Top Banner
MODUL PERKULIAHAN PANCASILA PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA (I) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh MKCU MARCOM 10 MK90003 Herulono Murtopo S.S.,M.Hum Abstract Kompetensi Pancasila is a system of ethics. The Pancasila can be used as a reference to act well. Therefore, the values of Pancasila should be understood properly. Mahasiswa memiliki pendalaman yang memadai untuk melihat Pancasila sebagai sebuah sistem Etika. Itu artinya, Pancasila bisa secara memadai untuk dijadikan sebuah sistem bertindak bagi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, mahasiswa diharapkan bisa semakin bermoral dengan pedoman Pancasila.
16

PANCASILA - modul. · PDF filebelum mendapatkan laporan akhir dari perjalanan studi banding ... tanggal 15 Maret 2012 2 Sugono, Dendy ... Bentuk tunggal kata ‘moral’ adalah mos

Jan 31, 2018

Download

Documents

haquynh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PANCASILA - modul. · PDF filebelum mendapatkan laporan akhir dari perjalanan studi banding ... tanggal 15 Maret 2012 2 Sugono, Dendy ... Bentuk tunggal kata ‘moral’ adalah mos

MODUL PERKULIAHAN

PANCASILA

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA (I)

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

MKCU MARCOM

10 MK90003 Herulono Murtopo S.S.,M.Hum

Abstract Kompetensi

Pancasila is a system of ethics. The Pancasila can be used as a reference to act well. Therefore, the values of Pancasila should be understood properly.

Mahasiswa memiliki pendalaman yang memadai untuk melihat Pancasila sebagai sebuah sistem Etika. Itu artinya, Pancasila bisa secara memadai untuk dijadikan sebuah sistem bertindak bagi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, mahasiswa diharapkan bisa semakin bermoral dengan pedoman Pancasila.

Page 2: PANCASILA - modul. · PDF filebelum mendapatkan laporan akhir dari perjalanan studi banding ... tanggal 15 Maret 2012 2 Sugono, Dendy ... Bentuk tunggal kata ‘moral’ adalah mos

2016 2 Pancasila Pusat Bahan Ajar dan eLearning

Herulono Murtopo S.S.,M.Hum http://www.mercubuana.ac.id

Materi Pengayaan

BAB VII

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

12.1. Pengantar

Aristoteles mengatakan, keutamaan bisa terjadi karena kebiasaan, bukan karena

pengetahuan. Orang yang terbiasa berbuat baik akan menjadi orang baik. Orang yang

berpengetahuan baik, belum tentu adalah orang yang baik. Sayangnya, akhir-akhir ini kita

melihat bahwa Etika hanya sebuah ilmu di atas kertas dan dunia ide. Sementara dalam

kenyataan, etika bukan hanya dikesampingkan tapi dianggap menjadi penghalang. Bahkan

ada semacam pembenaran orang untuk berbuat tidak baik. Kali ini kita akan membahas

pengantar umum, sebelum minggu depan kita bicara secara khusus tentang Pancasila

sebagai salah satu sumber nilai.

12.2. Konsep Dasar Etika

Sebelum kita memasuki apa konsep dasar etika dan hubungannya dengan komunikasi, ada

baiknya kita menjernihkan dahulu apa yang dimaksud dengan peristilahan tersebut.

Meskipun dalam banyak hal kita memang sudah akrab dengan kata-kata itu dalam hidup

sehari-hari, namun sering kali kita tidak bisa mendefinisikannya atau paling tidak kalau

ditanya apa artinya, banyak yang secara serampangan menjawab sebagai tingkah laku. Apa

itu etika? Tingkah laku. Apa itu moral? Tingkah laku juga. Apa itu etiket? Jawabannya tidak

berbeda dengan dua istilah sebelumnya. Lalu saya bertanya, kok sama artinya?

Lalu biasanya saya mengajak murid-murid saya untuk melihat secara lebih teliti sejenak.

Kata-kata itu bisa disambungkan dengan kata apa. Dari sini nanti, hasilnya akan kelihatan

berbeda. Kata moral, misalnya, yang paling umum kita dengar dihubungkan dengan

pancasila. Pada kurikulum tahun-tahun yang lalu, kita mendengar ada pendidikan moral

pancasila. Kata moral di depan kata pancasila, jelas tidak bisa diganti dengan kata etika

atau etiket. Etika pancasila dan etiket pancasila, selain kelihatan aneh, juga tidak nyambung.

Sedangkan kata etika, bisa dengan mudah disambungkan dengan kata profesi, sehingga

ada kata etika profesi. Tapi jangan pernah memberikan kuliah dengan judul etiket profesi

atau moral profesi. Nanti tidak akan nyambung. Sementara itu, satu-satunya kata yang

cocok untuk dihubungkan dengan etiket adalah kata pergaulan. Tidak mungkin pas bila kata

etiket dihubungkan dengan kata bisnis. Etiket bisnis jelas akan sangat janggal.

Page 3: PANCASILA - modul. · PDF filebelum mendapatkan laporan akhir dari perjalanan studi banding ... tanggal 15 Maret 2012 2 Sugono, Dendy ... Bentuk tunggal kata ‘moral’ adalah mos

2016 3 Pancasila Pusat Bahan Ajar dan eLearning

Herulono Murtopo S.S.,M.Hum http://www.mercubuana.ac.id

Hal itu menunjukkan bahwa ketiga kata itu sebenarnya berbeda konteks dan arti. Ciri-ciri

bahwa suatu kata itu sama artinya, adalah kata-kata itu bisa saling menggantikan. Misalnya

kata papa dan papi. Tentang Etika, bahkan wakil rakyat kita yang kita hormati bersama,

Badan Kehormatan DPR sampai harus melakukan study banding ke Yunani pada tahun

2010. Kata salah seorang pejabat, Nudirman, “studi banding ini wajib, agar kita tidak katak

dalam tempurung1.” Yang dipelajari adalah, bagaimana cara melakukan interupsi yang

benar? Bolehkah merokok di dalam gedung DPR ketika rapat, dll. Sampai sekarang, kita

belum mendapatkan laporan akhir dari perjalanan studi banding tersebut. Karena itulah,

sambil menunggu hasil studi banding itu, marilah kita belajar sendiri apa itu Etika dan Moral.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Etika

etika /étika/ n 1 ilmu tt apa yg baik dan apa yg buruk dan tt hak serta kewajiban moral; 2 kumpulan asas atau nilai yg berkenaan dng akhlak; 3 asas perilaku yg menjadi pedoman

etis /étis/ a 1 berhubungan (sesuai) dengan akhlak atau etika; 2 sesuai dng asas perilaku yg disepakati secara umum

Etiket

1etiket /étiket/ n tulisan dsb yg dilekatkan pd barang dagangan (label); merk dagang

2etiket /étiket/ n aturan sopan santun (tatacara) dl pergaulan2

Moral

moral n 1 (ajaran tt) baik buruk yg diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dsb; akhlak; budi pekerti; susila; 2 kondisi mental yg membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, bersedia berkorban, menderita, menghadapi bahaya, dsb; isi hati atau keadaan perasaan sebagaimana terungkap dl perbuatan;

bermoral v 1 berbudi pekerti yg baik, masih mempunyai pertimbangan yg baik dan buruk dl melakukan sesuatu; 2 sesuai dng moral atau tingkah laku yg baik: tawur-tawuran antara sesama kaum muda

moralis n 1 orang yg hidup menurut moral; 2 orang yg mengajarkan atau mempelajari moral sbg cabang filsafat; 3 orang yg menaruh perhatian thd pengaturan moral orang lain; 4 filsuf atau pengarang mengenai prinsip

moralitas n perbuatan dan tingkah laku yg baik; kesusilaan3

Kalau memperhatikan pengertian di atas, paling tidak kita bisa memahami bahwa etika itu

adalah suatu ilmu, ilmu tentang yang baik dan buruk, serta kewajiban secara moral.

Sedangkan, arti berikutnya kurang begitu jelas ketika etika diartikan sebagai kumpulan asas

atau nilai. Kumpulan jelas belum mengacu pada ilmu. Seperti kumpulan batu, semen, dan

besi, jelas bukanlah sebuah bangunan rumah. Dalam pandangan ilmu, jelas belum memiliki

kerangka yang jelas. Etika merupakan kumpulan nilai. Maka, pertanyaan berikutnya adalah

1 http://nasional.kompas.com/read/2010/10/19/11325682/DPR.ke.Yunani.Belajar. Etika saya unduh tanggal 15 Maret 2012 2 Sugono, Dendy dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Pusat Bahasa, 2008,hal. 417 3 Sugono, Dendy dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Pusat Bahasa, 2008, hal. 948

Page 4: PANCASILA - modul. · PDF filebelum mendapatkan laporan akhir dari perjalanan studi banding ... tanggal 15 Maret 2012 2 Sugono, Dendy ... Bentuk tunggal kata ‘moral’ adalah mos

2016 4 Pancasila Pusat Bahan Ajar dan eLearning

Herulono Murtopo S.S.,M.Hum http://www.mercubuana.ac.id

nilai sendiri apa. Masih dalam kamus besar bahasa Indonesia, nilai memiliki beberapa arti

yaitu harga, angka kepandaian, dan hal-hal (sifat-sifat) yang penting atau berguna bagi

kemanusiaan. Dalam pembahasan filsafat ini4, nilai sebagai kwalitas atau sifat penting yang

berguna bagi kemanusiaan jelas lebih tepat. Di sini harus dikatakan bahwa nilai sendiri

berharga. Dalam hal ini, nilai sebagai hal yang berkaitan dengan kwalitas manusia menjadi

lebih khas.

Etika merupakan perkembangan lebih lanjut dari filsafat alam (lih. Sejarah filsafat yang

sudah kita bahas pada bab-bab terdahulu). Artinya begini; pada masa-masa pra socrates,

fokus kajian filsafat hanya sebatas pada asal-usul alam semesta dan bagaimana

kosmologinya. Sedangkan, filsafat yang memfokuskan diri pada nilai dan penilaian yang

berupa etika, baru dikaji secara lebih sistematis sejak jaman Socrates.

Secara etimologis, Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’

adalah ethos sedangkan bentuk jamaknya adalah ta etha. Ethos mempunyai banyak arti

yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak,

perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan. Arti dari bentuk

jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai

untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai

arti sebagai ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.

Dalam lingkup kajiannya, biasanya etika dibagi dalam dua kelompok besar5. Yang pertama

adalah etika deskriptif. Dekriptif adalah kata sifat dari kata benda deskripsi. Sesuai dengan

namanya, etika deskripsi sebenarnya merupakan bidang kajian etika yang sekedar

menggambarkan bagaimana sebuah nilai moral berlaku dalam suatu masyarakat. Etika di

sini tidak banyak berbeda dengan antropologi dan sosiologi yang mengkaji tindakan

manusia tanpa disertai dengan penilaian moral apapun, kecuali sebuah deskripsi.

Etika berikutnya adalah etika normatif. Etika normatif merupakan etika yang sudah diberi

penilaian-penilaian filosofis tentang suatu tindakan. Biasanya dibedakan antara etika yang

umum dan yang terapan. Etika umum belum membahas kasus-kasus etis dalam perbuatan

manusia. Etika ini memberikan pendasaran moral fundamental yang nantinya bisa

diterapkan dalam etika khusus. Salah satu contoh etika khusus adalah etika komunikasi

yang saat ini akan kita kaji lebih mendalam. Di samping itu ada etika bisnis, etika

kedokteran, etika jurnalistik, dll. Etika normatif yang Berkaitan dengan etika ini, masih ada

4 Sebenarnya, permasalahan tentang nilai dalam filsafat jauh lebih kompleks daripada sekedar arti dalam kamus. Nilai berkaitan dengan siapa yang menentukan adanya nilai, lalu apa yang dimaksud dengan nilai, kriteria apa yang menunjuk pada nilai, dll. Bdk. Katsoff, 317-335, untuk mendalami kajian tentang nilai secara lebih mendalam dan filosofis, silahkan dibaca juga Wahono, Paulus, Nilai: Etika Aksiologis Max Haveler, Yogyakarta, Kanisius, 2004. Nilai menjadi sesuatu yang mempesona, memikat orang, mendorong orang untuk melakukan sesuatu, sekaligus menjadi tujuan seseorang dalam bertindak (hal. 11). Kajiannya bertitik tolak dari paham fenomenologi. 5 Bertens, Kees, Etika, hal. 15-19

Page 5: PANCASILA - modul. · PDF filebelum mendapatkan laporan akhir dari perjalanan studi banding ... tanggal 15 Maret 2012 2 Sugono, Dendy ... Bentuk tunggal kata ‘moral’ adalah mos

2016 5 Pancasila Pusat Bahan Ajar dan eLearning

Herulono Murtopo S.S.,M.Hum http://www.mercubuana.ac.id

lagi yang dikaji yaitu meta etika. Metaetika jauh lebih konseptual daripada etika umum. Meta

etika memang merupakan teori etika yang hanya membahas tentang prinsip-prinsip moral.

Sedangkan moral memiliki arti yang jauh lebih luas. Moral adalah sebuah ajaran yang

diterima secara umum tentang baik dan buruk. Perhatikan di sini, moral berarti ajaran.

Sedangkan etika berarti ilmu. Dengan demikian etika secara garis besar dapat dikatakan

sebagai sebuah ilmu tentang moral. Moral sebagai ajaran, akhirnya (nanti juga akan kita

lihat lebih lanjut) juga berbeda-beda, tergantung mana yang menjadi sumber ajarannya.

Untuk men-universal-kan (menguniversalkan) moral itu, nanti akan kita kenal istilah moral

fundamental, atau moral dasar. Ada beberapa hal yang bisa menjadi sumber ajaran moral.

Ada agama, ada masyarakat, dan ada negara6. Masing-masing sumber dan ajaran

moralnya berbeda. Ada agama Islam, Kristen, Buddha, dll. Di Indonesia ada banyak sekali

masyarakat dengan latar belakang yang berbeda suku.

Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ adalah mos sedangkan

bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu

kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika’, maka secara etimologis,

kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai

arti yaitu kebiasaan, adat. Dengan kata lain, kalau arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’,

maka rumusan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan

bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang

membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari

bahasa Latin. Yang perlu dipegang adalah bahwa penggunaannya berbeda.

Berkaitan dengan kata moral di sini, kita sering melihatnya secara salah kaprah ketika

menggunakan kata imoral dan amoral. Kata imoral artinya adalah bertentangan dengan

kaidah atau nilai-nilai yang dianggap bermoral. Jadi kalau ada orang jahat, bolehlah kita

menyebut dia imoral. Misalnya ada kasus seorang kakek memperkosa cucu kandungnya

sendiri. Jelas ini tindakan tidak bermoral yang imoral. Sedangkan kata amoral, berarti bebas

moral atau non moral. Artinya, tidak semua tindakan punya dimensi moral yang perlu dinilai

jahat dan tidak. Misalnya, kalau anda bangun tidur, anda akan membuka mata kanan dulu

atau mata kiri dulu, tindakan ini jelas tidak perlu dinilai secara moral. Tapi, ada juga yang

mengartikan amoral sebagai sikap yang tidak peduli dengan moral.

12.3. Dilema Moral7

6 Magnis Suseno, dalam Etika Dasar, menunjukkan bahwa ada 3 intitusi yang bertanggungjawab untuk menanamkan nilai-nilai etis yaitu agama, negara, dan masyarakat. Suseno, Frans Magnis, Etika Dasar, Yogyakarta, Kanisius, 1987, hal. 77 7 Contoh-contoh kasus yang terdapat dalam buku ini cukup menarik untuk dikaji, Higgins, Gregory C., 8 Dilema Moral Abad Ini: di pihak manakah anda?, Yogyakarta, Kanisius, 2006

Page 6: PANCASILA - modul. · PDF filebelum mendapatkan laporan akhir dari perjalanan studi banding ... tanggal 15 Maret 2012 2 Sugono, Dendy ... Bentuk tunggal kata ‘moral’ adalah mos

2016 6 Pancasila Pusat Bahan Ajar dan eLearning

Herulono Murtopo S.S.,M.Hum http://www.mercubuana.ac.id

Lampu merah di perempatan jalan barang kali tidak diperlukan kalau saja jalanan lancar,

juga di perempatan. Tapi karena jalanan kurang lancar, pengguna kendaraan tidak bisa

mengatur diri dan antri dengan otomatis, maka diperlukanlah lampu merah. Sebenarnya

juga, tidak diperlukan polisi yang berjaga di perempatan yang ada lampu merahnya, kalau

saja masyarakat mematuhi rambu-rambu lalu lintas yang ada dan jalanan sudah lancar.

Permasalahan kemudian berkembang, tidak diperlukanlah sebenarnya pengawas kerja

polisi lalu lintas, kalau saja semua polisi bekerja secara profesional tidak menerima suap

dari pelanggar lalu-lintas atau tidak menjamin adanya keadilan dalam masyarakat. Tetapi,

dari semua itu sebenarnya ada satu kuncinya, tidak perlulah ada semua itu, sejauh tidak ada

kemacetan. Tapi toh, nyatanya kenyataan itu terjadi. Jalanan macet. Masyarakat suka

melanggar lalu lintas dengan berbagai alasan. Ada oknum polisi yang suka memanfaatkan

keadaan hingga menyalahgunakan wewenang. Lalu disusunlah peraturan yang harus

dipatuhi bersama. Sekali lagi, semuanya tidak diperlukan kalau saja semuanya lancar dan

berjalan normal.

Demikian halnya, permasalahan moral terjadi karena ada tabrakan-tabrakan nilai-nilai moral

yang menyebabkan manusia harus memilih dan menentukan sikap. Seiring dengan

perkembangan jaman, permasalahan-permasalahan yang barupun bermunculan. Tapi, saya

rasa baik kalau kita sedikit mengkaji, dari mana akar permasalahan dilema moral itu bisa

muncul. Paling tidak ada 3 hal pokok yang mempengaruhi adanya permasalahan moral.

Yang pertama, adanya pluralisme sumber-sumber moral. Yang kedua adanya relativisme

nilai kebenaran. Dan yang ketiga, adanya kebutuhan manusia yang dalam arti tertentu

memaksa manusia meninggalkan prinsip-prinsip moralnya.

Paling tidak ada tiga sumber moral yang bahkan bisa bertabrakan antara satu dengan yang

lain. Ketiga sumber moral itu adalah agama, masyarakat, dan negara. Agama

bagaimanapun juga memegang peranan penting dalam mengajarkan moral. Ini tidak dapat

kita sangkal. Berkaitan dengan agama maka yang jahat dikatakan sebagai sebuah dosa dan

yang baik dikatakan sebagai amal saleh. Namun kenyataannya toh, kita tetap berhadapan

dengan kenyataan bahwa ada banyak agama. Sementara, ajaran agama ini bisa ditafsirkan

secara sangat relatif bagi kebanyakan orang, ada juga yang akhirnya tidak mempercayai

agama. Di dalam satu agama saja, konflik nilai moral bisa terjadi, apalagi berhadapan

dengan orang-orang yang beragama lain dan mereka menganggap ini adalah sesuatu yang

baik. Contohnya, ada agama yang mengatakan bahwa membunuh binatang itu jahat. Ada

yang mengatakan tidak jahat, sejauh cara membunuhnya tidak menyiksa si binatang. Hal ini

akan menimbulkan konflik moral yang harus disikapi dengan bijaksana akan menimbulkan

permasalahan yang lebih besar. Ingat, dalam keadaan yang biasa tidak akan menimbulkan

permasalahan, tapi ketika ada pertentangan, etika sebagai filsafat moral harus dikaji.

Page 7: PANCASILA - modul. · PDF filebelum mendapatkan laporan akhir dari perjalanan studi banding ... tanggal 15 Maret 2012 2 Sugono, Dendy ... Bentuk tunggal kata ‘moral’ adalah mos

2016 7 Pancasila Pusat Bahan Ajar dan eLearning

Herulono Murtopo S.S.,M.Hum http://www.mercubuana.ac.id

Sementara itu, negara bisa juga memberikan ajaran moral yang dalam bentuk hukum dan

perundang-undangan. Tidak semua ajaran agama bisa memadai untuk merumuskan ajaran

moral suatu agama yang berlain-lainan. Bahkan, apa yang diajarkan oleh negara bisa

sangat bertentangan dengan ajaran agama. Contohnya adalah pelegalan aborsi dan

perkawinan sejenis. Ada beberapa negara yang melegalkan tindakan tersebut. Namun, hal

ini tidak bisa secara tuntas menyelesaikan permasalahan moral.

Masyarakat dengan adatnya juga memiliki ajaran moral tersendiri. Kita tahu, adat suatu

masyarakat biasanya ada terlebih dahulu dibandingkan dengan agama dan negara. Itulah

sebabnya, mengapa kebiasaan adat yang dinilai biadab tidak mudah untuk dihapuskan

hanya dengan adanya negara dan agama. Contohnya adalah adanya kebiasaan mengayau

dalam suatu daerah. Tanpa memandang bagaimana sikap orangnya, asalkan berasal dari

kelompok musuh lalu seakan-akan kelompok tertentu berhak untuk melakukan pembunuhan

di pihak musuh.

Permasalahan moral yang kedua bisa terjadi karena adanya relatifisme untuk menentukan

nilai kebenaran. Dalam hal ini pertimbangannya jauh lebih filosofis. Banyaknya hal-hal baru,

terutama berkaitan dengan tekhnologi, menuntut sebuah study khusus yang membahas hal

tersebut. di bidang komunikasi, munculnya media massa dalam bentuk cetakan dan juga

elektronik, bagaimanapun juga harus dikaji segi etisnya. Pada jaman kerajaan majapahit,

misalnya, di Indonesia, tidak diperlukan kajian etis tentang iklan. Tapi, hal ini tidak bisa

diabaikan untuk jaman sekarang. Selain bidang komunikasi, bidang yang paling revolusioner

dan harus disikapi berkaitan dengan etika adalah tekhnologi kedokteran seperti cloning

manusia, rekayasa genetika, bayi tabung, dll. Yang jelas, masalah-masalah tersebut tidak

bisa diselesaikan dengan mengacu pada hukum Tuhan.

Dan yang ketiga, permasalahan moral bisa muncul terutama karena adanya kecenderungan

besar untuk meninggalkan nilai-nilai yang sudah ada. Saya akan mengutip satu contoh

pandangan yang berusaha untuk meninggalkan nilai-nilai ortodoks itu. dalam buku karangan

ada 5 doktrin yang berusaha meninggalkan nilai-nilai yang sudah ada8:

1. pandangan bahwa hidup manusia sebagaimana adanya tidak perlu dihormati secara

khusus.

2. Pandangan bahwa kebahagiaan dan kemalangan, kesenangan dan kesusahan, lebih

penting dari hidup itu sendiri.

3. Pandangan bahwa orang yang punya kesadaran diri dan taraf intelegensi tertentu

saja yang mempunyai hak hidup.

4. Pandangan bahwa untuk mempunyai keinginan, kebutuhan, dan hak-hak, orang

harus terlebih dahulu punya konsepnya.

8 Jenny Teichmen, Etika Sosial,Yogyakarta, Kanisius, 2007, hal. 4

Page 8: PANCASILA - modul. · PDF filebelum mendapatkan laporan akhir dari perjalanan studi banding ... tanggal 15 Maret 2012 2 Sugono, Dendy ... Bentuk tunggal kata ‘moral’ adalah mos

2016 8 Pancasila Pusat Bahan Ajar dan eLearning

Herulono Murtopo S.S.,M.Hum http://www.mercubuana.ac.id

5. Pandangan bahwa teori moral harus bersesuaian sejauh mungkin dengan apapun

yang mempunyai nilai kepraktisan pada jamannya.

Berikut ini beberapa aliran-aliran dalam etika yang sekarang banyak berkembang dan

diterapkan dalam berbagai bidang:

a. Hedonisme

Hedonisme merupakan neo-epichurean atau merupakan bentuk baru dari filsafat epichurus

yang memang terkenal karena etikanya. Sejak kelahirannya, manusia berusaha

mendapatkan kesenangan. Manusia selalu menjauhkan diri dari ketidaksenangan. Maka

kesenangan itulah yang baik, dan ketidaksenangan adalah buruk. Menurut Aristippos

(sekitar 433-355 sM) salah seorang murid Socrates, kesenangan bersifat badani dan

aktual9, bukan kesenangan dari masa lampau atau masa depan karena hanya sekadar

ingatan dan antisipasi kesenangan. Artinya, yang baik adalah kesenangan saat ini dan di

sini pada hari ini; bersifat badani, aktual dan individual. Kesenangan ada batasnya, yang

penting adalah pengendalian diri. Pengendalian diri bukan berarti meninggalkan

kesenangan, tapi menggunakan kesenangan dengan baik dan tidak membiarkan diri

terhanyut olehnya. Inilah persis kesenangan epichurean dengan makna hedonisme jaman

sekarang. Begitu mendengar kata hedonis, maka yang terbayang biasanya adalah gaya

hidup yang hura-hura dan dicap serba negatif.

Ephicuros misalnya, mengelompokkan keinginan dalam 3 macam. keinginan yang pertama

adalah keinginan alamiah yang perlu, keinginan berikutnya adalah keinginan alamiah yang

tidak perlu, dan keinginan yang ketiga adalah keinginan yang sia-sia. Contoh keinginan

alamiah yang perlu adalah makan yang sehat. Sedangkan contoh keinginan yang tidak perlu

adalah keinginan untuk makan enak. Perlu dicatat, untuk makan sehat biasanya tidak perlu

enak. Makanan yang mahal juga tidak berarti sehat. Pun sebaliknya, makanan yang murah

juga belum tentu sehat. Dan contoh ketiga untuk keinginan yang sia-sia adalah kekayaan.

Epichuros sendiri justru menganjurkan hidup yang sederhana.

b. Eudomonisme

Aristoteles menganggap manusia mengejar tujuan akhir dan terbaik bagi hidupnya, yaitu

kebahagiaan: eudaemonia. Tapi ia mengingatkan, kesenangan adalah semu dan bukan

9 "Makan, minum dan bergembira, karena besok kita mati." Bahkan sekilas keinginan harus

memanjakan, karena takut kesempatan harus selamanya hilang. Ada sedikit atau tidak ada perhatian

dengan masa depan, masa kini mendominasi dalam mengejar untuk kesenangan segera. Hedonisme

Cyrenaic didorong mengejar kenikmatan dan kesenangan tanpa ragu-ragu, percaya kesenangan

menjadi satu-satunya yang baik.

Page 9: PANCASILA - modul. · PDF filebelum mendapatkan laporan akhir dari perjalanan studi banding ... tanggal 15 Maret 2012 2 Sugono, Dendy ... Bentuk tunggal kata ‘moral’ adalah mos

2016 9 Pancasila Pusat Bahan Ajar dan eLearning

Herulono Murtopo S.S.,M.Hum http://www.mercubuana.ac.id

tujuan akhir yang ingin dicapai. Jika manusia menjalankan fungsinya dengan baik, ia akan

mencapai tujuan akhirnya untuk menjadi manusia yang baik, dan itulah kebahagiaan hakiki,

kesenangan rohani, intelektual (akal), dan keutamaan moral (budi).

Manusia adalah baik dari segi moral jika selalu mengadakan pilihan-pilihan rasional yang

tepat dalam perbuatan moralnya dan mencapai keunggulan dalam penalaran intelektual.

Didorong hati nurani, akal, budi, dan naluri, manusia menyusun konsepsi kebahagiaan pada

berbagai bidang kehidupan. Pada setiap bidang kehidupan, manusia menetapkan nilai-nilai

kebahagiaan. Dengan demikian,kebahagiaan bukan pertama-tama mengacu pada hal yang

menyenangkan. Kebahagiaan harus dilihat dalam konteks bagaimana manusia

memerankan dirinya dengan baik dan benar sesuai dengan kedudukannya. Pandangan ini

agak mirip dengan kelompok deontologisme. Kelompok deontologisme berpendapat bahwa

segala sesuatu baik sejauh mengikuti aturan yang ada.

c. Utilitarisme

Bagi utilitarisme, yang baik adalah yang berguna. Pandangan ini biasanya dikaitkan dengan

konsekuensionalisme. Konsekuensialisme adalah bagian dari teori etika normatif yang

mengatakan bahwa konsekuensi perilaku seseorang merupakan dasar utama untuk setiap

penilaian tentang kebenaran perilaku itu. Jadi, dari sudut pandang konsekuensialis, tindakan

secara moral benar adalah tindakan yang yang akan menghasilkan hasil yang baik, atau

konsekuensi. Utilitarianisme berada pada tataran masyarakat atau negara. Jeremy

Bentham10 menekankan bahwa manusia sesuai hakikatnya ditempatkan di bawah dua titik

yang berkuasa penuh: ketidaksenangan dan kesenangan. Kebahagiaan tercapai jika

manusia memiliki kesenangan bebas dari kesusahan. Karena itu, suatu perbuatan akan

dinilai baik atau buruk sejauh dapat meningkatkan dan memenuhi kebahagiaan sebanyak

mungkin orang. Menurut Bentham, moralitas suatu tindakan harus ditentukan dengan

menimbang kegunaannya untuk mencapai kebahagiaan umat manusia, yakni masyarakat

keseluruhan.

Suatu perbuatan dapat dimaknai baik jika menghasilkan kebahagiaan terbesar bagi semua

orang. Dalam taraf yang ekstrim, pengorbanan sebagian orang dianggap hal yang wajar

demi nilai guna yang lebih besar. Contohnya adalah upaya pembersihan kota yang harus

menggusur para pedagang kaki lima.

12.4. Menggali Ortodoksi Moral

10 Jeremy Bentham adalah filsuf pendiri utilitarianisme asal Inggris. Ia dilahirkan di London pada tahun 1748, menempuh pendidikan di Oxford, dan kemudian mendapatkan kualifikasi sebagai seorang barrister (advokat) di London.Bentham merupakan salah seorang filsuf empirisme dalam bidang moral dan politik

Page 10: PANCASILA - modul. · PDF filebelum mendapatkan laporan akhir dari perjalanan studi banding ... tanggal 15 Maret 2012 2 Sugono, Dendy ... Bentuk tunggal kata ‘moral’ adalah mos

2016 10 Pancasila Pusat Bahan Ajar dan eLearning

Herulono Murtopo S.S.,M.Hum http://www.mercubuana.ac.id

Berhadapan dengan adanya pluralisme moral semacam itu, etika berfungsi untuk menggali

kembali ortodoksi moral sehingga terbangun sebuah moral fundamental atau moral dasar

yang sifatnya universal. Ortodoksi adalah nilai-nilai yang lebih asali berkaitan dengan

hakekat moral itu sendiri. Moral fundamental bukanlah moral gabungan dari berbagai ajaran

yang ada, bukan pula sebuah upaya untuk mendamaikan pertentangan moral, namun lebih

berupaya untuk memberikan argumentasi yang lebih mendasar berkaitan dengan kebaikan

moral.

Contohnya adalah hidup manusia. Di sebagian ajaran mengatakan bahwa hidup manusia

harus dibela dan dijamin karena menjadi hak dasar manusia untuk mendapatkan hak-hak

yang lainnya yang lebih memadai. Di satu sisi, ada ajaran moral yang tidak begitu

memperhitungkan nilai kehidupan manusia karena asas nilai guna (utility). Namun, seperti

saya contohkan tadi, ada juga sebagian masyarakat adat yang melegalkan pembunuhan

seseorang yang merupakan anggota kelompok musuh, meskipun anak kecil sekalipun. Hal

itu masih ada kajian etis dari para filosof yang merelatifir nilai kehidupan manusia. Maka,

mau tidak mau kita harus memilih dan mengkaji,kira-kira ajaran moral yang manakah yang

paling bisa berlaku secara universal.

Dalam bidang moral, dikenal sebuah hukum yang disebut dengan slippery slope11. Slippery

slope (lereng yang curam) biasa dikenal juga dengan crack in the foundation (celah fondasi)

merupakan hukum yang mengatakan bahwa jika Anda membuat pengecualian terhadap

aturan, atau jika Anda membuat peraturan yang bergantung pada perbedaan halus, dengan

segera orang akan mengabaikan aturan atau aturan yang sama sekali karena mereka tidak

akan menerima perbedaan antara pengecualian dan yang lainnya. Artinya, jika kita

melonggarkan satu prinsip moral yang meskipun berupa pengecualian, kebanyakan orang

akan segera yang mengikuti pengecualian ini tanpa memperhatikan nilai-nilai moral yang

lebih mendasar.

Marilah kita ambil contoh doktrin ketiga dari kelompok liberal di atas, Pandangan bahwa

orang yang punya kesadaran diri dan taraf intelegensi tertentu saja yang mempunyai hak

hidup. Maka, dalam pandangan ini, orang-orang gila yang intelegensinya terlalu rendah,

tidak bisa diberikan hak hidup. dari segi utility, atau nilai gunanya, pandangan ini tentu

sangat berguna bagi kebanyakan orang. Orang dengan intelegensi kelewat rendah, lebih

banyak merepotkan orang lain. Mereka tidak berperan apapun dalam pembangunan

bernegara. Dan yang jelas, orang-orang ini tidak bisa disembuhkan. Lalu, apakah demi

pembangunan kwalitas masyarakat mereka boleh dimusnahkan? Kalau mereka boleh untuk

dimusnahkan, lalu apakah boleh adanya pembunuhan dengan alasan kwalitas manusia

11 Bdk. Lamb, David, Down The Slippery Slope, Arguing on Applied Ethics, London, Routledge, 1988,

Page 11: PANCASILA - modul. · PDF filebelum mendapatkan laporan akhir dari perjalanan studi banding ... tanggal 15 Maret 2012 2 Sugono, Dendy ... Bentuk tunggal kata ‘moral’ adalah mos

2016 11 Pancasila Pusat Bahan Ajar dan eLearning

Herulono Murtopo S.S.,M.Hum http://www.mercubuana.ac.id

yang tidak memadai? Bolehkah orang-orang dengan intelegensi kelewat rendah ini dibedah

otaknya dan dijadikan bahan penelitian di laboratorium?

Akibat lain yang bisa muncul, embrio yang belum memiliki otak dan bahkan yang sudah

memiliki otak namun belum punya intelegensi, harus dikatakan belum memiliki hak hidup

secara penuh. Lalu, apakah mereka boleh diaborsi? Maka marilah kita lihat efek lebih

lanjutnya, kalau mereka boleh diaborsi, lalu haruskah aborsi dilegalkan dengan alasan hak

hidup embrio belum penuh? Kalau ini dilegalkan, lantas bolehkah kita yang merasa normal

lalu menyeleksi bayi yang akan dilahirkan? Itulah efek dari tebing yang curam.

Argumen slippery slope ini jelas tidak valid jika itu dimaksudkan untuk menjadi titik logika.

Dalam hal ini berarti bahwa "jika b merupakan pengecualian terhadap A, maka tidak ada

bagian dari A adalah benar." Pengecualian khusus untuk aturan atau prinsip tidak dengan

cara apapun secara logis berarti bahwa aturan tersebut dinyatakan tidak pernah dibenarkan

berlaku dalam setiap kasus. Bahkan, menyebut sesuatu pengecualian "

Tampaknya argumen ini dimaksudkan untuk menjadi lebih argumen tentang psikologi

masyarakat, dan tampaknya menjadi sesuatu yang lebih seperti "jika Anda membuat

pengecualian terhadap aturan, khususnya aturan dihargai atau waktu dihormati, orang akan

berpikir memerintah sewenang-wenang untuk memulai dan akan melihat ada alasan untuk

mengikutinya. " Oleh karena itu, setiap pengecualian terhadap aturan, dan dengan demikian

akhirnya menyebabkan aturan tidak diikuti sama sekali. Atau argumen lain dimaksudkan

mungkin "orang tidak dapat secara umum membuat perbedaan halus, jadi jika Anda

membuat pengecualian terhadap aturan (waktu dihormati), orang akan berpikir Anda telah

menunjukkan aturan untuk menjadi cacat dan karena itu tidak perlu untuk diikuti." Versi yang

sedikit berbeda, dan lebih canggih adalah prinsip ini "jika Anda membuat pengecualian

terhadap aturan, orang akan menggeneralisasi alasan untuk pengecualian itu dan

menerapkannya pada aspek lain dari aturan yang mereka generalisasi juga akan berlaku."

Contoh yang sederhana dalam hal komunikasi adalah demikian, memfitnah (dalam arti

bahasa Indonesia12) adalah jahat secara moral. Tapi bayangkan bila kemudian ada yang

mengatakan, fitnah untuk seorang calon presiden yang baik agar lolos dalam pemilu, boleh

karena tujuannya baik. Orang akan segera mencari alasan untuk mengatakan bahwa

tujuannya baik, yang penting fitnahnya diperbolehkan. Ini akan sangat berbahaya. Sesegera

mungkin, kebanyakan orang akan mengatakan bahwa finah itu boleh. Maka, untuk

menghindari hal ini, pentinglah bagi kita untuk kembali ke ortodoksi moral. Masalah moral

kalau di’abai’kan, akan memicu permasalahan-permasalahan lain yang lebih serius13.

12 Memfitnah dalam bahasa Arab memiliki arti mencobai, agak berbeda maknanya dengan bahasa Indonesia yang artinya menyebarkan berita yang tidak benar. 13 Prinsip moral slippery slope seolah bertentangan dengan apa yang disebut oleh Joseph Fletcher dengan apa yang disebut sebagai etika situasi. Dalam etika situasi memang dikenal istilah prima facie (yaitu tindakan moral tanpa pertimbangan khusus, dan etika norma (pertimbangan moral dengan

Page 12: PANCASILA - modul. · PDF filebelum mendapatkan laporan akhir dari perjalanan studi banding ... tanggal 15 Maret 2012 2 Sugono, Dendy ... Bentuk tunggal kata ‘moral’ adalah mos

2016 12 Pancasila Pusat Bahan Ajar dan eLearning

Herulono Murtopo S.S.,M.Hum http://www.mercubuana.ac.id

12.5. Mendengarkan suara hati

Kata suara hati, mungkin dapat kita mengerti dengan mudah karena kebiasaan saja. Artinya,

kita sudah akrab dengan istilah suara hati. Namun, sering kali masih cukup bias untuk

mengartikan suara hati. Suara hati biasa kita lihat sebagai hati nurani. Suara terdalam

manusia. Hati nurani adalah intuisi yang memandu kita untuk memberikan penilaian benar

dan salah. Secara psikologis hati nurani sering digambarkan sebagai institusi yang

menyebabkan perasaan menyesal bila seorang manusia melakukan tindakan yang

bertentangan / nya nilai-nilai moral dan perasaan kejujuran atau integritas ketika tindakan

tersebut sesuai dengan norma-norma. Sejauh mana hati nurani moral yang memberikan

informasi ‘penghakiman diri’ sebelum tindakan dan apakah seperti penilaian moral harus

didasarkan pada alasan telah disebabkan perdebatan melalui banyak dari sejarah filsafat

Barat .

Hati Nurani adalah kesadaran akan kewajiban berhadapan dengan sistuasi konkret yang

saya hadapi kini dan disini. Berkaitan dengan adanya kesadaran tentang perbuatan dan

tentang pelaku. Suara hati berfungsi sebagai vindex (menilai perbuatan yang telah

berlangsung), sebagai index (menilai perbuatan yang akan datang), sebagai ludex (menilai

perbuatan yang sedang dilakukan). Kemutlakan hati nurani, tuntutannya mutlak, tidak dapat

di tawar-tawar. Memerintahkan tanpa syarat (imperatif kateoris). Mengikuti hati nurani

merupakan hak dasar bagi setiap orang. Hati nurani adalah norma terakhir bagi perbuatan-

perbuatan kita14. Hati nurani bisa keliru tuntutannya mutlak tapi belum tentu benar.

Suara hati memiliki sifat personal dan adipersonal. Dikatakan bersifat personal karena selalu

berkaitan erat dengan pribadi yang bersangkutan dan hanya memberi penilaiannya tentang

perbuatan saya sendiri. Sedangkan, dikatakan bersifat adipersonal, karena hati nurani (Nur

= cahaya) berarti hati yang diterangi, terhadap hati nurani seakan kita menjadi “pendengar”,

mempunyai aspek transenden, yang melebihi pribadi kita, dan karena aspek adipersonal ini,

hati nurani memiliki dimensi religius. Penentuan baik buruk , benar salah. Perbuatan yang

dilakukan atas desakan hati nurani belum tentu secara objektif juga baik.Yang sebenarnya

mau diungkapkan bukanlah baik buruknya perbuatan itu sendiri, melainkan bersalah

tidaknya si pelaku. Maka kita tidak pernah boleh bertindak bertentangan dengan hati nurani

kita. Akan tetapi manusia wajib juga mengembangkan hati nuraninya dan seluruh

kepribadian etisnya sampai menjadi matang dan seimbang (yang subjektif dan objektif

menjadi sama).

kasus khusus). Pijakan filosofisnya adalah eksistensialisme. Namun, keduanya sebenarnya berada dalam satu garis yang tidak bertentangan. Tentang Etika Situasi, silahkan dilihat dalam Suseno, Frans Magnis, 12 Tokoh Etika Abad ke 20, Yogyakarta, Kanisius, 2000, 111 14 Bdk. Purwo Hadiwardaya, Moral dan Masalahnya, Yogyakarta, Kanisius, 1990, hal. 15

Page 13: PANCASILA - modul. · PDF filebelum mendapatkan laporan akhir dari perjalanan studi banding ... tanggal 15 Maret 2012 2 Sugono, Dendy ... Bentuk tunggal kata ‘moral’ adalah mos

2016 13 Pancasila Pusat Bahan Ajar dan eLearning

Herulono Murtopo S.S.,M.Hum http://www.mercubuana.ac.id

Contohnya begini, seorang anak yang lahir dan besar di lingkungan para penjahat dan

terbiasa dengan kekerasan, akan menganggap bahwa kekerasan itu hal yang wajar. Suara

hatinya tidak akan menegur apa-apa, ketika dia memukuli orang yang menurutnya tidak

menyenangkan. Itulah pentingnya etika. Etika secara rasional mendidik dan membentuk

suara hati agar semakin tajam dan benar secara objektif.

Hati nurani butuh penyegaran, didikan, latihan, rekreasi, reorientasi, penanaman paradigma.

Hati nurani merupakan pemberian Sang Pencipta yang perlu dibina. Pembinaan ini ada

yang halus dan jitu, ada yang kurang tepat dan longgar, serta ada pula yang tumpul. Hati

nurani yang tumpul biasanya disebabkan adanya salah didikan yang ditanamkan sejak kecil.

Keadaan hati nurani (longgar, tumpul, maupun jitu), semuanya bergantung pada pendidikan

lingkungan.

Orang dari jaman dahulupun sudah menyadari akan peran informasi-informasi yang

didapatkan dari lingkungan terhadap perilaku manusia. Kualitas hati nurani yang dimiliki

seseorang tidak dapat lepas dari pengaruh lingkungan. sekitar orang tersebut. Melalui

lingkunganlah seseorang membentuk nilai-nilai moral dan tanggung jawab. Lingkungan

merupakan menjadi sumber pengetahuan bagi hati nurani. Lingkungan yang berpengaruh

itu dapat berupa keluarga, teman, pergaulan, budaya, agama, dan tradisi. Jika seseorang

hidup dalam lingkungan yang baik maka hati nurani yang terbentuk akan memiliki kualitas

yang baik dan sebaliknya. Orang yang bertindak dengan mendengarkan dan manaati suara

hatinya adalah orang yang bertanggung jawab dan tanggung jawab manusia tidak dapat

dilepaskan dari kebebasannya.

12.6. Pancasila sebagai landasan etika

Pemahaman Pancasila sendiri selain sebagai ideologi, pandangan hidup, kepribadian, dan

kebudayaan negara-bangsa adalah kristalisasi nilai, standar etika, serta manifestasi norma,

dalam aspek moralitas pikiran-tindakan-ucapan. Dengan demikian, seluruh ruang kehidupan

bermasyarakat-bernegara berada dalam koridor landasan ideologis Pancasila.

Hal ini merujuk pada arti kata ideologi itu sendiri, Althusser sendiri menekankan pula bahwa

ideologi adalah relasi imajiner individu-individu terhadap kenyataan real eksistensi mereka,

yaitu ideologi sebagai kekuatan material dalam masyarakat yang menyerap individu-individu

sebagai subjek dalam ideologi tertentu, misalnya relasi imajiner guru-murid menghasilkan

praktik material tentang cara berinteraksi antara guru dan murid15.

“Relasi imajiner” inilah yang akan membentuk sebuah kesepakatan bersama dalam

kehidupan sosial, atau konsensus bersama dalam bingkai kesatuan ideologi ataupun

15 Adian, Donny Gahral, Percik Pemikiran Kontemporer: Sebuah Pengantar Komprehensif, Jalasutra, Yogyakarta, 2005

Page 14: PANCASILA - modul. · PDF filebelum mendapatkan laporan akhir dari perjalanan studi banding ... tanggal 15 Maret 2012 2 Sugono, Dendy ... Bentuk tunggal kata ‘moral’ adalah mos

2016 14 Pancasila Pusat Bahan Ajar dan eLearning

Herulono Murtopo S.S.,M.Hum http://www.mercubuana.ac.id

karakter. Kesatuan inilah yang membentuk ikatan antara manusia-manusia yang bermukim

dalam satu wilayah tertentu dalam bangunan kesadaran sebagai bangsa.

“Menurut Renan syarat bangsa ialah ‘kehendak akan bersatu.’ Perlu orang-orangnya

merasa diri bersatu dan mau bersatu. Ernest Renan menyebut syarat bangsa: ‘le desir d’etre

ensemble’, yaitu kehendak akan bersatu”. Dalam bangsa tersebutlah, akan ditemukan ikatan

yang tidak semata dibangun lewat persamaan historis an sich, dan geo-politik, namun

mengacu kepada kesadaran sejarah, budaya, politik, dan ekonomi. Jelas, pada level

semantik tersebut akan ditemukan perbedaan dengan frasa masyarakat atau warga-negara

sekalipun. Dengan begitu, akan ditemukan pula bagaimana sebuah hubungan antara

manusia, lembaga, serta tata-peraturan akan di”main”kan lewat kerangka legitimasi dan

legalitas.

Perwujudan ideologi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak lepas pula dari

kesatuan sistematika etika yang dipraktekkan. Pancasila sendiri mendasarkan tata-etika

pada lima prinsip negara Indonesia yang dipaparkan dalam pidato Lahirnya Pancasila, 1

Juni 1945 sebagai pedoman dalam penggalian kembali etik yang sesuai dengan kepribadian

bangsa. Disini, pertautan antara ideologi, etika, serta standar moralitas yang bertujuan

pendisiplinan masyarakat.

Kekuasaan menurut pandangan Foucault tidaklah dimiliki melainkan bermain/dimainkan

terus-menerus:

“…power is not something which can be possessed by individuals or social groups. Rather, it must be seen as something constantly in play. Power relations, such as those between employers and employees, or between mothers and doctors, are always susceptible to reversal…..Foucault does not limit the sphere of power relations to interactions between the individuals and state apparatuses: they extend throughout the social field, operating between men and women, professionals and their client.”

Secara umum, keberadaan kekuasaan dan legitimasi ideologi inilah yang memberikan

“ruang-kuasa” wacana/diskursus untuk mengatur mana yang baik dan buruk serta rumusan

antropologi ke”warga”an. Dengan begitu, dimensi etika disini sangat dibutuhkan untuk

menjadi landasan bagi beroperasinya “kuasa” ideologi serta kekuasaan negara yang

mewujud dalam ISA (Ideological State Aparatus), sebagai bentukan aktor yang menjalankan

seperangkat praktik ritual-ritual, dimana praktik tersebut selalu terdapat dalam eksistensi

material, seperti lembaga pendidikan, agama, atau institusi kebudayaan dan RSA

(Represive State Aparatus), yang dibentuk untuk membenarkan tindakan yang “diucapkan”

lewat kuasa-fisik serta kekuatan pengadilan, militer, polisi, birokrasi, termasuk institusi

negara sekalipun, hal ini mengacu pada logika yang melekat pada negara yaitu pemaksaan.

Keberadaan Pancasila lewat seperangkat etika tak bisa melepaskan dari konsep

kebudayaan yang menurut Kluckhohn antara lain bahasa, sistem pengetahuan, organisasi

sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi,

Page 15: PANCASILA - modul. · PDF filebelum mendapatkan laporan akhir dari perjalanan studi banding ... tanggal 15 Maret 2012 2 Sugono, Dendy ... Bentuk tunggal kata ‘moral’ adalah mos

2016 15 Pancasila Pusat Bahan Ajar dan eLearning

Herulono Murtopo S.S.,M.Hum http://www.mercubuana.ac.id

dan kesenian. Pada akhirnya, penafsiran kembali etika Pancasila sebagai seperangkat

sistem kebudayaan tak bisa dilepaskan dari frase “bangsa” sekaligus ikatan geopolitik-

geohistoris, bahkan konsensus bersama yang menghasilkan kontrak politik. Dengan

demikian, sintesa antara lima prinsip (nasionalisme, internasionalisme, demokrasi,

kesejahteraan sosial, dan ke-Tuhanan yang berkebudayaan) dalam Pancasila melahirkan

kembali kesatuan dan kesadaran berbudaya dan berpengetahuan lewat bingkai etika

Pancasila.

Secara umum, dapat ditangkap bahwa fenomena demokrasi, metode perwakilan, model

permusyawaratan pada ranah perencanaan serta pengambilan keputusan adalah

rasionalisasi dari adanya hakikat kebangsaan, nilai kemanusiaan, serta sarana pencapaian

tujuan dari negara tersebut. Pada akhirnya, interpretasi etika sebagai sistem kebudayaan

dibangun pada adanya kenyataan/realita bahwa Indonesia dibangun atas nilai kepribadian

serta rangkaian sejarah peradaban.

Page 16: PANCASILA - modul. · PDF filebelum mendapatkan laporan akhir dari perjalanan studi banding ... tanggal 15 Maret 2012 2 Sugono, Dendy ... Bentuk tunggal kata ‘moral’ adalah mos

2016 16 Pancasila Pusat Bahan Ajar dan eLearning

Herulono Murtopo S.S.,M.Hum http://www.mercubuana.ac.id

Daftar Pustaka

1. Donny Gahral Adian, Arus Pemikiran Kontemporer, Jalasutra, Yogyakarta, 2001

2. Gauthier, David, “The Social Contract as Ideology”, in Contemporery Political

Philosophy: An Anthology, Robert E. Goodin and Phillip Pettit (eds), Blackwell,

Oxford, 1997

3. Kaelan, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta, 2002

4. Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2000

5. P. J. Suwarno, Pancasila budaya bangsa Indonesia, Kanisius, Yogyakarta, 1993

6. Panji Setijo, Pendidikan Pancasila, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2010

7. R. Soeprapto, Pancasila Menjawab Globalisasi, Yayasan Taman Pustaka,

Tangerang, 2004

8. Rawls, John, “The Domain of the Political and Overlapping Consensus”, in

Contemporery Political Philosophy: An Anthology, Robert E. Goodin and Phillip Pettit

(eds), Blackwell, Oxford, 1997

9. Rawls, John, Political Liberalism, Columbia University Press, New York, 1996

10. St. Sularto dkk., Rindu Pancasila: Merajut Nusantara, Penerbit Buku Kompas,

Jakarta, 2010

11. Syahrial Syarbaini, Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi, Ghalia Indonesia,

Jakarta, 2004

12. Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila,

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2011