan-tindakan orang bijak Taois muncul dari kebijakan intuitifnya, secara

spontan dan dalam keselarasan dengan lingkungannya. Ia tidak perlu memaksakan

dirinya sendiri, atau apapun di sekitarnya, namun sekedar menyesuaikan

tindakannya dengan gerakan Tao. Inilah yang disebut Wu-Wei. Wu Wei berarti non-

aksi (berbuat tidak berbuat). Arti dari ungkapan ini adalah alam dan segala isinya

telah memiliki irama geraknya sendiri-sendiri. Manusia dalam menghadapi alam dan

hidup sehari-hari tidak perlu banyak campur tangan, biarkan alam dalam peristiwa

berkembang menurut iramanya masing-masing. Manusia jangan memaksakan

8

Page 9: Pancasila Sebagai Etika Politik

kehendaknya sendiri dan ingin bertindak, karena dengan demikian merusak irama

alam dan hasilnya justru keserakahan, kemarahan dan malapetaka.

2. Teori Politik Aristoteles Teori Politik Aristoteles

Dalam Aristoteles, teori politik berhubungan dengan teori etika. Politik

sangat bersifat etis, menjunjung prinsip-perinsip etis/moral, mengejar nilai-nilai

etis/moral, dan membelanya. Pembukaan bukunya “politics” sangat mengandaikan

dan berkaitan dengan pembukaan bukunya “Nicomachean Ethics”. Jika dalam buku

etikanya, kebaikan adalah tujuan atau keterarahan dari segala aktivitas kehidupan

manusia, dalam buku politiknya, polis adalah cetusan paling tinggi dari aktivitas

hidup manusia dalam menggapai kesempurnaan dan kebaikan sosialitasnya.

Hubungan antara politik dan etika bersifat timbal balik, yaitu etika terarah kepada

pembentukan tata kehidupan bersama yang baik dalam politik, dan politik

mengandaikan fondasi etis yang benar. Etika dan politik merupakan dua entitas yang

bersinergis.

Dengan demikian, politik adalah sistem tata hidup bersama dalam polis

tunduk pada dan mengandaikan etika kebaikan sekaligus merupakan puncak

kesempurnaan cetusan etika. Etika adalah pendasaran dari politik.

Bagi Aristoteles, manusia adalah zoon politicon, makhluk sosial, makhluk hidup

yang membentuk masyarakat. Demi keberadaannya dan demi penyempurnaan

dirinya, diperlukan persekutuan dengan orang lain. Untuk itu diperlukan negara.

Negara bertujuan untuk memungkinkan hidup dengan baik, seperti halnya dengan

segala lembaga yang lain.

Negara memiliki beberapa bentuk. Tidak semua bentuk adalah baik. Bentuk

negara yang buruk adalah tirani, yaitu pemerintahan seorang lalim. Selain itu ada

bentuk negara oligarkhi, pemerintahan sekelompok kecil orang, dan demokrasi,

yaitu pemerintahan seluruh rakyat, kaya, miskin, berpendidikan atau tidak. Negara

yang demikian tidak mungkin mencapai tujuannya. Sebaliknya, susunan negara yang

tergolong ideal adalah monarki, yaitu pemerintahan oleh seorang raja, aristokrasi,

9

Page 10: Pancasila Sebagai Etika Politik

pemerintahan kaum ningrat dan politeia, yaitu pemerintahan banyak orang.

Menurut Arototeles, dalam prakteknya, pemerintahan yang paling baik adalah

politeia yang bersifat demokratis-moderat, atau demokrasi dengan undang-undang

dasar, sebab hak memilih dan hak dipilih bukan ada pada semua orang, melainkan

pada golongan tengah, yang memiliki senjata dan yang telah biasa berperang.

Bentuk pemerintahan ini memberi jaminan yang terkuat, bahwa pemerintahan akan

bertahan lama dan akan dihindarkan dari perbuatan-perbuatan yang berlebih-lebihan.

C. MORAL

Moral berasal dari bahasa latin yakni mores kata jamak dari mos yang berarti

adat kebiasaan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia moral diartikan dengan susila.

Sedangkan moral adalah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang

tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang wajar.

Antara etika dan moral memang memiliki kesamaan. Namun, ada pula

berbedaannya, yakni etika lebih banyak bersifat teori, sedangkan moral lebih banyak

bersifat praktis. Menurut pandangan ahli filsafat, etika memandang tingkah laku

perbuatan manusia secara universal (umum), sedangkan moral secara lokal. Moral

menyatakan ukuran, etika menjelaskan ukuran itu.

Namun demikian, dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki

perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai

perbutan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio,

sedangkan dalam pembicaran moral tolak ukur yang digunakan adalah norma-norma

yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat.

Istilah moral senantiasa mengaku kepada baik buruknya perbuatan manusia

sebagai manusia. Inti pembicaraan tentang moral adalah menyangkut bidang

kehidupan manusia dinilai dari baik buruknya perbutaannya selaku manusia. Norma

moral dijadikan sebagai tolak ukur untuk menetapkan betul salahnya sikap dan

tindakan manusia, baik buruknya sebagai manusia.

10

Page 11: Pancasila Sebagai Etika Politik

D. NORMA

Norma berasal dari bahasa latin yakni norma, yang berarti penyikut atau

siku-siku, suatu alat perkakas yang digunakan oleh tukang kayu. Dari sinilah kita

dapat mengartikan norma sebagai pedoman, ukuran, aturan atau kebiasaan. Jadi

norma ialah sesuatu yang dipakai untuk mengatur sesuatu yang lain atau sebuah

ukuran. Dengan norma ini orang dapat menilai kebaikan atau keburukan suatu

perbuatan.

Jadi secara terminologi kiat dapat mengambil kesimpulan menjadi dua

macam. Pertama, norma menunjuk suatu teknik. Kedua, norma menunjukan suatu

keharusan. Kedua makna tersebut lebih kepada yang bersifat normatif. Sedangkan

norma norma yang kita perlukan adalah norma yang bersifat prakatis, dimana norma

yang dapat diterapkan pada perbuatan-perbuatan konkret.

Dengan tidak adanya norma maka kiranya kehidupan manusia akan manjadi

brutal. Pernyataan tersebut dilatar belakangi oleh keinginan manusia yang tidak

ingin tingkah laku manusia bersifat senonoh. Maka dengan itu dibutuhkan sebuah

norma yang lebih bersifat praktis. Memang secara bahasa norma agak bersifat

normatif akan tetapi itu tidak menuntup kemungkinan pelaksanaannya harus bersifat

praktis

11

Page 12: Pancasila Sebagai Etika Politik

E. PANCASILA SEBAGAI SUMBER NILAI

1. PENGERTIAN NILAI

Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan

berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna

bagi kehidupan manusia.

Adanya dua macam nilai tersebut sejalan dengan penegasan pancasila

sebagai ideologi terbuka. Perumusan pancasila sebagai dalam pembukaan UUD

1945 Alinea4 dinyatakan sebagai nilai dasar dan penjabarannya sebagai nilai

instrumental. Nilai dasar tidak berubah dan tidak boleh diubah lagi. Betapapun

pentingnya nilai dasar yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 itu, sifatnya

belum operasional. Artinya kita belum dapat menjabarkannya secara langsung dalam

kehidupan sehari-hari. Penjelasan UUD 1945 sendiri menunjuk adanya undang-

undang

Sebagai pelaksanaan hukum dasar tertulis itu. Nilai-nilai dasar yang

terkandung dalam pembukaan UUD 1945 itu memerlukan penjabaran lebih lanjut.

Penjabaran itu sebagai arahan untuk kehidupan nyata. Penjabaran itu kemudian

dinamakan Nilai Instrumental.

Nilai Instrumental harus tetap mengacu kepada nilai-nilai dasar yang

dijabarkannya Penjabaran itu bisa dilakukan secara kreatif dan dinamis dalam

bentuk-bentuk baru untuk mewujudkan semangat yang sama dan dalam batas-batas

yang dimungkinkan oleh nilai dasar itu. Penjabaran itu jelas tidak boleh

bertentangan dengan nilai-nilai dasarnya.

12

Page 13: Pancasila Sebagai Etika Politik

2. CIRI-CIRI NILAI

Sifat-sifat nilai menurut Bambang Daroeso (1986) adalah Sebagai berikut.

a. Nilai itu suatu realitas abstrak dan ada dalam kehidupan manusia. Nilai yang

bersifat abstrak tidak dapat diindra. Hal yang dapat diamati hanyalah objek

yang bernilai itu. Misalnya, orang yang memiliki kejujuran. Kejujuran adalah

nilai, tetapi kita tidak bisa mengindra kejujuran itu. Yang dapat kita indra

adalah kejujuran itu.

b. Nilai memiliki sifat normatif, artinya nilai mengandung harapan, cita-cita,

dan suatu keharusan sehingga nilai nemiliki sifat ideal (das sollen). Nilai

diwujudkan dalam bentuk norma sebagai landasan manusia dalam bertindak.

Misalnya, nilai keadilan. Semua orang berharap dan mendapatkan dan

berperilaku yang mencerminkan nilai keadilan.

c. Nilai berfungsi sebagai daya dorong/motivator dan manusia adalah

pendukung nilai. Manusia bertindak berdasar dan didorong oleh nilai yang

diyakininya. Misalnya, nilai ketakwaan. Adanya nilai ini menjadikan semua

orang terdorong untuk bisa mencapai derajat ketakwaan.

3. MACAM-MACAM NILAI

Dalam filsafat, nilai dibedakan dalam tiga macam, yaitu

a. Nilai logika adalah nilai benar salah.

b. Nilai estetika adalah nilai indah tidak indah.

c. Nilai etika/moral adalah nilai baik buruk.

Berdasarkan klasifikasi di atas, kita dapat memberikan contoh dalam

kehidupan. Jika seorang siswa dapat menjawab suatu pertanyaan, ia benar secara

logika. Apabila ia keliru dalam menjawab, kita katakan salah. Kita tidak bisa

13

Page 14: Pancasila Sebagai Etika Politik

mengatakan siswa itu buruk karena jawabanya salah. Buruk adalah nilai moral

sehingga bukan pada tempatnya kita mengatakan demikian.

Contoh nilai estetika adalah apabila kita melihat suatu pemandangan,

menonton sebuah pentas pertunjukan, atau merasakan makanan, nilai estetika

bersifat subjektif pada diri yang bersangkutan. Seseorang akan merasa senang

dengan melihat sebuah lukisan yang menurutnya sangat indah, tetapi orang lain

mungkin tidak suka dengan lukisan itu. Kita tidak bisa memaksakan bahwa luikisan

itu indah.

Nilai moral adalah suatu bagian dari nilai, yaitu nilai yang menangani

kelakuan baik atau buruk dari manusia.moral selalu berhubungan dengan nilai, tetapi

tidak semua nilai adalah nilai moral. Moral berhubungan dengan kelakuan atau

tindakan manusia. Nilai moral inilah yang lebih terkait dengan tingkah laku

kehidupan kita sehari-hari.

Notonegoro dalam Kaelan (2000) menyebutkan adanya 3 macam nilai Ketiga

nilai itu adalah sebagai berikut.

a. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani

manusia atau kebutuhan ragawi manusia.

b. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat

mengadakan kegiatan atau aktivitas.

c. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.

Nilai kerohanian meliputi

a. Nilai kebenaran yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta) manusia.

b. Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan

(emotion) manusia.

c. Nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada unsur kehendak (karsa,

Will) manusia.

14

Page 15: Pancasila Sebagai Etika Politik

Nilai religius yang merupakan nilai keohanian tertinggi dan mutlak serta

bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia.

4. PANCASILA SEBAGAI SUMBER NILAI

Diterimanya pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional membawa

konsekuensi logis bahwa nilai-nilai pancasila dijadikan landasan pokok, landasan

fundamental bagi penyelenggaraan negara Indonesia. Pancasila berisi lima sila

yang pada hakikatnya berisi lima nilai dasar yang fundamental. Nilai-nilai dasar

dari pancasila tersebut adalah nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Nilai Kemanusiaan

Yang Adil dan Beradab, nilai Persatuan Indonesia, nilai Kerakyatan yang dipimpin

oleh hikmat kebijaksanaan dalan permusyawaratan/perwakilan, dan nilai Keadilan

sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Dengan pernyataan secara singkat bahwa

nilai dasar Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai

persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.

Pancasila di dalamnya mengandung nilai-nilai universal (umum) yang

dikembangkan dan berkembang dalam diri pribadi manusia sesuai dengan

kodratnya, sebagai makhluk pribadi dan sosial.

Manusia pada dasarnya memiliki :

- Kedudukan sebagai makluk pribadi dan social

- Manusia mempunyai jiwa dan raga

- Manusia mempunyai sifat tanpa batas

Sebagai suatu sistem nilai Pancasila bagi bangsa Indonesia memiliki

keunikan atau kekhasan, karena nilai-nilai Pancasila mempunyai kedudukan atau

status yang tetap dan berangkai. Keunikan ini disebabkan, karena masing-masing

sila tidak dapat dipisahkan dengan sila lainnya. Kekhususan ini merupakan identitas

bagi bangsa Indonesia.

Pancasila mempunyai nilai-nilai universal, pada bangsa lain tidak

dilaksanakan secara utuh dan menyeluruh sebagaimana bangsa Indonesia dan bangsa

15

Page 16: Pancasila Sebagai Etika Politik

lain. Dengan demikian perbedaannya bukan terletak pada sikap ramah tamah, gotong

royong dan lain-lain tetapi terletak pada pengamalan atau penerapan nilai-nilai

Pancasila tersebut. Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia. Maka

dari pada itu penerapannya ditumbuhkan dan dikembangkan tanpa paksaan

melainkan atas kesadaran diri, merupakan panggilan hati nurani (ditimbulkan dari

dalam).

5. Memahami dan menghayati nilai-nilai pancasila

Pandangan hidup suatu bangsa adalah krtistalisasi nilai-nilai yang diyakini

kebenarannya dan kesediaan untuk mewujudkan di dalam tindakan, sikap, perilaku

hidup dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bagi bangsa

Indonesia tidak dapat tidak mengkristalisasi nilai-nilai tersebut adalah yang terdapat

pada Pancasila, dimnana sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan nilai

inti dan nilai sumber yang mana masing-masing saling menjiwai dan meliputi, yang

akan memberikan landasan bagi:

a. Nilai dasar kemanusiaan sebagai tolok ukur (nilai kriteria),

b. Berlaku umum dan menyeluruh bagi nilai-nilai,

c. Menjadi landasan kepercayaan pandangan hidup dan sikap serta perilaku.

Nilai ketuhanan yang merupakan nilai inti dan nilai sumber criteria dapat

memberikan upaya dan usaha manusia dalam:

a. Investasi nilai

Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa menagndung nilai-nilai

ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan dan nilai-nilai

keadilan. Di samping itu terdapat pula nilai spiritual, nilai pragmatis dan nilai-

nilai positif. Lebih lanjut kita jumpai pula nilai logis, nilai estetis, nilai etis, nilai

sosial, dan nilai religius.

b. Fitur Tindakan Manusia

Dalam dunia yang semakin maju dan berkembang, ditandai dengan ilmu

pengetahuan dan teknologi. Akibat kemajuan komunikasi, informasi dan

transformasi hampir dapat dikatakan tidak terdapat batas-batas wilayah lagi

sebagai akibat arus informasi tersebut. Arus informasi ini, baik dari dalam

16

Page 17: Pancasila Sebagai Etika Politik

maupun dari luar tidak mungkin terkendali, karena perubahan-perubahan

tersebut. Oleh sebab itu, perlu adanya semacam jaringan nilai-nilai untuk

menyaring nilai-nilai yang tidak sesuai dengan pandangan hidup bangsa.

Keadaan seperti itu disebut sebagai era globalisasi, keterbukaan atau transportasi

akan melanda kehidupan masyarakat dimana pun.

c. Memberikan Kendali kepada Manusia

Mengendalikan diri untuk mewujudkan keseimbangan, keserasian dan

keselarasan dalam hidup, perilaku dan tingkah laku dalam bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara. Masyarakt itu sementara berubah (dinamis), yang kita

cari bukan dinamikanya, akan tetapi keseimbangan, keselarasan dan keserasian

untuk mencapai kebahagiaan.

d. Sebagai Pengarah (Orientasi) pada Manusia

Ia memberikan kekuatan kehidupan dan membimbing ke arah yang lebih

baik.

e. Sebagai Pendorong (Motivasi) bagi Manusia

Memberikan semangat dan dorongan yang lebih kreatif, positif sehingga

akan lebih berdayaguna, efisien, dan efektif.

6. Nilai Laten

Seperti diungkapakan bahwa pandangan hidup bangsa adalah kristalisasi

nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan bermaksud menerapkannya dalam hidup

dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Apabila kita kaji sebenarnya nilai-nilai Pancasila tidak terbatas, dan apabila

bekum terungkap dalam kehidupan secara nasional, maka kewajiban kita untuk

mengungkapkannya dalam permukaan, sehingga nilai-nilai tersebut tidak laten

sifatnya. Nilai-nilai Pancasila yang belum terungkap jumlahnya tak terbatas.

Penerapan nilai-nilai Pancasila yang terdapat dalam kandungan dari setiap

sila adalah sebagai berikut:

Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa

1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan

Yang Maha Esa

17

Page 18: Pancasila Sebagai Etika Politik

2. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,

sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar

kemanusiaan yang adil dan beradap.

3. Mengemangkan sifat hormat menghormati dan bekerjasama antar apemeluk

agama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang

Maha Esa.

4. Mengembangkan kerukunan hidup diantara sesama umat bergama dan

kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah

yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa

yang dipercayai dan diyakininya.

6. Menembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah

sesuai dengan kepercayaan masing-masing.

7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang

Maha Esa kepada orang lain.

Sila Kedua: Kemanusian Yang Adil dan Beradap

1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martbatnya

sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap

manusia, tanpa membeda-bedakan suku, ras, agama, keturunan, kepercayaan,

kedudukan social dan sebagainya.

3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesame manusia

4. Mengembangkan sikap tenggang rasa dan tepa selira.

5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain

6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan

8. Berani membela kebenaran dan keadilan

18

Page 19: Pancasila Sebagai Etika Politik

Sila Ketiga: Persatuan Indonesia

1. mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan

keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama diatas

kepentingan pribadi atau golongan

2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan bangsa apabila diperlukan.

3. mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.

4. menembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.

5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

abadi dan keadilan social.

6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhineka Tunggal Ika.

7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

Sila Keempat : Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam

Permusyawaratan/Perwakilan

1. Sebagai warga Negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia

mempunyai kedudukan yang sama.

2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.

3. Mengutamakan musyawarah dan mengambil keputusan untuk kepentingan

bersama.

4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.

5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai

hasil musyawarah.

6. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan

hasil musyawarah.

7. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuaidengan hati nurani yang

luhur.

8. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral

keada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat

manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan, megutamakan persatuan dan

kesatuan demi keentingan bersama.

19

Page 20: Pancasila Sebagai Etika Politik

9. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayakan ungtuk

melaksanakan permusyawaratan.

Sila Kelima: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

1. Mengenbangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan

suasana kekeluargaan dan kegotong-royongan.

2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.

3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.

4. Menghormati hak orang lain.

5. Suka memberikan pertolongan pada orang lain agar dapat berdiri sendiri.

6. Tidak menggunakan hak milik utntuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan

terhadap orang lain.

7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersipat pemborosan dan

gaya hidup mewah.

8. Tidak menggunakan hak milik uantuk hal-hal yang bertentangan dengan atau

merugikan kepentingan umum.

9. Suka bekerja keras.

10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan

kesejahteraan bersama.

11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata

dan keadilan sosial.

20

Page 21: Pancasila Sebagai Etika Politik

BAB III

PENUTUPAN

KESIMPULAN

Pancasila adalah dasar Negara yang menjadi tolok ukur pemikiran bangsa

Indonesia yang mengandung nilai-nilai yang universal dan terkristalilasi dalam sila-

silanya. yang dikembangkan dan berkembang dalam diri pribadi manusia sesuai

dengan kodratnya, sebagai makhluk pribadi dan sosial. Didalam tubuh pancasila

telah terukir berbagai aspek pemikiran bangsa yang mengandung asas moralitas,

politik, sosial, agama, kemusyawaratan, persatuan dan kesatuan.

Seluruh aspek tersebut senafas, sejiwa, merupakan suatu totalitas saling

hidup menjiwai, diliputi dan dijiwai satu sama lain.

21

Page 22: Pancasila Sebagai Etika Politik

Daftar pustaka

Widjaja, AW, H, Drs, Penerapan Nilai-Nilai Pancasila dan Ham, Jakarata:

RINEKA CIPTA, 2004.

Tambujaya E, Rustam, Pendidikan Pancasila, Jakarta: Pustaka Jaya, 1995.

Hartono, Pendidikan Pancasila untuk SMA, Bandung: Yudistira, 1998.

http://www.google.com

http://www.yahoo.com

http://www.wikipedia.com

http://www.okezone.com

22